Eksekutabilitas Ketentuan Peralihan Undang-Undang...

67
96 Bab III Ketentuan Peralihan Dalam Undang- Undang dan Akibat-Akibat Hukum Terhadap Yayasan Dalam Lampiran II UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan per-UU-an, ketentuan peralihan ditulis dalam tanda kurung “(jika diperlukan)”. Pemakaian frase “jika diperlukan” 1 menyiratkan bahwa ketentuan peralihan bukan keharusan dalam setiap UU. Sekalipun bukan keharusan, namun ketentuan peralihan kerap diadakan guna mencegah terjadinya kekosongan hukum akibat terjadinya perubahan keten- tuan menyangkut materi yang sama dengan apa yang diatur dalam UU yang baru dan ketentuan sebelumnya. Secara teknis, ketentuan peralihan ditempatkan pada bagian akhir UU, yaitu sesudah ketentuan pidana (jika ada) dan ketentuan penutup. Bagian berikut akan membahas ketentuan peralihan dalam UU dan keberadaannya dalam UUY. 1 Sri Hariningsih, Ketentuan Peralihan Dalam Perundang- Undangan, Artikel, dimuat dalam Media Publikasi Peraturan Perundang-Undangan dan Informasi Hukum, Kemenkumham RI, Ditjend Peraturan Perundang-Undangan, 29 Desember 2009

Transcript of Eksekutabilitas Ketentuan Peralihan Undang-Undang...

Page 1: Eksekutabilitas Ketentuan Peralihan Undang-Undang Yayasanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8389/4/T2_322011001_BAB III...pula dalam UU No 16 Tahun 2001 jo UU No. 2008 Tentang

96

Bab III

Ketentuan Peralihan Dalam Undang-

Undang dan Akibat-Akibat Hukum Terhadap Yayasan

Dalam Lampiran II UU No. 12 Tahun 2011 tentang

Pembentukan per-UU-an, ketentuan peralihan ditulis

dalam tanda kurung “(jika diperlukan)”. Pemakaian

frase “jika diperlukan”1 menyiratkan bahwa ketentuan

peralihan bukan keharusan dalam setiap UU.

Sekalipun bukan keharusan, namun ketentuan

peralihan kerap diadakan guna mencegah terjadinya

kekosongan hukum akibat terjadinya perubahan keten-

tuan menyangkut materi yang sama dengan apa yang

diatur dalam UU yang baru dan ketentuan sebelumnya.

Secara teknis, ketentuan peralihan ditempatkan pada

bagian akhir UU, yaitu sesudah ketentuan pidana (jika

ada) dan ketentuan penutup.

Bagian berikut akan membahas ketentuan peralihan

dalam UU dan keberadaannya dalam UUY.

1 Sri Hariningsih, Ketentuan Peralihan Dalam Perundang-Undangan, Artikel, dimuat dalam Media Publikasi Peraturan

Perundang-Undangan dan Informasi Hukum, Kemenkumham RI,

Ditjend Peraturan Perundang-Undangan, 29 Desember 2009

Page 2: Eksekutabilitas Ketentuan Peralihan Undang-Undang Yayasanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8389/4/T2_322011001_BAB III...pula dalam UU No 16 Tahun 2001 jo UU No. 2008 Tentang

97

A. Ketentuan Peralihan Undang-Undang

Istilah “ketentuan peralihan” sering dinyatakan

dengan istilah “aturan peralihan”2, namun makna

dari kedua istilah itu sama, yaitu ketentuan yang

berisi norma peralihan yang berfungsi mengatur

perubahan normatif terhadap hal-hal tertentu atas

kehadiran peraturan per-UU-an yang baru. Dalam

tulisan ini, istilah yang dipakai adalah ketentuan

peralihan, sama dengan yang dipakai dalam UUY.

Perkecualian dari hal itu adalah dalam hal kutipan

guna memertahankan orisinalitas kutipan.

1. Pengertian Ketentuan Peralihan

Ketentuan peralihan dalam UU dapat dikata-

kan bukan aturan pokok, melaikan aturan yang

mengatur kelancaran penerapan aturan pokok

UU. Jimly Asshiddiqie3 mendefinisikan ketentu-

an peralihan sebagai berikut:

“Ketentuan peralihan adalah ketentuan yang

berisi norma peralihan dan berfungsi meng-

2 Sekedar contoh, Dalam UUD 1945 istilah yang dipakai “Aturan

Peralihan”, Dalam UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan

Terbatas, istilah yang dipakai, “Ketentuan Peralihan”. Demikian pula dalam UU No 16 Tahun 2001 jo UU No. 2008 Tentang

Yayasan dan UU No. 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi,

istilah yang dipakai adalah “Ketentuan Peralihan”.

3 Jilmy Asshiddiqie, Op. cit, hal 130

Page 3: Eksekutabilitas Ketentuan Peralihan Undang-Undang Yayasanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8389/4/T2_322011001_BAB III...pula dalam UU No 16 Tahun 2001 jo UU No. 2008 Tentang

98

atasi kemungkinan terjadinya kekosongan hukum sebagai akibat peralihan norma dari ketentuan lama ke ketentuan baru.”

Menurut Bagir Manan4, pengadaan ketentuan

peralihan dalam UU didasarkan pada dua asas,

yaitu: pertama, asas umum pembentukan UU

dengan prinsip bahwa hukum baru meniadakan

hukum lama; dan kedua, asas ubi societas ibi ius

dengan prinsip bahwa di mana ada masyarakat,

di situ ada hukum.

Menurut asas umum pembentukan UU,

dengan berlakunya peraturan yang baru, maka

peraturan lama, yang mengatur pokok yang

sama, tidak berlaku lagi. Prinsip ini berlaku pada

peraturan per-UU-an sejenis atau sederajat dan

juga pada peraturan yang lebih rendah seperti

peraturan pemerintah, keputusan presiden, atau

kebijakan-kebijakan mengenai pelaksanaan per-

aturan per-UU-an.

Pada kenyataannya, prinsip tersebut tidak

dapat diterapkan secara ketat. Peraturan yang

baru sering belum dapat dilaksanakan secara

menyeluruh karena berbagai sebab. Di antaranya

peraturan pelaksanaan UU belum ada. Dalam

keadaan seperti itu, ketentuan peralihan diperlu-

kan untuk mengatur proses peralihan dari

keadaan lama ke keadaan baru yang ditetapkan

4 Bagir Manan, Op. cit, hal. 166-168

Page 4: Eksekutabilitas Ketentuan Peralihan Undang-Undang Yayasanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8389/4/T2_322011001_BAB III...pula dalam UU No 16 Tahun 2001 jo UU No. 2008 Tentang

99

secara hukum. Dalam hal ini, ketentuan peralih-

an menunda penerapan peraturan yang baru

untuk sementara waktu. Hal ini sering disebut

sebagai penyimpangan sementara5 terhadap

peraturan yang baru atas tindakan hukum atau

hubungan hukum tertentu.

Menurut asas ubi sosietas ibi ius, sebelum

adanya peraturan per-UU-an (yang baru), selalu

ada ketentuan hukum yang mengatur hal yang

sama dengan yang baru. Untuk menjamin keter-

tiban dan ketentraman, keadilan dan kepastian

hukum, maka berbagai hubungan dan akibat

hukum yang sudah ada dalam penerapannya

perlu diakomodasi dalam peraturan per-UU-an

yang baru. Caranya ialah menunda berlakunya

ketentuan baru menyangkut aspek tententu

sampai batas waktu tertentu. Hal ini dimak-

sudkan untuk memberikan kesempatan bagi

adresat hukum menyesuaikan diri terhadap

ketentuan yang baru.

Menurut Bagi Manan6 ada lima fungsi keten-

tuan peralihan, yaitu: a. sebagai dasar hukum

agar peraturan lama tetap berlaku; b. Menghin-

5 Istilah penyimpangan sementara dipergunakan oleh Jimly Asshiddiqie, Op. Cit. hal. 129 dan Maria Farida Indrati S, Ilmu Perundang-undangan 2, Kanisius, Yogyakarta, Cet. ke-1, tahun

2007, hal 130.

6 Bagir Manan, Op.cit., hal.169-172

Page 5: Eksekutabilitas Ketentuan Peralihan Undang-Undang Yayasanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8389/4/T2_322011001_BAB III...pula dalam UU No 16 Tahun 2001 jo UU No. 2008 Tentang

100

dari atau meniadakan kekosongan hukum atau

kekosongan peraturan; c. sebagai instrumen yang

mengatur keadaan hukum dari peraturan lama

akibat kehadiran aturan baru; d. menjamin

kepastian dan perlindungan hukum; dan e.

menjamin ketertiban akibat perubahan peraturan

per-UU-an.

2. Materi Ketentuan peralihan

Berdasarkan pengertian di atas tampak bahwa

ketentuan peralihan diadakan guna memulus-

kan berjalannya peraturan per-UU-an baru tanpa

menimbulkan masalah hukum. Oleh karena itu,

kejelasan rumusan materi ketetuan peralihan

merupakan keharusan.

Bagir Manan7 menyatakan bahwa isi atau

materi ketentuan peralihan ada tiga, yaitu:

1. Mengatur hubungan antara aturan hukum yang baru dan yang lama. Ketentuan ini

lazimnya menyatakan aturan-aturan lama yang tetap berlaku dengan syarat atau tanpa syarat tertentu sampai tidak diperlukan lagi.

Suatu peraturan lama tidak diperlukan lagi baik karena telah tercipta aturan baru atau keadaan hukum atau hubungan hukum yang

telah ada atau yang sedang timbul tidak memerlukan lagi aturan lama.

7 Bagir Manan, Ibid., hal. 172-173.

Page 6: Eksekutabilitas Ketentuan Peralihan Undang-Undang Yayasanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8389/4/T2_322011001_BAB III...pula dalam UU No 16 Tahun 2001 jo UU No. 2008 Tentang

101

2. Mengatur keadaan atau hubungan hukum yang telah timbul atau sedang timbul berdasarkan aturan lama. Ketentuan ini

menentukan aturan hukum yang berlaku terhadap keadaan atau hubungan hukum yang telah ada atau yang sedang timbul pada

saat aturan baru dilahirkan. Pernyataan penundukan ini dapat berlaku terhadap

peraturan lama atau peraturan baru.

3. Mengatur hubungan waktu bagi aturan lama,

keadaan atau hubungan hukum yang telah ada serta penyesuaiannya dengan aturan

baru. Ketentuan peralihan dapat menentukan suatu keadaan atau hubungan hukum tetap dikuasai aturan lama sampai waktu tertentu

atau sampai terjadi suatu peristiwa hukum tertentu.

Bertitik tolak hal-hal di atas tampak bahwa

ketentuan peralihan merupakan aturan yang

mengatur elastisitas hukum. Norma yang ada di

dalamnya lebih mengarah pada upaya mencegah

penerapan hukum secara kaku yang didasarkan

pada prinsip positivisme serta upaya penciptaan

kondisi agar apa yang diatur dalam per-UU-an

yang baru dapat diterima.

Di satu sisi, ketentuan peralihan memosisikan

peraturan per-UU-an sebagai keharusan, tetapi di

sisi yang lain ia menempatkan keharusan terse-

but dalam konteks adresat hukum. Keadaan ini

menunjukkan bahwa ketentuan peralihan tidak

menempatkan aspek kepastian hukum sebagai

Page 7: Eksekutabilitas Ketentuan Peralihan Undang-Undang Yayasanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8389/4/T2_322011001_BAB III...pula dalam UU No 16 Tahun 2001 jo UU No. 2008 Tentang

102

satu-satunya tujuan hukum, tetapi juga aspek

kemanfaatan yang dapat membawa kebaikan bagi

manusia, adresat hukum.

Berdasarkan prinsip tersebut dapat dikatakan

bahwa ketentuan peralihan memosisikan adresat

hukum (penyelenggara yayasan) sebagai hal uta-

ma. Penyelenggara yayasan diposisikan sebagai

subyek yang memiliki kebebasan dan kemampu-

an mengatur dirinya sendiri menuju ke keadaan

yang lebih baik. Dalam persepektif ini, fungsi

ketentuan hukum dan UU bukanlah tujuan,

tetapi hanyalah alat bagi manusia untuk menca-

pai keadaan yang lebih baik tersebut.

Dengan pencandraan yang demikian menjadi

jelas bahwa ketentuan peralihan dalam UU begi-

tu penting. Kendati hanya mengatur proses pera-

lihan keberlakuan ketentuan baru dari ketentuan

lama, namun kehadirannya turut menentukan

lancar-tidaknya bekerjanya UU baru.

Pada hemat penulis, keadaan seperti itulah

yang lebih memungkinkan penyelenggara yaya-

san menerima dan menaati ketentuan UUY.

Mereka menaatinya bukan dengan paksaan,

tetapi karena yakin bahwa ketaatan tersebut

membawa kebaikan bagi kehidupan mereka dan

yayasan yang mereka selenggarakan. Dengan

sikap yang demikian besar kemungkinan bahwa

peraturan yang baru dapat berjalan secara

Page 8: Eksekutabilitas Ketentuan Peralihan Undang-Undang Yayasanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8389/4/T2_322011001_BAB III...pula dalam UU No 16 Tahun 2001 jo UU No. 2008 Tentang

103

efektif.8 Itulah sebabnya mengapa ketentuan

peralihan perlu dirumuskan secara tegas, jelas,

tidak sama-samar atau ambigu. Dengan begitu

apa yang dikehendaki pembuat UU dipahami

sama oleh adresat dan para penegak hukum.

Ketegasan dan kejelasan rumusan dimaksud

dapat berupa:

a. Batasan waktu berakhirnya keberlakuan ke-

tentuan lama dan dinyatakan tidak diperlukan

lagi;

b. Pengaturan tindakan-tindakan hukum yang

harus dilakukan adresat hukum selama penu-

ndaan pemberlakuan peraturan yang baru;

c. Penegasan tentang acuan hukum atas tindak-

an hukum atau hubungan hukum selama ma-

sa penundaan pemberlakuan peraturan yang

baru; dan

d. Akibat-akibat hukum atau sanksi apabila

adresat hukum tidak menaati ketentuan pada

nomor 1, 2, dan 3 tersebut.

