Etabloid edisi11

16
November | Tahun 2011 www.tabloidgalangkangin.com ; E-mail:[email protected] Edisi 11 Rp. 6.000,- Luar Bali Tambah Ongkos Kirim P unya hotel, restoran, atau bahkan travel agent dengan modal cekak? Kenapa dak? Semua dak lagi mustahil dengan koperasi. Suara gemericing dolar dari sektor pariwisata Bali terdengar begitu nyaring. Sayang, sebagian besar masyarakat Bali hanya bisa mendengar sayup-sayup dari kejauhan, tanpa pernah bisa menikma gemerincing itu secara langsung. Itu karena sebagian besar usaha pariwisata dikuasai para pemodal besar. Tidak sedikit investor asing yang sengaja datang ke Bali hanya untuk meraup keuntungan besar dari pariwisata Bali. Masyarakat kecilpun hanya mampu menikma tetesan rezeki dari pariwisata dengan menjadi karyawan hotel, restoran, travel agent, dan beragam usaha wisata. Undang-Undang No. 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan telah menghembuskan angin segar bagi masyarakat kecil bermodal pas-pasan yang ingin ikut merasakan keuntungan dari bisnis pariwisata. Penggan dari Undang-Undang No. 9 Tahun 1990 itu, secara jelas mengakomodir kepenngan masyarakat kecil yang ingin berusaha di bidang pariwisata, melalui badan hukum koperasi. Khusus untuk di Bali, undang-undang ini telah dijabarnya secara lebih gamblang dalam Peraturan Daerah Bali No. 1 Tahun 2010 tentang Usaha Jasa Perjalanan Wisata. “Peluang usaha pariwisata bagi koperasi, memang telah diakomodir dalam Perda No. 1 tahun 2010 tentang usaha jasa Pariwisata,” tegas Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali, Ida Bagus Subhiksu, memberi sinyal posif. Melalui regulasi itu, koperasi mendapat kesempatan yang sama untuk memiliki usaha di bidang pariwisata, sama seper perusahaan perorangan dan perseroan terbatas. Melalui koperasi, masyarakat dapat berinvestasi secara bersama-sama untuk membangun usaha pariwisata. Seluruh anggota koperasi secara otomas menjadi pemilik atas usaha tersebut. Keuntungannya pun dibagi secara bersama-sama. Hingga kini belum banyak koperasi yang bergerak di bidang pariwisata. Sebagian besar dari total 4.206 unit koperasi yang ada di Bali, masih memfokuskan diri pada kegiatan simpan pinjam dan usaha kelontong. Kini saatnya masyarakat kecil bangkit untuk merasakan sendiri gemericing dolar pariwisata Bali. Melalui koperasi, semua itu daklah mustahil. halaman 7... halaman 8... halaman 11... halaman 12... SAATNYA NIKMATI GEMERINCING DOLAR KOPERASI MITRA RAKYAT MILIKI ”TRAVEL AGENT” BUKAN LAGI MIMPI KOPERASI SENIMAN WAYANG KULIT SUKAWATI BERTAHAN DI TENGAH KETERBATASAN GAGAL PANEN, BERAS MAHAL

description

mencerahkan, menggerakkan

Transcript of Etabloid edisi11

Page 1: Etabloid edisi11

November | Tahun 2011 www.tabloidgalangkangin.com ; E-mail:[email protected]

Edisi 11Rp. 6.000,-

Luar Bali TambahOngkos Kirim

Punya hotel, restoran, atau bahkan travel agent dengan modal cekak? Kenapa tidak? Semua tidak lagi mustahil dengan koperasi. Suara gemericing dolar dari sektor

pariwisata Bali terdengar begitu nyaring. Sayang, sebagian besar masyarakat Bali hanya bisa mendengar sayup-sayup dari kejauhan, tanpa pernah bisa menikmati gemerincing itu secara langsung. Itu karena sebagian besar usaha pariwisata dikuasai para pemodal besar.

Tidak sedikit investor asing yang sengaja datang ke Bali hanya untuk meraup keuntungan besar dari pariwisata Bali. Masyarakat kecilpun hanya mampu menikmati tetesan rezeki dari pariwisata dengan menjadi karyawan hotel, restoran, travel agent, dan beragam usaha wisata.

Undang-Undang No. 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan telah menghembuskan angin segar bagi masyarakat kecil bermodal pas-pasan yang ingin ikut merasakan keuntungan dari bisnis pariwisata. Pengganti dari Undang-Undang No. 9 Tahun 1990 itu, secara jelas mengakomodir kepentingan masyarakat kecil yang ingin berusaha di bidang pariwisata, melalui badan hukum koperasi. Khusus untuk di Bali, undang-undang

ini telah dijabarnya secara lebih gamblang dalam Peraturan Daerah Bali No. 1 Tahun 2010 tentang Usaha Jasa Perjalanan Wisata. “Peluang usaha pariwisata bagi koperasi, memang telah diakomodir dalam Perda No. 1 tahun 2010 tentang usaha jasa Pariwisata,” tegas Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali, Ida Bagus Subhiksu, memberi sinyal positif.

Melalui regulasi itu, koperasi mendapat kesempatan yang sama untuk memiliki usaha di bidang pariwisata, sama seperti perusahaan perorangan dan perseroan terbatas. Melalui koperasi, masyarakat dapat berinvestasi secara bersama-sama untuk membangun usaha pariwisata. Seluruh anggota koperasi secara otomatis menjadi pemilik atas usaha tersebut. Keuntungannya pun dibagi secara bersama-sama.

Hingga kini belum banyak koperasi yang bergerak di bidang pariwisata. Sebagian besar dari total 4.206 unit koperasi yang ada di Bali, masih memfokuskan diri pada kegiatan simpan pinjam dan usaha kelontong.

Kini saatnya masyarakat kecil bangkit untuk merasakan sendiri gemericing dolar pariwisata Bali. Melalui koperasi, semua itu tidaklah mustahil.

halaman 7...

halaman 8...

halaman 11...

halaman 12...

SAATNYA NIKMATI

GEMERINCINGDOLAR

KOPERASI MITRA RAKYATMILIKI ”TRAVEL AGENT”BUKAN LAGI MIMPI

KOPERASI SENIMANWAYANG KULIT SUKAWATI

BERTAHAN DI TENGAHKETERBATASAN

GAGAL PANEN, BERAS MAHAL

DARI KERNETANGKOTKE DIREKTUR TRAVEL

Page 2: Etabloid edisi11

2 Galang Kangin

Edisi 11/NOVEMBER 2011

EDITORIAL

Team Redaksi Galang KanginDiterbitkan oleh: KSU Kharisma Madani Badan Hukum No.36/BH/DISKOP.PKM/IV/2006 - Pembina : Prof. DR. I Ketut Rahyuda, SE, MSIE.

- Penasihat : Drh. Komang Suarsana, M.MA - Pimpinan Redaksi : I Gede Sumartana - Redaktur Pelaksana : I Gede Luhur Budiharta- Team Redaksi : Ni Komang Erviani, Kecuk Priambada, Nyoman Sarna, SE, Gusti Ayu M. Eka Putri

- Tata Letak : Ketut Rumiarsa - Photografi & dokumentasi : I Nyoman Sudarma, SE, Agus Gita Saputra - Administrasi Umum : Putu Sri Mulyani, SE - Sirkulasi & Distribusi : I Made Agus Antara, I Kadek Joni Artha, SE, I Gede Ardhi Saputra, SE,

I Made Surya Dharma, Agus Gita Saputra - Administrasi Sirkulasi : Agus Gita Saputra - Teknologi informasi : I Gede Dedy Wijaya, ST, Eka Yudi- Periklanan : KSU Kharisma Madani KCP Pakerisan Email : [email protected]

Alamat Redaksi: Jln. Bedugul No.1 Sidakarya - Denpasar Selatan Telp:(0361) 727734 Email: [email protected]

Kritik dan Saran yang bersifat membangun bisa dilayangkan ke alamat email kami

Galang Kangin

Budaya dan keindahan alam Bali telah membuka lahan industri baru, yaitu industri pariwisata. Jika dilihat dari besarnya modal yang masuk dan ditanam di Bali, industri ini menjanjikan keuntungan yang besar. Bukan hanya

pemodal domestik, pemodal bertaraf internasional pun banyak berinvestasi di Bali. Di satu sisi ini sangat menguntungkan, karena industri pariwisata adalah industri yang memiliki daya serap tenaga kerja yang tinggi. Apalagi pariwisata Bali berbasis budaya, sehingga peranan masyarakat dengan perilakunya, sangat berpengaruh terhadap tumbuh kembang pariwisata.

Berbeda dengan industri yang berbasis teknologi. Peran manusia banyak digantikan oleh mesin. Dalam industri pariwisata, keramah-tamahan, senyuman, perilaku manusia, adalah hal yang tidak mungkin digantikan dengan mesin. Keberadaan manusia dalam industri pariwisata yang berbasis budaya, tidak mungkin digantikan dengan mesin. Industri pariwisata, selain padat modal, juga padat karya.

Peluang usaha yang ada dalam industri pariwisata sayangnya belum dilirik oleh gerakan koperasi yang ada di Bali. Bisnis pariwisata di Bali lebih banyak dijalankan oleh pelaku bisnis dan pemodal, baik domestik maupun asing. Akibatnya, orang Bali sebagai pemilik wilayah maupun sebagai pelaku budaya, kurang menikmati hasil dari industri ini. Orang Bali hanya sebagai obyek dan pelaku wisata saja. Sedangkan hasilnya dinikmati oleh hanya segelintir orang.

Semestinya dengan aset pariwisata yang berlimpah, mampu meningkatkan kesejahteraan penduduk Bali. Dan itu bisa terwujud jika orang Bali bisa menjadi tuan, di rumahnya sendiri. Salah satu cara mencapainya melalui gerakan koperasi yang berbasis keanggotaan. Koperasi yang ada harus bisa berpikir dan bermain seperti pemodal atau pebisnis. Koperasi yang ada sekarang, bidang usahanya lebih banyak hanya sebatas simpan pinjam. Atau paling jauh hanya membuat Waserda (warung serba ada). Belum ada koperasi di Bali yang punya hotel bintang lima, biro perjalanan, restaurant, spa atau unit usaha di bidang pariwisata. Jika modal yang menjadi masalah, bisa diatasi jika gerakan koperasi mau bersatu dan memadukan modal yang ada. Kepemilikan bisa dihitung berdasarkan penyertaan modal. Pengelolaan bisa diserahkan kepada manajemen yang profesional.

Gerakan koperasi berposisi sebagai pemodal. Sistem yang sama bisa dilakukan dalam berbagai bentuk bisnis yang padat modal. Jika gerakan koperasi mau melirik dan mengambil alih industri pariwisata yang ada di Bali, maka menjadi tuan di negeri sendiri adalah hal yang niscaya. Pariwisata akan mampu meningkatkan kesejahteraan penduduk Bali. Maka gembar-gembor ajeg Bali tidak perlu dilakukan karena masyarakatnyalah yang akan berupaya menjaga aset-aset yang ada.

Dan untuk edisi kali ini, redaksi mencoba mengangkat pariwisata sebagai sajian utama. Baik ulasan dari sisi akademis, juga peluang-peluang yang ada serta kiat-kiat dari beberapa pelaku bisnis di industri ini. Semoga apa yang tersaji bisa menggugah dan menginspirasi gerakan koperasi untuk turut berperan aktif dalam industri pariwisata. Melalui gerakan koperasi, bisnis pariwisata yang dibangun bisa berdampak langsung pada kesejahteraan anggotanya.

MANISNYA KUE YANG TAK DILIRIK

Editorial

Redaksi Tabloid Galang Kangin

Menerima Sumbangan

Tulisan dalam bentuk berita dan

gambar. Tulisan bisa dikirim ke

Alamat Redaksi Jl. Bedugul no.1

Denpasar atau Email : redaksi@

tabloidgalangkangin.com

S umber daya manusia (SDM), merupakan salah

satu faktor penting dalam sebuah organisasi atau badan usaha. Sedangkan

kinerja manusia sangat dipengaruhi oleh motivasi masing- masing orang, disiplin, sistem serta kerja sama dan kepercayaan yang dibangun oleh manajemen. Karena itu, pelatihan SDM perlu dilakukan secara berkala demi menjaga motivasi, kepercayaan dan disiplin pada level yang tertinggi pada diri masing-masing individu.

Melihat peluang pasar tersebut, Khama Bali Travel, hadir dengan salah satu produk andalan, berupa paket Corporate Outbound. Paket Corporate Outbound adalah paket pelatihan yang dikemas dalam bentuk kombinasi rekreasi dan fun. Unsur rekreasi terlihat pada lokasi yang dipilih sebagai tempat pelatihan, berada di daerah pegunungan yang hijau dan sejuk. Sedangkan unsur fun, tampak pada metode pelatihan yang diterapkan dalam bentuk permainan-permainan yang menantang.

“Di samping unsur rekreasi & fun, kegiatan outbound kami desain sedemikian rupa sehingga dapat meningkatkan rasa kebersamaan, kerja sama team, melatih proses pengambilan keputusan yang cepat & tepat, melalui permainan-permainan yang menantang dan tentu saja berbau petualangan,” ujar Putu Ekayasa, Direktur Khama Bali Travel.

Bentuk permainan pun, terang Putu Ekayasa, bisa disesuaikan dengan kebutuhan pihak client. Paket sudah termasuk transportasi dan makan siang. Jika menyertakan keluarga, di lokasi telah disediakan paket-paket menarik untuk anak-anak. Dengan demikian, orangtua yang mengikuti pelatihan tidak perlu merasa khawatir dengan anak-anak atau keluarga mereka.

“Sejauh ini respon positif banyak datang dari pengguna jasa kami. Untuk informasi lebih jelas, kami persilakan menghubungi marketing kami, Khama Bali Travel, di nomor (0361) 8955606 atau email: [email protected],” ujar Putu Ekayasa.

Page 3: Etabloid edisi11

Galang Kangin 3

Edisi 11/NOVEMBER 2011

Geliat

Serangkaian ulang tahunnya yang ke-9, Koperasi Serba Usaha (KSU) Citra Buana Raya mengadakan beberapa kegiatan pada 22 Oktober lalu. Puncaknya, ditandai dengan pengundian hadiah utama tabungan, berupa satu unit sepeda motor.

Manager KSU Citra Buana Raya, I Made Suardana, menceritakan berbagai kegiatan yang dilaksanakan serangkaian hari ulang tahun ini merupakan bentuk apresiasi yang diberikan koperasi kepada anggota koperasi dan juga masyarakat. Apresiasi ini diberikan karena selama ini masyarakat telah memberikan dukungan terhadap KSU Citra Buana Raya.

