Eskatologi Perjanjian Baru

5
BEBERAPA ASPEK PEMIKIRAN ESKATOLOGIS PB 1 (Martin Suhartono, S.J.) Istilah "eskatologi" Istilah "eskatologi" (Yun, eschatos, terakhir) dipakai pertama kali pada abad ke- 19 di Jerman dalam rangka Teologi Sistematik untuk menunjuk pada doktrin tentang hal- hal terakhir (kematian, penghakiman, neraka, sorga; eskatologi individual). Kemudian dalam studi KS, "eskatologi" mencakup makna yang lebih luas. Yang dimaksud adalah harapan akan perubahan menentukan dalam proses perjalanan sejarah. Perubahan itu disebabkan oleh tindakan Allah secara khusus. Sejarah dipandang sebagai suatu proses yang berawal dari penciptaan menuju ke pemenuhan akhir rencana Allah. Latar belakang Yudaisme: keterarahan iman ke masa depan Sudah sejak awal kelihatan bagaimana iman Israel terarah ke masa depan. Iman Israel didasarkan pada janji-janji Allah: janji akan keturunan Hawa yang mengalahkan keturunan ular (Kej 3:15), janji pada Nuh akan kesetiaan-Nya (Kej 9:8-17), janji pada Abraham tentang keturunannya dan tanah terjanji (Kej 12:1-3), janji pada keturunan Daud (2 Sam 7). Namun baru dengan para nabi harapan akan masa datang itu menjadi benar-benar eskatologis, dalam arti, mengarah pada tujuan terakhir rencana Allah dalam sejarah. Para nabi bicara tentang "Hari Tuhan" (yom yhwh/adonai) atau juga "Hari Itu" (hayyom hahu). Yang terjadi pada hari itu adalah tindakan Allah menghakimi dan menyelamatkan. Pada mulanya, bagi para nabi, tindakan itu terjadi dalam konteks sejarah masa kini kerajaan Yehuda dan Israel (Am 8:2) (eskatologi nasional), dan bukan merupakan akhir keseluruhan proses sejarah (eskatologi kosmis). Tapi kedua hal itu sulit dipisahkan, karena para nabi kerap menggunakan gambaran kosmis tentang hari akhir itu (Yer 4:23; Yes 11:1-9). Baru di kemudian hari muncul gagasan akan akhir perjalanan sejarah seluruh ciptaan dalam suatu Hari Penghakiman. Dan yang terjadi setelah itu adalah masa keselamatan yang abadi. Eskatologi yang transenden ini, di luar proses sejarah biasa, yang mengandaikan intervensi langsung Allah dalam skala universal, merupakan kekhasan faham apokaliptik. Unsur-unsur masa eskatologis Pada umumnya tindakan eskatologis penghakiman dan penyelamatan dilaksanakan oleh kedatangan Tuhan sendiri secara pribadi (Yes 26:21; Zakh 14:5; Mal 1 Catatan kuliah pada Kursus Kitab Suci untuk pemuka jemaat, Yogyakarta, 13 Desember 2001.

description

In Indonesian language, "Some aspects of the New Testament eschatology", originally notes of lecture delivered by Martin Suhartono, S.J.. It was one of the various themes of the Bible dealt with by many lecturers in the Bible Course organized by the Pontifical Theological Faculty of Wedabhakti for the leaders of the christian communities in Yogyakarta, 13 December 2001.

Transcript of Eskatologi Perjanjian Baru

Page 1: Eskatologi Perjanjian Baru

BEBERAPA ASPEK PEMIKIRAN ESKATOLOGIS PB1

(Martin Suhartono, S.J.)

Istilah "eskatologi"

Istilah "eskatologi" (Yun, eschatos, terakhir) dipakai pertama kali pada abad ke-

19 di Jerman dalam rangka Teologi Sistematik untuk menunjuk pada doktrin tentang hal-

hal terakhir (kematian, penghakiman, neraka, sorga; eskatologi individual). Kemudian

dalam studi KS, "eskatologi" mencakup makna yang lebih luas. Yang dimaksud adalah

harapan akan perubahan menentukan dalam proses perjalanan sejarah. Perubahan itu

disebabkan oleh tindakan Allah secara khusus. Sejarah dipandang sebagai suatu proses

yang berawal dari penciptaan menuju ke pemenuhan akhir rencana Allah.

Latar belakang Yudaisme: keterarahan iman ke masa depan

Sudah sejak awal kelihatan bagaimana iman Israel terarah ke masa depan. Iman

Israel didasarkan pada janji-janji Allah: janji akan keturunan Hawa yang mengalahkan

keturunan ular (Kej 3:15), janji pada Nuh akan kesetiaan-Nya (Kej 9:8-17), janji pada

Abraham tentang keturunannya dan tanah terjanji (Kej 12:1-3), janji pada keturunan

Daud (2 Sam 7). Namun baru dengan para nabi harapan akan masa datang itu menjadi

benar-benar eskatologis, dalam arti, mengarah pada tujuan terakhir rencana Allah dalam

sejarah. Para nabi bicara tentang "Hari Tuhan" (yom yhwh/adonai) atau juga "Hari Itu"

(hayyom hahu).

