EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN … · EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN...
Transcript of EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN … · EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN...
EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN
PENDEKATAN STRUKTURAL “THINK-PAIR-SHARE”
PADA SUB POKOK BAHASAN OPERASI HITUNG BENTUK ALJABAR
DAN PERSAMAAN LINIER SATU VARIABEL
DITINJAU DARI AKTIVITAS BELAJAR SISWA
(Penelitian dilakukan di SMP Negeri 1 Salatiga Tahun Ajaran 2009/2010)
SKRIPSI
Oleh :
FARDHA SEHA AFIFAH
K 1305009
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2009
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan salah satu sektor kehidupan yang sangat
penting. Oleh karena itu pendidikan seharusnya mendapatkan perhatian dari
berbagai pihak baik pemerintah, kalangan akademis maupun masyarakat
umum. Salah satu cabang ilmu pengetahuan yang dipelajari dalam proses
pendidikan adalah matematika. Matematika mempunyai peran strategis dalam
proses pendidikan karena banyak cabang ilmu lain yang memanfaatkan
matematika.
Dalam pembelajaran di sekolah baik tingkat Sekolah Menengah
Pertama (SMP) maupun Sekolah Menengah Atas (SMA) seringkali
matematika dianggap sebagai mata pelajaran yang sulit dipelajari. Banyak
siswa yang merasa terbebani jika harus berhadapan dengan matematika di
sekolah. Hal ini disebabkan mereka sudah beranggapan bahwa ilmu
matematika ini rumit, membingungkan dan banyak siswa juga yang merasa
pesimis dahulu sebelum mereka berjuang untuk belajar matematika. Akhirnya
siswa hanya menghafal materi pelajaran matematika untuk memenuhi syarat
ujian saja. Akibatnya sering terjadi kekeliruan dalam pemahaman konsep dan
berdampak prestasi belajar matematika yang dicapai siswa masih tergolong
rendah.
Data dari Dinas Pendidikan dan Olahraga Kotamadya Salatiga
menyebutkan bahwa nilai rata-rata UAN (Ujian Akhir Nasional) Sekolah
Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) untuk mata
pelajaran Matematika lima tahun terakhir adalah sebagai berikut :
Tabel 1.1 Nilai rata-rata mata pelajaran matematika UAN SMP dan MTs
Tahun 2003/2004 2004/2005 2005/2006 2006/2007 2007/2008
Rata-rata 5,23 5,34 5,78 5,22 5,94
(Sumber: Dispora Kotamadya Salatiga)
Dari nilai rata-rata tersebut mengindikasikan bahwa masih banyak siswa yang
kesulitan dalam mempelajari matematika, sehingga mengakibatkan rendahnya
prestasi belajar matematika yang dicapai oleh siswa Sekolah Menengah
Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) se-Kotamadya Salatiga.
Kesulitan dalam mempelajari matematika untuk tingkat Sekolah
Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) melingkupi
beberapa pokok bahasan. Salah satu pokok bahasan yang dirasa sulit oleh
siswa kelas VII semester I adalah pokok bahasan Aljabar. Dalam pokok
bahasan ini, siswa baru pertama kali diperkenalkan tentang bentuk aljabar dan
penghitungan dalam bentuk aljabar. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
aljabar merupakan cabang matematika yang menggunakan tanda-tanda atau
huruf-huruf untuk menggambarkan atau mewakili angka-angka. Sehingga
dalam mempelajari materi ini, terdapat peralihan pikiran matematika yang
konkret ke pikiran matematika yang lebih abstrak. Pada umumnya, siswa
mengalami kesulitan pada saat penghitungan dalam bentuk aljabar karena
terdapat suatu bentuk variabel yang mewakili suatu nilai atau angka,
sedangkan siswa terbiasa berhitung dengan angka-angka yang nyata atau
sudah ada nilainya. Selain itu, dalam jurnal internasional yang ditulis oleh
Samo (2008) menyatakan bahwa “this study has revealed that the students
have many misconceptions in the use of symbols in Algebra which have
bearings on their learning of Algebra”. Hal ini menjelaskan bahwa sering
terjadi kesalahan pemahaman dalam penggunaan simbol-simbol dalam aljabar
sehingga menghambat pemahaman siswa terhadap materi aljabar.
Dari fakta-fakta yang telah disebutkan di atas dapat dikatakan bahwa
proses pembelajaran matematika belum berhasil. Hal ini dapat dipengaruhi
oleh banyak faktor baik dari dalam maupun dari luar diri siswa. Beberapa
faktor dari dalam siswa adalah kesehatan, minat, bakat, perhatian, motivasi,
tingkat kecerdasan, aktivitas belajar siswa dan lain-lain. Sedangkan faktor
dari luar diri siswa adalah guru, metode pembelajaran, fasilitas belajar,
kondisi lingkungan, dan sebagainya.
1
Sebagai tindak lanjut dari adanya masalah tersebut, dapat kita evaluasi
proses pembelajaran yang dialami oleh siswa. Dalam pembelajaran aljabar,
guru lebih sering menggunakan model pembelajaran konvensional dengan
metode ceramah atau ekspositori. Guru memberikan informasi materi
pelajaran, siswa mendengarkan, memperhatikan dan mencatat. Kemudian
oleh siswa, materi atau rumus yang dianggap penting dihafalkan. Dalam
pembelajaran dengan model tersebut, guru bertindak aktif sedangkan siswa
cenderung pasif. Padahal dengan model ini siswa menjadi kehilangan
keberanian untuk mengemukakan pendapat dan tidak tahu jika guru
melakukan kesalahan. Selain itu siswa akan menjadi lebih individualistis,
tidak peduli dengan siswa lain yang belum memahami materi karena mereka
beranggapan bahwa memahamkan siswa adalah kewajiban guru. Oleh karena
itu, proses alur pembelajaran yang demikian harus diubah, tidak harus selalu
dari guru ke siswa. Siswa juga bisa saling mengajar dengan sesama siswa
lainnya. Bahkan banyak penelitian yang menunjukkan bahwa pengajaran oleh
rekan sebaya (peer teaching) ternyata lebih efektif dari pada pengajaran oleh
guru.
Pembelajaran dengan model konvensional tersebut seharusnya diubah
karena pada dasarnya belajar matematika merupakan penanaman konsep. Hal
yang terpenting bagi siswa adalah bagaimana siswa dengan mudah
memahami konsep-konsep dasar dan siswa dapat lebih aktif dalam kelas.
Model pembelajaran yang dapat digunakan sebagai solusi untuk penanaman
konsep pada materi aljabar adalah cooperative learning.
Salah satu model dalam cooperative learning adalah dengan
pendekatan struktural “Think-Pair-Share” (TPS). Pendekatan struktural TPS
merupakan suatu metode mengajar yang memberikan penekanan pada
penggunaan struktur tertentu yang dirancang untuk mempengaruhi pola
kreatif siswa, dan memberikan waktu kepada siswa untuk berpikir dan
merespon serta saling membantu antara satu dengan yang lain dalam
menyelesaikan permasalahan tertentu. Model pembelajaran ini dapat
meningkatkan penguasaan akademis siswa. Selain itu, dengan model
pembelajaran ini siswa tidak akan cepat merasa bosan dalam belajar
matematika.
Fakta-fakta yang dikemukakan di atas disebabkan karena kesulitan
siswa dalam belajar matematika. Penggunaan model pembelajaran kooperatif
dengan pendekatan struktural TPS ini dapat membantu mengurangi kesulitan
belajar siswa yang telah dikemukakan di atas. Pada model ini siswa diarahkan
untuk berdiskusi dengan teman pasangannya sehingga mereka dapat saling
membantu satu sama lain untuk mengatasi kesulitan belajar. Selain itu siswa
pun dapat berbagi dengan teman sekelasnya mengenai permasalahan yang
diberikan. Oleh sebab itu, model ini juga dapat mengatasi kesulitan siswa
dalam mempelajari materi aljabar. Dengan penggunaan model pembelajaran
ini, siswa dapat memikirkan secara mandiri terlebih dahulu untuk
menyelesaikan sebuah persoalan dalam materi aljabar untuk kemudian
didiskusikan dengan pasangannya. Dalam pembelajaran ini benar-benar ada
keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran. Sehingga model pembelajaran
kooperatif dengan pendekatan struktural TPS sangat efektif untuk membantu
mengatasi kesulitan belajar siswa dan diharapkan permasalahan-
permasalahan di atas pun dapat di atasi.
Keberhasilan prestasi belajar selain dipengaruhi oleh model
pembelajaran yang dipakai guru, juga dipengaruhi oleh aktivitas belajar
siswa. Aktivitas belajar siswa merupakan faktor penting dalam kegiatan
belajar mengajar. Penggunaan model pembelajaran kooperatif dengan
pendekatan struktural TPS memerlukan aktivitas belajar siswa yang aktif
untuk berpikir mengenai permasalahan yang diberikan oleh guru. Aktivitas
siswa dalam berpasangan dengan teman lain untuk mendiskusikan
permasalahan yang diberikan juga dapat mempengaruhi keberhasilan prestasi
belajar siswa. Aktivitas siswa dalam berbagi kepada teman-teman lainnya
mengenai penyelesaian dari permasalahan yang diberikan juga dapat
meningkatkan pemahaman konsep dari siswa itu sendiri serta dapat
membantu siswa lain yang mengalami kesulitan pada permasalahan yang
diberikan tadi. Selain itu aktivitas belajar yang dilakukan siswa baik di
sekolah ataupun di rumah juga mempengaruhi keberhasilan siswa. Sehingga
dengan demikian tujuan pembelajaran dapat dicapai secara optimal.
B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasikan beberapa
masalah berikut.
1. Banyak siswa yang menganggap matematika itu rumit, membingungkan,
sehingga siswa hanya menghafal materi pelajaran untuk memenuhi syarat
ujian. Hal ini berakibat sering terjadi kekeliruan dalam pemahaman konsep
dan berdampak prestasi belajar matematika siswa rendah.
2. Kemungkinan kurang tepatnya model pembelajaran yang digunakan selama
ini menyebabkan rendahnya prestasi belajar matematika dan siswa
mengalami kesulitan, khususnya pada pokok bahasan aljabar.
3. Siswa tidak banyak berperan aktif dalam pembelajaran sehingga perlu
digunakan model pembelajaran yang dapat melibatkan siswa secara aktif.
4. Aktivitas belajar siswa dapat menyebabkan perbedaan prestasi belajar.
Aktivitas belajar siswa dimungkinkan menjadi faktor pendukung dalam
kegiatan belajar siswa baik di sekolah maupun di rumah. Oleh karena itu
perlu dikaji lebih lanjut mengenai aktivitas belajar siswa dalam menentukan
hasil prestasi belajar.
C. Pembatasan Masalah
Untuk lebih memfokuskan penelitian, maka peneliti membatasi
masalah penelitian. Hal ini bertujuan agar masalah yang ada dapat dikaji lebih
mendalam untuk memperoleh hasil yang maksimal, maka penelitian ini
dibatasi pada hal-hal berikut.
1. Model pembelajaran yang digunakan dibatasi pada pembelajaran matematika
dengan pendekatan struktural “Think-Pair-Share” untuk kelas eksperimen
dan model pembelajaran konvensional untuk kelas kontrol.
2. Aktivitas belajar siswa dibatasi pada aktivitas belajar matematika. Dalam hal
ini akan dibagi dalam tiga skala ordinal yaitu tinggi, sedang, dan rendah.
3. Prestasi belajar dalam penelitian ini dibatasi pada prestasi belajar matematika
kelas VII semester I SMP Negeri 1 Salatiga pada sub pokok bahasan Operasi
Hitung Bentuk Aljabar dan Persamaan Linear Satu Variabel.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah dan pembatasan
masalah yang telah dikemukakan, permasalahan dalam penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut.
1. Apakah penerapan model pembelajaran matematika dengan pendekatan
struktural “Think-Pair-Share” menghasilkan prestasi belajar matematika
yang lebih baik jika dibandingkan dengan menggunakan model pembelajaran
konvensional pada sub pokok bahasan Operasi Hitung Bentuk Aljabar dan
Persamaan Linear Satu Variabel?
2. Apakah prestasi belajar matematika siswa yang melakukan aktivitas belajar
matematika tinggi lebih baik daripada siswa yang melakukan aktivitas belajar
matematika sedang dan prestasi belajar matematika siswa yang melakukan
aktivitas belajar sedang lebih baik daripada siswa yang melakukan aktivitas
belajar matematika rendah dalam pembelajaran pada sub pokok bahasan
Operasi Hitung Bentuk Aljabar dan Persamaan Linear Satu Variabel?
3. Apakah terdapat interaksi antara model pembelajaran dan aktivitas belajar
siswa dalam belajar matematika terhadap prestasi belajar matematika pada
sub pokok bahasan Operasi Hitung Bentuk Aljabar dan Persamaan Linear
Satu Variabel?
E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Untuk mengetahui apakah pembelajaran matematika dengan model
pembelajaran matematika dengan pendekatan struktural “Think-Pair-Share”
menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik jika dibandingkan
dengan model pembelajaran konvensional pada sub pokok bahasan Operasi
Hitung Bentuk Aljabar dan Persamaan Linear Satu Variabel.
2. Untuk mengetahui apakah prestasi belajar matematika siswa yang melakukan
aktivitas belajar matematika tinggi lebih baik daripada siswa yang melakukan
aktivitas belajar matematika sedang dan prestasi belajar matematika siswa
yang melakukan aktivitas belajar sedang lebih baik daripada siswa yang
melakukan aktivitas belajar matematika rendah dalam pembelajaran pada sub
pokok bahasan Operasi Hitung Bentuk Aljabar dan Persamaan Linear Satu
Variabel.
3. Untuk mengetahui apakah terdapat interaksi antara model pembelajaran dan
aktivitas belajar siswa dalam belajar matematika terhadap prestasi belajar
matematika pada sub pokok bahasan Operasi Hitung Bentuk Aljabar dan
Persamaan Linear Satu Variabel.
F. Manfaat Penelitian
Dalam menyusun penelitian ini, diharapkan penelitian yang
dilakukan ini dapat :
1. Memberi masukan kepada guru atau calon guru matematika dalam
menentukan model pembelajaran yang tepat agar dapat meningkatkan
kemampuan dalam belajar matematika.
2. Memberikan informasi kepada guru atau calon guru tentang pengaruh
aktivitas belajar yang berbeda-beda dalam proses pembelajaran.
3. Menjadi pertimbangan dan masukan atau referensi ilmiah dan menumbuhkan
motivasi untuk meneliti pada mata pelajaran lain atau permasalahan yang
prosedur penelitiannya hampir sama.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kajian Teori
1. Prestasi Belajar Matematika
a. Hakekat Matematika
Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang penting baik dari
segi teoritis maupun aplikatif di dalam kehidupan sehari-hari. Terdapat
beberapa hakekat atau pengertian dari matematika. Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia (2005: 723) disebutkan bahwa, “Matematika adalah ilmu
tentang bilangan-bilangan, hubungan antara bilangan dan prosedur operasional
yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan”.
Purwoto (2003: 12-13) mengemukakan bahwa, “Matematika adalah
pengetahuan tentang pola keteraturan pengetahuan tentang struktur yang
terorganisasi mulai dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan ke unsur-unsur
yang didefinisikan ke aksioma dan postulat dan akhirnya ke dalil”.
Sedangkan R. Soejadi (2000: 11) mengemukakan bahwa ada
beberapa definisi dari matematika, yaitu sebagai berikut.
1) Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara sistematik.
2) Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi. 3) Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logik dan
berhubungan dengan bilangan. 4) Matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan
masalah tentang ruang dan bentuk. 5) Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logik. 6) Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa matematika
adalah cabang ilmu pengetahuan eksak tentang bilangan, kalkulasi, penalaran,
logik, fakta-fakta kuantitatif, masalah ruang dan bentuk, aturan-aturan yang
ketat, dan pola keteraturan serta tentang struktur yang terorganisir.
b. Belajar
Di dalam kehidupan sehari-hari, manusia selalu dekat dengan apa
yang disebut belajar. Seseorang yang telah belajar akan mengalami perubahan
8
tingkah laku baik dalam aspek pengetahuan, ketrampilan, maupun dalam
sikap. Perubahan tingkah laku dalam aspek pengetahuan yaitu dari tidak
mengerti menjadi mengerti, dari bodoh menjadi pintar. Perubahan tingkah
laku dalam aspek ketrampilan yaitu tidak bisa menjadi bisa, dari tidak trampil
menjadi trampil. Sedangkan perubahan tingkah laku dalam sikap yaitu dari
ragu-ragu menjadi yakin, dari tidak sopan menjadi sopan. Hal tersebut sesuai
dengan pendapat Purwoto (2003: 21) bahwa ”Belajar adalah proses yang
berlangsung dari keadaan tidak tahu menjadi lebih tahu, dari tidak terampil
menjadi terampil, dari belum cerdas menjadi cerdas, dari sikap belum baik
menjadi baik, dari pasif menjadi aktif,dari tidak teliti menjadi lebih teliti dan
seterusnya”.
Winkel (1996: 53) mengatakan bahwa, “Belajar adalah suatu aktivitas
mental/psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan,
yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman,
ketrampilan dan nilai-sikap. Perubahan ini bersifat relatif konstan dan
berbekas”.
Pengertian lain tentang belajar juga diberikan oleh ahli diantaranya
adalah pengertian menurut psikologis. Slameto (1995: 2) menyatakan bahwa,
“Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh
suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungan”.
