Ekowan

6
1 Keanekaragaman primata di Desa Nipah Panjang Kecamatan Batu Ampar Kalimantan Barat Oktavianus misro adrianto 1. Dosen Program Studi Pendidikan Biologi,FKIP, UNTAN 2. Dosen Program Studi Kehutanan,Fakultas Kehutanan, UNTAN ABSTRAK Berdasarkan klasifikasi curah hujan menurut Schmidt Ferguson, wilayah Kecamatan Batu Ampar termasuk ke dalam tipe iklim A dengan curah hujan rata-rata 3,887 mm/tahun. Musim kemarau berlangsung antara Maret Juli, sedangkan musim penghujan antara Agustus Februari. Pada musim kemarau curah hujan rata-rata sekitar 126 mm/bulan, sedangkan pada musim penghujan mencapai 465 mm/bulan. Wilayah Kecamatan Batu Ampar merupakan bagian hilir DAS Kapuas. Beberapa sungai yang mengalir melintasi Desa Nipah Panjang antara lain: S. Medan Deli, S. Mesjid S. Punggawa, S. Tiram, S. Pak Jabar, S. M Luphi, S. Lalau, S. Kapas, S. Pak Tahir, S. Sukamaju, S. Pandan dan S. Terumbuk. Pada saat surut, air bersifat tawar dan dipengaruhi oleh air gambut sehingga berwarna kemerahan dengan pH 5,5-6,0. Pada saat air pasang serta musim kemarau, air lebih asin atau payau dengan salinitas 13-15 ppt (parts per thousand). Rata-rata salinitas air di S. Lalau 5,25 ppt dengan rata-rata pH 4.0, sedangkan di S. Sukamaju rata-rata 19,67 ppt dengan rata-rata pH 5,9. Secara umum, kondisi air di wilayah penelitian adalah tawar sampai payau sehingga pada musim kemarau tidak dapat digunakan sebagai sumber air minum. Hasil pengamatan terhadap spesies mamalia yang berada di kawasan hutan Nipah Panjang menunjukkan adanya 3 famili dengan 5 spesies mamalia yang hidup di kawasan hutan Nipah Panjang, Padang Tikar yaitu Kera ekor panjang (Macaca fascicularis), Lutung merah (Presbytis rubicunda), lutung abu-abu (Trachypithecus auratus), dan bekantan (Nasalis lavatus). Hasil penelusuran lebih lanjut di www.iucnredlist.org - The IUCN Red List of Threatened Species menunjukkan bahwa Presbytis rubicunda tergolong ke dalam LC (Least Concern) atau beresiko rendah, begitu juga halnya dengan spesies Nasalis lavatus dan Macaca fascicularis yang juga termasuk ke dalam kategori LC. Berbeda halnya dengan lutung hitam (Trachypithecus auratus) dan kelempiau (Hylobates muelleri) yang telah tergolong dalam kelompok EN (Endangered) atau terancam punah. PENDAHULUAN Keanekaragaman hayati memiliki

description

SOPAN

Transcript of Ekowan

  • 1

    Keanekaragaman primata di Desa Nipah Panjang Kecamatan Batu Ampar

    Kalimantan Barat

    Oktavianus misro adrianto

    1. Dosen Program Studi Pendidikan Biologi,FKIP, UNTAN

    2. Dosen Program Studi Kehutanan,Fakultas Kehutanan, UNTAN

    ABSTRAK

    Berdasarkan klasifikasi curah hujan menurut Schmidt Ferguson, wilayah Kecamatan

    Batu Ampar termasuk ke dalam tipe iklim A dengan curah hujan rata-rata 3,887 mm/tahun.

    Musim kemarau berlangsung antara Maret Juli, sedangkan musim penghujan antara Agustus Februari. Pada musim kemarau curah hujan rata-rata sekitar 126 mm/bulan, sedangkan pada musim penghujan mencapai 465 mm/bulan. Wilayah Kecamatan Batu Ampar merupakan

    bagian hilir DAS Kapuas. Beberapa sungai yang mengalir melintasi Desa Nipah Panjang

    antara lain: S. Medan Deli, S. Mesjid S. Punggawa, S. Tiram, S. Pak Jabar, S. M Luphi, S.

