Etika Senior Makalah - Skenario 12

18
MAKALAH ETIKA dan HUKUM KEDOKTERAN GIGI MEDIASI SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KESEHATAN Diajukan sebagai tugas mata kuliah ETIKA dan HUKUM KEDOKTERAN GIGI (KGM 4709) Disusun Oleh : KELOMPOK 12 KELAS GANJIL Dewi Sartika 09/288958/KG/8569 Santika Devi Arimbi 09/288892/KG/8567 Anggota: Tresy Charlotte Simorangkir 09/288772/KG/8559 Nathania Pramudita 09/288820/KG/8561 Auliya Ludfi Fauziyah 09/288873/KG/8565

description

tugas makalah

Transcript of Etika Senior Makalah - Skenario 12

Page 1: Etika Senior Makalah - Skenario 12

MAKALAH ETIKA dan HUKUM KEDOKTERAN GIGI

MEDIASI SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

KESEHATAN

Diajukan sebagai tugas mata kuliah ETIKA dan HUKUM KEDOKTERAN GIGI

(KGM 4709)

Disusun Oleh :

KELOMPOK 12

KELAS GANJIL

Dewi Sartika 09/288958/KG/8569

Santika Devi Arimbi 09/288892/KG/8567

Anggota:

Tresy Charlotte Simorangkir 09/288772/KG/8559

Nathania Pramudita 09/288820/KG/8561

Auliya Ludfi Fauziyah 09/288873/KG/8565

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2012

Page 2: Etika Senior Makalah - Skenario 12

ABSTRACT

Sengketa atau konflik sengketa merupakan suatu hal yang sudah menjadi bagian dari

kehidupan manusia. Sengketa medis merupakan sengketa antara dokter dan pasien. Sengketa

yang timbul dalam kehidupan manusia ini perlu untuk diselesaikan. Salah satu bentuk upaya

penyelesaian sengketa adalah melalui mediasi yang merupakan bagian dari proses alternatif

penyelesaian sengketa. Mediasi memiliki keuntungan menghasilkan kesepakatan,

membiarkan para pihak untuk mampu secara bebas menentukan kesepakatan dan tetap

terjaganya hubungan baik antar pihak yang bersengketa.

PENDAHULUAN

Dewasa ini banyak terjadi mengenai tuduhan dokter gigi melakukan malapraktek.

Tuduhan kesalahan tindakan medis ini sering dijumpai melalui surat pembaca di sebuah surat

kabar. Alasan pasien yang dikemukakan terhadap tuduhan tersebut, antara lain hasil tindakan

medis tidak memenuhi harapan, pelayanan yang tidak memuaskan, tidak mendapatkan

informasi yang jelas tentang langkah-langkah tindakan medis yang akan dilakukan, biaya

yang terlalu mahal, dll (Hariadi, 2000). Tindakan medis adalah upaya yang dilakukan dengan

menggunakan peralatan kedokteran dan kedokteran gigi berdasarkan kaidah-kaidah

pelayanan kedokteran dan kedokteran gigi yang telah teruji (KKI, 2007). Dari segi hukum

yang berkaitan dengan tindakan medis, ada tiga hal yang harus dipenuhi dalam melaksanakan

tindakan medis hingga dianggap sah menurut hukum, yaitu ada tujuan, siapa pelakunya dan

syarat legalnya. Tujuan utamanya untuk menegakkan diagnosis dan melakukan rencana

terapi. Pelaku tindakan medis yang diperbolehkan adalah dokter gigi yang berkompeten dan

sah menurut hukum. Adapun syarat legalnya tindakan medis ini, yaitu adanya izin dari pihak

pasien, alasan dilakukannya tindakan medis dan cara baku melakukan-nya atau standar

profesi (Danny, 2009).

