Eksistensi Pendidikan Agama Islam (Makalah Filsafat)

9
EKSISTENSI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM A. PEMBAHASAN 1. Pengertian Eksistensi Eksistensi berasal dari kata bahasa latin existere yang artinya muncul, ada, timbul, memiliki keberadaan aktual . Existere disusun dari ex yang artinya keluar dan sistere yang artinya tampil atau muncul. Terdapat beberapa pengertian tentang eksistensi yang dijelaskan menjadi 4 pengertian. Pertama, eksistensi adalah apa yang ada. Kedua, eksistensi adalah apa yang memiliki aktualitas . Ketiga, eksistensi adalah segala sesuatu yang dialami dan menekankan bahwa sesuatu itu ada. Keempat, eksistensi adalah kesempurnaan . Dalam kamus bahasa Indonesia, eksistensi diartikan sebagai keberadaan. Artinya, eksistensi menjelaskan tentang penilaian ada atau tidak adanya pengaruh terhadap keberadaan seseorang tersebut. Apabila orang lain menganggap kita mempunyai sebuah eksistensi, maka keberadaan kita sudah dianggap dan dapat diperhitungkan oleh orang-orang di sekeliling kita Menurut Karl Jaspers eksistensi sebagai pemikiran manusia yang memanfaatkan dan mengatasi seluruh pengetahuan objektif. Berdasarkan pemikiran tersebut, manusia dapat menjadi dirinya sendiri dan menunjukkan bahwa dirinya adalah makhluk eksistensi. 2. Pendidikan Agama Islam

description

PAI

Transcript of Eksistensi Pendidikan Agama Islam (Makalah Filsafat)

EKSISTENSI PENDIDIKAN AGAMA ISLAMA. PEMBAHASAN

1. Pengertian Eksistensi

Eksistensi berasal dari kata bahasa latin existere yang artinya muncul, ada, timbul, memiliki keberadaan aktual. Existere disusun dari ex yang artinya keluar dan sistere yang artinya tampil atau muncul. Terdapat beberapa pengertian tentang eksistensi yang dijelaskan menjadi 4 pengertian. Pertama, eksistensi adalah apa yang ada. Kedua, eksistensi adalah apa yang memiliki aktualitas. Ketiga, eksistensi adalah segala sesuatu yang dialami dan menekankan bahwa sesuatu itu ada. Keempat, eksistensi adalah kesempurnaan.Dalam kamus bahasa Indonesia, eksistensi diartikan sebagai keberadaan. Artinya, eksistensi menjelaskan tentang penilaian ada atau tidak adanya pengaruh terhadap keberadaan seseorang tersebut. Apabila orang lain menganggap kita mempunyai sebuah eksistensi, maka keberadaan kita sudah dianggap dan dapat diperhitungkan oleh orang-orang di sekeliling kita

Menurut Karl Jaspers eksistensi sebagai pemikiran manusia yang memanfaatkan dan mengatasi seluruh pengetahuan objektif. Berdasarkan pemikiran tersebut, manusia dapat menjadi dirinya sendiri dan menunjukkan bahwa dirinya adalah makhluk eksistensi.

2. Pendidikan Agama IslamPendidikan agama Islam pada hakikatnya adalah upaya transfer nilai-nilai agama, pengetahuan dan budaya yang dilangsungkan secara berkesinambungan sehingga nilai-nilai itu dapat menjadi sumber motivasi dan aspirasi serta tolok ukur dalam perbuatan dan sikap maupun pola berpikir. Sementara tekad bangsa Indonesia yang selalu ingin kembali kepada Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen sangat kuat. Berdasarkan tekad itu pulalah maka kehidupan beragama dan pendidikan agama khususnya semakin mendapat tempat yang kuat dalam organisasi dan struktur pemerintahan.

Kelahiran pendidikan agama yang sekarang ini kita kenal menjadi mata pelajaran berakar dari pendidikan sekuler minus agama yang dikembangkan pemerintah penjajah. Usaha menghidupkan kembali eksistensi pembelajaran agama ini menemukan momentumnya setelah terbit UU No. 4 Tahun 1950 dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan Menteri Agama tanggal 16 Juli 1951 yang menjamin adanya pendidikan agama di sekolah umum.Pembangunan Nasional memang dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia dan masyarakat Indonesia seutuhnya. Hal ini berarti adanya keserasian, keseimbangan dan keselarasan antara pembangunan bidang jasmani dan rohani antar bidang material dan spritual, antara bekal keduniaan dan ingin berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, dengan sesama manusia dan dengan lingkungan hidupnya secara seimbang. Pembangunan seperti ini menjadi pangkal tolak pembangunan bidang agama. Di sisi lain, yang menjadi sasaran pembangunan jangka panjang di bidang agama adalah terbinanya iman bangsa Indonesia kepada Tuhan Yang Maha Esa, dalam kehidupan yang selaras, seimbang dan serasi antara lahiriah dan rohaniah.Sejalan dengan regulasi yanag telah dibuat oleh pemerintah eksistensi pendidikan agama mutlak dan harus ada dalam setiap lembaga pendidikan, dan sudah pasti setiap siswa yang memasuki dunia pendidikan pasti menganut suatu agama tertentu.