“Semua kegiatan ini kami lakukan sebagai wujud apresiasi kami kepada masyarakat yang telah menjadi

Kesadaran berkoperasi di kalangan wanita terus tumbuh. Melihat kondisi ini, Dekopinwil Bali memandang perlunya penajaman pengetahuan dan pemahaman mengenai perkoperasian di kalangan koperasi wanita atau para wanita anggota koperasi. Karena itu sebuah Diklat Upgrading

Wanita Koperasi digelar di Hotel Puri Kedaton, 14-15 Oktober 2011 lalu.Peserta yang terdiri dari 25 orang pengurus dan anggota koperasi wanita

di Denpasar diberikan pemahaman dasar mengenai pengantar akuntansi koperasi, pembukuan sederhana, cara menyusun laporan keuangan sederhana, dan sistem pengendalian intern. Pemahamanini diberikan oleh Koperasi Jasa Audit Kertha Yasa Provinsi Bali.

Tak hanya itu. Peserta juga diberikan pengetahuan dan pemahaman lebih dalam mengenai jati diri koperasi dan kewirakoperasian yang disampaikan oleh Manager Klinik Koperasi dan UKM Provinsi Bali.

Menyangkut Kebijakan Dinas Koperasi dan UKM dalam memberdayakan SDM koperasi dan UKM, Prinsip-prinsip Pengelolaan Organisasi dan Manajemen Koperasi juga diberikan oleh pihak Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Bali.

HUT ke-9KSU Citra Buana Raya

Ubah Citra Koperasi

anggota maupun non-anggota dari koperasi ini, yang telah memanfaatkan jasa yang kami sediakan. Kami tentu tak akan mampu menjadi seperti sekarang, jika tak mendapat dukungan dari masyarakat,” ujarnya.

Perayaan HUT ini juga dilakukan demi memberikan perubahan citra koperasi yang selama ini di benak masyarakat identik dengan lembaga yang lemah dan kurang kompetitif. Pemberian hadiah undian berupa sepeda motor

DIKLAT UPGRADING WANITA KOPERASI

akan

mampu mengubah

citra koperasi, sehingga lebih dilirik

oleh masyarakat.Dengan demikian ke depannya

diharapkan masyarakat tak akan takut lagi untuk terlibat secara aktif dalam kegiatan koperasi. Hal ini berdampak bukan hanya pada citra, akan tetapi koperasi mampu memberikan dampak yang lebih luas dan besar bagi masyarakat.

“Ini sesuai dengan pesan presiden dalam perayaan HUT koperasi yang ke-64 lalu. Saat itu presiden meminta dilaksanakan revitalisasi koperasi yang salah satunya dengan membangun citra koperasi, sehingga masyarakat gemar untuk ikut berkoperasi,” ujarnya.

Pemberian hadiah ini di samping sebagai timbal balik atas kontribusi masyarakat, juga untuk mengubah kesan bahwa koperasi selalu kecil. Dengan demikian mindset masyarakat tentang koperasi diharapkan berubah.

Tak hanya pengundian hadiah dengan hadiah utama berupa satu unit sepeda motor. Serangkaian HUT juga dilaksanakan persembahyangan bersama dan juga kunjungan ke panti asuhan yang ada di Gianyar. Ini menjadi bentuk kepedulain KSU Citra Buana Raya terhadap keberadaan anak-anak yang kurang beruntung yang menghuni panti.

Apresiasi dan kepedulain yang ditunjukkan KSU Citra Buana Raya

terhadap masyarakat sekitar tak hanya sampai di sini. Dalam kesempatan tersebut juga diserahkan beasiswa kepada anak-anak berprestasi tetapi kurang mampu. “Kami berikan juga beasiswa. Ini sesuai dengan prinsip dasar koperasi yang diharapkan dapat memberikan kesejahteraan pada masyarakat, khususnya anggota,” ujar Suardana.

Kemampuan koperasi untuk menjadi besar, memang telah ditunjukkan oleh KSU Citra Buana Raya yang didirikan sejak 2002 ini. Jika pada awalnya kantor koperasi ini selalu “nomaden” dari sau rumah anggota ke rumah anggota yang lain, saat ini koperasi ini telah memiliki kantor sendiri.

Kini, koperasi ini juga telah memiliki sekitar 200 anggota. Sementara itu jumlah masyarakat yang dilayani ada sekitar 400 orang. Bahkan KSU Citra Buana Raya juga memiliki produk unggulan yakni Simpanan Berjangka yang dikenal dengan Simas, serta tabungan harian yang berhadiah.

“Saat ini koperasi tak lagi seperti dulu. Koperasi bisa berdiri sejajar dengan lembaga sejenis lainnya. Lihat saja banyak koperasi yang memiliki asset yang besar. Koperasi juga sudah bankable dan dilihat oleh Bank Umum seperti KSU Citra Buana Raya ini. Bahkan BNI 46 dan BPD bekerja sama dengan kami,” kata Suardana.

Untuk mengembangkan koperasi ini, Suardana menceritakan KSU Citra Buana Raya selalu berusaha mendorong para anggota untuk mengembangkan usaha. Menurutnya koperasi akan berkembang dengan baik jika selalu melibatkan dan didukung oleh masyarakat sekitar. Dan ke depan, ia juga berharap pemerintah terus memberikan apresiasi terhadap keberadaan koperasi yang selama ini telah mampu menjadi soko guru ekonomi Indonesia.

Page 4: Etabloid edisi11

4 Galang Kangin

Edisi 11/NOVEMBER 2011

Anggapan beberapa kalangan yang menyebut bahwa industri pariwisata Bali sudah mencapai titik jenuh, secara

tegas dibantah Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali, Ida Bagus Subhiksu. Kejenuhan itu hanya diakui terjadi pasa sektor perhotelan di wilayah Bali selatan, khususnya wilayah Badung, Gianyar, dan Denpasar. Sedangkan peluang untuk pengembangan hotel di luar Bali selatan maupun sektor usaha lainnya di seluruh Bali, diakui masih terbuka. “Hemat saya, belum terjadi kejenuhan terhadap perkembangan industri Pariwisata, kecuali untuk sektor perhotelan di wilayah Kabupaten Badung, Gianyar, dan Kota Denpasar,” ujar Subhiksu.

Bali juga dipastikan akan tetap menjadi primadona destinasi wisata dunia. “Itu karena Bali memiliki taksu atau vibrasi spiritual yang sulit ditandingi oleh destinasi lain,” tambahnya.

Maka bukan tanpa alasan, Bali ditetapkan menjadi ‘The Best Island in the World’ (pulau terbaik di dunia) oleh Travel and Leisure, majalah pariwisata terkenal yang bermarkas di New York, Amerika Serikat. “Wisatawan akan tetap memilih Bali, karena Bali memiliki kelebihan di bidang alam, budaya, manusia yang ramah, nilai filosofi dan kuliner yang beragam, baik dari

sisi makanan khas Bali dan asing,” kata Subhiksu.

Subhiksu memprediksi, ada beberapa pasar wisatawan yang akan meningkat ke depan, yakni pasar China, India dan Rusia. “Ketiga pasar ini merupakan emerging market Bali pada tahun-tahun mendatang,” jelasnya. Selain ketiga pasar tersebut, pasar wisatawan asal Australia dan Amerika Serikat diperkirakan akan cukup bagus dalam tahun-tahun ke depan.

Namun untuk dapat lebih

berkembang ke depannya, diperlukan upaya pembenahan berbagai infrastruktur pendukung. Apalagi saat ini Bali dihadapkan oleh masalah-masalah kemacetan lalu lintas dan ketimpangan pembangunan antar wilayah.

Upaya-upaya untuk perbaikan infrastruktur, menurut Subhiksu, sudah diupayakan melalui rencana pembangunan bandara baru di Bali utara. Rencana pembangunan bandara tersebut, saat ini tengah dalam proses feasibility study untuk menentukan kelayakan pembangunannya, sekaligus penentuan lokasi pastinya.

Pemerintah juga pembangunan jalan tol di atas perairan yang menghubung wilayah Denpasar (pesanggaran) dengan Bandara Ngurah Rai dan Nusa Dua. Pembangunan jalan sepanjang 10,5 km itu rencananya sudah dimulai November ini dengan pembiayaan dari konsorsium sejumlah badan usaha milik negara (BUMN)

seperti PT. Jasa Marga, PT. Angkasa Pura 1, PT. Bali Tourism

Development Corporation (BTDC), dan lainnya.

Guna memecah kemacetan di simpang

Dewa Ruci yang saat ini merupakan

persimpangan strategis bagi pengendara dari Denpasar-

Kuta-Nusa Dua,

Sajian Utama

Catatan Dinas Pariwisata Provinsi Bali, kunjungan wisatawan asing ke daerah ini mencapai lebih dari 8.000 orang per hari.

Kunjungan wisatawan asing ke Bali selama 2011 (hingga September) telah mencapai lebih dari 1,8 juta orang. Tingkat

hunian hotel pun mencapai rata-rata 70%.

MASIH BESAR,PELUANG USAHAPARIWISATA

pemerintah juga merencanakan pembangunan jalan underpass. “Pembenahan infrastruktur sangat penting bagi masa depan pariwisata Bali,” jelas Subhiksu.

Salah satu infrastruktur yang tidak kalah pentingnya adalah pelabuhan kapal pesiar yang layak dan memadai. Pemerintah pusat bekerjasama dengan Pemerintah Provinsi Bali dan Pemerintah Kabupaten Karangasem sebenarnya sudah merintis pembangunan pelabuhan kapal pesiar di Tanah Ampo, Karangasem. Pembangunannya pun telah rampung. Namun akibat perencanaan yang kurang matang, belakangan baru diketahui bahwa kedalaman dermaga kurang dari seharusnya sehingga kapal pesiar besar tidak dapat bersandar. Pemerintah saat ini tengah mengupayakan penambahan anggaran untuk memperdalam dermaga tersebut.

Sayangnya, Subhiksu mengakui pemerintah daerah masih menutup perizinan travel agent baru. Menurut Subhiksu, perijinan baru untuk travel agent masih dimoratorium karena supply dan demandnya yang tidak berimbang. Hasil kajian DPD Asosiasi Travel Agent (Asita) Bali dengan Pusat Penelitian Kebudayaan dan Pariwisata Universitas Udayana merekomendasikan agar pemerintah tidak menambah travel agent baru di Bali. Bila perizinan travel agent baru dibuka, dikhawatirkan akan terjadi perang tarif yang secara otomatis akan berdampak pada menurunnya kualitas layanan pariwisata Bali.

Meski peluang untuk usaha travel agent masih tertutup, Subhiksu mengingatkan masih banyak peluang usaha pariwisata lain yang bisa digarap. Salah satunya adalah pengembangan ekowisata desa yang belakangan makin digemari wisatawan. “Masih banyak peluang yang bisa dikembangkan, seperti desa wisata,” kata dia.

Page 5: Etabloid edisi11

Galang Kangin 5

Edisi 11/NOVEMBER 2011

Pariwisata Bali ibarat sumber air yang tidak pernah kering. Dengan sedikit kreativitas dan ketekunan, pariwisata Bali bisa

menjadi tumpuan ekonomi seluruh masyarakat. Demikian pandangan Ir. Agung Suryawan Wiranatha, MSc. PhD., Kepala Pusat Penelitian Kebudayaan dan Kepariwisataan, Universitas Udayana yang juga pengurus Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Bali. “Pariwisata Bali itu ibarat sumber air yang tidak akan pernah kering. Selalu ada peluang untuk dikembangkan,” jelas Suryawan.

Pria kelahiran 2 Maret 1965 itu memprediksi jumlah wisatawan asing yang berkunjung ke Bali akan terus naik, meski dengan perubahan komposisi asal negara. Australia yang selama ini menjadi pasar andalan, dipastikan tetap di posisinya dalam jangka sekitar 5 tahun ke depan. “Tetapi dalam 10 tahun ke depan, China mungkin bisa di nomor satu. Karena perkembangan ekonomi China cukup pesat dan tampaknya sangat stabil. Kemampuan ekonomi masyarakatnya pasti akan meningkat,” jelas Suryawan.

Tak hanya wisatawan asing, kunjungan wisatawan domestik juga dipastikan akan terus meningkat, seiring meningkatnya kebutuhan berwisata di tengah kesibukan rutin masyarakat.

Sayangnya, menurut Suryawan, belum banyak masyarakat lokal Bali yang memanfaatkan pariwisata sebagai andalan wisata. Sebaliknya, pariwisata Bali lebih banyak dimanfaatkan oleh investor asing maupun investor asal kota-kota lain di Indonesia. Para investor

luar sengaja datang untuk membangun beragam usaha wisata, mulai dari biro perjalanan wisata (travel agent), hotel, spa, dan lainnya.

“Sumber air yang tidak pernah kering ini seharusnya bisa kita manfaatkan untuk mengembangkan ekonomi masyarakat kita sendiri. Kenyataannya, lebih banyak orang luar yang memanfaatkannya,” keluh pria yabg menyelesaikan program S3-nya di bidang perencanaan wilayah di Department of Geographical Sciences and Planning, The University of Queensland, Australia ini.

Menurut Suryawan, banyak peluang bisnis pariwisata yang bisa dimanfaatkan masyarakat. Mulai dari bisnis akomodasi, transportasi, spa, kuliner, dan lainnya. “Untuk masyarakat lokal Bali, saya lihat memang peluangnya tidak pada investasi yang besar-besar, karena mengalami kesulitan dalam hal permodalan. Paling kita bisa bergerak pada kelompok usaha menengah kecil saja,”

PARIWISATA,“SUMBER AIR”YANG TAK PERNAH KERING

jelasnya.

Koperasi BerpeluangAda beragam bidang usaha yang

sangat potensial dikembangkan di sektor menengah dan kecil. Salah satu yang paling potensial adalah usaha spa. “Spa banyak diminati, tidak hanya oleh wisatawan asing, tetapi juga wisatawan domestik ataupun masyarakat lokal. Kita termasuk komunitas yang stress karena kesibukan harian, sehingga membuat spa berkembang bagus sebagai sebuah kebutuhan untuk refreshing,” kata penulis sejumlah buku bidang pariwisata itu.

Usaha travel agent tak kalah menjanjikan. Selain menjanjikan banyak keuntungan, travel agent juga tidak membutuhkan modal uang yang terlalu besar. Terutama bila hendak menjadi travel agent yang fokus menggarap inbound dan outbound. Suryawan mengakui modal yang diperlukan akan jauh lebih besar bila travel agent hendak menggarap wisata MICE (meeting, incentive, convention, dan exhibition).

