Essay Pajak ITF 2015_tim Clarity_Universitas Trilogi

download Essay Pajak ITF 2015_tim Clarity_Universitas Trilogi

of 10

Transcript of Essay Pajak ITF 2015_tim Clarity_Universitas Trilogi

  • 8/19/2019 Essay Pajak ITF 2015_tim Clarity_Universitas Trilogi

    1/10

    1

    Insan Taat Pajak Cerminan Generasi Berbudaya

    Oleh:

    Henri Khresnanda, Hilda Yuliani, dan Nurul Fajri

    Tim Clarity, Universitas Trilogi

    Kita tidak dapat menutup mata bahwa saat ini pajak memiliki peranan

     penting dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia.

    Pasalnya, sekitar 70% pemasukan negara ini berasal dari sektor pajak. Dengan

    demikian, ketergantungan bangsa Indonesia terhadap pajak masih cukup tinggi

    untuk membiayai berbagai pengeluaran negara.

     Namun disayangkan, jika dilihat dari perspektif masyarakat, pajak justru

    memiliki konotasi yang negatif. Sebagian besar masyarakat Indonesia masih

     beranggapan bahwa pajak adalah beban berat yang harus dipikulnya. Sementara di

    sisi lain, fasilitas umum yang didapat masyarakat tidak sebanding dengan pajak

    yang mereka bayarkan. Terlebih lagi masih ada saja oknum fiskus yang

    melakukan penyelewengan pajak.

    Sejatinya, pada sektor perpajakan masih banyak yang harus dibenahi.

    Tidak hanya dari sisi kepatuhan wajib pajaknya saja, tetapi juga dari sisi internal

    Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) sebagai pihak penghimpun pajak. Dalam

    kasus ini, ada pertanyaan penting yang harus kita jawab, “Pembenahan manakah

    yang harus diprioritaskan, kepatuhan wajib pajak atau internal Ditjen Pajak?”.

    Melalui tulisan ini, penulis mencoba mengulas upaya-upaya pembenahan apa saja

    yang harus dilakukan hingga akhirnya tercipta insan taat pajak yang berbudaya.

  • 8/19/2019 Essay Pajak ITF 2015_tim Clarity_Universitas Trilogi

    2/10

    2

    Kepatuhan Wajib Pajak Masih Minim 

    Pergeseran perundang-undangan perpajakan pada tahun 1983 dari

    ketentuan yang dibuat oleh kolonial Belanda (misalnya: ordonansi PPs 1925 dan

    ordonansi PPd 1944) menjadi Undang-Undang perpajakan Indonesia merupakan

    titik awal dimulainya reformasi perpajakan di Indonesia. Pada saat itu, Indonesia

    telah mengganti sistem pemungutan pajaknya dari official-assessment system 

    menjadi self-assessment system yang masih diterapkan sampai dengan sekarang.

    Perubahan sistem perpajakan ini rupanya memberikan dampak yang besar

     pada ranah perpajakan Indonesia, khususnya bagi wajib pajak. Dalam penerapan 

     self-assessment system, wajib pajak tidak hanya memiliki kewajiban untuk

    membayar pajak saja. Di sini, wajib pajak juga dituntut untuk berperan aktif

    dalam upaya memenuhi kewajiban perpajakannya yang lain, seperti mendaftarkan

    diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), menghitung, dan

    melaporkan pajak terutang yang harus dibayar. Dengan demikian, wajib pajak

    akan lebih banyak berkorban waktu, tenaga, dan biaya. Dalam praktiknya, hal ini

    sangat sulit untuk diimplementasikan. 

    Agus Martowadoyo, ketika masih menjabat sebagai menteri keuangan,

    mengatakan bahwa orang pribadi yang seharusnya membayar pajak atau yang

    mempunyai penghasilan di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sebanyak

    60 juta orang. Akan tetapi, jumlah yang mendaftarkan dirinya sebagai wajib pajak

    hanya 20 juta orang dan yang membayar pajaknya/ melapor Surat Pemberitahuan

    (SPT) Pajak Penghasilan (PPh)-nya hanya 8,8 juta orang dengan rasio SPT sekitar

    14,7%. Sementara badan usaha yang terdaftar sebanyak 5 juta, yang mau

  • 8/19/2019 Essay Pajak ITF 2015_tim Clarity_Universitas Trilogi

    3/10

    3

    mendaftarkan dirinya sebagai wajib pajak hanya 1,9 juta dan yang membayar

     pajak/melapor SPT PPh-nya hanya 520 ribu badan usaha dengan rasio SPT sekitar

    10,4%.

