Erritroderma

20
BAB I PENDAHULUAN Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Salah satu kelainan kulit yang dapat menyebabkan terganggunya fungsi kulit adalah eritroderma (Wasiaatmaja, 2007). Dahulu, eritroderma dibagi menjadi eritroderma primer dan sekunder . Eritroderma primer adalah eritroderma yang tidak diketahui penyebabnya (idiopatik), dan eritroderma sekunder adalah yang disebabkan oleh penyakit kulit lain atau penyakit sistemik. Pendapat sekarang, semua eritroderma ada penyebabnya, jadi eritroderma selalu sekunder (Champion, 1992; Djuanda,2007). Eritroderma adalah kelainan kulit yang ditandai dengan adanya kemerahan atau eritema yang bersifat generalisata yang mencakup 90% permukaan tubuh yang berlangsung dalam beberapa hari sampai beberapa minggu. Bila eritemanya antara 50-90% dinamakan pre-eritroderma (Djuanda, 2007). Dermatitis eksfoliativa dianggap sinonim dengan eritroderma (Champion, 1992; Sanusi, 2012). Eritroderma dapat terjadi akibat alergi obat, perluasan penyakit maupun akibat keganasan. Pada banyak kasus, eritroderma umumnya kelainan kulit yang ada 1

description

Penyakit kulit eritroderma

Transcript of Erritroderma

Page 1: Erritroderma

BAB I

PENDAHULUAN

Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari

lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta

merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Salah satu kelainan kulit yang dapat

menyebabkan terganggunya fungsi kulit adalah eritroderma (Wasiaatmaja, 2007).

Dahulu, eritroderma dibagi menjadi eritroderma primer dan sekunder.

Eritroderma primer adalah eritroderma yang tidak diketahui penyebabnya

(idiopatik), dan eritroderma sekunder adalah yang disebabkan oleh penyakit kulit

lain atau penyakit sistemik. Pendapat sekarang, semua eritroderma ada

penyebabnya, jadi eritroderma selalu sekunder (Champion, 1992; Djuanda,2007).

Eritroderma adalah kelainan kulit yang ditandai dengan adanya kemerahan

atau eritema yang bersifat generalisata yang mencakup 90% permukaan tubuh

yang berlangsung dalam beberapa hari sampai beberapa minggu. Bila eritemanya

antara 50-90% dinamakan pre-eritroderma (Djuanda, 2007). Dermatitis

eksfoliativa dianggap sinonim dengan eritroderma (Champion, 1992; Sanusi,

2012). Eritroderma dapat terjadi akibat alergi obat, perluasan penyakit maupun

akibat keganasan. Pada banyak kasus, eritroderma umumnya kelainan kulit yang

ada sebelumnya (misalnya psoriasis atau dermatitis atopik), cutaneous T-cell

lymphoma (CTCL) atau reaksi obat. Meskipun peningkatan 50% pasien

mempunyai riwayat lesi pada kulit sebelumnya untuk onset eritroderma,

identifikasi penyakit yang menyertai menggambarkan satu dari sekian banyak

kelainan kulit (Shimizu, 2007).

Bila diagnosis dapat ditegakkan secara dini dengan pengetahuan yang

cukup mengenai eritroderma, maka dapat dilakukan terapi dengan cepat sehingga

prognosis penyakit ini akan lebih baik.

1

Page 2: Erritroderma

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Eritroderma adalah kelainan kulit yang ditandai adanya eritema universalis

(90-100%) dan biasanya disertai skuama. Pada definisi tersebut yang mutlak harus

ada adalah eritema, sedangkan skuama tidak selalu terdapat, pada mulanya tidak

disertai skuama, baru kemudian pada stadium penyembuhan timbul skuama,

hiperpigmentasi. Dermatitis eksfoliativa dianggap sebagai sinonim dengan

eritroderma meskipun sebenarnya mempunyai pengertian yang agak berbeda.

Pada dermatitis eksfoliativa skuamanya berlapis-lapis (Djuanda, 2007).