“Bila kita handle MICE, pembayaran di muka biasanya hanya sedikit. Selesai pelaksanaan baru dibayar total. Jadi kalau kegiatan MICE perlu dana Rp 2 miliar, kita harus punya Rp 2 miliar dulu. Bagi kita, investor lokal, mungkin dana sebesar itu berat, kecuali membentuk koperasi,” ujarnya.

Pembentukan badan usaha koperasi menurutnya bisa menjadi solusi investasi yang menguntungkan, karena lewat koperasi beberapa orang dengan modal kecil dapat menggalang dana untuk membangun usaha. “Kalau dananya kurang, bisa pinjam antar koperasi, atau bisa ke bank juga. Jadi MICE pun sebenarnya kalau kelompok usahanya koperasi, saya rasa bisa karena permodalannya sudah cukup kuat,” tambah Suryawan.

Sajian Utama“Cuma, MICE itu harus punya

dukungan jaringan kuat. Harus punya jaringan dengan usaha transportasi, hotel, dan lain lain, biar bisa dapat harga kompetitif. Jadi bisa berkompetisi. Jaringan itu bisa diperkuat lewat kerjasama dengan owner-owner lokal,” tegasnya.

Selain jaringan kuat, persaingan usaha yang sangat ketat menuntut adanya inovasi-inovasi produk. Apalagi, keberadaan travel agent di Bali saat ini sudah sangat jenuh, akibat maraknya usaha travel agent ilegal yang cenderung merusak iklim pasar.

Peluang usaha bisnis pariwisata lainnya juga dipastikan masih sangat menjanjikan, baik usaha akomodasi, kuliner, dan agrowisata. “Tidak perlu berpikir tentang usaha-usaha berskala besar. Buat saja usaha berskala kecil dan sederhana. Asalkan dikelola baik, ada inovasi, pasti akan sukses,” jelasnya.

Ia mencontohkan usaha akomodasi hotel bisa dibangun dengan konsep tradisional, bisa memiliki nilai jual yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan hotel besar dengan konsep modern. Hal itu karena kecenderungan selera wisatawan belakangan ini mengarah pada wisata desa yang menawarkan nilai-nilai tradisional. “Wisatawan tidak mencari hal-hal yang modern. Justru mereka mencari hal-hal yang sangat tradisional. Yang benar-benar Bali,” ujar Suryawan.

Wisata spiritual juga bisa menjadi salah satu pasar yang perlu digarap serius, karena menyimpan potensi yang sangat besar. “Kelompok-kelompok spiritual di luar negeri itu adalah orang-orang kaya. Itu merupakan potensi yang sangat besar, karena mereka senang

mencari pengalaman spiritual keliling dunia. Bali menjadi salah

satu tempat yang juga digemari untuk wisata

spiritual,” Suryawan menambahkan.

Page 6: Etabloid edisi11

6 Galang Kangin

Edisi 11/NOVEMBER 2011

Membangun usaha travel agent susah susah gampang. Networking dan kepercayaan menjadi kunci keberhasilan. Oversuplai membuat persaingan menjadi tak sehat.

Presiden Direktur PT. Tour East Indonesia, Eddy Putra Panca, menyebut bisnis travel agent seperti jasa makelar. Pasalnya, travel agent tidak mempunyai produk langsung, melainkan hanya memasarkan destinasi wisata yang sudah ada. Karenanya, bisnis ini memposisikan kepercayaan di atas segalanya. “Kalau tidak bisa jaga kepercayaan, susah berkembang. Makanya banyak juga travel agent yang jatuh bangun, karena tidak bisa jaga kepercayaan,” ujar pria kelahiran 41 tahun silam itu.

Level kepercayaan itulah diperkirakan akan menjadi tantangan terberat bagi koperasi yang terjun di bidang travel agent. Menurut dia, tidak mudah bagi koperasi untuk membangun kepercayaan publik karena koperasi merupakan badan yang dimiliki banyak anggota. “Yang paling sulit itu kemungkinan saat menjalin kontrak kerjasama. Harus ada upaya riil agar travel agent di luar negeri maupun pihak-pihak lain, bisa percaya pada keberadaan koperasi,” kata Eddy.

Selain kepercayaan, kemampuan networking juga sangat menentukan keberhasilan sebuah usaha travel agent. Networking yang kuat dengan berbagai pihak, menjadi sesuatu yang mutlak untuk bisa menjadi travel agent yang kompetitif dalam kualitas maupun harga.

Sekretaris Umum Asosiasi Travel Agent (Asita) Bali itu mengingatkan, persaingan dalam bisnis travel agent di Bali saat ini sangatlah ketat. Bahkan, persaingan yang ada sudah mengarah pada perang tarif. Hal ini disebabkan karena terjadi oversuplai dalam bisnis tersebut. “Kalau ditengok dari kapasitas wisatawan yang datang, dengan jumlah travel agent, sudah terjadi oversuplai,” jelas Eddy.

Saat ini tercatat ada lebih dari 1.000 unit travel agent yang terdaftar resmi di Dinas Pariwisata Bali dan Asita Bali. Jumlah itu belum termasuk travel agent-travel agent yang beroperasi secara ilegal. Karena tidak mengantongi izin, secara otomatis travel agent tersebut beroperasi secara sembunyi-sembunyi dan terbebas

dari beban pajak. Tanpa membayar pajak dan beban-beban lainnya, travel agent ilegalpun bisa dengan bebas menjual paket travelnya dengan harga murah. Hal inilah yang menimbulkan terjadinya perang harga dan cenderung merusak pasar.

Praktik-praktik usaha yang tidak seharusnya pun kerap dihalalkan oleh beberapa travel agent nakal. Mereka “menjual” wisatawan kepada guide dan sopirnya, untuk mendapatkan keuntungan lebih. Untuk mendapatkan keuntungan, para wisatawan pun “dipaksa” oleh guide maupun sopirnya agar berbelanja di tempat-tempat tertentu demi mendapat komisi. Praktik yang kerap disebut praktik jual beli kepala itu, diakui Eddy, sangat merusak citra pariwisata Bali. “Awalnya praktik jual beli kepala ini banyak terjadi di pasar Taiwan, kemudian merambat ke pasar China. Tapi belakangan sudah mulai ada pembenahan,” katanya.

Menyetop praktik-praktik nakal dan ilegal, diakui Eddy, bukanlah hal mudah. Apalagi sebagian besar wisatawan tidak cukup jeli menyeleksi travel agent yang dimintai jasanya. Al hasil, travel agent ilegal tetap mendapat tempat di hati para wisatawan.

Ia juga menyesalkan sikap beberapa oknum pengusaha travel agent yang seolah tidak memikirkan nasib Bali dalam jangka panjang. “Banyak orang yang tidak berpikir panjang, sehingga akhirnya infrastruktur yang ditawarkan tidak berkualitas. Dia hanya berpikir jangka pendek, bagaimana caranya agar dapat uang,” keluhnya.

Idealnya, tambah Eddy, jumlah travel agent yang beroperasi di Bali hanya sekitar 300-an unit. Hal itu sesuai dengan kajian yang dilakukan Asita Bali bekerjasama dengan Universitas Udayana dan Dinas Pariwisata Bali beberapa waktu lalu. “Istilahnya, kalau ada 300-an unit travel agent di Bali, barulah travel agent itu bisa hidup layak,” tambahnya.

Namun Eddy mempersilahkan semua pihak untuk ikut bersaing dalam bisnis travel agent, asalkan secara sehat. Dikatakan, pasar pariwisata Bali yang bisa digarap sangat beragam. Ada beberapa pasar tradisional yang masih cukup stabil seperti Australia dan negara-negara Eropa. “Kalaupun ada yang mau masuk ke pasar ini, hanya cenderung memperebutkan

Sajian UtamaEDDY PUTRA PANCA

JATUH BANGUN KARENA KEPERCAYAAN

porsi yang sudah ada,” kata dia.Sebaliknya, ada beberapa pasar baru yang

masih bisa dikembangkan seperti pasar wisatawan India, China, dan Rusia. Namun masih banyak kendala yang harus dihadapi untuk menggarap pasar-pasar baru tersebut. Kendala yang paling utama adalah aksesibilitas yang sangat terbatas karena minimnya kapasitas penerbangan. “Belum banyak akses penerbangan ke negara-negara pasar baru pariwisata Bali itu,” keluh dia.

Page 7: Etabloid edisi11

Galang Kangin 7

Edisi 11/NOVEMBER 2011

Sajian Utama

KOPERASI MITRA RAKYATMILIKI ”TRAVEL AGENT” BUKAN LAGI MIMPI

Tidak harus bermimpi untuk bisa memiliki usaha travel agent. Hal itu dibuktikan oleh sekelompok orang yang mendirikan Kopmira Holiday Tour and Travel, satu dari sedikit

koperasi yang bergerak dalam bisnis pariwisata.

Kopmira Holiday Tour and Travel, dioperasikan oleh Koperasi Mitra Rakyat, sebuah koperasi yang berkantor di Jalan Banteng IV No. 11 Denpasar. Koperasi yang beranggotakan 50

orang itu melayani beragam jasa, mulai dari tour, persewaan kendaraan (rent car), ticketing, tirtayatra, hingga MICE (Meeting Incentive Convention dan Exhibition).

Kata, Managing Director Kopmira Holiday Tour and Travel, I Wayan Sumerta, pembentukan koperasi yang menyediakan usaha pariwisata sudah menjadi mimpinya sejak duduk di bangku kuliah. Tepatnya sejak tahun 1996, saat Sumerta dipercaya sebagai Ketua Umum Koperasi Mahasiswa Universitas Udayana.

Ide membangun koperasi berbasis usaha pariwisata muncul ketika Sumerta mendapat kesempatan mengikuti program kunjungan koperasi ke National Federation University Cooperative Association (NFUCA) di Jepang, sebuah asosiasi koperasi mahasiswa di negeri matahari terbit itu. Namun ide membangun koperasi berbasis usaha travel agent sempat disimpan saja, karena terbentur regulasi yang tidak membuka peluang koperasi melakukan usaha seperti itu.

Baru pada tahun 2010 lalu, ide itu dapat terwujud karena diakomodasi oleh Peraturan Daerah No. 1 Tahun 2010 tentang usaha jasa perjalanan wisata. Perda itu memberi legalitas kepada koperasi untuk menyediakan jasa pariwisata. Berdiri secara resmi pada 21 Juli 2010, Kopmira Holiday berharap bisa menjadi salah satu penyedia layanan perjalanan yang lengkap di Bali. “Misi kami adalah menyenangkan dan benar-benar memuaskan klien kami,” ujar Sumerta berpromosi.

Menurut Sumerta, Kopmira Holiday ingin membuktikan bahwa kegiatan usaha koperasi tidak melulu soal urusan simpan pinjam dan perdagangan barang kelontong. “Ini sebenarnya buat saya merupakan lompatan kuantum. Karena sebelumnya urusan koperasi kan simpan pinjam, minimarket. Dan kalau bicara jasa pariwisata, kelasnya kan menengah ke atas, di mana orang-orang koperasi masih perlu banyak belajar,” ujar Sumerta.

Ia menegaskan, banyak sekali potensi yang bisa digarap. Dalam jangka pendek ini, Kopmira Holiday berusaha menggarap pasar outbound ke tempat-tempat yang tidak terlalu jauh seperti tirtayatra, kunjungan kerja, dan lainnya. Namun dalam jangka panjang, Kopmira Holiday berharap bisa menggarap pasar yang lebih luas.

Pria yang aktif di Dewan

Koperasi Indonesia (Dekopin) Bali itu optimis, jaringan asosiasi koperasi internasional (international cooperative alliance/ICA) dapat menjadi pasar yang sangat potensial. “ICA berada di 98 negara. Ini pasar yang besar dan bisa kita garap. Ini kekuatan yang besar, yang bahkan travel agent biasa belum tentu bisa meraih jaringan koperasi ini,” ujarnya.

Upaya merintis pasar tersebut, kata Sumerta, sudah mulai dilakukan. Beberapa waktu lalu, Kopmira Holiday mengorganisir kegiatan studi banding sejumlah pengurus koperasi di Bali ke Singapura. Studi banding dilakukan dengan mengunjungi Singapore National

Cooperative Federation (SNCF), federasi koperasi-koperasi di Singapura. “Kita mulai sedikit demi sedikit. Dari Singapura, kita akan ke Jepang. Kita harapkan bisa terus mengembangkan sayap,” ujar Sumerta bersemangat.

Meski persaingan travel agent sangat ketat, namun Sumerta justru mengharapkan lebih banyak koperasi lagi yang bergerak di bisnis ini. Tidak cuma pada bidang travel agent, koperasi juga dapat

dibentuk untuk menggarap destinasi-destinasi wisata seperti ekowisata desa.

“Saya harapkan koperasi-koperasi yang lain bisa membentuk

koperasi sejenis, sehingga kita bisa bergandengan tangan. Idealisme koperasi menggerakkan ekonomi kerakyatan akan menjadi kekuatan

tersendiri,” tambahnya.Membangun kepercayaan

terhadap koperasi, diakui menjadi salah satu rintangan. Apalagi belakangan banyak muncul koperasi bermasalah.

“Namun kalau kita mampu menunjukkan profesionalisme,

kepercayaan itu akan tumbuh dengan sendirinya,”

tandasnya.

Page 8: Etabloid edisi11

8 Galang Kangin

Edisi 11/NOVEMBER 2011

Cermin

Gianyar selama ini dikenal sebagai salah satu pusatnya seni di Bali. Banyak seniman lahir di sini, tak hanya itu berbagai bentuk kesenian juga berkembang di daerah yang dijuluki sebagai sebun seni ini. Perkembangan dunia pariwisata juga turut mendorong perkembangan kesenian ini.

Hanya saja bukan berarti tak ada ancaman bagi keberadaan seni dan para senimannya. Seni yang perkembangannya semakin mengikuti perkembangan dan permintaan pasar membuat seni cenderung mengarah pada seni kontemporer. Sementara seni-seni klasik yang peminatnya cenderung berkurang makin tergerus keberadaannya.

Kondisi inilah yang membuat pemerintah merasa khawatir dan memutuskan untuk memberikan bantuan bagi keberadaan kesenian klasik. Salah satu kelompok seni yang diberikan perhatian ini yakni kelompok seniman wayang kulit yang ada di Banjar Babakan, Desa Pakraman Sukawati. Bermaksud menyelamatkan keberadaan para seniman, pemerintah memberikan bantuan modal guna membentuk koperasi seniman wayang kulit.

I Wayan Laksana, S.Pd., pelaksana operasional Koperasi Seniman Wayang Kulit Sukawati menceritakan ide pembentukan koperasi telah ada sejak tahun 2005. “Pada tahun 2005 pemerintah melalui camat dan kepala desa sempat menyampaikan kepada para seniman agar membentuk sebuah wadah, yakni koperasi untuk menjaga keberadaan kesenian wayang kulit khususnya yang ada di Babakan, Sukawati ini,” ungkapnya.