    Berdasarkan data Ditjen Pajak, diketahui pula bahwa tingkat kepatuhan

     pajak sampai batas waktu penyerahan tahun pajak 2013 per 30 April 2014 anjlok

    dari periode yang sama tahun lalu, yaitu 38% menjadi hanya 32%

    (www.bisnis.com). Dari data tersebut, penurunan tingkat kepatuhan paling parah

     justru terjadi pada wajib pajak badan, yang pada tahun 2013 sebesar 41% menjadi

    35%.

    Masalah kepatuhan pajak merupakan persoalan klasik yang dihadapi di

    hampir semua negara yang menerapkan  self-assessment system.  Berbagai

     penelitian telah dilakukan dan kesimpulannya adalah masalah kepatuhan wajib

     pajak dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu keuangan publik ( public finance),

     penegakan hukum (law enforcement ), struktur organisasi (organizational

     structure), tenaga kerja (employees), etika (code of conduct ), atau gabungan dari

    semua segi tersebut (Andreoni et al., 1998).

    Dari segi keuangan publik, jika pemerintah dapat menunjukkan kepada

     publik bahwa pengelolaan pajak dilakukan dengan benar dan sesuai dengan

    keinginan wajib pajak, maka wajib pajak cenderung untuk mematuhi aturan

     perpajakan. Namun sebaliknya, bila pemerintah tidak dapat menunjukkan

     penggunaan pajak secara transparan dan akuntabilitas, maka wajib pajak tidak

    mau membayar pajak dengan benar.

    Dari segi penegakan hukum, pemerintah harus menerapkan hukum dengan

    adil kepada semua orang. Apabila ada wajib pajak yang tidak membayar pajak,

  • 8/19/2019 Essay Pajak ITF 2015_tim Clarity_Universitas Trilogi

    4/10

    4

    siapapun dia (termasuk para pejabat publik ataupun keluarganya) akan dikenakan

    sanksi sesuai ketentuan yang berlaku. Dari segi struktur organisasi, tenaga kerja,

    dan etika, ditekankan pada masalah internal di lingkungan kantor pajak. Apabila

    struktur organisasinya memungkinkan kantor pajak untuk melayani wajib pajak

    dengan profesional, maka wajib pajak akan cenderung mematuhi berbagai aturan

    (www.pajak.go.id ).

    Beberapa faktor lain yang menyebabkan rendahnya kepatuhan wajib pajak

    di antaranya ketidakpuasan masyarakat terhadap pelayanan publik, pembangunan

    infrastruktur yang tidak merata, dan banyaknya kasus korupsi yang dilakukan

     pejabat tinggi. Masyarakat kurang merasakan manfaat dari pajak yang telah

    dibayar, misalnya masih banyaknya jalan yang rusak. Hal ini tentu berbanding

    terbalik dengan hasil penerapan law enforcement   yang diharapkan pemerintah

    dalam implementasi self assessment system.

    Ditjen Pajak Seharusnya Menjadi Panutan

    Tidak hanya isu tentang kepatuhan wajib pajak saja yang sering disoroti.

    Persoalan kredibilltas Ditjen Pajak tak kalah sering diperbincangkan. Masih

     belum lepas dari ingatan, salah seorang oknum di lingkungan Ditjen Pajak yang

    namanya menjadi terkenal lantaran memiliki “rekening gendut”. Ya, oknum

    tersebut adalah Gayus Tambunan. Kasus Gayus ini jelas telah mencoreng

    reformasi Kementrian Keuangan Republik Indonesia yang sudah digulirkan Sri

    Mulyani dan menghancurkan citra aparat perpajakan Indonesia.

