ENTROPI

18
ENTROPI OLEH : Komang Suardika (0913021034) JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA FAKULTAS MIPA UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA SINGARAJA 2011 Page 1

description

by komang suardika

Transcript of ENTROPI

Page 1: ENTROPI

ENTROPI

OLEH :

Komang Suardika (0913021034)

JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA

FAKULTAS MIPA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA

SINGARAJA

2011

Page 1

Page 2: ENTROPI

P

ad

i

a

b

isoterm

ad

f

VfVi

V

ENTROPI

1. Pertidaksamaan Clausius

Pada diagram kerja p-v di atas, setiap titik pada diagram menggambarkan

keadaan seimbang. Misalkan titik i menggambarkan keadaan seimbang awal dan

titik f menggambarkan keadaan seimbang akhir suatu proses. Titik f selalu dapat

dicapai dari titik i melalui suatu proses reversibel yang dapat menghubungkan

titik f dengan titik i. Misalkan, jalan R adalah salah satu jalan reversibel yang

mungkin. Maka,

W IRf =∫i

f

p . dV = luas i−R− f −V f−V i−i

. Apabila QiRf adalah

jumlah kalor yang terlibat dalam proses R ini dan Uf – Ui adalah perubahan energi

dalam sistem, maka menurut hukum I Termodinamika :

Q IRf = (U f − U i ) + W iRf (1)

Sekarang perhatikanlah jalan reversibel lain yang terdiri atas proses

adiabatik (i-a) dan (b-f), yang dihubungkan dengan proses isothermal (a-b). kurva

isothermal ini selalu dapat ditemukan sedemikian rupa, sehingga luas di bawah

garis zig-zag ini sama dengan luas di bawah jalan R tadi. Jadi, Wiabf = WiRf,

sedangkan ∆u adalah tetap (Uf – Ui), maka :

Page 2

R

Gambar 1

Page 3: ENTROPI

Qiabf = (U f − U i ) + W iabf (2)

Dari persamaan (1) dan (2) dapat disimpulkan : Qiabf + QiRf, dengan kata lain :

pada setiap proses reversibel antara dua titik keseimbangan i dan f, selalu dapat

ditentukan jalan reversibel yang terdiri atas adiabat-isoterm-adiabat, sedemikian

rupa sehingga kalor yang terlibat dalam kedua jalan itu adalah sama. Kebenaran

ini oleh Clausius digunakan untuk membuktikan adanya suatu fungsi keadaan,

yang dikenal dengan nama entropi.

Misalkan terdapat suatu siklus reversibel sembarang (R) dalam diagram p-

v seperti ditunjukkan pada gambar 2. Dengan menerapkan konsep di atas, siklus

reversibel ini dapat dibagi-bagi atas sejumlah pita yang masing-masing terdiri atas

dua kurva isotherm dan dua kurva adiabat, jadi merupakan sikus Carnot. Pita-pita

dapat diambil sedemikian rupa, sehingga luas siklus R sama dengan luas gambar

berzig-zag tertutup. Dengan kata lain, setiap siklus reversibel apapun bentuknya,

dapat dipandang terdiri atas sejumlah siklus Carnot. Untuk siklus Carnot diketahui

berlaku :

|q1||q2|

=T 1

T 2

atau|q2|T 2

−|q1|T 1

= 0, di sini

|q1| adalah kalor yang keluar dari sistem

dan |q2| adalah kalor yang masuk selama siklus bersuhu T2. Dengan kembali

memakai konversi tanda pada q, dapat ditulis bahwa :

Untuk pita ke-1 :

q1

T1

+q2

T 2

= 0

Page 3

Gambar 2.

Page 4: ENTROPI

Untuk pita ke-2 :

q3

T3

+q4

T 4

= 0, dan seterusnya. Maka, untuk seluruh siklus akan

berlaku :

q1

T1

+q2

T 2

+q3

T 3

+ . .. +qn

T n

= 0 atau

∑i=1

i=n q i

T i

= 0 (3)

Persamaan (3) ini dikenal sebagai Teorema Clausius :”Setiap siklus R

dapat diganti dengan siklus berzig-zag” .

Apabila jumlah pita dalam persamaan (3) diperbanyak garis tutup zig-zag

menjadi kurva kontinu tertutup, maka persamaan (3) menjadi :

∮R

dqT

= 0 (4)

Dalam matematika, pernyataan di atas berarti bahwa dq/T merupakan

diferensial eksak, yaitu diferensial total suatu fungsi keadaan. Fungsi ini diberi

nama Entropi sistem, dengan lambang S. Maka, (dq/T)R = ds, merupakan

diferensial eksak, sehingga

∮R

ds= 0, integral ds sepanjang siklus reversibel adalah nol.