Muhibbin Syah (1995: 90) menyatakan bahwa pengertian “Belajar
adalah perubahan yang relatif menetap yang terjadi dalam segala macam atau
keseluruhan tingkah laku suatu organisme sebagai suatu pengalaman”.
Selain beberapa pendapat mengenai definisi belajar tersebut, Sumadi
Suryabrata (1995: 249) menyebutkan bahwa hal pokok dalam kegiatan yang
disebut “belajar” adalah sebagai berikut.
1) Belajar itu membawa perubahan (dalam arti behavioural changes, aktual,
maupun potensial ).
2) Perubahan itu pada pokoknya adalah didapatkannya kecakapan baru.
3) Perubahan itu terjadi karena adanya usaha (dengan sengaja).
Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa belajar
adalah suatu aktifitas yang dilakukan oleh individu yang mengakibatkan
perubahan tingkah laku yang berupa pengetahuan (aspek kognitif), sikap
(aspek afektif), ketrampilan (aspek psikomotor), pada diri individu tersebut
berkat adanya interaksi antara individu dengan individu atau dengan
lingkungan. Di dalam belajar terkandung suatu aktifitas yang dilakukan
dengan segenap panca indra untuk memahami arti dari hubungan-hubungan
kemudian menerapkan konsep-konsep yang dihasilkan ke situasi yang nyata.
Belajar akan lebih baik kalau siswa mengalami sendiri.
c. Prestasi Belajar
Pengertian prestasi yang dikemukakan oleh para ahli sangatlah
bervariasi. Hal tersebut antara lain dikarenakan latar belakang dan sudut
pandang yang berbeda-beda dari para ahli itu sendiri. Akan tetapi perbedaan
tersebut justru dapat saling melengkapi pengertian dari prestasi itu sendiri.
Dalam Kamus Besar bahasa Indonesia (2005: 787), “Prestasi belajar adalah
pengusaan pengetahuan atau ketrampilan yang dikembangkan oleh mata
pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai atau angka yang diberikan oleh
guru”.
Zainal Arifin (1990:3) mengemukakan bahwa prestasi belajar
merupakan suatu masalah yang bersifat perennial dalam sejarah manusia
karena sepanjang rentang kehidupannya manusia selalu mengejar prestasi
menurut bidang dan kemampuannya masing-masing.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi
belajar adalah hasil usaha yang telah dicapai dalam proses belajar yang
dinyatakan dalam bentuk angka maupun simbol.
d. Prestasi Belajar Matematika
Berdasarkan pengertian prestasi belajar dan hakikat matematika yang
telah diuraikan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar
matematika adalah hasil yang dicapai oleh siswa sebagai usaha yang telah
dilakukan dalam bentuk penguasaan pengetahuan tentang pola keteraturan,
terstruktur yang logik dan teroganisir secara sistematik melalui interaksi
dengan manusia, dengan lingkungan sekitarnya yang dapat menghasilkan
perubahan yang dinyatakan dalam simbol, angka, huruf, maupun kalimat
dalam periode tertentu.
e. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Prestasi belajar dari siswa dapat dipengaruhi oleh beberapa hal.
Menurut Ngalim Purwanto (2006: 102), faktor-faktor yang mempengaruhi
prestasi belajar matematika dibedakan menjadi dua golongan, yaitu:
1) Faktor intern, yaitu faktor yang ada pada diri organisme itu sendiri.
Faktor dari dalam ini antara lain adalah perhatian, kesehatan, intelegensi,
minat, motivasi, aktivitas belajar dan cara belajar.
2) Faktor ekstern
Yang termasuk ke dalam faktor ekstern antara lain faktor keluarga, keadaan
awal, guru dan cara mengajarnya, alat-alat yang digunakan dalam
pembelajaran, kurikulum, dan lingkungan sekolah.
Dalam penelitian ini, akan dilihat dua faktor yang mempengaruhi
prestasi belajar, yaitu pendekatan pembelajaran (cara guru mengajar) dan
aktivitas belajar siswa.
2. Model Pembelajaran
Untuk mengatasi berbagai problematika dalam pelaksanaan
pembelajaran, diperlukan model-model pembelajaran yang dipandang mampu
mengatasi kesulitan guru melaksanakan tugas mengajar dan kesulitan belajar
siswa. Syaiful Sagala (2007:176) juga menyebutkan bahwa model
pembelajaran adalah kerangka konseptual yang mendeskripsikan dan
melukiskan prosedur yang sistematik dalam mengorganisasikan dalam
pengalaman belajar dan pembelajaran untuk mencapai tujuan belajar tertentu
dan berfungsi sebagai pedoman bagi perencanaan pengajaran bagi para guru
dalam melaksanakan aktivitas pembelajaran.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran adalah suatu prosedur sistematis yang digunakan oleh guru
sebagai pedoman bagi perencanaan pengajaran untuk mencapai tujuan belajar
tertentu.
Model pembelajaran yang berkaitan dengan penelitian ini adalah
model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan struktural “Think-Pair-
Share” dan model pembelajaran konvensional.
a. Model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan struktural “Think-
Pair-Share”
Pendekatan struktural “Think-Pair-Share” merupakan salah satu
model cooperative learning. Oleh karena itu sebelum membahas tentang
pendekatan struktural “Think-Pair-Share”, akan dibahas dulu mengenai
cooperative learning.
Manuel D. Rossetti dan Harriet Black Nembhard (1998: 68)
menyatakan bahwa “Cooperative learning adalah suatu strategi belajar
mengajar yang dirancang untuk memotivasi minat siswa dan membantu
mengingat tentang gagasan-gagasan atau ide yang dilakukan di antara sesama
dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri atas dua
orang atau lebih”. Jadi keberhasilan mengajar dalam pendekatan ini bukan
hanya ditentukan oleh kemampuan individu secara utuh, melainkan perolehan
itu akan baik bila dilakukan secara bersama-sama dalam kelompok kecil yang
terstruktur dengan baik.
Beberapa karakteristik cooperative learning menurut Manuel D.
Rossetti dan Harriet Black Nembhard (1998: 68) antara lain:
1) Positive interdependence, adalah sifat yang menunjukkan saling ketergantungan satu terhadap yang lain dalam kelompok serta positif.
2) Face-to-Face Promotive Interaction, proses yang melibatkan siswa dalam proses belajar yang mengharuskan siswa untuk belajar dengan satu sama lain.
3) Individual accountability/Personal Responsibility, yaitu setiap individu dalam kelompok mempunyai tanggung jawab untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi kelompok.
4) Collabortive Skills, yaitu suatu kebutuhan untuk mengajarkan kepada siswa tentang bagaimana siswa berfungsi dalam suatu kelompok. Siswa harus mempunyai pemahaman berkelompok, metode pendengaran yang aktif, pengendalian konflik, dan ketrampilan sosial lainnya agar diskusi berlangsung secara efektif.
5) Group processing, proses perolehan jawaban permasalahan dikerjakan oleh kelompok secara bersama-sama.
Adapun langkah-langkah cooperative learning adalah sebagai
berikut.
1) Guru merancang pengajaran, mempertimbangkan dan menetapkan target
pengajaran yang ingin dicapai.
2) Guru merancang lembar observasi kegiatan siswa dalam belajar secara
bersama-sama dalam kelompok kecil.
3) Guru mengarahkan dan membimbing siswa baik secara individual
maupun secara kelompok, dalam pemahaman materi maupun mengenai
sikap dan perilaku siswa selama kegiatan belajar mengajar.
4) Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mempresentasikan hasil
kerjanya.
Menurut Arend,R.I (2001: 322-326) pembelajaran kooperatif
mempunyai 4 variasi, yaitu:
1) STAD (StudentTeams-Achievement Divisions) Dalam penerapan STAD, guru menyajikan pelajaran kemudian siswa bekerja dalam kelompok untuk memastikan anggota kelompok telah menguasai materi tersebut. Akhirnya, seluruh siswa diberi kuis dengan materi yang sama. Pada waktu kuis, siswa tidak dapat saling membantu satu sama lain, dan nilai kuis tersebut yang dipakai untuk menentukan skor individu maupun kelompok.
2) Jigsaw Dalam penerapan Jigsaw, siswa dibagi dalam kelompok kecil yang heterogen dengan menggunakan kelompok ‘asal’ dan kelompok ‘ahli’. Setiap kelompok ‘asal’ diberi tugas untuk mempelajari bagian tertentu yang berbeda dari materi yang diberikan. Kemudian setiap siswa yang mempelajari topik yang sama saling bertemu dan membentuk kelompok ‘ahli’ untuk bertukar pendapat dan informasi. Setelah itu siswa tersebut kembali ke kelompok ‘asal’ untuk menyampaikan informasi yang diperoleh. Akhirnya setiap siswa diberi kuis secara individu. Penilaian dan penghargaan yang digunakan pada Jigsaw sama dengan STAD.
3) Grup Investigation (GI). Grup Investigation (Investigasi Kelompok) adalah metode pembelajaran kooperatif di mana setiap siswa bekerja dalam kelompok kecil untuk menyelidiki topik tertentu yang dipilih. Tipe ini merupakan pendekatan pembelajaran kooperatif yang paling kompleks yang paling sulit untuk diterapkan. Setiap kelompok membuat rencana kegiatan pembelajaran dan kemudian melaksanakannya. Akhirnya setiap kelompok
mempresentasikan hasilnya. Dalam teknik ini, penghargaan tidak diberikan.
4) Structural Approach (Pendekatan Struktural). Setelah guru menyajikan materi pelajaran, setiap kelompok mengerjakan lembar kerja siswa, saling mengajukan pertanyaan dan belajar bersama dalam kelompok. Pendekatan struktural dikembangkan oleh Spencer Kagan. Pendekatan tersebut memberikan penekanan pada penggunaan struktur tertentu yang dirancang untuk mempengaruhi pola kreatif siswa. Struktur yang dikembangkan oleh Kagan tersebut menghendaki siswa bekerja sama saling membantu dalam kelompok kecil. Ada dua tipe yang dikembangkan untuk meningkatkan hasil belajar siswa, yaitu: a) Think-Pair-Share, yaitu suatu pendekatan yang bertujuan memberi
siswa lebih banyak waktu untuk berpikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain. Pendekatan ini mempunyai tiga tahapan penting, yaitu berpikir (Thinking), berpasangan (Pairing), dan berbagi (Sharing). Informasi lebih lanjut mengenai tipe ini akan dibahas pada paragraph selanjutnya.
b) Number-Head-Together, yaitu suatu pendekatan yang melibatkan banyak siswa dalam menelaah materi pelajaran. Pendekatan ini bertujuan mengecek pemahaman siswa terhadap isi pelajaran tersebut. Pendekatan struktural Nurmber-Head-Together terdiri dari empat langkah utama, yaitu: penomoran, mengajukan pertanyaan, berpikir bersama, dan menjawab.
Salah satu struktur yang dikembangkan untuk meningkatkan
penguasaan akademis siswa terhadap materi yang diajarkan adalah pendekatan
struktural “Think-Pair-Share”. Model tersebut dikembangkan oleh Frank
Lyman dkk dari Universitas Maryland. Pendekatan struktural “Think-Pair-
Share” memberikan kepada siswa waktu untuk berpikir dan merespon serta
saling membantu satu sama lain.
Dalam menerapkan pendekatan struktural “Think-Pair-Share”, Frank
Lyman dalam Arend, R.I (2001: 325-326) menggunakan langkah-langkah
sebagai berikut.
1) Thinking (berpikir)
Guru memberikan pertanyaan yang berhubungan dengan pelajaran, kemudian
siswa diminta untuk memikirkan pertanyaan tersebut secara mandiri
untuk beberapa saat.
2) Pairing (berpasangan)
Guru meminta siswa untuk berpasangan dengan siswa yang lain untuk
mendiskusikan apa yang telah dipikirkannya pada langkah pertama.
Interaksi pada tahap ini diharapkan dapat berbagi jawaban jika telah
diajukan suatu pertanyaan atau ide jika suatu persoalan khusus telah
diidentifikasi. Biasanya guru memberikan waktu 4-5 menit untuk
berpasangan.
3) Sharing (berbagi)
Guru meminta pasangan-pasangan siswa tersebut untuk berbagi atau bekerja
sama dengan kelas secara keseluruhan mengenai apa yang telah mereka
diskusikan dengan cara bergantian pasangan demi pasangan atau
melaporkan hasil diskusi di depan kelas. Jumlah pasangan tersebut paling
tidak seperempat dari jumlah pasangan di kelas, tetapi juga disesuaikan
dengan waktu yang tersedia. Pada langkah ini akan menjadi efektif apabila
guru berkeliling kelas dari pasangan yang satu ke pasangan yang lain.
Berdasarkan langkah-langkah di atas peneliti menggunakan langkah-
langkah pengembangan sebagai berikut.
1) Guru mengorganisasi kelas untuk belajar dan mengarahkan siswa untuk
mempersiapkan materi yang telah dipelajari di rumah.
2) Guru mengingatkan siswa pada materi prasarat dan memberikan
penjelasan seperlunya yang berkaitan dengan materi yang akan dipelajari
siswa.
3) Guru membagikan LKS yang berisi pertanyaan atau masalah dan
mengarahkan siswa untuk mengerjakan LKS, menjawab pertanyaan,
menyelesaikan masalah, melakukan aktivitas, atau mengerjakan tugas
secara mandiri.
4) Guru membagi siswa membentuk kelompok yang terdiri dari dua orang
(berpasangan).
5) Siswa berdiskusi dalam kelompok untuk menentukan jawaban dari
pertanyaan guru berdasarkan jawaban yang telah mereka peroleh secara
mandiri.
6) Guru menunjuk kelompok tertentu dan meminta kelompok tersebut
mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya kepada teman-teman
sekelas. Kegiatan ini dilanjutkan dengan menunjuk beberapa kelompok
lagi dan disesuaikan dengan waktu kegiatan belajar mengajar.
7) Guru bersama-sama dengan siswa untuk membahas dan menyimpulkan
materi yang telah dipelajari
8) Guru memberikan evaluasi untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa
dalam memahami materi
9) Guru menutup pelajaran dan memberikan tugas untuk dikerjakan di
rumah.
Kelebihan dan kelemahan model pembelajaran kooperatif dengan
pendekatan struktural “Think-Pair Share” adalah sebagai berikut.
Kelebihan:
1) Adanya interaksi antara siswa melalui diskusi untuk menyelesaikan
masalah akan meningkatkan ketrampilan sosial siswa.
2) Baik siswa yang pandai maupun siswa yang kurang pandai sama-sama
memperoleh manfaat melalui aktivitas belajar kooperatif.
3) Kemungkinan siswa lebih mudah memahami konsep dan memperoleh
kesimpulan.
4) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan
ketrampilan bertanya, berdiskusi, dan mengembangkan bakat
kepemimpinan.
Kelemahan:
1) Siswa yang pandai cenderung mendominasi sehingga dapat menimbulkan
sikap minder dan pasif dari siswa yang kurang pandai.
2) Diskusi tidak akan berjalan lancar jika siswa hanya menyalin pekerjaan
siswa yang pandai.
3) Pengelompokan siswa membutuhkan tempat duduk berbeda dan
membutuhkan waktu.
Kelebihan tersebut dapat terjadi apabila ada tanggung jawab
individual anggota kelompok, artinya keberhasilan kelompok ditentukan oleh
hasil belajar individual semua anggota kelompok. Selain itu diperlukan adanya
pengakuan kepada kelompok yang kinerjanya baik sehingga anggota
kelompok tersebut dapat melihat bahwa kerjasama untuk saling membantu
teman dalam satu kelompok sangat penting. Sedangkan kelemahan yang ada
dapat diminimalisir dengan peran guru yang senantiasa meningkatkan
motivasi siswa yang lemah agar dapat berperan aktif, meningkatkan tanggung
jawab siswa untuk belajar bersama, dan membantu siswa yang mengalami
kesulitan.
b. Model Pembelajaran Konvensional
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002:459) menyatakan
konvensional adalah tradisional, sedangkan tradisional sendiri diartikan
sebagai sikap dan cara berpikir dan bertindak yang selalu berpegang teguh
pada norma dan adat kebiasaan yang ada secara turun temurun. Dalam
observasi yang dilakukan sebelum penelitian, ditemukan bahwa model
pembelajaran yang biasa digunakan oleh guru adalah model pembelajaran
dengan metode ceramah. Oleh karena itu model pembelajaran konvensional
yang dimaksud dalam penelitian ini adalah model pembelajaran dengan
metode ceramah.
Menurut Purwoto (2003:67) metode ceramah adalah suatu cara
penyampaian informasi dengan lisan dari seseorang kepada sejumlah
pendengar di suatu ruangan, penceramah mendominasi seluruh kegiatan
sedang pendengar hanya memperhatikan dan membuat catatan seperlunya.
Sedangkan menurut Muhibbin Syah (2006:203) menyebutkan bahwa metode
ceramah adalah sebuah metode mengajar dengan menyampaikan informasi
dan pengetahuan secara lisan kepada sejumlah siswa yang pada umumnya
mengikuti secara pasif. Dalam pengajaran menggunakan metode ceramah
perhatian terpusat pada guru sedangkan siswa hanya menerima secara pasif.
Syaiful Sagala (2007:202) menjelaskan langkah-langkah yang
dilakukan oleh guru dalam metode ceramah adalah sebagai berikut.