    Kasus ini tentu membuat masyarakat beranggapan bahwa pajak yang

    dibayarkan kepada negara hanya sedikit sekali yang akan kembali kepada wajib

     pajak atau disumbangkan dalam pembangunan bangsa. Pasalnya, sebagian besar

  • 8/19/2019 Essay Pajak ITF 2015_tim Clarity_Universitas Trilogi

    5/10

    5

    hanya akan dikorupsi pejabat tinggi. Adanya anggapan masyarakat bahwa timbal

     balik (kontraprestasi) pajak tidak bisa dinikmati secara langsung menimbulkan

    turunnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dalam pengelolaan pajak.

    Ditjen Pajak sebagai penghimpun pajak Indonesia seharusnya melakukan

     pembenahan di sisi internalnya. Jangan sampai wajib pajak sudah mencapai level

    kepatuhan yang baik, tapi kredibiltas Ditjen Pajak justru dipertanyakan. Dalam hal

    ini, Ditjen Pajak harus dapat menjadi panutan bagi masyarakat dalam mematuhi

    ketentuan perpajakan yang berlaku.

    Untuk mendukung kredibilitasnya, terdapat dua hal yang dapat diterapkan

    oleh Ditjen Pajak untuk memperbaiki pelayanannya.  Pertama, Ditjen Pajak dapat

    menerapkan advance ruling  baik secara langsung maupun dengan menggunakan

    teknologi informasi (berbasis komputerisasi).. Adapun yang dimaksud dengan

    advance ruling  dalam self assessment system adalah kewajiban yang dimiliki oleh

    fiskus untuk selalu menjawab dan mengkonsultasikan berbagai pertanyaan dan

    kebingungan wajib pajak terkait dengan hak dan kewajiban yang melekat pada

    wajib pajak. Dengan demikian, wajib pajak dapat melaksanakan hak dan

    kewajiban perpajakan mereka sesuai dengan aturan dan perundangan yang

     berlaku.

    Dalam pelaksanaannya, sistem advance ruling   ini menuai berbagai

    kendala. Kendala ini berkaitan dengan kurangnya kapabilitas fiskus untuk

    memberikan panduan yang komprehensif bagi setiap wajib pajak dalam

    menjalankan kewajiban perpajakannya. Seharusnya setiap negara, termasuk

    Indonesia terlebih dahulu telah mempersiapkan sarana dan prasarana baik fisik

    maupun non-fisik terkait dengan penerapan self assessment system ini.

  • 8/19/2019 Essay Pajak ITF 2015_tim Clarity_Universitas Trilogi

    6/10

    6

     Kedua, melakukan pembenahan internal dalam bentuk peningkatan Good

    Governance  yang dapat menimbulkan adanya rasa saling percaya antara

     pemerintah dan wajib pajak. Dengan begitu, kegiatan pembayaran pajak akan

    menjadi sebuah kebutuhan dan kerelaan, bukan suatu kewajiban. Ditjen Pajak

    sebagai pihak pengelola pajak diharuskan untuk melakukan pembenahan internal

     baik dari segi struktur organinasi maupun teknis pengelolaan pajak. Melalui hal

    ini akan terbentuk transparansi dan akuntabilitas publik yang dapat

    menghilangkan mindset   masyarakat bahwa terjadi banyak tindak korupsi di

    lingkungan pejabat tinggi pengelola pajak.

    Berbudaya Taat Pajak  

    Membuat suatu hal menjadi budaya bukanlah sesuatu yang mudah.

    Dibutuhkan kemauan dan dorongan dari berbagai pihak dalam mewujudkannya.

    Menurut Robert H. Lowie, kebudayaan adalah segala sesuatu yang diperoleh

    individu dari masyarakat, mencakup kepercayaan, adat istiadat, norma-norma

    artistik, kebiasaan makan, keahlian yang diperoleh bukan dari kreativitasnya

    sendiri melainkan merupakan warisan leluhur atau peninggalan nenek moyang

    yang didapat melalui pendidikan formal atau informal. Secara singkat budaya

    merupakan suatu cara hidup yang diwariskan dari generasi ke generasi dan dapat

    dipelajari.

