Emisi Gas Metan Dr Waduk for Batam

12
EMISI GAS METANA DARI PERAIRAN WADUK DI PULAU JAWA. Oleh: Simon S.Brahmana*; Tontowi*; Sukmawati Rahayu* *Peneliti Teknik Lingkungan Sumber Daya Air Puslitbang Sumber Daya Air Jln.Ir.H. Juanda 193 Bandung. Email: simsgk @yahoo.com RINGKASAN Pemanasan global banyak menimbulkan dampak yang kurang baik bagi kehidupan manusia sehingga menarik perhatian para peneliti, bahkan pemerintahan dalam dan luar negeri. Pemanasan global terutama disebabkan karena bertambahnya kadar gas rumah kaca (GRK) di atmosfir. Saat ini ada anggapan perairan waduk merupakan sumber gas metana yang cukup besar dan merupakan penyebab pemanasan global yang potensial. Namun, anggapan ini masih bersifat kontroversial. Mengingat hal tersebut, telah dilakukan penelitian emisi gas metana pada peairan waduk di Pulau Jawa untuk mendapatkan data dan informasi yang benar. Penelitian emisi gas metana di perairan waduk dilakukan dengan cara mengukur langsung di lapangan dengan alat Fluxmeter. Hasilnya menunjukkan bahwa besarnya emisi gas metana dari 14 waduk di Pulau Jawa berkisar antara 0,094 – 4,461 g/m2/hari dengan rata-rata 1,705 g/m2/hari. Dengan luas waduk di Indonesia sekitar 98.269 Ha maka besarnya emisi gas metana dari waduk di seluruh Indonesia diperkirakan sekitar 1,675 ton/ hari. Berdasarkan hasil penelitian ini, perairan waduk bukan merupakan sumber emisi gas metana yang potnsial bila dibandingkan dengan yang sumbernya dari rawa, sawah, ternak dan sampah. Upaya untuk mengurangi emisi gas metana dari waduk dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain: melakukan pembersihan terhadap lahan bakal waduk sebelum digenangi, membersihkan bagian pinggir waduk dari tanaman liar atau tanaman lain pada saat muka air surut dan menjaga agar kualitas air yang masuk ke waduk tidak banyak mengandung bahan-bahan pencemar organik. Kata Kunci: waduk, pemanasan global, potensi, emisi, gas metana 1.PENDAHULUAN Salah satu masalah lingkungan yang saat ini paling banyak menarik perhatian baik nasional maupun internasional adalah masalah pemanasan global. Pemanasan global dilaporkan telah banyak menimbulkan dampak yang kurang baik, seperti terjadinya perubahan iklim yang sangat ekstrim di bumi, terganggunya hutan dan ekosistem lainnya, serta kenaikan permukaan air laut yang mengakibatkan negara-negara kepulauan seperti Indonesia akan mendapatkan pengaruh yang sangat besar. Pemanasan global yang terjadi pada planet bumi ini terutama disebabkan karena bertambahnya kadar gas rumah kaca (GRK) di atmosfir. Protokol Kyoto mengatur enam jenis gas rumah kaca, yaitu karbon dioksida (CO 2 ), metana (CH4), nitrogen oksida (N 2 O), dan gas-gas

description

emisi gas waduk

Transcript of Emisi Gas Metan Dr Waduk for Batam

  • EMISI GAS METANA DARI PERAIRAN WADUK DI PULAU JAWA.

    Oleh:

    Simon S.Brahmana*; Tontowi*; Sukmawati Rahayu* *Peneliti Teknik Lingkungan Sumber Daya Air

    Puslitbang Sumber Daya Air Jln.Ir.H. Juanda 193 Bandung.