Ternyata saat ide ini disampaikan kepada para seniman, sempat muncul pro dan kontra. Tak semua seniman setuju dengan ide pembentukan koperasi ini. Alasannya bukan para seniman tak ingin dibantu, akan tetapi mereka merasa tak mampu untuk mengelola bantuan yang diberikan pemerintah. Para seniman khawatir bantuan yang diberikan pemerintah tak bisa dikelola dengan baik dan justru menimbulkan masalah.

“Para seniman merasa

tak akan mampu mengelola bantuan yang diberikan pemerintah maupun mengelola koperasi. Para seniman juga tak ingin terikat. Seperti biasa, mereka ingin bebas untuk berkreasi. Sementara di sisi lain pemerintah tetap ingin agar seni yang ada di Babakan ini terus berkembang khususnya kesenian wayang kulit,” tutur Laksana.

Perhatian pemerintah terhadap keberadaan seniman wayang kulit yang ada di Banjar Babakan bukan tanpa alasan. Banjar Babakan dikenal sebagai pusat dan akar perkembangan kesenian wayang, bukan hanya di Gianyar, tetapi juga bagi Bali. Bahkan generasi dalang tertua ada di banjar ini. Perkembangan seni wayang dan pedalangan bersumber dari daerah ini.

Pro dan Kontra yang sempat muncul akhirnya mencair setelah dilakukan tiga kali pertemuan antara pemerintah dan seniman. Para seniman akhirnya menerima anjuran pemerintah untuk membentuk sebuah wadah yakni koperasi. Hanya saja tak semua bantuan yang telah diberikan dialokasikan sebagai dana operasional. Dari seluruh bantuan yang diterima, 50% diantaranya tetap disimpan. Bahkan meskipun badan hukum telah terbit sejak tahun 2005, baru 2007 koperasi ini memulai operasionalnya.

“Kami mendapatkan bantuan sebesar Rp 100 juta dari Kementerian Koperasi, sementara bupati memberikan bantuan sebesar Rp 11 juta. Karena kami tak terlalu yakin dengan kemampuan kami dalam mengelola bantuan ini, maka hanya setengahnya yang dijadikan modal operasional. Sisanya kami simpan,” terangnya.

Kantor PinjamMeski telah berjalan selama

empat tahun, sampai saat ini koperasi seniman ini hanya melayani bantuan peminjaman modal pada anggotanya. Keterbatasan sumber daya menjadi salah satu alasan mengapa koperasi

ini belum juga membentuk unit usaha baru seperti pelayanan simpanan atau tabungan.

Kegiatan koperasi dilakukan di salah satu art shop milik

Wayan Kurdana. Pun demikian dengan staf, hanya ada dua

orang termasuk Wayan Laksana. “Operasional

kami laksanakan di tempat ini. Kami belum memiliki kantor.Tempat ini juga masih kontrak. Yang bekerja juga kebanyakan dengan landasan ngayah demi kelangsungan keluarga dalang dan

seniman wayang,” ungkapnya.

Jumlah anggota koperasi ini juga

tak cukup banyak. Ini dikarenakan ada persyaratan

khusus yang wajib dipenuhi oleh seseorang yang akan menjadi anggota

dari koperasi seniman wayang kulit ini. Mereka haruslah memiliki keterkaitan dengan seni pewayangan, baik dalam kaitannya dengan seni pedalangan maupun kerajinan wayang kulit.

Mereka yang bisa menjadi anggota koperasi ini haruslah seorang dalang, tututan atau pembantu dalang, juru gender, tukang ukir wayang atau tukang mewarnai wayang. Di samping itu mereka juga harus berasal dari Sukawati, khususnya daerah Babakan. Laksana menceritakan di awal pendiriannya, koperasi ini hanya beranggotakan 30 orang, sementara saat ini anggotanya telah berkembang hingga menjadi 75 orang.

Hibah Jadi Bergulir Diakui memang bukan hal yang

mudah untuk mengembangkan koperasi ini. Dari sisi keanggotaan, anggota hanya

KOPERASI SENIMAN WAYANG KULIT SUKAWATIBERTAHAN DI TENGAH KETERBATASAN

dibatasi pada mereka yang memiliki kaitan dengan seni wayang kulit. Bahkan dari sisi kewilayahan, juga dibatasi hanya yang berasal dari wilayah Banjar Babakan.

Berbagai pertanyaan menggatung di benak pengurus koperasi seiring dengan berjalannya koperasi ini. Bukan hanya tentang keyakinan akan kemampuan untuk mengelola bantuan yang diberikan, akan tetapi juga dari status bantuan yang diberikan. Bukan tanpa alasan pertanyaan ini muncul. Ketidaksesuaian status bantuan antara pemerintah pusat dan daerah menjadi alasan kemunculannya.

“Dari Kementerian Koperasi, bantuan yang diberikan berupa hibah, akan tetapi entah mengapa saat sampai pada pemerintah daerah, status bantuannya berubah menjadi dana bergulir. Alasannya memang untuk keadilan dan pemerataan dengan seniman-seniman lain, tetapi mereka juga pernah berjanji jika telah dikembalikan, dana akan dikucurkan lagi. Tetapi sampai saat ini belum kami lihat buktinya,” tuturnya.

Kewajiban untuk mengembalikan modal yang telah diberikan juga menjadi salah satu alasan mengapa koperasi wayang ini agak sulit untuk berkembang. Meski dari SHU yang didapat angkanya cukup baik, akan tetapi kewajiban pengembalian modal membuat asset koperasi dari tahun ke tahun tak pernah meningkat.

“Meski asset tak meningkat, di sisilain hutang kami terus berkurang. Sebenarnya bantuan ini berupa hibah, bahkan jika tak dikembalikan tak akan ada sanksi hukum. Sanksinya hanya berupa sanksi moral. Hanya saja kami tak ingin anak cucu kami dicap negatif, terlebih kami sebagai seniman wayang dikatakan tak mau mengembalikan modal yang diberikan pemerintah,” terang Laksana.

Page 9: Etabloid edisi11

Galang Kangin 9

Edisi 11/NOVEMBER 2011

Cermin

bersifat material,” ujarnya.Benar saja. Setelah badan

hukum didapat oleh koperasi ini, ternyata koperasi tak bisa langsung melaksanakan operasionalnya. Meski badan hukum telah terbit pada pertengahan 2005, baru tahun 2007 koperasi ini memulai operasionalnya.

Keterbatasan tempat operasional, serta sumber daya, membuat koperasi ini hanya melayani unit usaha pinjaman dana semata. Tak berkembangnya unit usaha lain bukan dikarenakan tak ada keinginan dari

para pengurus maupun anggota untuk mengembangkan koperasi.

Hal ini lebih disebabkan oleh keterbatasan, terutama

sumber daya manusia untuk mengelola dan

menjalankan unit-unit usaha lainnya.

“Sebenarnya kami ingin mengembangkan unit lain seperti simpanan. Hanya saja kami takut jika dipaksakan, hasilnya justru tak akan baik. Membentuk unit usaha baru tentu perlu tenaga tambahan. Tenaga inilah yang belum ada, sehingga kami tak bisa

menjalankan unit usaha baru,” jelas ayah tiga anak ini.

Keterbatasan sumber daya manusia ini terlihat jelas dari operasional yang hanya dilaksanakan oleh dua orang, termasuk Wayan Laksana. “Sebenarnya saya dulu bukanlah anggota, tetapi saat koperasi ini dibentuk, saya diminta untuk membantu mengelola. Pun demikian dengan bagian yang membantu operasional di sini, semua kami lakukan dengan sukarela.”

Meski bukan sesuatu yang mudah, Laksana terus berusaha melakukan yang terbaik di tengah berbagai keterbatasan yang harus dihadapi koperasi ini. Apa yang dilakukannya saat ini sebagai wujud pengabdian dan kepedualiannya terhadap kesenian dan keberadaan seniman wayang kulit di Sukawati.

“Kami tetap berusaha melakukan segala

sesuatunya dengan sebaik mungkin.

Bukan demi sesuatu yang sifatnya materi semata. Ini kami lakukan sebagai wujud

pengabdian kepada leluhur

dan pasemetonan dalang dan seniman

wayang kulit di

I Wayan LaksanaMENGELOLA KOPERASI,

MENJAGA WARISAN LELUHUR

Semangat mengabdi ini ditunjukkan I Wayan Laksana, S.Pd. Pria yang telah dua periode menjadi ketua Koperasi Seniman Wayang Kulit Sukawati ini, menunjukkan bahwa di tengah segala keterbatasan, koperasi ini mampu bertahan dan memberikan dampak yang positif bagi anggotanya.

Mencari Koperasi Seniman Wayang Kulit ini tak terlalu sulit. Hanya saja, jangan dibayangkan jika kita akan menemui sebuah kantor dengan berbagai fasilitasnya. Bahkan jika tak melihat dari papan nama yang terpasang di depannya, kita akan mengira bahwa tempat tersebut hanyalah art shop yang menjual kerajinan wayang kulit.

Laksana mengakui, mengembangkan koperasi seniman wayang kulit ini bukanlah perkara mudah. Di awal pendiriannya, pemerintah memang memberikan bantuan modal yang besarnya bahkan di atas 100 juta rupiah. Akan tetapi, bukan berarti koperasi ini dapat beroperasi dengan mulus dan tanpa hambatan.

“Meski diberikan modal, kami tak memiliki kemampuan untuk mengelola keuangan. Koperasi seniman ini hanya dibolehkan menerima anggota yang merupakan seniman wayang, sementara sebagaimana diketahui, para seniman tak memiliki kemampuan untuk mengelola keuangan. Mereka tak terlalu suka terikat dan sebisa mungkin memisahkan urusan berkesenian dengan hal-hal yang

Mengembangkan sebuah usaha yang didukung dengan keserbatersediaan fasilitas, mungkin bukan hal yang luar biasa. Tetapi untuk mampu bertahan di tengah berbagai keterbatasan, namun tumbuh

menjadi sesuatu yang sangat luar biasa, layak menadi cermin bagi yang lain. Dalam kondisi seperti kasus yang kedua itu, diperlukan keteguhan dan semangat untuk mengabdi guna bertahan dan mengembangkan

sebuah organisasi, seperti koperasi dengan segala keterbatasan yang dimilikinya.

Babakan,” ujar suami Ni Ketut Karmi ini. Semangat ngayah inilah yang tetap membuat Laksana tetap bertahan. Menurutnya, dengan tetap mengabdi di koperasi seniman ini, ia bisa membantu para seniman, sebagai wujud nyata baktinya pada leluhur.

Dalam mengelola koperasi, diakui kemajuan tak hanya ditentukan oleh pengurusnya saja. Laksana menilai sebuah organisasi terutama koperasi, baru bisa maju jika didukung oleh seluruh anggotanya dan juga masyarakat yang ada di sekitarnya. “Sepandai apapun pengurusnya, jika anggota dan masyarakatnya tak pernah peduli, tentu koperasi tak akan bisa maju. Karena koperasi ini milik bersama, maka baru bisa berjalan baik jika ada rasa saling memiliki, bukan hanya dari pengurus tapi juga anggota dan masyarakatnya,” jelasnya.

Tak Hanya ModalMeski berjalan dalam berbagai

keterbatasan, akan tetapi keberadaan koperasi ini diakui membawa yang berarti bagi para anggotanya. Wayan Kurdana, salah seorang anggota koperasi, menyatakan, modal memang menjadi salah satu kendala yang dihadapi oleh hampir seluruh seniman, termasuk seniman wayang.

Ada kalanya kami akan mendapatkan order, tetapi untuk membuat order ini, kami tentu memerlukan modal. Kami perlu membeli bahan baku, para pekerja juga harus dibayar, meski terkadang ada “DP”, tapi seringkali ini tak mencukupi, karena itu para seniman memang perlu mendapatkan bantuan modal agar bisa bertahan.

Laksana menuturkan, para seniman yang menjadi anggota dari koperasi ini, mendapatkan keringanan saat melakukan peminjaman. Untuk pinjaman di bawah Rp 1 juta, mereka tak perlu menggunakan agunan. Bahkan bunga pinjamannya pun relatif rendah hanya 1,5%. Sementara bagi non anggota, bunga pinjaman mencapai 2%

Hanya saja Laksana menilai bahwa para seniman ini tak cukup, jika hanya dibantu dari sisi permodalan. Jauh lebih penting dari itu para perajin wayang juga perlu dibantu pemasaran produknya. Karena meskipun mereka memiliki modal untuk berproduksi, jika tak didukung dengan akses pasar yang memadai, hasilnya jelas tak cukup maksimal.

Meski di satu sisi ia gembira, pemerintah memberikan perhatian akan ketersediaan modal bagi para seniman, namun di sisi lain ia menyayangkan pemerintah justru kurang memfasilitasi akses pasar pada para seniman ini. “Kami diminta membentuk organisasi, tetapi lucunya setiap ada pameran, justru orang lain yang ditunjuk. Ini kan aneh. Jika memang pemerintah akan membantu, sebaiknya bukan

hanya modal, tetapi juga akses pasar, sehingga produk kami bisa dikenal secara luas dan dengan demikian kesenian wayang kulut juga akan lestari,” tutur pria yang juga menjadi

ketua KSU Banjar Babakan ini.

Page 10: Etabloid edisi11

10 Galang Kangin

Edisi 11/NOVEMBER 2011

Peluang Usaha

Berkembangnya industri pariwisata di Bali, berdampak positif bagi perkembangan perekonoman Bali. Berbagai

sarana penunjang pariwisata dibangun, mulai hotel hingga restoran. Keberadaannya tentu menjadi penyedia lapangan kerja baru, bukan hanya masyarakat Bali, tetapi juga orang-orang yang datang dari daerah lain.

Sejak beberapa tahun belakangan, pariwisata Bali semakin diramaikan dengan bermunculannya tempat-tempat memanjakan diri berupa Spa. Kehadiran Spa ternyata mendapat sambutan positif dari wisatawan yang berkunjung, bahkan menjadi salah satu “menu wisata” favorit bagi wisatawan yang tengah berlibur di Bali. Banyak Spa bermunculan dengan berbagai pelayanan yang ditawarkan. Bahkan keberadaan Spa di Bali dengan segala keunikannya, telah membuat Bali mendapat predikat sebagai pulau Spa terbaik.