TINJAUAN PUSTAKA

Praktik kedokteran diselenggarakan berdasarkan kesepakatan antara dokter/dokter

gigi dengan pasien dalam upaya untuk pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit,

peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan. Terma ’berdasarkan

kesepakatan’ menunjukkan bahwa hubungan hukum antara dokter/dokter gigi dengan pasien

tidak ditekankan pada hasil (resultaat verbintenis) melainkan pada upaya yang harus

dilakukan. Meskipun demikian, tersirat batasan bahwa ’upaya yang harus dilakukan adalah

upaya yang sesuai dengan standar yang berlaku’. Sengketa medis merupakan perbuatan atau

Page 3: Etika Senior Makalah - Skenario 12

tindakan medis yang dilakukan oleh para dokter yang tidak sesuai dengan profesionalisme

atau standar profesi kedokteran. Lebih dikenal atau digunakan secara luas di Indonesia

dengan sebutan Malpracticemedic (malpraktik). Malpraktek adalah suatu istilah yang

mempunyai konotasi buruk, stigmatis. Belakangan malpraktek selalu diasosiasikan

dengan profesi kedokteran, padahal secara umum praktek malpraktek adalah suatu

praktek yang buruk dari seseorang yang memegang suatu profesi. Pada dasarnya kesalahan

dokter timbul sebagai akibat terjadinya tindakan yang tidak sesuai atau tidak memenuhi

prosedur medis yang seharusnya dilakukan. Kesalahan ataupun kelalaian dapat terjadi karena

faktor kesengajaan dari seorang dokter itu sendiri. Dalam suatu kesalahan atau kelalaian

menurut C. Berkhouver dan L. D. Vorstman dalam melakukan profesi bisa terjadi karena ada

tiga faktor, yaitu kurangnya pengetahuan, kurangnya pengalaman, dan kurangnya pengertian.

Menurut Danny, bahwa ada 3 aspek hukum dalam hal malpraktik sebagai berikut:

1. Penyimpangan dari standar medis

2. Kesalahan yang dilakukan dokter, baik berupa kesengajaan maupun kelalaian

3. Akibat yang terjadi disebabkan oleh tindakan medis yang menimbulkan kerugian baik

materiil maupun non materiil atau fisik atau mental. (Danny, 1996)

Sedangkan Jusuf menyebutkan bahwa dokter dikatakan melakukan malpraktek jika:

1. Dokter kurang menguasai IPTEK kedokteran yang sudah berlaku umum di kalangan

profesi kedokteran.

2. Memberikan pelayanan kedokteran di bawah standar profesi

3. Melakukan kelalaian yang berat atau memberikan pelayanan dengan tidak hati- hati.

4. Melakukan tindakan medic yang bertentangan dengan hukum. (Hanafiah, 2009)

Terjadinya malpraktik yang dilakukan oleh dokter jika terdapat unsur sebagai berikut:

1. Adanya unsur kelalaian/kesalahan dokter dalam menjalankan profesinya.

2. Adanya wujud perbuatan tertentu (mengobati pasien)

3. Adanya akibat luka berat atau matinya orang lain, yaitu pasien

4. Adanya hubungan kausal bahwa luka berta atau kematian tersebut merupakan akibat dari

perbuatan dokter yang mengobati pasien dengan tidak sesuai standar pelayanan medik.

Dalam proses penyelesaian sengketa dapat digunakan dua jalur yaitu litigasi

(pengadilan) dan non litigasi (non pengadilan). (Afandi, 2009)

Page 4: Etika Senior Makalah - Skenario 12

a. Jalur Litigasi

Litigasi adalah proses dimana seorang individu atau badan membawa sengketa, kasus ke

pengadilan atau pengaduan dan penyelesaian tuntutan atau penggantian atas kerusakan.

Proses pengadilan juga dikenal sebagai tuntutan hokum dan istilah biasanya mengacu

pada persidangan pengadilan sipil. Mereka digunakan terutama ketika sengketa atau

keluhan tidak bisa diselesaikan dengan cara lain.

b. Jalur Non Pengadilan (Non-Litigasi)

1) Negosiasi/Perundingan (Negotiation)

Seorang Advokat, dalam memberikan jasa hukum kepada klient di luar

persidangan, terlebih dahulu membuat surat somasi kepada pihak lawan untuk

negosiasi guna mencari penyelesaian. Negosiasi ini merupakan tahap tawar-menawar

antara pihak-pihak yang bersengketa, dimana pihak yang satu dalam hal ini advokat

berhadapan dengan pihak kedua dan berusaha untuk mencapai titik kesepakatan

tentang persoalan tertentu yang dipersengketakan. Misalnya Negosiasi tentang ingkar

janji.