8 Efektif artinya, masyarakat menaati ketentuan hukum bukan

karena takut akan hukuman atau karena merasa takut rusaknya

hubungan dengan orang lain, melainkan didorong oleh penilaian bahwa aturan hukum sesuai dengan nilai-nilai intrinsik yang

dianutnya. Menurut Achmad Ali, nilai-nilai dimaksud berkaitan

dengan kepentingan adresat. Manakala peraturan dinilai

mendatangkan banyak keuntungan melebihi biaya-biaya atau

pengorbanan yang harus dikeluarkannya, maka masyarakat cenderung menaati ketentuan hukum. Achmad Ali, Op. Cit.,, hal

348.

Page 9: Eksekutabilitas Ketentuan Peralihan Undang-Undang Yayasanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8389/4/T2_322011001_BAB III...pula dalam UU No 16 Tahun 2001 jo UU No. 2008 Tentang

104

Menurut Jimly Asshiddiqie9 hal-hal tersebut

perlu dinyatakan secara tegas karena ketentuan

peralihan dapat terkait dengan subyek hukum

(menyangkut hak dan kewajiban atau tugas dan

keweanangan), norma hukum (yang mengalihkan

berlakunya suatu peraturan dari mengikat

menjadi tidak mengikat atau sebaliknya), dan

obyek hubungan hukum tertentu atau tindakan

hukum tertentu yang diatur.

B. Ketentuan Peralihan Undang-Undang

Yayasan

Dalam UUY, ketentuan peralihan tertera pada

Pasal 71. Ketentuan ayat (2) pada UU No. 16 Tahun

2001 diubah menjadi ayat (3) pada UU No 28 Tahun

2004, sedangkan ayat (2) pada UU No. 28 Tahun

2004 merupakan ayat tambahan sebagai penyem-

purnaan Pasal 71, UU No. 16 Tahun 2001. Rumus-

an selengkapnya demikian:

(1) Pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, Yayasan yang telah: a. didaftarkan di Pengadilan

Negeri dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia; atau b. didaftarkan di Pengadilan Negeri dan mempunyai izin melaku-

kan kegiatan dari instansi terkait; tetap diakui sebagai badan hukum dengan ketentuan dalam

jangka waktu paling lambat 5 (lima) tahun sejak mulai berlakunya Undang-undang ini, Yayasan

9 Jilmy Asshiddiqie, Loc.cit, hal 130

Page 10: Eksekutabilitas Ketentuan Peralihan Undang-Undang Yayasanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8389/4/T2_322011001_BAB III...pula dalam UU No 16 Tahun 2001 jo UU No. 2008 Tentang

105

tersebut wajib menyesuaikan Anggaran Dasarnya dengan ketentuan Undang-undang ini.

Pada UU No. 28 Tahun 2004, ketentuan pasal 71

ayat (1) huruf b diubah menjadi: “...paling lambat 3

(tiga) tahun tehitung sejak tangal undang-undang ini

mulai berlaku, ...”.

Dalam penjelasannya, masa 3 (tiga) tahun itu

diberikan kepada yayasan untuk menentukan pilih-

an apakah meneruskan atau tidak keberadaan yaya-

san. Jika diteruskan, maka dalam kurun waktu ter-

sebut yayasan wajib menyesuaikan Anggaran Dasar-

nya (AD) dengan UUY.

(2) Yayasan yang telah didirikan dan tidak

memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat memperoleh status badan hukum dengan cara menyesuaikan Anggaran

Dasarnya dengan ketentuan Undang-undang ini, dan mengajukan permohonan kepada Menteri

dalam jangka waktu paling lambat 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal Undang-undang ini mulai berlaku.

(3) Yayasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib diberitahukan kepada Menteri paling lam-

bat 1 (satu) tahun setelah pelaksanaan penyesu-aian.

(4) Yayasan yang tidak menyesuaikan Anggaran Dasarnya dalam jangka waktu sebagaimana di-

maksud pada ayat (1) dan Yayasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tidak dapat mengguna-

kan kata "Yayasan" di depan namanya dan dapat dibubarkan berdasarkan putusan Pengadilan

Page 11: Eksekutabilitas Ketentuan Peralihan Undang-Undang Yayasanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8389/4/T2_322011001_BAB III...pula dalam UU No 16 Tahun 2001 jo UU No. 2008 Tentang

106

atas permohonan Kejaksaan atau pihak yang berkepentingan.

Pada penjelasan ayat (4) disebutkan bahwa, pi-

hak yang berkepentingan, adalah pihak yang memu-

nyai kepentingan langsung dengan Yayasan.

Pada hemat penulis, ayat (4) tersebut bukan

ketentuan peralihan, sebab ketentuan yang ada di

dalamnya bukan mengatur proses peralihan, mela-

inkan mengatur sanksi bagi yayasan yang tidak me-

lakukan penyesuaian AD dan/atau tidak memberi-

tahukan kepada menteri penyesuaian AD dalam

kurun waktu yangtelah ditetapkan.

Jimly Asshiddiqie10 memang setuju kalau akibat

hukum semacam itu ditempatkan pada ketentuan

peralihan, namun pandangan ini sulit diterima kare-

na penataan materi UU selalu diklasifikasi berdasar-

kan pokok yang diatur. Materi sanksi, termasuk

ketentuan pidana (bila diperlukan), diatur pada

bagian khusus, baik dalam bab maupun pasal.

Berdasarkan pemahaman itu, ayat (4) semestinya

tidak ditempatkan dalam ketentuan peralihan,

melainkan dalam bab atau pasal khusus yang

mengatur sanksi. Oleh karena itu, ayat (4) akan

dibahas di bagian khusus terpisah dari bahasan tiga

ayat sebelumnya.

10 Jilmy Asshiddiqie, Ibid., hal 131

Page 12: Eksekutabilitas Ketentuan Peralihan Undang-Undang Yayasanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8389/4/T2_322011001_BAB III...pula dalam UU No 16 Tahun 2001 jo UU No. 2008 Tentang

107

Dalam pasal 71 di atas ada empat hal pokok yang

diatur, yaitu: 1. penundaan berlakunya UUY; 2.

dasar hukum penundaan berlakunya UUY; 3.

Kewajiban menyesuaikan AD; dan 4. akibat hukum

ketentuan peralihan terhadap yayasan yang tidak

melakukan penyesuaian AD dengan ketentuan UU

setelah masa penundaan sementara berakhir. Pokok

1, 2, dan 3 secara berturut-turut dibahas pada sub

bab ini, sementara pokok 4 dibahas pada sub bab

berikutnya.

1. Penundaan Undang-Undang Yayasan

Berdasarkan ketentuan Pasal 71 ayat (1) dan

ayat (2), yayasan yang telah berdiri sebelum UUY

pada prinsipnya dapat diakui sebagai badan

hukum menurut versi UUY. Yayasan dimaksud

ialah yayasan menurut versi ayat (1), yang didi-

rikan menurut kebiasaan, doktrin, atau yurispru-

densi Mahkamah Agung dan versi ayat (2), yaitu

yayasan yang didirikan dengan Akta Notaris atau

tanpa Akta Notaris.

Dalam rumusan ayat (1) ada dua kategori

yayasan, yaitu: a. telah didaftarkan di Pengadilan

Negeri dan diumumkan dalam Tambahan Berita

Negara; dan b. telah didaftarkan di pengadilan

negeri dan memiliki ijin melakukan kegiatan dari

instansi terkait. Yayasan di luar kategori itu

merupakan bagian dari kategori ayat (2). Agar

Page 13: Eksekutabilitas Ketentuan Peralihan Undang-Undang Yayasanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8389/4/T2_322011001_BAB III...pula dalam UU No 16 Tahun 2001 jo UU No. 2008 Tentang

108

tetap menjadi badan hukum berdasarkan UUY,

yayasan tersebut wajib melakukan penyesuaian

AD dengan UUY.

Penyesuaian AD dimaksud meliputi banyak

hal seperti perubahan fungsi dan kewenangan

organ yayasan, struktur organisasi, persyaratan

pendirian yayasan, pengelolaan kekayaan dan

sumber kekayaan yayasan. Penyesuaian AD ini

dinilai butuh waktu yang relatif lama. Dalam

proses penyesuaian itulah diperlukan ketentuan

peralihan. Ia menjadi dasar hukum penundaan

berlakunya UUY untuk sementara waktu seraya

memberi kesempatan kepada yayasan memelajari

dan memahami UUY dan akhirnya melakukan

penyesuaian AD.

Selama masa penundaan, keberadaan yayasan

dan kegiatannya tetap diakui dengan pengaturan

berdasarkan AD yayasan yang ada. Itu artinya,

meskipun UUY sudah dinyatakan berlaku sejak

tanggal 6 Agustus 2002, ketentuan pokok yang

ada di dalamnya belum diberlakukan bagi yaya-

san dalam kategori ayat (1) dimaksud.

Ditinjau dari asas pembentukan UU ketentuan

tersebut semestinya tidak diperlukan, sebab pada

saat peraturan yang baru ditetapkan dan/atau

dinyatakan berlaku, maka ketentuan lama (AD

lama yayasan) dengan sendirinya tidak berlaku.

Prinsip ini ternyata tidak diterapkan secara kaku

Page 14: Eksekutabilitas Ketentuan Peralihan Undang-Undang Yayasanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8389/4/T2_322011001_BAB III...pula dalam UU No 16 Tahun 2001 jo UU No. 2008 Tentang

109

dalam UUY. Pembuat UU menilai bahwa yayasan

di Indonesia belum siap. Untuk itu, yayasan yang

telah berdiri sebelum UUY perlu diberi kesem-

patan menyesuaikan diri dengan menunda berla-

kunya UUY.

Bagi Jimly Asshiddiqie11 penundaan semacam

itu disebut penyimpangan sementara atas UU.

Disebut demikian karena apa yang ditetapkan

dalam ketentuan peralihan, sifatnya temporer.

Manakala waktu yang ditetapkan telah berakhir,

maka ketentuan yang berlaku adalah ketentuan

baru, dalam hal ini UUY. Dalam kurun waktu

tersebut ketentuan hukum yang berlaku bagi

yayasan adalah AD12 lama. Hal ini berlaku

sampai tanggal 6 Agustus 2007 atau lima tahun

setelah UU No. 16 Tahun 2001 dinyatakan mulai

berlaku pada tanggal 6 Agustus 2002.

Pembuat UU tampaknya yakin bahwa dalam

kurun waktu tersebut, yayasan melakukan

penyesuaian AD dengan ketentuan UU No. 16

Tahun 2001. Kenyataannya tidak demikian.

Sebelum berakhirnya batas waktu penundaan

11 Jilmy Asshiddiqie, Ibid, hal 129. Lihat juga Maria Farida Indrati

S., Ilmu Perundang-undangan (2), Proses dan Teknik Pemben-tukannya, Penerbit Kanisius, Cet-1, Tahun 2007, hal. 130.

12 Pasal 72A menyatakan, pada saat UU ini mulai berlaku,

ketentuan Angagran Dasar Yayasan sebagaimana dimaksudkan

pada ayat (1) dan ayat (2) yang belum disesuaikan dengan UU ini,

tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan UU ini.

Page 15: Eksekutabilitas Ketentuan Peralihan Undang-Undang Yayasanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8389/4/T2_322011001_BAB III...pula dalam UU No 16 Tahun 2001 jo UU No. 2008 Tentang

110

berdasarkan ketentuan Pasal 71 ayat (2), respon

yayasan tidak sama. Sebagian besar yayasan ti-

dak melakukan penyesuaian AD dengan UUY.

Keadaan di atas mendorong DPR untuk

mengubah UU No. 16 Tahun 2001 dengan UU No.

28 Tahun 2004. Berdasarkan UU terakhir, masa

penundaan diperpanjang sampai 6 Oktober 2008

atau 3 (tiga) tahun setelah UU No 28 Tahun 2004

dinyatakan berlaku tanggal 6 Oktober 2005. Total

waktu penundaan 6 (enam) tahun 2 (dua) bulan.

Terhadap yayasan versi ayat (2) batasan

penyesuaian AD lebih singkat, yaitu paling lam-

bat tanggal 6 Agustus 2003 atau 1 (satu) tahun

sejak UU No. 16 Tahun 2001 dinyatakan mulai

berlaku tanggal 6 Agustus 2002. Dengan terbit-

nya UU No. 28 Tahun 2004, waktu tersebut

diperpanjang menjadi paling lambat tanggal 6

Oktober 2006 atau 1 (satu) tahun sejak UU No.

28 Tahun 2004 dinyatakan mulai berlaku. Total

waktu penundaan 2 (dua) tahun 2 (dua) bulan.

2. Dasar hukum penundaan pemberlakuan

Undang-Undang Yayasan

Telah disebutkan di depan bahwa berlakunya

UUY ditunda untuk sementara waktu. Agar

penundaan tersebut sah, maka UUY memberi

dasar hukum, yaitu a. ketentuan Pasal 73; b.

Page 16: Eksekutabilitas Ketentuan Peralihan Undang-Undang Yayasanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8389/4/T2_322011001_BAB III...pula dalam UU No 16 Tahun 2001 jo UU No. 2008 Tentang

111

ketentuan Pasal 71 ayat (1), huruf b; dan c.

ketentuan Pasal 72 A.

a. Ketentuan Pasal 73 UUY. Pasal ini menegas-

kan: “Undang-undang ini mulai berlaku 1

(satu) tahun terhitung sejak tanggal diundang-

kan.” UU No 16 tahun 2001 disahkan pada

tanggal 6 Agustus 2001 dan dinyatakan

berlaku terhitung sejak tanggal 6 Agustus

2002. Ini artinya sekalipun UU sudah

diundangkan, yayasan boleh menyimpanginya

dengan tetap menggunakan AD lama sebagai

dasar hukum kegiatan yayasan.

b. Ketentuan Pasal 71 ayat (1), huruf b UU No.

