ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT...

103
ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREH KARYA PAKU BUWANA IV SKRIPSI Diajukan ke Fakultas Ushuluddin untuk Memenuhi Persyaratan Meraih Gelar Sarjana Agama (S.Ag.) Oleh: Vivi Rahma Oktavilani NIM: 11140331000035 PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440 H./2018 M.

Transcript of ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT...

Page 1: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREH

KARYA PAKU BUWANA IV

SKRIPSI

Diajukan ke Fakultas Ushuluddin untuk Memenuhi

Persyaratan Meraih Gelar

Sarjana Agama (S.Ag.)

Oleh:

Vivi Rahma Oktavilani

NIM: 11140331000035

PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1440 H./2018 M.

Page 2: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan
Page 3: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan
Page 4: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan
Page 5: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

v

PEDOMAN TRANSLITERASI

Padanan Aksara

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

tidak dilambangkan ا

B Be ب

T Te ت

Ts te dan es ث

J Je ج

ẖ h dengan garis bawah ح

Kh ka dan ha خ

D De د

Dz de dan zet ذ

R Er ر

Z Zet ز

S Es س

Sy es dan ye ش

S es dengan garis di bawah ص

ḏ de dengan garis di bawah ض

ṯ te dengan garis di bawah ط

ẕ zet dengan garis dibawah ظ

koma terbalik di atas hadap kanan ʹ ع

Gh ge dan ha غ

F Ef ف

Q Ki ق

K Ka ك

L El ل

M Em م

N En ن

W We و

H Wa ھ

Apostrof ء

Y Ye ي

Vokal Tunggal

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

A fatẖah َـ

I Kasrah َـ

U ḏammah َـ

Page 6: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

vi

Vokal Rangkap

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ي َـ Ai a dan i

و َـ Au a dan u

Vokal Panjang

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

 a dengan topi di atas آ

Î i dengan topi di atas إى

Û u dengan topi di atas أو

Kata Sandang

Kata sandang, yang dalam sistem aksara arab dilambangkan dengan huruf, yaitu ال,

dialihaksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti huruf syamsiyyah maupun huruf

qomariyyah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-dîwân bukan ad-dîwân.

Syaddah (Tasydȋd)

Syaddah atau tasdȋd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah

tanda (َـ), dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan menggandakan

huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang

menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf

syamsiyyah. Misalnya, kata الضرورۃ tidak ditulis aḏ-darûrah melainkan al-darûrah.

Ta Marbûṯah

Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûṯah terdapat pada kata yang

berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/ (lihat contoh 1).

Hal yang sama juga berlaku jika ta marbûṯah tersebut diikuti oleh kata sifat (naʹt) (lihat

contoh 2). Namun, jika huruf ta marbûṯah tersebut diikuti kata benda (ism), maka huruf

tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/ (lihat contoh 3).

No Kata Arab Alih Aksara

ṯarîqah طريقة 1

al-jâmi’ah al-islâmiyyah الجامعة اإلسالمية 2

waẖdat al-wujûd وحدۃالوجود 3

Page 7: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

vii

KATA PENGANTAR

Syukur tak berbatas kepada Sang Esa, hanya Dia yang memiliki setiap hati manusia

dan pemilik Rahmat untuk setiap hamba. Shalawat dan salam selalu terlimpah curahkan

kepada baginda Nabi agung yang telah membawakan obor penerang ke seluruh penjuru

buana raya.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah membantu, baik

secara langsung dan tidak langsung dalam penyelesaian skripsi ini.

1. Rosmaria Sjafariah Widjajanti, S.S., M. Si. Selaku dosen pembimbing, yang telah

sabar membimbing dan mengarahkan penulis, serta atas kritik dan koreksinya yang

membangun sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.

2. Dra, Tien Rohmatin, M.A., selaku ketua Program Studi Aqidah dan Filsafat Islam,

dan Dr. Abdul Hakim Wahid, M.A., selaku skretaris Program Studi Aqidah dan

Filsafat Islam, Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta.

3. Segenap Bapak dan Ibu Dosen, Khususnya Program Studi Aqidah dan Filsafat Islam

yang telah memberikan banyak ilmunya kepada penulis, semoga menjadi ilmu yang

bermanfaat, Staff Perpustakaan Fakultas Ushuluddin, beserta jajaran Civitas

Akademik, yang telah setia melayani penulis dalam mengurus segala keperluan untuk

menyelesaikan skripsi ini.

4. Terimakasih yang tak terhingga penulis haturkan bagi kedua orang tua romo Ahmad

Jailani dan biyung Siti Marwiyah, mata air kasih sayang yang tak pernah kering,

dukungan doa, materil yang tak henti, berkat do’a restu serta kesabaranya, penulis

Page 8: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

viii

dapat menyelesaikan skripsi ini. Tak lupa kepada adinda Azmi Azizah yang menjadi

pemacu semangat penulis.

5. Terimakasih kepada semua keluarga besar di Brebes maupun di Cilacap, yang selalu

menyemangati dan mendoakan penulis dalam menempuh pendidikan.

6. Atas dukungan semangat dan doa, atas cinta dan kasihnya, penulis haturkan

terimakasih kepada kandaku Barokah Susilo Sugiarto.

7. Teman-teman senasib seperjuangan dari pertama kali penulis menginjakan kaki di

Ciputat, Miya, Ely dan Indah, terimakasih atas hari-hari saat kita berproses bersama,

mencari jati diri di perantauan.

8. Teman-teman Kuliah Kerja Nyata (KKN) ALLOIS 2017, atas pengalaman baru yang

penulis dapatkan.

9. Keluarga besar Aqidah dan Filsafat Islam angkatan 2014, Ciwi-Ciwi, terimakasih

telah menemani berjuang, berproses dan belajar bersama, dan rasa kekeluargaan

semoga tidak pernah terlupakan.

Kepada semua pihak yang tak bisa penulis sebutkan satu persatu, baik perseorangan

maupun intuisi, yang telah membantu penulis, kepada semuanya penulis ucapkan

terimakasih, dan semoga Allah membalas segala amal baik mereka, Amiin.

Ciputat, 26 September 2018

Vivi Rahma Oktavilani

NIM: 11140331000035

Page 9: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

ix

ABSTRAK

Vivi Rahma Oktavilani

Etika Bernegara Dalam Serat Wulangreh Karya Pakubuwana IV

Serat Wulangreh lahir dari pengalaman-pengalaman pemikiran dan pemahaman dari

seorang Raja Kasunan Surakarta yakni Pakubuwana IV, sebagai alat untuk mempertahankan

jati diri bangsanya hal ini disebabkan karena kekacauan keadaan Surakarta pada saat itu.

Semula Serat Wulangreh di peruntukan kepada putera-putera Pakubuwana IV agar mereka

selalu ingat akan adanya gejala-gejala kemerosotan moral pada saat Pakubuwana IV sedang

memegang tampuk kekuasaan. Namun, akhirnya menyebar ke luar keraton lewat abdi dalem,

karena bahasa Serat Wulangreh mudah di pahami, sehingga menjadikan nyanyian Serat

Wulangreh mudah di hafal, Serat Wulangreh disebut juga sebagai idiologi keraton atau

semangat kekeratonan, kitab ini selesai ditulis pada hari Ahad (minggu) tanggal 19 besar

1735 tahun Dal Windu Sancaya Wuku Sungsang atau tahun 1808 M dan merupakan warisan

adihulung.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui etika bernegara yang ada di dalam Serat

Wulangreh, agar terciptanya hubungan yang baik dan tercapainya cita-cita dalam bernegara

yaitu terbinanya warga negara yang baik dan pemerintahan yang ideal dalam artian adil,

transparan, dan bermoral. Sehingga menjadikan tercapainya kehidupan bernegara yang

diidamkan yakni keadaan makmur, tentram, dan sejahtera dalam suatu negara, dengan

mengacu terhadap pemikiran Pakubuwana IV dalam Serat Wulangreh, penelitian ini

menggunakan studi kepustakaan, penelitian ini di harapkan dapat memberikan pemahaman

bahwa etika merupakan hal penting yang harus ada dalam kehidupan bernegara.

Raja memiliki kedudukan yang amat tinggi, karena memiliki Wahyu Kedhaton

sehingga raja di anggap sebagai wakil dari Tuhan, meskipun demikian, pada saat yang sama

ia adalah hamba. Oleh karena itu, ia harus melayani rakyat sesuai dengan hukum Allah, dan

karena konsep kekuasaan itu bukan berarti seorang raja dapat bersikap sewenang-wenang

dalam menjalankan pemerintahanya. Atas kedudukan raja yang amat penting menjadikan

hubungan rakyat dengan penguasa bersifat satu arah dimana rakyat tidak diberikan hak untuk

menyumbangkan pemikiran dalam menentukan kebijakan negara, kewajiban rakyat sebagai

warga negara hanyalah mentaati secara mutlak atas semua perintah raja.

Kata Kunci: Etika Bernegara, Wulangreh

Page 10: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

x

DAFTAR ISI

PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................... ii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN .................................................................. iii

LEMBAR PERNYATAAN .............................................................................. iv

PEDOMAN TRANSLITERASI ...................................................................... v

KATA PENGANTAR ....................................................................................... vii

ABSTRAK ......................................................................................................... ix

DAFTAR ISI...................................................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1

B. Batasan Masalah ................................................................................... 10

C. Tujuan Penelitian .................................................................................. 10

D. Manfaat Penelitian ............................................................................... 10

E. Metode Penelitian ................................................................................. 11

F. Tinjauan Pustaka ................................................................................... 12

G. Sistematika Penulisan ........................................................................... 14

BAB II BIOGRAFI PAKUBUWANA IV

A. Riwayat Hidup ........................................................................................ 16

B. Latar Belakang Pendidikan ..................................................................... 22

C. Karya-karya ............................................................................................. 26

D. Kasunan Surakarta Pada Masa Pemerintahan Pakubuwana IV .............. 30

Page 11: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

xi

BAB III ETIKA DAN SERAT WULANGREH

A. Definisi Etika ......................................................................................... 41

B. Etika Bernegara ...................................................................................... 43

C. Arti dan Tujuan Pembuatan Serat Wulangreh ....................................... 49

D. Etika dalam Serat Wulangreh ................................................................ 55

BAB IV ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREH

A. Etika Pemimpin ....................................................................................... 58

1. Hubungan Pemimpin dengan Masyarakat ........................................ 63

B. Etika Masyarakat .................................................................................... 75

1. Prinsip Hormat Menurut Serat Wulangreh ....................................... 75

2. Etika Menghormati Pemimpin .......................................................... 77

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan .................................................................................................. 85

B. Saran ............................................................................................................ 86

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 88

LAMPIRAN

Page 12: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Politik di Indonesia dewasa ini telah mengandalkan ukuran-ukuran

material, hal ini dapat di buktikan dengan adanya penyimpangan-penyimpangan

dalam pemerintahan, seperti praktik-praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

Penyimpangan ini terjadi tidak hanya pada lingkup pemerintah pusat, namun

menyebar ke seluruh lembaga-lembaga yang ada di pedesaan, pemerintah

Indonesia kurang mempertimbangkan etika, faktanya kasus korupsi yang semakin

merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1

Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) di Indonesia bukan lagi

merupakan sebuah fenomena, melainkan sudah merupakan fakta yang terkenal di

mana-mana. Kini, setelah rezim Orde Baru tumbang, tampak jelas bahwa praktik

KKN selama ini terbukti telah menjadi tradisi dan budaya yang keberadaannya

meluas, berurat akar dan menggurita dalam masyarakat serta sistem birokrasi

Indonesia, mulai dari pusat hingga lapisan kekuasaan yang paling bawah.2

Bangsa yang mengklaim dirinya sebagai bangsa yang berbudaya luhur ini

telah mengalami krisis moral, telah terjadi peristiwa-peristiwa teragis yang tidak

1Desy Yeni Verawati, “Etika Politik Nur Cholish Madjid”, (Skripsi S1 Fakultas

Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016) h. 1. 2Firmansyah dan Purwo Agung Sulistyo, “Permasalahan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme

di Daerah Serta Strategi Penanggulangannya”, Demokrasi IX, No. 1 (Tahun 2010) h.43.

Page 13: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

2

terlepas dari praktik politik kekuasaan kelompok tertentu, seperti konflik agama

yang sering terjadi dan menodai keharmonisasian kehidupan berbangsa, dan juga

adanya konflik antar etnis yang meninggalkan banyak korban dan penderitaan

yang berkepanjangan, hal ini terjadi karena uang dan korupsi mendominasi warna

kehidupan politik di Indonesia.3

Politik di Indonesia dewasa ini menganut sistem demokrasi, pemilihan

kepala daerah (pilkada) langsung dengan pemilu, merupakan suatu sarana untuk

mewujudkan kehidupan politik yang demokratis. Namun hampir di pastikan

bahwa dalam setiap periode menjelang pemilu dan pilkada, situasi dan kondisi

politik seringkali di warnai dengan berbagai persaingan dan konflik antar

kekuatan partai politik.4

Demokrasi menjadi gagal memberikan tatanan kehidupan berbangsa dan

bernegara yang benar-benar berbasis pada nilai-nilai dan kaidah-kaidah demokrasi

dalam artian yang sebenar-benarnya, demokrasipun kemudian dipertanyakan dan

digugat ketika sejumlah praktik politik yang mengatas namakan demokrasi

seringkali justru menunjukan ironi.

Moral adalah termasuk konsep kearifan lokal yang menjadi ukuran

peradaban sebuah bangsa, tinggi rendahnya peradaban dapat dilihat dari seberapa

jauh masing-masing warganya bertindak sesuai aturan main yang telah disepakati,

dengan mentaati norma dan etika tingkah laku, hubungan antar manusia akan

3Haryatmoko, Etika Politik Dan Kekuasaan (Jakarta: Kompas Gramedia, 2014) h. vii.

4Hartuti Purnaweni, “Demokrasi Indonesia Dari Masa Ke Masa” Jurnal Administrasi

Publik 3, No 2. (Tahun 2004) h. 124.

Page 14: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

3

berjalan secara wajar sehingga memungkinkan untuk melakukan aktivitas secara

evektif dan efisien.5

Berkaca pada sistem pemerintahan Indonesia saat ini yakni demokrasi, di

Indonesia pernah berlaku sistem pemerintahan monarki absolut pada pra

proklamasi 17 Agustus 1945, sistem pemerintahan monarki atau kerajaan, adalah

bentuk pemerintahan dari suatu negara yang dikepalai oleh seorang raja dan

sifatnya waris mewaris yang jabatanya selama hidup, sifat pemerintahanya

memberikan hak kekuasaan yang mutlak tak terbatas kepada kepala negaranya

dinamakan “monarki absolut”, terhadap baik dan buruknya monarki tergantung

sepenuhnya kepada pribadi dan kepribadian raja itu sendiri.6

Dalam beberapa hal memang monarki absolut ini menimbulkan

kesewenang-wenang untuk kepentingan rajanya semata-mata, masalah-masalah

seperti perebutan kekuasaan, pemberontakan kerap terjadi mewarnai sejarah

kepemimpinan peradaban Indonesia di Jawa khususnya. Namun kiranya tidak

perlu selalu mengecam bahwa sistem pemerintahan monarki absolut itu tidak baik,

hal ini dapat dibuktikan jika kita memperhatikan sejarah islam misalnya raja-raja

(khalifah yang turun-temurun) dan raja-raja di Indonesia yang cukup gemilang

dalam masa pemerintahanya.

Salah satunya adalah raja dari Kasunaan Surakarta yang merupakan

keraton pecahan dari Mataram, Kasunaan Surakarta melewati perjalanan yang

5Nasruddin Anshoriy, Neo Patriotisme Etika Kekuasaan Dalam Kebudayaan Jawa,

(Yogyakarta: LKIS Pelangi Aksara, 2008) h 12. 6Soependri Soeriadinata, Sendi Pokok Tata Negara Indonesia, (Jakarta: Karya Indah,

1974) h. 34.

Page 15: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

4

sangat panjang hingga sampai berdirinya, Sri Susuhan Paku Buwana IV

merupakan raja ke tiga yang memimpin Kasunaan Surakarta, Paku Buwono IV

adalah putera Paku Buwono III dari perkawinannya dengan Ratu Kencana (Rara

Beruk). Lahir hari Kamis Wage, tanggal 18 Rabi‟ul Akhir tahun 1694 bertepatan

dengan tanggal 2 September 1768, Jumeneng nata (diangkat menjadi Raja)

bertepatan dengan tanggal 29 September 1788, wafat pada tanggal 2 Oktober

tahun 1820.7 Gelar lainya yakni Raden Bagus sebab wajahnya memang tampan

dan beliau memegang kendali pemerintahan dalam usia yang masih muda yakni

19 tahun.

Pakubuwana IV dikenal sebagai Raja Surakarta yang paling religius dalam

mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan pribadi maupun kerajaan.

Kegemarannya menimba ilmu agama dari kiai dan guru agama menjadikan

dirinya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang luas tentang agama Islam.

Pada masa pemerintahan Sinuwun Paku Buwono IV mengalami kemajuan

khususnya dalam bidang seni dan sastra karena pada masa itu termasuk dalam

masa kejayaan kepustakaan Jawa. Disamping perhatian Sinuwun Paku Buwono

IV dalam bidang sastra, jenis ilmu pengetahuan lainnya yang mendapat perhatian

khusus putera mahkota adalah ilmu agama.8

Keluasan pengetahuan Islam yang dimiliki oleh Raja Surakarta ini dapat

dilihat dari serat-serat piwulang karyanya, seperti Serat Wulangreh, Serat

7Purwadi dan Endang Waryanti, Serat Wulangreh Wejangan Sunan Pakubuwana IV Raja

Kraton Surakarta Hadiningrat, (Yogyakarta: Laras Media Prima, 2015) h. 61. 8Subroto, “Pakepung 1790 Penggagalan Upaya Penerapan Syariat Islam Oleh Belanda

Dan Sekutunya,” Syamina, 14 Oktober 2016, h. 11.

Page 16: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

5

Wulangsunu, Serat Wulangputri, Serat Wulang Tatakrama, Donga Kabula

Mataram, Cipta Waskita, Panji Sekar, Panji Dhadhap, Panji Raras, Serat Sasana

Prabu, dan Serat Polah MunaMuni.9 Sebagian besar isi serat piwulung Sunan

Pakubuwana IV menerangkan ajaran Islam, tidak jarang dalam serat karyanya

tersebut ia mengutip langsung ayat-ayat al-qur‟an dan hadits demi memperkuat

nasihat yang disampaikannya.10

Apa lagi posisi raja dalam kepemimpinan Jawa memiliki peran yang

sangat penting. Dalam pandangan masyarakat Jawa, raja memiliki tempat khusus,

raja dan keraton merupakan pusat atau inti kekuasaan dalam hal ini raja dilihat

sebagai personifikasi Tuhan, karena ialah yang memberikan makan dan pakaian,

sementara keraton dianggap sebagai wadah yang menampung semua kekuatan

supranatural, dengan demikian kombinasi antara raja dan keraton merupakan

pusat dari pusatnya kekuasaan.11

Pandangan semacam ini sesungguhnya sangat erat sekali kaitanya dengan

pandangan masyarakat Jawa lampau yang tidak membedakan sikap-sikap

religious dan non religious, antara Tuhan, alam, dan manusia memiliki keteraturan

dan menyatu dalam alam adi kodrati (supernatural), keteraturan ini sendiri

merupakan refleksi dari konsep sistem kepercayaan Jawa yang mengemukakan

bahwa kehidupan yang terkoordinasi antara manusia dan alam sekitarnya

merupakan sistem kehidupan yang didambakan.

9Darusuparta, Serat Wulangreh Angitan Dalem Wedhatama Winardi, (Surabaya: 1982) h.

14. 10

Subroto, “Pakepung 1790 Penggagalan Upaya Penerapan Syariat Islam Oleh Belanda

Dan Sekutunya”, h. 12. 11

Andi Harsono, Tafsir Ajaran Serat Wulangreh, (Yogyakarta: Pura Pustaka, 2010) h.3.

Page 17: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

6

Dengan demikian raja yang dipersonifikasikan sebagai wakil Tuhan

memiliki kekuasaan dan kedudukan yang istimewa bagi rakyatnya, sehingga

setiap wejangan dan perintah yang raja putuskan untuk menyelesaikan suatu

permasalahan, secara otomatis akan diindahkan dan dijalankan oleh anggota

keraton dan masyarakatnya, bahkan mengabdi kepada raja merupakan pekerjaan

yang berat dan harus di sertai dengan keikhlasan hati.

Sehingga karya sastra klasik yang berasal dari keraton dapat dipandang

sebagai nilai-nilai luhur yang hidup dalam komunitas Jawa. Sebab bagi rakyat

Jawa, keraton tidak hanya di hayati sebagai pusat politik dan budaya melainkan

juga sebagai pusat keramat kerajaan. 12

Wejangan Sinuwun Paku Buwana IV termuat dalam Serat Wulangreh

yang diciptakan sebagai bacaan utama, Serat Wulangreh merupakan karya sastra

yang berisi tembang-tembang (puisi) Jawa, yang jumlahnya mencapai 283 bait13

Serat Wulangreh ini mengurai wulangan dan merupakan tembang yang

digunakan sebagai wejangan (pengingat) dan pituduh (petunjuk), merupakan

salah satu percikan semangat kekeratonan dan gambaran pemikiran raja tentang

masalah-masalah kehidupan seperti mengutamakan budi pekerti, cara mencapai

keselarasan hidup, dan memuat filsafat hidup khususnya bagi masyarakat Jawa,14

kebutuhan untuk mempertahankan ideologi sangat jelas terkait dengan situasi-

12

Feri Andriyanto dan Cusniyatun, Relasi Guru Dan Murid Dalam Serat Wulangreh

Perspektif Pendidikan Akhlak, Surakarta: Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah

Surakarta, 2012) h. 64. 13

Tentrem Warsena, Serat Wulangreh Anggitan Dalem Ingkang Sinuhun Kangnjeng

Susuhan Paku Buwana Ingkang Kaping IV, (Solo: Cendrawasih, 2006) h. 78. 14

Mohammad Ardani dan Muhammad Sangaidi, Etika Islami Kehidupan Beragama,

Bermasyarakat Dan Bernegara Dalam Serat Wulangreh Pakubuwana IV Surakarta, (Jakarta:

Pusat Penelitian IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta: 1999) h. 9.

Page 18: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

7

situasi kekuasaan, pada saat kitab ini ditulis, kekuasaan kerajaan semakin terdesak

oleh VOC.