2) Mediasi/Penengahan (Mediator)

Definisi yang diberikan oleh the National Alternative Dispute Resolution

Advisory Council yang mendefinisikan mediasi sebagai berikut: Mediation is a

process in which the parties to a dispute, with the assistance of a dispute resolution

practitioner (the mediator), identify the disputed issues, develop options, consider

alternatives and endeavour to reach an agreement. The mediator has no advisory or

determinative role in regard to the content of the dispute or the outcome of its

resolution, but may advise on or determine the process of mediation whereby

resolution is attempted. (David Spencer, Michael Brogan, 2006:9) (Mediasi

merupakan sebuah proses dimana pihak-pihak yang bertikai, dengan bantuan dari

seorang praktisi resolusi pertikaian (mediator) mengidentifikasi isu-isu yang

dipersengketakan, mengembangkan opsi-opsi, mempertimbangkan alternatif-alternatif

dan upaya untuk mencapai sebuah kesepakatan. Dalam hal ini sang mediator tidak

memiliki peran menentukan dalam kaitannya dengan isi/materi persengketaan atau

hasil dari resolusi persengketaan tersebut, tetapi ia (mediator) dapat memberi saran

atau menentukan sebuah proses mediasi untuk mengupayakan sebuah

resolusi/penyelesaian).

Tugas-tugas mediator menurut pasal 15 Peraturan Mahkamah Agung

Republik Indonesia No.01 Tahun 2008 adalah sebagai berikut :

Page 5: Etika Senior Makalah - Skenario 12

− Mediator wajib mempersiapkan usulan jadwal pertemuan mediasi kepada para

pihak untuk dibahas dan disepakati.

− Mediator wajib mendorong para pihak untuk secara langsung berperan dalam

proses mediasi.

− Apabila dianggap perlu, mediator dapat melakukan kaukus.

− Mediator wajib mendorong para pihak untuk menelusuri dan menggali

kepentingan mereka dan mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik bagi

para pihak.

Dalam proses mediasi yang digunakan adalah nilai-nilai yang hidup pada para

pihak itu sendiri yang terdiri dari Hukum, Agama, Moral, etika dan rasa adil terhadap

fakta-fakta yang diperoleh untuk mencapai kesepakatan. kedudukan mediator dalam

mediasi hanya sebagai pembantu para pihak untuk mencapai konsensus, karena pada

prinsipnya para pihak itu sendirilah yang menentukan putusan, bukan mediator. Jika

mediasi berhasil menyelesaikan sengketa diluar pengadilan dengan kesepakatan

perdamaian, maka dapat mengajukan perdamaian tersebut ke pengadilan yang berwenang,

dalam hal ini pengadilan negeri, untuk memperoleh akta perdamaian dengan cara

mengajukan gugatan tersebut harus melampirkan kesepakatan perdamaian dan dokumen

yang membuktikan adanya hubungan hukum antara pihak dengan objek sengketa.

Berdasarkan ketentuan diatas, maka menurut Pasal 23 ayat 3 Peraturan

Mahkamah Agung republik Indonesia (2008) menyebutkan bahwa Hakim dihadapan

para pihak hanya akan menguatkan kesepakatan perdamaian dalam bentuk akta

perdamaian. Apabila kesepakatan perdamaian tersebut memenuhui syarat sebagai berikut:

sesuai kehendak para pihak, tidak bertentangan dengan hukum, tidak merugikan pihak

ketiga, dapat dieksekusi, dan dengan Etikad baik.

Apabila Advokat selaku Mediator tidak berhasil mendamaikan para pihak yang

bersengketa selama waktu empat puluh hari kerja sebagaimana dimaksud Pasal 13 ayat 3

Peraturan Mahkamah Agung No.01 Tahun 2008 tentang prosedur Mediasi di Pengadilan,

maka mediator itu wajib menyatakan secara tertulis bahwa proses mediasi telah gagal dan

memberitahukan kegagalan kepada Hakim. Selanjutnya Advokat menyerahkan kepada

pengadilan negeri untuk selanjutnya diperiksa oleh hakim perkara tersebut sesuai dengan

ketentuan hukum acara yang berlaku.