16 Tahun 2001. Ketentuan dalam Pasal ini

menegaskan:

“...tetap diakui sebagai badan hukum dengan ketentuan dalam jangka waktu paling lambat 5 (lima) tahun terhitung

sejak tanggal Undang-undang ini mulai berlaku, Yayasan tersebut wajib menyesu-aikan Anggaran Dasarnya dengan keten-

tuan Undang-undang ini.”

Istilah 5 (lima) tahun dalam ketentuan di

atas mengandung pengertian lima tahun sejak

UU No. 16 Tahun 2001 dinyatakan berlaku

pada tanggal 6 Agustus 2002 sampai paling

lambat tanggal 6 Agustus 2007. Pada UU No

28 Tahun 2004, waktu tersebut diubah men-

Page 17: Eksekutabilitas Ketentuan Peralihan Undang-Undang Yayasanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8389/4/T2_322011001_BAB III...pula dalam UU No 16 Tahun 2001 jo UU No. 2008 Tentang

112

jadi paling lambat 3 (tiga) tahun sejak UU No.

28 Tahun 2004 dinyatakan berlaku pada

tanggal 6 Oktober 2005 sampai paling lambat

tanggal 6 Oktober 2008. Ini artinya bahwa

sampai tanggal 6 Oktober 2008 status hukum

yayasan masih diakui berdasarkan AD lama.

c. Ketentuan Pasal 72A UU No 28 Tahun 2004.

Ketentuan dalam pasal ini berbunyi :

“Pada saat Undang-undang ini mulai ber-laku, ketentuan Anggaran Dasar Yayasan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (1) dan ayat (2) yang belum disesu-

aikan dengan ketentuan Undang-undang ini, tetap berlaku sepanjang tidak berten-tangan dengan Undang-undang ini.”

Dasar hukum di atas merupakan pene-

gasan dasar hukum bagi yayasan selama

masa penundaan berlakunya UUY. Pernyataan

“ketentuan Anggaran Dasar yayasan..., tetap

berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan

undang-undang ini”, merupakan legalisasi

masih berlakunya AD lama. Dengan ketentu-

an-ketentuan tersebut, tampak bahwa kebera-

daan yayasan yang belum menyesuaikan AD

dan seluruh kegiatannya memiliki dasar hu-

kum yang jelas.

Yang menjadi masalah ialah ketentuan

tersebut dapat melemahkan daya paksa UUY

Page 18: Eksekutabilitas Ketentuan Peralihan Undang-Undang Yayasanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8389/4/T2_322011001_BAB III...pula dalam UU No 16 Tahun 2001 jo UU No. 2008 Tentang

113

sebagai hukum positif. Ia dapat menimbulkan

anggapan bahwa penyesuaian AD tidak harus

dilakukan dalam waktu terbatas. Sekalipun

batas akhir masa penyesuaian AD terlewati

dan yayasan belum melakukan penyesuaian

AD lama yayasan tetap diakui sepanjang tidak

bertentangan dengan ketentuan UUY.

Dasar hukum seperti itu tampak ambigu.

Di satu sisi merupakan hukum positip, tetapi

di sisi ia terus memberi kelonggaran yang

seolah-olah tanpa batas. Ada kemungkinan

bahwa rumusan tersebut sengaja dipakai

untuk mencegah kekosongan hukum bagi

yayasan yang belum melakukan penyesuaian

AD. Sekalipun bermanfaat, namun ketentuan

seperti itu tampaknya secara implisit meng-

akui tidak adanya urgensi eksekusi ketentuan

peralihan bagi yayasan yang tidak melakukan

penyesuaian AD.

3. Kewajiban Menyesuaikan Anggaran Dasar

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya

bahwa yayasan yang memilih memertahankan

bentuk yayasan memiliki kewajiban untuk

menyesuaikan AD dengan UUY. Lamanya waktu

yang diberikan UU untuk menyelesaikan kewa-

jiban itu 6 (enam) tahun 2 (dua) bulan sebagai-

mana diatur pada Pasal 71 ayat 1 huruf b.

Page 19: Eksekutabilitas Ketentuan Peralihan Undang-Undang Yayasanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8389/4/T2_322011001_BAB III...pula dalam UU No 16 Tahun 2001 jo UU No. 2008 Tentang

114

Boedi Wahyono dan Suyud Margono13, menya-

takan ada empat substansi materi AD yang harus

disesuaikan dengan ketentuan UUY, yaitu:

a. organ yayasan dan segala kewenangan dan

larangnya;

b. pemisahan harta kekayaan yayasan dari

kekayaan pribadi pendiri;

c. standar isi AD; dan

d. prosedur formal pendirian yayasan.

Menurut penulis, bagian d tidak masuk dalam

materi penyesuaian AD. Ketentuan ini berlaku

pada yayasan baru untuk mendapatkan status

badan hukum. Oleh karena itu, bagian tersebut

tidak dibahas. Yang dibahas berikut ini, yaitu: a.

Strandar isi anggaran dasar; b. Kekayaan yaya-

san; dan c. Organ yayasan dan kewenangannya.

a. Standar isi Anggaran Dasar

Sebagaimana telah disebutkan pada bab I,

halaman 8-9, ada sekurang-kurangnya 11 un-

sur yang harus dimuat dalam AD untuk men-

dapatkan status badan hukum, yaitu:

a. nama dan tempat kedudukan;

13 Boedi Wahyono dan Suyud Margono, Hukum Yayasan Antara

Fungsi Karitatif Atau komersial, Novindo Pustaka Mandiri, Jakarta,

2001, hal. 20.

Page 20: Eksekutabilitas Ketentuan Peralihan Undang-Undang Yayasanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8389/4/T2_322011001_BAB III...pula dalam UU No 16 Tahun 2001 jo UU No. 2008 Tentang

115

b. maksud dan tujuan serta kegiatan untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut;

c. jangka waktu pendirian; d. jumlah kekayaan awal yang dipisahkan

dari kekayaan pribadi pendiri dalam

bentuk uang atau benda; e. cara memperoleh dan penggunaan keka-

yaan; f. tata cara pengangkatan, pemberhentian,

dan penggantian anggota Pembina,

Pengurus, dan Pengawas; g. hak dan kewajiban anggota Pembina,

Pengurus, dan Pengawas; h. tata cara penyelenggaraan rapat organ

Yayasan;

i. ketentuan mengenai perubahan Anggar-an Dasar;

j. penggabungan dan pembubaran Yayas-

an; dan k. penggunaan kekayaan sisa likuidasi a-

tau penyaluran kekayaan Yayasan sete-

lah pembubaran.

Selain itu, ayat (3) menambahkan bahwa

keterangan lain yang perlu dimuat dalam AD

adalah identitas organ yayasan. Paling sedikit,

meliputi nama, alamat, tempat dan tanggal

lahir, serta kewarganegaraannya. Prinsipnya

makin lengkap makin baik.

Apa yang diatur pada Pasal 14 ayat (2) dan

ayat (3) di atas bukan hal baru bagi yayasan.

Umumnya yayasan sudah mengatur hal

Page 21: Eksekutabilitas Ketentuan Peralihan Undang-Undang Yayasanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8389/4/T2_322011001_BAB III...pula dalam UU No 16 Tahun 2001 jo UU No. 2008 Tentang

116

serupa dalam AD sebelumnya. Yang perlu

adalah penyesuaian pengaturan unsur-unsur

tersebut dengan ketentuan UUY. Hal yang

paling pokok di antaranya ialah tentang

kekayaan yayasan, organ yayasan dan kewe-

nangannya sebagaimana dibahas pada bagian

b dan c di bawah.

Untuk memudahkan proses penyesuaian

AD, pemerintah telah menetapkan format AD14

baku, dan telah disebarluaskan kepada para

notaris segera setelah UUY terbit. Prosedur

untuk memeroleh pengesahan menteri atas

akta penyesuaian AD juga diatur secara rinci

dalam pasal 37 dan Pasal 38 PP 63. Di sini

ditekankan bahwa perubahan AD dilakukan

oleh organ yayasan sesuai dengan AD yang

bersangkutan, diberitahukan kepada menteri

oleh pengurus yayasan atau kuasanya melalui

notaris pembuat akta perubahan AD.

Bukti-bukti administrasi apa saja yang

diperlukan ketika memberitahukan kepada

menteri, juga diatur secara sangat rinci seper-

ti: salinan akta perubahan AD yayasan,

Tambahan Berita Negara Republik Indonesia

yang memuat akta pendirian yayasan atau

14 Gatot Supramono, Hukum Yayasan di Indonesia, Rineka Cipta,

2008, hal 20.

Page 22: Eksekutabilitas Ketentuan Peralihan Undang-Undang Yayasanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8389/4/T2_322011001_BAB III...pula dalam UU No 16 Tahun 2001 jo UU No. 2008 Tentang

117

bukti pendaftaran akta pendirian di pengadil-

an negeri dan izin melakukan kegiatan dari

instansi terkait, foto copy Nomor Pokok Wajib

Pajak yayasan yang dilegalisir notaris, dan

lain-lain.

Dengan persyaratan dan prosedur di atas

dapat dikatakan bahwa apabila yayasan serius

memertahankan bentuk yayasan maka proses

penyesuaian AD terhadap UUY, diyakini dapat

diselesaikan dalam kurun waktu yang telah

ditetapkan, yakni paling lambat tanggal 6

Oktober 2008. Kenyataannya tidak demikian.

Keengganan yayasan untuk melakukan penye-

suaian AD dalam kurun waktu yang ditetap-

kan tampaknya disebabkan tidak sinkronnya

tuntutan UUY dan kebutuhan nyata para

penyelenggara yayasan.

b. Kekayaan Yayasan

Salah satu unsur pokok yang harus ada

pada yayasan untuk mendapatkan status

badan hukum adalah adanya kekayaan yang

dipisahkan dari kekayaan pendiri. Kekayaan

itu dimaksudkan melulu untuk mencapai tu-

juan yayasan, yaitu tujuan sosial, keagamaan,

dan kemanusiaan. Hal ini telah ditegaskan

pada Pasal 1 ayat (1):

Page 23: Eksekutabilitas Ketentuan Peralihan Undang-Undang Yayasanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8389/4/T2_322011001_BAB III...pula dalam UU No 16 Tahun 2001 jo UU No. 2008 Tentang

118

“Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diper-untukkan untuk mencapai tujuan di bi-

dang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan yang tidak memunyai anggota.”

Menurut teori kekayaan bertujuan dari A.

Brinz15, kekayaan semacam itu bukan milik

siapa-siapa. Kalaupun ada pemilik, maka pe-

miliknya bukanlah pendiri atau pengurus ya-

yasan, melainkan tujuan yayasan itu sendiri.

Menurut teori ini yang menjadi subyek hukum

adalah manusia, namun dalam kenyataannya

ada hak-hak atas kekayaan tertentu yang

bukan dimiliki oleh siapa pun. Kekayaan

semacam itu terikat oleh suatu tujuan, yaitu

tujuan yang hendak diwujudkan oleh yayasan.

Bagi Brinz kekayaan bertujuan inilah yang

disebut badan hukum, dalam hal ini yayasan.

Bagi pendiri dan pengurus yayasan, konsep

Brinz yang juga dianut UUY tersebut sulit

diterima. Hal ini dapat ditemukan di kalangan

yayasan yang didirikan oleh orang perorang.

Bagi mereka, badan hukum yayasan adalah

organisasi yang terdiri atas pendiri dan para

pengurus, bukan kekayaan seperti konsep

15 Rido Ali R., Badan Hukum dan Keududukan Badan Hukum, Perseroan, Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, Wakaf, Alumni,

Bandung, Cet. Ke-3 tahun 2012, hal. 8. Lihat juga Chatamarrasjid Ais, Op.cit, hal. 2.

Page 24: Eksekutabilitas Ketentuan Peralihan Undang-Undang Yayasanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8389/4/T2_322011001_BAB III...pula dalam UU No 16 Tahun 2001 jo UU No. 2008 Tentang

119

Brinz. Kekayaan yang dipakai untuk mendiri-

kan yayasan dianggap tetap merupakan milik

pendiri yang kerap merangkap menjadi pengu-

rus yayasan.

Terlepas dari pandangan di atas, keten-

tuan Pasal 1 ayat (1) tampaknya mengandung

setidaknya dua pesan, yaitu:

1) Yayasan hanya boleh didirikan apabila ada

kekayaan yang dipisahkan dari kekayaan

pendiri dan/atau dari sumbangan donatur;

2) Status kekayaan yang dipisahkan bukan

lagi milik pendiri dan/atau milik donatur,

melainkan milik yayasan.

Pesan tersebut memberi penegasan bahwa

pendirian yayasan tidak boleh dilakukan oleh

siapa saja, melainkan hanya boleh dilakukan

oleh orang yang memiliki kekayaan yang

secara khusus dipisahkan untuk mewujudkan

tujuan yayasan. Ini artinya, sejak yayasan

didirikan sejak saat itu pendiri dan/atau

donatur kehilangan hak atas kekayaan

tersebut. Inilah antara lain yang membedakan

yayasan dari badan hukum lain seperti per-

seroan terbatas. Dalam perseroan terbatas,

harta yang disetor untuk mendirikan persero-

an, tetap merupakan hak milik pendiri.

Page 25: Eksekutabilitas Ketentuan Peralihan Undang-Undang Yayasanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8389/4/T2_322011001_BAB III...pula dalam UU No 16 Tahun 2001 jo UU No. 2008 Tentang

120

Dalam pandangan Chatamarrasjid Ais16

ketentuan Pasal 1 ayat (1) itu merupakan

penegasan bahwa penentuan status badan

hukum yayasan tidak lagi menganut sistem

terbuka berdasarkan kebiasaan, doktrin, atau

yurisprudensi, melainkan menganut sistem

tertutup berdasarkan UU. Artinya, status

badan hukum yayasan hanya dapat diperoleh

apabila memenuhi ketentuan UU. Salah

satunya tentang kekayaan yang dipisahkan

itu, yang disahkan oleh Kementerian Hukum

dan Hak Asasi Manusia.

