ERIRTROBLASTOSIS

26
 Sistem Rhesus merupakan suatu sistem yang sangat kompleks. Masih banyak perdebatan baik mengenai aspek genetika, nomenklatur maupun interaksi antigeniknya. Rhesus positif (rh positif) adalah seseorang yang mempunyai rh-antigen pada eritrositnya sedang Rhesus negatif (rh negatif) adalah seseorang yang tidak mempunyai rh-antigen pada eritrositnya. Antigen pada manusia tersebut dinamakan antigen-D, dan mer upa kan ant ige n yang ber per an pen tin g dal am tra nsf usi . Tid ak sep erti pada ABO sis tem dimana seseor ang yan g tidak mempun yai ant ige n A/B aka n mempunya i ant ibo di yan g ber lawana n dal am  plasmanya, maka pada sistem Rhesus pembentukan antibodi hampir selalu oleh suatu eksposure apakah itu dari transfusi atau kehamilan. Sistem golongan darah Rhesus merupakan antigen yang terkuat bila dibandingkan dengan sistem golongan darah lainnya. Dengan pemberian darah Rhesus positif (D+) satu kali saja sebanyak 0,1 ml secara parenteral pada individu yang mempunyai golongan darah Rhesus negatif (D-), sudah dapat menimbulkan anti Rhesus positif (anti-D) walaupun golongan darah ABO nya sama . Anti D me rupakan anti bodi imun ti pe IgG dengan be rat molekul 160. 000, daya endap (sedimentation coefficient) 7 detik, thermo stabil dan dapat ditemukan selain dalam serum juga cairan tubuh, seperti air ketuban, air susu dan air liur. Imun antibodi IgG anti-D dapat melewati plasenta dan masuk kedalam sirkulasi janin, sehingga janin dapat menderita penyakit hemolisis. Penyakit hemolisis  pada jani n dan bayi baru lahir adalah anemia he moli tik akut yang diakibat kan oleh alloimun anti bodi ( anti -D at au inkompli t IgG anti bodi golongan darah ABO) da n me rupaka n salah satu komplikasi kehamilan. Antibodi maternal isoimun bersifat spesifik terhadap eritrosit janin, dan timbul sebagai reaksi terhadap antigen eritrosit janin. Penyebab hemolisis terseringpada neonatus adalah pasase transplasental antibodi maternal yang merusak eritrosit janin. Pada tahun 1892, Ballantyne membuat kriteria patologi klinik untuk mengakkan diagnosis hidrops fetalis. Diamond dkk. (1932) melaporkan tentang anemia janin yang ditandai oleh sejumlah eritroblas dalam darah berkaitan dengan hidrops fetalis. Pada tahun 1940 , Lanss tainer menemuk anfakto r Rhesu s yang berperan dalam patog enesi s kelain an hemoli sis pad a jan in dan bay i. Lev in dkk (19 41) men ega ska n bahwa erit rob las dis eba bka n ole h Isoimunisasi maternal dengan faktor janin yang diwariskan secara paternal. Find (1961) dan freda ( 1963) meneliti tentang tindakan profilaksis maternal yang efektif. 2.2 INSIDEN Insidens pasien yang mengalami Inkompatibilitas Rhesus ( yaitu rhesus negatif) adalah 15% pada ras  berkulit putih dan 5% berkulit hitam, jarang pada bangsa asia. Rhesus negatif pada orang indonesia  jarang terjadi, kecuali adanya perkawinan dengan orang asing yang bergolongan rhesus negatif. Pada wanita Rhesus negatif yang melahirkan bayi pertama Rhesus positif, risiko terbentuknya antibodi sebesar 8%. Sedangkan insidens timbulnya antibodi pada kehamilan berikutnya sebagai akibat sensitisitas pada keh amilan per tama sebesa r 16%. Ter tundan ya pemben tuk an antibodi pada kehamilan ber iku tny a disebabkan oleh proses sensitisasi, diperkirakan berhubungan dengan respons imun sekunder yang timbul akibat produksi antibodi pada kadar yang memadai. Kurang lebih 1% dari wanita akan tersensitasi selama kehamilan, terutama trimester ketiga. 2.3 GENETIK 

Transcript of ERIRTROBLASTOSIS

5/10/2018 ERIRTROBLASTOSIS - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/erirtroblastosis 1/26

Sistem Rhesus merupakan suatu sistem yang sangat kompleks. Masih banyak perdebatan baik mengenai

aspek genetika, nomenklatur maupun interaksi antigeniknya. Rhesus positif (rh positif) adalah seseorang

yang mempunyai rh-antigen pada eritrositnya sedang Rhesus negatif (rh negatif) adalah seseorang yang

tidak mempunyai rh-antigen pada eritrositnya. Antigen pada manusia tersebut dinamakan antigen-D, dan

merupakan antigen yang berperan penting dalam transfusi. Tidak seperti pada ABO sistem dimana

seseorang yang tidak mempunyai antigen A/B akan mempunyai antibodi yang berlawanan dalam

 plasmanya, maka pada sistem Rhesus pembentukan antibodi hampir selalu oleh suatu eksposure apakah

itu dari transfusi atau kehamilan. Sistem golongan darah Rhesus merupakan antigen yang terkuat bila

dibandingkan dengan sistem golongan darah lainnya. Dengan pemberian darah Rhesus positif (D+) satu

kali saja sebanyak 0,1 ml secara parenteral pada individu yang mempunyai golongan darah Rhesus

negatif (D-), sudah dapat menimbulkan anti Rhesus positif (anti-D) walaupun golongan darah ABO nya

sama. Anti D merupakan antibodi imun tipe IgG dengan berat molekul 160.000, daya endap

(sedimentation coefficient) 7 detik, thermo stabil dan dapat ditemukan selain dalam serum juga cairantubuh, seperti air ketuban, air susu dan air liur. Imun antibodi IgG anti-D dapat melewati plasenta dan

masuk kedalam sirkulasi janin, sehingga janin dapat menderita penyakit hemolisis. Penyakit hemolisis

  pada janin dan bayi baru lahir adalah anemia hemolitik akutyang diakibatkan oleh alloimun

antibodi ( anti-D atau inkomplit IgG antibodi golongan darah ABO) dan merupakan salah satu

komplikasi kehamilan. Antibodi maternal isoimun bersifat spesifik terhadap eritrosit janin, dan timbul

sebagai reaksi terhadap antigen eritrosit janin. Penyebab hemolisis terseringpada neonatus adalah pasase

transplasental antibodi maternal yang merusak eritrosit janin. Pada tahun 1892, Ballantyne membuat

kriteria patologi klinik untuk mengakkan diagnosis hidrops fetalis. Diamond dkk. (1932) melaporkan

tentang anemia janin yang ditandai oleh sejumlah eritroblas dalam darah berkaitan dengan hidrops fetalis.

Pada tahun 1940, Lansstainer menemukanfaktor Rhesus yang berperan dalam patogenesis kelainan

hemolisis pada janin dan bayi. Levin dkk (1941) menegaskan bahwa eritroblas disebabkan oleh

Isoimunisasi maternal dengan faktor janin yang diwariskan secara paternal. Find (1961) dan freda ( 1963)

meneliti tentang tindakan profilaksis maternal yang efektif.

2.2 INSIDEN

Insidens pasien yang mengalami Inkompatibilitas Rhesus ( yaitu rhesus negatif) adalah 15% pada ras

 berkulit putih dan 5% berkulit hitam, jarang pada bangsa asia. Rhesus negatif pada orang indonesia

 jarang terjadi, kecuali adanya perkawinan dengan orang asing yang bergolongan rhesus negatif. Pada

wanita Rhesus negatif yang melahirkan bayi pertama Rhesus positif, risiko terbentuknya antibodi sebesar 

8%. Sedangkan insidens timbulnya antibodi pada kehamilan berikutnya sebagai akibat sensitisitas pada

kehamilan pertama sebesar 16%. Tertundanya pembentukan antibodi pada kehamilan berikutnya

disebabkan oleh proses sensitisasi, diperkirakan berhubungan dengan respons imun sekunder yang timbul

akibat produksi antibodi pada kadar yang memadai. Kurang lebih 1% dari wanita akan tersensitasi selama

kehamilan, terutama trimester ketiga.

2.3 GENETIK 

5/10/2018 ERIRTROBLASTOSIS - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/erirtroblastosis 2/26

Ada tiga subtipe antigen spesifik C,D,E dengan pasangannya c, e, tapi tidak ada d. Hanya gen D dipakai

sebagai acuan faktor rhesus. Istilah yang sekarang digunakan adalah Rhesus (D), bukan hanya Rhesus.

Sel rhesus (D) positif mengandung substansi (antigen D) yang dapat merangsang darah rhesus (D) negatif 

memproduksi antibodi. Gen c, e, dan E kurang berperan disini. Hal ini dapat menjelaskan mengapa

antibodi yang dihasilkan oleh wanita Rhesus negatif disebut anti-D (anti-rhesus D). Seorang wanita

Rhesus (D) positif tak akan memproduksi antibodi, karena darah yang positif tak akan memproduksi anti-

d, tak ada anti Rhesus d. Seseorang mempunyai Rhesus (D) negatif, jika diwariskan gen d dari tiap orang

tua. Mungkin saja anak Rhesus (D) negatif, jika ibu Rhesus (D) negatif dan bapak Rhesus (D) positif.

Bapak dapat mempunyai gen D atau d, sehingga bayi dapat mewarisi gen d dari bapaknya. Sebaliknya,

wanita Rhesus (D) negatif dengan pasangan Rhesus (D) negatif, dan tak akan timbul inkompatibilitas

Rhesus, walaupun ibu telah membawa anatibodi Rhesus (D) dari kehamilan sebelumnya.

2.4 PATOFISIOLOGI

Pada saat ibu hamil eritrosit janin dalam beberapa insiden dapat masuk kedalam sirkulasi darah ibu, yangdinamakan Feto maternal microtransfusion. Bila ibu tidak memiliki antigen seperti yang terdapat pada

eritrosit janin, maka ibu akan distimulasiuntuk membentuk imun antibodi. Imun anti bodi tipe IgG

tersebut dapat melewati plasenta dan kemudian masuk kedalam peredaran darah janin, sehingga sel-sel

eritrosit janin akan diselimuti (coated) dengan antibodi tersebut dan akhirnya terjadi aglutinasi dan

hemolisis. Hemolisis terjadi dalam kandungan dan akibatnya adalah pembentukan eritrosit oleh tubuh

secara berlebihan, sehingga akan didapatkan eritrosit berinti banyak, yaitu eritroblast. Lebih dari 400

antigen terdapat pada permukaan eritrosit, tetapi secara klinis hanya sedikit yang penting sebagai

 penyebab penyakit hemolitik. Kurangnya antigen eritrosit dalam tubuh berpotensi menghasilkan antibodi

  jika terpapar dengan antigen tersebut. Antibodi tersebut berbahaya terhadap diri sendiri pada saat

transfusi atau berbahaya bagi janin. Hemolisis yang berat biasanya terjadi oleh adanya sensitisasi

maternal sebelumnya, misalnya karena abortus, ruptur kehamilan di luar kandungan, amniosentesis,

transfusi darah Rhesus positif, atau pada kehamilan kedua dan berikutnya.

Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit ini jarang terjadi :

variasi kadar antigen eritrosit sebagai penyebab terbentuknya antibodi

variasi daya antigenisitasnya

lintasan antigen dari janin ke ibu kurang mencukupi

variasi respon maternal terhadap antigen tersebut

 perlindungan isoimun lewat inkompatibilitas ABO

kurangnya jumlah antibodi ibu ke sirkulasi darah janin

2.5 GEJALA KLINIS

Hidrops fetalis

Hidrops fetalis adalah bayi yang menunjukan edema yang menyeluruh, asites dan pleural efusi pada saat

lahir. Perubahan patologi klinik yangg terjadi bervariasi, tergantung intensitas proses. Pada kasus parah,

terjadi edema subkutan dan efusi kedalam kavum serosa ( hidrops fetalis). Hemolisis yang berlebihan dan

5/10/2018 ERIRTROBLASTOSIS - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/erirtroblastosis 3/26

  berlangsung lama akan menyebabkan hiperplasia eritroid pada sum-sum tulang, hematopoesis

ekstrameduler didalam lien dan hepar. Juga terjadi pembesaran jantung dan perdarahan pulmoner. Asites

dan hepatosplenomegali yang terjadi dapat menimbulkan distosia akibat abdomen janin yang sangat

membesar. Hidrothoraks yang terjadi dapat mengganggu respirasi janin. Patofisologi hidrops fetalis tak 

 jelas. Teori-teori penyebabnya mencakup keadaan:

gagal jantung akibat anemia.

kebocoran kapiler akibat hipoksia pada kondisi anemia baerat

hipertensi vena portal dan umbilikus akibat disrupsia parenkim hati oleh proses hematopoesis

ekstrameduler.

menurunnya tekanan onkotik koloid akibat hipoproteinemia yang disebabkan oleh disfungsi hepar 

Janin dengan hidrops dapat meninggal dalam rahim akibat anemia berat dan kegagalan sirkulasi. Bayi

hidrops yang bertahan hidup tampak pucat, edematus dan lemas pada saat dilahirkan. Lien dan hepar 

membesar, ekimosis dan petikie dan menyebar, sesak nafas dan kolaps sirkulasi. Kematian dapat terjadidalam waktu beberapa jam meskipun transfusi sudah diberikan.

Hiperbilirubinemia

Hiperbilirubin dapat menimbulkan gangguan sistem syaraf pusat, khususnya ganglia basal atau

menimbulkan kernikterus. Gejala yandg muncul berupa letargia, kekakuan ekstremitas, retraksi kepala,

strabismus, tangisan melengking, tidak mau menetek dan kejang-kejang. Kematian terjadi dalam usia

 beberapa minggu. Pada bayi yang bertahan hidup, secara fisik tak berdaya, tak mampu menyanggah

kepala dan tak mampu duduk. Kemampuan berjalan mengalami keterlambatan atau tak pernah dicapai.

Pada kasus yang ringan akan terjadi inkoordinasi motorik dan tuli konduktif. Anemia yanag terjadi akibat

gangguan eritropoesis dapat bertahan selama berminggu –minggu hingga berbulan - bulan.

2.6 DIAGNOSIS

Diagnosis isoimunisasi berdasarkan deteksi antibodi pada serum ibu. Metode paling sering digunakan

untuk menapis antibodi ibu adalah tes Coombs tak langsung. (penapisan antibodi atau antiglobulin secara

tak langsung). Tes ini bergantung kepada pada kemampuan anti IgG (Coombs) serum untuk 

mengaglutinasi eritrosit yang dilapisi dengan IgG. Untuk melakukan tes, serum darah pasien dicampur 

dengan eritrosit yang diketahui mengandung mengandung antigen eritrosit tertentu, diinkubasi, lalu

eritrositdicuci. Suatu substansi lalu ditambahkan untuk menurunkan potensi listrik dari membran eritrosit,

yang penting untuk membantu terjadinya aglutinasi eritrosit. Serum Coombs ditambahkan, dan jika

imunoglobulin ibu ada dalam eritrosit, maka aglutinasi akan terjadi. Jika test positf, diperlukan

evaluasi lebih lanjut untuk menentukan antigen spesifik.Disamping tes Coombs, diagnosis dapat

ditegakkan berdasarkan riwayat bayi yang dilahirkan sebelumnya, ikterus yang timbul dalam 24 jam

 pasca persalinan, kadar hemoglobin darah tali pusat <> 5 mg%, hepatosplenomegali dan kelainan pada

 pemeriksaan darah tepi.

2.7 PENATALAKSANAAN

5/10/2018 ERIRTROBLASTOSIS - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/erirtroblastosis 4/26

Bentuk ringan tidak memerlukan pengobatan spesifik, kecuali bila terjadi kenaikan bilirubin yang tidak 

wajar. Bentuk sedang memerlukan tranfusi tukar, yang umumnya dilakukan dengan darah yang sesuai

dengan darah ibu (Rhesus dan ABO). Jika tak ada donor Rhesus negatif, transfusi tukar dapat dilakukan

dengan darah Rhesus positif , sesering mungkin sampai semua eritrosit yang diliputi antibodi dikeluarkan

dari tubuh bayi. Bentuk berat tampak sebagai hidrops atau lahir mati yang disebabkan oleh anemia berat

yang diikuti oleh gagal jantung. Pengobatan ditujukan terhadap pencegahan terjadinya anemia berat dan

kematian janin.

Transfusi tukar :

Tujuan transfusi tukar yang dapat dicapai :

memperbaiki keadaan anemia, tetapi tidak menambah volume darah

menggantikan eritrosit yang telah diselimuti oleh antibodi (coated cells) dengan eritrosit normal

(menghentikan proses hemolisis)

mengurangi kadar serum bilirubinmenghilangkan imun antibodi yang berasal dari ibu Yang perlu diperhatikan dalam transfusi tukar :

 berikan darah donor yang masa simpannya 3 hari untukmenghindari kelebihan kalium

 pilih darah yang sama golongan ABO nya dengan darah bayidan Rhesus negatif (D-) golongan

dapat diberikan darah golongan O Rh negatif dalam bentuk Packed red cells

 bila keadaan sangat mendesak (emergency), sedangkan persediaan darah Rh.negatif tidak tersedia, maka

untuk sementara dapat diberikan darah yang inkompatibel (Rh.positif) untuk transfusi tukar pertama,

kemudian transfusi tukar diulangi kembali dengan memberikan darah donor Rh negatif yang kompatibel.

Pada anemia berat sebaiknya diberikan Packed red cells

Darah yang dibutuhkan untuk transfusi tukar adalah 170 ml/kgBBbayi dengan lama pemberian

transfusi 90 menit

Lakukan pemeriksaan reaksi silang antara darah donor dengan darah bayi, bila tidak memnungkinkan

untuk transfusi tukar pertama kali dapat digunakan darah ibunya, namun untuk transfusi tukar berikutnya

harus menggunakan darah bayi.

Sebelum ditransfusikan hangatkan darah tersebut pada suhu 37C

Pertama-tama ambil darah bayi 50 ml, sebagai gantinya masukan darah donor sebanyak 50 ml. Lakukan

sengan cara diatas hingga semua darah donor ditransfusikan.

B. Transfusi intra uterin :

Pada tahun 1963 Liley memperkenalkan transfusi intra uterin. Sel eritrosit donor ditransfusikan

ke peritoneal cavity janin, yang nantinya akan diabsorbsi dan masuk kedalam sirkulasi darah janin

(intraperitoneal transfusion). Bila paru janin masih belum matur, transfusi intrauterin adalah pilihan yang

terbaik. Darah bayi Rhesus ( D) negatif tak akan mengganggu antigen D dan karena itu tak akan

merangsang sistem imun ibu memproduksi antibodi. Tiap antibodi yang sudah ada pada darah ibu tak 

dapat mengganggu darah bayi. Resiko transfusi intra uterin sangat besar , sehingga mortalitas sangat

tinggi. Untuk itu para ahli lebih memilih intravasal transfusi, yaitu dengan melakukan cordocentesis

5/10/2018 ERIRTROBLASTOSIS - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/erirtroblastosis 5/26

(pungsi tali pusat perkutan). Transfusi dilakukan beberapa kali pada kehamilan minggu ke 26 – 34

dengan menggunakan Packed Red Cells golongan darah O Rh negatif sebanyak 50 – 100 ml. Induksi

 partus dilakukan pada minggu ke 32 dan kemudian bayi dibantu dengan transfusi tukar 1x setelah partus.

Induksi pada kehamilan 32 minggu dapat menurunkan angka mortalitas sebanyak 60%.

Transfusi Albumin

Pemberian albumin sebanyak 1 mg/kg BB bayi, maka albumin akan mengikat sebagian bilirubin indirek.

Karena harga albumin cukup mahal dan resiko terjadinya overloading sangat besar, maka pemberian

albumin banyak ditinggalkan

Foto terapi:

Foto terapi dengan bantuan lampu blue violet dapat menurunkan kadar bilirubin. Fototerapi sifatnya

hanya membantu dan tidak dapat digunakan sebagai terapi tunggal

2.8 PROGNOSIS

Pengukuran titer antibodi dengan tes Coombs indirek < style=""> pada ibu yang sudah mengalamisensitisasi, dalam kehamilan berikutnya, dapat naik meskipun janinnya Rhesus negatif. Jika

titer antibodi naik sampai secara klinis bermakna, pemeriksaan titer antibodi diperlukan.

 Titer kritis tercapai jika didapatkan nilai 1:16 atau lebih. Jika titer di dibawah 1:32, maka

prognosis janin diperkirakan baik.

Mortalitas

Angka mortalitas dapat diturunkan jika :

ibu hamil dengan Rhesus negatif dan mengalami imunisasi dapat dideteksi secara dini

Hemolisis pada janin dari ibu Rhesus negatif dapat diketahui melalui kadar bilirubin yang tinggi didalam

cairan amnion atau melalui sampling pembuluh darah umbilikus yang diarahkan secara USG

Pada kasus yang berat, janin dapat dilahirkan secara prematursebelum meninggal didalam rahim

atau/dan dapat diatasi dengan transfusi intraperitoneal atau intravaskuler langsung sel darah merah

Rhesus negatif pemberian Ig D kepada ibu Rhesus negatif selama atau segera setelah persalinan dapat

menghilangkan sebagian besar proses isoimunisasi D.

