Etika PerUU Kel.I Fupload

download Etika PerUU Kel.I Fupload

of 11

Transcript of Etika PerUU Kel.I Fupload

MAKALAH ETIKA PER UNDANG-UNDANGANProduksi, Distribusi, dan Pelayanan Obat TradisionalPolisi Tangkap Sindikat Pengedar Jamu Palsu di Tulungagung

Disusun oleh:1. Indah Kertawati, S.Farm1381151052. Jap Yulius Billy Soegianto, S.Farm1281151083. Lydia Setiawan, S.Farm128115111

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKERFAKULTAS FARMASIUNIVERSITAS SANATA DHARMAYOGYAKARTA2014A. KASUSSatuan Reserse dan Kriminal Polres Tulungagung, Jawa Timur menangkap seorang anggota sindikat pengedar jamu palsu yang diduga meraciknya sendiri dalam kemasan botol tanpa dilengkapi petunjuk resmi dari dinas kesehatan.Kapolres Tulungagung, AKBP Whisnu Hermawan Februanto, di Tulungagung, Kamis mengungkapkan, terbongkarnya jaringan pengedar jamu oplosan palsu tersebut bermula dari laporan warga yang curiga dengan aktivitas pembuatan jamu kemasan di rumah tersangka Joko Purnomo 934), di Desa Sumberdadi, Kecamatan Sumbergempol."Kami dapatkan temuan adanya peredaran di masyarakat tanpa lebel terdaftar, ketika diselidiki ternyata jamu tersebut palsu," terang Kapolres.Hasilnya setelah dilakukan operasi penggerebekan Rabu (10/4/13), polisi juga menemukan bukti adanya kegiatan produksi jamu kemasan tanpa diserta izin resmi dari Kementrian Kesehatan RI. Untuk kepentingan penyidikan, tersangka Joko kini ditahan berikut barang bukti 300 botol jamu asam urat, 270 setelan obat, 500 butir dexametason, 310 butir parasetamol warna kuning, 300 butir parasetamol biru, dan 0,25 pemanis cristal guna penyelidikan lebih lanjut.Dijelaskan Kapolres, tersangka membuat jamu palsu dengan cara manual dan dilakukan sendirian bersama istrinya. Bermodal pembuatan jamu dari salah satu produsen di Blitar, Joko kemudian mengolah sendiri obat-obat keras tadi dengan air gula dan diberi aroma berbahan kimia sebelum kemudian memasukkannya dalam botol-botol kemasan kecil."obat-obat ini jika sampai dikonsumsi bisa membahayakan keselamatan masyarakat," ujarnya. Polisi saat ini masih berupaya mengembangkan kasus tersebut, karena diduga sindikat perdagangan jamu palsu melibatkan sejumlah pelaku pemasaran. Tersangka Joko juga sempat menyebut jejaring produsen jamu kemasannya di Kabupaten Blitar yang diduga ikut menerima hasil penjualan jamu palsu tersebut."Semua bahan-bahan dari (kecamatan) Gandusari, Blitar. Saya hanya mengolahnya untuk kemudian dijual ke pasaran di Tulungagung," aku Joko saat gelar perlara di ruang Satreskrim Polres Tulungagung. (Antaranews Jatim, Destyan, 11 April 2013).