Penegasan yang demikian, tampaknya

mengandung setidaknya tiga maksud, yaitu: 1)

sebagai strategi hukum untuk menciptakan

kepastian hukum tentang keberadaan yayasan

sekaligus mengembalikan fungsi yayasan; 2)

mencegah pendirian usaha bisnis berkedok

yayasan sebagaimana sering terjadi pada

masa sebelumnya; 3) memerjelas perbedaan

antara yayasan dan badan hukum lain secara

hukum.

Bagi yayasan yang telah berdiri sebelum

UUY, utamanya bagi yayasan yang didirikan

oleh orang perorangan, ketentuan tersebut

tampak tidak memotivasi mereka untuk mela-

16 Chatamarrasjid Ais, Op.cit, hal. 2.

Page 26: Eksekutabilitas Ketentuan Peralihan Undang-Undang Yayasanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8389/4/T2_322011001_BAB III...pula dalam UU No 16 Tahun 2001 jo UU No. 2008 Tentang

121

kukan penyesuaian AD. Para pendiri yang

menggunakan harta kekayaan pribadi untuk

mendirikan dan melaksanakan kegiatan yaya-

san keberatan bila kekayaannya hilang hanya

karena kehadiran sebuah UU.

Keadaan di atas, makin diperkuat oleh

ketentuan Pasal 5 UUY. Pasal ini menguatkan

ketentuan Pasal 1 ayat (1) dengan larangan

pengalihan atau pembagian kekayaan yayasan

berupa uang, barang, atau kekayaan lain, baik

langsung maupun tidak langsung kepada

pendiri, pengurus dan pengawas. Dengan

adanya ketentuan ini, penyelenggara yayasan

tampaknya makin tidak termotivasi untuk

melakukan penyesuaian AD dengan ketentuan

UUY.

Di sisi lain, ketentuan Pasal 5 tidak hanya

berlaku pada kekayaan awal yayasan yang

dipisahkan dari kekayaan pendiri, tetapi juga

pada kekayaan dari sumber lain sebagaimana

telah diatur pada Pasal 26 dan Pasal 27 ayat

(1) UU No. 16 Tahun 2001 seperti sumbangan

atau bantuan yang tak mengikat, wakaf,

hibah, hibah wasiat, dan bantuan pemerintah.

Demikian pula laba dari hasil usaha yayasan

sebagaimana diatur pada Pasal 3, Pasal 7 dan

Pasal 8 UU No 16 Tahun 2001 jo UU No. 28

Tahun 2004.

Page 27: Eksekutabilitas Ketentuan Peralihan Undang-Undang Yayasanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8389/4/T2_322011001_BAB III...pula dalam UU No 16 Tahun 2001 jo UU No. 2008 Tentang

122

Dalam Pasal 3, Pasal 7, dan Pasal 8 dije-

laskan bahwa kekayaan yayasan dapat dipero-

leh dari kegiatan usaha untuk menunjang

pencapaian maksud dan tujuan yayasan, baik

dengan mendirikan badan usaha maupun ikut

serta dalam suatu badan usaha. Oleh karena

itu, hasil dari kegiatan usaha tidak boleh

dibagikan kepada pendiri, pengurus, dan

pengawas.

Para pendiri yayasan beranggapan bahwa

ketentuan tersebut a-historis17. Ia tidak peduli

kenyataan dan sejarah pendirian yayasan di

Indonesia dan mengadopsi secara langsung

pandangan masyarakat di negara maju, yang

berpandangan bahwa yayasan adalah badan

hukum yang melulu bersifat filantropis.

Dalam pandangan masyarakat Indonesia,

yayasan memang diakui bertujuan sosial,

keagamaan, dan kemanusiaan. Bersamaan

dengan itu, yayasan juga dipahami sebagai

wadah untuk membuka lapangan kerja yang

mendatangkan penghasilan bagi pendiri dan/

atau pengurus dan anggota keluarga mereka,

bahkan orang lain.

17 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, dijelaskan bahwa

ahistoris adalah sikap memahami kultur lama tanpa memedulikan aspirasi sejarah yang melahirkannya. http://kbbi.web.id/ahistoris.

Page 28: Eksekutabilitas Ketentuan Peralihan Undang-Undang Yayasanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8389/4/T2_322011001_BAB III...pula dalam UU No 16 Tahun 2001 jo UU No. 2008 Tentang

123

Menurut Anwar Borahima18, yayasan

seperti itu banyak ditemukan di lingkungan

pondok-pondok pesantren. Selain untuk

tujuan sosial, mereka mendirikan yayasan

untuk melestarikan warisan secara turun

temurun. Itulah sebabnya mereka bukan

cuma memberikan hartanyanya berupa tanah,

bangunan dan fasilitas lain untuk yayasan.

Mereka kerap merangkap menjadi pengurus

yang berkeja penuh waktu. Yayasan semacam

inilah antara lain yang keberatan terhadap

ketentuan Pasal 5.

Di sisi lain, ketentuan Pasal 5 ternyata

memiliki peran signifikan dalam memulihkan

fungsi yayasan. Irma Devita Purnamasari19

menyatakan bahwa ketentuan dalam Pasal 5

berhasil meredam niat para pengusaha untuk

mendirikan badan usaha komersial berkedok

yayasan. Mereka yang sebelumnya mendirikan

rumah sakit dan lembaga pendidikan komer-

sial dalam bentuk yayasan beralih ke bentuk

perseroan terbatas.

18 Anwar Borahima, Op.Cit., hal. 19.

19 Irma Devita Purnamasari, Mengapa Saat Ini Para Pengusaha Tidak Memilih Yayasan Sebagai Bentuk Usahanya?, http://

irmadevita.com/2007/mengapa-para-pengusaha-sekarang-tidak-

memilih-yayasan-sebagai-bentuk-usahanya/

Page 29: Eksekutabilitas Ketentuan Peralihan Undang-Undang Yayasanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8389/4/T2_322011001_BAB III...pula dalam UU No 16 Tahun 2001 jo UU No. 2008 Tentang

124

Mungkin dengan timbulnya efek positip

tersebut, pembuat UUY berusaha menjawab

keberatan yayasan dengan merevisi materi

larangan pada Pasal 5 dalam UU No 16 Tahun

2001. Objek larangan dan pengecualian atas

larangan ditata kembali. Kalau semula peng-

urus dilarang menerima gaji, namun setelah

Pasal 5 direvisi, larangan tersebut diubah

menjadi pengurus dapat menerima gaji, upah

maupun honorarium atau bentuk lain20 yang

dapat dinilai dengan uang. Syaratnya ialah

pengurus yayasan bukan pendiri yayasan dan

tidak berafiliasi dengan pendiri, pembina, dan

pengawas, serta melaksanakan kepengurusan

yayasan secara langsung dan penuh. Keten-

tuan ini harus diatur secara eksplisit dalam

AD.

Bagi yayasan yang didirikan oleh badan

hukum seperti yayasan dalam instansi peme-

rintah, BUMN/D, TNI, Polri, BI, revisi di atas

tampaknya bisa diterima. Kekayaan yayasan

pada yayasan semacam itu tidak berasal dari

kekayaan pribadi para pendiri, melainkan dari

lembaga tempat kerja mereka. Para pengurus

20 Istilah bentuk lain berarti pendapatan yayasan berupa deviden,

bunga tabungan bank, sewa gedung atau perolehan dari badan

usaha yang didirikan oleh yayasan atau hasil penyertaan yayasan pada suatu badan usaha, Chatamarrasjid, Op.cit., hal 6

Page 30: Eksekutabilitas Ketentuan Peralihan Undang-Undang Yayasanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8389/4/T2_322011001_BAB III...pula dalam UU No 16 Tahun 2001 jo UU No. 2008 Tentang

125

juga bekerja penuh waktu dan diberi gaji dari

keuangan yayasan.

Hal yang berbeda terjadi pada yayasan

yang didirikan dengan memisahkan kekayaan

pribadi. Para pendiri yayasan ini tampak tidak

mudah menerima pengalihan kekayaan priba-

di menjadi milik yayasan hanya karena ada-

nya UUY. Upaya mereka membantu pemerin-

tah mencerdaskan dan memberikan layanan

kesehatan kepada masyarakat dinilai tidak se-

layaknya diimbali hilangnya hak mereka atas

kekayaannya oleh kehadiran aturan hukum.

Yang menjadi persoalan ialah argumen

tersebut bertentangan dengan prinsip hukum

positip. Apa yang diatur dalam UU merupakan

aturan yang mengikat dan harus ditaati.

Kekayaan yayasan serta hasil usahanya tidak

boleh dikaitkan dengan opini atau pandangan

masyarakat. Niat mendirikan yayasan tidak

boleh bertentangan dengan UU. Asumsi UU

ialah pendiri yayasan hanyalah orang kaya

yang merasa terpanggil membantu sesama,

tanpa pamrih atau imbalan. Oleh sebab itu,

seluruh yayasan dan para pendiri wajib

menaati ketentuan UUY, termasuk apa yang

diatur dalam ketentuan Pasal 5.

Atas dasar prinsip itu, semua pelanggaran

diancam sanksi, termasuk sanksi pidana. Pe-

Page 31: Eksekutabilitas Ketentuan Peralihan Undang-Undang Yayasanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8389/4/T2_322011001_BAB III...pula dalam UU No 16 Tahun 2001 jo UU No. 2008 Tentang

126

langgaran atas ketentuan Pasal 521 misalnya

dapat dipidana dengan pidana penjara paling

lama 5 (lima) tahun. Organ yayasan yang

melakukan pelanggaran dikenakan pidana

tambahan berupa kewajiban mengembalikan

uang, barang, atau kekayaan yayasan yang

dialihkan atau dibagikan.

Pada hemat penulis, benturan prinsip

hukum positip dan pandangan masyarakat

atas ketentuan Pasal 1 dan Pasal 5 tidak boleh

dibiarkan atau diatasi hanya dengan mengan-

dalkan prinsip hukum positip secara kaku.

Solusi yang tampaknya tepat dan sesuai de-

ngan tujuan hukum nasional adalah pende-

katan prioritas kasuistik sebagaimana diajar-

kan Rabruch. Dalam hal ini, penerapan keten-

tuan-ketentuan UUY, termasuk Pasal 1, Pasal

5, dan ketentuan peralihan perlu dilakukan

secara kasuistik.

Berdasarkan pendekatan tersebut ada se-

tidaknya dua kemungkinan yang dapat ditem-

puh. Pertama, ketentuan peralihan cukup

diterapkan pada yayasan yang didirikan oleh

badan hukum dan yayasan yang didirikan se-

jak UUY dinyatakan berlaku. Kedua, keten-

tuan bagi yayasan yang didirikan oleh pero-

21 Ancaman pidana diatur pada Pasal 70 UU No 16 Tahun 2001

Page 32: Eksekutabilitas Ketentuan Peralihan Undang-Undang Yayasanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8389/4/T2_322011001_BAB III...pula dalam UU No 16 Tahun 2001 jo UU No. 2008 Tentang

127

rangan dan telah berdiri sebelumnya, diatur

secara khusus dengan mengakomodasi kepen-

tingan pendiri yang menggunakan kekayaan

pribadi untuk mendirikan dan menyelengga-

rakan kegiatan yayasan.

Dalam Aturan tersebut, pengklasifikasian

yayasan seperti disebutkan pada bab II harus

dilakukan. Dengan demikian, ada setidaknya

dua aturan khusus. Pertama, aturan yang

mengatur yayasan murni, yaitu yayasan yang

kegiatannya melulu mengumpulkan dan

menyalurkan sumbangan para dermawan

kepada pihak yang memerlukan. Kedua,

aturan yang mengatur yayasan yang selain

melaksanakan hal di atas, juga melaksanakan

sendiri kegiatan yayasan seperti yayasan

pendidikan dan rumah sakit.

Pada hemat penulis, solusi seperti itulah

yang mampu memenuhi tujuan hukum dalam

UUY yang dapat mewujudkan rasa keadilan,

kemanfaatan, dan kepastian hukum yang

dapat membawa kebahagiaan bagi masyarakat

karena sesuai dengan budaya Indonesia. Atas

dasar pandangan ini, dapat dikatakan bahwa

eksekusi ketentuan peralihan pada UU No 16

Tahun 2001 jo UU No. 28 Tahun 2004 bagi

yayasan tersebut tidak memiliki urgensi.

Page 33: Eksekutabilitas Ketentuan Peralihan Undang-Undang Yayasanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8389/4/T2_322011001_BAB III...pula dalam UU No 16 Tahun 2001 jo UU No. 2008 Tentang

128

c. Organ Yayasan dan kewenangannya

Unsur pokok lain yang harus ada agar

diakui sebagai badan hukum oleh UUY adalah

adanya organ yayasan. Hal ini dinyatakan

secara tegas pada Pasal 2 UU No. 16 Tahun

2001, bahwa “Yayasan mempunyai organ yang

terdiri atas Pembina, Pengurus, dan Penga-

was.”

Organ yayasan merupakan personifikasi

yayasan dalam melaksanakan perbuatan-

perbuatan hukum. Yayasan sebagai badan

hukum adalah subyek hukum, tetapi tidak

sama dengan manusia. Yayasan tidak memi-

liki kemampuan untuk mendapatkan semua

hak, melakukan semua kewajiban, serta

perbuatan hukum seperti halnya manusia22.

Dalam kondisi ini organ yayasan berfungsi

menjadi perantara atau pelaku semua perbu-

atan hukum untuk dan atas nama yayasan

guna mewujudkan maksud dan tujuan

yayasan.

Dalam melaksanakan hal tersebut, fungsi,

wewenang, dan tugas masing-masing organ

diatur secara terpisah dan tegas23. Hal ini

22 R. Ali Rido, Op.ci, hal. 10-33

23 Lihat penjelasan umum, alinea keenam UU No. 16 Tahun 2001.

Page 34: Eksekutabilitas Ketentuan Peralihan Undang-Undang Yayasanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8389/4/T2_322011001_BAB III...pula dalam UU No 16 Tahun 2001 jo UU No. 2008 Tentang

129

dimaksudkan untuk mencegah terjadinya

konflik internal yang dapat merugikan, baik

yayasan maupun pihak lain. Oleh karena itu

hubungan masing-masing organ diatur secara

jelas sehingga setiap organ dapat memainkan

peran maksimal pada “wilayahnya” masing-

masing sebagai satu kesatuan yang utuh dan

saling mendukung untuk mencapai maksud

dan tujuan yayasan.