B. Perkembangan anak selanjutnya.

Menurut Bowman (1978) kebanyakan anak yang berhasil hidup setelah mengalami tranfusi janin, akan

 berkembang secara normal. Dari 89 anak yang diperiksa ketika berusia 18 bulan ataulebih, 74 anak 

 berkembangan secara normal, 4 anak abnormal, dan 11 anak mengalami gangguan tumbuh kembang.

2.9 PENCEGAHAN

Tindakan terpenting untuk menurunkan insidens kelainan hemolitik akibat isoimunisasi Rhesus, adalah

imunisasi pasif pada ibu. Setiap dosis preparat imunoglobulin yang digunakan memberikan tidak kurang

dari 300 mikrogram antibodi D. 100 mikrogram anti Rhesus (D) akan melindungi ibu dari 4 ml darah

  janin. Suntikan anti Rhesus (D) yang diberikan pada saat persalinan bukan sebagai vaksin dan tak 

membuat wanita kebal terhadap penyakit Rhesus. Suntikan ini untuk membentuk antibodi bebas,

sehingga ibu akan bersih dari antibodi pada kehamilan berikutnya.

5/10/2018 ERIRTROBLASTOSIS - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/erirtroblastosis 6/26

Preparat globulin yang diberikan kepada ibu dengan Rhesus negatif yang mengalami sensitisasi dalam

waktu 72 jam sesudah melahirkan, ternyata sangat protektif. Ibu dengan kemungkinan abortus, kehamilan

ektopik, mola hidatidosa, atau perdarahan pervaginam harus ditangani karena akan mengalami

isoimunisasi tanpa preparat imunoglobulin. Ibu rhesus negatif yang memperoleh darah ataupun fraksi

darah berupa trombosit atau plasmaferesis berisiko untuk mengalami sensitisasi. Kalau terdapat keraguan

untuk memberikan preparat Ig anti G, maka preparat tersebut harus diberikan, termasuk kepada ibu yang

tampaknya belum mengalami sensitisasi dalam waktu 72 jam setelah melahirkan. Kebijaksanaan ini dapat

menurunkan resiko isoimunisasi. Antibodi dengan dosis 300 mikrogram diberikan kepada ibu rhesus

negatif yang belum mengalami sensitisasi pada kehamilan 28 minggu dan kehamilan 34 minggu atau

 pada saat dilakukan amniosintesis atau pada saat terjadi perdarahan uterus. Dosis ketiga diberikan kepada

ibu sesudah melahirkan.

Kegagalan pemberian anti D terjadi bila :

Tidak diberikan suntikan RhIg pada ibu Rh negatif (D-) yang telah melahirkan bayi Rh positif Tidak diberikan suntikan Immunoglobulin anti-D setelah abortus atau setelah pemeriksaan amniocentesis

Pemberian dosis RhIg tidak mencukupi ( karena feto maternal macrotransfusion jarang terjadi)

Sudah terlanjur terjadi sensitisasi oleh sel darah merah janin

Eritroblastosis fetalis adalah suatu sindroma yang ditandai oleh anemia berat pada janin

dikarenakan ibu menghasilkan antibodi yang menyerang sel darah janin. Sindroma ini

merupakan hasil dari inkompabilitas kelompok darah ibu dan janin terutama pada sistem

rhesus.1

Sistem Rhesus merupakan suatu sistem yang sangat kompleks dan masih banyak perdebatan baik mengenai aspek genetika, nomenklatur maupun interaksi antigeniknya. Pada

tahun 1932, Diamond, Blackfan dan Baty melaporkan bahwa fetal anemia yang ditunjukkan

dengan jumlah eritroblas yang ada dalam sirkulasi darah menggambarkan sindroma ini.2,3

Rhesus positif (rh positif) adalah seseorang yang mempunyai rh-antigen pada eritrositnya

sedang Rhesus negatif (rh negatif) adalah seseorang yang tidak mempunyai rh-antigen pada

eritrositnya. Antigen pada manusia tersebut dinamakan antigen-D dan merupakan antigen

 yang berperan penting dalam transfusi. Tidak seperti pada sistem ABO dimana seseorang yang

tidak mempunyai antigen A/B akan mempunyai antibodi yang berlawanan dalam plasmanya,

maka pada sistem Rhesus pembentukan antibodi hampir selalu oleh suatu paparan apakah itu

dari transfusi atau kehamilan. Sistem golongan darah Rhesus merupakan antigen yang terkuat

 bila dibandingkan dengan sistem golongan darah lainnya. Pemberian darah Rhesus positif (D+)

satu kali saja sebanyak ± 0,1 ml secara parenteral pada individu yang mempunyai golongan

darah Rhesus negatif (D-) sudah dapat menimbulkan anti Rhesus positif (anti-D) walaupun

golongan darah ABOnya sama.1,3

 Anti D merupakan antibodi imun tipe IgG dengan berat molekul 160.000, daya endap

(sedimentation coefficient ) 7 detik, thermo stabil dan dapat ditemukan selain dalam serum juga

cairan tubuh, seperti air ketuban, air susu dan air liur. Imun antibodi IgG anti-D dapat

5/10/2018 ERIRTROBLASTOSIS - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/erirtroblastosis 7/26

melewati plasenta dan masuk kedalam sirkulasi janin, sehingga janin dapat menderita penyakit

hemolisis.1,2

Penyakit hemolisis pada janin dan bayi baru lahir adalah anemia hemolitik akut yang

diakibatkan oleh alloimun antibodi (anti-D atau inkomplit IgG antibodi golongan darah ABO)

dan merupakan salah satu komplikasi kehamilan. Antibodi maternal isoimun bersifat spesifik 

terhadap eritrosit janin dan timbul sebagai reaksi terhadap antigen eritrosit janin. Penyebabhemolisis tersering pada neonatus adalah pasase transplasental antibodi maternal yang

merusak eritrosit janin. 1,2,3,4,5,14

Pada tahun 1892, Ballantyne membuat kriteria patologi klinik untuk mengakkan diagnosis

hidrops fetalis. Diamond dkk. (1932) melaporkan tentang anemia janin yang ditandai oleh

sejumlah eritroblas dalam darah berkaitan dengan hidrops fetalis. Pada tahun 1940,

Lansstainer menemukan faktor Rhesus yang berperan dalam patogenesis kelainan hemolisis

pada janin dan bayi. Levin dkk (1941) menegaskan bahwa eritroblas disebabkan oleh

isoimunisasi maternal dengan faktor janin yang diwariskan secara paternal. Find (1961) dan

freda ( 1963) meneliti tentang tindakan profilaksis maternal yang efektif. 1,2,3,8

II. INSIDEN DAN KLASIFIKASI

Secara garis besar, terdapat dua tipe penyakit inkompabilitas yaitu: inkompabilitas Rhesus dan

inkompabilitas ABO. Keduanya mempunyai gejala yang sama, tetapi penyakit Rh lebih berat

karena antibodi anti Rh yang melewati plasenta lebih menetap bila dibandingkan dengan

antibodi anti-A atau anti-B. Insidens pasien yang mengalami inkompatibilitas Rhesus (yaitu

rhesus negatif) adalah 15% pada ras berkulit putih dan 5% berkulit hitam dan jarang pada

 bangsa asia. Rhesus negatif pada orang indonesia jarang terjadi, kecuali adanya perkawinan

dengan orang asing yang bergolongan rhesus negatif. Selama 20 tahun, dari tahun 1972-1993,

Hudono (1993) menemukan di Jakarta hal-hal sebagai berikut: 8 kasus antagonismus Rhesus

dengan istri Rh negatif, semuanya bukan orang Asia; hanya pada 2 orang ibu (25%) terjadi

imunisasi.3 Selanjutnya dalam waktu yang sama dijumpai 2 kasus eritroblastosis fetalis karena

inkompabilitas ABO dan 2 kasus lainnya yang tidak diketahui dengan pasti sebabnya, satu

diantaranya mungkin karena inkompabilitas ABO.2,3,7,8,10

1. Inkompatibilitas Rhesus (Rh)

Inkompatibiltas Rh dapat disebabkan oleh isoimmunisasi maternal ke antigen Rh oleh transfusi

darah Rh positif atau isoimmunisasi maternal dari paparan ke antigen Rh janin pada kehamilan

pertama atau kehamilan yang sekarang. Pada inkompatibilitas Rh, anak pertama lahir sehat

karena ibu belum banyak memiliki benda-banda penangkis terhadap antigen Rh, asalkan

sebelumnya ibu tidak menderita abortus atau mendapat transfusi darah dari Rh positif.

Pasangan suami istri hanya mempunyai 1 atau 2 anak, sedang anak-anak berikutnya semuameninggal. Pada wanita Rhesus negatif yang melahirkan bayi pertama Rhesus positif, risiko

terbentuknya antibodi sebesar 8%, sedangkan insidens timbulnya antibodi pada kehamilan

5/10/2018 ERIRTROBLASTOSIS - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/erirtroblastosis 8/26

 berikutnya sebagai akibat sensitisitas pada kehamilan pertama sebesar 16%. Tertundanya

pembentukan antibodi pada kehamilan berikutnya disebabkan oleh proses sensitisasi,

diperkirakan berhubungan dengan respons imun sekunder yang timbul akibat produksi

antibodi pada kadar yang memadai. Kurang lebih 1% dari wanita akan tersensitasi selama

kehamilan terutama trimester ketiga.7,10Kemungkinan terjadinya imunisasi Rh

diperkirakan 1-2% dari semua kehamilan namun di Asia frekuensi ini lebih rendah. Untuk inkompabilitas Rh, predominan seks adalah perempuan.5

Mayoritas inkompatibilitas Rh terjadi pada janin dengan Rh-positif dari ibu yang mempunyai

Rh- negatif.5,19 Faktor Rh adalah protein, suatu antigen dalam sel darah merah. Hadirnya faktor

Rh membuat sel darah tidak cocok terhadap sel-sel darah yang tidak mempunyai antigen. Jika

seseorang dengan Rh-positif, berarti dia mempunyai faktor Rh di dalam darahnya. Jika

seseorang dengan Rh-negatif, berarti dia tidak mempunyai faktor Rh di dalam darahnya.

Sekitar 85% orang-orang mempunyai Rh-positif dan sekitar 15% dengan Rh-negatif. Faktor Rh

 bermasalah ketika darah dengan Rh-negatif mengalami kontak dengan darah Rh-positif.

Sistem immun dari orang dengan Rh-negatif mengidentifikasi darah Rh-positif sebagai

penyerang yang berbahaya, suatu antigen, dan dapat memproduksi antibodi untuk melawan

darah tersebut. Antibodi adalah substansi protein yang dihasilkan oleh tubuh dalam merespon

suatu antigen. Antibodi ini yang mennyebabkan masalah kehamilan.19

Gambar 1. Alur terjadinya Eritroblastosis fetalis

2. Inkompabilitas ABO17,18,24

Dua puluh sampai 25% kehamilan terjadi inkompabilitas ABO, yang berarti bahwa serum ibu

mengandung anti-A atau anti-B sedangkan eritrosit janin mengandung antigen respective.