Meskipun pada masa pemerintahanya Paku Buwana IV mengalami

kemajuan di bidang ilmu pengetahuan. Namun kondisi politik saat itu sedang

kacau, kesatuan dan keutuhan kekuasaan Jawa semakin terdesak dan sudah

hampir berakhir.15

Telah terjadi perselisihan di dalam keraton karena konflik perebutan

kekuasaan, posisi raja yang sedemikian penting dan “menguntungkan” membuat

setiap raja berusaha dengan sekuat tenaga untuk mempertahankan kedaulatannya,

sering terjadi perang saudara di antara keluarga kerajaan sendiri. Saat itulah VOC

tampil seolah-olah menjadi penengah, melalui perjanjian-perjanjian yang

difasilitasi oleh VOC, konflik antar keluarga kerajaan ini tampak mulai reda.

Namun, di balik itu mulai muncul pihak-pihak yang mulai memanfaatkan situasi

tersebut untuk mencari keuntungan pribadi, termasuk VOC sendiri.16

VOC pun

masuk dan menggerogoti kedaulatan mataram, setelah VOC bangkrut, datanglah

pemerintah Belanda dan Inggris menguasai.

Serat Wulangreh di ciptakan dari pengalaman, pemikiran dari seorang raja,

sebagai alat untuk mempertahankan jati diri dari bangsanya karena kekacauan

keadaan Surakarta pada saat itu, semula Serat Wulangreh hanya di peruntukan

bagi keluarga keraton semata, namun kemudian sampai juga kepada rakyat di luar

keraton, melalui abdi dalem yang tinggal di luar istana, Serat Wulagreh

15

Ruspana, Etika Pemerintahan Menurut Filsafat Jawa Wulangreh Paku Buwana IV,

(Jakarta: Pustaka Antar Kota: 1986) h. 5. 16

Subroto, “Pakepung 1790 Penggagalan Upaya Penerapan Syariat Islam Oleh Belanda

Dan Sekutunya”, Syamina, 14 Oktober 2016, h. 5.

Page 19: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

8

mengajarkan pentingnya memiliki ketajaman moral dan intelektual agar manusia

tepat dalam meniti karier hidup, selanjutnya Pakubuwana IV juga menjelaskan

keriteria guru yang baik dan agar seseorang mencari guru yang mempunyai

kejelasan asal-usul, baik martabatnya, tahu hukum, beribadah, bersahaja, pertapa,

ikhlas, dan tanpa pamrih terhadap pemberian orang lain. Kebaktian terhadap guru

sebab karena gurulah yang memberikan pelajaran serta menunjukan jalan menuju

kesempurnaan hidup sampai mati.17

Serat Wulangreh juga berbicara tentang keharusan-keharusan menghayati

dan mengikuti etik-etik pergaulan, kewaspadaan, kebaktian, hubungan-hubungan

keluarga, tentang mengenal diri dan ambeg kautamaan (baik budi). Berproses

berarti selalu bergerak dari mula sampai akhir untuk mencapai perubahan yang

lebih baik, dan memakan waktu yang relative lama atau bisa lebih cepat, misalnya

mengurangi makan dan tidur lalu meningkatkan menjadi berpuasa, berlatih

berprihatin dalam bersuka ria atau bersuka dalam berprihatin, bersakit dalam sehat

atau sehat dalam sakit, sampai pada memati diri atau mati dalam hidup dan hidup

dalam mati.18

Dari paparan di atas, dapat di simpulkan latar belakang masalah yang di

ambil. Yang pertama, keadaan perpolitikan Indonesia yang semakin mengalami

krisi moral sehingga banyak terjadi penyimpangan. Hal tersebut mempunyai

persamaan dengan situasi dan kondisi pada saat Pakubuwana IV memerintah,

telah terjadi penimpangan-penyimpangan dan krisi moral. Disaat penyimpangan

etika berpolitik sedang marak terjadi di perpolitikan Indonesia, maka salah satu

17

Andi harsono, Tafsir Ajaran Serat Wulangreh, h. 15. 18

Hadiwirjanto, Serat Wulangreh Dan Terjemahanya, Pendidikan Budi Pekerti, Sri

Susuhan Paku Buwana IV, (Yogyakarta: 2002) h.18.

Page 20: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

9

cabang filsafat yakni etika yang dapat di pahami sebagai pengetahuan yang

mendiskusikan apa yang baik dan apa yang buruk, haruslah di jadikan jalan keluar

dari adanya penyimpangan bernegara.

Meskipun jika mendefinisikan tentang kata bernegara mempunyai cakupan

yang luas. Karena bernegara meliputi semua aspek yang menjadi unsur

terbentuknya negara, seperti pemerintah, masyarakat, maupun sistem pemerintah.

Penelitian ini lebih terfokuskan untuk mengetahui bagaimana hubungan yang baik

antara pemimpin dengan masyarakat, begitupun sebaliknya.

Melihat kondisi perpolitikan di Indonesia yang telah dijelaskan di atas,

terdapat pemikiran Paku Buwana IV yang menawarkan etika bernegara yang baik,

maka penulis tertarik untuk membahas mengenai pemikiran dari Paku Buwana IV.

Meskipun bagian-bagian dalam kitab ini relative berfariasi, namun satu hal yang

jelas, yakni soal kebaktian kepada negara, dan lebih khusus lagi kebaktian kepada

sang raja. Maka dari pertimbangan itu penulis tertarik untu meneliti “ETIKA

BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREH KARYA PAKU BUWONO

IV”

B. Batasan Masalah

Dari uraian latar belakang di atas, maka dalam penelitian ini penulis akan

membatasi masalah agar lebih terfokus dan tidak melebar dari pembahasan

penelitian yang penulis lakukan. Pembahasan penelitian ini adalah pemikiran Sri

Sultan Paku Buwono IV dalam karyanya yakni Serat Wulangreh dan agar

pembahasan tidak meluas maka terfokuskan pada upaya yang dilakukan Paku

Page 21: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

10

Buwana dalam mengatasi kemerosotan moral masyarakatnya dan etika bernegara

dalam Serat Wulangreh.

Berdasarkan pada pokok pembahasan dalam latar belakang diatas, maka

rumusan masalahnya adalah, Bagaimana etika bernegara dalam Serat Wulangreh?

C. Tujuan Penelitian

Mengacu pada pertanyaan di atas, maka dapat dirumuskan tujuan dari

penelitian ini yakni, mengetahui bagaimana etika bernegara ideal yang ditawarkan

dalam Serat Wulangreh perspektif Paku Buwana IV.

D. Manfaat Penelitian

1. Dengan penulisan skripsi ini diharapkan akan dapat melengkapi dan memperkaya

khazanah pemikiran intelektual Jawa. Dalam skripsi ini diungkapkan salah satu

hasil pemikiran intelektual Jawa pada abad ke-16, yaitu Serat Wulangreh karya

Paku Buwana IV.

2. Masyarakat umum dapat mengetahui bahwa Paku Buwana IV menulis pedoman

etika bernegara yang baik dalam Serat Wulangreh sebagai ungkapan tanggung

jawab pada saat terjadi kemrosotan moral di masa kepemimpinanya.

3. Setiap pembaca diharapkan dapat menggunakan hasil tulisan ini dengan

memperhatikan pemikiran Paku Buwana IV yang tertuang dalam Serat Wulangreh

untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari agar menjadi warga negara yang

baik.

4. Selain itu juga, tulisan ini guna melengkapi persyaratan mencapai gelar sarjana

strata satu (SI) dalam Fakultas Ushuluddin, pada Program Studi Aqidah dan

Filsafat Islam, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Page 22: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

11

E. Metode penelitian

Metodologi penelitian merupakan cara untuk peneliti dalam melakukan

penelitian, yang digunakan untuk mencari jawaban atas rumusan masalah yang

ada dalam penelitian.19

Adapun metode yang penulis lakukan adalah sebgai

berikut:

1. Pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan cara studi kepustakaan

(Library Research) adalah segala usaha yang dilakukan oleh peneliti untuk

menghimpun informasi yang relevan dengan topik atau masalah yang akan atau

sedang diteliti. Pengumpulan data terdiri dari data primer dan data sekunder.

Buku yang di gunakan antara lain: buku Serat Wulangreh karya Paku

Buwana IV, karena buku asli Serat Wulangreh ditulis langsung menggunakan

tulisan tangan oleh Paku Buwana IV dan versi buku asli dari karya ini hanya ada

satu dan tidak mudah untuk di dapatkan dan juga menggunakan aksara Jawa,

maka penulis menggunakan buku Hardjosarkoro, Serat Wulangreh Anggitanipun

Swarga Sri Susuhan Pakubuwana Kaping IV Surakarta, (Solo: keluarga

soebarno), Ruspana, Etika Pemerintahan Menurut Filsafat Jawa Wulangreh Paku

Buwana IV, (Jakarta: Pustaka Antar Kota: 1986), Darusuparta, Serat Wulangreh

Angitan Dalem Wedhatama Winardi,( Surabaya, 1982), Andi Harsono, Tafsir

Ajaran Serat Wulangreh, (Yogyakarta: Pura Pustaka, 2010), Purwadi dan Endang

Waryanti, Serat Wulangreh Wejangan Sunan Pakubuwana IV Raja Kraton

Surakarta Hadiningrat, ( Yogyakarta: Laras Media Prima, 2015).

19

Jan Joker, dkk, Metodologi Penelitian: Panduan Untuk Master Dan Ph.D. Di Bidang

Manajemen (Jakarta: Restu Agung, 2016), h. 63.

Page 23: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

12

2. Analisis Data

Metode yang digunakan dalam pengolahan data adalah deskriptif, maka

seluruh buku yang berkaitan dengan tema pembahasan ini dibaca dengan cermat

dan mendetail. Semua kata-kata penting diberikan tanda khusus agar

mempermudah dalam penalaran data yang dipaparkan. Selanjutnya adalah historis

yakni menguraikan sejarah hidup tokoh, mulai dari budaya sosial kehidupan,

karakter, pemikiran, sehingga dapat diketahui secara jelas tujuan dan latar

belakang terciptanya sebuah karya dari tokoh tersebut, dalam hal ini adalah Paku

Buwana IV.

3. Teknik Penulisan

Adapun teknik penulisan sekripsi ini berpedoman pada buku Pedoman

Akademik Program Srata 1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta 2014-2018. Pada metode tanslitrasi, penulis menggunakan

buku pedoman yang di gunakan oleh Jurnal Ilmu Ushuluddin terbitan HIPIUS

(Himpunan Peminat Ilmu-ilmu Ushuluddin).

F. Tinjauan Pustaka

Pada pokoknya kegiatan penelitian merupakan upaya untuk meneruskan

permasalahan, mengajukan pertanyaan, dan mencoba untuk menjawabnya, dengan

menemukan fakta-fakta yang memberikan penafsiran yang benar.20

Penelitian

mengenai etika bernegara dalam Serat Wulangreh karya Sri Susuhan Pakubuwana

IV memang bukan hal yang baru, bahkan telah banyak di lakukan oleh beberapa

kalangan seperti penulis buku, skripsi, jurnal, majalah, tesis, disertasi, ataupun

20

Anton Beker dan Ahmad Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat, (Yogyakarta:

Kanisius, 1994) h. 11.

Page 24: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

13

para sejarawan yang meneliti tentang etika dalam Serat Wulangreh karya Sri

Susuhan Paku Buwana IV, penulis tidak menemukan tilisan yang secara spesifik

membahas tentang etika bernegara menurut Paku Buwana IV. Walaupun

demikian, kajian-kajian tersebut memberikan arti yang sangat besar bagi penulis

dalam menambah informasi dan pemahaman untuk melengkapi kajian skripsi ini.

Sejumlah tulisan yang penulis temukan diantaranya:

Pertama, tesis yang di tulis oleh Yuli Widiyono, Pascasarjana Program

Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS)

tahun 2010 dengan judul “Kajian Tema, Nilai Estetika, dan Pendidikan dalam

Serat Wulangreh Karya Sri Susuhunan Pakubuwana IV”. Penelitian ini

terfokuskan pada nilai pendidikan moral pada Serat Wulangreh yakni nilai

pendidikan moral kaitan antara manusia dengan Tuhan meliputi berserah diri

kepada Tuhan, patuh kepada Tuhan, nilai pendidikan moral kaitan antara manusia

dengan sesama, nilai pendidikan moral kaitannya manusia dengan diri pribadi,

dan nilai tentang agama. Keempat ajaran yang ada pada serat wulangreh

merupakan ajaran tata kaprajan „ajaran tentang perintah memberikan pengajaran

untuk mencapai keluhuran hidup.

Selanjutnya adalah sekripsi yang ditulis oleh Slamet Ihkwan Luqmanto,

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Institut Agama Islam (IAIN) Salatiga tahun

2016 yang berjudul “Konsep Pendidikan Akhlak Pada Syair Tembang

Dhandanggula Dalam Serat Wulangreh Karya sri Susuhan Paku Buwana IV”.

Penelitian ini terfokus pada pemikiran Paku Buwana IV dalam tembang

Dhandanggula yang merupakan pembuka serat wulangreh yang mengisyaratkan

Page 25: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

14

kepada masyarakat keraton pada masa itu dan kepada seluruh masyarakat pada

saat ini untuk membekali diri dengan ilmu pengetahuan dan ama-amal baik untuk

merealisasikan ilmu yang di dapat tersebut.

G. Sistematika Penulisan

Penulis mencoba melakukan penguraian per-bab dengan tujuan agar

penelitian yang akan dilakukan sistematis, diantaranya adalah:

BAB I, sebagai pendahuluan, berisi tentang latar belakang masalah,

rumusan masalah penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, telaah pustaka, dan

sistematika pembahasan.

BAB II, pada bab ini berisi biografi dari Sri Susuhan Paku Buwana IV

sebagai pengarang dari Serat Wulangreh.

BAB III, berisi pembahasan mengenai serat wulangreh dan etika

bernegara, penulis akan memaparkan definisi etika, etika bernegara, asal usul dan

perkembangan serat wulangreh.

BAB IV, sebagai bab inti, penulis akan memaparkan dan menganalisa

tentang etika bernegara yang ada dalam Serat Wulangreh, seperti menjadi

pemimpin yang ideal dan bagaimana hubungan pemimpin dengan masyarakatnya,

dan bagaimana cara menjadi masyarakat yang baik yang di tawatkan oleh Paku

Buwana IV.

Kesimpulan dalam penelitian ini akan dibahas pada BAB V, bab ini akan

membeikan kesimpulan dari seluruh pembahasan yang telah dijelaskan, dan akan

Page 26: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

15

memberikan jawaban yang menjadi fokus dalam penelitian ini, dan tidak lupa

saran-saran karena masih banyaknya kekurangan yang ada dalam penelitian ini.

Page 27: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

16

BAB II

BIOGRAFI PAKUBUWANA IV

A. Riwayat Hidup

Ngabdulrahman Saiyiduddin Panatagama, nama kecilnya Raden Mas

Gusti Subadaya Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom, di angkat menjadi raja

pada Senin paing21

29 September 1788 pada usia 20 tahun, setelah bertahta

bergelar Pangeran Amangkunegara Subidyo Raja Putra Narendra Mataram I,

dijuluki dengan Sunan22

Bagus karena memang wajahnya yang tampan, dan lebih

dikenal dengan Paku Buwana IV.23

Pakubuwana IV adalah raja ketiga Kasunan

Surakarta yang memerintah pada tahun 1788-1820.

Lahir pada hari Kamis wage24

18 Rabi‟ul Akhir 1694 atau 2 September

1768, dan wafat pada usia 53 tahun, tepatnya pada Senin paing 2 Oktober 1820.

Putra ke 17 dari Raden Mas Suryadi atau Sinuwun Paku Buwana III (bapak)

dengan Prameswari Ratu Kencana (ibu) merupakan permaisuri keturunan Sultan

Demak. Paku Buwana IV mempunyai dua istri yakni Gusti Kanjeng Ratu

21

“Weton” oleh masyarakat Jawa, yakni sebagai pengiring nama-nama hari yang disebut

pasaran (berasal dari kata sepasar yang berarti lima), ke lima itu diantaranya, kliwon (kasih), legi

(manis), pahing (jenar), pon (palguna), wage (cemengan). Titis Asmarandana, Primbon Pria Dan

Wanita Lengkap, Dua Media, h. 11. 22

Berasal dari kata Susuhan atau Susuhunan artinya “yang dipertuan” berasal dari kata

suhu (pundhi atau sunggi) yang berarti diletakan diatas kepala, jadi artinya orang yang di junjung

tinggi atau sangat dihormati, gelar Susuhan ini kembali dipakai oleh Amangkurat I untuk

mengembalikan status raja sebagai penguasa mutlak. Ardian Kresna, Sejarah Panjang Mataram

Menolak Berdirinya Kesultanan Yogyakarta, (Diva Press: Yogyakarta, 2011) h. 51. 23

Sri Wintala Achmad, Filsafat Jawa Menguak Filosofi, Ajaran, dan Laku Hidup Leluhur

Jawa, (Yogyakarta: Araska, 2017) h. 114.

16

Page 28: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

17

Kencana I (Raden Ajeng Handaya) berputra Paku Buwana V, dan Gusti Kanjeng

Ratu Kencana II (Raden Ajeng Sakaptinah) berputra Paku Buwana VIII, keduanya

merupakan kakak dan adik putri dari Raden Tumenggung Cakradiningrat dari

Pamekasan,25

Putra putrinya berjumlah 25 orang yakni:

1. Raden Mas Gusti Sugandi (Paku Buwana V)

2. Gusti Raden Ayu Btarakusuma

3. Gusti Raden Mas Kusen (Paku Buwana VIII)

4. Kanjeng Gusti Patih Hamengku Kusumayuda

5. Gusti Patih Hamengku Natabrata I

6. Gusti Kanjeng Raden Pambayun

7. Gusti Patih Hamengku Natapura

8. Gusti Patih Hamengku Natakusuma I

9. Gusti Raden Ayu Jaya Diningrat

10. Gusti Patih Hamengku Jatikusuma

11. Raden Mas gusti Malikus Shalihin (Paku Buwana VII)

12. Gusti Patih Hamengku Jayakusuma

13. Gusti Raden Ayu Mangkudiningrat

14. Gusti Raden Ayu Padmadipura

15. Gusti Patih Hamengku Widura

16. Gusti Patih Hamengku Balater

25

Mohammad Ardani dan Muhammad Sangaidi, Etika Islami Kehidupan Beragama,

Bermasyarakat Dan Bernegara Dalam Serat Wulangreh Pakubuwana IV Surakarta, h 17.

Page 29: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

18

17. Gusti Raden Ayu Sasradiningrat

18. Gusti Patih Hamengku Pringgalaya

19. Gusti Patih Hamengku Hadikusuma I

20. Gusti Raden Ayu Jayadiningrat II

21. Gusti Raden Ayu Prawirasubrata

22. Gusti Raden Ayu Adipati Sasradiningrat II

23. Gusti Raden Ayu Mangkuyuda

24. Gusti Patih Hamengku Panji Priyambada

25. Gusti Patih Hamengku Panji Anom26

Sri Susuhunan Pakubuwana IV mewarisi darah kaprabon27

, pada usia 20

tahun, Sunan Bagus naik tahta menggantikan ayahandanya, Pakubuwana III. 28

Cara memerintah keduanya sangat berbeda, Paku Buwana III sangat patuh kepada

VOC, karena sangat patuh kepada Belanda maka setiap kebijakan VOC selalu ia

ikuti.

Sedangkan Pakubuwana IV bertahta dalam lingkungan yang berbeda

dengan masa pemerintahan Pakubuwana II dan III, Mataram telah mengalami

banyak peristiwa hingga sampai saat pemerintahan Pakubuwana IV. Kasunan

Surakarta merupakan pecahan dari Kasunan Kartasura, sedangkan Kasunan

Kartasura merupakan ibu kota dari Kerajaan Mataram.

26

Andi Harsono, Tafsir Ajaran Serat Wulangreh, h. 3. 27

Wahyu untuk menjadi raja yang meliputi seluruh jagad raya 28

Purwadi, Membaca Sasmita Jaman Edan Sosiologi Mistik R. Ng. Ronggowarsito,

(Jogjakarta: Persada, 2003) h. 69.

Page 30: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

19

Salah satu faktor pembagian wilayah kekuasaan di karenakan terjadi

pergolakan Mataram, dimana telah terjadi perebutan tahta antar keluarga istana.

Posisi raja yang sedemikian penting dan “menguntungkan”, apalagi di kalangan

masyarakat tradisional Jawa, “kekuasaan” dianggap berkaitan dengan turunnya

wahyu sehingga raja merupakan pengejawantahan dari Tuhan. Raja dianggap

sebagai wewakiling Pangeran Kang Ageng (wakil Tuhan yang Maha Besar),

akibatnya raja memiliki kekuasaan tidak terbatas dan segala keputusannya tidak

dapat ditentang karena dianggap wakil dari Tuhan.29

Membuat posisi ini sangat

diidamkan bagi para-putra raja yang akan mewarisi posisi sebagai raja.

Selain konflik perebutan tahta oleh antar keluarga, VOC hadir dan tak

jarang mengambil keuntungan dari setiap konflik yang terjadi di dalam keraton,

seolah VOC menawarkan bantuan kepada pihak atau raja yang menginginkan

suatu pembelaan. Para bangsawan istana memiliki pandangan pro dan kontra

terhadap keterlibatan kompeni dalam mengelola kerajaan, akibatnya pejabat

Kartosuro terbagi menjadi dua kelompok, golongan pertama adalah golongan

yang bersahabat dan mau bekerja sama dengan VOC yang di pelipori oleh ratu

Amangkurat, dan golongan anti VOC yang di pelopori oleh Patih Cakrajaya.30

Seperti pada masa pemerintahan Pakubuwana II, pendirian pakubuwana II

di anggap kurang kuat sehingga ia sering ragu-ragu dalam mengambil sikap

ditengah berbagai persoalan keluarga istana yang tak kunjung padam, akibatnya

29

Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan RI, Sejarah Kerajaan Tradisional Surakarta,

(Jakarta: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan RI, 1999) h. 28. 30

Ardian Kresna, Sejarah Panjang Mataram Menengok Berdirinya Kesultanan

Yogyakarta, (Diva Press: Yogyakarta, 2011) h. 102.

Page 31: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

20

kebijakan yang diambilnya justru membawa Mataram ke jurang kemelut yang

semakin dalam.