1) Menjelaskan tujuan pembelajaran kepada peserta didik.
2) Mengemukakan pokok-pokok materi yang akan dibahas.
3) Memancing pengalaman peserta didik yang cocok dengan materi yang
akan dipelajarinya.
4) Menyajikan materi dengan ceramah.
5) Menutup pelajaran dengan pada akhir pelajaran yaitu dengan mengambil
kesimpulan dari semua pelajaran yang telah diberikan dan memberi
kesempatan kepada peserta didik untuk menanggapi materi yang telah
diberikan dan melaksanakan penilaian untuk mengukur perubahan tingkah
laku peserta didik.
Mulyani Sumantri dan Johar Permana (2001: 118) mengemukakan
bahwa metode ceramah mempunyai kelebihan dan kekurangan sebagai
berikut.
1) Kelebihan
a) Murah dalam arti efisien dalam pemanfaatan waktu dan menghemat
biaya pendidikan dengan seorang guru yang menghadapi banyak
peserta didik.
b) Mudah dalam arti materi dapat disesuaikan dengan keterbatasan
perlatan dapat disesuaikan dengan jadwal guru terhadap
ketidaktersediaan bahan-bahan tertulis.
c) Meningkatkan daya dengar peserta didik dan menumbuhkan minat
belajar dari sumber lain.
d) Memperoleh penguatan bagi guru dan peserta didik yaitu guru
memperoleh penghargaan, kepuasan dan sikap percaya diri dari peserta
didik atas perhatian yang ditunjukkan peserta didik dan peserta didik
merasa senang dan menghargai guru bila ceramah guru meninggalkan
kesan dan berbobot.
e) Ceramah memberikan wawasan yang luas dari sumber lain, karena
guru dapat menjelaskan topik dengan mengaitkan dengan kehidupan
sehari-hari.
2) Kekurangan
a) Dapat menimbulkan kejenuhan kepada peserta didik apabila guru
kurang dapat mengorganisasikannya.
b) Menimbulkan verbalisme terbatas pada apa yang diingat guru.
c) Materi ceramah terbatas apada apa yang diingat guru.
d) Merugikan peserta didik yang lemah dalam kemampuan
mendengarkan.
e) Menjejali peserta didik dengan konsep yang belum tentu diingat terus.
f) Informasi yang disampaikan mudah usang dan ketinggalan jaman.
g) Tidak merangsang perkembangan kreativitas peserta didik.
h) Terjadi proses satu arah dari guru kepada peserta didik.
Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran
konvensional adalah cara penyajian pelajaran yang dilakukan oleh guru
dengan mengikuti kebiasaan yang telah ada yaitu dengan cara ceramah atau
penjelasan secara lisan kepada siswa, dan siswa hanya berperan sebagai
pendengar.
3. Aktivitas Belajar Siswa
Dalam melakukan suatu kegiatan belajar, diperlukan adanya aktivitas
belajar. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002:17) aktivitas berarti
keaktifan, kegiatan, atau kesibukan. Sardiman A.M (2004:95) menyatakan
bahwa aktivitas belajar adalah berbuat, berbuat untuk mengubah tingkah laku,
jadi melakukan sesuatu. Pendapat Rousseau dalam Sardiman A.M (1990:95)
memberikan penjelasan bahwa segala pengetahuan itu harus diperoleh dengan
pengamatan sendiri, pengalaman sendiri, penyelidikan sendiri baik secara
rohani maupun teknis. Hal ini berarti bahwa setiap orang yang belajar harus
aktif, tanpa ada aktivitas maka proses belajar tidak mungkin terjadi.
Menurut pandangan Judith Harris, Punya Mishra dan Matthew
Koehler (2009), bagian-bagian aktivitas adalah bagin dari pelajaran individu,
yang masing-masing mempunyai fokus utama, ukuran, ketentuan,
keikutsertaan, materi, waktu, langkah, tingkatan kognitif, tujuan, dan tingkat
kesukaran siswa.
Paul B. Diedrich dalam Sardiman A.M (2004:101) menyatakan
bahwa aktivitas siswa dapat digolongkan sebagai berikut.
a. Visual activities misalnya membaca, memperhatikan gambar demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain.
b. Oral activities seperti menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, interupsi.
c. Listening activities seperti mendengarkan, percakapan, diskusi, musik, pidato. d. Writing activities misalnya menulis cerita, karangan, laporan, angket,
menyalin. e. Drawing activities misalnya menggambar, membuat grafik, peta dan diagram. f. Motor activities seperti melakukan percobaan, membuat konstruksi, model
mereparasi, bermain, berkebun, beternak. g. Mental activities misalnya menanggap, mengingat, memecahkan soal,
menganalisa, melihat hubungan, mengambil keputusan. h. Emotional activities misalnya menaruh minat, merasa bosan, gembira,
bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup. Oemar Hamalik (2001:170) mengemukakan bahwa pengajaran
modern lebih menitikberatkan pada aktivitas belajar siswa sehingga mereka
memperoleh pengetahuan, pemahaman dan aspek-aspek tingkah laku lainnya
serta mengembangkan keterampilan yang bermakna untuk hidup di
masyarakat.
Oemar Hamalik (2001:170) juga menyebutkan bahwa penggunaan
asas aktivitas belajar besar nilainya bagi pengajaran para siswa karena hal-hal
sebagai berikut.
a. Para siswa mencari pengalaman sendiri dan langsung mengalami sendiri. b. Berbuat sendiri akan mengembangkan seluruh aspek pribadi siswa. c. Memupuk kerja sama yang harmonis di kalangan siswa. d. Siswa bekerja menurut minat dan kemampuan sendiri . e. Pengajaran diselenggarakan secara realistis dan kongkret hingga
mengembangkan pemahaman dan berpikir kritis. f. Pengajaran di sekolah menjadi hidup sebagaimana aktivitas kehidupan di
masyarakat. Syaiful Bahri Djumariah (2003:38) menyebutkan bahwa terdapat
beberapa aktivitas-aktivitas belajar siswa antara lain:
a. Mendengarkan Mendengarkan adalah salah satu aktivitas belajar. Setiap orang yang belajar di
sekolah pasti ada aktivitas mendengarkan. Ketika seorang guru menggunakan metode ceramah, maka setiap siswa diharuskan mendengarkan apa yang guru sampaikan.
b. Memandang Memandang adalah mengarahkan penglihatan ke suatu objek. Aktivitas
memandang merupakan aktivitas belajar. Memandang semua lingkungan sekolah adalah belajar untuk membentuk kepribadian siswa. Tidak semua
aktivitas memandang berarti belajar. Aktivitas memandang dalam arti belajar di sini adalah aktivitas memandang yang bertujuan sesuai dengan kebutuhan untuk mengadakan perubahan tingkah laku yang positif.
c. Meraba, membau dan mencicipi Aktivitas meraba, membau dan mencicipi/mengecap dapat dikatakan belajar
apabila semua aktivitas itu di dorong oleh kebutuhan, motivasi untuk mencapai tujuan dengan menggunakan situasi tertentu untuk memperoleh perubahan tingkah laku.
d. Menulis dan mencatat Tidak setiap mencatat adalah belajar. Aktivitas belajar yang bersifat menurut
mengopi tidak dapat dikatakan sebagai aktivitas belajar. Mencatat yang termasuk aktivitas belajar yaitu apabila dalam mencatat, orang menyadari kebutuhan dan tujuannya, serta menggunakan seperangkat tertentu agar catatan itu nantinya berguna bagi tujuan belajar.
e. Membaca Aktivitas membaca merupakan aktivitas yang paling banyak dilakukan selama
belajar di sekolah. f. Membuat ikhtisar atau ringkasan dan menggarisbawahi.
Banyak orang yang merasa terbantu dalam belajarnya karena menggunakan ikhtisar-ikhtisar materi yang dibuatnya. Ringkasan memang dapat membantu dalam hal mengingat atau mencari kembali materi yang ada dalam buku.
g. Mengamati tabel-tabel, diagram-diagram dan bagan-bagan. Gambar-gambar, peta-peta dapat membantu pemahaman seseorang tentang sutu
hal. h. Mengingat
Mengingat adalah salah satu aktivitas belajar misalnya menghafal bahan pelajaran berupa dalil, kaidah, pengertian, rumus dan sebagainya.
i. Belajar dengan mempraktekkan Learning by doing adalah konsep belajar yang menghendaki adanya penyatuan
usaha mendapatkan kesan-kesan dengan cara berbuat. Belajar dengan berbuat yaitu dengan latihan. Latihan merupakan cara yang terbaik untuk memperkuat ingatan
j. Berpikir Dengan berpikir orang memperoleh penemuan baru, setidak-tidaknya orang
menjadi tahu tentang hubungan antara sesuatu. Aktivitas belajar yang dapat dilakukan oleh siswa sangatlah
kompleks seperti yang telah disebutkan di atas, namun tidak semua jenis
aktivitas dapat dilakukan dalam belajar matematika. Aktivitas belajar
matematika yang dimaksud dalam penelitian ini adalah aktivitas belajar
matematika yang meliputi kegiatan mendengarkan, mencatat, membaca,
mengingat, mengerjakan soal secara mandiri, berdiskusi dengan teman
kelompoknya, berbagi dengan teman mengenai permasalahan yang diberikan
guru dan juga aktivitas belajar yang dilakukan siswa di rumah.
4. Tinjauan Materi
a. Bentuk Aljabar dan Unsur-Unsurnya
Suatu bentuk aljabar terjadi dari suatu konstanta variabel (peubah)
atau kombinasi konstanta atau peubah melalui operasi penjumlahan,
pengurangan, perkalian, pembagian, perpangkatan, dan perakaran.
Contoh bentuk-bentuk aljabar:
1) 2a
2) 3a + 5
3) 4x2 + 5x - 6
4) ab
5) 5x - 2y - 7
Dengan a, b, c, x, dan y adalah suatu variabel (peubah). Bentuk (i)-(iii) adalah
bentuk aljabar dengan satu variabel (peubah) dan bentuk (iv)-(v) adalah
bentuk aljabar dengan dua variabel (peubah).
Dari bentuk-bentuk aljabar di atas, dapat diuraikan hal-hal sebagai
berikut.
Tabel 2.1 Unsur-unsur dalam Aljabar
Bentuk Aljabar Suku Koefisien Konstanta
2a Terdiri 1 suku a adalah 2 -
3a + 5
Terdiri dari 2
suku
a adalah 3 5 sebagai
konstanta
4x2 + 5x - 6
Terdiri dari 3
suku
x2 adalah 4
x adalah 5
-6 sebagai
konstanta
Ab
Terdiri dari 1
suku
- -
5x - 2y - 7 Terdiri dari 3 x adalah 5 -7 sebagai
suku y adalah -2 konstanta
1) Faktor
- 30 = 2 x 3 x 5 = 2.3.5 2, 3, dan 5 adalah faktor dari 30
- abc =a x b x c = a.b.c a, b, dan c adalah faktor dari abc
2) Suku sejenis dan tidak sejenis
- Bentuk-bentuk aljabar dengan suku sejenis:
(i) 3p + 2p
(ii) 6pq + 2pq (iii) x2 + 2x2
- Bentuk-bentuk aljabar dengan suku tidak sejenis:
(i) 3p + 2q
(ii) 6pq + 2p (iii) x2 + 2x
b. Operasi Hitung Bentuk Aljabar
1) Menjumlahkan dan mengurangkan bentuk aljabar
Suatu bentuk aljabar yang mengandung suku-suku yang sejenis, dapat
disederhanakan dengan cara menjumlahkan atau mengurangkan.
Contoh:
a) Sederhanakan bentuk 3a – 2b + 6a + 4b – 3c!
Jawab :
3a – 2b + 6a + 4b – 3c = 3a + 6a – 2b + 4b – 3c
= (3 + 6)a + (-2 + 4)b – 3c
= 9a + 2a - 3c
b) Kurangkan 2a – 5 dari 5a + 7!
Jawab :
(5a + 7) – (2a – 5) = 5a + 7 – 2a + 5
= 5a – 2a + 7 + 5
= (5 - 2)a + 12
= 3a + 12
2) Menyatakan perkalian suatu konstanta dengan suku dua sebagai jumlah
atau selisih.
Sifat distributif perkalian terhadap penjumlahan dan pengurangan adalah :
Menyatakan perkalian suatu konstanta dengan suku dua dengan menggunakan
sifat distributif perkalian sebagai jumlah dan selisih.
Contoh:
a) 2( p + q) = 2p + 2q
b) 5(6p + 4q) = 30p + 20q
3) Pangkat aljabar
Seperti halnya pada perpangkatan pada bilangan bulat, bentuk dari:
a) p2 = p x p
b) p2 x p3 = (p x p) x (p x p x p)
= p x p x p x p x p
= p5
Dapat disimpulkan perkalian dengan faktor yang sama adalah
pm x pn = p (m+n)
c) 32p )( 2p x )( 2p x )( 2p
= (p x p) x (p x p) x (p x p)
= p x p x p x p x p x p
= p6
Dapat disimpulkan perpangkatan dengan faktor yang sama adalah
nmnm pp
d) 22 4)2()2(2 pppp
Dapat disimpulkan perpangkatan suatu perkalian konstanta dengan suatu
faktor adalah nnn pmmp )(
4) Perkalian dalam bentuk aljabar
a x (b + c) = ab + ac
a x (b – c) = ab – ac
a) Perkalian dalam bentuk ))(( qxpx
Sesuai dengan sifat distributif perkalian sebelumnya,
))(( qxpx = qpxxpx )()(
= pqqxpxx 2
= pqxqpx )(2
b) Penjabaran dari ))(( pxpx
Sesuai dengan penjabaran sebelumnya,
))(( pxpx = ))()(( pxpx
= 22 ))(( pxppx
= 22 px
c) Penjabaran dari 22 )(dan )( pxpx
222
222
2)(2)(
ppxxpxppxxpx
5) Menentukan FPB dan KPK dari bentuk aljabar
Sebelum menentukan KPK dan FPB dari bentuk-bentuk aljabar suku tunggal,
kita harus dapat menguraikannya menjadi faktor-faktor (faktorisasi).
Faktorisasi dilakukan untuk menerangkan operasi bilangan, sehingga dapat
mempermudah suatu penyelesaian.
a) Menentukan FPB
FPB (Faktor Persekutuan Terbesar) adalah faktor persekutuan dari dua
bilangan atau lebih yang nilainya paling besar. FPB dapat ditentukan
dengan menuliskan faktor prima dari semua bilangan yang ada. Dari
masing-masing hasil faktorisasi bilangan, dipilih faktor yang sama dan
yang berpangkat paling kecil. FPB adalah hasil perkalian dari faktor-
faktor tersebut.
b) Menentukan KPK
KPK (Kelipatan Persekutuan Terkecil) adalah kelipatan persekutuan dari
dua bilangan atau lebih yang nilainya paling kecil. KPK dapat
ditentukan dengan menuliskan faktor prima dari semua bilangan yang
ada. Dari masing-masing hasil faktorisasi bilangan, dipilih semua
faktor yang ada, bila terdapat faktor yang sama, dipilih yang
berpangkat paling besar. KPK adalah hasil perkalian dari faktor-faktor
tersebut.
Contoh: Tentukan FPB dan KPK dari 18a dengan 12a2!
Jawab:
18a = 2 x 32 x a
12a2 = 22 x 3 x a2
FPB dari 18a dengan 12a2 adalah 2 x 3 x a = 6a
KPK dari 18a dengan 12a2 adalah 22 x 32 x a2 = 36a2
Jadi, FPB-nya adalah 6a dan KPK-nya adalah 36a2.
6) Pecahan aljabar dan operasi hitung pada pecahan aljabar
a) Penjumlahan dan pengurangan pecahan aljabar
Seperti halnya pecahan pada bilangan bulat, penjumlahan dan pengurangan
pecahan bentuk aljabar adalah dengan cara menyamakan penyebutnya
dan menjumlahkan atau mengurangkan pembilang-pembilangnya.
Contoh:
(1) b
xybx
by
32
32
3
(2) aaaaa 12
2912
92012
)3(3)4(543
35
(3) b
cbabcb
bac
ba
b) Perkalian dan pembagian pecahan aljabar
Seperti halnya perkalian pecahan pada bilangan bulat, perkalian pecahan
aljabar diperoleh dengan mengalikan pembilang dengan pembilang dan
penyebut dengan penyebut.
Contoh:
bdac
dbca
dc
ba
2120
7345
74
35
Untuk pembagian dua pecahan, dapat kita lakukan dengan mengalikan
pecahan tersebut terhadap kebalikannya.
Contoh:
ba
ba
ba
ba
1415
2753
25
73
52:
73
c) Perpangkatan pecahan aljabar
Seperti halnya perpangkatan pecahan pada bilangan bulat, perpangkatan
pecahan aljabar diperoleh dengan memangkatkan pembilang dan
penyebutnya.
Contoh: 3
3
3
33
827
)2()3(
23
yx
yx
yx
c. Persamaan Linear Satu Variabel
1) Kalimat terbuka
Kalimat terbuka adalah suatu kalimat yang di dalamnya memuat suatu
variabel. Karakteristik dari suatu kalimat terbuka adalah kalimat terbuka
belum diketahui nilai kebenarannya.