B. PERMASALAHAN1. Produksi obat tradisional (jamu) tanpa ijin usaha dan tidak adanya apoteker sebagai penanggung jawab.2. Produksi obat tradisional (jamu) yang tidak sesuai CPOTB dan mengandung bahan kimia obat.3. Distribusi obat tradisional (jamu) tanpa izin edar.C. PEMBAHASANObat tradisional yang sedang menjadi trend digunakan oleh masyarakat perlu diawasi proses produksi, distribusi, dan pelayanannya. Hal ini dikarenakan maraknya produksi, distribusi, dan konsumsi obat tradisional palsu. Kasus ini merupakan salah satu bukti nyata adanya penyelewengan dalam hal produksi dan distribusi obat tradisional yakni jamu oplosan yang berbahaya bagi konsumen.Berdasarkan UU Kesehatan No.36 tahun 2009 pasal 1 ayat 4, dikatakan bahwa yang termasuk dalam sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika. Jamu merupakan salah satu obat tradisional, sehingga dapat dikategorikan dalam sediaan farmasi. Pada pasal 101 ayat 2 dikatakan bahwa ketentuan mengenai pengolahan, produksi, pengedaran, mengembangkan, meningkatkan, dan menggunakan obat tradisional diatur dengan peraturan pemerintah.Obat Tradisional merupakan salah satu sediaan farmasi yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, khususnya dunia kesehatan. Obat tradisional. Dalam Permenkes No. 006 Tahun 2012, Bab I, pasal 1 menerangkan bahwa Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat., oleh karena itu dalam produksinya senantiasa memperhatikan batasan ini. Jamu merupakan salah satu bentuk sediaan obat tradisional. Menurut Kepmenkes No. 661 Tahun 1994 tentang Persyaratan Obat Tradisional, Sari Jamu adalah cairan obat dalam dengan tujuan tertentu diperbolehkan mengandung etanol dengan kadar tidak lebih dari 1% v/v pada suhu 20C.Berdasarkan Permenkes No. 006 Tahun 2012, pasal 2: Produksi obat tradisional hanya dapat dibuat oleh industri atau usaha di bidang obat tradisional. Industri yang dimaksud seperti Industri Obat Tradisional (IOT) dan Industri Ekstrak Bahan Alam (IEBA). Usaha yang dimaksud antara lain Usaha Kecil Obat Tradisional (UKOT), Usaha Mikro Obat Tradisional (UMOT), Usaha Jamu Racikan, dan Usaha Jamu Gendong. Berdasarkan kasus, jamu oplosan yang dibuat tidak memiliki izin industri atau usaha di bidang obat tradisional, melainkan dibuat perorangan secara manual di rumah dan hanya berdasarkan pengalaman pembuatan jamu, salah satu produsen di Blitar. Jamu palsu tersebut tidak dapat dijamin kualitas, khasiat, dan kemanannya sehingga dapat membahayakan masyarakat.Menurut Permenkes No. 006 Tahun 2012 Bab I, pasal 1: IOT adalah industri yang dapat membuat semua bentuk sediaan obat tradisional. IEBA adalah industri yang khusus membuat sediaan dalam bentuk ekstrak sebagai produk akhir. UKOT adalah usaha yang dapat membuat semua bentuk sediaan obat tradisional, kecuali bentuk sediaan tablet dan efervesen. UMOT adalah usaha yang hanya membuat sediaan obat tradisional dalam bentuk param, tapel, pilis, cairan obat luar dan rajangan. Usaha Jamu Racikan adalah usaha yang dilakukan oleh depot jamu atau sejenisnya yang dimiliki perorangan dengan melakukan pencampuran sediaan jadi dan/atau sediaan segar obat tradisional untuk dijajakan langsung kepada konsumen. Usaha Jamu Gendong adalah usaha yang dilakukan oleh perorangan dengan menggunakan bahan obat tradisional dalam bentuk cairan yang dibuat segar dengan tujuan untuk dijajakan langsung kepada konsumen. Pasal 4: IOT dan IEBA hanya dapat diselenggarakan oleh badan hukum berbentuk perseroan terbatas atau koperasi. UKOT hanya dapat diselenggarakan oleh badan usaha yang memiliki izin usaha sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. UMOT hanya dapat diselenggarakan oleh badan usaha perorangan yang memiliki izin usaha sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 6, ayat (1): Setiap industri dan usaha di bidang obat tradisional wajib memiliki izin dari Menteri, kecuali usaha jamu gendong dan usaha jamu racikan. Izin usaha untuk IOT dan IEBA dilimpahkan menteri ke Dirjen BinfarAlkes, untuk UKOT dilimpahkan menteri ke Kepala Dinkes Provinsi, dan untuk UMOT dilimpahkan menteri ke Kepala Dinkes Kabupaten/Kota. Pasal 9, ayat (1): Izin pendirian IOT dan IEBA memerlukan persetujuan prinsip. Pada kasus ini, Sdr. Joko memproduksi jamu oplosan, padahal tidak memiliki badan usaha ataupun industri. Seharusnya bila akan memproduksi dan mendistribusikan jamu yang termasuk dalam obat tradisional maka harus berbentuk IOT atau UKOT. Pengajuan izin usaha IOT dan UKOT diatur dalam Permenkes No. 006 Tahun 2012 Bab III Bagian Ketiga, Paragraf 1 tentang Izin IOT dan Paragraf 2 tentang Izin UKOT.Dalam bidang hal produksi, obat tradisional harus diproduksi dengan sistem Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) sesuai Keputusan Menteri Kesehatan No.659 tahun 1991, hal ini secara teknis dipertegas dalam Peraturan Kepala BPOM RI Nomor Hk.03.1.23.06.11.5629 Tahun 2011 Tentang Persyaratan Teknis Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik. CPOTB adalah seluruh aspek kegiatan pembuatan obat tradisional yang bertujuan untuk menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Sesuai CPOTB, dalam proses produksi, industri dan usaha obat tradisional dilarang memproduksi obat tradisional yang mengandung bahan-bahan kimia hasil isolasi atau sintetik yang berkhasiat obat, dan dilarang diproduksi dalam bentuk intravaginal, tetes mata, sediaan parenteral, supositoria kecuali untuk wasir; serta dilarang memproduksi obat tradisional dalam bentuk cairan obat dalam yang mengandung etanol dengan kadar lebih dari 1% (satu persen).Dalam proses distribusi, obat tradisional juga harus memiliki Izin Edar dari menteri kesehatan. Izin edar diperoleh melalui prosedur registrasi obat tradisional yang diatur dalam Permenkes No.007 Tahun 2012 tentang Registrasi Obat Tradisional. Setiap kegiatan produksi dan distribusi obat tradisional yang diedarkan harus memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan. Seharusnya melakukan registrasi produk jamu sesuai Permenkes No.007 Tahun 2012 Bab III Persyaratan Registrasi dan Bab IV Tata Cara Registrasi.