Yang terjadi pada hari itu adalah tindakan Allah menghakimi dan

menyelamatkan. Pada mulanya, bagi para nabi, tindakan itu terjadi dalam konteks sejarah

masa kini kerajaan Yehuda dan Israel (Am 8:2) (eskatologi nasional), dan bukan

merupakan akhir keseluruhan proses sejarah (eskatologi kosmis). Tapi kedua hal itu sulit

dipisahkan, karena para nabi kerap menggunakan gambaran kosmis tentang hari akhir itu

(Yer 4:23; Yes 11:1-9). Baru di kemudian hari muncul gagasan akan akhir perjalanan

sejarah seluruh ciptaan dalam suatu Hari Penghakiman. Dan yang terjadi setelah itu

adalah masa keselamatan yang abadi. Eskatologi yang transenden ini, di luar proses

sejarah biasa, yang mengandaikan intervensi langsung Allah dalam skala universal,

merupakan kekhasan faham apokaliptik.

Unsur-unsur masa eskatologis

Pada umumnya tindakan eskatologis penghakiman dan penyelamatan

dilaksanakan oleh kedatangan Tuhan sendiri secara pribadi (Yes 26:21; Zakh 14:5; Mal

1 Catatan kuliah pada Kursus Kitab Suci untuk pemuka jemaat, Yogyakarta, 13 Desember 2001.

Page 2: Eskatologi Perjanjian Baru

Martin/EskatologiPB/hlm. 2

3:1-5). Dalam perspektif Yudaisme, setelah terjadi Hari Tuhan saat pengadilan terakhir

itu, akan datang masa keselamatan eskatologis yang mencakup:

A. Masa saat kehendak Allah merajai seluruh kehidupan. Yang meliputi keadaan:

-Umat Israel yang tercerai-berai akan dikumpulkan kembali (restorasi) (Yes 27:12)

-Seluruh bangsa akan mengabdi Allah Israel dan menaati kehendakNya (Yes 2:2dst;

Mikh 4:1dst; Yer 3:17; Zef 3:9dst; Zakh 8:20-23)

-Kedamaian dan Keadilan antar bangsa-bangsa (Yes 2:4; Mikh 4:3) serta kedamaian

dalam alam (Yes 11:6; 65:25)

-Umat manusia akan mengalami ketentraman (Mikh 4:4; Yes 65:21-23) dan

kesejahteraan (Zakh 8:12)

-Hukum Allah akan tertulis dalam hati manusia (Yer 31:31-34; Yeh 36:26dst)

B. Di bawah pimpinan wakil Allah. Ada beberapa kemungkinan, yaitu:

-Mesias rajawi dari keturunan Daud (Yes 9:6dst; 11:1-10; Yer 23:5dst; Yeh 34:23dst;

37:24dst; Mikh 5:2-4; Zakh 9:9dst): atas Israel maupun bangsa-bangsa.

-Mesias non-rajawi yang memerintah dengan kebenaran (Mesias tidak dibayangkan

sebagai raja eskatologis): mis. figur "seperti anak manusia" (Dan 7:13), yaitu

wakil sorgawi umat Israel yang menerima kekuasaan universal; figur "hamba

Allah yang menderita" (Yes 53); figur "nabi eskatologis" (Ul 18:15; Yes 61:1-3);

figur "mesias keturunan Efraim" (Kej 48:17-19); figur "imami" (Qumran; selain

yang rajawi/Daud); figur " transenden sorgawi" (1 Enoch 37-71).

Kedatangan Kerajaan Allah dalam Pewartaan Kristen Awal

Unsur-unsur masa eskatologis itu dalam pewartaan Yesus dan para rasul

dirangkum dalam ungkapan "Kedatangan Kerajaan Allah". Yesus dan para rasul ikut

serta dalam kerinduan dan harapan eskatologis bangsa Israel pada umumnya (Kis 1:6),

namun Yesus tidak begitu saja menyesuaikan diri dengan gambaran orang banyak akan

eskatologi (Yoh 6:15). Sering dikatakan bahwa yang khas pada eskatologi Kristen awal

adalah kedatangan atau perwujudan Kerajaan Allah di masa sekarang dalam pribadi,

tindakan dan kata-kata Yesus (realized eschatology), sedangkan eskatologi Yudaisme

yang sezaman dengan PB dianggap masih menantikan kedatangan KA di masa depan

(futuristic eschatology). Namun sebenarnya, dalam Yudaisme pada zaman itu terdapat

pula kecenderungan untuk melihat pemenuhan eskatologis dalam masa kini. Kerajaan

Allah dihayati sebagai realitas masa kini, terwujud sepenuhnya di sorga dan terasa

pengaruhnya di bumi. Yang diharapkan terwujud di masa datang adalah bahwa realitas

sorgawi ini sepenuh-penuhnya menentukan peristiwa-peristiwa duniawi (Psalms of

Solomon, Testament of Moses).

