Empat Pilar Cetak Biru MEAcare.ipb.ac.id/wp-content/uploads/2019/07/Paper... · Pengenalan...
Transcript of Empat Pilar Cetak Biru MEAcare.ipb.ac.id/wp-content/uploads/2019/07/Paper... · Pengenalan...
URGENSI ASOSIASI PROFESI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM MENDUKUNG
PEMBANGUNAN NASIONAL
Sumardjo (Ketua Perhimpunan Ahli Penyuluhan Pembangunan Indonesia)
Guru Besar Fakultas Ekologi Manusia IPB
1) Makalah disampaikan pada Semiloka Prodi Penyuluhan Pembangunan/ Pemberdayaan Masyarakat
diselenggarakan di UNS di Hotel Lord In Solo, 29-30 November 2016.
Menjelang era pasar bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), telah dirasakan adanya ketimpangan
dalam penghargaan terhadap tenaga kerja antara tenaga kerja lokal dengan tenaga kerja asing, yang bekerja di
perusahaan-perusahaan besar seperti perkebunan, pertambangan maupun industri. Hal ini sebenarnya ada
beberapa penyebab kenapa terjadi perlakukan yang diskriminatif terhadap tenaga bkerja lokal dengan tenaga
kerja asing. Keadaan seperti ini bertahan sampai saat ini, karena beberapa alasan berikut. Pertama, tenaga kerja
lokal tidak memiliki jaminan kompetensi profesi formal berupa sertifikasi kompetensi profesi seperti halnya
yang dimiliki tenaga kerja asing, sehingga tidak ada alasan kuat secara formal untuk mendapat perlakukan sama.
Kedua, sebagian kualitas lulusan perguruan tinggi di Indonesia dinilai belum siap untuk bersaing dengan tenaga
profesional dari luar (asing), ini disebabkan karena tidak setiap perguruan tinggi memiliki asosiasi program studi
yang efektif berfungsi mengawal pengembangan dan mengontrol kualitas pendidikan dan lulusan program studi
yang bersangkutan, sehingga sangat tergantung pada akreditasi BAN PT. Sedangkan di masa lalu belum semua program studi sudah terakreditasi oleh BAN PT. Ketiga, fakta menunjukkan bahwa belum banyak atau masih
sangat sedikit program pendidikan profesi dan akreditasi kompetensi profesi, karena komitmen dan kesadaran
untuk itu pada pihak terkait masih lemah.
Kompas (1 Agustus 2016), mengungkapkan bahwa kualitas para sarjana yang dihasilkan dari perguruan
tinggi di Indonesia dinilai belum mampu memenuhi tuntutan kualitas sumber daya manusia (SDM), terutama
untuk bersaing pada era pasar bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Pemerintah saat ini mulai
mendorong pendidikan vokasi, untuk menghasilkan lulusan siap kerja di berbagai industri. Keseriusan
pemerintah tercermin dari dicanangkannya paket kebijakan ekonomi XII oleh Presiden pada April 2016 lalu.
Dalam paket kebijakan ini, pemerintah menitikberatkan pada percepatan pembangunan infrastruktur, reformasi
struktural atau deregulasi, serta, peningkatan kualitas SDM. Pasca-reshuffle Kabinet Kerja pada 27 Juli 2016
lalu, Presiden juga menugaskan para menteri baru untuk fokus pada peningkatan SDM. Hal itu terutama untuk pendidikan vokasi yang menyediakan SDM berkualitas dan siap pakai, agar dapat mengejar ketertinggalan di
era MEA.
Mengapa dengan MEA? MEA adalah bentuk integrasi ekonomi regional yang bertujuan untuk
menjadikan ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi, yang mana terjadi arus barang, jasa,
investasi, dan tenaga terampil yang bebas serta aliran modal yang lebih bebas. MEA ‘Sebuah Proses’: (1)
Integrasi sektor barang; (2) Integrasi sektor jasa secara bertahap, dan (3) Integrasi investasi dan selanjutnya
dikembangkan 4 pilar yaitu liberasasi, fasilitas, perlindungan, promosi investasi (https://www.ekon.go.id/ berita/download/2364/1741/ ). Lebih detil terkait dengan empat pilar ini dapat dilihat pada Gambar 1.
4
Empat Pilar Cetak Biru MEA
Pasar Tunggal danBasis Produksi
Regional
Kawasan Berdaya-saing Tinggi
Kawasan denganPembangunan
Ekonomi yang
Merata
Integrasi denganPerekonomian
Dunia
Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015
https://www.ekon.go.id/berita/download/2364/1741/bahan-ppt-presentasi-untuk-mahasiswa-ipb-1-edit.pptx
Gambar 4 Pilar Cetak Biru MEA
Kini kita masih harus bekerja keras untuk menyusul ketertinggalan kita dengan negara-negara lain,
bahkan sekalipun di level ASEAN. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2. Tahun 2015, Indonesia peringkat 37
(dari 144 negara) di bawah Singapura (2), Malaysia (18), Thailand (32). Peringkat Indonesia meningkat 1 posisi
dari tahun sebelumnya yaitu di peringkat 38 (https://www.ekon.go.id/berita/download/2364/1741).
5
GLOBAL COMPETITIVENESS INDEX (GCI)Sumber: World Economic Forum
• Tahun 2015, Indonesia peringkat 37 (dari 144 negara) di bawah Singapura (2), Malaysia (18), Thailand (32). Peringkat Indonesia meningkat 1 posisi dari tahun sebelumnya yaitu di peringkat 38.
NegaraRank of GCI 2015-2016
Subindex
Basic Requirements
Efficiency EnhancersInnovation and
sophistication Factors
Singapore 2 1 2 11
Malaysia 18 22 22 17
Thailand 32 42 38 48
Indonesia 37 49 46 33
Philippines 47 66 51 47
Vietnam 56 72 70 88
Lao PDR 83 86 106 103
Cambodia 90 93 101 121
Myanmar 131 128 131 134
Brunei - - - -
Posisi Indonesia
https://www.ekon.go.id/berita/download/2364/1741/bahan-ppt-presentasi-untuk-mahasiswa-ipb-1-edit.pptx
Gambar 2. Posisi Indonesia pada Tahun 2015 di antara Negara-negara ASEAN maupun Negara lainnya.
Di era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) mengandung konsekuesi pada pembangunan berbagai
sektor, bagi sektor pertanian di Inonesia misalnya berimplikasi pada menguatnya : (1) Pasar tunggal berbasis
produksi ASEAN, (2) Pergerakan bebas barang, jasa, investasi, tk terampil,dan aliran modal di ASEAN, (3)
Tuntutan daya saing, terutama pada komoditas-komoditas: Unggul pada komoditas perkebunan (sawit, coklat,
kopi, karet), hortikultura (sayur dan buah), dan kehutanan (pulp, kertas, kayu), sebaliknya kritis pada pada komoditas padi, kedelai, dan gula (https://www.ekon.go.id/berita/download/2364/1741). Oleh karena itu,
diperlukan Strategi (https://www.ekon.go.id/berita/download/2364/1741): Peningkatan keunggulan komparatif
dan kompetitif. Aspek manusia menjadi sangat penting, namun sering terabaikan dan kurang mendapat
komitmen pada level pucuk pimpinan, baik di Daerah maupun di Pusat. GLOBAL FOOD SECURITY INDEX (GFSI)Sumber: The Economist Intelligence Unit
• Tahun 2015, Indonesia peringkat 74 (dari 109 negara) di bawah Singapura (2), Malaysia (34), Thailand (52), Vietnam (65), dan Filipina (72).