Page 6: Etika Senior Makalah - Skenario 12

3) Arbitrase (Arbitration)

Arbitrase merupakan sistem ADR (Alternative Dispute Resolution) yang paling

formal sifatnya. Lembaga arbitrase tidak lain merupakan suatu jalur musyawarah yang

melibatkan pihak ketiga sebagai wasitnya. jadi, didalam proses arbitrase para pihak

yang bersengketa menyerahkan penyelesaian sengketanya kepada pihak ketiga yang

bukan hakim, melalui advokat dengan sistem penyelesaian sengketa arbitrase

walaupun dalam pelaksanaan putusannya harus dengan bantuan hakim. Perlu diketahui

bahwa sengketa yang dapat diselesaikan melalui jalur arbitrase yaitu sengketa dalam

dunia bisnis saja. seperti masalah perdagangan, perindustrian dan keuangan. sengketa

perdata lainnya seperti masalah warisan, pengangkatan anak, perumahan, perburuhan

dan lain-lainnya, tidak dapat diselesaikan oleh lembaga arbitrase.

Profesi kedokteran merupakan profesi tertua di dunia. Profesi kedokteran juga

merupakan profesi pertama yang bersumpah untuk mengabdikan dirinya bagi kemanusiaan.

Hubungan dokter pasien pada dasarnya dilandasi kepercayaan. Hubungan hukum antara

dokter gigi dan pasiennya yang terjadi dalam pelayanan bidang kedokteran gigi, disebabkan

adanya persetujuan atau kesepakatan. Dalam persetujuan atau kesepakatan ini terjadi

“perjanjian” karena antara kedua belah pihak saling berjanji melakukan sesuatu, yaitu

pengobatan atau perawatan gigi dan mulut. Akibat dari perjanjian ini timbul “perikatan”

antara dokter gigi dan pasien (Guwandi, 2007; Anna, 2000; IDI, 1994; Guwandi, 2009).

Hubungan dokter dan pasien mempunyai peranan penting, karena saling berjanji untuk

mengikatkan diri dalam melaksanakan pengobatan bagi pasien sehingga terbentuklah suatu

perikatan. Dalam hal ini dokter gigi dan pasien sudah dianggap sepakat melakukan perikatan,

apabila dokter gigi telah mulai melakukan anamnesis dan menentukan rencana perawatan

terhadap pasienya (Guwadi, 2007 dan Amri amir, 1997).

Dokter gigi dan pasiennya yang melakukan perikatan tindakan medis dikenal dengan

“perjanjian terapetik” Sifat perjanjian terapetik adalah suatu perjanjian berusaha melakukan

perbuatan sebaik mungkin dan tidak menjamin hasilnya (Guwandi, 2007; Anna, 2000; IDI,

1994; Guwandi, 2009). Meskipun demikian menurut Leenen suatu tindakan medis harus

memenuhi syarat: 1) harus ada indikasi medis, 2) dilakukan berdasarkan standar profesi, 3)

dilakukan dengan teliti dan hati-hati, 4) harus ada informed consent. Sebaliknya bilamana

perikatan ini akan dibatalkan, tidak bisa begitu saja dilakukan oleh satu pihak. Untuk itu

Page 7: Etika Senior Makalah - Skenario 12

harus ada persetujuan atau kesepakatan kedua belah pihak, yang telah diatur dalam pasal

1338 KUHPerdata (Anna, 2000 dan Amri amir, 1997).

Penyelesaian masalah tuntutan perkara hukum dapat ditempuh melalui 3 cara, yaitu

secara kekeluargaan, jalur hukum, dan MKDKI (Nusye, 2009 dan Anna, 2000).

1). Penyelesaian secara kekeluargaan

Salah satu cara penyelesaian sengketa medis melalui Alternative Dispute Resolution (ADR)

atau penyelesaian melalui mediasi. Penyelesaian ini dapat dilaksanakan oleh pihak ke tiga

baik diluar sistem peradilan maupun di dalam sistem peradilan. Berdasarkan PERMA No. 1

tahun 2008, Mahkamah Agung mendorong mediasi di Pengadilan menjadi kewajiban bagi

para pihak sebelum pemeriksaan sengketa medis dimulai, hal ini untuk mengurangi

penumpukan perkara di pengadilan. Mediasi dapat menyelesaikan masalah dengan cepat,

efektif dan efesien (Anna, 2000 dan Safitri, 2009). Penyelesaian secara mediasi ini dapat

dilakukan oleh BPPA, sebagai usaha melakukan pembelaan terhadap anggota PDGI.