Inkompabilitas ABO nantinya akan menyebabkan penyakit hemolitik pada bayi yang baru lahir

dimana terdapat lebih dari 60% dari seluruh kasus. Penyakit ini sering tidak parah jika

dibandingkan dengan akibat Rh, ditandai anemia neonatus sedang dan hiperbilirubinemia

neonatus ringan sampai sedang serta kurang dari 1% kasus yang membutuhkan transfusi tukar.

Inkompabilitas ABO tidak pernah benar-benar menunjukkan suatu penyebab hemolisis dan

secara umum dapat menjadi panduan bagi ilmu pediatrik dibanding masalah kebidanan.

Mayoritas inkompatibilitas ABO diderita oleh anak pertama (40% menurut Mollison), dan

anak-anak berikutnya makin lama makin baik keadaannya. Gambaran klinis penyakit hemolitik 

pada bayi baru lahir berasal dari inkompabilitas ABO sering ditemukan pada keadaan dimana

ibu mempunyai tipe darah O, karena tipe darah grup masing-masing menghasilkan anti A dan

anti B yang termasuk kelas IgG yang dapat melewati plasenta untuk berikatan dengan eritrosit

 janin. Pada beberapa kasus, penyakit hemolitik ABO tampak hiperbilirubinemia ringan sampai

sedang selama 24-48 jam pertama kehidupannya. Hal ini jarang muncul dengan anemia yangsignifikan. Tingginya jumlah bilirubin dapat menyebabkan kernikterus terutama pada neonatus

preterm. Fototerapi pada pengobatan awal dilakukan meskipun transfusi tukar yang mungkin

5/10/2018 ERIRTROBLASTOSIS - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/erirtroblastosis 9/26

diindikasikan untuk hiperbilirubinemia. Seks predominan eritroblastosis fetalis akibat

inkompatibilitas ABO adalah sama antara laki-laki dan perempuan.4

 

III. GENETIK 

 Ada tiga subtipe antigen spesifik C,D,E dengan pasangannya c, e, tapi tidak ada d. Hanya gen D

dipakai sebagai acuan faktor rhesus. Istilah yang sekarang digunakan adalah Rhesus (D), bukanhanya Rhesus. Sel rhesus (D) positif mengandung substansi (antigen D) yang dapat merangsang

darah rhesus (D) negatif memproduksi antibodi. Gen C dan E kurang berperan disini. Hal ini

dapat menjelaskan mengapa antibodi yantg dihasilkan oleh wanita Rhesus negatif disebut anti-

D (anti-rhesus D).

Gambar 2. Keadaan janin dan plasenta pada Eritroblastosis fetalis berat.

 

IV. PATOFISIOLOGI

Penyakit inkompabilitas Rh dan ABO terjadi ketika sistem imun ibu menghasilkan antibodi

 yang melawan sel darah merah janin yang dikandungnya. Pada saat ibu hamil, eritrosit janin

dalam beberapa insiden dapat masuk kedalam sirkulasi darah ibu yang dinamakan

f etomaternal microtransfusion. Bila ibu tidak memiliki antigen seperti yang terdapat pada

eritrosit janin, maka ibu akan distimulasi untuk membentuk imun antibodi. Imun anti bodi tipe

IgG tersebut dapat melewati plasenta dan kemudian masuk kedalam peredaran darah janin

sehingga sel-sel eritrosit janin akan diselimuti (coated ) dengan antibodi tersebut dan akhirnya

terjadi aglutinasi dan hemolisis, yang kemudian akan menyebabkan anemia (reaksi

hipersensitivitas tipe II). Hal ini akan dikompensasi oleh tubuh bayi dengan cara memproduksi

dan melepaskan sel-sel darah merah yang imatur yang berinti banyak, disebut dengan

eritroblas (yang berasal dari sumsum tulang) secara berlebihan.1,8,9,11,12,13

Produksi eritroblas yang berlebihan dapat menyebabkan pembesaran hati dan limpa yang

selanjutnya dapat menyebabkan rusaknya hepar dan ruptur limpa. Produksi eritroblas ini

melibatkan berbagai komponen sel-sel darah, seperti platelet dan faktor penting lainnya untuk 

pembekuan darah. Pada saat berkurangnya faktor pembekuan dapat menyebabkan terjadinya

perdarahan yang banyak dan dapat memperberat komplikasi. Lebih dari 400 antigen terdapat

pada permukaan eritrosit, tetapi secara klinis hanya sedikit yang penting sebagai penyebab

penyakit hemolitik. Kurangnya antigen eritrosit dalam tubuh berpotensi menghasilkan antibodi

 jika terpapar dengan antigen tersebut. Antibodi tersebut berbahaya terhadap diri sendiri pada

saat transfusi atau berbahaya bagi janin. 4,9,11,12,14

Hemolisis yang berat biasanya terjadi oleh adanya sensitisasi maternal sebelumnya, misalnya

karena abortus, ruptur kehamilan di luar kandungan, amniosentesis, transfusi darah Rhesuspositif atau pada kehamilan kedua dan berikutnya.2,3,7,9 Penghancuran sel-sel darah merah dapat

melepaskan pigmen darah merah (hemoglobin), yang mana bahan tersebut dikenal dengan

5/10/2018 ERIRTROBLASTOSIS - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/erirtroblastosis 10/26

 bilirubin. Bilirubin secara normal dibentuk dari sel-sel darah merah yang telah mati, tetapi

tubuh dapat mengatasi kekurangan kadar bilirubin dalam sirkulasi darah pada suatu waktu.

Eritroblastosis fetalis menyebabkan terjadinya penumpukan bilirubin yang dapat menyebabkan

hiperbilirubinemia, yang nantinya menyebabkan jaundice pada bayi. Bayi dapat berkembang

menjadi kernikterus.

Gejala lain yang mungkin hadir adalah peningkatan kadar insulin dan penurunan kadar guladarah, dimana keadaan ini disebut sebagai hydrops fetalis. Hydrops fetalis ditujukkan oleh

adanya penumpukan cairan pada tubuh, yang memberikan gambaran membengkak (swollen).

Penumpukan cairan ini menghambat pernafasan normal, karena paru tidak dapat mengembang

maksimal dan mungkin mengandung cairan. Jika keadaan ini berlanjut untuk jangka waktu

tertentu akan mengganggu pertumbuhan paru. Hydrops fetalis dan anemia dapat menimbulkan

masalah jantung.

Gambar 3. Interaksi antibodi dan antigen pada eritrosit.3

Gambar 4. Reaksi hipersensitivitas

 V. GEJALA KLINIS

Terdapat dua gejala klinis utama pada eritroblastosis fetalis, yaitu:

 A. Hidrops fetalis

Hidrops fetalis adalah suatu sindroma ditandai edema menyeluruh pada bayi, asites dan pleural

efusi pada saat lahir. Perubahan patologi klinik yang terjadi bervariasi, tergantung intensitas

proses. Pada kasus parah, terjadi edema subkutan dan efusi ke dalam kavum serosa (hidrops

fetalis). Hemolisis yang berlebihan dan berlangsung lama akan menyebabkan hiperplasia

eritroid pada sumsum tulang, hematopoesis ekstrameduler di dalam lien dan hepar,

pembesaran jantung dan perdarahan pulmoner. Asites dan hepatosplenomegali yang terjadi

dapat menimbulkan distosia akibat abdomen janin yang sangat membesar. Hidrothoraks yang

terjadi dapat mengganggu respirasi janin. 1,3,6,7,9

Gambar 5. Bayi hidrops fetalis

Patofisologi hidrops fetalis tak jelas. Teori-teori penyebabnya mencakup keadaan: 4,10,14

1. gagal jantung akibat anemia.

2. kebocoran kapiler akibat hipoksia pada kondisi anemia baerat

3. hipertensi vena portal dan umbilikus akibat kerusakan parenkim hati oleh proses

hematopoesis ekstrameduler.

4. menurunnya tekanan onkotik koloid akibat hipoproteinemia yang disebabkan oleh disfungsi

hepar

Gambar 6. Gambaran USG hidrops fetalis

Janin dengan hidrops dapat meninggal dalam rahim akibat anemia berat dan kegagalansirkulasi. Bayi hidrops yang bertahan hidup tampak pucat, edematus dan lemas pada saat

dilahirkan. Lien dan hepar membesar, ekimosis dan petikie menyebar, sesak nafas dan kolaps

5/10/2018 ERIRTROBLASTOSIS - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/erirtroblastosis 11/26

sirkulasi. Kematian dapat terjadi dalam waktu beberapa jam meskipun transfusi sudah

diberikan.

B. Hiperbilirubinemia

Hiperbilirubin dapat menimbulkan gangguan sistem syaraf pusat, khususnya ganglia basal atau

menimbulkan kernikterus. Gejala yang muncul berupa letargia, kekakuan ekstremitas, retraksi

kepala, strabismus, tangisan melengking, tidak mau menetek dan kejang-kejang. Kematianterjadi dalam usia beberapa minggu.

Pada bayi yang bertahan hidup, secara fisik tak berdaya, tak mampu menyanggah kepala dan

tak mampu duduk. Kemampuan berjalan mengalami keterlambatan atau tak pernah dicapai.

Pada kasus yang ringan akan terjadi inkoordinasi motorik dan tuli konduktif. Anemia yanag

terjadi akibat gangguan eritropoesis dapat bertahan selama berminggu–minggu hingga

 berbulan-bulan.1,3,7

 VI. DIAGNOSIS

Diagnosis isoimunisasi berdasarkan deteksi antibodi pada serum ibu. Metode paling sering

digunakan untuk menapis antibodi ibu adalah tes Coombs tak langsung. (penapisan antibodi

atau antiglobulin secara tak langsung). Tes ini bergantung kepada pada kemampuan anti IgG

(Coombs) serum untuk mengaglutinasi eritrosit yang dilapisi dengan IgG.

Untuk melakukan tes ini, serum darah pasien dicampur dengan eritrosit yang diketahui

mengandung mengandung antigen eritrosit tertentu, diinkubasi, lalu eritrosit dicuci. Suatu

substansi lalu ditambahkan untuk menurunkan potensi listrik dari membran eritrosit, yang

penting untuk membantu terjadinya aglutinasi eritrosit. Serum Coombs ditambahkan dan jika

imunoglobulin ibu ada dalam eritrosit, maka aglutinasi akan terjadi. Jika test positf, diperlukan

evaluasi lebih lanjut untuk menentukan antigen spesifik.