B. Etiologi dan klasifikasi

Berdasarkan penyebabnya, eritroderma dibagi menjadi 3 golongan :

I. Akibat alergi obat biasanya secara sistemik.

Untuk menentukanya diperlukan anamnesis menganai riwayat masuknya

obat ke dalam badan dengan berbagai cara (per oral, infus, supposituria,

intravaginal, maupun obat luar seperti obat kumur). Keadaan ini banyak

ditemukan pada dewasa muda (Djuanda, 2007). Obat yang dapat menyebabkan

eritroderma adalah arsenik organik, emas, merkuri (jarang), penisilin,

barbiturat. Pada beberapa masyarakat, eritroderma mungkin lebih tinggi karena

pengobatan sendiri dan pengobatan secara tradisional (Kurniawan, 2007). Bila

ada obat lebih dari satu yang masuk kedalam badan yang disangka sebagai

penyebabnya adalah obat yang paling sering menyebabkan alergi (Virendra N.

Sehgal, 2004)

. Eritroderma akibat perluasan penyakit kulit

Pada penyakit tersebut yang sering terkena misalnya : psoriasis, pemfigus

foliaseus, dermatitis atopik, pitiriasis rubra pilaris, dan liken planus.

Eritroderma et causa psoriasis, merupakan eritroderma yang paling banyak

ditemukan dan dapat disebabkan oleh penyakit psoriasis maupun akibat

pengobatan psoriasis yang terlalu kuat misalnya pengobatan topical dengan ter

dengan konsentrasi yang terlalu tinggi (Virendra N. Sehgal, 2004).

2

Page 3: Erritroderma

Dermatitis seboroik pada bayi juga dapat menyebabkan eritroderma yang

juga dikenal penyakit Leiner. Etiologinya belum diketahui pasti. Usia penderita

berkisar 4-20 minggu. Ptyriasis rubra pilaris yang berlangsung selama beberapa

minggu dapat pula menjadi eritroderma. Selain itu yang dapat menyebabkan

eritroderma adalah pemfigus foliaseus, dermatitis atopik dan liken planus

(Djuanda, 2007).

Tabel 3.1. Obat yang dapat menyebabkan eritroderma (Virendra N. Sehgal, 2004)

ObatAcetaminophen,actinomycin-Dallopurinolarsenicbarbituratescaptoprilchloroquinediphosphatechlorpromazinecemetidinedapsonegoldhydantoinsodiuminterferonisoniazidisotretinoinlithium

Nitrofurantoin omeprazolepara-aminosalicylic acidpenicillinphenotiazinephenytoinquinidinerifampicinstreptomycinsulfadiazinesulfonylureatetracyclinethalidomidetolbutamidevancomycinmercurialsminocycline

II. Akibat penyakit sistemik termasuk keganasan

Berbagai penyakit atau kelainan alat dalam termasuk infeksi fokal dapat

memberi kelainan kulit berupa eritroderma. Jadi setiap kasus eritroderma yang

tidak termasuk akibat alergi obat dan akibat perluasan penyakit kulit harus

dicari penyebabnya, yang berarti perlu pemeriksaan menyeluruh (termasuk

pemeriksaan laboratorium dan sinar X toraks), untuk melihat adanya infeksi

penyakit pada alat dalam dan infeksi fokal. Ada kalanya terdapat leukositosis

namun tidak ditemukan penyebabnya, jadi terdapat infeksi bakterial yang

tersembunyi (occult infection) yang perlu diobati (Djuanda, 2007).

Ada pula golongan lain yang tidak diketahui penyebabnya (5-10%),

meskipun telah dicari. Sebagian para penderita eritroderma yang mula-mula

3

Page 4: Erritroderma

tidak diketahui penyebabnya, kemudian berkembag menjadi sindrome Sezary

(Okoduwa, et al., 2009)..

C. Patofisiologi

Patofisiologi terjadinya eritroderma belum diketahui dengan jelas, yang

jelas dapat diketahui adalah akibat suatu agent dalam tubuh, maka tubuh bereaksi

berupa pelebaran pembuluh darah kapiler (eritema) yang universal. Kemungkinan

pelbagai sitokin yang berperan (Harahap, 2000).

Eritema berarti terjadi pelebaran pembuluh darah yang menyebabkan

aliran darah kekulit meningkat sehingga kehilangan panas bertambah. Akibatnya

penderita merasa dingin dan menggigil. Pada eritroderma kronis dapat terjadi

gagal jantung. Juga dapat terjadi hipotermia akibat peningkatang perfusi kulit.

Penguapan cairan yang makin meningkat dapat menyebabkan dehidrasi. Bila suhu

badan meningkat, kehilangan panas juga meningkat. Pengaturan suhu terganggu.