Direktur Bali Orchid Spa, I Ketut Purna, mengungkapkan usaha Spa sangat bagus untuk Bali saat ini. Menurutnya, trend Spa masih akan tetap bertahan hingga beberapa tahun ke depan. Ini tak terlepas dari trend yang berkembang di dunia yakni natural

healing yang semakin diminati.Bagi Bali, perkembangan Spa

sangat didukung oleh karakter pariwisata Bali yang mengutamakan keindahan alam serta keunikan budaya. Wisatawan yang datang ke Bali umumnya ingin menikmati keindahan alam Bali, dan jika ini dipadukan dengan natural healing, terlebih dengan sentuhan tradisi yang unik, tentu akan menjadi sebuah produk yang unik dan menarik.

“Orang datang ke Bali untuk menikmati keindahan alam Bali dan keunikan tradisi yang ada. Jika dikembangkan, spa yang memadukan keduanya tentu akan menjadi sesuatu yang sangat menarik. Terlebih balinesse massages sangat terkenal di dunia, ini menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan,” ujarnya.

Dilihat dari pasar, Spa juga memiliki pangsa pasar yang sangat luas. Wisatawan dari berbagai usia bisa menjadi penikmat Spa. Pun demikian dengan negara asal, wisatawan dari hampir semua negara, tak hanya terbatas pada Eropa maupun Amerika, bahkan Asia, juga menjadi pasar potensial bagi Spa yang saat ini telah berkembang sebagai sebuah lifestyle.

Hanya saja Purna menuturkan,

KONSEP MATANG CIPTAKAN SPA UNIK DAN MENARIK

membuka sebuah Spa, bukanlah usaha yang bisa dimulai dengan modal sedikit. Untuk sebuah Spa dengan kelas menengah ke atas, diperlukan modal sekitar Rp 500 juta. Sementara jika Spa memang hanya akan mempergunakan tempat semacam ruko, modal yang diperlukan berkisar Rp 200-300 juta.

“Memulai Spa memerlukan modal besar, tak dipungkiri perlu bantuan pemodal untuk memulainya. Bahkan saat memulai membuka Spa, saya harus meminta bantuan bank. Modal yang besar tentu harus dikelola dengan sebaik mungkin agar hasilnya maksimal,” terangnya.

Meski modal yang diperlukan relatif besar, menurut Purna, Spa jika dikelola dengan baik, merupakan sebuah usaha yang potensial dan menarik untuk dikembangkan. Menjadi potensial karena pasarnya begitu luas, dan menarik karena usaha Spa bukan hanya menyangkut produk dan kualitas pelayanan, akan tetapi juga berkaitan erat dengan kreativitas seorang pengusaha dalam melakukan inovasi.

Besarnya pasar yang dimiliki Spa inilah, yang menginspirasi mengapa Purna pada 2007 memutuskan memulai usaha Spa yang berlokasi di Bypass Ngurah Rai. Saat itu ia hanya mengelola travel agent dan bekerja dengan salah satu Spa yang ada di Kuta. Setiap bulan ia membayar ke Spa tersebut Rp 20-30 juta.

Kondisi ini membuatnya berpikir jika dari satu travel saja didapat Rp 20-30 juta per bulan, maka bisa dibayangkan dengan 5 travel agent saja bisa didapat Rp 100-150 juta. Sementara di Bali saja terdaftar sekitar 400 travel, belum lagi para guide dan travel freelance, maka bisa dibayangkan seberapa besar potensi yang dimiliki dari bisnis ini.

Seiring berjalannya waktu, diakuai persaingan Spa memang semakin ketat. Hanya saja pasar yang dimiliki masih luas. Untuk menghadapi persaingan ini, Purna membagi sebuah rahasia. Inovasi dinilai sebagai salah satu kunci untuk eksis di tengah persaingan yang semakin ketat.

Karenanya, sebelum membuka Spa, seorang pengusaha diminta untuk menyiapkan konsep secara matang. Konsep matang diperlukan agar Spa

yang dimiliki berbeda dengan yang telah ada. Ini sangat perlu dipikirkan mengingat pada dasarnya Spa selalu menawarkan hal yang sama. Jadi perlu ketelitian dan detil untuk menciptakan sebuah perbedaan yang akan membuat customer terkesan.

Pemilihan lokasi usaha yang strategis juga sangat penting. Spa sangat bergantung pada kualitas terapis, karenanya kualitas terapis juga menjadi salah satu faktor penting. Terapis yang dipilih haruslah yang andal dan berkompeten, sehingga mampu memberikan pelayanan yang terbaik. Dengan pelayanan yang baik mulai dari bagian awal hingga akhir, maka mereka yang datang mendapat kepuasan yang bisa menjadi garansi keberlangsungan sebuah usaha.

“Perlu konsep yang jelas dan unik untuk memulai Spa di Bali saat ini. Jika hanya Spa yang di ruko, atau dalam gedung, tentu tak akan terlalu menarik karena sudah biasa. Di tempat saya, bagaimana membuat mereka yang datang merasa serasa di alam, dengan segala keindahan dan keunikannya. Mereka datang ke Bali kan untuk menikmati keindahan alam. Jadi saat di Spa pun, mereka harus bisa tetap merasakannya.

Menurut Purna, Spa masih tetap diminati dan akan selalu diminati, sehingga mereka yang ingin mulai membuka Spa baru, tak perlu merasa takut tidak mendapat pasar. Bisa dilihat saat ini, meski begitu banyak Spa di Bali, ternyata wisatawan tetap saja mengantri untuk dapat menikmatinya. Spa masih akan tetap dibutuhkan dan sulit ditemukan titik jenuhnya. Ini tentu berbeda dengan atraksi wisata lain yang memiliki titik jenuh tersendiri.

Persaingan juga dinilai bukanlah sesuatu yang patut ditakuti. Persaingan menurutnya harus dilihat secara positif sebagai sesuatu yang memacu kreativitas, selama dilakukan dengan cara-cara yang wajar dan sportif. “Kuncinya tetap pada kualitas pelayanan. Jika bersaing dalam memberikan pelayanan yang terbaik pada customer, tentu semua akan diuntungkan baik customer maupun pengusahanya,” bebernya.

Iklan Rupa-rupa

Page 11: Etabloid edisi11

Galang Kangin 11

Edisi 11/NOVEMBER 2011

Sayang, di tengah pesatnya perkembangan pariwisata Bali, kebanyakan orang Bali hanya berada di posisi sebagai pekerja.

Sementara mereka yang menguasai dan mengontrol perputaran roda pariwisata kebanyakan merupakan orang-orang non-Bali bahkan asing.

I Ketut Purna, yang akrab disapa John, merupakan satu dari sedikit orang Bali yang bisa memiliki tempat dalam industri pariwisata Bali. Direktur dari PT Restu Dewata Bali Tour ini bisa menjadi contoh keberhasilan putra bali dalam berjuang dalam industri pariwisata. Tentu bukan sesuatu yang mudah untuk mencapai apa yang telah diraihnya saat ini.

Kepada Galang Kangin, pria yang hanya lulusan SMA ini menuturkan perjalanannya hingga meraih posisi seperti sekarang. Sejatiya ia merupakan anak yang tumbuh jauh dari hingar-bingar dunia pariwisata. Lahir dan tumbuh di Desa Jatiluwih, Tabanan, Purna selalu bergelut dengan dunia pertanian. Bahkan setelah lulus dari bangku SMA pada 1985, Purna masih bekerja di sawah. Meski begitu, dalam benaknya ia ternyata telah menyimpan keinginan untuk datang merantau ke Denpasar.

“Dari 1985 sampai 1989 saya masih bekerja di sawah. Meski orangtua masih ada, tetapi saya bestatus anak angkat. Waktu itu telah ada keinginan untuk pergi ke Denpasar. Padi yang telah ada, niatnya dijual untuk membeli sepeda motor dan pergi bekerja ke Denpasar, tetapi ternyata ayah angkat saya tidak setuju. Saya juga tidak mendapat izin,” tutur suami Ni Ketut

Potret

Ngasti ini.Tak mendapat restu dari orang

tua, ternyata tak membuat niat di benak Purna padam. Sebaliknya, keinginan untuk merantau ke Denpasar semakin besar. Akhirnya ia memberanikan diri dan nekat pergi memenuhi panggilan hatinya. Dari sinilah perjuangannya dimulai.

Pertama sampai di Denpasar, pria kelahiran 22 Desember 1965 ini bekerja sebagai kernet angkot. Ia bekerja dengan seorang sopir yang tinggal di kawasan Imam Bonjol. Selama bekerja sebagai kernet, ia terpaksa tinggal di dalam angkot. “Saat itu saya tak pernah membicarakan gaji atau upah, yang terpenting saya diberikan makan setiap hari, itu saja sudah cukup,” kenang Purna. Saat menjadi kernet angkot ini juga Purna diajari menyetir hingga akhirnya bisa mengendarai mobil sendiri.

Setelah bekerja sebagai kernet, ia lalu mendapat perkerjaan pada sebuah art shop dan digaji Rp 10 ribu per bulan. Saat bekerja di sinilah ia mulai belajar bahasa Inggris. Purna menceritakan kemampuan bahasa Inggrisnya tidak didapat melalui kursus, melainkan secara otodidak. Purna masih bisa mengingat dengan jelas ia bisa fasih berbahasa Inggris, karena belajar dari sebuah buku percakapan yang berjudul 555.

Dilihat memiliki kemampuan, Purna pun diajak bekerja sebagai sopir oleh Putu Mustika yang bekerja di salah satu hotel. Hanya saja, Purna tak langsung bisa bekerja sebagai sopir. Terlebih dulu ia harus bekerja di rumah Mustika sebagai pembantu.

“Saya ditawari bekerja sebagai sopir oleh Mustika, tapi sebelumnya

harus kerja dulu di rumahnya. Saya bekerja di sana selama tiga bulan. Saat itu baru benar-benar saya rasakan bekerja sebagai pembantu. Yang paling berat rasanya saat harus mencuci pakaian dalam. Tapi itu semua harus dilakukan agar bisa mandapatkan pekerjaan yang lebih baik,” tuturnya.

Bekerja sebagai sopir membuat Purna memiliki kesempatan untuk bertemu dengan lebih banyak orang dan menjalin hubungan baik dengan beberapa kolega. Bahkan pada 1991 ia pergi ke Amerika bersama Michael, seorang warga Amerika yang cukup lama dikenalnya.

Awalnya ia berencana pergi ke Amerika selama setahun untuk bekerja. Hanya saja ia merasa kurang cocok dengan segala kondisi yang ada di sana, sampai ia memutuskan akan pulang kembali ke Bali. Tetapi sambil menunggu kepulangan, ia melihat sebuah iklan yang menayangkan dibukanya lowongan untuk bergabung sebagai crew cruise (kapal pesiar) yang membuatnya tertarik.

“Kebetulan waktu itu tempat pendaftarannya hanya beberapa blok dari apartemen tempat saya tinggal. Langsung saja saya mendaftar dan joint dengan cruise tersebut. Akhir 1991 saya resmi bergabung. Saya bekerja hanya setahun, dan pada 1992 langsung kembali ke Bali. Hasil bekerja selama satu tahun saya belikan tanah untuk rumah ini,” ujarnya.

Sepulang dari bekerja di kapal pesiar, berbekal pengalaman

yang dimilikinya, Purna bekerja pada sebuah travel. Bekerja selama lima tahun dari 1993-1998, membuatnya mencapai posisi sebagai manager. Hanya saja krisis yang terjadi membuat travel tempatnya bekerja gulung tikar.

Tahun 1999 ia memutuskan untuk keluar dan kembali menjadi sopir. Baru tahun 2000 ia memutuskan membentuk perusahaan sendiri yang diberi nama PT Restu Dewata Bali Tour. Di sinilah ia mulai merintis semuanya. Di awal, ia hanya bekerja sendiri dan mengerjakan segala sesuatunya sendiri. Hal ini ia lakukan selama tiga tahun sampai tahun 2003.

“Saat memulai, saya bekerja seperti tukang jahit. Semua saya kerjakan sendiri. Mulai membuka email, sopir sampai direkturnya juga saya sendiri. Saya jadi punya banyak kartu nama. Saya bekerja dengan satu computer saja yang ada di kamar yang sempit. Tetapi waktu itu hubungan dengan beberapa hotel sudah bagus. Jadi saya sangat terbantu oleh relasi ini,” tuturnya.

Setelah travel agent-nya berkembang, ia pun muai mengembangkan sayap bisnisnya. Spa menjadi pilihannya. Pada 2007, ia mulai merintis Bali Orchid Spa yang berlokasi di Bypass Ngurah Rai. Persaingan yang begitu ketat baik pada usaha travel agent maupun spa, tak menjadi kekhawatiran bagi Purna. Menurutnya, kualitas yang baik menjadi salah satu jaminan bagi seorang pengusaha untuk

bertahan.“Yang terpenting kita selalu

berusaha memberikan pelayanan terbaik, dan menjaga kualitas layanan yang diberikan. Dengan pelayanan yang baik dan tamu tak pernah complain, maka kita akan bisa melanjutkan bekerja. Wisatawan semakin cerdas. Mereka tentu tak hanya mau dengan harga murah, tetapi kemudian digiring seperti kerbau untuk berbelanja dan melakukan ini

dan itu. Mereka datang ke Bali untuk menikmati alam Bali dan

bukan untuk yang lain,” jelas ayah empat anak ini.

Perkembangan industri pariwisata yang begitu pesat di Bali, bukan hanya membuat Bali menjadi sangat dikenal oleh dunia luar. Pariwisata telah membawa dampak positif bagi perekonomian Bali. Jika dulu hampir seluruh masyarakat

menggantungkan hidupnya pada pertanian dalam arti luas, saat ini industri pariwisata telah menjadi alternative, bahkan pilihan favorit sebagian besar masyarakat Bali.

FOCUS menjadi kunci bagi keberhasilan Purna hingga menjadi seperti saat ini. Menurutnya, seseorang tak boleh menyerah dengan keadaan. Agar bisa berhasil, seseorang menurutnya tak boleh malu dengan apapun yang dilakukan selama yang dilakukannya itu benar dan tak sampai merugikan orang lain.

“Pertama, seseorang harus focus pada apa yang diinginkan dan dikerjakan. 15% dari apa yang dilakukan diletakkan pada doa atau spiritual way. Sisanya kita harus work hard and work smart. It’s not easy, but fun,” ungkapnya.

Bagi anak muda Bali, Purna memberikan saran agar di samping bekerja di Bali, akan lebih baik jika diimbangi mencari pengalaman di luar. Dengan hal ini mindset yang ada selama ini akan berubah. Pengalaman akan membuat seseorang memiliki pola pikir yang berbeda. Pola pikir positif menurut Purna perlu dikembangkan, maka setiap orang akan mampu menghadapi setiap tantangan dengan baik.