Contoh:
Tabel 2.2 Contoh kalimat terbuka
Kalimat terbuka Kalimat yang benar Kalimat yang salah
- 18 = 17
x x 6 = 42
x adalah bilangan
prima yang genap
35 – 18 = 17
7 x 6 = 42
2 adalah bilangan
prima yang genap
25 – 18 = 17
8 x 6 = 42
4 adalah bilangan
prima yang genap
Himpunan penyelesaian dari suatu kalimat terbuka adalah suatu nilai yang
dapat membuat kalimat terbuka tersebut bernilai benar.
Contoh: x adalah faktor dari 4
Bila nilai x diganti dengan 1, 2, dan 4, maka kalimat tersebut bernilai benar.
Jadi himpunan penyelesaian dari kalimat terbuka tersebut adalah {1,2,4}.
2) Persamaan linear dengan satu variabel
a) Persamaan linier dengan satu variabel
Kalimat terbuka yang menyatakan hubungan “sama dengan” (ditulis =)
dinamakan persamaan. Persamaan linier dengan satu variabel adalah
persamaan yang di dalamnya hanya terdapat satu peubah saja dan
pangkat tertinggi dari peubah tersebut adalah satu.
b) Penyelesaian persamaan linier dengan satu variabel
Untuk menyelesaikan persamaan linier dengan satu variabel, dapat
digunakan dua cara, yaitu:
(1) Substitusi
Dengan mensubstitusikan daerah yang memuat variabel dan
menemukan variabel yang tepat agar persamaan bernilai benar.
Contoh:
Tentukan x dari persamaan 74 x , dengan x sebagai variabel pada
himpunan bilangan asli.
Dengan mensubstitusikan nilai x, maka jika:
x = 1, didapat kalimat 1 + 4 = 7 (kalimat yang salah)
x = 2, didapat kalimat 2 + 4 = 7 (kalimat yang salah)
x = 3, didapat kalimat 3 + 4 = 7 (kalimat yang benar)
x = 4, didapat kalimat 4 + 4 = 7 (kalimat yang salah)
Jelas bahwa kalimat tersebut bernilai benar hanya untuk x yang
bernilai 3. Jadi himpunan penyelesaiannya adalah {3}.
(2) Mencari persamaan-persamaan yang ekuivalen
Dengan mencari persamaan-persamaan yang ekuivalen dengan
persamaan yang diketahui.
Contoh:
Selesaikan persamaan 1413 x jika x merupakan anggota dari
P={3,4,5,6}!
Tabel 2.3 Persamaan-persamaan yang ekuivalen
Persamaan Operasi hitung Hasil
a. 1413 x Kedua ruas (ii) 153(i)114113
xx
ditambahkan 1
b. 3x = 15 Kedua ruas dikalikan
dengan 31 (iii) 5
15313
31
x
x
c. x = 5
Persamaan-persamaan dalam kolom persamaan adalah persamaan yang
ekuivalen, dapat dituliskan dengan tanda penghubung .
1413 x 3x = 15 x = 5
Jadi penyelesaian dari persamaan 1413 x adalah x = 5. Himpunan
penyelesaiannya adalah {5}.
B. Penelitian Yang Relevan
Penelitian ini relevan dengan beberapa penelitian yang telah
dilakukan sebelumnya. Empat penelitian yang relevan dengan penelitian ini
adalah sebagai berikut:
Wahyu Triambodo (2007) dalam penelitiannya yang berjudul
“Eksperimentasi Pengajaran Matematika Dengan Menggunakan Pendekatan
Struktural Think-Pair-Share Pada Sub Pokok Bahasan Luas Dan Volume
Bangun Ruang Ditinjau Dari Gaya Belajar Matematika (Penelitian Dilakukan
di SMA Muhamadiyah II Surakarta Tahun Ajaran 2006/2007)” yang
menyimpulkan bahwa pendekatan struktural “Think-Pair-Share”
menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada metode
konvensional pada subpokok bahasan luas dan volume bangun ruang baik
untuk siswa yang mempunyai tipe gaya belajar auditorial, visual, maupun
kinestetik dan siswa yang memiliki gaya belajar auditorial dan gaya belajar
visual memiliki prestasi belajar yang lebih baik daripada siswa dengan gaya
belajar kinestetik. Persamaannya dengan penelitian ini adalah penggunaan
model pembelajaran yang sama, yaitu model pembelajaran matematika
dengan pendekatan struktural Think Pair Share. Sedangkan perbedaannya
adalah pada tinjauan yang dipakai dan materi yang digunakan untuk
penelitian.
Elita Listiyanti (2006) dengan judul “Pengaruh Metode mengajar
Terhadap Prestasi Belajar Matematika Ditinjau dari Aktivitas Belajar Siswa
Kelas VIII Semester II SLTP Negeri 2 Surakarta Tahun Ajaran 2004/2005”
yang menyimpulkan bahwa metode latihan dan tugas membuat kesimpulan
yang dilengkapi alat peraga menghasilkan prestasi yang lebih efektif daripada
metode konvensional, prestasi belajar siswa yang mempunyai aktivitas belajar
sedang menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik daripada siswa yang
mempunyai aktivitas belajar rendah dan prestasi belajar siswa yang
mempunyai aktivitas belajar tinggi lebih baik daripada siswa yang
mempunyai aktivitas belajar rendah, metode latihan dan tugas membuat
kesimpulan yang dilengkapi alat peraga menghasilkan prestasi yang lebih
efektif hanya pada siswa yang mempunyai aktivitas belajar tinggi,dan prestasi
siswa yang mempunyai aktivitas belajar tinggi lebih baik daripada siswa yang
mempunyai aktivitas belajar sedang dan rendah. Persamaannya dengan
penelitian ini adalah pada tinjauan yang dipakai, yaitu aktivitas belajar siswa.
Sedangkan perbedaannya adalah pada model pembelajaran yang digunakan
dan penggunaan metode penelitian yang berbeda dalam penelitian ini.
Yani Tri Purwanti (2009) dengan judul “Eksperimentasi
Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Struktural Think Pair Share
Pada Subpokok Bahasan Faktorisasi Bentuk Aljabar Dan Operasi Pecahan
Bentuk Aljabar Ditinjau Dari Aktivitas Belajar Matematika Siswa (Penelitian
dilakukan di SMP Negeri 7 Surakarta Tahun Ajaran 2008/2009)” yang
menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan prestasi belajar antara siswa yang
mengikuti proses pembelajaran dengan metode pembelajaran matematika
dengan pendekatan struktural TPS dan metode pembelajaran konvensional
pada subpokok bahasan Faktorisasi Bentuk Aljabar dan Operasi Pecahan
Bentuk Aljabar dan ada pengaruh tingkat aktivitas belajar siswa pada
subpokok bahasan Faktorisasi Bentuk Aljabar dan Operasi Pecahan Bentuk
Aljabar terhadap prestasi belajar pada subpokok bahasan tersebut.
Persamaannya dengan penelitian ini adalah pada penggunaan model
pembelajaran dengan pendekatan struktural Think Pair Share dan tinjauan
yang digunakan yaitu aktivitas belajar siswa. Sedangkan perbedaannya pada
materi yang digunakan dalam penelitian.
Yogi Reko Adiyanti (2008) dengan judul “Pengaruh Penggunaan
Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem-Based Instruction)
terhadap Prestasi Belajar Matematika Ditinjau dari Aktivitas Belajar Siswa
Kelas VII SMP Negeri 24 Surakarta Tahun 2006-2007” yang menyimpulkan
bahwa tidak terdapat pengaruh penggunaan model pembelajaran berdasarkan
masalah (Problem-Based Instruction) terhadap pretasi belajar matematika
siswa, terdapat pengaruh tingkat aktivitas belajar siswa terhadap prestasi, dan
tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dengan aktivitas belajar
terhadap prestasi belajar matematika siswa. Persamaanya dengan penelitian
ini adalah penggunaan tinjauan yang sama, yaitu aktivitas belajar siswa.
Sedangkan perbedaannya adalah pada model pembelajaran yang digunakan
dan penggunaan metode penelitian yang berbeda dalam penelitian ini.
C. Kerangka Berpikir dan Hipotesis Penelitian
1. Kerangka Berpikir
Keberhasilan proses belajar mengajar dapat dilihat dari prestasi
belajar siswa. Dari prestasi belajar siswa dapat dilihat sampai sejauh mana
tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang telah disampaikan oleh guru.
Penggunaan model pembelajaran berpengaruh terhadap keberhasilan
yang dicapai oleh siswa dalam proses belajar mengajar. Banyaknya model
pembelajaran yang ada mengharuskan bagi seorang guru untuk dapat memilih
model mana yang sesuai dengan materi yang akan disampaikannya. Dalam
penelitian ini digunakan dua model yaitu model pembelajaran konvensional
(untuk kelas kontrol) dan model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan
struktural “Think-Pair-Share” (untuk kelas eksperimen). Selama ini
penggunaan model pembelajaran konvensional dalam mengajar seringkali
menyebabkan siswa pasif dan kurang berpikir kreatif. Padahal banyak model
pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa sehingga siswa lebih
termotivasi untuk belajar dan proses belajar mengajar dapat berlangsung lebih
berkualitas. Salah satu model yang dapat digunakan adalah pembelajaran
matematika dengan pendekatan struktural “Think-Pair-Share”. Dalam model
pembelajaran ini, siswa dapat menyelesaikan masalah dalam matematika
dengan bekerja sama dengan pasangannya yang diawali dengan pemikiran
secara individu. Sehingga siswa dapat menggali potensi yang dimilikinya dan
dapat didiskusikan pada kelompok. Sehingga model pembelajaran
matematika dengan pendekatan struktural “Think-Pair-Share” dapat
menghasilkan prestasi belajar matematika pada subpokok bahasan Operasi
Hitung Bentuk Aljabar dan Persamaan Linear Satu Variabel yang lebih baik
daripada penggunaan model pembelajaran konvensional.
Dalam proses pembelajaran dibutuhkan keterlibatan siswa dan
keaktifan siswa. Penguasaan konsep materi dapat lebih mudah dipahami oleh
siswa jika ada aktivitas siswa dalam proses belajar. Aktivitas siswa untuk
berusaha memahami materi misalnya dengan mendengarkan, membaca,
menulis materi dapat mempengaruhi keberhasilan belajar. Dalam model
pembelajaran kooperatif dengan pendekatan TPS siswa diberi kesempatan
untuk berpikir mandiri mengenai permasalahan yang dihadapi yang kemudian
didiskusikan dengan teman pasangannnya. Hal ini juga dapat memberi andil
dalam keberhasilan belajar siswa. Aktivitas siswa untuk lebih banyak latihan
mengerjakan soal juga berpengaruh terhadap keberhasilan belajar siswa.
Dalam model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan TPS juga
mengarahkan siswa untuk berbagi dengan temannya mengenai konsep materi
ataupun mengenai permasalahan yang diberikan oleh guru. Hal ini dapat
membantu siswa yang belum jelas dan bagi siswa yang berbagi dapat lebih
memperdalam materi yang sedang dipelajari. Selain aktivitas-aktivitas belajar
siswa di sekolah yang dikemukakan di atas, aktivitas belajar siswa di luar
sekolahpun dapat mempengaruhi keberhasilan belajar siswa. Aktivitas belajar
di luar sekolah misalnya adalah aktivitas belajar di rumah, di antaranya
mengulang materi yang telah diberikan, mengerjakan soal-soal yang lebih
kompleks, mempelajari materi yang akan diberikan. Sehingga aktivitas
belajar siswa dalam proses pembelajaran berpengaruh terhadap prestasi
belajar yang dicapai oleh siswa.
Dengan aktivitas-aktivitas belajar yang dilakukan oleh siswa seperti
yang dikemukakan di atas, siswa yang mempunyai aktivitas belajar yang
tinggi akan lebih antusias dan bersunggguh-sungguh dalam mempelajari
matematika meskipun pelajaran itu sulit. Siswa tersebut akan cenderung aktif
dalam proses pembelajaran dan juga benar-benar berusaha melibatkan diri
ketika proses pembelajaran sehingga akhirnya dapat meningkatkan prestasi
belajar siswa. Oleh karena itu siswa yang mempunyai aktivitas belajar tinggi
jika diberi model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan struktural TPS
akan menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik jika
dibandingkan dengan yang diberi model pembelajaran konvensional.
Sedangkan siswa yang mempunyai aktivitas belajar yang sedang atau rendah
jika diberi model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan struktural TPS
dimungkinkan akan menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih
rendah jika dibandingkan dengan yang menggunakan model pembelajaran
konvensional. Hal ini dikarenakan dalam model pembelajaran dengan
pendekatan struktural TPS, memerlukan keaktifan siswa untuk mengikuti
proses pembelajaran. Pada tahap thinking, siswa diberi kesempatan untuk
memikirkan pemecahan dari suatu soal secara mandiri. Oleh karena itu, siswa
perlu untuk melakukan aktivitas belajar seperti membaca, mencatat, dan
mendengarkan agar dapat memperoleh pemecahan tersebut. Begitu juga pada
tahap pairing dan sharing, siswa perlu melakukan diskusi dengan teman
dalam satu kelompok dan teman sekelas mengenai pemecahan soal yang telah
dipikirkan sebelumnya secara mandiri oleh masing-masing siswa. Melalui
diskusi ini, siswa yang belum paham dapat bertanya pada siswa yang lebih
paham dan jika terdapat perbedaan pemahaman dan pemecahan antar siswa,
siswa dapat mendiskusikannya untuk memperoleh pemecahan yang tepat.
Oleh karena itu, jika siswa tidak melakukan aktivitas belajar seperti yang
disebutkan di atas, maka dimungkinkan prestasi belajar siswa akan rendah
karena hanya dengan melakukan aktivitas belajar, siswa dapat memperoleh
pemecahan suatu soal dan memahami materi. Sedangkan dalam model
pembelajaran konvensional, guru memberikan semua materi yang dibutuhkan
oleh siswa. Sehingga walaupun siswa tidak beraktivitas belajar tinggi, siswa
masih dapat memahami materi dan memperoleh prestasi belajar yang baik.
Dengan kata lain terdapat interaksi antara model pembelajaran dengan
aktivitas belajar siswa terhadap prestasi belajar siswa.
Berdasarkan pemikiran-pemikiran tersebut di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan
struktural TPS dan aktivitas belajar matematika berperan dalam menentukan
prestasi belajar matematika siswa pada subpokok bahasan Operasi Hitung
Bentuk Aljabar dan Persamaan Linear Satu Variabel. Dari pemikiran-
pemikiran di atas dapat digambarkan kerangka berpikir dalam penelitian ini
sebagai berikut.
Keterangan:
: berperan dalam menentukan
2. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan pada rumusan masalah dan tinjauan pustaka serta
kerangka pemikiran di atas maka dalam penelitian ini diajukan hipotesis
sebagai berikut:
1. Model pembelajaran matematika dengan pendekatan struktural “Think-Pair-
Share” menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik daripada model
pembelajaran konvensional pada sub pokok bahasan Operasi Hitung Bentuk
Aljabar dan Persamaan Linear Satu Variabel.
Metode Mengajar
Aktivitas Belajar Siswa
Prestasi Belajar Siswa
2. Siswa yang melakukan aktivitas belajar yang lebih tinggi menghasilkan
prestasi belajar matematika yang lebih baik bila dibandingkan dengan siswa
yang melakukan aktivitas belajar yang lebih rendah pada pokok bahasan
Operasi Hitung Bentuk Aljabar dan Persamaan Linear Satu Variabel.
3. Ada interaksi antara penggunaan model pembelajaran dan aktivitas belajar
siswa terhadap prestasi belajar matematika pada pokok bahasan Operasi
Hitung Bentuk Aljabar dan Persamaan Linear Satu Variabel.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1.Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1
Salatiga Kelas VII semester I tahun ajaran 2009/2010. Sedangkan uji coba
instrumen dilaksanakan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Salatiga
Kelas VII semester I tahun ajaran 2009/2010.
2.Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilaksanakan yang dibagi menjadi tiga tahap yaitu:
a. Tahap Persiapan
1) Bulan Mei 2009 : pengajuan judul skripsi.
2) Bulan Juni 2009 : pengajuan proposal skripsi.
3) Bulan Juli-Agustus 2009 : pengajuan instrumen penelitian.
b. Tahap Pelaksanaan
Penelitian dan uji coba instrument dilaksanakan pada semester ganjil tahun
pelajaran 2009/2010 yaitu pada bulan Oktober 2009.
c. Tahap Pengolahan Data dan Penyusunan Laporan
1) Bulan Oktober-November 2009 : pengolahan data hasil penelitian.
2) Bulan November-Desember 2009 : penyusunan laporan.
B. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental semu karena
peneliti tidak mungkin melakukan kontrol atau manipulasi pada semua
variabel yang relevan kecuali beberapa dari variabel-variabel yang diteliti.
Hal ini sesuai dengan pendapat Budiyono (2003 : 82) bahwa tujuan
penelitian eksperimental semu adalah untuk memperoleh informasi yang
merupakan perkiraan bagi informasi yang dapat diperoleh dengan
eksperimen yang sebenarnya dalam keadaan yang tidak memungkinkan
untuk mengontrol atau memanipulasikan semua variabel yang relevan.
Manipulasi variabel dalam penelitian ini dilakukan pada variabel
bebas yaitu pembelajaran matematika dengan pendekatan struktural
”Think-Pair-Share” pada kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional
pada kelas kontrol. Untuk variabel bebas yang lain yaitu aktivitas belajar
siswa dijadikan sebagai variabel yang ikut mempengaruhi variabel terikat.
