Epilepsi.pdf

11
KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa kami panjatkan karena dengan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan tugas referat kepaniteraan klinik Ilmu Syaraf RSUD Cilegon berjudul penatalaksanaan Grand Mal Epilepsi ini dengan sebaik – baiknya. Adapun tujuan dari penyusunan referat ini adalah untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik di RSUD Cilegon. Selain itu juga agar kami, selaku penyusun, dapat memahami lebih dalam menenai Grand Mal Epilepsi itu sendiri. Dalam penyusunan referat ini, penyusun banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini kami ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada Dr. Mukhdiar Kasim, SpS selaku pembimbing atas segala kesabarannya dalam mengerahkan, memberikan saran, kemudahan dan membagi pengalaman yang berharga dalam penyusunan referat ini. Dan kepada kedua orang tua kami yang selalu memberikan dukungan spiritual maupun material, serta rekan – rekan di kepaniteraan klinik ini. Kami menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna. Hal ini disebabkan keterbatasan pengetahuan, waktu dan pengalaman kami dalam menyusun referat ini. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak yang membaca referat ini. Dan semoga referat ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Jakarta, 14 Desember 2010 Penyusun

Transcript of Epilepsi.pdf

Page 1: Epilepsi.pdf

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa kami panjatkan karena dengan rahmat-Nya kami

dapat menyelesaikan tugas referat kepaniteraan klinik Ilmu Syaraf RSUD Cilegon berjudul

penatalaksanaan Grand Mal Epilepsi ini dengan sebaik – baiknya.

Adapun tujuan dari penyusunan referat ini adalah untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik

di RSUD Cilegon. Selain itu juga agar kami, selaku penyusun, dapat memahami lebih dalam

menenai Grand Mal Epilepsi itu sendiri.

Dalam penyusunan referat ini, penyusun banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh

karena itu pada kesempatan ini kami ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang

sebesar – besarnya kepada Dr. Mukhdiar Kasim, SpS selaku pembimbing atas segala

kesabarannya dalam mengerahkan, memberikan saran, kemudahan dan membagi pengalaman

yang berharga dalam penyusunan referat ini. Dan kepada kedua orang tua kami yang selalu

memberikan dukungan spiritual maupun material, serta rekan – rekan di kepaniteraan klinik ini.

Kami menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna. Hal ini disebabkan keterbatasan

pengetahuan, waktu dan pengalaman kami dalam menyusun referat ini. Oleh karena itu, kami

mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak yang membaca

referat ini. Dan semoga referat ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Jakarta, 14 Desember 2010

Penyusun

Page 2: Epilepsi.pdf

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................1

DAFTAR ISI................................................................................................................2

BAB I. PENDAHULUAN..........................................................................................3

BAB II. PEMBAHASAN

2.1 Anatomi sudut filtrasi............................................................................................5

2.2. Fisiologi humour aqueus......................................................................................6

2.3. Definisi glaukoma................................................................................................7

2.4. Epidemiologi glaukoma.......................................................................................7

2.5. Etiologi glaukoma................................................................................................7

2.6. Faktor resiko glaukoma........................................................................................8

2.7. Gejala Umum glaukoma.......................................................................................8

2.8. Klasifikasi glaucoma…………………………………………………...………9

2.9. Glaukoma Sudut terbuka………………………………………..……………..9

2.10.Pemeriksaan pada glaucoma……………………………………...………….11

2.11.Penatalaksanaan glaucoma………………………………………………….16

BAB III. KESIMPULAN...........................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA................................................................................ ................21

Page 3: Epilepsi.pdf

BAB I

PENDAHULUAN

Definisi Epilepsi

Epilepsi merupakan suatu keadaan neurologik yang ditandai oleh bangkitan epilepsi yang

berulang, yang timbul tanpa provokasi. Sedangkan bangkitan epilepsi sendiri adalah suatu

manifestasi klinis yang disebabkan oleh lepasnya muatan listrik yang abnormal, berlebihan dan

sinkron, dari neuron yang terutama terletak pada corteks serebri. Aktivitas paroksismal abnormal

ini umumnya timbul intermiten dan ‘self-limited’.