Kehilangan panas menyebabkan hipermetabolisme kompensator dan peningkatan

laju metabolisme basal. Kehilangan cairan oleh transpirasi meningkat sebanding

dengan laju metabolisme basal (Djuanda, 2007).

Kehilangan skuama dapat mencapai 9 gram/m² permukaan kulit atau lebih

sehari sehingga menyebabkan kehilangan protein. Hipoproteinemia dengan

berkurangnya albumin dan peningkatan relatif globulin terutama globulin

merupakan kelainan khas. Edema sering terjadi, kemungkinan disebabkan oleh

pergeseran cairan keruang ekstravaskuler. Eritroderma akut dan kronis dapat

mengganggu mitosis rambut dan kuku berupa kerontokan rambut difus dan

kehilangan kuku. Pada eritroderma yang telah berlangsung berbulan-bulan dapat

terjadi perburukan keadaan yang progresif (Harahap, 2000).

D. Gejala klinis

1. Eritroderma akibat alergi obat biasanya secara sistemik

Adanya riwayat penggunaan obat sebelum muncul gejala klinis perlu

dikaji ulang untuk menkonfirmasi penyebab terjadinya eritroderma akibat

obat. Pada umumnya alergi ini timbul secara akut dalam waktu 10 hari. Dapat

pula bervariasi mulai dari waktu masuknya obat ke dalam tubuh hingga timbul

4

Page 5: Erritroderma

penyakit dapat segera sampai sampai 2 minggu. Gambaran klinisnya berupa

eritema universal. Pada stadium akut tidak terdapat skuama, pada stadium

penyembuhan baru timbul skuama (Djuanda, 2007).

2. Eritroderma akibat perluasan penyakit kulit

Yang sering terjadi ialah akibat psoriasis dan dermatitis seboroik pada

bayi (penyakit Leiner), oleh karena itu hanya kedua penyakit ini yang akan

diuraikan.

a. Eritroderma karena psoriasis (psoriasis eritrodermik)

Riwayat psoriasis yang bersifat kronik dan residif dapat menjadi

salah satu penyebab terjadi eritroderma. Kelainan kulit berupa skuama

yang berlapis-lapis dan kasar di atas kulit yang eritematosa, sirkumskripta

Harahap, 2000).

Umumnya didapati eritema yang tidak merata. Pada tempat

predileksi psoriasis dapat ditemukan kelainan yang lebih eritematosa dan

agak meninggi dari pada disekitarnya dan skuama ditempat itu lebih tebal.

Kuku juga perlu dilihat, dicari apakah ada pitting nail berupa lekukan

miliar, tanda ini hanya menyokong dan tidak patognomonis untuk

psoriasis. Jika ragu-ragu, pada tempat yang meninggi tersebut dilakukan

biosi untuk pemeriksaan histopatologik. Kadang-kadang biopsi sekali

tidak cukup dan harus dilakukan beberapa kali (Umar, 2011).

Sebagian penderita tidak menunjukkan kelainan semacam itu, jadi

terlihat hanya eritema yang menyeluruh dan skuama. Pada penderita

demikian kami baru mengetahui bahwa penyebabnya psoriasis setelah

diberi terapi dengan kortikosteroid. Pada saat eritrodermanya mengurang,

maka mulailah tampak gejala psoriasis (Umar, 2011).

5

Page 6: Erritroderma

Gambar 1. Eritroderma karena perluasan penyakit

b. Penyakit Leiner

Penyakit Leiner atau eritroderma deskuamativum ini biasanya

terjadi pada penderita usia penderita antara 4 minggu sampai 20 minggu.

Keadaan umum penderita baik, biasanya tanpa keluhan. Kelainan kulit

berupa eritema universal disertai skuama yang kasar (Djuanda, 2007).

3. Eritroderma akibat penyakit sistemik termasuk keganasan

Berbagai penyakit atau kelainan alat dalam dapat menyebabkan

kelainan kulit berupa eritroderma. Jadi setiap kasus eritroderma yang tidak

termasuk golongan I dan II harus dicari penyebabnya, yang berarti harus

diperiksa secara menyeluruh, apakah ada penyakit pada alat dalam dan harus

dicari pula apakah ada infeksi dalam dan infeksi fokal. Termasuk di dalam

golongan ini ialah sindrome Sezary (Harahap, 2000).

