eksplorasi
-
Upload
randy-saputra -
Category
Documents
-
view
171 -
download
3
description
Transcript of eksplorasi
BAB I
PENDAHULUAN
Industri pertambangan merupakan salah satu industri yang memanfaatkan sumberdaya
mineral/bahan galian untuk kesejahteraan masyarakat dan pengembangan suatu daerah
mempunyai resiko yang tinggi (kerugian). Agar usaha pertambangan tersebut dapat berjalan
dan memperoleh keuntungan, maka potensi sumberdaya/bahan galian yanga ada harus
diketahui dengan pasti, begitu juga terhadap resiko yang ada, yang dapat dirinci sebagai
resiko geologi, resiko ekonomi-teknologi, dan resiko lingkungan harus dihilangkan atau
paling tidak diminimalkan.
Dasar pengambilan keputusan apakah sumberdaya mineral /bahan galian yang ada
layak untuk ditambang atau tidak dapat diperoleh dari data hasil KEGIATAN
EKSPLORASI yang dilakukan secara langsung dilapangan. Jadi kegiatan eksplorasi
merupakan suatu kegiatan yang harus dilakukan sebelum suatu usaha pertambangan
dilaksanakan. Hasil dari kegiatan eksplorasi harus dapat memberikan informasi yang lengkap
dan akurat mengenai sumberdaya mineral/bahan galian maupun kondisi geologi yang ada,
agar study kelayakan untuk pembukaan usaha pertambangan yang dimaksud dapat dilakukan
dengan teliti dan benar (akurat).
Kegiatan Eksplorasi dalam dunia pertambangan adalah kegiatan mencari dan
mengetahui objek geologi yang pada umumnya mengandung cebakan mineral, batubara
maupun minyak/gas. Sebelum melakukan kegiatan eksplorasi, seorang explorer harus
mempunyai konsep yang akan di terapkan dalam kegiatan eksplorasi tersebut, karena metode
– metode eksplorasi yang di terapkan untuk setiap jenis endapan berbeda, contohnya untuk
Logam metode yang cocok yaitu dengan metode Geolistrik atau Geomagnet, sedangkan
untuk batubara metode yang tepat yaitu Test pit, Trenching, maupun Pemboran.
Sesuai dengan kurikulum yang ditetapkan, maka dianggap perlu untuk mengadakan
praktek lapangan eksplorasi ini. Hal ini juga disebabkan oleh pertimbangan lain bahwa teori
dan praktek harus seiring dan sejalan atau adanya keseimbangan antara teori dan praktikum.
1
1.1 Maksud dan Tujuan Penyelidikan
a. Maksud
Maksud diadakannya penyelidikan praktik lapangan Teknik Eksplorasi
adalah agar mahasiswa dapat mengaplikasikan/menerapkan teori diperoleh
di bangku kuliah untuk diterapkan atau di korelasikan dilapangan, Sehingga
akan tejadi sinkronisasi diantara keduanya.
b. Tujuan
Adapun tujuan diadakan penelitian yaitu sebagai berikut :
Mengetahui potensi-potensi sumber daya alam yang terdapat pada
daerah sekitar penyelidikan.
Mengetahui dan memperlajari bahan galian yang terdapat pada daerah
sekitar penelitian.
Untuk melihat secara langsung kondisi yang sebenarnya di lapangan.
Dapat mengamati langsung bahan galian/mineral yang dicari.
Dapat memahami cara peggunaan alat di lapangan.
Untuk memahami cara-cara pengambilan sampel di lapangan.
Untuk mengetahui formasi singkapan.
Mahasiswa dapat mempelajari kegiatan-kegiatan Eksplorasi secara
langsung di lapangan.
Anggota tim penyelidikan
Untuk mempermudah dalam melakukan kegiatan eksplorasi di lapangan. Para
dosen pembimbing membagi 3 Regu yang setiap regunya terdiri dari 5 kelompok, tiap
kelompok terdiri dari 5 orang/kelompok. Kami kelompok 11 yg beranggotakan.
2
1. Nama-nama anggota kelompok 4 dari kiri ke kanan pada gambar diatas tersusun dari : Muh
Alif Rifqi,Elipas sura,Rendy A Amaral,Patricia yunita,lestari amalbakti Penyelidikan yang
pernah dilakukan.
Penyelidikan yang pernah dilakukan di Desa Uludaya Kec. Mallawa Kab. Maros
yaitu Investor untuk melakukan ekplorasi yang beelanjut pada kegiatan penambangan
sampai tahun 1984 yang kemudian dilanjutkan oleh CV. Taman Indah sampai sekarang.
Sebelumnya, ada beberapa ahli yang telah melakukan penelitian terlebih dahulu pada
daerah tersebut antara lain :
1. VAN BEMMELEN, 1949, yang menulis tentang lengan selatan pulau Sulawesi.
2. DJURI dan SUJATMIKO, 1974, meneliti geologi lembar Pangkajene dan bagian barat lembar
Palopo Sulawesi Selatan dengan skala 1:250.000.
3. S. SARTONO dan K.A.S. ATADIREJA, 1981, meneliti geologi kuarter Sulawesi Selatan
danTenggara.
4. SURTONO dan ASTADIREJA, 1981, Meneliti Geologi Karst Sulawesi Selatan dan Sulawesi
Tenggara.
RAB. SUKAMTO, 1982, membuat peta geologi regional lembar Pangkajene dan Watampone
bagian Barat, Sulawesi Selatan
3
BAB II
GEOGRAFI DAN KEADAAN GEOLOGI
2.1 Geografi daerah penyelidikan
Kabupaten Maros terletak di bagian barat Sulawesi selatan antara 400 40’ -
500 07’ Lintang selatan dan 1090 205 - 1290 12’ Bujur timur, merupakan
daerah penyangga Ibu Kota Provinsi Sulawesi selatan dengan jarak sekitar 30
Km arah utara Kota Makassar dengan kawasan pantai sepanjang + 31 Km di
Selat Makassar yang berbatasan dengan:
Sebelah Utara : Dengan Kabupaten Pangkep
Sebelah Selatan : Dengan Kota Makassar dan Kabupaten Gowa
Sebelah Timur : Dengan Kabupaten Bone
Sebelah Barat : Dengan Selat Makassar
Luas wilayah Kabupaten Maros 1.619 Km2 atau sekitar 2,6 % wilayah Sulawesi selatan
secara administratif yang terdiri atas 7 kecamatan, 75 desa/kelurahan.
Kegiatan eksplorasi yang kita lakukan bertempat di desa Uludaya terletak pada latitude
-4.814444 , longitude 119.8806 , dengan koordinat 4° 48' 52″Lintang Selatan dan 119° 52' 50″
Bujur Timur . Dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat
dengan jarak 90 Km dan lama perjalanan 3 – 4 jam dari kota Makassar. Kondisi jalan yang di
lewati masih dalam tahap pengerasan yang kadang menyulitkan perjalanan untuk mencapai
desa tersebut. . Adapun luas daerah desa Uludaya adalah 11,30 Km2.
2.1.1 Kemiringan lereng
Lereng adalah
derajat kemiringan
permukaan tanah
yang dihitung
dengan melihat
perbandingan
antara jarak vertikal
dengan jarak
horizontal dari dua
4
buah titik dipermukaan tanah di kali seratus persen. Lereng tanah
merupakan pembatas bagi sebagian besar usaha menempatkan suatu
kegiatan dan keterbatasan dalam pemilihan teknologi pengilahan, selain
itu lereng mempengaruhi besarnya erosi tanah sehingga secara tidak
langsung mempengaruhi kualitas tanah.
Di daerah Kabupaten Maros memiliki keadaan lereng permukaan tanah
diklasifikasikan sebagai berikut : (I) 0 – 2 %, (II) 2 – 15 %, (III) 15 – 40 %,
(IV) > 40 %.
Pada Kabupaten Maros dengan kemiringan lereng 0 – 2 %
merupakan daerah yang dominan dengan luas wilayah 70.882 Km2 atau
sebesar 44 % sedangkan daerah yang memiliki luas daerah yang sempit
berada pada kemiringan 2 – 5 % dengan luas wilayah 9.165 Km2 atau
sebesar 6 % dari luas total wilayah perencanaan . Untuk pengembangan
wilayah dengan tingkat kelerengan 0 – 2 % dominan berada pada
sebelah Barat, dan pengembangan wilayah dengan tingkat kelerengan >
40 % berada pada sebelah Timur wilayah perencanaan. Untuk lebih
jelasnya sebagaimana pada tabel 3-1.
Tabel 2-1.
Klasifikasi Kemiringan Lereng di Kabupaten Maros (dalam Ha)
No Klasifikasi Lereng
Luas (Ha)
Persentase (%)
1 0 - 2 % 70.882 442 2 - 15 % 9.165 63 15 - 40 % 31.996 204 > 40 % 49.869 30Jumlah 161.912 100
Sumber : RTRW Kabupaten Maros 2005
2.1.2 Ketinggian Muka Laut
Ketinggian suatu tempat dari permukaan laut terutama di daerah
tropis dapat menentukan banyaknya curah hujan dan suhu. Ketinggian
juga berhubungan erat dengan konfigurasi lapangan, unsur-unsur curah
hujan, suhu dan konfigurasi lapangan mempengaruhi peluang
pembudidayaan komoditas.