Pada tahun 1732 terjadi perselisihan antara Pakubuwana II dengan Patih

Cakrajaya, Pakubuwana II merasa sudah tidak sejalan lagi dengan Patih

Cakrajaya, maka ia pun meminta bantuan kompeni untuk membuang Patih ke

Batavia. Jika raja menerima bantuan dari kompeni maka terdapat imbalan

didalamnya, pada saat Pakubuwana II bersedia menerima bantuan militer, maka

imbalanya ia harus menyerahkan seluruh daerah pantai utara Jawa beserta

pelabuhan-pelabuhanya, selain itu ia juga harus menyerahkan Jawa Timur dan

Pulau Madura, dengan demikian kedaulatan Mataram telah tergadaikan oleh

VOC.31

Masalah perebutan kekuasaan antar keluarga selalu menjadi persoalan

yang menjadikan perang antar keluarga, dan tak jarang melibatkan VOC, pada

tanggal 13 Februari 1755 terjadi perjanjian Giyanti, perjanjian tersebut merupakan

kesepakatan antar VOC, pihak Mataram (di wakili oleh Pakubuwana III), dan

kelompok Pangeran Mangkubumi, yang menyatakan bahwa Pangeran

Mangkubumi mendapat setengah bagian dari wilayah kerajaan, sementara daerah

pantai utara Jawa yang telah dikuasai VOC, tetap dikuasai oleh VOC.32

Berdasarkan perjanjian ini wilayah Mataram dibagi dua yaitu wilayah

disebelah Timur Kali Opak (melintasi daerah perambanan sekarang) dikuasai oleh

31

Ardian Kresna, Sejarah Panjang Mataram Menengok Berdirinya Kesultanan

Yogyakarta, h. 108. 32

Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan RI, Sejarah Kerajaan Tradisional Surakarta,

h. 85.

Page 32: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

21

pewaris tahta Matara yakni Sunan Pakubuwana III dan tetap berkedudukan di

Surakarta, sementara di wilayah sebelah barat (daerah Mataram yang asli)

diserahkan kepada pangeran Mangkubumi yang kemudian diangkat menjadi

Sultan Hamngekubuwana I berkedudukan di Yogyakarta.33

Telah terjadi banyak peristiwa sebelum masa pemerintahan Pakubuwana

IV, sehingga membuat Pakubuwana IV menjadi sosok raja yang membenci

penjajah ia penuh keberanian dan memiliki cita-cita yang besar, Sunan

Pakubuwana IV dalam pandangan masyarakat Surakarta tidak saja dikenal sebagai

“pujangga” (sebutan untuk para penulis sastra) dalam bidang sastra budaya, Paku

Buwana IV sangat kreatif dan produktif, konsepsi tentang kenegaraan dan

kecendekiawanan.34

Paku Buwana IV juga dipercaya sebagai raja dan ulama yang taat

menjalankan ajaran agama Islam, hal ini dibuktikan, seperti tidak meninggalkan

shalat lima waktu, shalat Jumat dan mengharamkan minuman keras, hal ini telah

terlihat sejak muda, saat masih berstatus sebagai putra mahkota. Pakubuwana IV

dikenal sebagai raja Surakarta yang paling religius dalam mengamalkan ajaran

Islam dalam kehidupan pribadi maupun kerajaan. Kegemarannya menimba ilmu

agama dari kiai dan guru agama menjadikan dirinya memiliki pengetahuan dan

pemahaman yang luas tentang agama Islam.35

33

Ardian Kresna, Sejarah Panjang Mataram Menengok Berdirinya Kesultanan

Yogyakarta, h. 124. 34

Amir Rochkyatmo,”Sastra Wulang, Sebuah Gendre di Dalam Sastra Jawa Dan Karya

Sastra Lain Sejaman”, Jumantara, No 1 Tahun 2010, h. 7. 35

Subroto, “Pakepung 1790 Penggagalan Upaya Penerapan Syariat Islam Oleh Belanda

Dan Sekutunya” h. 10.

Page 33: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

22

Keluasan pengetahuan Islam yang dimiliki oleh raja Surakarta ini dapat

dilihat dari serat-serat piwulang karyanya, seperti Serat Wulang Reh, Wulang

Dalem, dan Wulang Brata Sunu. Sebagian besar isi Serat Piwulung Sunan Paku

Buwana IV menerangkan ajaran Islam. Tidak jarang dalam serat karyanya

tersebut ia mengutip langsung ayat-ayat al-Qur‟an dan al-Hadits demi

memperkuat nasihat yang disampaikannya, selain terkenal dalam bidang sastra

yang khususnya bersifat rohani, ia juga diyakini sebagai pengarang Serat

Wulangreh yang berisi ajaran-ajaran luhur untuk memperbaiki morah bangsawan

Jawa, bahkan pujangga besar Ronggowasito (cucu angkat Pangeran Buminoto,

adik Pakubuwana IV) mengaku pernah belajar ilmu kesaktian kepada

Pakubuwana IV, Pakubuwana IV juga dikenal sebagai ahli politik yang cerdik.36

Sunan Pakubuwana IV wafat pada usia 53 tahun, dengan lama jabatan

sebagai raja selama kurang lebih 33 tahun, kepimpinannya digantikan putranya

yang bergelar Pakubuwana V (Raden Mas Gusti Sugandi) yang lahir dari

permaisuri Raden Ayu Handoyo, putri Bupati Pamekasan Adipati Cakraningrat.

Karya-karya Sri Pakubuwana IV hingga sekarang masih menyebar dan berakar

kuat di lingkungan kebudayaan Jawa.37

B. Latar Belakang Pendidikan

Sunan Paku Buwono IV naik takhta pada usia yang begitu muda, namun

pada usia yang begitu muda ia telah mempunyai keberanian dan idealisme yang

36

Ardian Kresna, Sejarah Panjang Mataram Menengok Berdirinya Kesultanan

Yogyakarta, h. 144. 37

Subroto, “Pakepung 1790 Penggagalan Upaya Penerapan Syariat Islam Oleh Belanda

Dan Sekutunya”, h. 13.

Page 34: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

23

tinggi sebagai seorang raja dan pemimpin yang berilmu. Pemikiranya dipengaruhi

oleh peristiwa kebobrokan moral karena pengaruh kompeni yang masuk kedalam

kehidupan rakyatnya, karena faktor tersebut membuat pakubuwana IV ingin

mengembalikan jati diri bangsanya, karena pada dasarnya Mataram merupakan

kerajaan islam.

Sebagai seorang raja muda, Sunan meminta beberapa ulama untuk

mendampinginya. Ulama yang dipilih adalah yang mereka yang mumpuni dan

juga zuhud dalam kesehariannya, ia berharap ulama dapat mendampingi dan

menjadi penasihatnya dalam memimpin Kasunanan Surakarta sebagai sebuah

kerajaan islam penerus Mataram.

Ketika masih berstatus putra mahkota, sikap keagamaan Sunan

Pakubuwana IV banyak dipengaruhi oleh Wiryakusuma, seorang guru agama

yang anti terhadap Kompeni. Wiryakusuma adalah putra Raden Mangun Kreta

yang dilahirkan dan dibesarkan di Cape Town, yang pada masa itu menjadi tempat

pembuangan bagi tokoh-tokoh perjuangan yang menentang penjajah Kompeni.38

Kiai Imam Syuhodo Apil Quran dari Pesantren Wonorejo, Bekonang,

Surakarta adalah salah seorang ulama yang dipercaya sebagai salah satu guru

agama Sunan Pakubuwana IV. Pada saat Kiai Imam Syuhodo akan mendirikan

pesantren, ia mendapat bantuan dari Sunan Pakubuwana IV yang berupa umpak

(penyangga tiang), soko (tiang), mustaka (kubah), mimbar, dan lampu katrol.39

38

Martin Van Bruinessen, Tarekat Naqsabandiyah di Indonesia, (Bandung: Mizan, 1992)

h. 34. 39

Feri Andriyanto dan Cusniyatun, Relasi Guru Dan Murid dalam Serat Wulangreh

Perspektif Pendidikan Akhlak, h. 65.

Page 35: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

24

Pada saat peristiwa Babad Pakepung, Pakubuwana IV di bantu oleh Para

ulama, di antarannya adalah Wiradigda, Brahman, Panengah, Kiai Nur Saleh,

keempat kiai ini dianggap sebagai Abdi Dalem Kinasih (abdi dalem terpercaya)

Sunan Pakubuwono IV dan berperan dalam pengembangan nilai-nilai keislaman

di Kasunanan Surakarta.40

Masa pemerintahan Pakubuwono IV menjadikan identitas Kasunanan

Surakarta sebagai kerajaan Islam menjadi sangat terlihat dominan. Karena, ia

telah dididik oleh para ulama yang mumpuni, dengan adanya penghulu kerajaan,

abdi dalem ulama dalam birokrasi kerajaan, adanya peradilan surambi yang

mendasarkan pada hukum Islam dan berdirinya masjid di lingkungan kraton,

kemudian adat istiadat seperti grebeg pasa (pelaksanaan pada hari raya Idul

Adha), grebek mulud (memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW) yang

dikenal dengan istilah Sekaten.41

Pakubuwana IV berusaha meluruskan berbagai penyelewengan dan

penyimpangan dari ajaran Islam yang terjadi di Keraton Surakarta. Ia juga

berusaha menerapkan aturan- aturan Islam di Keraton Surakarta, seperti pakaian

prajurit yang sebelumnya bergaya belanda di ganti dengan pakaian prajurit

bergaya Jawa, setiap hari Jumat Sunan bersembahyang di masjid besar, setiap abdi

40

Subroto, “Pakepung 1790 Penggagalan Upaya Penerapan Syariat Islam Oleh Belanda

Dan Sekutunya”, h. 13. 41

Feri Andriyanto dan Cusniyatun, Relasi Guru Dan Murid dalam Serat wulangreh

Perspektif Pendidikan Akhlak, h. 65.

Page 36: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

25

dalem yang menghadap raja diwajibkan berpakaian santi, para pejabat yang

melanggar aturan yang dibuat Sunan akan dimutasi atau bahkan dipecat.42

Hal itu membuat beberapa pejabat yang tersingkir dari jabatannya

berusaha untuk melawan Sunan, kebijakan Sunan yang bernuansa Islam juga

tidak disukai penjajah Belanda, Belanda memandang bahwa para ulama yang

ada di sekitar Sunanlah yang menjadi penyebabnya. Kemudian Belanda

berkerjasama dengan para pejabat keraton untuk melawan Sunan, mereka

kemudian melontarkan berbagai isu yang memojokkan Sunan, dan sepakat bahwa

para ulama yang menjadi penasihat Sunan adalah orang yang jahat dan

mempengaruhi Sunan untuk menerapkan aturan-aturan Islam.43

Pengepungan dilakukan dengan ribuan pasukan untuk mengepung

Keraton Surakarta yang hanya berisi beberapa ratus orang saja. Setelah terjadi

pengepungan Belanda mengultimatum Sunan, ia diminta menyerahkan para

ulama penasihatnya atau keraton akan diserang dan Sunan diturunkan dari takhta

secara paksa, akhirnya Pakubuwana IV menyerah dan menyerahkan para

penasehatnya untuk dibuang oleh VOC, pengepungan ini dikenal dengan

peristiwa “Babad Pakepung”.44

Sunan berusaha untuk menerapkan aturan-aturan hukum Islam secara

damai, tetapi musuh-musuhnya tetap menganggapnya sebagai ancaman dan

kejahatan yang harus dicegah dan dihentikan sebelum semakin berkembang.

42

Andi harsono, Tafsir Ajaran Serat Wulangreh, h. 8. 43

Subroto, “Pakepung 1790 Penggagalan Upaya Penerapan Syariat Islam Oleh Belanda

Dan Sekutunya”, h. 4. 44

Ardian Kresna, Sejarah Panjang Mataram Menengok Berdirinya Kesultanan

Yogyakarta, h. 43.

Page 37: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

26

C. Karya-karya

Pada masa pemerintahan Pakobuwono IV mengalami kemajuan khususnya

dalam bidang seni dan sastra, peran Pujangga kasunanan seperti Yasadipura II,

Raden Ngabehi Ranggawarsita dan yang lainnya telah memainkan peranan

penting dalam masa kepustakaan Jawa ini.

Dalam bidang kebudayaan, seperti kebangkitan karawitan keraton

mengalami kemajuan yang luar biasa, yaitu banyak gending tercipta, baik gending

dengan komposisi yang panjang (seperti gending ketuk 4 arang, 4 kerep), sampai

gending prenes45

, gending gecul46

, dan gending bonang47

( untuk keperluan

musikal Sekaten maupun keperluan lainnya).48

Sedangkan karya Pakubuwana IV

dalam bidang sastra adalah:

a. Serat Wulangsunu, adalah karya Pakubuwana IV yang berisi tentang

ajaran moral seperti serat piwulang lainnya. Teks aslinya berada di

kepustakaan Surakarta yang memuat lima pupuh (dhandanggula 16 bait,

asmarandhana 20 bait, sinom 15 bait, pangkur 22bait, dan kinanthi 23

bait). Pesan moral dalam Serat Wulangsunu adalah pemahaman terhadap

dharmaning gesang (tugas kehidupan di dunia) pamedaring wasitaning ati

(lahirnya kata hati atau niat).49

45

Bentuk gending yang memiliki karakter dinamis dan lincah yang ditandai dengan

permainan teknik kendang ciblon. 46

Bentuk gending yang memiliki karakter lucu dengan ekspresi permainan (improvisasi)

“seakan-akan”. 47

Komposisi karawitan dengan main instrument boning. 48

Subroto, “Pakepung 1790 Penggagalan Upaya Penerapan Syariat Islam Oleh Belanda

Dan Sekutunya”, h. 12. 49

Feri Andriyanto dan Cusniyatun, Relasi Guru Dan Murid dalam Serat wulangreh

Perspektif Pendidikan Akhlak, h. 66.

Page 38: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

27

b. Serat Wulangputri, menguraikan tentang ajaran moral atau etika yang

patut dilakukan oleh wanita, khususnya wanita dari kalangan bangsawan,

adanya Serat Wulangputri ini sebagai bukti perhatian Pakubuwana IV

terhadap eksistensi wanita ditengah-tengah masyarakat kraton, pada saat

itu kedudukan dan peran wanita sudah diatur sesuai dengan nilai budaya

Jawa yang menempatkan kedudukan wanita tetap mulia berdampingan

dengan laki-laki. Serat Wulangputri yang berisi pupuh 5 bait, mijil 5 bait,

asmarandana 17 bait, dhandanggula 20 bait, kinanthi 15 bait.50

c. Serat Cipta Waskitha, terdiri dari tiga pupuh, yang mengajarkan tentang

budi pekerti, memilih guru, pengertian ilmu dan ngelmu. teks serat ini

tersimpan di kepustakaan Surakarta. Dengan terciptanya Serat Cipta

Waskitha diharapkan manusia dapat memahami hidup, tidak memandang

rendah orang lain, memahami hukum benar dan salah (halal dan haram).51

d. Serat Brata Sunu, merupakan serat piwulang yang berisi tentang

bagaimana cara nggulawentah (mendidik) putra putri dalem, abdi dalem

kraton Kasunanan Surakarta. Isi piwulang dalam Serat Brata Sunu tentang

hal-hal yang harus dikerjakan anak, contohnya bab ketika waktu tidur yang

baik menghadap kemana, cara makan yang baik, cara berbicara, sopan

santun dan lain sebagainya.52

e. Serat Wulangreh, berisi tentang pendidikan budi pekerti serta merupakan

warisan leluhur yang bernilai tinggi, pendidikan budi pekerti tersebut

50

Sri Ratnawati, Perempuan Dan Ajaran Perenialis Dalam Serat Wulangputri,

Departemen Sastra Indonesia Universitas Airlangga, Bahasa Dan Seni, No 1, Februari 2008, h. 61. 51

Subroto, “Pakepung 1790 Penggagalan Upaya Penerapan Syariat Islam Oleh Belanda

Dan Sekutunya”, h. 11. 52

Darusuparta, Serat Wulangreh Angitan Dalem Wedhatama Winardi, h. 26.

Page 39: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

28

bermatra multi dimensional yang berbentuk sistem-sistem ajaran yang

meliputi latihan mengurangi makan dan tidur, sistem awal-akhir yang

memahami bahwa awal yang buruk akan bermuara pada hasil akhir yang

baik, dan sebaliknya awal yang baik justru menghasilkan buah yang

buruk.53

f. Serat Wulang Dalem, hanya berisi satu tembang yakni dhandanggula yang

terdiri dari 68 bait.

g. Serat Wulang Tatakrama,

h. Serat Sasana Prabu

i. Serat Polah Muna Muni.

j. Serat Wulang Putra, terdiri dari 9 pupuh yaitu, dhandanggula 9 bait,

kinanthi 14 bait, gambuh 18 bait, pangkur 16 bait, maskumambang 32

bait, megatruh 17 bait, durma 37 bait, pucung 23 bait, mijil 8 bait. Isi dari

Serat Wulang Putera tidak jauh berbeda dengan isi dalam Serat

Wulangreh, berisi nasehat tentang bagaimana cara memilih guru, memilih

pergaulan, menghindari watak adigang, adigung, adiguna, tatakrama,

pengendalian hawa nafsu, akhlak terpuji dan tercela, menjalankan syariat,

watak ksatria dan lain-lain.54

Selain menulis Serat Piwulang yang berbentuk tembang, Sunan

Pakubuwono IV juga menulis buku-buku bacaan yang berisi tentang cerita

sebagai i‟tibar dalam kehidupan. Buku waosan (bacaan) yang terkenal

53

Purwadi, Konsep Pendidikan Keagamaan Menurut Pakubuwana IV, Jurnal Pemikiran

Alternatif Kependidikan, INSANIA, Vol. 11, No. 3, September tahun 2006, h. 1. 54

Feri Andriyanto dan Cusniyatun, Relasi Guru Dan Murid dalam Serat Wulangreh

Perspektif Pendidikan Akhlak, h. 67.

Page 40: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

29

diantaranya: Panji Raras, Panji Sekar, Panji Dhadhapdan, Panji Blitar. Keempat

waosan tersebut yang berupa tulisan carik semua tersimpan di kepustakaan

Radyapustaka.55

Selain banyak menyumbangkan pemikiran dalam bidang sastra dan

budaya, Pakubuwana IV juga membangun tepat-tempat yang bersejarah bagi

masyarakat Kasunan Surakarta, di anatarnya adalah:

1. Pembangunan Masjid Ageng, berdiri tahun 1716.

2. Berdirinya Regol Srimanganti ler, di dirikan tahun 1718.

3. Pasang Tales Siti-Inggil kidul, berdiri tahun 1721.

4. Berdirinya saka guru dalam Prabasuyasa, dibangun pada tahun 1722.

5. Iyasa Kapa, wangun Majapahit, berdiri pada tahun 1728.

6. Iyasa gedhong saleripun Prabasuyasa, selesainya dengan nama Dalem

Ler (panepen), di dirikan pada tahun1728.

7. Pembutan Loji Beteng di Klaten, di dirikan pada tahun 1731.

8. Berdirinya Bangsal witana Siti-inggil, kidul, di dirikan pada tahun

1736.

9. Saka rawa pandhapa ageng kaumpak, di dirikan pada tahun 1739.

10. Pendhapa Ageng, di dirikan pada tahun1739.

11. Bangsal Marcukundha Srimanganti wetan yang selesai diperbaiki,

pada tahun 1741.

55

Feri Andriyanto dan Cusniyatun, Relasi Guru Dan Murid dalam Serat Wulangreh

Perspektif Pendidikan Akhlak, h. 11.

Page 41: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

30

12. Kanan kiri Lepen Larangan yang mengalir masuk ke kedaton kabonan,

di dirikan pada tahun 1742.

13. Pembuatan ringgit (wayang) purwa, yang dinamai dengan Kiai Jimat,

di dirikan pada tahun 1742.

14. Kori Kamandhungan, di dirikan pada tahun 1746.

15. Pendhapa Pamethelan, di dirikan pada tahun 1747.56

D. Kasunan Surakarta pada Masa Pemerintahan Pakubuwana IV

Bagi masyarakat Indonesia, Jawa khususnya, Daerah Istimewa

Yogyakarta dan Solo (Surakarta) merupakan dua wilayah yang sangat

kental dengan nuansa dan budaya keraton (kerajaan), wilayah ini pernah

menjadi pusat dari sebuah kerajaan besar islam di abad ke-16 yang

menguasai hampir seluruh pulau Jawa.57

Kata islam digunakan untuk

membedakan kerajaan ini dengan kerajaan yang sama di abad ke-8 yakni

kerajaan Mataram Kuno.

Sampai saat ini kedua wilayah ini tetap kental dikenal sebagai

daerah keraton karena masih menganut sistem kerajaan meskipun dengan

bentuk yang jauh berbeda dari bentuk monarki, dan menjadi bagian dari

Negara Republik Indonesia, saat ini keraton Yogyakarta dan keraton

Surakata tetap melestarikan adat dan budaya nenek moyangnya, sehingga

sampai saat ini kedua wilayah tersebut dikenal sebagai kota keraton.

Kesultanan Yogyakarta dan Kasunan Surakarta berasal dari satu

ibu yang sama yakni Mataram Islam, maka akan dibahas terlebih dahulu

56

Darusuparta, Serat Wulangreh Angitan Dalem Wedhatama Winardi, h. 24-25. 57

Soedjipto Abimanyu, Kitab Terlengkap Sejarah Mataram Seluk Beluk Berdirinya

Kesultana Yogyakarta Dan Kasunan Surakarta, (Yogyakarta: Saufa, 2015) h. 5.

Page 42: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

31

perjalanan panjang Mataram sehingga sampai terpecah menjadi dua

kerajaan yakni di Yogyakarta dan Surakarta, sehingga berdampak saat

tiba masa pemerintahan Pakubuwana IV telah terjadi masalah-masalah

besar yang timbul dari masa pemerintahan raja sebelumnya.

Amangkurat I (1645-1677) adalah raja Mataram pengganti dari

Sultan Agung yang ke-10 dari isteri padmi (permaisuri) Kanjeng Ratu

Kencono yang berasal dari Kadipaten Batang, Amangkurat tidak lagi

memakai gelar Sunan namun ia memakai gelar Susuhan ini digunakan

untuk mengembalikan status raja sebagai penguasa mutlak, namun

ternyata prinsip ini mengakibatkan hubungan raja dengan para bangsawan

elite keraton dan para pemimpin islam menjadi tidak harmonis.58

Amangkurat I dikenal sebagai raja yang kejam, ia selalu

menghukum siapa saja yang dicurigai akan menentang kekuasaanya, ia

pernah mengumpulkan sekitar 5 ampai 6 ribu ulama beserta keluarga

mereka lalu di bantai di Plered karena dicurigai menjadi tersangka, hal ini

menimbulkan hubungan antara pihak kerajaan dengan kalangan santri

menjadi retak sampai akhir masa pemerintahanya, sikap amangkurat yang

sangat sadis itu dicatat oleh VOC, Rijklof Volkertz Van Goenes ia

menuliskan kesaksianya tersebut pada buku yang berjudul javaenese

reyse: De Bezoeken van een VOC-Gezant aan bet Hof van Mataram 1648-

58

Ardian Kresna, Sejarah Panjang Mataram, h. 52.

