EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

152

Transcript of EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

Page 1: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id
Page 2: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

EkonomiKaJurnal Paradigma Islam di Bidang Keuangan, Ekonomi, dan Pembangunan

VOL. 3, NO. 1 TAHUN 2015/ ISSN 2338-2384

Page 3: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

EkonomiKaJurnal Paradigma Islam di Bidang Keuangan, Ekonomi, dan Pembangunan

VOL. 3, NO. 1 TAHUN 2015/ ISSN 2338-2384

FAROUK ABDULLAH ALWYNI Pemimpin UmumDewan Redaksi

AJI DEDI MULAWARMAN ABUZAR ASRA AWALIL RIZKY DWI P. BHAKTI

FAROUK ABDULLAH ALWYNI

MASYHUDI MUQARABIN NASYTH MAJIDI SOFYAN HIDAYAT SAAT SUHARTO AMJAD SYAHRUL EFENDI DASOPANG

YUSUF HIDAYAT SYAHRUL EFENDI DASOPANG

WAHYU PUJI HADI MUHAMMAD SYARIFUDIN

Pemimpin Redaksi Jurnalis Manager Bisnis dan Advertising

Jurnal Paradigma Islam di Bidang Keuangan, Ekonomi, dan Pembangunan EkonomiKa VOL. 3, NO. 1 TAHUN 2015/ ISSN 2338-2384 E

Diterbitkan oleh Center for Islamic Studies in Finance, Economics, and Development (CISFED)

Alamat Redaksi: Jl. Tanah Abang IV No. 21 Jakarta Pusat 10160 Telp. 021-3503142 Fax. 021-3811355

DAFTAR ISI

Pembangunan Nasional Dan Ekonomi Syariah Kesejahteraan Yang Diberkahi—5 Dr. Abdullah HehamahuaPerpajakan Yang Adil Dan Kesejahteraan Masyarakat: Tantangan Reformasi Ke Depan—50 Farouk Abdullah AlwyniTalahuf Siyasi Dalam Ekonomi Politik Islam—56 Mohd Syakir Mohd RosdiMasyarakat Ekonomi Asean, Bonus Demografi Dan Sumber Daya Manusia Indonesia—83 Abuzar Asra dan Subagio Dw.Ketidakadilan Moneter Pemicu Kekacauan Dan Redenominasi (Suatu Kajian Islam)—94 Asyari Hasan

Pembangunan Yang Berkelimpahan Berkah Filosofi Islam Tentang Pembangunan—106 Syahrul Efendi D.Dimensions Of Islamic Bank’s Corporate Governance Issues In Indonesia: Does Regulatory Framework Matter ?—113 Sigit PramonoInterview Dengan Sapto Waluyo Isu : Keamanan Dalam Negeri, Pembangunan Ekonomi, Dan Masa Depan Islam—125Interview Dengan Muzni Umar, Ph.D : Kemiskinan, Umat Islam Dan Pembangunan—134Kunjungan Dan Temu Ilmiah Tim Isdev-Universiti Sains Malaysia Kepada Cisfed—140

Page 4: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

Salam Redaksi

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur kepada Allah SWT, salawat dan salam kepada Rasulullah SAW. Selaku Pemimpin Redaksi, saya akan mengantarkan sajian Jurnal EkonomiKa edisi ini kepada pembaca semua.

Mengingat pesatnya perkembangan penerapan ekonomi syariah di Indonesia belakangan ini, sudah tentu perlu ditunjang dengan perkembangan pemikiran dan gagasan. Itu semua dalam rangka institusionalisasi ekonomi syariah berjalan seimbang dan makin kaya serta inovatif.

Seperti yang diketahui, perkembangan ekonomi syariah menunjukkan kemajuan yang signifikan. Namun agaknya cenderung terbatas pada wilayah finance. Ke depan, tidak menutup kemungkinan perkembangan ekonomi syariah akan merambah ke berbagai aspek. Itu karena ekonomi syariah tidak semata-mata option, tapi ia menawarkan satu paradigma alternatif dari ekonomi konvensional.

Jurnal EkonomiKa mempromosikan paradigma Islam dalam hal bagaimana isu keuangan dirumuskan dan dikembangkan secara islami, termasuk isu ekonomi dan pembangunan secara luas. Islam, selain memiliki khazanah ajaran yang kaya terhadap pengaturan ekonomi, juga tak bisa disangkal, pengalaman sejarahnya berabad-abad dalam mengatur peradaban umat manusia, menjadikannya tambang pemikiran peradaban, termasuk pemikiran ekonomi, yang tiada habis-habisnya.

Dengan demikian, kami berpikir, suatu saat kelak ekonomi syariah ataupun ekonomi Islam tidak hanya cekatan bicara keuangan, perbankan, asuransi, dsb, tapi juga handal bicara pembangunan dan ekonomi politik. Sebab, pada isu ekonomi politik itulah sebetulnya muara dari seluruh masalah perekonomian. Mengingat masalahnya seperti itu, kami mengisi hidangan jurnal EkonomiKa dengan isu-isu ekonomi politik dengan berbagai macam latar belakang pendidikan dan profesi para penulis.

Akhirnya kami berharap jurnal ini mendapat sambutan yang baik dari pembaca di tanah air maupun di luar negeri. Selamat membaca. (SED).

Page 5: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

5JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

PEMBANGUNAN NASIONAL DAN EKONOMI SYARIAH KESEJAHTERAAN YANG DIBERKAHI

Oleh: Dr. Abdullah Hehamahua

Ketika banyak negara di dunia dililit utang, kemiskinan, pengangguran, bahkan pemberontakan sampai terjadi di negara-negara maju seperti Eropa Barat dan Amerika

Serikat, para analis dan pengamat ekonomi, kebingungan. Akhirnya, sampailah mereka pada kesimpulan, ekonomi kapitalis, sosialis, ekonomi campuran, dan ekonomi sekuler lainnya, gagal mendatangkan kesejahteraan hakiki, kenyamanan, keamanan, dan kedamaian bagi masyarakat dunia, termasuk Indonesia. Dalam konteks ini, analis dan pengamat ekonomi yang cerdas dan berhati nurani, mulai melirik ekonomi Islam yang biasa disebut ekonomi syariah. Ditemukan, ekonomi syariah dapat menyelesaikan persoalan kesejahteraan manusia di muka bumi ini tanpa intimidasi, perbudakan, eksploitasi manusia terhadap manusia lain, bahkan tanpa kerusuhan dan peperangan. Sebab, ekonomi kapitalis, sosialis, ekonomi campuran, dan ekonomi sekuler lainnya (termasuk ekonomi Pancasila) memiliki pelbagai kelemahan, baik secara ideologis, moral maupun teknis aplikasinya sebagaimana dibahas secara garis besar di bab ini.

Pada waktu yang sama, tujuan kemerdekaan Indonesia sebagaimana tersurat dan tersirat dalam Mukadimah UUD 1945: lahirnya bangsa yang cerdas, sejahtera, aman dan damai serta turut mendorong terciptanya perdamaian dunia yang abadi, jauh dari harapan. Hal ini dibuktikan dengan kenyataandi lapangan, setelah 64 tahun merdeka, World Bank masih menemukan angka-angka seperti berikut: 49 persen penduduk Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan; 2/3 penduduk Indonesia mengkonsumsi makanan kurang dari 2.100 kalori per hari; 70 juta rakyat Indonesia setiap malam kegelapan tanpa listrik; 119 juta penduduk Indonesia belum memiliki akses terhadap air bersih; dan Penyediaan air bersih saat ini baru menjangkau 9 persen dari total penduduk Indonesia.1

Kondisi seperti di atas merupakan konsekwensi logis dari sentralisasi pembangunan selama 32 tahun, selain suburnya KKN. Oleh karena itu, salah satu tujuan reformasi adalah diterapkannya desentralisasi pembangunan melalui otonomi daerah sebagaimana diatur dalam UU No. 22/1999 yang diamandemen menjadi UU No. 32/2004 tentang otonomi daerah.

Setelah 10 tahun reformasi, desentralisasi pembangunan belum menunjukan hasil yang signifikan. Salah satu sebabnya, Pemda tidak memiliki cetak biru strategi pembangunan daerah yang benar dan komprehensif. Baik menyangkut SDM maupun program eksplorasi sumber daya alam yang ada di setiap kabupaten/kota.Wajar kalau sebagian besar daerah, baik kabupaten/kota asal maupun daerah pemekaran boleh dianggap gagal melaksanakan desentralisasi pembangunan. Namun, hakikat dari semua kegagalan selama ini, baik sejak orde lama, orde baru, maupun orde reformasi karena ideologi Islam tidak disertakan dalam setiap perencanaan pembangunan nasional, khususnya sistem ekonomi, baik di Bappenas, Kementerian Keuangan, Istana, maupun di DPR. Mereka hanya terpukau, bahkan mendewakan ekonomi kapitalis, sosialis, ekonomi campuran yang di dalamnya termasukekonomi Pancasila. Oleh karena itu, di bab ini, dikomunikasikan, apa, bagaimana, dan hubungan di antara ekonomi kapitalis, sosialis, campuran, ekonomi Pancasila, dan ekonomi Islam.

1  Hasil survey World Bank, 2009

Page 6: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

6 JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Pembangunan Nasional Dan Ekonomi Syariah Kesejahteraan Yang Diberkahi

A. EKONOMI KAPITALIS

Menurut Umar Chapra yang dikutip Abdul Manan,2 ekonomi kapitalis memiliki lima ciri, yakni:

a. Ekspansi kekayaan yang dipercepat dan produksi yang maksimal serta ”keinginan” (want) menurut pereferensi individu sebagai sangat esensial bagi kesejahteraan manusia;

b. Kebebasan individu yang tidak terhambat dalam mengaktualisasi kepentingan diri sendiri dan kepemilikan atau pengelolaan kekayaan pribadi sebagai suatu hal yang sangat penting bagi inisiatif individu;

c. Inisiatif individu ditambah dengan pembuatan keputusan yang terdesentralisasi dalam suatu pasar yang kompetitif sebagai syarat utama untuk mewujudkan efisiensi optimum dalam alokasi sumber daya;

d. Tidak mengakui pentingnya peran pemerintah atau penilaian kolektif, baik dalam efisiensi alokatif maupun pemerataan distribusi;

e. Mengklaim, melayani kepentingan diri sendiri oleh setiap individu secara otomatis melayani kepentingan sosial kolektif.

Berdasarkan ciri-ciri di atas, Abdul Manan berpendapat, ekonomi kapitalis merupakan sistem ekonomi yang bersandar atas kebebasan dalam melakukan kegiatan ekonomi yang meliputi kebebasan dalam melakukan kepemilikan, transaksi, produksi, penentuan upah dan harga, konsumsi serta kebebasan untuk menasarufkan income dan kekayaan. Semua kesepakatan yang ada berdasarkan mekanisme pasar bebas yang membentuknya, dengan tujuan meraih keuntungan materi bagi pihak yang terlibat dalam transaksi. Langkah yang menonjol ditempuh kapitalisme dalam menghadapi revolusi industri adalah menciptakan kondusivitas dalam perkembangan sektor industri, kawasan industri, dan kongsi dagang serta lembaga keuangan dan perbankan.

Berdasarkan ciri-ciri ekonomi kapitalis tersebut, hampir di seluruh dunia, dilakukan proses pembangunan dengan metode-metode sebagai berikut:

1. Pembangunan Ekonomi Karena Tuntutan Manusia

Pada abad ke-20, setelah begitu lama ekonomi kapitalis diterapkan, timbul pertanyaan, mengapa tingkat perkembangan di banyak negara tidak sepertiyang diharapkan. Itulah sebabnya – menurut ekonom Barat - penyelidikan tentang pembangunan ekonomi menjadi penting. Selain itu, ada fakta lain yang memengaruhi mereka, antara lain:

1) Enampuluh tujuh persen penduduk dunia hanya menerima kurang dari tujuh belas persen pendapatan dunia.

2) Adanya perbedaan tingkat hidup antara negara yang satu dengan yang lain, dan perbedaan ini semakin besar.

2 Abdul Manan. Hukum Ekonomi Syariah. Jakarta: Kencana Prenadanamedia Group, 2012,

Page 7: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

7JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Pembangunan Nasional Dan Ekonomi Syariah Kesejahteraan Yang Diberkahi

Alasan, mengapa negara maju memerhatikan pembangunan di negara sedang berkembang adalah:

a. Alasan politis, yaitu untuk mencegah masuknya pengaruh dari bloklain;

b. Alasan ekonomis, yaitu untuk memperluas perdagangan internasionalnya;

c. Alasan perikemanusiaan

Beberapa hal yang perlu diketahui berkaitan dengan masalah pembangunan ekonomi – masih menurut ekonom Barat -, antara lain:

a. Pembangunan ekonomi, tidak saja merupakan usaha negara-negara yang relatifsudahberkembang, tetapi juga usaha-usaha dari negara-negara yangsudah berkembang;

b. Pembangunan ekonomi adalah usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup suatu bangsa yang ini seringkali diukur dengan tinggi rendahnya pendapatan riil per kapita. Jadi tujuan pembangunan ekonomi yang diajarkan di bangku kuliah adalah selain meningkatkan pendapatan nasional riel, juga meningkatkan produktivitas. Sedangkan ekonomi pembangunan adalah ilmu yang memelajari pembangunan ekonomi, tidak saja menggambarkan jalannya perkembangan ekonomi, tetapi juga menganalisis hubungan sebab akibat dari faktor-faktor perkembangan tersebut.

Todaro misalnya, mendefinisikan pembangunan ekonomi sebagai suatu proses multi dimensional yang mencakup perubahan struktural, sikap hidup dan kelembagaan, selain masalah peningkatan pertumbuhan ekonomi, pengurangan ketidak-merataan distribusi dan pemberantasan kemiskinan;

c. Secara teoritis – sebagaimana diajarkan di univeritas - ada dua faktor yang memengaruhi perkembangan ekonomi suatu negeri: faktor ekonomi dan non-ekonomi (sistem hukum, pendidikan, kesehatan, agama, pemerintahan, dan sebagainya). Namun, selain masalah teori, perkembangan ekonomi juga perlu ditinjau dari segi sejarah, terutama mengenai tahapan-tahapan perkembangan tersebut. Selain itu, dibicarakan pula tentang masalah-masalah kebijakan di mana kebijakan bagi suatu negara tertentu belum tentu bisa diterapkan di negara lain;

d. Dalam pertumbuhan ekonomi, terdapat lebih banyak output, dan ada perkembangan atau pembangunan ekonomi. Bahkan, tidak hanya terdapat lebih banyak output, tetapi juga perubahan-perubahan dalam kelembagaan dan pengetahuan teknik dalam menghasilkan output yang lebih banyak itu. Pertumbuhan dapat meliputi penggunaan lebih banyak input dan lebih efisien, yaitu adanya kenaikan output per satuan input. Dengan perkataan lain, setiap kesatuan input dapat menghasilkan output yang lebih banyak;

e. Pembangunan/perkembangan ekonomi menunjukkan perubahan-perubahan dalam struktur output dan alokasi input pada berbagai sektor perekonomian di samping kenaikan output. Jadi pada umumnya, ”pembangunan/perkembangan” selalu dibarengi dengan ”pertumbuhan”, tetapi ”pertumbuhan” belum tentu disertai dengan ”pembangunan/perkembangan”. Tetapi di tingkat permulaan, mungkin pembangunan ekonomi selalu dibarengi dengan pertumbuhan, dan sebaliknya.

Page 8: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

8 JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Pembangunan Nasional Dan Ekonomi Syariah Kesejahteraan Yang Diberkahi

2. Ciri Negara Sedang Berkembang

Sistem ekonomi nonsyariah apa pun yang diterapkan, baik ekonomi kapitalis, sosialis, maupun ekonomi campuran, ciri-ciri negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia, sama. Ciri-ciri tersebut antara lain:

a. Terdapat masyarakat miskin hampir di setiap daerah di suatu negara;

b. Banyak pengemis ditemukan di kota, baik ibu kota negara, provinsi, kabupaten, bahkan di tingkat kecamatan;

c. Orang-orang desa hidup di bawah standar minimal;

d. Jarang ada pabrik karena menyangkut kesediaan energi;

e. Jalan raya, kereta api dan pranata pemerintah terbatas;

f. Rumah sakit dan lembaga pendidikan terbatas;

g. Banyak penduduk yang masih buta huruf;

h. Hanya ada bebarapa orang yang kaya;

i. Kegiatan ekspor khusus produk pertanian dilakukan oleh agensi asing;

j. Sistem perbankan tidak maju. Sistem peminjaman uang melalui sistem riba dan lintah darat.

3. Aspek-aspek Kemiskinan

Ciri-ciri negara sedang berkembang yang disebutkan di atas, penyebab utamanya, kemiskinan. Kemiskinan di sini dalam artian manusia memiliki sedikit makanan dan pakaian. Oleh karena itu, Baldwin & Meier mengemukakan enam sifat ekonomis yang terdapat di negara-negara miskin atau sedang berkembang, yaitu:

1) Produsen Barang-barang Primer

Negara sedang berkembang pada umumnya mempunyai struktur produksi yang terdiri dari bahan dasar dan bahan makanan. Sebagian besar penduduk bekerja di sektor pertanian, dan sebagian besar penghasilan nasional berasal dari sektor pertanian dan produksi primer non pertanian. Hanya sebagian kecil penduduk yang bekerja di sektor produksi sekunder dan produksi tersier.

Pada umumnya penduduk di negara sedang berkembang yang bekerja di sektor produksi primer meliputi lebih dari 60 persen. Di sektor produksi sekunder, kurang dari 20 persen, sedangkan di sektor produksi tersier kurang lebih 20 persen.

2) Masalah Tekanan Penduduk

Ketidakseimbangan di antara jumlah penduduk dan penghasilan, mengakibatkan negara-negara sekuler yang menjalankan ekonomi nonsyariah, melihat kepadatan penduduk sebagai suatu tekanan ekonomi. Oleh karena itu, ciri negara miskin menurut pakar ekonomi nonsyariah dalam kaitannya dengan tekanan penduduk, antara lain:

Page 9: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

9JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Pembangunan Nasional Dan Ekonomi Syariah Kesejahteraan Yang Diberkahi

a. Adanya pengangguran di desa-desa;

b. Kenaikan jumlah penduduk yang pesat;

c. Tingkat kelahiran yang tinggi tersebut menyebabkan makin besar jumlah anak-anak yang menjadi tanggungan orang tua, sehingga menurunkan tingkat konsumsi rata-rata. Hal ini dikarenakan tingkat produksi yang relatif tetap dan rendah.

3) Sumber Alam Belum Banyak Diolah

Di negara-negara sedang berkembang, sumber-sumber alam belum banyak dieksplorasi atau pun tidak optimal eksplorasinya, sehingga masih bersifat potensial. Sumber-sumber alam ini belum dapat menjadi sumber-sumber yang riil karena kekurangan kapital, tenaga ahli dan semangat wiraswasta.

4) Penduduk Masih Terbelakang

Secara ekonomi, penduduk di negara-negara sedang berkembang relative masih terbelakang. Artinya, kualitas penduduknya sebagai faktor produksi yang kurang efisien, kurang dinamisdalam pekerjaan, baik secara vertikal maupun horizontal.

5) Kekurangan Modal

Kekurangan modal disebabkan rendahnya tingkat investasi. Rendahnya tingkat investasi dikarenakan lemahnya kondisi tabungan sebagai akibat dari minimnya tingkat penghasilan. Terbatasnya penghasilan karena tingkat produktivitas yang rendah daripada tenaga kerja, sumber daya alam, tanah dan kapital.

6) Orientasi ke Perdagangan Luar Negeri

Perbedaan di antara negara-negara sedang berkembang dengan negara-negara yang sudah berkembang dalam hal perdagangan luar negeri adalah:

a. Barang-barang yang diperdagangkan negara-negara sedang berkembang adalah barang-barang produksi primer, bahkan hampir seluruhnya untuk diekspor. Ini antara lain disebabkan negara-negara tersebut tidak mampu mengolah hasil-hasil produksi primer tersebut menjadi komoditi yang lebih berguna;

b. Barang-barang yang diperdagangkan negara-negara berkembang adalah barang-barang produksi primer disebabkan surplus dalam negeri diikuti dengan perdaganganproduksi jasa, produksi sekunder dan tertier.

4. Manfaat Pembangunan Ekonomi

Menurut buku-buku teks Barat, dengan adanya pembangunan ekonomi, output atau kekayaan suatu masyarakat atau perekonomian akan bertambah. Di samping itu, kebahagiaan penduduk meningkat karena pembangunan ekonomi tersebut menambah kesempatan untuk mengadakan pilihan yang lebih luas.

Masalahnya, apakah pertambahan kekayaan seseorang membuat dia menjadi bahagia, memiliki rasa aman dan tenang. Atau sebaliknya, justru seseorang tidak merasa tenang dengan

Page 10: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

10 JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Pembangunan Nasional Dan Ekonomi Syariah Kesejahteraan Yang Diberkahi

adanya penambahan kekayaan, karena harus menghadapi masalah keterbatasan energi, problem lingkungan hidup, dan penghematan penggunaan sumber daya alam. Jadi, tidak ada bedanya di antara manusia dan kerbau dalam menikmati hasil pembangunan. Mungkin perbedaaannya, manusia memeroleh fasilitas untuk lebih adaptip atau progresif dalam mengantisipasi keadan dan lingkungannya. Khusus di Indonesia, Penyelenggaran Negara, baik pejabat eksekutif, legislatif, maupun yudikatif yang ditahan lembaga penegak hukum adalah mereka yang memeroleh gaji di atas lima puluh juta rupiah sebulan. Mereka memiliki rumah dan mobil mewah lebih dari satu dan simpanan dan deposito di bank, bermilyar-milyar rupiah. Fakta ini membuktikan kegagalan ekonomi kapitalis yang mengajarkan, manusia bahagia dengan harta dan uang yang banyak.

Dalam kehidupan tradisonal, masyarakat hidup dalam budaya pertanian dan peternakan. Mereka bekerja hanya untuk memenuhi keperluan mereka sehari-hari. Oleh karena itu, di negara-negara sedang berkembang, 60 persen rakyatnya adalah petani, sedangkan di AS, hanya 10 persen rakyatnya menjadi petani. Oleh karena itu, seorang petani Amerika dapat memberi makan 70 orang, sedangkan seorang petani Rusia hanya bisa memberi makan sepuluh orang. DiInggeris,seorang petani dapat memenuhi keperluan asupan makanan 62 orang warga negara, sedangkan di Jerman dan Perancis, angkanya menurun, yaitu sebanyak 37dan36 orang.

Jika di negara sedang berkembang, hasil produksi hanya cukup untuk keperluan dalam negeri, di negara maju, banyak kelebihan produksi yang digunakan untuk komoditi ekspor. Dengan demikian, rakyat memiliki kesempatan untuk memeroleh alat pemuas dan kenikmatan. Dampaknya:

a. Perempuan memiliki kesempatan yang sama dengan lelaki dalam status soial dan pemilihan pekerjaan;

b. Kesempatan untuk membantu orang lain yang kekurangan.

5. Dampak Pembangunan Ekonomi Non-syariah

Apa yang dilakukan para pakar ekonomi kapitalis, baik secara teoritis maupun program dan kegiatan pembangunan nasional di masing-masing negara, menunjukkan pelbagai kelemahan dan dampak negatif. Hal ini, menurut Said Sa’ad Marthon dalam Abdul Manan, seiring dengan perubahan zaman dan pertumbuhan ekonomi sebagai dampak revolusi industri, sistem ekonomi kapitalis semakin dihadapkan pelbagai kelemahan dalam sistem operasional. Dengan demikian, ekonomi kapitalis tidak mampu menjawab semua tantangan ekonomi yang terjadi saat ini. Sistem ekonomi kapitalis tidak mampu menanggulangi ekses revolusi industri terhadap aspek ekonomi, sosial, dan kemasyarakatan tanpa adanya intervensi pemerintah.

Dalam kondisi seperti inilah kapitalisme memerlukan peran pemerintah sebagai intermediasi roda perekonomian. Justeru hal ini merupakan faktor utama dari eksistensi kapitalisme sampai saat ini. Bahkan, perkembangan politik dan ekonomi yang terjadi di Eropa setelah Perang Dunia I dan II, menyebabkan ekonomi kapitalis kehilangan kendali dalam merealisasikan kesejateraan masyarakat.

Amerika Serikat selaku pelopor dari sistem ekonomi kapitalis telah menjadi korban dari sistem yang dibuatnya sendiri. Separuh dari kekayaan dan keuntungan dari sebanyak 200.420 unit perusahaan industri telah dikuasai oleh hanya 102 unit perusahaan industri raksasa. Distribusi kemakmuran antarnegara bagian juga tidak merata di mana negara di sebelah timur jauh lebih kaya dibanding dengan negara bagian barat dan kepulauan. Akibat dari semua itu,

Page 11: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

11JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Pembangunan Nasional Dan Ekonomi Syariah Kesejahteraan Yang Diberkahi

neraca pembayaran Amerika Serikat menjadi terganggu dan terpaksa melepaskan perdagangan bebasnya dengan cara mengadakan kuota dari tarif terhadap perdagangan luar negerinya.

Dari penomena dan kelemahan ekonomi kapitalis seperti disinggung di atas, menurut Prof. Halm yang dikutip Abdul Manan, ada empat indikator penting yang biasa digunakan untuk menyerang ekonomi kapitalis, yakni: Pertama, distribusi kekayaan dan pendapatan yang tidak merata di mana ketidakmerataan yang demikian menyebabkan ketidakmerataan dalam kekuasaan ekonomi dan politik. Kedua, sistem ini dianggap kurang produktif dibandingkan sistem kolektif yang dapat merencanakan pembangunan dengan cermat. Ketiga, sistem kapitalis tidak cukup kompetitif. Motif mencari laba dan perjuangan yang kompetitif bersama dengan teknologi modern, menyebabkan kecenderungan monopoli yang tampaknya melanggar filsafat ekonomi kapitalis sendiri. Keempat, sistem kapitalis tidak selalu mempertahankan tingkat kesempatan kerja yang tinggi.

Prinsip ekonomi kapitalis, dengan modal yang sedikit menghasilkan keuntungan yang sebesar-besarnya, maka kondisi yang ditemukan dalam pembangunan ekonomi antara lain:

a. Harus bersifat efisien;

b. Harus efektif;

c. Produktivitas meningkat

Dalam konteks ini, dampak negatif dari pembangunan ekonomi kapitalis dan sosialis antara lain:

a. Sifat individualistis subur dalam masyarakat;

b. Kehidupan hedonistis merajai pola budaya masyarakat;

c. Dekadensi moral melanda hampir seluruh komponen masyarakat, termasuk remaja;

d. Semangat gotong royong anggota masyarakat, menurun.

Dengan demikian, dapat disimpulkan, ekonomi kapitalis gagal mengsejahterakan masyarakat, bahkan sebaliknya, membuat negara-negara sekutunya dililit utang dan dekadensi moral, bahkan penuh kerusuhan dan pergolakan internal negara-negara tersebut. Tidak ada pilihan lain, menurut saya, pimpinan dunia, khususnya elit politik, legislator, eksekutif, dan cendekiawan di Indonesia, ikhlas menerapkan sistem ekonomi syariah, ekonomi Islam yang membawa keberkahan.

B. EKONOMI SOSIALIS

Seperti diketahui, ekonomi sosialis lahir sebagai reaksi terhadap ekonomi kapitalis. Sebab, ia dinilai, tidak mengsejahterakan masyarakat karena hanya mengutamakan kepentingan golongan kapital. Ide ini digagas oleh partai demokrat sosialis di Inggeris yang kemudian memeroleh sambutan positif di negara-negara Eropa Timur seperti: Polandia, Yugoslafia, dan Hongaria. Menurut para pakar yang pendapatnya dikutip Abdul Manan, ekonomi sosialis ini yang memicu lahirnya ekonomi komunisme yang dipraktikkan setelah revolusi Rusia (1917).Namun, sistem ini tidak bertahan lama karena ketika Alexander Kerensky berkuasa, sistem

Page 12: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

12 JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Pembangunan Nasional Dan Ekonomi Syariah Kesejahteraan Yang Diberkahi

ekonomi komunis ini diganti dengan ekonomi sosialis demokrat. Sebab, sistem ekonomi komunis dianggap tidak efektif dan sangat sulit dalam aplikasinya.

Menurut Ensyclopedia Britannica yang dikutip Abdul Manan, ekonomi sosialis adalah kebijakan atau teori yang bertujuan untuk memeroleh suatu distribusi yang lebih baik dengan tindakan otoritas demokratis pusat, kepadanya perolehan produksi kekayaan yang lebih baik daripada yang sekarang berlaku sebagaimana mestinya diarahkan.Sedangkan menurut Sa’ad Marthon, yang dimaksud ekonomi sosialis adalah kebijakan ekonomi yang lebih mengutamakan kesejahteraan masyarakat umum daripada kesejahteraan pribadi. Sistem ini berprinsip tentang urgensi pemerintah dalam perekonomian di mana tidak diakui adanya kepemilikan individu. Resources dan semua faktor produksi seperti tanah, industri, dan infrastruktur yang ada merupakan hak kepemilikan negara. Bahkan segala kebijakan dan perencanaan tentang stabilitas perekonomian ditentukan sepenuhnya oleh pemerintah atau negara.

Sejalan dengan definisi tersebut, dengan sedikit penambahan, Joad yang dikutip Abdul Manan mengatakan, inti ekonomi sosialis terletak dalam beberapa hal, yakni: Pertama, penghapusan milik pribadi atas alat produksi, dan hal ini akan diganti oleh pemerintah atau negara dalam hal pengawasan atas industri dan pelayanan utama. Kedua, sifat dan luasnya industri dan produksi mengabdi kepada kebutuhan sosial dan bukan kepada motif laba. Ketiga, dalam kapitalisme, daya penggerak adalah keuntungan pribadi sedangkan dalam sistem ekonomi sosialis, motif bukan di keuntungan pribadi tetapi lebih ditekankan kepada motif kepentingan pelayanan sosial.

Dalam konteks ini, Abdul Manan mengatakan, kebanyakan orang sosialis mengharapkan gaji yang berbeda-beda sesuai dengan produktivitas pekerja sehingga ada selisih gaji yang dapat mendorong masyarakat untuk mengembangkan keterampilannya dan berusaha untuk bekerja lebih tekun demi kepentingan bersama. Golongan sosialis yakin, dalam sistem ekonomi sosialis, terdapat semangat kerjasama dan pelayanan yang sangat baik untuk mencapai kemakmuran bersama. Sebab, di sini tidak ada lagi persaingan sebagaimana yang terdapat di ekonomi kapitalis. Justru yang ada adalah norma moralitas dan etika yang baru.

Menariknya, sistem ekonomi sosialis – masih menurut Abdul Manan - dibangun di atas tiga pilar utama: marxis, market, dan democratic sekalipun ada pula varian pecahan yang lain, tetapi tidak signifikan. Selanjutnya dikatakan, hampir semua tokoh pendiri ekonomi sosialis mempunyai kritik yang sama terhadap ekonomi kapitalis. Menurut mereka, pasar bebas yang diagung-agungkan ekonomi kapitalis, dalam pelaksanaannya, tidak dapat dikontrol dengan baik. Akibatnya, alokasi sumber daya selalu memihak orang-orang kaya dan memperpanjang ketidakadilan serta timbulya kesenjangan dalam pendapatan dan kekayaan.

Sistem ekonomi sosialis, menurut mimpi para pengagasnya, lahir suatu masa depan yang sebagian besar rakyat biasa mengambil kendali kekuasaan, baik secara paksa maupun demokratis dari tangan kaum kapitalis. Mereka ingin menciptakan suatu masyarakat yang demokratis dan egaliter, bebas dari konflik kelas dan didasar atas perencanaan komprehensif dan kontrol publik terhadap sarana-sarana produksi. Kritik terhadap agama merupakan fondasi dari semua yang dilakukannya di mana mereka membangun ideologi yang berbau sekuler dan anti agama, bahkan berperilaku ateis.

Kenyataannya, lain teori, lain di lapangan. Sebab, sama dengan ekonomi kapitalis, ekonomi

Page 13: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

13JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Pembangunan Nasional Dan Ekonomi Syariah Kesejahteraan Yang Diberkahi

sosialis juga mengalami kendala bahkan kegagalan. Hal ini dibuktikan dengan adanya unjuk rasa atau mogok kerja yang dilakukan pekerja yang menuntut kenaikan gaji atau kebebasan dari tekanan penguasa (majikan) suatu perusahaan dan juga dari negara. Menurut Abdul Manan, persoalan yang selalu menghantui ekonomi sosialis adalah peningkatan produktivitas, neraca pembayaran internasional serta nilai inflasi yang sampai sekarang belum terselesaikan. Sebab, sistem ekonomi sosialis yang dibangun Marx beserta rekan-rekannya banyak terjadi kendala dalam pelaksanaannya, maka Lenin ketika berkuasa mengambil kebijaksanaan yang berbau kapitalis yang sering disebut dengan ”step backward in order to take two steps ahead.”

Kebijaksanaan kapitalis yang diambil Lenin, antaranya memperluas lembaga perbankan dan kebijaksanaan dalam bidang monoter sehingga modal asing dapat masuk. Bahkan, tenaga ahli dari negara kapitalis diminta bantuannya untuk menangani industri berat sehingga pasar yang terdesentralisasi dalam suatu pasar kompetitif sebagai suatu hal yang sangat penting bagi insentif individu. Impian golongan sosialis untuk menciptakan sebuah masyarakat egaliterian yang penuh persaudaraan tanpa ada upah, tanpa kelas sosial, dan akhirnya tanpa negara, tetap tidak terwujud. Kaum buruh masih saja tetap sebagai penerima upah dengan kebebasan bergerak yang sempit. Kelas sosial juga masih tetap ada tanpa perubahan yang signifikan. Diktator proletar tidak dapat diwujudkan dan lenyapnya negara juga belum dapat dilihat, malah kekuasaan negara semakin kuat dan penuh kuasa. Dengan kata lain, ekonomi sosialis yang dibangun atas dasar ketidakpuasan dengan praktik ekonomi kapitalis juga tidak dapat diharapkan sebagai sistem ekonomi yang baik masa kini. Hal ini disebabkan bekerjanya sistem ini tidak seirama dengan falsafah yang mendasarinya, dan sasaran yang ditetapkan saling bertentangan satu sama lain. Bahkan, ia condong pada lahirnya dialektika kebencian, konflik, dan eliminasi yang mendorong semua hasil produksi kepada segelintir orang. Sistem ekonomi sosialis sebenarnya tidak memiliki keteladan sejak awal berdirinya sebagaimana yang disebutkan kebanyakan orang.

C. EKONOMI CAMPURAN

Sebagian manusia, khususnya golongan Yahudi, Nasrani, dan Muslim sekuler, begitu alerginya terhadap Islam sehingga sekalipun mengetahui ekonomi kapitalis dan sosialis, sudah gagal, mereka tidak mau mengakui kelebihan sistem ekonomi Islam. Ada pula di antara mereka yang menyakini kebenaran Islam, tetapi malu mengakuinya sekalipun barangkali mereka melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, mengapa di Indonesia ada Demokrasi Pancasila, Ekonomi Pancasila, Pendidikan Pancasila, Keluarga Pancasila, bahkan ada pula Pelacur Pancasila.3

Dalam konteks ini, diperkenalkan sistem ekonomi campuran yang oleh Abdul Manan disebutkan sebagai campuran di antara sebagian subsistem kapitalis, subsistem sosialis dengan subsistem negara setempat. Menurutnya, dalam pencampuran sistem ini, akan muncul berbagai kemungkinan, yakni akan timbul kelompok kepatalis birokrat atau pun sosialis birokrat. Atau pun muncul pula sosiokapitalis birokrat.