Indonesia Score
https://www.ekon.go.id/berita/download/2364/1741/bahan-ppt-presentasi-untuk-mahasiswa-ipb-1-edit.pptx
Gambar 3 Posisi Indonesia dalam Global Food Security Index
Akibatnya, sejauh ini upaya pembangunan kita terseok-seok tertinggal dan semakin tertinggal bahkan
sekalipun dengan negara tetangga, seperti Vietnam, Malaysia, Thailand dan Singapur, karena kelalaian terhadap
penguatan aspek manusia (human capital), baik petani maupun penyuluh dan pemberdaya petani. Gambaran
secara rinci dapat dilihat pada Gambar 3. Seharusnya disadari bahwa setiap upaya pembangunan membutuhkan penguatan kapasitas aspek manusianya. Setiap upaya penyuluhan Pembangunan/ Pemberdayaan Masyarakat
membutuhkan kompetensi profesional para pelakunya, yang seharusnya didukung oleh lulusan pendidikan,
pelatihan dan penguatan personil secara sistematis, terprogram dan berkelanjutan. Namun, sangat disayangkan
komitmen terhadap penguatan human capital melalui penguatan sistem penyuluhan ini kurang memadai,
sehingga pembangunan tidak didukung oleh penguatan aspek kapasistas manusianya, untuk lebih siap dan
semakin siap memiliki daya juang, daya saring (pengambilan keputusan), daya saing (proses kerja optimal) dan
daya sanding (bermitra) yang tinggi. Selama kebijakan dan komitmen terkait hal ini tidak diperbaiki maka naif bila berharap pembangunan ini bangkit menuju kedaulat atau kemandirian bangsa, sebaliknya masyarakat
menjadi obyek dan sekerdar target pasar bagi produk-produk impor. Hal ini dapat diindikasikan oleh ketidak
siapan human capital dan social capital dikala pembangunan infrastruktur yang tinggi, maka infrastruktur hanya
akan dinikmati oleh pihak yang kuat untuk menyalurkan produk-produk dan jasa mereka, memenuhi kebutuhan
mereka. Program Studi Penyuluhan Pembangunan/ Pemberdayaan Masyarakat merupakan salah satu progran
studi yang sangat relevan dengan misi penguatan human capital dan social capital ini.
Kini sudah seharusnya kita menyadari peluang dan tantangan sejalan dengan era MEA ini, yaitu: (1)
Peluang pasar yang semakin besar dan luas bagi produk Indonesia, Biaya produksi dan biaya pemasaran
yang semakin rendah, (2) Pilihan konsumen atas jenis/ragam produk yang tersedia di pasar domestik semakin
banyak dengan tingkat harga dan mutu tertentu, (3) Kerjasama dalam menjalankan bisnis semakin terbuka
dengan beraliansi dengan pelaku bisnis di negara anggota ASEAN lainnya, serta (4) Peluang sektor jasa terbuka
di seluruh negara ASEAN untuk rekrutmen dan menjalankan bisnis dan kemampuan profesi
(http://gamacha.info/downlot.php).
Peran Asosiasi Program Studi di Era MEA
Sejak tahun 2011 Pemerintah telah mengembangkan konsep pengembangan Kompetensi Kerja
Nasional Indonesia (KKNI) dengan roadmap yang jelas periode tahun 2003 sampai 2016. Berdasarkan
tatawaktu yang telah dirangcang seperti pada Gambar 4, seharusnya 2016 ini kita sudah siap dengan
kesetaraan dan pengakuan kualifikasi dengan sumberdaya manusia sejajar dengan tenaga kerja asing yang
tahun ini sudah memasuki era MEA. Silahkan dicermati, sejauhmana rancangan tersebut secara konsisten
diwujudkan dan telah terwujud hasil yang diharapkan? Mari kita masing-masing atau bersama-sama
merenungkan hal ini.
2011
Pengembangan KKNI
Kementrian Diknas dan
Kementrian Nakertrans
2010
Studi literatur dan komparasi:
Australia, New Zealand, UK,
Germany, France, Japan,
Thailand, Hongkong,
European Commission of
Higher Education
2009
20032006
UU 20-2003
PP no.31 -2006 –
dasar dari KKNI
Implementasi KKNI, sinkronisasi
antar sektor, pengakuan oleh
berbagai sektor atas kualifikasi KKNI.
2012
2016
Penyetaraan antara kualifikasi
lulusan dengan kualifikasi KKNI,
PPL, Pendidikan multi entry dan
multi exit, Pendidikan sistem
terbuka
SDM asing
SDM Indonesia
Penilaiankesetaraandanpengakuankualifikasi
Gambar 4. Tatakala Pengembangan Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (KKNI) (Sumber: Dirjen Dikti, 2014)
Lembaga pendidikan tinggi dituntut untuk menjadi pilar yang akuntabel untuk menghasilkan
kompetensi yang sesuai (kompatibel) dengan kebutuhan dunia kerja aktual, di era MEA ini. Harapan bagi
Program Studi Penyuluhan, sebagai mana setiap program studi lainnya di era MEA ini dituntut untuk mampu :
mengemban pendidikan karakter unggul, menjadi penghasil human capital unggul, membuka diri terhadap
perubahan dan berorientasi masa depan (antisipatif), dan mampu menghasilkan tenaga pendidik non formal
(penyuluh/ pemberdaya masyarakat, perekayasa sosial partisipatif) yang tangguh, kreatif, penular kebaikan
untuk mencapai kemuliaan dan martabat kehidupan masyarakat. Agar setiap Prodi Penyuluhan berkembang
menghasilkan harapan tersebut diperlukan asosiasi program studi penyuluhan/ pemberdayaan masyarakat
untuk mengawal kualitas pendidikan, memperjuangkan dan mendukung pengembangan standar pendidikan
bidang penyuluhan pembangunan/ pemberdayaan masyarakat.
Arah Pendidikan Prodi Penyuluhan Pembangunan/ Pemberdayaan Masyarakat
Kini makin kita sadari telah terasa adanya anomali dalam konsep modernisasi yang selama ini telah
menjadi acuan pembangunan di kebanyakan negara-negara berkembang dengan sponsor pendanaan dari
negara maju. Mulai menguat kesadaran pentingnya kearifan lokal sebagai alternatif modernisasi (Sumardjo,
2016). Mengapa terjadi anomali? Karena manusia membuat kekeliruan. Mengabaikan kearifan lokal dan
menggunakan inovasi dari Barat atau negara maju lainnya dengan sefatnya uji coba (trial & error). Hal ini
terjadi karena manusia kurang memahami dirinya sendiri, cenderung selalu melihat keluar.
Mengapa kearifan lokal? Anomali tersebut juga dalam penerapan penyuluhan dan penggunaan
Extension Science. Paradigma Westernisasi tidak ternyata serta-merta menyelasikan masalah, kita senantiasa
tertinggal dan terseok dalam mengikuti inovasi yang belum tentu sesuai dengan kondisi kita. Hal ini terjadi
karena paradigma Westernisasi sarat kepentingan pihak tertentu, dan bernuansa dominasi. Kesadaran ada
dan ketiadaan berfungsinya kearifan lokal sebagai suatu kesenjangan menuju solusi atas masalah riil dan
mimpi atau visi yang realistik dengan sumberdaya lokal yang ada dan sangat potensial kompetitif terhadap
pasar yang lebih luas.
Pelajaran sejarah penyuluhan di Indonesia menunjukkan gambaran anomali tersebut. Masa Politik Etik
ditandai dengan menguatnya peran kelembagaan sejak awal dan era kebangkitan bangsa. Masa Pendudukan
Jepang ditandai dengan kesadaran massal dominasi dan terjadinya eksploitasi asing terhadap masyarakat
lokal. Masa Kebangkitan Kembali setelah kemerdekaan RI ditandai dengan menguatnya kesadaran massal
sistem pemerintahan yang mendominasi atau kata lain menindas melalui rekayasa sosial oleh pihak di luar
masyarakat. Hal ini sadari setelah mencermati dampak dominasi dan eksploitasi Hindia Belanda yang
didominasi oleh politik dagang dan para pelaku perdagangan VOC dan Pendudukan Jepang. Masa Pasca
Kemerdekaan terasakan terjadinya dominasi kapitalisme dalam komitmen Penguasa sehingga melemahkan
elemen kelembagaan penyuluhan atau pendidikan non formal bagi masyarakat. Di Masa Pasca Reformasi
ditandai dengan menguatnya kembali kesadaran konstitusional perlunya kembali ke Tujuan Bernegara dan
berbangsa Indonesia, sebagaimana termaktub dalam Mukadimah UUD 1945 alinea ke empat. Dua era terakhir
semakin terasa dominasi pemodal kuat di sektor perdagangan dan industri hampir mirim dengan masa
penguasaan oleh VOC, hanya dengan “baju dan gaya” yang sedikit berbeda namun dengan prinsip sama.
Ketergantungan pada pihak asing menguat melalui dominasi terhadap elite politik Negara dalam kebijakan-
kebijakan Nasional. Keterbatasan waktu dan halaman menyebabkan tidak dapat mengupas detil kasus demi
kasus atas hal ini. Banyak tanda tanya muncul atas kondisi yang tidak wajar namun tidak ada yang berusaha
mengungkapkan, terjadi “aksi bisu” (ingat pandangan Paulo Freire sekitar tahun 1957 di Brasil atas kasus di
Amerika Latin).
