etika

15
MAKALAH ETIKA DAN HUKUM KEDOKTERAN GIGI PRINSIP NON-MALEFICENCE SEBAGAI LANDASAN DOKTER GIGI DI DALAM MEMBERIKAN PERAWATAN MEDIS Diajukan sebagai tugas matakuliah ETIKA dan HUKUM KEDOKTERAN GIGI (KGM 4709) Disusun oleh: Kelompok 1 Kelas Ganjil Yulianti Indah Lestari (anggota) 10/297014/KG/08617 Sarah Harfineisya (anggota) 10/299476/KG/08705 Shabrina Hasna Yudhana (ketua) 11/311435/KG/08787 Yullieus Novian P (anggota) 11/311445/KG/08789 Diyah Apliani (sekretaris) 11/311449/KG/08791 Fandy Muhammad (anggota) 11/311453/KG/08793

description

etika

Transcript of etika

I. PENDAHULUAN

MAKALAH ETIKA DAN HUKUM KEDOKTERAN GIGI

PRINSIP NON-MALEFICENCE SEBAGAI LANDASAN DOKTER GIGI DI DALAM MEMBERIKAN PERAWATAN MEDIS

Diajukan sebagai tugas matakuliah ETIKA dan HUKUM KEDOKTERAN GIGI (KGM 4709)

Disusun oleh:

Kelompok 1

Kelas Ganjil

Yulianti Indah Lestari

(anggota)

10/297014/KG/08617

Sarah Harfineisya

(anggota)

10/299476/KG/08705Shabrina Hasna Yudhana (ketua)

11/311435/KG/08787Yullieus Novian P

(anggota)

11/311445/KG/08789Diyah Apliani

(sekretaris)

11/311449/KG/08791Fandy Muhammad

(anggota)

11/311453/KG/08793FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS GADJAH MADAYOGYAKARTA2014

I. Intisari

Dokter gigi dalam menjalankan prakteknya harus selalu berdasarkan pada prinsip etika. Salah satu prinsip etika adalah non-maleficence, merupakan tindakan yang tidak memberikan kerugian kepada pasien. Dokter gigi dan pasien memiliki kewajban dan haknya masing-masing, dalam menjalankan praktek dokter gigi harus mengerjakan kewajiban dan memenuhi hak pasien. Kelalaian merupakan tindakan dapat merugikan pasien yang disebabkan karena ketidak hati-hatian dokter dalam menjalankan praktek namun tanpa disengaja. Kelalaian yang dilakukan oleh dokter gigi dapat menimbulkan kerugian kemudian menjadi sengketa medik. Penyelesaian sengketa medic dapat dengan jalur ligitasi dan non-ligitasi.

II. PENDAHULUAN

Profesi kedoktean/kedokteran gigi adalah pekerjaan yang dilaksanakan berdasarkan suatu keilmuan , dengan pencapaian kompetensi melalui pendidikan berjenjang dan kode etik, serta bersifat melayani masyarakat. Dalam melaksanakan praktek kodekteran/kedokteran gigi, dokter harus memiliki kompetensi sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat untuk melakukan pekerjaan tertentu (Hanafiah dan Amir, 2009)

Dalam bidang kedoteran dan kedokteran gigi terdapat etika dan hukum yang mengatur. Etika profesi adalah salah satu cabang etika untuk berhubungan dengan masalah moral yang timbul dalam pelayanan kesehatan, karena etika sebagai pedoman tenaga kesehatan untuk berperilaku dengan orang lain. Kode etik di susun oleh suatu organisasi yang bertujuan agar tenaga kesehatan lebih manusiawi dalam memberikan pelayanan kesehatan dan memiliki kematangan intelektual dan emosional ( Hanafiah dan Amir, 2009).

Dokter dan pasien memiliki kewajiban dan hak masing-masing. Salah satu hak pasien dalam praktek kedokteran/kedokteran gigi adalah mendapatkan informasi mengenai pelayanan medik yang akan pasien terima. Pasien berhak mendapatkan informasi mengenai diagnosis dan perawatan serta resiko-resiko yang akan diterima. Apabila sudah medapatkan informasi yang diperlukan, pasien yang memutuskan untuk melanjutkan perawatan dan berhenti dalam melakukan tanda tangan di inform consent (Amir dan Hanafiah, 2009).