5
Ketinggian wilayah di Kabupaten Maros berkisar antara 0 – 2000
meter dari permukaan laut. Di bagian Barat wilayah Kabupaten Maros
dengan ketinggian 0 – 25 meter dan di bagian Timur dengan ketinggian
100 – 1000 meter lebih.
Pada Kabupaten Maros dengan ketinggian 0 – 25 m merupakan
daerah yang dominan dengan luas wilayah 63.083 ha atau sebesar 39
% sedangkan daerah yang memiliki luas daerah yang sempit berada
pada ketinggian > 1000 m dengan luas wilayah 7.193 ha atau sebesar 4
% dari luas total wilayah perencanaan. Untuk lebih jelasnya
sebagaimana pada tabel 3-2.
Tabel 2-2Klasifikasi Kemiringan Lereng di Kabupaten Maros (dalam Ha)
No Interval Ketinggian
Luas (Ha)
Persentase (%)
1 0 - 25 m 63.083 392 25 - 100 m 10.161 63 100 - 500 m 45.011 284 500 - 1000 m 36.464 235 > 1000 m 7.193 4Jumlah 161.912 100
Sumber : RTRW Kabupaten Maros 2005
Kabupaten Maros terletak dibagian barat Sulawesi Selatan antara
40°45 ’- 50°07’ Lintang Selatan dan 109°205’ - 129°12’ Bujur Timur yang
berbatasan dengan Kabupaten Pangkep sebelah Utara, Kota Makassar
dan Kabupaten Gowa sebelah selatan, Kabupaten bone disebelah Barat.
Luas Wlayah Kabupaten Maros 1.619,12 km2 yang secara administrasi
pemerintahannya menjadi 14 kecamatan dan 102 Desa / Kelurahan.
Berdasarkan pencatatan kelurahan Badan stasiun Meteorologi suhu
udara di Kabupaten Maros minimum berkisar pada suhu 22,80°C (terjadi
pada bulan Juli dan Agustus) dan suhu maksimum berkisar 33,70°C
(terjadi pada bulan oktober).
6
2.2 Keadaan Lingkungan daerah Penyelidikan (Penduduk, Iklim, Topografi,
Vegetasi, dan Tataguna Lahan)
Secara umum kecamatan Mallawa memiliki 10 desa yang berada di sekitarnya. Ada banyak potensi-
potensi bahan galian yang dimiliki kecamatan Mallawa. Salah satu desa yang memilki potensi bahan
galian yang berpotensi adalah desa Uludaya. Dalam bahasa bugis Ulu berarti kepala dan Daya berarti
kekuatan jadi Uludaya adalah dengan jumlah penduduknya kurang lebih 800 jiwa dengan 178 KK
Penduduk di Desa Uludaya dominan bersuku Bugis, dengan rasa kekeluargaan dan gotong royong
yang tinggi. Penduduk desa Uludaya mayoritas memeluk agama islam dan masih memegang adat
istiadat yang kental dan kehidupan yang sederhana yang umumnya menggunakan bahasa
daerah dan dapat mengerti bahasa Indonesia. Mata pencaharian penduduk di desa Uludaya
adalah bertani dengan tanaman pertanian yang berupa kemiri, padi, jeruk, cokelat, kopi tetapi yang
dominan adalah pohon kemiri dan padi, serta sda juga yang berprofesi sebagai karyawan penambang
batubara.
3 Di daerah ini juga terdapat sumber air panas yang berasal dari bukit, yang berupa air
terjun sedangkan formasinya termasuk dalam formasi Mallawa dan formasi Camba.
Desa Uludaya merupakan daerah beriklim tropis dengan curah hujan yang
relatif tinggi yang didukung oleh hutan tropis, curah hujan per tahun 1500 mm-
3000 mm. Keadaan topografi daerah tersebut adalah merupakan dataran tinggi
dan di sekitar daerah pemukiman penduduk terdiri dari deretan pegunungan
dengan beberapa sungai permanen. Berdasarkan pencatatan kelurahan Badan
stasiun Meteorologi suhu udara di Kabupaten Maros minimum berkisar pada
suhu 22,80°C (terjadi pada bulan Juli dan Agustus) dan suhu maksimum
berkisar 33,70°C (terjadi pada bulan oktober).
Tabel 2-3Iklim Kabupaten Maros
7
Vegetasi daerah ini terdiri dari tumbuhan jati, damar, kemiri, alang-alang
dan disamping itu terdapat juga jenis-jenis tumbuhan yang dikembangkan oleh
penduduk seperti cokelat, pisang, padi, jeruk, dan lain–lain.
Perekonomian penduduk daerah penyelidikan secara umum bertumpu
pada hasil-hasil pertaniaan (bersifat agraris), Dan hanya sebagian kecil di
sektor industri dan jasa. Usaha pertanian di daerah ini dilakukan secara
tradisional sampai semi mekanis. Pembangunan pertanian dilakukan melalui
konsep pengwilayahan komoditas dengan sentra pengembangan tanaman
pangan, perkebunan, peternakan, dan perikanan. Hasil utama pertanian seperti
padi dan berkebun seperti coklat, jeruk,dan sayuran. Sedangkan hasil utama di
sektor industry pertambagan terdiri dari: batubara, pasir dan batu sungai
(kerikil-bongkah dan batu pecah), batu gunung (basal dan andesit) serta kapur
pertanian.
8
Gambar 1. Keadaan lingkungan Daerah Penyelidikan
3.1 Geologi Daerah Maros
a. Geomorfologi
Daerah penyelidikan (Maros) berdasarkan keadaan bentang alam dapat
dibagi atas 4 satuan morfologi, yakni : daerah pedataran, daerah
bergelombang, daerah pebukitan, dan daerah karst.
Daerah pedataran mempunyai sifat-sifat relief topografi sangat rendah dan
tekstur topografi halus, batuan penyusunnya didominasi oleh endapan
alluvium. sebarannya di daerah pantai dan bagian utara.
Daerah bergelombang mempunyai sifat-sifat relief topografi rendah
sampai sedang dan tekstur topografi halus sanpai sedang. Batuan
penyusunnya terutama terdiri dari batuan Formasi Camba dan Formasi
Mallawa. sebaran di bagian tengah dan utara, setempat di bagian selatan.
Daerah pebukitan mempunyai sifat-sifat relief topografi sedang sampai
tinggi dan tekstur topografi sedang sampai kasar. Batuan penyusunnya
didominasi oleh batuan gunung api dan batuan beku. Sebarannya di daerah
bagian tengah dan selatan.
Daerah karst mempunyai sifat-sifat relief dan tekstur topografi ekstrim.
Batuan penyusunnya batugamping.
Sungai utama yang mengalir, berpola aliran dentritik, memotong
penyebaran satuan batuan dan struktur geologi, bersifat mengerosi batuan
dasar. Bagian baratnya merupakan daerah yang tingkat erosinya tinggi,
sedangkan di bagian timurnya tingkat erosinya lebih rendah disertai dengan
sedimentasi dan abrasi pantai di beberapa tempat.
9
Pembagian morfologi Daerah Kabupaten Dati II Maros didasarkan atas morfogenesa, yaitu :
Morfologi Pegunungan Gunung Api
Morfologi pegunungan gunungapi ini terletak bagian utara, tengah dan timur
dengan puncak tertinggi B. Leke (1361 m), luas wilayah menempati sekitar 30%. Ciri-
cirinya adalah kenampakan topografi relatif tinggi, kemiringan lereng terjal dengan
tekstur topongrafi relatif kasar, disusun oleh batuan gunungapi berupa breksi dan lava.
Morfologi Perbukitan Intrusi
Morfologi perbukitan intrusi ini menyebar setempat-setempat,
menempati sekitar 5%, dicirikan oleh bentuk bukit yang menonjol dan relatif
tumpul, relatif terjal dan kemiringan lereng sedang – terjal, disusun oleh batuan
beku basal porfiritik, andesit, granodiorit, diorit dan monzonit.
Morfologi Perbukitan Sedimen
Morfologi perbukitan sedimen ini terletak di bagian selatan, tengah dan
timur, luas penyebaran sekitar 25%, dicirikan oleh bentuk relief dan tekstur
topografi halus-sedang, kemiringan lereng sedang-rendah, bentuk bukit tumpul
dengan lembah yang melebar, disusun oleh batuan sedimen laut Formasi Camba,
Formasi Mallawa, dan Formasi Balangbaru.
Morfologi Perbukitan “Karst”
Morfologi perbukitab “Karst” ini terletak di bagian tengah dan utara,
menyebar ke arah utara – selatan, menempati sekitar 15% dicirikan oleh bentuk
topografi relief tinggi, kemiringan lereng sangat terjal dan sebagian berupa
dataran, dan tersusun oleh batugamping napal.