2. Rancangan Penelitian
Pada penelitian ini digunakan 2 variabel bebas yaitu model
pembelajaran dan aktivitas belajar siswa. Model pembelajaran yang
digunakan adalah dengan pembelajaran kooperatif dengan pendekatan
struktural ”Think-Pair-Share” dan pembelajaran konvensional, sedangkan
aktivitas belajar siswa dibagi menjadi aktivitas belajar tinggi, sedang dan
rendah. Oleh karena itu penelitian ini menggunakan rancangan faktorial
sederhana 2 3, untuk mengetahui pengaruh dua variabel bebas terhadap
variabel terikat.
Tabel 3.1 Rancangan Penelitian
Model pembelajaran (A) Aktivitas belajar (B )
Tinggi (B1) Sedang (B2) Rendah (B3)
35
Pembelajaran matematika
dengan pendekatan
struktural ”Think-Pair-
Share” (A1)
A 1 B 1 A 1 B 2 A 1 B 3
embelajaran konvensional (A2) A 2 B 1 A 2 B 2 A 2 B 3
3. Pelaksanaan Eksperimentasi
Sebelum diberi perlakuan, terlebih dahulu akan dilihat kemampuan
awal dari sampel penelitian yang akan dikenai perlakuan, baik dari kelompok
eksperimen maupun kelompok kontrol. Tujuannya untuk mengetahui apakah
kemampuan awal kedua kelompok tersebut dalam keadaan seimbang. Data
yang digunakan untuk uji keseimbangan adalah nilai Ujian Akhir Nasional
Sekolah Dasar siswa pada saat memasuki SMP Negeri 1 Salatiga. Pada
kelompok eksperimen diberikan perlakuan khusus yaitu pembelajaran
matematika dengan pendekatan struktural ”Think-Pair-Share”, sedangkan
pada kelompok kontrol diberikan pembelajaran matematika dengan
menggunakan pembelajaran konvensional.
Pada akhir eksperimen kedua kelompok tersebut diukur dengan
menggunakan alat ukur yang sama, yaitu soal tes prestasi belajar matematika
pada sub pokok bahasan Operasi Hitung Bentuk Aljabar dan Persamaan
Linear Satu Variabel.
Hasil pengukuran tersebut kemudian dianalisa dan dibandingkan
dengan tabel uji statistik yang digunakan.
C. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel
1. Populasi
Budiyono (2004: 2) mengemukakan bahwa populasi adalah
keseluruhan obyek peneliti. Dalam penelitian ini populasinya adalah siswa
kelas VII SMP Negeri 1 Salatiga tahun pelajaran 2009/2010 yang terdiri dari
7 kelas dengan jumlah siswa 260 siswa. Terdiri dari dua jenis kelas yaitu dari
kelas jenis bi-lingual (VII-A dan VII-B) dan kelas jenis reguler (VII-C, VII-
D, VII-E, VII-F, dan VII-G).
2. Sampel
Apabila populasi yang diteliti sangat besar maka untuk melakukan
penelitian diperlukan biaya yang besar dan membutuhkan waktu yang lama.
Oleh karena itu dalam penelitian biasanya diambil sebagian populasi untuk
diteliti yang dinamakan sampel. Suharsimi Arikunto (2002 : 109) menyatakan
bahwa sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Hasil
penelitian terhadap sampel ini akan digunakan untuk melakukan generalisasi
terhadap seluruh populasi yang ada. Dalam penelitian ini sampel yang
diambil sebanyak dua kelas, satu kelas untuk kelas eksperimen yaitu kelas
VII-F dan satu kelas untuk kelas kontrol yaitu kelas VII-E.
3. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik cluster
random sampling. Dalam hal ini setiap kelas pada kelas VII SMP Negeri 1
Salatiga merupakan sub populasi atau cluster. Dari tujuh kelas yang ada,
diambil dua kelas secara acak dengan kemampuan siswa yang seimbang.
Untuk mengetahui bahwa keadaan kelas seimbang dengan dilakukan uji
keseimbangan.
D. Teknik Pengambilan Data
1. Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel bebas dan satu variabel
terikat.
a. Variabel bebas :
1) Model pembelajaran
a) Definisi operasional:
Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang mendeskripsikan
dan melukiskan prosedur yang sistematik dalam mengorganisasikan
dalam pengalaman belajar dan pembelajaran untuk mencapai tujuan
belajar tertentu, pada penelitian ini menggunakan pembelajaran
matematika dengan pendekatan struktural ”Think-Pair-Share” pada
sub pokok bahasan Operasi Hitung Bentuk Aljabar dan Persamaan
Linear Satu Variabel.
b) Skala Pengukuran : skala nominal.
c) Indikator :
(1) Kelompok eksperimen diberikan pembelajaran matematika
dengan pendekatan struktural ”Think-Pair-Share”.
(2) Kelompok kontrol diberikan model pembelajaran konvensional.
2). Aktivitas belajar
a) Definisi operasional:
Aktivitas belajar adalah kegiatan siswa dalam belajar matematika pada sub
pokok bahasan Operasi Hitung Bentuk Aljabar dan Persamaan Linear
Satu Variabel, baik di sekolah maupun di rumah yang diambil
menggunakan angket aktivitas belajar yang memuat pertanyaan
mengenai kegiatan bertanya, berdiskusi dengan teman pasangannya
mengerjakan soal latihan di sekolah dan tugas di rumah.
b) Skala pengukuran :
Skala interval yang ditransformasikan ke dalam skala ordinal dengan cara
menggolongkan dalam tiga kategori, yaitu:
(1) aktivitas belajar tinggi, jika skor (X) > X + s
(2) aktivitas belajar sedang, jika X s ≤ skor (X) ≤ X + s
(3) aktivitas belajar rendah, jika skor (X) < X s
keterangan:
X : nilai aktivitas belajar tiap responden
X : rata-rata dari nilai aktivitas belajar seluruh sampel
s : standar deviasi dari seluruh sampel
(Suharsimi Arikunto, 2002:263)
c) Indikator: skor angket aktivitas belajar matematika siswa.
b. Variabel Terikat
Variabel terikat pada penelitian ini adalah prestasi belajar matematika:
1) Definisi operasional:
Prestasi belajar matematika adalah hasil belajar yang dicapai oleh siswa
setelah melalui proses belajar mengajar matematika, yang ditunjukkan
oleh nilai matematika dari siswa pada sub pokok bahasan Operasi Bentuk
Aljabar dan Persamaan Linear Satu Variabel.
2) Skala pengukuran: skala interval.
3) Indikator:
Nilai tes prestasi belajar matematika pada sub pokok bahasan Operasi
Bentuk Aljabar dan Persamaan Linear Satu Variabel.
2. Metode Pengumpulan Data
Salah satu kegiatan dalam penelitian adalah menentukan cara
mengukur variabel penelitian dan alat pengumpulan data. Untuk mengukur
variabel diperlukan instrumen dan instrumen ini dapat digunakan untuk
mengumpulkan data. Adapun metode yang digunakan untuk mengumpulkan
data dalam penelitian ini ada tiga macam yaitu metode dokumentasi, metode
angket, dan metode tes.
a. Metode Dokumentasi
Menurut Suharsimi Arikunto (2002 : 234) bahwa metode
dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal hal atau variabel yang
berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen
rapat, legger, agenda, dan sebagainya. Dalam penelitian ini metode
dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data adalah nilai Ujian
Akhir Nasional Sekolah Dasar pada mata pelajaran matematika dari
siswa. Data yang diperoleh digunakan untuk menguji keseimbangan
rataan kemampuan awal kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
b. Metode Tes
Pada penelitian ini bentuk tes yang digunakan adalah soal pilihan
ganda yang digunakan untuk mengumpulkan data tentang prestasi belajar
matematika siswa kelas VII semester I tahun ajaran 2009/2010. Suharsimi
Arikunto (2002 :127) berpendapat bahwa tes adalah serentetan
pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur
keterampilan, pengetahuan, intelejensi, kemampuan atau bakat yang
dimiliki individu atau kelompok. Tes yang dibuat dalam penelitian ini
berisi tentang sub pokok bahasan Operasi Hitung Bentuk Aljabar dan
Persamaan Linear Satu Variabel.
Langkah-langkah dalam menyusun tes prestasi belajar terdiri dari:
1) membuat kisi-kisi tes.
2) menyusun soal-soal tes.
3) memvalidasi isi butir tes.
4) merevisi butir tes.
5) mengadakan uji coba tes.
6) menguji konsistensi internal dan reliabilitas tes.
7) menentukan butir tes yang dapat digunakan.
c. Metode Angket
Menurut Suharsimi Arikunto (2002:128) angket atau kuesioner
adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh
informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal
hal lain yang ia ketahui.
Metode angket digunakan untuk memperoleh data mengenai
aktivitas belajar siswa. Angket ini digunakan mengingat penelitian ini
menyangkut responden yang jumlahnya banyak sehingga tidak mungkin
jika dilakukan penelitian satu demi satu. Angket dalam penelitian ini
memuat pernyataan-pernyataan mengenai aktivitas belajar siswa yang
terdiri dari 50 soal pilihan ganda dengan 4 alternatif jawaban.
Dalam hal ini skor penilaian angket adalah:
1) Untuk butir angket yang positif
Skor 4 untuk alternatif jawaban a
Skor 3 untuk alternatif jawaban b
Skor 2 untuk alternatif jawaban c
Skor 1 untuk alternatif jawaban d
2) Untuk butir angket yang negatif
Skor 1 untuk alternatif jawaban a
Skor 2 untuk alternatif jawaban b
Skor 3 untuk alternatif jawaban c
Skor 4 untuk alternatif jawaban d
Sebelum angket digunakan untuk mengumpulkan data, terlebih
dahulu diujicobakan pada siswa kelas VII SMP Negeri 2 Salatiga. Data
yang diperoleh dari uji coba angket digunakan untuk mengetahui
konsistensi internal dan reliabilitas angket aktivitas belajar siswa. Angket
yang telah tersusun ini kemudian digunakan untuk mengukur tingkat
aktivitas belajar siswa obyek penelitian.
3. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes untuk
memperoleh data tentang prestasi belajar matematika dan angket aktivitas
belajar siswa. Instrumen penelitian disusun dalam bentuk soal obyektif
berdasarkan kisi-kisi yang telah dibuat. Setelah instrumen penelitian selesai
disusun, selanjutnya diuji cobakan terlebih dahulu sebelum dikenakan pada
sampel penelitian. Tujuan uji coba ini adalah untuk mengetahui apakah
instrumen yang telah disusun memenuhi syarat-syarat instrumen yang baik,
yaitu uji validitas isi, konsistensi internal, dan uji reliabilitas. Cara untuk
mengetahui bahwa instrumen yang dibuat memenuhi syarat- syarat tersebut
adalah:
a. Metode Tes
1) Uji Validitas Isi
Pada penelitian ini uji validitas yang dilakukan adalah uji
validitas isi. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam uji
validitas isi adalah membuat kisi-kisi butir tes, menyusun soal-soal
butir tes, kemudian menelaah butir tes. Budiyono (2003: 59)
menyatakan bahwa untuk menilai apakah suatu instrumen
mempunyai validitas yang tinggi, yang biasanya dilakukan adalah
melalui expert judgement (penilaian yang dilakukan oleh para pakar).
Langkah berikutnya yaitu para penilai menilai apakah masing-
masing butir tes yang telah disusun cocok atau relevan dengan kisi-
kisi yang ditentukan.
Lebih lanjut lagi tentang langkah-langkah memvalidasi isi
butir soal menurut Budiyono (2003: 59) adalah penilai menilai apakah
kisi-kisi yang dibuat oleh pengembang tes telah menunjukkan bahwa
klasifikasi kisi-kisi telah mewakili isi (substansi) yang akan diukur.
Dalam penelitian ini validitas isi dilakukan oleh para pakar yaitu
guru matematika SMP Negeri 1 Salatiga dan satu dosen dari Program
Pendidikan Matematika Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Kriteria penelaahan dalam validasi isi meliputi:
a) Segi materi
(1) Soal sesuai dengan indikator.
(2) Hanya ada satu kunci jawaban yang paling tepat.
b) Segi konstruksi
(1) Pokok soal dirumuskan dengan singkat jelas, dan tegas.
(2) Pokok soal bebas dari pernyataan yang dapat menimbulkan
penafsiran ganda.
(3) Panjang pilihan jawaban relatif sama.
(4) Butir soal tidak tergantung pada jawaban soal sebelumnya.
c) Segi bahasa
(1) Soal menggunakan bahasa sesuai dengan kaidah bahasa
Indonesia.
(2) Soal menggunakan bahasa yang komunikatif.
(3) Soal tidak menggunakan bahasa yang berlaku setempat.
2) Uji Konsistensi Internal
Sebuah instrumen tentu terdiri dari sejumlah butir-butir
instrument. Semua butir harus mengukur hal yang sama dan
menunjukkan kecenderungan yang sama pula. Budiyono (2003: 65)
menyatakan bahwa, “Konsistensi internal masing-masing butir dilihat
dari korelasi antara skor butir-butir tersebut dengan skor totalnya”.
Untuk mengetahui konsistensi internal setiap butir ke-I
digunakan rumus korelasi momen produk dari Karl Pearson sebagai
berikut:
)Y)(Y)(nX)(X(n
Y)X)((XYnr
2222xy
Keterangan :
xyr : indeks konsistensi internal untuk butir ke-i
n : banyaknya subjek yang dikenai tes (instrumen)
X : skor untuk butir ke-I (dari subyek uji coba)
Y : skor total (dari subyek uji coba)
Soal dikatakan konsisten jika rxy 0,3 dan jika rxy < 0,3 maka
soal dikatakan tidak konsisten dan harus di drop (dibuang).
(Budiyono, 2003: 65)
Dalam penelitian ini soal dikatakan konsisten jika rxy 0,3
dan jika rxy < 0,3 maka soal dikatakan tidak konsisten dan harus di
drop (dibuang).
3) Uji Reliabilitas
Instrumen dikatakan reliabel jika dapat memberikan hasil
yang sama jika digunakan untuk mengukur hal yang sama pada
waktu dan tempat yang berbeda. Hal ini sesuai dengan pendapat
Budiyono (2003:65) yang menyatakan bahwa suatu instrumen disebut
reliabel apabila hasil pengukuran dengan alat tersebut adalah sama
atau hampir sama jika sekiranya pengukuran tersebut dilakukan
pada orang yang sama pada waktu yang berlainan dengan kondisi
yang sama pada waktu yang sama.
Pada penelitian ini tes prestasi belajar yang digunakan
adalah tes obyektif, dengan setiap jawaban benar diberi skor 1 dan
setiap jawaban salah diberi skor 0. Sehingga untuk menghitung
indeks reliabilitas tes ini digunakan rumus dari Kuder-Richardson
(KR–20) sebagai berikut :
2t
ii2
t11 s
qps1n
nr
Keterangan:
11r : indeks reliabilitas instrumen
n : banyaknya instrumen
ip : proporsi banyaknya subjek yang menjawab benar pada butir
ke-i
iq : 1–pi 2
ts :variansi total
Soal dikatakan mempunyai reliabilitas yang baik jika r11 ≥
0,7.
Dalam penelitian ini instrument dikatakan mempunyai
indeks reliabilitas yang baik jika r11 ≥ 0,7.
(Budiyono, 2003 : 69)
b. Metode Angket
1) Uji Validitas Isi
Pada penelitian ini uji validitas yang dilakukan adalah uji
validitas isi, langkah-langkah yang dilakukan dalam uji validitas
angket adalah membuat kisi-kisi angket, menyusun soal-soal angket,
kemudian menelaah angket. Budiyono (2003:59) menyatakan bahwa
untuk menilai apakah suatu instrumen mempunyai validitas yang
tinggi, yang biasanya dilakukan adalah melalui expert judgement
(penilaian yang dilakukan oleh para pakar). Penelaahan dilakukan
oleh pakar atau validator yaitu satu dosen dan satu guru matematika
SMP Negeri 1 Salatiga. Langkah berikutnya yaitu para penilai
menilai apakah masing-masing butir tes yang telah disusun cocok
atau relevan dengan kisi- kisi yang ditentukan.
Kriteria penelaahan untuk validasi isi adalah sebagai
berikut:
1) Butir angket sesuai dengan kisi-kisi angket.
2) Butir angket sesuai dengan indikator yang diukur.
3) Butir angket mudah dimengerti dan jelas maknanya.
4) Butir angket tidak menimbulkan penafsiran ganda.
5) Butir angket menggunakan kaidah Bahasa Indonesia yang baik
dan benar.
6) Butir angket menggunakan bahasa yang sederhana, komunikatif,
dan mudah dipahami.
2) Uji Konsistensi Internal
Sebuah instrumen tentu terdiri dari sejumlah butir-butir
instrument. Semua butir harus mengukur hal yang sama dan
menunjukkan kecenderungan yang sama pula. Budiyono (2003: 65)
menyatakan bahwa, “Konsistensi internal masing-masing butir dilihat
dari korelasi antara skor butir-butir tersebut dengan skor totalnya”.
Untuk mengetahui konsistensi internal setiap butir ke-I
digunakan rumus korelasi momen produk dari Karl Pearson sebagai
berikut:
)Y)(Y)(nX)(X(n
Y)X)((XYnr
2222xy
Keterangan :
xyr : indeks konsistensi internal untuk butir ke-i
n : banyaknya subjek yang dikenai tes (instrumen)
X : skor untuk butir ke-I (dari subyek uji coba)
Y : skor total (dari subyek uji coba)
Soal dikatakan konsisten jika rxy 0,3 dan jika rxy < 0,3 maka
soal dikatakan tidak konsisten dan harus di drop (dibuang).