Disamping tes Coombs, diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan riwayat bayi yang dilahirkan

sebelumnya, ikterus yang timbul dalam 24 jam pasca persalinan, kadar hemoglobin darah tali

pusat < 15 gr%, kadar bilirubin dalam darah tali pusat > 5 mg%, hepatosplenomegali dan

kelainan pada pemeriksaan darah tepi. 11

 

 VII. PENATALAKSANAAN 1,3,5,7,11

Bentuk ringan tidak memerlukan pengobatan spesifik, kecuali bila terjadi kenaikan bilirubin

 yang tidak wajar. Bentuk sedang memerlukan tranfusi tukar, umumnya dilakukan dengan

darah yang sesuai dengan darah ibu (Rhesus dan ABO). Jika tak ada donor Rhesus negatif,

transfusi tukar dapat dilakukan dengan darah Rhesus positif sesering mungkin sampai semua

eritrosit yang diliputi antibodi dikeluarkan dari tubuh bayi. Bentuk berat tampak sebagai

hidrops atau lahir mati yang disebabkan oleh anemia berat yang diikuti oleh gagal jantung.Pengobatan ditujukan terhadap pencegahan terjadinya anemia berat dan kematian janin.

 A. Transfusi tukar :

5/10/2018 ERIRTROBLASTOSIS - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/erirtroblastosis 12/26

Tujuan transfusi tukar yang dapat dicapai :

1. memperbaiki keadaan anemia, tetapi tidak menambah volume darah

2. menggantikan eritrosit yang telah diselimuti oleh antibodi (coated cells) dengan eritrosit

normal (menghentikan proses hemolisis)

3. mengurangi kadar serum bilirubin

4. menghilangkan imun antibodi yang berasal dari ibu Yang perlu diperhatikan dalam transfusi tukar :

a. berikan darah donor yang masa simpannya ≤ 3 hari untuk menghindari kelebihan kalium

 b. pilih darah yang sama golongan ABO nya dengan darah bayi dan Rhesus negatif (D-)

c. dapat diberikan darah golongan O Rh negatif dalam bentuk Packed red cells

d. bila keadaan sangat mendesak, sedangkan persediaan darah Rh.negatif tidak tersedia maka

untuk sementara dapat diberikan darah yang inkompatibel (Rh positif) untuk transfusi tukar

pertama, kemudian transfusi tukar diulangi kembali dengan memberikan darah donor Rh

negatif yang kompatibel.

e. pada anemia berat sebaiknya diberikan packed red cells

f. darah yang dibutuhkan untuk transfusi tukar adalah 170 ml/kgBBbayi dengan lama

pemberian transfusi ≥ 90 menit

g. lakukan pemeriksaan reaksi silang antara darah donor dengan darah bayi, bila tidak 

memungkinkan untuk transfusi tukar pertama kali dapat digunakan darah ibunya, namun

untuk transfusi tukar berikutnya harus menggunakan darah bayi.

h. sebelum ditransfusikan, hangatkan darah tersebut pada suhu 37°C

i. pertama-tama ambil darah bayi 50 ml, sebagai gantinya masukan darah donor sebanyak 50

ml. Lakukan sengan cara diatas hingga semua darah donor ditransfusikan.

Tabel 1. Calon donor transfusi tukar pada Rh inkompatibilitas. 1

GOLONGAN DARAH IBU

O A B AB

GOLONGAN

DARAH

BAYI

O O O O -

A O A O A

B O O B B

AB - A B AB

Gambar 7. Transfusi tukar pada Rh inkompatibilitas. 3

 

B. Transfusi intra uterin :

Pada tahun 1963, Liley memperkenalkan transfusi intrauterin. Sel eritrosit donorditransfusikan ke peritoneal cavity janin, yang nantinya akan diabsorbsi dan masuk kedalam

sirkulasi darah janin (intraperitoneal transfusion). Bila paru janin masih belum matur,

transfusi intrauterin adalah pilihan yang terbaik. Darah bayi Rhesus (D) negatif tak akan

5/10/2018 ERIRTROBLASTOSIS - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/erirtroblastosis 13/26

mengganggu antigen D dan karena itu tak akan merangsang sistem imun ibu memproduksi

antibodi. Tiap antibodi yang sudah ada pada darah ibu tak dapat mengganggu darah bayi.

Namun harus menjadi perhatian bahwa risiko transfusi intrauterin sangat besar sehingga

mortalitas sangat tinggi. Untuk itu para ahli lebih memilih intravasal transfusi, yaitu dengan

melakukan cordocentesis (pungsi tali pusat perkutan). Transfusi dilakukan beberapa kali pada

kehamilan minggu ke 26–34 dengan menggunakan Packed Red Cells golongan darah O Rhnegatif sebanyak 50–100 ml. Induksi partus dilakukan pada minggu ke 32 dan kemudian bayi

dibantu dengan transfusi tukar 1x setelah partus. Induksi pada kehamilan 32 minggu dapat

menurunkan angka mortalitas sebanyak 60%.

Gambar 8. Transfusi intra uterin

C. Transfusi albumin

Pemberian albumin sebanyak 1 mg/kg BB bayi, maka albumin akan mengikat sebagian bilirubin

indirek. Karena harga albumin cukup mahal dan resiko terjadinya overloadingsangat besar

maka pemberian albumin banyak ditinggalkan.

D. Fototerapi

Foto terapi dengan bantuan lampu blue violet dapat menurunkan kadar bilirubin. Fototerapi

sifatnya hanya membantu dan tidak dapat digunakan sebagai terapi tunggal.

Gambar 9. Foto terapi pada bayi dengan Rh Inkompatibilitas. 3

 

 VIII. PROGNOSIS 4,14

Pengukuran titer antibodi dengan tes Coombs indirek < 1:16 berarti bahwa janin mati dalam

rahim akibat kelainan hemolitik tak akan terjadi dan kehidupan janin dapat dipertahankan

dengan perawatan yang tepat setelah lahir. Titer yang lebih tinggi menunjukan kemungkinan

adanya kelainan hemolitik berat. Titer pada ibu yang sudah mengalami sensitisasi dalam

kehamilan berikutnya dapat naik meskipun janinnya Rhesus negatif.

Jika titer antibodi naik sampai secara klinis bermakna, pemeriksaan titer antibodi diperlukan.

Titer kritis tercapai jika didapatkan nilai 1:16 atau lebih. Jika titer di dibawah 1:32, maka

prognosis janin diperkirakan baik.

 A. Mortalitas

 Angka mortalitas dapat diturunkan jika :

1. Ibu hamil dengan Rhesus negatif dan mengalami imunisasi dapat dideteksi secara dini

2. Hemolisis pada janin dari ibu Rhesus negatif dapat diketahui melalui kadar bilirubin yang

tinggi didalam cairan amnion atau melalui sampling pembuluh darah umbilikus yang diarahkan

secara USG

3. Pada kasus yang berat, janin dapat dilahirkan secara prematur sebelum meninggal di dalamrahim atau/dan dapat diatasi dengan transfusi intraperitoneal atau intravaskuler langsung sel

5/10/2018 ERIRTROBLASTOSIS - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/erirtroblastosis 14/26

darah merah Rhesus negatif. Pemberian Ig-D kepada ibu Rhesus negatif selama atau segera

setelah persalinan dapat menghilangkan sebagian besar proses isoimunisasi D.

B. Perkembangan anak selanjutnya.

Menurut Bowman (1978), kebanyakan anak yang berhasil hidup setelah mengalami tranfusi

 janin akan berkembang secara normal. Dari 89 anak yang diperiksa ketika berusia 18 bulan

atau lebih, 74 anak berkembangan secara normal, 4 anak abnormal dan 11 anak mengalamigangguan tumbuh kembang. 1

IX. PENCEGAHAN 1,3,4,7,14

Tindakan terpenting untuk menurunkan insidens kelainan hemolitik akibat isoimunisasi

Rhesus adalah imunisasi pasif pada ibu. Setiap dosis preparat imunoglobulin yang digunakan

memberikan tidak kurang dari 300 mikrogram antibodi D. 100 mikrogram anti Rhesus (D)

akan melindungi ibu dari 4 ml darah janin. 1,2,4,6,14

Suntikan anti Rhesus (D) yang diberikan pada saat persalinan bukan sebagai vaksin dan tak 

membuat wanita kebal terhadap penyakit Rhesus. Suntikan ini untuk membentuk antibodi

 bebas, sehingga ibu akan bersih dari antibodi pada kehamilan berikutnya.

Tabel 2. Kategori obat sebagai pencegahan Inkompatibilitas Rhesus. 7

Drug Name

Human anti-D immune globulin (RhoGAM) — Suppresses

immune response of nonsensitized Rh O (D) negative mothers

exposed to Rh O (D) positive blood from the fetus as a result of a

fetomaternal hemorrhage, abdominal trauma, amniocentesis,

abortion, full-term delivery, or transfusion accident. Should be

administered if the patient is Rh-negative, unless the father also

is Rh-negative.

Adult Dose <13 wk gestation: 50 mcg IM >13 wk gestation: 300 mcg IM

Pediatric Dose Administer as in adults

Contraindications

Documented hypersensitivity; patients who have received

Rho(D)-positive blood within the last 3 mo

Interactions  None reported

Pregnancy C – Safety for use during pregnancy has not been established.

Precautions

Caution in thrombocytopenia, bleeding disorders, or IGA

deficiency; when administered close to delivery, may interfere

with Rh typing of the newborn

Preparat globulin yang diberikan kepada ibu dengan Rhesus negatif yang mengalami sensitisasi

dalam waktu 72 jam sesudah melahirkan ternyata sangat protektif. Ibu dengan kemungkinan

abortus, kehamilan ektopik, mola hidatidosa, atau perdarahan pervaginam harus ditangani

karena akan mengalami isoimunisasi tanpa preparat imunoglobulin. Ibu rhesus negatif yang

5/10/2018 ERIRTROBLASTOSIS - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/erirtroblastosis 15/26

memperoleh darah ataupun fraksi darah berupa trombosit atau plasmaferesis berisiko untuk 

mengalami sensitisasi. 1,4,6

Kalau terdapat keraguan untuk memberikan preparat Ig anti G maka preparat tersebut harus

diberikan, termasuk kepada ibu yang tampaknya belum mengalami sensitisasi dalam waktu 72

 jam setelah melahirkan. Kebijaksanaan ini dapat menurunkan resiko isoimunisasi. Antibodi

dengan dosis 300 mikrogram diberikan kepada ibu rhesus negatif yang belum mengalamisensitisasi pada kehamilan 28 minggu dan kehamilan 34 minggu atau pada saat dilakukan

amniosintesis atau pada saat terjadi perdarahan uterus. Dosis ketiga diberikan kepada ibu

sesudah melahirkan. 1,4

Kegagalan pemberian anti D terjadi bila : 1

1. tidak diberikan suntikan RhIg pada ibu Rh negatif (D-) yang telah melahirkan bayi Rh positif 

2. tidak diberikan suntikan Immunoglobulin anti-D setelah abortus atau setelah pemeriksaan

amniocentesis

3. pemberian dosis RhIg tidak mencukupi (karena feto maternal macrotransfusion jarang

terjadi)

4. sudah terlanjur terjadi sensitisasi oleh sel darah merah janin

PENYAKIT HEMOLITIK BAYI BARU LAHIR 

Hiperbilirubinemia pada 24 jam pertama kehidupan sering disebabkan oleh penyakit hemolitik bayi baru

lahir.