    Sebenarnya, fungsi redistribusi pajak yang dikenal selama ini juga

    merupakan warisan leluhur, namun dengan istilah yang berbeda. Upeti adalah

    nama lain dari pajak pada masa sebelum peraturan dan perundang-undangan

    dibuat. Para leluhur telah memiliki budaya untuk memberikan upeti pada

  • 8/19/2019 Essay Pajak ITF 2015_tim Clarity_Universitas Trilogi

    7/10

    7

    kerajaan. Oleh karena itu, target yang harus dicapai sekarang adalah kembali

    membudayakan pajak di kalangan masyarakat layaknya yang telah dilakukan para

    leluhur. Berbudaya taat pajak di sini juga sebagai upaya kita sebagai generasi

     penerus untuk mengisi kemerdekaan Indonesia.

    Budaya Lahir dari Kebiasaan

    Upaya mewujudkan budaya taat pajak kepada seluruh lapisan masyarakat

     bukanlah tanggung jawab pemerintah semata. Namun, harus ada suatu kerjasama

    yang kuat dan sinergis serta dukungan dari wajib pajak terhadap hal tersebut. 

    Terdapat beberapa hal yang menurut penulis dapat dilakukan agar suatu budaya

    taat pajak dapat terwujud, di antaranya menumbuhkan dan memupuk rasa

    kejujuran, kepedulian, kemauan, dan kedisiplinan kepada segenap laspisan

    masyarakat. Pasalnya, keempat hal ini merupakan syarat keberhasilan self

    assessment system. Kejujuran, kepedulian, kemauan, dan kedisiplinan merupakan

     budaya-budaya yang diwariskan oleh leluhur bangsa Indonesia. Budaya untuk

     berlaku jujur, peduli dengan sesama, dan kedisiplinan sebenarnya dapat dipelajari

    dan dibentuk mulai dari lingkungan kehidupan yang terkecil, seperti rumah

    tangga, pendidikan, serta sosialisasi ringan antar-masyarakat.

    Menanamkan pengertian dan pemahaman tentang pajak bisa diawali dari

    lingkungan keluarga sendiri yang terdekat. Untuk menciptakan budaya taat pajak

    di lingkungan rumah tangga, hal pertama yang harus ditanamkan adalah

    mengajarkan dan mencontohkan untuk berbuat jujur, peduli pada masyarakat

    sekitar, serta disiplin kepada putra-putrinya. Setelah itu, sedikit demi sedikit

    menjelaskan tentang pengetahuan pajak secara sederhana. Misalnya, saat liburan

    keluarga, perlu ditanamkan sedikit kepada putra-putrinya bahwa pemerintah

  • 8/19/2019 Essay Pajak ITF 2015_tim Clarity_Universitas Trilogi

    8/10

    8

    membangun jalan tersebut dengan menggunakan uang pajak. Kemudian

    ditanamkan suatu kemauan agar tidak keberatan membayar pajak karena untuk

    kepentingan bersama. Menanamkan kesadaran tentang pajak sejak dini, akan

    sangat berpengaruh terhadap pola pikir anak-anak dan menimbulkan rasa

    kebanggaan tersendiri ketika mereka membayar pajak nantinya.

    Selain lingkungan rumah tangga, lingkungan pendidikan juga memiliki

     peranan penting dalam mewujudkan kebudayaan taat pajak. Menurut Purwantini

    dan Suratna (2004), wajib pajak yang mempunyai pendidikan rendah cenderung

    akan mempunyai sikap perlawanan pasif dibandingkan wajib pajak yang

     berpendidikan tinggi. Hal ini didukung temuan Asante dan Baba (2011) yang

    menunjukkan tingkat pendidikan mempengaruhi kepatuhan wajib pajak.

    Rendahnya nilai-nilai budaya pajak yang ditanamkan pada calon wajib pajak yang

    masih menimba ilmu di tingkat sekolah formal, mengakibatkan rendahnya tingkat

    kepatuhan pajak pada saat yang bersangkutan telah  mengemban kewajiban

     perpajakan.