(Budiyono, 2003: 65)
Dalam penelitian ini soal dikatakan konsisten jika rxy 0,3
dan jika rxy < 0,3 maka soal dikatakan tidak konsisten dan harus di
drop (dibuang).
3) Uji Reliabilitas
Pada penelitian ini, untuk uji reliabilitas angket digunakan
rumus Alpha, sebab skor butir angket bukan 1 dan 0. Hal ini sesuai
dengan pendapat Suharsimi Arikunto (1998:192) yang menyatakan
bahwa rumus Alpha digunakan untuk mencari reliabilitas instrumen
yang skornya bukan 1 dan 0, misalnya angket atau soal bentuk
uraian. Adapun rumus Alpha yang dimaksud adalah sebagai berikut :
2t
2i
11 ss
11n
nr
Keterangan:
11r : indeks reliabilitas instrumen
n : banyaknya butir instrumen 2
is : variansi butir ke-i, i = 1, 2, 3, 4,...,n
2ts : variansi skor skor yang diperoleh subyek uji coba
Dalam penelitian ini suatu instrumen dikatakan reliable jika 11r 0.70
(Budiyono, 2003 : 70)
E. Teknik Analisis Data
1. Uji Keseimbangan
Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah kemampuan awal kedua
kelompok (kelompok eksperimen dan kelompok kontrol) dalam keadaan
seimbang atau tidak, sebelum kelompok eksperimen mendapat perlakuan. Data
yang digunakan sebagai uji keseimbangan adalah data nilai Ujian Akhir Nasional
Sekolah Dasar pada mata pelajaran matematika dari siswa. Uji ini dilakukan untuk
mengetahui apakah terdapat perbedaan rataan yang berarti atau tidak dari kedua
sampel penelitian. Statistik uji yang digunakan adalah uji-t, yaitu :
a. Hipotesis
Ho : 1 = 2 (kedua populasi seimbang)
H1 : 1 2 (kedua populasi tidak seimbang)
b. Taraf Signifikansi ( ) = 0,05
c. Statistik Uji yang digunakan :
)2(~11)(
21
21
21
nnt
nns
XXt
p
dengan 2 2
2 1 1 2 2
1 2
( 1) ( 1)2p
n s n ssn n
Keterangan :
t : harga statistik yang diuji t ~ t(n1+n2-2)
1X : rata-rata nilai ujian saringan pada kelas eksperimen
2X : rata-rata nilai ujian saringan pada kelas kontrol
s12 : variansi dari kelas eksperimen
s22 : variansi dari kelas kontrol
n1 : cacah anggota kelas eksperimen
n2 : cacah anggota kelas kontrol
2
ps : variansi gabungan
ps : deviasi baku gabungan
d. Daerah kritik : DK = 2{t t t atau t > 2}t
e. Keputusan uji : jika t DK H0 ditolak
f. Kesimpulan
a. Kedua populasi memiliki seimbang jika H0 diterima.
b. Kedua populasi memiliki tidak seimbang jika H0 ditolak
(Budiyono, 2004: 156-158)
2. Uji Prasyarat Analisis
Sehubungan dengan adanya persyaratan yang harus dipenuhi sebelum
menentukan teknik analisis statistik yang digunakan, maka untuk memenuhi
prasyarat analisis dalam penelitian ini digunakan 2 macam pengujian yaitu uji
normalitas dan uji homogenitas.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah sampel yang
diambil berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Pada penelitian ini,
untuk uji normalitas digunakan metode Lilliefors. Adapun prosedur ujinya
adalah sebagai berikut :
1) Hipotesis
H0 : sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal
H1 : sampel tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal
2) Taraf signifikansi : = 0.05
3) Statistik uji
L = MaksF(zi) S(zi)
Dengan :
L = Koefisien Liliefors dari pengamatan
zi = skor standar, untuk zi = s
XXi ;
F(zi) = P(Z zi) ; Z ~ N (0,1)
S(zi) = Proporsi cacah z zi terhadap seluruh cacah z
S = standar deviasi sampel;
X = rataan sampel
4) Daerah kritik
DK = {LL L;n} dengan n adalah ukuran sampel
Untuk beberapa dan n, nilai L;n dapat dilihat pada tabel nilai kritik uji
Lilliefors.
5) Keputusan uji
H0 ditolak jika L DK atau Ho diterima jika L DK
(Budiyono, 2004: 170-171)
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas digunakan untuk menguji apakah populasi penelitian
mempunyai variansi yang sama. Pada penelitian ini, untuk uji homogenitas
digunakan metode Bartlett dengan statistik uji chi kuadrat, sebagai berikut :
1) Hipotesis
H0 : 12 = 2
2 = 32 =…..= k
2 (populasi-populasi homogen)
H1 : tidak semua variansi sama (populasi-populasi tidak homogen)
2) Tingkat signifikansi : = 0.05
3) Statistik uji
2jj
2 slogfRKGlogfc
2.303χ
dengan : 2 ~ 1kχ 2
k : banyaknya populasi
f : derajat kebebasan untuk kNRKG
jf : derajat kebebasan untuk sj2 = nj1
j : 1, 2, 3, …k
N : banyaknya seluruh pengukuran
jn : banyaknya pengukuran pada sampel ke-j
c = 1 + )1k(3
1
jj f
1f1
RKG =
j
j
fSS
; SSj = 2
jjj
2j2
j s1nnX
X
4) Daerah kritik
DK = { 2 | 2 2;k-1}
Untuk beberapa dan (k-1), nilai 2;k-1 dapat dilihat pada tabel nilai chi
kuadrat dengan derajat kebebasan (k-1).
5) Keputusan uji
H0 ditolak jika 2 DK atau Ho diterima jika 2 DK.
(Budiyono, 2004: 175-178)
3. Uji Hipotesis
Dalam pengujian hipotesis teknik analisa data yang digunakan adalah
analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama, dengan model data sebagai
berikut
jiijk βαµX + ( αβ )ij +ijk
dengan :
Xijk : data (nilai) ke-k pada baris ke-i dan kolom ke-j
: rerata dari seluruh data (rerata besar, grand mean)
i : efek baris ke-i pada variabel terikat
j : efek kolom ke-j pada variabel terikat
()ij : kombinasi efek baris ke-i dan kolom ke-j pada variabel terikat
ijk : deviasi data amatan terhadap rataan populasinya ( ij ) yang berdistribusi
normal dengan rataan 0. Deviasi amatan terhadap rataan populasi juga
disebut galat (error)
i : 1, 2 dengan i = 1 untuk pembelajaran matematika dengan
pendekatan struktural ”Think-Pair-Share” dan i = 2 untuk model
pembelajaran konvensional.
j : 1, 2, 3 dengan j = 1 untuk aktivitas belajar siswa tinggi, j = 2 untuk
aktivitas belajar siswa sedang, j = 3 untuk aktivitas belajar siswa
rendah.
k : banyaknya data amatan pada setiap sel
(Budiyono, 2004: 207)
Prosedur dalam pengujian dengan menggunakan analisis variansi
dua jalan dengan sel tak sama, yaitu :
a. Hipotesis
1) HoA : iα = 0 untuk semua i = 1, 2
H1A : iα 0 untuk paling sedikit satu harga i
2) HoB : jβ = 0 untuk semua j = 1, 2, 3
H1B : jβ 0 untuk paling sedikit satu harga j
3) HoAB : )αβ( ij = 0 untuk semua i = 1, 2; j = 1, 2, 3
H1AB : )αβ( ij 0 untuk paling sedikit satu harga (i,j)
Ketiga hipotesis tersebut ekuivalen dengan ketiga pasang hipotesis
berikut :
1) HoA : Tidak ada perbedaan efek antar baris terhadap variabel terikat
H1A : Ada perbedaan efek antar baris terhadap variabel terikat
2) HoB : Tidak ada perbedaan efek antar kolom terhadap variabel terikat
H1B : Ada perbedaan efek antar kolom terhadap variabel terikat
3) HoAB : Tidak ada interaksi baris dan kolom terhadap variabel terikat
H1AB : Ada interaksi baris dan kolom terhadap variabel terikat
(Budiyono, 2004: 211)
a. Dipilih tingkat signifikansi = 0,05
b. Komputasi
Tabel 3.2 Tata Letak Data
Sel a i b j memuat Xij1, Xij2, . . ., Xijn ; dengan nij : cacah observasi pada sel abij
a1 : pengajaran matematika dengan pendekatan struktural “Think-Pair-
Share”
a2 : pengajaran dengan model pembelajaran konvensional.
Faktor
A
Faktor B Total
b1 b2 B3
a1 a 1 b 1 a 1 b 2 a 1 b 3 A1= 1
1i
iba
a2 a 2 b 1 a 2 b 2 a 2 b 3 A2=1
2i
iba
Total B1 B2 B3 G
j,i ijn
1pq
b1 : aktivitas belajar siswa tinggi
b2 : aktivitas belajar siswa sedang
b3 : aktivitas belajar siswa rendah
A1 : jumlah data pada baris ke-1
A2 : jumlah data pada baris ke-2
B1 : jumlah data pada kolom ke-1
B2 : jumlah data pada kolom ke-2
B3 : jumlah data pada kolom ke-3
G : jumlah seluruh data amatan
Pada analisis variansi dua jalan dengan frekuensi sel tak sama
didefinisikan notasi-notasi sebagai berikut :
ijn : banyaknya data amatan pada sel-ij
hn : rataan harmonik frekuensi seluruh sel =
N = j,i
ijn : banyaknya seluruh data amatan
ijSS = ij
kijk
kijk n
XX
2
ijSS : jumlah kuadrat deviasi data amatan pada sel-ij
ijAB : rataan pada sel-ij
iA = j
ijAB : jumlah rataan pada baris ke-i
jB = i
ijAB : jumlah rataan pada kolom ke-j
G = j,i
ijAB : jumlah rataan semua sel
Untuk memudahkan perhitungan, didefinisikan besaran-besaran (1), (2), (3), (4)
dan (5) sebagai berikut :
(1) = pqG 2
(2) = ji,
ijSS
(3) = i
2i
qA
(4) = j
2j
pB
(5) = ji,
2ijAB
Pada analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama terdapat lima jumlah
kuadrat, yaitu :
JKA = hn { (3) – (1) }
JKB = hn { (4) – (1) }
JKAB = hn { (1) + (5) - (3) – (4)}
JKG = (2)
JKT = JKA + JKB + JKAB + JKG
dengan :
JKA = jumlah kuadrat baris
JKB = jumlah kuadrat kolom
JKAB = jumlah kuadrat interaksi antara baris dan
JKG = jumlah kuadrat galat
JKT = jumlah kuadrat total
Derajat kebebasan (dk) untuk masing-masing jumlah kuadrat tersebut
adalah :
dkA = p – 1
dkB = q – 1
dkAB = (p – 1) (q – 1)
dkT = N – 1
dkG = N – pq
Berdasarkan jumlah kuadrat dan derajat kebebasan masing-masing
diperoleh rataan kuadrat berikut:
dkAJKA RKA
dkBJKB RKB
dkABJKAB RKAB
dkGJKG RKG
d. Statistik Uji
Statistik uji analisis variansi dua jalan dengan frekuensi sel tak sama
adalah
1) Untuk H0A adalah Fa = RKGRKA yang merupakan nilai dari variabel
random berdistribusi F dengan derajat kebebasan p–1 dan Npq;
2) Untuk H0B adalah Fb = RKGRKB yang merupakan nilai dari variabel
random yang berdistribusi F dengan derajat kebebasan q1 dan
Npq;
3) Untuk H0AB adalah Fab = RKG
RKAB yang merupakan nilai dari variabel
random yang berdistribusi F dengan derajat kebebasan (p1)(q1)
dan Npq.
e. Daerah Kritik
1) Daerah kritik untuk Fa adalah DK { Fa Fa > F pqN1,pα, }
2) Daerah kritik untuk Fb adalah DK { Fb Fb > F pqN1,q:α }
3) Daerah kritik untuk Fab adalah DK { Fab Fab > F pqN1),1)(q(p:α }
f. Keputusan Uji
Ho ditolak jika Fhit DK
Tabel 3.3 Rangkuman Analisis Variansi
Sumber JK dK RK Fhit F
A(baris) JKA dKA RKA Fa F pqN1,pα,
B(kolom) JKB dKB RKB Fb F pqN1,q:α
AB JKAB dKAB RKAB Fab F pqN1),1)(q(p:α
Galat JKG dKG RKG - -
Total JKT dKT - - -
(Budiyono, 2004: 212-213)
4. Uji Komparasi Ganda
Untuk mengetahui perbedaan rerata setiap pasangan baris, setiap
pasangan kolom dan setiap pasangan sel dilakukan uji komparasi ganda
dengan menggunakan metode Scheffe, karena metode tersebut akan
menghasilkan beda rerata dengan tingkat signifikansi yang kecil.
Uji komparasi ganda dilakukan apabila H0 ditolak dan variabel
bebas dari H0 yang ditolak tersebut terdiri atas tiga kategori. Jika H0 ditolak
tetapi variabel bebas dari H0 yang ditolak tersebut terdiri atas dua kategori
maka untuk melihat perbedaan pengaruh antara kedua kategori mengikuti
perbedaan rataannya. Uji komparasi juga perlu dilakukan apabila terdapat
interaksi antara kedua variabel bebas.
Adapun langkah-langkah untuk melakukan uji Scheffe adalah
sebagai berikut:
a. Identifikasi semua pasangan komparasi yang ada
b. Menentukan hipotesis yang bersesuaian dengan komparasi
c. Menentukan tingkat signifikansi
d. Mencari harga statistik uji F , antara lain:
1) Komparasi Rataan antar Kolom
Uji Scheffe untuk komparasi rataan antar kolom adalah
F.i-.j =
ji
ji
nnRKG
XX11
2
Keterangan :
F.i-.j : nilai Fobs pada pembandingan kolom ke-i dan kolom ke-j
iX : rataan pada kolom ke-i
jX : rataan pada kolom ke-j
RKG : rataan kuadrat galat, yang diperoleh dari perhitungan
analisis variansi
i n : ukuran sampel kolom ke-i
jn : ukuran sampel kolom ke-j
Daerah kritik untuk uji itu adalah DK = { F.i-.j | F.i-.j > (q-1)F; q-1,
N-pq }
2) Komparasi Rataan antar Sel Pada Kolom yang Sama
Uji Scheffe untuk komparasi rataan antar sel pada kolom yang sama
adalah :
Fij-kj =
kjij
2kjij
n1
n1RKG
XX
Keterangan :
Fij-kj : nilai Fobs pada pembandingan rataan pada sel-ij dan
rataan pada sel-kj
ijX : rataan pada sel-ij
kjX : rataan pada sel-kj
RKG : rataan kuadrat galat, yang diperoleh dari perhitungan
analisis variansi
ijn : ukuran sel-ij
kjn : ukuran sel-kj
Daerah kritik untuk uji itu adalah DK={F ij-kj Fij-kj >(pq-1)F; pq-
1,N-pq}
3) Komparasi Rataan antar Sel Pada Baris yang Sama
Uji Scheffe untuk komparasi rataan antar sel pada baris yang sama
adalah :
Fij-ik =
ikij
2ikij
n1
n1RKG
XX
Keterangan :
Fij-ik : nilai Fobs pada pembandingan rataan pada sel-ij dan
rataan pada sel-ik
ijX : rataan pada sel-ij
ikX : rataan pada sel-ik
RKG : rataan kuadrat galat, yang diperoleh dari perhitungan
analisis variansi
ijn : ukuran sel-ij
ikn : ukuran sel-ik
Daerah kritik untuk uji itu adalah DK={F ij-ik Fij-ik>(pq-1)F; pq-1,N-pq}
e. Menentukan keputusan uji untuk setiap pasangan komparasi rerata
f. Menyusun rangkuman analisis.
( Budiyono, 2004 : 213-215 )
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Data
Data dalam penelitian ini meliputi data hasil uji coba instrumen,
data prestasi belajar matematika pada subpokok bahasan Operasi Hitung
Bentuk Aljabar dan Persamaan Linier Satu Variabel dan data aktivitas belajar
matematika siswa. Berikut ini diberikan uraian tentang data-data tersebut:
1. Data Hasil Uji Coba Instrumen
Instrumen yang diujicobakan dalam penelitian ini terdiri dari dua
yaitu berupa angket aktivitas belajar matematika siswa dan tes prestasi belajar
matematika siswa pada subpokok bahasan Operasi Hitung Bentuk Aljabar
dan Persamaan Linier Satu Variabel.
a. Hasil Uji Coba Angket Aktivitas Belajar Matematika Siswa.
1) Validitas isi angket uji coba
Instrumen angket aktivitas belajar matematika untuk try out
dicantumkan pada Lampiran 6 Uji Validitas isi dilakukan oleh dua orang
validator yaitu guru SMP Negeri 1 Salatiga yaitu Bapak Setyo Budi,
Am.Pd dan dosen matematika Ibu Ira Kurniawati, S.Si, M.Pd.