Morfologi Pedataran Rendah
Morfologi ini terletak di bagian barat menyebar ke utara hingga selatan,
menempati sekitar 25%, dicirikan oleh bentuk topografi datar, relief rendah dan
tekstur topografi halus, disusun oleh batuan sedimen Formasi Camba,
Batugamping Formasi Tonasa dan endapan sungai aluvium sungai pantai.
1. Geologi Regional
10
Pengelompokan jenis batuan di dasarkan atas ciri-ciri litologi dan dominasi
dari setiap satuan batuan, berikut uraian yang dimulai dari batuan tertua:
Formasi Balangbaru (kb): terdiri dari perselingan serpih dengan batu pasir, batu
lanau dan batu lempung, dengan struktur batuan berlapis, menyerpih dan turbidit,
menyebar di bagian utara yaitu Kecamatan Watang Mallawa. Satuan batuan ini
adalah batuan sedimen tipe “flysch”, terbentuk pada Kalla Kapur Akhir dalam
lingkungan laut dalam dengan ketebalan mencapai 2000 meter.
Batuan Gunungapi Terpropilitkan (Tpv): terdiri dari breksi dan lava, menyebar di
bagian selatan yaitu Kecamatan Tanralili. Breksi terdiri dari frakmen beraneka
ragam, berukuran kerikil – kerakal, tersemen oleh tufa, struktur batuan sangat
terkersikkan (terprilitkan) dan terkekarkan dengan pengisian mineral karbonat dan
silikat. Lava umumnya bersifat andesitik, sebagian trakit dan basal. Batuan
gunungapi ini berumur Paleosen.
Formasi Mallawa (Tem): Terdiri atas batupasir kuarsa, batulanau, batulempung,
dan konglomerat, dengan sisipan atau lensa batubara. Penyebaran formasi ini di
Kecamatan Bantimurung. Batupasir kuarsa umumnya bersifat rapuh dan kurang
kompak, berlapis tipis. Batubara pada satuan batuan ini mempunyai ketebalan
antara 0,5 – 1,5 meter. Formasi batuan ini diendapkan dalam lingkungan paralik
sampai laut dangkal pada Kala Paleogen – Eosen, dengan ketebalan formasi tidak
kurang dari 400 meter.
Formasi Tonasa (Temt) : terutama terdiri dari batugamping pejal, bioklastik,
kalkarenit, koral dan kalsidurit bersisik. Di daerah Kecamatan Watang Mallawa
batugamping Formasi Tonasa ditemukan mengandung mineral glaukonit, dan
napal dengan sisipan breksi batugamping. Struktur batuan berlapis khususnya
pada batugamping pejal dan terkekarkan kuat. Setempat-setempat formasi batuan
ini diterobos oleh batuan granodiorit, trakhit, andesit, diorit, dan basal piroksin.
Formasi batuan ini diendapkan dalam lingkungan laut dangkal hingga laut dalam
dan laguna dengan ketebalan formasi tidak kurang dari 3000 meter, diperkirakan
berumur Eosen Awal – Miosen Tengah.
11
Formasi Camba (Tmc): terdiri dari perselingan batuan sedimen laut dan batuan
gunungapi, yaitu; batupasir tufaan berselingan dengan tufa, batupasir, batulanau
dan batulempung, dibeberapa tempat dijumpai sisipan napal, batugamping dan
batubara. Struktur dari perlapisan batuan umumnya kurang padat, berlapis 0,4 –
1,0 meter, terlipat lemah dengan kemiringan lapisan kurang dari 30. Formasi
batuan ini dibeberapa tempat diterobos oleh basal piroksin, andesit dan diorit
berupa retas, sill dan stok. Formasi batuan ini diperkirakan terendapkan pada Kala
Miosen Tengah – Miosen Akhir.
Batuan Gunungapi Formasi Camba (Tmcv): terdiri dari breksi, lava dan
konglomerat. Breksi dan konglomerat terdiri dari fragmen andesit dan basal,
matriks dan semen dari tufa halus hingga pasiran. Semua batuan dalam formasi
ini umumnya terkersikkan dengan struktur perlapisan sebagian amegdaloidal,
dan vesikuler. Formasi batuan ini diperkirakan terendapkan pada Kala Miosen
Tengah – Miosen Akhir.
Batuan Gunungapi Baturape-Cindako (Tpbl,Tpbv): terdiri dari lava (Tpbl) dan
breksi gunungapi (tpbv), bersisipan tufa dan konglomerat. Breksi gunungapi
umumnya berkomponen kasar berupa basal dan sedikit andesit dengan ukuran
fragment 15 – 60 cm, tersusun oleh tufa berbutir kasar hingga lapilli dan banyak
mengandung piroksin. Lava bersusunan basal dengan struktur batuannya
sebagian berkekar tiang dan kekar lapis. Batuan gunungapi ini diperkirakan
berumur Pliosen Akhir.
Batuan Terobosan: terdiri dari granodiorit, andesit, diorit, trakhit dan basal
piroksin. Batuan ini menyebar setempat-setempat dan menerobos batuan
yang lebih tua disekitarnya berupa retas, sill dan stok.
Endapan Alluvium (Qal): terdiri dari endapan alluvium pantai dan sungai.
Endapan alluvium pantai materialnya berupa pasir dan lempung, sedang
endapan sungai berupa bongkah, kerakal, pasir dan lempung.
2. Struktur Geologi
12
Struktur geologi yang teramati di daerah ini berupa; kekar, perlipatan dan
sesar. Struktur kekar umumnya terdapat pada semua jenis batuan, kecuali endapan
alluvium. Jenis kekar buka dan kekar gerus dengan intensitas sangat tinggi. Struktur
perlipatan terdapat pada batugamping Formasi Tonasa, batuan sedimen laut Formasi
Camba ini berupa homoklin dan sinklin menunjam. Struktur sesar yang berkembang
di daerah ini berupa sesar mendatar dan sesar normal yang terdapat disemua jenis
batuan kecuali endapan alluvium.
3. Sumber Daya Bahan Galian
Potensi bahan galian daerah Kabupaten Dati II Maros terdiri dari; Bahan
galian golongan A, dan bahan galian golongan C. Berikut uraian:
A. Bahan Galian Batubara
Bahan galian golongan A yakni; batubara. Endapan Batubara Formasi
Mallawa dan Batubara Formasi Camba.
1) Batubara Formasi Mallawa
Endapan batubara Formasi Mallawa telah mengalami proses
deformasi berupa perlipatan, persesaran dan penerobosan batuan beku
granodiorit. Batubara tersebut terdapat pada satuan batulempung dan
batupasir kuarsa, dengan kedudukan jurus perlapisan bervariasi antara N 230
E hingga N 330 E, kemiringan 8 - 15. Terbentuk pada Kala Eosen Bawah –
Eosen Tengah, tersingkap dengan baik di daerah Mallawa, Uludaya, Tacceppa
dan Bontoa Kecamatan Watang Mallawa, dan daerah ini Amassangeng
Kecamatan Bantimurung.
Hasil analisa contoh batubara menunjukkan kandungan; Sulfur = < 1
> 3 %, Kalori = 7000 - 8000 K.Kal/kg. Batubara ini dapat dimanfaatkan untuk 13
keperluan bahan bakar dan Batubara ini dijual ke Kawasan Indusrti Makassar
(KIMA) .
2) Batubara Formasi Camba
Dijumpai di dalam perselingan batupasir tufaan, batupasir, batulanau
dan batulempung, tersingkap di daerah Bungoro dan Kamara Kecamatan
Camba; Lembang Kecamatan Bantimurung; dan daerah puncak, Lekopancing
dan S. Damak Kecamtan Tanralili. Lapisan tanah penutup 4 meter, tebal
lapisan batubara anatara 23 - 35 cm dengan kedudukan lapisan N 290 E/21.
Hasil analisa contoh batubara Formasi Camba menunjukkan
kandungan; Air bebas = 2,80%, Air lembab = 4,20 – 7,20%, Kadar abu = 36,10 –
52,20%, Zat terbang = 10,20 – 16,20%, Sulfur = 2,10 – 3,60%, Karbon padat =
28,2 – 39,9%, Kalori = 3175 K.Kal/kg. Dari hasil analisa tersebut menunjukkan
bahwa batubara Formasi Camba tergolong batubara berkualitas rendah.
B. Bahan Galian Industri
Bahan galian golongan Industri di daerah ini terdiri dari; bahan galian
yang diunakan sebagai bahan dasar pada industri dan bahan galian bangunan.
Bahan galian industri berupa; batugamping, lempung, marmer, oker, pasir
kuarsa, batusabak, dan batu setengah mulia. Bahan galian bangunan berupa;
basal, andesit, diorit, granodiorit, pasir, kerikil dan kerakal.
a. Bahan Galian Industri
1. Lempung
Bahan galian lempung di daerah ini menyebar cukup luas pada
daerah pedataran dan setempat-setempat di daerah Utara meliputi
Kecamatan Mandai, Maros Baru dan sebagaian Kecamatan
Bantimurung, Tanralili dan Kecamatan Watang Mallawa. Secara genetik
lempung di daerah ini dijumpai dalam tiga jenis yaitu: lempung hitam,
lempung merah dan lempung abu-abu.