Sindroma epilepsi adalah penyakit epilepsy ditandai oleh sekumpulan gejala yang timbul

bersamaan (termasuk tipe bangkitan, etiologi, anatomi, factor presipitasi usia saat awitan,

beratnya penyakit, siklus harian dan prognosa).

Epidemiologi

Hingga 1% dari populasi umum menderita epilepsi aktif, dengan 20-50 pasien baru yang

terdiagnosis per 100.000 per tahunnya. Perkiraan angka kematian pertahun akibat epilepsi adalah

2 per 100.000. kematian dapat berhubungan lengsung dengan kejang, misalnya ketika terjadi

serangan kejang tidak terkontrol, dan diantara serangan pasien tidak sadar atau jika terjadi cedera

akibat kecelakaan atau trauma. Fenomena kematian mendadak yang terjadi pada penderita

epilepsi (sudden unexplained death in epilepsy, SUDEP) diasumsikan berhubungan dengan

aktifitas kejang dan kemungkinan besar karena disfungsi kardiorespirasi.

Etiologi

1. Idiopatik; sebagian besar epilepsi pada anak adalah epilepsy idiopatik

2. Faktor herediter; ada beberapa penyakit yang bersifat herediter yang disertai bangkitan

kejang seperti sclerosis tuberose, neurofibrimatosis, angiomatosis ensefalotrigeminal,

fenilketonurea, hipoparatiroidisme, hipoglikemia.

3. Faktor genetik; pada kejang demam dan breath holding spells

4. Kelainan kongenital otak: atrofi, paronsefali, agenesis korpus kalosum.

Page 4: Epilepsi.pdf

5. Gangguan metabolik: komplikasi DM, ketidakseimbangan elektrolit, hipoglikemia,

hipokalsemia, hiponatremia, hipernatremia, defisiensi nutrisi, Phenylketonuria (pada

bayi), uremia.

6. Gagal ginjal

7. Infeksi: radang yang disebabkan bakteri atau virus pada otak dan selaputnya,

toksoplasmosis.

8. Trauma: kontusio serebri, hemtoma subaraknoid, hematoma subdural.

9. Neoplasma otak dan selaputnya.

10. Stroke, kelainan pembuluh darah, malformasi, penyakit kolagen

11. Keracunan : timbal (Pb), kamper (kapur barus), fenotiazin, air.

12. Lain-lain: obat-obatan, alkohol, penyakit degeneratif, penyakit darah, gangguan

keseimbangan hormon, degenerasi serebral, dan lain-lain.

Faktor Presipitasi

Faktor yang mempermudah terjadinya serangan kejang, yaitu:

• Faktor sensoris: cahaya yang berkedip-kedip, bunyi-bunyi yang mengejutkan, air panas.

• Faktor sistemis: demam, penyakit infeksi, obat-obat tertentu misalnya golongan

fenotiazin, klorpropamid, hipoglikemia, kelelahan fisik

• Faktor mental: stres dan gangguan emosi.

Patofisiologi

Secara umum, epilepsi terjadi kerena menurunnya potensial membran sel saraf akibat

proses patologik dalam otak, gaya mekanik, atau toksik, yang selanjutnya menyebabkan

terlepasnya muatan listrik dari sel saraf tersebut.

Beberapa penelitian menunjukkan peranan asetilkolin sebagai zat yang merendahkan

potensial membran postsinaptik dalam hal telepasnya muatan listrik yang terjadi sewaktu-waktu

saja sehingga manifestasi klinisnya pun muncul sewaktu-waktu. Bila asetilkolin sudah cukup

tertimbun di permukaan otak, maka pelepasan muatan listrik sel-sel saraf kortikal dipermudah.

Asetilkolin diproduksi oleh sel-sel saraf kolinergik dan merembes keluar dari permukaan otak

daripada selama tidur.