Page 43: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

32

1654, dan H.J De Graaf di dalam bukunya yang berjudul Disintegrasi

Mataram di Bawah Mangkurat I (1987).59

Sikap Amangkurat I menimbulkan pemberontakan yang di lakukan

oleh Trunojoyo, Trunojoyo adalah putra Demang Melaya dari Sampang,

Madura, ia diangkat menjadi menantu oleh Panembahan Kajoran dan di

besarkan di Mataram, dengan demikian Trunojoyo banyak melihat

kekejaman di dalam istana Mataram, ia mendengar kabar tentang

penaklukan Sultan Agung terhadap orang-orang Madura bahkan kakeknya

dibunuh bersama kerabat dan raja-raja lain di Madura, selain itu ia juga

mengetahui bahwa masyarakat Madura tidak puas hidup di Mataram, di

sisi lain ia menganggap pamanya yaitu Cakraningrat II yang di jadikan

bupati di Madura oleh Sultan Agung terlalu menghamba kepada Mataram,

oleh karena itu Trunojoyo menjadi benci terhadap Mataram maka timbul

tekad Trunojoyo untuk menghimpun kekuatan orang-orang Madura untuk

melawan kekuasaan Mataram yang kejam.60

Saat pasukan Trunojoyo berhasil menduduki Plered ibu kota

Mataram, sehingga semua harta Amangkurat I, harta pusaka kerajaan, para

isteri Amangkurat I, mahkota emas peninggalan Majapahit di bawa ke

Kediri tempat Trunojoyo hendak mendirikan pusat kerajaan dan

pemerintahan yang baru. Sementara itu ia memberikan kekuasaan

Mataram di Plered kepada Pangeran Puger salah satu anak dari

Amangkurat I yang bersikap loyal terhadap perjuanganya, kemudian

59

Ardian Kresna, Sejarah Panjang Mataram, h. 54. 60

Ardian Kresna, Sejarah Panjang Mataram, h. 64.

Page 44: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

33

Pangeran Puger menobatkan diri manjadi Raja Mataram dengan gelar

Susuhunan Ing Ngabdurachman Sayidin Panatagama.61

Amangkurat II berada pada posisi yang sulit kemudian ia meminta

bantuan kepada VOC dengan kesepakatan bahwa VOC akan menyerang

Trunojoyo bersama pasukan Mataram yang telah berhasil dikuasainya, dan

bila perang telah usai Amangkurat II harus mengganti semua biaya yang

dikeluarkan oleh pihan VOC dan menyerahkan sebagian daerah untuk

memperluas kepentingan perdagangan VOC hingga samudera Hindia,

Semarang, dan daera-daerah lainya.62

Setelah pemberontakan Trunojoyo usai, terjadi pemberontakan

yang dilakukan oleh Untung Suropati ia adalah seorang budak belian dari

Pulau Bali yang di beli oleh salah satu keluarga Belanda, ia terpaksa

melarikan diri untuk menghindari hukuman karena perbuatan kriminalnya

dan juga persoalan asmara dengan Suzane salah seorang anggota keluarga

Belanda, keberanian Untung Suropati semakin membuatnya terkenal, ia

pun mendapat simpati dari rakyat dan bupati yang mendukung

perjuanganya, ia mendirikan kerajaan yang lepas dari kekuasaan Mataram

dan menobatkan diri menjadi rajanya. Hal ini menjadikan Amangkurat II

semakin kehilangan pamor dan wibawanya sehingga sulit untuk

mengembalikan pengaruhnya di wilayah timur Jawa, Amangkurat II wafat

61

Soedjipto Abimanyu, Kitab Terlengkap Sejarah Mataram Seluk Beluk Berdirinya

Kessultana Yogyakarta dan Kasunan Surakarta, h. 98. 62

Soedjipto Abimanyu, Kitab Terlengkap Sejarah Mataram Seluk Beluk Berdirinya

Kesultana Yogyakarta dan Kasunan Surakarta, h. 115.

Page 45: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

34

selanjutnya tahta Mataram digantikan oleh puteranya yang bergelar

Kanjeng Sunan Mangkurat Mas atau Amangkurat III.63

Hal pertama yang dilakukan oleh Amangkurat III setelah naik tahta

adalah memberikan hukuman kepada keluarga kerajaan yang pernah

bertengkar denganya sehingga, sebulan setelah pengangkatanya timbul

pergolakan di dalam istana Mataram, sejumlah pangeran kerajaan mulai

membentuk kubu perlawanan dengan cara membuat kelompok tandingan

untuk mengangkat Pangeran Puger menjadi junjunganya, Pangeran Puger

adalah putra dari Amangkurat I, kakak beradik dengan Amangkurat II, dan

paman dari Amangkurat III.

Para putera Pangeran Puger mulai meninggalkan istana kemudian

menyusun rencana perlawanan dan pemberontakan di Banyumas, akhirnya

Pangeran Puger berhasil ditangkap oleh Amangkurat III kemudian ditawan

dalam sebuah grunjong atau kurungan bambu besar dan dipertontonkan

kepada rakyat di alun-alun Surakarta, hal ini membuat pangeran puger

sakit hati, ia berusaha meloloskan diri dan membalas dendam kepada

keponakanya. Pada tahun 1704 Pangeran Puger berhasil meloloskan diri

dari keraton Kartosuro, ia segera menuju semarang untuk meminta

perlindungan kepada kompeni, ia juga meyakinkan pihak kompeni bahwa

Amangkurat III telah bersekutu dengan Untung Seropati sehingga hal ini

mengancam VOC.64

63

Ardian Kresna, Sejarah Panjang Mataram, h. 88. 64

Ardian Kresna, Sejarah Panjang Mataram, h. 89.

Page 46: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

35

Pada Juni 1704 Pangeran Puger diakui oleh Kompeni sebagai

Pakubuwana I, sehingga semakin membuat perpecahan antara pihan

Amangkurat III dengan Pangeran Puger semakin nyata, Pangeran Puger

meminta bantuan VOC untuk menghadapi Amangkurat III sehingga

Amangkurat III tidak bisa meminta bantuan VOC, pada tahub 1681 VOC

dan Pangeran Puger telah terikat sebuah perjanjian yaitu ketika Pangeran

Puger mengakui kedaulatan Amangkurat II pihak kompeni akan

melindungi jiwanya, disamping itu VOC sudah tidak mempercayai

Amangkurat III, karena ayahnya yaitu Amangkurat II tidak berhutang

kepada VOC.

Para bupati daerah pesisir utara Jawa dan beberapa pejabat tinggi

Mataram semakin bersimpati dan mengakui Pangeran Puger sebagai

rajanya, VOC pun lebih memilih Pangeran Puger dari pada Amangkurat

III sebagai raja Mataram, karena memang pada dasarnya Pangeran Puger

telah mendambakan tahta tersebut selama 25 tahun yang lalu, maka untuk

memuluskan langkahnya menjadi raja Mataram ia membuat perjanjian

dengan pihak kompeni. Amangkurat III yang memberontak akhirnya

berhasil di tangkap di Batavia oleh VOC, kemuadian dia dihukum dan

dibuang ke Ceylon, Sri Langka pada tahun 1734 dan meninggal ditempat

pembuangan.65

Pakubuwana I pun harus menebus kemenangan itu dengan harga

mahal, ia harus menyerahkan Jepara, Demak, Tegal, Priangan, Cirebon

65

Ardian Kresna, Sejarah Panjang Mataram, h. 90.

Page 47: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

36

dan Madura bagian timur kepada Belanda. Setelah 15 tahun menjabat

sebagai raja Mataram Kartasuro di tengah-tengah keretakan yang terjadidi

wilayah timur Jawa, Pakubuwana I wafat dan di makamkan di Imogiri,

selanjutnya tahta mataram diserahkan kepada anaknya yakni Pangeran

Adipati Anom Mangkubumi yang bergelar Amangkurat IV, ia lebih

memilih menggunakan Amangkurat dari pada gelar Pakubuwana sebab ia

mempercayai suatu ramalan yang menyatakan bahwa penggunaan gelar

Pakubuwana akan mengakibatkan keraton terseret pada perpecahan

besar.66

Pengengkatan Amangkurat IV menimbulkan kontroversi bebrapa

putera Pakubuwana I dan isterinya yang lain tidak menyetujui penobatan

Amangkurat IV, sebab mereka menganggap diri mereka sebagai putera

sulung Pakubuwana I, mereka berkomplot dengan putera mendiang

Untung Suropati bahkan dengan putera Amangkurat IV yang bernama

Pangeran Hamengkunegoro untuk melawanya, maka terjadilah perang

keluarga yang disebut Perang Suksesi Jawa II yang berlangsung selama 4

tahun dari tahun 1719-1723, dengan bantuan kompeni Amangkurat IV

berhasil menumpas para pemberontak dan bebrapa pangeran yang

memberontak tersebut di hokum mati oleh Amangkurat IV, dan yang

masih tersisa menyerahkan diri, Amangkurat IV wafat pada Ahad Pahing

66

Ardian Kresna, Sejarah Panjang Mataram, h. 92.

Page 48: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

37

17 Besar tahu Jimakir 1642 (1727 M) sebelum perang bener-benar dapat

diredam.67

Pengganti dari Amangkurat IV yakni Raden Mas Gusti Prabu

Suyasa ia bergelar sebagai Pakubuwana II, ia memiliki cita-cita yang luhur

seperti ingin memulihkan citra ulama yang shalih, kepribadian mulia itu ia

kembangkan, namun sayangnya pendirian Pakubuwana II kurang kuat

sehingga ia sering ragu-ragu dalam mengambil keputusan di tengah

berbagai persekongkolan keluarga istana yang tak kunjung padam,

akibatnya kebijakan yang diambilnya justeru membawa Mataram ke

jurang kemelut yang semakin dalam.68

Awalnya hubungan Pakubuwana II dengan VOC berjalan cukup

baik ia membayar semua utang yang digunakan untuk biaya perang sejak

zaman kakeknya yakni Pakubuwana I dengan cara mengangsur kepada

VOC, terjadi peristiwa Geger Pecinan VOC meyakini bahwa komunitas

etnis Cina di Batavia ikut bersekongkol dalam penyerangan terhadap

VOC, pada Oktober 1740 ketegangan ini meletus menjadi konflik yang

membakar seluruh Jawa dalam rentetan perang selama belasan tahun,

peristiwa ini dipicu oleh pembantaian warga Cina yang di lakukan oleh

masyarakat Eropa di Batavia atas izin Adriaan Valckeneir selaku Gubernur

Jendral VOC, sekitar sepuluh ribu orang cina tewas dan pemukiman

mereka dibakar.69

67

Ardian Kresna, Sejarah Panjang Mataram, h. 99. 68

Ardian Kresna, Sejarah Panjang Mataram, h. 102. 69

Ardian Kresna, Sejarah Panjang Mataram, h. 105.

Page 49: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

38

Karena Pakubuwana II merasa pembayaran yang dibebankan oleh

VOC semakin memberatkan pihaknya, maka ia membantu orang Cina

untuk menyerbu markas VOC, lama kelamaan VOC mencurigai

Pakubuwana II telah membantu orang Cina dalam penyerbuanya terhadap

VOC, menyadari posisinya terancam Pakubuwana II berbalik menyatakan

kesetiaan dan meminta dukungan kepada VOC, kemudian ia menjalin

perdamaian dengan VOC dan menandatangani perjanjian Pakubuwana II

bersedia menerima bantuan militer kompeni namun sebagai imbalanya dia

harus menyerahkan seluruh daerah Pantai Utara Jawa beserta pelabuhan-

pelabuhanya selain itu dia juga harus menyerahkan Jawa Timur dan Pulau

Madura dengan demikian kedaulatan Mataram telah tergadaikan kepada

VOC.

Pakubuwana III adalah raja kedua Kesunan Surakarta yang

memerintah pada tahun 1749-1788, mataram kembali bergolak karena

adanya perebutan tahta antar keluarga istana, terjadi perjannjian Giyanti

berdasarkan perjanjian ini wilayah Mataram dibagi menjadi dua yaitu

wilayah di sebelah timur Kali Opak (melintasi daerah Prambanan

sekarang) dikuasai oleh pewaris tahta Mataram Sunan Pakubuwana III

berkedudukan di Surakarta, sementara itu wilayah di sebelah barat (daerah

Mataram yang asli) diserahkan kepada Pangeran Mangkubumi yang

Page 50: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

39

kemudian diangkat menjadi Sultan Hamengkubowono I yang

berkedudukan di Yogyakarta.70

Pakubuwana III merupakan raja yang tunduk kepada VOC ia

sangat bergantung kepada Belanda, maka setiap kebijakan VOC selalu

diterimanya dengan patuh, hal ini menyebabkan munculnya ketegangan di

dalam istana karena munculnya komplotan-komplotan yang berusaha

mengendalikan pemerintahanya, ketegangan ini berlangsung hingga

Pakubuwana III wafat dan digantikan oleh puteranya yang bergelar

Pakubuwana IV.71

Panjangnya perjalanan Mataram dan banyaknya peristiwa yang

mewarnai sejarahnya membuat terbentuknya kepribadian Pakubuwana IV

menjadi raja yang penuh dengan cita-cita yang agung, ia ingin menjadikan

Surakarta sebagai negeri yang paling utama di Jawa dan bahkan dapat

mengalahkan Yogyakarta, Pakubuwana IV menjadi seorang raja yang

pemberani dan bercita-cita tinggi dan sangat anti VOC terutama karena

sikap residen Surakarta bernama W.A Palm yang korup, ia tertarik dengan

paham kejawen maka ia mengangkat tokoh-tokoh dari golongan tersebut

untuk duduk dalam pemerintahan, para tokoh kejawen mendukung

Pakubuwana IV untuk membebaskan diri dari VOC, awalnya Pakubuwana

IV bersifat akomodatif terhadap pemerintah Belanda namun ia kemudian

berkomplot dengan Pasukan Sepoy yaitu tentara dari India yang dibawa

Inggris untuk bertugas di Jawa untuk melawan pemerintah Belanda,

70

Soedjipto Abimanyu, Kitab Terlengkap Sejarah Mataram Seluk Beluk Berdirinya

Kesultana Yogyakarta dan Kasunan Surakarta, h. 134. 71

Ardian Kresna, Sejarah Panjang Mataram, h. 140.

Page 51: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

40

Pakubuwana IV pandai bersandiwara di depan Thomas Reffles wakul

pemerintah Inggris yang telah menggeser belanda pada tahun 1811, masa

pemerintahan Pakubuwana IV terjadi pergantian penjajah yaitu dijajah

oleh bangsa Inggris lalu kembali dijajah oleh Belanda (1816), selain

dikenal sebagai ahli politik yang cedik Pakubuwana IV juga terkenal

dalam bidang sastra, khususnya sastra yang bersifat rohani.72

72

Soedjipto Abimanyu, Kitab Terlengkap Sejarah Mataram Seluk Beluk Berdirinya

Kesultana Yogyakarta dan Kasunan Surakarta, h. 322.

Page 52: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

41

BAB III

ETIKA DAN SERAT WULANGREH

A. Definisi Etika

Dari segi etimologi istilah etika berasal dari Yunani kuno “ethos” dalam

bentuk tunggal mempunyai banyak arti yaitu padang rumput, kandang, habitat,

kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, cara berpikir, dalam bentuk jamak

“ta etha” berarti adat kebiasaan. Etika identik dengan perkataan moral yang

berasal dari kata Latin “Mos” yang dalam bentuk jamaknya “Mores” yang berarti

adat atau cara hidup, etika adalah salah satu cabang filsafat yang berbicara

mengenai nilai dan norma, moral, yang menentukan perilaku manusia dalam

hidupnya. Jadi dapat di batasi asal-usul kata etika berarti ilmu tentang apa yang

bisa di lakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. 73

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), etika berarti ilmu

tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban, moral,

akhlak,74

Etika juga dapat di sebut sebagai filsafat moral, misalkan moralitas

suatu perbuatan, artinya segi moral suatu perbuatan atau baik buruknya, moralitas

adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik

dan buruk, Etika dan moral sama artinya, tetapi dalam pemakaian sehari-hari

73

K. Bertnes, Etika, (Yogyakarta: Kanisius) h 4. 74

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar

Bahasa Indonesia (selanjutnya ditulis KBBI) (Jakarta: Gramedia, 2008), h. 383.

41

Page 53: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

42

berbeda, moral atau moralitas di pakai untuk perbuatan yang sedang dinilai,

sedangkan etika di pakai untuk pengkajian nilai-nilai yang ada.75

Para ahli berbeda-beda pendapat mengenai definisi etika yang

sesungguhnya, masing- masing mempunyai pandangan sebagai berikut:

Franz Magnis Suseno menjelaskan, etika merupakan ilmu dan bukan

sebuah ajaran, yang memberi kita norma tentang bagaimana kita harus hidup

yakni moralitas, etika hanya melakukan refleksi kritis atas norma atau ajaran

moral tersebut, etika adalah perwujudan dan pengejawantahan secara kritis dan

rasional ajaran moral yang siap di pakai.76

Menurut Mulyadhi Kartanegara, etika sebagai cabang ilmu filsafat tidak

dapat di pahami hanya sekedar adat atau sopan santun begitu saja, etika adalah

filsafat moral atau akhlak tapi bukan akhlak itu sendiri, dalam bahasa Arab

disebut ilm al-akhlaq, tapi bukan akhlak itu sendiri, karena akhlak itu artinya

karakter manusia.77

Kemudian Rosmaria Syafariah, etika berasal dari bahasa Latin yakni

“ethicus” yang berarti kesusilaan atau moral, maksudnya adalah tingkah laku

yang ada kaitanya dengan norma-norma sosial baik yang sedang berjalan maupun

yang akan terjadi.78

75

Achmad Charris Zubair, Kuliah Etika, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995) h. 13. 76

Burhanuddin Salam, Etika Sosisal, Asas Moral, Dalam Kehidupan Manusia, (Jakarta:

Rineka Cipata) h. 1. 77

Mulyadhi Kartanegara, Filsafat Islam Etika, Dan Tasawuf, (Jakarta: Ushul Press, 2009)

h 52. 78

Rosmaria Syafariah Widjajanti, Etika, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN, 2008) h. 23.

Page 54: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

43

Selanjutnya, M. Amin Abdullah mengartikan etika sebagai ilmu yang

mempelajari tentang baik dan buruk, jadi dapat di katakana etika merupakan teori

perbuatan baik dan buruk (ethic atau „ilm al-akhlak al-karimah), praktiknya dapat

di lakukan dalam disiplin falsafah.79

Etika dalam islam di artikan sebagai akhlak, dengan demikian islam

mengatakan bahwa akhlak yang baik adalah semualia-mulianya sesuatu, sebaik-

baiknya manusia dengan akhlak yang baik, manusia lebih tinggi derajatnya dari

pada binatang, karena manusia sebagai subjek di bumi ini memiliki keunggulan di

bandingkan makhluk lain karena di bekali akal dan hati yang memerankan

perananya dalam menentukan baik dan buruk.80

Dari beberapa definisi di atas, etika sebagai bagian dari cabang filsafat

yang di pahami sebagai refleksi tentang kehidupan yang dijalani manusia, yang di

lakukan dengan penuh kesadaran, yang berkaitan dengan bagaimana cara hidup

yang bermutu demi tercapainya tujuan hidup yang di kehendaki yaitu

kebahagiaan, etika merupakan suatu ilmu yang membicarakan masalah perbuatan

atau tingkah laku manusia.

B. Etika Bernegara

Telah di jelaskan di atas bahwa etika merupakan ilmu pengetahuan yang

bertugas memberikan pertimbangan perilaku manusia dalam masyarakat apakah

baik atau buruk, benar atau salah, etika juga dapat di pahami sebagai ilmu yang

79

Teti Pujiawati, dalam Skripsinya dengan judul, Etika Hubungan Murid Dan Guru

Dalam Serat Dewaruci, (Jakarta: Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatullah: 2017) h. 32. 80

Nur Fatikhah, dalam Skripsinya dengan judul, Kode Etik Mahasiswa UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta Tahun 2012/2013 Dalam Penerapan Perspektif Etika, (Jakarta: Fakultas

Ushuluddin, 2016) h. 34.

Page 55: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

44

membicarakan mengenai baik dan buruknya perilaku manusia dalam kehidupan

bersama.

Sebelum membahas definisi bernegara akan di bahas definisi dari negara,

dan politik terlebih dahulu, karena ke tiganya saling berkaitan, kata negara

merupakan terjemahan dari bahasa asing, state dan staat yang di ambil dari bahasa

Latin status atau statum yang berarti keadaan tegak dan tetap, secara terminologi

negara di mengerti sebagai organisasi tertinggi di antara satu kelompok

masyarakat yang mempunyai cita-cita untuk bersatu,81

akan menjadi suatu negara

jika terdapat bagian-bagian untuk membentuknya sehingga apabila suatu bagian

tidak terpenuhi maka tidak memenuhi syarat, atau di sebut dengan unsur-unsur,

unsur-unsur agar terbentuknya negara adalah adanya pemerintahan, penduduk,

wilayah dan pengakuan.

Sedangkan kata politik berasal dari bahasa Yunani yaitu “polis” yang

berarti kota, negara kota, dari konsep polis berkembang konsep “polites” yang

bermakna warga negara,82

dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) politik

adalah pengetahuan mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan, seperti sistem

pemerintahan, atau segala urusan dan tindakan seperti kebijakan mengenai

pemerintahan negara atau terhadap negara lain.83

81

Aryaning Arya Kresna, Etika Dan Tertib Hidup Berwarga Negara, (Jakarta: Salemba

Humanika, 2010) h. 94. 82

Desy Yeni Verawati, “Etika Politik Nur Cholish Madjid”. Skripsi S1 Fakultas

Ushuluddin, h. 38. 83

KBBI, h. 1091.

Page 56: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

45

Selanjutnya bernegara berasal dari kata negara, menurut KBBI bernegara

berarti mempunyai negara atau menjalankan pemerintahan negara.84

Etika

bernegara merupakan suatu gerak yang berangkat dari moral dan melampauinya

dalam suatu teori dalam negara, etika bernegara merupakan perilaku atau sikap

taat kepada aturan yang telah di sepakati bersama, sehingga mampu membuatnya

menempatkan diri secara baik dalam pergaulan sosial.85

Orang yang mampu

memasuki dimensi moral dalam kehidupanya mudah menyesuaikan dalam

bernegara.