14
Hasil analisa contoh lempung hitam (lempung sedimenter) dari
daerah Panaikang /kabupaten Maros Utara, menunjukkan kandungan:
SiO2 = 53,99%; Al2O3 = 3,05%; Fe2O3 = 6,13%; Na2O = 5,34%; K2O = 1,35%;
MnO = 0,22%; MgO = 0,20%; H2O = 9,54%; LOI = 19,11%. Dari hasil
analisa kimai dan sifat fisik, maka lempung hitam jenis ini dapat
digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan batubata. Jumlah
cadangan diperkirakan mencapai 227,5 juta meter kubik.
Hasil analisa kimia contoh lempung merah dari daerah Amarang
Kabupaten Maros (1975) oleh Devisi Eksplorasi “Geological Survey of
Indonesia”, menunjukkan kandungan antara: SiO2 = 25,885 - 46,34%;
Al2O3 = 21,53 – 2,22%; Fe2O3 = 88,38 – 19,76%; CaO = 0,47 – 0,96%; MgO
= 0,67 – 1,71%; Na2O = 0,13 – 0,47%; K2O = 0,20 – 3,90%; LOI = 13,46 –
20,98%. Sedangkan hasil analisa kimia contoh lempung merah oleh
Kanwil DPE Prop.Sul-Sel, menunjukkan kandungan antara: SiO2 = 33,96 –
81,37%; Al2O3 = 12,07 – 14,48%; Fe2O3 = 3,36 – 18,63%; MnO = 0.12 –
0,42%; MgO = nihil – 8,46%; Na2O = 0,16 – 0,47%; K2O = 0,18 – 1,55%;
H2O = 2,09 – 5,89%; LOI = 8,00 – 20,73%. Dari hasil analisa kimia dan
sifat fisik lempung merah itu dapat digunakan sebagai bahan baku
dalam industri semen dan selain itu dapat pula digunakan sebagai bahan
baku pembuatan batu bata. Jumlah cadangan diperkirakan mencapai
589,5 juta meter kubik.
Hasil analisa kimia contoh lempung abu-abu jenis sedimenter
Formasi Mallawa dari Kecamatan Watang Mallawa dan setempat dari
Amassangang Kecamatan Bantimurung, menunjukkan kandungan: SiO2 =
77,42%; Al2O3 = 13,7%; Fe2O3 = 5,01%; K2O = 1,79%; MgO = 0,81%; Na2O
= 0,12%; MnO = 0,05%; H2O = 8,34% LOI = 8,34%. Dari hasil analisa kimia
dan sifat fisik menunjukkan kandungan SiO2 yang cukup tinggi dan Al2O3
di atas 10% dengan demikian maka bahan galian jenis lempung abu-abu
ini dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan keramik atau
15
gerabah. Jumlah cadangan ini diperkirakan mencapai 4,5 juta meter
kubik.
2. Batugamping
Bahan galian batugamping di daerah ini merupakan bagian dari
batugamping Formasi Tonasa. Penyebarannya cukup luas menempati
wilayah morfologi ‘karst” Kecamatan Bantimurung dan sebagian
Kecamatan Tanralili, Camba dan Kecamatan Watang Mallawa. Hasil
analisa kimia contoh batugamping daerah Kabupten Maros,
menunjukkan kandungan antara: SiO2 = 0,16 – 4,95%; Al2O3 = 0,66 –
2,13%; Fe2O3 = 0,02 – 0,12%; Na2O = 0,06 - 0,18%; K2O = 0,01 – 0,06%;
MnO = 0,01 – 0,06% CaO = 51,18 – 57,83%; MgO = 0,63 – 1,56%; H2O =
0,13 – 0,71%; LOI = 39,06 – 44,16%. Dari hasil analisa kimia dan sifat fisik
batugamping menunjukkan rata-rata kandungan CaO 50% dan MgO
maksimum 1,56%, maka dengan demikian bahan galian batugamping ini
dapat digunakan sebagai bahan baku batugamping ini dapat digunakan
sebagai bahan baku dalam industri semen “portland”, kapur putih,
kapur ringan, karbid dan gas CO2 .
3. Marmer
Bahan galian marmer di daerah ini berasal dari batugamping
Formasi Tonasa, secara umum terbentuk akibat pengaruh temperatur
dari terobosan batuan beku. Marmer tersebut mempunyai kekersan
antara 3 – 4 skala Mohs, kuat tekan antara 600 – 900 kg/cm 3 dan berat
jenis 2,9 berwarna putih abu-abu dan hitam. Penyebaran terdapat di
Kecamatan Bantimurung, Tanralili dan Kecamatan Camba. Jumlah
cadangan marmer di daerah ini sebagian besar termasuk kawasan hutan
lindung dan Cagar Alam Karaenta di Kecamatan Bantimurung.
16
4. Oker
Bahan galian oker di daerah ini secara genetik berasal dari
satuan tufa berukuran lempung yang merupakan batuan sedimen laut
formasi Camba, secara fisik berwarna abu-abu kehijauan, abu-abu
kekuningan, coklat tua dan coklat kemerahan, tekstur klastik, berukuran
lempung, berlapis dan menyerpih, ketebalan perlapisan antara 0,3 - 2
meter dengan kemiringan 35 dan kedudukan perlapisan berlawanan
dengan kemiringan lereng.
Hasil analisa kimia controh oker, menunjukkan kandungan :
SiO2 = 48,60 – 54,27%;
Al2O3 = 3,52 – 6,65%;
Fe2O3 = 15,72 – 21,78%;
Na2O = 0,28 – 0,29%;
K2O = 1,11 – 1,79%;
MnO = 0,10%;
CaO = nihil – 1,00%;
H2O = 4,08 – 5,15%;
LOI = 17,73 – 17,78%
Dari hasil analisa kimia dan sifat fisik, maka bahan galian oker
ini digolongkan kedalam besi oksida alam dan dapat diguanakan sebagai
bahan baku dalam industri cat, kertas dan keramik. Jumlah cadangan
secara keseluruhan mencapai 6,5 juta meter kubik, dan hingga saat
sekarang ini belum diolah dan dimanfaatkan.
5. Pasir Kuarsa
Pasir kuarsa yang terdapat di daerah Kecamatan Watang
Mallawa, termasuk dalam Formasi Mallawa. Sifat fisik sebagian besar
17
rapuh dan tidak kompak, berwarna putih, putih abu-abu, putih
kemerah-merahan, berukuran pasir halus sampai kasar, ketebalan
lapisan antara 10 –20 meter, jumlah cadangan diperkirakan tidak kurang
dari 5 juta ton. Pasir kuarsa di daerah ini pernah dimanfaatkan oleh PT.
Semen Tonasa sebagai bahan campuran dalam pembuatan semen, dan
saat ini di beberapa tempat telah diusahakan dimanfaatkan untuk
mensuplai kebutuhan akan bahan baku pasir kuarsa bagi PT. Semen
Tonasa (Persero).
b. Bahan Galian Bangunan
Bahan galian bangunan di Kabupaten Dati II Maros, terdiri atas :
basal, andesit, diorit, granodiorit, pasir, kerikil dan kerakal, berikut ini adalah
uraian :
1) Basal
Basal adalah jenis batuan beku yang berkomposisi basa berupa
retas, secara umum kenampakan fisik berwarna hitam hingga warna
hijau kehitaman, kompak dan keras, tekstur pofiritik dengan kristal
piroksin berukuran 1 – 2 cm, lapukannya berwarna merah kecoklatan,
terdapat menyebar di wilayah Kecamatan Tanralili, Mandai dan
Bantimurung. Basal di daerah ini dapat digunakan sebagai bahan
konstruksi ringan hingga sedang, pengerasan jalan, dan bahan ornamen
atau batu tempel. Jumlah cadangan diperkirakan mencapai 4.7999,9
juta ton.
2) Andesit
Andesit adalah salah satu jenis batuan beku yang berkomposisi
menengan berupa “sill” yang terbentuk di permukaan, terdapat
menyebar di Kecamatan Bantimurung, kenampakan fisik berwarna abu-
abu kehitaman, pelapukannya berwarna coklat kemerahan, ketebalan <
2 m, struktur batuan kompak, kekar lapis dan kekar tiang. Andesit di
daerah ini dapat di gunakan sebagai bahan konstruksi bangunan ringan 18
hingga berat. Jumlah cadangan diperkirakan mencapai 612,64 juta ton.
Bahan galian andesit ini sebagian besar penyebarannya di wilayah hutan
lindung dan cagar alam Karaenta.
3) Diorit
Diorit adalah salah satu jenis batuan beku yang berkomposisi
menengah dan terbentuk di bawah permukaan tanah sebagai batuan
beku dalam. Kenampakan sifat fisik berwarna abu-abu, pelapukan
membentuk tanah berwarna coklat kemerahan, tekstur porpiritik,
struktur batuan kompak dan sebagian terkekarkan. Penyebarannya
terdapat di wilayah Kecamatan Bantimurung dan Tanralili. Secara
umum bahan galian diorit di daerah ini mempunyai mutu yang baik
untuk bahan konstruksi bangunan sedang hingga berat dalam bangunan
teknik, sebagaian bahan galian diorit ini terletak di wilayah Cagar Alam
Karaenta. Jumlah cadangan diperkirakan mencapai 1.555,4 jutaan ton.
