Etnis Tionghoa REVISI
Click here to load reader
-
Upload
nafi-hasan -
Category
Documents
-
view
116 -
download
2
Transcript of Etnis Tionghoa REVISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Awal abad ke-20 merupakan waktu yang menentukan bagi perjalanan
sejarah etnis Tionghoa1 di Indonesia sebagai salah satu etnis non-pribumi yang
memiliki sejarah yang panjang dan turut serta mewarnai perjalanan sejarah
Indonesia. Sebelumnya etnis Tionghoa sudah bermukim di beberapa wilayah di
Indonesia, membentuk kampung-kampung Tionghoa atau sering disebut sebagai
Pecinan.
Situasi Indonesia sebelum tahun 1900 memang tidak berpihak pada
pergerakan di Indonesia, termasuk di kalangan orang-orang Tionghoa. Banyak
kebijakan kolonial yang dirasa sangat memberatkan mereka dan membatasi ruang
gerak mereka dalam bermasyarakat. Maka mulailah timbul suatu ideologi
nasionalisme yang berorientasi kepada Tiongkok, tempat para leluhur mereka
dilahirkan. Pada tanggal 17 Maret 1900 berdirilah sebuah organisasi yang
bernama Tiong Hoa Hwe Koan atau yang biasa disebut THHK, yang didirikan
oleh Phoa Keng Hek.2 Selanjutnya Phoa Keng Hek menyebarkan surat kepada
komunitas orang Tionghoa tentang pentingnya Konfusianisme dan alasan
mengapa THHK didirikan.3
1 Dalam skripsi ini hanya menggunakan istilah Tionghoa dan Tiongkok secara bergantian. Istilah Tionghoa dan Tiongkok digunakan untuk menyebut orang-orang etnis Cina yang ada di Indonesia karena istilah tersebut hanya ada di Indonesia.
2 Leo Suryadinata, Political Thinking of The Indonesian Chinese 1900-1995 (Singapura, Singapore University Press: 1997), hlm. 3
3 Leo Suryadinata, op. cit.
Pada awalnya THHK hanya bergerak di bidang sosial. Dalam anggaran
dasar rumah tangga mereka THHK yang pertama, belum tercetus ide untuk
mendirikan sekolah atau pendidikan bagi orang-orang Tionghoa. Di anggaran
dasar tertulis bahwa THHK bertujuan untuk menghidupkan kembali ajaran
Konghucu di kalangan orang-orang Tionghoa dan merombak adat-istiadat orang
Tionghoa.4 Namun lambat laun para petinggi THHK sadar akan pentingnya
pendidikan sebagai salah satu sarana untuk memajukan orang-orang Tionghoa.
Hal ini bermula dari tidak tersedianya sekolah untuk anak-anak Tionghoa. Kalau
pun ada anak-anak Tionghoa yang bersekolah, mereka berasal dari keluarga yang
kaya dan anak-anak Tionghoa ini disekolahkan di sekolah-sekolah Belanda. Maka
pada tanggal 17 Maret 1901 THHK mendirikan sekolah pertama yang disebut
Tiong Hoa Han Tong.5 Pendirian sekolah ini terbilang sukses dan mengalami
kemajuan yang pesat serta mendapat sambutan yang baik di kalangan orang
Tionghoa. Kemudian Sekolah THHK ini dengan cepat menyebar di berbagai
wilayah di Indonesia, termasuk di Mojokerto yang kemudian mendirikan Sekolah
THHK pada tanggal 5 Agustus 1907.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka rumusan masalah
penulisan ini adalah sebagai berikut:
4 http://www.confucian.me/profiles/blogs/terbentuknya-tiong-hoa-hwee, diakses pada 10 April 2012
5http://sosbud.kompasiana.com/2010/08/24/thhk-tiong-hoa-hwee-koan-%E4%B8%AD %E5%8D%8E%E4%BC%9A%E9%A6%86-zhong-hua-hui-guan-dengan-istilah-tionghoa-tiongkok/, diakses tanggal 21 April 2012
1. Apa sebenarnya makna pembukaan kembali Sekolah THHK di Mojokerto
pada tahun 1946?