    Lalau, S. Kapas, S. Pak Tahir, S. Sukamaju, S. Pandan dan S. Terumbuk. Pada saat surut, air

    bersifat tawar dan dipengaruhi oleh air gambut sehingga berwarna kemerahan dengan pH

    5,5-6,0. Pada saat air pasang serta musim kemarau, air lebih asin atau payau dengan salinitas

    13-15 ppt (parts per thousand). Rata-rata salinitas air di S. Lalau 5,25 ppt dengan rata-rata

    pH 4.0, sedangkan di S. Sukamaju rata-rata 19,67 ppt dengan rata-rata pH 5,9. Secara umum,

    kondisi air di wilayah penelitian adalah tawar sampai payau sehingga pada musim kemarau

    tidak dapat digunakan sebagai sumber air minum. Hasil pengamatan terhadap spesies

    mamalia yang berada di kawasan hutan Nipah Panjang menunjukkan adanya 3 famili dengan

    5 spesies mamalia yang hidup di kawasan hutan Nipah Panjang, Padang Tikar yaitu Kera ekor

    panjang (Macaca fascicularis), Lutung merah (Presbytis rubicunda), lutung abu-abu

    (Trachypithecus auratus), dan bekantan (Nasalis lavatus). Hasil penelusuran lebih lanjut di

    www.iucnredlist.org - The IUCN Red List of Threatened Species menunjukkan bahwa Presbytis rubicunda tergolong ke dalam LC (Least Concern) atau beresiko rendah, begitu juga

    halnya dengan spesies Nasalis lavatus dan Macaca fascicularis yang juga termasuk ke dalam

    kategori LC. Berbeda halnya dengan lutung hitam (Trachypithecus auratus) dan kelempiau

    (Hylobates muelleri) yang telah tergolong dalam kelompok EN (Endangered) atau terancam

    punah.

    PENDAHULUAN Keanekaragaman hayati memiliki

  • 2

    dua komponen utama, yaitu kekayaan jenis

    yang merupakan jumlah jenis dari suatu

    area dan kemerataan, yaitu kelimpahan

    relatif suatu individu pada setiap spesies

    (Feldhamer etal. 1999). Kedua komponen

    tersebut memiliki nilai perhitungan yang

    dikenal dengan indeks kekayaan jenis dan

    indeks kemerataan jenis yang kemudian

    digabungkan menjadi nilai dari indeks

    keanekara-gaman jenis (Ludwig &

    Reynolds 1988).

    Berdasarkan ukurannya, mamalia

    dibagi menjadi mamalia kecil dan

    mamalia besar. Menurut batasan

    International Biological Program, yang

    dimaksud dengan mamalia kecil adalah

    jenis mamalia yang memiliki berat badan

    dewasa yang kurang dari lima kilogram,

    sedangkan selebihnya termasuk ke dalam

    kelompok mamalia besar (Suyanto &

    Semiadi 2004). Umumnya jenis-jenis

    mamalia kecil termasuk kedalam ordo

    Rodentia dan Chiroptera, Penelitian ini

    lebih difokuskan pada keanekaragaman

    jenis mamalia berdasarkan setiap ordo

    mamalia selain ordo Rodentia dan

    Chiroptera.

    Setiap jenis mamalia rnemiliki

    daerah penyebaran tertentu berdasarkan

    kondisi geografis dan ekologis (Storer&

    Usinger 1957). Penyebaran jenis

    mamalia berdasarkan faktor ekologi dapat

    diketahui melalui komposisi vegetasi suatu

    tipe habitat. Selain itu, penyebaran jenis

    mamalia juga dapat dibedakan

    berdasarkan ketinggian tempat. Feldhamer

    et al. (1999) menyatakan bahwa mamalia

    dapat tinggal pada lingkungan yang ekstrim

    berdasarkan ketinggian tempat serta pada

    kondisi hujan ataupun bersalju.

    Perubahan keanekaragaman satwa

    akan dijumpai sesuai dengan perubahan

    ketinggian tempat (Medway 1972 dalam

    Kartono et al. 2000). Peningkatan

    ketinggian tempat mempengaruhi

    terjadinya penurunan keanekaragaman jenis

    (Primack et al.1998).

