Erika . 0706291243 . Dipersiapkan untuk Sidang Skripsi 29 Desember 2010

12
Erika . 0706291243 . Dipersiapkan untuk Sidang Skripsi 29 Desember 2010 Ketidakadilan dalam Sektor Pemberian Paten Obat-Obatan pada Perjanjian TRIPs di WTO: Analisis Kebijakan Lisensi Resmi dan Kebijakan Impor Paralel pada Kasus Obat- Obatan HIV/AIDS Periode 1996-2010

description

Ketidakadilan dalam Sektor Pemberian Paten Obat-Obatan pada Perjanjian TRIPs di WTO: Analisis Kebijakan Lisensi Resmi dan Kebijakan Impor Paralel pada Kasus Obat-Obatan HIV/AIDS Periode 1996-2010. Erika . 0706291243 . Dipersiapkan untuk Sidang Skripsi 29 Desember 2010. - PowerPoint PPT Presentation

Transcript of Erika . 0706291243 . Dipersiapkan untuk Sidang Skripsi 29 Desember 2010

Page 1: Erika . 0706291243 .  Dipersiapkan untuk Sidang Skripsi  29  Desember  2010

Erika . 0706291243 . Dipersiapkan untuk Sidang Skripsi 29 Desember 2010

Ketidakadilan dalam Sektor Pemberian Paten Obat-Obatan pada Perjanjian TRIPs di WTO: Analisis Kebijakan Lisensi Resmi dan Kebijakan Impor Paralel pada Kasus Obat-Obatan HIV/AIDS Periode 1996-2010

Page 2: Erika . 0706291243 .  Dipersiapkan untuk Sidang Skripsi  29  Desember  2010

Pendahuluan + Kerangka Teori

Latar Belakang : protes dari negara berkembang terutama u/obat-obatan esensial seperti obat HIV/AIDS WTO mengeluarkan kebijakan lisensi wajib (LW) dan impor paralel (IP) tdk menyelesaikan permasalahan.

Pertanyaan Permasalahan : Mengapa pemberian paten pada industri farmasi yang diatur dalam Perjanjian TRIPs di WTO, khususnya pada kebijakan lisensi wajib dan kebijakan impor paralel tidak menguntungkan negara berkembang pada sektor kesehatan untuk kasus obat-obatan HIV/AIDS pada periode 1996-2010?

Kerangka Teori: Model organisasi internasional dalam teori perubahan rejim: rejim dijalankan sesuai dgn keinginan pemilik kapabilitas superior, akan tetapi norma dlm rejim juga berpengaruh. Perubahan rejim juga dipengaruhi oleh kekuatan eksternal dari organisasi lain.

Pentingnya proses politik dlm OI yg meliputi strategi aktor untuk mempengaruhi perubahan dalam suatu rejim internasional.

Page 3: Erika . 0706291243 .  Dipersiapkan untuk Sidang Skripsi  29  Desember  2010

Model Organisasi Internasional tentang Perubahan Rejim

Other Organization

Underlying capabilities

(issue or overall)

Existing norms and networks

Organizationally dependent capabilities

Outcomes

Bargaining (in complex

interdependence mode)

(Effect on regime)

Page 4: Erika . 0706291243 .  Dipersiapkan untuk Sidang Skripsi  29  Desember  2010

Variabel Kategori Indikator

Dependen

Analisa kebijakan lisensi wajib dan kebijakan impor paralel dalam Perjanjian TRIPs

Berimbang (adil bagi negara berkembang) Peraturan dan ketentuan-ketentuan

dalam Perjanjian TRIPs yang mengatur tentang kebijakan lisensi wajib dan kebijakan impor paralel

Tidak berimbang (memberatkan negara

berkembang)

Independen

Peran organisasi lain

Kuat Desakan/peran organisasi internasional di luar WTO untuk mempengaruhi Perjanjian TRIPsLemah

Norma dan jaringan yang telah ada

AdaPeraturan dan pasal-pasal dalam Perjanjian TRIPs yang berhubungan dengan isu kesulitan akses obat-obatan di negara berkembangTidak ada

Kapabilitas superior negara anggota

Banyak Kepemilikan paten obat-obatan pada negara anggota, dilihat dari negara asal dari industri farmasiSedikit

Page 5: Erika . 0706291243 .  Dipersiapkan untuk Sidang Skripsi  29  Desember  2010

Model Analisis + Hipotesa Penelitian

Penelitian ini memiliki tiga hipotesa yang akan dibuktikan:1. Hipotesa lemahnya peran organisasi lain di luar WTO,2. Hipotesa tidak adanya norma dan jaringan dalam Perjanjian TRIPs,3. Hipotesa banyaknya peran negara dengan kapabilitas superior.