Page 3: Eskatologi Perjanjian Baru

Martin/EskatologiPB/hlm. 3

Pembedaan umum tentang present/realized dan future dalam eskatologi PB

rupanya kurang dapat dipertahankan dengan tepat, lebih-lebih bila dikaitkan dengan

anggapan tentang "penundaan Parousia". Umum diterima selama ini gagasan bahwa pada

mulanya umat Kristen awal menduga bahwa Yesus akan segera datang untuk

keduakalinya (Mk 9:1; 13:30; Mt 10:23; 16:28; 1 Kor 7:29; 15:51-52; 1 Tes 4:15-17) dan

karena itu eskatologi tradisional dianggap bersifat futuristik (Paulus dan Sinoptisi).

Namun, demikian anggapan umum itu, tunggu punya tunggu, Putra Manusia tak kunjung

tiba, sehingga umat Kristen awal terpaksa merevisi eskatologi mereka. Usaha de-

eskatologisasi (istilah Bultmann) ini dianggap paling tampak dalam tulisan Yohanes yang

dipandang merupakan realized eschatology. Namun, bila diamati dengan teliti, baik pada

Paulus maupun Sinoptisi ada faham akan eskatologi yang terwujud di masa kini (Kol

1:13; Mt 12; Lk 11:20; 17:21), sebaliknya dalam Yohanes ada pula faham futuristik (Yoh

5:28-29); sehingga kurang tepat bila dipandang ada dikotomi semacam itu.

Jadi faham eskatologis teks-teks PB mengandung baik orientasi ke masa kini

maupun masa datang. Kini ada kecenderungan untuk bicara mengenai eskatologi PB

yang mengandung baik unsur "sudah" maupun "belum". Untuk menjembatani faham

realized dan futuristic dalam eskatologi, dipakai istilah inaugurated eschatology. Realitas

eskatologis sudah dimulai dengan kedatangan Yesus dan terus berjalan pada masa kini

sampai pada kepenuhannya di akhir zaman. Ambiguitas antara kekinian dan masa datang

ini mungkin disebabkan karena orang bicara memakai perlambang spasial maupun

temporal. Istilah olam (Ibr) dan aion (Yun) yang dipakai untuk masa eskatologi memang

bisa berarti "masa" (temporal) maupun "dunia" (spasial). Penekanan pada gambaran

temporal menimbulkan bayangan kedatangan di masa depan, sedangkan penekanan pada

gambaran spasial menimbulkan bayangan kehadiran di masa kini.

Suasana darurat yang dimunculkan, seakan Parousia sudah dekat sekali, tak perlu

dimengerti dalam hitungan kuantitatif, seakan tinggal beberapa minggu/bulan lagi; para

nabi pun sudah bicara tentang begitu dekatnya Hari Tuhan itu (Yes 13:6; Yeh 30:3; Yoel

1:15). Gambaran akan kedekatan Parousia dapat dimengerti dari sudut lain, dan bukan

hanya dari dugaan bahwa umat Kristen awal (bahkan Yesus sendiri!) "tertipu". Peristiwa

wafat dan kebangkitan Yesus telah dialami sebagai sedemikian menentukan keseluruhan

sejarah universal sehingga digambarkan dengan simbol-simbol kosmis yang menyertai

kedatangan Hari Tuhan. Dan justru karena itulah, setelah peristiwa unik itu, tak ada hal

penting lain yang perlu dinantikan lagi kecuali kesudahan segala sesuatu.

Setelah pengalaman Paska, proses sejarah menjadi relatif dalam hal hitungan

kuantitatif, dan yang dialami adalah kedekatan kualitatif realitas ilahi dalam hidup sehari-

hari. Kritik-kritik terhadap mereka yang terjebak dalam menafsirkan kedekatan Parousia

secara kuantitatif (2 Tes 2:2; 2 Pt 3:3-4; 8-10) menimbulkan kesan bahwa tafsiran itu

bukanlah pandangan umum/tradisional jemaat Kristen awal. Pengalaman fundamental

Page 4: Eskatologi Perjanjian Baru

Martin/EskatologiPB/hlm. 4

akan realitas keselamatan itu dapat diungkapkan dengan istilah immediacy. Realitas

keselamatan dialami sedemikian nyata sehingga seakan tanpa mediasi (perantaraan)

ruang dan waktu. Dalam pengalaman semacam ini aspek waktu lalu, kini, dan yang akan

datang seakan lebur menjadi suatu kesatuan pengalaman hidup. Jarak kuantitatif dalam

ruang-waktu menjadi tak relevan lagi.