Sindrom Sezary

Penyakit ini termasuk limfoma, ada yang berpendapat merupakan

stadium dini mikosis fungoides. Penyebabnya belum diketahui, diduga

berhubungan dengan infeksi virus HTLV-V dan dimasukkan kedalam CTCL

(Cutaneous T-Cell Lymphoma) (Okoduwa, et al., 2009).

Yang diserang adalah orang dewasa, mulainya penyakit pada pria rata-

rata berumur 64 tahun, sedangkan pada wanita 53 tahun. Sindrom ini ditandai

dengan eritema berwarna merah membara yang universal disertai skuama dan

rasa sangat gatal. Selain itu terdapat pula infiltrasi pada kulit dan edema. Pada

sepertiga hingga setengah para penderita didapati splenomegali, limfadenopati

6

Page 7: Erritroderma

superfisial, alopesia, hiperpigmentasi, hiperkeratosis palmaris dan plantaris,

serta kuku yang distrofik (Okoduwa, et al., 2009).

Pada pemeriksaan laboratorium sebagian besar kasus menunjukkan

leukositosis, 19% dengan eosinofilia dan limfositosis. Selain itu terdapat pula

limfosit atipik yang disebut sel Sezery. Sel ini besarnya 10-20 , mempunyai

sifat yang khas, di antaranya intinya homogen, lobular, dan tak teratur. Selain

terdapat dalam darah, sel tersebut juga terdapat dalam kelenjer getah bening

dan kulit.untuk menentukannya memerlukan keahlian khusus. Biopsi pada

kulit juga memberi kelainan yang agak khas, yakni terdapat infiltrat pada

dermis bagian atas dan terdapatnya sel Sezary (Okoduwa, et al., 2009).

E. Diagnosis

Diagnosis agak sulit ditegakkan, harus melihat dari tanda dan gejala yang

sudah ada sebelumnya misalnya, warna hitam-kemerahan di psoriasis dan

kuningkemerahan di pilaris rubra pityriasis; perubahan kuku khas psoriasis;

likenifikasi, erosi, dan ekskoriasi di dermatitis atopik dan eksema; menyebar,

relatif hiperkeratosis tanpa skuama, dan pityriasis rubra; ditandai bercak kulit

dalam eritroderma di pilaris rubra pityriasis; hiperkeratotik skala besar kulit

kepala, biasanya tanpa rambut rontok di psoriasis dan dengan rambut rontok di

CTCL dan pityriasis rubra, ektropion mungkin terjadi. Dengan beberapa biopsi

biasanya dapat menegakkan diagnosis (Djuanda, 2007).

F. Diagnosa Banding

Ada beberapa diagnosis banding pada eritorderma

1. Psoriasis

Eritroderma psoriasis dapat disebabkan oleh karena pengobatan topikal

yang terlalu kuat atau oleh penyakitnya sendiri yang meluas. Ketika psoriasis

menjadi eritroderma biasanya lesi yang khas untuk psoriasis tidak tampak lagi

karena terdapat menghilang dimana plak-plak psoriasis menyatu, eritema dan

skuama tebal universal. Psoriasis mungkin menjadi eritroderma dalam proses

yang berlangsung lambat dan tidak dapat dihambat atau sangat cepat. Faktor

genetik berperan. Bila orang tuanya tidak menderita psoriasis resiko mendapat

7

Page 8: Erritroderma

psoriasis 12 %, sedangkan jika salah seseorang orang tuanya menderita

psoriasis resikonya mencapai 34 – 39%. Psoriasis ditandai dengan adanya

bercak-bercak, eritema berbatas tegas dengan skuama yang kasar, berlapis-

lapis dan transparan disertai fenomena tetesan lilin, Auspitz, dan Kobner

(Imtikhananik, 1992).

Gambar 2. Psoriasis

2. Dermatitis seboroik

Dermatitis seboroik adalah peradangan kulit yang kronis ditandai

dengan plak eritema yang sering terdapat pada daerah tubuh yang banyak

mengandung kelenjar sebasea seperti kulit kepala, alis, lipatan nasolabial,

belakang telinga, cuping hidung, ketiak, dada, antara skapula. Dermatitis

seboroik dapat terjadi pada semua umur, dan meningkat pada usia 40 tahun.