2). Penyelesaian di tangan penyidik

Masyarakat perlu diberi informasi tentang duduk persoalannya tentang pengaduan sengketa

di bidang medis (Guwadi, 2009). Perkara yang ditangani oleh penyidik berkaitan dengan

kelalaian berat dan bersifat kriminal atau ada kesengajaan yang dilakukan oleh dokter gigi

dalam pelayanan kesehatan. Untuk membuktikan adanya kelalaian ada 4 alat bukti yang

harus diperhatikan (Anna, 2000): a) Apakah tindakan medis tersebut sudah sesuai dengan

standar profesi, b) Bagaimana data medis yang tertuang dalam rekam medik pasien tersebut,

c) Apabila telah dibuat visum et repertum, d) Bagaimana pendapat ahli yang mempunyai

keahlian dalam bidang tersebut dengan masalah yang terjadi Pihak penyidik akan

mengeluarkan SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan) dan masalah dianggap selesai

apabila masalah tersebut telah ditangani oleh penyidik dan ternyata tidak ada bukti kuat

adanya kelalaian.

3). Penyelesaian melalui peradilan

Penasehat hukum yang paham dengan hukum kesehatan diperlukan bilamana masalah

sengketa medis menjadi perkara hukum sampai di sidang pengadilan. Disamping itu

diperlukan juga saksi ahli dan saksi a de charge (yang meringankan) agar tercapai keputusan

yang seadil-adilnya (Anna, 2000).

4). Penyelesaian melalui MKDKI

Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI), majelis ini merupakan

lembaga otonom KKI yang keberadaannya berdasarkan pasal 1 (14) UU No. 29 tahun 2004

Tentang Praktik Praktek Kedokteran. Tugas MKDKI adalah menegakkan aturan-aturan dan

Page 8: Etika Senior Makalah - Skenario 12

ketentuan penerapan keilmuan kedokteran dalam pelaksanaan pelayanan medis yang

seharusnya diikuti oleh dokter dan dokter gigi Oleh karena itu MKDKI merupakan badan

yang ditunjuk oleh KKI untuk menangani kasus-kasus dugaan pelanggaran disiplin

kedokteran atau kedokteran gigi dan menetapkan sangsi (KKI, 2007; Guwandi, 2009; Amri

amir, 1997; Nusye, 2009). Dengan demikian MKDKI merupakan lembaga peradilan profesi

yang independent bagi tenaga kesehatan yang berdiri berdasarkan undang-undang, yang

bertugas menerima pengaduan, memeriksa, mengadili dan memutuskan perkara yng

berkaitan dengan perkara medis (Nusye, 2009). Pelanggaran disiplin adalah pelanggaran

terhadap aturan-aturan atau ketentuan penerapan keilmuan, yang pada hakekatnya dapat

dikelompokkan dalam 3 hal, yaitu: 1) Melaksanakan praktik kedokteran yang tidak

kompeten, 2) Tugas dan tanggung jawab professional pada pasien tidak dilaksanakan dengan

baik, 3) Berperilaku tercela yang merusak martabat dan kehormatan profesi kedokteran.

MKDKI dalam menangani perkara dugaan pelanggaran disiplin kedokteran dan kedokteran

gigi berdasarkan Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia No.17/KKI/KEP/VIII/2006

Tentang Penegakan Disiplin Profesi Kedokteran. Ketentuan pelanggaran disiplin, dapat

dilihat dalam buku tentang penyelenggaraan praktik kedokteran yang baik di Indonesia yang

diterbitkan berdasarkan Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia No.18/KKI/KEP/IX/2006.2

KASUS

Pasien C, pada akhir April - Desember 2011 berobat ke praktik drg J di Medan karena

disarankan salah seorang kerabat tatkala drg pribadinya bernama E yang sedang berada di

luar negeri. "Gigi kiri atas saya sakit karena tergigit batu. Namun setelah 2 hari berobat ke

drg Jeremia, gigi saya tetap sakit. Bahkan analisa medis drg J, saya bisa terkena kanker

sehingga gigi saya semua harus diperiksa," katanya, seraya menambahkan kalau 19 giginya

telah di jaket atas inisiatif drg Jeremia. Selama perawatan gigi pasien, dilakukan pembuatan 7

crown gigi palsu, pencabutan, pembersihan karang gigi dan perawatan syaraf gigi sampai

November 2011. Awal Desember 2011 pasien tidak pernah datang lagi sementara komunikasi

terputus. Pada awal tahun 2012, setelah perawatan yang memakan biaya sekitar 10 juta,

pasien C merasakan sakit gigi kembali. Selama perawatan drg J tidak pernah menjelaskan

adanya komplikasi paska perawatan gigi yang menggunakan jaket, sehingga pasien C

menganggap bahwa perawatan itu adalah perawatan yang paling baik. Namun,pasien justru

mengalami sakit yang lebih parah dari yang terdahulu (sebelum dilakukan perawatan).