Sebelum UUY, organ yayasan adalah

pendiri, pengurus dan kadang ada dewan

penyantun. Fungsi, wewenang, serta tugas

pendiri dan pengurus cenderung tumpang

tindih. Jabatan ketua, sekretaris, dan bendara

pada badan pendiri dan badan pengurus dan/

atau dewan penyantun dirangkap oleh orang-

orang yang sama. Contohnya: Yayasan Dana

Sejahtera Mandiri, Yayasan Keanekaan Ragam

Hayati, dan Yayasan Beasiswa Supersemar24.

Tumpang tindih atau rangkap jabatan itulah

antara lain yang menyebabkan yayasan pada

masa lalu menyimpang dari hakekat yayasan.

Fungsi, wewenang, dan tugas organ pem-

bina dalam UUY diatur dalam 3 (tiga) pasal,

yaitu Pasal 28, Pasal 29, dan Pasal 30. Bagi

24 Chatamarrasjid Ais, Op.cit, hal. 323-359

Page 35: Eksekutabilitas Ketentuan Peralihan Undang-Undang Yayasanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8389/4/T2_322011001_BAB III...pula dalam UU No 16 Tahun 2001 jo UU No. 2008 Tentang

130

yayasan baru, organ pembina ini bisa sekali-

gus pendiri, tetapi tidak harus demikian.

Kewenangan pokok organ ini lebih bersifat

kebijakan. Di antaranya, kewenangan tentang

perubahan AD, menetapkan kebijakan umum

yayasan, mengangkat dan memberhentikan

pengurus dan pengawas, mengesahkan prog-

ram kerja dan rancangan anggaran yayasan,

serta putusan penggabungan atau pembubar-

an yayasan.

Organ pengurus merupakan pengelola

kekayaan dan pelaksana kegiatan yayasan

secara penuh, bahkan bertanggung jawab

mewakilli yayasan dalam dan di luar penga-

dilan. Perkecualian atas hal ini antara lain

terkait dengan kasus yang melibatkan pribadi

pengurus dan yayasan, mengikat yayasan

sebagai penjamin uang, mengalihkan kekaya-

an yayasan tanpa persetujuan pembina, dan

membebani yayasan untuk kepentingan pihak

lain.

Sebagai pelaksana, apa yang dikerjakan

pengurus harus didasarkan pada keputusan

pembina dan diatur dalam AD. Oleh karena

itu, seluruh kegiatan pengurus dibertanggung-

jawabkan kepada pembina dengan tata cara

tertentu, yang juga diatur dalam AD. Secara

rinci fungsi, wewenang, tugas dan proses per-

Page 36: Eksekutabilitas Ketentuan Peralihan Undang-Undang Yayasanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8389/4/T2_322011001_BAB III...pula dalam UU No 16 Tahun 2001 jo UU No. 2008 Tentang

131

tanggungjawaban pengurus diatur dalam 9

(sembilan) pasal, yaitu Pasal 31, Pasal 32,

Pasal 33, Pasal 34, Pasal 35, Pasal 36, Pasal

37 Pasal 38, dan Pasal 39.

Untuk memastikan pelaksanaan kegiatan

yayasan, pengawas melakukan pengawasan,

dan kalau perlu memberikan nasehat, kepada

pengurus. Manakala pengurus melakukan

kesalahan berdasarkan AD, pengawas berwe-

nang menegur,bahkan dapat memberhentikan

sementara pengurus. Sama seperti pengurus,

organ pengawas wajib menyampaikan pertang-

gungjawaban pengawasan yayasan kepada

pembina dengan tata cara yang diatur dalam

AD. Fungsi, wewenang, dan tugas Pengawas

diatur dalam 8 (delapan) pasal, yaitu Pasal 40,

Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, Pasal

45, Pasal 46, dan Pasal 47.

Secara umum dapat dikatakan bahwa

pokok-pokok yang diatur terhadap organ yaya-

san paling sedikit ada lima hal, yaitu:

1. Persyaratan menjadi pembina, pengurus,

dan pengawas;

2. Kewenangan masing-masing organ yang

tidak dapat diserahkan kepada atau

diambil alih oleh organ lain;

Page 37: Eksekutabilitas Ketentuan Peralihan Undang-Undang Yayasanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8389/4/T2_322011001_BAB III...pula dalam UU No 16 Tahun 2001 jo UU No. 2008 Tentang

132

3. Proses pengangkatan atau pemberhentian

atau penggatian anggota organ;

4. Ketentuan tentang rapat dan pengambilan

keputusan di setiap organ berdasarkan

kewenangannya masing-masing;

5. Susunan organisasi organ yayasan.

Berdasarkan ketentuan-ketentuan di atas,

tampak bahwa organ yayasan tidak identik

dengan anggota sebagaimana dipahami dalam

yayasan sebelum UUY. Pada tiga yayasan yang

disebutkan depan, yayasan memiliki anggota.

Personalnya, termasuk di antaranya pendiri

yang kerap merangkap sebagai pengurus,

dewan penyantun, bahkan sekaligus pemilik.

Rumusan Pasal 1 ayat (1) menegaskan,

bahwa yayasan tidak memiliki anggota. Kalau

pun ada, menurut Rochmat Sumitro25 anggo-

ta tersebut lazimnya dipahami sebagai orang-

orang yang mendapat manfaat dari yayasan,

seperti penerima beasiswa dari siswa miskin

atau biaya hidup bagi anak-anak terlantar,

anak yatim piatu, atau kaum jompo.

Menurut UUY, organ yayasan bukanlah

pemilik. Kalaupun mereka disebut pemilik,

maka status mereka hanyalah pemilik formal

25 Rochmat Soemitro, Hukum Perseroan Terbatas, Yayasan dan Wakaf, PT Eresdo Bandung, Cetatakan Pertama, 1993, hal 162.

Page 38: Eksekutabilitas Ketentuan Peralihan Undang-Undang Yayasanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8389/4/T2_322011001_BAB III...pula dalam UU No 16 Tahun 2001 jo UU No. 2008 Tentang

133

yang dipercayakan mengelola kekayaan yaya-

san (trustee) sehingga hanya boleh mengguna-

kan kekayaan yayasan untuk mewujudkan

tujuan yayasan.

Dalam status yang demikian, Anwar

Borahima26 menyatakan organ yayasan dise-

but sebagai pemilik fidusia (fidusiair eigenaar),

pemilik yang terikat (gebonden eigenaar),

pemilik dalam suatu kedudukan tertentu

(eigenaar in kwaliteit). Ini artinya, bila mereka

berhenti atau diberhentikan dari status pem-

bina, pengurus, dan pengawas, maka status

kepemilikannya atas yayasan berakhir.

Mereka tidak lagi memiliki hak dan kewajiban

hukum apa pun dalam yayasan.

Bagi yayasan yang didirikan oleh badan

hukum, seperti yayasan dalam instansi peme-

rintah, BUMN/D, TNI, Polri, BI atau perusa-

haan, ketentuan di atas tampaknya tidak

menjadi persoalan. Status organ sebagai pemi-

lik fidusia atas kekayaan yayasan dapat

diterima karena kekayaan tersebut tidak

terkait langsung dengan kekayaan pribadi

pembina, pengurus dan pengawas. Pergantian

organ pun dianggap wajar. Menurut penulis,

keadaan ini merupakan salah satu jawaban

26 Anwar Borahima, Op.cit., hal. 12

Page 39: Eksekutabilitas Ketentuan Peralihan Undang-Undang Yayasanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8389/4/T2_322011001_BAB III...pula dalam UU No 16 Tahun 2001 jo UU No. 2008 Tentang

134

mengapa yayasan bentukan badan hukum

umumnya melakukan penyesuaian AD dalam

kurun waktu yang diatur dalam ketentuan

peralihan.

Berbeda dengan itu, yayasan yang didiri-

kan oleh orang perorangan tampak belum

menerima pengaturan organ versi UUY. Bagi

mereka ketentuan tersebut merupakan pengu-

kuhan ketentuan Pasal 5 jo Pasal 3, Pasal 7

dan Pasal 8 yang menghilangkan hak mereka

atas kekayaannya dalam yayasan. Bagi mere-

ka, status organ bukanlah pemilik fidusia,

tetapi pemilik murni sebagaimana halnya

terhadap kekayaan mereka yang lain.

Konsisten dengan apa yang dikemukakan

di depan, benturan ketentuan hukum terha-

dap kepentingan masyarakat tidak boleh di-

biarkan, tetapi tidak tepat pula diatasi dengan

mengandalkan prinsip hukum positip secara

kaku. Solusi yang tampaknya tepat dan sesuai

dengan tujuan hukum nasional adalah pende-

katan prioritas kasuistik model Rabruch itu.

Pada hemat penulis, penerapan UUY yang

tanpa memertimbangkan solusi yang ditawar-

kan Radbruch, penegakkan hukum yayasan

ke depan akan terseok-seok. Pemaksaan

eksekusi ketentuan peralihan bagi yayasan

Page 40: Eksekutabilitas Ketentuan Peralihan Undang-Undang Yayasanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8389/4/T2_322011001_BAB III...pula dalam UU No 16 Tahun 2001 jo UU No. 2008 Tentang

135

yang tidak melakukan penyesuaian AD

cenderung meredusir tujuan hukum menjadi

sekedar kepastian dan mengabaikan tujuan

hukum yang sesungguhnya sebagaimana

disebutkan di depan.

C. Akibat-Akibat Hukum Ketentuan Peralihan

Sampai berakhirnya jangka waktu penyesuaian

AD pada tanggal 6 Oktober 2008, bahkan sampai

tesis ini ditulis, respon yayasan terhadap ketentuan

peralihan ternyata tidak seperti yang diharapkan o-

leh UUY. Sebagian yayasan melakukan penyesuaian

AD tepat waktu, sebagian melakukan penyesuaian

AD setelah berakhirnya batasan waktu, dan sebagi-

an lainnya tidak melakukan penyesuaian AD27 atau

mengubah bentuknya menjadi perkumpulan.

Mengacu pada ketentuan peralihan, dua katego-

ri yayasan yang disebut terakhir seharusnya menda-

patkan akibat hukum dan sanksi. Akibat hukum

27 Penelitian Bisdan Sigalingging, menyatakan bahwa sampai April

2012 jumlah yayasan yang tercatat telah mendapat pengesahan AD di Direktorat Perdata Direktorat Jenderal Administrasi Hukum

Kementerian Hukum dan HAM RI ada 39.580 yayasan. Dari

jumlah itu, ada 5.183 yayasan yang melakukan penyesuaian AD

tepat waktu, dan 34.397 lainnya mendapat pengesahan AD dengan

proses seperti yayasan baru, walaupun sebagian besar di

antaranya merupakan yayasan lama yang telah berdiri sebelum UUY. Karena diproses seperti yayasan baru, maka nama yayasan

tersebut ganda. Yayasan baru yang disahkan menggunakan nama

yayasan lama yang belum dibubarkan. http://bisdan-sigaling-

ging.blogspot.com/

Page 41: Eksekutabilitas Ketentuan Peralihan Undang-Undang Yayasanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8389/4/T2_322011001_BAB III...pula dalam UU No 16 Tahun 2001 jo UU No. 2008 Tentang

136

dan sanksi tersebut tentu tidak berjalan otomatis

tanpa didukung oleh unsur lain dalam sistem

hukum, utamanya pemerintah dan penegak hukum.

Jika yayasan dimaksud mau “diselamatkan” karena

pertimbangan kontribusinya yang besar bagi kehi-

dupan masyarakat, maka perlu ada tindak lanjut

ketentuan peralihan yang dinilai tepat.

Ketiga hal di atas (akibat hukum, sanksi, dan

tindak lanjut) akan dibahas berturut-turut pada

bagian di bawah.

1. Akibat Hukum

Menurut ketentuan peralihan, yayasan yang

tidak melakukan penyesuaian AD tepat waktu

dan/atau melakukan penyesuaian tetapi tidak

memberitahukannya kepada menteri sebagaima-

na diatur dalam ketentuan Pasal 71 ayat (1), ayat

(2), dan ayat (3) dengan sendirinya akan menang-

gung setidaknya dua akibat hukum, yaitu:

a. Tidak menjadi subjek dari hak dan kewajib-

an28. Tidak berhak menggunakan kata “yaya-

san” di depan namanya dan yayasan yang

bersangkutan tidak diakui sebagai badan

hukum. Oleh karena itu, keberadaan yayasan

dan segala kegiatannya tidak diakui oleh

hukum. Sekalipun secara fisik ia ada, namun

28 Chidir Ali, Op. Cit., hal.166

Page 42: Eksekutabilitas Ketentuan Peralihan Undang-Undang Yayasanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8389/4/T2_322011001_BAB III...pula dalam UU No 16 Tahun 2001 jo UU No. 2008 Tentang

137

secara hukum dianggap tidak ada. Apabila

yayasan melakukan kegiatan dalam bentuk

yayasan, maka kegiatan tersebut tidak memili-

ki legitimasi hukum atau ilegal.

Yayasan semacam itu tidak berwenang

melakukan tindakan-tindakan hukum dan

hubungan-hubungan hukum seperti perikat-

an atau perjanjian tertulis dan tak tertulis,

serta tidak memunyai hak atas kebendaan29.

Menurut Chidir Ali30, yayasan semacam itu

tidak memiliki hak atas tanah sebagaimana

diatur dalam Pasal 16 UUPA No. 5 Tahun

1960. Ia tidak memunyai hak memiliki, hak

guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai,

hak sewa, atau hak membuka tanah.

b. Tidak memunyai hak tempat kedudukan atau

domisili sebagaimana diatur dalam Pasal 4

UUY. Menurut Chidir Ali, tempat kedudukan

bagi yayasan identik dengan tempat kedu-

dukan atau domisili orang, terutama untuk

menentukan ke pengadilan mana badan hu-

kum itu harus digugat dan menggugat. Jika

yayasan dirugikan oleh pihak lain, yayasan ti-

dak dapat menggungat karena ia tidak memi-

29 Lihat Pasal 1654, 1655, 1656 KUH Perdata.

30 Chidir Ali, Op.cit,, hal. 171-172

Page 43: Eksekutabilitas Ketentuan Peralihan Undang-Undang Yayasanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8389/4/T2_322011001_BAB III...pula dalam UU No 16 Tahun 2001 jo UU No. 2008 Tentang

138

liki posisi hukum dan tidak memiliki tempat

kedudukan hukum.