Biasanya lebih berat apabila terjadi pada laki-laki daripada wanita dan lebih

sering pada orangorang yang banyak memakan lemak dan minum alcohol

(Imtikhananik, 1992).

Biasanya kulit penderita tampak berminyak, dengan kuman

pityrosporum ovale yang hidup komensal di kulit berkembang lebih subur.

Pada kepala tampak eritema dan skuama halus sampai kasar (ketombe). Kulit

tampak berminyak dan menghasilkan skuama putih yang berminyak pula.

Penderita akan mengeluh rasa gatal yang hebat. DS dapat diakibatkan oleh

ploriferasi epidermis yang meningkat seperti pada psoriasis. Hal ini dapat

8

Page 9: Erritroderma

menerangkan mengapa terapi dengan sitostatik dapat memperbaikinya. Pada

orang yang telah mempunyai faktor predisposisi, timbulnya DS dapat

disebabkan oleh faktor kelelahan sterss emosional infeksi, atau defisiensi imun

(Umar, 2011).

Gambar 3. Dermatitis Seboroik

G. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium

Pada pemeriksaan darah didapatkan albumin serum yang rendah dan

peningkatan gammaglobulins, ketidakseimbangan elektrolit, protein fase akut

meningkat, leukositosis, maupun anemia ringan (Umar, 2011).

2. Histopatologi

Pada kebanyakan pasien dengan eritroderma histopatologi dapat

membantu mengidentifikasi penyebab eritroderma pada sampai dengan 50%

kasus, biopsi kulit dapat menunjukkan gambaran yang bervariasi, tergantung

berat dan durasi proses inflamasi. Pada tahap akut, spongiosis dan

parakeratosis menonjol, terjadi edema. Pada stadium kronis, akantosis dan

perpanjangan rete ridge lebih dominan (Djuanda, 2007).

Eritroderma akibat limfoma, yang infiltrasi bisa menjadi semakin

pleomorfik, dan mungkin akhirnya memperoleh fitur diagnostik spesifik,

seperti bandlike limfoid infiltrat di dermis-epidermis, dengan sel cerebriform

mononuklear atipikal dan Pautrier's microabscesses. Pasien dengan sindrom

Sezary sering menunjukkan beberapa fitur dari dermatitis kronis, dan

eritroderma jinak mungkin kadang-kadang menunjukkan beberapa gambaran

tidak jelas pada limfoma (Djuanda, 2007).

Pemeriksaan immunofenotipe infiltrat limfoid juga mungkin sulit

menyelesaikan permasalahan karena pemeriksaan ini umumnya

9

Page 10: Erritroderma

memperlihatkan gambaran sel T mmatang pada eritroderma jinak maupun

ganas. Pada psoriasis papilomatosis dan gambaran clubbing lapisan

papilerdapat terlihat, dan pada pemfigus foliaseus, akantosis superficial juga

ditemukan. Pada eritroderma ikhtisioform dan ptiriasis rubra pilaris, biopsi

diulang dari tempat-tempat yang dipilih dengan cermat dapat memperlihatkan

gambaran khasnya (Djuanda, 2007).

G. Pengobatan

Umumnya pengobatan eritroderma dengan kortikosteroid. Pada golongan

I, yang disebabkan oleh alergi obat secara sistemik, dosis prednison 3 x 10 mg- 4

x 10 mg. Penyembuhan terjadi cepat, umumnya dalam beberapa hari – beberapa

minggu. Pada golongan II akibat perluasan penyakit kulit juga diberikan

kortikosteroid. Dosis mula prednison 4 x 10 mg- 4 x 15 mg sehari. Jika setelah

beberapa hari tidak tampak perbaikan dosis dapat dinaikkan. Setelah tampak

perbaikan, dosis diturunkan perlahan-lahan. Jika eritroderma terjadi akibat

pengobatan dengan ter pada psoriasis, maka obat tersebut harus dihentikan.

Eritroderma karena psoriasis dapat pula diobati dengan etretinat. Lama

penyembuhan golongan II ini bervariasi beberapa minggu hingga beberapa bulan,

jadi tidak secepat seperti golongan I (Djuanda, 2007).