Para filosof Yunani menuangkan gagasanya mengenai etika bernegara,

teori kenegaraan Plato menjelaskan bahwa tugas etik manusia adalah dikaitkan

dengan kedudukanya dalam negara. Manusia adalah makhluk sosial sehingga

dalam mencapai tujuan hidupnya yakni eudaimonia atau hidup yang baik maka di

perlukan negara, persoalan pokok dalam negara adalah keselamatan para warga

negara bukan orang yang memerintah, orang yang memerintah harus

mengorbankan hidupnya bagi pemerintahanya dengan cara mengorbankan

kepentingan diri sendiri, orang-orang yang memerintah harus orang yang pandai

dan memiliki pendidikan yang melebihi golongan-golongan lain, tidak boleh

memiliki milik pribadi sebab semuanya akan menggoda pemimpin untuk berbuat

tidak adil. Tugas para negarawan adalah menciptakan keselarasan antara semua

84

KBBI, h. 956. 85

Haryatmoko, Etika Politik Dan Kekusaan, (Jakart: Kompas Media Nusantara, 2003) h

23.

Page 57: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

46

tugas, menurut Plato negara harus berfungsi sebagai dokter yang dapat

memberikan obat terhadap banyak penyakit bagi pasienya.86

Ajaran Aristoteles menjelaskan bahwa manusia adalah zoon politicon

yakni makhluk sosial yang hidup membentuk masyarakat, demi keberadaanya dan

penyempurnaanya di perlukan hubungan dengan orang lain. Untuk kepentingan

itulah di butuhkan negara yang baik, yang bersifat demokratis moderat atau

demokrasi dengan undang-undang dasar, agar tujuan yang sama-sama ingin di

capai yaitu terbinanya warga negara yang baik, yang susila, yang setia kepada

negara dan sebagainya, yang kesemuanya itu merupakan kewajiban moral dari

setiap warga negara, sebagai modal pokok untuk membentuk suatu kehidupan

bernegara, berpolitik yang baik dalam artian makmur, tentram dan sejahtera.87

Selain Plato dan Aristoteles, filosof islam yakni al-Farabi juga berpendapat

mengenai etika bernegera, bahwa manusia adalah makhluk sosial yang

mempunyai kecenderungan bermasyarakat karena tidak mampu memenuhi

kebutuhanya sendiri tanpa bantuan atau kerjasama dengan orang lain. Negara

berfungsi semata-mata tidak hanya memenuhi kebutuhan pokok hidup tetapi juga

untuk menghasilkan kelengkapan hidup yang akan memberikan kebahagiaan

material maupun spiritual, menurutnya pemimpin negara sebaiknya seorang

86

Musahadi, Mundiri, Membangun Negara Bermoral Etika Bernegara Dalam Naskah

Klasik Jawa-Islam, (Semarang: Pusat Pengkajian Islam Dan Budaya IAIN Wlisongo) h. 9. 87

Burhanuddin Salam, Etika Sosial Asas Moral Dalam Kehidupan Manusia, (Jakarta:

Rineka Cipta, 2002) h. 111.

Page 58: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

47

filosof yang mendapatkan kearifan melalui rasio atau seorang nabi yang

mempunyai kearifan melalui wahyu.88

Dari uraian di atas pengertian etika, negara, politik, dan bernegara, dapat

di simpulkan bahwa politik merupakan pengetahuan mengenai ketatanegaraan

atau kenegaraan seperti sistem pemerintah, sedangkan bernegara berrarti

mempunyai negara atau orang yang menjalankan pemerintah negara, maka etika

bernegara merupakan aturan-aturan yang mencakup perilaku yang harus di

jalankan oleh semua yang menjadi faktor terbentuknya negara yakni pemerintahan

dan masyarakat, agar tercapai tujuan dari suatu negara seperti berkurangnya

penyelewengan, ketentaraman, dan keadilan.

Masyarakat Jawa mempunyai pandanganya sendiri dalam memandang

etika bernegara, pandangan orang Jawa sebelum adanya modernisasi, masih kental

dengan kepercayaan yang menganggap bahwa di dalam dunia ini manusia dan

benda-benda memiliki suatu kekuatan yang istimewa yang di namakan

dinamisme.89

Begitupun kepercayaan terhadap raja, raja dan kraton merupakan

pusat atau inti dari kekuasaan, raja atau ratu di lihat sebagai personifikasi Tuhan,

sementara keraton di anggap sebagai wadah yang menapung semua kekuatan

supranatural, dengan demikian kombinasi antara raja dan keraton merupakan

pusat dari pusatnya kekuasaan dan mengungkapkan adanya kesatuan dan

keteraturan tata kosmos (jagad raya) yang mereplikasikan dirinya kedalam

bangunan kekuasaan raja dan keraton.

88

Musahadi, Mundiri, Membangun Negara Bermoral Etika Bernegara Dalam Naskah

Klasik Jawa-Islam, h. 10. 89

Muhammad Said, Etika Masyarakat Indonesia, (Jakarta: Pradnya Pramita, 1980) h. 36.

Page 59: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

48

Maka posisi raja dan keraton menjadi sangat penting, raja merupakan

pusat mikro kosmos kerajaan dan duduk di puncak hierarkis status, raja

merupakan pusat perhimpunan kekuasaan, raja di bayangkan sebagai pintu air

yang menampung seluruh air sungai dan bagi tanah yang lebih rendah merupakan

satu-satunya sumber air dan kesuburan, sementara keraton merupakan institusi

pendamping dalam proses pemutusan itu, sebab bagi rakyat Jawa keraton tidak

hanya di hayati sebagai pusat politik budaya melainkan juga sebagai pusat

keramat kerajaan.90

Kekuasaan juga berkaitan dengan turunnya wahyu sehingga raja

merupakan pengejawantahan dari Tuhan, konsep kekuasaan dalam pemikiran

kebudayaan Jawa berdasarkan Wahyu Cakraningrat atau Wahyu Kraton, dengan

demikian kebaktian terhadap raja secara praktis adalah kebaktian terhadap Tuhan,

pahan-paham seperti ini kemudian mempunyai konsekuensi yang mendalam,

sebab raja adalah wakil Tuhan maka kawula (rakyat) termasuk juga putera sentana

tidak diperbolehkan membuka rahasia kejelekan raja termasuk pemerintahanya

bahkan ada kata-kata yang berbunyi “barang siapa tidak menurut perintah raja,

bagai mengingkari kehendak Tuhan”, kuatnya hubungan antara Tuhan dan raja ini

menyebabkan pembaktian diri terhadap raja haruslah dilakukan dengan ikhlas dan

ketulusan.91

Sudah disebutkan bahwa hubungan antara kawula dan Gusti bersifat satu

arah, di mana rakyat merasa bahwa hidupnya tergantung pada raja, karena di

90

Ruspana, Etika Pemerintahan Menurut Filsafat Jawa Wulangreh Paku Buwana IV, h. 5. 91

Andi Harsono, Tafsir Ajaran Serat Wulangreh, h. 20.

Page 60: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

49

tangan raja lah dapat diciptakan kemakmuran dan ketentraman, rakyat

menganggap raja memiliki sifat-sifat yang tidak dimiliki oleh manusia biasa,

inilah yang menyebabkan rakyat tunduk dan patuh kepada raja, tunduknya rakyat

kepada raja. Di samping karena raja menduduki hirarki sosial tertinggi, juga

karena adanya kepercayaan bahwa raja berkuasa berdasarkan wahyu dan

bertindak sebagai wakil Tuhan yang harus disembah dan ditaati. Oleh karena itu,

raja memegang tampuk kekuasaan yang penting sehingga menjadi seorang raja

merupakan pekerjaan yang tidak mudah, berdasarkan konsep bahwa raja memiliki

wahyu kraton maka sikap taat kepada raja, melayani, dan mempercayainya secara

tulus merupakan sikap seorang rakyat yang baik.

C. Arti dan Tujuan Pembuatan Serat Wulangreh

Perkembangan sastra Jawa meliputi berbagai zaman yang di dalamnya

terjadi perubahan-perubahan baik sosial maupun budaya yang di dorong oleh

berbagai faktor historis. Termasuk peran berbagai pemicu seperti terdapatnya

tujuan-tujuan politik, ekonomis, keagamaan dan lain-lain, perkembangan sastra

yang terjadi di Indonesia sering kali terkait dengan peristiwa dalam pergaulan

antar bangsa dalam kurun waktu tertentu ternyata, sehingga membuka jalan untuk

terjadinya proses akulturasi dengan kebudayaan lain.

Terbagi periode-periode perkembangan sastra, salah satunya adalah pada

zaman Surakarta awal yang menghasilkan kitab-kitab penggubahan kembali karya

sastra kakawin Jawa kuna kedalam tembang macapat dengan bahasa Jawa baru

seperti Serat Wiwaha Jarwa karya Pakubuwana III hasil pengggubahan kembali

dari Arjuna Wiwahan karya Empu Kanwa, zaman penciptaan menghasilkan kitab-

Page 61: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

50

kitab ciptaan para pujangga dari zaman itu seperti Serat Wulangreh karya

Pakubowono IV, Serat Babat Giyanti karya R. Ng Yasadipura dan Cemporet

karya R. Ng Ronggo Warsito.92

Karya satra dapat menunjukan asal-usul dan lingkungan sosial

pengarangnya, pengarang yang terpandang dengan karya sastranya yang cukup

bermutu dengan sendirinya meningkatkan martabat raja, pengarang yang telah

mencapai kedudukan tinggi dan termasyhur karena karyanya, diberi sebutan

pujangga, pujangga dianggap memiliki kelebihan bahkan kemampuan istimewa

mereka dianggap memiliki wahyu kepujanggaan mereka ahli sastra, cendekiawan

dan memiliki predikat kemampua lainya.93

Salah satu gambaran penciptaan sastra tersebut dapat dilihat melalui

keahlian Pakubuwono IV dalam bidang seni sastra yang tidak diragukan lagi,

pemerintahan Pakubuwono IV tidaklah mulus, banyak terjadi konflik di

dalamnya, seperti terjadi perang saudara, pemberontakan, perebutan kekuasaan

dan campur tangan VOC yang tampil seolah-olah menjadi penyelamat. Namun

nyatanya VOC tampil hanya untuk mengambil keuntungan dalam setiap

permasalahan yang terjadi di keraton, hal ini menjadikan kekuasaan kraton

semakin terancam.

Pada waktu itu gubernur jendral Hindia Belanda yang berkuasa bernama

Herman William Deandels, Deandels adalah sosok gubernur yang kejam ia

menerapkan aturan yang semakin merendahkan kedaulatan keraton bahkan ia

bertindak keras terhadap raja-raja Jawa, Deandels mengharuskan semua raja

92

Edi Sedyawati, Sastra Jawa Suatu Tinjauan Umum, (Jakarta: Balai Pustaka, 2001) h. 4. 93

Edi Sedyawati, Sastra Jawa Suatu Tinjauan Umum, h. 8.

Page 62: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

51

peribumi mengakui raja Belanda sebagai junjunganya ia mengubah jabatan

pejabat Belanda di keraton Surakarta dan Yogyakarta dari residen menjadi

minister, minister bertindak tidak lagi sebagai wakil pejabat Belanda melainkan

sebagai wakil raja Belanda dan juga wakilnya di keraton Jawa.94

Kedaulatan Sunan di Surakarta sejak tahun 1749 dapat dikatakan sudah

hilang, pengaruh sistem administrasi kolonial Belanda semakin menguasai

kehidupan politik Kasunan Surakarta, semua kegiatan Sunan harus mendapatkan

izin dari kompeni baik melalui gubernur maupun residen, abdi dalem Surakarta

mempunyai dua majikan yakni Belanda dan Sunan sendiri, setiap terjadi

perjanjian dengan kompeni terjadilah pula pengurangan kedaulatan dipihak

Sunan, kerajaan yang semula utuh akhirnya tergadaikan kepada kompeni.95

Maka dari itu Pakubuwana IV sangat membenci dan anti terhadap VOC,

kemudian Pakubuwana IV membuat perubahan guna menyelamatkan kerajaan

dan masyarakatnya yang telah bobrok, akibat masalah yang ditimbulkan dari

dalam keraton sendiri maupun campur tangan VOC, Pakubuwana IV di kenal

sebagai raja yang patuh terhadap agama, menjadikan dukungan para ulama sangat

berpengaruh terhadap keputusan-keputusan politik yang didasarkan atas

nasihatnya.

Sebagai seorang raja Pakubuwana IV berhak dan bahkan wajib menjaga

dan memelihara kelangsungan kebaikan dan kemuliaan kerajaanya, ia melakukan

gerbrakan perubahan seperti penerapan syariat islam di Surakarta dengan cara

penerapan hukum islam dengan mendirikan Pengadilan Surambi atau Hukum

94

Soedjipto Abimanyu, Kitab Terlengkap Sejarah Mataram Seluk Beluk Berdirinya

Kesultana Yogyakarta dan Kasunan Surakarta, h. 350. 95

Andi Harsono, Tafsir Ajaran Serat Wulangreh, h. 22.

Page 63: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

52

Ndalem, dalam penerapanya pengadilan ini dipimpin oleh seorang penghulu yang

di bantu empat ulama dan delapan khatib, pengadilan ini di laksanakan di Masjid

Agung Surakarta, karena merupakan pengadilan islam maka yang menjadi

pedoman dalam pengadilan ini adalah al-Qur‟an, hadits, dan kitab-kitab islam

lainya seperti kitab karangan Imam Syafi‟i yang disadur dari Al-Wajiz dan kitab

karangan Imam Ghazali, pada masa itu Pengadilan Surambi menjadi Pengadilan

tertinggi kerajaan yang dilimpahi kewenangan memutuskan segala tindak

kejahatan.96

Kemudian mengganti abdi dalem yang tidak patuh kepada syariat agama,

beberapa abdi dalem yang dipecat seperti Tumenggung Pringgoloyo dan

Tumenggung Mangkuyudo, mengganti pakaian prajurit yang sebelumnya seperti

prajurit Belanda di ganti dengan pakaian prajurit Jawa, setiap hari Jumat Sunan

bersembahyang di Masjid Besar, setiap abdi dalem yang menghadap raja di

wajibkan menggunakan pakaian santri.97

Setiap ibu kota kabupaten, kawedanan,

dan desa harus mempunyai masjid sebagai pusat perkembangan agama Islam,

Masjid Besar di ibu kota kabupaten dipimpin oleh seorang penghulu yang

bertugas sebagai penyelenggara urusan agama baik di bidang ibadat dan

muamalat.

Pakubuwana IV juga menulis sebuah Tembang98

yakni Serat Wulangreh,

Serat Wulangreh ditulis dalam bentuk sekat Macapat (nyanyian yang dimasukan

96

Soedjipto Abimanyu, Kitab Terlengkap Sejarah Mataram Seluk Beluk Berdirinya

Kesultana Yogyakarta dan Kasunan Surakarta, h. 352. 97

Soedjipto Abimanyu, Kitab Terlengkap Sejarah Mataram Seluk Beluk Berdirinya

Kesultana Yogyakarta dan Kasunan Surakarta, h. 346. 98

Dalam khasanah sastra Jawa salah satu jenis karya sastra yang bersifat puitik, gubahan

bahasa atau karya sastra dengan peraturan tertentu dan membacanya harus dilagukan dengan seni

Page 64: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

53

kedalam rumpun macapat) Wulang berarti ajar, Reh berarti perintah, dengan

demikian Serat Wulangreh memiliki pengertian sebuah karya sastra yang berisi

pengetahuan untuk dijadikan bahan pengajaran untuk mencapai keluhuran hidup

atau pelajaran hidup supaya selamat. Serat Wulangerh merupakan karya asli dari

Pakubuwana IV, hal ini banyak di sebutkan dalam ensiklopedi maupun buku-

buku, awal mulanya Serat Wulangreh merupakan Serat Wewelar (pedoman atau

penuntun) untuk putera-putera Sunan agar mereka selalu ingat akan adanya

gejala-gejala kemerosotan moral pada saat beliau sedang memegang tampuk

kekuasaan, maka Serat Wulangreh dapat disebut sebgai ideologi kraton yang lahir

dari pengalaman-pengalaman pemikiran dan pemahaman dari seorang raja.99

Kitab ini selesai ditulis pada hari Ahad (minggu) tanggal 19 besar 1735 tahun Dal

Windu Sancaya Wuku Sungsang atau tahun 1808 M dan merupakan warisan

adihulung.100

Karena Serat Wulangreh berbentuk tembang maka sangat mudah untuk

dihafal oleh orang yang mendengarnya, sehingga kemudian sampai juga kepada

masyarakat atau rakyat di luar keraton melalui abdi dalem yang tinggal di luar

istana sehingga banyak penduduk di desa-desa maupun dipinggiran kota

mendendangkan syair dari Wulangreh. Serat Wulangreh, karya Jawa klasik

bentuk puisi tembang macapat, dalam bahasa jawa baru ditulis tahun 1768-1820

suara. Tembang dalam bahasa Jawa adalah sekar yaitu, karangan yang terikat oleh aturan guru

gatra, guru wilangan, guru lagu beserta lagu-lagunya, tembang sebagai bagian dari hasil kesenian

Jawa merupakan unsur seni budaya atau unsur kesenian yang perlu dilestarikan pembinaan dan

pengembangannya. Sadjijo Prawirodisastra, Pengantar Apresiasi Seni Tembang, (Yogyakarta:

IKIP Yogyakarta, 1991) h. 64. 99

Andi Harsono, Tafsir Ajaran Serat Wulangreh, h. 108. 100

Ruspana, Etika Pemerintahan Menurut Filsafat Jawa Wulangreh Paku Buwana IV, h.

5.

Page 65: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

54

di keraton Kasunanan Surakarta, isi teks tentang ajaran etika manusia ideal yang

ditujukan kepada keluarga raja, kaum bangsawan dan hamba di keraton Surakarta.

Ajaran dari Serat Wulangreh berfariasi, di dalamnya berisi ajaran hidup

bagi pembacanya seperti memahami rahasia hidup, mempertajam mata batin,

kewajiban terhadap orang tua, mengabdi kepada raja dan masih banyak lagi,

meskipun bagian-bagian dari kitab ini relative berfariasi namun satu hal yang jelas

dan menjadi trent pemikiran utama yang melatarbelakangi pembuatan buku

tersebut adalah soal kebaktian kepada negara dan lebih khusus lagi kebaktian

kepada raja.101

Serat Wulangreh banyak tersebar dan sudah mengalami pengecapan

berulang-ulang kali. Namun, setelah beberapa kali mengalami pengecapan isinya

tetap tidak mengalami perubahan, beberapa pengecapan yang terjadi pada Serat

Wulangreh antara lain: terbitan Tuwan Vogel der Heyde and Co di Surakarta

tahun 1900 di Surakarta, Gr. C. T. Van Dorp and Co Semarang, Kolf Buning

Yogyakarta tahun 1937, terbitan Sadubudi Sala, Tan Khoen Swie Kediri,

Reshiwahana, R. M. Soetarto Hardjowahana Sala.102

Teks Serat Wulangreh terdiri atas tiga belas pupuh tembang, diantaranya:

tembang Dhandhanggula, tembang Kinanthi, tembang Gambuh, tembang

Pangkur, tembang Maskumambang, tembang Megatruh, tembang Durma,

tembang Pucung, tembang Megatruh, tembang Mijil, tembang Asmaradana,

tembang Sinom, tembang Wirangrong, tembang Girisa. Dari peninggalan Sri

Pakubuwana IV ini, kita memperoleh keuntungan yaitu dapat meresapi dan

101

Ruspana, Etika Pemerintahan Menurut Filsafat Jawa Wulangreh Paku Buwana IV, h.

6. 102

Darusuparta, Serat Wulangreh Angitan Dalem Wedhatama Winardi, h. 11.

Page 66: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

55

mempelajari pesan dan makna yang terpendam dalam rangkaian kata-kata yang

indah yang dituliskan dalam bentuk Serat.

D. Etika Dalam Serat Wulangreh

Ajaran yang terkandung dalam Serat Wulangreh memuat tentang ajaran

budi pekerti dalam kehidupan masyarakat, memuat isi ajaran tentang keluhuran

hidup yang bermanfaat bagi masyarakat sehingga mempunyai manfaat yang besar,

hal ini ditinjau dari segi isi yang memuat tentang ajaran kebaikan yang bisa

dijadikan sandaran untuk memenuhi kewajiban bagi kehidupan manusia, dari segi

bahasa Serat Wulangreh tidak menggunakan kata-kata yang sulit sehingga

memudahkan pembaca untuk memahami isi dan bisa menerima maksud dari

seratannya.103

Ajaran dari Serat Wulangreh berfariasi, di dalamnya berisi ajaran hidup

bagi pembacanya seperti memahami rahasia hidup, mempertajam mata batin,

kewajiban terhadap orang tua, mengabdi kepada raja dan masih banyak lagi.104

Beberapa tema etika dalam Serat Wulangreh yaitu:

a. Kewasapadaan atau kepriyatinan

Dalam kehidupan, manusia perlu memperhatikan petunjuk-petunjuk seperti:

Hendaknya mengetahui baik dan buruk, sebab tidak akan mengerti soal

baik kalau tidak mengetahui hal-hal yang buruk, selanjutnya adalah mempelajari

adat pedoman atau adat kebiasaan, supaya orang dapat menyesuaikan diri dalam

103

Yuli Widiyono, Tesis, Kajian Tema, Nilai Estetika, Dan Pendidikan Dalam Serat

Wulangreh Karya Sri Susuhan Pakubuwana IV, (Solo: Pascasarjana Universitas Sebelas Maret,

2010) h. 76. 104

Ruspana, Etika Pemerintahan Menurut Filsafat Jawa Wulangreh Paku Buwana IV, h.

6.

Page 67: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

56

pergaulan, kemudian tatakrama, ada pepatah jawa yang menyatakan “tatkrama iku

ngadohake ing penyendu” artinya tatakrama itu menjauhkan diri dari peringatan

orang lain karena kalau tingkah laku di dasarkan atas petunjuk-petunjuk dalam

tatakrama di suatu tempat, maka ia dapat menyesuaikan dengan kebiasaan

masyarakat di daerah itu.105

Keempat hal tersebut perlu di perhatikan, sebab baik

dan buruk watak seseorang dapat dilihat dari tutur kata dan segala tingkah

lakunya.

b. Menerima Kodrat

Dalam menerima kodrat Pakubuwana IV memberikan contoh, kalau

seseorang bodoh kemudian menerima kebodohnya itu sebagai sesuatu yang telah

menjadi kodrat dan tidak mau lagi berusaha untuk belajar maka orang itu

menerima korat yang tidak baik, lain halnya dengan orang yang menerima kodrat

bagi seorang pengabdi yang penuh, ia berusaha dari bawah sehingga akhirnya ia

diberi jabatan yang tinggi dan ia menerimanya dengan keikhlasan batin, artinya ia

berterimakasih kepada Tuhan melalui yang memberi pangkat, maka menerima

kodrat yang demikian ini sebenarnya merupakan penerimaan yang wajar yang

disertai dengan usaha dalam melakukan kewajiban.106

c. Pengendalian diri

Pengendalian diri dilakukan dengan cara prihatin, yaitu mengurangi

makan, minum (berpuasa), menahan nafsu. Semua hal tersebut (makan, minum,

105

Ruspana, Etika Pemerintahan Menurut Filsafat Jawa Wulangreh Paku Buwana IV, h.