Dalam praktik, sistem ekonomi ini – sistem ekonomi campuran - bertambah tidak efisien dan semakin merosotnya kesejahteraan masyarakat golongan menengah ke bawah. Pada

3 Pada masa orde baru, di beberapa tempat dilaksanakanmusabaqah tilawatul Qur’an antar pelacur(PSK). Inilah yang saya maksudkan dengan Pelacur Pancasila.

Page 14: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

14 JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Pembangunan Nasional Dan Ekonomi Syariah Kesejahteraan Yang Diberkahi

umumnya, yang menganut sistem ekonomi campuran adalah negara-negara berkembang yang tidak bersedia menganut secara total sistem ekonomi kapitalis, ekonomi sosialis atau ekonomi syariah.

Sesuai dengan ketentuan Allah swt, setiap kebatilan akan hancur, tanpa peduli, siapa pelakunya dan di mana pun kebatilan itu terjadi di belahan bumi ini. Oleh karena itu, sama dengan ekonomi kapitalis dan ekonomi sosialis, ekonomi campuran ini juga mengalami kegagalan. Sebab, sistem ini tidak dibangun di atas prinsip-prinsip ekonomi yang kuat karena dalam praktiknya, ia selalu berubah-ubah, mengikuti fluktualisasi perkembangan sistem ekonomi yang lain. Inflasi yang berkepanjangan yang melanda negara-negara berkembang, mengakibatkan biaya hidup menjadi tinggi dan mengakibatkan banyak timbul pergolakan dan pemogokan kaum buruh. Ternyata, belum ditemukan solusi terbaik oleh sistem ekonomi capuran untuk mengatasi masalah-masalah tersebut di atas. Sistem ekonomi campuran ini dalam kegiatannya cenderung ke arah sekuler dan mencari profit semata tanpa memerhatikan nilai-nilai spiritual.

Disebabkan ekonomi campuran tidak dapat memberi jalan keluar terhadap kemelut ekonomi dunia dewasa ini, maka menurut Abdul Manan, beberapa negara telah mengambil jalan sendiri yang berbeda-beda dengan mengadakan kerjasama ekonomi regional. Misalnya negara Indochina yang meliputi Kamboja, Laos, dan Vietnam menjurus ke arah perilaku ”ekonomi ke-budhaan” yang lebih bersifat sederhana. Negara-negara Eropa telah menjurus ke satu kesatuan kebijaksanaan dan bahkan telah mengarah ke kesatuan mata uang. Jepang, Korea, dan Taiwan telah muncul sebagai negara industri baru di Asia Timur Jauh. Ketiga negara ini lebih mengandalkan tenaga kerja yang ahli dan terampil dalam membangun ekonominya. Iran, Pakistan, dan Malaysia lebih mengarah ke sistem ekonomi Islam untuk keluar dari segala masalah ekonomi yang dihadapinya.

Menurut Suroso Imam Zadjuli dalam Abdul Manan, penyebab kegagalan ketiga sistem ekonomi tersebut – kapitalis, sosialis, dan ekonomi campuran – antara lain: Pertama, terdapat perang tarif, proteksi maupun kuota antarnegara. Kedua, kebebasan penanaman modal tidak terdapat lagi karena mobilisasi dana antarnegara selalu terkait dengan sistem ekonomi maupun politik dari negara pemilik dana. Ketiga, cepatnya keausan teknologi maupun semakin pendeknya umur teknik dari suatu peralatan sebab telah out of date serta tersisih oleh teknologi yang lebih canggih. Keempat, pengangguran struktural yang sulit diatasi dengan segera. Kelima, ketidakmampuan pemerintah atau para teknorat ekonomi dalam menguasai ekonomi makro secara terintegritasi sehingga banyak sasaran yang tidak dapat dicapai yang hanya menimbulkan pemborosan. Keenam, perubahan nilai tukar antarnegara atau perbedaan kurs antarmata uang, menimbulkan permasalahan sendiri dalam hubungan ekonomi internasional. Ketujuh, banyak negara yang ingkar janji dalam membayar utangnya, terutama negara-negara di Amerika Latin seperti Meksiko, Argentina, dan Panama. Bahkan, Amerika Serikat dan Perancis membekukan assetIran, Irak, dan Libia tanpa alasan yang jelas. Kedelapan, semakin bergeser tata nilai untuk mengukur keberhasilan pembangunan dalam suatu negara yang meliputi Gross National Product (GNP), Measures of Economic Welfare (MEW), Net Natural Welfare (NNW), Physical Quality of Life Indicator (POLI), Basic Human Need (BHN), dan Zero Environmental Impact (ZAI).

Kegagalan ketiga sistem ekonomi tersebut, menurut Abdul Manan, membawa angin baru dalam pembangunan ekonomi yang bernuansa Islam. Sebab, ekonomi Islam merupakan

Page 15: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

15JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Pembangunan Nasional Dan Ekonomi Syariah Kesejahteraan Yang Diberkahi

sistem ekonomi yang mandiri, bukan diadopsi dari ekonomi liberal, kapitalis, komunis, dan sebagainya. Motif ekonomi Islam adalah mencari keberuntungan di dunia dan akhirat dengan jalan beribadah dalam arti yang luas.Sistem ekonomi Islam cukup berjaya dalam menyelesaikan segala masalah ekonomi dunia pada abad pertengahan. Kini, potensi yang hilang ini mulai dibangun kembali.

D. EKONOMI PANCASILA, EKONOMI CAMPURAN?

Jika diamati dengan cermat, pembangunan nasional di Indonesia, termasuk sistem ekonominya merupakan sistem ekonomi campuran. Hal itu dimulai pada masa orde baru dan dilanjutkan pada orde reformasi dengan beberapa penyempurnaan seperti dijelaskan berikut.

1. Sejarah Desentralisasi

Perdebatan di antara Bung Karno dan Bung Hatta mengenai skala prioritas pembangunan berakhir dengan mundurnya Bung Hatta sebagai Wakil Presiden. Hal ini disebabkan masalah prinsip di mana Bung Hatta menginginkan pendidikan sebagai panglima pembangunan. Sebaliknya, Bung Karno menginginkan politik sebagai panglima pembangunan nasional. Akhirnya Bung Karno dengan gagasan politik sebagai panglima membawa Indonesia ke tragedi Lubang Buaya.

Soeharto sebagai seorang jenderal, menganggap politik sebagai kejahatan (dengan merujuk peristiwa G.30.S/PKI), sehingga ekonomi dijadikan sebagai panglima pembangunan. Strateginya, memperbesar kueh nasional, barulah dilakukan pemerataan kekayaan bagi seluruh rakyat Indonesia. Kenyataannya, selama 32 tahun orde baru, kekayaan nasional dikuasai hanya oleh beberapa orang konglomerat yang berada di Jakarta. Pembangunan di wilayah Indonesia Tengah dan Indonesia Timur tertinggal jauh dibanding di wilayah Indonesia Barat, khususnya di pulau Jawa. Tidak heran, ketika reformasi, kerusuhan terjadi di mana-mana, khususnya di Maluku, Maluku Utara, Sulawesi Tengah dan Papua disebabkan ketidakadilan ekonomi di samping adanya korupsi oleh aparat Pemda setempat.4

Setelah musibah nasional 1997, anggota MPR dalam Sidang Umum Istimewa MPR 1998 berpendapat, tragedi tersebut disebabkan kekuasaan berada di satu tangan, yaitu Soeharto. Agar musibah tersebut tidak terulang lagi, sidang MPR memutuskan, kekuasaan tidak boleh lagi berada di satu tangan, tetapi harus diserahkan kepada seluruh komponen bangsa. Salah satu putusan strategis adalah pelaksanaan desentralisasi pembangunan dengan terbitnya UU No. 22/1999 tentang otonomi daerah. UU ini kemudian disusul dengan UU No. 25/1999 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah sebagai upaya menyukseskan program desentralisasi tersebut.

Sayangnya, pemerintah pusat lamban dalam menerbitkan PP tentang pelaksanaan UU No. 22/1999 sehingga aparat pelaksana di tingkat daerah, baik eksekutif maupun legislatif tidak memiliki wawasan yang jelas tentang bagaimana pelaksanaan otonomi tersebut. Akibatnya, pada tahun 2004, UU tersebut diamandemen menjadi UU No. 32/2004. Pada waktu yang sama,

4  Hasil penelitian oleh Pokja Maluku (di mana saya termasuk di dalamnya) tentang akar permasala-han terjadinya kerusuhan di sana, antara lain karena terjadinya korupsi yang dilakukan oleh aparat Pemda.

Page 16: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

16 JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Pembangunan Nasional Dan Ekonomi Syariah Kesejahteraan Yang Diberkahi

UU No. 25/1999 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah juga diamandemen menjadi UU No. 33/2004 tentang desentralisasi fiskal. Disebabkan amandemen tersebut, khususnya UU No. 32/2004, lebih bersifat politis ketimbang pertimbangan ilmiah. Sebab, amandemen UU No. 22/1999 dilakukan tanpa penelitian yang serius. Akibatnya, UU yang baru ini pun (UU No. 32/2004) melahirkan banyak masalah, antara lain: Lahir raja-raja kecil di mana bupati/walikota bisa langsung ke pusat atau berhubungan dengan pihak asing karena tidak merasa sebagai bawahan gubernur; Lahirnya desentralisasi korupsi secara signifikan di daerah.

2. Fungsi, Peran dan Manfaat Desentralisasi

Pengertian Otonomi DaerahOtonomi daerah menurut UU No. 32/2004 tentang Pembangunan Daerah adalah “hak,

wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.” Dari rumusan undang-undang tersebut, dapat disebutkan, kebijakan, program, dan anggaran pembangunan daerah yang sebelum ini ditentukan pemerintah pusat, dialihkan sepenuhnya kepada pemerintah daerah.

Tragisnya, implementasi otonomisasi di daerah telah membuat pemerintah daerah terjangkiti penyakit eforia dalam melaksanakan segala aktivitas ekonomi di daerahnya sehingga berdampak pada tidak terintegrasinya pengentasan pengangguran dan kemiskinan. Halini terutama disebabkan kebijakan pemerintah pusat dan program sektoral yang belum responsif terhadap penciptaan lapangan kerja dan pengentasan kemiskinan.

Memerhatikan sistem ekonomi yang diterapkan di Indonesia, khususnya melalui otonomisasi daerah, saya menilai, sistem ini tergolong ekonomi campuran. Sebab, falsafah ekonomi kapitalis dan ekonomi sosialis ditemukan dalam pembangunan nasional, khususnya otonomisasi melalui desentralisasi pembangunan.

Jika pada masa orde baru, perencanaan pembangunan daerah ditentukan pemerintah pusat, dalam era reformasi, Pemda sendiri yang merancang pembangunan daerahnya. Dengan demikian, fungsi desentralisasi adalah penentuan kebijakan pembangunan daerah, dilaksanakan aparat penyelenggara pemerintahan daerah sendiri, yakni eksekutif dan legislatif di daerah bersangkutan. Tidak kalah penting, desentralisasi adalah kewenangan yang diberikan kepada Pemda untuk mengelola APBD-nya. Dengan demikian, desentralisasi berperan dalam mendorong putra daerah untuk secara serius dan profesional, mengeksplorasi potensi daerahnya sehingga bisa dinikmati sendiri oleh rakyat di daerah tersebut. Dengan fungsi dan peran seperti itu, desentralisasi memberi manfaat bagi rakyat di daerah dalam proses percepatan pembangunan daerah karena:

1. Putusan yang cepat bisa diambil;

2. Biaya operasional lebih kecil dibanding apa yang terjadi pada masa sentralisasi;

3. Perputaran uang dari perdagangan dan kegiatan produksi lokal akan beredar di daerah sendiri yang pada gilirannya memicu kemajuan pengusaha lokal sehingga tingkat kemakmuran rakyat di pedesaan lebih cepat dinikmati.

Desentralisasi pembangunan, secara yuridis memiliki payung hukum yang diatur dalam UU No. 32/2004 tentang otonomi dan UU No. 33/2004 tentang desentralisasi fiskal dengan ketentuan perimbangan kekuangan pusat dan daerah sebagai berikut:

Page 17: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

17JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Pembangunan Nasional Dan Ekonomi Syariah Kesejahteraan Yang Diberkahi

1) Dana Perimbangan (DAU dan DAK)

Sistem pemerintahan terdesentralisasi sangat bergantung pada dana perimbangan untuk mengalihkan cadangan dari pusat kepada daerah-daerah. DAU (Dana Alokasi Umum) memberikan pendapatan dalam jumlah besar untuk sebagian besar pemerintah daerah. Jumlah aktual transfer DAU diatur sesuai dengan beberapa kriteria, antara lain masalah jumlah penduduk, luas wilayah, angka indeks pengembangan SDM, kapasitas fiskal dan kebutuhan fiskal (dihitung terutama berdasarkan gaji pegawai negeri sipil).

Selain DAU, beberapa pemerintah daerah menerima pendapatan tambahan dari Dana Alokasi Khusus (DAK). DAK, tidak seperti DAU, merupakan hibah berdasarkan kebijaksanaan yang diberikan untuk proyek-proyek tertentu yang sesuai dengan prioritas pembangunan nasional.

Efek negatif dari sistem DAU dan DAK adalah penyalahgunaan oleh individu pejabat daerah, anggota legislatif atau oknum yang dikenal sebagai markus (makelar kasus?). Mereka inilah yang sering melobi anggota DPR di Jakarta agar memperjuangkan DAU atau DAK untuk daerah tertentu. Tentu dengan imbalan, sekian persen dari nominal DAU dan DAK tersebut menjadi fee bagi mereka. Bahkan terkadang, seorang bupati lebih banyak berada di Jakarta ketimbang di daerahnya dalam rangka melakukan lobi-lobi untuk maksud tersebut. Tidak heran kalau banyak anggota legislatif dan pejabat daerah yang ditahan oleh instansi penegak hukum karena ulah mereka seperti itu.

2) Penerimaan Negara Bukan Pajak

Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berasal dari sumber daya alam di daerah tertentu dibagi di antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota. Alokasinya berbeda-beda, bergantung pada jenis sumber daya alamnya. Pengecualian diberikan kepada Aceh, Papua, dan Papua Barat yang mana ketiganya memiliki bagian pendapatan dari minyak dan gas yang lebih besar dibanding provinsi-provinsi lain. Apalagi, status ketiga daerah tersebut sebagai provinsi otonomi khusus. Ironisnya, di Papua dan Papua Barat secara keseluruhan dan beberapa kabupaten di Aceh, belum kelihatan perubahan signifikan dalam pembangunan daerah sebagai pemanfaatan alokasi pembagian yang besar tersebut.

3) Penerimaan Pajak dari Pajak Kekayaan dan Pajak Penghasilan

Penerimaan pajak yang diperoleh Pemerintah Pusat juga dialihkan kepada provinsi, kabupaten, dan kota. Sumber utama penerimaan jenis ini adalah pajak bumi dan bangunan, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB), serta pajak penghasilan. Sebagian besar penerimaan dikembalikan kepada daerah-daerah, kecuali pajak penghasilan yang hanya dialihkan kepada daerah 20 persen dengan perincian: 12 % untuk kabupaten/kota dan 8 % untuk provinsi.

4) Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Pemerintah provinsi dan kabupaten/kota juga menghasilkan pendapatan mereka sendiri (PAD atau Pendapatan Asli Daerah). Sebagian besar kabupaten dan kota memiliki PAD yang kecil sehingga sangat bergantung pada transfer dari pemerintah pusat.

5) Desentralisasi Dalam Pelaksanaan

Page 18: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

18 JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Pembangunan Nasional Dan Ekonomi Syariah Kesejahteraan Yang Diberkahi

Secara teoritis, desentralisasi pembangunan dapat disebutkan sebagai Pembangunan Ekonomi Regional, yakni proses bagaimana meningkatkan kemakmuran atau kesejahteraan suatu wilayah. Dengan demikian, ia lebih dekat kepada suatu kebijakan yang didasarkan kepada implementasi dari teori ekonomi, teori tata ruang, geografi, teori lokasi dan teori-teori lainnya. Di sinilah keterlibatan ekonomi campuran yang menggabungkan konsep ekonomi kapitalis dan ekonomi sosialis. Sedangkan Kebijakan Pembangunan Ekonomi Regional adalah keputusan atau tindakan yang ditetapkan oleh pejabat pemerintah berwenang atau pengambil keputusan publik guna mewujudkan peningkatan kesejahteraan masyarakat suatu wilayah. Dengan demikian, sasaran Kebijakan Pembangunan Ekonomi Regional, meliputi 5:

a. Place Prosperity (Kemakmuran Wilayah yang meliputi: PDRB,pertumbuhan industri dan lapangan kerja meningkat, prasarana yang baik kondisinya, serta kegiatan investasi terus berkembang pesat.);

b. People Prosperity (Kemakmuran Penduduk wilayah, yang meliputi: PDRB perkapita relatip tinggi, sarana pendidikan, kesehatan serta pemukiman kondisinya sangat baik, dan penduduk mudah mengakses sarana-saranatersebut).

Agar kedua sasaran di atas tercapai, pihak terkait harus memerhatikan variabel- variabel yang ada dalam Pembangunan Ekonomi Regional, yakni :

?? Variabel Transportation Cost (Meliputi biaya transportasi dari lokasi bahan baku ke lokasi pabrik dan juga ke lokasi pasar).

?? Variabel Struktur, Kinerja dan Potensi Ekonomi Daerah

?? Variabel InteraksiSosial-Ekonomi antar Wilayah

Sayangnya, setelah sepuluh tahun reformasi, kemiskinan masih ditemukan di mana-mana. Inilah salah satu dampak negatif dari penerapan ekonomiPancasila dan mengabaikan ekonomi syariah. Menurut suatu penelitian yang dilakukan di NTT6, ditemukan fakta, wilayah yang memiliki risiko rawan pangan yang tinggi memiliki ciri:

?? Daya dukung lahan pertanian untuk kebutuhan produksi pertanian relatif terbatas.

?? Sumber daya manusia yang relatif berkualitas, terbatas.

?? Sarana dan prasarana yang terbatas.

Selain itu, ditemukan juga, rumah tangga yang rawan pangan disebabkan karena:

?? Pendidikan yang relatif rendah di mana terdapat anak-anak yang putus sekolah.

5  Pembangunan Regional, bahan kuliah oleh Dr. Suharto Rachman, M.Ec6 Analisis Kerawanan Pangan Wilayah Dalam Perspektif Desentralisasi Pembangunan (Kasus Prov. NTT)olehTri. B. Purwantini, Mewa Ariani, dan Yuni Marisa

Page 19: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

19JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Pembangunan Nasional Dan Ekonomi Syariah Kesejahteraan Yang Diberkahi

?? Penguasaan lahan pertanian dan peternakan yang terbatas.

?? Rata-rata pendapatan di bawah garis kemiskinan.

?? Pangsa pengeluaran pangan sangat dominan.

3. Kendala di Lapangan

Sudah menjadi sunatullah, setiap program, kegiatan, dan aktivitas – pribadi, masyarakat, bangsa, maupun negara – yang tidak mengikuti al-Qur’an dan as-Sunnah, akan mengalami kegagalan. Bahkan, ia mendatangkan mudarat dan musibah bagi manusia, baik di dunia maupun akhirat. Itulah yang dialami bangsa Indonesia, khususnya umat Islam pada masa orde lama, orde baru, dan orde reformasi sekarang.

Sebagaimana disebutkan sebelum ini, amandemen UU No. 22/1999 menjadi UU No. 32/2004, tidak berdasarkan hasil pengkajian dan penelitian ilmiah yang serius, maka otonomi daerah dengan desentralisasi pembangunan tetap mengalami pelbagai kendala yang signifikan. Beberapa kendala utama yang ditemukan, antara lain:

1) Pemekaran dilakukan lebih didorong oleh ambisi politik kelompok tertentu agar bisa memeroleh jabatan eksekutif tanpa mempertimbangan sumber daya yang ada. Baik sumber daya alam maupun sumber daya manusianya. Akhirnya, pembiyaan daerah pemekaran ini menjadi beban daerah asal serta subsidi dari pemerintah pusat. Kasus tuntutan pembentukan provinsi Tapanuli yang mengakibatkan meninggalnya Ketua DPRD Sumut beberapa waktu lalu, merupakan contoh terakhir dari permainan politik sekelompok orang tertentu.

2) Pemekaran yang dilakukan dengan pendekatan politis seperti disebutkan butir 1 di atas mengakibatkan pejabat eksekutif dan legislatif di daerah tersebut tidak dapat mengeksplorasi potensi yang ada di daerahnya. Pemda dan DPRD hanya mampu menerbitkan Perda tentang retribusi sehingga rakyat jelata dan pengusaha kecil merasa terbebankan dengan pelbagai tagihan setiap hari. Antara lain berupa karcis peron kereta api, terminal bus, bandara dan pedagang kaki lima.

3) Disebabkan aparat Pemda kurang kredibel, kebijakan pembangunan daerah selalu berubah-ubah sesuai dengan selera pejabat baru. Pemda tidak memiliki suatu cetak biru pembangunan wilayah yang bersifat jangka panjang. Keadaan ini membuat para investor luar negeri tidak betah, lalu angkat kaki.

4) Pemilukada yang dilakukan di beberapa daerah menimbulkan konflik horizontal di antara pendukung calon gubernur/bupati/walikota disebabkan rendahnya kesadaran politik anggota masyarakat. Selain itu, kebiasaan money politic dalam setiap Pemilu dan Pemilukada menjadikan rakyat bersifat pragmatis sehingga akan memilih siapa yang membayar lebih banyak. Akibatnya, jika menang, pendukungnya akan berpesta pora dan berhura-hura. Sebaliknya, jika kalah, para pendukung akan ngamuk-ngamuk dan unjuk rasa. Hal ini disebabkan parpol tidak melakukan kewajiban utamanya, yaitu memberi pendidikan politik bagi rakyat, khususnya para kostuennya sendiri.

5) Ketidak-becusan pejabat daerah dan legislatifnya disertai dengan desentralisasi korupsi, terjadilah kerusuhan di pelbagai daerah. Sebagaimana disinggung sebelum

Page 20: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

20 JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Pembangunan Nasional Dan Ekonomi Syariah Kesejahteraan Yang Diberkahi

ini, hasil penelitian menunjukkan, kerusuhan rasial yang terjadi di daerah (Maluku, Maluku Utara, Sulawesi Tengah, Papua dan Aceh) disebabkan korupsi oleh aparat Pemda.

6) Pejabat eksekutif dan legislatif daerah tidak memiliki kompetensi teknis yang memadai sehingga tidak mampu mengeksplorasi potensi daerah sebagai realisasi desentralisasi pembangunan.

4. Jalan Keluar

Jalan keluar terbaik dalam mengatasi kegagalam pembangunan nasional yang berdasarkan sistem ekonomi sekuler adalah penerapan syariah Islam di seluruh sektor kehidupan. Khusus di bidang ekonomi, perlu segera diterapkan ekonomi syariah. Namun, disebabkan hampir seluruh pejabat negara, politisi, legislator, bahkan ulama pun terperangkap dalam pembangunan dan ekonomi nonsyariah, maka sebelum syariah Islam diterapkan secara formal, saya menawarkan jalan keluar sementara. Dalam konteks ini, agar otonomi sebagai kebijakan desentralisasi pembangunan bisa berjalan lancar, perlu keseriusan dan kemauan politik semua pihak untuk melakukan beberapa langkah yang mendekati ekonomi syariah, antara lain:

1) Setiap daerah, sebelum ditetapkan sebagai provinsi/kabupaten/kota yang baru dalam proses pemekaran, harus memiliki proposal berdasarkan penelitian yang akurat mengenai potensi alam dan sumber daya manusianya. Jika dalam waktu selambat-lambatnya 10 tahun setelah pemekaran, daerah tersebut tidak bisa menunjukan kemajuan dalam pengelolaan pembangunannya, ia harus dikembalikan ke daerah induknya.

2) Setiap daerah, baik daerah asal maupun daerah pemekaran harus memiliki cetak biru pembangunan, minimal untuk 25 tahun. Pergantian pejabat (gubernur/bupati/walikota) tidak boleh mengubah cetak biru tersebut kecuali hanya melakukan proses pengembangan, eksplorasi dan pembangunan yang berkelanjutan.

3) Strategi desentralisasi pembangunan harus disenerjikan di antara pendidikan dan pembangunan lokal berdasarkan potensi alamnya. Misalnya, untuk wilayah Papua (Indonesia Timur pada umumnya), seperti disinggung di bab sebelumnya, pendidikan dan industri dasar direncanakan sebagai berikut:

a. Di semua kota kecamatan daerah pesisir, dibuka sekolah menengah kelautan. Di kota kecamatan yang memiliki potensi kehutanan, dibuka sekolah menengah kehutanan. Begitu pula halnya di kota kecataman yang memiliki potensi pertambangan, dibuka sekolah menengah pertambangan;

b. Industri yang dibangun di daerah pesisir suatu kecamatan adalah industri dasar yang berkaitan dengan kelautan seperti perahu nelayan, pancing, kail, tali pancing, umpan, jaring dan pukat. Sedangkan di kecamatan yang potensi hutannya signifikan, dibuka industri peralatan seperti: parang, kampak, gergaji, dan mesin pemotong/gergaji. Selain itu, dikembangkan pula industri perabot rumah serta bahan bangunan yang berasal dari kayu dan rotan. Begitu pula di kecamatan pertanian, dibuka industri pemakanan, minuman, rempah, dan pupuk;

c. Di kota kabupatennya, dibuka program diploma kelautan dan industri

Page 21: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

21JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Pembangunan Nasional Dan Ekonomi Syariah Kesejahteraan Yang Diberkahi

dasarnya adalah yang berkaitan dengan eksplorasi hasil laut. Dimulai dari kegiatan pembudidayaan, penangkapan sampai dengan pengalengan. Di daerah kehutanan, industri yang dikembangkan adalah industri perumahan rakyat. Sedangkan di daerah pertanian, industri yang dikembangkan adalah industri traktor, farmasi, dan transportasi darat;

d. Di kota provinsi, dibuka fakultas unggulan kelautan. Industri yang dibangun adalah industri transportasi laut. Kapal-kapal yang dibuat, selain untuk transportasi manusia, alat angkut hasil alam dan industri lokal, juga sebagai sarana transportasi pelancongan. Di daerah kehutanan, juga dikembangkan industri kapal, khususnya kapal pinisi yang seluruh bahan bakunya dari kayu. Sedangkan di daerah pertanian, yang dikembangkan adalah industri teknologi pertanian, seperti traktor, mesin pengering bijirin (padi, kopra, cengkeh, pala, lada), mesin pemrosesan hasil pertanian seperti: penggilingan, pembuatan pupuk, sabun, mentega, minyak goreng, obat-obatan, dan kosmetik.

4) Cetak Biru Desentralisasi

Agar otonomisasi daerah dapat mendatangkan kesejahteraan, keadilan, dan keamanan bagi penduduk setempat, cetak biru pembangunannya disusun secara tepat dan benar, berdasarkan potensi ekonomi daerah yang ada dengan pendekatan7:

a. Didasarkan kepada hasil analisis tabel Produk Domestik Regional Bruto (PDRB);

b. Location Quetient (LQ)

c. Material Requirements Planning (MRP)

Berdasarkan tiga pendekatan di atas, dapat ditetapkan sektor mana yang mempunyai potensi yang signifikan untuk kemudian dikembangkan pada masa yang akan datang.

5) Jika strategi pembangunan regional dilakukan seperti saran-saran di atas, apalagi kalau ekonomi syariah dilaksanakan seutuhnya, maka dampak positif yang diperoleh, antara lain:

a. Desentralisasi merupakan cara terbaik dalam pemerataan pembangunan bagi negara seperti Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau yang tersebar dalam wilayah yang begitu luas, dari Sabang sampai Merauke;

b. Biaya produksi menjadi murah karena bahan baku berasal dari daerah setempat;

c. Biaya pelatihan tenaga kerja, murah karena rakyat setempat sudah biasa mengerjakan pekerjaan tersebut, selain tenaga kerja muda berasal dari lepasan sekolah kejuruan setempat;

d. Tidak terjadi urbanisasi dari kecamatan ke kabupaten, kabupaten ke provinsi

7  Pembangunan Regional, bahan kuliah Dr. Suharto Rachman, M.Ec

Page 22: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

22 JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Pembangunan Nasional Dan Ekonomi Syariah Kesejahteraan Yang Diberkahi

atau dari provinsi ke Jakarta karena tersedianya lapangan kerja di masing-masing daerah;

e. Dengan tidak terjadinya urbanisasi,tingkat kriminalitas di kota-kota besar akan menurun secara signifikan;

f. Perputaran keuangan dari industri lokal dan regional berada di daerah yang sama sehingga daya beli rakyat meningkat yang pada gilirannya kesejahteraan dan keadilan sosial dapat dicapai secara bertahap;

g. Perlu penyempurnaan Peraturan Perundang-undangan yang berkaitan dengan otonomisasi daerah dan pembangunan regional, antara lain berupa:

?? Peraturan Pemerintah (PP) yang menetapkan syarat yang ketat bagi proses pemekarasan daerah baru serta sanksi bagi daerah pemekaran yang tidak bisa melaksanakan program otonomi. Misalnya, dalam waktu paling lambat 10 tahun, suatu daerah pemekaran tidak bisa mandiri dalam proses pembangunannya, maka status daerah tersebut dikembalikan ke daearah induk

?? Perlu amandemen UU Pendidikan Nasional, setidaknya perlu penerbitan PP yang mengatur dibukanya jenis pendidikan unggulan di setiap daerah yang sesuai dengan potensi daerah tersebut. Dengan demikian, tidak perlu setiap universitas memiliki semua fakultas yang sama, tetapi hanya fokus pada fakultas unggulan, sesuai dengan potensi daerah tersebut. Melalui cara ini, lembaga pendidikan mampu melahirkan SDM Indonesia yang berdaya guna dan berhasil guna, insya-Allah

Hal-hal tersebut di atas dapat dicapai jika pemerintah, sebelum menerapkan ekonomi syariah secara utuh, segera mengubah sistem pembangunan dengan prioritas-prioritas berikut:

a. Menjadikan pendidikan sebagai program utama, dengan strategi: lahirnya anak didik yang berilmu, berketerampilan, ramah lingkungan, anti korupsi dan berakhlak mulia. Untuk itu, selain jenis sekolah yang dikembangkan selama ini perlu ditinjau kembali, maka yang tidak kalah penting adalah perubahan kurikulum. Antara lain, pendidikan lingkungan hidup dan budaya anti korupsi harus diajarkan mulai dari SD sampai dengan universitas;

b. Strategi pembangunan ekonomi dialihkan dari pola membesarkan kue nasional kepada pola mensejahteraan rakyat dan melestarikan alam. Dengan demikian, otonomisasi daerah dikembangkan ke arahpengembangan industri dasar, sesuai potensi alam dan sinergik dengan jenis sekolah unggulan yang dikembangkan di daerah terkait. Konsep pembangunan seperti ini biasanya ramah lingkungan karena modal dan teknologi yang diterapkan adalah jenis menengah dan kondusif untuk peningkatan kesejahteraan rakyat

c. Berdasarkan strategi pendidikan dan pembangunan ekonomi seperti disebutkan di butir a dan b di atas, maka Penyelenggara Negara yang mengendalikan administrasi dan penyelenggaraan negara sehari-hari adalah individu-individu yang terampil dan bertanggung jawab sehingga dapat menyelamatkan kebocoran dana pembangunan.

Page 23: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

23JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Pembangunan Nasional Dan Ekonomi Syariah Kesejahteraan Yang Diberkahi

Dana pembangunan yang diselamatkan, dapat dialihkan untuk anggaran pendidikan, khususnya untuk peningkatan kesejahteraan guru/dosen dan penggiat pendidikan. Dari dana tersebut digunakan pula untuk peningkatan kesejahteraan PNS (termasuk polisi dan tentara nasional), serta peningkatan kualitas kesehatan masyarakat.

d. Pemerintah mesti menerapkan pola multi ways traffic communication dengan masyarakat awam sehingga lahir budaya peran serta masyarakat dalam berpartisipasi korektifterhadap setiap proses pembangunan, baik lokal maupun nasional sehingga lahir suatu mobilitas sosial masyarakat yang sangat berdaya guna dan berhasil guna yang pada gilirannya mendatangkan empat dampak positif, yaitu:

?? Pemerintah mendapat dukungan dari masyarakat sehingga kestabilan politik yang dinamis dapat tercapai

?? Kestabilan politik yang dinamis dapat mendorong Pemerintah, memfokuskan diri dalam membangun perekonomian nasional yang pada gilirannya mendatangkan kesejahteraan bagi rakyat kecil

?? Pemerintah dan bangsa Indonesia semakin memeroleh kepercayaanluar negeri, khususnya para investor. Dengan demikian, setiap investasi yang dilakukan di Indonesia mesti berdasarkan skenario pemerintah dan masyarakat, bukan atas arahan telunjuk dari investor sebagaimana dilakukan IMF dan badan keuangan dunia lainnya selama ini

?? Akhirnya, konflik daerah, baik yang bersifat vertikal maupun horizontal seperti yang terjadi selama ini, apakah di Aceh, Papua, Maluku, Maluku Utara, atau pun Poso tidak akan terjadi lagi. Ini karena mereka yang merasa kecewa atau dikecewakan dapat berhubungan langsung dalam bentuk partisipasi korektif dengan aparat pemerintah atau instansi/lembaga terkait.

E. Ekonomi Syariah

1. Pengertian Ekonomi Syariah

Untuk menempatkan sesuatu pada tempatnya, di bagian ini akan disampaikan beberapa pendapat tentang apa itu ekonomi syariah. Hal ini dimaksudkan agar pemerintah, legislator, pengusaha, akademisi, dan mahasiswa melakukan perenungan atas ”jihad” mereka melaksanakan ekonomi kapitalis dan sosialis di Indonesia selama ini. Salah satu rujukan yang disampaikan di sini adalah buku Hukum Ekonomi Syariah: Dalam Perspektif Kewenangan Peradilan Agama, karya Abdul Manan.8 Beberapa pendapat yang dikutip Abdul Manan tentang pengertian ekonomi syariah, antara lain:

?? Muhammad Nejatullah Siddiqi mengatakan, ekonomi Islam adalah: respons pemikir Islam terhadap tantangan ekonomi pada masa tertentu. Dalam usaha keras ini mereka dibantu oleh al-Qur’an dan As-Sunnah, akal dan ijtihad serta pengalaman.

8  Manan, Abdul. Hukum Ekonomi Syariah, Dalam Perspektif Kewenangan Peradilan Agama, Ken-cana Prenadamedia Group. (Jakarta, 2012), h. 7 – 8.

Page 24: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

24 JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Pembangunan Nasional Dan Ekonomi Syariah Kesejahteraan Yang Diberkahi

?? M. Umar Chapra mendefinisikan ekonomi Islam sebagai sebuah pengetahuan yang membantu upaya realisasi kebahagiaan manusia melalui alokasi dan distribusi sumber daya yang terbatas yang berada dalam koridor yang mengacu pengajaran Islam tanpa memberikan kebebasan individu atau tanpa perilaku makroekonomi yang berkesinambungan dan tanpa ketidakseimbangan lingkungan.