2. Bagaimana perjalanan Sekolah THHK dalam beradaptasi dengan situasi
kebangsaan Indonesia yang menguat pada tahun 1946-1966?
3. Apakah terjadi perubahan kurikulum dan kebijakan pendidikan berkaitan
dengan situasi politik pada waktu tahun 1946-1966?
4. Bagaimana hubungan antara Sekolah THHK dengan sekolah-sekolah
sejenis di Mojokerto ataupun kota lainnya di sekitar Mojokerto?
1.3 MANFAAT DAN TUJUAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan perjalanan Sekolah THHK
Mojokerto pada masa pasca-kemerdekaan (1946-1966) di mana Sekolah THHK
adalah sekolah khusus bagi etnis Tionghoa pertama yang ada di Mojokerto dan
menjadi awal dari sekolah-sekolah Tionghoa lainnya di Mojokerto dan
meluruskan pandangan masyarakat awam terhadap etnis Tionghoa. Secara khusus
penelitian ini mengkaji tentang perkembangan Sekolah THHK Mojokerto pasca-
kemerdekaan karena dipengaruhi oleh situasi politik Indonesia pada waktu itu.
Para peneliti banyak menulis tentang sejarah etnis Tionghoa yang berkaitan
dengan ekonomi dan perdagangan, namun belum banyak yang menulis tentang
sejarah pendidikan etnis Tionghoa.
Manfaat penelitian ini diharapkan mampu memberikan pengetahuan
kepada khalayak umum tentang sejarah pendidikan, khususnya pendidikan etnis
Tionghoa di Mojokerto dan menjadi salah satu referensi dalam penelitian
mengenai sejarah etnis Tionghoa. Ada banyak buku yang mengulas tentang
Sekolah THHK, tapi belum ada peneliti yang menulis tentang Sekolah THHK
yang ada di Mojokerto.
1.4 RUANG LINGKUP PENELITIAN
Tulisan berjudul Sekolah THHK di Mojokerto Tahun 1946-1966 dibatasi
secara spasial dan temporal. Hal ini perlu dilakukan agar pembahasan tidak keluar
dari permasalahan yang menjadi fokus penelitian.
Batas temporal penulisan ini diawalai pada tahun 1946 karena pada tahun
tersebut para pengurus Sekolah THHK Mojokerto mulai membuka kembali
kegiatan belajar mengajar setelah sempat mengalami kendala yang cukup besar
pada masa pendudukan Jepang, dan diakhiri tahun 1966 karena pada waktu itu
pemerintah rezim Orde Baru memiliki kebijakan untuk mengubah
kewarganegaraan bagi warga negara asing menjadi kewarganegaraan Indonesia
atau meninggalkan Indonesia. Kemudian ditambah lagi dengan situasi politik
yang tidak menentu terkait dengan kebijakan tersebut menyebabkan pemerintah
rezim Orde Baru menutup paksa sekolah-sekolah etnis Tionghoa, termasuk
Sekolah THHK Mojokerto.
Sedangkan batas spasial penulisan ini difokuskan pada kota Mojokerto dan
sekitarnya, karena lokasi seklah ini memang berada di Mojokerto. Untuk daerah-
daerah lainnya akan dibahas secukupnya saja berdasar pembahasan pada sub-bab
komparasi Sekolah THHK Mojokerto dengan sekolah-sekolah sejenis di wilayah
lain.
1.5 KERANGKA KONSEP
Sekolah THHK erat kaitannya dengan modernisasi yang bertujuan untuk
memajukan etnis Tionghoa serta menanamkan semangat nasionalisme Tiongkok
dan identitas mereka sebagai orang Tionghoa.