    BAHAN DAN METODE

    Penelitian ini dilaksanakan di

    kawasan hutan kecamatan Batu Ampar

    Desa Nipah Panjang Provinsi Kalimantan

    Barat. Penelitian ini dilaksanakan pada

    tanggal 16 - 18 Desember 2012. Alat yang

    digunakan dalam penelitian ini adalah

    teropong binocular, alat tulis, kamera,

    kompas dan jam tangan. Sementara bahan

    yang digunakan adalah tally sheet, dan

    buku.

    Pengumpulan data dilakukan dengan

    menggunakan metode point count dan line

    transect. Untuk pengamatan di kawasan

    hutan dilakukan pada titik yang dianggap

    tempat bermain atau mencari makan.

    Waktu pengamatan dimulai pukul 06.0010.00 WIB pada pagi hari dan pukul 15.00

    - 17.00 WIB pada sore hari.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Kondisi Umum Lokasi Penelitian

    Berdasarkan klasifikasi curah hujan

    menurut Schmidt Ferguson, wilayah

    Kecamatan Batu Ampar termasuk ke dalam

    tipe iklim A dengan curah hujan rata-rata

    3,887 mm/tahun. Musim kemarau

    berlangsung antara Maret Juli, sedangkan musim penghujan antara Agustus Februari. Pada musim kemarau curah hujan

    rata-rata sekitar 126 mm/bulan, sedangkan

    pada musim penghujan mencapai 465

    mm/bulan.

    Wilayah Kecamatan Batu Ampar

    merupakan bagian hilir DAS Kapuas.

    Beberapa sungai yang mengalir melintasi

    Desa Nipah Panjang antara lain: S. Medan

    Deli, S. Mesjid S. Punggawa, S. Tiram, S.

    Pak Jabar, S. M Luphi, S. Lalau, S. Kapas,

    S. Pak Tahir, S. Sukamaju, S. Pandan dan S.

    Terumbuk. Pada saat surut, air bersifat

    tawar dan dipengaruhi oleh air gambut

    sehingga berwarna kemerahan dengan pH

    5,5-6,0. Pada saat air pasang serta musim

    kemarau, air lebih asin atau payau dengan

  • 3

    salinitas 13-15 ppt (parts per thousand).

    Rata-rata salinitas air di S. Lalau 5,25 ppt

    dengan rata-rata pH 4.0, sedangkan di S.

    Sukamaju rata-rata 19,67 ppt dengan rata-

    rata pH 5,9. Secara umum, kondisi air di

    wilayah penelitian adalah tawar sampai

    payau sehingga pada musim kemarau tidak

    dapat digunakan sebagai sumber air minum.

    Mangrove dapat ditemukan tumbuh

    secara alami pada berbagai tingkat salinitas,

    dari hutan riparian dengan salinitas

    mendekati atau sama dengan nol ppt hingga

    hutan tepi pantai dengan salinitas sekitar 35

    ppt dan kadang-kadang pada areal dengan

    salinitas tinggi yang mencapai 70 ppt

    (Hutchings & Saenger 1987). Meskipun

    mangrove dapat tumbuh pada berbagai

    tingkat salinitas, namun beberapa spesies

    hanya dapat tumbuh secara ideal pada

    salinitas rendah mendekati 2 ppt, sedangkan

    spesies lainnya dapat tumbuh pada salinitas

    yang lebih tinggi. Toleransi mangrove

    terhadap salinitas tergantung pada tingkat

    pertumbuhan, yakni tingkat semai lebih

    sensitif terhadap stres akibat garam

    dibanding dengan tingkat pohon dewasa

    (Lin & Sternberg 1992, Biber 2006).

    Anakan Rhizophora apiculata tumbuh

    secara optimal pada salinitas 15 ppt

    (Kathiresan & Thangama 1990),

    Lumnitzera racemosa pada salinitas 7.5

    hingga 15 ppt (Fan et al. 1999), Avicennia

    marina dan Bruguiera gymnorrhiza pada

    salinitas tinggi sekitar 35 ppt (Naidoo et al.

    2002).

    Hasil pengamatan terhadap spesies

    mamalia yang berada di kawasan hutan

    Nipah Panjang menunjukkan adanya 3

    famili dengan 5 spesies mamalia yang

    hidup di kawasan hutan Nipah Panjang,

    Padang Tikar (tabel 1) dimana 5 spesies

    yang ditemukan merupakan spesies primata

    yaitu Kera ekor panjang (Macaca

    fascicularis), Lutung merah (Presbytis

    rubicunda), lutung abu-abu

    (Trachypithecus auratus), dan bekantan

    (Nasalis lavatus).