Belajar dari Sejarah pola dominasi yang memperdaya masyarakat, dapat dicermati dari masa
Pengenalan Penyuluhan yang terasa terjadi pemberdayaan semu. Pada masa Penguatan implementasi
penyuluhan ternyata terjadi penyimpangan dari Falsafah Penyuluhan, melalui perencanaan yang Top Down
dominan komunikasi pembangunan yang linier dari Pusat ke Daerah. Rekayasa sosial dilakukan oleh pihak di
luar masyarakat, yang seharusnya dalam penyuluhan/ pemberdayaan masyarakat maka rekayasa sosial oleh
pihak internal masyarakat itu sendiri. Masa awal kembali ke falsafah penyuluhan dilahirkan UU No 16 Tahun
2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (SP3K), yang ditandai dengan
menguatnya masa kesadaran profesional penyuluhan baik di tingkat peraturan perundangan maupun di
kalangan akademisi Ilmu Penyuluhan Pembangunan.
Menyadari kondisi sejarah tersebut maka ke depan, seharfusnya bangsa ini di era MEA ini menuju masa
kebangkitan kembali penyuluhan sebagai pilar pembangunan bangsa. Masa ini seharusnya ditandai dengan
pentingnya pendidikan profesi yang efektif menghasilkan kompetensi profesional dan berfungsinya asosiasi
prodi penyuluhan yang senantiasa mengembangkan dan menghasilkan kompetensi profesional serta para
tenaga yang siap sebagai profesional di bidangnya. Berfungsinya asosiasi profesi yang menjadi berfungsinya
keprofesionalan penyuluhan, melalui uji kompetensi dan sertifikasi kompetensi profesi penyuluhan.
Penguatan berfungsinya tenaga p[rofesional di bidang penyuluhan/ pemberdayaan masyarakat
mestinya ditandai dengan memantapkan hubungan praktisi, asosiasi profesi dan pakar penyuluhan, melalui
penyusunan Standart Kompetensi Profesi Penyuluhan/ Pemberdaya Masyarakat. Standar kompetensi inilah
yang seharusnya sebagai salah satu sumber penyusunan learning outcome pendidikan untuk menghasilkan
kompetensi profesi penyuluhan dan tenaga profesional di bidang penyuluhan pembangunan. Hal ini didukung
dengan berfungsinya dam menguatnya Lembaga Sertifikasi Profesi Penyuluhan melalui sertifikasi kompetensi
profesi lulusan pendidikan Penyuluhan. Asosiasi Penyelenggara Pendidikan Penyuluh senantiasa berkomitmen
untuk mengawal kualitas programn studi penyuluhan mewujudkan learning outcome sebagai tenaga
profesional penyuluhan pembangunan yang efektif. Artinya, perlu segera dibentuk asosiasi program studi
penyuluhan pembangunan/ pemberdaya masyarakat untuk menghadapi penguatan human capital di berbagai
sektor pembangunan saat ini dan ke depan, serta ini sudah sangat mendesak karena telah menjadi kebutuhan
riil pembangunan kini dan ke depan.
Reorientasi Profesi Penyuluh Pembangunan/ Pemberdaya Masyarakat dan Program Studi Penyuluhan
Penyuluhan adalah pendidikan, yaitu pendidikan di luar sekolah. Hal ini perlu disadari perlunya makna
pendidikan di luar sekolah yang berada di Undang-undang Sistem Pemdidikan Nasional maupun Undang-
undang Sistem Pendidikan Tinggi. Tenaga Penyuluh adalah tanaga profesional, wajib menguasai kompetensi
profesional. Program Studi Penyuluhan Pembangunan/Pemberdayaan Masyarakat wajib menghasilkan
lulusan yang siap memiliki kompetensi profesional di bidang penyuluhan pembangunan/ pemberdayaan
masusrakat. Asosiasi Program Studi Penyuluhan Pembangunan berkewajiban mengawal pengembangan
kompetensi profesiaonal secara aktual secara terus menerus, berkelanjutan dan upaya menghasilkan lulusan
dengan kompetensi profesional. Kini nama prodi penyuluhan/ pemberdaya masyarakat masih belum
tercantum pada daftar pendidikan tinggi di Kemen ristek Dikti, suatu yang naif memang. Hal ini dapat dilihat
pada Tabel 1. Pada hal program studi tersebut telah ada dan selalu ada sejak tahun 1963an sampai saat ini.
Sebagian besar bahkan telah terakreditasi dengan kualifikasi A atau Unggul. Hal ini seharusnya menjadi
komitmen Asosiasi Program Studi Penyuluhan Pembangunan yang seharusnya telah ada saat ini, namun
sampai saat ini masih belum terbentuk.
Semiloka yang diinisiasi oleh Universitas Negeri Surakarta ini merupakan momentum yang strategis
untuk membangun dan mengembangkan komitmen profesionalitas pendidikan penyuluhan, dengan
membentuk Asosiasi Profesi Penyuluhan/ Pemberdaya Masyarakat. Tidak banyak ilmu sosial yang memiliki
mandat mendidik metoda, teknik dan media rekayasa sosial melalui pendidikan yang partisipatif seperti
program pendidikan ilmu penyuluhan pembangunan/ pemberdaya masyarakat dan ilmu komunikasi
pembangunan.
Alternatif nama asosiasi adalah : (1) Asosiasi Program Studi Penyuluhan Pembangunan, (2) Asosiasi
Program Studi Penyuluhan / Pemberdayaan Masyarakat, (3) Asosiasi Program Studi Perekayasaan Sosial
Partisipatif, (4) Asosiasi Program Studi Pendidikan luar Sekolah (Pendidikan Non Formal), atau (5) Asosiasi
Program Studi Komunikasi Pembangunan. Mari kita rancang dan perjuangkan eksistensinya di berbagai tingkat
yang relevan, terutama di dunia industri jasa pendidikan penyuluhan dan di Dirjen Pendidikan tinggi sendiri.
Tabel 1. Keberadaan Program Studi Yang Terkait Bidang Penyuluhan & Komunikasi
No. Program Jenjang Permendikbud No. 154/2014
1 Komunikasi S1, S2, S3 √
2 Periklanan D3 √
3 Komunikasi Pembangunan S1, S2, S3 √
4 Komunikasi Massa D3, S2 √
5 Penyuluh Pertanian S1 √
6 Penyuluh Pertanian Lahan Kering D4 √
7 Jurnalistik D3 √
8 Penyiaran D3 √
9 Penyuluhan Kehutanan D4
10 Penyuluhan Perikanan D4
Prof Margono Slamet senior pendidikan penyuluhan dan manajemen mutu terpadu dalam bidang
pendidikan sejak awal 1980an dalam berbagai seminar dan tulisannya, telah menyatakan bahwa Penyuluhan
adalah industri jasa. Ini berarti penyuluhan sebagai industri dituntut untuk memiliki kompetensi rekayasa
(enginer). Dalam hal ini rekayasa sosial dan lebih khusus karena paradigma utama penyuluhan adalah
partisipatif maka rekayasa sosial tersebut bernuansa utama partisipatif, yaitu sejalan dengan asas penyuluhan
yaitu pendidikan, demokratis dan manfaat (tepat guna). Program Studi Penyuluhan Pembangunan juga
membekali lulusannya dengan pendekatan partisipatif dalam merekayasa subyek penyuluhan (masyarakat/
sasaran penyuluhan), metoda dan teknik serta media penyuluhan dalam implementasi rekayasa sosial
tersebut. Implikasi dari kaarakteristik pendidikan penyuluhan ini, penyuluhan dapat masuk dalam kelompok
rumpun profesi keinsinyuran atau Persatuan Insinyur Indonesia (PII). Selanjutnya, keprofesionalan tenaga
penyuluh berasal dari sarjana penyuluhan dapat mengikuti pedoman pendidikan profesi keinsinyuran, karena
hampir semua syaratnya terpenuhi, khususnya untuk Penyuluh Pertanian (pada saat ini setidaknya termasuk di
dalamnya bidang pangan, horti, peternakan dan perkebunan), Perikanan dan Kehutanan.
UU tentang Keinsinyuran, Pasal 5 dinyatakan bahwa : (1) Keinsinyuran mencakup disiplin teknik: A.
Kebumian dan energi; B. Rekayasa sipil dan lingkungan terbangun; C. Industri; D. Konservasi dan pengelolaan
sumber daya alam; E. Pertanian dan hasil pertanian; F. Teknologi kelautan dan perkapalan; dan G. Aeronotika
dan astronotika. (2) Keinsinyuran mencakup bidang: A. Pendidikan dan pelatihan teknik / teknologi; B.