Dalam praktek kedokteran/kedokteran gigi tidak lepas dari kelalaian dan malpraktek. Kelalaian adalah suatu kesalahan karena melakukan pekerjaan dengan tidak memiliki sikap kehati-hatian. Sebaliknya, malpraktek merupakan suatu kelalain yang berat untuk mempergunakan tingkat keterampilan dan ilmu pengetahuan yang lazim dipergunakan dalam mengobati pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama. Contoh malpraktek adalah salah diagnosis, pemberian terapi yang sudah ketinggalan zaman, salah dosis obat, dll (Cahyono, 2009).

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Etika

Etik berasal dari kata Yunani ethos, yang berarti yang baik, yang layak. Ini merupakan norma-norma, nilai-nilai atau pola tingkah laku kelompok profesi tertentu dalam memberikan pelayanan jasa kepada masyarakat. Etika kedokteran adalah pengetahuan tentang perilaku professional para dokter dan dokter gigi dalam menjalankan pekerjaannya, sebagaimana tercantum oleh organisasi profesinya bersama-sama pemerintah (Hanafiah dan Amir, 2008). Terdapat 4 prinsip etika kedokteran yaitu :1. Prinsip otonomi, yaitu prinsip moral yang menghormati hak-hak pasien, terutama hak otonomi pasien (the rights to self determination)

2. Berbuat baik (beneficence) adalah menyangkut kewajiban membantu orang lain, dilakukan dengan mengupayakan manfaat maksimal dengan kerugian minimal.

3. Keadilan (justice), setiap orang harus diperlakukan sama (tidak diskriminatif) dalam memperoleh haknya.4. Prinsip non-maleficence, yaitu prinsip moral yang melarang tindakan yang memperburuk keadaan pasien. Prinsip ini dikenal sebagai above all do no harm. (Hanafiah & Amir, 2007)B. Hukum

Hukum adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh suatu kekuasaan(Hanafiah dan Amir, 2008). Hukum kesehatan mancakup komponen hukum bidang kesehatan yang bersinggungan satu dengan yang lain, yaitu Hukum Kedokteran/Kedokteran Gigi, Hukum Keperawatan, Hukum farmasi Klinik, Hukum Rumah sakit, Hukum Kesehatan masyarakat, Hukum Kesehatan Lingkungan, dan sebagainya (Konas PERHUKI,1993)

Pelanggaran etik kedokteran tidak selalu berarti pelanggaran hukum, begitu pula sebaliknya pelanggaran hukum belum tentu berarti pelanggaran etik kedokteran. Pelanggaran etik kedokteran diproses melalui MKEK-IDI dan kalau perlu diteruskan ke P3EK-DEPKES, sedangkan pelanggaran hukum diselesaikan melalui pengadilan (Hanafiah dan Amir, 2008).C. Hak dan Kewajiban Dokter-PasienUU no. 29 Tahun 2004 : UU tentang Praktik Kedokteran

pasal 50

Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai hak:

1. Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional;

2. Memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur operasional;

3. Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dan pasien atau keluarganya; dan

4. Menerima imbahan jasa.

Pasal 51

Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai kewajiban:

1. Memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien;

2. Merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan; 3. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia; 4. Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya; dan 5. Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau kedokteran gigi. Pasal 29 (1)

Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di Indonesia wajib memiliki surat tanda registrasi dokter dan surat tanda registrasi dokter gigi.

Pasal 36

Setiap dokter dan dokter gigi yang melaukuan praktik kedokteran di Indonesia wajib memiliki surat izin praktik.

Kewajiban dan Hak Pasien

(UU no. 29 Tahun 2004 : UU tentang Praktik Kedokteran)

Pasal 52

Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai hak:

1. Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3), yaitu:

1) Diagnosis dan tata cara tindakan medis.

2) Tujuan dilaksanakan tindakan medis.

3) alternatif tindakan lain dan risikonya.

4) Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi.

5) Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.

2. Meminta pendapat dokter atau dokter gigi;

3. Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis;

4. Menolak tindakan medis; dan

5. Mendapatkan isi rekam medis.Pasal 53

Pasien , dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai kewajiban:

1. Memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatan;

2. Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi;

3. Mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan; dan

4. Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.

