EMBOLI PARU

14
Modul Ilmu Penyakit Dalam Pulmonologi EMBOLI PARU Tujuan pembelajaran umum Setelah mengikuti modul ini peserta didik akan mempunyai keterampilan dalam mendiagnosis dan mengelola pasien emboli paru Tujuan pembelajaran khusus Setelah mengikuti modul ini peserta didik akan memiliki kemampuan untuk: 1. Mendiagnosis emboli paru. 2. Mengidentifikasi faktor predisposisi pada pasien 3. Melakukan penatalaksanaan emboli paru 4. Memberikan saran terhadap upaya pencegahan Pokok bahasan/sub pokok bahasan 1. Diagnosis emboli paru 2. Faktor predisposisi emboli paru 3. Penataksanaan dengan trombolitik Metode A. Proses pembelajaran dilaksanakan melalui metode: Supervised direct patient care Small group discussion Peer assisted learning Didactic sessions Bedside teaching Task-based Medical Education B. Peserta didik paling tidak sudah harus mempelajari (prasyarat): Bahan acuan referensi Ilmu dasar yang berkaitan dengan topik pembelajaran seperti anatomi regio toraks, fisiologi, patologi, dan farmakologi obat-obat yang terkait. Ilmu klinik dasar tentang tata cara anamnesis dan pemeriksaan jasmani umum. C. Penuntun belajar (lampiran 1). D. Tempat belajar (training setting): Poliklinik Penyakit Dalam RSCM Ruang rawat inap RSCM 1

description

emboli

Transcript of EMBOLI PARU

EMBOLI PARU

Modul Ilmu Penyakit Dalam

PulmonologiEMBOLI PARU

Tujuan pembelajaran umum

Setelah mengikuti modul ini peserta didik akan mempunyai keterampilan dalam mendiagnosis dan mengelola pasien emboli paru

Tujuan pembelajaran khusus

Setelah mengikuti modul ini peserta didik akan memiliki kemampuan untuk:

1. Mendiagnosis emboli paru.2. Mengidentifikasi faktor predisposisi pada pasien3. Melakukan penatalaksanaan emboli paru4. Memberikan saran terhadap upaya pencegahan

Pokok bahasan/sub pokok bahasan

1. Diagnosis emboli paru2. Faktor predisposisi emboli paru3. Penataksanaan dengan trombolitik

MetodeA. Proses pembelajaran dilaksanakan melalui metode:

Supervised direct patient care

Small group discussion

Peer assisted learning

Didactic sessions

Bedside teaching

Task-based Medical Education

B. Peserta didik paling tidak sudah harus mempelajari (prasyarat):

Bahan acuan referensi

Ilmu dasar yang berkaitan dengan topik pembelajaran seperti anatomi regio toraks, fisiologi, patologi, dan farmakologi obat-obat yang terkait.

Ilmu klinik dasar tentang tata cara anamnesis dan pemeriksaan jasmani umum.

C. Penuntun belajar (lampiran 1).

D. Tempat belajar (training setting):

Poliklinik Penyakit Dalam RSCM

Ruang rawat inap RSCM

IGD, HCU, ICU, ICCU

Media Kuliah

Laporan dan diskusi kasus

Bedside teaching

Penanganan pasien langsung dalam supervisi

E-learning

Alat bantu pembelajaran Ruang diskusi

Sarana audio-visual

Internet connection

Evaluasi

1. Pada awal kegiatan dilaksanakan pre-test yang bertujuan untuk menilai kinerja awal peserta didik dan untuk mengidentifikasi kekurangan yang ada.

2. Proses penilaian oleh fasilitator dalam small group discussion yang membahas hal-hal yang berkaitan dengan penuntun belajar.

3. Role play bersama teman sejawat (peer assisted learning) atau SP (standardized patient). Pada kegiatan ini peserta didik yang bersangkutan tidak diperkenankan membawa tuntunan belajar. Tuntunan belajar dipegang oleh rekan-rekan lain yang bertugas melakukan evaluasi (peer assisted evaluation).