    Email: simsgk @yahoo.com

    RINGKASAN

    Pemanasan global banyak menimbulkan dampak yang kurang baik bagi kehidupan manusia sehingga menarik perhatian para peneliti, bahkan pemerintahan dalam dan luar negeri. Pemanasan global terutama disebabkan karena bertambahnya kadar gas rumah kaca (GRK) di atmosfir. Saat ini ada anggapan perairan waduk merupakan sumber gas metana yang cukup besar dan merupakan penyebab pemanasan global yang potensial. Namun, anggapan ini masih bersifat kontroversial. Mengingat hal tersebut, telah dilakukan penelitian emisi gas metana pada peairan waduk di Pulau Jawa untuk mendapatkan data dan informasi yang benar. Penelitian emisi gas metana di perairan waduk dilakukan dengan cara mengukur langsung di lapangan dengan alat Fluxmeter. Hasilnya menunjukkan bahwa besarnya emisi gas metana dari 14 waduk di Pulau Jawa berkisar antara 0,094 4,461 g/m2/hari dengan rata-rata 1,705 g/m2/hari. Dengan luas waduk di Indonesia sekitar 98.269 Ha maka besarnya emisi gas metana dari waduk di seluruh Indonesia diperkirakan sekitar 1,675 ton/ hari. Berdasarkan hasil penelitian ini, perairan waduk bukan merupakan sumber emisi gas metana yang potnsial bila dibandingkan dengan yang sumbernya dari rawa, sawah, ternak dan sampah. Upaya untuk mengurangi emisi gas metana dari waduk dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain: melakukan pembersihan terhadap lahan bakal waduk sebelum digenangi, membersihkan bagian pinggir waduk dari tanaman liar atau tanaman lain pada saat muka air surut dan menjaga agar kualitas air yang masuk ke waduk tidak banyak mengandung bahan-bahan pencemar organik.

    Kata Kunci: waduk, pemanasan global, potensi, emisi, gas metana

    1.PENDAHULUAN

    Salah satu masalah lingkungan yang saat ini paling banyak menarik perhatian baik nasional

    maupun internasional adalah masalah pemanasan global. Pemanasan global dilaporkan telah

    banyak menimbulkan dampak yang kurang baik, seperti terjadinya perubahan iklim yang sangat

    ekstrim di bumi, terganggunya hutan dan ekosistem lainnya, serta kenaikan permukaan air laut

    yang mengakibatkan negara-negara kepulauan seperti Indonesia akan mendapatkan pengaruh

    yang sangat besar.

    Pemanasan global yang terjadi pada planet bumi ini terutama disebabkan karena

    bertambahnya kadar gas rumah kaca (GRK) di atmosfir. Protokol Kyoto mengatur enam jenis

    gas rumah kaca, yaitu karbon dioksida (CO2), metana (CH4), nitrogen oksida (N2O), dan gas-gas

  • industri yang mengandung fluor hydrofluorocarbons (HFC), perfluorocarbons (PFC) dan sulfur

    hexafluoride (SF6).

    Di negara agraris dan tropis seperti Indonesia, isu pemanasan global yang dikaitkan dengan

    emisi GRK, banyak terfokus pada gas metana. Hal ini disebabkan karena gas metana dapat

    terbentuk secara alamiah pada lahan basah seperti rawa, waduk dan sawah pertanian yang

    banyak terdapat di Indonesia. GRK lainnya seperti N2O, HFC, PFC dan SF6 umumnya dihasilkan

    oleh proses industri. Gas metana perlu mendapat perhatian yang serius karena mempunyai

    nilai Global Warming Potensial (GWP) 21, artinya setiap molekul metana berpotensi

    memanaskan bumi 21 kali lebih besar dari molekul gas CO2. Selain menimbulkan efek

    pemanasan yang lebih besar, gas metana juga tidak dapat terserap oleh klorofil tumbuh-

    tumbuhan sehingga lebih setabil di atmosfir dibanding gas CO2 yang dapat terserap oleh

    tumbuhan melalui proses fotosintesa. Mengingat hal-hal tersebut di atas maka dalam

    penelitian ini GRK yang diteliti terbatas pada gas metana saja.

    Sumber gas metana dapat bersifat alamiah seperti yang teremisi dari rawa dan daerah

    geothermal. Selain itu dapat juga berasal dari aktifitas manusia seperti usaha peternakan,

    pertanian, penambangan dan pemakaian bahan bakar (US-EPA, 2010). Secara global, usaha

    peternakan merupakan sumber gas metana terbesar yang bersumber dari kegiatan manusia

    (US-EPA,2011b).

    Akhir-akhir ini ada anggapan bahwa waduk dan bendungan di negara-negara tropis merupakan

    sumber metana yang cukup besar dan merupakan penyebab pemanasan global yang potensial.