Pendidikan menurut John Dewey ialah proses pembentukan kecakapan-
kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional ke arah alam dan sesama
manusia.6 Sementara menurut Carter V. Good, pendidikan merupakan proses
perkembangan kecakapan seseorang dalam bentuk sikap dan prilaku yang berlaku
dalam masyarakatnya. Proses sosial dimana seseorang dipengaruhi oleh sesuatu
lingkungan yang terpimpin (khususnya di sekolah) sehingga ia dapat mencapai
kecakapan sosial dan mengembangkan kepribadiannya.7
Modernisasi merupakan bagian dari perubahan sosial, terbentuk sebagai
hasil perubahan sosial. Mengutip dari beberapa pengertian, Soerjono Soekanto
mengatakan bahwa perubahan sosial adalah segala perubahan-perubahan pada
lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat yang mempengaruhi sistem
sosialnya, termasuk didalam nilai-nilai sikap dan pola perilaku kelompok-
kelompok di dalam masyarakat Perubahan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor
yang disebut sebagai agent of change.8
6 John Dewey, Experience and Education (Cambridge: The Free Press, 1944)
7 Carter V. Good, Dictionary of Education (New York: MC. Graw-Hill, 1959)8 Soerjono Soekanto, Sosiologi: Suatu Pengantar (Jakarta: UI Press, 2002)
Sementara modernisasi menurut Wilbert E. Moore adalah suatu
transformasi total kehidupan bersama yang tradisional atau pra-modern dalam arti
teknologi serta organisasi sosial kearah pola-pola ekonomis dan politis yang
menjadi ciri negara barat yang stabil.9
Nasionalisme adalah hal penting ketika THHK pertama kali didirikan.
Arah nasionalisme etnis Tionghoa tentunya mengarah kepada tanah leluhur
mereka, Tiongkok. Menurut Slamet Muljana, nasionalisme adalah manifestasi
kesadaran bernegara atau semangat bernegara.10
Dalam sistem pendidikannya, THHK menanamkan kepada etnis Tionghoa
agar bangga dengan identitasnya sebagai orang Tionghoa. Giddens mengatakan
bahwa identitas adalah sesuatu yang khas, ciri yang khas yang terdapat pada
individu ataupun pada suatu etnis yang membedakan dengan etnis yang lain11
1.6 SUMBER DAN METODE PENELITIAN
Dalam upaya merekonstruksi peristiwa masa lampau, maka penulis
berupaya menggunakan metode sejarah guna menelusuri jejak-jejak yang
memungkinkan didapatkannya pendekatan sejarah yang valid mengenai
pembahasan penulisan ini. Adapun proses penulisan ini menggunakan metode
sebagai berikut:
9 Wibert E. Moore, Social Change (New Jersey: Prentice Hall, 1974)
10 Slamet Muljana, Kesadaran Nasional: Dari Kolonialisme sampai Kemerdekaan Jilid 1 (Jakarta: LkiS, 2008)
11 Anthony Giddens, Sociology (Cambridge: Polity Press, 2006)
1. Heuristik, proses pencarian, penemuan, dan pemilahan sumber yang
dianggap relevan dan kredibel. Sumber sejarah adalah past actually yang
memberi penjelasan tentang peristiwa masa lampau, terutama sumber-
sumber primer. Keberadaan sumber ini dimungkinkan diperoleh dengan
bantuan sejumlah foto-foto dan tulisan dari buku peringatan sekolah,
terutama setelah pasca kemerdekaan. Secara temporal waktu masih
dimungkinkan untuk mencari sumber primer dari wawancara.
