Entrepre Rumputlaut

download Entrepre Rumputlaut

of 5

description

good

Transcript of Entrepre Rumputlaut

Senyawa-senyawa alginat di Indonesia, sebagian besar masih dipenuhi dengan cara impor, data dariBiro Pusat Statistik impor alginat mencapai 2.663,5 ton per tahun dengan nilai Rp. 41.550.600.000,00. Dari data tersebut, dapat kita lihat bahwa prospek industri alginat di Indonesia sangatlah potensial. Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki garis pantai terpanjang di dunia, tentulah memiliki sumber daya alam sebagai bahan baku, yaitu semua spesies rumput laut coklat.Proses ekstraksi senyawa alginat dari rumput laut sendiri tidaklah terlalu sulit bila dibandingkan dengan ekstraksi senyawa sejenis yaitu karaginan dari rumput laut merah. Tetapi yang menjadi kendala terutama pada biaya produksi adalah besarnya kebutuhan bahan-bahan kimia dalam memurnikan alginate untuk mencapai kemurnian yang tinggi, sehingga harga senyawa alginat dengan kualitas baik, jauh lebih tinggi daripada harga kualitas yang dibawahnya. Maka dari pada itu, produksi alginat dengan kualitas tinggi di Indonesia menjadi tidak menguntungkan akibat harga bahan-bahan kimia yang terus naik dan tidak menentu seiring dengan berfluktuasinya nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing. Sedangkan senyawa alginat sangat dibutuhkan secara luas mulai dari kualitas rendah untuk tahap pewarnaan pada industri tekstil, sampai pada kualitas paling tinggi, yang digunakan pada industri makanan dan farmasi sebagai pengental danpengemulsi.Seperti yang tercantum dalam berbagai proses produksi alginate yang sudah dipatenkan [Stanford; H.C Green, 1936; Le Gloahec & J.E Herter, 1938; Heggelund & Skotness, 1961) untuk mencapai produk dengan kualitas tinggi, selama ini dilakukan pengasaman dan pembasaan berulang-ulang serta bleaching untuk menghilangkan warna, yang membutuhkan bahan kimia dalam jumlah besar sehingga menyebabkan tingginya biaya produksi

Sumber:ULTRAFILTRASIEKSTRAK RUMPUT LAUT (ALGINAT)I G. Wenten, Martin S., Setyo W.Departemen Teknik Kimia FakultasTeknologi IndustriInstitut Teknologi Bandunghttp://digilib.itb.ac.id/files/JBPTITBCHE/disk1/49/jbptitbche-gdl-s1-2004-igwentenma-2407-0056paper.pdf

POTENSI SUMBER DAYA ALAM (SDA)Di perairan Indonesia terdapat sekitar 28 spesies rumput laut coklat yang berasal dari enam genus diantaranya yaitu Dyctyota, Padine, Hormophysa, Sargassum, Turbinaria dan Hydroclathrus. Spesies rumput laut yang telah diidentifikasi yaitu Sargassum sp. sebanyak 14 spesies, Turbinaria sebanyak 4 spesies, Hormophysa baru teridentifikasi 1 spesies, Padina 4 spesies, Dyctyota 5 spesies dan Hydroclathrus 1 spesies. Jenis-jenis rumput laut tersebut tersebar pada beberapa daerah di Indonesia

POTENSI EKONOMI PRODUKNa-Alginat banyak digunakan banyak industri seperti industri makanan, minuman, obat-obatan, kosmetik, kertas, detergen, cat, tekstil, vernis, fotografi, kulit buatan dan lain-lain. Dalam industri zat ini digunakan sebagai pembentuk gel (gelling agent), pengemulsi dan penstabil emulsi (emulsifying dan stabilizing agent), pensuspensi (suspending agent), pengikat (binding agent), penghalus (finishing agent), pengeras kain (stiffening agent), pembentuk struktur (sizing agent), penjernih (clarifing agent) dan sebagainya. Untuk kebutuhan industri di Indonesia yang saat ini terus berkembang, kebutuhan Na-Alginat masih disuplai melalui impor dari beberapa negara seperti Perancis, Inggris, RRC, dan Jepang dalam jumlah 599.000 kg dengan nilai US $ 2.773.517. Dari informasi yang diperoleh, kebutuhan pasar dunia akan produk inipun terus meningkat yang berarti peluang yang menjanjikan baik untuk pasar domestik ataupun pasar ekspor. Saat ini nilai jual Na-Alginat dipasaran sekitar 170-200 ribu per kilogram.