    Anggapan ini masih bersifat kontroversial dan menimbulkan banyak perdebatan. Sebagian

    peneliti menyatakan bahwa waduk dan bendungan merupakan sumber gas metana yang cukup

    besar dan berpotensi menimbulkan pemanasan global. Akan tetapi sebagian peneliti lainnya

    kurang setuju dan menganggap pernyataan tersebut merupakan suatu kesalahan dan hanya

    berdasarkan asumsi- asumsi yang belum tentu kebenaranya. (MED India net working for

    Health, 2007, P.M. Fearnside 2007, dan International Rivers Press Release, 2007). Pada

    kenyataannya penelitian tentang emisi gas metana pada waduk memang masih jarang

    dilakukan, termasuk di Indonesia.

    Untuk mengetahui besarnya emisi gas metana dari waduk di Indonesia, dilakukan pengukuran

    pada waduk di P.Jawa. Periode penelitian dilakukan pada bulan April s/d Oktober 2012. Lokasi

    penelitian emisi gas metana dari waduk di P.Jawa dimuat pada Gambar 1.

    .

  • Gambar 1. Lokasi pengukuran gas metana di waduk di Pulau Jawa

    2. METODOLOGI

    Metode pengukuran emisi gas metana dari waduk yang dilakukan dengan cara pengukuran langsung di waduk dengan menggunakan alat Fluxmeter dari West System. Alat Fluxmeter ini terdiri dari sungkup terapung yang terhubung dengan alat infrared

    spectrometer, sehingga dapat mengukur kadar gas metana secara langsung di lapangan. Alat ini

    juga dilengkapi dengan GPS, (Global Positioning System), termometer, alat pengukur tekanan,

    serta program khusus untuk menghitung emisi gas metana yang sedang diukur .

    3. HASIL PENELITIAN

    3.1 Besarnya emisi gas metana dari waduk di Pulau Jawa

    Hasil pengukuran emisi gas metana dari 14 waduk-waduk di P.Jawa diperoleh rata-rata emisi

    gas metana sangat bervariasi yaitu antara 0,094 4,461 g/m2/hari dengan rata-rata 1,705

    g/m2/hari. Berdasarkan nilai emisi rata-rata tersebut dan luas waduknya maka total emisi gas

    metana dari 14 waduk-waduk di Pulau Jawa dapat diperhitungkan dan hasilnya dapat dilihat

    pada Tabel 1 dan Gambar 2.

  • Tabel 1 : Emisi gas metana dari perairan waduk di Pulau Jawa

    No Nama waduk Jmlh Lokasi Yg diukur

    Lokasi Ter Deteksi CH4

    Min Emisi CH4*)

    Mak Emisi CH4*)

    Rata-rata emisi CH4*)

    Luas waduk (Ha) **)

    Total emisi (Ton/hari)

    1 Saguling 12 11 0 8,174 1,183 4.869 57,60

    2 Cirata 15 10 0 2,262 0,619 6.200 38,39

    3 Jatiluhur 19 8 0 5,70 0,411 8.300 34,13

    4 Cacaban 7 4 0 5,715 1,323 790 10,45

    5 Sempor 6 5 0 8,717 2,098 250 5,24

    6 Mrica 12 12 0,67 2,023 0,997 1.250 12,47

    7 Wadaslintang 8 2 0 0,637 0,094 1.460 1,38

    8 Kedungombo 6 4 0 2,902 0,940 6576 61,62

    9 Gajahmungkur 18 15 0 9,163 1,145 8.800 100,72

    10 Sengguruh 10 9 0 9,582 3,748 237 8,88

    11 Lahor 14 10 0 12,107 2,502 260 6,51

    12 Karangkates 13 7 0 1,237 0,381 1.500 5,71

    13 Wlingi 9 8 0 13,386 4,461 380 16,75

    14 Selorejo 10 6 0 18,691 3,964 400 15,86

    *). Satuan g/m2/hari

    **) Sumber: Puslitbang Pengairan, Bendungan Besar di Indonesia 1995.

    Dari Tabel 1 terlihat bahwa total emisi gas metana yang cukup besar berasal dari Waduk

    Gajahmungkur, Kedungombo, Saguling, Cirata dan Jatiluhur. Waduk-waduk tersebut

    merupakan waduk yang cukup luas permukaannya dan tercemar kecuali waduk Kedungombo.

    Waduk-waduk yang permukaannya relatif kecil dibandingkan waduk-waduk tersebut di atas

    seperti Waduk Wlingi, Selorejo dan Sengguruh meskipun emisi per satuan luasnya cukup besar,

    masing-masing sebesar 4, 461 ; 3, 964 dan 3, 748 g/m2/hari tetapi total emisinya relatif kecil.