Definisi pendidikan telah banyak dirumuskan oleh pakar pendidikan.Namun masing-masing rumusan itu mempunyai spesifikasi pandangan yang berbeda, sehingga rumusan itu jika dikumpulkan kemudian dikomparasikan tidak ada pertentangan yang mendasar, bahkan saling melengkapi, diantaranya adalah: Nursid Sumaatmadja mengemukakan bahwa pendidikan diartikan sebagai proses kegiatan mengubah perilaku individu ke arah kedewasaan dan kematangan9, Ahmad D. Marimba berpendapat bahwa pendidikan merupakan usaha secara sadar atau pimpinan secara sadar si pendidik terhadap perkembangan jasmani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama Chabib Thoha juga mendefiniskan pendidikan sebagai suatu proses pemindahan pengetahuan/ pengembangan potensi-potensi yang dimilikinya untuk untuk mencapai perkembangan secara optimal sertaDari uraian diatas dapat disimpulkan eksistensi Pendidikan Agama Islam adalah keberadaan pendidikan agama Islam sebagai ilmu yang lahir dari hasil pemikiran al ghazali,yang membagi ilmu menjadi dua klasifikasi ( dikatomi ). Dalam pembahasan ini kami mengutif pemikiran Al Ghazali tentang dikotomi ilmu. B. PANDANGAN AL GHAZALI TENTANG PENDIDIKAN

Al Ghazali menggambarkan tatanan social masyarakat dalam pengertian bahwa suatu ilmu atau profesi tertentu diperlukan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan yang diwajibkan dalam tatanan tersebut.

Secara terperinci beliau menggunakan 3 pendekatan, yaitu :

1. Pendekatan Epistemologi

Secara epistemologis ilmu dibagi menjadi dua yaitu ilmu syar'iyah yaitu ilmu yang diperoleh dari para nabi bukan dari akal pikiran manusia. Ilmu ini terdiri dari empat kelompoka. Ilmu ushul yang meliputi Kitabullah, sunnah rasul, ijma ummat dan peninggalan para sahabat

b. Ilmu furu' meliputi ilmu yang menyangkut kepentingan duniawi seperti ilmu fiqh, dan ilmu yang menyangkut kepentingan akhirat seperti ilmu mukassyafah yaitu ilmu batin, tentang dzat, sifat, perbuatan dan hokum-hukum Allah dan muamalah yaitu ilmu tentang hati dan jiwac. Ilmu muqaddimah, yaitu ilmu yang merupakan alat, seperti bahasa dan Tata Bahasa arab

d. Ilmu mutammimah yaitu ilmu penyempurnaan yaitu yang berkenaan tentang al Quran baik qiraah dan tafsirnya.

Yang kedua ilmu ghairu syar'iyah yaitu ilmu aqliyah yang bersumber dari akal baik yang diperoleh melalaui insting akal itu sendiri (dlaruri) maupun ilmu yang diperoleh malalaui kegiatan belajar (iktisabi)

2. Pendekatan Ontologis

Al Ghazali menguraikan ilmu melalui pendekatan ontologis, membicarakan sifat-sifat dasar dan aneka ragam ilmu itu seniri. Dalam membahas masalah ini beliau bertolak pada hadits tentang menuntut ilmu yang diriwayatkan oleh Baihaqi dan Ibnu Abdil Bar.

Secara ontologis beliau membagi ilmu menjadi dua macam :

a. Ilmu Fardhu ain

b. Ilmu fardhu kifayah

3. Pendekatan Aksiologis

Selanjutnya Al Ghazali menggunakan pendekatan aksiologis dalam menilai jenis ilmu.

a. Ilmu-ilmu syar'I bersifat terpuji secara keseluruhanb. Ilmu ghairu syar'iyah, ada yang terpuji, ada yang tercela dan ada pula yang mubah

Adapun mempelajari ilmu yang tidak termasuk ilmu wajib atau fardhu tetapi merupakan keutamaan saja ialah mendalami ilmu berhitung, ilmu kedokteran dan lain-lain. Mempelajari ilmu tersebut secara mendalam tidak begitu penting, tetapi berfaedah, menambah kekuatan dan kadar yang diperlukan

C. KEBERADAAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

`Pendidikan Agama Islam merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib diajarkan mulai dari Taman Kanak-Kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) sampai ke Perguruan Tinggi (PT). Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan Pasal 3 ayat (1) disebutkan Setiap satuan pendidikan pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan wajib menyelenggarakan pendidikan agama ini menujukan adanya kewajiban bagi lembaga pendidikan setiap jalur dan jenjang wajib mengajarkan pendidikan agama kepada siswa dan atau mahasiswa dan bahkan ditegaskan lagi dalam pasal 4 ayat (2) setiap siswa atau mahasiswa memperoleh pendidikan agama dan diajarkan oleh pendidik yang seagama

Pendidikan agama mempunyai pengaruh yang besar dalam mencetak karakter manusia dan sejalan dengan amanah PP No 55 Tahun 2007 Pasal 2 ayat (1) menyebutkan Pendidikan agama berfungsi membentuk manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia dan mampu menjaga kedamaian dan kerukunan hubungan inter dan antarumat beragama.