    5 spesies primata yang berasal dari

    famili Cercopithecidae yaitu Kera ekor

    panjang (Macaca fascicularis) ditemukan

    sebanyak 30 ekor, Lutung merah (Presbytis

    rubicunda) ditemukan sebanyak 1 ekor,

    lutung abu-abu (Trachypithecus auratus),

    bekantan (Nasalis lavatus), dan kelempiau

    (Hylobates muelleri).

    Kera ekor panjang memiliki nama

    latin Macaca fascicularis termasuk ke

    dalam ordo primates. Spesies Macaca

    fascicularis sangat banyak ditemukan di

    Nipah Panjang, ditemukan 30 ekor pada

    saat dilakukan pengamatan. Macaca

    fascicularis ditemukan pada pagi dan sore

    hari ketika mencari makan di pepohonan.

    Menurut warga sekitar memang terdapat

    banyak spesies Macaca fascicularis di

    Nipah Panjang tersebut dan sangat mudah

    terlihat ketika mencari makan. Di Indonesia

    sendiri status perlindungan Macaca

    fascicularis sendiri beresiko rendah yang

    disebabkan mungkin karena perburuan oleh

    masyarakat.

    Lutung merah yang memiliki nama

    latin Presbytis rubicunda tergolong ke

    dalamg ordo Primates. Secara umum

    spesies ini ditemukan di pulau Kalimantan

    (Kalimantan dan Pulau Karimata),

    Malaysia (Sabah dan Serawak) dan

    kemungkinan juga di Brunei. Spesies ini

    merupakan spesies asli Kalimantan,

    Indonesia. Berdasarkan referensi yang

    diperoleh, spesies yang ditemukan yaitu

    Presbytis rubicunda rubida, yang secara

    spesifik ditemukan di sebelah Barat Daya

    Kalimantan termasuk di sungai Kapuas dan

    Barito. Spesies ini lebih menyukai hutan

    primer. Lutung merah menyukai daun

    muda (36%), tanaman muda (30%) dan

    kombinasi buah-buahan dan biji buah

    (34%) sebagai makanan. Saat ini spesies ini

    telah menurun populasinya.

    Spesies ini dilindungi di Serawak

    dan Sabah (Malaysia) dan terdata dalam

    CITES Appendix II. Di Indonesia

    ditemukan di 10 Kawasan perlindungan

    antara lain: Taman Nasional Betung

    Kerihun, Taman Nasional Gunung Palung,

  • 4

    Taman Nassional Bukit Raya, Taman

    Nasional Mentarang Kayan, Taman

    Nasional Kutai, Cagar Alam Pleihari

    Martapuri, Taman Nasional Tanjung Puting

    dan Hutan Lindung Sungai Wain. Pada

    daerah penelitian tidak ditemukan banyak

    lutung merah tetapi hanya ditemukan 1 ekor

    lutung merah. Adapun status perlindungan

    untuk Presbytis rubicunda beresiko rendah

    yang juga disebabkan karena perburuan.

    Lutung hitam memiliki nama latin

    Trachypithecus auratus temasuk dalam

    ordo Primates. Spesies ini merupakan

    spesies endemik Indonesia yang biasa

    ditemukan di Jawa, pulau-pulau kecil di

    Bali, pulau Sempu dan Nusa Barung.

    Spesies ini juga ditemukan di pulau

    Kalimantan dan Sumatera. Habitat dari

    spesies ini antara lain di mangroove, pantai

    dan hutan rawa yang berair jernih, dataran

    rendah dengan suhu rendah dan hutan

    pegunungan. Lutung hitam biasanya

    mengkonsumsi daun dan bunga serta buah-

    buahan. Saat dilakukan pengamatan

    terdapat 3 ekor lutung hitam yang berhasil

    ditemukan di Nipah Panjang, adapun status

    perlindungan untuk spesies ini adalah EN

    atau terancam punah.

    Hasil penelusuran lebih lanjut di

    www.iucnredlist.org - The IUCN Red List

    of Threatened Species menunjukkan

    bahwa Presbytis rubicunda tergolong ke

    dalam LC (Least Concern) atau beresiko

    rendah, begitu juga halnya dengan spesies

    Nasalis lavatus dan Macaca fascicularis

    yang juga termasuk ke dalam kategori LC.