Tak hanya pola pikir, pola kerja juga dinilai perlu untuk diperbaiki. Bekerja di dunia pariwisata yang tak pernah libur, menuntut seseorang untuk mampu memanage segala aktivitasnya mulai dari pekerjaan, urusan agama maupun adat. Jika ini tak dilakukan, orang Bali dikhawatirkan hanya akan menjadi penonton gemerlapnya pariwisata di rumah sendiri.

“Setiap hari kita akan menghadapi sesuatu yang berbeda. Bisa jadi ini sebuah tantangan atau bahkan masalah yang harus diselesaikan. Karena itu setiap hari kita dituntut untuk berpikir cerdas dan bekerja keras. Tak ubahnya berjudi, kita harus berani mengambil langkah, menentukan strategi dan menanggung segala risiko yang akan terjadi di depan.

Berkat segala usaha dan kerja kerasnya, banyak hal telah diraih Purna. Saat ini saja ia memiliki 14 kendaraan yang mendukung operasional travelnya. Di PT Restu Dewata Bali Tour, ia dibantu 22 orang pekerja dan di spa yang dimilikinya, ia mempekerjakan lebih dari 50 orang.

JANGAN PERNAH MENYERAH

Page 12: Etabloid edisi11

12 Galang Kangin

Edisi 11/NOVEMBER 2011

GAGAL PANEN, BERAS MAHALAgrobis

tentu akan mengurangi jumlah yang bisa dipasok. Hal ini jelas mengakibatkan melambungnya harga beras, seperti yang sekarang sedang terjadi.

“Gagal panen sesungguhnya lebih sering terjadi pada pertanian yang menerapkan pola tanam mono kultur, seperti jenis padi saja, tanpa diselingi dengan palawija. Dan masih mempertahankan pemakaian pupuk kimia secara berlebih, sebagai doping tanaman padi. Jelas hal ini akan memperparah kesuburan lahan, sehingga sangat sedikit yang bisa dimanfaatkan oleh tanaman. Nah, dengan berkurangnya ketersediaan nutrisi, tentu tanaman lebih mudah terserang hama penyakit. Akibatnya, berdampak pada kualitas dan kuantitas hasil produksi,” jelas Wayan Cita, SP., Kepala Bidang Pengkajian Teknologi Pertanian dan Hortikultura Kota Denpasar kepada para petani di Subak Margaya, Denpasar Barat.

Ditambahkan, “Banyak faktor yang menjadi pemicu serangan terhadap tanaman padi

tersebut.” Faktor lain yang

menjadikan harga beras mahal, akibat meruginya para pengijon. Seperti yang dikatakan Wayan Darna, staf unit Agro Kharisma Farm, “Saat padi mulai masak susu, sudah ada pengijon yang memberikan uang muka (ceng) kepada petani. Lima belas hari kemudian, situasi tersebut berubah secara drastis, di mana pada bagian leher padi mulai membusuk (potong leher), dan akhirnya malai padi akan kosong. Jelas saja si pengijon panik, karena dapat dipastikan mengalami kerugian.” Dari pantauan di beberapa wilayah binaan Kharisma Farm, ditemukan bahwa sebagian besar tanaman padi yang memakai pupuk Agrodyke masih terhindar dari serangan virus tersebut.

“Serangan potong leher tersebut terjadinya sangat mendadak,” jelas Wayan Suasa, Kepala Balai Penyuluh Pertanian (BPP) Mengwi, Badung. Hal ini terjadi pada demplot padi yang dilaksanakan di lahan BPP. “Karena terlambat

Memasuki bulan Oktober, harga eceran beras berlabel sempat

mencapai Rp 220.000 per 25 kilogram. Tak lama kemudian mulai menurun, tetapi masih di atas harga dua ratus ribuan. Berfluktuasinya harga beras sebagai komoditi utama, sangat dirasakan sebagian besar masyarakat. Sedikit saja harga naik, maka akan mempengaruhi komoditi lainnya.

Saat ini, masyarakat belumlah membedakan mana beras yang sehat untuk dikonsumsi. Bagi mereka, yang terpenting ada beras untuk dimasak. Dari informasi yang berhasil dihimpun, tingginya harga beras, akibat di beberapa wilayah di Bali khususnya, banyak terjadi gagal panen. Penyebabnya, hama penyakit yang dipicu oleh kondisi cuaca ekstrem.

Untuk diketahui, bahwa pasokan beras yang didatangkan dari Jawa, sebagian besar berasal dari daerah Jembrana, Tabanan, dan Klungkung. Beras yang mereka beli di Bali diproses lebih lanjut di Jawa, lalu dikemas, dan selanjutnya dipasarkan ke Bali. Jadi, kalau saat ini di Bali terjadi gagal panen,

menyemprot, seluruh demplot terserang, sehingga kami gagal panen. Kalau di Subak Bulan, Desa Gulingan, Mengwi, dari awal gejalanya sudah diketahui, sehingga tanaman padi yang terserang segera dicabut dan dimusnahkan. Terlambat sedikit saja, maka akan menjalar ke seluruh areal subak Bulan,” jelas Nyoman Suriana, Petugas Penyuluh Lapangan setempat.

“Masa tanam padi periode bulan Maret - Oktober, terutama pada Sasih Kapat, biasanya memperoleh hasil yang baik. Bahkan sampai dengan November terjadi panen raya. Harga gabah cukup terjangkau, sehingga para pemasok gabah akan membeli sebanyak mungkin,” jelas Mande Juniarta, staf Kharisma Farm yang mengkoordinir proses gabah menjadi beras. Namun saat ini kenyataannya berbeda. Dari pantauan di lapangan, dikatakan banyak terjadi gagal panen karena serangan virus.

Sementara Dewa Astina, pemilik Padi Agro di Subak Cemagi, Badung, mengatakan,

“Sebagian

IMBAUAN pemerintah melalui Dinas Pertanian terhadap pengurangan pemakaian pupuk anorganik, sampai saat ini sudah mampu menyentuh para petani penggarap. Artinya, program Go Green Pemerintah Provinsi Bali dengan semangat para penyuluh di lapangan, sudah mulai berhasil merubah kebiasaan petani. Dampak positifnya, mulai bermunculan produksi beras sehat maupun beras organik. Hanya saja, sampai saat ini belum sepenuhnya mendapat dukungan dari konsumen, mengingat masih ada pilihan beras lain dengan harga terjangkau.

Namun demikian, ada hal yang masih harus ditekankan lagi kepada petani agar tidak menjual padi sebelum panen. Karena para pengijon akan beraksi saat padi mulai masak susu. Dan merekalah yang akan menentukan standar harga tertentu tanpa membedakan hasil produksi, apakah itu diperlakukan dengan pupuk anorganik atau pupuk organik. Di sinilah petani sering bimbang untuk memutuskan. “Kalau tidak segera dijual, banyak keperluan dana untuk keluarga. Kalau ditunda, konsekuensinya dihargai serendah mungkin, karena sudah lewat waktu misalnya,” ungkap Komang Rata, Pekaseh Subak Penataran, Marga, Tabanan.

“Dari padi mulai masak susu sampai dengan siap panen, rentan sekali terhadap beberapa gangguan. Seperti yang terjadi pada musim tanam saat ini, di mana 14 hari sebelum panen tanaman padi terserang potong leher. Selain itu, risiko dimakan burung, maupun yang lainnya.

Itulah umumnya kondisi yang dihadapi petani, sehingga keberpihakan petani lebih cenderung kepada para pengijon. “Walaupun dihargai lebih murah,

mengingat kebutuhan

dana yang mendesak,

membuat kami memilih menjual ke

pengijon. Buat mereka, sepertinya tidak ada jalan

lain lagi,” ungkap Nyoman Rajin, Ketua Unit Pupuk dan

Sarana, Subak Margaya, Denpasar, saat berbincang dengan Wayan Darna.

Ditambahkan, “Kalau padinya sudah diberikan ceng, berarti petani hanya menunggu pelunasan saja. Karena saat

panen, si penebas yang menyiapkan tenaga kerja beserta kelengkapannya. Kalau panen sendiri, tenaga lokal sulit dicari, sehingga padinya lewat waktu.”

Awal sosialisasi program Yarnen Bali Madani sudah disepakati beberapa hal, di antaranya gabah akan dibeli per kilogram pada saat panen. Namun, begitu padi mulai masak susu, kebanyakan petani sudah ada yang memutuskan untuk ditaksir saja. Dan dua minggu menjelang panen para petani sudah bertemu dengan pengurus koperasi untuk menyepakati harga beli gabah nantinya. Apa yang telah disetujui oleh kedua belah pihak, secara sepihak dilanggar oleh beberapa petani. Mereka berubah, minta dijual berdiri. Tentu hal ini memperlihatkan bahwa petani belum memiliki pengalaman untuk dijual gabahnya per kilogram kering panen. Padahal, dengan dijual per kilogram, kedua belah pihak akan mendapatkan hasil secara transparan.

Menyikapi hal tersebut, tidak ada pilihan lain bagi unit Agro untuk mencoba mengikuti keinginan petani. Dan setelah sebagian dilakukan penimbangan, ternyata hasilnya lebih banyak daripada yang ditaksir. “Mudah-mudahan, pada masa panen berikutnya petani bersedia menjual gabahnya pada saat panen,” demikian harapan Wayan Ajus Sucitrawan, staf unit Agro yang bertugas mengkoordinir pembelian gabah petani.

besar tanaman padi yang berada di wilayah dekat pantai tidak ada gejala potong leher. Tetapi pada dataran yang lebih tinggi, apalagi yang terkena imbas sayong (embun), pasti akan diserang.” Walaupun tidak terkena, kebanyakan petani di daerah Cemagi melaksanakan pencegahan dengan menyemprotkan pupuk Agrodyke ke seluruh bagian tanaman. Hal ini sesuai dengan multi fungsi daripada pupuk tersebut.

“Menurunnya harga beras beberapa minggu terakhir ini, belum menjamin akan stabilnya harga,” jelas beberapa pengecer beras di Pasar Sanglah, seperti yang dikutip tim pemasaran dari Unit Kharisma Farm. Kebanyakan beras yang tersedia di pasaran saat ini, sangat berbeda dengan sebelumnya. Mungkin saja berasal dari beras yang sengaja distock untuk mengantisipasi keadaan yang telah diprediksi sebelumnya. Bagi mereka yang telah lama menggeluti pekerjaan ini, cara yang demikian sudah mereka alami pada setiap tahunnya. Maka tidak heran ketika tidak ada

panen raya, beras masih beredar

di pasaran.

Page 13: Etabloid edisi11

Galang Kangin 13

Edisi 11/NOVEMBER 2011

Setelah mengawal Sekolah Lapang di wilayah Denpasar Barat, kini program Yarnen Bali Madani merambah ke wilayah Denpasar

Selatan, tepatnya di Subak Renon. Mengawali tugas sebagai pekaseh anyar yang belum lama dilantik, I Made Pagiarta dan jajaran pengurus subaknya membuat terobosan baru. Bagi petani yang mengikuti program Yarnen (bayar panen) ini, dibantu sejumlah dana untuk pengolahan lahan, menggunakan pupuk Agrodyke, dan hasilnya akan dibeli per kilogram gabah kering panen oleh Unit Agro Kharisma Farm.

Rencana kerja yang telah dirembugkan sejak awal September 2011, diperoleh luasan 40 hektar. Dalam bulan berjalan hingga pertemuan terakhir di bulan Oktober, jumlah luasan bertambah menjadi 60 – 70 hektar.

Kata Wayan Cita SP, Kepala Bidang Pengkajian Teknologi Pertanian dan Hortikultura Kota Denpasar, “Yang

menjadi kajian dalam program Yarnen di Subak Renon, antara lain apakah dengan pemakaian pupuk Agrodyke dapat meningkatkan kualitas gabah maupun beras? Dan akan dicoba untuk melaksanakan panen dengan cara menimbang gabah kering panen. Tujuannya, agar bisa diketahui berapa sebenarnya hasil riil yang didapat.

Sesuai cerita pengalaman Haji Dahlan, formulator sekaligus pemilik pabrik pupuk Agrodyke, bahwa kalau aplikasinya sesuai dengan aturan pakai, pada masa tanam ketiga baru akan ada perubahan. Dikatakan, “Pada perlakuan awal, kualitas gabah, yang jelas berubah, malai padi akan padat berisi. Selain itu, setelah beras dimasak, rasanya berbeda dari beras umumnya. Lebih pulen dan bersih,” jelas Nyoman Sarna, konsultan Unit Agro yang membantu menyeleksi kualitas beras yang akan diedarkan ke pasar.

Dari data yang ada di Dinas

Pertanian Kota Denpasar, hasil di Subak Renon memang hampir konstan 12 ton gabah per hektar. Padahal pemakaian pupuknya standar, seperti urea dan lainnya. Menurut I Made Pagiarta, “Beras Renon memang terkenal dari dulu, karena rasanya berbeda. Tercapainya hasil yang demikian itu, karena jenis tanah sawah di subak kami memang beda, jenis Granusol – tanah lempung berpasir. Kami tertarik dengan program Yarnen Bali Madani, karena selain diberikan membayar pupuk pada saat panen, hasil panennya pun dibeli pihak koperasi. Berarti petani penggarap memperoleh suatu kepastian,” katanya.

“Untuk tahap pertama, akan dicoba seluas 60 hektar. Kalau program ini berhasil, akan dilanjutkan dengan program Sekolah Lapang dari Dinas Pertanian pada tahun 2012,” terang Wayan Cita SP. Ditambahkan, dalam pelaksanaannya agar tetap berkoordinasi dengan unit Agro, terutama saat ada

Agrobis

gejala serangan hama penyakit. Hal ini ditekankan mengingat pengalaman di daerah lain yang kurang berkoordinasi, sehingga tidak diketahui keunggulan dari pupuk Agrodyke ini. Keberhasilan di tempat lain harus menjadi panutan bagi Subak Renon.

Pada waktu sosialisasi dilakukan, terlihat antusiasme petani. Banyak hal teknis yang ditanyakan sehubungan dengan teknologi pupuk Agrodyke. “Agar mudah diaplikasikan, gunakan waktu pemupukan yang sudah biasa dilakukan petani. Proses pengolahan lahan menjadi wajib dilakukan. Mengapa? Karena pupuk ini berbahan dasar rumput laut yang mampu membersihkan residu-residu kimia di dalam lahan tersebut. Bila ada gejala serangan hama penyakit, semprotkan lima sendok makan pupuk Agrodyke yang dicampurkan dengan 14 – 15 liter air (1 tangki)”. Demikian penjelasan Wayan Sandi, tim teknis Unit Agro, kepada petani.