Penelitian, pengembangan, pengkajian, dan komersialisasi; C. Konsultansi, rancang bangun, dan konstruksi;
D. Teknik dan manajemen industri, manufaktur, pengolahan, dan proses produk; E. Ekplorasi dan eksploitasi
sumber daya mineral; F. Penggalian, penanaman, peningkatan, dan pemuliaan sumber daya alami; dan G.
Pembangunan, pembentukan, pengoperasian, dan pemeliharaan aset.
Pada kata-kata yang tercetak tebal tersebut ilmu penyuluhan dapat dikelompokkan dalam pendidikan
profesi keinsinyuran, terutama dalam bidang pertanian, perikanan dan kehutanan, setelah mengikuti program
pendidikan profesi penyuluhan. Kini template program pendidikan profesi penyuluhan telah disusun oleh IPB
dan telah mendapatkan Surat Keputusan Senat Akademik. Namun, masih terkendala dalam penerimaan
mahasiswa, karena dunia industri jasa penyuluhan masih belum menyadari dan belum komitmen untuk
mewujudkan tenaga profesional penyuluhan pembangunan, meski kini telah memasuki era MEA. Pendidikan
profesi yang diinisiasi oleh DIKTI tersebut dirancang untuk mengantisipasi kebutuhan tenaga profesional di era
MEA. Asosiasi Program Studi Penyuluhan seharusnyalah mengawal dan memperjuangkan komitmen
profesionalitas di era MEA ini, kepada pihak terkait.
Di dalam pengembangan lompetensi kita mengenal beberapa macam upaya pengembangan tenaga
profesional, seperti yang terlihat pada Gambar 5 dan Gambar 6. Pengembangan kompetensi profesional dapat
ditempuh baik melalui pendidikan formal melalui program studi yang terakreditasi oleh lembaga kualifikasi
akreditasi, di sini peran asosiasi program studi berperan strategis dan penting. Pengembangan komptensi juga
dapat terjadi melalui pendidikan non formal seperti penyuluhan dan pelatihan yang kompetensi lulusannya
harus dijamin kompetensinya oleh Lembaga Sertifikas Kopetensi atau Lembaga Sertifikasi Profesi. Ada
pendidikan informal yang jaminan kometensinya melalui Lembaga Kualifikasi Terakreditasi (Purwanto, 2016),
serta ada pula pengembangan ndi industri atau stakeholders lainnya yang penjaminan kompetensinya melalui
Lembaga Sertifikasi Terakreditasi. Pada Gambar 6 didapat dilihat posisi strategis asosiasi program studi adalah
mengawal kualitas pendidikan untuk menghasilkan kompetensi profesi lulusannya.
BadanKualifikasiNasionalIndonesia
(Sumber: Dirjen Dikti, 2014)
Gambar 5 Penyetaraan Kualifikasi Kompetensi antar Sektor melalui Badan Kualifikasi Nasional Indonesia
PENJAMINAN MUTU
ST
PRAKTEK KEINSINYURAN
ORGIR
INT’L
PENCATAT INSINYUR
PERTI
UJI KOMPETENSI
SERTIFIKAT KOMPETENSI INSINYUR
Ir. Asing
(PE)
PKB
PPI
INSINYUR
STRISURAT TANDA
REGISTRASI INSINYUR
Usul STANDAR LAYANAN INSINYUR
ADVOKASI INSINYUR
PENGAWASAN KEWAJIBAN
INSINYUR
PENEGAKAN KODE ETIK
KERJASAMA PT, PII, INDUSTRI danKEMENTERIAN
REGISTRASI INSINYUR ber SKI
AKREDITASI HKK
PENYELENGGARA PKB
PERPANJANGAN STRI
HKK HKK
KERJASAMA INTERNASIONAL (disahkan DII)
DiawasiDEWAN
INSINYUR INDONESIA
TUGAS DARI UU 11/2014 KEINSINYURANAudit KinerjaKeinsinyuran
olehPEMERINTAH
BKMP
BKMP
LSP
PEMBENTUKAN LSP
(Purwanto, 2016)
Gambar 6. Tugas dari UU No 11 Tahun 2014 tentang Keinsinyuran (Sumber: Purwanto, 2016)
Berhubung Program Profesi Penyuluh Pembangunan sudah dirintis, namun belum ditindaklanjuti
dengan rekrutmen mahasiswa karena adanya kendala sebagaimana telah dituangkan di awal, maka kita dapat
belajar dari pengembangan progran pendidikan keinsinyuran di Indonesia yang telah lebih dahulu
dikembangkan atau setidaknya dirumuskan. Analog dengan Program Profesi Insinyur (PPI) seperti yang tersaji
pada Gambar 7, asosiasi program studi penyuluhan pembangunan dapat merumuskan lebih lanjut bagaimana
mengembangkan program pendidikan penyuluhan di Inonesia, baik itu pendidikan sains, vokasi, profesi
maupun pada jenjang lanjut pascasarjana.
PENDIDIKAN TINGGI TEKNIK NON ST
AKRED A&B
NON SARJANA TEKNIK
PROGRAM PENYETARAAN
STANDAR MENGIKUTI PPI
SERTIFIKAT PROFESI INSINYUR, DICATAT oleh PII
PROGRAM PROFESI INSINYUR 36 SKS
Gelar Profesi INSINYUR
Uji Profesi
Pengalaman bekerja di
Keinsinyuran
Pengalaman bekerja di
Keinsinyuran
PENDIDIKAN TINGGI TEKNIK & TEKNIK TERAPAN
AKRED A&B
S-1
Pengalaman bekerja di Keinsinyuran
PENDIDIKAN TEKNIK NON
FORMAL / INFORMAL
MatrikulasiPengetahuan
dan Kompetensi Dasar
TERAKREDITASI
NON AKREDITASI
PENDIDIKAN TEKNIK
TERAPANAKRED A&B
D-IV
MEKANISME REKOGNISI PEMBELAJARAN LAMPAU
PENDIDIKAN TEKNIK
AKRED C & NON AKRED
1 2 35 6
4
WA
SHIN
GTO
N A
CC
OR
D
PENDIDIKAN TINGGI TEKNIK
AKRED A&B
S-1
(Purwanto, 2016)
Gambar 7 Standar Mengikuti Program Profesi Insinyur (Sumber: Purwanto, 2016)
Dasar penyelenggaraan Program Profesi Insinyur (PPI) adalah (1) Permenristekdikti No. 26/2016 ttg Rekognisi
Pembelajaran Lampau (RPL); (2) Permenristekdikti No. 35/2016 ttg Penyelenggaraan PS Program Profesi
Insinyur (PPI); dan (3) Keputusan Direktur Jenderal Kelembagaan Ilmu Pengetahuan dan Pendidikan Tinggi No.
1462/C/KEP/VI/2016 tentang Panduan Penyelenggaraan PS PPI. Secara rinci dapat dilihat pada Gambar 8 dan
9 bagaimana kurikulum pendidikan profesi.
PROGRAM STUDI PROGRAM PROFESI INSINYUR
ST
ST
ST
ST
ST
ST PS
PS
PS
PS
PS
PS
Ir
Ir
Ir
Ir
Ir
Ir PS
PS
PS
PS
PS
PS
• Kode etik dan etikaprofesi insinyur (2 sks)
• Profesionalisme (2 sks)• Keselamatan, Kesehatan,
dan Keamanan Kerja danLingkungan (2 sks)
• Pemateri pada Seminar, Workshop, Diskusi (2 sks)
•Studi Kasus (4 sks) •Praktek Keinsinyuran (12 SKS):o Filosofi Keinsinyuran di Industrio Arah perkembangan industri dan Statuso Sistem Industri (Engineering)o Permasalahan Keinsinyurano Tugas mengatasi Masalaho Penulisan laporan praktik keinsinyuran
maks30 % >70 %IPM
IPM
IPM
IPM
IPM
IPM
INDUSTRI
(pengembangan dari paparan di Kemristekdiktik kepada 40 Perguruan Tinggi untuk menyelenggarakan PPI)
SYARAT KELULUSAN
Telah lulus seluruh matakuliah pada program studi program profesiinsinyur
Insinyur dengankompetensi
dasarkejuruannya
INSINYUR dengankompetensi dasarKEJURUAN-nya
TUGAS membentuk kompetensi dasarKEJURUANNYA
Pemahaman Body of Knowledge Keinsinyuran (Purwanto, 2016)
Gambar 8 Program Studi Profesi Insinyur minimal di Didik oleh Profesional di tingkat Madya.