Buku Peringatan 100 Tahun Sekolah THHK Mojokerto sebagai rujukan
sumber utama sepertinya masih belum didapatkan gambaran utuh dan
memuaskan, sehingga untuk pencarian data yang lebih luas, diperlukan
sumber lain berupa wawancara dari para pengurus organisasi THHK dan
alumni-alumni Sekolah THHK Mojokerto juga surat kabar Sin Po, Ik Po,
Pewarta Soerabaja yang tersimpan di Perpustakaan Medayu Agung dan
Perpustakaan Nasional guna melengkapi data-data tentang perkembangan
Sekolah THHK Mojokerto. Sumber-sumber ini kemudian dipilah kembali
berdasarkan topik penelitian, yaitu Sekolah THHK Mojokerto Tahun 1946-
1966. Sumber primer terkumpul yang didapatkan penulis meliputi
sejumlah berita-berita mengenai THHK Mojokerto dari koran Ik Po.
2. Verifikasi. Ilmu sejarah mengenal dua macam kritik sumber, yaitu kritik
ekstern dan kritik intern. Sasaran kritik ekstern adalah keotentikan dan
keaslian sumber sejarah. Sebaliknya, kritik intern dilakukan untuk
menetapkan apakah isi dari suatu dokumen bisa dipercaya dan
dipergunakan atau tidak.
Kritik ekstern dilakukan pada temuan hasil primer yang didapat, meliputi
validitas dokumen dengan mencari sumber agar nantinya tidak
menimbulkan apa yang disebut sebagai anakronisme sejarah. Hal lain
yang perlu diperhatikan ialah sumber yang digunakan untuk penulisan
penelitian ini, yang sebagian besar didapat dari Perpustakaan Nasional dan
Perpustakaan Medayu Agung, sejumlah foto-foto dan tulisan dari buku
peringatan ulang tahun Sekolah THHK Mojokerto, sehingga sangat kecil
kemungkinan untuk dipalsukan.
Kritik intern dilakukan setelah sumber didapatkan lalu diolah dengan
seksama. Perlu diperhatikan isi dari sumber apakah memang sudah
dijamin kevalidan sumber. Hal ini didapat dengan melakukan
pembandingan dengan sumber lain yang memiliki topik yang sama,
sehingga bisa diperoleh sumber yang terpercaya.
3. Interpretasi, merupakan seperangkat alat kerja bagi seorang sejarawan
untuk mengolah hubungan antar fakta yang didapatkan dalam sumber
sebelum dilakukan penyusunan dan penulisan. Penulis dalam hal ini
melakukan interpretasi atas sejumlah fakta berdasarkan sumber yang
diperoleh dan dibantu sejumlah bahan pustaka, skripsi, thesis, dan artikel
yang mendukung dengan tema penelitian.
4. Historiografi, merupakan proses penulisan dari serangkaian fakta yang
didapat melalui proses heuristik, verifikasi, maupun interpretasi, dan
disusun dalam bentul cerita sejarah.12
12 Aminuddin Kasdi, Memahami Sejarah (Surabaya: Unesa University Press, 2008), hlm 16&30.
1.7 TINJAUAN PUSTAKA
Kajian mengenai sejarah pendidikan etnis Tionghoa memang menarik
untuk dikaji, terbukti dari banyaknya buku yang menulis tentang sejarah
pendidikan etnis Tionghoa yang erat kaitannya dengan nasionalisme Tiongkok
pada awalnya dan menghidupkan kembali tradisi-tradisi etnis Tionghoa serta
mengajarkan Konfusianisme kepada etnis Tionghoa. Penjelasan mengenai hal ini
akan ditemukan dalam karya Kwee Tek Hoay, The Origin of Modern Chinese
Movements in Indonesia.
Berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber yang membahas mengenai
sejarah pendidikan etnis Tionghoa, buku karya Benny G. Setiono berjudul
Tionghoa Dalam Pusaran Politik merupakan salah satu rujukan penting. Dalam
bukunya Benny menjelaskan bahwa kesadaran nasionalisme etnis Tionghoa yang
sangat mempengaruhi dalam pendirian THHK. Dalam bab Tiong Hoa Hwee Koan
dijelaskan secara mendetail tentang bagaimana THHK terbentuk.