Page 5: Epilepsi.pdf

Pada jejas otak lebih banyak asetilkolin daripada dalam otak sehat. Pada tumor serebri

atau adanya sikatriks setempat pada permukaan otak sebagai gejala sisa dari meningitis,

ensefalitis, kontusio serebri atau trauma lahir, dapat terjadi penimbunan setempat dari asetilkolin.

Oleh karena itu, pada tempat itu akan terjadi lepas muatan listrik sel-sel saraf. Penimbunan

asetilkolin setempat harus mencapai konsentrasi tertentu untuk dapat merendahkan potensial

membran sehingga lepas muatan listrik dapat terjadi. Hal ini merupakan mekanisme epilepsi

fokal yang biasanya simptomatik.

Pada epilepsi idiopatik, tipe grand mal, secara primer muatan muatan listrik dilepaskan

oleh nuklei intralaminares talami, yang dikenal sebagai inti centrecephalic. Inti merupakan

terminal dari lintasan asendens aspesifik atau lintasan asendens ekstralemsnikal. Input dari

korteks serebri melalui lintasan aferen aspesifik menentukan derajat kesadaran. Bilamana sama

sekali tidak ada input maka timbullah koma. Pada grandmal, dimana etiologinya belum

diketahui, terjadi lepas muatan listrik dari inti-inti intralaminar talamik secara berlebih.

Perangsangan talamokortikal yang berlebihan ini menghasilkan kejang seluruh tubuh dan

sekaligus menghalangi sel-sel saraf yang memelihara kesadaran menerima impuls aferen dari

dunia luar sehingga kesadaran hilang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa bagian dari substansia retikularis di bagian rostral

dari mesensefalon yang dapat melakukan blokade sejenak terhadap inti-inti intralaminar talamik

sehingga kesadaran hilang sejenak tanpa disertai kejang-kejang pada otot skeletal yang dikenal

sebagai petit mal.

Page 6: Epilepsi.pdf

Manifestasi Klinis

Menurut Commision of Classification and Terminology of International League Against

Epilepsy (ILAE) tahun 1981, klasifikasi epilepsy sebagai berikut:

I. Kejang Parsial (fokal, lokal)

A. Kejang persial sederhana; kejang parsial dengan kesadaran tetap normal.

1. Dengan gejala motorik

• Fokal motorik tidak menjalar: kejang sebatas pada satu bagian tubuh saja.

• Fokal motorik menjalar: kejang dimulai dari satu bagian tubuh dan

menjalar meluas ke daerah lain. Disebut juga epilepsi Jackson

• Versif: gejang disertai gerakan memutar kepala, mata, tubuh

• Postural: kejang disertai dengan lengan atau tungkai kaku dalam sikap

tertentu

Page 7: Epilepsi.pdf

• Disertai gangguan fonasi: kejang disertai arus bicara yang terhenti atau

pasien mengeluarkan bunyi-bunyi tertentu.

2. Dengan gejala somatosensoris atau sensoris spesial; kejang disertai

halusinasi sederhana yang mengenai kelima pancaindera dan bangkitkan yang

disertai vertigo.

• Somatosensoris: timbul rasa kesemutan atau seperti ditusuk-tusuk jarum

• Visual: terlihat cahaya

• Auditoris: terdengar sesuatu

• Gustatoris: terkecap sesuatu

• Disertai vertigo

3. Dengan gejala atau tanda gangguan saraf otonom (sensasi epigastrium,

pucat, berkeringat, membera, piroleksi, dilatasi pupil)

4. Dengan gejala psikis (gangguan fungsi luhur)

• Disfasia: gangguan bicara misalnya mengulang suatu suku kata, kata atau

bagian kalimat

• Dimensia: gangguan proses ingatan misalnya merasa seperti sudah

mengalami, mendengar, melihat, atau sebaliknya tidak pernah mengalami,

mendengar, melihat, mengetahui sesuatu. Mungkin mendadak mengingat

suatu peristiwa di masa lalu, merasa melihatnya lagi

• Kognitif: gangguan orientasi waktu, merasa diri berubah

• Afektif: merasa sangat senang, susah, marah, takut

• Ilusi: perubahan persepsi benda yang dilihat tampak lebih kecil atau lebih

besar.