Pentingnya pendidikan agama bagi anak-anak didik belum diikuti dengan kemauan yang kuat dari beberapa pelajar, guru, kepala sekolah dan stake holder yang berkaitan dengan pendidikan. Sebagian dari mereka masih menganggap pendidikan agama tidak begitu penting, hanya mata pelajaran yang biasa saja. Para orang tua tidak khawatr jika nilai agama anaknya rendah, tetapi cemas jika nilai matematika atau IPA nya rendah, mereka sibuk kesana sini mencarikan guru privat untuk mengajar anak mereka, berapapun harga buku umum mereka beli, tetapi buku-buku agama tidak begtu tertarik.Untuk dapat mengetahui kapan eksistensi pendidikan agama diberikan di sekolah-sekolah dan bagaimana status pendidikan agama tersebut, maka perlu terlebih dahulu diketahui proses perkembangan pendidikan agama disekolah-sekolah di Indonesia.

1. Periode sebelum Indonesia merdeka

a. Pada zaman penjajahan Belanda

Di sekolah-sekolah secara resmi belum diberikan pendidikan agama, hanya di fakultas hukum yang ada mata kuliah Islamologi.Tetapi para mubaligh sudah melakukan secara individu/ organisasi.

b. Pada zaman penjajahan Jepang

Keadaan agak berubah, karena telah mulai ada kemajuan dalam pelaksanaan pendidikan agama di sekolah dengan ditandai sebagian besar warga negara telah memeluk agam Islam.

2. Periode setelah Indonesia merdeka

Sejak Indonesia merdeka 1945, sebenarnya pendidikan agama mulai diberikan di sekolah-sekolah negeri, tetapi pelaksanaannya sukarela. Kemudian th. 1946 pendidikan agama telah diberikan di sekolah dengan syarat minimal 10 orang siswa. Pada th. 1960, pelaksanaan pendidikan agama di sekolah mulai mendapatkan status yang agak kuat, dalam Ketetapan MPRS No. II/MPRS/ 1960 bab II pasal 2 ayat 3, yang berbunyi:Menetapkan pendidikan agama menjadi mata pelajaran di sekolahsekolah mulai dari Sekolah Rakyat sampai dengan Universitas Negeri, dengan pengertian bahwa murid-murid berhak tidak ikut serta, apabila dari murid/ murid dewasa menyatakan keberatannya.

``Setelah meletusnya G.30.S. PKI th. 1965, maka mulai saat itu pendidikan agama di sekolah berubah dan bertambah kuat, dengan adanya Ketetapan MPRS No. XXVII/MPRS/1966 bab I pasal I yang berbunyi Menetapkan pendidikan agama menjadi mata pelajaran wajib di sekolahsekolah mulai dari Sekolah Dasar sampai dengan Universitas Negeri.Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat diartikan bahwa makna satusatunya dari PAI adalah sebagai salah satu bidang studi pendidikan yang besama-sama dengan pendidikan Pancasila dan pendidikan Kewarganegaraanmenjadi kurikulum wajib bagi setiap jenis, jalur, dan jenjang pendidikan.2 Dari penjelasan pasal ini jelas bahwa pendidikan agama wajib diberikan pada setiap jalur dan jenjang pendidikan baik di tingkat dasar sampai pendidikan tinggi, baik negeri mapun swasta. Dilihat dari faktor pendidikan, maka PAI juga memiliki faktor-faktor tersebut; peserta didik, pendidik, tujuan pendidikan dan sarana/ prasarana pendidikan, faktor-faktor ini merupakan bagian dari SIDIKNAS. Lebih khusus lagi faktor tujuan, yang merupakan penentu arah dan gerak oprasionalnya, maka jelas bahwa tujuan PAI adalah mengkongkritkan makna iman dan taqwa kepada Tuhan YME dalam SISDIKNAS yang masih abstrak menurut agama yang diakui di Indonesia.

Dengan demikian jelaslah bahwa PAI merupakan subsistem dari SISDIKNAS dan bahwa PAI dengan faktor-faktornya juga merupakan sistem tersendiri. Secara otomatis bahwa tanpa sistem PAI maka SISDIKNAS belum lengkap, karena merupakan wadah tumpuan utama bagi mayoritas wagra negara.