Peran organisasi lain di luar WTO sehubungan dengan dilema pemberian paten

Norma dan jaringan yang telah ada dalam Perjanjian TRIPs

Kapabilitas superior negara-negara anggota WTO

Kebijakan dalam Perjanjian TRIPs yang bersifat tidak

berimbang: Kebijakan Lisensi Wajib dan

Kebijakan Impor Paralel

Page 6: Erika . 0706291243 .  Dipersiapkan untuk Sidang Skripsi  29  Desember  2010

Implementasi Kebijakan LW dan IP di Negara Berkembang

Negara Jumlah Kasus

Kemampuan

Manufaktur

Respon Negara Maju

Implementasi

Brazil Cukup besar Kuat Relatif jarang

dikritik Berhasil

Thailand Cukup besar Kuat Mendapat kritik

kuat Berhasil

Negara-negara Sub-Sahara

AfrikaSangat besar

Sangat lemah/ bahkan

tidak adan.a. Mayoritas

gagal

Implementasi Kebijakan Lisensi Wajib di Negara Berkembang:

Implementasi Kebijakan Impor Paralel:Kebijakan IP sangat jarang digunakan, mengingat terlalu rumitnya mekanisme yang mengatur tentang kebijakan IP. Sejak awal dikeluarkannya hingga sekarang, hanya tercatat satu negara yg menyatakan ingin menggunakan mekanisme IP sbg negara pengimpor, dan hanya satu negara pula yg menyatakan kesediaannya u/menjadi negara pengekspor. Negara tersebut, berturut-turut, adalah Rwanda dan Kanada. Implementasi IP inipun cenderung mengecewakan krn obat-obatan yang dibutuhkan baru tiba dua tahun setelah Rwanda menyatakan keinginannya untuk menggunakan IP.

Page 7: Erika . 0706291243 .  Dipersiapkan untuk Sidang Skripsi  29  Desember  2010

Ketentuan Tidak Berimbang dalam Kebijakan Lisensi Wajib Ketentuan cakupan penyakit Ketentuan negara yang memenuhi syarat Prosedur yang rumit:

Proses negosiasi dgn pemilik paten atau

kondisi lain (kondisi darurat nasional, dll)

Pemberitahuan pada pemilik paten akan intensi penggunaan

kebijakan LW

Legalisasi domestik, meliputi: jenis obat yg, alasan

kebutuhan, jangka waktu.

Pembayaran ganti rugi pada pemilik paten

Kebijakan lisensi wajib mulai berjalan

Penunjukkan industri farmasi yang akan memproduksi obat-obatan generik

Obat-obatan dijual dengan harga rendah

Jangka waktu/kondisi yang melatarbelakangi pengeluaran kebijakan telah selesai

Kebijakan lisensi wajib diperpanjang Kebijakan lisensi wajib dihentikan

Page 8: Erika . 0706291243 .  Dipersiapkan untuk Sidang Skripsi  29  Desember  2010

Ketentuan Tidak Berimbang dalam Kebijakan Impor Paralel Ketentuan Pengamanan Ketentuan Pemberitahuan dan Prosedur yang Rumit:

Proses pengiriman dilakukan

Memberitahukan pada negara pengekspor

NEGARA PENGIMPOR1. Mengumumkan jenis+kuantitas obat yg

dibutuhkan,2. Mengumumkan bhw ia tdk memiliki kapasitas

manufaktur atau apabila memiliki, membuktikan bhw kapasitasnya tdk cukup u/memproduksi,

3. Menyampaikan keinginannya u/menggunakan kebijakan LW,

4. Membuktikan bhw sebelumnya ia telah melakukan negosiasi dgn pemilik paten atau mengumumkan kondisi darurat nasional, kepentingan mendesak atau untuk kegunaan publik non-komersil,

5. Memberitahukan pemilik paten,6. Melakukan legalisasi domestik, meliputi jenis,

kuantitas obat, serta jangka waktu.

NEGARA PENGEKSPOR1. Menyatakan kesediaannya menjadi negara

pengekspor,2. Melakukan legalisasi domestik di negaranya,3. Menunjuk industri farmasi yang akan memproduksi

obat generik,4. Melakukan pembedaan produk pada obat generik

meliputi perbedaan warna, bentuk, atau bungkus,5. Menyampaikan pada website WTO jangka waktu,

jenis dan kuantitas serta karakteristik pembeda obat, negara tujuan impor, nama dan alamat industri farmasi yang menyediakan obat-obatan untuk diekspor,

6. Menyampaikan informasi serupa pd Dewan TRIPs.

Page 9: Erika . 0706291243 .  Dipersiapkan untuk Sidang Skripsi  29  Desember  2010

Proses Negosiasi dalam Menghasilkan Deklarasi Doha dan Keputusan 30 Agustus 2003

Keterangan: = peran organisasi

internasional = norma-norma

dalam Perjanjian TRIPs

= respon negara maju dalam negosiasi

Pra-Seattle (1996-1999)

Pertemuan Seattle

(November 1999)

Pertemuan Doha

(November 2001)

Keputusan 30 Agustus

2003

Hong Kong Ministerial

Meeting (Desember

2005)

WHA Tahun 1996

Penolakan publikasi panduan RDS oleh AS dan Eropa

Respon Negatif Dirjen

Perdagangan Komisi

EropaWHA Tahun 1999

1999 UNDP Human

Development Report

Common Working

Paper dari Komisi Eropa

Pengumuman Perubahan

Kebijakan AS di Seattle

(Desember 1999)

WHA 2000 dan

2001

Konferensi AIDS

internasional ke-13

UNCHR: Resolusi Agustus

2000

Dihadiri praktisi perdaga-ngan dan WIPO.