    Berbeda halnya dengan lutung hitam

    (Trachypithecus auratus) dan kelempiau

    (Hylobates muelleri) yang telah tergolong

    dalam kelompok EN (Endangered) atau

    terancam punah.

    Tabel 1. Jenis mamalia yang dijumpai di kawasan Hutan Nipah Panjang

    No Family Nama Spesies Nama

    Daerah

    Jumlah Temuan Status

    Perlindungan TL SU Total

    1 Cercopithecidae Presbytis

    rubicunda

    Lutung

    Merah

    1 - 1 LC

    2

    3

    4

    5

    Cercopithecidae

    Cercopithecidae

    Cercopithecidae

    Hylobatidae

    Trachypithecus

    auratus

    Nasalis lavatus Macaca fascicularis Hylobates muelleri

    Lutung

    Hitam

    Bekantan

    Kera ekor

    panjang

    kelempiau

    3

    1

    30

    4

    -

    -

    -

    -

    3

    1

    30

    4

    EN

    LC

    LC

    EN

    Keterangan :

    TL : Temuan Langsung PII : Apendix II CITES

    SU : Suara VU : Rentan

    LC : Beresiko rendah EN : Terancam punah

    KESIMPULAN

    Berdasarkan hasil pengamatan yang

    dilakukan dapat disimpulkan bahwa

    terdapat 5 spesies mamalia dari ordo

    primates yang hidup di hutan mangrove

    nipah panjang desa padang tikar

    Kalimantan barat, adapun spesies-spesies

    itu sendiri adalah Presbytis rubicunda,

    Trachypithecus auratus, Nasalis lavatus,

    Macaca fascicularis, Hylobates muelleri.

    Spesies-spesies tersebut ada yang statusnya

  • 5

    ada yang sudah terancam punah dan ada

    juga yang masih pada tahap beresiko

    rendah namun, secara umum kondisi status

    spesies-spesies tersebut sudah

    mengkhawatirkan akibat dari perburuan

    yang dilakukan oleh masayarakat.

    DAFTAR PUSTAKA

    Anonim. 2012. The IUCN Red List of

    Threatened Species.

    Http://www.iucnredlist.org

    (diakses: 10 Januari 2013).

    Fan KC, BH Sheu and CT Chang. 1999.

    Effects of salinity on the growth of

    the mangrove Lumnitzera racemosa

    seedlings. Quarternary Journal of

    Chinese Forestry 32:299312.

    Feldhamer, GA., LC. Drickamer, SR.

    Vessey & JF. Merritt. 1999.

    Mammalogy Adaptation. Diversity

    and Ecology. Boston : McGraw-Hill

    Hutchings P and P Saenger. 1987. Ecology

    of Mangroves. In: PD Biber. 2006.

    Measuring the effects of salinity

    stress in the red mangrove,

    Rhizophora mangle L. African

    Journal of Agricultural Research

    1(1):14.

    Kartono, AP., I. Maryanto & MH. Sinaga.

    2000. Keragaman Mamalia Pada

    Berbagai Tipe Habitat di Muara

    Bungo, Jambi. Media Konservasi

    7(1) : 21-28

    Ludwig JA & Reynolds. 1988. Stastical

    Ecology : A Primer Methods and

    Computing. John Wiley & Sons.

    NewYork.

    Naidoo G, AV Tuffers AV and DJ Willert.

    2002. Changes in gas exchange and

    chlorophyll fluorescence

    characteristics of twomangroves

    and a mangrove associate in response to

    salinity in the natural environment.

    Trees-Structure and Function

    16:140146.

    Storer,TI & RL. Usinger 1957. General

    Zoology. 3rd Edition.McGraw-Hill

    Book Company,Inc. New York.

    Suyanto, A & Semiadi, G. 2004.

    Keragaman mamalia di sekitar

    daerah penyangga Taman Nasional

    Gunung Halimun, kecamatan

    Cipanas, Kabupaten Leba. Berita

    Biologi(7)1: 87-94

    Primack et al. 1998. Biologi Konservasi.

    Jakarta : Yayasan Obor Indonesia

    LAMPIRAN

  • 6