Harapan eskatologis sebagai pendorong hidup dan tindakan

Pengalaman akan immediacy realitas ilahi (wafat dan kebangkitan Yesus,

kehadiran nyata Roh Kudus, Parousia yang senantiasa membayangi masa kini) seperti itu

sudah sejak semula menentukan pola hidup dan tindakan umat Kristen awal dalam

menghadapi berbagai kenyataan hidup, seperti misalnya dosa, kejahatan, penderitaan,

penganiayaan. Mereka ditantang untuk hidup bersesuaian dengan harapan Kristiani (Mt

5:3-10; Rom 13:11-14; 1 Kor 7:26-31; 15:58; 1 Tes 5:1-11; Ibr 10:32-39; 1 Pt 1:13; 4:7;

2 Pt 3:14; Wahyu 2). Mereka ditantang untuk hidup senantiasa dalam kewaspadaan dan

berjaga-jaga.

Hidup Kristiani diarahkan sepenuhnya pada masa ketika kuasa Allah meraja

sepenuhnya secara universal (Mt 6:10). Karena itu mereka ditantang pula untuk melawan

apa pun yang menentang kedatangan kuasa Allah itu. Mereka ditantang untuk

mewujudkan nilai-nilai Kerajaan Allah itu meski harus berseberangan dengan nilai-nilai

dunia (Mt 6:33; 1 Kor 7:29-31; Fil 3:18-21; Kol 3:1-4). Karena Kerajaan Allah

merupakan perwujudan sempurna kehendak Allah untuk dunia sosial manusia, maka

tekad mewujudkan Kerajaan Allah itu merupakan pendorong tindakan sosial Kristiani

dalam masa sekarang. Perwujudan Kerajaan Allah itu mulai diantisipasi dalam komunitas

Kristiani yang mencoba hidup berdasarkan nilai-nilai Kerajaan Allah. Maka tindakan

sosial Kristiani demi perwujudan kehendak Allah dalam masyarakat merupakan salah

satu tanda kedatangan Kerajaan Allah.

Tak dapat ditunjukkan ayat-ayat mana saja yang mengetengahkan bahwa tindakan

sosial Kristiani musti mengalir dari harapan eskatologis Kristiani, seakan keprihatinan ini

hanya muncul sporadis di sana sini dalam teks PB, melainkan keseluruhan teks PB

dijiwai oleh keprihatinan dasar bahwa pewartaan akan immediacy realitas Kerajaan

Allah musti diungkapkan dalam usaha mewujudkan Kerajaan Allah itu secara nyata.

Sebagaimana ditugaskan oleh Yesus kepada para murid-Nya:

"Pergilah memberitakan: Kerajaan Sorga sudah dekat.

Yang sakit, sembuhkanlah;

yang mati, bangkitkanlah;

yang menderita kusta, tahirkanlah;

setan-setan, usirlah!

Dengan cuma-cuma kalian telah menerima,

Page 5: Eskatologi Perjanjian Baru

Martin/EskatologiPB/hlm. 5

dengan cuma-cuma pula berikanlah!" (Mt 10:7-8)

(bdk. kesatuan antara "pewartaan" dan "tindakan", Mk 3:14-15: Luk 9:2).

Bahan Bacaan

Bauckham, R.J., "Eschatology", dalam New Bible Dictionary. 2nd Ed, hal. 342-348.

Collins, J.J., "Old Testament Apocalypticism and Eschatology", dalam The New Jerome

Biblical Commentary, hal. 298-304.

Cranfield, C.E.B., "Thoughts on New Testament eschatology", dalam Id., The Bible and

Christian Life (Edinburgh: T. & T. Clark, Ltd., 1985), hal. 105-126.

Gloer, W.H. (Ed.), Eschatology and the New Testament. Essays in Honor of G.R.

Beasley-Murray (Peabody, Mass.: Hendrickson Publishers, Inc., 1988).

Neusner, J. (Ed.), Judaism and Their Messiahs at the Turn of the Christian Era

(Cambridge: CUP, 1987).

Schmidt, T.E., dan M. Silva. (Eds), To Tell the Mystery. Essays on New Testament

Eschatology in Honor of R. H. Gundry (JSOT Suppl. Series 100; Sheffield: JSOT

Press, 1994).

Yarbro Collins, A., "Eschatology and Apocalypticism", dalam "Aspects of New

Testament Thought", The New Jerome Biblical Commentary, hal. 1359-1364.