∫i

f

ds = S f −S i = ΔSif, integral terbatas ds tidak bergantung jalan integrasi

hanya ditentukan oleh titik awal dan titik akhir.

Apa hasilnya apabila penjumlahan dalam rumus (3) diadakan sepanjang

siklus yang tidak reversibel?

Ternyata : ∑i=1

i=n q i

T i

< 0, atau

∮ dqT

< 0, atau

dqT

< ds (5)

Persamaan (5) bisa dibuktikan dengan menggunakan teorema Carnot : Mesin

Carnot (yang paling mendekati mesin reversibel) adalah mesin yang memiliki η

terbesar dibanding dengan mesin-mesin kalor lain (yang tidak menggunakan

siklus reversibel). Dengan kata lain, apabila mesin Carnot (C) dan mesin lain (NC)

dikerjakan antara dua reservoir yang sama, seperti yang ditunjukkan pada gambar

Page 4

Page 5: ENTROPI

R2 T2

|q2|

|q1| = |q2|-w

R1 T1

C NC

'2

'2

3, maka mesin NC memerlukan kalor yang lebih banyak untuk menghasilkan W

yang sama.

Sesuai dengan teorema Carnot, maka η C > η NC, maka untuk menghasilkan W

yang sama, |q'2| >

|q2|, misal |q'2| =

|q2| + |q|.Untuk mesin reversibel (C) berlaku :

∑C

qT

=|q2|T2

−|q1|T 1

= 0

Untuk mesin irreversibel (NC) berlaku :

∑ qT

=|q '2|T2

−|q '1|

T=

|q2|+ q

T2

− [|q '2|− W

T 1]

=|q2|T 2

+ qT2

− [ |q2 + q − (|q2|−|q1|)|T 1

]=

|q2|T 2

−|q1|T1

+ qT 2

− qT 1

∑NC

qT

= q ( 1T2

−1

T1) , ( 1

T2

−1

T 1)< 0 (negatif).

Dengan mengingat : ∮R

dqT

=∮ ds = 0 , dapat disimpulkandqT

<ds

Page 5

WW

Gambar 3.

Page 6: ENTROPI

Jadi, ∑NC

qT

< 0 ; atau ∮ dqT

< 0 ; ataudqT

< ds (6)

Jika persamaan (3), (4), dan (5) digabung, maka :

∑q i

T i

≤ 0 ; atau ∮ dqT

≤ 0 ataudqT

≤ ds (7)

Persamaan (7) disebut dengan pertidaksamaan Clausius.

Beberapa hal penting yang berhubungan dengan entropi adalah sebagai

berikut.

1. Entropi sistem terdefinisikan dalam keadaan seimbang

2. Hanya perubahan perubahan entropi yang bisa dihitung dengan menggunakan

persamaan

d qT

=ds ⃗∫1

2d qT

=∫1

2

dS = S2 − S1

3. Entropi merupakan fungsi keadaan sistem, sehingga bisa dinyatakan sebagai

fungsi dari dua variabel termodinamika, misal S = f (p,T) atau S = f (p,v).

4. Untuk proses reversibel, perubahan entropi dapat dihitung dengan

persamaan : ∫1

2

ds = S2 − S1

5. Dalam proses reversibel berlaku :

dq/T = ds (8)

persamaan (8) merupakan salah satu pernyataan Hukum II Termodinamika.

6. Hukum I Termodinamika, menyatakan energi tidak bisa diciptakan dan tidak

bisa dimusnahkan, sedangkan hukum II Termodinamika menyatakan entropi

tidak mungkin dimusnahkan tetapi dapat diciptakan.

Page 6

Page 7: ENTROPI

7. Pada proses irreversibel, jika keadaan awal dan keadaan akhir merupakan

keadaan seimbang, maka persamaan (8) dapat digunakan untuk menghitung

perubahan entropi.

2. Entropi Gas Ideal

Hukum II termodinamika dalam konsep entropi mengatakan, “Sebuah

proses alami yang bermula di dalam satu keadaan kesetimbangan dan berakhir di

dalam satu keadaan kesetimbangan lain akan bergerak di dalam arah yang

menyebabkan entropi dari sistem dan lingkungannya semakin besar”. Itu artinya

semakin setimbang suatu keadaan, maka semakin besar nilai entropinya.