  • Gambar 2 : Emisi gas metana dari waduk-waduk di P.Jawa (Ton/hari)

    3.2 Pembahasan Emisi Gas Metana dari Waduk.

    Berdasarkan hasil pengukuran, emisi gas metana per satuan luas sangat berfluktuasi. Fluktuasi emisi gas metana pada satu waduk terjadi diantara lokasi satu dengan lokasi lainnya (tabel 1). Misalnya pada Waduk Saguling fluktuasi diantara lokasi satu dengan lokasi lainnya berkisar antara 0,00 8,174 g/m2/hari. Fluktuasi emisi gas metana juga terjadi diantara waduk satu dengan waduk lainnya. Misalnya rata-rata emisi gas metana di Waduk Wadaslintang sebesar 0,094 g/m2/hari, sedangkan di Waduk Wlingi sebesar 6,154 g/m2/hari. (Tabel 3).Emisi gas metana dari waduk yang sangat berfluktuasi ini juga terjadi pada waduk di luar negeri. Hasil penelitian emisi gas metana di Waduk Nielisz di Polandia Tenggara menunjukkan emisi gas metana yang berfluktuasi antara 15,98 - 383,65 mmol/m2/hari atau 0,256 6,138 g/m2/hari (Gruca-Rokosz, R at.al, 2012). Penelitian di Waduk Funil, San Antonio dan Tres Maria di Brasilia juga menunjukkan nilai yang berfluktuasi masing-masing antara 0,03 - 9,97 mmol/m2/hari; 0,00 39,60 mmol/m2/hari dan 0,00 0,48 m mol/m2/hari atau 0,005 -0,159 g/m2/hari; 0,000 0,634 g/m2/hari dan 0,000 0,007 g/m2/hari (Emma,H, 2012).

    Berfluktuasinya emisi gas metana pada lokasi-lokasi tertentu di permukaan waduk ini dapat disebabkan karena beberapa faktor antara lain: kondisi dasar waduk, kondisi kualitas airnya dan juga pengaruh arus air.

    Kondisi di dasar waduk sangat berpengaruh terhadap emisi gas metana pada permukaan

    waduk, karena pembentukan gas metana terjadi di dasar waduk. Jika kondisi di suatu lokasi di

    dasar waduk mengandung banyak bahan organik seperti sisa-sisa tumbuhan dan keadaannya

    anaerobik (tidak ada oksigen), maka kemungkinan di lokasi tersebut akan terjadi emisi gas

    metana yang cukup besar.

    Kualitas air waduk juga berpengaruh terhadap emisi gas metana. Kualitas air waduk yang

    banyak mengandung bahan organik, baik yang berasal dari limbah domestik, limbah industri

    atau limbah lainnya akan menyebabkan kadar oksigen dalam airnya berkurang atau bahkan

  • habis. Keadaan ini memicu terjadinya proses dekomposisi bahan organik yang menghasilkan gas

    metana.

    Arus air yang terjadi pada air waduk dapat menyebabkan gas metana berpindah dari satu

    lokasi ke lokasi lainnya mengikuti arah arus. Oleh karena itu apabila di suatu lokasi di dasar

    waduk terjadi pembentukan gas metana, belum tentu di permukaan lokasi tersebut emisinya

    besar. Sehubungan dengan emisi gas metana pada permukaan waduk sangat berfluktuasi dari

    satu lokasi ke lokasi lainnya, maka untuk menentukan besarnya emisi gas metana pada

    permukaan waduk diperlukan pengamatan pada banyak lokasi dan mewakili kondisi kualitas air

    waduk dan morfometri waduk. Makin banyak lokasi dan pengulangan pengukuran makin baik

    data yang diperoleh.

    3.3. Perbandingan emisi gas metana dari waduk dengan emisi dari sumber lain

    Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di P. Jawa dengan meneliti 14 buah waduk yang

    berbeda-beda kondisinya diperoleh nilai emisi gas metana dari waduk per satuan luasnya

    berkisar antara 0,094 4,461 g/m2/hari dengan rata-rata 1,705 g/m2/hari. Berdasarkan data

    yang diperoleh, luas waduk di Indonesia sekitar 98.269 Ha (Kem.Kelautan dan Perikanan, 2011).

    Dengan demikian, maka besarnya emisi gas metana dari waduk di seluruh Indonesia

    diperkirakan sekitar 1,675 ton/ hari.