    Hingga kini kita belum melihat perpajakan menjadi mata pelajaran serius

    di sekolah. Pelajaran perpajakan hanya menjadi pelajaran di beberapa jurusan

    yang berlandaskan ilmu sosial. Itupun dengan waktu belajar yang sangat singkat,

    dan siswa hanya diajarkan teori bukan pemahaman yang lebih mendalam

    mengenai pentingnya pajak bagi negara dan bagi wajib pajak itu sendiri. Padahal,

    seseorang dengan profesi apapun yang memperoleh penghasilan, mau tidak mau

    akan “berhubungan” dengan pajak. 

    Perpajakan sebaiknya diperkenalkan  kepada masyarakat sejak sekolah

    dasar. Pasalnya, pada tahap ini siswa sudah dapat diajak untuk mempelajari dan

  • 8/19/2019 Essay Pajak ITF 2015_tim Clarity_Universitas Trilogi

    9/10

    9

    memahami arti pentingnya pajak, serta dapat diperkenalkan sedikit demi sedikit

    mengenai praktik perpajakan. Sebagai contoh, dalam kompetisi berhadiah yang

    diselenggarakan di sekolah. Jika siswa yang berpartisipasi dalam kompetisi

    tersebut meraih gelar juara dan mendapatkan hadiah, maka hadiah tersebut harus

    dikenakan pajak. Di sinilah, masyarakat yang baru mengenal pajak bisa langsung

    mengimplementasikan ilmu yang dia peroleh dalam upaya mewujudkan budaya

    kepatuhan pajak.

    Upaya   pengenalan dan pembelajaran pajak sedari dini di lingkungan

     pendidikan merupakan upaya preventif yang dapat dilakukan pemerintah untuk

    menciptakan generasi muda taat pajak yang memiliki tingkat kepatuhan pajak

    tinggi. Pendidikan dan pemahaman pentingnya pajak juga harus dilakukan secara

     berkelanjutan. Bisa melalui penyesuaian kurikulum, publikasi media massa,

    seminar, pelatihan, dan sejenisnya. Selain bisa memperkuat budaya pajak bagi

    generasi muda di Indonesia, aksi ini juga bisa meningkatkan akuntabilitas publik

     pengelolaan pajak.  Dengan demikian, hal tersebut akan meningkatkan

    kepercayaan masyarakat kepada pengelola pajak.

    Pembenahan Secara Menyeluruh

    Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas, kita tidak dapat

    menentukan pembenahan mana yang menjadi prioritas antara kepatuhan wajib

     pajak dan internal Ditjen Pajak. Jika perpajakan Indonesia ingin mengambil

     barisan dalam negara yang berpredikat “memiliki budaya taat pajak yang tinggi”,

    maka dibutuhkan suatu jalinan kerjasama yang baik antara masyarakat dan pihak

     pengelola pajak.

  • 8/19/2019 Essay Pajak ITF 2015_tim Clarity_Universitas Trilogi

    10/10

    10

    Masyarakat harus menanamkan kepercayaan dalam diri bahwa pajak

     bukanlah sebuah kewajiban melainkan kebutuhan yang dapat mereka rasakan

    sendiri manfaatnya. Selain itu, pemerintah harus mencerminkan diri sebagai

     pengelola pajak yang bertanggung jawab atas pajak yang telah dipercayakan

    masyarakat kepada mereka untuk disalurkan dengan baik, tepat sasaran, dan

    merata. Usaha kedua belah pihak untuk selalu meneruskan nilai-nilai budaya

     pajak tersebut dilakukan demi menciptakan akar dari perpajakan Indonesia yang

    kuat.

    Semoga pemerintah dan masyarakat dapat mensinergikan tenaga serta

     pikiran untuk menciptakan insan taat pajak sebagai cerminan generasi berbudaya

    untuk Indonesia yang lebih baik.  Kalau bukan kita yang melestarikan budaya

     bangsa, siapa lagi? Jayalah Pajakku, Jayalah Indonesiaku!

    Referensi :

    http://www.pajak.go.id/content/article/kompleksitas-kepatuhan-pajak , diakses

    tanggal 15 Mei 2015

    http://mediabacaan.blogspot.com/2011/03/definisi-kebudayaan-menurut-para-

    ahli.html , diakses tanggal 15 Mei 2015

    http://indonesiantaxation.blogspot.com/2009/11/meninjau-sistem-pemungutan- pajak-di.html, diakses tanggal 15 Mei 2015