4. Direct observation oleh fasilitator melalui metode bedside teaching di mana peserta didik yang bersangkutan mengaplikasikan penuntun belajar kepada pasien sesungguhnya. Pada kegiatan ini, fasilitator memberikan penilaian:

Perlu perbaikan: pelaksanaan belum benar atau sebagian langkah tidak dilaksanakan.

Cukup: pelaksanaan sudah benar tetapi tidak efisien, misalnya kurang mempertimbangkan kenyamanan pasien atau waktu pemeriksaan terlalu lama.

Baik: pelaksanaan baik dan benar.

Pada akhir kegiatan dilakukan diskusi antara peserta didik dengan fasilitator sebagai sarana untuk memberi masukan dan memperbaiki kekurangan yang ada.

5. Self assesment dan peer assisted evaluation menggunakan penuntun belajar.

6. Direct observation oleh fasilitator dengan menggunakan evaluation checklist form (lampiran 2). Peserta didik memberikan penjelasan secara lisan kepada fasilitator. Kriteria penilaian yang digunakan: cakap/tidak cakap/lalai. Di akhir penilaian peserta didik diberi masukan dan bula perlu diberikan tugas yang dapat memperbaiki kinerja (task-based medical education).

7. Formatif: penilaian melalui ujian tulis (MCQ, essay) dan ujian kasus.

Target

1. PPDS tahap I: pencapaian kompetensi kompeten

2. PPDS tahap II: pencapaian kompetensi profisiens

Staf Pengajar

Staf pengajar adalah staf yang karena keahliannya diberi wewenang untuk membimbing, mendidik dan menilai peserta didik. Staf pengajar dibagi 3 kelompok,yaitu :

1. Pembimbing, yaitu staf yang mepunyai tugas melaksanakan pengawasan dan bimbingan dalam peningkatan ketrampilan peserta didik, tetapi tidak diberi tanggung jawab atas peningkatan bidang ilmiah (kognitif). Kualifikasi pembimbing adalah Dokter Spesialis Penyakit Dalam yang ditunjuk oleh Ketua Departemen dan minimal telah memiliki masa kerja sebagai spesialis penyakit dalam selama minimal 3 tahun.

2. Pendidik, yaitu staf yang selain mempunyai tugas sebagai pembimbing, juga bertanggung jawab atas bimbingan peningkatan bidang ilmiah (kognitif). Kualifikasi pembimbing adalah seorang Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan (SpPD-K) dengan kekhususan Pulmonologi.

3. Penilai, yaitu staf yang selain mempunyai tugas sebagai pembimbing dan pendidik, juga diberi wewenang untuk menilai hasil belajar peserta didik. Kualifikasi penilai adalah seorang Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan (SpPD-K) dengan kekhususan Pulmonologi yang telah menjadi SpPD-K minimal 3 tahun.

Referensi

1. Riedel M, Hall RJC. Pulmonary Vascular Disease. In: Brewis RAL, Corrin B, Geddes DM, Gibson GJ. Editor. Respiratory Medicine. Second Edition. London: W.B. Saunders. 1995; p.1492-515.2. Bordow RA, Ries AL, Morris TA. Editor. Manual of clinical Problems in Pulmonary Medicine. Sixth Edition. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. 2006; p.357-91.3. Maurer JR. Pulmonary Embolism. In: American College of Chest Physicians. Illinois: AACM. 2006.4. Palevsky HI, Kelley MA, Fishman AP. Pulmonary Thromboembolic Disease. In: Fishman AP, Elias JA, Fishman JA, Grippi MA, Kaise LR, Senior RM. Editor. Fishmans Pulmonary Diseases and Disorders. Third Edition. New York: McGraw-Hill. 1998; p.1297-329.

5. Pulmonary Thromboembolism. In Ferri FF, Et al. Editor. PDxMD Respiratory medicine. Philadelphia: Elsevier Science. 2003. p. 651-86.

6. Pulmonary Embolism. In Weinberger SE. Editor. Principles of Pulmonary Medicine. 4th Ed. Philadelphia: Elsevier Science. 2004. p.181-90.