4) Granodiorit
Granodiorit secara genetik adalah batuan beku instrusi yang
bersifat plutonik, berwarna abu-abu, tekstur hipydiomorfik granular,
ukuran butir medium-kasar, struktur kompak dan keras, terkekarkan
dengan jenis kekar gerus dan kekar terbuka. Batuan ini mempunyai
morfologi perbukitan intrusi yang relatif sedang dengan kemiringan
lereng sedang hingga tejal. Penyebarannya terdapat di daerah
Kecamatan watang mallawa B. Baloro, daerah Camba Kecamatan Camba
dan sekitarnya. Jumlah cadangan yang tersedia diperkirakan mencapai
3.402 juta ton.
5) Trakit
Trakit adalah jenis batuan beku lelehan yang bersifat asam,
kenampakan sifat fisik bertekstur porfiroafanatik, kompak dan keras.
19
Terdapat menyebar di daerah Ammassangeng Kecamatan Bantimurung.
Jumlah cadangan yang tersedia diperkirakan 325 juta ton.
6) Batupasir
Batupasir adalah jenis batuan sedimen klasik. Batupasir di
daerah ini merupakan bagian dari batuan sedimen laut Formasi Camba
yang berasiosiasi dengan tufa dan batu lempung. Kenampakan fisik
berwarna abu-abu kecoklatan, tekstur klastik sedang, sortasi jelek,
bentuk butir menyudut hingga menyudut tanggung, kompak dan
berlapis. Struktur kompak dan daya tahan terhadap pelapukan tinggi,
sehigga bahan galian ini sebagian dimanfaatkan sebagai pengeras dan
pelapis jalan raya. Secara keseluruhan luas penyebaran batupasir
Formasi Camba yang dapat diusahakan penambangannya sebesar 2,75
juta m2, dengan jumlah cadangan diperkirakan mencapai 22 juta ton.
7) Pasir Sungai
Pasir Sungai adalah sedimen pasir yang berasal dari endapan
sungai purba atau sungai aktif. Endapan pasir sungai yang ada di daerah
ini merupakan endapan sedimen sungai yang aktif, sebagian telah di
manfaatkan oleh masyarakat dan pengusaha setempat, terutama di
daerah sekitar kota Maros. Jumlah cadangan yang tersedia diperkirakan
mencapai 20,07 juta ton.
8) Kerikil dan Batu Sungai
b. Kerikil dan batu sungai adalah material/agregat yang terbentuk secara alamiah,
sebagai hasil rombakan batuan yang telah ada dan terendapkan pada aliran sungai.
Umumya material tersebut berasal dari rombakan batuan beku jenis basal,
granodiorit, andesit, diorit dan frakmen breksi vulkanik. Terdapat pada aliran S.
Maros, S. Camba dan S. Watangmallawa sebagai endapan sungai aktif dan endapan
sungai purba terdapat di daerah Puncak Kecamatan Tanralili, Cenrana dan Kecamatan
Camba. Berdasarkan perhitungan jumlah cadangan di perkirakan 50,17 juta ton.
20
Bahan galian ini sebagian telah ditambang oleh masyarakat dan pengusaha setempat
untuk bahan konstruksi dan batu belah. Struktur Geologi
Struktur geologi yang dijumpai di daerah penyelidikan terdiri dari
perlipatan dan sesar serta kekar. Perlipatan secara umum berarah utara –
selatan, berupa perlipatan antiklin. Batuan yang terlipatkan adalah batuan
formasi Mallawa dan formasi camba. Perlipatan itu diperkirakan terbentuk
karena adanya gaya mendatar yang berarah barat – timur pada kala Pliosen
akhir.
Sesar secara umum berarah utara – selatan sampai barat laut – tenggara,
berupa sesar geser dan sesar normal. Sesar itu terbentuk karena adanya
gaya mendatar atau erupsi gunung api pada kala Pliosen akhir.
Kekar secara umum berarah barat laut – tenggara sampai Timur laut –
Baratdaya, berupa kekar terbuka dan tertutup dengan intensitas rendah,
terutama dijumpai pada formasi Tonasa dan formasi Camba serta batuan
intrusi.
Gambar 2 Ilustrasi bentuk Sinklin,Antiklin dan Intrusi
21
BAB III
KEGIATAN EKSPLORASI
3.1 Metode Penyelidikan
Penyelidikan yang kami lakukan dalam Praktik Lapangan Teknik Eksplorasi
selama dua hari adalah mengamati langsung kondisi yang ada dengan melakukan
kontak visual dan fisik secara langsung dengan kondisi permukaan terhadap
endapan yag dicari serta melakukan deskripsi megaskopis, pengukuran dan
sampling terhadap objek yang dianalisisKegiatan eksplorasi mineral/bahan galian
terutama bertujuan untuk memperkecil atau mengurangi resiko geologi. Untuk itu kegiatan
eksplorasi harus dapat menjawab pertanyaan mengenai:
Apa (mineral/bahan galian) yang dicari?
Dimana (mineral/bahan galian) tersebut terdapat ? Baik secara geografis
maupun letak/posisinya terhadap permukaan bumi.
Barapa (sumberdaya/cadangannya), dan bagaimana kadar, penyabaran, dan
kondisinya?
Bagaimana kondisi lingkungannya (karakteristik geoteknik dan hidrogelogi)?
Prosedur berikut merupakan prosedur umum yang diterapkan dalam suatu
program eksplorasi:
1. Melakukan pengumpulan data awal mineral dan informasi-informasi yang
berhubungan dengan mineral target, dan melakukan analisa terhadap informasi-
informasi tersebut untuk mendapatkan hubungan antara ukuran (size), keterdapatan
(sebaran), serta kadar endapan tersebut dalam beberapa kondisi geologi yang
berbeda.
2. Melakukan seleksi data serta membuat sintesis-sintesis untuk menyusun model yang
menggambarkan endapan pada beberapa kombinasi lingkungan geologi.
3. Melakukan survei geologi pendahuluan dan pengambilan beberapa contoh untuk
dapat menghasilkan gambaran awal bardasarkan kriteria seleksi geolgi yang telah
ditetapkan pada daerah terpilih.
22
4. Mencari informasi pada tambang-tambang endapan sejenis yang telah ditutup
maupun yang sedang beroperasi, dan mencoba menerapkannya jika mempunyai
kondisi geologi yang mirip.
5. jika beberapa pendekatan memberikan hasil yang positif, maka perlu disiapkan suatu
program sosialisasi dengan komunitas lokal.
6. menyusun program dan budget eksplorasi untuk pekerjaan-pekerjaan lanjutan.
Penyelidikan yang dilakukan dalam Praktik Lapangan Teknik adalah dengan cara Eksplorasi
langsung yakni dengan melakukan kontak visual dan fisik secara langsung terhadap bahan galian
dicari (Batubara), serta melakukan deskripsi megaskopis, pengukuran dan sampling terhadap objek
yang dianalisis dan Eksplorasi tak langsung yakni menggunakan alat geolistrik dimana alat ini
menyuntikkan arus listrik ke dalam tanah. Adapun kegiatan-kegiatan yang kami lakukan yaitu
Melakukan metode geolistrik, tracing float (penjejakan), paritan (trenching), sumur uji (test pit), serta
melakukan sampling pada Batubara
Tabel 3-1
Jadwal Penyelidikan
Hari/tanggal Jenis Kegiatan
Kamis/ 22 agustus
2013 Melakukan eksplorasi tak langsung
dengan metode Geolistrik
Tracing float
Pembuatan Sumur Uji
Pengukuran strike/dip endapan
terlihat
23
Pengamatan pada lokasi bekas
tambang
Pengukuran slop dan strike/dip
Jumat/ 23 agustus
2013 Pengamatan pada lokasi
penambangan
Mengukur panjang arah perlapisan
Panning (Mendulang)
Coning dan Quatering
Spliting Dengan Metode Matriks
3.2 Tahapan Penyelidikan
3.2.1 Studi literatur
Kegiatan Eksplorasi yang pertama dilakukan adalah melakukan
pengumpulan data awal dari berbagai literature mengenai mineral dan
informasi-informasi yang berhubungan dengan mineral target, dan melakukan
analisis terhadap informasi-informasi tersebut untuk mendapat hubungan
antara ukuran, keterdapatan, serta kadar endapan tersebut. Data tersebut
diperoleh dari :
Peta topografi
Peta geologi
Publikasi dari badan-badan pemerintah,termasuk berupa pete-peta
geologi dan geofisika,serta laporannya.
Data hasil survai geofisika udara.Laporan survei yang pernah
dilakukan, dan lain-lain.