1. Inkompatibilitas darah

aglutinogen (suatu substansi yang mampu memproduksi respon imun bila ada benda asing).◊Membran sel

darah manusia mengandung antigen

aglutinasi (penggumpalan).◊Hubungan timbal balik SDM – antibodi (dlm plasma)

Sistem golongan darah ABO antibodi muncul secara natural.

individu harus terpajan dahulu dengan antigen Rh sebelum terjadi pembentukan antibodi secara bermakna

dan menyebabkan respon sensitivitas (isoimunisasi).◊Sistem golongan darah Rh

a. Inkompatibilitas Rh (isoimunisasi)

ada antigen◊Rh positif 

tidak ada antigen◊Rh negatif 

Tidak masalah bila: Rh ibu dan fetus sama atau bila Rh ibu positif dan bayinya negatif.

Jadi masalah bila: Rh ibu negatif dan Rh bayi positif.

Meskipun sirkulasi darah maternal terpisah, SDM fetal (dengan antigen asing terhadap ibu) terkadang dapat

mencapai sirkulasi maternal melalui retakan kecil pada pembuluh darah plasenta. Mekanisme pertahanan

natural ibu berespon terhadap sel asing dengan memproduksi antibodi anti RH.

Keadaan normal: proses imunisasi ini tidak berefek pada fetus selama kehamilan pertama dengan fetus Rh

positif kerena sensitisasi inisial terhadap antigen Rh jarang terjadi sebelum onset persalinan.

 Akan tetapi tingginya risiko darah fetal pindah ke sirkulasi maternal selama pemisahan plasenta, produksi

antibodi maternal menjadi terangsang.

jika fetus Rh positif, antibodi maternal yang sudah terbentuk tadi memasuki sirkulasi fetal. Toksemia

5/10/2018 ERIRTROBLASTOSIS - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/erirtroblastosis 16/26

maternal, pengambilan plasenta manual, dan kelahiran melalui sesar meningkatkan insidensi perdarahan

transplasenta dan selanjutnya isoimunisasi.◊Kehamilan berikutnya

golongan darah ibu Rh negatif dan golongan darah fetus Rh positif.◊i. Inkompatibiliti Rh

ii. Jika darah fetus melewati aliran darah maternal, tubuh ibu akan memproduksi antibodi.

iii. Antibodi ini dapat kembali ke plasenta dan membahayakan sel darah merah janin, menyebabkan anemia

pada fetus dari tingkan ringan sampai serius.

http://www.memorialhermann.org/adam/surgery%20and%20procedures/13/100217.aspx

eritoblastosis fetalis.  Keadaan yang terjadi tersebut dimulai inutero, maka fetus berusaha mengkompensasi

adanya hemolisis progresif dengan mempercepat eritropoesis. Akibatnya muncul SDM imatur (eritoblas)

dalam sirkulasi fetal

Eritoblastosis fetalis berat: hemolisis progresif menyebabkan hipoksia fetal, gagl jantung, edema umum

(anasarka), dan efusi ke rongga perikardial, pleura, dan peritoneal.

 b. Inkompatibilitas ABO

Jika golongan darah mayor fetus berbeda dengan ibunya. Golongan darah mayor: A,B, AB, dan O.Antibodi dalam plasma salah satu golongan darah (kecuali AB) akan menyebabkan aglutinasi bila bercampur

dengan antigen dari golongan darah lain.

Antibodi dalam darah resipien (fetus) dapat menyebabkan aglutinasi SDM donor (maternal). Sel donor yang

teraglutinasi akan terperangkap di pembuluh darah perifer, ketika sel tersebut mengalami hemolisis, akan

melepaskan sejumlah besar bilirubin ke dalam sirkulasi.

Inkompatibilitas darah paling umum adalah ibu golongan darah O dan bayi golongan darah A atau B.

 Antibodi anti A atau anti B yang ada dalam sirkulasi maternal melintasi plasenta dan menyerang SDM fetal

serta menyebabkan hemolisis.Biasanya reaksi hemolisis lebih ringan dari pada inkompatibilitas Rh.

Inkompatibilitas ABO dapat terjadi pada kehamilan pertama.

Potensial inkompatibilitas ABO maternal- fetal  

Golongan darah maternal - fetal Inkompatibilitas goongan darah

O A atau B

B A atau AB

 A B atau AB

Manifestasi klinis:

5/10/2018 ERIRTROBLASTOSIS - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/erirtroblastosis 17/26

- Jaundice. Ikterus sering terjadi dengan tingkat hemolisis yang signifikan. Serangan biasanya terjadi dalam

24 jam pertama kehidupan. Jaundis berkembang lebih cepat di periode awal neonatus daripada jaundice

fisiologis non hemolitik.

sebagai kompensasi oleh retikolositosis dalam merespon proses hemolisis. Eritrosit mempertahankan selama

rentang fisiologi yang normal untuk asimtomatik infan pada usia gestasi yang sama. Tanda tambahan:

hepatosplenomegali atau hydrops fetalis. Anemia fisiologi yang parah dapat terjadi pada usia 8-12 minggu.◊-

 Anemia

Evaluasi diagnostik 

Diagnosis isoimunisasi dapat dilakukan di awal kehamilan dengan pengambilan sampel vili koriales untuk 

menentukan golongan darah fetal. Kerugiannya meliputi aborsi spontan awal dan risiko perdarahan

fetomaternal dan isoimunisasi. Metode diagnostit lain yaitu amniosintesis menggunakan reaksi rantai

polimerase (polymerase chain reaction, PCR) untuk menentukan golongan darah fetal. Bila ditemukan

golongan darah fetal Rh negatif, tidak memerlukan penanganan lanjut. Ultrasonografi dipertimbangkan

sebagai adjuvan penting dalam deteksi isoimunisasi; gangguan plasenta, tali pusat, dan volume cairanamnion, maupun adanya hidrops fetalis. Eritoblastosis fetalis yang disebabkan oleh inkompatibilitas Rh

dapat dikaji dengan mengevaluasi peningkatan titer antibodi anti-Rh pada sirkulasi maternal (uji Coombs

indirek) atau dengan menguji densitas optik cairan amnion karena bilirubin mengubah warna cairan.

Penatalaksanaan terapeutik 

1. Pencegahan Isoimunisasi Rh

Pemberian Rhoimmune globulin (RhIG) konsentrasi human gamma globulin anti D kepada semua ibu Rh

negatif yang tidak tersensitisasi setelah persalinan atau aborsi bayi atau fetus Rh positif akan mencegah

perkembangan sensitisasi maternal terhadap faktor Rh. Antibodi anti Rh yang diinjeksikan diperkirakan

menghancurkan (fagositosis dan aglutinasi) SDM fetal yang memasuki sirkulasi darah maternal sebelum

mereka dikenali oleh sistem imun ibu. Karena respon imun dihambat, maka antibodi anti D dan sel memori

( yang menghasilkan respon imun primer dan sekunder) tidak akan terbentuk.

 Agar efektif, RhIG harus diberikan kepada ibu yang tidak tersensitisasi dalam 72 jam setelah kelahiran

pertama atau aborsi dan diulang setelah yang berikutnya. Pemberian RhIG pada 26-28 minggu usia gestasi

selanjtnya menurunkan risiko imunisasi Rh. RhIG tidak efektif terhadap antibodi Rh positif pada maternal.

RhIG diberikan secara intramuskular dan hanya kepada wanita Rh negatif dengan uji Combs negatif.

2. Transfusi Intrauterin

Terdiri dari infus darah ke vena umbilikalis fetus. Dengan ultrasonografi, transfusi fetal dapat dilakukan

langsung melalui vena umbilikalis, dengan menginfuskan SDM packed Rh O negatif untuk menaikkan

hematokrit fetal sampai 40 %. Risiko gerakan dan transfusi fetal diminimalkan dengan pemberian

 vekuronium bromida untuk paralisasi fetal temporer. Frekuensi transfusi intrauterin dapat bervariasi

tergantung pada institusi namun bisa sesering 2 minggu sekali sampai fetus mencapai maturasi paru pada

usia gestasi sekitar 37-38 minggu.

3. Transfusi Tukar.

Ketika darah bayi diambil dalam jumlah kecil (biasanya 5-10 ml) dan diganti dengan darah kompatibel

(seperti darah Rh negatif) merupakan cara standar terapi untuk penanganan terpilih hiperbilirubinemia berat

dan hidrops fetalis yang diakibatkan oleh inkompatibilitas Rh. Transfusi tukar mengambil eritrosit yang

tersensitisasi menurunkan kadar bilirubin serum untuk mencegah ensefalopati bilirubin, memperbaiki

5/10/2018 ERIRTROBLASTOSIS - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/erirtroblastosis 18/26

anemia, dan mencegah gagal jantung. Indikasi transfusi tukar pada bayi cukup bulan meliputi uji Coombs

direk positif. Bayi yang lahir dengan hidrops fetalis atau tanda gagal jantung merupakan kandidat transfusi

tukar segera dengan darah lengkap segar. Waspada tanda transfusi tukar meliputi takikardi dan bradikardi,

gawat pernapasan, perubahan dramatis tekanan darah, instabilitas suhu, ruam.

I. PENDAHULUAN

Sistem Rhesus merupakan suatu sistem yang sangat kompleks. Masih banyak

perdebatan baik mengenai aspek genetika, nomenklatur maupun interaksi

antigeniknya.

1

Rhesus positif (rh positif) adalah seseorang yang mempunyai rh-antigen pada

eritrositnya sedang Rhesus negatif (rh negatif) adalah seseorang yang tidak

mempunyai rh-antigen pada eritrositnya. Antigen pada manusia tersebut dinamakan

antigen-D, dan merupakan antigen yang berperan penting dalam transfusi. Tidak

seperti pada ABO sistem dimana seseorang yang tidak mempunyai antigen A/B akanmempunyai antibodi yang berlawanan dalam plasmanya, maka pada sistem Rhesus

pembentukan antibodi hampir selalu oleh suatu eksposure apakah itu dari transfusi

atau kehamilan. Sistem golongan darah Rhesus merupakan antigen yang terkuat bila

dibandingkan dengan sistem golongan darah lainnya. Dengan pemberian darah

Rhesus positif (D+) satu kali saja sebanyak ± 0,1 ml secara parenteral pada individu

yang mempunyai golongan darah Rhesus negatif (D-), sudah dapat menimbulkan anti

Rhesus positif (anti-D) walaupun golongan darah ABO nya sama.