Contoh: Rincian Waktu 1 sks Kegiatan Pembelajaran PS-P Reguler
(Acuan: Surat Edaran Dirjen DIKTI:526/E.E3/MI/2014 (Magister))
Prodi Profesi Beban Belajar Sebesar 36 sks dg rincian
a Perkuliahan: 6 sks
1 sks =Tatap Muka Penugasan Terstruktur Belajar Mandiri
50 menit/mg/smt 50 menit/mg/smt 60 menit/mg/smt
b Kerja Praktek: ± 20 sks
1sks = 160 menit/minggu/semester
c Seminar: ± 5-10 sks
1 sks =Tatap muka Belajar mandiri
100 menit/mg/smt 60 menit/mg/smt
e Menulis Laporan: ± 5-10 sks
1sks = 160 menit/minggu/semester
Dasar CP Ketrampilan umum untuk program: Program S2, kemampuan menulis karya ilmiah dalam jurnal nasional terakreditasi dan
pengakuan bertaraf internasional; Program S3, kemampuan menulis karya ilmiah dalam jurnal nasional terakreditasi dan
jurnal internasional terindeks;(Purwanto, 2016)
Gambar 9. Contoh Rincian Waktu Kegiatan Pembelajaran Program Studi Profesi Reguler
Untuk memperoleh tenaga pendidik profesi tingkat madya dapat dilakukan penyetaraan awal, melalui
portofolio para lulusan yang sudah berpengalaman dalam bidang profesi dengan mengikuti skema seperti yang
terasji pada Gambar 10.
1. DATA AWAL1. Data Pribadi2. Data Pendidikan Formal3. Program Profesi Insinyur
STANDAR PENDATAAN, EVALUASI DAN PENGEMBANGAN
Program Profesi Insinyur
Rekognisi pembelajaran
lampau
Pendidikan Tinggi Teknik
SARJANA TEKNIK (Gelar
Akademis)
DICATAT oleh PII
Gelar Profesi INSINYUR
Pengalaman bekerja di Keinsinyuran
Pendidikan Tinggi Teknik non ST
NON SARJANA TEKNIK
Program PENYETARAANUJI PROFESI
Pengalaman bekerja di Keinsinyuran
2. DATA REKAM JEJAK1. Organisasi2. Penghargaan3. Pendidikan Non Formal /
Pelatihan / Seminar4. Pengalaman Kerja: Periode
Waktu, Nama Organisasi/Kota/ Negara, Posisi, Tugas
5. Pengalaman Mengajar6. Karya Tulis Keinsinyuran7. Makalah dalam Seminar8. Seminar yang diikuti9. Karya Temuan, Inovasi
3. EVALUASI1. Pelaksanaan Kode Etik
Insinyur2. Pelaksanaan Standar
Profesi Insinyur3. Pelaksanaan Standar
Layanan Insinyur4. Pelaksanaan Kewajiban
Insinyur
4. PENGEMBANGAN1. Peningkatan
Kompetensi2. Pemutakhiran
Keinsinyuran3. Keberpihakan
KeinsinyuranNasional
4. Bakti Masyarakat
(Purwanto, 2016)
Gambar 10 Pola Penyetaraan Profesi bagi Pendidik atau Penguji Kompetensi Profesi
Asosiasi Program Studi dapat menjembatani dan mengawal kualitas pendidikan untuk menghasilkan
kompetensi profesi, dan menjadi ajang terbangunnya kerjasama penyelenggaraan pendidikan profesi, seperti
yang terlihat pada skema Gambar 11 (Sumber : Purwanto, 2016). Prosesm pengusulannya dapat dilihat pada
analogi PPI pada Gambar 12.
PT bekerjasama dengan PII atau himpunan keahlian keinsinyuran yang telah terakreditasi oleh PII (PM);
STr
KERJASAMA PENYELENGGARAAN PPI OLEH PT & PII
ST
PPI
INSINYUR
KERJASAMA PT, PII, INDUSTRI danKEMENTERIAN
•Untuk para lulusan Sarjana Teknikatau Sarjana Terapan Teknik yang baru lulus atau belum memilikipengalaman praktik keinsinyuranmencukupi.•Untuk para lulusan Sarjana Sains
dan Sarjana Pendidikan Tekniksetelah memenuhi persyaratanpenyetaraan.
SECARA REGULER
•Untuk para lulusan Sarjana Teknikyang dianggap telah memilikipengalaman praktik keinsinyuran.•Untuk para Sarjana Sains dan
Sarjana Pendidikan Teknik setelahmemenuhi persyaratanpenyetaraan dan pengalaman
praktik keinsinyuran.
SECARA RPL
non
ST
Penguatan DASAR KOMPETENSI INSINYUR sesuai KEJURUANNYA,dengan CAPAIAN:
•Mampu melakukanperencanaan keinsinyurandengan memanfaatkansumberdaya dan melaku-kan evaluasi keinsinyuransecara komprehensifdengan memanfaatkanilmu pengetahuan danteknologi.
•Mampu memecahkanpermasalahan keinsinyuranmelalui pendekatan mono-disiplin dan multidisiplin.
•Mampu melakukan risetdan mengambil keputusankeinsinyuran sesuai etikaprofesi dan standarkeinsinyuran secarastrategis dan akuntabel.
DASAR INOVASI
•Menetapkan standar kompetensi & unit kompetensi;•Menyiapkan standar
PPI untuk Insinyursesuai kejuruannya;•Menyiapkan SDM
Profesional;•Penjaga dan
penjamin mutu;•Bersama PT
menerbitkan & mencatat Sertifikat Profesi Insinyur.
(pengembangan dari paparan di Kemristekdiktik kepada 40 Perguruan Tinggi untuk menyelenggarakan PPI)
Siapmembangunkompetensi
Dalam RPermen: yang memiliki pengalamanpraktik keinsinyuran
2 tahun
Dari Bapel PPI
UsulNilai
Tambah
(Purwanto, 2016)
Gambar 11. Pola Kerjasama Penyelenggaraan Pendidikan Profesi Oleh Perguruan Tingg dan Program Profesi
Pemberian STRI berdasar SIP
Penerbitan Sertifikat IPP setelahmemenuhi syarat lulus (score >600)
Lokakarya Sertifikasi IP danProses Penilaian IP oleh MP LSP
USUL PEMBAGIAN TUGAS KERJASAMA PS PPI-R PT & PII
(pengembangan dari paparan di Kemristekdiktik kepada 40 Perguruan Tinggi untuk menyelenggarakan PPI)
Pemberian Sertifikat Insinyurditandatangani Rektor
Pencatatan Insinyur.Pemberian pedoman Insinyur
Penyusunan KurikulumPelaksanaan kurikulum 24 sks.30 % di kelas70% magang di industri
Memberi masukan kurikulumdan tugas dari tiap kejuruan.Penerbitan IPM yang diperlukanuntuk dosen/instrukturMasukan pedoman mutuMonitoring dan Evaluasi
Menerima ST denganpengalaman kerja keinsinyuran~2 tahun
Memberi masukan penilaianpraktik keinsinyuran denganFormulir Aplikasi PenerimaanPPI-Reguler (score >250)
Menerima Ssi dan SPd Teknik dengan pengalaman kerja keinsinyuran >3 tahun
PERSATUAN INSINYUR INDONESIA
PROGRAM PROFESI
INSINYUR (PPI)REGULER
PENYETARAAN
ST STrnon ST
SERTIFIKAT PROFESI INSINYUR
STRISERTIFIKAT
KOMPETENSI INSINYUR (SKI)
UJI KOMPETENSI
PERGURUAN TINGGI
PENERIMAAN
40KERJASAMA
BK
BK
BK
LSP
REGULER
W/C
(Purwanto, 2016)
Gambar 12. Analogi Pembagian Tugas Kerjasama Program Studi dan Program Profesi
Tujuan kerjasama dalam program studi profesi tersebut adalah bersama-sama menghasilkan: (1)
Kemampuan level 7 KKNI dan sesuai Pedoman Capaian Pembelajaran dari Mandat Menristekdikti; (2)
Kompetensi dasar Insinyur sesuai kejuruannya, dan (3) Kemampuan dasar inovasi dari kerjasama multi disiplin.
Adapun isi kerjasama dapat diikuti pada skema Gambar 13.
ISI KERJASAMA PS PPI PT & PII
PERGURUAN TINGGI40 KERJASAMA
Tujuan bersama-samamenghasilkan:
• Kemampuan level 7 KKNI dan sesuaiPedoman CapaianPembelajaran dariMandatMenristekdikti.
• Kompetensi dasarInsinyur sesuaikejuruannya
• Kemampuan dasarinovasi darikerjasama multi disiplin.