?? Hazanus Zaman menekankan, ekonomi Islam adalah penetapan dan penerapan hukum syariah untuk mencegah terjadinya ketidakadilan atas pemanfaatan dan pengembangan sumber-sumber material dengan tujuan untuk memberikan kepuasan manusia dan melakukannya sebagai kewajiban kepada Allah swt dan masyarakat.

?? Sayed Nawab Haedar Naqvi mengdefinisikan ekonomi Islam sebagai representasi perilaku muslim dalam suatu masyarakat muslim tertentu.

?? M. Akram Khan mengatakan, ekonomi Islam bertujuan untuk memelajari kewenangan manusia agar menjadi baik yang dapat dicapai melalui pengorganisasian sumber daya alam yang didasarkan kepada kerjasama dan partisipasi.

?? Kursyid Ahmad mengatakan, ekonomi Islam adalah sebuah usaha sistematik untuk memahami masalah-masalah ekonomi dan tingkah laku manusia secara relasional dalam perspektif Islam.

?? M.M. Metawally mengdefinisikan ekonomi Islam sebagai ilmu yang memelajari perilaku muslim (yang beriman) dalam suatu masyarakat Islam yang mengikuti al-Qur’an, Al-Hadis, Ijma, dan Qiyas.

?? Munawar Iqbal berpendapat, ekonomi Islam adalah sebuah disiplin ilmu yang mempunyai akar dalam syariat Islam. Islam memandang wahyu sebagai sumber ilmu pengetahuan yang paling utama. Prinsip-prinsip dasar yang dicantumkan dalam Al-Qur’an dan Al-Hadis adalah batu ujian untuk menilai teori-teori baru berdasarkan doktrin-doktrin ekonomi Islam. Dalam hal ini, himpunan hadis merupakan sebuah buku sumber yang sangat berguna.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, Abdul Manan berpendapat, ilmu ekonomi Islam bukan hanya kajian tentang persoalan nilai, tetapi juga dalam bidang kajian keilmuan. Keterpaduan antara ilmu dan nilai menjadikan ekonomi Islam sebagai konsep yang integral dalam membangun keutuhan hidup bermasyarakat. Ekonomi Islam sebagai ilmu menjadikan ekonomi Islam dapat dicerna dengan metode-metode ilmu pengetahuan pada umumnya. Sedangkan ekonomi Islam sebagai nilai, menjadikan ekonomi Islam relevan dengan fitrah hidup manusia.

2. Struktur Ekonomi Islam

Disebabkan ekonomi Islam adalah ekonomi syariah, maka strukturnya tidak terlepas dari kaidah-kaidah yang ada di Al-Qur’an dan Al-Hadis. Misalnya Abdul Manan merangkumkan pendapat para pakar ekonomi Islam di mana ada lima nilai fundamental, yakni:

1) Nilai Ilahiah

Nilai ini berasal dari filosofi Islam yang mengajarkan, semua aktivitas umat Islam,

Page 25: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

25JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Pembangunan Nasional Dan Ekonomi Syariah Kesejahteraan Yang Diberkahi

baik yang bersifat ubudiah maupun muamalah hanyalah untuk mengharapkan ridha Allah swt sebagai natijah ayat 162 surah Al-An’am. Oleh karena itu, segala kegiatan perekonomian yang meliputi permodalan, proses produksi, distribusi, dan pemasaran harus dikaitkan dengan nilai-nilai keilahian sehingga mesti sesuai dengan tujuan yang ditetapkan Allah swt. Sebab, Allah adalah Pencipta, Pemilik, Penguasa, Pentadir, Pengawas, dan Pemutus segala urusan makhluk-Nya di jagat raya ini.

Dengan demikian, penggunaan sumber daya alam yang ada harus secara bertanggung jawab sehingga tidak menimbulkan kerusakan di darat dan di laut sebagaimana yang melanda Indonesia belakangan ini. Demikian pula halnya, dalam proses ekonomi Islam, teori Machiavelli – tujuan menghalalkan cara – tidak bisa digunakan sehingga tidak boleh ada penipuan, manipulasi, riba, mengcurangi timbangan, serta bersaing secara tidak sehat dengan sesama pedagang atau pengusaha. Sebab, Allah berfirman:

“Dan hanya kepunyaan Allah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi supaya Dia memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat jahat terhadap apa yang telah mereka kerjakan dan memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik dengan pahala yang lebih baik (surga).” (QS An Najm: 31).

Oleh karena itu, sebagai khalifah di bumi, justru sesama muslim, apalagi sebagai pedagang atau pengusaha, hendaknya saling bergotong royong dalam perbuatan ma’ruf, bukan kerjasama dalam kemungkaran.

2) Nilai Keadilan

Salah satu prinsip utama dalam ekonomi Islam adalah keadilan. Baik keadilan berdasarkan ayat al-Qur’an dan al-Hadis maupun yang ditemukan dalam ayat-ayat qauniyah di jagat raya. Secara operasional, keadilan tersebut ditampilkan dalam bentuk penentuan harga barang yang proporisional, kualitas produk, perlakuan terhadap pekerja dan pelanggan serta dampak dari setiap kebijakan ekonomi terhadap kesejahteraan umum dan kelestarian alam.

Penegakkan keadilan dan usaha mengeliminasi segala bentuk diskriminasi, termasuk di sektor ekonomi, menjadi prioritas al-Qur’an sebagaimana difirmankan Allah swt:

“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang yang senantiasa menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu kepada suatu kaum,mendrong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS Al-Maidah: 5).

Di lain ayat, Allah juga berfirman:

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (QS An-Nahal: 90).

Ayat-ayat al-Qur’an di atas memerintahkan kita untuk harus bersikap adil dalam

Page 26: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

26 JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Pembangunan Nasional Dan Ekonomi Syariah Kesejahteraan Yang Diberkahi

segala aspek kehidupan, termasuk perekonomian. Jika tidak, akan terjadi pelbagai musibah disebabkan penindasan, kekerasan, dan eksploitasi, baik terhadap sesama manusia maupun alam sekitar. Bukankah hampir setiap waktu terjadi banjir, tanah longsor, bus masuk jurang, kereta api terbalik, pesawat terbang tergelincir dan pelbagai musibah lain karena manusia tidak berlaku adil. Sebab, adil menurut Islam, bukan sama rata, tetapi proporsional, yakni menempatkan sesuatu pada tempatnya (wud’u al-sya’i ’ala makanih). Dengan demikian, keadilan merupakan komponen penting dalam mengembangkan sendi-sendi ekonomi yang sesuai syariat Islam.

Dalam konteks ini, keadilan dapat menghasilkan keseimbangan dalam perekonomian dengan meniadakan kesenjangan antara pemilik modal dengan orang yang membutuhkan modal. Islam juga tidak menganjurkan kesamaan ekonomi sebagaimana dianut kaum sosialis. Islam mengakui adanya ketidaksamaan ekonomi orang per orang sebagaimana disebutkan ayat al-Qur’an:

“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Rabb-mu.? Kami telah menentukan di antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajatagar sebagian mereka dapat menggunakan sebagian yang lain. dan rahmat Rabb-mu lebih hak dari apa yang mereka kumpulkan.” (QS Az-Zukhruf: 32).

3) Nilai Kenabian

Nilai kenabian merupakan salah satu nilai universal. Sebab, fungsi Nabi Muhammadadalah sebagai motor penggerak syariat Islam di dunia, termasuk aspek ekonomi. Dalam diri Nabi Muhammad, bersemayam sifat-sifat luhur yang layak menjadi panutan bagi setiap muslim, termasuk para pedagang dan pengusaha. Sedemikian rupa akhlaknya sehingga ketika menjawab pertanyaan sahabat, Aisyah, janda Rasulullah mengatakan, akhlak Rasulullah adalah al-Qur’an. Artinya, Rasulullah adalah al-Qur’an yang bergerak. Tidak heran, Allah sendiri yang memuji akhlak Rasulullah melalui firman-Nya:

“Sesungguhnya dalam diri Rasulullah ada sebaik-baik teladan bagi mereka yang beriman kepada Allah, memercayai hari akhirat, dan selalu mengingat Allah.” (QS Al Ahzab: 21).

Rasulullah ketika muda adalah seorang pedagang yang sukses, bukan hanya memeroleh keuntungan materi, tetapi juga mendapat kepercayaan masyarakat Makkah dan sekitarnya. Oleh karena itu, wajar kalau pedagang dan pengusaha menjadikan beliau sebagai teladan. Sebab, selama berhubungan dengan Nabi Muhammad dalam setiap jual beli, tidak ada pembeli atau pelanggan yang merasa dirugikan, dicurangi, dibohongi, atau ditindas. Akhlak dan perilaku Rasulullah seperti demikian karena dalam diri beliau, menyatu sifat-sifat kenabian, antara lain:

Pertama, shiddiq (kebenaran) di mana seorang Nabi dan Rasul senantiasa mengimplementasikan sifat kebenaran dan keikhlasan serta menghindarkan diri dari perilaku dusta dan kemunafikan. Kedua, amanah (terpercaya) di mana sifat ini senantiasa menjelma dalam perilaku kehidupan dalam bentuk kejujuran, saling mempercayai, prasangka baik, dan bertanggung jawab. Ketiga, fathonah (cerdas) di mana sebagai

Page 27: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

27JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Pembangunan Nasional Dan Ekonomi Syariah Kesejahteraan Yang Diberkahi

seorang Nabi dan Rasul dengan sendirinya senantiasa memaksimalkan fungsi akal dan intelektualitas, terutama dalam menjalankan fungsi-fungsi manajerial. Pendekatan rasional objektifdan sistematik akan muncul dari sifat ini sehingga dalam melakukan penataan dan pengembangan kehidupan yang lebih baik, terus meningkat. Keempat, tabligh (komunikatif) di mana sifat ini diperlukan terutama dalam menumbuhkan profesionalisme dalam menjalankan tugas amanah yang diemban.

Tidak kalah penting, selain empat sifat-sifat kenabian di atas, Nabi Muhammad adalah seorang yang berani dan mampu mengambil putusan yang tepat, pandai dalam menganalisis situasi, dan cepat tanggap terhadap segala perubahan yang terjadi di sektor ekonomi.

4) Nilai Pemerintahan

Berbeda dengan prinsip-prinsip yang diajarkan dalam teori ilmu negara di universitas, dalam khilafah Islam, manusia adalah khalifah yang dilantik Allah untuk mengeksplorasi bumi dengan isinya. Oleh karena itu, setiap tindakan manusia, apalagi mereka yang bertugas di sektor eksekutif, legislatif, dan yudikatif, selain bertanggung jawab kepada rakyat, mereka harus bertanggung jawab kepada Zat yang melantiknya sebagai khalifah. Atas dasar ini, lahir pengertian tentang perwalian, moral, politik, ekonomi, dan prinsip organisasi sosial lainnya.

Dalam menjalankan tugas sebagai khalifah, manusia memerlukan wadah, berupa negara dan pemerintahan. Melalui pemerintahan, manusia saling berkomunikasi dalam interaksi yang harmonis guna membangun suatu peradaban sebagai media pengabdiannya kepada Pencipta. Masyarakat yang harmonis dan beradab menurut kriteria Sang Pencipta itulah yang disebut sebagai Masyarakat Madani di mana salah satu pilarnya adalah ekonomi syariah. Di sinilah tanggung jawab pemerintah dalam menyiapkan sistem perundang-undangan agar kegiatan perdagangan, industri, impor dan ekspor, tidak bertentangan dengan syariah Islam. Misalnya, tidak ada perjudian, pelacuran, calo, penimbunan barang-barang kebutuhan pokok, rentenir, dan perdagangan gelap. Selain itu, pemerintah juga bertanggung jawab dalam menyiapkan infra struktur, termasuk pelayanan publik yang baik sehingga kegiatan bisnis atau perekonomian antar individu atau perusahaan berjalan dengan baik, lancar, dan sesuai dengan syariah Islam.

Dalam konteks ini, tugas negara menurut Yusuf Al-Qardhawi yang dikutip Abdul Manan, mengubah pemikiran menjadi amal perbuatan, memindahkan moralitas kepada praktik-praktik konkrit, mendirikan pelbagai lembaga dan instansi yang dapat melaksanakan tugas penjagaan dan pengembangan semua hal tersebut. Tugas negara juga harus memonitoring, sejauh mana pelaksanaan dan ketidakdisiplinan terhadap kewajiban yang diminta dan menghukum orang yang melanggar atau melalaikan ketentuan Allah dan Rasul-Nya.

5) Nilai Hasil atau Keuntungan

Perbedaan prinsip dengan agama samawi lainnya, Islam tidak hanya mengatur masalah-masalah ubudiah, tetapi juga urusan dunia, termasuk aspek ekonomi. Misalnya, Islam menetapkan, tujuan bisnis, perdagangan atau bentuk apa pun dari ekonomi adalah mencapai apa yang disebutkan dalam ayat al-Qur’an:

Page 28: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

28 JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Pembangunan Nasional Dan Ekonomi Syariah Kesejahteraan Yang Diberkahi

“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu buat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”(QS Al-Qashasas: 77).

Ayat Qur’an ini menegaskan dua prinsip hidup manusia, khususnya umat Islam. Pertama, tujuan utama perjalanan hidup manusia adalah akhirat karena di sana kehidupan bersifat abadi. Oleh karena itu, kebahagiaan akhirat harus mendapat prioritas utama dalam seluruh aktivitas di dunia, termasuk aspek ekonomi. Dengan demikian, dalam menjalankan aktivitas bisnis, seorang pedagang atau pengusaha muslim harus mengerti halal haram dalam berbisnis. Misalnya, tidak boleh memakan riba, tidak mencurangi timbangan, tidak menipu dan menindas pembeli. Biarlah keuntungan yang diperoleh dalam bisnis, kecil, tetapi halal karena akhir perjalanan adalah akhirat di mana surga menjadi idaman setiap orang.

Kedua, seorang muslim tidak boleh melupakan dunianya. Sebab, menurut Rasulullah saw, tangan di atas lebih terhormat daripada tangan di bawah. Sementara pada lain kesempatan Rasulullah mengatakan, dari sepuluh pintu rejeki, sembilan berada di sektor perdagangan. Maknanya, umat Islam digalakkan untuk berdagang agar memajukan perekonomian umat Islam sebagai media mencapai surga di akhirat kelak. Itulah hakikat doa sapujagat umat Islam: rabbana aatina fi dunya khasanah wa fil akhirati khasanah wa qina ajabbannar.

F. KELEBIHAN EKONOMI ISLAM

Memerhatikan hal-hal dan penomena di atas, Abdul Halim menyimpulkan ada enam butir yang merupakan kelebihan ekonomi Islam dibanding ekonomi kapitalis, sosialis, dan ekonomi campuran, yakni:

1. Ekonomi Islam adalah ilmu dan sistem yang bersumber dari imperatif wahyu Allah swt untuk keselamatan dan kesejahteraan umat manusia. Paradigma, asumsi, dan teori-teorinya sangat kondusif bagi kelangsungan hidup pada masa yang akan datang. Oleh karena itu, secara potensial, sistem ekonomi Islam memiliki peluang yang besar untuk menjadi alternatif sebagai solusi atas kegagalan sistem ekonomi kapitalis dan sosialis pada masa datang. Meskipun demikian, dalam pelaksanaan ekonomi Islam, banyak tantangan yang dihadapi. Oleh karena itu, dalam menghadapi tantangan tersebut, semua lembaga yang bertanggung jawab atas pemberlakuan ekonomi Islam, harus terus menerus melakukan kajian-kajian penelitian, publikasi, dan sosialisasi kepada pihak-pihak yang dianggap perlu.

2. Konsep ekonomi Islam didasarkan pada tauhid, keadilan, keseimbangan, kebebasan, dan pertanggungjawaban. Dalam konsep tauhid berarti semua yang ada merupakan ciptaan dan milik Allah swt dan hanya Dia yang mengatur segalanya, termasuk pelaku ekonomi yang berkedudukan sebagai pemegang amanah. Oleh sebab itu, manusia harus mengikuti segala ketentuan Allah dalam segala aktivitasnya, termasuk di bidang ekonomi yang tidak hanya bersifat mekanistik dalam alam dan kehidupan sosial, tetapi juga bersifat etis dan moralitas. Konsep keadilan

Page 29: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

29JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Pembangunan Nasional Dan Ekonomi Syariah Kesejahteraan Yang Diberkahi

dimaksudkan bahwa seluruh kebijakan dan kegiatan ekonomi harus dilandasi asas keadilan dan keseimbangan. Kebebasan mengandung pengertian, manusia bebas melakukan aktivitas ekonomi secara keseluruhan sepanjang tidak melanggar ketentuan Allah swt dan Sunah Rasulullah saw. Sedangkan pertanggungjawaban, berarti, manusia sebagai pemegang amanah, memilikul tanggung jawab atas segala putusan yang ditetapkannya.

3. Dalam perkembangannya, ekonomi Islam banyak memberi kontribusi kepada perkembangan ekonomi dunia. Banyak konsep ekonomi Islam ditiru oleh ekonomi Barat, di antaranya: syirkah (lost profit sharing), suftaja (bills of exchange), hiwalah (letters of credit), funduq (specialized large scale commercial institutions and market which developed in to virtual stock exchange) (yakni lembaga bisnis khusus yang memiliki skala yang besar dan pasar yang dikembangkan dalam pertukaran stok yang nyata). Demikian juga tentang harga pasar yang menurut sistem ekonomi kapitalis tidak boleh ditetapkan pemeritah atau dicampuri pihak-pihak tertentu. Sebenarnya, ketentuan ini sudah ditentukan Rasulullah saw beberapa abad yang lalu di mana harga pasar tidak boleh ditetapkan pemerintah atau pihak-pihak tertentu. Sebab, ia harus berlaku sesuai sunatullah yang istilahnya dalam ekonomi konvensional adalah supplay and demand;

4. Sumber-sumber ekonomi Islam telah ditetapkan Allah swt dalam berbagai ayat Al-Qur’an yakni berupa sumber daya alam yang melimpah ruah. Selain itu, sumber daya manusia yang diharapkan selalu profesional dan tidak boleh berpangku tangan menanti kurnia Allah. Sebab, Allah swt telah menunjuukan tata cara bisnis dan wirausaha yang benar dan halal serta tidak merugikan orang lain. Allahmenunjukkan pula tata cara pengelolaan ekonomi Islam dengan cara manajemen yang baik serta pandai-pandailah memanfaatkan lahirnya teknologi dengan prinsip takwa kepada Allah swt;

5. Ekonomi Islam masih terus berproses dalam membentuk diri secara mandiri sebagai disiplin ilmu. Meskipun demikian, ia telah berhasil melahirkan sistem operasi lembaga ekonomi modern seperti bank dan asuransi. Dalam praktik, sistem operasional bank dan asuransi Islam dapat bersaing dengan lembaga yang serupa menurut sistem konvensional. Hal ini dapat dilihat dari gagasan ekonomi Islam yang dikembangkan saat ini mempunyai dampak langsung kepada masyarakat, terutama masyarakat muslim. Tidak heran, pelaku ekonomi dapat meningkatkan taraf hidupnya dalam menghilangkan persoalan keterbelakangan yang terjadi di masyarakat. Ekonomi Islam diharapkan dapat menciptakan tata dunia baru yang adil dan tidak bersifat hegemonistik. Juga dapat membuat sistem distribusi kekayaan dan pendapatan yang adil dan merata pada setiap tingkatan.

6. Perlu direnungkan peringatan Allah swt dalam surah Ibrahim ayat 7:

“... jika kamu mengsyukuri nikmat-Ku, pasti akan Ku-tambah padamu, dan jika kamu mengingkarinya, kamu akan menerima siksaan-Ku yang sangat pedih.” Keimanan dan ajaran yang dibawa Rasulullah saw adalah nikmat yang paling berharga yang harus dipelihara selamanya. Siksa kehidupan yang paling pedih adalah keterbelakangan, ketidakberdayaan, kemiskinan sehingga dalam segala

Page 30: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

30 JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Pembangunan Nasional Dan Ekonomi Syariah Kesejahteraan Yang Diberkahi

aspek kehidupan harus saling tolong menolong untuk membaikinya dan tidak boleh bertolong-tolongan dalam hal-hal yang merusak kehidupan manusia.

G. ALIRAN DAN PENDAPAT AHLI EKONOMI ISLAM

Sesuai dengan perkembangan sosiologi suatu bangsa dan negara, apalagi rentang waktu dan geografi yang lama dan luas, maka dalam sistem ekonomi Islam, ditemui beberapa pendapat ahli ekonomi Islam. Menurut Abdul Halim, setidaknya ada tiga golongan pendapat tentang ekonomi Islam, yakni:

1. Aliran Iqtishaduna

Tokoh mazhab ini, Moh. Baqir as-Sadr, Abbas Mirakhor, Baqir a-Hasani, dan Kadim as-Sadr. Inti ajaran ini antara lain:

1) Eksistensi ekonomi konvensional tidak pernah sejalan dengan ekonomi syariah.

2) Islam tidak mengenal doktrin yang menganggap, sumber daya terbatas. Sebab, Al-Qur’an mengatakan, “Sesungguhnya telah Kami ciptakan segala sesuatu dalam ukuran yang setepat-tepatnya.”

3) Aliran ini menolak pendapat yang mengatakan, tidak terbatasnya kebutuhan atau keinginan ekonomi manusia karena adanya marginal utility dan law of diminishing returns.

4) Sebenarnya masalah tidak terbatasnya sumber daya muncul disebabkan sistem distribusi yang tidak merata dan ketiadaan keadilan yang merajalela.

5) Istilah ekonomi tidak tepat, yang benar adalah iqtishaduna, bukan saja berarti ekonomi, tetapi bisa juga berarti ekuilibirium atau seimbang atau keadaan yang sama.

2. Aliran Mainstream

Tokoh mazhab ini antara lain Umar Chapra, M. Nejatullah Shiddiqy dan para tokoh Islam di IDB. Aliran ini mengatakan, ekonomi muncul karena sumber daya yang terbatas yang dihadapkan pada keinginan, kebutuhan, dan kecenderungan masyarakat yang tidak terbatas.

Aliran ini mirip aliran konvensional di mana perbedaannya ada pada penyelesaian masalah yang berhubungan dengan ekonomi. Dalam pandangan konvensional, masalah ekonomi dapat diselesaikan dengan cara menentukan pilihan atau skala prioritas berdasarkan selera masing-masing. Sedangkan dalam sistem ekonomi Islam, panduannya al-Qur’an dan as-Sunah.

Usaha untuk mengembangkan ekonomi syariah, tidak berarti harus memusnahkan semua hasil analisis yang dilakukan para tokoh ekonomi konvensional terdahulu. Apabila hasil analisis itu cocok/baik, dan tidak bertentangan dengan syariat Islam, tidak ada salahnya dipakai/diambil oleh ekonomi syariah.

Mengambil hal-hal yang baik dan bermanfaat yang dihasilkan bangsa dan budayanon-islam, tidak dilarang oleh syariat Islam. Dalam sejarah Islam, para cendekiawan muslim banyak

Page 31: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

31JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Pembangunan Nasional Dan Ekonomi Syariah Kesejahteraan Yang Diberkahi

memakai ilmu dan peradaban lain seperti filsafat Yunani, Romawi, Persia, dan China (dalam bidang ekonomi).

3. Aliran Alternatif Kritis

Pelopor aliran ini adalah Timur Kur’an dari University of Southern, California, Yomo dari Harvard University, dan beberapa tokoh ekonomi Islam dari Cambrige University dan Yale University. Aliran ini mengeritik Iqtishaduna yang mengklaim, dapat membuat sesuatu yang baru dalam ekonomi syariah, padahal, apa yang dilakukan sudah pernah dilakukan orang lain.

Aliran ini juga mengeritik aliran Mainstream dengan mengatakan, apa yang dilakukan aliran Mainstream sebenarnya sebagai jiplakan dari aliran nonklasik dengan menghilangkan variabel riba dan memasukkan vaiabel zakat dan niat sesuai dengan ajaran Islam. Ekonomi Islam itu belum tentu benar karena fondasi ekonomi Islam adalah hasil tafsiran manusia atas Al-Qur’an dan As-Sunnah Rasul sehingga nilai kebenarannya masih bersifat relatif dan tidak mutlak.

Praposisi dan teori yang diajukan ekonomi syariah harus selalu diuji kebenarannya, sebagaimana yang dilakukan terhadap ekonomi konvensional.

Selain tiga mazhab dalam ekonomi Islam di atas, Abdul Manan juga mengenalkan pendapat para ahli ekonomi Islam tentang ekonomi, baik dari kalangan sahabat Rasulullah saw, tabiin, tabi-tabiin, maupun para mujahid pada masa-masa kejayaan Islam. Para pakar itu antara lain:

1) Umar Ibnu Khattab

Seperti diketahui, selain memiliki sifat-sifat berani dan tawaddu, Umar ibnu Khattab juga memiliki pemikiran dan ijtihad yang hebat sehingga ada yang dilegalisasi Allah swt sebagai wahyu. Oleh karena itu, sangat wajar kalau umat Islam menjadikan pendapat Umar dalam mengembangkan sistem ekonomi syariah. Abdul Manan mencatat beberapa pendapat Umar tentang ekonomi antara lain:

a. Ekonomi Islam menggalakkan sektor pertanian;

b. Mengurangi beban pajak terhadap barang-barang nabati dan kurma dari Siria sampai 50 persen. Hal ini dimaksudkan untuk memperlancar arus masuknya makanan ke Madinah;

c. Membangun pasar di kota-kota agar terjadi suasana persaingan secara sehat;

d. Membanting harga dan menumpuk barang serta mengambil keuntungan berlebihan, dilarang;

e. Menggalakkan pungutan zakat sebagai sumber utama penghasilan negara;

f. Surplus pendapatan dalam jumlah-jumlah tertentu harus diserahkan kepada negara, kemudian dana itu dikelola untuk kepentingan rakyat;

g. Mendirikan institusi administrasi yang hampir tidak mungkin dilakukan pada abad ke-7 Masehi;

Page 32: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

32 JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Pembangunan Nasional Dan Ekonomi Syariah Kesejahteraan Yang Diberkahi

h. Mendirikan baitulmal di ibu kota dan cabang-cabangnya di provinsi di mana baitulmal ini secara tidak langsung bertugas sebagai pelaksanaan kebijakan fiskal negara Islam dan berada langsung di bawah pengawasan khalifah;

i. Menetapkan beberapa peraturan yang mendorong lajunya perkembangan ekonomi secara baik.

2) Abu Yusuf

Abu Yusuf adalah Ketua Mahkamah Agung pada masa Khalifah Harun Al-Rasyid. Kitabnya yang paling populer di bidang ekonomi adalah Al Kharaj yang ditulis atas permintaan Khalifah dalam rangka menghimpun pemasukan negara dari pajak. Kitab ini dapat digolongkan sebagai Public Finance dalam ekonomi modern, memuat beberapa hal penting berkaitan ekonomi Islam, antara lain:

a. Uang negara bukan milik khalifah, tetapi amanah Allah dan rakyat yang harus dijaga dengan penuh tanggung jawab;

b. Di sektor pertanahan, tanah yang diperoleh dari pemberian pemerintah, dapat ditarik kembali jika tidak digarap selama tiga tahun dan selanjutnya tanah tersebut diserahkan kepada orang lain;

c. Di sektor perpajakan, pajak hanya ditetapkan pada harta yang melebihi kebutuhan rakyat dan ditetapkan berdasarkan kerelaan mereka;

d. Di sektor peradilan, hukum tidak dibenarkan berdasarkan hal yang syubhat. Kesalahan dalam mengampuni lebih baik daripada kesalahan dalam mengukum.

e. Sistem ekonomi Islam mengikuti mekanisme pasar dengan memberi beberapa yang optimal bagi para pelaku di dalamnya. Dengan demikian, pemerintah tidak perlu menetapkan harga. Namun, negara berkewajiban menjaga keseimbangan perkembangan ekonomi di masyarakat.

3) Ibnu Sina

Sekalipun dikenal di dunia Barat sebagai bapak kedokteran internasional, Ibnu Sina juga menelorkan beberapa pendapat tentang ekonomi, antara lain:

a. Manusia adalah makhluk berekonomi;

b. Ekonomi membutuhkan negara;

c. Perkembangan ekonomi melalui perkembangan ekonomi keluarga, masyarakat, dan negara;

d. Tujuan politik negara harus diarahkan kepada keseragaman seluruh masyarakat dalam mewujudkan perekonomian, dan kestabilan ekonomi harus dijaga;

e. Seseorang dapat memiliki harta milik pribadi yang berasal dari warisan atau hasil kerja;

Page 33: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

33JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Pembangunan Nasional Dan Ekonomi Syariah Kesejahteraan Yang Diberkahi

f. Wajib bekerja untuk mendapatkan harta ekonomi menurut jalan-jalan yang halal;

g. Pengeluaran dan pemasukan negara harus diatur dengan sistem anggaran;

h. Pengeluaran wajib atau nafkah yang sifatnya konsumtif harus sehemat mungkin. Pengeluaran untuk kepentingan umum (negara dan masyarakat) yang sifatnya wajib juga harus mempunyai rencana simpanan yang menjadi jaminan baginya pada saat kesukaran atau saat diperlukan.

4) Abu Hamid Al-Ghazali

Tokoh ini lebih dikenal sebagai seorang sufi dan filsuf, bahkan juga sering mengeritik filsafat pada jamannya. Namun, Abu Hamid Al-Ghazali juga mempunyai pemikiran dan gagasan tentang masalah ekonomi syariah, antara lain:

a. Perkembangan ekonomi bertolak dari hakikat dunia, terdiri dari tiga unsur: materi, manusia, dan pembangunan. Ketiga unsur ini interdependen;

b. Perkembangan ekonomi memerlukan adanya transportasi;

c. Uang bukanlah komoditas, tetapi alat tukar;

d. Perkembangan ekonomi mengikat menjadi ekonomi jasa, yakni hubungan jasa di antara manusia;

e. Perlu adanya pemerintah;

f. Negara Islam harus mempunyai mata uang sendiri;

g. Perlunya institusi semacam perbankan;

h. Hati-hati terhadap riba sebab riba dapat merusak kehidupan manusia;

i. Dua jalur transaksi perbankan, yakni: peribadi dan negara.

5) Ibnu Taimiyyah

Ibnu Taimiyyah dikenal sebagai seorang ulama yang gigih memperjuangkan kemurnian ajaran Islam, khususnya yang berkaitan dengan akidah Islam. Namun, seperti ulama Islam tersohor lainnya, Ibnu Taimiyyah juga menulis pelbagai ilmu-ilmu Islam, termasuk di dalamnya ekonomi syariah. Dalam konteks ini, Abdul Manan mengutip beberapa pendapatnya tentang ekonomi, antara lain:

a. Naik turunnya harga bukan saja dipengaruhi penawaran dan permintaan, tetapi bisa disebabkan faktor lain seperti efisiensi produk, penurunan jumlah impor barang-barang yang diminta dan adanya tekanan pasar;

b. Kontrak harus bersifat sukarela;

c. Moral sangat diperlukan dalam transaksi bisnis;

Page 34: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

34 JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Pembangunan Nasional Dan Ekonomi Syariah Kesejahteraan Yang Diberkahi

d. Perlunya mekanisme pasar yang sehat, sistem upah dari keuntungan yang wajar, kebijakan monoter dan lembaga hibah keuangan publik;

e. Pencetakan uang yang berlebihan akan memicu inflasi dan hilangnya kepercayaan tentang uang tersebut;

f. Prinsip ”bad money will drive out good” merupakan pendapat yang dijiplak ke dalam apa yang dikenal sebagai teori Oresham Law.

6) Ibnu Khaldun

Ibnu Khaldun adalah seorang cendekiawan muslim yang dikenal dunia Barat sebagai seorang sosiolog ulung. Sama seperti ulama Islam pada umumnya, Ibnu Khaldun juga memiliki pelbagai pemikiran di segala sektor kehidupan termasuk ekonomi syariah. Dalam konteks ini, dikutip beberapa pendapat Ibnu Khaldun mengenai ekonomi syariah, yakni:

a. Kekayaan suatu negara tidak ditentukan oleh banyaknya uang di negara tersebut, tetapi ditentukan oleh tingkat produksinya dan neraca pembayaran uang, positif;

b. Produksi merupakan motor penggerak pembangunan yang menyerap tenaga kerja, meningkatkan pendapatan negara, dan menimbulkan permintaan atas faktor produksi lainnya;

c. Uang hanya sebagai alat tukar, jadi tidak perlu mengandung emas dan perak di mana keduanya hanya sebagai standar nilai uang saja.

d. Kebijakan negara tetap diperlukan dalam mengatur perdagangan internasional;

e. Perlu dibentuk pasar yang luas dengan lebih digalakkan perdagangan internasional dan perlu perbaikan tingkat upah;

f. Produksi adalah aktivitas manusia yang diorganisasikan secara sosial dan internasional;

g. Inflasi ada dua jenis, yakni yang disebabkan alam dan yang disebabkan oleh manusia. Inflasi yang disebabkan oleh alam misalnya, gagal panen dan adanya bencana alam. Sedangkan, inflasi yang disebabkan ulah manusia, misalnya korupsi, administrasi yang buruk, pajak yang tinggi, dan kenaikan pasokan mata uang;

h. Mencetak uang secara berlebihan, jelas akan meningkatkan naiknya tingkat harga secara keseluruhan dan merusak perkembangan ekonomi negara.

H. ZAKAT, SOKOGURU EKONOMI ISLAM

Seperti dijelaskan di Bab XIV, zakat, infak, sedekah, dan hibah, merupakan sokoguru ekonomi syariah, yakni ekonomi Islam. Sebab, apa pun kegiatan ekonomi – rumah tangga, masyarakat atau negara – akan menghasilkan anak saleh/salehah, keluarga sakinah, dan

Page 35: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

35JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Pembangunan Nasional Dan Ekonomi Syariah Kesejahteraan Yang Diberkahi

masyarakat madani, jika ia sesuai dengan syariah Islam. Sementara itu, menurut al-Qur’an, Allah mengharamkan riba dan menghalalkan perdagangan.Itulah sebabnya, Rasulullah saw memerintahkan para sahabat membuka pasar baru di Madinah, menggantikan pasar yang ada yang dikuasai orang-orang Yahudi. Sebab, selain menggunakan riba, pedagang Yahudi biasa mencurangi timbangan, menjual barang-barang rusak, serta memeras dan menzalimi pembeli. Oleh karena itu, di bab ini, aspek-aspek yang dikomunikasikan, antara lain: fungsi dan peran zakat, organisasi zakat, serta petugas zakat.

1. Jenis Zakat

Terkadang, ada di antara manusia, termasuk umat Islam, bertanya, mengapa kita harus mengeluarkan zakat, khususnya zakat harta, padahal kekayaan yang kita miliki adalah hasil usaha sendiri.Memang benar, kekayaan yang dimiliki atau tabungan dan deposito di bank adalah hasil jerih payah sendiri. Tetapi, bukankah bahan dasar yang digunakan dalam usaha kita tersebut, tidak seluruhnya milik kita, misalnya hasil hutan, pertanian, kelautan, pertambangan, pertanahan, dan jenis usaha lainnya. Bukankah hutan, laut, tanaman, sungai, danau, tanah, dan isi bumi, milik Allah swt.? Hal ini ditegaskan oleh Allah swt sendiri melalui beberapa ayat al-Qur’an, antara lain:

Dia-lah Allah yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikannya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS Al Baqarah: 29).

