ERITRODERMA
-
Upload
irma-aurora -
Category
Documents
-
view
114 -
download
1
Transcript of ERITRODERMA
ERITRODERMA
Definisi
Eritroderma ( dermatitis eksfoliativa ) adalah kelainan kulit yang ditandai dengan
adanya eritema seluruh atau hampir seluruh tubuh , biasanya disertai skuama.1 ( Arief
Mansjoer , 2000 : 121 ). Eritroderma ditandai dengan warna kulit yang kemerahan dan
biasa mengakibatkan pasien menggigil kedinginan karena banyak kehilangan kalori yang
dilepaskan lewat lesi. Eritroderma dan dermatitis exfoliative biasanya dipakai untuk
menjelaskan penyakityang sama dalam literature. Eritroderma dijelaskan sebagai dilatasi
yang menyebar dari pembuluh darah kutaneus. Apabila proses inflamasi disertai dengan
eritroderma secara subtansial akan meningkatkan proliferasi sel epidermal dan
mengurangi waktu transit sel melalui epidermis yang bisa menimbulkan sisik bertanda
(http://www.emedicine.com).
Etiologi
Berdasarkan penyebabnya , penyakit ini dapat dibagikan dalam 2 kelompok :
1. Eritroderma eksfoliativa primer
Penyebabnya tidak diketahui. Termasuk dalam golongan ini eritroderma iksioformis
konginetalis dan eritroderma eksfoliativa neonatorum(5–0 % ).
2. Eritroderma eksfoliativa sekunder
a. Akibat penggunaan obat secara sistemik yaitu penicillin dan derivatnya,
sulfonamide , analgetik / antipiretik dan ttetrasiklin.
b. Meluasnya dermatosis ke seluruh tubuh , dapat terjadi pada liken planus ,
psoriasis , pitiriasis rubra pilaris , pemflagus foliaseus , dermatitis seboroik dan
dermatitis atopik.
c. Penyakit sistemik seperti Limfoblastoma.
(Arief Mansjoer , 2000 : 121 : Rusepno Hasan 2005 : 239)
Patofisiologi
Pada dermatitis eksfoliatif terjadi pelepasan stratum korneum (lapisan kulit yang
paling luar) yang mencolok yang menyebabkan kebocoran kapiler , hipoproteinemia dan
keseimbangan nitrogen yang negatif . Karena dilatasi pembuluh darah kulit yang luas ,
sejumlah besar panas akan hilang jadi dermatitis eksfoliatifa memberikan efek yang nyata
pada keseluruh tubuh.
Pada eritroderma terjadi eritema dan skuama (pelepasan lapisan tanduk dari
permukaan kult sel – sel dalam lapisan basal kulit membagi diri terlalu cepat dan sel – sel
yang baru terbentuk bergerak lebih cepat ke permukaan kulit sehingga tampak sebagai
sisik / plak jaringan epidermis yang profus).
Mekanisme terjadinya alergi obat seperti terjadi secara non imunologik dan
imunologik ( alergik ) , tetapi sebagian besar merupakan reaksi imunologik. Pada
mekanismee imunologik, alergi obat terjadi pada pemberian obat kepada pasien yang
sudah tersensitasi dengan obat tersebut. Obat dengan berat molekul yang rendah awalnya
berperan sebagai antigen yang tidak lengkap ( hapten ). Obat / metaboliknya yang berupa
hapten ini harus berkojugasi dahulu dengan protein misalnya jaringan , serum / protein
dari membran sel untuk membentuk antigen obat dengan berat molekul yang tinggi dapat
berfungsi langsung sebagai antigen lengkap. ( Brunner & Suddarth vol 3 , 2002 : 1878 )
Manifestasi Klinis
Keadaan ini mulai terjadi secara akut sebagai erupsi terjadi bercak-bercak atau
eritematous yang menyeluruh disertai gejala panas, rasa tidak enak badan dan kadang-
kadang gejala gastrointestinal. Warna kulit berubah dari merah muda menjadi merah
gelap. Sesudah satu minggu dimulai gejala eksfoliasi (pembentukan skuama) yang khas
dan biasanya dalam bentuk serpihan kulit yang halus yang meninggalkan kulit yang licin
serta berwarna merah dibawahnya : gejala ini disertai dengan pembentukan sisik yang
baru ketika sisik yang lama terlepas. Kerontokan rambut dapat menyertai kelainan ini
eksaserbasi sering terjadi. Efek sistemiknya mencakup gagal jantung kongestif high-
output, gangguan intestinal, pembesaran payudara, kenaikan kadar asam urat dalam darah
(hiperurisemia) dan gangguan temperature.Peningkatan perfusi darah kulit muncul pada
eritroderma yang menyebabkan disregulasi temperature (menyebabkan kehilangan pabas
dan hipotermia) dan kegagalan output jantung.