Pemetaan (topografi, geologi, dan singkapan).24
Pemetaan adalah suatu pekerjaan pemindahan/pencatatan gejala/fakta
geologi dilapangan ke suatu peta,dengan skala tertentu.Pemetaan geologi merupakan
suatu kegiatan pendataan informasi-informasi geologi permukaan dan menhasilkan
suatu bentuk laporan berupa peta geologi yang dapat memberikan gambaran
mengenai penyebaran dan susunan batuan, serta infomasi gejala-gejala struktur
geologi yang mungkin mempengaruhi pola penyebaran batuan pada daerah tersebut.
Data yang perlu di plot ke dalam peta:
Tipe batuan dan kontak batuan.
Gejalah geologi: patahan, kekar, dan lain-lain.
Strike dan dip.
Float.
Lokasi sampling.
3.3 Jadwal Penyelidikan
Penyelidikan yang di rencanakan selama dua hari yaitu pemetaan geologi melalui
pengamatan singkapan (Pengukuran strike/dip singkapan), penyusuran (pencarian)
lokasi endapan batubara yang di lakukan dengan pembuatan tracing float, metode
pengambilan sampel denga cara kuartring dan preparasi, pendulangan di sungai.
Adapun kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut :
3.3.1 Kegiatan Hari Pertama
a. Pengamatan Pada Lokasi Bekas Tambang
Pada hari pertama tanggal 11 juli 2011 dengan memulai dari base camp
pada pukul 08.45 WITA, pada posisi S = 40 48,969’ dan E = 119052,821’
dengan Elevasi 429 m Dpl, dengan berjalan kaki ke arah timur selatan yakni
ke daerah pasca tambang. Pada daerah pasca tambang terdapat suatu lahan
bekas penambangan yang ditinggalkan tanpa dilakukan reklamasi, dimana
pada daerah tersebut ditemukan suatu kubangan besar yang berisi air
.
25
Gambar 3. Daerah Paska Tambang
b. Pengamatan Pada Lokasi Penambangan
Pengamatan pada lokasi penambangan dilakukan pada areal
penambangan batubara oleh CV. Taman Indah pada posisi S 4048’47,8”/ E
119053’21,5” dengan elevasi 359 m Dpl. Penambangan tersebut dilakukan
dengan system metode penambangan open pit. Batubara tersebut
mempunyai kalori 7000 – 8000 kilo kalori/kg. Sebenarnya penambangan
tersebut tidak efisien karena Over Burden yang harus dikupas adalah berkisar
20 meter. Namun karena nilai kalorinya yang tinggi maka Batubara tersebut
masih prospek untuk ditambang.
Gambar 4. Areal Penambangan
c. Pengukuran tebal lapisan Batubara dan OB pada area penambangan
26
TOP SOIL
LEMPUNG SERPIHAN
LEMPUNG GAMPINGAN
LEMPUNG SERPIHAN
LEMPUNG GAMPINGAN
LEMPUNG SERPIHAN
Pada koordinat S 4048’50”/ E 119053’30” dengan elevasi 359 m Dpl
Strike/Dip : N 2250 E/ 50 dilakukan pengukuran tebal Batubara dan OB dan
hasil yang diperoleh Tebal Batubara pada Seam A = 25 cm, Seam B = 3 cm
dan Seam C = 1 m serta diperoleh tebal Top Soil Dan OB setelah dilakukan
pengukuran setebal 20 m - 25 m.
d. Pengukuran Statigrafi Sungai
Setelah melakukan pengamatan pada lokasi tambang selanjutnya kami
melakukan pengukuran statigrafi disekitar sungai pada koordinat koordinat S
04o49’00,9”/ E 119o52’39,5” dengan elevasi 263m DPL . Strike/Dip N 190o W/
2o. Adapun Panjang Lapisan batuan yang ada di sekitar sungai tersebut adalah
9,6 m. Dengan Statigrafi sebagai berikut.
STATIGRAFI BATUAN
27
e. Test Pit
Kami melakukan pembuatan test pit pada koordinat S 04o49’00,3”/ E
119o52’37,6” dengan elevasi 387 m DPL . Dengan ukuran 1x 1,5 m. Setelah
itu kami melakukan penjejakan yakni di sekitar wilayah Persawahan
masyarakat. Dan setelah melakukan penjejakan kami menemukan beberapa
pecahan (float) serta singkapan batubara. Singkapan batubara yang kami
temukan tersebut memiliki panjang 80 cm – 1 m dengan strike/dip N 96o E/
1,5o dan warna lapuk abu-abu/cokelat serta warna segar hitam.
Gambar 5. Penemuan Singkapan Batubara
f. Pembuatan Sumur Uji (Test Pit)
Tespit merupakan salah satu cara dalam pencarian endapan atau
pemastian kemenerusan lapisan dalam arah vertical. Pembuatan test pit ini
tepatnya berada pada koordinat 04o48’28”/ E 119o52’32,6”. Ukuran test pit
yang dibuat adalah panjang 1 m, lebar 1,5 m.
28
Gambar 6. Pembuatan Test pit
Kegiatan Hari Kedua
a. Pengamatan Bekas Parit Uji dan Test Pit
Pengamatan bekas pembuatan Trenching dan Test pit di lakukan Pada
tanggal 12 Juli 2011 di sekitar hutan dengan posisi koordinat S 04o48’30”/ E
119o52’35,3”, dengan elevasi 407 m DPl, dan didapatkan singkapan batubara
dengan ketebalan 38cm.
Selain itu pengamatan bekas test pit dan trenching juga dilakukan pada
posisi koordinat S 04o48’28”/ E 119o52’32,6”.
29
Gambar 7. Penemuan singkapan Batubara pada bekas pembuatan test pit dan trenching
b. Pengambilan sampel
Pengambilan sampel dilakukan pada daerah bekas pembuatan test pit
pada koordinat S 04o48’28”/ E 119o52’32,6” dengan elevasi 407 m DPl. Jarak
sampel yang diambil harus rapat sehingga dapat mewakili nilai kalori atau
kualitas endapan Batubara yang ada pada lokasi pengamatan untuk dilakukan
preparasi contoh dan hasil yang kita peroleh setelah preparasi contoh benar-
benar mewakili nilai kalori yang ada dilapangan.
c. Tracing Float
Sebelum melakukan preparasi contoh dilakukan pencarian serpihan mineral
atau pecahan batubara yang terdapat di pinggir sungai dengan menggunakan
alat sederhana yaitu dulang. Hal ini penting dilakukan dalam proses eksplorasi
karena dengan menggunakan teknik tracing Float yaitu penelusuran sungai
untuk mencari pecahan-pecahan maseral maka tentunya kita dapat menemukan 30
tempat endapan batubara yang terbawa oleh air sungai akibat terjadinya proses
erosi yang disebabkan oleh air hujan atau air sungai. Seperti pada sketsa
dibawah ini
Gambar 8 sketsa proses terbentuknya float
Dulang sendiri ada beberapa macam bentuknya seperti pada gambar dibawah
ini
Gambar 9 Bentuk-bentuk dulang
31
Dulang yg digunakan
Gambar 10. Mendulang Pasir
d. Preparasi Contoh
Kegiatan selanjutnya setelah melakukan penyelidikan di lapangan pada hari
pertama yaitu melakukan proses preparasi conto Pasir Halus sebagai pengganti
conto batubara, yang dilaksanakan sekitar pukul 11.30. Adapun cara yang kami
gunakan dalam proses preparasi conto yaitu secara manual dengan
menggunakan alat- alat seperti bingkai yang terbuat dari kayu, Ember, Corong
Dan baki serta Klipboard untuk memudahkan dalam melakukan splitting, metode
yang digunakan dalam pemilihan sample untuk dilakukan preparasi adalah
metode matriks.
Gambar 11. Preparasi Sample
32
3.4Uraian Pekerjaan yang dilakukan
3.4.1 Pemetaan Geologi
Pemetaan geologi merupakan suatu kegiatan pendataan informasi-
informasi geologi permukaan dan menghasilkan suatu bentuk laporan berupa
peta geologi permukaan dan memberikan gambaran mengenai penyebaran
dan susunan btuan ( lapisan batuan ), serta memuat informasi gejala-gejala
struktur geologi yang mungkin mempengaruhi pola penyebaran batuan pada
daerah tersebut. Selain pemetaan informasi geologi, pada kegiatan ini juga
sekaligus memetakan tanda-tanda mineralisasi yang berupa alterasi mineral.
Tingkat ketelitian dan nilai dari suatu peta geologi sangat tergantung
pada informasi-informasi pengamatan lapangan dan skala pengerjaan peta.
Skala peta tersebut mewakili intensitas dan kerapatan data singkapan yang
diperoleh. Tingkat ketelitian peta geologi ini juga dipengaruhi oleh tahapan
Eksplorasi yang dilakukan. Pada tahap eksporasi awal, skala peta 1 : 25.000
mungkin sudah cukup memadai, namun ada tahap prospeksi sampai dengan
penemuan, skala peta geologi sebaiknya 1 : 10.000 sampai dengan 1 : 2.500.