Dan Kami hamparkan bumi itu dan Kami letakkan padanya gunung-gunung yang kukuh dan Kami tumbuhkan padanya segala macam tanaman yang indah dipandang mata. (QS Qaaf: 7).

Kepunyaan-Nya-lah semua yang di langit, semuayang di bumi, semua yang ada di antara keduanya dan semua yang ada di bawah tanah. (QS Thaha: 6).

Dari tiga ayat di atas (dari ratusan ayat al-Qur’an berkaitan hal ini), dapat ditarik kesimpulan, bahwa:

?? Rumah yang ditempati, baik gubuk maupun istana, dibangun di atas tanah, milik Allah swt. Demikian pula, kantor, hotel atau bangunan publik lainnya. Tiang, pintu, dan jendela yang dibuat dari kayu, milik Allah. Kalau pun dibuat dari beton atau besi, beton yang berasal dari campuran pasir, semen, dan air, juga milik Allah. Begitu juga besi yang merupakan salah satu hasil tambang, milik Allah.

?? Ketika mau ke kebun, pasar, kantor atau tempat kerja, kita berjalan di atas jalan yang juga di bumi milik Allah. Kita dapat berjalan tanpa menginjak bumi dengan cara mengenderai kendaraan, apakah roda dua, roda tiga, atau roda empat. Tetapi bahan baku semua jenis kenderaan itu juga milik Allah. Sebab, besi, karet, kayu, zink, plastik, dan bahan bakar, semuanya berasal dari bumi yang milik Allah swt.

?? Kita dapat menghindar dari Allah dengan cara tidak tinggal di daratan, tetapi tempatnya hanya ada tiga, yakni: lautan, ruang angkasa, dan galaksi di luar bumi. Tetapi, bukankah ketiga tempat itu juga milik Allah swt.?

?? Maknanya, ke mana pun pergi, tetap saja kita menggunakan sesuatu yang berasal

Page 36: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

36 JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Pembangunan Nasional Dan Ekonomi Syariah Kesejahteraan Yang Diberkahi

dari ciptaan Allah. Bahkan, tanpa udara beberapa menit saja, kita akan meninggal dunia sementara udara itu milik Allah swt. Katakanlah, disebabkan kecanggihan teknologi dan kesombongan manusia (seperti Firaun), seseorang merasa, dapat menciptakan sendiri keperluan hidupnya tanpa menggunakan sedikit pun bahan baku yang ada di bumi. Tetapi, jika Allah mengambil nyawanya, dia pun akan menjadi mayat yang tidak bisa mengurus dirinya sendiri. Sebab, nyawa yang ada di diri kita, bukan milik kita. Tidak heran kalau dalam surah Ar-Rahman, Allah mengulang-ulang ayat: ”maka nikmat Rabb-mu yang manakah yang kamu dustakan.?” sampai tiga puluh satu kali. Hal ini merupakan sindiran Allah swt, betapa manusia tidak pernah puas atas apa yang ada, sekalipun semuanya itu berasal dan milik Allah swt.

Berdasarkan ayat-ayat al-Qur’an di atas, dapat dimengerti, mengapa syariat Islam mewajibkan umatnya untuk mengeluarkan zakat.Sedangkan khusus mengenai zakat harta, harta yang wajib dikenakan zakat, setidaknya menurut Imam Mawardi, ada empat jenis, yakni:

1) Hewan Ternak

Menurut sunnah Rasulullah saw, hewan ternak yang harus dikeluarkan zakatnya adalah:

a. Zakat Unta

Unta yang wajib dikeluarkan zakatnya oleh seseorang jika jumlah untanya, minimal lima ekor. Zakatnya adalah seekor kambing berumur minimal enam bulan sampai setahun, jika jumlah unta yang dimiliki di antara lima sampai sembilan ekor. Jika jumlah unta yang dimiliki di antara sepuluh sampai empatbelas ekor, zakatnya adalah dua ekor kambing. Sedangkan, bagi jumlah unta sebanyak lima belas sampai sembilan belas ekor, zakatnya adalah tiga ekor kambing. Kalau jumlah unta sebanyak dua puluh ekor sampai dua puluh empat ekor, zakatnya adalah empat ekor kambing. Tetapi, jika jumlah unta sebanyak dua puluh lima sampai tiga puluh lima ekor, zakatnya adalah seekor anak unta betina berumur setahun (ia dapat diganti dengan anak unta jantan sebaya jika tidak ada anak unta betina). Jika jumlah unta mencapai tiga puluh enam sampai empat puluh lima ekor, zakatnya adalah anak unta betina berumur dua tahun. Jika jumlah unta mencapai empat puluh enam sampai enam puluh ekor, zakatnya adalah unta betina berumur tiga tahun dan siap dinaiki. Tetapi, jika jumlah unta mencapai enam puluh satu ekor sampai dengan tujuh puluh lima ekor, besar zakatnya adalah unta betina berusia empat tahun. Kalau jumlah unta mencapai tujuh puluh enam sampai sembilan puluh ekor, zakatnya adalah dua ekor betnia yang berumur setahun. Jika jumlah unta mencapai sembilan puluh satu ekor sampai seratus dua puluh ekor, zakatnya adalah dua ekor unta berusia tiga tahun. Namun, jika jumlah unta melebihi seratus dua puluh ekor, ulama berbeda pendapat mengenai jumlah zakatnya.

Abu Hanifah misalnya, menetapkan jumlah zakat dengan menggunakan perhitungan sejak awal. Sedangkan Imam Malik berpendapat, kelebihan tidak dihitung sampai seratus tiga puluh ekor, dan besar zakatnya adalah seekor unta berusia tiga tahun dan duan anak unta berusia setahun. Sebaliknya, Imam Syafii berpendapat sedikit berbeda. Menurutnya, jika jumlah unta mencapai seratus dua

Page 37: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

37JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Pembangunan Nasional Dan Ekonomi Syariah Kesejahteraan Yang Diberkahi

puluh satu, maka pada setiap empat puluh ekor unta, zakatnya adalah satu anak unta betina berumur setahun dan pada setiap lima puluh ekor, zakatnya adalah seekor unta yang bersia tiga tahun.

b. Zakat Lembu

Berbeda dengan unta, nisab pertama untuk lembu adalah tiga puluh ekor dan zakatnya adalah anak lembu jantan berusia setahun. Jika jumlah lembu mencapai empat puluh ekor, zakatnya adalah seekor anak lembu betina, berusia lebih setahun. Tetapi, ulama berselisih kalau jumlah lembu melebihi empat puluh ekor. Abu Hanifah misalnya, berpendapat, setiap lima puluh ekor, zakatnya adalah seekor anak lembu betina yang berusia setahun dan seperempat.Sedangkan Imam Syafii berpendapat, lembu yang melebihi empat puluh ekor, tidak ada zakatnya sampai ia berjumlah enam puluh ekor dan zakatnya adalah dua ekor anak lembu berusia enam bulan. Jika jumlah lembu melebihi enam puluh ekor, maka pada setiap tiga puluh ekor, zakatnya adalah seeokor anak lembu berusia enam bulan, dan pada setiap lima puluh ekor lembu, zakatnya adalah seekor anak lembu betina berumur lebih setahun. Tujuh puluh ekor lembu, zakatnya adalah seekor anak lembu jantan berusia lebih setahun dan seekor anak lembu betina berusia enam bulan. Delapan puluh ekor lembu, zakatnya sebanyak dua ekor lembu berusia lebih setahun. Sembilan puluh ekor lembu, zakatnya tiga ekor anak lembu betina berusia setahun lebih. Seratus ekor lembu, zakatnya adalah dua anak ekor lembuh berumur enam bulan dan seekor lembu betina berusia lebih setahun. Seratus sepuluh ekor lembu, zakatnya adalah dua ekor anak lembu betina berumur lebih setahun dan seekor anak lembu berusia enam bulan. Seratus dua puluh ekor lembu, zakatnya adalah salah satu dari alternatif, seperti halnya unta yang berjumlah dua ratus ekor, yakni empat anak lembu berusia enam bulan, atau tiga anak unta yang berusia lebih setahun.

c. Zakat Kambing

Berbeda dengan unta dan lembu, kambing dikeluarkan zakatnya setelah mencapai jumlah di antara empat puluh sampai seratus dua puluh ekor. Zakatnya adalah seekor anak kambing berusia enam bulan atau setahun. Jika jumlah kambing sebanyak seratus dua puluh satu sampai dua ratus ekor, zakatnya adalah dua ekor kambing. Kalau jumlah kambing sebanyak dua ratus satu sampai empat ratus ekor, zakatnya adalah tiga ekor kambing. Selebihnya, zakatnya adalah empat ekor kambing dan setiap seratus ekor kambing, zakatnya seekor kambing. Artinya, jika seseorang memiliki empat ratus sembilan puluh sembilan ekor, zakatnya adalah empat ekor kambing. Tetapi, jika jumlah kambingnya lima ratus ekor, zakatnya lima ekor, dan enam ekor zakat bagi enam ratus kambing.

Selain itu, zakat domba, disamakan dengan kambing, sedangkan kerbau disamakan dengan lembu. Sedangkan zakat unta, tidak disamakan dengan zakat hewan yang lain.

2) Zakat Buah-buahan

Berdasarkan syariat Islam, jenis harta kedua yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah buah-buahan, khususnya kurma. Sebab, menurut Imam Syafii, buah yang wajib dikeluarkan zakatnya hanya kurma dan anggur. Sementara menurut Abu Hanifah, semua

Page 38: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

38 JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Pembangunan Nasional Dan Ekonomi Syariah Kesejahteraan Yang Diberkahi

jenis buah mesti dikeluarkan zakatnya.

Terlepas dari pendapat mana yang diikuti pembaca, satu hal yang pasti, syarat dikeluarkan zakat buah-buahan menurut Imam Mawardi, ada dua. Pertama, buah sudah layak dimakan. Kedua, jumlah buah mencapai lima wasaq, yakni: 1.272 kg. Sementara Abu Hanifah mewajibkan zakat buah, berapa pun banyaknya.

Besarnya zakat bagi buah, khususnya kurma dan anggur adalah sepuluh persen bagi yang diairi sungai sedangkan yang tidak diairi sungai adalah lima persen.

3) Zakat Tanaman

Menurut syariat Islam, harta jenis ketiga yang harus dikeluarkan zakatnya adalah tanaman. Seperti buah-buahan, besaran zakat tanaman juga sama, yakni sepuluh persen dari hasil panen bagi tanaman yang diairi sungai. Sedangkan jika diari dengan sistem irigasi buatan manusia sendiri atau disiram sendiri oleh petani, zakatnya lima persen.

Namun, ada perbedaan pendapat di antara ulama tentang jenis tanaman yang wajib dikeluarkan zakatnya. Abu Hanifah misalnya mewajibkan zakat bagi semua jenis tanaman. Sedangkan Imam Syafii hanya mewajibkan tanaman untuk dimakan atau disimpan pemiliknya yang wajib dikeluarkan zakatnya.

4) Zakat Perak dan Emas

Jenis harta keempat yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah perak dan emas. Besarnya zakat perak adalah dua setengan persen sesuai dengan sabda Rasululla saw: ”Pada perak terdapat dua stengah persen.” (HR Abu Daud dan Ibnu Majah).

Jumlah nisab perak yang wajib dikeluarkan zakat adalah seharga dua ratus dirham. Jika jumlah perak sebanyak dua ratus lima dirham, zakatnya sebesar dua setengah persen. Maknanya, simpanan perak sejumlah di bawah dua ratus dirham, tidak dikenakan kewajiban zakatnya.

Sama dengan perak, emas juga terkategori harta yang mesti dikeluarkan zakatnya. Berbeda dengan perak, nisab emas yang dikenakan kewajiban zakat adalah sebanyak dua puluh mitsqal atau senilai tiga puluh dirham. Baik emas maupun perak, terkena wajib zakat jika kedua harta tersebut berumur setahun di tangan pemiliknya dan jumlahnya memenuhi ketentuan nisab bagi masing-masing jenis harta tersebut.

Selain zakat emas dan perak, para fuqahah juga menyebutkan zakat hasil tambang dan zakat harta terpendam. Namun, menurut Imam Mawardi, kalangan ulama berbeda pendapat mengenai tambang apa saja yang terkena kewajiban zakat. Abu Hanifah misalnya, berpendapat, tambang yang wajib terkena zakat adalah yang dapat dicetak seperti: emas, perak, tembaga, dan kuningan. Beliau tidak mewajibkan zakat hasil tambang yang tidak dapat dicetak, seperti batu.

Imam Syafii hanya mewajibkan zakat bagi emas dan perak. Sedangkan Abu Yusuf berpendapat, hasil tambang yang wajib dikenakan zakat adalah yang digunakan untuk perhiasan. Hemat saya, apa pun jenis tambang, asalkan ia merupakan hasil profesi atau pekerjaan sehari-hari yang mendatangkan uang atau penghasilan, hendaknya dikeluarkan

Page 39: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

39JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Pembangunan Nasional Dan Ekonomi Syariah Kesejahteraan Yang Diberkahi

zakatnya. Tentunya, jumlah uang yang diperoleh mencapai nisab yang ditetapkan syariat.

Alasan saya, mengapa semua jenis tambang perlu dikeluarkan zakatnya karena hal itu berlaku terhadap buah-buahan dan tanaman. Sekalipun mayoritas umat Islam di Indonesia, bermazhab Syafii, tetapi mereka mengeluarkan zakat padi. Padahal, menurut Imam Syafii, buah-buahan yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah kurma dan anggur.

Mengapa petani di Indonesia mengeluarkan zakat untuk padi. Dua sebabnya, yakni: Pertama, diqiaskan dengan zakat fitrah yang diberikan dalam bentuk makanan pokok, yakni kurma. Disebabkan di Indonesia, tidak ada kurma sementara beras adalah makanan pokok, makazakat fitrah diberikan dalam bentuk beras. Kedua, panen padi, mendatangkan penghasilan bagi petani sehingga wajar dikeluarkan zakat jika telah memenuhi nisabnya. Oleh karena itu, hemat saya, berkaitan dengan hasil tambang di atas, apakah emas, perak, intan, tembaga, kuningan, batu bara, pasir, dan batu, jika mendatangkan penghasilan dan nilai uangnya senisab dengan nisab emas serta berada dalam simpanan selama setahun, perlu dikeluarkan zakat. Demikian pula halnya, perhiasan yang digunakan di tubuh sehari-hari yang tidak mencapai nisab (cincin, gelang, atau kalung), tidak perlu dikeluarkan zakatnya. Sebaliknya, jika ia memenuhi nisab, setelah berusia setahun, mesti dikeluarkan zakatnya.

Berkaitan dengan hasil tambang di atas, para fuqahah berbeda pendapat tentang besaran zakat bagi hasil tambang. Menurut Imam Mawardi, ada tiga pendapat ulama berkenaan dengan besaran zakat hasil tambang, yakni:

(a) Dua setengah persen, seperti zakat emas dan perak;

(b) Dua puluh persen seperti harta terpendam;

(c) Bergantung proses perolehan. Misalnya, jika hasil tambang tersebut memerlukan banyak pembiyaan, besaran zakatnya, dua setengah persen. Sebaliknya, jika pembiyaannya sedikit, besaran zakatnya adalah dua puluh persen.

Selain hasil tambang, syariat Islam juga menentukan kewajiban zakat bagi harta terpendam yang ditemukan seseorang. Harta terpendam adalah harta yang terpendam sebelum datangnya Islam yang ditemukan di lahan kosong atau di jalanan umum. Jika harta yang terpendam itu berasal dari masa sesudah datang Islam, ia disebut barang temuan. Menurut Imam Mawardi, beberapa hal yang perlu diperhatikan, baik mengenai harta terpendam maupun harta temuan, antara lain:

(a) Harta terpendam maupun harta temuan, menjadi milik penemu jika ia ditemukan di lahan milik negara (bukan milik pribadi) atau di jalanan umum;

(b) Jika harta terpendam atau harta temuan berada di lahan milik seseorang, maka harta tersebut milik pemilik tanah, bukan milik penemu;

(c) Besarnya zakat, baik harta terpendam maupun harta temuan adalah dua puluh persen, sesuai dengan hadis Rasulullah saw: ”Dan di dalam harta terpendam terdapat kewajiban seperlima (dua puluh persen). (Muttafaq alaihi).

Page 40: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

40 JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Pembangunan Nasional Dan Ekonomi Syariah Kesejahteraan Yang Diberkahi

(d) Menurut Abu Hanifah, bagi penemu harta terpendam, terserah baginya, apakah mau mengumumkan harta terpendam itu atau mendiamkannya. Demikian pula halnya dengan Khalifah di mana jika beliau melihat atau mengetahui seseorang menemukan harta terpendam, terserah bagi khalifah, apakah akan mengambil dua puluh persen dari harta temuan itu atau tidak.

(e) Harta terpendam atau tidak terpendam yang ditemukan sesudah datangnya Islam, pemilik tanah harus mengumumkannya selama setahun. Jika pemiliknya datang, penemu harus menyerahkan harta tersebut. Jika selama setahun, pemiliknya tidak datang, harta tersebut menjadi milik penemu dengan jaminan, kalau pemiliknya datang, penemu harus menggantinya.

2. Mustahik Zakat

Memerhatikan jenis harta dan zakatnya seperti dijelaskan di atas, dapat disebutkan, Islam bukan sekedar agama ritual atau ajaran yang berorientasi ke kehidupan akhirat saja, tetapi ia meliputi seluruh aspek kehidupan manusia, di dunia dan akhirat. Kehidupan di dunia itu sendiri dalam konsep Islam, meliputi seluruh aspek kehidupan, mulai dari keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara, baik yang berkenaan dengan masalah politik, ekonomj, sosial budaya, pendidikan, hukum, kesehatan, maupun militer.

Persoalan strategis dalam masalah zakat, sebagaimana judul bagian ini – zakat, sokoguru ekonomi Islam – jika dikelola distribusi dan fungsionalisasinya dengan baik, masalah kemiskinan, pengangguran, dan ketidak-adilan sosial di mana pun di dunia ini, dapat teratasi secara tuntas. Tentu, persoalan distribusi yang pertama diperhatikan, baik oleh muzakki (wajib zakat), maupun amil zakat (pengumpul dan pembagi zakat), siapa yang berhak menerima zakat, baik zakat fitrah maupun zakat harta. Dalam konteks ini, sesuai dengan kesempurnaan Islam, Allah sendiri yang menetapkan, siapa yang berhak menerima zakat, seperti teruntai dalam ayat al-Qur’an berikut:

Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mualaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS At-Taubah: 60).

Dari ayat al-Qur’an di atas, Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya mengatakan, ada delapan golongan yang berhak menerima zakat, termasuk zakat harta, yakni:

1) Golongan Fakir

Siapakah yang tergolong fakir sehingga berhak menerima zakat.? Menurut Ibnu Jarir yang dikutip pendapatnya oleh Ibnu Katsir, fakir adalah seseorang memerlukan bantuan keuangan, tetapi tidak mau meminta-minta. Sedangkan menurut Qatadah, fakir adalah orang yang memerlukan dan memiliki penyakit menahun.

Dari dua pendapat ini, dapat disebutkan, fakir adalah seseorang yang tidak memiliki harta atau uang, bukan karena malas berusaha, tetapi disebabkan penyakit menahun yang diderita yang menghalangi dia untuk bekerja. Disebabkan golongan ini berhak menerima

Page 41: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

41JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Pembangunan Nasional Dan Ekonomi Syariah Kesejahteraan Yang Diberkahi

zakat sesuai dengan ketentuan Allah, padahal mereka tidak meminta-minta, maka pemerintah bertanggung jawab atau pro aktif dalam mengdistribusikan zakat kepada mereka. Tentu hal ini dimulai dengan sensus atau pendataan warga, mulai dari tingkat RT sampai tingkat nasional, siapa yang berstatus fakir. Dengan demikian, Amil zakat tidak boleh menyerahkan zakat kepada seseorang atas dasar hubungan kekeluargaan atau hubungan emosional lainnya.

2) Golongan Miskin

Mereka yang tergolong miskin adalah mereka yang menurut Ibnu Jarir dalam tafsir Ibnu Katsir, memerlukan bantuan keuangan, kemudian meminta-minta. Sedangkan menurut Qatadah – juga dalam tafsir Ibnu Katsir, orang miskin adalah mereka yang memerlukan, tetapi badannya sehat. Jadi, berbeda denga golongan fakir yang memang menderita penyakit menahun. Dalam konteks orang sehat yang meminta-minta, Ubaidillah bin Adi bin al-Khiyar meriwayatkan, bahwasanya ada dua orang yang memberitahunya, bahwa keduanya telah datang ke Rasulullah saw untuk meminta bagian zakat. Maka Rasulullah memandangi keduanya dengan saksama dan melihat keduanya sebagai orang yang kuat, lalu berkata:

“Jika kalian mau, aku akan memberi kalian, akan tetapi zakat tidak diberikan kepada orang kaya dan orang masih kuat yang mampu mencari penghasilan.” (HR Ahmad, Abu Daud, dan An-Nasaai).

Hadis ini dengan jelas menunjukkan kalau selama ini, kita salah karena menyerahkan zakat kepada orang yang tidak berhak, yakni mereka yang masih sehat dan bisa mencari kerja. Sebab, Abu Hurairah meriwayatkan, sesungguhnya Rasulullah bersabda:

“Orang miskin bukanlah orang yang berkeliling meminta-minta, lalu diberi sesuap atau dua suap, satu buah kurma atu dua buah.” Maka mereka bertanya, ”kalau begitu, siapakah orang miskin itu Rasulullah.?” Beliau menjawab: “orang yang tidak memiliki sesuatu yang dapat kebutuhannya, dan kondisinya tidak dikatahui sehingga diberi sedekah. Maka dia diberi zakat. Dan dia tidak meminta-minta.” (HR Bukhari dan Muslim).

3) Mualaf

Mualaf adalah orang yang baru masuk Islam. Menurut Ibnu Katsir, golongan ulama membagi mualaf menjadi dua golongan, yakni: mereka yang diberik zakat atau hadiah agar seseorang mau masuk Islam seperti yang dilakukan Rasulullah saw terhadap safwan bin Umayyah. Kelompok kedua, mereka yang baru masuk Islam, diberi zakat agar keimanannya terus bertambah seperti yang dilakukan Rasulullah saw terhadap pembesar dari orang-orang Thulaqa di mana beliau memberikan kepada mereka masing-masing seratus ekor unta dari pampasan perang Hunain.

Dalam sahih Bukhari dan Muslim disebutkan riwayat dari Abu Said,bahwasanya Ali mengirimi Rasulullah saw emas dari Yaman, lalu beliau membaginya kepada empat orang: al Aqra bin Habis, Uyaina bin Badr, Alqamah bin Alatsah, dan Zaid al-Khair. Beliau bersabda: “Aku berusaha melunakkan hati mereka.”

Page 42: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

42 JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Pembangunan Nasional Dan Ekonomi Syariah Kesejahteraan Yang Diberkahi

Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengatakan, para fuqaha berbeda pendapat, apakah muallaf, khususnya yang belum memeluk Islam, mendapatkan zakat setelah wafatnya Rasulullah saw. Segolongan berpendapat, disebabkan Islam sudah tegak dengan meluasnya umat Islam di mana-mana, maka para muallaf maupun mereka yang belum masuk Islam, tidak perlu diberi hadiah atau zakat. Sebaliknya, golongan kedua berpendapat, muallaf (yang belum masukIslam) tetap diberikan hadiah atau zakat karena amalan itu pernak dilakukan Rasulullah saw.

4) Orang yang Berhutang

Orang yang berhutang yang boleh memeroleh zakat, menurut Ibnu Katsir dalam tafsirnya, adalah seseorang yang mempunyai tanggungan denda atau hutang yang harus dipenuhi, sedangkan untuk memenuhinya, dia harus menguras habis harta kekayaannya, atau dia harus berhutang kepada orang lain, atau berhutang dan melakukan maksiat lalu dia bertobat. Hal ini sesuai hadis yang diriwayatkan sendiri oleh Qubaishah bin Mukhariq al-Hilali, dia berkata: ”aku memiliki tanggungan denda, maka aku datang kepada Rasulullahsaw untuk meminta bagian zakat, lalu beliau berkata: ”Tinggallah, hingga datang kepada kami zakat, lalu kami akan memberimu dari zakat tersebut.” Setelah itu beliau bersabda: ”Hai Qubaishah, sesungguhnya meminta-minta itu tidak dibolehkan, kecuali satu dari tiga macam orang: Seseorang yang memiliki tanggungah, maka dia dibolehkan meminta-minta sehingga dia dapat hidup normal, lalu dia mengentikan pekerjaan meminta-mintanya. Seseorang yang terkena musibah besar yang memusnahkan kekayaannya, maka diperbolehkan baginya meminta-minta sehingga dia dapat hidup normal (memeroleh penopang hidup). Dan seseorang yang ditimpa kefakiran sehingga ada tiga orang berakal dari kaumnya yang menjadi saksi atas kefakirannya, maka dia diperbolehkan meminta-minta sehingga dia bisa hidup normal. Hasil meminta-minta yang bukan dari ketiga macam ini adalah harta haram yang dimakan oleh orang itu.” (HR Muslim).

5) Pembebasan Budak

Budak atau hamba sahaya adalah seseorang yang menurut Ibnu Katsir dengan mengutip pendapat beberapa sahabat, mengatakan, adalah hamba sahaya yang melakukan perjanjian bebas. Maksudnya, jika seorang hamba sahaya menerima zakat, dia akan menebus diri dari tuannya untuk menjadi orang merdeka, baik dia sudah beragama Islam maupun baru mau masuk Islam. Hampir semua imam mazhab, menurut Ibnu Katsir, menyetujui zakat diberikan untuk membebaskan seorang hamba sahaya agar menjadi seorang manusia merdeka.

Masalahnya, bagaimana hal ini diterapkan pada masa sekarang di mana sudah tidak ada lagi sistem perbudakan. Hemat saya, jika zakat tidak lagi dikeluarkan bagi golongan hamba sahaya, maknanya, ada ayat al-Qur’an yang out of date, tidak fungsional lagi. Padahal, al-Qur’an senantiasa up to date, kapan dan di mana saja, selama dunia belum kiamat. Oleh karena itu, para fuqaha melalui ijtihad yang serius dan ikhlas sehingga lahir suatu ijma’ di dunia Islam bahwa sampai kapan pun budak atau hamba sahaya itu tetap ada. Misalnya, pembantu rumah tangga dari Indonesia yang dipekerjakan di Arab Saudi, sering mengalami pelbagai pelecehan karena ada di antara majikan yang menganggap PRT itu sebagai hamba sahaya. Konsekwensinya, pemerintah Indonesia tidak boleh mengirim

Page 43: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

43JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Pembangunan Nasional Dan Ekonomi Syariah Kesejahteraan Yang Diberkahi

TKW ke luar negeri karena selain menjadikan status mereka sebagai hamba sahaya, hal itu juga bertentangan dengan syariah Islam. Sebab, seorang muslimah yang menjalankan suatu perjalanan atau berada di luar rumahnya melebih tiga hari tanpa muhrim, termasuk perbuatan dosa. Atau, seseorang, disebabkan tekanan ekonomi dan tiadanya lapangan kerja, terpaksa bekerja di perusahaan orang kafir di mana dia tidak bebas melaksanakan ajaran Islam, misalnya shalat, mengaji, atau shaum ramadhan. Dalam kasus seperti ini, pemerintah, dalam hal ini Kemenag perlu menerbitkan kebijakan agar salah satu bagian zakat diserahkan kepada muslim yang mengalami hal seperti di atas dalam bentuk modal sehingga dia dapat berwira usaha. Dengan demikian, tidak ada lagi – secara bertahap – umat Islam menjadi budak dari perusahan kafir atau menjadi hamba sahaya di luar negeri.

6) Ibnu Sabil

Menurut Ibnu Katsir, ibnu sabil adalah seorang musafir di suatu negeri yang bekalnya tidak cukup untuk dipakai pulang ke negerinya, maka dia diberi zakat yang mencukupi untuk pulang ke negerinya. Begitu juga dengan orang yang ingin bepergian, akan tetapi tidak memiliki bekal, maka dia diberi dari bagian zakat untuk perbekalannya pergi dan pulang. Menurut Ibnu Katsir, pedapatnya ini, selain ayat al Qur’an di atas, ada hadis yang diriwayatkan Abu Daud dan Ibnu Majah, bahwa Rasululullah berkata,

“Zakat tidak dihalalkan bagi orang kaya, melainkan untuk lima orang: ”amil, orang yang memberli harta zakat dengan hartanya, gharim (orang yang berhutang), orang yang berperang di jalan Allah. Orang miskin yang diberi bagian zakat lalu dia menghadiahkan kepada orang kaya.”

7) Orang yang Berjihad di Jalan Allah

Ibnu Katsir dalam tafsirnya berpendapat, orang yang berjihad di jalan Allah, di antaranya adalah orang-orang yang dalam peperangan, tetapi tidak digaji. Mereka ini berhak menerima zakat. Sedangkan menurut Imam Ahmad, al-Hasan, dan Ishaq, mereka yang sedang menunaikan haji juga tergolong jihad fi sabilillah.

Menurut Imam Al Mawardi, jihad terdiri dari empat jenis di mana mereka yang ikut serta dalam jihad tersebut berhak memeroleh zakat. Keempat jenis jihad tersebut adalah:

a. Jahid melawan Musyrikin.

b. Jihad Melawan orang-orang Murtad

c. Jihad melawan Pemberontak

d. Jihad melawan Pengacau Kemanan

Dalam kesempatan ini, saya hanya mengkomunikasikan secara selintas jenis jihad kedua, yakni, jihad melawan orang-orang murtad. Sebab, selama penjajahan Portugis, Belanda, sampai Indonesia merdeka, terjadi pemurtadan puluhan juta umat Islam di Indonesia. Tragisnya, hampir seluruh umat Islam di Indonesia, termasuk pejabat, elit politik, dan ulama bersikap biasa-biasa saja. Sebab, mereka hanya menganggapnya sebagai konsekwensi logis dari kebodohan dan kemiskinan umat yang dimanfaatkan oleh misionaris Yahudi dan Nasrani di Indonesia. Padahal, menurut Rasulullah saw, orang murtad harus dibunuh seperti yang disampaikan dalam hadis pendek berikut:

Page 44: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

44 JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Pembangunan Nasional Dan Ekonomi Syariah Kesejahteraan Yang Diberkahi

“barangsiapa berganti agama, bunuhlah dia.” (HR: Bukhari, Abu Daud, Tirmidzi, An-Nasai, Ibnu Majah, dan Ahmad).

Pernyataan Rasulullah tersebut dibuktikan dengan dieksekusinya Ummu Ruman, seorang perempuan yang murtad ketika Nabi Muhammad saw masih hidup. Berdasarkan hadis dan tindakan Rasulullah saw itulah, Abu Bakar sebagai khalifah pertama, menyerang Musailamah dan kaumnya yang murtad karena mengaku sebagai nabi baru.

Disebabkan Indonesia negara sekuler, artinya, bukan negara Islam, maka eksekusi hukuman mati terhadap orang murtad, tidak dapat dilakukan oleh pemerintah. Tetapi, bagi cendekiawan muslim, apalagi golongan ulama, pembiaran ini akan dipertanggung-jawabkan di akhirat kelak.Oleh karena itu, beberapa hal perlu dilakukan keluarga, ormas, dan aktivis dakwah Islam, antara lain:

(a) Jangan bertetangga dengan keluarga nonmuslim

(b) Jangan membiarkan anak-anak kita berkawan akrab dengan anak-anak non-muslim;

(c) Jangan menyekolahkan anak-anak di sekolah swasta yang bukan sekolah Islam;

(d) Jangan berobat di rumah sakit swasta, poliklinik atau dokter praktik yang non-muslim;

(e) Jangan bekerja di perusahaan swasta yang pemiliknya non-muslim;

(f) Jangan bermitra dagang dengan pengusaha non-muslim;

(g) Jangan berbelanja di toko atau mal yang pemiliknya non-muslim.

(h) Jangan menjadi anggota atau mengikuti kegiatan yang dilakukan ormas, LSM, atau parpol yang tidak berasas Islam.

8) Amil Zakat

Amil Zakat adalah orang mengelola pengumpulan dan pembagian zakat dan mereka berhak mendapatkan bagian zakat. Menurut Ibnu Katsir, Amil zakat tidak boleh berasal dari kerabat Rasulullah saw karena mereka tidak berhak menerima zakat. Dalam konteks ini, syariat Islam menetapkan, amil zakat atau petugas pemungut zakat ditetapkan dan diangkat oleh khalifah (kepala negara Islam).

Menurut Imam Mawardi, syarat seseorang dapat menjadi anggota Amil Zakat atau pemungut zakat adalah:

a. Seseorang yang tidak berstatus hamba saya;

b. Seorang muslim;

c. Memiliki sifat-sifat adil; dan

d. Memahami hukum-hukum zakat;

Page 45: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

45JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Pembangunan Nasional Dan Ekonomi Syariah Kesejahteraan Yang Diberkahi

3. Distribusi Zakat

Sebagaimana diketahui, tujuan Allah menetapkan zakat sebagai salah satu rukun Islam adalah selain menyucikan harta kekayaan dan diri setiap muslim, juga dimaksudkan agar terciptanya kesejahteraan dan keadilan sosial di masyarakat. Dalam konteks ini, zakat fitrah dimaksudkan agar setiap muslim/muslimah, dari bayi sampai kakek-kakek/nenek-nenek, menyucikan dirinya. Sedangkan zakat harta adalah salah satu bentuk penyucian harta milik muslim/muslimah yang ditetapkan Allah dan Rasul-Nya.

Agar zakat – baik zakat fitrah maupun zakat mal – fungsional, muzakki dan amil zakat perlu memiliki organisasi dan sistem distribusi yang baik, profesional, dan transparan. Disebabkan Indonesia bukan negara Islam, maka Presiden dan jajarannya tidak memiliki otoritas untuk memerintahkan umat Islam menyerahkan zakat mereka ke BI atau ke Kementerian Agama. Dalam konteks ini, setiap muslim/muslimah harus mengerti kedudukan hukum zakat dan syarat-syarat yang harus dipenuhi, baik dalam status sebagai muzakki maupun mustahik sebagaimana diterangkan di bagian sebelumnya. Maknanya, setiap muzakki (wajib zakat) dapat menyerahkan langsung zakatnya kepada delapan asnab yang ditetapkan ayat al-Qur’an di atas (QS At Taubah: 60).

Persoalannya, tradisi di kampung-kampung, zakat biasa diserahkan kepada anak yatim, janda, dan guru ngaji. Padahal, ketiga golongan ini tidak termasuk dalam delapan asnab yang ditetapkan dalam al-Qur’an. Memang, ketiga golongan tersebut, khususnya anak yatim dan janda, perlu mendapat pertolongan sesama umat Islam. Hanya saja, bantuan keuangan kepada mereka tidak berbentuk zakat, tetapi ia berupa infak atau sedekah. Lainnya halnya kalau anak yatim, janda, dan guru ngaji tersebut memenuhi syarat sebagai fakir, miskin, orang yang berhutang atau sedang dalam perjalanan di jalan Allah yang kehabisan bekal.

Selain itu, zakat yang diserahkan kepada mustahik – baik oleh amil zakat maupun mujakki sendiri – betul-betul fungsional, yakni, tahun berikutnya orang tersebut tidak lagi berstatus mustahik. Artinya, zakat yang diserahkan ke seorang mustahik dapat dijadikan sebagai modal usaha dalam melakukan kegiatan wira usaha, apakah sebagai penjual goreng-gorengan, warung makanan atau pengrajin rumah tangga (home industry). Sebab, Rasulullah saw melarang menyerahkan zakat kepada peminta-minta yang sehat karena dengan kesehatan tubuhnya, dia harus bekerja mencari nafkah yang halal.