    Emisi gas metana, selain dihasilkan oleh waduk juga dapat dihasilkan oleh sumber-sumber lain

    misalnya tempat pembuangan akhir (TPA) sampah, rawa dan proses penanaman padi di sawah

    serta kegiatan peternakan.

    a. Emisi dari TPA sampah

    Timbunan sampah merupakan sumber gas metana yang potensial. Di negara-negara maju

    timbunan sampah bahkan dimanfaatkan untuk menghasilkan energi. Proses terjadinya gas

    metana pada timbunan sampah ini juga dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:

    komposisi sampah, kadar oksigen yang tersedia, kadar air, keasaman, ketersediaan nutrien,

    ukuran dan kepadatan sampah (Wahyu Purwanto,2009).

    Penelitian mengenai emisi gas metana dari sampah sudah banyak dilakukan, baik dengan cara

    perhitungan maupun dengan pengukuran langsung di lapangan. Berdasarkan jumlah penduduk

    Indonesia yang mencapai 218,8 juta orang, dan diperkirakan setiap orang menghasilkan

    sampah sebesar 0,61 kg/orang per hari (Wahyu Purwanto, 2009), maka sampah yang dihasilkan

    mencapai 133.468.000 kg/hari atau sekitar 133.468 ton/hari. Berdasarkan perkiraan setiap ton

    sampah dapat menghasilkan 50 kg gas metana (Sudarman, 2010), sehingga emisi gas metana di

    Indonesia yang diakibatkan oleh sampah dapat mencapai 6.673 ton/hari.

    b. Emisi dari Rawa

    Dalam klasifikasi sumber GRK rawa termasuk dalam klasifikasi lahan basah. Pada daerah rawa

    banyak terdapat bahan-bahan organik, misalnya dari rerumputan atau tumbuhan yang

  • membusuk. Selanjutnya bahan-bahan organik ini dengan bantuan mikroorganisme

    methanogens dan kondisi tertentu (terutama kurangnya oksigen) akan terurai menghasilkan

    gas metana.

    Penelitian emisi gas metana di daerah rawa di Indonesia masih jarang sekali dilakukan.

    Penelitian besarnya emisi gas metana dari rawa yang dilakukan di Kanada menunjukkan nilai

    emisi yang sangat berfluktuasi antara 0,39 197,81 mmol/m2/hari (Pelletier,et all, 2007) atau

    0,00624 3,16496 g/m2/hari. Dengan asumsi nilai rata-ratanya merupakan nilai rata-rata dari

    angka minimal dan maksimalnya maka nilai rata-rata emisi gas metana pada rawa gas adalah

    sebesar 1,5856 g/m2/hari. Berdasarkan luas rawa di Indonesia yang mencapai 33,4 juta Ha (

    Simatupang, P dan A.Adimiharja, 2004), maka dapat diperkirakan besarnya emisi gas metana

    dari rawa mencapai 529.590 ton/hari.

    c. Emisi dari Tanaman Padi di Sawah

    Pada negara tropis yang agraris, proses penanaman padi merupakan sumber emisi gas metana

    yang cukup besar. Pada proses penanaman padi, sisa-sisa bahan organik misalnya dari jerami

    yang terus terendam akan membusuk menghasilkan gas metana. Pelepasan gas metana dari

    tanaman padi di sawah dapat terjadi melalui tiga proses yaitu, melalui pembuluh aerenkima

    tanaman padi, melalui proses difusi dalam gelembung udara dan melalui pelarutan dalam

    air irigasi. Besarnya emisi gas metana dari proses penanaman padi sangat beragam, antara

    lain bergantung pada cara pengelolaan tanahnya. Penelitian yang dilakukan oleh Prihasto dan

    kawan-kawan memberikan nilai emisi gas metana dari proses penanaman padi di Indonesia

    sebesar 169,9 kg/ha/musim tanam (Prihasto et. al, 2008). Kalau satu tahun terdiri dari 3 kali

    musim tanam, maka emisi gas metana dari tanaman padi di sawah diperkirakan sebesar 0,1396

    g/m2/hari. Berdasarkan data statistik, luas tanaman padi di Indonesia mencapai sekitar 12,88

    juta hektar, maka perkiraan emisi gas metana dari sawah padi dapat mencapai 17.986 ton/hari.

    d. Emisi dari Peternakan

    Usaha peternakan merupakan sumber gas metana yang juga dianggap potensial. Di Amerika

    usaha peternakan ini merupakan sumber emisi gas metana terbesar ketiga (US-EPA,2011b).