1

Anti D merupakan antibodi imun tipe IgG dengan berat molekul 160.000, daya

endap (sedimentation coefficient) 7 detik, thermo stabil dan dapat ditemukan selain

dalam serum juga cairan tubuh, seperti air ketuban, air susu dan air liur. Imun

antibodi IgG anti-D dapat melewati plasenta dan masuk kedalam sirkulasi janin,

sehingga janin dapat menderita penyakit hemolisis.

Penyakit hemolisis pada janin dan bayi baru lahir adalah anemia hemolitik akut

yang diakibatkan oleh alloimun antibodi ( anti-D atau inkomplit IgG antibodi

golongan darah ABO) dan merupakan salah satu komplikasi kehamilan. Antibodi

maternal isoimun bersifat spesifik terhadap eritrosit janin, dan timbul sebagai reaksi

terhadap antigen eritrosit janin. Penyebab hemolisis tersering pada neonatus adalah

pasase transplasental antibodi maternal yang merusak eritrosit janin.

1,2,3,4,5,14

Pada tahun 1892, Ballantyne membuat kriteria patologi klinik untuk mengakkan

diagnosis hidrops fetalis. Diamond dkk. (1932) melaporkan tentang anemia janin

yang ditandai oleh sejumlah eritroblas dalam darah berkaitan dengan hidrops fetalis.

1Pada tahun 1940, Lansstainer menemukan faktor Rhesus yang berperan dalam

patogenesis kelainan hemolisis pada janin dan bayi. Levin dkk (1941) menegaskan

bahwa eritroblas disebabkan oleh Isoimunisasi maternal dengan faktor janin yang

5/10/2018 ERIRTROBLASTOSIS - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/erirtroblastosis 19/26

diwariskan secara paternal. Find (1961) dan freda ( 1963) meneliti tentang tindakan

profilaksis maternal yang efektif.

1,2,3,8

III. INSIDEN

Insidens pasien yang mengalami Inkompatibilitas Rhesus ( yaitu rhesus negatif)

adalah 15% pada ras berkulit putih dan 5% berkulit hitam, jarang pada bangsa asia.

Rhesus negatif pada orang indonesia jarang terjadi, kecuali adanya perkawinan

dengan orang asing yang bergolongan rhesus negatif.

2,3,7,8,10

Pada wanita Rhesus negatif yang melahirkan bayi pertama Rhesus positif, risiko

terbentuknya antibodi sebesar 8%. Sedangkan insidens timbulnya antibodi pada

kehamilan berikutnya sebagai akibat sensitisitas pada kehamilan pertama sebesar

16%. Tertundanya pembentukan antibodi pada kehamilan berikutnya disebabkan oleh

proses sensitisasi, diperkirakan berhubungan dengan respons imun sekunder yangtimbul akibat produksi antibodi pada kadar yang memadai. Kurang lebih 1% dari

wanita akan tersensitasi selama kehamilan, terutama trimester ketiga.

7,10

IV. GENETIK 

Ada tiga subtipe antigen spesifik C,D,E dengan pasangannya c, e, tapi tidak ada d.

Hanya gen D dipakai sebagai acuan faktor rhesus. Istilah yang sekarang digunakan

adalah Rhesus (D), bukan hanya Rhesus. Sel rhesus (D) positif mengandung substansi

(antigen D) yang dapat merangsang darah rhesus (D) negatif memproduksi antibodi.

Gen c, e, dan E kurang berperan disini. Hal ini dapat menjelaskan mengapa antibodi

yantg dihasilkan oleh wanita Rhesus negatif disebut anti-D (anti-rhesus D).

Seorang wanita Rhesus (D) positif tak akan memproduksi antibodi, karena darah

yang positif tak akan memproduksi anti-d, tak ada anti Rhesus d.

Seseorang mempunyai Rhesus (D) negatif, jika diwariskan gen d dari tiap orang

tua. Mungkin saja anak Rhesus (D) negatif, jika ibu Rhesus (D) negatif dan bapak

Rhesus (D) positif. Bapak dapat mempunyai gen D atau d, sehingga bayi dapt

2mewarisi gen d dari bapaknya. Sebaliknya, wanita Rhesus (D) negatif dengan

pasangan Rhesus (D) negatif, dan tak akan timbul inkompatibilitas Rhesus, walaupun

ibu telah membawa anatibodi Rhesus (D) dari kehamilan sebelumnya.

2,

V. PATOFISIOLOGI

Pada saat ibu hamil eritrosit janin dalam beberapa insiden dapat masuk kedalam

sirkulasi darah ibu, yang dinamakan Feto maternal microtransfusion. Bila ibu tidak

memiliki antigen seperti yang terdapat pada eritrosit janin, maka ibu akan distimulasi

untuk membentuk imun antibodi. Imun anti bodi tipe IgG tersebut dapat melewati

plasenta dan kemudian masuk kedalam peredaran darah janin, sehingga sel-sel

eritrosit janin akan diselimuti (coated) dengan antibodi tersebut dan akhirnya terjadi

5/10/2018 ERIRTROBLASTOSIS - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/erirtroblastosis 20/26

aglutinasi dan hemolisis. Hemolisis terjadi dalam kandungan dan akibatnya adalah

pembentukan eritrosit oleh tubuh secara berlebihan, sehingga akan didapatkan

eritrosit berinti banyak, yaitu eritroblast.

1,8,9,11,12,13

An tibodies

Gambar 1. Interaksi antibodi dan antigen pada eritrosit.

3

Lebih dari 400 antigen terdapat pada permukaan eritrosit, tetapi secara klinis

hanya sedikit yang penting sebagai penyebab penyakit hemolitik. Kurangnya antigen

3eritrosit dalam tubuh berpotensi menghasilkan antibodi jika terpapar dengan antigen

tersebut. Antibodi tersebut berbahaya terhadap diri sendiri pada saat transfusi atau

berbahaya bagi janin.

4,9,11,12,14Hemolisis yang berat biasanya terjadi oleh adanya sensitisasi maternal

sebelumnya, misalnya karena abortus, ruptur kehamilan di luar kandungan,

amniosentesis, transfusi darah Rhesus positif, atau pada kehamilan kedua dan

berikutnya.

2,3,7,9

Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit ini jarang terjadi :

4

1. variasi kadar antigen eritrosit sebagai penyebab terbentuknya antibodi

2. variasi daya antigenisitasnya

3. lintasan antigen dari janin ke ibu kurang mencukupi

4. variasi respon maternal terhadap antigen tersebut

5. perlindungan isoimun lewat inkompatibilitas ABO

6. kurangnya jumlah antibodi ibu ke sirkulasi darah janin

VI. GEJALA KLINIS

A. Hidrops fetalis

Hidrops fetalis adalah bayi yang menunjukan edema yang menyeluruh, asites dan

pleural efusi pada saat lahir. Perubahan patologi klinik yangg terjadi bervariasi,

tergantung intensitas proses. Pada kasus parah, terjadi edema subkutan dan efusi

kedalam kavum serosa ( hidrops fetalis). Hemolisis yang berlebihan dan

berlangsung lama akan menyebabkan hiperplasia eritroid pada sum-sum tulang,

hematopoesis ekstrameduler didalam lien dan hepar. Juga terjadi pembesaran

 jantung dan perdarahan pulmoner. Asites dan hepatosplenomegali yang terjadi

dapat menimbulkan distosia akibat abdomen janin yang sangat membesar.

Hidrothoraks yang terjadi dapat mengganggu respirasi janin.

1,3,6,7,9

Patofisologi hidrops fetalis tak jelas. Teori-teori penyebabnya mencakup

5/10/2018 ERIRTROBLASTOSIS - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/erirtroblastosis 21/26

4,10,14

keadaan:

1. gagal jantung akibat anemia.

2. kebocoran kapiler akibat hipoksia pada kondisi anemia baerat

43. hipertensi vena portal dan umbilikus akibat disrupsia parenkim hati oleh

proses hematopoesis ekstrameduler.

4. menurunnya tekanan onkotik koloid akibat hipoproteinemia yang disebabkan

oleh disfungsi hepar

 Janin dengan hidrops dapat meninggal dalam rahim akibat anemia berat dan

kegagalan sirkulasi. Bayi hidrops yang bertahan hidup tampak pucat, edematus

dan lemas pada saat dilahirkan. Lien dan hepar membesar, ekimosis dan petikie

dan menyebar, sesak nafas dan kolaps sirkulasi. Kematian dapat terjadi dalam

waktu beberapa jam meskipun transfusi sudah diberikan.

B. HiperbilirubinemiaHiperbilirubin dapat menimbulkan gangguan sistem syaraf pusat, khususnya

ganglia basal atau menimbulkan kernikterus. Gejala yandg muncul berupa

letargia, kekakuan ekstremitas, retraksi kepala, strabismus, tangisan melengking,

tidak mau menetek dan kejang-kejang. Kematian terjadi dalam usia beberapa

minggu.

Pada bayi yang bertahan hidup, secara fisik tak berdaya, tak mampu

menyanggah kepala dan tak mampu duduk. Kemampuan berjalan mengalami

keterlambatan atau tak pernah dicapai. Pada kasus yang ringan akan terjadi

inkoordinasi motorik dan tuli konduktif. Anemia yanag terjadi akibat gangguan

eritropoesis dapat bertahan selama berminggu – minggu hingga berbulanbulan.

1,3,7

VII.DIAGNOSIS

Diagnosis isoimunisasi berdasarkan deteksi antibodi pada serum ibu. Metode paling

sering digunakan untuk menapis antibodi ibu adalah tes Coombs tak langsung.

(penapisan antibodi atau antiglobulin secara tak langsung). Tes ini bergantung kepada

pada kemampuan anti IgG (Coombs) serum untuk mengaglutinasi eritrosit yang

dilapisi dengan IgG.

Untuk melakukan tes, serum darah pasien dicampur dengan eritrosit yang

diketahui mengandung mengandung antigen eritrosit tertentu, diinkubasi, lalu eritrosit

5dicuci. Suatu substansi lalu ditambahkan untuk menurunkan potensi listrik dari

membran eritrosit, yang penting untuk membantu terjadinya aglutinasi eritrosit.

Serum Coombs ditambahkan, dan jika imunoglobulin ibu ada dalam eritrosit, maka

aglutinasi akan terjadi. Jika test positf, diperlukan evaluasi lebih lanjut untuk

menentukan antigen spesifik.

Disamping tes Coombs, diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan riwayat bayi

yang dilahirkan sebelumnya, ikterus yang timbul dalam 24 jam pasca persalinan,

5/10/2018 ERIRTROBLASTOSIS - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/erirtroblastosis 22/26

kadar hemoglobin darah tali pusat < 15 gr%, kadar bilirubin dalam darah tali pusat >

5 mg%, hepatosplenomegali dan kelainan pada pemeriksaan darah tepi.