• Halusinasi kompleks (berstruktur): mendengar ada yang bicara musik,

melihat statu fenomena tertentu dan lain-lain.

B. Kejang parsial kompleks; kejang ini disertai gangguan kesadaran.

1. Serangan parsial sederhana diikuti gangguan kesadaran: kesadaran mula-

mula baik kemudian baru menurun.

Page 8: Epilepsi.pdf

• Dengan gejala parcial sederhana A1-A4; gejala-gejala seperti pada

golongan A1-A4 diikuti menurunya kesadaran

• Timbul automatisme. Automatisme yaitu gerakan-gerakan, perilaku yang

timbul dengan sendirinya, misalnya dengan gerakan mengunyah-nguyah,

menelan-nelan, wajah muka berubah seringkali seperti ketakutan, menata-

nata sesuatu, memegang-megang kancing baju, berjalan, mengembara tak

menentu, berbicara, dll.

2. Serangan parsial sederhana dengan penurunan kesadaran sejak serangan;

kesadaran menurun sejak permulaan serangan.

• Hanya dengan penurunan kesadaran

• Dengan automatismo.

C. Kejang parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum (tonik-klonik, tonik,

klonik)

1. Kejang parsial sederhana yang berkembang menjadi kejang generalisata

2. Kejang parsial kompleks yang berkembang menjadi kejang generalisata

3. Kejang parsial sederhana yang menjadi kejang parsial kompleks lalu

berkembang menjadi kejang generalisata.

II. Kejang Generalisata (konvulsif atau nonkonvulsif)

A. 1.. Kejang lena (Absence)

Pada kejang ini, kegiatan yang sedang dilakukan terhenti, muka tampak

membengong, bola mata dapat memutar ke atas, tidak ada reaksi bila diajak

bicara. Biasanya serangan ini berlangsung selama ¼-1/2 menit dan biasanya

dijumpai pada anak.

• Hanya penurunan kesadaran

• Dengan komponen klonik ringan. Gerakan klonis ringan biasanya dijumpai

pada kelompok mata atas, sudut mulut, atau otot-otot lainnya bilateral.

• Dengan komponen atonik. Pada kejang ini, dijumpai otot-otot leher, lengan,

tangan, tubuh mendadak melemas hingga tampak mengulai.

Page 9: Epilepsi.pdf

• Dengan komponen tonik. Pada kejang ini, dijumpai otot-otot ekstremitas,

leher, atau punggung mendadak mengejang, kepala, badan, badan menjadi

melengkung ke belakang, lengan dapat mengetul atau mengedang

• Dengan automatisme

• Dengan komponen autonom

Gejala-gejala diatas dapat berdiri sendiri atau kombinasi.

2. Kejang lena tidak khas

Dapat disertai:

• Gangguan tonus yang lebih jelas

• Permulaan dan berakhirnya bangkitan tidak mendadak.

B. Kejang mioklonik

Pada kejang mioklonik terjadi kontraksi mendadak, sebentar, dapat kuat

atau lemas sebagian otot atau semua otot-otot, sesekali atau berulang-ulang.

Kejang ini dapat terjadi pada semua umur.

C. Kejang klonik

Pada kejang ini tidak ada komponen tonik, hanya terjadi kejang klojot.

Dijumpai terutama pada anak.

D. Kejang tonik

Pada kejang ini tidak ada komponen klonik, otot-otot hanya menjadi kaku,

juga terdapat pada anak.

E. Kejang tonik-klonik

Kejang ini sering dijumpai pada usia diatas balita yang terkenal dengan

nama grand mal.

F. Kejang atonik

Page 10: Epilepsi.pdf

Pada keadaan ini otot-otot seluruh badan mendadak melemas sehingga

pasien terjatuh. Kesadaran dapat tetap baik atau menurun sebentar. Kejang ini

terutama tejadi pada anak-anak.