Berdasarkan uji validitas isi yang dilakukan validator guru SMP Negeri 1
Salatiga dari 50 butir angket aktivitas semuanya dinyatakan valid dengan
4 butir soal direvisi yaitu butir soal nomor 17, 21, 28, 30. Sedangkan uji
validitas isi yang dilakukan validator dosen matematika dari 50 butir
angket aktivitas semuanya dinyatakan valid dengan 6 butir soal direvisi
yaitu butir soal nomor 3, 10, 12, 15, 16, dan 40. Untuk data hasil validasi
dapat dilihat pada Lampiran 8a dan Lampiran 8b.
2) Konsistensi internal angket uji coba
Angket yang diujicobakan terdiri dari 50 butir. Dari hasil uji
konsistensi internal dengan rumus korelasi produk moment diperoleh 30
butir yang konsisten dengan rhit dari 30 butir tersebut lebih dari r = 0.3.
Sedang 20 butir dinyatakan tidak konsisten karena 20 butir tersebut
mempunyai rhit kurang dari r = 0.3. Butir soal angket yang dinyatakan
tidak konsisten dapat dilihat pada Tabel 4.1. Perhitungan selengkapnya
dapat dilihat pada Lampiran 9.
3) Reliabilitas angket 58
Dalam menghitung reliabilitas angket digunakan rumus Alpha.
Dari perhitungan diperoleh bahwa r11 = 0.871 Karena r11 > 0.70 maka
angket aktivitas belajar matematika dinyatakan reliabel. Perhitungan
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 10.
Dari ketiga persyaratan di atas diperoleh 30 butir angket yang dapat
digunakan sebagai penelitian. Dua puluh butir tidak digunakan karena tidak
memenuhi syarat uji konsistensi internal yaitu butir ke 1, 3, 6, 7, 8, 9, 11, 12,
13, 17, 21, 30, 35, 36, 40, 41, 42, 43, 44, dan 49.
b. Hasil Uji Coba Tes Prestasi Belajar
1) Validitas isi soal uji coba tes prestasi belajar
Instrumen tes prestasi belajar matematika untuk try out
dicantumkan dalam Lampiran 14. Tes prestasi belajar matematika pada
subpokok bahasan Operasi Hitung Bentuk Aljabar dan Persamaan Linier
Satu Variabel terdiri dari 35 butir soal. Uji validasi isi dilakukan oleh dua
orang validator yaitu guru SMP Negeri 1 Salatiga Bpk Setyo Budi, Am.Pd
dan dosen matematika Ibu Ira Kurniawati, S.Si, M.Pd. Berdasarkan uji
validitas isi yang dilakukan validator guru SMP Negeri 1 Salatiga dari 35
butir dinyatakan valid secara validitas isi. Sedangkan uji validitas isi yang
dilakukan validator dosen matematika Ibu Ira Kurniawati, S.Si, M.Pd dari
35 butir dinyatakan valid secara validitas isi. Hasil validasi dapat dilihat
pada Lampiran 17a dan Lampiran 17b.
2) Konsistensi internal soal uji coba
Tes prestasi belajar yang diujicobakan terdiri dari 35 butir soal
tes obyektif. Dari hasil uji konsistensi internal menggunakan rumus
korelasi produk moment diperoleh 25 soal yang konsisten dengan rhit dari
25 soal tersebut lebih dari r = 0.3. Sedangkan 10 soal dinyatakan tidak
konsisten dengan rhit dari 10 soal tersebut kurang dari r = 0.3. Butir soal tes
prestasi belajar matematika yang dinyatakan tidak konsisten dapat dilihat
pada Tabel 4.1. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 18.
3) Reliabilitas soal uji coba
Dengan menggunakan rumus KR-20, diperoleh r11 = 0.779.
Karena r11 = 0.779 > 0.7 maka instrumen dinyatakan reliabel. Perhitungan
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 19.
Dari ketiga persyaratan tersebut diperoleh 25 butir soal yang dapat
digunakan sebagai instrumen penelitian dan 10 soal tidak digunakan yaitu
butir soal nomor 5, 8, 9, 19, 20, 24, 26, 31, 32, dan 33. Berikut dalah tabel
yang memperlihatkan mengenai hasil uji coba instrumen.
Tabel 4.1 Ringkasan Hasil Uji Coba Intrumen
Instrumen
Jumlah Soal Nomor butir soal tidak
digunakan Reliabilitas Sebelum uji coba (butir)
Setelah uji coba
(butir)
Soal Tes 35 25 5, 8, 9, 19, 20,
24, 26, 31, 32, 33
0,779
Angket 50 30
1, 3, 6, 7, 8, 9, 11, 12, 13, 17, 21, 30, 35, 36, 40, 41, 42, 43,
44, 49
0,871
2. Data Skor Prestasi Belajar Matematika
Sampel yang berasal dari kelas kontrol berjumlah 33 siswa
sedangkan sampel yang berasal dari kelas eksperimen berjumlah 33 siswa.
Sehingga dari data prestasi belajar matematika siswa kemudian ditentukan
ukuran tendensi sentralnya yang meliputi rataaan ( ), Median (Me), Modus
(Mo) dan ukuran dispersi meliputi Jangkauan (J) serta Simpangan baku (S)
yang dapat dirangkum dalam tabel berikut ini.
Tabel 4.2 Deskripsi Data Skor Prestasi Belajar Siswa pada Subpokok Bahasan
Operasi Hitung Bentuk Aljabar dan Persamaan Linier Satu Variabel
Kelas Eksperimen dan Kontrol
Kelas Jumlah Siswa
Ukuran Tendensi Sentral Ukuran Dispersi
X Mo Me Skor Min Skor Maks J S
Kontrol 33 4.121 72 68 40 84 44 11.291 Eksperimen 33 65.333 76 68 40 88 48 3.441
3. Data Skor Aktivitas Belajar Matematika Siswa
Data tentang aktivitas belajar matematika siswa diperoleh dari
angket tentang aktivitas belajar matematika siswa, selanjutnya data tersebut
dikelompokkan dalam tiga kategori berdasarkan rata-rata gabungan ( ) dan
standar deviasi ( s ). Dari hasil perhitungan kedua kelompok diperoleh
90 dan s = 9.15003
Penentuan kategori adalah sebagai berikut. Rendah jika skor
s , sedang jika s < skor < s dan tinggi jika skor s ,
sehingga skor yang kurang dari atau sama dengan 80.84997 dikategorikan
rendah, skor antara 80.84997 dan 99.15003 dikategorikan sedang dan skor
lebih dari atau sama dengan 99.15003 dikategorikan tinggi.
Berdasarkan data yang terkumpul, dalam kelas eksperimen
terdapat 7 siswa termasuk kategori tinggi, 21 siswa termasuk kategori sedang
dan 5 siswa termasuk kategori rendah. Sedangkan untuk kelas kontrol
terdapat 6 siswa termasuk kategori tinggi, 24 siswa termasuk kategori sedang
dan 3 siswa termasuk kategori rendah. Berikut tabel mengenai data penentuan
kategori aktivitas belajar matematika siswa.
Tabel 4.3 Penentuan Kategori Angket Aktivitas Belajar Matematika Siswa.
Kategori Ketentuan Rentang Skor(X)
Tinggi s 99.15003
Sedang ss 99.15003 80.84997
Rendah s 80.84997
Berdasarkan data yang telah terkumpul dapat disajikan kategori
aktivitas siswa dalam Tabel 4.4.
Tabel 4.4 Sebaran Kategori Aktivitas Belajar Matematika Siswa
Kelompok Jumlah siswa
Banyaknya Siswa untuk Tiap Kategori Aktivitas Tinggi Sedang Rendah
Kontrol 33 6 24 3 Eksperimen 33 7 21 5
Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 21 tentang data induk hasil
penelitian.
Tabel 4.5 Deskripsi Data Skor Prestasi Belajar Siswa pada
Aktivitas Belajar Tinggi, Sedang dan Rendah
Aktivitas Belajar
Jumlah siswa
Ukuran Tendensi Sentral Ukuran Dispersi
Mo Me Skor Min Skor Max J S
Tinggi 13 64 76 64 48 80 32 12
Sedang 45 63.91 72 68 40 88 48 12.14
Rendah 8 70.5 76 74 40 88 48 14.01
B. Pengujian Persyaratan Analisis
1. Pengujian Persyaratan Eksperimen
Uji persyaratan eksperimen menggunakan uji keseimbangan. Data
untuk uji keseimbangan ini diambil dari nilai matematika Ujian Akhir
Nasional Sekolah Dasar kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Tabel 4.6 Rataan dan Variansi Nilai Matematika UAN SD
Kelompok Banyaknya Siswa Rataan Variansi
Eksperimen 33 8.8106 0.285275
Kontrol 33 8.7727 0.263139
(Nilai matematika UAN SD dapat dilihat di Lampiran 22)
Sebelum dilakukan uji keseimbangan perlu dilakukan uji normalitas
dan uji homogenitas terlebih dahulu. Uji ini bertujuan untuk menunjukkan
bahwa sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan untuk
menunjukkan bahwa sampel berasal dari populasi yang homogen
(mempunyai variansi yang sama).
Uji normalitas menggunakan metode Liliefors dengan taraf
signifikan 0,05. Dari metode tersebut diperoleh statistik uji sebagai berikut.
Tabel 4.7 Harga Statistik Uji dan Harga Kritik Uji Normalitas
Sampel Jumlah Siswa Lhit Ltab Keputusan Uji Kelompok Eksperimen 33 0.112839 15423.0 Ho tidak ditolak
Kelompok Kontrol 33 0.117879 15423.0 Ho tidak ditolak
Dari tabel tampak bahwa Lhit untuk masing-masing sampel tidak melebihi dari Ltab
sehingga keputusan adalah Ho tidak ditolak dengan kesimpulan bahwa
masing-masing sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
Perhitungan selengkapnya dapat dilihat di Lampiran 23 untuk normalitas
kelas kontrol, sedangkan kelas eksperimen pada Lampiran 24.
Uji homogenitas menggunakan metode Bartlett dengan statistik uji
chi kuadrat dengan taraf signifikan 0.05. Dari metode tersebut diperoleh
statistik uji sebagai berikut.
Tabel 4.8 Harga Statistik Uji dan Harga Kritik Uji Homogenitas
Sampel Jumlah Siswa 2hit 2
tab Keputusan Uji Eksperimen dan
Kontrol 66 0.0492 3.841 Ho tidak ditolak
Dari tabel tampak bahwa 2hit tidak melebihi 2
tab sehingga keputusan adalah H0
tidak ditolak dengan kesimpulan bahwa sampel berasal dari populasi yang
homogen (mempunyai variansi yang sama). Perhitungan selengkapnya dapat
dilihat di Lampiran 25.
Uji keseimbangan dengan uji-t menggunakan taraf signifikan 0.05.
Hasil uji keseimbangan keadaan awal dengan menggunakan uji-t diperoleh
-0.29383t obs bukan anggota daerah kritik DK = {t | t < -1.96 atau t > 1.96}
maka Ho tidak ditolak. Hal ini berarti kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol berasal dari dua populasi yang memiliki keadaan awal sama sehingga
bisa disimpulkan kedua kelompok tersebut dalam keadaan seimbang.
Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 26.
2. Persyaratan Analisis
a. Uji Normalitas
Uji normalitas menggunakan metode Lilliefors. Taraf signifikan yang
digunakan adalah 0,05. Sehingga diperoleh harga statistik uji berikut.
Tabel 4.9 Hasil Analisis Uji Normalitas
Sumber N Lmaks Ltab Keputusan Uji Kesimpulan Eksperimen 33 0.0832 15423. Ho tidak ditolak Normal Kontrol 33 0.1009 15423. Ho tidak ditolak Normal Aktivitas Tinggi 13 0.1490 0.234 Ho tidak ditolak Normal Aktivitas Sedang 45 0.1192 0.1321 Ho tidak ditolak Normal Aktivitas rendah 8 0.2223 0.285 Ho tidak ditolak Normal
Dari Tabel 4.9 terlihat bahwa semua harga Lmaks bukan merupakan
anggota daerah kritik untuk masing-masing sumber, sehingga dapat disimpulkan
bahwa sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Perhitungan
selengkapnya untuk uji normalitas kelompok kontrol, eksperimen, aktivitas
tinggi, sedang dan rendah berturut-turut dapat dilihat pada Lampiran 28, 29, 30,
31, dan 32.
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas menggunakan metode Bartlett dengan taraf
signifikansi yang digunakan adalah 0.05 diperoleh hasil uji homogenitas sebagai
berikut.
Tabel 4.10 Hasil Analisis Uji Homogenitas
Sumber K obs2 tabel
2 Keputusan Uji Kesimpulan odel pembelajaran 2 0.9115 3.481 H0 tidak ditolak Homogen
Aktivitas belajar 3 0.2779 5.991 H0 tidak ditolak Homogen
Dari Tabel 4.10 terlihat bahwa semua harga obs2 bukan merupakan
anggota daerah kritik, sehingga dapat disimpulkan bahwa sampel berasal dari
populasi yang homogen. Perhitungan homogenitas metode pembelajaran dapat
dilihat pada Lampiran 33, homogenitas aktivitas belajar pada Lampiran 24.
C. Pengujian Hipotesis
Analisis Variansi Dua Jalan dengan Sel Tak Sama
Hasil perhitungan analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama disajikan
pada tabel berikut :
Tabel 4.11 Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan dengan Sel Tak Sama
Sumber JK dK RK Fobs F Keputusan Uji odel
Pembelajaran (A)
0.6559 1 0.6559 0.003329 4 Ho tidak ditolak
Aktivitas Belajar (B)
362.4214 2 181.2107 0.91962 3.15 Ho tidak ditolak
Interaksi (AB) 31.5748 2 15.7874 0.0801187 3.15 Ho tidak ditolak
Galat (G) 11823.01 60 197.050167 Total 112218.662 65
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari Tabel 4.11 dapat diperoleh informasi
sebagai berikut.
a. Pada efek utama baris (A), H0A tidak ditolak.
Tidak ada perbedaan efek antar baris terhadap variabel terikat. Hal ini berarti
kedua model pembelajaran memberikan pengaruh yang sama terhadap prestasi
belajar matematika pada subpokok bahasan Operasi Hitung Bentuk Aljabar
dan Persamaan Linier Satu Variabel.
b. Pada efek utama kolom (B), H0B tidak ditolak.
Tidak ada perbedaan pengaruh antar kolom terhadap variabel terikat. Hal ini
berarti ketiga kategori aktivitas belajar siswa yaitu tinggi, sedang dan rendah
memberikan pengaruh yang sama terhadap prestasi belajar matematika siswa
pada subpokok bahasan Operasi Hitung Bentuk Aljabar dan Persamaan Linier
Satu Variabel.
c. Pada efek utama interaksi (AB), H0AB tidak ditolak.
Tidak ada interaksi antara baris dan kolom terhadap variabel terikat yaitu antara
penggunaan model pembelajaran dan aktivitas belajar siswa terhadap prestasi
belajar matematika siswa pada subpokok bahasan Operasi Hitung Bentuk
Aljabar dan Persamaan Linier Satu Variabel.
(Perhitungan uji hipotesis dapat dilihat pada Lampiran 35)
D. Pembahasan Hasil Analisis Data
1. Hipotesis Pertama
Dari hasil perhitungan analisis variansi dua jalan dengan sel tak
sama diperoleh F = 0.003329 < 4.00 = Fobs, dari hasil tersebut menunjukkan
bahwa F bukan anggota daerah kritik, sehingga H0A tidak ditolak. Ini berarti
tidak ada perbedaan prestasi belajar matematika antara kelas eksperimen yang
menggunakan model pembelajaran dengan pendekatan struktural TPS dan
kelas kontrol yang menggunakkan model pembelajaran konvensional pada
subpokok bahasan Operasi Hitung Bentuk Aljabar dan Persamaan Linier Satu
Variabel, walaupun jika dilihat dari rata-rata marginalnya untuk kelas
eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol. Jadi dapat disimpulkan bahwa
prestasi belajar matematika model pembelajaran dengan pendekatan
struktural TPS relatif sama baiknya dengan model pembelajaran konvensional
pada subpokok bahasan Operasi Hitung Bentuk Aljabar dan Persamaan Linier
Satu Variabel.
Tidak terpenuhinya hipotesis pertama dimungkinkan karena ada
faktor-faktor lain yang tidak terkontrol ikut berpengaruh selama proses
penelitian berlangsung baik dari dalam maupun dari luar dari peneliti atau
siswa yang tidak termasuk dalam variabel penelitian.
Faktor tersebut diantaranya:
1. Siswa belum bisa menyesuaikan diri. Hal ini disebabkan karena terbatasnya
waktu dalam penerapan model pembelajaran dengan pendekatan struktural
TPS, sedangkan selama ini siswa sudah terbiasa dengan pembelajaran
konvensional sehingga dimungkinkan bahwa siswa mengalami kesulitan
ketika diterapkan model pembelajaran dengan pendekatan struktural TPS. Hal
ini dapat diketahui saat terjadi pada tahap ”Thinking”. Dalam tahap ini, guru
sudah berusaha untuk mengkondisikan siswa untuk berpikir sendiri terlebih
dahulu untuk menjawab LKS yang telah diberikan oleh guru dalam waktu
yang telah ditentukan. Tetapi karena siswa belum bisa menyesuaikan diri
dengan model pembelajaran dengan pendekatan struktural TPS, siswa
memerlukan waktu yang lebih lama. Hal ini tentu saja juga mempengaruhi
waktu dan proses diskusi pada tahap-tahap selanjutnya, yaitu ”Pairing” dan
”Sharing” sehingga penerapan model pembelajaran dengan pendekatan
struktural TPS ini kurang optimal.