D. Kelalaian dan Malpraktek

Kelalaian adalah segala tindakan yang dilakukan dan dapat melanggar standar sehingga mengakibatkan kerugian orang lain. Kelalaian adalah melakukan melakukan sesuatu yang harusnya dilakukan pada tingkatan keilmuan tetapi tidak dilakukan atau melakukan tindakan dibawah standar yang telah ditentukan(Sampurno, 2005). Sikap tenaga kesehatan yang lalai bila memeuhi 4 unsur berikut :

1. Duty

2. Derelection of the duty

3. Damage atau kerugian

4. Direct cause relationshipE. Sengketa MedikMenurut UU No. 29 Tahun 2004, sengketa medik adalah sengketa yang terjadi karena kepentingan pasien dirugikan oleh tindakan dokter atau dokter gigi yang menjalankan praktik kedokteran. Dalam proses penyelesaian sengketa dapat digunakan dua jalur yaitu litigasi (pengadilan) dan non-ligitasi. Jalur ligitasi ialah jalur yang diawali dengan pengajuan gugatan ke pengadilan dan diikuti dengan adanya persidangan, sedangkan jalur non-ligitasi ialah penyelesaian permasalahan diluar peradilan meliputi arbitrase, negosiasi, konsiliasi, dan mediasi . Penyelesaian sengketa melalui litigasi bersifat terbuka, memerlukan banyak waktu, mengikuti prosedur beracara yang formal, membutuhkan pengacara, dan berakhir dengan menang atau kalah. Penyelesaian sengketa melalui non ligitasi (mediasi) bersifat tertutup, tidak mengharuskan adanya pengacara, dan bersifat fleksibel (Nuryanto, 2012)III. KASUSSeorang dokter gigi bernama drg. Antonia memiliki tempat praktik di daerah Banyuwangi. Sekian lama setelah drg. Antonia menjalankan praktiknya, dokter gigi tersebut tidak memilki SIP. Dia adalah dokter gigi spesialis konservasi yang senang sekali menggunakan pasta Sargenti sebagai bahan pengisi saluran akar. Beberapa pasien yang telah diberikan pasta Sargenti tersebut pada 6 bulan berikutnya mengeluhkan rasa sakit seperti terbakar yang dirasakan terus menerus pada region gigi yang mendapatkan perawatan. Selanjutnya, drg. Antonia melakukan pemeriksaan foto ronsen untuk melihat keberhasilan tindakan yang dilakukan. Hasilnya sebagaimana yang ditunjukkan pada gambar di bawah ini, yaitu terdapat area radiopak pada apikal gigi yang yang mendapatkan perawatan. Namun, keluhan dari ke-4 pasiennya tidak mengurungkan niatnya untuk menggunakan pasta tersebut. Di, Amerika pasta ini sudah tidak diijinkan untuk digunakan karena telah dilaporkan adanya risiko atas penggunaannya. Suatu ketika, pasien drg. Antonia, Astrid, menggugat drg.Antonia ke pengadilan dan meminta ganti rugi sebesar 200 juta karena rasa sakit terus menerus dengan sensasi terbakar,pada gigi 37 paska obturasi (Gambar 1). Pasien menuntut drg. Antonia melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan prosedur operasional dan mengakibatkan pasien harus menanggung rasa sakit yang tidak tertahankan. Sebelum melakukan perawatan drg. Antonia telah menjelaskan tata cara tindakan yang akan dilakukan secara lengkap. Namun, drg. Antonia tidak memberitahukan tentang kemungkinan kegagalan perawatan, bahkan drg. Antonia menjamin perawatan tersebut akan berhasil 100%. Sebaliknya, drg. Antonia melakukan prosedur dengan sangat hati-hati dan sesuai dengan tata cara yang dianjurkan.

IV. PEMBAHASAN KASUSPada kasus tersebut, terdapat beberapa permasalahan yang dapat dilihat. Pertama adalah pasien mengeluhkan adanya rasa sakit setelah dilakukan perawatan saluran akar oleh drg. Antonia. Setelah dilihat, ternyata rasa sakit yang dirasakan pasien tersebut timbul akibat dari pengisian bahan saluran akar (Sargenti) yang overfilling. Kelebihan dari pengisian tersebut menyebabkan adanya gambaran radiopak pada apeks gigi. Menurut Brewer (1975), Sargenti atau N2 dapat menyebabkan iritasi pada jaringan di sekitar apeks gigi yang masih vital jika ada perforasi di apeks dan dapat menimbulkan rasa nyeri setelah dilakukan pengisian.