D. PELANGGARAN1. UU No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Pasal 98 ayat 1,2, dan 31) Sediaan farmasi dan alat kesehatan harus aman, berkhasiat/bermanfaat, bermutu, dan terjangkau2) Setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan dilarang mengadakan, menyimpan, mengolah, mempromosikan, dan mengedarkan obat dan bahan yang berkhasiat obat.3) Ketentuan mengenai pengadaan, penyimpanan, pengolahan, promosi, pengedaran sediaan farmasi, dan alat kesehatan harus memenuhi standar mutu pelayanan farmasi yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 105 ayat 2Sediaan farmasi yang berupa obat tradisional dan kosmetika serta alat kesehatan harus memenuhi standar dan/atau persyaratan yang ditentukan.Pada Kasus, jamu tersebut termasuk dalam sediaan farmasi, Sdr.Joko dan istri tidak memiliki kewenangan dalam memproduksi, mengedarkan jamu, serta mengolah jamu tidak sesuai standar CPOTB sehingga terjadi pelanggaran di atas. Pasal 106 ayat 1Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar.Hal ini menunjukkan bahwa jamu atau obat tradisional merupakan sediaan farmasi yang harus memiliki izin edar, namun dalam kasus, jamu tersebut labelnya tidak terdaftar dengan demikian jamu tersebut juga tidak memiliki izin edar, yang berarti obat tradisional tersebut ilegal.2. PERMENKES No. 006 Tahun 2012 Tentang Industri dan Usaha Obat Tradisional Pasal 6 ayat 1Setiap industri dan usaha di bidang obat tradisional wajib memiliki izin dari Menteri kecuali usaha jamu gendong dan usaha jamu racikan.