2. Kurang optimalnya kerjasama antar siswa dalam kelompok. Hal ini
disebabkan ada sebagian siswa yang kesulitan untuk mengungkapkan
pendapatnya kepada teman kelompoknya, sehingga hal ini juga menghambat
proses diskusi antar kelompok.
3. Seringkali anak yang pandai hanya menyerahkan jawabannya pada teman
kelompoknya tanpa melakukan diskusi terlebih dahulu dan anak yang kurang
pandai merasa minder untuk menanyakan materi yang tidak bisa ia kerjakan,
sehingga hanya mengekor pada anak yang pandai saja. Dalam kelompok,
siswa bisa dimotivasi untuk bertukar pendapat dengan temannya ketika guru
mendampingi kelompoknya. Namun tukar pendapat itu terhenti ketika guru
berpindah mengamati dan mendampingi kelompok lain padahal guru (peneliti)
tidak bisa hanya mendampingi satu kelompok saja.
Pembelajaran matematika dengan pendekatan struktural Think Pair
Share sangat memerlukan kemampuan kooperatif dari siswa. Bila
kemampuan ini belum ada di sebagian siswa, maka pelaksanaan pembelajaran
ini akan kurang optimal. Keterbatasan peneliti dalam melaksanakan penelitian
juga dapat menyebabkan munculnya faktor-faktor di atas. Selain itu, mungkin
juga disebabkan oleh faktor lain di luar kegiatan pembelajaran dimana
peneliti tidak dapat mengontrolnya.
2. Hipotesis Kedua
Dari perhitungan anava dua jalan dengan sel tak sama pada Tabel 4.10
diperoleh F = 0.91962 < 3.15 = Fobs, sehingga H0B tidak ditolak. Hal ini
berarti tidak ada perbedaan prestasi belajar matematika siswa yang
mempunyai aktivitas belajar matematika tinggi, aktivitas belajar matematika
sedang, dan aktivitas belajar matematika rendah pada subpokok bahasan
Operasi Hitung Bentuk Aljabar dan Persamaan Linier Satu Variabel. Jadi
dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar matematika siswa dengan aktivitas
belajar lebih tinggi tidak lebih baik daripada siswa dengan aktivitas belajar
lebih rendah pada subpokok bahasan Operasi Hitung Bentuk Aljabar dan
Persamaan Linier Satu Variabel.
Keputusan H0B tidak ditolak dimungkinkan karena adanya faktor lain
yang tidak terkontrol selama penelitian, yaitu pada saat pengisian angket yang
turut mempengaruhi hasil nilai angket. Misalnya pengisian jawaban tidak
sesuai dengan kondisi sebenarnya yang dialami oleh siswa dan siswa
cenderung mengisi angket dengan kondisi yang positif semua. Hal ini akan
mempengaruhi skor angket yang diperoleh siswa. Padahal pada saat pengisian
angket telah diarahkan agar angket tersebut diisi sesuai dengan kondisi siswa
yang sebenarnya dan tidak akan mempengaruhi nilai prestasi siswa tersebut.
Selain itu, terdapat butir angket yang masih menimbulkan persepsi yang
berbeda pada siswa walaupun soal ini telah dinyatakan valid dan konsisten.
Hal ini mengakibatkan butir angket tersebut tidak dapat mengukur hal yang
dimaksud oleh peneliti.
3. Hipotesis Ketiga
Dari hasil perhitungan analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama
diperoleh F = 0.0801187 < 3.15 = Fobs, maka H0AB tidak ditolak sehingga
tidak perlu dilakukan uji pasca anava. Dengan tidak ditolaknya H0AB berarti
tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dan aktivitas belajar siswa
terhadap prestasi belajar matematika siswa pada subpokok bahasan Operasi
Hitung Bentuk Aljabar dan Persamaan Linier Satu Variabel.
Siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran
dengan pendekatan struktural TPS maupun siswa yang mengikuti
pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional mempunyai prestasi
yang tidak berbeda untuk tiap kategori aktivitas belajar siswa. Dan juga tidak
ada perbedaan prestasi belajar matematika antara siswa dengan aktivitas
belajar yang lebih tinggi dan siswa dengan aktivitas belajar lebih rendah baik
menggunakan model pembelajaran dengan pendekatan struktural TPS
maupun siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran
konvensional.
Tidak adanya interaksi antara model pembelajaran dan aktivitas
belajar mungkin dipengaruhi oleh faktor materi, suasana pembelajaran di
kelas dan juga tingkat intelegensi siswa yang dimungkinkan lebih
menentukan kemampuan siswa untuk memahami suatu permasalahan
sehingga siswa yang mempunyai aktivitas belajar tinggi dengan tingkat
intelegensi yang relatif rendah hasil prestasi belajarnya juga rendah. Pada
model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan struktural TPS, hampir
semua siswa dengan berbagai aktivitas belajar yaitu tinggi, sedang, maupun
rendah ikut aktif dalam pembelajaran di kelas. Akibatnya, setiap siswa
dengan aktivitas belajar tinggi, sedang, maupun rendah dimungkinkan
mengalami peningkatan prestasi yang sama. Sedangkan dalam kelas kontrol
yang menggunakan model pembelajaran konvensional, faktor materi yang
sulit dan pembelajaran yang kurang menarik dan biasa diterapkan,
mengakibatkan siswa dengan berbagai aktivitas belajar berperilaku sama di
dalam kelas sehingga apabila ada peningkatan prestasi belajar dimungkinkan
hanya terjadi pada beberapa siswa dengan aktivitas belajar tinggi. Dengan
demikian, apapun model pembelajaran yang digunakan dan bagaimana pun
aktivitas belajar matematika siswa, tidak mempengaruhi prestasi belajar siswa
pada subpokok bahasan Operasi Hitung Bentuk Aljabar dan Persamaan Linier
Satu Variabel. Selain itu adanya faktor-faktor lain yang tidak termasuk dalam
penelitian ini, yang memberikan pengaruh lebih besar terhadap prestasi
belajar matematika siswa yang tidak terkontrol oleh peneliti.
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan kajian teori dan didukung adanya hasil analisis serta
mengacu pada perumusan masalah yang telah diuraikan pada bab
sebelumnya, dapat disimpulkan sebagai berikut.
1. Tidak ada perbedaan prestasi belajar antara siswa yang mengikuti model
pembelajaran matematika dengan pendekatan struktural TPS dan model
pembelajaran konvensional pada subpokok bahasan Operasi Hitung Bentuk
Aljabar dan Persamaan Linier Satu Variabel di kelas VII semester I SMP
Negeri 1 Salatiga tahun ajaran 2009/2010.
2. Prestasi belajar matematika siswa dengan aktivitas belajar lebih tinggi tidak
lebih baik daripada siswa dengan aktivitas belajar lebih rendah pada
subpokok bahasan Operasi Hitung Bentuk Aljabar dan Persamaan Linier
Satu Variabel.
3. Tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dan aktivitas belajar
siswa terhadap prestasi belajar matematika pada subpokok bahasan Operasi
Hitung Bentuk Aljabar dan Persamaan Linier Satu Variabel.
B. Implikasi
Berdasar atas kajian teori serta mengacu pada hasil penelitian ini,
maka penulis akan menyampaikan implikasi yang berguna baik secara
teoritis maupun secara praktis dalam upaya meningkatkan prestasi belajar
matematika.
1. Implikasi Teoritis
Berdasarkan kajian teorinya, model pembelajaran kooperatif dengan
pendekatan TPS mempunyai karakteristik dapat mengaktifkan siswa. Dalam
proses pembelajaran siswa dibuat secara berpasangan yang kemudian
diberikan permasalahan dimana permasalahan tersebut sebelumnya dipikirkan
secara mandiri terlebih dahulu yang kemudian didiskusikan secara
berpasangan dan dilanjutkan dengan sharing dengan teman sekelasnya.
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa model pembelajaran
matematika dengan pendekatan struktural TPS menghasilkan prestasi belajar
yang sama baik dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional pada
subpokok bahasan Operasi Hitung Bentuk Aljabar dan Persamaan Linier Satu
Variabel, sehingga belum dapat dikatakan bahwa model pembelajaran
matematika dengan pendekatan struktural TPS lebih baik dibandingkan
dengan model pembelajaran konvensional. Ada beberapa faktor penyebabnya
diantaranya siswa belum dapat menyesuaikan diri dengan proses
pembelajaran yang baru yaitu dengan model pembelajaran dengan
pendekatan struktural TPS. Siswa belum terbiasa untuk berdiskusi sehingga
proses pembelajaran menjadi terhambat. Hal inilah yang mungkin
menyebabkan model pembelajaran dengan pendekatan struktural TPS
menghasilkan prestasi yang sama baik dengan model pembelajaran
konvensional.
Akan tetapi apabila dilihat dari rataan marginalnya, model
pembelajaran matematika dengan pendekatan struktural TPS itu dapat
dikatakan lebih baik dari model pembelajaran konvensional. Hal ini
dikarenakan rataan marginal dari prestasi belajar kelompok siswa yang diberi
model pembelajaran dengan pendekatan struktural TPS lebih tinggi
71
dibandingkan dengan rataan marginal dari prestasi belajar kelompok siswa
yang diberi model pembelajaran konvensional.
Pemberian perlakuan model pembelajaran konvensional dan model
pembelajaran dengan pendekatan struktural TPS sama-sama dilakukan selama
enam kali pertemuan. Akan tetapi selama ini guru selalu menggunakan model
pembelajaran konvensional dalam proses pembelajaran sehingga siswa pun
sudah terbiasa atau sudah beradaptasi dengan pelaksanaan model
pembelajaran tersebut. Siswa yang diberi model pembelajaran konvensional
dengan mudah dapat mengikuti proses pembelajaran dengan baik. Sedangkan
siswa yang diberi model pembelajaran dengan pendekatan struktural TPS
masih membutuhkan adaptasi untuk mengikuti proses pembelajaran. Dan
ternyata hasil penelitian menyebutkan bahwa model pembelajaran dengan
pendekatan struktural TPS sama baik dengan model pembelajaran
konvensional. Dari pernyataan-pernyataan yang dikemukakan di atas dapat
dikatakan bahwa model pembelajaran dengan pendekatan struktural TPS
lebih baik daripada model pembelajaran konvensional.
2. Implikasi Praktis
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa model pembelajaran
matematika dengan pendekatan struktural TPS menghasilkan prestasi belajar
yang sama baik dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional pada
subpokok bahasan Operasi Hitung Bentuk Aljabar dan Persamaan Linier Satu
Variabel. Banyak faktor yang menyebabkan penerapan model pembelajaran
matematika dengan pendekatan struktural TPS belum optimal.
Oleh karena itu untuk mengoptimalkan penerapan dari model
pembelajaran matematika dengan pendekatan struktural TPS ini guru harus
lebih dapat mengikutsertakan siswa dalam proses pembelajaran. Guru harus
benar-benar memperhatikan serta membimbing agar lebih aktif dalam proses
diskusi. Selain itu guru harus lebih bisa memotivasi siswa agar siswa dapat
lebih maksimal dalam mengemukakan pendapat terhadap kelompoknya
ataupun pada saat sharing dengan teman sekelasnya. Dengan ini, kemampuan
kooperatif siswa akan lebih baik sehingga penerapan dari model pembelajaran
matematika dengan pendekatan struktural TPS akan lebih optimal.
C. Saran
Berdasarkan kesimpulan dan implikasi di atas maka ada beberapa
saran yang ditujukan pada guru, siswa, dan peneliti lain sebagai berikut.
1. Bagi guru
Dari hasil penelitian menyatakan bahwa model pembelajaran
dengan pendekatan struktural dengan TPS dan model pembelajaran
konvensional memberikan pengaruh yang tidak berbeda terhadap prestasi
belajar matematika siswa pada subpokok bahasan Operasi Hitung Bentuk
Aljabar dan Persamaan Linier Satu Variabel yang disebabkan oleh beberapa
hal. Kemampuan kooperatif siswa sangat diperlukan dalam penerapan model
pembelajaran dengan pendekatan struktural TPS. Oleh karena itu, jika guru
ingin menerapkan model pembelajaran dengan pendekatan struktural TPS,
guru harus benar-benar memperhatikan terlebih dahulu kemampuan
kooperatif tiap siswa sehingga hasil penerapan dari model ini lebih optimal
dan menghasilkan prestasi yang lebih baik.
2. Bagi siswa
Siswa hendaknya memperkaya sumber belajar. Guru bukan satu-
satunya sumber belajar, namun siswa harus menambah referensi tentang
tentang materi yang dipelajari dari sumber yang lain, baik media cetak seperti
buku-buku bacaan maupun media elektronik seperti internet. Selain itu, siswa
juga diharapkan melakukan aktivitas belajar bukan hanya di sekolah saja,
melainkan juga dilakukan di luar sekolah. Hal ini diharapkan dapat
memperkaya pengetahuan siswa dan meningkatkan kemampuan siswa dalam
memecahkan masalah.
3. Bagi Peneliti Lain
Dari hasil penelitian menyatakan bahwa model pembelajaran
dengan pendekatan struktural dengan TPS dan model pembelajaran
konvensional memberikan pengaruh yang tidak berbeda terhadap prestasi
belajar matematika siswa pada subpokok bahasan Operasi Hitung Bentuk
Aljabar dan Persamaan Linier Satu Variabel. Oleh karena itu penulis
menyarankan kepada peneliti lain untuk mencoba mengembangkan model
pembelajaran lainnya yang dapat digunakan untuk menyampaikan materi
subpokok bahasan Operasi Hitung Bentuk Aljabar dan Persamaan Linier Satu
Variabel.
Untuk peneliti lain yang akan menggunakan model pembelajaran
dengan pendekatan struktural TPS hendaknya lebih matang dalam persiapan,
terutama dalam masalah alokasi waktu dan benar-benar memperhatikan
kemampuan kooperatif siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Arend, R.I . 2001 . Learning to Teach: Fifth Edition . Mc Graw-Hill Higher Education : Singapore.
Budhi, Setyo dkk. 2008. Pelajaran Matematika Kelas VII A. Jakarta: Grasindo Budiyono . 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surakarta: UNS Press.
Budiyono. 2004. Statistika Untuk Penelitian. Surakarta: UNS Press. Elita Listiyanti. 2006. Pengaruh Metode mengajar Terhadap Prestasi Belajar
Matematika Ditinjau dari Aktivitas Belajar Siswa Kelas VIII Semester II SLTP Negeri 2 Surakarta Tahun Ajaran 2004/2005. Skripsi.
Judith Harris, Punya Mishra dan Matthew Koehler. 2009. Teachers’ Technological Pedagogical Content Knowledge And Learning Activity Types: Curriculum-Based Technology Integration Reframed. Journal of Research Technology in Education. Diunduh pada tanggal 20 Juli 2009 dari http://roebyarto.multiply.com/journal/item/21.
Manuel D. Rossetti dan Harriet Black Nembhard . 1998 . Using Cooperative Learning To Activate Your Simulation Classroom . USA
Muhibbin Syah. 1995. Psikologi Pendidikan: Suatu Pendekatan Baru. Bandung: Remadja Karya.
Mulyani Sumantri dan Johar Permana. 2001. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Muslimin Ibrahim, Fida Rahmawati dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.
Ngalim Purwanto. 1997. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Oemar Hamalik. 2001. Psikologi Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Purwoto . 2003 . Strategi Pembelajaran Mengajar . Surakarta: UNS press.
R. Soejadi. 2000. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Jakarta: Depdiknas. Samo. 2008. Students’ Perceptions About The Symbols, Letters And Signs In
Algebra And How Do These Affect Their Learning Of Algebra: A Case Study In A Government Girls Secondary School Karachi. Journal of Mathematical Research. Diunduh pada tanggal 17 Juli 2009 dari http://pdfdatabase.com/index.php?q=free+jurnal+matematika+internasional/Samo.pdf.
Sardiman, A. M. 2004. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Slameto. 1995 . Belajar Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta : PT Rineka Cipta.
Suharsimi Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta.
Sumadi Suryabrata. 1995. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Syaiful Bahri Djumarah. 2002. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Syaiful Sagala. 2007. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: CV Alfabeta
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa . 2005 . Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai pustaka.
Wahyu Triambodo. 2007. Eksperimentasi Pengajaran Matematika Dengan Menggunakan Pendekatan Struktural Think-Pair-Share Pada Sub Pokok Bahasan Luas Dan Volume Bangun Ruang Ditinjau Dari Gaya Belajar Matematika (Penelitian Dilakukan di SMA Muhamadiyah II Surakarta Tahun Ajaran 2006/2007) . Skripsi.
Winkel. 1996. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Gramedisa Widiasarana Indonesia.
Yani Tri Purwanti. 2009. Eksperimentasi Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Struktural Think Pair Share Pada Subpokok Bahasan Faktorisasi Bentuk Aljabar Dan Operasi Pecahan Bentuk Aljabar
Ditinjau Dari Aktivitas Belajar Matematika Siswa (Penelitian dilakukan di SMP Negeri 7 Surakarta Tahun Ajaran 2008/2009). Skripsi.
Yogi Reko Adiyanti. 2008. Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem-Based Instruction) terhadap Prestasi Belajar Matematika Ditinjau dari Aktivitas Belajar Siswa Kelas VII SMP Negeri 24 Surakarta Tahun 2006-2007. Skripsi.
Zainal Arifin. 1990. Evaluasi Instruksional. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.