    Pada usaha peternakan ini, emisi gas metana ke atmosfir dapat terjadi dalam dua cara. Cara

    pertama yang disebut enteric fermentation yang terjadi dalam perut binatang ternak

    memamah biak seperti sapi, domba dan kambing. Pada saat binatang-binatang ini melakukan

    pencernakan terbentuklah gas metana dalam jumlah yang cukup banyak. Cara yang kedua

    adalah melalui kotoran dari binatang-binatang tersebut. Kotoran binatang tersebut

    mengandung banyak bahan-bahan organik. Apabila bahan organik tersebut terdekomposisi

    dalam suasana anaerob, maka akan menghasilkan gas metana.

    Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan emisi gas metana dari satu ekor sapi di negara

    berkembang diperkirakan sebesar 95,9 g/ekor/hari (Veerasamy,S., at al.,2011). Dari data yang

  • dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik bersama Kementerian Pertanian tercatat jumlah sapi dan

    kerbau sekitar 15,4 juta ekor, dengan demikian emisi gas metana dari sektor peternakan

    diperkirakan sekitar 1.477 ton/hari. Nilai ini belum termasuk yang berasal dari kuda, babi,

    kambing, domba, itik, ayam, bebek, angsa dan jenis ternak lainnya.

    Berdasarkan data dan perhitungan di atas terlihat bahwa meskipun waduk sebagai salah satu

    sumber gas metana, tetapi secara umum jumlahnya relative sedikit dibandingkan dengan

    sumber-sumber lainnya seperti rawa, tanaman padi sampah, ternak dan idustri ( Gambar 3.)

    e. Emisi dari limbah Industri.

    Limbah industri yang banyak mengandung zat organic seperti industry makanan dan minuman

    juga menghasilkan gas metana. Jumlahnya cukup besar, tetapi saat pada makalah ini belum

    dimuat.

    Gambar 3 : Perbandingan emisi gas metana dari berbagai sumber (dalam ton/hari)

    Dari Gambar 3 tersebut di atas menunjukkan bahwa emisi paling besar dihasilkan oleh rawa.

    Nilai ini merupakan hasil perhitungan yang berdasarkan asumsi data emisi gas metana per

    satuan luas yang diambil dari hasil penelitian di tempat lain. Selain nilai emisi per satuan luas

    yang masih berdasarkan asumsi, besarnya emisi gas metana dari rawa juga disebabkan karena

    luasnya rawa di Indonesia. Sebaliknya emisi paling kecil dihasilkan dari peternakan.

    Dibandingkan dengan keadaan di luar negeri usaha peternakan di Indonesia masih belum

    banyak berkembang sehingga emisi gas metana yang dihasilkan juga relatif kecil. Emisi gas

    metana dari waduk di Indonesia diperkirakan sebesar 1,675 ton per hari. Nilai tersebut masih

    dibawah nilai emisi gas metana yang berasal dari rawa, tanaman padi dan sampah.

  • 4.KESIMPULAN DAN SARAN

    Nilai emisi gas metana dari waduk berbeda antara satu waduk dengan waduk yang lain bahkan walaupun satu waduk tapi lokasinya berbeda nilai emisi tetpa berbeda. Nilai emisi gas metana di waduk di Pulau jawa berkisar antara 0,094 4,461 g/m2/hari dengan rata-rata 1,705 g/m2/hari. Berdasarkan data, luas waduk di Indonesia sekitar 98.269 Ha maka besarnya emisi gas metana dari waduk di seluruh Indonesia diperkirakan sekitar 1,675 ton/ hari. Dengan emisi sebesar itu ternyata waduk bukan merupakan sumber emisi gas metana yang potensial. Apabila dibandingkan sumber-sumber lainnya seperti rawa, tanaman padi ataupun dari sektor persampahan nilai tersebut sangat kecil. Dalam upaya mengurangi emisi gas metana dari waduk dapat dilakukan dengan beberapa cara

    antara lain:

    Untuk lahan bakal waduk, sebelum digenangi perlu dilakukan pembersihan dari tanaman atau tumbuhan liar sehingga akan mengurangi proses pembusukan pada waktu waduk sudah tergenang sehingga emisi gas metana yang mungkin dihasilkan juga dapat dikurangi

    Untuk waduk yang sudah lama tergenang, kalau di bagian pinggir waduk terdapat banyak tanaman liar atau tanaman lain pada saat muka air surut perlu dibersihkan sehingga mengurangi proses pembusukan bahan organik pada waktu muka air waduk mengalami kenaikan.