3.4.2 Geokimia
Eksporasi Geokomia khusus mengkinsentrasikan pada pengukuran
kelimpahan, distribusi, dan migrasi unsur-unsur bijih atau unsur-unsur yang
berhubungan erat dengan bijih, dengan tujuan mendeteksi endapan bijih.
Dalam pengertian yang lebih sempit Eksplorasi geokimia adalah pengukuran
secara sistematis satu atau lebih unsur jejak dalam batuan, tanah, sedimen
sungai aktif, vegetasi, air, atau gas untuk mendapatkan anomali geokimia
yaitu konsentrasi abnormal dari unsur tertentu yang kontras terhadap
lingkungannya ( background geokomia ).
Menurut Peters ( 1978 ), urutan kegiatan Eksplorasi geokomia secara
umum terdiri dari :
33
a. Seleksi mode, elemen-elemen yang di cari, sensitivitas, dan ketelitian
yang di inginkan, serta pola sampling.
b. Kegiatan pendahuluan atau program sampling lapangan dengan
mengecek contoh-contoh secara umum dan kedalaman contoh untuk
menetukan level yang dapat diyakini dan untuk mengevaluasi faktor
bising ( noise ).
c. Analisis contoh, di lapangan dan laboratorium dengan analisa cek yang
dibuat pada beberapa metode.
d. Melakukan statistik dan evaluasi geologi dari data, sering berkaitan
dengan ketrsediaan data geologi dan geofisika.
e. Konfirmasi anomali semu, sanpling lanjutan, serta analisis dan evaluasi
pada area yang lebih kecil, menggunakan interval sampling yang lebih
rapat dan penambahan metode geokimia.
f. Penyelidikan target dengan suatu ketentuan untuk sampling ulang dan
penambahan analisa dari contoh-contoh yang telah ada.
Dalam Eksplorasi geokimia tidak mengutarakan akurasi yang tinggi, yang
terpenting adalah dapat dilaksanakan dengan cepat, semurah mungkin, dan
sederhana.
Interprestasi data geokimia melibatkan kesimpulan statistik dan geologi.
Perlu disadari bahwa kesuksesan interprestasi data tergantung pada
keberhasilan program pengambiln contoh. Jika mungkin program pengambilan
contoh dibuat sefleksibel mungkin sehingga interprestasi dapat dilakukan
secara progresif, mulai dari interprestasi subjektif diteruskan dengan prosedur
yang lebih kompeks sampai kemungkinan anomalo ditemukan atau sampai
dapat dikenali tanpa ragu jika todak terdapat anomali. Geokomia strategis dan
analisis multiunsur dengan data yanga banyak memerlukan pengolahan data
dengan komputer.
3.4.3 Geofisika
Informasi geofisika diinterpretasikan berkaitan dengan pola-pola geologi
seperti jenis batuan, struktur, urutan statigrafi, dan mineralisasi bijih. Metoda
34
geofisika digunakan pada tahap Eksplorasi pendahuluan biasanya dengan
airborne untuk mencakup kenampakan geologi pada area yang luas dan pada
tahap detil dilanjutkan dengan pengukuran geofisika dipermukaan, maupun
pada lubang bor ( logging ). Metode geofisika bekerja berdasarkan kondisi
atau sifat fisik bawah permukaan bumi. Beberapa metode yang sering
digunakan dalam kegiatan kegiatan Eksplorasi bahan galian tambang adalah
elektromagnetik, geolostrik, magnetik-gravitasi, dan seismik. Metode-metode
tersebut dipilih dan digunakan berdasarkan target yang hendak diukur.
Eksplorasi geofisika dilakukan berdasarkan kontras atau perbadaan sifat
fisik dari batuan, mineral, dan bijih dari endapan yang di ukur. Secara umum
metode geofisika dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Metode aktif meliputi metode geolistrik, elektromagnetik, dan seismik
yang dilakukan dengan memberikan gangguan berupa arus listrik
ataupun geteran kebawah permukaan.
b. Metode pasif meliputi metode magnetik, gaya berat, dan radioaktif yang
dilakukan dengan mendeteksi anomali-anomali yang terdapat di alam.
Sinyal yang diukur oleh peralatan geofisika mungkin merefleksikan bising
( noise ) yang disebabkan oleh alat atau faktor-faktor lingkungan luar,
background yang tipikal untuk lokasi wilayah tertentu, dan anomali yang
merefleksikan kehadiran dan distribusi konsentrasi batuan atau mineral daei
kontras sifat-sifat fisik.
3.4.4 Pemboran
Salah satu keputusan oeting didalam kegiatan Eksplorasi adalah
menentukan kapan kegiatan pemboran dimulai dan diakhiri. Pelaksanaan
pemboran sangat penting jika kegiatan yang dilakukan adalah menentukan
zona mineralisasi dari permukaan. Kegiatan ini dilakukan untuk memperoleh
gambaran mineralisasi dari permukaan sebaik mungkin, namun demikian
kegiatan pemboran dapat dihentikan jika telah dapat mengetahui gambaran
geologi permukaan dan mineralisasi bawah permukaan secara menyeluruh.
35
Gambar 12. Pemboran Eksplorasi
Dalam melakukan perencnaan pemboran, hal-hal yang perlu
diperhatikan dan direncanakann dengan baik adalah :
Kondisi geologi dan topografi
Tipe pemboran yang akan digunakan
Spasi pemboran
Waktu pemboran, dan
Pelaksana ( Kontraktor ) pemboran
Umumnya mekanise pemboran dibagi menjadi tiga jenis, yaitu rotaty
drilling, percussive drilling, dan rotaty-percussive drilling.\Mata bor yang sering
digunakan umumnya berupa tricone bit untuk pemboran open hole ( non
coring ) ataupun diamond bit untuk pemboran inti ( coring ). Fuida bor yang
sering digunakan sering digunakan dalam suatu periode pemboran dapat
berupa udara, air, lumpur, atau campuran air dan lumpur. Fluida bor umumnya
berfungsi untuk : (a) pendingin mata bor (b) pelumas (c) mengangkat sludge
ke atas (d) melindungi dinding lubang bor dari runtuhan.
Metode pemboran yang akan digunakan bergantung kepada asumsi
yang letak dan ketebalan target yang akan dibor berdasarkan pada
informasi/data permukaan yang diperoleh. Dengan melakukan pemboran,
36
maka dapat dievaluasi kembali konsep dan geologi ( interprestasi ) yang telah
ada sebelumnya.
Pemboran dilakukan untuk dapat menentukan batas ( outline ) dari
endapan dan juga kemenerusan dari endapan tersebut yang berfungsi untuk
perhitungan cadangan. Dengan pemboran dapat diketahui control strukutur
dan statigrafi dari suatu zona mineralisasi. Metode pemboran yang akan
digunakan bergantung pada akses permukaan.
Beberapa jenis pemboran :
Pemboran Auger, biasanya digunakan untuk endapan plaser
Rotary Driling, biasanya digunakan oleh industry Minyak
Percussive Drilling
Reserve Circulation
3.4.5 Parit uji, Sumur uji
Selain pemetaan geologi melalui pengamatan ( pendeskripsian )
singkapan, penyusuran ( pencarian ) lokasi endapan bijih dapat juga dilakukan
dengan tracing float, paritan atau sumuran ( test pit ). Secara teoritis, dengan
melakukan kombinasi kegiatan antara pemetaan geologi, tracing float, paritan,
dan sumur uji, dengan mengumpulkan petunjuk kearah bijih, maka lokasi
endapan dapat diketahui ( di temukan ).
Adapun Pembuatan sumur uji dilakukan dengan membuat ukuran 1x1,5
m. Akan tetapi pada batas kedalaman yang digali belum ditemukan adanya
singkapan Batubara.
37
Gambar 13. Parit uji (Trench)
Gambar 14. Sumur Uji (Test Pit)
3.4.6 Pengambilan Contoh
Sampel (conto) merupakan satu bagian yang representatif atau satu bagian dari keseluruhan yang bisa menggambarkan berbagai karakteristik untuk tujuan inspeksi atau menunjukkan bukti-bukti kualitas, dan merupakan sebagian dari populasi stastistik dimana sifat-sifatnya telah dipelajari untuk mendapatkan informasi keseluruhan.
Secara spesifik, conto dapat dikatakan sebagai sekumpulan material yang dapat mewakili jenis batuan, formasi, atau badan bijih (endapan) dalam arti kualitatif dan kuantitatif dengan pemerian (deskripsi) termasuk lokasi dan komposisi dari batuan, formasi, atau badan bijih (endapan) tersebut. Proses pengambilan conto tersebut disebut sampling (pemercontoan).
Sampling dapat dilakukan karena beberapa alasan (tujuan) maupun tahapan pekerjaan (tahapan eksplorasi, evaluasi, maupun eksploitasi).
38
Selama fase eksplorasi sampling dilakukan pada badan bijih (mineable thickness) dan tidak hanya terbatas pada zona mineralisasi saja, tetapi juga pada zona-zona low grade maupun material barren, dengan tujuan untuk mendapatkan batas yang jelas antara masing-masing zona tersebut.