Dalam konteks di atas, eksistensi baitulmal menjadi sangat penting karena: Pertama, mereka yang terkategori sebagai mustahik, jelas dan konkrit, tidak fiktif apalagi disusun berdasarkan KKN atau konspirasi di antara pengurus baitulmal dengan kawan-kawan atau orang sekampung, seormas, atau separpol. Sebab, mereka yang dapat menjadi anggota amil zakat adalah orang yang beriman, bertakwa, dan mengerti hukum-hukum zakat.

Kedua, daftar nama para mustahik yang ada di amil zakat atau baitulmal, diperoleh melalui pendataan yang akurat dan objektif melalui suatu sensus sebagaimana dilakukan Umar bin Khattab ketika menjadi khalifah dalam rangka distribusi zakat dan ghanimah. Ketiga, distribusi zakat dilakukan berdasarkan suatu program jangka panjang yang sistematik, strategis, dan komprehensif dalam rangka mencerdaskan, mensejahterakan, dan merukunkan umat Islam dalam suatu masyarakat madani.

Page 46: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

46 JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Pembangunan Nasional Dan Ekonomi Syariah Kesejahteraan Yang Diberkahi

Keempat, program distribusi zakat, khususnya zakat harta diprioritaskan kepada sektor-sektor:

a. Mencerdaskan anak-anak keluarga miskin dengan cara memberi beasiswa – setidaknya sampai program diploma - agar mereka bertauhid, pandai membaca al-Qur’an, rajin shalat, berketerampilan, dan berakhlak mulia.

b. Melahirkan jiwa wirausaha para mustahik dengan cara memberi pelatihan dan modal awal agar dengan keterampilan yang diperoleh, mereka dapat menjadi pengrajin atau pengusaha home industry.

c. Meningkatkan kualitas keimanan dan keislaman para muallaf berupa dana pendidikan khusus agar mereka menjadi da’i yang mendakwakan keluarga besar atau orang sekampung agar mau masuk Islam. Program ini lebih difokuskan ke para muallaf yang berasal dari keturunan China sehingga dalam jangka waktu tertentu, mayoritas nonpribumi di Indonesia memeluk Islam. Program yang sama dilakukan juga terhadap muallaf di Papua dan Papua Barat agar mereka dapat mengislamkan seluruh penduduk asli di daerah tersebut.

4. Baitul Mal

Secara historis, baitul mal mulai dikenal dalam sejarah Islam ketika selesai perang Bad’r. Pada waktu itu, umat Islam memeroleh kemenangan dan mendapatkan ghanimah (pampasan perang) dalam jumlah yang banyak. Pampasan perang tersebut dibagi-bagikan Rasulullah saw kepada perajurit yang mengikuti perang Badr serta umat Islam lain di Madinah yang dinilai layak menerimanya. Tentu, disebabkan hal ini baru pertama kali terjadi di kalangan umat Islam, ada yang merasa kurang puas atas pembagian tersebut. Tidak berapa lama kemudian, turun wahyu yang menjelaskan status hukum ghanimah dan cara pembagiannya. Allah berfirman:

Mereka menanyakan kepadamu tentang (pembagian) harta rampasan perang. Katakanlah: ”harta rampasan itu kepunyaan Allah dan Rasul, sebab itu bertakwalah kepada Allah dan perbaikan hubungan di antara sesamamu dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya, jika kamu adalah orang yang beriman. (QS Al Anfaal: 1).

Asbabun nuzul ayat ini berkenaan dengan sahabat, Sa’ad bin Malik yang membunuh salah seorang tentera Quraisy pada perang Badr, kemudian mengambil pedang milik orang yang terbunuh tersebut. Sa’ad lalu membawa pedang itu ke Rasulullah saw dan memintanya untuk dirinya. Tetapi, Rasulullah saw menolak. Sa’ad meninggalkan Rasulullah dengan perasaan sedih, apalagi pada waktu itu, salah seorang saudaranya meninggal dalam perang tersebut. Tidak berapa lama kemudian ayat 1 surah Al-Anfaal ini diturunkan Allah swt sebagai ketentuan mengenai pembagian harta yang berasal dari pampasan perang. Akhirnya, Sa’ad pun memeroleh pedang yang diinginkan tersebut. Ketika menyerahkan pedang itu, Rasulullah mengatakan kepada Sa’ad:

“Engkau tadi meminta kepadaku pedang ini, padahal ia bukan milikku dan sesungguhnya sekarang pedang itu telah diberikan kepadaku, jadi pedang ini kuberikan kepadamu.” (HR Imam Ahmad).

Berdasarkan ayat al-Qur’an dan al-Hadits di atas, dapat disimpulkan:

Page 47: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

47JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Pembangunan Nasional Dan Ekonomi Syariah Kesejahteraan Yang Diberkahi

a. Ghanimah atau pampasan perang adalah milik Allah dan Rasul-Nya;

b. Nabi Muhammad diberi otoritas untuk membagikan pampasan perang tersebut kepada para prajurit sesuai dengan prestasi masing-masing mereka;

c. Sebelum dibagi, seperlima dari pampasan dipisahkan untuk keperluan Rasulullah saw dan keluarganya. Namun, fakta sejarah menunjukkan, ketika meninggal dunia, baju perang Rasulullah saw masih tergadai padahal beberapa perang besar yang dimenangkan umat Islam dengan pampasan perang sangat banyak. Hal ini menunjukkan, seperlima pampasan perang yang menjadi hak Rasulullah saw digunakan untuk membantu umat Islam yang memerlukan serta pembiyaan pengembangan syiar Islam di jazirah Arab.

Sedangkan pembagian ghanimah, menurut Imam Mawardi, ada empat cara, yakni:

a. An-nafl (pemberian atau tambahan dari ghanimah) yang tidak dibagi khumusnya, yaitu as-salb (rampasan khusus atau pribadi seperti pedang musuh yang diambil Sa’ad bin Malik dari orang yang dibunuhnya);

b. An-nafl yang diambil dari ghanimah setelah dikeluarkan seperlima dari. Misalkan khalifah mengirim pasukan ke medan perang lalu pasukan itu kembali dengan membawa banyak ghanimah, maka pasukan itu mendapatkan seperempat atau sepertiga dari ghaniman tersebut setelah dikeluarkan seperlima darinya;

c. An-nafl yang terambil dari seperlima itu sendiri, yaitu seluruh ghanimah dikumpulkan, lalu dibagi lima, setelah yang seperlima ada di tangan khalifah, kemudian khalifah menaflkan (menghadiahkan) sebagiannya kepada pihak lain, sesuai dengan kadar yang beliau sendiri setujui;

d. An-nafl dari seluruh ghanimah sebelum dibagi lima, yaitu sesuatu yang diberikan kepada para penunjuk jalan, penggembala dan penuntun hewan gembalaan itu.

Dari penjelasan di atas, dapat dikatakan, ghanimah adalah salah satu sumber keuangan dalam sistem Islam. Dengan demikian, sumber keuangan dalam pemerintahan Islam berasal dari zakat, infah, sedekah, hibah, pajak tanah, dan ghanimah. Kesemua sumber keuangan tersebut disimpan di dalam apa yang disebut sebagai baitul mal (rumah harta) atau dalam istilah Indonesia sekarang, kas negara.

Pada masa Rasulullah saw, kas negara yang berasal dari zakat, infak, sedekah, dan ghanimah, habis digunakan, baik untuk keperluan prajurit, fakir miskin, anak yatim, serta perbelanjaan, baik pembiyaan peperangan maupun dana dakwah dan penyiaran agama Islam.

Ketika pemerintahan Abu Bakar, ghanimah mulai dikumpulkan dalam bentuk baitul mal di rumahnya setelah dikeluarkan hak-hak mereka yang mesti memerolehnya.Namun, ketika Abu Bakar meninggal dunia, Umar sebagai khalifah kedua hanya menemukan satu dinar di rumah Abu Bakar. Artinya, Abu Bakar benar-benar meneladani Rasulullah saw dalam penggunaan hak miliknya (1/5 dari pampasan perang) untuk kepentingan umat, bukan untuk diri sendiri. Para ahli sejarah Islam mencatat, pada tahun pertama pemerintahannya, Abu Bakar menyerahkan setiap

Page 48: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

48 JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Pembangunan Nasional Dan Ekonomi Syariah Kesejahteraan Yang Diberkahi

penduduk Madinah sebanyak sepuluh dirham yang berasal dari ghanimah. Pada tahun kedua, mereka memeroleh dua puluh dirham. Wajar kalau ketika meninggalnya, hanya ditemukan sisa satu dinar di rumahnya, tak ubahnya Rasulullah saw yang ketika meninggal, baju perangnya masih tergadai di rumah orang lain.

Ketika Umar menjadi khalifah, wilayah kekuasaan Islam sangat luas di mana ghanimah, zakat, infak, sedekah, dan pajak sangat banyak yang masuk ke baitul mal. Pada waktu itu, Iran, Irak, Suriah, Palestina, Mesir dan lain-lain negeri sudah masuk ke dalam wilayah pemerintahan Islam. Berdasarkan kondisi itu, asas-asas baitul mal yang dirintis Rasulullah saw yang kemudian dilanjutkan Abu Bakar, dijadikan Umar bin Khattab sebagai lembaga negara resmi yang dipimpin oleh Abdullah bin Arqam. Selain itu, Umar juga melantik Abdurrahman bin Ubaydi Al-Qary dan Mu’ayqib sebagai pembantu yang kalau di BI sekarang, mereka berstatus sebagai deputi. Umar pun memerintahkan dibentuk baitul mal di setiap ibu kota wilayah yang berada di bawah kekuasaan khilafah Islam.

Ahli sejarah juga mencatat, pada pemerintahan Ubar bin Khattab, khilafah Islam sudah tertata secara administratif dengan baik dengan dibentuknya beberapa kementerian dan lembaga negara, antara lain: Kepolisian, Pertahanan, Baitulmal (Kas Negara), dan PU. Biaya pengelolaan kementerian dan lembaga negara tersebut, termasuk gaji para pegawai, dikeluarkan dari baitulmal. Bahkan, ketika itu Umar sudah membayar gaji dan tunjangan pegawai serta pihak-pihak yang berhak dalam bentuk cek yang kemudian mereka menukarnya dengan gandum di baitulmal di mana gandum diimpor dari Mesir.

Dari uraian singkat di atas, dapat dikatakan, jika zakat, infak, sedekah, dan ghanimah dijadikan sebagai sokoguru ekonomi Islam dengan pengelolaan baitulmal yang profesional, umat Islam dapat mencapai kesejahteraan serta pada waktu yang sama, diberkahi Allah swt. Dalam konteks kekinian, beberapa hal dapat dilakukan agar umat Islam tidak dijajah perekonomiannya, baik oleh kapitalis barat maupun sosialis komunis di belahan timur dunia, antara lain:

(a) Ormas-ormas dan parpol Islam mendirikan bank-bank syariah yang cabang-cabangnya berada di setiap kecamatan seluruh Indonesia. Di Indonesia, bank syariah ini dikenal dengan nama bak Muamalat;

(b) Setiap muslim/muslimah hanya menyimpan uangnya di bank syariah milik umat Islam. Jadi bukan di bank-bank konvensional yang ada di Indonesia yang membuka kaunter khusus syariah. Sebab, bank-bank tersebut (BI, BNI, BCA, Mandiri, Permata, BJB, dan lain-lain), modal yang digunakan untuk membukan kaunter khusus syariah, berasal dari dana bank itu sendiri yang bersumberkan riba;

(c) Bagi mereka yang sudah terlanjur menyimpan uangnya di luar bank Muamalat, segera menarik simpanannya tersebut (tanpa ribanya) dan menyimpannya di bank Muamalat;

(d) Mendorong pemerintah dan legislatif agar melahirkan undang-undang dan kebijakan supaya BI dijadikan statusnya sebagai baitulmal. Konsekwensi logisnya, tidak ada lagi sistem riba di BI. Disebabkan salah satu tugas BI adalah mengawasi dan mengkordinasi bank-bank yang ada di Indonesia, maka setiap bank yang akan dibuka di Indonesia, baik milik warganegara Indonesia maupun bangsa asing, tidak

Page 49: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

49JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Pembangunan Nasional Dan Ekonomi Syariah Kesejahteraan Yang Diberkahi

boleh menerapkan sistem riba. Dengan demikian, bank asing yang boleh dibuka perwakilannya di Indonesia hanyalah bank dari negara-negara Islam;

(e) Jika bank syariah yang murni hanyalah bank Muamalat sementara pemerintah dan legislatif tidak atau belum menetapkan keharaman riba bagi BI, maka disarankan agar didirikan BMT di setiap kecamatan. BMT ini dapat dirintis pendiriannya oleh ormas, orpol atau aktivis Islam agar umat Islam dapat menyimpan atau memeroleh modal usaha secara syar’i.

l l l l l l l l

Page 50: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

50 JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

PERPAJAKAN YANG ADIL DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT:

TANTANGAN REFORMASI KE DEPAN

Oleh: Farouk Abdullah Alwyni1

Pajak adalah salah satu penerimaan penting negara dan merupakan bagian integral dari kebijakan fiskal. Dalam literatur pemikiran Islam terkait ekonomi, ada dua pendapat terkait

pajak. Pendapat pertama melihat bahwa dalam sebuah sistim ekonomi Islam satu-satu-nya pendapatan negara yang boleh di-pungut pemerintah adalah Zakat. Tidak ada pajak lain di-luar konsep Zakat yang telah di-atur di-dalam Islam.

Pendapat kedua melihat bahwa Zakat bukanlah satu-satu-nya pendapatan untuk pemerintah yang di-hasil-kan dari pendapatan dan kekayaan publik, dan pajak dapat di-beban-kan dalam rangka menjalan-kan fungsi dari pemerintahan dan bukanlah kewajiban dari Zakat untuk memenuhi kebutuhan fiskal pemerintah.2

Terlepas dari dua pandangan diatas, pihak yang mendukung pengenaan pajak oleh Negara pun memberikan catatan bahwa dukungan hanya diberikan kepada “sistim perpajakan yang adil” yang sesuai dengan semangat Islam (Chapra, 1992).

Adil di sini maksudnya adalah bahwa uang pajak benar-benar harus di gunakan untuk kemaslahatan publik (dalam rangka merealisasikan “Maqasid Syariah”, yang dalam konteks kita sekarang kurang lebihnya adalah untuk pembangunan infrastruktur yang baik, layanan publik yang prima, jaminan pendidikan dan kesehatan, dan juga layanan jaminan pengaman sosial.

Disamping itu pajak juga tidak boleh membenani masyarakat dan hanya dibayarkan oleh yang benar-benar mampu membayarnya.

1. Penulis adalah Chairman, Center for Islamic Studies in Finance, Economics, and Development (CIS-FED). Dosen Senior di Sekolah Pasca Sarjana Perbanas Institute, dan juga mengajar di MM-Program FE-UI dan di MEI-Program Universitas Az-Zahra.2. Untuk kajian lebih jauh terkait hubungan Zakat dan Pajak dalam pemerintahan dapat di lihat di Shaikh (without year), Shaikh & Nadim Hanif (without year), dan sebuah ‘research paper’ berjudul “An Alternate Approach to Theory of Taxation and Sources of Public Finance in an Interest Free Econom” (without name & year).

Page 51: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

51JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Perpajakan yang Adil Dan Kesejahteraan Masyarakat: Tantangan Reformasi ke Depan

PAJAK DALAM KONTEKS NEGARA MODERN DAN SEJARAH ISLAM

Pajak dewasa ini pada dasar-nya mempunyai dua dimensi yakni dimensi sosial dan dimensi bisnis. Dimensi sosial adalah ketika pajak di-gunakan untuk mengimplementasikan konsep ‘distributive justice’, yaitu melakukan ‘internal transfer’ dari surplus unit ke-deficit unit di-masyarakat.

Melalui instrument pajak pemerintah dapat mencegah ketimpangan sosial di-masyarakat dengan mengenakan pajak kepada kelompok menengah ke-atas di-mana hasil pajak ini dapat di-gunakan untuk membangun infrastruktur, memberikan pelayanan gratis di-bidang pendidikan dan kesehatan, ataupun penciptaan jaringan pengaman sosial bagi segenap anggota masyarakat.

Di-sisi lain, pajak juga merupakan ‘kontrak sosial’ dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan baik dan professional, di-sini hasil pajak harus di-rasakan manfaat-nya melalui pemberian layanan masyarakat dari segenap kantor-kantor pemerintah.

Di-samping itu pajak harus pula di-rasakan manfaat-nya untuk pembangunan infrastruktur di-antara-nya jalan-jalan, fasilitas publik, bendungan, dan kebersihan kota. Dalam konteks ‘kontrak sosial’ ini, masyarakat sebagai pembayar pajak adalah ‘customer’ yang berhak untuk di-layani dengan baik.

Sehubungan dengan hal di-atas menarik untuk melihat kasus negara seperti Swedia (Annafari, 2010), di-mana walaupun PPh individual masuk kategori sangat tinggi (di-imbangi PPh perusahaan yang rendah), tetapi masyarakat gembira untuk membayar pajak. Hal ini karena mereka memiliki tingkat keyakinan yang tinggi kepada pemerintah bahwa pajak mereka akan di-kelola dengan baik.

Di-Swedia misal-nya, seluruh biaya sekolah mulai dari sekolah dasar s/d universitas adalah gratis, negara juga memberikan subsidi yang baik untuk segala keperluan publik, seperti subsidi bagi masyarakat yang menganggur, para pensiunan, dan juga pelayanan kesehatan yang gratis.

Di-samping itu seperti hal-nya di-banyak negara maju, prosedur dan transparansi dari alokasi pajak juga sangat mudah dan jelas. Direktorat Pajak menyedia-kan penjelasan yang detail mengenai uang pajak masyarakat. Contoh-nya di-dalam slip pajak akan di-infokan berapa uang yang akan di-alokasikan untuk jaminan sosial, pendidikan, jasa kesehatan dan pengobatan, dan untuk administrasi publik. Semua hal ini membuat kesadaran membayar pajak lebih meningkat dan mendorong solidaritas publik.

Terkait dimensi bisnis dari pajak adalah dari sisi pengenaan pajak ke-bisnis, beberapa studi menyebut-kan pajak yang tinggi cenderung menekan perekonomian, sedangkan pajak yang rendah cenderung mendukung perekonomian. Dalam kaitan ini menarik untuk melihat pemikiran Ibn Khaldun terkait dengan pajak ini (Chapra, 2008).

Ibn Khaldun melihat bahwa salah satu faktor penting untuk membuat kemajuan ekonomi adalah dengan meringan-kan sedapat mungkin beban dari pajak terhadap para pebisnis agar mereka mempunyai insentif untuk lebih aktif lagi menjalan-kan usaha-nya. Bisnis yang berkembang tentunya akan membuka lapangan kerja yang banyak pula, lapangan kerja yang

Page 52: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

52 JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Perpajakan yang Adil Dan Kesejahteraan Masyarakat: Tantangan Reformasi ke Depan

terbuka luas pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan yang pada akhir-nya akan dapat meningkatkan penerimaan negara dari pajak.

Sebalik-nya Ibn Khaldun melihat bahwa pajak yang memberat-kan akan juga menekan ekonomi yang akhir-nya akan juga menurun-kan penerimaan pajak itu sendiri. Ibn Khaldun meng-analisa bahwa kemajuan ekonomi sebuah dinasti tidak terlepas dari penghasilan pajak yang tinggi yang di-sebab-kan oleh “tingkat persentase pajak yang rendah”.

Sebalik-nya, kesulitan ekonomi yang pada umum-nya merupakan akhir dari sebuah dinasti adalah di-sebab-kan oleh “tingkat persentase pajak yang tinggi” yang ber-dampak terhadap mengecil-nya pendapatan pemerintah melalui pajak.

Chapra (2008) juga menguraikan lebih jauh bahwa sebelum Ibn Khaldun, dalam sejarah pemerintahan Islam, banyak Khalifah yang menekan-kan tentang perlu-nya menciptakan sistim perpajakan yang adil dan tidak menindas.

Khalifah Umar, Ali, dan Umar Bin Abdul Aziz menekan-kan bahwa pemungutan pajak harus berdasar-kan keadilan dan tidak melebihi kapasitas masyarakat yang harus membayar-nya. Abu Yusuf, penasihat dari Khalifah Harun Al-Rashid, menekan-kan bahwa pemungutan pajak tidak boleh menyusah-kan masyarakat dari kebutuhan-kebutuhan hidup-nya. Abu Yusuf juga berpendapat bahwa sistem pajak yang adil tidak hanya akan meningkat-kan penghasilan pemerintah tetapi juga akan bermanfaat bagi pembangunan negara.

REFLEKSI TERHADAP KONDISI PERPAJAKAN DI INDONESIA

Di-atas kita telah melihat esensi pajak dalam sejarah Islam dan juga pajak dalam konteks dunia modern. Sekarang kita coba melihat esensi perpajakan di-Indonesia. Dewasa ini kita mengenal berbagai macam pungutan pajak yang di-tetap-kan pemerintah, mulai dari Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPn), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Biaya Penjualan/Pembelian Hak Tanah dan Bangunan (BPHTB), Pajak Barang Mewah, dan berbagai macam jenis pajak lain-nya. Tetapi sejauh mana anggota masyarakat telah merasakan manfaat dari pajak yang di-bayar-kan seperti yang di-sebut-kan di-atas adalah belum begitu di-rasakan.

Beberapa waktu yang lalu, kita sering mendengar persoalan-persoalan yang menyangkut “kolusi” antara oknum-oknum perpajakan dengan pengusaha. Dalam beberapa kesempatan di-gambar-kan pula bagaimana para oknum-oknum pajak ini hidup mewah dan mempunyai penghasilan yang jauh di-atas gaji-nya secara resmi. Beberapa dari oknum-oknum ini telah di-periksa pihak berwajib bahkan telah di-jatuhi hukuman. Tetapi berapa banyak lagi oknum-oknum yang belum bisa terdeteksi oleh pihak yang berwajib adalah juga menjadi isu tersendiri.

Di-tengah upaya pemerintah untuk meningkat-kan penghasilan dari perpajakan, hal-hal ini tentu-nya berdampak negatif terhadap penerimaan negara, belum lagi hal ini juga akan menimbul-kan persepsi yang negatif dari masyarakat terhadap lembaga tehnis seperti Direktorat Pajak, yang dapat mengindikasikan bahwa reformasi internal yang di-jalan-kan sejak zaman-nya Sri Mulyani belum memberikan hasil yang memadai. Hal ini akan lebih di-perparah lagi jika masyarakat melihat pemborosan yang terjadi di-institusi-institusi negara seperti eksekutif, judikatif, dan legislatif.

Belum lagi jika hal diatas di kaitkan dengan kinerja pelayanan dari segenap institusi pemerintah yang berhubungan langsung dengan kepentingan publik seperti di-antara-nya

Page 53: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

53JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Perpajakan yang Adil Dan Kesejahteraan Masyarakat: Tantangan Reformasi ke Depan

Badan Pertanahan Nasional (BPN), Kelurahan, Kecamatan, dan Kantor Walikota, juga institusi penegakan hukum seperti Kepolisian, Kejaksaan, Kehakiman. Sejauh mana institusi-institusi ini yang di biayai oleh pajak rakyat, telah benar-benar melakukan fungsinya secara amanah dan professional dalam rangka melayani rakyat?

Hal-hal di-atas pada akhir-nya akan menimbul-kan tanda-tanya di-kalangan masyarakat mengenai “kredibilitas” pemerintah dalam mengelola perpajakan. Lebih parah lagi adalah jika masyarakat kehilangan “confidence” terhadap sistim perpajakan yang ada di-karenakan masyarakat mulai berfikir bahwa percuma membayar pajak jika pada akhir-nya uang yang ada hanya di-salah-gunakan/hanya memperkaya sekelompok oknum-oknum pajak ataupun oknum-oknum pemerintahan lainnya yang mempunyai akses terhadap dana masyarakat, belum lagi pemborosan yang terjadi di-birokrasi maupun legislatif dalam mengelola uang pajak ini yang nota bene adalah uang rakyat.

Sehubungan dengan hal di-atas, perlu ada langkah-langkah serius untuk bisa menyadar-kan seluruh pihak terkait yang ada di-pemerintahan mengenai kebutuhan merealisasikan “kemanfaatan” dari pajak ini kepada masyarakat luas. Dewasa ini birokrasi di-Indonesia belum benar-benar menjalan-kan fungsi-nya untuk memberikan pelayanan yang sebaik-baik-nya kepada masyarakat.

Adalah hal yang umum kita lihat bahwa selain pajak-pajak yang resmi di-atas, masyarakat juga di-hadap-kan dengan realitas untuk mengeluar-kan biaya-biaya yang tidak jelas ketika berhadapan dengan banyak instansi pemerintah agar urusan-nya dapat selesai.

Kondisi di-atas dengan sendiri-nya menumbuh-kan skeptisisme dari masyarakat untuk membayar pajak. Karena pajak dewasa ini dapat di-ibarat-kan sebagai pemberian “upeti”, di-mana sang pembayar pajak tidak menikmati pelayanan yang memadai dari sang pemungut pajak. Masyarakat hanya mengenal “kewajiban” tetapi belum mendapat-kan “hak-hak”-nya secara wajar sebagai pembayar pajak. Belum lagi persoalan untuk memberikan pungutan-pungutan “ekstra” tadi.

Sehubungan dengan hal ini adalah sangat penting untuk membangun kesadaran di-masyarakat ataupun di-kalangan elite kepemimpinan untuk mulai menyadari esensi “kontrak sosial” dari pajak, di-mana pemerintah harus benar-benar di-kembalikan fungsi-nya sebagai pelayan masyarakat. Hal ini penting untuk menumbuh-kan kesadaran dari masyarakat itu sendiri untuk membayar pajak.

Di-samping kemanfaatan pajak, pemerintah perlu mengkaji kembali tingkat pajak yang ada sekarang ini apakah telah benar-benar meng-aplikasikan semangat keadilan dan tidak memberat-kan bagi masyarakat. Perlu di-pahami bahwa peningkatan “tax to GDP ratio” tidak selalu dari tingkat pajak yang tinggi, pada kenyataan-nya, beberapa negara yang mempunyai tingkat pajak yang lebih kecil dari Indonesia justru mempunyai tax to GDP ratio yang lebih tinggi, negara-negara ini di-antara-nya adalah Singapura, Iceland, Netherland, dan Switzerland.

Dari konsep Ibn Khaldun di-atas, yang 600 tahun mendahului konsep Adam Smith, ada kecenderungan tingkat pajak yang kecil justru dapat lebih meningkat-kan penerimaan pajak. Sebalik-nya, tingkat pajak yang tinggi tanpa di-sertai dengan kemanfaatan yang jelas hanya akan membuka peluang terjadi-nya ‘deal-deal’ di-bawah meja antara kelompok bisnis dengan oknum-oknum pajak, yang pada akhir-nya juga akan berpengaruh terhadap penerimaan pendapatan negara.

Page 54: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

54 JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Perpajakan yang Adil Dan Kesejahteraan Masyarakat: Tantangan Reformasi ke Depan

Satu studi dari Cato Institute (Edwards & Daniel, 2008) menunjukkan bahwa kedepan dalam kerangka meningkatkan kekompetitifan sebuah negara, menerapkan kebijakan pajak yang rendah adalah sebuah keniscayaan, mengingat globalisasi dalam satu hal juga telah meningkatkan mobilitas kapital dalam mencari tempat yang lebih kondusif untuk pengembangannya.

PENUTUP

AKTUALISASI PAJAK SEBAGAI INSTRUMEN PEMBANGUNAN

Dari diskusi di atas ada dua hal yang perlu dilakukan jika pemerintah benar-benar ingin menjadikan pajak sebagai instrument penting pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Pertama, perlu di-adakan review secara serius mengenai tingkat pajak yang ada di Indonesia. Pajak yang tinggi tidak menjadi jaminan akan meningkat-kan penerimaan negara. Bahkan, dapat pula terjadi hal yang sebalik-nya seperti yang di-bahas oleh Ibn Khaldun. Pajak yang tinggi akan selalu membuka kesempatan bagi para pebisnis dan oknum pajak untuk melakukan kolusi.

Sebalik-nya pajak yang rendah akan menghilang-kan insentif untuk melakukan “deal-deal” di-bawah tangan, karena para masyarakat akan cenderung memilih untuk membayar pajak-nya dan memiliki “peace of mind.”

Kedua, manfaat pajak harus benar-benar di-rasakan manfaat-nya oleh rakyat, mulai dari penciptaan birokrasi yang melayani, fasilitas kesehatan dan pendidikan yang universal, sampai dengan penciptaan sistim jaringan pengaman sosial bagi seluruh rakyat.

Kepemimpinan nasional yang ada perlu secara mendasar membangun kesadaran dari setiap aparat pemerintah bahwa mereka adalah pelayan masyarakat dan mereka di-bayar oleh pajak masyarakat. Kesadaran yang sama perlu pula di-bangun di-jajaran legislatif bahwa mereka bukan hanya di-pilih oleh rakyat, tetapi juga mereka di-bayar-kan gaji-nya oleh masyarakat.

Akhir-nya uang pajak adalah amanah rakyat yang harus di-gunakan sebesar-besar-nya untuk kemaslahatan masyarakat. Pungutan pajak yang berbagai macam dan tanpa kemanfaatan yang jelas bagi masyarakat hanya akan menurunkan daya beli domestik yang pada akhirnya akan berdampak bagi pembangunan dan kemajuan ekonomi negara tersebut.

Tantangan reformasi Indonesia ke depan adalah bagaimana mentransformasi pemerintahan yang ada menjadi pemerintahan yang benar-benar menjalankan kontrak sosialnya sebagai pemungut pajak, yakni melaksanakan tanggung jawabnya dalam rangka melayani kepentingan publik dengan sebenar-benar-nya.

l l l l l l l l

Page 55: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

55JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Perpajakan yang Adil Dan Kesejahteraan Masyarakat: Tantangan Reformasi ke Depan

REFERENSI

Annafari, Mohammad Tsani (2010). “Improving tax-to-GDP ratio: A Lesson from Sweden”, Jakarta Post : 23 August 23 2010 (Opinion page).

Chapra, M. Umer. 1992. Islam and the Economic Challenge. Leicester, UK: The Islamic Foundation.

Chapra, M. “Islamic Economics: What It Is and How It Developed”. EH.Net Encyclopedia, edited by Robert Whaples. March 16, 2008. URL http://eh.net/encyclopedia/article/chapra.islamic.

Edwards, Chris & Daniel J. Mitchell. 2008. Global Tax Revolution: The Rise of Tax Competition and the Battle to Defend It. Washington DC, USA: Cato Institute.

Shaikh, Salman Ahmed. Without year. Sources of Public Finance in an Islamic Economy. Research Paper.

Shaikh, Salman Ahmed & Nadim Hanif. Without year. Sources of Public Finance in an Islamic Economy. Presentation slides.

Without author. Without year. An Alternate Approach to Theory of Taxation and Sources of Public Finance in an Interest Free Economy”. Research Paper.

Page 56: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

56 JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

TAHALUF SIYASI DALAM EKONOMI POLITIK ISLAM

OLEH : Mohd Syakir Mohd Rosdi1

Pusat Kajian Pengurusan Pembangunan Islam (ISDEV)Universiti Sains Malaysia, Pulau Pinang

E-mel: [email protected]

1  Mohd Syakir Mohd Rosdi merupakan pensyarah di Pusat Kajian Pengurusan Pembangunan Islam (ISDEV), USM. Penyelidik juga merupakan ahli kepada Geran Research University Team (RUT), ISDEV, Universiti Sains Malaysia. Geran RUT ini adalah bertemakan Pembangunan Berteraskan Islam (1001/CISDEV/856001). Artikel yang dikemukakan ini adalah termasuk daripada kajian untuk memperdalamkan lagi penyelidikan berkaitan dengan Geran tersebut.

ABSTRAK

Biasanya dalam politik Islam, tahaluf siyasi menjadi salah satu kaedah perjanjian. Tahaluf siyasi di sini bermaksud perjanjian persefahaman untuk bekerjasama dan bantu-membantu bagi mencapai sesuatu objektif. Dalam lingkungan orang-orang politik, tahaluf siyasi dibincangkan dalam aspek pemerintahan dan aspek politik kepartian. Perbincangan ini telah membentuk suatu sudut pandang bahawa tahaluf siyasi hanya boleh digunakan dalam politik pemerintahan semata-mata. Namun, benarkah kenyataan ini? Untuk menjawab persoalan tersebut, kertas kerja ini berhasrat menganalisis kaedah tahaluf siyasi sama ada ia hanya boleh digunakan dalam politik pemerintahan atau pun terbuka kepada pelaksanaan lain seperti pelaksanaan tahaluf siyasi dalam ekonomi politik Islam. Ekonomi politik Islam di sini bermaksud menganalisis interaksi antara ekonomi dan politik agar berlaku peningkatan kekayaan dan kestabilan negara. Hujah-hujah dalam kertas kerja ini adalah berdasarkan kajian kepustakaan. Kertas kerja ini berpandukan kepada rujukan tahaluf siyasi dan ekonomi politik Islam yang bersumberkan al-Qur’an, Hadith dan Sirah Rasulullah SAW. Dari sini terdapat tiga perkara penting. Pertama, prinsip tahaluf siyasi; kedua, syarat tahaluf siyasi; dan ketiga, ciri tahaluf siyasi. Hasil analisis ketiga-tiga perkara ini didapati terdapat lima ayat al-Qur’an, tiga Hadith dan lapan Sirah Rasulullah SAW berkenaan tahaluf siyasi yang boleh digunakan dalam ekonomi politik Islam. Rumusannya, tahaluf siyasi tidaklah dikhususkan kepada politik kenegaraan sahaja, tetapi tahaluf siyasi boleh juga digunakan dalam ekonomi politik Islam.

Kata Kunci: Tahaluf Siyasi, Kompromi Politik, Kerjasama Politik, Pakatan Politik, Pembangunan Berteraskan Islam

Page 57: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

57JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Tahaluf Siyasi Dalam Ekonomi Politik Islam

PENDAHULUAN

Tahaluf Siyasi (TS) banyak dibincangkan dalam aspek pemerintahan dan aspek politik kepartian. Tahaluf siyasi di sini bermaksud perjanjian persefahaman untuk bekerjasama

dan bantu-membantu bagi mencapai sesuatu objektif. Perbincangan ini telah membentuk pandangan umum bahawa TS hanya boleh digunakan dalam politik pemerintahan semata-mata. Namun, benarkah TS hanya boleh digunakan dalam aktiviti pemerintahan dan kepartian semata-mata? Bolehkah TS ini digunakan untuk aktiviti yang lain seperti dalam ekonomi politik Islam? Berdasarkan dalil-dalil al-Qur’an, Hadith dan Sirah Rasulullah SAW, analisis dilakukan terhadap tiga aspek TS. Pertama, prinsip; kedua, ciri; dan ketiga, syarat. Ketiga-tiga aspek ini dapat dilihat melalui Rajah 1.1. Penganalisisan ini bertujuan untuk melihat kesesuaian dan kebolehgunaan TS dalam ekonomi politik Islam (EPI). Hasil daripada analisis ini kemudiannya dirumuskan satu bentuk pendekatan TS dalam EPI.