Pasien merasa tidak puas dengan perawatan yang dilakukan drg J, dan melanjutkan sengketa

tersebut ke meja hijau. Merasa tidak mendapat penjelasan yang baik, pasien menuntut drg J

Page 9: Etika Senior Makalah - Skenario 12

ke Pengadilan Negeri Medan atas dugaan malpraktik. Pihak pengadilan menawarkan

dilakukan mediasi terlebih dahulu sebelum kasus tersebut dilanjutkan. Akhirnya, kasus terjadi

diantara drg J dan pasien C dapat diselesaikan melalui mediasi di pengadilan.

PEMBAHASAN

Menurut kami dokter J sama sekali tidak menerapkan prinsip etika dalam

menjalankan praktek dokternya. Pasalnya dokter tidak memenuhi kewajibannya sebagai

seorang dokter untuk memberikan perlindungan kepada pasiennya, dengan tidak memberikan

informasi yang dibutuhkan pasien secara lengkap yang dapat menimbulkan kerugian pada

diri pasien. Dengan tidak memenuhi kewajibannya maka dokter bisa dikatakan juga tidak

memberikan hak yang seharusnya didapatkan oleh pasien. Pada dasarnya yang mendasari

timbulnya permasalahan di antara kedua belah pihak adalah kurangnya komunikasi antara

dokter gigi dan pasien. Bila dokter lalai dalam memberikan informasi (informed consent)

kepada pasien secara jelas, pasien berhak melakukan tuntutan kepada dokter karena pada

prinsipnya informed consent atau lembar persetujuan untuk tindakan medis adalah kewajiban

yang harus diberikan oleh dokter kepada pasien yang akan dirawatnya, dan hal tersebut juga

merupakan hak pasien di mana pasien berhak mendapatkan informed consent dari dokter.

Informed consent bukan hanya berisi mengenai perawatan yang akan dilakukan dokter

kepada pasiennya, informed consent juga berisi resiko atau komplikasi atas perawatan yang

akan dilakukan oleh dokter kepada pasiennya sehingga pasien mendapatkan info sejelas-

jelasnya dari dokter mengenai perawatan yang akan dilakukan. Setelah pasien mengerti

dengan jelas mengenai informed consent pasien berhak untuk menyetujui atau menolak

informed consent. Bila pasien menyetujuinya pasien akan diminta untuk menandatangani

informed consent tersebut dan tidak menyetujuinya secara lisan melainkan tertulis, sebagai

bukti yang dimiliki oleh dokter bahwa pasien sudah benar-benar mempertimbangkan segala

hal mengenai perawatan yang akan didapatkan oleh pasien.

Jika terjadi sengketa antara pihak pemberi dan penerima jasa pelayanan

kesehatan, terdapat dua cara yaitu melalui jalur non peradilan (non litigasi) yang biasanya

berupa mediasi, atau melalui jalur peradilan (litigasi). Salah satu bentuk upaya penyelesaian

sengketa adalah melalui mediasi yang merupakan proses alternative penyelesaian sengketa.

Mediasi memiliki keuntungan menghasilkan kesepakatan win-win solution, membiarkan para

pihak untuk mampu secara bebas menentukan kesepakatan dan tetap terjaganya hubungan

baik antar pihak yang bersengketa perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak

dengan dibantu oleh mediator. mediasi itu sendiri dapat dilakukan melalui jalur peradilan

Page 10: Etika Senior Makalah - Skenario 12

maupun non peradilan dengan menggunakan mediator. Secara garis besar, tahapan mediasi

sebagai berikut (Boulle, 1996) :

1. Menjalin hubungan dengan para pihak yang bersengketa

2. Memilih strategi untuk membimbing proses mediasi

3. Mengumpulkan dan menganalisis informasi latar belakang sengketa

4. Menyusun rencana mediasi

5. Membangun kepercayaan dan kerja sama di antara para pihak

6. Memulai proses mediasi

7. Merumuskan masalah dan menyusun agenda

8. Mengungkapkan kepentingan tersembunyi

9. Mengembangkan pilihan penyelesaian sengketa

10. Menganalisis pilihan penyelesaian sengketa

11. Proses tawar-menawar akhir

12. Mencapai kesepakatan

Bila proses mediasi gagal, maka penyelesaian sengketa akan dilanjutkan melalui

proses persidangan di pengadilan (litigasi). Penyelesaian masalah tuntutan perkara hukum

dapat ditempuh melalui 3 cara, yaitu secara kekeluargaan, jalur hukum, dan MKDKI.