7. Pak LK, Messina LM, Wakefield TW. Veins & Lymphatics. In: Way LW, Doherty GM. Editor. Current Surgical Diagnosis and Treatment. Eleventh Edition. California: McGraw-Hill. 2003; p.880-2.

8. Tapson VF. Presentation and Diagnosis of Venous Thromboembolic Disease. In: Crapo JD, Glassroth J, Karlinsky J, King TE. Baums Textbook of Pulmonary Diseases. Seventh Edition. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. 2004; p.731-46

9. Morris TA. Management of Pulmonary Thromboembolic Diseases. In: Crapo JD, Glassroth J, Karlinsky J, King TE. Baums Textbook of Pulmonary Diseases. Seventh Edition. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. 2004; p. 747-76.

LAMPIRAN I PENUNTUN BELAJAR

Penilaian kinerja dilakukan pada setiap langkah dengan menggunakan skala penilaian berikut:

1. Perlu perbaikan: langkah tidak dikerjakan dengan benar atau dalam urutan yang salah.

2. Cukup: langkah dikerjakan dengan benar, dalam urutan yang benar (bila diperlukan), tetapi belum lancar.

3. Baik: langkah dikerjakan dengan efisien dan dalam urutan yang benar (bila diperlukan).

Nama peserta didikTanggal

Nama pasienNo Rekam Medis

PENUNTUN BELAJAR

EMBOLI PARU

NoKegiatan/langkah klinikKesempatan ke

12345

IANAMNESIS

1.Menyapa pasien dan keluarganya, memperkenalkan diri dan menjelaskan maksud anda.

2.Menanyakan keluhan utama dan deskripsinya.

3.Apakah terdapat dispnoe, takikardia, nyeri dada, batuk, sinkope?

4. Apakah terdapat obat-obatan yang dikonsumsi pasien secara rutin?

5.Apakah terdapat faktor predisposisi pada pasien? (genetik, trauma, tindakan bedah, kehamilan, kontrasepsi oral, imobilisasi, dll)

IIPEMERIKSAAN FISIK

1.Terangkan akan dilakukan pemeriksaan fisik pada pasien

2.Tentukan keadaan umum

3.Lakukan pengukuran tanda vital: kesadaran, tekanan darah, laju nadi, laju pernapasan, dan suhu tubuh.

4.Lakukan pemeriksaan fisik lengkap secara sistematis.

5.Tanda-tanda sianosis

6.Tanda-tanda gangguan respirasi (dispnoe)

7.Tanda-tanda hipertensi pulmonal

Tanda-tanda trombosis vena dalam pada ekstremitas bawah.

IIIPEMERIKSAAN PENUNJANG

1.Analisa gas darah arteri

2.Elektrokardiografi

3.Plasma D-dimer

4.Pemeriksaan roentgen toraks

5.Ventilation/perfusion lung scan

6.Pemeriksaan CT-scan

7.Angiografi pulmoner

IVDIAGNOSIS

Menegakkan diagnosis berdasarkan hasil anamnesis.

Menegakkan diagnosis berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Menegakkan diagnosis berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

VPENATALAKSANAAN

1.Edukasi pasien dan keluarga mengenai penyakit dan tatalaksana penyakit.

2.Terapi antikoagulasi (heparin, warfarin)

3.Pencegahan berulangnya penyakit dengan memberikan tatalaksana untuk faktor predisposisi.

4.Mengevaluasi tanda-tanda komplikasi

5.Mengelola komplikasi

6Melakukan konsultasi lintas bagian jika diperlukan.

LAMPIRAN II DAFTAR TILIK

Berikan tanda dalam kotak yang tersedia sesuai dengan penilaian terhadap keterampilan peserta didik dalam melaksanakan langkah/kegiatan. Cantumkan TD bila tidak dilakukan pengamatan.