Masukan kurikulumProgram Studi Program Profesi Insinyur•Meliputi: Uraian kewajiban
insinyur sesuai UU 11 /2014
• Kriteria ABET tentangluaran pembelajaran
• Keberpihakan terhadapkepentingan nasional
•Wawasan keinsinyuranglobal
• Profesionalismekeinsinyuran
• Kode etik dan etika profesi• Pemecahan masalah
pendekatan multidisiplin• Inovasi keinsinyuran dan
entrepreneurship
Masukan Materi PerkuliahanProgram Studi Program ProfesiInsinyur sesuai Kejuruannya• Kode etik dan etika profesi
insinyur (2 sks)• Profesionalisme (2 sks)• Keselamatan, Kesehatan, dan
Keamanan Kerja danLingkungan (2 sks)
• Praktek Keinsinyuran (12 SKS):• Filosofi Keinsinyuran di Industri• Arah perkembangan industri dan
Status• Sistem Industri (Engineering)• Permasalahan Keinsinyuran (inovasi)• Tugas mengatasi Masalah• Sumberdaya, engineering tools dan
standard yang digunakan*• Kerjasama pelaksanaan tugas
kelompok multi disiplin *• Penulisan laporan praktik
keinsinyuran (penilaian kompetensi)
• Studi Kasus (4 sks) • Seminar, Workshop, Diskusi
(2 sks)
Menyiapkan instrukturIPM
Pelaksanaan kegiatanP31 untuk memperolehklasifikasi IPM bagi caloninstruktur
Pengukuhan GelarProfesi Insinyur
Bagi para penyandangIP-PII sebelumpenyelenggaraan PPI.
(pengembangan dari paparan di Kemristekdiktik kepada 40 Perguruan Tinggi untuk menyelenggarakan PPI)
Pencatatan Insinyur
Pelaksanaan pencatatanInsinyur yang telahmenyelesaikan PPI
(Purwanto, 2016)
Gambar 13. Isi Kerjasama Pendidikan Profesi antara Asosiasi Program Prodi, Perguruan Tinggi dan PPI
Masukan kurikulum Program Studi Program Profesi setidaknya mencakup : (1) Uraian kewajiban insinyur
sesuai UU yang berlaku; (2) Kriteria luaran pembelajaran atau learning outcome; (3) Keberpihakan terhadap
kepentingan nasional; (4) Wawasan keprofesian terkait secara global; (5) Karakteristik Profesionalisme; (6)
Kode etik dan etika profesi; (7) Pemecahan masalah pendekatan multidisiplin; (8) Inovasi terkait bidang
keprofesian; dan (9) entrepreneurship. Untuk itu, masukan Materi Perkuliahan Program Studi Program Profesi
sesuai Kejuruannya, mencakup : (1) Kode etik dan etika profesi, (2) Profesionalisme, (3) Keselamatan,
Kesehatan, dan Keamanan Kerja dan Lingkungan, (4) Praktek keprofesionalan, (5) Filosofi Keprofesionalan di
Industri, (6) Arah perkembangan industri dan Status, (7) Sistem Industri sesuai dengan profesi (misal
Engineering), (8) Permasalahan inovasi keprofesian (inovasi), (9) Tugas mengatasi Masalah, (10) Sumberdaya,
engineering tools dan standard yang digunakan*, serta (11) Kerjasama pelaksanaan tugas kelompok multi
disiplin * dan (12) Penulisan laporan praktik keprofesian (penilaian kompetensi), Studi Kasus dan Seminar,
Workshop, Diskusi.
Relevansi Pengembangan Asosiasi Program Studi dengan Era kekinian Masa Pemerintahan 2014-2019 menunjukkan prioritas dalam jalan perubahan menuju Indonesia yang
berdaulat secara politik, mandiri dalam bidang ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan, maka
dirumuskan sembilan agenda prioritas dlm pemerintahan kedepan. Kesembilan agenda prioritas itu disebut
NAWA CITA. Salah satu nawacita berbunya meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia melalui
peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan dengan program "Indonesia Pintar"; serta peningkatan
kesejahteraan masyarakat dengan program "Indonesia Kerja" dan "Indonesia Sejahtera" dengan mendorong land
reform dan program kepemilikan tanah seluas 9 hektar, program rumah kampung deret atau rumah susun murah
yang disubsidi serta jaminan sosial untuk rakyat di tahun 2019. Walaupun secara eksplisit tidak menunjukkan
penyuluhan dan penguatan kapasitas manusia (human capital), namun menyinggung pentingnya pendidikan dan
pelatihan. Pernyataan dalam nawacita ini pada kenyataannya tampaknya bias pada pendidikan formal, sehingga
bukan merupakan upaya atau komitmen terhadap penguatan kapasitas masyarakat (semoga pemaknaan ini tidak
benar, tetapi kalau benar), maka bangsa Indonesia tidak akan kemana-mana, tidak akan berkembang dan tetap menjadi obyek penderita sejarah. Kita perlu perjuangkan bahwa yang dibuat cerdas bukanlah anak usia sekolah
dengan kartu cerdasnya saja, tetapi adalah justru masyarakat luas yang benar-benar menghadapi dunia
persaingan yang semakin kuat ini.
Terwujudnya jalan perubahan menuju Indonesia yang berdaulat secara politik, mandiri dalam bidang
ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan, sampai saat ini belum mendapat momentum, dan kurang
tampak mendapat komitmen dalam pemerintahan saat ini. Mungkin tulisan ini salah menafsirkan makna nawa
cita tersebut, namun bila benar sudah saatnya kita insyaf dan memperbaikinya dengan berbesar hati menerima
masukan dalam pemaknaan nawa cita tersebut dalam pembangunan. Salah satu bukti nyata, fakta terkait dengan
pemaknaan tersebut, di Kemenpora ada program Pemuda Sarjana Penggerak Pembangunan Persedaan, yang
merupakan salah satu program strategis pemberdayaan generasi muda yang bersinergi dengan pemberdayaan
masyarakat perdesaan, pada tahun kedua era Pemerintahan sekarang ini dihapus. Pemberdayaan dianggap sebagai kata bersayap yang tidak terukur, naif memang kalau hal ini salah dimaknai sesuai maksud Nawacita
dan Presiden, namun itulah fakta yang terjadi. Penyuluh kurang mendapat dana operasional yang memadai
bahkan untuk mendukung operasional pemberdayaan masyarakat sekalipun.
Gerakan Revolusi Mental, seharusnyalah dimaknai sebagai gerakan penguatan kapasitas manusia.
Namun, bila pemberdayaan tidak mendapatkan komitmen, maka yangmental yang direvolusi itu apakah bukan
mental manusianya? Pemberdayaan dan Penyuluhan merupakan pilar strategis revolusi mental namun terjadi
salah makna, justru komitmen pemberdayaan manusia semakin menjauh dari realita. Implikasi dari keadaan
seperti ini tidak mustahil masyarakat menjadi pihak yang terpedaya, menjadi obyek sejarah, yang tidak mampu
merubah dirinya sendiri menjadi bermental berdaya dan mandiri. Muara penyuluhan adalah kemandirian
individu, kemandirian kelompok, kemandirian organisasi dan kemandirian masyarakat.
Individu yang mandiri ditandai dengan “tiple S”, yaitu memiliki daya saring, daya saing dan daya
sanding (Sumardjo, 2016; 2015; Sumardjo et al., 2014). Daya saring berarti mampu mengakses dan menguasai pengetahuan yang luas dan pilihan-pilihan yang dapat dibuat prioritas dalam mengambil keputusan yang optimal
dalam menjalani kehidupan ini. Daya saing, berarti mampu mengembangkan proses produktif secara optimal
(efektif dan efisien) dan berkualitas. Sedangkan daya sanding, berarti mampu bermitra secara sinergis,
interdependen dan saling memperkuat, saling dapat dipercayai, saling dapat mengandalkan dan diandalkan dan
saling menghidupi dalam suasana saling menguntungkan.
Bila setiap level kualifikasi dapat diraih melalui jalur lain di luar jalur pendidikan formal maka
pendidikan formal harus lebih menunjukkan akuntabilitasnya dalam menghasilkan lulusan sesuai dengan strata
yang diprogramkan. Di sinilah peran asosiasi program studi berkewajiban menjaga dan mengawal kualitas
pendidikan programn studi. Di Era MEA ini adalah era profesionalitas, dan profesionalitas ini akan terus
berkembang sebagai kebutuhan sejalan dengan semakin terbukanya arus jasa profesional masuk ke Indonesia
sejalan dengan level terbukanya globalisasi. Di sini pentingnya asosiasi program studi penyuluhan/
pemberdayaan masyarakat mengawal berfungsinya asosiasi profesional terkait, ke arah peran-peran asosiasi
profesi berikut (http://robisapoetra.blogspot.co.id/2013/11/peran-organisasi-dan-kode-etik-dalam.html).