Ketiadaan status hukum yayasan membawa

konsekuensi hukum bagi pengurus. Dengan

tidak diakuinya keberadaan yayasan maka

kedudukan pengurus dalam yayasan tidak

diakui. Oleh karena itu, pengurus yayasan tidak

berwenang bertindak demi, untuk, dan atas

nama yayasan. Pengurus tidak berhak mengikat-

kan yayasan kepada pihak ketiga atau sebalik-

nya, juga tidak berhak mewakili yayasan di

depan Pengadilan baik sebagai penggugat mau-

pun sebagai tergugat31. Dengan demikian segala

akibat hukum dari tindakan pengurus bukan lagi

tanggung jawab yayasan, melainkan tanggung

jawab masing-masing pengurus secara tanggung

renteng32.

Banyak akibat lanjutan yang timbul bila

yayasan semacam ini dibiarkan, baik dalam

keadaan normal maupun dalam keadaan

bermasalah. Dalam keadaan normal pada ya-

yasan pendidikan umpamanya, secara hukum

mengakibatkan penyelenggaraan dan hasil

pendidikan yang diselengarakannya tidak sah

31 Liha Pasal 35 ayat (1) UU No. 16 Tahun 2001

32 Ketentuan ini antara lain diatur dalam Pasal 36 ayat (3), PP No.

63 Tahun 2008.

Page 44: Eksekutabilitas Ketentuan Peralihan Undang-Undang Yayasanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8389/4/T2_322011001_BAB III...pula dalam UU No 16 Tahun 2001 jo UU No. 2008 Tentang

139

atau ilegal33. Karena tidak sah, maka ijazah dan

gelar akamik yang diterbitkan bagi lulusan tidak

memiliki efek sipil34.

Dalam keadaan bermasalah misalnya terkait

dengan penyelesaian sengketa apabila ada ang-

gota masyarakat yang merasa dirugikan oleh

yayasan. Ketiadaan posisi hukum dan tempat

kedudukan hukum yayasan, menyulitkan anggo-

ta masyarakat mengajukan gugatan kepada

pengadilan. Prosedur yang diatur dalam Pasal

118 HIR yang mensyaratkan tempat domisili si

tergugat tidak terpenuhi. Pasal 53, Pasal 54,

Pasal 55, dan Pasal 56 UUY memang menyebut-

kan prosedur pengajuan permohonan pemerik-

saan terhadap yayasan, namun aturan itu berla-

ku bagi yayasan yang sah, yayasan berbadan

hukum menurut UUY.

Dalam keadaan seperti itu, pintu masuk tun-

tutan mau tidak mau diarahkan kepada pengu-

33 Ketiga hal itu telah diatur dalam UU No 20 Tahun 2003 tentang

Sisdiknas, PP No 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Pendidikan, UU No 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, dan Keputusan

Menteri Pendidikan Nasional Indonesia No 178/U/2001 tentang

Gelar dan Lulusan Perguruan Tinggi

34 Tidak memiliki efek sipil mengandung pengerian bahwa Ijazah

dan gelar yang diperoleh tidak diakui oleh Pemerintah RI, dalam

hal ini Kementerian Pendidikan dan Badan Kepegawaian Negara. Oleh karena itu, para lulusan yang melamar pekerjaan pada

instansi Pemerintah RI tidak diterima. Lihat isi Surat Edaran

Dirjen No 2428/D/T/2008 dan surat Badan Kepegawaian Negara

No K 26-30/V 97-8/57 tahun 2004.

Page 45: Eksekutabilitas Ketentuan Peralihan Undang-Undang Yayasanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8389/4/T2_322011001_BAB III...pula dalam UU No 16 Tahun 2001 jo UU No. 2008 Tentang

140

rus yayasan secara pribadi. Jika hal ini yang

ditempuh, maka kasusnya menjadi lebih

kompleks karena kasus yang semula bersifat

perdata berubah menjadi kasus tindak pidana

penipuan oleh pengurus yayasan atau pimpinan

perguruan tinggi atau kepala sekolah.

Kasus semacam itu biasanya dihindari oleh

anggota masyarakat, sebab ada gejala bahwa

gugatan yang dilakukan anggota masyarakat

tidak memulihkan kerugian yang dialami. Biaya

dan tenaga yang dikeluarkan untuk mengajukan

gugatan sering lebih besar dari kebenaran proses

peradilan dan putusan pengadilan.

Berdasarkan dua contoh di atas, tampak

bahwa eksekusi sanksi ketentuan peralihan UUY

seharusnya dilaksanakan bagi yayasan yang

tidak melakukan penyesuaian AD tepat waktu.

Namun, karena hal itu tidak dilaksanakan

sebagaimana ditetapkan UUY, maka ketentuan

peralihan tidak memiliki urgensi apa pun dalam

upaya mewujudkan tujuan hukum.

2. Sanksi Terhadap Pelanggaran Ketentuan

peralihan

Pada Pasal 71 ayat (3) dan ayat (4) UUY, ya-

yasan yang tidak melakukan penyesuaian AD

dan/atau tidak memberitahukan penyesuaian AD

Page 46: Eksekutabilitas Ketentuan Peralihan Undang-Undang Yayasanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8389/4/T2_322011001_BAB III...pula dalam UU No 16 Tahun 2001 jo UU No. 2008 Tentang

141

kepada menteri dikenakan sanksi. Hal itu diatur

dalam dua level, yaitu level UU dan level PP.

Pada level UU, sanksi diatur pada Pasal 71

ayat (4) UUY yaitu sanksi bagi yang tidak mela-

kukan penyesuaian AD sampai batas akhir yang

ditetapkan, tanggal 6 Oktober 2008. Pada level PP

sanksi diatur pada Pasal 39 PP No. 63 jo PP No.

2, yaitu sanksi bagi yang sudah melakukan

penyesuaian AD, tetapi tidak memberitahukan

kepada menteri paling lambat 1 (satu) tahun

setelah penyesuaian.

Sanksi yang diatur UU ada dua, yaitu

“dilarang menggunakan kata ‘Yayasan’ di depan

namanya” dan “dapat dibubarkan berda-sarkan

putusan Pengadilan atas permohonan Kejaksaan

atau pihak lain yang berkepentingan.”

Sepintas, sanksi tersebut tampak logis dan

mudah dieksekusi. Akan tetapi, jika aspek gra-

matikal dan logika hukumnya dicermati, keada-

annya tampak rumit. Penggunaan kata sambung

“dan” di antara antara frase “di depan namanya”

dan frase “dapat dibubarkan” menunjukkan dua

tindakaan hukum yang bersifat simultan dan

kumulatif35, bukan pilihan salah satu dari dua.

35 Lampiran II UU No. 12 Tahun 2001 Tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-Undangan, Teknik Penyusunan Perundang-Undangan, angka 262

Page 47: Eksekutabilitas Ketentuan Peralihan Undang-Undang Yayasanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8389/4/T2_322011001_BAB III...pula dalam UU No 16 Tahun 2001 jo UU No. 2008 Tentang

142

Karena bersifat kumulatif, maka eksekusinya

harus dilaksanakan bersama dan sekaligus.

Sanksi “tidak dapat menggunakan kata yaya-

san di depan namanya”, memang logis dan dapat

dieksekusi. Di sisi lain, adanya kata “dapat”36

pada sanksi “dapat dibubarkan” mengandung

makna fakultatif, bukan keharusan, tidak harus,

atau tidak wajib. Sanksi semacam ini menun-

jukkan ketidak-tegasan hukum atas pelanggaran

yang dilakukan yayasan. Hal ini pasti memenga-

ruhi sikap penegak hukum dan adresat hukum

atas ketentuan hukum.

Sekalipun yayasan tidak menyesuaikan AD-

nya dengan UUY tidak berarti ia dibubarkan. Ada

kemungkinan dibubarkan atau sebaliknya. Hal

ini, sangat tergantung pada banyak faktor terkait

dengan kejaksaan seperti penafsiran patut-

tidaknya, atau ada-tidaknya waktu kejaksaan,

ada-tidaknya kuasa khusus untuk memohonkan

pembubarannya kepada pengadilan negeri, atau

ada tidaknya pengaduan dari pihak yang berke-

pentingan.

Apabila kedua sanksi tersebut dieksekusi, ka-

takan misalnya dibubarkan berdasarkan putusan

pengadilan, maka sanksi “tidak dapat mengguna-

kan kata ‘yayasan’ di depan namanya” menjadi

36 Lampiran II UU No. 12 Tahun 2011, Ibid, angka 267

Page 48: Eksekutabilitas Ketentuan Peralihan Undang-Undang Yayasanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8389/4/T2_322011001_BAB III...pula dalam UU No 16 Tahun 2001 jo UU No. 2008 Tentang

143

tidak memiliki makna hukum. Yayasan yang

sudah dibubarkan sama dengan tidak ada.

Karena tidak ada, maka kata “yayasan” di depan

namanya jelas tidak diperlukan.

Sebaliknya, jika sanksi ‘tidak menggunakan

kata “yayasan” di depan namanya’ dieksekusi,

maka yang menjadi persoalan ialah bagaimana

prosedur formalnya. UUY dan PP 63 maupun PP

No. 2 tidak mengatur tatacara eksekusi sebagai

acuan kerja penegak hukum. Mengharapkan ya-

yasan agar mengeksekusinya sendiri, tampaknya

mustahil terjadi.

Persoalan ialah mengapa penggunaan kata

“yayasan” begitu penting sehingga dijadikan

ancaman bagi yayasan yang tidak melakukan

penyesuaian AD? Menurut penulis, ada beberapa

kemungkinan jawaban. Yang utama adalah

identitas kelembagaan. Tanpa pencatuman kata

“yayasan” di depan nama sebuah lembaga, maka

identitasnya sebagai badan hukum menjadi

kabur, bahkan hilang. Keadaan ini dapat

menimbulkan konsekuensi lain bagi lembaga. Ia

kehilangan status hukum sebagai badan hukum

serta tidak berwenang melaksanakan kegiatan

yang menurut ketentuan hukum hanya boleh

dilaksanakan oleh badan hukum yayasan atau

badan hukum lain seperti PT.

Page 49: Eksekutabilitas Ketentuan Peralihan Undang-Undang Yayasanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8389/4/T2_322011001_BAB III...pula dalam UU No 16 Tahun 2001 jo UU No. 2008 Tentang

144

Selain itu, yayasan yang semula memakai kata

“yayasan” di depan namanya kemudian hilang

karena dilarang oleh UUY dapat menghilangkan

kepercayaan masyarakat terhadap lembaga. Ma-

syarakat yang semula percaya pada yayasan dan

kegiatannya sebagai lembaga yang bergerak di

bidang sosial, keagamaan, atau kemanusiaan da-

pat berubah dan mencurigainya dengan berbagai

pandangan negatif. Keadaan ini cenderung meng-

ganggu kelancaran kegiatan dan ketercapaian tu-

juan yayasan.

Ancaman sanksi yang diatur dalam Pasal 39

PP 63 Tahun 2008 jo PP No. 2 Tahun 2013,

adalah keharusan melikuidasi kekayaan yayasan

bila setelah penyesuaian AD tidak disertai pem-

beritahuan kepada menteri paling lambat 1 (satu)

setelah penyesuaian serta tidak melakukan kegi-

atannya sesuai AD selama 3 (tiga) tahun bertu-

rut-turut. Ketentuan tersebut, berbunyi:

“Yayasan yang belum memberitahukan kepa-da Menteri sesuai dengan ketentuan sebagai-

mana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (3) Undang-Undang tidak dapat menggunakan kata “Yayasan” di depan namanya seba-

gaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (4) Undang-Undang dan tidak lagi melakukan

kegiatannya sesuai dengan AD selama 3 (tiga) tahun berturut-turut, harus melikuidasi kekayaannya serta menyerahkan sisa hasil

likuidasi sesuai dengan ketentuan sebagai-

Page 50: Eksekutabilitas Ketentuan Peralihan Undang-Undang Yayasanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8389/4/T2_322011001_BAB III...pula dalam UU No 16 Tahun 2001 jo UU No. 2008 Tentang

145

mana dimaksud dalam Pasal 68 Undang-Undang.”

Sama seperti sanksi pada Pasal 71 UUY, peng-

gunaan kata sambung “dan” antara dua syarat

untuk melikuidasi kekayaan yayasan, menunjuk-

kan bahwa syarat pelanggaran agar bisa dilikui-

dasi bersifat kumulatif. Jika salah satu tidak

terpenuhi, maka eksekusi likuidasi tidak meme-

nuhi ketentuan hukum. Dengan syarat yang

demikian, ada empat kemungkinan yang dapat

terjadi seperti bagan di bawah:

Bagan-2: Prasyarat Pelanggaran untuk

Melikuidasi Kekayaan Yayasan

Tidak Memberitahukan

(1)

Tidak Melakukan Kegiatan 3 Tahun

Berturut-turut (2)

A A

B A

A B

B B

A = tidak memberitahukan/tidak melakukan kegiatan.

B = memberitahuan/melakukan kegiatan.

Dari empat kemungkinan itu, tampak bahwa

yang dapat dilikuidasi adalah yayasan yang mela-

kukan pelanggaran pada 1A dan 2A sekaligus

atau secara akumulatif: ‘tidak memberitahukan

penyesuaian AD kepada menteri paling lambat 1

(satu) tahun setelah penyesuaian dan tidak mela-

Page 51: Eksekutabilitas Ketentuan Peralihan Undang-Undang Yayasanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8389/4/T2_322011001_BAB III...pula dalam UU No 16 Tahun 2001 jo UU No. 2008 Tentang

146

kukan kegiatan sesuai AD selama tiga tahun

berturut-turut’. Jika yayasan hanya melanggar

salah satu dan memenuhi yang lain, misalnya 1B

dan 2A atau 1A dan 2B, maka pelanggaran

tersebut tidak memenuhi syarat eksekusi dili-

kuidasi.