Rajah 1.1 Prinsip, Ciri dan Syarat TS

TAHALUF SIYASI DALAM EKONOMI POLITIK ISLAM

Analisis unsur-unsur EPI dalam TS yang terdapat dalam prinsip, ciri dan syarat dilihat secara khusus berdasarkan pelaksanaan perjanjian yang berlaku pada zaman Rasulullah SAW. Unsur-unsur ini digunakan oleh Rasulullah SAW secara praktikal sebagai salah satu strategi untuk menyebarkan dakwah Islam. Ia berlaku selama 23 tahun, iaitu 13 tahun di Mekah dan 10 tahun lagi di Madinah. Pelaksanaan ini dapat dibuktikan melalui dalil-dalil daripada al-Qur’an, Hadith dan Sirah Rasulullah SAW sebagaimana dibincangkan dalam bahagian-bahagian berikut.

Tahaluf Siyasi

Prinsip Tahaluf Siyasi 1.Mempertahankan Kebenaran

Islam 2. Perdamaian 3. Ketetapan Perjanjian dengan

Allah SWT 4. Mempertahankan Perjanjian 5.Bersikap Tegas dengan Orang

Kafir 6. Bermatlamatkan Mardhatillah

Ciri Tahaluf Siyasi 1. Mempunyai

Tempoh Perjanjian 2. Perjanjian Terbatal

Jika Dikhianati 3. Mempunyai

Dokumen Perjanjian yang Jelas

4. Allah SWT bersama dengan Perjanjian

Syarat Pelaksana Tahaluf Siyasi

1. Kesetiaan 2. Keikhlasan 3. Bijak Mengurus 4. Tetap Pendirian 5. Ukhuwah 6. Keyakinan

Page 58: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

58 JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Tahaluf Siyasi Dalam Ekonomi Politik Islam

PELAKSANAAN TAHALUF SIYASI DALAM EKONOMI POLITIK ISLAM SEBELUM HIJRAH KE MADINAH

Sepanjang keberadaan Rasulullah SAW di Mekah selama 13 tahun, TS digunakan oleh Baginda SAW dalam pelbagai urusan termasuklah dalam urusan ekonomi politik (EP). Antara pendekatan TS yang digunakan dalam urusan EPI ialah perjanjian Rasulullah SAW bersama Abu Talib, Siti Khadijah, Bani Abdul Manaf, Bani Abdul Mutalib, Bani Hashim, perjanjian Bai’atul ‘Aqabah, Hilf al-Fudhul dan Perjanjian Mutayyibin (Muhammad Munir Al-Ghadban, 2001). Huraiannya adalah seperti berikut.

Perjanjian Rasulullah SAW Bersama Abu Talib, Siti Khadijah, Bani Abdul Manaf, Bani Abdul Mutalib dan Bani Hashim

Rasulullah SAW tidak melakukan sesuatu bersandarkan hawa nafsu, sebaliknya Baginda SAW menyelesaikan dan memutuskan sesuatu perkara dengan menggunakan panduan al-Qur’an (Surah al-Najm, 53:3-4). Dengan panduan tersebut, Rasulullah SAW mengatur strategi politik dengan berhati-hati agar dapat membina pengaruh dan sokongan yang kuat (Anuar Zainal Abidin, 2002). Pengaruh dan sokongan yang kuat ini terbina hasil daripada perjanjian yang dilakukan. Perjanjian terbesar yang diperoleh oleh Rasulullah SAW adalah daripada hubungan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dengan bapa saudaranya Abu Talib. Perjanjian yang diperoleh ini merupakan perjanjian yang kuat kerana Abu Talib adalah salah seorang pemimpin Quraish yang disegani (Al-Buti, 2003; Al-Mubarakfuri, 1992; Mustafa al-Syibaie, 2004; Ibn Hisham, 1955; Ibn Ishaq, 1978).

Walaupun Rasulullah SAW mempunyai perjanjian tersebut, Rasulullah SAW tetap menerima pelbagai tekanan fizikal dan mental melalui serangan saraf seperti ejekan, ancaman bunuh, tawaran jawatan dan sebagainya (Mustafa al-Syibaie, 2004). Begitu juga, perjanjian yang dibina bersama Abu Talib ini tidak mampu memberikan kesan positif yang mendalam kepada ekonomi dan politik umat Islam ketika itu. Walau bagaimanapun, TS bersama Abu Talib ini tetap digunakan oleh Rasulullah SAW sebagai peluang awal untuk melindungi dakwah Islam. Walaupun kesan perjanjian ini agak lemah terhadap ekonomi dan politik umat Islam ketika itu, sedikit sebanyak perjanjian yang dilakukan bersama Abu Talib yang mempunyai jawatan mampu mengelakkan kaum Musyrikin daripada mengganggu Rasulullah SAW khususnya secara fizikal. Perkara ini sedikit sebanyak mampu melindungi dakwah Islam.

Rasulullah SAW sentiasa mempamerkan prinsipnya untuk mempertahankan kebenaran dalam memperjuangkan Islam. Tindakan ini telah memberikan keyakinan kepada Abu Talib iaitu bapa saudara Rasulullah SAW untuk memberikan sokongan dari sudut politik dan menjaga beliau daripada ancaman musuh. Ini adalah perjanjian khusus Abu Talib terhadap Rasulullah SAW melalui kata-katanya seperti berikut:

“Kami suka memberikan pertolongan kepadamu, kami menyahut panggilanmu kerana ingin mendengar nasihatmu, kami sangat percayakan kata-katamu. Mereka yang berkumpul ini adalah adik beradik ayahmu dan aku salah seorang daripada mereka bahkan aku lebih dahulu daripada mereka menerima apa yang engkau sukai, maka lakukanlah apa yang diperintah kepadamu. Demi Allah aku akan sentiasa mendampingi dan mempertahankanmu walaupun jiwaku mendesak agar jangan memecah-belahkan agama Abdul Mutalib”. Maka Abu Lahab berkata, “Demi Allah! Ini adalah satu kejahatan, tinggalkan dia sebelum dia mempengaruhi kamu”. Jawab Abu Talib, “Demi

Page 59: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

59JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Tahaluf Siyasi Dalam Ekonomi Politik Islam

Allah! Kami akan mempertahankannya selagi kami masih hidup”2 (Muhammad Munir al-Ghadban, 2002; al-Buti, 2003; al-Mubarakfuri, 1992; Mustafa as-Syibaie, 2004; Ibn Hisham, 1955; Ibn Saad Muhammad, 1990;Ibn Ishaq, 1978).

Dengan kekuatan politik yang dipegang oleh Abu Talib, beliau pernah mengumpulkan Bani Abdul Mutalib, Bani Hasyim dan Bani Abdul Manaf untuk melindungi Rasulullah SAW setelah mengetahui mengenai sekumpulan kaum Quraisy yang merancang untuk membunuhnya (Muhamad ‘Izat Salih ‘Unaini, 2008; Omer, 1978). Mereka semua berkumpul termasuklah yang masih kafir untuk melindungi Nabi Muhammad SAW (Muhammad Munir al-Ghadban, 2002).

Kesan daripada perlindungan ini, Bani Hashim, Bani Abdul Mutalib dan Bani Abdul Manaf telah dipulau oleh kaum Quraish. Kaum Quraisy menulis surat penguatkuasaan dan meletakkannya di dinding kaabah. Dalam surat ini tertulis beberapa larangan. Pertama, larangan dari segi kemasyarakatan iaitu tidak membenarkan sesiapa pun menikahi atau dinikahi oleh kedua-dua kabilah ini. Kedua, larangan dari segi ekonomi yang tidak membenarkan berlakunya sebarang urusan jual beli dengan kedua-dua kabilah ini. Ketiga, tidak membenarkan sebarang bantuan disalurkan kepada mereka (sekatan EP) (Al-Buti, 2003; Al-Mubarakfuri, 1992; Al-Rida, 1997; Al-Tabari, t.t; Mustafa as-Syibaie, 2004; Ibn Hisham, 1955; Ibn Saad Muhammad, 1990; Abd Rahman Abdullah, 1981).

Semasa dipulau, ekonomi umat Islam sangat lemah apabila barangan perniagaan mereka tidak dibeli oleh penduduk Mekah. Banyak barang dagangan terpaksa ditinggalkan tanpa berlaku sebarang jual beli. Begitu juga, barangan keperluan harian seperti makanan dan minuman pun tidak dijual kepada mereka. Pada era globalisasi kini, pulauan sebegini dinamakan sebagai sekatan ekonomi3.

Pemulauan ini berlaku selama tiga tahun. Selama tempoh pemulauan ini, seluruh ahli keluarga suku Bani Hasyim, Bani Abdul Mutalib dan Bani Abdul Manaf bersatu dan mempererat

2  Untuk maklumat lanjut, sila rujuk Safi al-Rahman al-Mubarakfuri (2002) dalam kitabnya al-Rahiq al-Makhtum.

3  Kaum Quraisy telah bersumpah akan melaksanakan pemulauan ini sepanjang hidup mereka dengan menetapkan perkara-perkara berikut:

1. Tidak dibenarkan sesiapa pun melakukan sebarang urusan jual beli dan berdagang dengan suku Abdul Mutalib, suku Abdul Manaf dan suku Hashim serta sesiapa yang beriman dengan Muhammad dan agama Islam yang dibawa oleh Baginda SAW.

2. Tidak dibenarkan sesiapa pun menjamu atau memberi makanan kepada mereka.3. Tidak dibenarkan sesiapa melakukan ikatan perkahwinan dengan mereka.4. Tidak dibenarkan Nabi Muhammad dan seluruh kaum keluarga dan pengikutnya membeli

makanan dan mendapatkan apa juga bentuk bantuan dari luar Mekah.

Demi keselamatan seluruh kaum keluarga dan umat Islam, Abu Talib akhirnya mengajak mereka (kecuali Abu Lahab yang enggan menyertai) meninggalkan Mekah dan pergi ke pinggiran kota Mekah di kawasan yang berbukit. Kemudian mendirikan sebuah perkampungan yang dikenali sebagai Syiab atau Kampung Abdul Mutalib. Tujuannya untuk mengelak daripada serangan secara mendadak oleh pihak Quraisy terhadap Nabi Muhammad dan para pengikutnya. Lalu didirikan juga menara-menara kawalan untuk mengawasi setiap pergerakan. Pemulauan ekonomi dilakukan begitu hebat. Segala bahan keperluan terutama makanan disekat. Orang Musyrikin tidak membenarkan makanan yang dibawa masuk ke Mekah atau sebarang dagangan kecuali mereka sendiri akan segera membelinya semua sekali (Mustafa as-Syibaie, 2004; Ibn Hisham, 1955; Ibn Saad Muhammad, 1990).

Page 60: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

60 JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Tahaluf Siyasi Dalam Ekonomi Politik Islam

lagi perpaduan politik sesama mereka dengan tidak menimbulkan sebarang perkelahian walaupun sampai pada peringkat terpaksa memakan daun-daun kayu kerana kehabisan bekalan makanan4. Dengan bantuan kepimpinan politik Abu Talib, mereka berjaya melalui ujian sebegitu hasil kesepakatan kabilah-kabilah dan bantu-membantu untuk memastikan jaminan sumber ekonomi yang sedikit dapat diagihkan sama rata. Sehinggalah dengan izin Allah SWT surat pemulauan yang diletakkan oleh Abu Jahal di dinding Kaabah dimakan oleh anai-anai. Kemudian penguatkuasaan ini berakhir begitu sahaja tanpa sebarang kejayaan di pihak musuh. Sebaliknya Rasulullah SAW pula tetap kuat dan bersemangat dalam menjalankan tugasnya sebagai utusan Allah SWT (Abd Rahman Abdullah, 1981; al-Buti, 2003; al-Mubarakfuri, 1992; al-Rida, 1997; Al-Tabari, t.t; Akram Dhiya’ al-Umuri, 2010; Mustafa as-Syibaie, 2004; Ibn Hisham, 1955; Ibn Saad Muhammad, 1990; M. A. Shaban, 1984; Mahmasani, 1982; Ibn Ishaq, 1978).

Sekiranya merujuk kepada peluang Rasulullah SAW untuk mengukuhkan EPI, Rasulullah SAW boleh menerima tawaran orang Quraisy dari segi harta, pangkat dan wanita. Penerimaan ini sudah cukup alasan bagi orang Quraisy untuk membebaskan Rasulullah SAW dan kaumnya. Rasulullah SAW boleh menerima jawatan tertinggi di Mekah, hidup senang sambil menyebarkan dakwah Islam. Secara politiknya, hal itu tidak mungkin kekal lama kerana orang Quraisy tetap tidak akan membenarkan Rasulullah SAW menyebarkan Islam. Walau bagaimanapun, Rasulullah SAW tidak melakukannya kerana Baginda SAW ingin menunjukkan contoh kepada umatnya bahawa perjuangan Islam harus melalui kesusahan.

Dalam politik, sokongan, bertahan dengan ancaman dan keinginan untuk mencapai kejayaan dalam perjuangan harus disertakan dengan elemen keyakinan, keikhlasan dan ketegasan dalam diri (Yusuf al-Qaradhawi, 2002b: 308; 2010: 625). Elemen-elemen ini diperlukan dalam perjuangan Islam supaya prinsipnya akan terus dihormati. Dalam ekonomi pula, keyakinan prinsip Rasulullah SAW dalam perjuangan Islam ini telah meyakinkan Bani Hashim, Bani Abdul Mutalib dan Bani Abdul Manaf untuk memberikan bantuan dari sudut makanan dan kewangan. Walaupun Rasulullah SAW terhutang budi dengan susah payah Abu Talib, Bani Hashim, Bani Abdul Manaf dan Bani Abdul Mutalib untuk melindunginya daripada ancaman kaum Musyrikin, namun Rasulullah SAW tetap tegas untuk tidak meninggalkan dakwah.

Sungguh pun Rasulullah SAW mempunyai prinsip ketegasan terhadap orang kafir, namun Baginda SAW masih berinteraksi dengan mereka (Muhamad ‘Izat Salih ‘Unaini, 2008; Omer, 1978; Sufri Muhammad, 2002; Abd Rahman Muhammad Abd Aziz Syirab, 2010). Kekuatan strategi politik Rasulullah SAW terpamer apabila sampai berita kepada Rasulullah SAW bahawa penduduk Mekah mengalami ketandusan serta kemarau. Dengan kuasa kepimpinan Rasulullah SAW, Baginda SAW membantu mereka dari sudut ekonomi dengan mengirimkan bijirin barli gred terbaik kepada mereka. Baginda SAW sendiri telah menyerahkan bantuan tersebut kepada Amru bin Umayyah al-Dhamiri untuk disampaikan kepada Abu Sufyan bin Harb, Safwan bin Umayyah dan Sahl bin Amru. Bijirin itu dibahagikan kepada tiga bahagian, namun Safwan dan Sahl enggan menerimanya sehingga Abu Sufyan memanfaatkan peluang tersebut dengan

4  Kabilah Bani Hasyim, Bani Abdul Muthalib dan Bani Abd Manaf telah berjaya mempertahankan pendirian dan prinsip politik daripada kelompok kecil seperti kelompok Rasulullah SAW dengan para sahabat yang memeluk Islam. Ekonomi yang sangat kritikal ini telah menyebabkan mereka terpaksa makan kulit-kulit pokok kurma dan rumput-rumpai untuk terus hidup. Walaupun begitu keadaannya, mereka tetap kuat kerana masing-masing berpegang dengan janji mempertahankan keadilan dan kebajikan sesama Bani yang pernah dilakukan sebelum ini.

Page 61: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

61JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Tahaluf Siyasi Dalam Ekonomi Politik Islam

mengambil kesemua bijirin tersebut serta membahagikan kepada golongan fakir daripada Quraisy sambil berkata, semoga Allah SWT mengganjari beliau dengan kebaikan kerana dia telah menghubungkan rahmah (al-Buti, 2003; Ibn Ishaq, 1978).

Ketegasan dan kelembutan Rasulullah SAW mengandungi strategi. Strategi ini merangkumi strategi politik, strategi ekonomi dan strategi sosial. Strategi yang dilaksanakan ini berada pada batas-batas yang ditetapkan Islam. Contoh yang ditunjukkan Rasulullah SAW kepada umatnya mempamerkan bahawa setiap pelaksanaan mempunyai had tertentu yang harus dipatuhi sesuai dengan perintah Allah SWT. Oleh sebab itu, perjanjian sebenar yang boleh disebut sebagai TS hanyalah apabila perjanjian tersebut berpandukan kepada petunjuk al-Qur’an dan Hadith. Misalnya, ketegasan pelaksana TS itu ialah tidak berwala’ dan tidak taat kepada orang bukan Islam serta tidak berwala’ kepada dokumen perjanjian yang melanggar syariat Islam, seperti yang berlaku ketika peristiwa Abu Bakar dengan Ibnu Dughnah (Ibn Ishaq, 1978).

Selain itu, ketika ekonomi umat Islam dalam keadaan tidak menentu, Allah SWT telah mengirimkan Siti Khadijah untuk mengukuhkan ekonomi umat Islam. Rasulullah SAW telah berkahwin dengan Siti Khadijah yang terkenal sebagai seorang saudagar yang kaya. Selepas berlangsungnya perkahwinan tersebut, segala perbelanjaan Rasulullah SAW sebagai kepimpinan rumah tangga dan juga kepimpinan di medan dakwah telah diinfaq oleh Siti Khadijah. Siti Khadijah mengetahui bahawa kerja di medan dakwah ini tidak dibayar upahnya melainkan mengharapkan keredaan Allah SWT semata-mata. Pengorbanan ini adalah antara bukti Siti Khadijah ialah seorang isteri Rasulullah SAW yang taat dan sedia berkorban untuk Islam (Al-Buti, 2003; Al-Mubarakfuri, 1992; Mustafa al-Syibaie, 2004).

Ini bermakna, tahaluf Rasulullah SAW bersama Siti Khadijah tidak berlaku secara rasmi, tetapi cukup hanya sekadar Siti Khadijah mentaqrirkan (memperakukan) janji setia untuk mempertahankan Islam. Buktinya, Siti Khadijah pernah bersetuju untuk membenarkan Rasulullah SAW duduk berkhalwat di Gua Hira’ walaupun Siti Khadijah masih belum memeluk Islam. Setelah Rasulullah SAW diangkat menjadi Rasulullah SAW, Siti Khadijah telah bersedia menerima dakwah Rasulullah SAW dan bersetuju untuk masuk Islam (Al-Buti, 2003; Al-Mubarakfuri, 1992; Mustafa al-Syibaie, 2004).

TS dalam EPI pada peringkat awal ini diaplikasikan oleh Rasulullah SAW hanya kepada kaum kerabat terdekat untuk mendapatkan perlindungan politik dan mengukuhkan ekonomi dalam dakwah Islam sahaja (al-Buti, 2003; al-Mubarakfuri, 1992). Perlindungan keselamatan atau perlindungan politik ini tidak mampu menggoyahkan keyakinan dan ketegasan Rasulullah SAW dan umat Islam lainnya untuk mempertahankan kebenaran Islam yang dipegang oleh mereka. Dengan adanya kuasa kepimpinan tidak salah untuk membantu orang kafir dari segi ekonomi sebagaimana Rasulullah SAW pernah membantu penduduk Mekah ketika berlaku kemarau dengan memberikan bantuan ekonomi dari sudut pemakanan seperti bijirin barli. Walaupun begitu, Rasulullah SAW tetap tegas dengan orang kafir apabila bertembung dengan prinsip Islam.

Misalnya, kata-kata Rasulullah SAW untuk tidak meninggalkan dakwah setelah didesak Abu Talib agar mengetepikan usaha tersebut. Kata-katanya adalah seperti berikut:

“Sekiranya diletakkan matahari pada tangan kananku dan bulan pada tangan kiriku dengan menyuruh aku menghentikan dakwah yang aku lakukan, nescaya tidak akan aku berhenti, melainkan Allah SWT membinasakan daku atau memenangkan daku!” (al-Buti, 2003; al-Mubarakfuri, 1992).

Page 62: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

62 JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Tahaluf Siyasi Dalam Ekonomi Politik Islam

Hilf al-FudhulRasulullah SAW pernah menyetujui perjanjian yang dinamakan Hilf al-Fudhul. Ia berlaku

pada zaman Jahiliyyah. Perjanjian ini melibatkan beberapa kabilah untuk menolong golongan yang dizalimi. Ia didefinisikan sebagai penyatuan menolong golongan yang lemah (Al-Buti, 2003; Al-Mubarakfuri, 1992; Al-Rida, 1997; Al-Tabari, t.t).

Rasulullah SAW mengungkapkan kesaksiannya pada perjanjian Hilf al-Fudhul, saat beliau belum diangkat menjadi Rasul. Ini bermaksud, perjanjian Hilf al-Fudhul ini berlaku sebelum Rasulullah SAW menyebarkan dakwah. Ketika itu, Rasulullah SAW bersama bapa-bapa saudaranya telah menjadi saksi dalam persekutuan (tahaluf) di rumah Abdullah bin Jad’an. Rasulullah SAW mengatakan bahawa betapa senang hati Baginda SAW menyaksikan hal itu. Seandainya setelah Islam datang, Baginda SAW diajak mengadakan persekutuan seperti itu, pasti Baginda SAW menyambutnya dengan baik (Muhammad al-Ghazaly, 1999).

Perjanjian ini berlaku apabila seorang pedagang dari Yaman bernama Zubaid telah ditipu oleh penduduk Mekah. Barang dagangan yang dibawa pedagang tersebut telah dibeli oleh al-‘As bin Wail al-Sahmy, namun bayarannya tidak diselesaikan oleh beliau. Ketika pedagang tersebut meminta tolong kepada sekutunya iaitu Abdul al-Dar, Makhzum, Jumah, ̀ Adi, dan para penduduk Makkah, tidak ada seorang pun yang mempedulikannya. Zubaid menulis sebuah syair dan membacanya dengan kuat di atas sebuah gunung, kemudian al-Zubair bin Abdul Muthalib bangun dan berteriak “Apa kalian ini semua bisu?”. Daripada peristiwa tersebut mereka yang telah mengikat janji Hilf al-Fudhul segera bertindak menemui al-‘As bin Wail al-Sahmy serta mengambil barang dagangan lelaki dari Yaman tersebut kemudian memulangkan kepadanya. Begitulah seperti yang telah disepakati dalam perjanjian Hilf al-Fudhul tersebut (Al-Buti, 2003; Al-Mubarakfuri, 1992; Al-Rida, 1997; Al-Tabari, t.t).

Perjanjian ini mempunyai kaitan mengenai perlindungan kepada ekonomi dan politik. Melalui perjanjian ini, masyarakat tidak boleh melakukan sesuka hati kepada “ahli perjanjian” tersebut. Ahli perjanjian tersebut seperti mendapat kebenaran dan mempunyai kuasa yang melindungi mereka. Dalam kisah ini, pemimpin-pemimpin yang menjadi ahli perjanjian tersebut akan melindungi sesama mereka. Kesan daripada kuasa yang diperoleh ini, maka ekonomi perdagangan ahli perjanjian tersebut tidak akan diganggu oleh pemimpin Arab yang lain. Oleh yang demikian, kuasa penting bagi melancarkan aktiviti ekonomi. Penyetujuan Rasulullah SAW terhadap perjanjian ini mempamerkan bahawa keharusan dalam membuat sesuatu perjanjian yang bersangkutan dengan EP.

Perjanjian MutayyibinPerjanjian mutayyibin wujud apabila timbul persengketaan dalam kalangan kabilah untuk

merebut kuasa pengawasan Kaabah, hak penyediaan makanan, ketenteraan dan pengurusan air zam-zam. Bagi mengelak sebarang pertumpahan darah, mereka bersetuju untuk berkumpul dan mengadakan perjanjian serta membahagikan hak masing-masing. Untuk memastikan perjanjian ini tidak dikhianati, dibawa di hadapan mereka bekas berisi air wangi yang diisi oleh Bani Abd Manaf di hadapan Kaabah. Setelah itu, pemimpin sekutu-sekutu perjanjian tersebut memasukkan tangan masing-masing ke dalam bekas air wangi dan melakukan perjanjian. Lantas mereka menyapunya ke Kaabah. Perjanjian ini dinamakan mutayyibin (minyak wangi) mengambil sempena peristiwa orang-orang yang memakai minyak wangi (Ibn Hisham, 1955).

Page 63: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

63JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Tahaluf Siyasi Dalam Ekonomi Politik Islam

Perjanjian mutayyibin ini juga bermaksud perjanjian kesatuan. Rasulullah SAW pernah bersabda:

“Aku telah menyaksikan berlakunya perjanjian (tahaaluf) al-Mutayyibin dan aku tidak ingin memungkirinya walaupun diberi kepada aku unta berwarna merah yang terbaik sekali” (Riwayat Imam Ahmad, No. Hadith: 1567).

Perjanjian ini juga telah dipersetujui oleh Rasulullah SAW dalam ungkapannya melalui Hadith di atas yang mempamerkan Baginda SAW tidak ingin memungkiri perjanjian tersebut. Perjanjian ini sebenarnya mempunyai kaitan dengan EP. Persetujuan Rasulullah SAW terhadap perjanjian tersebut mempamerkan bahawa Rasulullah SAW menekankan soal keadilan dalam pembahagian kuasa dan hubungannya dengan pengurusan ekonomi. Perjanjian ini menumpukan kepada pembahagian hak kekuasaan terhadap pengawasan Kaabah, hak penyediaan makanan, hak ketenteraan dan hak pengurusan air zam-zam kepada kabilah masing-masing. Daripada hak-hak tersebutlah setiap kabilah mempunyai kuasa untuk menambah pendapatan ekonomi masing-masing melalui perkhidmatan yang disediakan.

Perjanjian Aus dan Khazraj dan Perjanjian ‘AqabahSelain daripada perjanjian yang dijelaskan di atas, terdapat juga perjanjian yang dibina

untuk menyatukan Aus dengan Khazraj. Aus dan Khazraj ini disatukan melalui kuasa yang terdapat pada Rasulullah SAW yang telah dianggap sebagai kepimpinan Islam walaupun belum memegang tampuk pemerintahan di Madinah. Selepas setahun berlakunya penyatuan Aus dan Khazraj tersebut, Mus’ab bin Umair telah dihantar ke Madinah oleh Rasulullah SAW untuk mengajar dan menyebarkan Islam di samping membuat persefahaman mengenai perlindungan dan pertolongan kepada umat Islam serta Rasulullah SAW.

Dua tahun kemudian, persetujuan sulit telah termeterai di Mina antara Rasulullah SAW dengan 70 orang penganut Islam dari Madinah. Perjanjian ini dinamakan sebagai perjanjian Aqabah. Pengikut setia Rasulullah SAW yang dikenali dengan panggilan al-Ansar bersedia dan berjanji untuk memberikan perlindungan kepada Baginda SAW sebagaimana mereka melindungi diri mereka sendiri (al-Baladhuri, 1996; al-Tabari, t.t.; al-Buti, 2003; al-Mubarakfuri, 1992; Akram Dhiya’ al-Umuri, 2010; Mustafa as-Syibaie, 2004; Ibn Hisham, 1955; Ibn Ishaq, 1978). Ketaatan mereka kepada Rasulullah SAW sebegini tidak dijangka sebelum ini.

Kesan daripada penyatuan Aus dan Khazraj dan perjanjian aqabah inilah menjadi titik tolak kepada penghijrahan Rasulullah SAW ke Madinah. Tiga bulan selepas berlakunya perjanjian tersebut, Rasulullah SAW diancam dengan begitu berat, sehingga rumah Rasulullah SAW juga dikepung oleh sekelompok kaum Musyrikin. Mereka telah bersedia untuk membunuh Rasulullah SAW. Walaupun begitu, dengan izin Allah SWT Rasulullah SAW tetap berjaya melepasi kepungan tersebut.

Bakat kepimpinan Rasulullah SAW di sini dilihat dari segi percaturan strategi Baginda SAW sehingga berjaya keluar berhijrah bersama dengan Abu Bakar RA. Penghijrahan tersebut adalah melalui jalan darat dari Mekah ke Madinah. Atas dasar perjuangan Islam yang diterapkan oleh Rasulullah SAW sebagai pemimpin telah membuka hati Abu Bakar untuk sedia berkorban dari sudut ekonomi. Abu Bakar sanggup menyediakan unta dan peralatan makan dan minum sepanjang tempoh penghijrahan tersebut. Hubungan kepimpinan dengan ekonomi dalam kisah ini dipamerkan melalui pengaruh ketaatan kepada kepimpinan sehingga sanggup mengorbankan ekonominya untuk kepimpinan dan perjuangan.

Page 64: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

64 JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Tahaluf Siyasi Dalam Ekonomi Politik Islam

Umat Islam yang tinggal di Mekah sebelum itu telah pun berhijrah lebih awal atas perintah Allah SWT dan Rasul SAW5. Rasulullah SAW disambut dengan penuh kegembiraan oleh penduduk Madinah dan sebahagian penduduk Mekah yang sudah berada di Madinah (al-Baladhuri, 1996). Sambutan ini sedikit sebanyak mempamerkan kesediaan mereka untuk menerima Rasulullah SAW sebagai pemimpin.

Pelaksanaan Tahaluf Siyasi Dalam Ekonomi Politik Islam Setelah Hijrah ke Madinah

Unsur EPI dalam TS juga berlaku setelah hijrah. Hijrah ini merupakan titik bermulanya Sirah Rasulullah SAW selama 10 tahun berikutnya di Madinah. Sirah di Madinah bermula dengan pembinaan masjid sebagai tempat ibadah dan sebagai institusi pentadbiran Madinah. Dari sini, terbinanya sebuah Negara Islam Madinah yang dikenali sebagai Madinah al-Munawwarah (bandar yang bercahaya) yang menjadi pusat pengurusan dan pentadbiran Negara Islam (Al-Buti, 2003; Al-Mubarakfuri, 1992; Al-Rida, 1997; Hepi Andi Bastoni, 2010; Akram Dhiya’ al-Umuri, 2010; Mustafa As-Syibaie, 2004; Ibn Hisham, 1955; Ibn Saad Muhammad, 1990; M. A. Shaban, 1984; Mahmasani, 1982; Ibn Ishaq, 1978; Zuhairi Misrawi, 2009).

Unsur EPI dalam TS digunakan oleh Rasulullah SAW untuk melancarkan lagi pengurusan dan pentadbiran EP di Madinah. Baginda SAW menggunakannya dengan merangka satu perlembagaan yang dinamakan sebagai Piagam Madinah (Al-Buti, 2003; Zuhairi Misrawi, 2009). Kekuatan yang terbina melalui Piagam Madinah ini telah mendorong Rasulullah SAW dan para sahabatnya untuk melakukan beberapa lagi perjanjian yang mempunyai kaitan dengan TS dalam EPI seperti perjanjian Hudaibiyah dan beberapa lagi perjanjian ke arah membentuk perdamaian. Perjanjian-perjanjian tersebut telah membuktikan pentingnya hablum min al-Nas (hubungan manusia dengan manusia). Walaupun pentingnya hablum min al-nas, janganlah dilupakan keutamaan mengukuhkan hablum min Allah (hubungan manusia dengan Allah SWT). Huraian terhadap perkara ini dilakukan dalam bahagian-bahagian berikut.

Piagam Madinah

Piagam Madinah bukan sahaja digariskan untuk memenuhi tuntutan sosial, malah piagam ini diguna pakai untuk mengukuhkan lagi sistem politik, perundangan dan ekonomi Negara (Muhammad Munir al-Ghadban, 2002; Zuhairi Misrawi, 2009). Piagam Madinah telah mencipta persetujuan bukan sahaja daripada orang Islam, bahkan membina persetujuan daripada orang bukan Islam untuk mengakui, mengiktiraf dan mempersetujui perlembagaan tersebut. Pengiktirafan perlembagaan ini membawa orang bukan Islam untuk turut mengakui kepimpinan Rasulullah SAW di Madinah. Langkah ini merupakan salah satu strategi politik untuk memastikan kedudukan umat Islam semakin kukuh.

Piagam Madinah ini juga adalah bukti kewujudan kepimpinan Islam di bawah negara

5  Penghijrahan Muslimin Mekah ke Madinah berlaku pada 1 Muharam tahun pertama hijrah iaitu 16 Julai 622M. Orang pertama yang berhijrah ialah Abu Salamah bin Abd al-Asad. Rombongan pertama yang berhijrah ialah seramai 70 orang. Mereka berhijrah dalam kumpulan-kumpulan kecil supaya tidak diketahui oleh golongan Musyrikin Mekah. Setelah sampai ke Madinah, golongan Ansar bersedia menolong para Muhajirin seperti saudara kandung sendiri, malah lebih lagi (Al-Buti, 2003; Al-Mubarakfuri, 1992; Ibn Hisham, 1955; Ibn Ishaq, 1978).

Page 65: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

65JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Tahaluf Siyasi Dalam Ekonomi Politik Islam

Islam yang bersistemkan Islam. Manfaat daripada dasar ini dilakukan oleh Rasulullah SAW dengan membina perjanjian politik melalui jalinan sosial yang dilakukan dengan pelbagai bangsa dan masyarakat dalam konteks ekonomi dan politik. Piagam Madinah ini merupakan salah satu contoh secara jelas TS dalam EPI.

Di dalam piagam ini tercatat beberapa perkara termasuklah hubungan Muslimin dengan kaum Yahudi yang merupakan salah satu bentuk TS (Zuhairi Misrawi, 2009). Dalam piagam tersebut dinyatakan bahawa kaum Muslimin mempunyai haknya dan kaum Yahudi mempunyai haknya, di antara mereka hendaklah tolong menolong sekiranya diserang oleh sesiapa, di antara mereka hendaklah saling menasihati dan bekerjasama. Begitu juga, janganlah sesiapa memungkiri janji yang diputuskan. Hendaklah pertolongan diberikan kepada yang dizalimi. Sekiranya berlaku apa-apa kepada pihak yang menjalinkan perjanjian ini, maka tempat rujukannya ialah kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW (Al-Buti, 2003; Zuhairi Misrawi, 2009). Daripada isi perjanjian tersebut mempamerkan bahawa Islam mengutamakan prinsip mempertahankan kebenaran (Taufiq Asy-Syawi, 1997: 387).

Piagam Madinah ini telah membuktikan terdapat penggunaan unsur EPI dalam TS pada zaman Rasulullah SAW. Rasulullah SAW telah memanfaatkan kepimpinannya untuk memastikan ekonomi Madinah berjalan dengan lancar dan bertambah kukuh. Di sini dinyatakan sekali lagi isi dokumen perjanjian piagam tersebut sebagai bukti Rasulullah SAW menggunakan TS dalam menguruskan EPI. Dalam piagam ini, terdapat empat tema TS yang mempunyai unsur EPI. Pertama, mengenai politik; kedua, mengenai EP; ketiga, mengenai sosioekonomi; dan keempat, mengenai sosiopolitik. Isi dokumen tersebut adalah seperti berikut:

Politik

1. Setiap penduduk harus melindungi tanah air daripada segala ancaman musuh yang sesuai dengan kehendak dan cara-cara yang telah ditentukan oleh pemerintah negara Islam.

2. Semua warganegara harus mematuhi segala keputusan yang dibuat pemerintah seperti keputusan-keputusan perang, perjanjian dan perdamaian.

3. Sesiapa sahaja yang ingin keluar dari negara Islam dijamin keamanannya. Sesiapa yang ingin tinggal dalam suatu negara Islam juga akan mendapat jaminan keamanan, melainkan apabila terjadi situasi politik yang menyebabkan negara harus membuat suatu undang-undang darurat. Perkara ini akan menyebabkan sesiapa sahaja yang ingin keluar daripada negara tersebut harus memberikan jaminan kepada pihak pemerintah.