POTENSI RUMPUT LAUT DALAM BIDANG INDUSTRIRumput laut memiliki banyak peranan penting bagi manusia. Ilalqisny dan Widyartini (2000) melaporkan bahwa sejak tahun 2700 SM,rumput laut telah dimanfaatkan sebagai bahan pangan manusia. Perancis, Normandia, dan Inggris pada abad 17 mulai merintis pemanfaatan rumput laut untuk pembuatan gelas (Soegiarto et al., 1978). Namun, pemanfaatan rumput laut secara ekonomis baru dimulai tahun 1670 di Cina dan Jepang, yaitu sebagai bahan obat-obatan, makanan tambahan, kosmetika, pakan ternak, dan pupuk organik. Pada tahun 2005 dilaporkan bahwa konsumsi rumput laut bagi masyarakat Cina, Jepang, dan Korea mencapai 2 milyar US$. Setiap hari sekitar 168 spesies alga telah dikomersilkan, di Jepang, Cina,Taiwan, dan Korea, diantaranya porphyra (nori), laminaria (kombu), undaria (wakame). Porphyra atau nori merupakan rumput laut yang adalah yang paling populer di Jepang (Steinman, 2006). Contoh makanan yang terbuat dari rumput laut terkenal di Jepang adalah Kombu. Kombu terbuat dari rumput laut jenis Laminaria sp yang termasuk golongan kelp (Anonim, 2006). Salah satu contoh kelp di Indonesia adalah Sargassum sp. Di berbagai belahan dunia, Sargassum sp merupakan jenis rumput laut di perairan tropis yang terkenal sebagai alginofit (penghasil alginat). Filipina, India dan Vietnam merupakan negara-negara yang mulai memanfaatkan rumput laut jenis ini. Menurut Atmadja et al., (1996) pada awal 1980 perkembangan permintaan rumput laut di dunia meningkat seiring dengan peningkatan pemakaian rumput laut untuk berbagai keperluan antara lain di bidang industri, makanan, tekstil, kertas, cat, kosmetika, dan farmasi (obat-obatan). Di Indonesia, pemanfaatan rumput laut untuk industri dimulai untuk industry agar-agar (Gelidium dan Gracilaria) kemudian untuk industri kerajinan (Eucheuma) serta untuk industri alginat (Sargassum). Data FAO tahun 2000 mengenai jumlah penggunaan alga untuk keperluan industri dunia disajikan dalam Tabel berikut

Jumlah penggunaan alga untuk keperluan industri dunia

Sumber: FAO 2000 dalam Pangestuti & Kusmita, 2007

PROSPEK PENGEMBANGAN RUMPUT LAUT DI INDONESIASalah satu penyebab keprihatinan dalam pembangunan sektor kelautan adalah belum optimalnya pemanfaatan potensi kelautan (yang salah satunya adalah rumput laut). Realisasi pemanfaatan rumput laut baik yang dipanen liar maupun budidaya masih jauh dari potensi lestari yang ada, dan masih jauh berada dibawah negara-negara tetangga yang kondisi dan potensi rumput lautnya lebih kecil dari Indonesia. Sebagai contoh adalah Filipina, walau hanya memiliki garis pantai sepanjang 36.289 km, terbukti Filipina mampu menjadi negara pengekspor rumput laut terbesar di dunia. Dilaporkan dalam Manila Times, bahwa sebenarnya Filipina memiliki kekhawatiran jika Indonesia menjadi eksportir terbesar di dunia (Anonim, 2006). Hal ini sangat beralasan, karena Indonesia memiliki kekuatan dan potensi untuk bersaing dengan Filipina. Secara de facto, Indonesia memiliki lautan, pantai dan keanekaragaman rumput laut yang lebih besar dari Filipina. Walaupun telah dikarunai lautan dengan potensi keanekaragaman yang tinggi, tenaga kerja melimpah, namun mengapa hingga saat ini bangsa Indonesia belum tergugah untuk menggali rumput laut, padahal rumput laut dengan segenap produk hilirnya bila dimanfaatkan dengan benar mampu menghasilkan 8 miliar dolar AS pertahun atau kurang lebih 2 miliar lebih besar dari keseluruhan ekspor tekstil kita per tahun. Menurut Dahuri (2005) baik dalam program jangka pendek maupun panjang, rumput laut khususnya bidang bioteknologi rumput laut termasuk sektor ekonomi kelautan yang layak dikembangkan untuk memecahkan berbagai persoalan bangsa.

Dahuri, Rokhmin. 2005. Potensi Ekonomi Kelautan. Republika. 13Desember 2005.

Anonim, 2006.http://www.manilatimes.net/national/2005/oct/03/yehey/business/20051003 bus11.html

Atmadja, W.S., Kadi, A., Sulistijo & Rachmaniar. 1996. Pengenalan jenisjenisrumput laut Indonesia. PUSLITBANG Oseanologi. LIPI,Jakarta. Hlm.56-152.

Steinman, Alan D. "Algae." Microsoft Student 2007 [DVD]. Redmond,WA: Microsoft Corporation, 2006.

Soegiarto, A. Sulistijo. W, S, Atmaja dan H, Mubarak. 1978. RumputLaut, Manfaat, Potensi, dan Usaha Budidayanya. LON-LIPI.Jakarta. 49 Hlm.

Ilalqisny, I dan Widyartini. 2000. Makroalga. Fakultas Biologi UniversitasJendral Soedirman. Purwokerto. 153 Hlm.