    Kualitas air sungai yang masuk ke dalam waduk perlu dijaga agar tidak banyak mengandung bahan-bahan pencemar, terutama bahan pencemar organik karena bahan pencemar organik dalam air waduk pada akhirnya akan menyebabkan meningkatnya emisi gas metana.

    Upaya lain untuk menekan emisi metana adalah dengan mencari mikroba yang mengkonsumsi dan mengoksidasi gas metana.

  • DAFTAR PUSTAKA

    1. Emma Hllqvist, (2012), Methane emissions from three tropical hydroelectrical reservoirs, Committee of Tropical Ecology, Uppsala University, Sweden

    2. Gruca-Rokosz, R., , E.Czerwieniec, J.A. Tomaszek, (2011), Methane Emission from the Nielisz Reservoir, Environment Protection Engineering, Vol. 37, 2011, No. 3

    3. Hapsari, C. (2011), Studi Emisi Karbondioksida (CO2) dan Metana (CH4) Dari Kegiatan Reduksi Sampah di Wilayah Surabaya Bagian Selatan, Jurusan Teknik Lingkungan, FakultasTeknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh November. Surabaya.

    4. International Rivers Press Release, (2007), India_Dams_Methane_Emissions. http: www//.internationalrivers.org.

    5. Kem. Kelautan dan Perikanan (2011), Kelautan dan Perikanan Dalam Angka 2011, Pusat Data Statistik, Kementerian Kelautan dan Perikanan.

    6. Keppler F. et al (2006), Methane emissions from terrestrial plants under aerobic conditions. Nature 439. 187-191.

    7. MED India net working for Health, (2007), Capture-and-Burn-Methane-in-Dams-a-New-Proposition-to-Counter-Global-Warming. http://www.medindia.net/news

    8. Pelletier, L, T. R. Moore, N. T. Roulet , M. Garneau , V. Beaulieu-Audy (2007), Methane fluxes from three peatlands in the La Grande Rivire watershed, James Bay lowland, Canada, Journal of Geophysical Research, vol. 112, G01018, 12 PP., 2007

    9. P.M.Fearnside (2007), Why Hydropower is Not Clean Energy. http://scitizen.com/future-energies/

    10. Prihasto,S., A.K.Makarim, H.Pawitan, I.Anas, L.I.Amien dan E.Sumaini, (2008), Indonesia Experience in Determining Country Spesific Emission Factor in Agriculture Sector.

    11. Puslitbang Sumber Daya Air 1995. Bendungan Besar di Indonesia. 80 hal. 12. Supangat, A.B dan Paimin (2007), Kajian Peran Waduk Sebagai Pengendali Kualitas Air

    Secara Alami, Forum Geografi, Vol. 21, No. 2, Des.2007 13. US-EPA, (2010), Methane and Nitrous Oxide Emissions From Natural Sources, United

    States Environmental Protection Agency, Office of Atmospheric Programs, Washington DC.

    14. US-EPA, (2011), Greenhouse Emissions, United States Environmental Protection Agency. 15. US-EPA, (2011), Ruminant Livestock, United States Environmental Protection Agency. 16. Vincent, L.St. Louis, Carol A. Kelly, Eric Duchemin, John W. M. Rudd, and David M.

    Rosenberg, (2000), Reservoir Surfaces as Sources of Greenhouse Gases to the Atmosphere: A Global Estimate, Bio Science 50(9):766-775.

    17. Wahyu Purwanta, (2009), Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dari Sektor Sampah Perkotaan di Indonesia, Jurnal. Tek.Lingkungan, Vol 10, No. 1, Jakarta.

    18. West System, 2006, Portable Diffuse Fluxmeter, Pontedera, Pisa 19. W.V. Department of Health and Human Resources (2006), Methane in West Virginia

    Ground Water, West Virginia.

  • 20. Zakarya,I.A., H. A. Tajaradin, I. Abustan dan N. Ismail, (2008), Relationship between Methane Production and Chemical Oxygen Demand (COD) in Anaerobic Digestion of Food Waste, ICCBT 2008 - D - (03) - pp29-36