15. 106

Ruspana, Etika Pemerintahan Menurut Filsafat Jawa Wulangreh Paku Buwana IV, h.

20.

Page 68: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

57

nafsu) adalah kenikmatan hidup, oleh sebab itu, sebagai kenikmatan, maka makan

dan minum yang berlebihan akan mengakibatkan manusia lupa akan tujuan hidup

di dunia, agar manusia bisa mengontrol nafsu, supaya tidak tergoda pada

perbuatan perbuatan yang tercela (menuruti hawa nafsu), maka haruslah melatih

diri dengan beribadah dengan tekun, prihatin, tidak bermalas-malasan, tidak tidur

dan makan yang berlebihan. Sifat-sifat itulah yang diajarkan Pakubuwana IV

kepada keluarga dan rakyatnya.107

d. Mengenal Diri

Pakubuwana IV berpendapat tidak mudahlah orang hidup yang tidak

mengenal akan hidupnya, jika ingin di hormati maka berlakulah yang semestinya,

jangan asal berkuasa agar di takuti, bukan itu yang di nakaman satria yang

kebetulan menduduki jabatan pemimpin.

Meskipun tema-tema etika dalam Serat Wulangreh bervariasi, namun satu

hal yang jelas dan menjadi trent pemikiran utama yang melatar belakangi

pembuatan buku tersebut adalah soal kebaktian kepada negara dan lebih khusus

lagi kebaktian kepada raja, hal ini dikarenakan terkait kondisi pemerintahan pada

saat Pakubuwana IV membuat Serat Wulangreh.

107

Yuli Widiono, Tesis, Kajian Tema, Nilai Estetika, Dan Pendidikan Dalam Serat

Wulangreh Karya Sri Susuhan Pakubuwana IV , h. 105.

Page 69: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

58

BAB IV

ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREH

Pada bab-bab sebelumnya, telah di uraikan biografi dari Pakubuwana IV,

latar belakang pendidikan dan kehidupan, hingga ia mengarang Serat Wulangreh,

kemudian juga pengertian dari etika, dan etika bernegara. Kajian berikutnya

adalah melakukan penyelidikan mengenai etika bernegara yang terdapat dalam

Serat Wulangreh, bagaimana etika bernegara dalam Serat Wulangreh? Dan

bagaimana hubungan yang baik antara pemerintah dan rakyatnya, begitupun

sebaliknya?. Untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan tersebut, penyelidikan

terhadap etika bernegara dalam Serat Wulangreh di titik beratkan kepada analisis

tembang guna untuk mengetahui apa saja etika bernegara yang ada, karena tema-

tema yang berbeda-beda dalam isi tembang Serat Wulangreh.

A. Etika Pemimpin

Dalam pemerintahan bentuk demokrasi, rakyat sebagai pemegang

kekuasaan, rakyat memberikan mandat kepada pemerintah untuk menjalankan

roda pemerintahan, dan pemerintah harus mempertanggung jawabkan apa yang

telah dilakukanya selama waktu yang telah ditentukanya bersama. Setiap

pergantian periode pemerintahan, pemerintah berusaha meningkatkan mutu

pemerintahanya untuk membina aparatur pemerintahan dan sistem

administrasinya yang tangguh terpercaya dan sehat, administrasi yang buruk dan

58

Page 70: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

59

tidak efisien mempengaruhi kegiatan para warga negara dan mempersubur

penyelewengan seperti korupsi.108

Negara Indonesia di dasarkan atas hukum bukan di dasarkan atas

kekuasaan belaka, penerapan dan pelaksanaan hukum menjadi semakin kompleks

berhubungan dengan terus mengalirnya undang-undang dan peraturan

pelaksanaanya, fungsi utama dari aparatur pemerintahan dan aparatur negara

adalah mengabdi kepada masyarakat dan kepentingan umum, ia sebagai abdi

bukan malah mencari keuntungan atau kepentingan pribadi.109

Rakyat mencari pemimpin yaitu sosok bijak yang berusaha keras untuk

selalu memihak pada kaum miskin, dan bersikap adil terhadap segala persoalan

kebangsaan, dia akan selalu berhati-hati untuk memutuskan kebijakan yang

memiliki dampak sosial serius di tengah masyarakat, bukan seorang penguasa

yang meletakan kekuasaanya semata-mata sebagai target politik yang sudah

tercapai dan kurang atau tidak begitu menghiraukan dengan permasalahan yang

meililit rakyatnya dan identik dengan pemihakan pada kaum yang secara ekonomi

mapan, guna melanggengkan kekuasaanya.110

Betapapun besar kekuasaan seseorang ia akan selalu di hadapkan dengan

tuntutan untuk mempertanggung jawabkanya, dan apabila pertanggungjawaban itu

tidak diberikan maka kekuasaan itu tidak di anggap sah, penguasa bisa saja tidak

memperdulikan tuntutan untuk mempertanggungjawabkan dan percaya pada

108

Widjaja, Etika Pemerintahan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997) h. 2. 109

Widjaja, Etika Pemerintahan, h. 4. 110

Benny Susetyo, Hancurnya Etika Politik (Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2004) h.

76.

Page 71: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

60

kemampuanya untuk menindas segala perlawanan, maka tatanan masyarakat yang

hanya berdasar pada intimidasi dari pihak yang berkuasa, sudah tidak stabil lagi

karena masyarakat tidak mendukung kebijakan yang pemimpin putuskan.111

Lain halnya dengan kekuasaan religius menurut Frans Magnis Suseno,

kekuasaan dapat dipahami sebagai realitas adiduniawi, ghaib, atau ilahi, manurut

paham ini kekuasaan bersumber pada alam adiduniawi, bersifat adiduniawi dan

dapat dimiliki orang karena ia dapat menghubungi alam adiduniawi itu, karena

kekuasaan bersifat adiduniawi dan berasal dari alam ilahi maka kekuasaan

menjadi sah dengan sendirinya, tuntutan agar penggunaan kekuasaan itu

dipertanggungjawabkan kehilangan dasarnya, karena kekuasaan diterima dari atas

dan bukan dari masyarakat.112

Paham seperti ini biasanya terdapat dalam

pandangan masyarakat Jawa.

Orang Jawa membagi realitas kedalam dua wilayah, yaitu alam lahir dan

alam batin, jadi walaupun secara hakiki manusia merupakan makhluk berbadan

namun sumber identitasnya bersifat batin, alam semestapun mempunyai segi lahir

dan batin di belakang alam yang kelihatan terdapat alam ghaib yang tidak terlihat

dalam kepercayaan Jawa di personifikasikan dalam berbagai macam roh, dalam

artian bahwa alam pikiran orang Jawa sangat dekat dengan hal-hal yang dianggap

ghaib, orang Jawa mengenal apa yang disebut mitos.113

111

Franz Magnis Suseno, Etika Politik Prinsip-Prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern,

(Jakarta: Gramedia, 1987) h. 30. 112

Franz Magnis Suseno, Etika Politik Prinsip-Prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern,

h. 31. 113

Nasruddin Anshoriy, Neo Patriotisme Etika Kekuasaan Dalam Kebudayaan Jawa, h.

26.

Page 72: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

61

Konsep tentang kekuasaan besar raja tercermin dalam Serat Wulangreh,

ditekankan bahwa apa yang diperintahkan oleh seorang raja harus di taati karena

raja adalah wakil dari Tuhan, sepeti yang tercatat dalam Tembang Dudukwuluh

atau Megatruh pada bait ke 2 dan 3:

Mapan Ratu karya wakiling Hyang Agung// Raja adalah wakil Tuhan

Merentahaken hokum adil// yang memerintah dengan hokum adil

Pramila wajib den enut// maka wajib dipatuhi

Kang sapa tan manut ugi// barang siapa tidak mematuhinya

Mring parentahe Hyang Katong// kepada perintah raja

Aprasasat badaling karsa Hyang Agung// sama dengan menentang

kehendak Tuhan yang maha agung.

Mulane babo wong urip// sehingga manusia hidup

Sawarsa ngawuleng Ratu// ketika mengabdi kepada raja

Kudu eklas lahir batin// harus ikhlas lahir batin

Aja nganti nemu ewoh// jangan sampai menemukan kesulitan.114

Para pemimpin dalam kepercayaan Jawa terpusat pada orang-orang

tertentu yang diperoleh atas dasar keturunan atau atas karunia Tuhan, dengan

kepercayaan seperti ini berarti bahwa masyarakat Jawa memaknai seorang

menjadi pemimpin adalah karena anugerah dari atas, dalam hal ini masyarakat

Jawa menghubungkanya dengan wahyu, maka orang Jawa memperlakukan

pemimpin tersebut sebagai wakil dari Tuhan yang akan membawa kesejahteraan

di bumi.115

114

Tentrem Warseno, Serat Wulangreh Nggitan Dalem Ingkang Sinuhun Kanjeng

Susuhan Pakubuwana Ingkang Kaping-IV, (Surakarta: Cendrawasih) h 24. 115

Musahadi, Mundiri, Membangun Negara Bermoral Etika Bernegara Dalam Naskah

Klasik Jawa-Islam, h 55.

Page 73: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

62

Kepala negara atau raja dilukiskan sebagai orang yang adil berwibawa,

murah hati kepada rakyat dan dicintai para ulama, oleh karena itu imajenasi orang

Jawa terhadap pemimpin adalah mengayomi, raja bukan lah orang sembarangan

melainkan orang yang telah dipilih Tuhan dan raja memiliki wahyu kedathon,

maka seorang raja harus di taati karena wakil dari Tuhan yang merupakan

pemegang tertinggi dari kekuasaan.

Namun pada saat yang sama ia adalah hamba, oleh karena itu ia harus

melayani masyarakat sesuai dengan hukum Allah, dan karena konsep kekuasaan

itu bukan berarti seorang raja dapat bersikap sewenang-wenang dalam

menjalankan pemerintahanya, seorang raja haruslah berbudi bawa leksana ambeg

adil para marta bahwa seorang raja harus dapat menciptakan ketertiban dan

keamanan rakyat dan negara, seorang raja tidak hanya menjadi penghukum tetapi

juga penegak hukum yang merupakan manifestasi dari upaya penegakan keadilan,

maka dari itu seorang raja harus wicaksana atau bijaksana dalam menjalankan

kekuasaan dan pemerintahan.116

Kedudukan raja islam menyatakan bahwa, raja adalah manusia biasa yang

diberi tugas oleh Tuhan untuk memimpin sesuai dengan ketentuan syariah,

berbeda dengan raja-raja Mataram yang telah menganggap dirinya berada di atas

manusia biasa, selain karena raja mendapatkan wahyu kedathon yang turun dari

Tuhan sehingga manjadikan raja di sebut wakil dari Tuhan, dan berbakti kepada

raja sekaligus berbakti kepada Tuhan, kemudian sederet gelar seperti Sayyidin

116

Nasruddin Anshoriy, Neo Patriotisme Etika Kekuasaan Dalam Kebudayaan Jawa, h

24.

Page 74: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

63

Panatagama Khalifatullah dengan harapan bahwa rakyat akan menerima

kehadiranya sebagai pemimpin tanpa menghitung kualitas kepemimpinan yang

dimiliki, hal ini menegaskan bahwa betapa berkuasanya raja sehingga ia memiliki

kekuasaan memerintah, mengatur, menghukum, menguasai militer, bahkan

mengatur agama yang terungkap dalam gelar Senopati Ing Ngalaga

Ngabdurrachman Sayyidin Panatagama.117

Akibat dari kedudukan raja yang

demikian besar, pengaruhnya kepada masyarakatpun sangat besar, mematuhi

perintah raja dipahami sebagai kewajiban utama yang harus di junjung tinggi.

1. Hubungan Pemimpin dengan Masyarakat

Dari faham bahwa sifat dasar seorang raja memegang kekuasaan yang

sangat besar maka etika raja (kepala negara) dalam Serat Wulangreh diantaranya:

a. Taat kepada Tuhan

Pakubuwana IV dikenal sebagai raja yang religius dan patuh kepada

agama, hal ini dapat dilihat dari peran para ulama yang berpengaruh pada saat ia

memegang tampuk kekuasaan, hal tersebut mempengaruhi pemikiran

Pakubuwana IV dalam membuat Serat Wulangreh, kemudian dari gebrakan

perubahan penerapan syariat islam di lingkungan kraton, dalam bidang etika ia

pun wajib melaksanakan seperti apa yang di wajibkan kepada para rakyatnya,

maka beriman dan bertaqwa kepada Tuhan, menjalankan syariat islam dengan

baik dan lengkap, menjalankan lima rukun islam, merupakan sikap wajib yang

117

Nasruddin Anshoriy, Neo Patriotisme Etika Kekuasaan Dalam Kebudayaan Jawa, h

21.

Page 75: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

64

harus seorang raja miliki, seperti disebutkan dalam pupuh Asmarandana bait 1, 2

dan 3:

Pada netepana ugi, kabeh perentahaning sarak, terusna lair batine, salat limang

waktu uga, tan kena tininggala, sapa tinggal dadi gabung jen maksih nemen neg

pradja// hendaklah kalian semua melaksanakan perintah hukum syarak baik yang

berupa amalan lahir maupun batin termasuk menjalankan amalan shalat lima

waktu, tidak boleh ditinggalkan, siapa yang meninggalkanya maka karirnya tidak

akan sukses, bila ia masih suka menjadi pramong praja.

Wiwit ana badan iki, ija teka ing sarengat, anane manusa kije, rukun islam kang

lelima, nora kena tininggal, puniko prabot tuhu, mungguh wong urip neng

donja// Dari gerak gerik perbuatanya harus berpedoman kepada syarak, manusia

itu wajib melaksanakan hokum islam yang lima, itu tidak boleh di tinggalkan,

syariat merupakan prabot yang sejati bagi orang hidup di dunia.

Kudu uga anglakoni, rukun lelima punika, mapan ta sakuasane, nangging adja

tan linakjan, sapa ta nglakonana, tan wurung nemu bebendu, sira pada

ngestokena// kalian semua harus melaksanakan kelima rukun islam itu menurut

kadar kuasamu, jangan sampai tidak dilaksanakan, barang siapa yang tidak

melaksanakan pasti dia akan mendapat siksa, perhatikan itu semuanya, maka

laksanakanlah.118

Pegawai negara khususnya pemimpin hendaklah orang yang bertaqwa

kepada Tuhan menjalankan lima rukun islam, menjalankan shalat lima waktu tak

boleh di tinggalkan karena apabila meninggalkan akan merugi, Pakubuwana IV

memaparkan, apa bila manusia masih suka hidup di dunia ini syariat agama harus

di laksanakan baik untuk perilaku lahir maupun batin, karena itu adalah sarana

agung orang hidup di dunia ini, karena apabila tidak melaksankanya maka

hidupnya akan mendapat petaka, agama harus dipegang dengan sempurna karena

hal itu merupakan pelita hidup.119

Mengindahkan perintah Tuhan yang memerintahkan kepada nabi-nabi

dalam hadis-hadis tempatnya, tidak boleh lengah dan memahami dalil hadis

118

Serat Wulangreh Kanjeng Sri Susuhan Pakubuwana IV Surakarta Hadiningrat, h 117. 119

Musahadi, Mundiri, Membangun Negara Bermoral Etika Bernegara Dalam Naskah

Klasik Jawa-Islam, h 169.

Page 76: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

65

karena hadis itu akan menerangi hati, tidak mudah bagi manusia kalau tidak tahu

akan hidupnya, hidup akan di umpamakan seperti kerbau, lebih baik kerbau masih

dapat di manfaatkan, dagingnya enak apabila di makan, sedangkan manusia

dagingnya haram untuk di makan.

Manusia tanpa budi bagaikan satria tidak tahu adab (tata krama) pada

setiap kerja pakailah ukur banding pada dirimu, bagi orang yang sudah tinggi

martabatnya dalam memimpin jangan berlagak kuat supaya di takuti, tapi

milikilah rasa takut dan sayang dalam memimpin agar mengenal kerja, agar dapat

mengambil hati pegawai agar dapat bekerja lebih baik, dan orang yang sedang

mengabdi kepada negara hendaknya suka bersyukur kepada Allah agar negara dan

pemerintahanya sejahtera.120

b. Berguru

Awal mulanya Serat Wulangreh diperuntukan bagi para putra raja yang

nantinya akan meneruskan pemerintahan, maka isi dari Wulangreh cenderung

ditujukan kepada para pemuda, dalam tembang Dhandanggula bait 1 sampai 8:

Pamedhare wasitining ati, cumanthaka aniru pujangga, dahat mudha ing batine,

nanging kedah ginunggung, datan wruh yen akeh ngesemi, ameksa angrumpaka,

basa kang kalantur, tutur kang katula-tula, tinalaten rinuruh kalawan ririh, mrih

padhanging sasmita// Menggelarkan suara hati, memberanikan diri meniru para

pujangga, karena masih muda dalam pikirannya sehingga perlu di besarkan

hatinya, walau tidak mengetahui bahwa banyak yang meremehkannya, karena

memaksakan diri merangkai, bahasa yang melantur, nasihat yang sudah

terlupakan, dikerjakan dengan ketelatenan dihayati dan dengan pelan-pelan, agar

terang makna yang diharapkannya.

Sasmitaning ngaurip puniki, mapan ewuh yen ora wruha, tan jumeneng uripe,

akeh kang ngaku-aku, pangrasane sampun udani, tur durung weruh ing rasa,

rasa kang satuhu, rasaning rasa punika, upayanen darapon sampurna ugi, ing

kauripa//Rahasia kehidupan sesungguhnya, memang sulit jika tidak

120

Andi Harsono, Tafsir Ajaran Serat Wulangreh, h 52.

Page 77: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

66

mengetahuinya, sehingga tidak tegak dalam hidupnya, banyak yang mengaku-

aku, merasa bahwa telah memahami, namun belum memahami tentang rasa, atas

rasa yang sebenarnya, rasa dari rasa itu juga, carilah hingga juga hingga

sempurna, di dalam hidupnya.

Jroning Kuran nggoning rasa yekti, nanging ta pilih ingkang uninga, kajaba

lawan tuduhe, nora kena denawur, ing satemah nora pinanggih, mundhak

katalanjukan, temah sasar susur, yen sira ayun waskitha, sampurnane ing

badanira puniki, sira anggugurua// Kandungan Al-Qur‟an adalah tempatnya ilmu

rasa yang sebenarnya, namun hanya yang terpilih yang bisa memahaminya,

dengan jalan mendapat petunjuk dari-Nya, tidak boleh di kira-kira, sehingga

justru tidak akan bisa ditemukan, karena tidak bisa menjangkaunya, sehinnga

justru akan tersesat dan salah tafsir, jika engkau ingin mengerti, kesempurnaan di

dalam dirimu ini, maka bergurulah.

Nanging yen sira ngguguru kaki, amiliha manungsa kang nyata, ingkang becik

martabate, sarta kang wruh ing kukum, kang ngibadah lan kang wirangi, sokur

oleh wong tapa, ingkang wus amungkul, tan mikir pawewehing liyan, iku pantes

sira guronana, sartane kawruhana// Namun jika berguru wahai anakku, pilihlah

manusia yang sudah nyata, yang baik akhlaknya, serta yang memahami hukum,

yang ahli ibadah dan ahli mengendalikan diri, sangat beruntung jika mendapatkan

ahli tafakur, yang telah meninggalkan urusan dunia, sehingga sudah tidak

memikirkan pemberian orang lain, itu yang pantas tempat engkau berguru, serta

syarat dan rukun berguru pun harus kau ketahui.

Lamun ana wong micareng ngelmi, tan mupakat ing patang prakara, aja sira

age-age, anganggep nyatanipun, saringana dipun baresih, limbangen lan kang

patang prakara rumuhun, dalil kadis lan ijemak, lan kiyase papat iku salah siji,

anaa kang mupakat// Jika ada seseorang ahli ilmu, jika tidak sesuai dengan empat

hal, janganlah engkau segera, mempercayai kebenarannya, telitilah dengan benar,

pertimbangkan dahulu kebenarannya dengan empat perkara, yaitu dengan dalil

hadits, ijma‟ dan kiyas, di antara yang empat itu salah satunya, harus ada yang

mendasarinya.

Ana uga kena den antepi, yen ucul saka patang prakara, nora enak legetane, tan

wurung tinggal wektu, panganggepe wus angengkoki, aja kudu sembahyang,

wus salat katengsun, banjure mbuwang sarengat, batal karam nora nganggo den

rawati, bubrah sakehing tata// Jika ada yang cocok beru bisa dipercaya

kebenarannya, jika tidak sesuai dengan yang empat hal tersebut, tidak enak jika

dijalankannya, akhirnya hanya menghabiskan waktu saja, anggapanya telah

menguasai, sebagai contoh ada yang mengajarkan, jangan mengerjakan shalat,

karena dahulunya telah menjalankannya, sehingga hal itu meninggalkan syari‟at,

batal dan kharam tidak di jaga, sehingga merusak aturan.

Angel temen ing jaman samangkin, ingkang pantes kena ginuronan, akeh wong

jaja ngelmune, lan arang ingkang manut, yen wong ngelmu ingkang netepi, ing

panggawening sarak den arani luput, nanging ta asesenengan, nora kena den

wor kakarepaneki, papancene priyangga// Sangat sulit di jaman sekarang,

mencari yang pantas untuk dijadikan guru, banyak orang yang tidak tepat

ilmunya, karena jarang yang memakai pedoman, jika orang yang ilmunya

berpedoman, atas aturan syari‟at disebut orang yang salah, karena hanya

Page 78: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

67

mengikuti kesenangannya saja, tidak mau dibenarkan atas yang disenanginya,

hanya perpedoman pada kebenarannya sendiri.

Ingkang lumrah ing mangsa puniki, mapan guru ingkang golek sabat, tuhu

kuwalik karepe, kang wus lumrah karuhun, jaman kuna mapan si murid, ingkang

padha ngupaya, kudu angguguru, ing mengko iki ta nora, kyai guru naruthuk

ngupaya murid, dadya kanthinira// Pada umumnya di jaman sekarang, adalah

gurulah yang mencari murid, sungguh sangat terbalik cita-citanya, karena pada

jaman dahulu pada umumnya, bahwa muridlah yang mencari dan berusaha untuk

berguru sedangkan sekarang justru tidak demikian, justru guru yang menghendaki

untuk mencari murid, untuk dijadidkan muridnya.121

Seorang yang akan menjadi raja juga harus berguru, meskipun

kepercayaan bahwa raja adalah wakil Tuhan, sehingga membuat rakyat tidak

meragukan kepemimpinan raja, namun tetap saja raja juga harus berguru dan

menuntut ilmu karena menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi setiap manusia

agar seseorang dapat merubah tingkah laku dan perilaku ke arah yang lebih baik.