Berdasarkan PERMA No. 1 tahun 2008, Mahkamah Agung mendorong mediasi di

Pengadilan menjadi kewajiban bagi para pihak sebelum pemeriksaan sengketa medis dimulai,

hal ini untuk mengurangi penumpukan perkara di pengadilan. Mediasi dapat menyelesaikan

masalah dengan cepat, efektif dan efesien. Penyelesaian secara mediasi ini dapat dilakukan

oleh BPPA, sebagai usaha melakukan pembelaan terhadap anggota PDGI

KESIMPULAN

Mediasi merupakan upaya utama dalam penyelesaian kasus

sengketa medis. Dengan proses mediasi diharapkan hubungan dokter

pasien tetap terjaga dan mencapai kesepakatan perdamaian.

DAFTAR PUSTAKA

Afandi, D. 2009. Mediasi: Alternatif Penyeleesaian Sengketa Medis. Maj Kedokt Indonesia, Volum: 59.

Amri Amir. 1997. Bunga Rampai Hukum Kesehatan. Widya Medika. Jakarta. p. 13-15.

Page 11: Etika Senior Makalah - Skenario 12

Anna HA. Masalah Etik dan Hukum Kedokteran di Rumah Sakit. Sarasehan Penanganan Terpadu Masalah Etik dan Hukum Kedokteran. 50 tahun IDI. Surabaya. 23 September 2000.

Boulle L. 1996. Mediation: Principles Process Practice. Australia: Butterworth.

Danny, W. 1996. Penuntun Kuliah Hukum Kedokteran.Jakarta: Binarupa aksara

Danny, W. Etika, Hukum Kesehatan dan Profesi. Kajian Etis dan Hukum atas Tindakan Medis. Buku Abstrak Konggres Nasional I Hukum Kesehatan. Jakarta. 26-29 Mei 2009. p.16.

David Spencer dan Michael Brogan. 2006. Mediation Law and Practice. Cambridge: Cambridge University Press

Guwandi J. 2009.Pengantar Ilmu Hukum Medik dan Bioetika. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. p. 47-52.

Guwandi J. 2009. Informed Concent & Informed Refusal. 4th edition. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. p 1 – 30.

Hanafiah, M. Yusuf. 1999. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC

Hanafiah, M. Yusuf. 2009. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan.Edisi 4. Jakarta: EGC

Hariadi H.R. Sorotan Masyarakat Terhadap Profesi Kedokteran. Saresehan Penanganan Terpadu Masalah Etik dan Hukum Kedokteran. 50 tahun IDI. Surabaya. 23 September 2000.

IDI. 1994. Panduan Aspek Hukum Praktek Swasta Dokter. PB IDI. Jakarta. p.15 – 45.KKI. 2007. Penyelenggaraan Praktik Kedokteran Yang Baik di Indonesia. KKI. Jakarta.

p.33-34.

Nusye K Jayanti. 2009. Penyelesaian Hukum dalam Malpraktik. Pustaka Yustisia. Yogyakarta. p 118 – 129.

Pasal 13 ayat 3 dan ayat 4 Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No.01 Tahun 2008

PB PDGI. 2008. Anggaran Dasar Rumah Tangga. Konggres PDGI XXIII. Surabaya.

Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No.01 Tahun 2008 tentang prosedur Mediasi di Pengadilan, Jakarta : Mahkamah Agung RI, 2008.

Richard, BS. 2003. Aspek Hukum dalam Bisnis. Jakarta: Bina Cipta. hlm 42

Safitri HS, Penyelesaian Sengketa Medik Melalui Mediasi. Buku Abstrak Konggres Nasional I Hukum Kesehatan. Jakarta. 26 -29 Mei 2009. hal 66.