Pasal 27 ayat 1Dalam hal UKOT memproduksi bentuk sediaan kapsul dan/atau cairan obat dalam, maka selain harus memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, juga harus memenuhi ketentuan: a. memiliki Apoteker sebagai penanggung jawab yang bekerja penuh; dan b. memenuhi persyaratan CPOTB. Pasal 33Setiap industri dan usaha obat tradisional berkewajiban: a. menjamin keamanan, khasiat/manfaat dan mutu produk obat tradisional yang dihasilkan; b. melakukan penarikan produk obat tradisional yang tidak memenuhi ketentuan keamanan, khasiat/manfaat dan mutu dari peredaran; danc. memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan lain yang berlaku. Pasal 34 (1) Setiap IOT dan IEBA wajib memiliki sekurang-kurangnya 1 (satu) orang Apoteker Warga Negara Indonesia sebagai Penanggung Jawab.(2) Setiap UKOT wajib memiliki sekurang-kurangnya 1 (satu) orang Tenaga Teknis Kefarmasian Warga Negara Indonesia sebagai Penanggung Jawab yang memiliki sertifikat pelatihan CPOTBPada kasus, terjadi pelanggaran karena produksi jamu tersebut tidak memiliki izin usaha dan tidak ada apoteker sebagai penanggu jawab sehingga jelas tidak memenuhi kewajiban sebagai industri/usaha obat tradisional. Pasal 35 ayat 1 Pembuatan obat tradisional wajib memenuhi pedoman CPOTB yang ditetapkan oleh Menteri. Pasal 37 poin a Setiap industri dan usaha obat tradisional dilarang membuat : segala jenis obat tradisional yang mengandung bahan kimia hasil isolasi atau sintetik yang berkhasiat obat.Berdasarkan Surat Peringatan Badan Pengawasan Obat dan Makanan Nomor : KH.00.01.43.2773 tahun 2008, diketahui berbagai resiko dan efek yang tidak diinginkan dari penggunaan bahan kimia obat tanpa pengawasan yaitu : Sibutramin Hidroklorida dapat meningkatkan tekanan darah (hipertensi), denyut jantung serta sulit tidur. Obat ini tidak boleh digunakan pada pasien dengan riwayat penyakit arteri koroner, gagal jantung kongestif, aritmia atau stroke. Sildenafil Sitrat dapat menyebabkan sakit kepala, pusing, dispepsia, mual, nyeri perut, gangguan penglihatan, rinitis (radang hidung), infark miokard, nyeri dada, palpitasi (denyut jantung cepat) dan kematian. Siproheptadin dapat menyebabkan mual, muntah, mulut kering, diare, anemia hemolitik, leucopenia, agranulositosis dan trombositopenia. Fenilbutason dapat menyebabkan mual, muntah, ruam kulit, retensi cairan dan elektrolit (edema), pendarahan lambung, nyeri lambung, dengan pendarahan atau perforasi, reaksi hipersensitivitas, hepatitis, nefritis, gagal ginjal, leukopenia, anemia aplastik, agranulositosis dan lain-lain. Asam Mefenamat dapat menyebabkan mengantuk, diare, ruam kulit, trombositopenia, anemia hemolitik dan kejang serta dikontraindikasikan bagi penderita tukak lambung/usus, asma dan ginjal. Prednison dapat menyebabkan moon face; gangguan saluran cerna seperti mual dan tukak lambung; gangguan muskuloskeletal seperti osteoporosis; gangguan endokrin seperti gangguan haid; gangguan neuropsikiatri seperti ketergantungan psikis, depresi dan insomnia; gangguan penglihatan seperti glaukoma; dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Metampiron dapat menyebabkan gangguan saluran cerna seperti mual, pendarahan lambung, rasa terbakar serta gangguan sisten saraf seperti tinnitus (telinga berdenging) dan neuropati, gangguan darah, pembentukan sel darah dihambat (anemia aplastik), agranulositosis, gangguan ginjal, syok, kematian dan lain-lain. Teofilin dapat menyebabkan takikardi, aritmia, palpitasi, mual, gangguan saluran cerna, sakit kepala dan insomnia. Parasetamol dalam penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan gangguan kerusakan hati.Pada kasus, saat produksi jamu ditambahkan bahan kimia obat yang berupa parasetamol dan dexametason maka jelas melanggar peraturan diatas.3. PERMENKES No. 007 Tahun 2012 Tentang Registrasi Obat Tradisional Pasal 2 ayat 1Obat tradisional yang diedarkan di wilayah Indonesia wajib memiliki izin edar.Pada kasus jelas terlihat bahwa produk obat tradisional tersebut labelnya tidak terdaftar, maka secara otomatis jamu tersebut tidak memiliki izin edar. Peraturan ini diatur lebih lanjut dalam pasal 6 butir a, b dan c yang menyatakan bahwa obat tradisional dapat diberikan izin edar apabila memenuhi kriteria antara lain: menggunakan bahan yang memenuhi persyaratan keamanan dan mutu; dibuat dengan menerapkan CPOTB; memenuhi persyaratan Farmakope Herbal Indonesia atau persyaratan lain yang diakui. Pasal 7 ayat 1 poin bObat tradisional dilarang mengandung: bahan kimia obat yang merupakan hasil isolasi atau sintetik berkhasiat obat. Pasal 9Registrasi obat tradisional produksi dalam negeri hanya dapat dilakukan oleh IOT, UKOT, atau UMOT yang memiliki izin sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.Pada kasus terlihat bahwa jamu yang beredar tanpa label terdaftar dan mengandung bahan kimia obat berupa parasetamol dan dexametason. 4. Peraturan Kepala BPOM RI Nomor Hk.03.1.23.06.11.5629 Tahun 2011 Tentang Persyaratan Teknis Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik Pasal 2Industri obat tradisional wajib menerapkan CPOTB dalam seluruh aspek dan rangkaian pembuatan obat tradisional.Pada kasus, tidak diterapkan CPOTB dalam produksi jamu, maka melanggar peraturan diatas.E. SANKSI1. UU No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Pasal 196Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Pasal 197Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).