Nama peserta didikTanggal

Nama pasienNo Rekam Medis

DAFTAR TILIK

EMBOLI PARU

NoKegiatan/langkah klinikHasil penilaian

LalaiTidak cakapCakap

IANAMNESIS

1.Sikap profesionalime:

Menghormati pasien

Empati

Kasih sayang

Menumbuhkan kepercayaan

Mempertimbangkan kenyamanan pasien

Terampil berkomunikasi secara verbal

Terampil menggunakan komunikasi non-verbal (kontak mata, bahasa tubuh)

2.Menarik kesimpulan gejala dan tanda yang ada merupakan manifestasi emboli paru.

3.Menarik kesimpulan adakah faktor predisposisi.

4.Menarik kesimpulan adakah penyakit penyerta (PPOK)

IIPEMERIKSAAN FISIK

1.Sikap profesionalime:

Menghormati pasien

Empati

Kasih sayang

Menumbuhkan kepercayaan

Mempertimbangkan kenyamanan pasien

Terampil berkomunikasi secara verbal

Terampil menggunakan komunikasi non-verbal (kontak mata, bahasa tubuh)

2.Menentukan keadaan umum

3. Pengukuran tanda vital: kesadaran, tekanan darah, laju nadi, laju pernapasan, dan suhu tubuh

4. Pemeriksaan status gizi, menghitung IMT

5.Pemeriksaan kepala

6.Pemeriksaan mata

7.Pemeriksaan THT

8.Pemeriksaan leher

9.Pemeriksaan dada

10.Pemeriksaan jantung

11.Pemeriksaan paru

12.Pemeriksaan abdomen

13.Pemeriksaan ekstremitas

14.Pemeriksaan neurologis

IIIUSULAN PEMERIKSAAN

Keterampilan dalam memilih rencana pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosis kerja.

IVDIAGNOSIS

Keterampilan dalam memberikan pengkajian dari diagnosis kerja yang ditegakkan.

VPENATALAKSANAAN

1.Memilih jenis pengobatan atas pertimbangan keadaan klinis, faktor sosial ekonomi, nilai yang dianut pasien, pendapat pasien, dan efek samping.

2.Memberi penjelasan mengenai pengobatan yang akan diberikan, termasuk mengenai keuntungan dan kerugiannya.

3.Memantau hasil pengobatan.

EMBOLI PARUEmboli paru dideskripsikan sebagai sumbatan arteri pulmoner atau salah satu cabangnya oleh trombus atau benda asing. Kondisi klinis seperti tindakan bedah, kanker, obesitas, dan kehamilan dapat mempresipitasi emboli paru, terutama bila terdapat predisposisi genetik. Kebanyakan emboli paru disebabkan oleh trombus dari vena profunda tungkai bawah dan pelvis, imobilisasi, bedah mayor, penyakit keganasan atau kemoterapi kanker, kontrasepsi oral, obesitas, dan kateterisasi vena sentral. Penyebab selain trombus misalnya lemak, tumor, udara, dan cairan amnion. Faktor predisposisi termasuk triad Virchow, predisposisi genetik untuk trombosis vena, resistensi terhadap protein C, faktor V Leiden, dan stres.

Emboli udara terjadi dapat terjadi pada prosedur pemasangan kateter vena sentral. Emboli cairan amnion terjadi pada fase aktif persalinan. Emboli lemak yang berasal dari fraktur tulang panjang menyebabkan sindrom yang dicirikan dengan insufisiensi pernapasan, koagulopati, ensefalopati, dan ruam petekie pada tubuh bagian atas.

Jumlah pasien emboli paru yang mengalami infark pulmoner kurang dari 10%. Patofisiologi emboli paru tergantung dari ukuran dan frekuensi emboli, dan pada keadaan paru. Obstruksi arteri besar parudapat meningkatkan tekanan arteri pulmoner dan menyebabkan gagal ventrikel kanan akut, tetapi kebanyakan manifestasi klinik emboli paru disebabkan oleh pelepasan zat vasoaktif yang mengakibatkan vasokonstriksi pulmoner.DIAGNOSIS

Emboli paru sulit didiagnosis secara tepat karena kurangnya gejala dan tanda yang spesifik; > 50% kasus emboli paru didiagnosis postmortem. Gejala bervariasi mulai dari tidak ada sama sekali sampai mengancam nyawa. Gejala yang dapat ditemukan diantaranya dispnoe, nyeri dada, hemoptisis, batuk, berkeringat, ansietas, sinkope, hipotensi, atau sianosis. Pada pemeriksaan fisik, takipnoe adalah gejala yang paling sering ditemukan, selain itu juga ditemukan takikardia, hiperpnoe, penurunan suara napas, distensi vena leher, crackles, mengi, demam minimal, dan pleural friction rub.