Dari kasus diatas, kesalahan yang pertama sangat jelas terlihat adalah drg. Antonia terbukti melanggar Undang-undang No.29 Tahun 2004 Pasal 36 mengenai Surat Ijin Praktek. Pasal tersebut berbunyi: Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di Indonesia wajib memiliki surat izin praktik. Kasus ini merupakan pelanggaran hukum yang bersifat administratif. Jika dilihat kronologi kasus diatas yang menjelaskan bahwa drg. Antonia tidak memiliki SIP dalam waktu yang lama, hal ini menandakan bahwa drg. Antonia tidak memperbaharui SIP nya. Sedangkan dokter atau dokter gigi wajib memperbaharui SIP jika masa berlaku SIP nya setiap 5 tahun.

Secara tidak langsung dengan memperbaharui SIP, maka dokter atau dokter gigi juga akan terus mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran atau kedokteran gigi dengan mengikuti kegiatan-kegiatan ilmiah. Jika saja drg. Antonia mengikuti seminar-seminar ilmiah, mungkin drg. Antonia tidak menggunakan pasta Sargenti sebagai bahan pengisi saluran akar karena dapat menyebabkan iritasi pada jaringan sekitar apeks gigi jika terdapat perforasi pada apeks (Brewer, 1975). Saat ini, American Dental Association (ADA) sudah menghentikan pemakaian pasta Sargenti, karena dinyatakan di bawah standar pelayanan kesehatan.

Dalam kasus tersebut drg. Antonia melakukan beberapa kelalaian. Ketidaktahuan drg. Antonia mengenai resiko dari penggunaan pasta Sargenti merupakan kelalaian karena dapat menyebabkan kerugian terhadap pasien. Sifat seseorang kurang tahu atau tidak tahu terhadap sesuatu, sehingga menganggap bahwa apa yang ia lakukan benar dan wajar. Drg. Antonia telah melakukan perawatan saluran akar sesuai tata cara dan SOP yang berlaku, namun ketidaktahuannya mengenai resiko pasta Sargenti merupakan suatu kelalaian. Drg. Antonia juga lalai karena tidak memperdulikan keluhan pasien dan tetep menggunakan pasta surgenti.Drg. Antonia tidak menginformasikan resiko dan kemungkinan kegagalan dari perawatan tersebut, sehingga tindakan drg.Antonia ini melanggar Undang-undang No.29 Tahun 2004 Pasal 45 yang menyatakan bahwa setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan. Persetujuan tersebut diberikan setelah pasien mendapat penjelasan secara lengkap. Tindakan drg.Antonia ini sekaligus melanggar salah satu hak pasien yang diatur dalam Undang-undang No.29 Tahun 2004 Pasal 52 yang menyatakan bahwa Pasien berhak mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45.

Selain itu, drg. Antonia juga memberikan jaminan keberhasilan 100% kepada pasien, padahal hal ini bertentangan dengan Pasal 4 Ayat 1 KODEKGI yang berbunyi: Dokter Gigi di Indonesia tidak dibenarkan memberi jaminan dan atau garansi tentang hasil perawatan, sehingga drg. Antonia dapat dikenakan tuntutan atas tindakannya tersebut.

Kelalaian memang sangat berkaitan erat dengan malpraktek, namun demikian malpraktek tidak selalu harus terdapat unsur kelalaian. Kelalaian lebih diartikan kepada suatu ketidaksengajaan, kurang teliti, kurang hati-hati, dan kurang peduli, namun tujuannya untuk suatu kebenaran. Tindakan drg. Antonia merupakan suatu kelalaian. Dalam kasus ini drg. Antonia telah memenuhi unsur kelalaian, yaitu:

kewajiban (duty), drg. Antonia lupa menginformasikan resiko kegagalan perawatan saluran akar dengan menggunakan pasta Sargenti yang seharusnya diberikan kepada pasien sebagai bentuk kelengkapan informasi yang diberikan.

pelanggaran terhadap kewajiban (dereliction of duty), pemilihan pasta Sargenti sebagai bahan pengisian saluran akar yang sudah tidak dianjurkan lagi oleh standar profesi.

tindakan yang merugikan (damage), pasien mengeluhkan rasa sakit seperti terbakar secara terus-menerus dan tidak tertahankan.

tindakan yang merugikan atau menimbulkan cedera dalam melaksanakan kewajiban (direct cause), drg. Antonia menggunakan pasta Serganti yang berakibat menimbulkan kerugian berupa rasa sakit seperti terbakar secara terus-menerus dan tidak tertahankan pada pasien.