Terbagi dua bentuk guru yakni guru ilmu dan ngelmu, perbedaan antara ilmu dan

ngelmu terletak pada unsur dasarnya, ilmu unsur dasarnya rasio sehingga bersifat

rasional, sedangkan ngelmu bersifat irrasional. Pada zaman Pakubuwana IV

banyak orang yang mengaku-aku hendak meniru kepintara pujangga namun

ternyata mental masih muda, namun nafsu ingin di puji tak tahu banyak yang

menertawai, harus tekun dan sabar agar hati menjadi cerah, rahasia hidup sungguh

susah bila tidak tahu tak pantas dikatakan hidup banyak yang mengaku dirinya

yang paling baik padahal belum mengenal rasa, rasa yang sejati tempatnya yakni

di dalam al-Qur‟an.122

Para ahli kebatinan yang dilandasi keyakinan kepada Tuhan, mereka selalu

berusaha mencari kenyataan yang sebenarnya. Karena apabila orang ingin

121

Serat Wulangreh Kanjeng Sri Susuhan Pakubuwana IV Surakarta Hadiningrat, h 9. 122

Andi Harsono, Tafsir Ajaran Serat Wulangreh, h 28.

Page 79: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

68

menjadi waskita atau arif, sempurna diri, maka carilah guru yang mengenal akan

kenyataan itu, hal ini perlu karena pada masa itu banyak orang yang mengaku-aku

(merasa dirinya) sebagai orang yang telah mumpuni (ahli) dalam ulah

kesunyataan (mendekati kenyataan) dengan cara-cara yang sombong ia minta

diakui sebagai seorang guru yang sejati yang dengan mudah mengenal kenyataan

itu, ia adalah orang yang solah-olah bisa mengatahui apa yang akan terjadi. Akan

tetapi, ia tidak mengatahui bahwa dengan kesombonganya justru banyak ahli ulah

kebatinan yang terpaksa tersenyum bukan karena menghargai atau menghormati,

akan tetapi dengan batin mengajurkan supaya yang disebut isyarat hidup yang

sebenarnya di dalam hidupnya sendiri, karena pengarang Wulangreh beragama

islam maka beranggapan bahwa apa yang disebut rasa sejati atau yang

sesungguhnya itu terletak di dalam al-Qur‟an.123

Oleh sebab itu, untuk mengetahui isi al-Qur‟an itu orang perlu mencari

guru yang benar-benar guru. Pada zaman sekarang sungguh sulitnya untuk

menemukan seorang guru yang mumpuni guru yang menguasai akan

keilmuannya, namun banyak pada masa ini guru yang mengobral akan ilmunya

padahal tidak mempunyai spesifikasi keilmuwan hanya bertujuan untuk mencari

murid saja tanpa dengan adanya keikhlasan, maka dari itu guru adalah ia harus

manusia yang mempunyai martabat yang baik, mengetahui soal hukum, taat

beribadah, wirangi (orang yang patuh akan agamanya dan suka pihatin), lebih

baik lagi jika guru adalah seorang pertapa yang tidak lagi memikirkan pemberian

123

Ruspana, Etika Pemerintahan Menurut Filsafat Jawa Wulangreh Paku Buwana IV, h

12.

Page 80: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

69

orang lain.124

Janganlah orang mudah percaya oleh kata-kata yang muluk-muluk

soal ngelmu, selama belum mengenal benar kepada orang itu dan ia harus tahu

akan dalil hadis, ijma, kiyas, kalau syarat-syarat itu tidak terpenuhi di khawatirkan

orang akan mengenalkan syariat yang akhirnya membawa kekacauan.

Namun pada zaman sekarang kebanyakan guru yang mencari murid,

bukan murid yang mencari guru. Hal ini sesuai dengan ungkapan orang Jawa yang

terkait dengan perilaku guru dan murid semacam ini diibaratkan seperti gong

lumaku tinabuh (gong yang berjalan agar ditabuh), sumur lumaku tinimba (sumur

berjalan agar ditimba), padahal seharusnya timba (gayung) yang harus mencari

sumur, bukan sumur yang mempunyai kejernihan, kesegaran airnya yang harus

menghampiri timba (gayung) ungkapan seperti ini menunjukan sedikitnya orang

yang membutuhkan guru termasuk guru ngelmu untuk membimbing agar seorang

raja menjadi manusia yang arif dan bijaksana.125

c. Adil dan jujur

Konsep bahwa raja adalah khalifah (wakil dari Tuhan) maka wajib berbuat

adil dalam menerapkan hukum-hukum. Setiap masing-masing jabatan mempunyai

pekerjaan sendiri-sendiri dan hendaklah di tujukan kepada kebajikan, terapkanlah

hukum yang ringan agar mereka tidak lengah dan rajin dalam bekerja, jangan

karena kasih sayang pemimpin menjadi lengah dalam meghukum, walaupun

sanak saudara jika salah harus di hukum, namun pertimbangkan dengan

124

Ruspana, Etika Pemerintahan Menurut Filsafat Jawa Wulangreh Paku Buwana IV, h

13. 125

Feri Andriyanto dan Cusniyatun, Relasi Guru Dan Murid Dalam Serat Wulangreh

Perspektif Pendidikan Akhlak, h 74.

Page 81: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

70

kesalahanya supaya mereka takut dan tidak mengulanginya lagi, disebut dalam

tembang Maskumambang bait 30 dan 31.126

Mapan ratu tan duwe kadang myang siwi sanak prasaranak// memang ratu tidak

punya saudara dan anak

Tanapi garwa kakasih// dan istri tercinta

Among bener agemira// yang di anutnya hanya kebenaran

Kukum adil adat waton kang// Hukum keadilan dan adat istiadatlah yang di

pegangnya.127

Menjadi pemimpin jika suka terhadap jabatnya maka jangan terlalu

senang, hendaknya ingat bahwa hidup akan mengalami mati, dan jangan angkuh,

jangan bengis, pemarah, tidak bersahabat, jangan suka mencela secara tiba-tiba,

jangan menindas, jahil, dengki berkelahi dan jangan suka mengadu, tapi

berlakulah jujur, sopan dan merendah.

Sikap adil dan berlaku murah terhadap rakyat harus ada pada diri

pemimpin, misalkan sebagai penarik pajak hendaklah tidak memberatkan dan

memberikan pungutan sesuai dengan penghasilan rakyat, menumbuhkan tingkat

ekonomi rakyat dan berusaha menyelenggarakan kemakmuran dan jangan mudah

mencopot pegawai, jangan gila hormat, tindakanya hendaknya disesuaikan dengan

aturan, selalu berdoa dan bersyukur kepada Tuhan dan berusaha terus menerus

untuk mewujudkan kesejahteraan serta kelestarian negara.128

Seorang raja atau pemimpin harus memimpin dan melindungi rakyatnya,

seorang pemimpin tidak memiliki anak, saudra atau istri, yang dimilikinya

126

Andi harsono, Tafsir Ajaran Serat Wulangreh, h 52. 127

Kanjeng Susuhan Pakubuwana IV, Serat Wulangreh, terjemah h 61. 128

Mundiri Musahadi, Membangun Negara Bermoral Etika Bernegara Dalam Naskah

Klasik Jawa-Islam, h 169.

Page 82: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

71

hanyalah kebenaran, artinya seorang pemimpin tidak boleh mendasarkan

tindaknya atas hubungan kerabat, melainkan atas kebenaran dan keadilan semata,

sungguh tercela sikap penguasa yang berbuat kezaliman dengan bersikap tidak

adil dan menghianati amanat.129

d. Menjauhi sikap Adigang, Adigung, Adiguna

Seorang raja haruslah berbuat baik dan jangan sampai berbuat yang di cela

oleh masyarakat, contoh dari perbuatan baik tidak harus datangnya dari golongan

tinggi, akan tetapi bisa juga dari golongan sudra, disinilah letak kebesaran

pandangan Pakubuwana IV, dalam memberikan contoh perbuatan Pakubuwana IV

dalam tembang Gambuh bait ke 4 sampai 10, Pakubuwana IV mengambil tiga

contoh binatang yaitu:

Adigang di gambarkan sperti kidang (rusa) yang mengandalkan kebat

lumpat (kelincahanya), sedangkan Adigung di gambarkan seperti liman (gajah)

yang mengandalkan tinggi besarnya, Adiguna di gambarkan sepeti sawer (ular)

yang mengandalkan bisa beracunya yang mematikan.130

Jika dalam pewayangan pemilik watak ini adalah Prabu Dasamuka

(Rahwana Raja), sebagai seorang raja di Alengkadiraja yang sakti mandraguna,

kaya-raya dan berkuasa, ia berlagak sombong dan takabur, semua saudara dan

punggawa kraton (pembesar kerajaan) di paksa harus menuruti semua

keinginanya, namun adiknya yakni Raden Wibisana enggan dan menolak keras

129

Mohammad Ardani dan Muhammad Sangaidi, Etika Islami Kehidupan Beragama,

Bermasyarakat Dan Bernegara Dalam Serat Wulangreh Pakubuwana IV Surakarta, h 96. 130

Ruspana, Etika Pemerintahan Menurut Filsafat Jawa Wulangreh Paku Buwana IV, h

13.

Page 83: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

72

memenuhi permintaan kakandanya, bahkan ia diusir dari negara Ngalengkadiraja,

akhirnya Raden Wibisana pun bergabung dengan Prabu Ramawijaya untuk

menyerang kerajaan Alengkadiraja.131

Pakubuwana IV pun menuliskan pesan kepada puteranya agar menjauhi

ketiga sifat itu:

a. Adigang umpamanya kijang yang tindakanya gesit, lincah dan larinya

kencang tak tertandingi.

b. Adigung umpamanya gajah ia mengandalkan keberanianya ia

menyombongkan besar dan tinggi tubuhnya, seolah-olah di dunia ini tidak ada

yang menyamainya tapi akhirnya ia akan mati karena kelengahanya, jangan

mengandalkan kedudukanya sebagai putera raja, lantas merasa berbangga diri dan

sombong.

c. Adiguna jangan mengandalkan keberanianya, setelah menantang kemudian

di hadapi ternyata dia malah cengengesan (tertawa-tawa).132

Ketiga binatang yang memiliki kekuatan masing-masing akhirnya sama-sama

mati, akan tetapi kematian dengan satu dan yang lainya sama, ketiga-tiganya mati

karena kesombongan, keteledoran orang terutama sekali disebabkan karena

kesombongan dan kurang bisanya menyimpan rahasia, selain itu banyak orang

muda yang suka hidupnya di sanjung-sanjung padahal penyanjungan itu belum

tentu di dasarkan atas keikhlasan, bahkan kebanyakan hanya atas dasar

menjerumuskan, orang-orang seperti inilah yang justru biasanya selalu dapat

131

Wawan Susetya, Kepemimpinan Jawa, (Yogyakarta: Narasi, 2007) h 48. 132

Abdullah Cipto Prawiro, Filsafat Jawa, h 43.

Page 84: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

73

dekat dengan penguasa, padahal orang yang demikian itu harus di hancurkan

saja.133

Untuk mengantisipasi hal itu, maka seseorang hidup hendaknya

berpegangan kepada tiga rambu-rambu yakni rereh (sabar, mengekang diri), ririh

(tidak tergesa-gesa, perlahan-lahan), ngati-ngati (berhati-hati), bekerja keras

dengan cara mengurangi makan dan tidur dengan maksud agar seseorang dapat

menundukan hawa nafsu dan dapat berfikir jernih dengan akal sehatnya, karena

benar salah, jelek-baik, untung-rugi berasal dari diri sendiri bukan dari orang lain.

Sikap buruk yang harus dihindari dalam benegara adalah:

a. Nistha, yaitu kecendrungan dengan kelakuan yang bernilai rendah atau

jahat

b. Dusta, berwatak tidak jujur, dan suka mencuri

c. Dora, sikap mengingkari atau tidak menepati janji

d. Dengki, suka berdengki, panas hati dan tamak.

e. Angkara murka, berwatak jahat dan cenderung menyebarkan kepada orang

lain.134

Oleh karena itu orang yang mempunyai akal hendaknya wajib

memperhatikan hal-hal tersebut dalam rangka menempuh cita-cita menjadi

pemimpin yang luhur budinya.

e. Kebijaksanaan dan bergaul

133

Rusapana, Etika Pemerintahan Menurut Filsafat Jawa Wulangreh Paku Buwana IV, h

14. 134

Wawan Susetya, Kepemimpinan Jawa, h 50.

Page 85: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

74

Tema tentang kebijaksanaan dan bergaul terdapat dalam tembang Kinanthi pada

bait ke 3 berikut:

Yen wis tinitah wong agung, aja sira ngunggung dhiri// Jika anda menjadi orang

besar, janganlah anda gila hormat.

aja lekat lan wong ala, kang ala lakunireki, nora wurung ngajak-ajak, satemah

anunulari// Janganlah dekat-dekat dengan orang yang buruk perilakunya, yang

suka mendorong mengajak jahat, akhirnya akan menulari.135

Seseorang ketika menjadi pemimpin atau orang besar, janganlah menjadi

gila hormat, artinya merasa dirinya sudah menjadi pejabat kemudian setiap orang

harus tunduk kepanya, jangan suka pesta pora lakukanlah seperlunya jangan

berlebihan, akan mengurangi keselamatan batin, mawas diri dan menjaga diri dari

rasa sombong, merasa diri paling besar. Sifat-sifat seperti di atas harus jauhkan,

karena apabila berlebihan dapat mengakibatkan manusia lupa akan tujuan hidup,

yaitu ketika menjadi Raja atau pemimpin harus mengabdikan kepada rakyatnya.136

Ungkapan Jawa yang menyatakan “aja cedhak kebo gupak” artinya jangan

dekat-dekat orang yang jahat, di khawatirkan nantinya akan tertular, misalkan

pencuri walaupun tidak ikut mencuri tapi mereka tau cara mencuri, demikian pula

dengan pekerjaan jahat, sekali kita melihat maka dapat menirunya, itulah

bimbingan syetan.

Pekerjaan baik itu mudah apabila sudah di kerjakan, dan sukar apabila

belum di laksanakan. Padahal kalau di kerjakan akan bermanfaat bagi dirinya,

meski berasal dari bawah kalau perilakunya baik atau kaya kisah teladan itu

135

Kanjeng Susuhan Pakubuwana IV, Serat Wulangreh, terjemah h 17. 136

Yuli Widiono, Tesis, Kajian Tema, Nilai Estetika, Dan Pendidikan Dalam Serat

Wulangreh Karya Sri Susuhan Pakubuwana IV, h 94.

Page 86: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

75

pantas untuk didekati. Agar budi pekerti bertambah, hendaklah manuisa berhati-

hati dalam hal pergaulan, kaitannya dengan sifat dan watak seseorang karena

apabila kurang berhati-hati nantinya akan merugikan diri sendiri.137

Bergaul dengan sesama tidak harus memilih, memandang dari pangkat dan

jabatannya, walaupun dari orang tua maupun raja jika petuah tidak baik, maka

tidak layak di ikuti, kalangan bawahpun bisa menjadi teladan atau panutan dalam

rangka untuk menambah budi pekerti atau ilmu pengetahuan, perilaku yang baik

meski dari golongan yang rendah dapat dipakai dalam kehidupan untuk

meningkatkan nilai budi pekerti manusia, bahwa untuk meningkatkan nilai budi

pekerti ataupun moral dalam hidup tidak mengharuskan dari kalangan kerajaan.138

B. Etika Masyarakat

1. Prinsip Hormat Menurut Serat Wulangreh

Etika Jawa menekankan keharmonisan, keselarasan dalam setiap dimensi

kehidupan, orang Jawa yang ideal adalah orang Jawa yang mendahulukan

kewajibanya terlebih dahulu dari pada menuntut hak, orang Jawa mendahulukan

kerukunan sosial dari pada kerukunan pribadi artinya semakin besar lingkup

komunitasnya semakin mengecil kepentingan kelompok yang ada di dalamnya,

keadaan rukun adalah keadaan dimana semua pihak berada dalam kedamaian suka

bekerja sama dan saling asah, asih, asuh, prinsip dari kerukunan hidup adalah

137

Andi Harsono, Tafsir Ajaran Serat Wulangreh, h 29. 138

Yuli Widiono, Tesis, Kajian Tema, Nilai Estetika, Dan Pendidikan Dalam Serat

Wulangreh Karya Sri Susuhan Pakubuwana IV , h 94.

Page 87: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

76

mencegah terjadi konflik karena bila konflik terjadi bagi masyarakat Jawa akan

berkesan secara mendalam dan selalu diingat atau sukar utuk dilupakan.139

Adapun prinsip hormat mengatakan bahwa setiap orang dalam cara bicara

dan membawa diri harus selalu menunjukkan sikap hormat terhadap orang lain,

sesuai dengan derajat dan kedudukannya, prinsip hormat ini berdasar pada

pandangan bahwa dalam hubungan antar pribadi dalam masyarakat tidak ada dua

orang yang sederajat dan bahwa mereka berhubungan satu sama lain secara

hirarkis.

Hal ini sesuai dengan konsep Manunggaling Kawula Gusti, dalam yang

mencerminkan adanya sebuah hirarki struktural, secara sosial kawula mewakili

strata terendah, sedangkan Gusti mewakili setrata tertinggi, Perbedaan status ini

dibedakan menurut usia, keturunan, pangkat atau jabatan dan kekayaan.140

Prinsip

hubungan tersebut di atas kemudian melandasi hubungan antara penguasa dan

rakyat, hubungan itu digambarkan dalam ungkapan Manunggaling Kawula Gusti,

selain mempunyai makna dalam konteks spiritualitas, ungkapan tersebut juga

mempunyai makna dalam konteks sosio politik dan sosio kultural, kawula berarti

hamba, dan gusti berarti tuan, kawula adalah yang menyembah dan gusti adalah

sesembahan atau yang disembah, sebutan gusti diperuntukkan bagi raja atau

bangsawan dan pembesar.141

139

Thomas Wijasa Bratawijaya, Mengungkap Dan Mengenal Budaya Jawa (Jakarta:

Padnya Paramita, 1997), h 81. 140

Anjar Ani, Menyingkap Serat Wedhatama, (Semarang: Aneka Ilmu, 1993) h 38. 141

Sujamto, “Partisipasi dalam Paham Kebudayaan Jawa” dalam Akademika, VIII. No.

03, Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta, 1990, h 35.

Page 88: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

77

Konsep kawula-gusti tidak hanya menunjukkan hubungan antara yang

tinggi dan yang rendah, tetapi menunjukkan kesaling tergantungan yang erat

antara dua unsur yang berbeda tetapi tidak terpisahkan,142

oleh karena itu

walaupun terdapat ikatan yang saling mempersatukan antara kawula dan gusti,

namun baik kawula maupun gusti tidak diperkenankan melanggar garis pemisah

resmi dari hirarki sosial itu, hal ini terlihat jelas dalam banyak aturan yang

menentukan tatacara pemakaian busana, penggunaan bahasa, penggunaan warna

atau cara penghormatan.143

Dengan demikian hubungan antara kawula dan gusti bersifat satu arah, di

mana rakyat merasa bahwa hidupnya tergantung pada raja, karena di tangan

rajalah dapat diciptakan kemakmuran dan ketentraman, rakyat menganggap raja

memiliki sifat-sifat yang tidak dimiliki oleh manusia biasa, inilah yang

menyebabkan rakyat tunduk dan patuh kepada raja. Tunduknya rakyat kepada

raja, di samping karena raja menduduki hirarki sosial tertinggi, juga karena

adanya kepercayaan bahwa raja berkuasa berdasarkan wahyu dan bertindak

sebagai wakil Tuhan. Oleh karena itu raja sering dianggap sebagai orang yang

memiliki sifat-sifat ketuhanan yang memiliki kekuasaan yang absolut.

2. Etika Menghormati Pemimpin

Karena konsep bahwa raja adalah wakil dari Tuhan, dengan demikian

kebaktian terhadap raja secara praktis adalah kebaktian terhadap Tuhan juga,

selanjutnya pahama-paham ini mempunyai konsekuensi yang mendalam untuk

142

Soemarsaid Moertono, Negara Dan Usaha Bina Negara Di Jawa Masa Lampau,

(Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1985) h 26. 143

Soemarsaid Moertono, Negara Dan Usaha Bina Negara Di Jawa Masa Lampau, h 19.

Page 89: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

78

para kawula (rakyat) termasuk juga para Putra Santana (putra raja), bahkan dalam

tembang Megatruh bait 1, 2 dan 3 di sebutkan “barang siapa yang tidak menuruti

perintah raja, bagaikan mengingkari kehendak Tuhan”.

Wong ngawula ing ratu luwih pakewuh, nora kena minggrang-minggring, kudu

mantep sartanipun, setya tuhu marang gusti, dipun miturut sapakon// Mengabdi

kepada raja sangatlah susah tidak boleh malas-malasan harus disertai dengan

kemantapan, selalu setia dan patuh kepada Raja, mematuhi apa yang menjadi

perintahnya.

Mapan ratu kinarya wakil Hyang Agung, marentahken hukum adil, pramila wajib

den enut, kang sapa tan manut ugi, mring parentahe sang katong// Karena Raja

adalah wakil Tuhan, yang memerintah dengan hukum adil, sehingga wajib

dipatuhi, barang siapa yang tidak mematuhinya, atas perintah sang raja.

Aprasasat mbadal ing karsa Hyang Agung, mulane babo wong urip, saparsa

ngawuleng ratu, kudu eklas lair batin, aja nganti nemu ewuh// Bagaikan

membantah perintah Tuhan yang maha agung, sehingga manusia hidup, ketika

mengabdi kepada raja, harus ikhlas lahir batin, jangan sampai menemukan

kesulitan.144

Kuatnya hubungan antara Tuhan dan raja ini menyebabkan pembaktian

diri terhadap raja sebagai pembaktian yang tuntas, harus ikhlas lahir dan bathin

dan di sertai dengan kemantapan hati, semua kehendak raja wajib di jalankan oleh

semua pegawai pemerintahan dan rakyat baik yang sebagai bupati, mantri,

semuanya sama yakni sedang mengabdi kepada raja maka harus menjalankan

perintah raja harus setia dan patuh, karena orang mengabdi diibaratkan bagaikan

ombak di lautan karena bergerak atas dasar perintahNya, jika belum ada

kemantapan hati lebih baik jangan mengabdi terlebih dahulu, maka dari itu

mengabdi kepada raja bukan pekerjaan yang sembarangan dan merupakan

perekjaan yang susah.

a. Kebaktian

Menurut Pakubuwana IV dalam Serat Wulangreh tembang

Maskumambang bait 7, 8 dan 9:

144

Kanjeng Susuhan Pakubuwana IV, Serat Wulangreh, terjemah h 63.