Fungsi entropi untuk gas ideal akan dituliskan berturut-turut S = f(T,V), S

= f(T,p), dan S = f(p,V) jika entropi dinyatakan dengan fungsi dari temperatur dan

volume, atau S = f(T,V), menurut hukum II termodinamika dalam proses

reversible berlaku

d qT

=ds atau d q=T ds , maka persamaan hukum I

termodinamika dapat ditulis

T ds=dU+d W (9)

karena d W=p . dv dan untuk gas ideal dU = cv dT, maka persamaan (9)

dapat ditulis

T ds=cv dT + p dv → pV=nRT

Kalau cv dianggap konstan maka persamaan di atas dapat menjadi

dS=cvdTT

+nRdVV

∫ dS=cv∫ dTT

+nR∫dVV

Jika keadaan awal dinyatakan dengan (T0,V0,S0) dan keadaan akhir

dinyatakan dengan (T,V,S), maka integrasi menghasilkan :

∫S0

S

dS=cv∫T0

TdTT

+nR∫V 0

VdVV

Page 7

Page 8: ENTROPI

S−S0=cv lnTT0

+nR lnVV 0

S−S0=(cv ln T +nR ln V )+(cv ln T 0+nR ln V 0 )

S=cv ln T +nR ln V+kons tan

S= ln( Tc vV

c p−cv )+kons tan (10)

Jika entropi dinyatakan sebagai fungsi T dan p atau S = f(T,p), fungsi ini

dapat kita peroleh dengan cara yang sama seperti di atas, dengan mengingat

bahwa hukum I untuk gas ideal yang menjalani proses infinit reversible adalah :

T ds = cp dT – V dp, apabila cp konstan maka akan diperoleh

persamaan :

S = ln (Tcp pcv-cp) + konstan (11)

Hasil ini dapat juga diperoleh dengan menggantikan V dengan p melalui

persamaan keadaan gas ideal, dalam persamaan (10).

Selanjutnya, S = f(p,V) dapat diperoleh dengan menggantikan T dengan p

dalam persamaan (10) atau mengganti T dengan V dalam persamaan (11) Adapun

hasilnya

S = ln (pCv VCp) + konstan (12)

3. Perhitungan-perhitungan Entropi pada Proses Reversibel

Hukum II Termodinamika menyatakan, dalam proses reversibel berlaku

d qT

=ds ,sehingga:

ΔS=∫1

2

dS=∫1

2dqT (13)

Jika proses berlangsung secara adiabat, karena d q=0 , maka ΔS=∫ 0

T=0

, jadi

pada proses adiabatik reversibel ΔS=0atau entropi konstan. Jika proses

berlangsung secara isotermal, maka persamaan (14) dapat ditulis:

Page 8

Page 9: ENTROPI

∫1

2

dS=1T∫1

2

dqT atau

S2−S1=qT

T (14)

Pada proses perubahan phase:

Pada perubahan phase, proses berlangsung pada temperatur dan tekanan

konstan maka persamaan (13) dapat ditulis:

∫1

2

dS=1T∫1

2

dq

S2−S1=qT ,

q = kalor yang diserap atau dilepas sistem = massa sistem x kalor laten (L), maka

persamaan diatas menjadi:

S2−S1=mLT

(15)

Jika proses berlangsung pada volume kostan:

Perubahan entropi dapat kita tentukan dengan cara yang sama seperti di

atas, dengan mengingat hukum I Termodinamika untuk gas ideal dalam proses

volume konstan adalah: d qv=cv dT v , dengan mensubsitusi persamaan ini pada

persamaan (13) maka akan diperoleh persamaan:

S2−S1=cv lnT 2

T1 (16)

Jika proses berlangsung pada tekanan kostan:

Selanjutnya pada proses isobarik, dengan cara yang sama seperti di atas,

dengan menerapkan persamaan hukum I Termodinamika untuk gas ideal dalam

proses tekanan konstan adalah: d q p=c p dT p , dengan mensubsitusi persamaan ini

pada persamaan (13), maka akan diperoleh persamaan:

S2−S1=c p lnT 2

T 1 (17)

4. Diagram T-S atau Diagram Entropi

Page 9

Page 10: ENTROPI

qk

qm

b

a

T

S

Diagram p-V yang sudah dibahas pada bab sebelumnya disebut dengan

diagram kerja, karena usaha/kerja yang dilakukan sistem dapat ditentukan dengan

menghitung luas daerah di bawah kurva pada diagram p-V. Sedangkan diagram T-

S disebut dengan diagram kalor, karena bbesar kalor yang terlibat dalam proses

dapat ditentukan dengan menghitung luas daerah di bawah kurva pada diagram T-

S, seperti di tunjukkan pada diagram dibawah,

Hukum II Termodinamika menyatakan dalam proses reversible d q = T dS, maka

q = ∫T ds= luas daerah di bawah kurva. Pada gambar (4), qab =

∫Sa

Sb

T ds=Luas

daerah yang diarsir. Mudah dimengerti pula, bahwa usaha yang dilakukan sistem

dalam suatu siklus reversible sama dengan luas siklus pada diagram T-S, karena

ΔU pada proses siklus = 0 sehingga persamaan Hukum I Termodinamika akan

menjadi W= q. Jika kita mengkaji gambar (4), maka W = |qm|−|qk|sama dengan

luas daerah di dalam siklus. Siklus Carnot khususnya mudah digambarkan dalam

diagram T-S, karena berupa persegi panjang, hingga |qm|,|qk|, dan W dengan

mudah dapat dihitung dengan ilmu ukur.