Proposal Brazil ditolak

Negosiasi dgn melihat norma2 dlm.

Perjanjian TRIPs,

khususnya Pasal 7,

Pasal 8 dan Pasal 5A Konvensi

Paris

Negara maju relatif mau

menyesuaikan diri dengan kebutuhan

negara berkembang.

pertentangan negara maju vs berkembang:1. Mekanisme:

Pasal 31(f) vs Pasal 30

2. Eligibilitas: peninjauan formal vs otomatis

3. Cakupan penyakit: spesifik vs sesuai Deklarasi Doha

4. Pengamanan: karakteristik pembeda vs tanpa pembeda.

Proposal Africa Group sbg pengganti Keputusan 30 Agustus tdk digubris oleh klmpk negara

maju

Lobi AS untuk meminimalisir penggunaan kebijakan IP

Page 10: Erika . 0706291243 .  Dipersiapkan untuk Sidang Skripsi  29  Desember  2010

Norma-Norma dalam Perjanjian TRIPs yang Berhubungan dgn Permasalahan Kesulitan Akses Obat-Obatan di Negara Berkembang

Bagian Bunyi PasalPasal 7 Perjanjian

TRIPs tentang Tujuan

“Perlindungan hak kekayaan intelektual harus berkontribusi pada perwujudan inovasi, transfer dan diseminasi teknologi, pada keuntungan bersama pembuat dan pengguna dari hak tersebut, dengan cara-cara yang

sesuai dengan kesejahteraan sosial dan ekonomi, serta dalam keseimbangan antara hak dan kewajiban.

Pasal 8 Perjanjian TRIPs tentang

Prinsip

“Dalam memformulasikan atau mengamandemen peraturan perundang-undangannya, Negara Anggota dapat mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk melindungi kesehatan publik dan nutrisi, serta untuk

mewujudkan kepentingan publik pada sektor yang vital demi pembangunan sosial-ekonomi dan pembangunan teknologinya, asalkan langkah-langkah

tersebut sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam Perjanjian ini”

Pasal 5A Konvensi Paris

“Negara anggota dapat mengambil langkah-langkah legislatif yang diperlukan di dalam peraturan patennya untuk mencegah penyalahgunaan

dari kepemilikan paten tersebut”.

Page 11: Erika . 0706291243 .  Dipersiapkan untuk Sidang Skripsi  29  Desember  2010

Analisa Variabel Independen Variabel Organisasi Lain di Luar WTO:

Desakan WHO, UNAIDS, UNDP, UNCHR yang dilancarkan sjk 1996 hgg Pertemuan Doha mampu mempengaruhi pandangan dan kebijakan WTO. Perubahan pandangan WTO menjadi lebih “lunak” pd Deklarasi Doha (kebijakan LW) adlh hasilnya. Namun desakan ini berkurang paska Deklarasi Doha, shg dlm pembuatan kebijakan IP, variabel ini tdk bnyk berperan.

Variabel Norma-Norma dalam Perjanjian TRIPs:Perubahan pandangan WTO dlm menghasilkan kebijakan LW dan IP dpt terjadi karena adanya norma-norma yang mendukung, yaitu Pasal 7, Pasal 8 dan Pasal 5A Konvensi Paris. Ketiganya berperan besar dlm pembuatan kebijakan LW dan IP.

Variabel Kapabilitas Superior Negara Anggota:AS dan Uni Eropa sbg dua aktor pemilik paten obat-obatan mayoritas di dunia adlh aktor pemilik kapabilitas superior dlm Perjanjian TRIPs. Peran dominan dua aktor ini dlm mengamankan kepentingan mrk sgt jelas terlihat dlm seluruh negosiasi pembuatan kebijakan LW dan IP. Dlm negosiasi pembuatan LW, AS dan Uni Eropa melemah krn adanya desakan dari organisasi di luat WTO. Akan tetapi peran tsb kembali menguat pada negosiasi pembuatan IP. Kebijakan LW dan IP yg tdk berimbang merupakan hasil dr kuatnya variabel ini dlm proses pembuatan kebijakan LW dan IP.

Page 12: Erika . 0706291243 .  Dipersiapkan untuk Sidang Skripsi  29  Desember  2010

Kesimpulan Dalam kasus ini, hipotesa yang terbukti adalah hipotesa

lemahnya peran organisasi lain di luar WTO dan hipotesa banyaknya peran negara dengan kapabilitas superior dalam pembuatan kebijakan, sementara hipotesa norma-norma yang ada dalam Perjanjian TRIPs tidak terbukti.

Kebijakan LW dan IP yang memberatkan negara berkembang merupakan hasil dari dominannya peran negara maju sebagai pemilik kapabilitas superior dlm. Perjanjian TRIPs, serta lemahnya peran organisasi internasional di luar WTO.