Kemudian buku yang tak kalah pentingnya ialah tulisan Leo Suryadinata
yang berjudul Politik Tionghoa Peranakan di Jawa. Meskipun lebih banyak
membahas mengenai peranan politik etnis Tionghoa namun buku ini juga sedikit
mengulas bagaimana hubungan antara THHK dengan perpolitikan etnis Tionghoa
yang ada di Jawa.
Buku yang lain adalah Etnis Tionghoa dan Nasionalisme Indonesia:
Sebuah Bunga Rampai 1965-2008 yang membahas seputar permasalahan
nasionalisme dan identitas yang terjadi di kalangam etnis Tionghoa. Kebijakan
pemerintah pada masa Orde Baru sangat memnpengaruhi nasionalisme orang-
orang Tionghoa. Namun buku ini hanya mengulas masalah tersebut secara umum.
Diharapkan tulisan ini dapat menjadi alternatif dalam memahami dinamika
nasionalisme etnis Tionghoa secara mendalam, terlebih lagi tulisan ini mengambil
batas spasial Mojokerto yang mana belum banyak ditulis oleh para peneliti.
Buku karya Ming Govaars yang berjudul Dutch Colonial Education: The
Chinese Experience in Indonesia 1900-1942 mengulas tentang bagaimana THHK
didirikan dan apa yang mendasari pendirian THHK namun buku ini lagi-lagi
mengulas THHK secara umum dan sebagian besar mengulas THHK di Batavia.
Buku karya S. Nasution yang berjudul Sejarah Pendidikan Indonesia
mengulas tentang bagaimana perkembangan pendidikan Indonesia dari masa
kolonial hingga masa modern. Namun buku tersebut sama sekali tidak menyentuh
pendidikan bagi etnis Tionghoa.
Diharapkan tulisan ini bisa menjadi alternatif dalam mempelajari sejarah
pendidikan, khususnya sejarah pendidikan etnis Tionghoa. Selama ini banyak
sejarawan yang menulis tentang etnis Tionghoa di bidang ekonomi dan
perdagangan, namun sejarah pendidikan etnis tionghoa belum banyak ditulis.
1.8 SISTEMATIKA PENULISAN
Dalam penulisan ini, penulis menggunakan sistematika penulisan dengan 4
bab utama, yang setiap babnya disusun secara sistematis sebagai berikut:
Bab I merupakan bab Pendahuluan yang terdiri atas 8 bagian, yaitu: Latar
Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat, Ruang Lingkup, Kerangka
Konsep, Metode Penelitian, Tinjauan Pustaka, dan Sistematika Penulisan.
Bab II merupakan bab Pembahasan bagian pertama yang berjudul
“Pendidikan Tionghoa Sebelum Tahun 1946” yang merupakan bagian pengantar
pembahasan, yang meliputi: Keadaan Umum, Sekolah-Sekolah yang Ada ,dan
Pendidikan Tionghoa pada Masa Pendudukan Jepang
Bab III merupakan bab pembahasan bagian kedua yang berjudul
“Memunculkan Asa, Kebangkitan Sekolah THHK Mojokerto Hingga Penutupan
Tahun 1966” yang merupakan bagian inti dari penulisan meliputi: Pembukaan
Kembali, Masa Njoo Tik Tjong, dan Penutupan Sekolah THHK Mojokerto.
Bab IV merupakan bab pembahasan bagian ketiga yang berjudul
“Hubungan dan Komparasi Antara Sekolah THHK Mojokerto dengan Sekolah-
Sekolah Sejenis” yang meliputi: Hubungan antara Sekolah THHK Mojokerto
dengan HCTNH Mojokerto, Hubungan dan Perbandingan antara Sekolah THHK
Mojokerto dan HCS Mojokerto, dan Perbandingan antara Sekolah THHK
Mojokerto dengan Sekolah THHK di Kota-Kota Lainnya.
Bab V merupakan bab Penutup yang berisi jawaban dan kesimpulan dari
rumusan masalah penulisan ini dan saran agar penulisan ini selanjutnya bisa lebih
baik.