YARNEN BALI MADANIDI SUBAK RENON

SEBAGAI panduan awal, dijelaskan bagaimana aplikasi pupuk Agrodyke pada lahan seluas 10 are. Satu kilogram pupuk Agrodyke berisi 50 sendok makan. Pada saat mengolah lahan dengan traktor, campurkan 10 sendok makan pupuk Agrodyke dengan 14 – 15 liter air. Semprot lahan dengan merata. Dekatkan ujung sprayer dengan permukaan lahan.

Kemudian, semprot benih padi setelah berumur 10 hari. Cukup campurkan dua sendok makan pupuk dengan 14 liter air. Dan yang perlu ditekankan lagi, tanamlah benih padi

pada umur 14 hari. Jangan melebihi umur tersebut. Bila lewat dari umur tersebut, kesempatan untuk membentuk anakan akan tidak efektif. Maksudnya, jumlah anakan akan sedikit. Benih agar ditanam tidak terlalu dalam. Kalau terlalu dalam, akar bibit yang sudah terbentuk tidak akan berfungsi, sehingga akan mulai lagi membuat akar baru. Hal inilah yang menyebabkan pertumbuhan bibit mengalami perlambatan.

Umur 15 hari setelah tanam (HST), semprot tanaman padi dengan lima sendok pupuk Agrodyke yang dicampur

dengan 14 liter air (1 tangki). Setelah padi berumur 18 hari, campurkan 10 sendok pupuk Agrodyke dengan pupuk dasar yang biasa digunakan petani. Selanjutnya, taburkan dengan merata di lahan. Pada umur 30 HST, semprot kembali dengan dosis lima sendok makan pupuk per 14 liter. Pemupukan kedua pada umur 35 HST, dengan dosis 10 sendok pupuk Agrodyke dengan pupuk dasar. Selanjutnya, umur 45 HST, dan 60 HST disemprot kembali masing-masing dengan dosis lima (5) sendok makan pupuk Agrodyke per 14 liter.

Apabila ada gejala serangan hama, semprot dengan dosis lima (5) sendok pupuk Agrodyke per 14 liter air. Perhatikan pula waktu penyemprotan. Pada pagi hari, sebaiknya disemprot tidak lebih dari jam 9 pagi. Kalau sore hari, sebaiknya mulai jam 4 sore. Jangan menyemprot pada siang hari, karena mulut daun (stomata) tertutup. Selain itu, pupuk akan lebih banyak yang menguap.

PANDUAN PENGGUNAAN PUPUK AGRODYKE

Page 14: Etabloid edisi11

14 Galang Kangin

Edisi 11/NOVEMBER 2011

Pakar Bicara

Kota-kota di Indonesia, termasuk kota-kota yang ada di Bali, dalam beberapa tahun belakangan dipenuhi

oleh pedagang ritel (mini market) modern. Kepemilikannya, individual maupun toko ritel berjaringan. Hampir tiap jengkal ruas jalan di kota, bahkan sampai jalan-jalan di pinggiran kota, bertengger toko ritel modern. Akibatnya, tentu kalangan pedagang warung (ritel tradisional) merasa semakin terdesak karena kalah bersaing disebabkan adanya berbagai

macam keunggulan (kenyamanan, keamanan dan kebersihan serta kemudahan) yang diberikan toko ritel modern. Hal ini didukung lagi oleh adanya perubahan gaya hidup (life style) masyarakat, yang tampaknya lebih suka dan merasa “naik gengsi“ jika berbelanja di toko ritel modern.

Secara umum, ciri-ciri yang merupakan keunggulan toko ritel modern yang menjamur itu, diantaranya adalah : (1). Pengambilan barang belanjaannya dilakukan secara swalayan (walk in dan self service); (2). Pelanggan tidak perlu melakukan tawar-menawar terhadap harga, karena harga sudah harga pas dan biasanya telah tercantum pada item barang (fixed price, usually with tag price on the product or self); (3). Adanya check out cashier dengan mesin register ataupun computer, serta banyak pula yang sudah dilengkapi barcode scanner; (4). Penataan indoor lay out tokonya rapi dengan displai produk yang tertata serta pencahayaan yang sangat baik; (5). Sebagian besar dilengkapi dengan air conditioner (AC) ataupun minimal ada kipas angin, sehingga belanja bisa lebih nyaman; (6). Umumnya penjualan untuk dikonsumsi langsung pelanggan, baik skala rumah tangga maupun kebutuhan orang perkantoran (retail oriented business).

Untuk meredam menjamurnya ritel modern yang mengancam ritel tradisional, pemerintah sebenarnya sudah mengeluarkan berbagai regulasi sejak 11 tahun yang lalu. Setidaknya ada 10 peraturan yang mengatur tentang usaha ritel, mulai dari Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 118/2000 tentang Perubahan dari Keppres No. 96/2000 tentang Sektor Usaha yang Terbuka dan Tertutup dengan beberapa syarat untuk Investasi Asing Langsung, hingga regulasi terbaru, yaitu PP No. 112/2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern, serta adanya Permendag No. 53/2008 tentang Pedoman Penataan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern.

Kesemua regulasi tersebut pada dasarnya bertujuan untuk mengurangi dampak negatif yang timbul dari perkembangan pasar modern, di samping menjadi landasan operasionalisasi pengaturan industri ritel yang mengedepankan

harmoni antarberbagai elemen. Kandungan penting PP No. 112/2007 adalah memberi kewenangan pada pemerintah daerah (kabupaten/kotamadya) untuk melakukan zonasi, dengan harapan aturan zonasi itu dapat mengatur lokasi pendirian minimarket, khususnya yang bersifat national chain.

Selain itu, diatur pula bahwa jarak pasar modern dengan pasar tradisional minimum 2 sampai dengan 2,5 km, mini market tidak boleh masuk permukiman, jam buka untuk mini markat pukul 10.00 WIB hingga pukul 22.00 WIB, pasar ritel modern tidak boleh menjual eceran, harus dalam bentuk partai, lusinan dan sebagainya.

Nah, berdasarkan regulasi itu, di Denpasar, Pemkot Denpasar pun telah mengeluarkan Peraturan Walikota (Perwali) No. 9/2009. Isi Perwali itu di antaranya, Pemkot Denpasar melalui instansi terkait melakukan pengawasan dan pembinaan untuk memonitor keberadaan ritel modern, serta melakukan pembinaan kepada para kepala pasar dan para pedagang tradisional agar mampu menyerap minat masyarakat untuk berbelanja melalui pola clean (bersih), hygiene (sehat), sanitation (sanitasi) and fast (cepat) dalam melayani pelanggan. Regulasi itu juga mengatur semua ritel modern yang beroperasi, wajib memiliki Izin Usaha Toko Modern (IUTM). Tiap kecamatan hanya diperbolehkan berdiri satu ritel reguler, dua waralaba dan empat operator mandiri. Jika ditotal kuota untuk satu perusahaan hanya boleh memiliki 28 toko di Kota Denpasar. Dengan demikian otomatis toko yang ada di luar kuota, tidak akan mendapatkan izin.

Tapi kenyataannya, coba kita cek di lapangan, sudahkah semua regulasi itu dipatuhi? Secara kasat mata, kepungan ritel modern telah merangsek ke setiap sudut kota? Siapakah yang salah dalam hal ini, apakah pengawasannya yang kurang sigap, atau karena para pengusaha yang cerdik melihat kelemahan yang ada?

Kita tunggu saja, apakah akan mampu ritel tradional yang sebagian besar dimiliki oleh masyarakat kecil dan masuk katagori UMKM ini tetap eksis “bertarung” dengan ritel modern yang dimiliki pemodal besar ini?

Ritel Tradisional,Mampukah Bertahan?

Oleh : Prof. Dr. IB Raka Suardana, SE.,MM.

Prof. Dr. IB Raka Suardana, SE.,MM.Penulis adalah Guru Besar Manajemen, Dekan

Fak. Ekonomi & Bisnis (FEB) Undiknas University dan Sekretaris Ikatan Sarjana Ekonomi

Indonesia (ISEI) Bali.

T : Kami baru memulai usaha selama kurang lebih 2 tahun. Kami ingin sekali mendapatkan bantuan permodalan untuk mengembangkan usaha kami. Bisakah kami dibantu untuk masalah yang saat ini kami hadapi?

I Nyoman WerdiartaPD 81Jl. Plawa No. 81, Denpasar.

J :Setiap usaha yang akan berkembang memang perlu modal. Untuk dapat mengakses modal dengan bunga rendah, Pak Werdiarta bisa mengajukannya ke BUMN-BUMN yang mengeluarkan dana CSR, dimana Anda akan menjadi mitra usaha BUMN yang memberi modal, tetapi syaratnya harus ada pembukuan, laporan keuangan. Dan biasanya BUMN memberi modal pinjaman 60% dari keuntungan usaha Anda.

T : Usaha kami bergerak di bidang laundry, dan baru berjalan selama 1 tahun. Selama ini kami agak kesulitan untuk mempromosikan usaha kami. Bagaimana caranya supaya usaha kami bisa berkembang dan banyak pelanggan?

Dewa Ayu Nyoman WidiariWidi LaundryJl. Tukad Petanu No. 1, Denpasar

J : Bu Widiari, beberapa cara bisa dilakukan agar usaha Ibu bisa dikenal masyarakat, terutama di lingkungan tempat usaha berada, antara lain dengan :- Penyebaran brosur yang rutin dilaksanakan.- Meningkatkan kualitas jasa pelayanan laundry.- Menciptakan program yang menarik terhadap pelanggan seperti; cuci kiloan, sevice antar jemput dan lain-lain.- Upayakan melakukan promosi lewat media cetak.

Kirimkan pertanyaan Anda melalui email ke : [email protected]

T : Koperasi kami sudah berjalan kurang lebih 3 tahun. Kami bermaksud mengembangkan usaha kami dengan menambah modal usaha. Bisakah kami diberikan solusi agar koperasi kami bisa berkembang dan dapat berjalan dengan baik?

I Wayan Tuku, S.Pd.KSU Guna ArthaBr. Dinas Kubusuih

J : Pak Wayan Tuku, beberapa langkah yang bisa saudara lakukan dalam mengembangkan koperasi, yaitu :- Mengoptimalkan anggota sebagai pasar potensial.- Menerapkan suku bunga yang bersaing.- Pelayanan dengan sapa, senyum, dan service yang memuaskan.- Anggota diberikan kesadaran untuk menyimpan dan meminjam di koperasi sendiri.

KLINIK KUKM BALI

Page 15: Etabloid edisi11

Galang Kangin 15

Edisi 11/NOVEMBER 2011

Bale Bengong

Anda dari Bali? Orang Bali??? Woooww……it’s nice. Bisa menari? Selalu respon kagum dan excited yang saya dapatkan tiap kali saya memperkenalkan diri sebagai orang Bali, baik dengan rekan sesama orang Indonesia maupun manca negara. Bali

memang, mau tak mau, masih menjadi ikon pariwisata Indonesia hingga sekarang. Tak dapat dipungkiri Bali memang sudah telanjur lebih dikenal masyarakat internasional. Bali masih menjadi tujuan impian wisatawan lokal maupun asing. Bali memang unik, ya alamnya, ya budayanya, ya karakter orangnya, pun dialek bahasanya yang khas. Maka tak salah bila di manca negara, buku-buku tentang kebudayaan dan kehidupan sehari-hari orang Bali, banyak diterbitkan.

Hingga sekarang, Bali masih menjadi pilihan bagi diadakannya berbagai pertemuan internasional. Seminar-seminar ilmiah pun, begitu diadakan di Bali, pesertanya akan sangat membludak. Ada begitu banyak kesepakatan dunia yang ditandatangani di Bali. Sesungguhnya, Bali tidak hanya tempat pariwisata, tapi juga tempat bersejarah bagi dunia. Hanya saja kita enggan, atau tidak peduli, untuk mencatat dan membanggakannya.

Dengan begitu tersohornya pulau Bali, pernahkah kita, orang Bali, berusaha menata agar apa yang menjadi keunikan kita tetap terjaga untuk kebudayaan Bali sendiri. Pernahkah kita, orang Bali, merasakan bahwa keunikan budaya inilah yang menyebabkan wisatawan selalu ingin datang ke Bali dan berusaha memasarkannya dengan cara yang lebih up to date. Pernah pulakah kita, orang Bali, berpikir seberapa banyak masyarakat Bali yang turut menikmati pesatnya kemajuan pariwisata Bali.

Seharusnya, dengan begitu pesatnya perkembangan pariwisata di Bali, masyarakat Bali dapat memegang peranan yang sangat penting dalam pengembangan pariwisata. Ada banyak hal yang dapat dilakukan, mulai dari perencanaan, pengembangan, pengawasan, dan pengevaluasian program pengembangan pariwisata. Tapi kenyataannya, keterlibatan masyarakat Bali yang paling menonjol hanya dalam pengembangan sarana utama pariwisata seperti akomodasi penginapan dan restoran, sarana penunjang pariwisata seperti art shop, tempat penukaran uang, dan toko oleh-oleh. Sedangkan peran yang lainnya masih sangat kecil. Itupun kebanyakan pengusaha kelas menengah dan kecil. Pengusaha besarnya?? Waahhh…entah darimana saja.

Suatu hari di masa peak season, beberapa tahun yang lalu, saya pernah mengantar keponakan berbelanja di Pasar Seni Kuta. Karena menawar diperkenankan, mulailah saya nego harga dalam bahasa bali. Dan saat di titik kritis, sang pegawai menyerah dengan minta saya ngomong langsung sama pemilik toko. Dengan pe-de saya langsung datangi si pemilik, masih dengan bahasa Bali…..tapi, ternyata saya salah strategi. Sang pemilik toko bukan orang Bali!! Dan itu saya alami di beberapa toko dengan berbagai macam komoditi yang berbeda. Ya ampuuunnn, ternyata yang orang Bali hanya para pegawainya. Sejak saat itu saya merasa mulai jadi wisatawan ketika berbelanja di Kuta. Bukan lagi ‘tuan rumah’.

Kali lain, saya berkesempatan mengobrol dengan tetangga yang seorang pramuwisata untuk wisatawan berbahasa mandarin, dan bukan orang Bali. Iseng saya bertanya, berapa banyak rekan seprofesinya yang orang Bali. Jawabannya singkat, hampir sama banyak dengan orang luar Bali. Saya hanya bisa tersenyum kecut. Ketika pramuwisata, yang harus memperkenalkan tentang Bali, hanya sebagian saja adalah orang Bali, tidakkah ini menjadi pertanyaan besar? Apakah mereka dapat menjiwai apa yang mereka sampaikan? Apakah nantinya para wisatawan tidak mendapatkan persepsi yang salah tentang budaya Bali? Apakah suatu budaya masyarakat dapat dipelajari hanya dari buku panduan pariwisata? Lalu akan ke arah mana bergulirnya pundi-pundi hasil industri pariwisata di Bali? Para wisatawan tersebut, berkeliling Bali, menikmati alam dan suasana Bali, menghabiskan uangnya di Bali, tapi siapa penikmat terbesarnya? Begitu banyak pertanyaan bergumul di pikiran saya.