4. Penyebaran dakwah agama sebaiknya dilakukan hanya terhadap orang-orang yang memeluk dan meyakini agama tersebut.

5. Pemeluk agama lain mempunyai kebebasan untuk melakukan segala kegiatan yang dibolehkan oleh agamanya, selama hal tersebut tidak bertentangan dengan dasar undang-undang Islam atau mengganggu kebebasan dan keyakinan agama orang lain.

6. Setiap warganegara memiliki kebebasan untuk memilih pemimpin dalam segala urusan yang berhubungan dengan kegiatan keagamaan secara khusus, sedangkan pihak pemerintah tidak boleh sesuka hati untuk menguruskan urusan ini.

Page 66: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

66 JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Tahaluf Siyasi Dalam Ekonomi Politik Islam

7. Setiap warga negara bebas mengemukakan pendapat, baik mewakili pendapat orang lain atau mengemukakan pendapat sendiri.

8. Semua fasal yang tersebut di atas berlaku bagi semua warganegara, baik daripada kelompok Islam atau pun kelompok di luar Islam termasuklah semua anggota biasa dalam suatu kelompok masyarakat tertentu.

9. Segala sesuatu yang berhubungan dengan permasalahan umum yang tidak dikaitkan dengan halal dan haram dapat dirundingkan secara bersama oleh para pemimpin dalam kelompok ini.

10. Dalam urusan yang berhubungan dengan politik negara secara umum, pemimpin kelompok-kelompok tertentu dapat memberikan sumbangan kepada negara melalui penyaluran pandangan sama ada dalam keadaan perang atau damai selama mana hal tersebut tidak terdapat unsur-unsur untuk memerangi agama dan negara Islam. Anjuran untuk melakukan perdamaian dengan mereka amatlah terbuka.

11. Kuasa pada kelompok ini adalah tertakluk kepada kekuasaan negara secara umum.

12. Ketika suatu negara Islam akan memulai untuk melaksanakan peraturan-peraturan peribadatan agama Islam, maka hal tersebut mencakupi semua warganegara yang beragama Islam.

13. Apabila terjadi suatu perselisihan, keputusan akhir kepada semua fasal dan nas harus mematuhi pendapat orang yang dipercayai.

Ekonomi Politik

1. Setiap warga negara diwajibkan untuk membayar cukai harta yang diambil untuk mengukuhkan ekonomi negara.

2. Setiap warganegara mempunyai jaminan keamanan untuk memiliki harta dan menganut agama mereka masing-masing. Perkara ini berlaku selama tindakan dan kebebasan mereka tidak melanggar aturan-aturan agama Islam.

3. Pemerintah memberikan jaminan harta, jiwa dan tempat tinggal kepada setiap warganegara. Oleh yang demikian, tidak dibolehkan mengambil harta milik orang lain tanpa izin pemiliknya.

4. Setiap warganegara diwajibkan untuk membayar cukai yang telah ditentukan oleh pemerintah dan mematuhi segala macam bentuk peraturan ekonomi dan kewangan secara umum.

5. Kemudahan umum boleh digunakan untuk kepentingan semua kelompok tanpa mengira perbezaan. Mereka semua secara bersama-sama bertanggungjawab atas kemudahan tersebut.

Sosioekonomi

1. Setiap warganegara mempunyai hak untuk mendapatkan pekerjaan, mengadakan perkumpulan keluarga, mengikuti aturan-aturan setempat, serta berbagai bentuk aktiviti seperti olahraga dan kebudayaan selama mana tidak membahayakan negara.

Page 67: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

67JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Tahaluf Siyasi Dalam Ekonomi Politik Islam

Sosiopolitik

1. Mereka mendapatkan rasa aman daripada Allah SWT, Rasulullah SAW dan semua kaum Muslimin daripada segala macam gangguan dan tindakan penganiayaan.

2. Jiran mempunyai hak yang sama seperti yang diperoleh daripada setiap anggota masyarakat yang lainnya. Begitu juga, tidak boleh mencela dan membahayakan sesama jiran.

3. Setiap warga negara tidak boleh melakukan tindakan yang menyebabkan hilangnya rasa aman terhadap suatu kelompok dengan melakukan tindakan yang dilarang.

Piagam tersebut jelas membuktikan bahawa memang terdapat unsur EPI dalam TS pada masa zaman Rasulullah SAW. Piagam yang termaktub ini digunakan bagi menyempurnakan penubuhan sebuah negara. Setelah tertubuhnya sebuah negara, tentangan kaum Musyrikin Mekah terhadap Baginda SAW dan umat Islam bertukar menjadi tentangan dari luar (Anuar Zainal Abidin, 2002). Jalinan ekonomi Rasulullah SAW dengan negara-negara lain pula menjadi semakin luas (Akram Dhiya’ al-Umuri, 2010; Mustafa as-Syibaie, 2004). Ini bermakna, dari sudut politik, TS pada ketika ini bukan lagi sekadar melibatkan Rasulullah SAW dan para sahabat dengan golongan Musyrikin sahaja, tetapi TS di sini melibatkan hubungan sebuah negara Islam Madinah dengan kabilah-kabilah dan negara-negara yang lain. Unsur-unsur EPI yang dilakukan dalam Piagam Madinah ini kebanyakannya dibina melalui kuasa politik Rasulullah SAW untuk mengukuhkan lagi hubungan politik dan mengembangkan lagi ekonomi antara negara dengan negara dan antara negara dengan golongan tertentu.

Hubungan ini juga telah menambahkan lagi pengaruh dan kekuatan umat Islam. Kekuatan ini membuatkan orang Musyrikin tidak mampu mengapa-apakan Rasulullah SAW dan Negara Madinah. Inilah antara hikmah penggunaan EPI dalam TS.

Perjanjian Hudaibiyah

Perjanjian Hudaibiyah merupakan salah satu contoh Rasulullah SAW bertahaluf siyasi dalam memperoleh perjanjian kerjasama tanpa menggadaikan prinsip. Daripada perjanjian ini terdapat beberapa persoalan yang timbul. Persoalan pertama, jika Rasulullah SAW mengutamakan prinsip ketika melakukan perjanjian, mengapa Rasulullah SAW tidak mempertahankan istilah Islam seperti perkataan ‘Bismillah’ dan perkataan ‘Rasulullah SAW’ ketika melakukan perjanjian Hudaibiyah? Hampir keseluruhan para sahabat cuba membantah keputusan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW terutamanya Saidina Umar al-Khattab.

Persoalan kedua, terdapat kemungkinankah istilah tersebut hanyalah termasuk dalam syiar Islam? Sekiranya istilah tersebut merupakan syiar Islam, persoalan ketiga, benarkah mempertahankan syiar Islam termasuk dalam mempertahankan akidah dan prinsip Islam? Jika tidak, mungkin ia merupakan salah satu strategi politik Rasulullah SAW. Oleh yang demikian, persoalan keempat, adakah dengan mudah langkah pengguguran istilah itu dikatakan salah satu strategi politik Rasulullah SAW semata-mata tanpa menghiraukan maruah Islam?

Kesemua persoalan tersebut secara umumnya telah terjawab berdasarkan kesan daripada tindakan Rasulullah SAW. Perjanjian Hudaibiyah ini telah membuka peluang lebih besar kepada ekonomi dan politik umat Islam melalui pelaksanaan dakwah Islam. Menurut Saidina Umar, pertambahan umat Islam selepas peristiwa tersebut adalah berganda-ganda berbanding

Page 68: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

68 JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Tahaluf Siyasi Dalam Ekonomi Politik Islam

daripada dakwah Rasulullah SAW selama berbelas-belas tahun sebelumnya. Pengajaran daripada peristiwa ini dapat ditonjolkan bahawa setiap langkah yang dilakukan oleh umat Islam harus berstrategi dan bermanfaat kepada Islam.

Untuk jawapan yang lebih terperinci, dalam peristiwa Hudaibiyah, para sahabat secara zahirnya melihat Rasulullah SAW seperti tidak tegas dengan prinsipnya untuk mempertahankan kebenaran Islam. Di sebalik peristiwa tersebut, secara strateginya, perkara utama yang ditekankan oleh Rasulullah SAW ketika itu ialah mengajar umatnya supaya dapat membezakan antara prinsip dan syiar. Nama Rasulullah SAW dan perkataan Bismillah adalah syiar tetapi dakwah Rasulullah SAW adalah prinsip. Antara mempertahankan nama Rasulullah SAW dan perkataan Bismillah sehingga tidak termeterai perjanjian dan menjadikan ruang dakwah semakin sempit, dibandingkan dengan membuang kedua-dua perkara tersebut dan diberikan oleh kaum Musyrikin ruang dakwah yang lebih luas, yang mana lebih penting? Perkara inilah yang disebut sebagai strategi. Rasulullah SAW tetap tegas dalam perjanjian Hudaibiyah, tetapi ketegasan yang penuh berhikmah. Walau bagaimanapun, strategi yang dilakukan oleh Rasulullah SAW ketika itu masih tidak dapat difahami oleh para sahabat.

Terdapat para sahabat yang tidak setuju dengan perjanjian tersebut kerana Rasulullah SAW dan rombongannya diberikan syarat hanya dibenarkan memasuki Kota Mekah untuk mengerjakan Umrah pada tahun berikutnya. Kedua-duanya bersetuju memberikan kebebasan kepada suku Arab sama ada untuk menyebelahi orang Quraisy bersama pemerintahan di Mekah atau pun menyebelahi Rasulullah SAW bersama pemerintahan Islamnya di Madinah. Perkara ini dinilai oleh para sahabat sebagai suatu bentuk perjanjian yang merugikan kerana terbatasnya pergerakan orang Islam dari Madinah ke Mekah. Namun, bijaknya Rasulullah SAW adalah apabila Baginda SAW tidak terburu-buru menolak perjanjian tersebut. Sebaliknya Rasulullah SAW melihat ke hadapan kesan yang akan berlaku sekiranya diteruskan perjanjian tersebut.

Keyakinan para sahabat kepada Rasulullah SAW yang memimpin berpandukan wahyu telah membuatkan mereka akur dengan tindakan Rasulullah SAW melakukan perjanjian Hudaibiyah ini. Hasil yang tidak dijangkapun berlaku iaitu umat Islam bertambah bilangannya dari hari ke hari. Pertambahan umat Islam ini berganda-ganda jika dibandingkan dengan dakwah Rasulullah SAW sebelum itu. Dalam politik kemasyarakatan, kekuatan diukur dari segi banyaknya bilangan. Dengan bertambahnya bilangan tersebut, secara logiknya bertambahlah pula penyokong dan pendukung agama Islam ini (Riwayat Abu Daud, No. Hadith: 2537; al-Waqidi, 1966; al-Buti, 2003; al-Mubarakfuri, 1992; Hepi Andi Bastoni, 2010). Peningkatan secara mendadak umat Islam ini mempamerkan implikasi yang positif hasil terlaksananya TS dalam perjanjian Hudaibiyah.

Dari segi politik, setelah berlaku perjanjian Hudaibiyah, hasil yang didapati melalui perhubungan Rasulullah SAW dengan kaum Quraisy bukan lagi sebagai rakyat dan pemimpin serta bukan lagi seperti orang yang dipandang lemah seperti dahulu, tetapi lebih daripada itu adalah merujuk kepada kepimpinan Rasulullah SAW di Madinah dan kepimpinan Abu Lahab serta Abu Sufian di Mekah6. Orang Quraisy yang selama ini memusuhi dan memerangi Islam dan Madinah telah bersedia memberi pengakuan dari segi undang-undang Madinah dan mengakui kepimpinan serta negara Madinah. Kelebihan terbesar yang didapati melalui perjanjian tersebut

6  Perhubungan Rasulullah SAW selepas hijrah banyak dijalinkan dengan orang Quraisy Mekah kerana Mekah merupakan kuasa politik dan agama yang disegani di Semananjung Arab. Suku Arab menghormati Quraisy kerana perkaitan mereka dengan Kaabah dan institusi haji (Ibn Habib, t.t).

Page 69: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

69JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Tahaluf Siyasi Dalam Ekonomi Politik Islam

ialah berlaku perdamaian selama sepuluh tahun. Begitu juga, suku-suku Arab diberi kebebasan untuk membuat pilihan sama ada untuk terus bersama Musyrikin atau Islam. Berasaskan strategi dakwah, ia telah membuka peluang kepada penyebaran Islam secara besar-besaran tanpa sebarang sekatan. Hubungan Madinah bukan setakat dijalinkan dengan Mekah, bahkan menjangkaui negara-negara lain berhampiran Madinah termasuklah Syam.

Perjanjian Hudaibiyah merupakan jalan penyelesaian terbaik yang boleh diperoleh daripada kedua-dua pihak. Politiknya di sini ialah orang Quraisy dapat memelihara maruah pada mata suku-suku Arab kerana mereka berjaya menyekat orang Islam daripada memasuki Mekah. Ekonominya pula, orang-orang Quraisy juga dapat menjalankan kegiatan perdagangan mereka dengan Syiria dan negara-negara lain tanpa ancaman daripada Madinah lagi. Perkara inilah yang mempamerkan perjanjian ini cenderung kepada Quraisy.

Begitulah juga kesannya kepada ekonomi umat Islam di Madinah. Selama 10 tahun ini umat Islam bebas untuk melaksanakan aktiviti import eksport dengan negara-negara jiran tanpa perlu menghadapi sebarang sekatan, termasuklah bebas melakukan perniagaan di Mekah. Cukai (jizyah) daripada orang kafir yang tinggal di Madinah juga menjadi salah satu daripada elemen yang mengukuhkan lagi ekonomi umat Islam. Perkara-perkara tersebut membuktikan bahawa sememangnya Rasulullah SAW menggunakan kuasa dan kebijakkannya memimpin untuk mengukuhkan lagi ekonomi Madinah.

Menurut Sayyid Qutb (2000), pembayaran jizyah ini pernah disebut dalam ayat 61 daripada surah al-Anfal7. Menurut beliau, ayat pembayaran jizyah ini sebenarnya berlaku setelah turunnya surah al-Baraah selepas tahun kelapan hijrah8. Perbincangan dalam surah al-Baraah ini boleh dirumuskan bahawa terdapat tiga pilihan kepada orang kafir ketika berada di bawah pemerintahan Islam. Pertama, sama ada mereka menjadi golongan penentang yang memerangi Islam; kedua, menjadi golongan Muslimin yang diperintah oleh syariat Allah SWT; dan ketiga, menjadi golongan zimmi yang membayar jizyah dan kekal di atas perjanjian mereka selama mereka bersikap jujur (Yusuf Qardhawi, 2012: 655; Muhammad Iqbal, 2007).

Muhammad Syams al-Haqq al-‘Azim al-Abadi (1968) pula mengatakan bahawa cukai (jizyah) hanya melibatkan kafir zimmi. Perlindungan hanya diberikan sekiranya mereka membayar jizyah yang menandakan ketaatan kepada pemerintah Islam (Alias Othman & Anisah Ab. Ghani,2008:118-120; Taufiq Asy-Syawi, 1997: 387; Zulkifly Muda, 2009; Yusuf Qaradawi, Mat Saad Abd. Rahman & Hailani Muji Tahir, 1985).

7 

“Dan jika mereka cenderung kepada perdamaian, maka kamu juga hendaklah cenderung kepadanya serta bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Ia Maha Mendengar, lagi Maha Mengetahui” (Al-Anfal, 8:61).

8  Ayat daripada surah al-Baraah ini telah memansuhkan ayat daripada surah al-Anfal tersebut.

Page 70: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

70 JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Tahaluf Siyasi Dalam Ekonomi Politik Islam

Seperti mana dalam satu hadith yang diriwayatkan oleh Umar al-Khattab RA9, dalam Hadith tersebut terpamer kesungguhan Rasulullah SAW dalam mempertahankan kafir zimmi. Perbincangan ini terdapat dalam sabda Rasulullah SAW seperti berikut:

“Aku berwasiat dengan perlindungan Allah SWT dan Rasulullah SAW tentang ahli zimmi agar janji mereka dipenuhi, agar diperangi siapa saja yang tidak mengikat perjanjian atau berniat menyerang dan janganlah mereka dibebani melainkan sekadar kemampuan mereka” (Riwayat Bukhari, No. Hadith: 2824).

Sebagaimana Hadith tersebut, Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqalani (2000) mengatakan bahawa tidak mengambil daripada ahli zimmi yang kena cukai kecuali kadar yang sepatutnya sahaja (Zulkifly Muda, 2009; Yusuf Qaradawi, Mat Saad Abd. Rahman & Hailani Muji Tahir, 1985). Menurut Ali Ibn Khalaf Ibn Abd al-Malik (2000), tiada pertikaian dalam kalangan ulama bahawa ahli zimmah diberikan penghormatan dalam diri, harta dan keluarga mereka. Dalam Hadith ini jelas Baginda SAW Rasulullah SAW sangat mempertahankan janji dengan golongan kafir zimmi dan bersikap tegas dengan orang kafir harbi (Zulkifly Muda, 2009). Seseorang yang menyerang golongan zimmi ini, harus menyerang kembali mereka yang berniat menyerang dan janganlah mereka dibebani sebarang tugas melainkan sekadar kemampuan mereka (Alias Othman & Anisah Ab. Ghani, 2008; Muhammad Iqbal, 2007; Yusuf Qaradawi, Mat Saad Abd. Rahman & Hailani Muji Tahir, 1985).

Selain itu, Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqalani (2000) membawa pandangan Muhallab yang mengatakan bahawa Hadith ini adalah berkaitan perkara menunaikan perjanjian. Penunaian janji ini dilihat melalui pembaharuan kaedah dalam bentuk wang dengan memperoleh sesuatu cukai seperti perolehan aset. Dalam Sirah Rasulullah SAW juga dinyatakan bahawa Rasulullah SAW pernah mengadakan perjanjian damai dengan penduduk Bahrain. Setiap tahun, Abu Ubaidahlah yang ditugaskan untuk mengutip jizyah (cukai) daripada penduduk Bahrain dan membawanya ke Madinah10. Tindakan ini adalah langkah Rasulullah SAW sebagai kepimpinan Islam yang meletakkan kadar tertentu daripada cukai supaya ia menjadi sebahagian pendapatan ekonomi Madinah.

Oleh yang demikianlah menurut Yusuf Qardhawi (2012: 655), orang Islam tidak boleh bergabung dengan orang bukan Islam sekiranya berlaku peperangan melainkan tiga pilihan. Pertama, mereka masuk Islam; kedua, mereka membayar jizyah (cukai); dan ketiga, terpaksa diperangi orang kafir tersebut.

Perjanjian Hudaibiyah ini merupakan asas kepada kejatuhan kepimpinan Quraisy di

9  Susur jalur Hadith ini ialah diriwayatkan oleh Musa Ismail daripada Abu ‘Awanah daripada Hushain daripada Amru Maimun daripada Umar al-Khattab.

10  Telah menceritakan kepada kami Isma’il bin Abdullah dia berkata; telah menceritakan kepadaku Ismail bin Ibrahim bin ‘Uqbah; daripada Musa bin ‘Uqbah, Ibnu Syihab mengatakan; telah menceritakan kepadaku ‘Urwah bin Al-Zubair; bahawa Al Miswar bin Makhramah telah mengkhabarkan kepadanya, bahawa ‘Amru bin ‘Auf (sekutu Bani ‘Amru bin Lu`ai dan pernah turut perang Badar bersama Rasulullah SAW) telah mengkhabarkan kepadanya, bahawa Rasulullah SAW pernah mengutus Abu Ubaidah bin Al Jarrah ke Bahrain untuk mengambil jizyahnya. Rasulullah SAW membuat perjanjian damai dengan penduduk Bahrain, beliau mengangkat al-Ala’ bin al-Hadlrami sebagai pemimpin mereka. Lalu Abu Ubaidah datang dengan membawa harta dari Bahrain, kaum Anshar pun mendengar kedatangan Abu Ubaidah, lalu mereka solat subuh bersama Rasulullah SAW (Riwayat Al-Bukhari, No. Hadith: 5945).

Page 71: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

71JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Tahaluf Siyasi Dalam Ekonomi Politik Islam

Mekah. Perjanjian ini membawa kepada pengakhiran penentangan terhadap Rasulullah SAW dan Islam. Perjanjian ini hanya bertahan selama dua tahun selepas berlaku pengkhianatan daripada pihak Musyrikin Mekah. Selepas itu berlakulah pembukaan kota Mekah.

Daripada beberapa perbincangan di atas, secara rumusannya Rasulullah SAW membenarkan umat Islam untuk menjalinkan hubungan dengan orang bukan Islam (Zulkifly Muda, 2009; Alias Othman & Anisah Ab. Ghani, 2008; Muhammad Iqbal, 2007). Rasulullah SAW sebagai kepimpinan Madinah menunjukkan dua kaedah yang boleh digunakan ketika berhadapan dengan dua kelompok kafir yang berbeza sifatnya. Bagi kelompok kafir yang pertama, mereka tidak menyerang umat Islam. Kaedahnya dibolehkan untuk membuat perjanjian dengannya (sekiranya bukan warganegara) atau pun mereka harus membayar cukai (bagi warganegara). Kelompok kafir yang kedua pula harus diperangi kerana kelompok tersebut mempunyai sifat untuk memerangi umat Islam. Kaedah-kaedah ini tidak dapat dilaksana melainkan dengan menggunakan pendekatan politik iaitu dilantik sebagai kepimpinan.

Umat Islam turut diajar oleh Rasulullah SAW melalui beberapa peristiwa. Antaranya, Rasulullah SAW pernah membacakan qunut mendoakan kecelakaan terhadap orang kafir di perkampungan Bani Salim. Tindakan Rasulullah SAW ini adalah disebabkan orang kafir di perkampungan tersebut telah membunuh beberapa umat Islam yang diutus ke kampung itu. Menurut Ali Ibn Khalaf Ibn Abd al-Malik (2000), Rasulullah SAW telah menghantar seramai 40 sehingga 70 orang ke perkampungan Bani Salim untuk berdakwah. Namun, mereka dibunuh walaupun kaum Bani Salim dan Rasulullah SAW mempunyai perjanjian. Hadith yang berkaitan peristiwa tersebut telah diriwayatkan11 oleh Anas RA, beliau berkata;

“Pernah Rasulullah SAW mengadakan perjanjian antara Ansar dan Quraisy di perkampungan Madinah, beliau juga berqunut mendoakan kecelakaan atas beberapa perkampungan Bani Salim” (Riwayat Bukhari, No. Hadith: 6795).

Menurut tafsiran Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqalani (2000), Hadith ini telah mengharuskan bacaan qunut dalam witir dan solat. Begitu juga, menurut Ali Ibn Khalaf Ibn Abd al-Malik (2000), Hadith ini menjelaskan tentang peranan imam untuk mendoakan mereka yang mengkhianati perjanjian. Perjanjian hanya dibolehkan untuk menolong orang yang dizalimi dan untuk kebaikan sahaja. Tindakan ini mempamerkan Islam amat mementingkan keadilan melalui kebajikan sesama masyarakat (Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqalani, 2000).

Menurut Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqalani (2000) lagi, Bab Adab dalam Sahih Bukhari telah menjelaskan perbezaan antara persaudaraan dan perjanjian. Hadith ini menunjukkan hal tersebut. Kenyataan ini menjelaskan bahawa hubungan sesama Islam hanyalah berasaskan persaudaraan, manakala hubungan umat Islam dengan orang bukan Islam adalah bersandarkan kepada perjanjian. Dalam situasi ini, Rasulullah SAW sebagai kepimpinan membuat keputusan untuk tidak terus menyerang mereka, tetapi Baginda SAW mengambil langkah awal dengan membaca qunut mendoakan kecelakaan terhadap orang kafir tersebut.

Secara politik, penyerangan terhadap sesuatu kaum atau kawasan akan mengurangkan pengaruh dan kemungkinan akan mendapat ancaman semula daripada pihak musuh. Perkara ini akan menghilangkan tumpuan kepada usaha dakwah terhadap orang Musyrikin. Dari sudut

11  Sanad Hadith ini ialah diriwayatkan oleh Musaddad daripada Abbad Ubbad daripada ‘Ashim Al-Ahwal daripada Anas RA.

Page 72: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

72 JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Tahaluf Siyasi Dalam Ekonomi Politik Islam

ekonomi pula, ketidakstabilan politik sedikit sebanyak menambahkan kebimbangan para pedagang untuk singgah melakukan urusan jual beli di Madinah. Aktiviti import eksport juga sedikit sebanyak akan terjejas.

Rasulullah SAW tidak hanya sekadar berdoa, tetapi apabila tiba pada satu keadaan umat Islam sangat terancam, Baginda SAW juga melakukan beberapa tindakan ketenteraan kepada kaum Musyrikin. Baginda SAW sendiri pernah mengetuai peperangan Badar, Uhud dan Ahzab. Peperangan Badar telah direkodkan dalam sejarah Islam sebagai peperangan yang memihak kepada umat Islam. Kira-kira setahun selepas Badar, berlaku pula peperangan Uhud yang dilancarkan oleh orang-orang Quraisy. Peperangan tersebut terakam kisahnya melalui kemenangan umat Islam pada awalnya. Kemudian, berjaya dipatahkan kembali oleh Khalid Ibnu Walid yang menjadi panglima perang bagi kaum Quraisy ketika itu (al-Waqidi, 1966). Walaupun nampak seperti umat Islam gagal ketika peperangan Uhud, namun umat Islam masih tidak mampu dihapuskan oleh kaum Quraisy. Kaum Quraisy terpaksa menerima hakikat bahawa Islam telah berjaya membina pemerintahan di Madinah dan terpaksa mengakui Rasulullah SAW sebagai pemimpin Madinah. Selepas itu tiada lagi hubungan yang berlaku di antara kaum Quraisy dengan Rasulullah SAW selama hampir dua tahun.

Selepas dua tahun berlakunya peperangan Uhud, kaum Quraisy melancarkan komplot untuk menyerang Rasulullah SAW dan umat Islam di Madinah. Komplot ini dinamakan sebagai peperangan Ahzab. Kaum Quraisy telah diberikan kepercayaan untuk mengetuai peperangan tersebut. Mereka terdiri daripada beberapa suku Arab utama di Barat Semenanjung Arab termasuklah orang Yahudi Khaibar sendiri. Namun, kepungan yang dilakukan mereka ke atas penduduk Madinah pada tahun kelima Hijrah dalam peperangan Khandaq ternyata gagal kerana umat Islam telah bersiap sedia dengan membina parit yang luas dan panjang sebagai benteng kepada Madinah. Kegagalan tentera Ahzab dalam peperangan tersebut mempamerkan hasil sikap sentiasa bersedia umat Islam untuk menghadapi serangan daripada pihak musuh (al-Buti, 2003; al-Mubarakfuri, 1992; al-Rida, 1997; al-Tabari, t.t; Akram Dhiya’ al-Umuri, 2010; Mustafa as-Syibaie, 2004; Ibn Hisham, 1955; Ibn Saad Muhammad, 1990; M. A. Shaban, 1984; Mahmasani, 1982; Ibn Ishaq, 1978).

Rasulullah SAW dan orang Islam melihat kejayaan pada peperangan Khandaq sebagai suatu kejayaan dan pertolongan daripada Allah SWT. Kejayaan ini telah mengembalikan semangat dan keyakinan umat Islam. Persediaan rapi yang dirancang oleh Rasulullah SAW sebagai kepimpinan telah menyebabkan orang Quraisy kembali menghadapi sekatan perdagangan ke Syria oleh penduduk Madinah. Perkara ini telah menjejaskan dan melemahkan ekonomi orang Quraisy (al-Waqidi, 1966). Penguasaan politik mampu untuk mengawal ekonomi pada peringkat negara mahupun antarabangsa.

Kisah peperangan tersebut seolah-olah mempamerkan Islam amat menyukai perbalahan dan pertumpahan darah. Sebenarnya, peperangan adalah jalan terakhir bagi umat Islam untuk mempertahankan diri, agama dan negara daripada serangan pihak musuh. Menurut Sayyid Qutb (2000), sekiranya bukan dalam peperangan, Islam adalah agama damai dan mempunyai akidah kasih sayang. Islam adalah satu sistem yang mengumpulkan manusia di bawahnya selaku saudara-saudara yang saling mengenali dan mencintai satu sama lain. Tiada satu yang menghalangi tujuan ini melainkan tindakan pencerobohan yang dilakukan oleh pihak musuh. Andainya mereka memperlihatkan sikap damai terhadap Islam, maka Islam sama sekali tidak berminat untuk bermusuh dengan mereka. Malah dalam permusuhan pun Islam tetap memelihara punca kasih mesra, perilaku yang bersih dan layanan yang adil dengan harapan satu hari nanti mereka akan sedar dan beralih kepada mencintai Islam.

Page 73: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

73JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Tahaluf Siyasi Dalam Ekonomi Politik Islam

Perjanjian ke Arah Perdamaian

Hubungan yang terbina melalui TS dalam urusan EP dengan orang kafir ini adalah atas prinsip perdamaian. Hal ini berpandukan kepada dalil daripada surah al-Hujurat ayat ke 13. Daripada tafsiran ayat tersebut didapati bahawa ayat 13 daripada surah al-Hujurat ini adalah antara ayat asas mengenai jalinan sosial. Ayat ini menunjukkan bahawa hubungan antara Muslim dengan non-Muslim dibolehkan selagi tidak berlaku sebarang kemudaratan atas hubungan tersebut (Yusuf Qaradawi, Mat Saad Abd. Rahman & Hailani Muji Tahir, 1985). Ini bermakna, tidak ada sebab perlunya kepada pertengkaran atau perkelahian antara Muslim dengan non-Muslim dalam konteks untuk menguatkan ekonomi, politik dan sosial sesebuah negara, melainkan sekiranya umat Islam dikhianati (Muhammad Ahmad Asyur, 2004; Harun Din, 2007). Perkara ini merupakan asas pendidikan sosial dalam sebuah negara yang mempunyai masyarakat berbilang kaum.

Ayat 8-9 daripada surah al-Mumtahanah juga ditafsirkan bahawa Allah SWT tidak melarang umat Islam untuk menjalinkan hubungan dengan non-Muslim. Namun, Allah SWT membataskan hanya kepada tiga kelompok kafir yang boleh dijalinkan hubungan dengannya. Pertama, kelompok yang tidak memerangi Islam; kedua, kelompok yang tidak mengusir orang Islam dari kampung halaman mereka; dan ketiga, kelompok yang tidak membantu musuh Islam dalam mengusir orang Islam dari kampung halaman mereka (Yusuf al-Qaradhawi, 2002b: 264). Pembatasan yang ditetapkan tersebut merupakan batasan kepada prinsip perdamaian yang dilaksanakan. Batasan inilah harus menjadi peraturan ketika melaksanakan TS dalam EPI.

Kesan perdamaian dari sudut politik merujuk kepada kekuatan sokongan daripada pihak luar. Hal ini berdasarkan Sirah Rasulullah SAW, setelah kematian Abu Talib, Rasulullah SAW telah diancam oleh penduduk Musyrikin Mekah yang menyebabkan Baginda SAW berusaha untuk keluar berdakwah dan dalam masa yang sama cuba untuk mendapatkan perlindungan serta pertolongan daripada pihak luar. Rasulullah SAW pernah ke Taif, sebuah bandar kecil kira-kira 75KM ke Tenggara Mekah didiami dan dikuasai oleh suku Thaqif yang sering bermusuhan dengan suku Quraisy. Baginda SAW menyeru pimpinannya kepada Islam tetapi Rasulullah SAW bukan sahaja gagal malah diusir keluar dari Taif (al-Baladhuri, 1996).

Dalam usaha tersebut Rasulullah SAW bukan sahaja berdakwah malah Baginda SAW mempunyai strategi untuk menguatkan kekuatan dari sudut politik melalui jalan perdamaian. Prinsip perdamaian ini tidak mungkin diperoleh melainkan mempunyai perjanjian politik. Perdamaian melalui jalan perjanjian politik ini akan membuka ruang kepada sesuatu kaum untuk bebas melakukan aktiviti ekonomi. Untuk itu, dalam proses melaksanakan EPI ini prinsip perdamaian diperlukan untuk menstabilkan pengurusan dan pentadbiran dalam EP sesebuah negara.

Menurut Wahbah al-Zuhaili (1998) terdapat tiga suruhan dalam ayat 114 surah al-Nisa’ yang mempamerkan sifat perdamaian. Pertama, menyuruh bersedekah untuk menolong orang fakir miskin; kedua, menyuruh kepada kebaikan yang dapat memberikan kemaslahatan kepada masyarakat umum; dan ketiga, memperbaiki hubungan di antara manusia. Menurut Sayyid Qutb (2000) ayat ini sebenarnya membincangkan larangan mengadakan perbincangan rahsia untuk menjatuhkan kepimpinan Islam. Kepatuhan kepada kepimpinan juga adalah salah satu daripada faktor utama perdamaian dan pengukuhan politik sesebuah negara.

Sejarah telah mengajar bahawa setiap masalah harus terus dikhabarkan kepada Rasulullah SAW sebagai kepimpinan ketika itu. Tujuannya adalah untuk mengelakkan timbulnya kelompok-

Page 74: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

74 JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Tahaluf Siyasi Dalam Ekonomi Politik Islam

kelompok kecil yang berbeza pandangan, pemikiran dan tindakan dengan kepimpinan Jemaah Muslimin yang besar. Sekiranya terdapat niat untuk melakukan hal tersebut, sememangnya perancangan tersebut dapat disembunyikan daripada mata manusia, tetapi tidak dapat disembunyikan daripada pengetahuan Allah SWT. Kebanyakan mereka yang mengadakan perbincangan secara rahsia untuk menjatuhkan kepimpinan Islam yang taat kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW mempunyai sifat yang termasuk daripada kelompok Munafikin.

Antara langkah untuk mendapatkan perdamaian tersebut adalah memerlukan kepada usaha TS yang juga mempunyai prinsip ke arah mengukuhkan perdamaian. Perdamaian mampu membentuk kekuatan. Umat Islam mampu mencapai kekuatan apabila menggunakan TS untuk perdamaian. Jelas di sini bahawa prinsip perdamaian ke arah mempertahankan keadilan ekonomi dan politik ini merupakan salah satu amalan yang telah dilakukan pada zaman Rasulullah SAW. Islam sentiasa mempertahankan perjanjian yang dilakukan atas dasar membela keadilan dalam pembahagian kuasa dan pembahagian harta kekayaan.

Hablum Min Allah Wa Hablum Min al-NasWalaupun tumpuan diberikan kepada usaha memperkuatkan EP berdasarkan usaha

mengukuhkan hablum min al-nas (hubungan sesama manusia), namun biarlah usaha tersebut mampu menambahkan tumpuan yang lebih utama kepada hablum min Allah (hubungan dengan Allah). Hubungan dengan Allah SWT juga adalah salah satu daripada tanggungjawab seorang hamba yang berasaskan kepada perjanjian yang termaktub di dalam al-Qur’an. Tambahan pula, kebanyakan perjanjian yang dilakukan dengan Allah SWT ini terdapat juga perjanjian yang mempunyai kaitan dengan EP. Antara ayat al-Qur’an yang membincangkan mengenai perjanjian dalam EP ialah sebagaimana firman Allah SWT seperti berikut:

“Sesungguhnya Allah telah membeli daripada orang yang beriman akan jiwa dan harta benda mereka dengan (balasan), bahawa mereka akan beroleh syurga, mereka berjuang pada jalan Allah; maka (di antara) mereka ada yang membunuh dan terbunuh. Sebagai janji yang benar daripada Allah di dalam Taurat, Injil dan Al-Qur’an; dan siapakah lagi yang lebih menyempurnakan janjinya daripada Allah? Oleh itu, bergembiralah dengan jualan yang kamu jalankan jual belinya itu, dan (ketahuilah bahawa) jual beli (yang seperti itu) ialah kemenangan yang besar” (Al-Taubah, 9:111).