11

VIII. PENATALAKSANAAN

1,3,5,7,11

Bentuk ringan tidak memerlukan pengobatan spesifik, kecuali bila terjadi kenaikan

bilirubin yang tidak wajar. Bentuk sedang memerlukan tranfusi tukar, yang umumnya

dilakukan dengan darah yang sesuai dengan darah ibu (Rhesus dan ABO). Jika tak

ada donor Rhesus negatif, transfusi tukar dapat dilakukan dengan darah Rhesus

positif , sesering mungkin sampai semua eritrosit yang diliputi antibodi dikeluarkan

dari tubuh bayi. Bentuk berat tampak sebagai hidrops atau lahir mati yang disebabkan

oleh anemia berat yang diikuti oleh gagal jantung. Pengobatan ditujukan terhadap

pencegahan terjadinya anemia berat dan kematian janin.

A. Transfusi tukar :tujuan transfusi tukar yang dapat dicapai :

1. memperbaiki keadaan anemia, tetapi tidak menambah volume darah

2. menggantikan eritrosit yang telah diselimuti oleh antibodi (coated cells)

dengan eritrosit normal (menghentikan proses hemolisis)

3. mengurangi kadar serum bilirubin

4. menghilangkan imun antibodi yang berasal dari ibu

 Yang perlu diperhatikan dalam transfusi tukar :

a. berikan darah donor yang masa simpannya ≤ 3 hari

untukmenghindari kelebihan kalium

b. pilih darah yang sama golongan ABO nya dengan darah bayi

dan Rhesus negatif (D-)

6Tabel 1. Calon donor transfusi tukar pada Rh inkompatibilitas.

1

GOLONGAN DARAH IBU

O A B AB

O O O O -

A O A O A

B O O B B

GOLONGAN

DARAH

BAYI

AB - A B AB

c. dapat diberikan darah golongan O Rh negatif dalam bentuk

Packed red cells

d. bila keadaan sangat mendesak (emergency), sedangkan

persediaan darah Rh.negatif tidak tersedia, maka untuk

5/10/2018 ERIRTROBLASTOSIS - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/erirtroblastosis 23/26

sementara dapat diberikan darah yang inkompatibel (Rh.positif)

untuk transfusi tukar pertama, kemudian transfusi tukar diulangi

kembali dengan memberikan darah donor Rh negatif yang

kompatibel.

e. Pada anemia berat sebaiknya diberikan Packed red cells

f. Darah yang dibutuhkan untuk transfusi tukar adalah 170

ml/kgBBbayi dengan lama pemberian transfusi ≥ 90 menit

g. Lakukan pemeriksaan reaksi silang antara darah donor dengan

darah bayi, bila tidak memnungkinkan untuk transfusi tukar

pertama kali dapat digunakan darah ibunya, namun untuk

transfusi tukar berikutnya harus menggunakan darah bayi.

h. Sebelum ditransfusikan hangatkan darah tersebut pada suhu

37°C

i. Pertama-tama ambil darah bayi 50 ml, sebagai gantinya masukandarah donor sebanyak 50 ml. Lakukan sengan cara diatas hingga

semua darah donor ditransfusikan.

7Pro cedu re

Gambar 3. Transfusi tukar pada Rh incompatibilitas.

3

B. Transfusi intra uterin :

Pada tahun 1963 Liley memperkenalkan transfusi intra uterin. Sel eritrosit donor

ditransfusikan ke peritoneal cavity janin, yang nantinya akan diabsorbsi dan

masuk kedalam sirkulasi darah janin (intraperitoneal transfusion). Bila paru janin

masih belum matur, transfusi intrauterin adalah pilihan yang terbaik. Darah bayi

Rhesus ( D) negatif tak akan mengganggu antigen D dan karena itu tak akan

merangsang sistem imun ibu memproduksi antibodi. Tiap antibodi yang sudah

ada pada darah ibu tak dapat mengganggu darah bayi. Resiko transfusi intra uterin

sangat besar , sehingga mortalitas sangat tinggi. Untuk itu para ahli lebih memilih

intravasal transfusi, yaitu dengan melakukan cordocentesis (pungsi tali pusat

perkutan). Transfusi dilakukan beberapa kali pada kehamilan minggu ke 26 – 34

dengan menggunakan Packed Red Cells golongan darah O Rh negatif sebanyak

50 – 100 ml. Induksi partus dilakukan pada minggu ke 32 dan kemudian bayi

dibantu dengan transfusi tukar 1x setelah partus. Induksi pada kehamilan 32

minggu dapat menurunkan angka mortalitas sebanyak 60%.

8C. transfusi albumin

pemberian albumin sebanyak 1 mg/kg BB bayi, maka albumin akan mengikat

sebagian bilirubin indirek. Karena harga albumin cukup mahal dan resiko

terjadinya overloading sangat besar, maka pemberian albumin banyak

ditinggalkan

D. Foto terapi:

5/10/2018 ERIRTROBLASTOSIS - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/erirtroblastosis 24/26

Foto terapi dengan bantuan lampu blue violet dapat menurunkan kadar bilirubin.

Fototerapi sifatnya hanya membantu dan tidak dapat digunakan sebagai terapi

tunggal

Pro cedu re

Gambar 4. Foto terapi pada bayi dengan Rh Incompatibilitas.

3

IX. PROGNOSIS

4,14

Pengukuran titer antibodi dengan tes Coombs indirek < 1:16 berarti bahwa janin

mati dalam rahim akibat kelainan hemolitik tak akan terjadi dan kehidupan janin

dapat dipertahankan dengan perawatan yang tepat setelah lahir. Titer yang lebih

tinggi menunjukan kemungkinan adanya kelainan hemolitik berat. Titer pada ibu9yang sudah mengalami sensitisasi, dalam kehamilan berikutnya, dapat naik meskipun

 janinnya Rhesus negatif.

 Jika titer antibodi naik sampai secara klinis bermakna, pemeriksaan titer antibodi

diperlukan. Titer kritis tercapai jika didapatkan nilai 1:16 atau lebih. Jika titer di

dibawah 1:32, maka prognosis janin diperkirakan baik.

A. Mortalitas

Angka mortalitas dapat diturunkan jika :

1. ibu hamil dengan Rhesus negatif dan mengalami imunisasi dapat dideteksi

secara dini

2. Hemolisis pada janin dari ibu Rhesus negatif dapat diketahui melalui kadar

bilirubin yang tinggi didalam cairan amnion atau melalui sampling pembuluh

darah umbilikus yang diarahkan secara USG

3. Pada kasus yang berat, janin dapat dilahirkan secara prematur sebelum

meninggal didalam rahim atau/dan dapat diatasi dengan transfusi

intraperitoneal atau intravaskuler langsung sel darah merah Rhesus negatif 

pemberian Ig D kepada ibu Rhesus negatif selama atau segera setelah

persalinan dapat menghilangkan sebagian besar proses isoimunisasi D.

B. Perkembangan anak selanjutnya.

Menurut Bowman (1978) kebanyakan anak yang berhasil hidup setelah

mengalami tranfusi janin, akan berkembang secara normal. Dari 89 anak yang

diperiksa ketika berusia 18 bulan atau lebih, 74 anak berkembangan secara

normal, 4 anak abnormal, dan 11 anak mengalami gangguan tumbuh kembang.

1

X. PENCEGAHAN

1,3,4,7,14

 Tindakan terpenting untuk menurunkan insidens kelainan hemolitik akibat

5/10/2018 ERIRTROBLASTOSIS - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/erirtroblastosis 25/26

isoimunisasi Rhesus, adalah imunisasi pasif pada ibu. Setiap dosis preparat

imunoglobulin yang digunakan memberikan tidak kurang dari 300 mikrogram

antibodi D. 100 mikrogram anti Rhesus (D) akan melindungi ibu dari 4 ml darah

 janin.

1,2,4,6,14

Suntikan anti Rhesus (D) yang diberikan pada saat persalinan bukan sebagai

vaksin dan tak membuat wanita kebal terhadap penyakit Rhesus. Suntikan ini untuk

10membentuk antibodi bebas, sehingga ibu akan bersih dari antibodi pada kehamilan

berikutnya.

 Tabel 2. Kategori obat sebagai pencegahan Inkompatibilitas Rhesus.

7

 

Drug Name

Human anti-D immune globulin (RhoGAM) -- Suppressesimmune response of nonsensitized Rh O (D) negative

mothers exposed to Rh O (D) positive blood from the fetus

as a result of a fetomaternal hemorrhage, abdominal trauma,

amniocentesis, abortion, full-term delivery, or transfusion

accident. Should be administered if the patient is Rhnegative, unless the father also is Rh-

negative.

Adult Dose

<13 wk gestation: 50 mcg IM

>13 wk gestation: 300 mcg IM

Pediatric Dose Administer as in adults

Contraindications

Documented hypersensitivity; patients who have received

Rho(D)-positive blood within the last 3 mo

Interactions None reported

Pregnancy

C - Safety for use during pregnancy has not been

established.

Precautions

Caution in thrombocytopenia, bleeding disorders, or IGA

deficiency; when administered close to delivery, may

interfere with Rh typing of the newborn

Preparat globulin yang diberikan kepada ibu dengan Rhesus negatif yang

mengalami sensitisasi dalam waktu 72 jam sesudah melahirkan, ternyata sangat

protektif. Ibu dengan kemungkinan abortus, kehamilan ektopik, mola hidatidosa, atau

perdarahan pervaginam harus ditangani karena akan mengalami isoimunisasi tanpa

preparat imunoglobulin. Ibu rhesus negatif yang memperoleh darah ataupun fraksi

5/10/2018 ERIRTROBLASTOSIS - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/erirtroblastosis 26/26

darah berupa trombosit atau plasmaferesis berisiko untuk mengalami sensitisasi.

1,4,6

Kalau terdapat keraguan untuk memberikan preparat Ig anti G, maka preparat

tersebut harus diberikan, termasuk kepada ibu yang tampaknya belum mengalami

sensitisasi dalam waktu 72 jam setelah melahirkan. Kebijaksanaan ini dapat

menurunkan resiko isoimunisasi. Antibodi dengan dosis 300 mikrogram diberikan

kepada ibu rhesus negatif yang belum mengalami sensitisasi pada kehamilan 28

minggu dan kehamilan 34 minggu atau pada saat dilakukan amniosintesis atau pada

11saat terjadi perdarahan uterus. Dosis ketiga diberikan kepada ibu sesudah melahirkan.

1,4

Kegagalan pemberian anti D terjadi bila :

1

1. Tidak diberikan suntikan RhIg pada ibu Rh negatif (D-) yang telah melahirkan

bayi Rh positif 2. tidak diberikan suntikan Immunoglobulin anti-D setelah abortus atau setelah

pemeriksaan amniocentesis

3. pemberian dosis RhIg tidak mencukupi ( karena feto maternal macrotransfusion

 jarang terjadi)

4. sudah terlanjur terjadi sensitisasi oleh sel darah merah janin