Rumusan batasan waktu paling lambat satu

tahun sebenarnya sudah jelas dan tegas. Batasan

ini bisa berarti berada dalam rentang waktu

penyesuaian AD dan dapat pula di luar itu. Jika

penyesuaian dilaksanakan tanggal 7 Juni 2006

misalnya, maka pemberitahuan kepada menteri

paling lambat tanggal 7 Juni 2007. Ini masih

dalam rentang waktu penyesuaian AD. Jika

penyesuaian AD dilakukan pada tanggal 6

Oktober 2008, maka waktu satu tahun itu berarti

paling lambat 6 Oktober 2009 atau di luar

rentang waktu penyesuaian AD. Dengan ketentu-

an ini, tampak bahwa pemberitahuan penyesuai-

an AD yang melewati batas waktu 7 Juni 2007

dan 6 Oktober 2009 merupakan pelanggaran.

Persoalannya adalah batasan waktu tiga

tahun berturut-turut yang diatur dalam PP tidak

jelas terhitung sejak kapan. UUY juga tidak

menyebutkan apakah terhitung sejak UU atau PP

dinyatakan berlaku atau saat memberitahukan

penyesuaian AD kepada menteri.

Page 52: Eksekutabilitas Ketentuan Peralihan Undang-Undang Yayasanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8389/4/T2_322011001_BAB III...pula dalam UU No 16 Tahun 2001 jo UU No. 2008 Tentang

147

Persoalan berikutnya ialah pemberian sanksi

yang sama bagi yayasan yang tidak melakukan

penyesuaian sama sekali dan yayasan sebagai-

mana disebutkan pada 1A dan 2A. Penyamaan

sanksi bagi dua yayasan yang kondisinya berbe-

da mengusik rasa keadilan hukum.

Hal yang lebih sulit dimengerti secara logika

adalah sanksi “...harus melikuidasi kekayaannya

serta menyerahkan sisa hasil likuidasi sesuai

dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 68 Undang-Undang.” Sanksi ini sama

dengan mengadili diri sendiri, menghukum diri

sendiri, berdasarkan kesadaran dan kemauan

sendiri. Apakah hal itu mungkin? Jika mungkin,

lalu kapan hal itu harus dilakukan, bagaimana

tatacara penyerahan sisa hasil likudasi kekayaan

yayasan kepada yayasan yang memunyai maksud

dan tujuan yang sama? Hal ini tidak diatur

dalam Pasal 68 UUY atau Pasal 39 PP.

Dikaitkan dengan ketentuan Pasal 62 tentang

pembubaran yayasan, sanksi “dapat dibubarkan”

sebagaimana ditegaskan pada Pasal 71 ayat (4)

tampak tidak memiliki kekuatan hukum. Menu-

rut ketentuan Pasal 62, yayasan bubar karena

dua alasan pokok, yaitu karena kehendak sendiri

dan karena paksaan. Bubar karena kehendak

sindiri dapat disebabkan oleh dua hal yaitu:

Page 53: Eksekutabilitas Ketentuan Peralihan Undang-Undang Yayasanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8389/4/T2_322011001_BAB III...pula dalam UU No 16 Tahun 2001 jo UU No. 2008 Tentang

148

a. Jangka waktu yang ditetapkan dalam AD te-

lah berakhir;

b. Tujuan yang ditetapkan dalam AD telah ter-

capai.

Bubar karena paksaan didasarkan pada pu-

tusan pengalisan yang telah memeroleh kekatan

hukum yang tetap. Putusan pengadilan ini harus

didasarkan pada tiga alasan sebagaimana

ditegaskan dalam Pasal 62 huruf c, yaitu:

1) yayasan melanggar ketertiban umum dan kesusilaan; 2) tidak mampu membayar utang-

nya setelah dinyatakan pailit; atau 3) harta kekayaan yayasan tidak cukup untuk melu-nasi utangnya setelah pernyataan pailit dica-

but.

Dari ketentuan di atas tampak bahwa pelang-

garan atas Pasal 71 ayat (1) dan ayat (2) tidak

merupakan dasar hukum pembubaran yayasan,

baik dengan kehendak sendiri oleh penyelenggara

yayasan maupun karena paksaan oleh pengadil-

an. Keadaan ini menunjukkan bahwa ketentuan

Pasal 71 ayat (4) bertentangan dengan ketentuan

Pasal 62 tersebut. Jika Pasal 71 ayat (4) itu

dipakai sebagai dasar hukum eksekusi sanksi

bagi yang tidak melakukan penyesuaian AD dan/

atau tidak memberitahukan penyesuaian kepada

menteri, maka proses eksekusinya tidak saja

menyulitkan kejaksaan dan pengadilan, tetapi

Page 54: Eksekutabilitas Ketentuan Peralihan Undang-Undang Yayasanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8389/4/T2_322011001_BAB III...pula dalam UU No 16 Tahun 2001 jo UU No. 2008 Tentang

149

tindakan eksekusi dengan alasan dasar hukum

Pasal 71 ayat (4) sekaligus merupakan pelang-

garan atas ketentuan dalam Pasal 62 UU yang

sama, yaitu UUY.

Berdasarkan jalan pikiran tersebut, tampak

bahwa pengaturan sanksi dan posisi kejaksaan

dalam ketentuan peralihan mirip patung polisi di

persimpangan jalan. Ia hadir mengingatkan, teta-

pi ketika pengendara menerobos rambu jalan,

patung polisi tidak dapat berbuat apa-apa. San-

ksi yang demikian tidak memiliki kekuatan, baik

pada tataran ide hukum maupun tataran empiris

guna memerlancar bekerjanya ketentuan hukum.

Penelitian Bisdan37 menyatakan beberapa

alasan mengapa Kemenkumham tidak mengam-

bil tindakan tegas kepada yayasan tersebut. Yang

utama adalah pertimbangan nilai kemafaatan

atas tindakan hukum. Disadari sepenuhnya bah-

wa kontribusi yayasan dalam membantu melak-

sanakan program Pemerintah Indonesia memba-

ngun bangsa relatif besar. Upaya yayasan sudah

berlangsung jauh-jauh hari sebelum UUY bahkan

sebelum Indonesia merdeka. Jika yayasan seperti

itu dibubarkan, maka yang muncul bukanlah

ketertiban dan keteraturan, melainkan kericuhan

37

http://bisdan-sigaling-ging.blogspot.com/

Page 55: Eksekutabilitas Ketentuan Peralihan Undang-Undang Yayasanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8389/4/T2_322011001_BAB III...pula dalam UU No 16 Tahun 2001 jo UU No. 2008 Tentang

150

dan kekacauan; bukan keadilan melainkan

kepincangan; bukan kebahagiaan tetapi kesusah-

an bagi, bukan hanya yayasan, tetapi juga

masyarakat secara umum.

Jika yayasan penyelenggara pendidikan dibu-

barkan misalnya, maka penyelenggaraan pendi-

dikan pada yayasan itu akan terbengkalai. Ini

menimbulkan banyak masalah. Misalnya pendi-

dikan siswa terbengkalai atau hilangnya pekerja-

an guru dan pegawai, yang berakibat pada ter-

ganggunya ekonomi keluarga. Jika hal ini terjadi,

dapat dipastikan bahwa berbagai masalah besar

lainnya dalam kehidupan berbangsa dan berne-

gara segera menyusul, seperti masalah politik,

sosial, ekonomi, dan hak asasi manusia.

Tampaknya jalan pikiran tersebut sama de-

ngan kebanyakan penyelenggara yayasan. Mere-

ka menilai bahwa kehadiran yayasan dalam

masyarakat jauh lebih penting daripada kehadir-

an UUY. Apa yang diatur dalam UUY dan keha-

rusan penyesuaian AD dengan UUY tidak mem-

beri manfaat signifikan bagi kemajuan yayasan.

Sebaliknya, UUY malahan dianggap tidak adil

karena kekayaan pendiri yang digunakan untuk

memerlancar kegiatan yayasan seolah-olah

dirampas dari mereka untuk dijadikan milik

yayasan.

Page 56: Eksekutabilitas Ketentuan Peralihan Undang-Undang Yayasanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8389/4/T2_322011001_BAB III...pula dalam UU No 16 Tahun 2001 jo UU No. 2008 Tentang

151

Dalam perbincangan penulis dengan Tri Budi-

ono38, salah seorang pengurus yayasan Salib

Putih, Salatiga dan Kustadi39, salah seorang

pengurus Yayasan Sion Salatiga, terung-kap

bahwa yayasan melakukan penyesuaian AD ter-

hadap ketentuan UUY lebih didorong oleh kepen-

tingan praktis. Dalam hal ini sekedar memenuhi

syarat yang ditetapkan Dinas Sosial atau dinas

lain untuk mendapatkan bantuan40 atau hal-hal

tertentu yang diperlukan lembaga41. Dengan kata

lain motivasi penyesuaian AD dilakukan bukan

karena diyakini bahwa hal itu dapat me-macu

perkembangan yayasan. Yayasan terpaksa

38 Wawancara tanggal 16 Juni 2014 di ruang Seminar Fakultas

Hukum UKSW, Salatiga.

39 Wawancara tanggal 16 Juni 2014 di ruang Seminar Fakultas

Hukum UKSW, Salatiga.

40 Contohnya adalah Yayasan Salib Putih yang melakukan penyesuaian AD dalam tahun 2008/2009. Hal ini dilakukan

karena disyaratakan oleh pemerintah bahwa untuk mendapatkan

bantuan seperti kompensasi BBM, dana operasional Panti Asuhan,

sumbangan pendidikan dan bantuan biaya makan anak-anak

panti, pakaian, dan bayaran biaya sekolah, yayasan harus memiliki bukti pengesahan penyesuaian AD dari Kemenkumham.

Contoh lainnya adalah Yayasan Sion. Yayasan yang mengelola

sekolah (SD, SMP, dan SMK), panti asuhan (Salatiga dan Getasan),

dan panti jompo (di Jalan Ahmad Yani Salatiga) ini melakukan

penyesuaian AD pada tahun yang sama dengan Yayasan Salib

Putih.

41 Banyak ketentuan di Dikti secara eksplisit menyebutkan syarat

mendirikan perguruan tinggi atau program studi baru bahwa

yayasan penyelenggara harus berbadan hukum sesuai dengan UU

No 16 Tahun 2001 jo UU No 28 Tahun 2004 tentang Yayasan.

Page 57: Eksekutabilitas Ketentuan Peralihan Undang-Undang Yayasanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8389/4/T2_322011001_BAB III...pula dalam UU No 16 Tahun 2001 jo UU No. 2008 Tentang

152

melakukan penyesuaian AD sekedar memenuhi

persyaratan administrasi untuk mendapatkan

bantuan dana atau ijin mendirikan perguruan

tinggi atau program studi baru.

Dari sisi pengadilan, penegakan hukum yaya-

san juga tidak mudah. Selain adanya pertentang-

an Pasal 71 ayat (4) terhadap Pasal 62, huruf c

tersebut di depan, ada persoalan teknis hukum

yang menghambat tindakan Pengadilan. Posisi

Pengadilan dalam ketentuan Pasal 71 ayat (4)

bersifat pasif. Pengadilan hanya boleh mene-

tapkan putusan apabila ada pengaduan dari pi-

hak Kejaksaan atau pihak lain yang berkepen-

tingan.

Hal serupa dialami oleh pihak kejaksaan.

Selain adanya pembatasan kewenangan yang

diatur secara ketat dalam ketentuan hukum,

hambatan teknis kejaksaan adalah keterbatasan

waktu dan tenaga kejaksaan untuk mengiden-

tifikasi yayasan yang melanggar ketentuan

peralihan UUY. Kasus-kasus yang ada di Kejak-

saan sendiri sering tertunda pelimpahannya ke

Pengadilan karena keterbatasan tersebut.

Pelanggaran atas ketentuan peralihan itu

sendiri termasuk perkara perdata yang penanga-

nannya memerlukan proses panjang dibanding-

kan dengan penanganan kasus pidana. Dalam

kasus perdata, posisi kejaksaan bersifat pasif

Page 58: Eksekutabilitas Ketentuan Peralihan Undang-Undang Yayasanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8389/4/T2_322011001_BAB III...pula dalam UU No 16 Tahun 2001 jo UU No. 2008 Tentang

153

seperti halnya pengadilan. Pasal 30 ayat (2) UU

No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik

Indonesia menegaskan:

Di bidang perdata dan tata usaha negara,

kejaksaan dengan kuasa khusus dapat ber-tindak baik di dalam maupun di luar pengadil-

an untuk dan atas nama negara atau peme-rintah.

Dari ketentuan tersebut diketahui bahwa

kejaksaan hanya dapat bertindak apabila peme-

rintah42 memberinya kuasa khusus untuk me-

nangani pelanggaran yayasan. Adanya surat kua-

sa khusus pun, tidak berarti pihak kejaksaan

dapat langsung bertindak. Surat kuasa perlu

disertai ketentuan hukum yang mengatur tata

cara pelaksanaan dan instrumen pengidentifika-

sian berbagai hal tentang pelanggaran yayasan.

Hal ini diperlukan untuk menentukan permohon-

an putusan pengadilan macam apa yang tepat

dimohonkan. Ketentuan dan instrumen tersebut

tidak diatur dalam UUY.

Jika mengharapkan adanya permohon dari

pihak yang berkepentingan, persoalan yang

mengganjal tetap saja berkutat pada persoalan

hukum. Ketentuan tentang tatacara, prosedur,

dan kriteria masalah yang dapat diajukan oleh

42 Dalam hal ini, Gubernur atau Bupati/Walikota tempat

kedudukan yayasan.

Page 59: Eksekutabilitas Ketentuan Peralihan Undang-Undang Yayasanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8389/4/T2_322011001_BAB III...pula dalam UU No 16 Tahun 2001 jo UU No. 2008 Tentang

154

pihak yang berkepentingan kepada Pengadilan

sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya

gugatan yang tak berdasar. Hal ini juga tidak

diatur dalam UUY dan PP.