Page 90: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

79

Ana uga etang-etangane kaki, lilima sinembah, dununge sawiji-wiji, sembah

lilima punika// Ada juga hitungannya wahai anakku, lima yang harus dipatuhi,

penjelasannya satu demu satu, mematuhi yang lima itu.

Ingkang dhingin rama ibu kaping kalih, marang maratuwa, lanang wadon kang

kaping tri, ya marang sadulur tuwa// Yang pertama patuhilah ayah ibumu dan

juga mertuamu, baik yang laki-laki maupun yang perempuan, yang ke tiga adalah

patuh kepada saudara tua.

Kaping pate ya marang guru sayekti, sembah kaping lima, ya marang

Gustinireki, parincine kawruhana// Yang keempat adalah patuh kepada guru,

yang ke lima yaitu pada Tuhan-mu, syarat dan rukunnya pahamilah.

Di dunia ini terdapat urutan-urutan kebaktian bagi orang hidup yang terdiri

dari:

1. Kebaktian terhadap ayah dan ibu karena mereka itulah yang menjadi

jalan adanya manusia di dunia, tanpa ayah dan ibu tidak mungkin

manusia ada, karenanya wajib berbakti kepada ayah dan ibu.

2. Kepada ayah dan ibu mertua, karena mereka itulah yang menjadikan

perantara yang memberikan kepada manusia rasa sejatinya rasa, atau

yang melahirkan pasangan hidup manusia, sehingga manusia dapat

menyambung adanya kelangsungan keturunan.

3. Berbakti kepada saudra tua karena merekalah yang akan menggantikan

kedudukan saat orang tua telah meninggal.

4. Kepada guru sejati karena gurulah yang memberikan pelajaran-

pelajaran serta yang menunjukan jalan menuju kesempurnaan hidup,

Page 91: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

80

ialah yang menyalakan obor penerang pada saat hati gelap dan

membawa manusia ke jalan kemuliaan.

5. Kepada Gusti yang memerintah, karena ialah yang memberikan makan

dan pakaian.145

Sepintas lalu memang tampak aneh urutan-urutan ini, sebab ada satu

tujuan kebaktian yang belum disinggung, ialah kebaktian terhadap Tuhan, tidak

adanya kebaktian terhadap Tuhan karena menurut Pakubuwana IV seorang raja

merupakan wakil Tuhan, maka kebaktian terhadap raja itu sama halnya dengan

berbakti terhadap Tuhan melalui raja.

Karena raja di anggap sebagai wakil dari Tuhan, sehingga rakyat dan

termasuk putera raja tidak di perbolehkan membuka rahasia kejelekan raja

termasuk pemerintahanya, Pakubuwana IV juga berpendapat bahwa mengabdi

kepada raja merupakan pekerjaan berat maka pembaktian diri terhadap raja

haruslah dilakukan dengan ikhlas dan ketulusan, kalau sekiranya tidak ada

keikhlasan dalam mengabdi lebih baik jangan mengabdi dan di anjurkan menurut

saja kepada raja.146

Kemudian jika rajinya seorang pengabdi jangan sekali-sekali disertai

dengan syarat yang berupa motif agar supaya lekas naik pangkat, sebab sikap

semacam ini akan mengakibatkan putusnya harapan seandainya pangkatnya tidak

dinaikan, jadi sebuah pembaktian yang tuntas, selanjutnya benar dan salah, soal

145

Ruspana, Etika Pemerintahan Menurut Filsafat Jawa Wulangreh Paku Buwana IV, h.

16. 146

Ruspana, Etika Pemerintahan Menurut Filsafat Jawa Wulangreh Paku Buwana IV, h.

17.

Page 92: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

81

untung dan malang itu, pada dasarnya tergantung badan sendiri, bukan pada diri

orang lain, karena itu tidak tepatlah orang yang mencoba mengungkit-ungkit dan

menjelek-jelekan raja, sebab perbuatan tersebut hanyalah akan menambah dosa.147

b. Hubungan keluarga

Dalam tempang Pocung bait 3 dan 4, di sebutkan:

Aja kaya kaluwak enome kumpul, basa wis atuwa, ting salebar dhewe-

dhewe, nora wurung bakal dadi bumbu pindhang// Janganlah seperti buah

keluwak ketika mudanya berkumpul setalah menjadi tua menyebar sendiri-sendiri

// akhirnya hanya menjadi bumbu masakan pindang.

Wong sadulur, nadyan sanak dipunrukun, aja nganti pisah, ing samubarang

karsane, padha rukun dinulu teka prayoga// Dalam persaudaraan walau dengan

kerabat haruslah rukun jangan sampai berpisah atas segala hal jika rukun

dilihatpun itu lebih baik.148

Keluarga di katakan baik kalau terdapat kerukunan di dalamnya, jika suatu

kerukunan dan kesatuan hanya ada pada saat masih muda sedangkan masa tuanya

terpecah-pecah di ibaratkan bumbu pindang yang di sebut kluwak, sifat yang

terdapat dalam biji kluwak ini menunjukan bahwa pada masa mudanya menjadi

satu dan tuanya terpisah-pisah, dalam keluarga selain di butuhkanya kerukunan

perlu juga mengerti adanya kewajiban masing-masing sebagai orang tua dan

orang muda, dalam menerangkan kewajiban orang tua Pakubuwana IV selalu

menghubungkan dengan kewajiban sebagai kerabat raja.

Pakubuwana IV mengemukakan bahwa sikap orang tua yang wajar adalah

selalu adil dan teliti terhadap siapa saja, baik terhadap saudaranya maupun

terhadap orang-orang sekitar yang menjadi bawahanya, maksud dari teliti adalah

147

Andi Harsono, Tafsir Ajaran Serat Wulangreh, h. 20. 148

Kanjeng Susuhan Pakubuwana IV, Serat Wulangreh, terjemah h. 93-94.

Page 93: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

82

memberikan pujian kepada yang baik dan memberikan celaan kepada yang jelek,

jika celaan saja tidak cukup segeralah diberikan hukuman yang setimpal.

Pujian dan celaan di perlukan agar menjadi pedoman bertindak bagi

bawahan, maka berterimakasih kepada Tuhan melalui yang memberi pangkat,

tetapi umumnya sekarang orang baru mempunyai pangkat sedikit saja sudah lupa

akan sebab permulaanya, ia mengira bahwa pangkat itu hanya merupakan

penemuan belaka yang seolah-olah dia sendiri yang membuat pangkat

itu,bagaikan orang yang tidak mengenal puas, lebih jeleklah watak orang yang

tidak mengenal puas, selanjutnya lebih baik agar setiap perbuatan disertai dengan

kesabaran hal ini menjaga agar selalu bersih dan selamat.149

c. Hindari berperasangka buruk

Tembang Durma bait 7 dan 8:

Nora nana panggawe kang luwih gampang, kaya wong memaoni, sira ling-elinga,

aja sugih waonan, den samya raharjeng budi, ingkang prayoga, singa-singa kang

lali// Tidak ada perbuatan yang lebih mudah, seperti pekerjaan menyalah dan

mencela, ingatlah oleh dirimu, jangan senang mencela dan menyalahkan,

perbaikilah budi pekerti diri, itu lebih baik, hindarilah yang sedang lupa.

Ingkang eling angelingena ya marang, sanak kanca kang lali, den nedya

raharja, mangkana tindakira, yen datan kaduga uwis, teka menenga, aja sok

angrasani// Yang sadarlah yang mengingatkan kepada, kerabat dan sahabat yang

sedang lupa agar selamat semuanya, seperti itu lah seharusnya tindakanmu, jika

tidak berkenan lebih baik, diamlah saja, jangan suka membicarakan kejelekan di

belakangnya.150

Pakubuwana IV menjelaskan bahwa agar melatih diri dan menjauhi pantangan:

1. Jangan menyombongkan diri

149

Ruspana, Etika Pemerintahan Menurut Filsafat Jawa Wulangreh Paku Buwana IV, h.

24. 150

Kanjeng Susuhan Pakubuwana IV, Serat Wulangreh, terjemah h. 74.

Page 94: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

83

2. Jangan selalu mencacat (menganggap sesuatu kurang baik atau kurang

benar).

3. Jangan selalu mencela setiap pekerjaan

Ketiga larangan ini penting sekali bagi orang yang sedang membulatkan

tekad menuju cita-cita atau orang yang sedang mengabdi, Pakubuwana IV

menjelaskan di dunia ini sebenarnya “ora ana penggawean kang luwih gampang

kaya wong mamoni” maksudnya tiada suatu pekerjaanpun yang lebih mudah

kecuali mencela, namun alangkah baiknya untuk mengingatkan teman dan sanak

saudara yang mengalami lupa, kalau tidak dapat berbuat demikian lebih baik

diamlah, dari pada selalu mencela di belakang, begitupun sikap seorang pengbdi

kepada raja, jangan suka berkomentar buruk dan mencela terhadap pekerjaan

raja.151

Jangan suka mencacat, dan mencela terhadap sesuatu, karena merasa

pendapatnya paling benar, namun juga jangan mudah memuji atau menyanjung,

karena belum tahu kebenaranya, jangan tergesa-gesa menyanjung kebaikan orang

jika salah maka akan menjadi malu, jangan memuji berdasarkan kesenangan

karena sering terjadi pujian yang berdasarkan atas kesenangan itu biasanya

melampaui batas-batas, sebaliknya jika telah membenci yang berlebihan maka

segala perbuatanya selalu di ejek dan di cela, jangan di depan terlihat baik tetapi

di belakang memusuhi.

151

Ruspana, Etika Pemerintahan Menurut Filsafat Jawa Wulangreh Paku Buwana IV, h.

18.

Page 95: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

84

Dalam hal inilah Pakubuwana IV menganjurkan supaya orang hidup selalu

memelihara budi pekerti, jangan asal dalam berkata dan menilai, sebab ucapan itu

sekalipun hanya satu kata kalau tidak pantas dikemukakan apalagi menjelekan

orang lain (pemimpin) dimuka umum merupakan pantangan yang sangat besar,

karena ucapan yang telah keluar tidak akan bisa di tarik lagi, maka dari itu

kewaspadaan dalam berbicara sangat di perlukan.152

152

Ruspana, Etika Pemerintahan Menurut Filsafat Jawa Wulangreh Paku Buwana IV, h.

18.

Page 96: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

85

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Serat Wulangreh merupakan karya sastra yang mempunyai nilai filosofis

tinggi, yang memberikan pengajaran tentang bagaimana cara-cara yang di tempuh

untuk mencapai tujuan hidup yang baik, yakni tercapainya keselarasan,

ketentraman dan keadilan dalam kehidupan bernegara.

Salah satu hal yang dapat di tempuh untuk mewujudkan kehidupan yang

harmonis, yaitu dengan cara mentaati kesepakatan yang telah di sepakati bersama,

karena pada zaman Pakubuwana IV terdapat konsep kepercayaan bahwa raja

adalah wakil Tuhan, menjadikan hubungan rakyat dengan penguasa bersifat satu

arah dimana rakyat tidak diberikan hak untuk menyumbangkan pemikiran dalam

menentukan kebijakan negara, kewajiban rakyat sebagai warga negara hanyalah

mentaati secara mutlak atas semua perintah raja.

Maka dari itu Serat Wulangreh yang lahir dari pengalaman-pengalaman

pemikiran dan pemahaman dari Pakubuwana IV, sebagai alat untuk

mempertahankan jati diri bangsanya, karena kekacauan keadaan Surakarta pada

saat itu, yang disebabkan karena faktor internal yaitu masalah-masalah yang

timbul karena konflik keluarga dalam lingkungan kraton, seperti perebutan

kekuasaan, pemberontakan, dan faktor eksternal yaitu campur tangan VOC yang

seolah-olah hadir memfasilitasi bantuan saat terjadinya perang, tetapi sebenarnya

85

Page 97: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

86

malah mengambil keuntungan lewat konflik tersebut, dapat disebut sebagai

idiologi keraton.

Menjadikan pada saat itu, Serat Wulangreh sebagai pedoman hidup

masyarakat di Surakarta, meskipun pola pikir masyarakat indonesia telah

mengalami perkambangan seiring berkembangnya zaman yang semakin maju,

sistem pemerintahan Indonesia telah berubah dari monarki ke demokrasi, namun

faktor tersebut tidak menghalangi ajaran dari Serat Wulangreh tidak dapat

digunakan sebagai pedoman bernegara, karena bagaimanapun seorang pemimpin

adalah pemimpin yang mempunyai tanggungjawab yang sama untuk negara dan

rakyatnya, dan rakyat tetaplah rakyat yang harus menjadi rakyat yang baik dengan

cara patuh kepada pemimpin.

Ajaran bernegara yang terdapat dalam Serat wulangreh, mempunyai

peranan yang sangat besar dalam menumbuhkan kesadaran dalam mengatur pola

interaksi dalam bernegara.

B. Saran

Skripsi ini hanya memaparkan dan menganalisa, bagaimana sikap-sikap

bernegara ideal yang ada didalam Serat Wulangreh, maka dari itu penulis

berharap agar Serat Wulangerh ini di kaji kembali dan lebih terfokuskan kepada

pembuktian pemikiran pemikiran dari Pakubuwana IV, dan menghasilkan temuan-

temuan baru.

Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya

bagi penulis sendiri, dan bagi para pembaca, kemudian dengan adanya karya ini,

Page 98: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

87

di harapkan dapat memberikan gambaran serta pemahaman bagi pembaca

mengenai pentingnya etika bernegara.

Banyaknya kekayaan sastra Indonesia yang menarik untuk di kaji, terutama

mengenai karya sastra yang memberikan pengetahuan filosofis tentang kehidupan,

karya ini di harapkan dapat menambah kekayaan khazanah pengetahuan tentang

sastra Jawa.

Menyadari bahwa karya ini masih jauh dari kata sempurna, karena

keterbatasan yang penulis miliki, hasil penelitian ini di harapkan mempunyai

implikasi yang luas untuk penelitian selanjutnya dengan topik serupa. Kritik dan

saran dari pembaca sangat di harapkan demi kesempurnaan penuulisan penelitian

ini di kemudian hari.

Page 99: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

88

DAFTAR PUSTAKA

Abimanyu, Soedjipto. 2015. Kitab Terlengkap Sejarah Mataram Seluk Beluk

Berdirinya Kesultana Yogyakarta Dan Kasunan Surakarta. Yogyakarta:

Saufa.

Achmad, Sri Wintala. 2017. Filsafat Jawa Menguak Filosofi, Ajaran, dan Laku

Hidup Leluhur Jawa, Yogyakarta: Araska.

Ali, Fachri. 1986. Ajaran Tentang Kebaktian Tuntas. Jakarta: Pustaka Antar

Kota.

Andriyanto, Feri dan Cusniyatun. Relasi Guru Dan Murid dalam Serat

wulangreh Perspektif Pendidikan Akhlak. Surakarta: Fakultas Agama Islam,

Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2012.

Anshoriy, Nasruddin. 2008. Neo Patriotisme Etika Kekuasaan Dalam

Kebudayaan Jawa. Yogyakarta: LKIS Pelangi Aksara.

Ardani, Mohammad dan Muhammad Sangaidi. 1999. Etika Islami Kehidupan

Beragama, Bermasyarakat Dan Bernegara Dalam Serat Wulangreh

Pakubuwana IV Surakarta. Jakarta: Pusat Penelitian IAIN Syarif

Hidayatullah, Jakarta.

Asmarandana, Titis. Primbon Pria Dan Wanita Lengkap, Dua Media.

Bayuadhy, Gesta. 2014. Wong Sugih Mati Keluwen Falsafah Kearifan Jawa Di

Tengah Zaman Edan. Jogjakarta: Diva Press.

Beker, Anton dan Ahmad Zubair. 1994. Metodologi Penelitian Filsafat.

Yogyakarta: Kanisius.

Page 100: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

89

Bertnes, K. Etika. Yogyakarta: Kanisius.

Bratawijaya, Thomas Wijasa. 1997. Mengungkap Dan Mengenal Budaya Jawa.

Jakarta: Padnya Paramita.

Bruinessen, Martin van. 1992. Tarekat Naqsabandiyah di Indonesia. Bandung:

Mizan.

Ciptoprawiro, Abdullah. 2000. Filsafat Jawa. Jakarta: Balai Pustaka.

Darusuparta. 1985. Serat Wulangreh Angitan Dalem Sri Pakubuwana IV.

Surabaya: Citra Jaya.

Endaswara, Suwardi. 2010. Etika Hidup Orang Jawa Pedoman Beretika Dalam

Menjalani Kehidupan Sehari-hari. Yogyakarta: Penerbit Narasi.

Fatikhah, Nur. 2016. Kode Etik Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tahun 2012/2013 Dalam Penerapan Perspektif Etika. Skripsi. Jakarta:

Fakultas Ushuluddin.

Firmansyah dan Purwo Agung Sulistyo. 2016. “Permasalahan Korupsi, Kolusi,

Dan Nepotisme Di Daerah serta Strategi Penanggulangannya.” Demokrasi

IX, No.1.

Hadiwirjanto. 2002. Serat Wulangreh dan Terjemahanya, Pendidikan Budi

Pekerti, Sri Susuhan Paku Buwana IV. Yogyakarta.

Harsono, Andi. 2010. Tafsir Ajaran Serat Wulangreh. Yogyakarta: Pura Pustaka.

Haryatmoko. 2014. Etika Politik dan Kekuasaan. Jakarta: Kompas Gramedia.

Joker, Jan dkk, 2016. Metodologi Penelitian: Panduan Untuk Master Dan Ph.D.

Di Bidang Manajemen. Jakarta: Restu Agung.

Page 101: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

90

Kartanegara, Mulyadhi. 2009. Filsafat Islam Etika, Dan Tasawuf. Jakarta: Ushul

Press.

Kresna, Ardian. 2011. Sejarah Panjang Mataram Menengok Berdirinya

Kesultanan Yogyakarta, Diva Press: Yogyakarta.

Moertono, Soemarsaid. 1985. Negara Dan Usaha Bina Negara Di Jawa Masa

Lampau. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Musahadi, Mundiri. Membangun Negara Bermoral Etika Bernegara Dalam

Naskah Klasik Jawa-Islam. Semarang: Pusat Pengkajian Islam Dan Budaya

IAIN Wlisongo.

Prawirodisastra, Sadjijo. 1991. Pengantar Apresiasi Seni Tembang. Yogyakarta:

IKIP Yogyakarta.

Pujiawati, Teti. 2017. Etika Hubungan Murid Dan Guru Dalam Serat Dewaruci.

Skripsi. Jakarta: Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatullah.

Purnaweni, Hartuti. 2004. “Demokrasi Indonesia Dari Masa ke Masa” Jurnal

Administrasi Publik 3, No 2.

Purwadi dan Endang Waryanti. 2015. Serat Wulangreh Wejangan Sunan

Pakubuwana IV Raja Kraton Surakarta Hadiningrat. Yogyakarta: Laras

Media Prima.

Purwadi, Konsep Pendidikan Keagamaan Menurut Pakubuwana IV, Jurnal

Pemikiran Alternatif Kependidikan, INSANIA, Vol. 11, No. 3, September

tahun 2006, h.1.

Purwadi. 2003. Membaca Sasmita Jaman Edan Sosiologi Mistik R. Ng.

Ronggowarsito. Jogjakarta: Persada.

Page 102: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

91

Ratnawati, Sri. Perempuan Dan Ajaran Perenialis Dalam Serat Wulangputri,

Departemen Sastra Indonesia Universitas Airlangga, Bahasa Dan Seni, No

1, Februari 2008.

Rochkyatmo, Amir. 2010, ”Sastra Wulang, Sebuah Gendre di Dalam Sastra Jawa

Dan Karya Sastra Lain Sejaman”, Jumantara, No 1.

Ruspana.1986. Etika Pemerintahan Menurut filsafat Jawa Wulangreh Paku

Buwana IV. Jakarta: Pustaka Antar Kota.

Said, Muhammad. 1980. Etika Masyarakat Indonesia. Jakarta: Pradnya Pramita.

Salam, Burhanuddin. 2002. Etika Sosial Asas Moral Dalam Kehidupan Manusia.

Jakarta: Rineka Cipta.

Sedyawati, Edi. 200. Sastra Jawa Suatu Tinjauan Umum. Jakarta: Balai Pustaka.

Soeriadinata, Soependri. 1974. Sendi Pokok Tata Negara Indonesia. Jakarta:

Karya Indah.

Sri Sulistiani dkk. 2017. “Unggah-ungguh Basa Lan Pengetrapane”. sumber

belajar penunjang PLPG.

Subroto, “Pakepung 1790 Penggagalan Upaya Penerapan Syariat Islam Oleh

Belanda Dan Sekutunya”. Syamina, 14 Oktober 2016.

Sujamto. 1990. “Partisipasi dalam Paham Kebudayaan Jawa” dalam Akademika,

th VIII. No. 03, Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Suseno, Franz Magnis Etika Jawa. 1993. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Suseno, Franz Magnis. 1987. Etika Politik Prinsip-Prinsip Moral Dasar

Kenegaraan Modern. Jakarta: Gramedia.

Page 103: ETIKA BERNEGARA DALAM SERAT WULANGREHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41926...merajai, namun penegakan hukum yang masih jauh dari keadilan.1 Korupsi, Kolusi, dan

92

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa. 2008.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (selanjutnya ditulis KBBI). Jakarta:

Gramedia.

Verawati, Desy Yeni. 2016. “Etika Politik Nur Cholish Madjid”. Sekripsi S1

Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Warsena, Tentrem. 2006. Serat Wulangreh Anggitan Dalem Ingkang Sinuhun

Kangnjeng Susuhan Paku Buwana Ingkang Kaping IV. Solo: Cendrawasih.

Widiyono, Yuli. 2010. Tesis, Kajian Tema, Nilai Estetika, Dan Pendidikan Dalam

Serat Wulangreh Karya Sri Susuhan Pakubuwana IV. Solo: Pascasarjana

Universitas Sebelas Maret.

Widjajanti, Rosmaria Sjafariyah. 2008. Etika. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN.

Wulangreh Yayasan Dalem Sri Susuhan Pakubuwana IV. Solo: Cendrawasih.

Zubair, Achmad Charris. 1995. Kuliah Etika. Jakarta: Raja Grafindo Persada.