Pengobatan penyakit Leiner dengan kortokosteroid memberi hasil yang

baik. Dosis prednison 3 x 1-2 mg sehari. Pada sindrome Sezary pengobatannya

terdiri atas kortikosteroid dan sitostatik, biasanya digunakan klorambusil dengan

dosis 2- 6 mg sehari. Pada eritroderma yang lama diberikan pula diet tinggi

protein, karena terlepasnya skuama mengakibatkan kehilangan protein. Kelainan

kulit perlu pula diolesi emolien untuk mengurangi radiasi akibat vasodilatasi oleh

eritema, misalnya dengan salep lanolin 10% (Umar, 2011).

H. Komplikasi

1. Gagal jantung

2. Gagal ginjal.

3. Kematian mendadak akibat hipotermia sentral (Djuanda, 2007).

10

Page 11: Erritroderma

J. Prognosa

Prognosis eritroderma tergantung pada proses penyakit yang

mendasarinya. Kasus karena penyebab obat dapat membaik setelah obat

penggunaan obat dihentikan dan diberikan terapi yang sesuai. Prognosis kasus

akibat gangguan sistemik yang mendasarinya seperti limfoma akan tergantung

pada kondisi keberhasilan pengobatan .Eritroderma disebabkan oleh dermatosa

akhirnya dapat diatasi dengan pengobatan, tetapi mungkin timbul

kekambuhan.Kasus idiopatik adalah kasus yang tidak terduga,dapat bertahan

dalam waktu yang lama, sering kali disertai dengan kondisi yang lemah (Djuanda,

2007).

Eritroderma yang termasuk golongan I, yakni karena alergi obat secara

sistemik, prognosisnya baik. Penyembuhan golongan ini ialah yang tercepat

dibandingkan golongan yang lain. Pada eritroderma yang belum diketahui

sebabnya, pengobatan dengan kortikosteroid hanya mengurangi gejalanya,

penderita akan mengalami ketergantungan kortikosteroid (Imtikhananik, 1992).

Sindrome Sezary prognosisnya buruk, penderita pria umumya akan

meninggal setelah 5 tahun, sedangkan penderita wanita setelah 10 tahun.

Kematian disebabkan oleh infeksi atau penyakit berkembang menjadi mikosis

fungoides (Imtikhananik, 1992).

11

Page 12: Erritroderma

BAB III KESIMPULAN

1. Eritroderma adalah kelainan kulit yang ditandai adanya eritema universalis

(90-100%) dan biasanya disertai skuama. Pada mulanya tidak disertai

skuama, baru kemudian pada stadium penyembuhan timbul skuama,

hiperpigmentasi.

2. Ujud kelainan kulit pada eritroderma yaitu makula eritema, skuama dan

lokalisasi biasanya generalisata.

3. Penatalaksanaan eritroderma yaitu kortikosteroid sistemik, antihistamin

sistemik dan emolien lanolin.

12

Page 13: Erritroderma

DAFTAR PUSTAKA

Champion RH eds. Rook’s, textbook of dermatology, 5th ed. Washington;Blackwell Scientific Publications. 1992.p;17.48-17.52.3. 

Djuanda, A. 2007. Dermatosis Eritroskuamosa. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Jakarta: FKUI. 198-200.

Harahap M. 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta : Hipokrates. 28.

Imtikhananik. 1992. Dermatitis Exfoliativa. Cermin Dunia Kedokteran. Volume 74. 16-19.

Kurniawan, Dedy. Wahyudhy, Harry Utama. 2007. Erupsi alergi obat. Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya

Okoduwa, C. W C Lambert, R A Schwartz, E Kubeyinje, A Eitokpah, Smeeta Sinha, W Chen. 2009. Erythroderma : Review of A Potentially Life Threatening Dermatosis. Indian J Dermatol. 54(1). 1–6.

Shimizu H. Shimizu’s textbook of dermatology. 1 sted. Hokkaido: NakayamaShoten Publishers; 2007.p; 122-25, 98-101

Siregar, 2002. Eritroderma. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Jakarta: EGC.

Sanusi, Umar. 2012. Erythroderma (Generalized Exfoliative Dermatitis). Available at: http://emedicine.medscape.com/article/1106906-overview. Diakses tanggal 17 Juli 2012

Virendra N. Sehgal, Govind Srivastava, Kabir Sardana. 2004. Erythroderma or exfoliative dermatitis: a synopsis. International Journal of Dermatology. 39-47.

Wasitaatmadja SM. Anatomi kulit. Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. 5th ed. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2007.p;3-5.2. Champion RH. Eczema, Lichenification, prurigo, and erythroderma. In:

13