5. Perubahan Entropi Pada Proses Irreversibel

Perubahan entropi pada proses irreversibl akan di bahas melalui beberapa

contoh-contoh di bawah ini,

Contoh 1. Percampuran 2 cairan

Page 10

Gambar 4.

Page 11: ENTROPI

I II

373 K 273

Air 1 kg pada suhu 373 K dicampur dengan air 1 kg bersuhu 273 K secara

adiabatikdan isobaric. Nyata bahwa proses di atas berlangsung secara irreversible.

Tetapi kita perhatikan juga, bahwa keadaan awal dan keadaan akhir merupakan

keadaan seimbang, sehingga persamaan, ΔSif=∫

i

fd qT

,dapat digunakan.

Pertama-tama kita menentukan, temperatur campuran, karena massa kedua benda

sama, dan jenis ke dua benda sama, maka temperature campuran sama dengan

temperature rata-rata, yaitu:

T campuran = (373 + 273) K/2 = 323 K

ΔS1=c p ∫373

323dTT

=c p ln323373

=−0 ,144 c p

ΔSu=c p ∫373

323dTT

=c p ln323373

=0 ,168 c p

ΔS sistem = 0,168 c p 0,144 c p =0,024 c p

Contoh 2. Perubahan entropi pada ekspansi bebas (percobaan Joule)

Page 11

V1 V2

Gas hampa

Dinding pemisah

V1 = V2

Gambar 5.(Sumber : Rapi, 2009)

Gambar 6.(Sumber : Rapi, 2009)

Page 12: ENTROPI

Jika dingding pemisah dibuka maka gas akan berekspansi bebas ke kanan, sampai

terjadi keseimbangan. Proses ini berlangsung secara irreversible. Sesuai dengan

hokum I Termodinamika:

d q=cv dT + p dv

Keadaan awal dan keadaan akhir sistem keadaan setimbang maka persamaan

dqT

=dS bisa digunakan untuk menghitung perubahan entropi. Dengan

mengkombinasikan hokum I dan II Termodinamika akan diperoleh persamaan:

T dS = cv dT + p dV

dS = cv

dTT

+ pT

dV

dS = cv

dTT

+nRdVV

Karena pada percobaan Joule temperature konstan atau dT = 0, maka persamaan

dia atas menjadi:

dS=nRdVV

ΔS=nR∫ dVV

=nR ln2V 1

V 1

=nR ln 2

Jadi ΔS=nR ln 2 (nilainya positif)

Jadi disimpulkan pada proses irreversible ΔS bernilai positif, dengan kata lain

entropi bertambah.

6. Prinsip Pertambahan Entropi

Apabila perhitungan ΔS dilakukan pada sistem dan juga pada lingkungan

untuk proses reversible maupun non-reversibel maka berlaku:

ΔS alam = ΔS sistem + ΔS lingkungan ≥ 0 (18)

Page 12

Page 13: ENTROPI

Sistem

T

q

R

T

T

q

Tanda > berlaku untuk proses irreversible dan tanda = berlaku untuk proses

reversibel.

Jika sistem terisolasi dengan lingkungan artinya proses adiabatic maka ΔS

lingkungan = 0, maka berlaku:

ΔS alam = ΔS sistem ≥ 0 (19)

Untuk membuktikan prinsip pertambahan entropi di bawah ini akan diberikaan

beberapa contoh:

1. Proses reversibl non adiabatik (ekspansi/kompresi isothermal)

Sebagai Lingkungan

adalah reservoir

ΔS sistem = + q/T

ΔS Lingkungan = -q/T

ΔS alam = ΔS sistem + ΔS lingkungan = + (q/T) – (q/T) = 0

2. Proses irreversible non adiabatik

Gambar 8. menunjukkan sistem diaduk (dikenakan kerja), seluruh usaha

mekanikdiubah menjadi kalor (q). Sistem tidak mengalami perubahan apa-apa

artinya seluruhkalor dilepas.

Page 13

Gambar 7.

Gambar 8.

Page 14: ENTROPI

ΔS sistem = 0

ΔS Lingkungan = Q/T

ΔS alam = 0 + Q/T = Q/T > 0

DAFTAR PUSTAKA

Rapi,Ni Ketut. 2099. Buku Ajar Termodinamika. Singaraja : FMIPA UNDIKSHA.

Page 14