Pemeriksaan penunjang untuk kasus emboli paru dapat dibagi menjadi: uji diagnostik non pencitraan, pencitraan noninvasif, dan modalitas diagnostik invasif. Pemeriksaan gas darah arteri dikatakan tidak terlalu berguna untuk diagnostik. Kebanyakan pasien dengan emboli paru akut memiliki alkalosis respiratorik akut. Plasma D-dimer meningkat (> 500 ng/mL) pada 97% pasien dengan emboli paru. Elektrokardiografi memperlihatkan gambaran abnormal pada > 80%, tetapi kelainan yang tampak biasanya minor, tidak spesifik , dan sifatnya sementara. Foto toraks dapat memberi kesan normal atau kelainan minimal. Scan ventilasi/perfusi paru menjadi tes yang berguna untuk diagnosis. Sensitivitas dan spesifisitasnya mencapai 90% jika hasilnya dikorelasikan dengan pengkajian faktor resiko secara klinis. Hasil normal dapat mengeksklusi emboli paru. Angiografi pulmoner adalah metode diagnostik yang dianggap paling spesifik yang dapat memberikan diagnosis definitif bahkan pada emboli berukuran kecil (1-2 mm), sehingga dianggap sebagai tes standar emas. CT-scan angiografi adalah tes yang memiliki sensitivitas dan spesifisitas tinggi untuk emboli paru di arteri besar paru dan arteri lobaris. USG Doppler adalah tes noninvasif yang dapat digunakan untuk diagnosis trombosis vena dalam. PENATALAKSANAAN

Tujuan penatalaksanaan pada pasien emboli paru adalah stabilisasi pasien, memberikan terapi tambahan berupa analgesik, oksigenasi, dan dukungan psikologis, mencegah kondisi tersebut berulang, dan mencegah emboli minor berkembang menjadi emboli mayor akut.Heparin umumnya menjadi obat terpilih sebagai terapi utama. Heparin atau antikoagulan heparin dengan berat molekul rendah diberikan segera setelah diagnosis dibuat dan setelah stabilisasi pasien. Warfarin mencegah aktivasi beberapa faktor koagulasi dan merupakan pilihan untuk terapi jangka panjang emboli paru. Streptokinase dan urokinase adalah agen trombolitik yang dapat menguraikan trombus paru yang menyumbat dan sumber trombus di vena tungkai bawah. Jika dibandingkan dengan terapi heparin saja, terapi trombolitik dapat mempercepat resolusi emboli paru dalam 24 jam pertama. Kerugian penggunaan terapi ini adalah harganya yang lebih mahal dan resiko komplikasi perdarahan yang bermakna.Interupsi vena cava inferior dipertimbangkan pada pasien yang memiliki trombus vena luas atau dalam terapi heparin adekuat atau pada pasien yang memiliki kontraindikasi untuk terapi antikoagulan. Pada pasien dengan hemodinamik tidak stabil yang tidak berhasil diterapi dengan trombolitik, memerlukan ekstraksi trombus dengan bedah terbuka atau perkutan. Embolektomi diindikasikan pada pasien dengan emboli paru masif, tetapi tindakan ini hanya dilakukan bila trombolisis dikontraindikasikan dan pada pasien dengan syok refrakter dan hipotensi. Embolektomi paru dengan bedah terbuka diindikasikan untuk pasien dengan hipotensi yang tidak dapat diperbaiki, pasien yang gagal diterapi dengan embolektomi transkateter, dan pada pasien dengan emboli tumor atau benda asing. PAGE 9