Saat ini, hingga 2 bulan ke depan, saya berkesempatan belajar di Groningen, Belanda. Groningen hanya kota kecil, bukan kota wisata, hanya sebuah kota pelajar di ujung utara Belanda. Satu hal yang saya salut adalah, tiap orang di sini, saat akhir minggu, selalu menganjurkan untuk melihat tempat-tempat wisata yang ada di kota-kota lain di Belanda. Dan mereka dengan fasih bercerita apa saja yang bisa saya nikmati di sana, bagaimana cara saya bisa sampai ke tempat tujuan, dan berapa banyak uang yang kira-kira perlu saya siapkan, di luar budget oleh-oleh tentunya. Walaupun saya tahu, semua info tersebut tersedia secara rinci pada website wisata Belanda. Tapi nafas yang saya rasakan, setiap orang di sini sangat mencintai negerinya dan ingin orang lain menikmati hidup di negara mereka. Ini sungguh mencengangkan dan menyadarkan saya.

Sesungguhnya tanpa menjadi pramuwisata, seluruh orang Bali di semua sektor, dapat menjadi pewarta, pelaku dan penikmat hasil pariwisata Bali. Tetapi, dengan karakter orang Bali yang kebanyakan tidak terlalu peduli dengan urusan orang lain, saya khawatir belum banyak orang Bali yang menyadari, kita mulai tergusur dari hingar-bingar industri pariwisata Bali. Kita hanya orang-orang yang berbangga hati menjadi orang Bali, yang dikenal di berbagai penjuru dunia, tapi sesungguhnya belum punya kesadaran untuk membesarkannya.

(Groningen, Oktober 2011)

INDUSTRI PARIWISATA BALI, Untuk Orang Bali?

PotensiMENGEMBANGKAN RASA

PERCAYA DIRIOleh : LK Budi Martini, SE.,MM.

Setiap wanita di dunia ingin tampil cantik dan menarik sepanjang hari. Umumnya,

orang beranggapan cantik identik dengan kulit putih dan mulus, hidung mancung, kulit bebas kerutan, serta tubuh ramping, yang semua itu merupakan dimensi fisik seseorang. Padahal sebenarnya ada dimensi lain, yaitu dimensi psikis, sosial dan spiritual. Kalau hanya dari

hidup lebih efektif di tiap usia, ada tiga kebiasaan hidup yang perlu tertanam dalam diri wanita

1. Tujuan Apapun yang dilakukan,

harus memiliki tujuan seperti tujuan hidup kita yaitu berkembang dan berubah.

2. Proaktif Membiasakan diri untuk

hidup lebih proaktif tidak reaktif. Untuk menjadi pribadi yang sukses, perilaku kita tergantung pada tujuan kita, bukan di luar lingkungan kita.

3. Prioritas Membiasakan

mengutamakan prioritas, baik dalam hidup maupun dalam pekerjaan. Prioritaskan akal atau ego.

Banyak wanita menggunakan empat dalih, yang menyebabkan kegagalan. Empat dalih tersebut adalah :

1. Kesehatan1. Otak cerdas/intelegensi2. Usia3. Nasib baik

LK Budi Martini, SE.MMDosen Fakultas Ekonomi

Universitas Mahasaraswati Denpasar dan juga seorang

Instruktur Kepribadian, Service Excellent, Komunikasi serta Etika dan Kepribadian

Oleh : Geg Aniek

dimensi fisik, kecantikan seorang wanita bisa berubah seiring dengan bertambahnya usia. Untuk menyiasatinya, dengan mengembangkan empat dimensi yakni fisik, psikis, sosial dan spiritual. Kecantikan bisa terpancar dengan mengasah hal lain yang dimiliki seperti psikis (cara perpikir positif), sosial dan spiritual yang bagus.

Pengembangan dimensi fisik tanpa dibarengi dimensi lain juga menyebabkan tumbuh rasa takut, seperti takut tua, gemuk bahkan keriput. Padahal hal itu adalah kondisi alamiah yang pasti dialami tiap orang. Jika kondisi fisik sudah tidak mampu memberikan keindahan karena pengaruh usia, dimensi lain yakni psikis, sosial, dan spiritual harus menjadi dasar utama wanita tampil menarik.

Wanita yang hanya mengasah penampilan luar seperti fisik, membuat hidup menjadi tidak nyaman. Timbul pemikiran negatif tentang pribadi orang lain saat berada di lingkungan pergaulan. Wanita yang hanya mengandalkan satu dimensi yakni fisik dalam kehidupannya, cenderung menimbulkan pemikiran negatif tentang penampilan lawan mainnya. Sebagai contoh saat berkenalan dengan seseorang, biasanya wanita tipe ini selalu melihat penampilan lawannya, misalnya jam tangan dan busana yang digunakan merek apa? Mobil yang dipakai jenis apa? Hal tersebut membawa dampak dalam pergaulan, yaitu mengalami keterasingan dalam pergaulan.

Hal-hal yang perlu dilakukan dalam berhubungan dengan orang lain adalah, dengan menganggap bahwa kita semua egois, lebih tertarik kepada kepentingan kita sendiri, setiap orang ingin merasa penting dan setiap manusia ingin mendapatkan persetujuan dari orang lain. Jika hal tersebut kita pahami, akan memudahkan kita bergaul dan mendapat respons positif dalam pergaulan.

Mengembangkan dimensi psikis, yakni menggunakan cara berpikir yang bijak, bisa membuat wanita tampil percaya diri. Jika kita berpifikir bahwa orang lain menilai diri kita menarik, akan menimbulkan rasa percaya diri. Oleh karena itu selalu berfikir bahwa kita menarik.

Untuk meningkatkan rasa percaya diri serta membuat

Tujuh rahasia untuk enjadi percaya diri :

1. Mengetahui bahwa kita dicintai

1. Menolak untuk hidup dengan rasa takut

2. Positif3. Segera pulih dari

kegagalan/kemunduran4. Menghindari

membandingkan diri dengan orang lain

5. Bertindak6. Tidak berpanjang angan-

angan

Etiket berarti tata cara pergaulan yang baik antarsesama manusia. Berasal dari bahasa Perancis “Etiquette”. Etika berarti falsafah moral dan merupakan pedoman cara hidup yang benar dilihat dari sudut budaya, susila dan agama. Berasal dari bahasa latin “Ectica”.Etika merupakan falsafah moral dan pedoman cara hidup yang benar dipandang dari sudut budaya, susila dan agama (Uno, dalam Wulandari, 2007)

PERBEDAAN ETIKA & ETIKET

ETIKA

Etika : niat, apakah perbuatan itu boleh dilakukan atau tidak, sesuai pertimbangan niat baik atau buruk sebagai akibatnya

Etiket : menetapkan cara, untuk melakukan benar sesuai yang diharapkan

Etika : nurani (bathiniah) bagaimana bersikap etis dan baik yang sesungguhnya timbul dari kesadaran dirinya

Etiket: formalitas (lahiriah), tampak dari luarnya penuh dengan sopan santun dan kebaikan

Etika : bersifat absolut, artinya tidak dapat ditawar-tawar lagi, kalau perbuatan baik mendapat pujian dan yang salah harus mendapat sanksi

Etiket : bersifat relatif, yang dianggap tidak sopan dalam suatu kebudayaan daerah tertentu, belum tentu di tempat daerah lainnya

Etika : berlakunya, tidak tergantung pada ada atau tidaknya orang lain yang hadir

Etiket: hanya berlaku, jika ada orang lain yang hadir, dan jika tidak ada orang lain, maka etiket itu tidak berlaku

Sumber : Wulandari, 2007

Page 16: Etabloid edisi11

16 Galang Kangin

Edisi 11/NOVEMBER 2011

Berbagai upaya dilakukan manusia untuk menciptakan keharmonisan dalam kehidupan. Pun demikian dengan umat

Hindu. Melalui berbagai upacara yang dilaksanakan, mereka berupaya menciptakan keharmonisan baik dengan sesama manusia maupun makhluk lain ciptaan Tuhan. Tujuannya tak lain agar manusia mendapatkan kedamaian dalam kehidupan.

Upacara bhuta yadnya salah satunya. Upacara ini lazim dilaksanakan oleh umat Hindu di Bali guna menciptakan keharmonisan dengan alam dan para bhuta kala yang juga turut serta menghuni alam ini. Dalam beberapa tingkatan bhuta yadnya, seringkali disertai dengan ritual “tabuh rah” yang secara harfiah dapat dimaknai sebagai tumpahnya darah.

Tabuh rah mensyaratkan adanya darah yang menetes sebagai simbol penyucian umat manusia dari ketamakan atau keserakahan terhadap nilai-nilai materialistis dan duniawi. Tabuh rah juga bermakna sebagai upacara ritual buta yadnya yang mana darah yang menetes ke bumi disimbolkan sebagai permohonan umat manusia kepada Sang Hyang Widhi Wasa agar terhindar dari marabahaya.

Selama ini di tengah masyarakat Bali, tabuh rah yang memang bermakna darah yang tumpah sangat identik dengan tajen. Bahkan ada kerancuan pemaknaan antara tabuh rah dengan tajen itu sendiri. Apa yang saat ini dikenal dengan sebutan tajen, pada awalnya memang salah satu cara dalam melaksanakan tabuh rah. Pelaksanaan tabuh rah dengan cara mengadu dua ekor ayam jago, dikenal dengan istilah perang sata.

Hanya saja tak semua tingkatan caru boleh menggunakan perang sata ini. Upacara bhuta yadnya yang boleh disertai “perang sata” yakni caru panca kelud (panca sanak madurgha), caru rsi ghana, caru balik sumpah, tawur agung, tawur labuh gentuh, tawur pancawalikrama serta tawur eka dasa rudra.

Pelaksanaannyapun tak dapat dilakukan di sembarang tempat. Perang sata harus dilakukan di tempat upacara pada saat mengakhiri upacara itu, atau yang dikenal dengan penyineban. Pelaksanaan perang sata harus diiringi dengan adu tingkih, adu pangi, adu taluh, adu kelapa, andel- andel serta upakaranya.

TABUH RAH UNTUK KEHARMONISAN

Yang melaksanakan perang sata juga tak boleh sembarangan. Pelaksanaannya haruslah sang yajamana dengan berpakaian upacara. Perang sata maksimum dilakukan “tiga parahatan” (3 sehet) tidak disertai taruhan apapun. Dengan demikian apa yang selama ini dikenal dengan tajen, tak serta merta bisa disamakan dengan tabuh rah, meski sama-sama menumpahkan darah. Dengan demikian rasanya tak pantas jika alasan tabuh rah kemudian dijadikan tameng dalam penyelenggaraan tajen.

Tajen, Pro-kontraSelama ini kerap kita mendengar

pro dan kotra terkait dengan penyelenggaraan tajen. Banyak yang menyatakan pelaksanaan tajen yang sangat kental unsur judinya, tak hanya berdampak buruk bagi kehidupan sosial masyarakat, akan tetapi juga dapat menodai nilai-nilai agama Hindu. Terlebih jika pelaksaannya menjadikan ritual keagamaan sebagai alasan.

Hal ini memang tak dapat dipungkiri, jika dilihat tajen yang identik dengan judi merupakan salah satu masalah sosial. Banyak contoh kehancuran ekonomi keluarga yang terjadi akibat tajen ini.

Pun demikian jika dilihat dari sisi nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran agama Hindu. Taruhan uang itu sendiri adalah judi atau dyuta. Sementara menyebabkan matinya ayam/makhluk untuk kesenangan semata, di dalam ajaran Agama Hindu dinamai himsa karma, yang tidak baik dilakukan oleh setiap orang yang berusaha untuk mengamalkan dharma.

Hanya saja, tajen tak begitu saja bisa kita lihat dari satu sisi semata. Bagi masyarakat yang ada di pedesaan, dimana hiburan begitu sulit didapatkan, tajen bisa menjadi salah satu alternatif hiburan. Dalam tajen ini interaksi sosial terjadi. Bahkan kelas sosial seakan cair. Mereka berbaur dalam sebuah aktivitas bersama.

Utamanya mereka yang sudah berumur. Biasanya mereka datang ke tajen bukan untuk memasang taruhan. Mereka hanya datang untuk menonton ayam yang diadu, aktivitas ini dianggap

Seni Budaya

Alamat : Lingkungan Komplek Perumahan RSUP Dalung Permai Jln. Bhuana Graha I No. 5Br. Kedawas, Dalung

Hubungi : 081-339-584-422 ( Ibu Komang )

2 Kamar TidurRuang Keluarga

Ruang TamuDapur

Ruang MakanListrik 2200 W

Sumur Bor

cukup menghibur setelah bekerja keras. Terlebih ini hanya dilakukan pada saat-saat tertentu dan bukanya setiap hari.

Tak hanya itu. Bahkan terdapat beberapa orang masyarakat yang benar-benar menggantungkan hidupnya pada tajen. Lihat saja mereka yang menawarkan jasa untuk mencabuti ayam cundang (ayam yang kalah saat diadu). Mereka kebanyakan para pengangguran, bermodal dengan keahlian mencabuti bulu ayam dan juga air panas, mereka membantu para bebotoh membersihkan ayam yang telah kalah.

Tak banyak uang yang mereka dapatkan. Untuk satu ekor ayam yang dibersihkan, mereka hanya dibayar Rp 5 ribu. Meski demikian, apa yang

mereka dapat, cukup untuk menyambung kehidupan

yang semakin hari dirasa semakin menjepit.

Tajen yang digolongkan

judi,

juga memiliki keunikan tersendiri. Sebagai sebuah permainan yang telah ada sejak lama, tajen memiliki aturan main sendiri. Dalam tajen-tajen besar, mereka memiliki alat tersendiri untuk menghitung waktu. Saat tajen, terdapat orang-orang yang memiliki tugas tertentu yang lazim disebut “saya”.

Sebagai bentuk judi, dalam penyelenggaraan tajen, ternyata kita dapat melihat adanya sportivitas. Kita melihat bagaimana orang yang bertaruh tak pernah dicatat, akan tetapi saat ayam yang diunggulkan kalah, mereka selalu dengan ksatrya membayar taruhan. Karena itu meski tak bisa dibenarkan, secara hukum maupun agama, ternyata masih ada sesuatu yang bisa dipetik dari tajen yang selama ini kerap dicap sebagai salah satu penyakit masyarakat.