Selama fase evaluasi, sampling dilakukan tidak hanya pada zona endapan, tapi juga pada daerah-daerah di sekitar endapan dengan tujuan memperoleh informasi lain yang berhubungan dengan kestabilan lereng dan pemilihan metode penambangan.
Sedangkan selama fase eksploitasi, sampling tetap dilakukan dengan tujuan kontrol kadar (quality control) dan monitoring front kerja (kadar pada front kerja yang aktif, kadar pada bench open pit, atau kadar pada umpan material).
Pemilihan metode sampling dan jumlah conto yang akan diambil tergantung pada beberapa faktor, antara lain: Tipe endapan, pola penyebaran, serta ukuran endapan. Tahapan pekerjaan dan prosedur evaluasi, Lokasi pengambilan conto (pada zona mineralisasi, alterasi, atau
barren), Kedalaman pengambilan conto, yang berhubungan dengan letak dan
kondisi batuan induk. Anggaran untuk sampling dan nilai dari bijih.
Beberapa kesalahan yang mungkin terjadi dalam sampling, antara lain : Salting, yaitu peningkatan kadar pada conto yang diambil sebagai akibat masuknya material lain dengan kadar tinggi ke dalam conto. Dilution, yaitu pengurangan kadar akibatnya masuknya waste ke dalam conto. Erratic high assay, yaitu kesalahan akibat kekeliruan dalam penentuan posisi (lokasi) sampling karena tidak memperhatikan kondisi geologi. Kesalahan dalam analisis kimia, akibat conto yang diambil kurang representatif.
3.4.7 Analisa Contoh
Langkah-langkah pengerjaan preparasi conto yaitu sebagai berikut :
a. Menyiapkan conto/sample yang diambil dari lapangan, kemudian conto
dihancurkan menggunakan palu
b. Setelah itu hancuran conto tersebut diayak untuk mendapatkan ukuran
butir tertentu
c. sample siap untuk diproses dengan cara Quartering dan Splitting
39
BAB IV
HASIL PENYELIDIKAN
4.1 Keadaan Geologi Daerah Penyelidikan
Berdasarkan pengamatan di lapangan serta beberapa informasi yang kami
dapatkan dari beberapa refrensi dan literatur, keadaan geologi di daerah ini
adalah berupa geologi komplek yang ditandai dengan banyaknya struktur
geologi yang ada yakni perlipatan, patahan serta rekahan. Pada daerah
tersebut ditemukan banyak patahan, lipatan, dan rekahan yang terjadi kerena
Adanya pergerakan batuan atau pernah terjadinya pergeseran, juga
kegiatan gunung api. Batuan yang ada di daerah tersebut adalah berupa
batuan beku, batuan sedimen seperti batugamping, serpih, lempung dan
batupasir serta batuan metamorf seperti skis. Selain itu, juga dijumpai beberapa
sungai yang pada umumnya adalah stadia dewasa.
40
Gambar 15. Keadaan Geologi Daerah Penyelidikan
4.2 Keadaan Endapan/ Mineralisasi
Berdasarkan pengamatan di lapangan serta beberapa informasi yang kami
dapatkan dari beberapa refrensi dan literatur, kami dapat menarik kesimpulan
bahwa endapan batubara yang ada di daerah penyelidikan tersebut adalah
terbentuk dengan adanya proses endogen atau adanya cekungan rawa yang
kemudian terisi tumbuhan-tumbuhan kemudian mengendap dan terawetkan
serta mengalami proses penggambutan, dilanjutkan denga proses
pembatubaraan. Namun pada saat berlangsungnya proses pembatubaraan,
terjadi pula transgresi yaitu naiknya permukaan air laut menutupi daratan
sehingga kandungan air, markasit dan sulfur menjadi tinggi. Kandungan kalori
batubaranya sekitar 7000-8000 Kkal/kg.
Gambar 16. keadaan endapan Batubara di area penambangan
41
BAB V
K E S I M P U L A N
5.1 Keadaan Geologi yang Penting
Keadaan geologi merupakan hal yang sangat penting dalam melakukan
kegiatan Eksplorasi karena bahaya geologi bila tidak diperhitungkan dapat
mempengaruhi aktivitas manusia yang selanjutnya dapat berubah menjadi
bencana alam geologi seperti tanah longsor, banjir serta berupa resiko kerugian
perusahaan jika nantinya melakukan penambangan. Keadaan geologi yang
penting adalah berupa gerakan tanah, adanya patahan, rekahan, termasuk
kegempaan dan sedimentasi yang ada pada daerah target.
5.2 Keadaan Endapan Bahan Galian ( Kadar dan Penyebaran)
Kadar Batubara yang ditemukan di Kabupaten Maros, kecamatan Mallawa
Desa Uludaya mempunyai nilai kalori sebesar 7000-8000 k.kal/kg. berwarna
hitam agak kompak bersifat tidak higroskopis. Zat pengotor yang terdapat pada
batubara dareah tersebut ialah sulfur. Pada endapan batubara tersebut,
42
Sedangkan keadaan endapan berupa perlapisan memanjang mengikuti arah
perlapisan batuan dengan ketebalan seam 1 meter serta endapannya relative
agak jauh dari permukaan yaitu kedalaman over burden + 20 meter.
Macam-macam endapan mineral yang terdapat pada daerah penyelidikan
adalah sebagai berikut :
1). Batubara
Endapan batubara Formasi Mallawa telah mengalami proses deformasi
berupa perlipatan, persesaran dan penerobosan batuan beku granodiorit.
Batubara tersebut terdapat pada satuan batu lempung dan batupasir kuarsa,
dengan kedudukan jurus perlapisan bervariasi antara N 230 E hingga N 330 E,
kemiringan 8 - 15.
Kandungan; Kadar air = 9,1 – 17,20%. Kadar abu = 6,60 – 11,09%, Zat
terbang = 38,99 – 62,91%, Karbon padat = 37,06% Sulfur = 3,41%, Kalori =
5620 – 6000 K.Kal/kg. Batubara ini dapat dimanfaatkan untuk keperluan bahan
bakar.
2). Lempung
Bahan galian lempung di daerah ini menyebar cukup luas pada daerah
pedataran dan setempat-setempat di daerah Utara meliputi Kecamatan Mandai,
Maros Baru dan sebagaian Kecamatan Bantimurung, Tanralili dan Kecamatan
Watang Mallawa. Secara genetik lempung di daerah ini dijumpai dalam tiga
jenis yaitu: lempung hitam, lempung merah dan lempung abu-abu.
Kandungan: SiO2 = 53,99%; Al2O3 = 3,05%; Fe2O3 = 6,13%; Na2O = 5,34%;
K2O = 1,35%; MnO = 0,22%; MgO = 0,20%; H2O = 9,54%; LOI = 19,11%. Dari
hasil analisa kimia dan sifat fisik, maka lempung hitam jenis ini dapat digunakan
sebagai bahan baku untuk pembuatan batubata. Jumlah cadangan diperkirakan
mencapai 227,5 juta meter kubik.
3). Batugamping
Bahan galian batugamping di daerah ini merupakan bagian dari
batugamping Formasi Tonasa. Penyebarannya cukup luas menempati wilayah
morfologi ‘karst” Kecamatan Bantimurung dan sebagian Kecamatan Tanralili,
Camba dan Kecamatan Watang Mallawa. Hasil analisa kimia contoh
43
batugamping daerah Kabupten Maros, menunjukkan kandungan antara: SiO2 =
0,16 – 4,95%; Al2O3 = 0,66 – 2,13%; Fe2O3 = 0,02 – 0,12%; Na2O = 0,06 -
0,18%; K2O = 0,01 – 0,06%; MnO = 0,01 – 0,06% CaO = 51,18 – 57,83%; MgO
= 0,63 – 1,56%; H2O = 0,13 – 0,71%; LOI = 39,06 –
4). Pasir Kuarsa
Pasir kuarsa yang terdapat di daerah Kecamatan Watang Mallawa,
cadangan diperkirakan tidak kurang dari 5 juta ton. Sifat fisik sebagian besar
rapuh dan tidak kompak, berwarna putih, putih abu-abu, putih kemerah-
merahan, berukuran pasir halus sampai kasar, ketebalan lapisan antara 10 –20
meter, jumlah termasuk dalam Formasi Mallawa.
DAFTAR PUSTAKA
Harsolumakso, Agus Handoyo. 1995. Geologi Lapangan dan Teknik Eksplorasi.
Institut Teknologi Bandung. Bandung.
Notosiswoyo, Sudarto; dkk. 2000. Teknik Eksplorasi. Institut Teknologi Bandung.
Bandung.
http://www.google.com
44
45
46
LAMPIRAN 1
Peta Kabupaten Maros Dan Sekitarnya
47
Peta Geografi Sulawesi Selatan
Peta Geologi Kab. Maros
48
DOKUMENTASI
Foto bersama kelompok 4 di Pinggir sungai
49
Lapisan Top Soil dan Over Burden
Preparasi contoh
50
Proses Penambangan
51
Kondisi cuaca pada saat praktikum di lapangan
52