Kadar metabolic basal meningkat sebagai kompensasi dari kehilangan suhu
tubuh.Epidermis yang matur secara cepat kegagalan kulit untuk menghasilkan barier
permeabilitas efektif di stratum korneum. Ini akan menyebabkan kehilangan cairan
transepidermal yang berlebihan. Normalnya kehilangan cairan dari kulit diperkirakan 400
ml setiap hari dengan dua pertiga dari hilangnya cairan ini dari proses transpirasi
epidermis manakala sepertiga lagi dari perspirasi basal. Kekurangan barier pada
eritroderma ini menyebabkan peningkatan kehilangan cairan ekstrarenal. Kehilangan
cairan transepidermal sangat tinggi ketika proses pembentukan sisik (scaling) memuncak
dan menurun 5-6 hari sebelum sisik menghancur. Hilangnya sisik eksfoliatif yang biasa
mencapai 20-30 gr/hari memicu kapada timbul kaedaan hipoalbuminemia yang biasa
dijumpai pada dermatitis exfoliatifa. Hipoalbiminemia muncul akibat menurunnya
sintesis atau meningkatnya metabolisme albumin. Edema biasanya paling sering
ditemukan, biasanya akibat peralihan cairan ke ekstrasel.
Respon imun mungkin biasa berubah, sering adanya peningkatan gammaglobulin,
peningkatan serum IgE pada beberapa kasus, dan CD4+ sel-T limfositopenia pada infeksi
HIV. Penyakit eritroderma dapat disertai dengan / tanpa rasa gatal. Kulit dapat membaik
seperti kuli normal lainnya setelah warna kemerahan, putih atau kehitaman bekas
psoriasis bernanah (psoriasis postulosa) dan seluruh kulit akan menjadi merah disertai
badan menggigil.
Penyakit-penyakit yang diduga menyebabkan timbulnya eritroderma yaitu :
1. Psoriasis, merupakan penyakit kronik, residif yang ditandai dengan adanya plak
eritematous, berbatas tegas dengan skuama berlapis-lapis berwarna putih
keperakan dan biasanya idiopatik. Penyakit ini bias mengenai siku, lutut, kulit
kepala, dan region lumbosakral. Fenomena Koebner (yakni munculnya lesi-lesi
baru akibat trauma fisis disekitar lesi lama) biasanya positif, tanda Auspitz
(adanya bercak kemerahan akibat terkelupasnya skuama yang ada) juga positif,
fenomena tetesan lilin (bila ada skuama digaruk, maka timbul warna putih keruh
seperti tetesan lilin) positif. Bila tidak ada tanda-tanda tersebut, kausa psoriasis
bias disingkirkan.
2. Pitiriasis rubra pilaris, merupakan penyakit eritroskuamosa yang menyerupai
psoriasis dan dermatitis seboroik, dengan penyebab idiopatik. Perbedaannya
terutama pada orientasi lesi yang folikuler, dengan erupsi yang relative lebih
coklat disbanding psoriasis dan dermatitis seboroik. Pitiriasis seboroik jarang atau
tak pernah mengenai kulit kepala.
3. Dermatitis seboroik merupakan dermatitis yang terjadi pada daerah seboroik
(daerah yang banyak mengandung kelenjar sebasea / lemak), seperti batok kepala,
alis, kelopak mata, lekukan nasolabial, dengan kelainan kulit berupa lesi dengan
batas tak teratur, dasar kemerahan, tertutup skuama agak kuning dan berminyak.
Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan eusinofilia pada dermatitis exfoliativa oleh
karena dermatitis atopik. Gambaran lainnya adalah sedimen yang meningkat, turunnya
albumin serum dan globulin serum yang relatif meningkat, serta tanda disfungsi
kegagalan jantung dan intestinal (tidak spesifik).(Cermin Dunia Kedokteran No. 74,
1992)
Pengobatan
Golongan I : Prednison 3 x 10 mg sampai 4 x 10 mg sehari
Golongan II : Prednison 4 x 10 mg sampai 4 x 15 mg sehari, jika tampak perbaikan dosis
diturunkanm perlahan-lahan. Eritroderma karena psoriasis dapat pula diobati dengan
asetretin. Pada eritroderma kronis, diberikan pula diet tinggi protein, karena terlepasnya
skuama mengakibatkan kehilangan protein. Kelainan kulit perlu pula diolesi emolien
untuk mengurangi radiasi akibat vasodilatasi oleh eritema misalnya dengan salap lanolin
10% atau krim urea 10%.
(Adi Djuanda,dkk, 2008, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, FKUI).
Komplikasi
Komplikasi eritroderma eksfoliativa sekunder :
- Abses
– Limfadenopati
- Furunkulosis
– Hepatomegali
- Konjungtivitis
– Rinitis
- Stomatitis
– Kolitis
- Bronkitis
( Ruseppo Hasan , 2005 : 239 : Marwali Harhap , 2000 , 28 )
Prognosis
Eritroderma yang termasuk golongan I, yakni karena alergi obat secara sistemik,
prognosisnya baik. Penyembuhan golongan ini ialah lebih cepat dibandingkan golongan
yang lain. Pada eritroderma yang belum diketahui sebabnya, pengobatan dengan
kortikosteroid hanya mengurangi gejalanya, pasien akan mengalami ketergantungan
kortikosteroiod. Sindrom Sezary prognosisnya buruk, pasien pria umumnya akan
meninggal setelah 5 tahun, sedangkan pasien wanita setelah 10 tahun.
(Adi Djuanda,dkk, 2008, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, FKUI)
DAFTAR PUSTAKA
1. Mansjoer , Arief , 2000 , Kapita Selekta Kedokteran , Jakarta : EGC
2. Hasan Rusepno 2005 , Ilmu Keperawatan Anak , Jakarta : FKUI
3. www.emedicine.com
4. http://www.portalkalbe.com
5. Brunner and Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 8,
Volume 3. EGC : Jakarta.
6. Adi Djuanda,dkk. 2008. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. FKUI : Jakarta.