Drg. Antonia tidak menerapkan prinsip dasar etika yaitu non-maleficence karena melakukan tindakan yang merugikan pasien. Sesuai KODEKGI pasal 11 yang menyatakan bahwa Dokter Gigi di Indonesia wajib melindungi pasien dari kerugian, seorang dokter gigi wajib bertindak efisien, efektif dan berkualitas sesuai dengan kebutuhan dan persetujuan pasien, sebagaimana yang telah dijelaskan pada KODEKGI pasal 11 ayat 1. Menurut undang-undang No.29 Tahun 2004 Pasal 2 bahwa praktek kedokteran didasarkan untuk keselamatan pasien dan Pasal 13 mengenai praktek dokter gigi merupakan upaya maksimal untuk penyembuhan dan pemulihan kesehatan.Penyelesaian sengketa medis dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu jalurlitigasi dan non-litigasi. Cara alternative untuk menyelesaikan kasus tersebut dapat menggunakan mediasi. Mediasi merupakan salah satu bentuk dari alternatif penyelesaian masalah yang dilakukan melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator. Mediasi memiliki keuntungan menghasilkan kesepakatan win-win solution. Dasar hukum penyelenggaraan mediasi telah diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 1 Tahun 2008. Dalam UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009 pasal 29 menyebutkan bahwa Dalam haltenaga kesehatan diduga melakukan kelalaian dalam menjalankan profesinya, kelalaian tersebut harusdiselesaikan terlebih dahulu melalui mediasi. Akhir dari proses mediasi adalah mediasi dinyatakan gagal atau berhasil. Mediasi yang berhasil menghasilkan nota perdamaian untuk diimplemetasikan oleh para pihak, atau sebelum diimplementasikan dapat dimintakan putusan dari hakim pengadilan menjadi akta perdamaian.

Sikap yang seharusnya dilakukan oleh drg. Antonia terhadap pasien yang telah dirawat adalah seharusnya drg. Antonia tidak mengacuhkan keluhan yang telah mengalami kerugian. Jika sikap tersebut tetap dipertahankan maka akan berakibat fatal pada pasien yang akan dirawatnya kelak. Sikap terhadap pasien selanjutnya adalah tidak menggunakan pasta surgenti, menjelaskan resiko perawatan dan tidak memberikan jaminan 100% berhasil.Drg. Antonia sebaiknya menghentikan pemilihan pasta Sargenti sebagai bahan pengisi saluran akar, karena bahan tersebut telah terbukti dapat menimbulkan rasa sakit seperti terbakar secara terus-menerus dan tidak tertahankan pada pasien. Terus mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di dalam bidang apapun yang digeluti sangatlah penting bagi seorang profesional, karena dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi seorang dokter atau dokter gigi akan terhindar dari sengketa medik.

V. Kesimpulan

1. Setiap dokter gigi menjalankan praktek harus berdasarkan prinsip etika, undang-undang No 29 tahun 2004 mengenai praktek kedokteran dan Kode Etik Kedokteran Gigi Indonesia (KODEKGI)

2. Dokter gigi dan pasien memiliki kewajiban dan hak masing-masing yang harus dijalankan dan dihormati satu sama lain.

3. Penyelesaian sengketa medic dapat dilakukan dengan jalur ligitasi dan non-ligitasi.VI. DAFTAR PUSTAKA

Achadiat, C.M., 2004, Dinamika Etika dan Hukum Kedokteran Dalam Tantangan Zaman, EGC: Jakarta

Cahyono, S. B., 2008, Membangun Budaya Keselamatan Pasien Dalam Praktek Kedokteran, Jakarta : EGC h. 225

Hanafiah, M J dan Amir, A., 2008, Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, Jakarta : EGC h. 46-48,96-97

Isnanto R., 2009, Bukur Ajar Etika Profesi, Diakses dari http://eprints.undip.ac.id/4907/1/Etika_Profesi.pdf pada 15 November 2014 pukul 07.30Jayanti, N.K, 2009, Penyelesaian Hukum dalam Malpraktik Kedokteran, Penerbit Pustaka Yustisia: YogyakartaNuryanto, Arif. 2012. Model Perlindungan Hukum Profesi Dokter. Jurisprudence, Vol 1 No 1 Juli 2012http://staff.ui.ac.id/system/files/users/harum_sasanti/material/profesidoktergigiuu.pdf diunduh pada tanggal 15 November 2014

UU RI No. 29 tahun 2004. Praktik Kedokteran.