Etika Dokter Muslim

download Etika Dokter Muslim

of 3

Transcript of Etika Dokter Muslim

ETIKA DOKTER MUSLIMdr. H. Hanny Ronosulistyo, Sp.OG(K)., M.M.

Etika memiliki makna moralitas atau akhlak. Bila kita berbicara tentang etika seorang muslim, artinya kita tengah berbicara tentang Al Quran dan Al Hadis sebagai pedoman hidup, dan juga Siroh Nabawiyah (Sejarah Hidup Rasulullah saw.) sebagai penuntun praktis dalam hal bagaimana semestinya kita beretika/berakhlak, karena di dalam Al Quran disebutkan bahwa di dalam diri Rasulullah saw. terdapat suri tauladan yang baik. Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (Q.S. Al Ahzab 33: 21) Dalam kaitannya dengan profesi kedokteran, seorang dokter muslim

tentunya harus berupaya semaksimal mungkin untuk menjadikan Al Quran dan Al Hadis sebagai pedoman serta meneladani sifat dan sikap Rasulullah saw. dalam menjalankan tugas profesinya. Mungkin hal ini dianggap terlalu umum dan tidak spesifik, tapi memang demikianlah kenyataannya, bahwa Islam mengatur semua aspek kehidupan, termasuk yang berkaitan dengan etika (akhlak), tinggal bagaimana tata aturan yang dimuat di dalam Al Quran dan Hadis serta teladan Rasulullah saw. yang dapat kita baca melalui sejarah hidupnya kita tarik dan kita aplikasikan dalam wilayah profesi kita. Kita ambil contoh. Sumpah Hippocrates/sumpah kedokteran diawali dengan kalimat: I swear by Apollo... (Saya bersumpah demi Apollo...). Ini memiliki makna hubungan dokter dengan sesuatu yang dianggapnya menguasai dirinya (dalam kepercayaan Hippocrates adalah Apollo, dan dalam keyakinan kita adalah Allah swt.) adalah sesuatu yang menjadi dasar dari segala kegiatan seorang dokter, tak terkecuali dalam masalah etika atau akhlak seorang dokter. Artinya, seorang dokter muslim, melalui sumpah tersebut harus senantiasa merasa terikat dengan keyakinannya, yaitu Islam. Pertanyaannya kemudian adalah: Seberapa Islam-kah kita? Apakah identitas keislaman kita hanya tercantum dalam KTP? Ataukah kita benar-benar mengaplikasikan ajaran Islam tersebut? Pertanyaan lanjutannya: Bagaimana sikap kita terhadap Al Quran dan Al Hadis? Apakah kita sering membacanya sambil berupaya memahami maknanya?

Ataukah kita hanya membacanya sekali-sekali saja? Atau jangan-jangan kita sangat jarang membukanya? Pertanyaan berikutnya: Bagaimana keterikatan jiwa kita kepada Rasulullah saw.? Sudahkah kita menjadikannya sebagai idola untuk kemudian berupaya meneladani akhlaknya? Dari pertanyaan-pertanyaan tersebut, kita akan dapat melihat bagaimana kualitas keislaman kita. Bila ternyata kualitas keislaman kita tinggi, tentunya secara otomatis kita akan dapat merumuskan sekaligus mempraktikkan etika dokter muslim secara baik, seperti yang dicontohkan Rasulullah saw. Namun, bila ternyata kualitas keislaman kita masih rendah, kita tentunya harus terus berupaya meningkatkan kualitas keislaman tersebut. Berikut tingkatan kualitas keislaman yang kemudian akan menentukan seberapa baik etika/akhlak seorang dokter muslim dalam menjalankan tugas profesinya. Dua kalimah syahadat: komitmen Islam (MUSLIM) IQRO Yakin akan kebenaran firman Allah Iman (MUMIN) Memegang teguh keyakinan Taat pada perintah dan menjauhi larangan Taqwa (MUTTAQIN) Mempererat hubungan dengan Allah Ihsan (MUHSIN) Melasanakan seluruh aktivitas untuk mencari rido Allah Ikhlas (MUKHLIS) Peningkatan kualitas dari MUSLIM MUMIN MUTTAQIN MUHSIN MUKHLISH, menjadikan selalu terpeliharanya AKHLAKUL KARIMAH ETIKA (Akhlak) yang BAIK seperti yang dicontohkan RASULULLAH SAW. Dari poin-poin tersebut di atas, dapatlah kita simpulkan bahwa etika dokter muslim tak lain adalah akhlak yang diperagakan Rasulullah saw. (zuhud, qonaah, rendah hati, berkata-kata baik, pemaaf, tidak mudah tersinggung, sabar, murah senyum, perhatian pada orang miskin, menghargai pendapat orang lain, dan berbagai akhlak karimah lainnya).

Wallahu alam...