Sebuah profesi memperoleh kepercayaan dari masyarakat, karena para professional tersebut memiliki
kesadaran kuat untuk mengindahkan etika profesi pada saat mereka memberikan jasa keahlian kepada
masyarakat yang memerlukannya. Tanpa etika profesi, sebuah profesi yang terhormat akan jatuh menjadi
sebuah pekerjaan pencarian nafkah biasa (okupasi) yang tidak diwarnai dengan nilai-nilai idealism sehingga
dampaknya tidak-ada respek maupun kepercayaan kepada para professional. Profesionalitas menunjuk pada
kualitas atau sikap pribadi individu terhadap suatu pekerjaan. Dalam profesi digunakan teknik dan prosedur
intelektual yang harus dipelajari secara sengaja sehingga dapat diterapkan untuk orang lain. Professional
menunjuk pada penampilan seseorang yang sesuai dengan seharusnya dan menunjuk pada orang itu sendiri.
Profesionalitas menunjuk pada proses menjadikan seseorang sebagai professional.
Salah satu ciri penting suatu pekerjaan profesional, bahwa pekerjaan itu harus memiliki
organisasi/asosiasi profesi yang melindungi para anggotanya. Organisasi itulah yang nantinya, memberikan
makna atau nilai tambah, atas pekerjaan yang dilakukan itu. Secara definisi, profesi dimaknai sebagai pekerjaan
yang dilakukan untuk mendapatkan nafkah hidup dengan mengandalkan pengetahuan, keahlian dan ketrampilan
tinggi, dan dengan melibatkan komitmen pribadi(moral) yang mendalam. Seluruh komponen itu harus masuk
dan saling terkait, agar mendukung profesionalisme seseorang. Ia harus memiliki pengetahuan secara
konseptual, melalui kegiatan belajar, pengalaman, atau autodidak. Ia pun harus memiliki ketrampilan agar bisa
menjalankan hal-hal yang sifatnya sangat praktis dalam pelaksanaan profesi itu. Hal yang paling penting dari
semua itu adalah komitmen pada Etika atau Moral, agar pekerjaan yang dilakukan itu tidak merugikan
kepentingan umum, bahkan lingkungan hidup.
Setidaknya sebuah organisasi profesi seperti asosiasi profesi memiliki ciri-ciri (Azwar, 1998): (1)
Umumnya untuk satu profesi hanya terdapat satu organisasi profesi yang para anggotanya berasal dari satu
profesi, dalam arti telah menyelesaikan pendidikan dengan dasar ilmu yang sama,; (2) Misi utama organisasi
profesi adalah untuk merumuskan kode etik dan kompetensi profesi serta memperjuangkan otonomi profesi; dan
(3) Kegiatan pokok organisasi profesi adalah menetapkan serta merumuskan standar pelayanan profesi, standar
pendidikan dan pelatihan profesi serta menetapkan kebijakan profesi.
Setidaknya ada empat kebutuhan dasar yang harus dipenuhi sebuah organisasi profesi (Azwar, 1998):
(1) Kredibiliitas, yaitu bahwa masyarakat membutuhkan kredibilitas informasi dan system informasi yang dimiliki sebuah profesi, (2) Profesionalisme, yaitu diperlukan individu yang jelas dapat diidentifikasi oleh
pemakai jasa sebuah profesi sebagai profesional di bidangnya, (3) Kualitas jasa, yaitu adanya keyakinan bahwa
semua pelayanan yang diberikan pelaku sebuah profesi memenuhi standar kinerja yang tinggi, dan (4)
(4) Kepercayaan, yaitu bahwa pemakai jasa sebuah profesi harus merasa yakin kerangka standar etika profesi
yang melandasi pemberian jasa tersebut sehingga menimbulkan kepercayaan yang tinggi pada profesi yang
bersangkutan.
Pada dasarnya organisasi profesi memiliki lima fungsi pokok dalam kerangka peningkatan
profesionalisme sebuah profesi, yaitu:
(1) Mengatur keanggotaan organisasi. Organisasi profesi menentukan kebijakan tentang keanggotaan, struktur
organisasi, syarat-syarat keanggotaan sebuah profesi dan kemudahan lebih lanjut lagi menentukan aturan-
aturan yang lebih jelas dalam anggaran.
(2) Membantu anggota untuk dapat terus memperbaharui pengetahuan sesuai perkembangan teknologi. Organisasi profesi melakukan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat bagi anggotanya untuk meningkatkan
pengetahuan sesuai perkembangan dan tuntutan masyarakat yang membutuhkan pelayanan profesi tersebut.
(3) Menentukan standarisasi pelaksanaan sertifikasi profesi bagi anggotanya. Sertifikasi merupakan salah satu
lambang dari sebuah profesionalisme. Dengan kepemilikan sertifikasi yang diakui secara nasional maupun
internasional maka orang akan melihat tingkat profesionalisme yang tinggi dari pemegang sertifikasi
tersebut.
(4) Membuat kebijakan etika profesi yang harus diikuti oleh semua anggota. Etika profesi merupakan aturan
yang diberlakukan untuk seluruh anggota organisasi profesi. Aturan tersebut menyangkut hal-hal yang boleh
dilakukan maupun tidak serta pedoman keprofesionalan yang digariskan bagi sebuah profesi.
(5) Memberi sanksi bagi anggota yang melanggar etika profesi. Sanksi yang diterapkan bagi pelanggaran kode
etik profesi tentunya mengikat semua anggota. Sanksi bervariasi, tergantung jenis pelanggaran dan bias
bersifat internal organisasi seperti misalnya Black list atau bahkan sampai dikeluarkan dari organisasi
profesi tersebut.
Organisasi profesi memiliki kode etik yang wajib menjadi acuan perilaku anggotanya. Kode etik berasal
dari bahasa yunani, ethos yang artinya ajaran kesusilaan, dengan demikian kode etik adalah system norma, nilai dan aturan professional tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik dan apa yang tidak benar
dan tidak baik bagi professional yang menjadi anggota dari sebuah organisasi profesi. Pada dasarnya tujuan
merumuskan kode etik dalam suatu profesi adalah untuk kepentingan anggota dan kepentingan organisasi
profesi itu sendiri. Secara umum tujuan mengadakan kode etik adalah sebagai berikut (R. Hermawan S, 1979
dalam http://robisapoetra.blogspot.co.id/2013/11/peran-organisasi-dan-kode-etik-dalam.html): (1) Untuk
menjunjung tinggi martabat profesi, (2) Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggotanya, (3)
Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi, (4) Untuk meningkatkan mutu profesi, (5) Untuk
meningkatkan mutu organisasi profesi. Tujuan kode etik adalah pelaku profesi tersebut dapat menjalankan
tugas dan kewajiban serta memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada pemakai jasa profesi tersebut.
Adanya kode etik akan melindungi perbuatan-perbuatan yang tidak professional. Oleh sebab itu tidak
dapat memupus tanggung jawab moral dan integritas seseorang sebagai personal. Integritas adalah suatu sifat
dasar yang dimiliki seseorang sebagai suatu kebutuhan. dengan pengetahuan dan keahliannya, seorang professional sedikit banyak memegang sebuah “kekuasaan” tetapi bagaimana dengan integritasnya ia tidak
merugikan orang lain atau kelompok lain. Ada tiga prinsip dasar untuk sebuah tanggung jawab moral yang
terkait dengan profesi seseorang, yaitu: (1) Bertanggung jawab untuk setiap kerugian jika itu adalah konsekuensi
dari suatu yang kita lakukan atau jika terjadi dalam rangka intervensi kita terhadap suatu proses, (2)
Bertanggung jawab jika kerugian terjadi karena kelalaian, dan (3) Bertanggung jawab untuk kerugian yang
timbul jika kita mengetahui bahwa ada orang yang melakukan sesuatu yang menimbulkan kerugian dan kita
membiarkan itu terjadi.
Kiat Personal Mempersiapkan Diri Menghadapi MEA 2015
Kita ingat hukum alam dalam dunia profesional, bahwa “Barang siapa lupa mempersiapkan diri maka berarti yang bersangkutan mempersiapkan diri untuk menjadi yang terlupakan”. Tampaknya kita harus
memiliki kiat diri untuk menghadapi era MEA yang kini sudah terjadi, baik berupa penguatan hardskill atau
ketrampilan (skill) maupun softskill (attitude). Kiat personal secara umum perlu dikembangkan oleh para
penyuluh/ pemberdaya masyarakat dalam kehidupannya di era MEA ini.