Berdasarkan kenyataan-kenyataan di atas

dapat dikatakan bahwa sanksi bagi yayasan yang

tidak melakukan penyesuaian AD tidak dapat

dieksekusi. Kalau pun dileksekusi secara paksa,

maka eksekusi itu, selain melanggar ketentuan

lain dalam UUY, eksekusi itu sendiri tidak

memiliki urgensi dalam upaya pencapaian tujuan

hukum yang adil.

Berdasarkan jalan pikiran di atas, penulis

berpendapat bahwa ketentuan peralihan UUY

tidak patut diterapkan secara sama pada seluruh

yayasan. Selama masa penyesuaian AD, paling

lambat tanggal 6 Oktober 2008, ketentuan

tersebut tampak Lebih cocok dikenakan kepada:

(1) perusahaan berkedok yayasan dan yayasan

dalam lingkungan lembaga-lembaga negara atau

perusahaan; (2) yayasan baru, yaitu yang didi-

rikan setelah diberlakukannya UUY; (3) yayasan

yang didirikan oleh lembaga atau perorangan

bernuansa bisnis seperti penyelenggara pendidik-

an dan rumah sakit.

Pengaturan yayasan yang didirikan oleh

perseorangan yang bertujuan sosial dan tujuan

Page 60: Eksekutabilitas Ketentuan Peralihan Undang-Undang Yayasanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8389/4/T2_322011001_BAB III...pula dalam UU No 16 Tahun 2001 jo UU No. 2008 Tentang

155

lain seperti disebutkan sebelumnya perlu diatur

tersendiri, baik dengan merevisi beberapa pasal

yang disebutkan sebelumnya, maupun dengan

menerbitkan ketentuan baru, yang isinya antara

lain:

a. Jika yayasan tersebut tetap memertahankan

bentuk yayasan, maka penghasilan yayasan,

terutama sisa hasil setelah mencukupkan

kebutuhan rutin yayasan, dipersentasekan

jumlah yang harus dimanfaatkan untuk

pengembangan kegiatan yayasan dan yang

dapat dipakai untuk kepentingan ekonomi

mereka. Posisi kekayaan yayasan dalam hal

ini tetap merupakan milik pendiri atau

keluarganya di bawah kontrol hukum. Untuk

menyusun ketentuan ini pembuat UU perlu

melibatkan yayasan. Alternatif ini mewadahi

jasa historis dari yayasan.

b. Jika yayasan tersebut merasa keberatan,

maka dalam kurun waktu yang diatur dalam

ketentuan baru wajib mengalihkan bentuk

usahanya ke bentuk yang dapat menampung

aspirasi pendiri atau anak cucunya, misalnya

ke bentuk perkumpulan seperti ditempuh oleh

beberapa yayasan atau menjadi PT seperti

ditempuh oleh banyak pengusaha. Untuk

mengatasi timbulnya masalah baru, maka

pemerintah perlu mengambil alih kegiatan

Page 61: Eksekutabilitas Ketentuan Peralihan Undang-Undang Yayasanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8389/4/T2_322011001_BAB III...pula dalam UU No 16 Tahun 2001 jo UU No. 2008 Tentang

156

yayasan tersebut dengan menyiapkan lembaga

serupa yang memberikan pelayanan yang

sama terhadap anggota masyarakat.

c. Ketentuan sanksi bagi pelanggar, termasuk

penegak hukum dan pejabat pada instansi

pemerintah yang terkait dengan yayasan perlu

dirumuskan secara jelas dan terukur.

3. Tindak Lanjut Ketentuan peralihan

Solusi yang ditawarkan ketentuan peralihan

bagi yayasan yang tidak memenuhi ketentuan

pasal 71 ayat (1) dan (2) UU UUY diatur dalam

Pasal 36 dan Pasal 37 PP No. 63 Tahun 2008 jo

PP No. 2 Tahun 2013.

Untuk yayasan yang tidak memenuhi

ketentuan versi ayat (1), masih diberi kesempatan

menjadi badan hukum dengan syarat bahwa

yayasan tersebut tetap melakukan kegiatan

setidaknya 5 (lima) tahun berturut-turut sebelum

penyesuaian dan belum pernah dibubarkan. Jika

dua hal ini terpenuhi, maka yayasan dapat

melakukan penyesuaian dengan cara mengubah

seluruh AD.

Dalam AD yang baru itu seluruh kekayaan

yayasan yang dimiliki pada saat penyesuaian

harus dicantumkan. Hal ini harus dibuktikan

dengan:

Page 62: Eksekutabilitas Ketentuan Peralihan Undang-Undang Yayasanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8389/4/T2_322011001_BAB III...pula dalam UU No 16 Tahun 2001 jo UU No. 2008 Tentang

157

a. Laporan keuangan yang dibuat dan ditanda-

tangani oleh pengurus atau laporan keuangan

yang telah diaudit oleh akuntan publik bagi

yayasan yang laporan tahunannya wajib

diaudit sesuai dengan ketentuan UU.

b. Data tentang nama anggota pembina,

pengurus, dan pengawas yang diangkat saat

penyesuaian.

Perubahan AD tersebut wajib disampaikan

kepada menteri oleh pengurus yayasan atau

kuasanya melalui notaris yang membuat akta

perubahan AD yayasan. Untuk maksud ini, ada

sembilan lampiran yang perlu disertakan, seperti

diatur dalam Pasal 37 PP 63 jo Pasal 37A PP No.

2, yaitu:

a. Salinan akta perubahan seluruh anggaran dasar yang dilakukan dalam rangka penye-suaian dengan ketentuan Undang-undang;

b. Tambahan Berita Negara Republik Indone-sia yang memuat akta pendirian Yayasan atau bukti pendaftaran akta pendirian di

pengadilan negeri dan izin melakukan kegiatan dari instansi terkait;

c. Laporan kegiatan Yayasan selama 5 (lima) tahun berturut-turut sebelum penyesuaian Anggaran Dasar yang ditandatangani oleh

Pengurus dan diketahui oleh instansi terkait;

d. Surat pernyataan Pengurus Yayasan bahwa Yayasan tidak pernah dibubarkan secara

Page 63: Eksekutabilitas Ketentuan Peralihan Undang-Undang Yayasanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8389/4/T2_322011001_BAB III...pula dalam UU No 16 Tahun 2001 jo UU No. 2008 Tentang

158

sukarela atau berdasarkan putusan peng-adilan;

e. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak Yayasan

yang telah dilegalisir oleh notaris;

f. Surat pernyataan tempat kedudukan disertai alamat lengkap Yayasan yang

ditandatangani oleh Pengurus Yayasan dan diketahui oleh lurah atau kepala desa

setempat;

g. Neraca Yayasan yang ditandatangani oleh semua anggota organ Yayasan atau laporan

akuntan publik mengenai kekayaan Yayasan pada saat penyesuaian;

h. Pengumuman surat kabar mengenai ikhtisar laporan tahunan bagi Yayasan yang sebagian kekayaannya berasal dari

bantuan negara, bantuan luar negeri, dan/atau sumbangan masyarakat sebagai-mana dimaksud dalam Pasal 72 Undang-

Undang; dan

i. Bukti penyetoran biaya pemberitahuan

perubahan Anggaran Dasar Yayasan dan pengumumannya.

Anggaran dasar yang baru itu mulai berlaku

sejak tanggal diterbitkannya surat penerimaan

pemberitahuan perubahan AD oleh menteri.

Pada hemat penulis, solusi yang ditawarkan

dalam PP jauh lebih logis dan lebih berpeluang

untuk dapat dilaksanakan daripada pengaturan

pada Pasal 71 UUY. Pembatasan waktu paling

tidak melakukan kegiatan selama 5 (lima) tahun

berturut-turut sebelum dilakukan penyesuaian

Page 64: Eksekutabilitas Ketentuan Peralihan Undang-Undang Yayasanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8389/4/T2_322011001_BAB III...pula dalam UU No 16 Tahun 2001 jo UU No. 2008 Tentang

159

dan belum pernah dibubarkan memberi peluang

tidak terjadinya kekosongan hukum atau tidak

hilangnya status hukum yayasan. Ini artinya,

kapan saja yayasan melakukan penyesuaian,

secara hukum dimungkinkan sepanjang ia

memenuhi kedua ketentuan tersebut. Hanya saja

agar ketentuan yang baru ini tidak bertentangan

dengan ketentuan UUY, maka posisinya lebih

tepat dimasukkan dalam ketentuan peralihan

dalam UUY. Pengaturan dalam PP lebih tepat

dibatasi pada prosedur dan persyaratan penyesu-

aian AD saja sampai pada pemberitahuannya

kepada menteri.

Selain itu, perlu ditambah ketentuan pendu-

kung yang memungkinkan semua kategori yaya-

san terwadahi dan termotivasi melakukan penye-

suaian AD dengan ketentuan UUY. Ketentuan itu,

dapat berisikan pemberian bantuan finansial

atau fasilitas bagi yayasan yang melakukan

penyesuaian AD dalam kurun waktu yang

ditentukan dan dapat pula berupa sanksi

pembubaran paksa yayasan oleh pemerintah

dengan prosedur yang jelas.

Hal serupa berlaku juga bagi yayasan yang

tidak memenuhi ketentuan versi ayat (2). Yaya-

san seperti ini tetap berkesempatan mendapat-

kan status badan hukum dengan cara yang

Page 65: Eksekutabilitas Ketentuan Peralihan Undang-Undang Yayasanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8389/4/T2_322011001_BAB III...pula dalam UU No 16 Tahun 2001 jo UU No. 2008 Tentang

160

berbeda sebagaimana diatur dalam Pasal 36 PP

No. 63, yaitu:

(1) Yayasan yang telah didirikan sebelum berlakunya Undang-Undang dan tidak

diakui sebagai badan hukum dan tidak melaksanakan ketentuan Pasal 71 ayat (2) Undang-Undang, harus mengajukan per-

mohonan pengesahan akta pendirian untuk memeroleh status badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15.

(2) Akta pendirian sebagaimana dimaksud

pada ayat (1), dalam premise aktanya disebutkan asal-usul pendirian yayasan termasuk kekayaaan yayasan yang

bersangkutan.

(3) Perbuatan hukum yang dilakukan yayasan

sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) yang belum memeroleh status badan

hukum menjadi tanggung jawab pribadi anggota organ yayasan secara tanggung renteng.

Berdasarkan ketentuan di atas, tampak

bahwa syarat memeroleh status badan hukum

bagi yayasan yang tidak memenuhi ketentuan

Pasal 71 ayat (2) sama dengan yayasan baru atau

yayasan yang didirikan setelah berlakunya UUY.

Hal ini ditegaskan dengan pernyataan “harus

mengajukan permohonan pengesahan akta pen-

dirian yayasan kepada menteri oleh pendiri atau

kuasanya melalui notaris pembuat akta pendirian

yayasan”. Bedannya ialah hubungan hukum dan

Page 66: Eksekutabilitas Ketentuan Peralihan Undang-Undang Yayasanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8389/4/T2_322011001_BAB III...pula dalam UU No 16 Tahun 2001 jo UU No. 2008 Tentang

161

tindakan hukum yang pernah terjadi sebelum

penyesuaian AD merupakan tanggung jawab

pribadi anggota organ yayasan secara tanggung

renteng. Ketentuan ini tidak ada pada yayasan

yang baru didirikan.

Menurut Pasal 15 ayat (2) permohonan

tersebut dilampiri 6 (enam) dokumen, yaitu:

a. Salinan akta pendirian yayasan;

b. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak Yayasan yang telah dilegalisir oleh notaris;

c. surat pernyataan tempat kedudukan disertai alamat lengkap Yayasan yang ditandatangani oleh Pengurus Yayasan dan

diketahui oleh lurah atau kepala desa setempat;

d. bukti penyetoran atau keterangan bank

atas Nama Yayasan atau pernyataan tertulis dari pendiri yang memuat keterang-

an nilai kekayaan yang dipisahkan sebagai kekayaan awal untuk mendirikan Yayasan;

e. surat pernyataan pendiri mengenai keab-

sahan kekayaan awal tersebut;

f. bukti penyetoran biaya pengesahan dan

pengumuman Yayasan.

Pada ayat (3) disebutkan, bahwa pengajuan

permohonan tersebut kepada menteri harus

dilakukan paling lambat 10 (sepuluh) hari terhi-

tung sejak tanggal akta pendirian yayasan

ditandatangani.

Page 67: Eksekutabilitas Ketentuan Peralihan Undang-Undang Yayasanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8389/4/T2_322011001_BAB III...pula dalam UU No 16 Tahun 2001 jo UU No. 2008 Tentang

162

Pada hemat penulis, ketentuan di atas masih

mengambang. Sebagai ketentuan peralihan perlu

ditegaskan batasan waktu, persyaratan kegiatan

dalam kurun waktu tertentu, atau belum pernah

dibubarkan seperti penegasan pada Pasal 37 PP.

Selain itu, ketentuan tentang kapan yayasan

memeroleh status badan hukum dan apa sanksi

bagi yang tidak memenuhi ketentuan perlu diatur

seperti halnya pada yayasan yang disebutkan

sebelumnya. Pengaturan ini diperlukan karena

pada Pasal 15 hal tersebut belum diatur.

Sama seperti pada yayasan sebelumnya,

ketentuan yang memungkinkan semua kategori

yayasan terwadahi dan termotivasi melakukan

penyesuaian AD dengan ketentuan UUY perlu

diatur ulang. Di antaranya (sebagaimana telah

disebutkan sebelumnya), dapat berisikan pem-

berian bantuan finansial atau fasilitas bagi yaya-

san yang melakukan penyesuaian AD dalam

kurun waktu yang ditentukan dan dapat pula

berupa sanksi pembubaran paksa yayasan oleh

pemerintah dengan prosedur yang jelas. Agar

ketentuan ini tidak bertentangan dengan UUY,

maka pengaturannya lebih tepat dimasukkan

dalam ketentuan peralihan UUY.