F. SOLUSI1. Melegalkan usaha obat tradisional dengan cara mengajukan izin usaha IOT atau IKOT diatur dalam Permenkes No. 006 Tahun 2012 Bab III Bagian Ketiga, Paragraf 1 tentang Izin IOT dan Paragraf 2 tentang Izin UKOT.2. Menerapkan CPOTB dalam proses produksi sesuai Permenkes RI No.659 tahun 1991 dan Keputusan Kepala BPOM No. HK.03.1.23.06.11.5629 tahun 2011 serta memperkerjakan Apoteker sebagai Penanggung Jawab.3. Melakukan registrasi produk obat tradisional sehingga memperoleh izin edar dan menjamin keamanan, khasiat, dan kualitasnya sesuai Permenkes No.007 Tahun 2012 Bab III Persyaratan Registrasi dan Bab IV Tata Cara Registrasi.4. Masyarakat turut berperan aktif dalam pengawasan dan pelaporan kasus produksi, distribusi maupun pelayanan obat tradisional ilegal.5. Masyarakat kritis dan selektif dalam mengkonsumsi obat tradisional yang bermutu, aman, dan berkhasiat.6. Pemerintah(BPOM) tetap rutin mengadakan operasi mendadak di pasaran untuk meminimalkan peredaran obat tradisional palsu.7. Pemerintah mengadakan pembaharuan regulasi obat tradisional sesuai kebutuhan dan perkembangan zaman.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1991, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia no 659 tahun 1991 tentang Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, Jakarta.Anonim, 2008, Public Warning/Peringatan Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor : KH.00.01.43.2773 tahun 2008 tentang Bahan Kimia Obat, Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia, Jakarta.Anonim, 2009, Undang-Undang Republik Indonesia no 36 Tahun 1999 tentang Kesehatan, Undang-Undang Republik Indonesia, Jakarta.Anonim, 2011, Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor Hk.03.1.23.06.11.5629 Tahun 2011 Tentang Persyaratan Teknis Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik, Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia, Jakarta.Anonim, 2012, Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia no 006 tahun 2012 tentang Industri dan Usaha Obat Tradisional, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, Jakarta.Anonim, 2012, Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia no 007 tahun 2012 tentang Registrasi Obat Tradisional, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, Jakarta.Anonim, 2012, Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor Hk.03.1.23.02.12.1248 Tahun 2012 Tentang Kriteria Dan Tata Cara Penarikan Obat Tradisional, Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia, Jakarta.Antaranews, 2013, Polisi Tangkap Sindikat Pengedar Jamu Palsu di Tulungagung, http:///PolisiTangkapSindikatPengedarJamuPalsudiTulungagung_ANTARAJATIM/Portal/Berita/Daerah/JawaTimur.html, diakses pada tanggal 27 Februari 2014.

10