Kini banyak tulisan tentang hal ini misalnya, sekedar sebagai salah satu tulisan yang tampaknya
ditujukan kepada anak mudah oleh penulisnya di internet, berikut dikutip sesuai aslinya dengan mengalami
perubahan bahasa dan makna seperlunya dari tulisan “10 Kiat Mempersiapkan Diri Menghadapi MEA 2015”
(https://www.getscoop.com/ berita/kiat-mempersiapkan-diri-menghadapi-mea/).
Masyarakat Ekonomi ASEAN adalah sebuah kesepakatan antara negara-negara di Asia Tenggara yang
membuka pasar bebas di kawasan ini. Dengan dibukanya pasar bebas oleh Masyarakat Ekonomi ASEAN berarti
akan ada serbuan unsur-unsur asing (dari negara-negara Asia Tenggara) ke negeri kita. Mulai dari investasi,
barang-barang impor, arus jasa, sampai tenaga kerja asing. Kita tidak lagi “bersaing” dengan sesama orang Indonesia, tetapi juga dengan orang asing di dunia kerja. Yang perlu kita siapkan itu adalah menggali dan
mengembangkan hard skill dan soft skill. Dengan kata lain, Skill dan Attitude. Jadi, dari pada kita tersisih dari
“dunia kerja”, lebih baik bekal untuk bersaing di masa depan! Artikel ini adalah kutipan dengan modifikasi
seperlunya, hasil dari wawancara HAI dengan pihak PPM Manajemen.
SKILL
1. Leadership
Orang yang berbakat memimpin selalu dibutuhkan di mana saja. Karena orang-orang seperti ini punya
kecenderungan mengatur dan sangat peduli akan kemajuan kelompoknya.
Tapi, kita bisa mempelajari seni memimpin dengan mulai menjadi ketua pensi, OSIS sampai mungkin kalau di
dunia kuliah menjadi Ketua Senat. Akan ada banyak tanggung jawab yang akan dipikul. Tujuannya jelas
memajukan organisasi dan mengembangkan orang-orang yang kita pimpin. 2. Public Speaking
Bicara di depan orang banyak adalah keterampilan yang nggak dimiliki semua orang. Kita bisa melatihnya
dengan sering menjadi juru bicara pada saat presentasi tugas kelompok di kelas. Di dunia kerja, orang-orang
dengan keterampilan presentasi dan public speaking–lah yang sering jadi andalan.
3. Bahasa Asing
Dapat berbahasa Inggris, lisan dan tulisan sudah bukan nilai plus. Sekarang, malah sudah jadi kewajiban. Malah,
di persaingan MEA 2015, harus lebih dari itu. Selain Inggris, perlu juga kita kuasai bahasa Mandarin, Jerman,
Perancis, dan Spanyol.
4. Project Management
Hal ini dapat diartikan sebagai pengetahuan untuk merancang sebuah proyek. Yang dirancang adalah waktu,
kekuatan dan kelemahan yang kita punya. Intinya, belajar bekerja secara profesional. Bagaimana kita bekerja
dalam tim dan secara personal.
5. Negosiasi dan Mediasi
Negosiasi dan mediasi itu bisa belajar dari organisasi yang kita ikuti di sekolah, seperti OSIS atau ekstra kurikuler. Negosiasi dengan guru atau pihak sekolah tentang penyelenggaraan pensi, atau jadi mediasi pihak-
pihak yang bertikai dalam tawuran pelajar, bisa menjadi ajang untuk belajar dua hal ini. Di dunia kuliah akan
lebih banyak terpakai. Apalagi di dunia kerja.
6. Networking
Mungkin kita biasa berjaringan (networking) di sekolah ketika kita kenalan sama pelajar dari sekolah lain.
Networking adalah membangun jaringan bermanfaat untuk pengembangan karir kita.
ATTITUDE
7. Rendah Hati
Kata orang, lulusan Indonesia kebanyakan bukan rendah hati, tapi rendah diri. Rendah diri artinya tidak percaya
diri. Tetapi rendah hati itu nggak membanggakan diri atas prestasinya. Sikap rendah hati lahir dari kesadaran
bahwa “masih ada langit, di atas langit”. Kita masih terus harus belajar. Banyak orang hebat, di atas kita. 8. Openness
Pikiran yang terbuka atau open minded sangat berguna ketika kita masuk ke dunia atau lingkungan baru.
Menerima perbedaan pandangan, dan budaya adalah salah satu contohnya. Dalam persaingan kerja, sifat ini
diperlukan untuk memahami masalah-masalah antar personal di kantor atau organisasi. Modal keramahtamahan
orang Indonesia dapat menjadi nilai plus bagi pengembangan sinergi berjaringan.
9. Ingin Tahu dan Kritis
Akibat dari dua sifat ini adalah jadi sering bertanya. Bukan sekedar bertanya-tanya tanpa arah, tetapi bertanya
untuk memperkaya pengetahuan. Rasa ingin tahu yang besar menandakan kita haus akan pengetahuan.
Sementara rasa kritis diperlukan supaya kita tidak cepat puas, dan selalu ingin mencari jawaban yang lebih baik
lagi.
10. Profesionalisme Kata ini sangat banyak maknanya. Beberapa di antaranya tekun, kerja keras dan fokus. Ketiganya berjalan
berbarengan. Tanpa tiga hal itu, ilmu tinggi yang kita miliki dapat menjadi sia-sia. Mengingat orang lain akan
segera melihatnya dari hasil kerja kita. Biasanya, orang yang memiliki ketiga hal ini, bisa menghasilkan sesuatu
yang berkualitas.
Rujukan Penulisan
Azwar, Azrul. 1998. Ciri-ciri organisasi profesi. http://robisapoetra.blogspot.co.id/2013/11/peran-
organisasi-dan-kode-etik-dalam.html Hai, 2016. 10 Kiat Mempersiapkan Diri Menghadapi MEA 2015
https://www.getscoop.com/berita/kiat-mempersiapkan-diri-menghadapi-mea/
Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. 2016. Peran
Dan Tantangan Sektor Pertanian Dalam Menghadapi Mea Dalam Perspektif Makroekonomi Dan
Mikroekonomi. https://www.ekon.go.id/berita/download/2364/1741/bahan-ppt-presentasi-untuk-
mahasiswa-ipb-1-edit.pptx
Kompas, 2016. Menghadapi Tantangan Kualitas SDM Siap Pakai di Era MEA. 1 Agustus 2016, pk 21.00
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2016/08/01/210000526/Menghadapi.Tantangan.Kualitas.SDM.S
iap.Pakai.di.Era.MEA
Purwanto , M Yanuar J. 2016. UU KEINSINYURAN dan Penyelenggaraan Pendidikan Profesi Insinyur (PPI).
BK Teknik Pertanian PII, Anggota MLI-PII. SIL, Fateta, IPB
Sumardjo, 2014. Falsafah, Prinsip-Prinsip Dan Etika Profesi Dalam Penyuluhan. Sekolah Pascasarjana Ilmu Penyuluhan Pembangunan. IPB. Bogor.
Sumardjo, 2014. Social Capital and Social Institution. Departement of Communication and Community
Development Science, Faculty of Human Ecology. Bogor.
Sumardjo, 2015. Indigenus Knowledge/Technology And Local Wisdom. Departement of Communication and
Community Development Science, Faculty of Human Ecology. Bogor.
Sumardjo dan A. Kriswantriyono. (2014). Model Pemberdayaan Masyarakat Perbatasan Menuju Komunitas
Mandiri Nusantara. Buku Pnerbit CARE LPPM IPB. Bogor.
Sumardjo, Rizal Syarief N., A Kriswantriyono, YP Wulandari. (2015). Model Resolusi Konflik melalui
Pendekatan Kedaulatan Pangan & Pemberdayaan Masyarakat Rawan Konflik di Provinsi Papua. Buku
Penerbit Care LPPM IPB. Bogor
Sumardjo. 2016. Kearifan Lokal Alternatif Menuju Modernisasi dalam Penyuluhan Pembangunan. (Guru Besar
Penyuluhan Pembangunan pada Fakultas Ekologi Manusia IPB). Disajikan dalam Seminar Nasional
Penyuluhan Pembangunan (PAPPI) di Universitas Brawijaya Malang, 29-30 September 2016.