III. Kejang tak tergolongkan

Termasuk golongan ini adalah serangan pada bayi berupa gerakan bola amta yang

ritmik, mengunyah-ngunyah, gerakan seperti berenang, menggigil, atau pernapasan yang

mendadak berhenti sementara.

Pemeriksaan penunjang

Elektroensefalografi (EEG) merupakan pemeriksaan penunjang yang informatif yang

dapat memastikan diagnosis epilepsi bila ditemukan pola EEG yang bersifat khas epileptik baik

terekam saat serangan maupun di luar serangan berupa gelombang runcing, gelombang paku,

runcing lambat, paku lambat.

Pemeriksaan tambahan lain yang juga bermanfaat adalah pemeriksaan foto polos kepala,

yang berguna untuk mendeteksi adanya fraktur tulang tengkorak; CT-Scan kepala. Yang berguna

untuk mendeteksi adanya infark, hematoma, tumor, hidrosefalus, sedangkan pemeriksaan

laboratorium dilakukan atas indikasi untuk memastika adanya kelainan sistemik seperti

hipoglikemia, hiponatremia, uremia,dll.

Kejang Tonik Klonik

Serangan dapat diawali dengan aura yaitu tanda-tanda yang mendahului suatu kejang.

Pasien mendadak jatuh pingsan, otot-otot seluruh badan kaku. Kejang kaku berlangsung kira-kira

¼-1/2 menit diikuti kejang klojot di seluruh badan.

Serangan ini biasanya berhenti sendiri. Tarikan napas menjadi dalam beberapa saat lamanya.

Bila pembentukan ludah ketika kejang meningkat, mulut menjadi berbusa kerena hembusan

nafas. Mungkin pula pasien miksi ketika mendapat serangan. Setelah kejang berhenti pasien

tertidur beberapa lamanya, dapat pula bangun dengan kesadaran yang masih rendah, atau

menjadi sadar dengan keluhan badan pegal-pegal, lelah, nyeri kepala.

Page 11: Epilepsi.pdf

Status Epileptikus

Status epileptikus adalah aktivitas kejang yang berlangsung terus-menerus lebih dari 30

menit atau dua atau lebih bangkitan, dimana diantara dua bangkitan tidak terdapat pemulihan

kesadaran, hal ini merupakan status mengancam. Dalam praktek klinis didefinisikan sebagai

setiap aktivitas serangan kejang yang menetap selama lebih dari 10 menit. Penanganan kejang

harus segera dimulai dalam 10 menit setelah awitan suatu kejang.

Elektro – Ensefalografi (EEG)

Anamnesa dan pemeriksaan pada pasien dengan dugaan epilepsy digunakan untuk menjawab

pertanyaan “Apakah benar si penderita telah mengalami bangkitan – bangkitan epilepsi?” EEG

adalah suatu cara pemeriksaan yang dapat membantu kita dalam mencari jawaban atas

pertanyaan – pertanyaan diatas tadi.

EEG yang normal

Selama perekaman penderita harus istirahat terlentang, relaks (santai) dengan mata tertutup

(tetapi tidak boleh tertidur)

EEG akan memperlihatkan :

1. Di bagian oksipital tampak ritme alfa secara setangkup

2. Di bagian frontal tmpak ritme beta secara setangkup

Bila mata itu dibuka, atau penderita diajak bicara atau disuruh menghitung, maka timbullah

“blocking”.

Artinya : Ritme alfa itu akan menghilang oleh karena timbulnya desinkronisasi.

Pada penderita normal sewaktu – waktu dapat ditemukan ritme theta (slow activity) di daerah

lobus temporalis. Ini masih dianggap normal. Tetapi temuan ritme delta (delta activity) harus

selalu di pandang sebagai kegiatan yang patologis

EEG yang Abnormal

Pada EEG yang abnormal dapat dilihat :

1. Spike dengan frekuensi dan voltase yang tinggi (pada grand mal epilepsi)

2. Sharp wave

3. Tiga siklus