Menurut Wahbah al-Zuhaili (1998), pahala jihad bagi mereka yang berjuang di jalan Allah SWT dengan harta dan diri adalah syurga. Perumpamaan ini dibuat berdasarkan kaedah jual beli. Perjanjian ini adalah janji Allah SWT yang ditulis dalam kitab-Nya. Ia mengandungi penyaksian seluruh Rasul dan Nabi-nabi ke atas pembelian tersebut (dalam bidang ekonomi).

Menurut Sayyid Qutb (2000), orang-orang yang sanggup melakukan jualan dan mengadakan urus niaga ini ialah golongan manusia yang terpilih. Mereka mempunyai sifat-sifat yang baik berkaitan dengan diri sendiri dalam hubungan secara langsungnya dengan Allah SWT dalam bidang perasaan dan syiar ibadat serta sifat-sifat yang berkaitan dengan tugas-tugas yang harus dipikul oleh mereka di luar diri mereka untuk menegakkan agama Allah SWT di bumi. Tugas-tugas ini seperti menyuruh manusia melakukan perkara yang makruf dan melarang mereka melakukan perkara yang mungkar serta menghormati hukum-hukum Allah SWT sama ada terhadap diri mereka atau terhadap orang lain (dalam bidang politik). Siapa yang mengikat perjanjian dengan Allah SWT ini, siapa yang melakukan urus niaga ini, siapa yang berpuas hati dengan harganya dan menyempurnakan urus niaganya, maka dialah orang yang beriman. Orang-orang yang beriman itu ialah orang-orang yang telah dibeli diri dan hartanya oleh Allah

Page 75: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

75JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Tahaluf Siyasi Dalam Ekonomi Politik Islam

SWT dan mereka sanggup menjualnya (dalam bidang ekonomi).

Berdasarkan perbincangan tersebut, unsur EPI dalam TS ini mempunyai dua hubungan yang jelas. Pertama, hubungan manusia dengan manusia; dan kedua hubungan manusia dengan Allah SWT. Kedua-dua hubungan ini adalah berpandukan kepada al-Qur’an, Hadith dan Sirah Rasulullah SAW. Daripada panduan tersebut, antara syarat pengukuhan hubungan sesama manusia adalah melihat sejauh mana kukuhnya hubungan manusia dengan Allah SWT. Allah SWT berfirman:

“Mereka ditimpa kehinaan di mana sahaja mereka berada, kecuali dengan adanya sebab daripada Allah dan adanya sebab daripada manusia. Dan mereka kembali mendapat kemurkaan daripada Allah, dan mereka ditimpa kemiskinan. Yang demikian itu, disebabkan mereka ingkar akan ayat-ayat Allah, dan mereka membunuh Nabi-nabi dengan tiada alasan yang benar. Semuanya itu disebabkan mereka derhaka dan melampaui batas” (Surah Ali ‘Imran, 3:112).

Rumusan Tahaluf Siyasi Dalam Ekonomi Politik Islam

Analisis sebelum ini membuktikan bahawa terdapat beberapa dalil TS daripada al-Qur’an, Hadith dan Sirah Rasulullah SAW memfokuskan kepada EPI. Dalil-dalil tersebut sekali gus membuktikan bahawa sememangnya TS pernah digunakan oleh Rasulullah SAW dalam urusan EPI. Rumusan ini telah menjawab dua persoalan kajian. Pertama, bagaimanakah dalil-dalil aspek-aspek TS dapat digunakan dalam EPI?; dan kedua, bagaimanakah kesesuaian TS dalam EPI?

Daripada dalil al-Qur’an, terdapat lima ayat yang membincangkan TS dalam konteks EPI. Ayat-ayat ini tidak menyebut secara jelas mengenai istilah TS, namun penggunaan ayat tersebut secara keseluruhannya menuju ke arah TS dalam EPI. Dalil-dalil tersebut adalah seperti berikut:

Dalil pertama: “Dan jika mereka cenderung kepada perdamaian, maka kamu juga hendaklah cenderung kepadanya serta bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Ia Maha Mendengar, lagi Maha Mengetahui” (Al-Anfal, 8:61).

Dalil kedua: “Wahai umat manusia! Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu daripada lelaki dan perempuan, dan Kami telah menjadikan kamu berbagai bangsa dan suku puak, supaya kamu saling berkenalan. Sesungguhnya semulia-mulia kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antaramu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui, lagi Maha Mendalam Pengetahuan-Nya” (Al-Hujurat, 49:13).

Dalil ketiga: “Allah tidak melarang kamu daripada berbuat baik dan berlaku adil kepada orang-orang yang tidak memerangi kamu kerana agamamu, dan tidak mengeluarkan kamu dari kampung halaman kamu; sesungguhnya Allah mengasihi orang yang berlaku adil. “Sesungguhnya Allah hanyalah melarang kamu daripada menjadikan teman rapat orang-orang yang memerangi kamu kerana agama (kamu), dan mengeluarkan kamu dari kampung halamanmu, serta mereka membantu (orang lain) untuk mengusir kamu. Dan (ingatlah) sesiapa yang menjadikan mereka teman rapat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim” (Al-Mumtahanah, 60:8-9).

Dalil keempat: “Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali orang yang menyuruh bersedekah, atau berbuat kebaikan atau mendamaikan di antara

Page 76: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

76 JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Tahaluf Siyasi Dalam Ekonomi Politik Islam

manusia. Dan sesiapa yang berbuat demikian kerana mencari keredaan Allah, maka Kami akan memberi pahala yang besar” (Al-Nisa’, 4:114).

Dalil kelima: “Sesungguhnya Allah SWT telah membeli daripada orang yang beriman akan jiwa dan harta benda mereka dengan (balasan), bahawa mereka akan beroleh syurga, mereka berjuang pada jalan Allah; maka (di antara) mereka ada yang membunuh dan terbunuh. Sebagai janji yang benar daripada Allah SWT di dalam Taurat, Injil dan Al-Qur’an; dan siapakah lagi yang lebih menyempurnakan janjinya daripada Allah? Oleh itu, bergembiralah dengan jualan yang kamu jalankan jual belinya itu, dan (ketahuilah bahawa) jual beli (yang seperti itu) ialah kemenangan yang besar” (Al-Taubah, 9:111).

Sebagaimana yang dinyatakan dalam Hadith pula, terdapat tiga hadith yang membincangkan berkenaan TS dalam EPI. Hadith-hadith tersebut adalah seperti berikut:

Dalil pertama: “Aku telah menyaksikan berlakunya perjanjian (tahaaluf) al-Mutayyibin dan aku tidak ingin memungkirinya walaupun diberi kepada aku unta berwarna merah yang terbaik sekali” (Imam Ahmad, 1: 190-193).

Dalil kedua: “Aku berwasiat dengan perlindungan Allah SWT dan Rasulullah SAW tentang ahli zimmi agar janji mereka dipenuhi, agar diperangi siapa saja yang tidak mengikat perjanjian atau berniat menyerang dan janganlah mereka dibebani melainkan sekadar kemampuan mereka” (Riwayat Bukhari, No. Hadith: 2824).

Dalil ketiga: Telah menceritakan kepada kami Isma’il bin Abdullah dia berkata; telah menceritakan kepadaku Ismail bin Ibrahim bin ‘Uqbah; daripada Musa bin ‘Uqbah, Ibnu Syihab mengatakan; telah menceritakan kepadaku ‘Urwah bin Al-Zubair; bahawa Al Miswar bin Makhramah telah mengkhabarkan kepadanya, bahawa ‘Amru bin ‘Auf (sekutu Bani ‘Amru bin Lu`ai dan pernah turut perang Badar bersama Rasulullah SAW) telah mengkhabarkan kepadanya, bahawa Rasulullah SAW pernah mengutus Abu Ubaidah bin Al Jarrah ke Bahrain untuk mengambil jizyahnya. Rasulullah SAW membuat perjanjian damai dengan penduduk Bahrain, beliau mengangkat al-Ala’ bin al-Hadlrami sebagai pemimpin mereka. Lalu Abu Ubaidah datang dengan membawa harta dari Bahrain, kaum Anshar pun mendengar kedatangan Abu Ubaidah, lalu mereka solat subuh bersama Rasulullah SAW (Riwayat Al-Bukhari, No. Hadith: 5945).

Selain itu, terdapat juga lapan peristiwa daripada Sirah yang membincangkan mengenai TS dalam EPI. Ia merangkumi Sirah sebelum hijrah dan Sirah selepas hijrah. Pertama, perjanjian Rasulullah SAW dengan Abu Talib; kedua, perjanjian dengan Siti Khadijah; ketiga, perjanjian dengan Bani Abdul Manaf, Bani Abdul Mutalib dan Bani Hashim; keempat, Hilf al-Fudhul; kelima, perjanjian Mutayyibin; keenam, perjanjian Aus dan Khazraj dan perjanjian ‘Aqabah; ketujuh, piagam Madinah; dan kelapan, perjanjian Hudaibiyah. Sebelum Baginda SAW berhijrah ke Madinah, TS banyak dilakukan atas tujuan politik keselamatan. Pengaruh politik daripada Abu Talib, Bani Hashim, Bani Abdul Muthalib dan Bani Abdul Manaf menjadi pelindung Rasulullah SAW dan umat Islam daripada ancaman musuh. Kesan daripada politik keselamatan tersebut membawa kepada berlakunya perkembangan Islam secara rahsia dan secara terbuka.

Politik keselamatan ini diperolehi hasil daripada beberapa perjanjian yang dilakukan secara tidak langsung seperti perjanjian yang berlaku antara Rasulullah SAW dengan Abu Talib

Page 77: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

77JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Tahaluf Siyasi Dalam Ekonomi Politik Islam

dan berlaku kemasukan orang kuat Quraisy seperti Hamzah bin Abdul Mutalib12 serta Umar al-Khattab13. Setelah kemasukan mereka, secara jelasnya memang tidak terdapat TS yang berlaku antara mereka dengan Rasulullah SAW, namun secara tersiratnya Rasulullah SAW sebagai kepimpinan Islam tetap menggunakan strategi TS untuk mendapatkan persetujuan daripada mereka agar dapat mempertahankan Rasulullah SAW dan Islam.

Pada awal kemasukan Hamzah bin Abdul Mutalib dan Umar al-Khattab dalam agama Islam, orang Quraish hanya menganggapnya sebagai pertambahan kekuatan individu sahaja yang tidak mampu menggugat kekuasaan Musyrikin Mekah. Orang Quraisy tidak menjangkakan strategi politik Rasulullah SAW. Anggapan Orang Quraish itu sedikit terganggu apabila mereka menyedari bahawa kemasukan Hamzah bin Abdul Mutalib dan Umar al-Khattab sebenarnya secara tidak langsung telah berjaya menghalang orang kafir Quraish untuk bertindak secara fizikal kepada orang Islam. Kesannya, pengaruh kekuatan mereka telah memberikan keyakinan kepada penduduk di luar Mekah untuk bersama-sama Islam. Misalnya, berlaku Perjanjian Aqabah Pertama dan Perjanjian Aqabah Kedua.

Selain itu, Rasulullah SAW juga mengadakan perjanjian bersama Mut’im setelah usaha Rasulullah SAW untuk menyebarkan dakwah di Taif menemui kegagalan. Tindakan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW ini tidak lain hanyalah untuk memberikan kekuatan kepada Rasulullah SAW dan sahabat-sahabatnya ketika berada di Mekah. Daripada kesemua perjanjian tersebut, perjanjian yang paling hampir kepada Rasulullah SAW ialah perjanjian Baginda SAW dengan Abu Talib (al-Buti, 2003; al-Mubarakfuri, 1992).

Penggunaan perjanjian politik ini memperlihatkan betapa pentingnya strategi TS. TS yang dilakukan ini secara tidak langsung telah memberikan kesan positif terhadap perubahan ekonomi dan sosial terhadap kehidupan masyarakat Islam terutamanya di Mekah. Penggunaan TS ini semakin berkesan diaplikasikan oleh Rasulullah SAW setelah berhijrah ke Madinah. Antara yang dilakukan oleh Rasulullah SAW ialah membina perjanjian berasaskan Piagam Madinah. Daripada piagam tersebut telah merangsang banyak aktiviti ekonomi, politik dan sosial di dalam dan di luar Madinah.

Piagam Madinah yang dilakukan ini menjadi batasan kepada setiap tindakan yang ingin dilakukan. Piagam Madinah kebanyakkannya digunakan untuk kegiatan aktiviti di dalam Madinah sahaja. Ia melancarkan lagi proses pengurusan dan pentadbiran Negara Islam Madinah. Keadilan politik dan kesaksamaan dari segi ekonomi telah memberi kesan positif kepada pertumbuhan EP Madinah. Keyakinan keselamatan pedagang luar berikutan bertambah

12 Hamzah ibn Abdul Muttalib ibn Hasyim, bapa saudara Rasulullah SAW, singa Allah SWT dan Rasul-Nya, panggilannya Abu Umarah atau Abu Ya`la. Beliau Islam pada tahun keenam daripada kenabian. Beliau lebih tua 4 tahun daripada Rasulullah SAW, ada yang mengatakan 2 tahun dan ada pula yang mengatakan seumur dengan Rasulullah SAW. Ibn Abi Hatim mengatakan bahawa Hamzah memiliki penampilan yang menarik dan kesukaannya adalah suka berburu (Mustafa as-Syibaie, 2004; Ibn Hisham, 1955; Ibn Saad Muhammad, 1990).

13 Nama sebenar Umar al-Khattabialah Umar ibn Khattab ibn Nufail ibn Abdul Uzza, al-Qurasyi, al-‘Adawy. Panggilannya Abu Hafs, khalifah yang kedua daripada 4 Khulafa al-Rasyidin. Bersandarkan kecerdasannya, amanahnya, kejujurannya, disiplinnya dan juga kejauhan pandangannya, beliau diberikan kepercayaan sebagai duta dalam setiap perutusan dan juga ahli debat (munafarah dan mufakharah). Beliau dalam kalangan pembesar Quraisy pada masa Jahiliah (Mustafa as-Syibaie, 2004; Ibn Hisham, 1955; Ibn Saad Muhammad, 1990; Disahihkan oleh Albani dalam kitab al-Jami’ al-Saghir).

Page 78: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

78 JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Tahaluf Siyasi Dalam Ekonomi Politik Islam

kukuhnya kestabilan politik Madinah lebih dirasai apabila berlakunya perjanjian Hudaibiyah.

Perjanjian Hudaibiyah telah membuka ruang lebih besar kepada dakwah Islam. Perhubungan Rasulullah SAW dengan negara-negara di luar Madinah juga semakin diperhebatkan. Rasulullah SAW menggunakan medium TS untuk menyebarluaskan dakwah Islam di samping memastikan peredaran ekonomi Madinah berjalan dengan lancar. Kestabilan EP Madinah telah menyebabkan Madinah menjadi tempat persinggahan para pedagang. Hasilnya, ekonomi Madinah semakin kukuh.

Rajah 1.2 Hubungan TS Dengan EPI

Sebagaimana dalil-dalil yang dinyatakan di atas, didapati tidak semua ayat al-Qur’an, Hadith dan Sirah Rasulullah SAW berkenaan perjanjian memfokuskan perbincangan mengenai TS dalam EPI. Walaupun begitu, hasil daripada analisis didapati bahawa hampir keseluruhan dalil-dalil tersebut mempunyai titik hubung yang boleh juga digunakan untuk urusan EPI. Perkara ini dapat dibuktikan melalui Rajah 1.2. Dalam Rajah ini dijelaskan beberapa titik pertemuan secara langsung yang boleh dihubungkan antara TS dengan EPI. Hubungan ini mempamerkan kesesuaian dan bentuk TS dalam EPI secara langsung. Untuk itu, hubungan ini mampu untuk menguatkan lagi pendekatan TS dalam EPI.

Selain itu, rumusan perbincangan sebelum ini juga dapat dilihat berdasarkan Rajah 1.2. Dalam Rajah ini TS mempunyai hubungan dengan lima ciri EPI. Bagi ciri pertama iaitu pembangunan sosiopolitik, terdapat dua elemen TS yang mempunyai kaitan dengannya. Kedua-

1. Kesatuan umat Islam Bertambah Kuat 2. Perlindungan kepada Umat Islam

1. Kesatuan Umat Islam Bertambah Kuat 2. Perlindungan kepada Umat Islam

1. Keikhlasan 2. Bijak Mengurus 3. Ukhuwah 4. Perlindungan kepada Umat Islam

1. Kesetiaan 2. Keikhlasan 3. Perlindungan kepada Umat Islam

1. Kesetiaan 2. Tiada Pengkhianatan 3. Ukhuwah 4. Pengujian Kesetiaan 5. Perlindungan kepada Umat Islam 6. Mampu Mengenali Rakan TS 7. Terbinanya Golongan yang Amanah

dan Benar

Pengurusan Sumber Manusia

Kepentingan Awam

Keseimbangan Pembangunan

Masyarakat

Pembangunan Sosioekonomi

Pembangunan Sosiopolitik

Page 79: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

79JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Tahaluf Siyasi Dalam Ekonomi Politik Islam

duanya merupakan hikmah TS. Elemen-elemen tersebut ialah kesatuan umat Islam bertambah kuat dan perlindungan kepada umat Islam. Kedua-dua elemen ini mempunyai kaitan dengan ciri kedua TS iaitu pembangunan sosioekonomi.

Bagi ciri ketiga TS iaitu keseimbangan masyarakat pula, terdapat empat elemen TS yang mempunyai kaitan dengannya. Daripada keempat-empat elemen tersebut, terdapat tiga syarat dan satu hikmah TS. Tiga syarat tersebut ialah keikhlasan, bijak mentadbir dan ukhuwah. Satu hikmah pula ialah perlindungan kepada umat Islam. Bagi ciri keempat iaitu kepentingan awam pula, terdapat tiga elemen TS yang mempunyai kaitan dengannya. Daripada ketiga-tiga elemen tersebut, terdapat dua syarat dan satu hikmah TS. Dua syarat tersebut ialah kesetiaan dan keikhlasan. Satu hikmah tersebut ialah perlindungan kepada umat Islam.

Bagi ciri kelima TS iaitu pengurusan sumber manusia, terdapat tujuh elemen TS yang mempunyai kaitan dengannya. Daripada ketujuh-tujuh elemen tersebut, terdapat tiga syarat dan empat hikmah. Tiga syarat tersebut ialah kesetiaan, tiada pengkhianatan dan ukhuwah. Empat hikmah tersebut pula ialah pengujian kesetiaan, perlindungan kepada umat Islam, mampu mengenali rakan TS dan terbinanya golongan amanah dan benar.

Akhirnya, daripada keseluruhan perbincangan tersebut dapat dirumuskan kepada 7 perkara. Pertama, kebajikan dan keadilan adalah diutamakan; kedua, umat Islam wajib mempertahankan Rasulullah SAW; ketiga, umat Islam wajib mempertahankan kebenaran risalah Islam; keempat, orang kafir (Abu Talib) dibolehkan untuk mempertahankan Rasulullah SAW dan Islam; kelima, isi kandungan perjanjian yang dibuat haruslah memberi manfaat kepada Islam; keenam, perjanjian lama yang tidak bercanggah dengan syariat Islam tetap diperkukuhkan Islam; ketujuh, perjanjian harus berstrategi. Maksudnya, di sebalik strategi mempertahankan prinsip Islam, perjanjian yang dilakukan haruslah berstrategi dengan menampakkan kelebihan perjanjian tersebut kepada pihak kafir tanpa sebaliknya memberikan ancaman kepada umat Islam. Daripada rumusan ini telah mempamerkan bahawa persoalan kajian mengenai bentuk TS dalam EPI telah terjawab.

Kesimpulan

Hasil analisis terhadap tiga aspek TS iaitu prinsip, ciri dan syarat telah membentuk suatu kesimpulan bahawa TS sesuai dan boleh digunakan dalam EPI. Ia berdasarkan rumusan yang mengatakan bahawa terdapat lima ayat al-Qur’an, tiga Hadith Rasulullah SAW dan lapan peristiwa daripada Sirah perjanjian Rasulullah SAW yang menggunakan TS dalam urusan EPI. Walaupun tidak semua dalil TS berkaitan perjanjian daripada al-Qur’an, Hadith dan Sirah Rasulullah SAW boleh dihubungkan secara langsung dengan EPI, namun secara tidak langsungnya dalil-dalil tersebut boleh digunakan untuk memantapkan lagi pelaksanaan TS dalam EPI. Bukan itu sahaja, malah secara rumusannya TS bukan sahaja boleh digunakan dalam EPI bahkan boleh diaplikasikan dalam bidang yang lain. Daripada kesimpulan ini menunjukkan bahawa ketiga-tiga persoalan kajian yang dikemukakan pada awal perbincangan telah pun terjawab. Persoalan-persoalan tersebut ialah pertama, bagaimanakah dalil-dalil aspek-aspek TS dapat digunakan dalam EPI?; kedua, bagaimanakah kesesuaian TS dalam EPI?; dan ketiga, bagaimanakah bentuk TS dalam EPI? Terjawabnya persoalan-persoalan kajian tersebut maka terjawablah objektif kedua dan objektif ketiga kajian ini.

Page 80: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

80 JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Tahaluf Siyasi Dalam Ekonomi Politik Islam

RUJUKANAbd Rahman Abdullah (1981). Sejarah Dan Pemikiran Islam. Selangor: Penerbitan Pena

Sdn. Bhd.

Abd Rahman Muhammad Abd Aziz Syirab (2010). Ahkam al-Tahalufat al-Siyasiyah Fi Daui al-Waqi’I al-Mu’asir. Tesis Sarjana yang diserahkan kepada Kuliah Syariah wal Qanun Bil Jami’ah al-Islamiyah, Universiti Islam Ghazzah. Tidak diterbitkan.

Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqalani (2000). Fathul Bari Syarah Sahih al-Bukhari. Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz (Sunt.). Beirut: Dar al-Fikr.

Ahmad Yahya al-Baladhuri (1996). Ansab al-Ashrah. (Sunt). Suhayl Zakkar dan Riyad Zirikli. Jilid 1. Beirut: Dar al-Fikr.

Akram Dhiya’ al-Umuri (2010). Shahih Shirah Nabawiyah. Terj. Farid Qurusy, Imam Mudzakir, Amanto Surya Langka & Abdur Rahman. Jakarta: Pustaka as-Sunnah.

Ali Ibn Khalaf Ibn Abd al-Malik (2000). Ibn Battal Syarh Sahih al-Bukhariy. Riyadh: Maktabah al-Rusyd.

Alias Othman & Anisah Ab. Ghani (2008). Islam yang Mudah. Selangor: PTS Islamika.

Anuar Zainal Abidin (2002). Dasar Luar dan Hubungan Diplomasi dalam pemerintahan Rasulullah SAW. dlm. Abdul Monir Yaacob & Wan Roslili Abd. Majid (ed). Kriteria Negara Berteraskan Prinsip Islam. Kuala Lumpur: Institut Kemajuan Islam Malaysia (IKIM).

Hani al-Rida (1997). Al-Diblumasiyyah: Tarikhuna, Qawaninuha Wa Usuluha. Beirut: Dar Al-Nahl Al-Lubnani.

Harun Din (2007). Islam: Jihad Sebagai Survival Insan. Selangor: PTS Litera Utama.

Hepi Andi Bastoni (2010). Belajar dari perjanjian Hudaibiyah: belajar diplomasi daripada Rasulullah SAW. Petaling Jaya: Rijal Media.

Ibn Hisham (1955). al-Sirah al-Nabawiyyah. Mustafa al-Saqa et al. (Sunt.). Jilid 1. Beirut: Dar Ihya’ al-Turath al-Arabi.

Ibn Saad Muhammad (1990). al-Tabaqat al-Kubra. Muhammad Abd al-Qadir ‘Ata (tahqiq). Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah.

M. A. Shaban (1984). Sejarah Islam Satu Interpretasi Baru. Kuala Lumpur. Dewan Bahasa Dan Pustaka.

Muhamad ‘Izat Salih ‘Unaini (2008). Ahkam al-Tahaluf al-Siyasi Fi al-Fiqh al-Islami. Filastin: al-Jami’ah al-Najah al-Wataniyah

Muhammad Ahmad Asyur (2004). Khotbah dan Wasiat Umar Ibnul Khaththab. Abdul Hayyie al-Kattani (Terj.). Jakarta: Gema Insani.

Muhammad Ibn Ishaq (1978). Kitab al-Siyar al-Maghazi. Suhayl Zakkar (tahqiq). t.t: Dar al-fikr.

Page 81: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

81JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Tahaluf Siyasi Dalam Ekonomi Politik Islam

Muhammad Iqbal (2007). Islamic Toleration & Justice Non-Muslims Under Muslim Rule. India: Adam Publishers & Distributors.

Muhammad Jarir al-Tabari (t.t). Tarikh al-Umam wal al-Muluk. Muhammad Abu al-Fadl Ibrahim (terj.). Beirut: Dar Suwaydan.

Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buti (2003). Fiqh Al-Sirah 1, Terj. Mohd Darus Sanawi. Selangor: Dewan Pustaka Fajar.

Muhammad Syams al-Haqq al-‘Azim al-Abadi (1968). ‘Awn al-Ma’bud Syarh Sunan Abi Dawud. Madinah: Maktabah al-Salafi.

Muhammad Umar Al-Waqidi (1966). Kitab al-Maghazi. Marsden Jones (terj.). Jilid 3. London: Oxford University Press.

Muhammad Umar Al-Waqidi (1966). Kitab al-Maghazi. Marsden Jones (terj.). Jilid 3. London: Oxford University Press.

Munir al-Ghadban (1988). Al-Tahaluf al-Siyasi Fi al-Islam. Kaherah: Dar al-Salam.

Munir Muhammad Ghadban (1982). al-Tahaluf al-Siyasi Fi al-Islam. Al-Urdun: Maktabat al-Manar Zarqa’.

Munir Muhammad Ghadban (2002). Kompromi Politik Dalam Islam. Jakarta Timur, Indonesia: Pustaka al-Kautsar.

Mustafa as-Syibaie (2004). Sirah Nabi Muhammad S.A.W. Pengajaran & Pedoman. Diambil daripada www.mykonsis.org pada 1 April 2013.

Omer, A. I. (1978). “Limits of The Doctrine of Tahaluf and Its Bearing on The Law of Burdens” dlm. Journal of Islamic and Comparative Law, Vol. 8, No. 73.

Safi al-Rahman al-Mubarakfuri (1992). Al-Rahiq Al-Makhtum. 9th Ed. Riyadh: Maktabah Dar Al-Salam.

Subhi Mahmasani (1982). al-Qanun Wa al-‘ilaqat al-Duwaliyyah fil Islam. Beirut: Dar al-‘ilmlial Malayin.

Sufri Muhammad (2002). Tahaluf siyasi menurut perspektif Islam: Satu tinjauan terhadap sumbangan PAS membentuk Barisan Alternatif dalam pilihanraya umum 1999. Latihan Ilmiah yang diserahkan kepada Jabatan Siasah Syar’iyyah, Universiti Malaya. Tidak diterbitkan.

Taufiq Asy-Syawi (1997). Syura Bukan Demokrasi. (Terj.) Djamaluddin Z. S. Jakarta: Gema Insani Press.

Wahbah al-Zuhaili (1998). Tafsir al-Munir Fi al-‘Aqidah Wa al-Syari’ah Wa al-Manhaj. Lubnan: Darul Fikr al-Mu’asir.

Wahbah al-Zuhayli (1981). Al-‘Alaqat Al-Duwaliyyah Fi Al-Islam: Muqarnah Bi Qanun Al-Duwuli Al-Hadith. Beirut: Muassasah Al-Risalah.

Yusuf Al-Qaradhawi (2002a). Fiqh Kenegaraan. Angkatan Belia Islam Malaysia. Kuala Lumpur. Pent. Arsil Ibrahim.

Page 82: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

82 JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Tahaluf Siyasi Dalam Ekonomi Politik Islam

Yusuf Qaradawi, Mat Saad Abd. Rahman & Hailani Muji Tahir (1985). Kedudukan Non-Muslim Dalam Negara Islam. Kuala Lumpur: Bahagian Hal Ehwal Islam, Jabatan Perdana Menteri.

Yusuf Qardhawi (2010). Fiqih Jihad. Irfan Maulana Hakim et al. (Terj.). Jakarta: PT Mizan Pustaka.

Zuhairi Misrawi (2009). Kota Suci, Piagam Madinah dan Teladan Nabi SAW. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Zulkifly Muda (2009). Apa Kata Nabi dengan Hubungan Sosial. Selangor: PTS Islamika.

Page 83: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

83JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

MASYARAKAT EKONOMI ASEAN, BONUS DEMOGRAFI DAN SUMBER DAYA MANUSIA

INDONESIAOleh : Abuzar Asra dan Subagio Dw.1

P ada awal tahun 2014, peringkat utang (credit rating) Indonesia menurut S&P berada pada posisi BB+ untuk long-term dan B untuk short-term, yang didukung oleh keadaan fiskal

yang positif dan prospek pertumbuhan ekonomi yang ‘moderate’. Posisi peringkat utang menurut S&P ini tidak berubah pada awal tahun 2015. Stabilnya peringkat utang Indonesia ini bisa memberikan gambaran belum adanya sebuah modal sosial yang kuat, yang diharapkan dapat mendorong timbulnya optimisme tentang masa datang Indonesia.

Akan tetapi, di tengah kondisi global yang diliputi ketidakpastian, pencapaian kinerja perekonomian Indonesia masih dapat dianggap cukup baik, dengan pertumbuhan ekonomi sebesar sekitar 5% pada tahun 2014. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia ini, yang mempunyai banyaknya penduduk terbesar ke empat di dunia, merupakan suatu daya tarik untuk masuknya investasi asing. Ini didukung dengan informasi tentang daya saing Indonesia, menurut laporan Global Competitiveness Index 2014-2015, yang berada pada peringkat 34 (seperti pada 2013-2014) di antara 144 negara, dan pada peringkat 44 di antara 139 negara pada 2012-2013.

Perlu dicatat bahwa, posisi daya saing Indonesia, yang menaik ini, ternyata lebih baik dari Brasil, salah satu negara anggota dari 20 negara ekonomi terkuat (G20) lain yang merupakan negara sedang berkembang. Banjir investasi, baik langsung maupun portofolio (hanya di lantai bursa), akan membuat nilai tukar rupiah semakin menguat. Pada gilirannya perekonomian akan bergerak lebih cepat lagi dan pertumbuhan ekonomi bisa lebih tinggi lagi.

Sejarah juga telah menunjukkan bahwa Indonesia adalah salah satu dari sedikit negara di dunia yang berhasil menghindar dari resesi keuangan dunia pada tahun 2008. Saat negara lain mengalami resesi, Indonesia (bersama People’s Republic of China, PRC, dan India) mengalami pertumbuhan ekonomi positif pada tahun 2009 sampai dengan 2011.

Banyak pihak yang mengatakan bahwa kinerja perekonomian Indonesia akhir-akhir ini dan kekuatannya menahan gempuran krisis global, dibuktikan dengan kenaikan daya saing itu, salah satunya adalah karena faktor struktur demografi penduduk Indonesia saat ini yang sangat menguntungkan. Prof Dr Nouriel Roubini, Guru Besar Ekonomi Universitas New York – AS, dalam kuliah ekonomi-nya yang berjudul “Global Economics Challenges and its impact on Indonesia” di BKPM akhir bulan Oktober 2011 mengatakan, Indonesia lebih punya keseimbangan ekonomi karena produksinya tidak semata-mata tergantung pada pasar global/ekspor tetapi lebih pada pasar domestik (domestic market).

Perekonomian PRC memang sempat mengesankan; tapi kini dengan adanya krisis global, menjadi lebih tertantang karena ekspornya mencapai sekitar 70 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB)-nya. Sementara Indonesia (juga India dan beberapa negara Asia) justru

1 Ditulis menurut abjad. Keduanya peneliti di Badan Pusat Statistik dan mengajar di Sekolah Tinggi Ilmu Statistik, Jakarta.

Page 84: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

84 JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Masyarakat Ekonomi ASEAN, Bonus Demografi,Dan Sumber Daya Manusia Indonesia

konsumsi domestik (domestic consumption)-nya mencapai sekitar 60 persen dari PDB-nya. Ini menunjukkan bahwa pasar domestik di Indonesia dan India merupakan suatu pasar yang potensial bagi pertumbuhan ekonomi.

Singkatnya, dengan adanya pemerintahan yang baru, banyak harapan telah diberikan terhadap Indonesia untuk bisa kembali bangkit menjadi salah satu negara yang mampu menggerakkan perekonomian di kawasan Asia, terutama di ASEAN. Akan tetapi, ada dua fenomena penting yang perlu dicermati, yaitu akan dimulainya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) serta perubahan demografis (demographic changes), terutama fenomena bonus demografi.

MASYARAKAT EKONOMI ASEAN

Pembentukan MEA (ASEAN Economic Community, AEC), yang semula direncanakan pada tahun 2020, telah dipercepat menjadi pada 31 Desember 2015. Dengan adanya MEA ini maka akan terjadi baik peluang maupun tantangan. Peluang utama adalah dengan adanya MEA, sejenis integrasi perekonomian (economic integration), maka sebagai mana disebutkan oleh Asra, Estrada dan Pernia (2005), terdapat dua jenis dampak kesejahteraan dari suatu integrasi regional, yaitu ‘static gains’ yang timbul akibat dampak dari realokasi dari stok modal, sumber daya manusia dan sumber daya lain yang ada, dan ‘dynamic gains’, yang berkaitan dengan akumulasi modal dan menaiknya tingkat pertumbuhan perekonomian antar waktu.

Akan tetapi, terdapat berbagai tantangan bagi Indonesia untuk mencapai keuntungan yang maksimum dari adanya MEA. Disebutkan oleh Losari dan Koesnaidi (2014) bahwa terdapat tiga tantangan yang dihadapi Indonesia2. Pertama adalah rendahnya capital endowment yang membuat sukarnya mengembangkan kapasitas produksi untuk menjadi pusat produksi regional. Kedua adalah keterbatasan infrastruktur, baik infrastruktur fisik, maupun infrastruktur kebijakan, termasuk peraturan-peraturan yang mendukung, yang telah dicoba diatasi dengan MP3EI. Ketiga adalah korupsi dan (dampak negatif) dari desentralisasi yang meningkatkan ketidakpastian hukum dan berusaha.

Pada saat yang bersamaan, tantangan yang timbul adalah adanya masuknya barang-barang dari negara ASEAN lain ke Indonesia yang bisa memukul produksi dalam negeri. Bahkan, dengan adanya MEA, bisa saja berbagai jenis pekerjaan jasa, seperti dokter dan supir taksi, bisa dimasuki oleh pekerja dari negara ASEAN lain. Pada saat kini, jabatan manajemen menengah sudah banyak diduduki oleh mereka dari Filipina, terutama karena kemampuan berbahasa Inggris, terutama dalam membuat proposal dan menulis laporan. Resiko ketenagakerjaan juga bisa menjadi kenyataan mengingat tingkat pendidikan dan produktivitas tenaga kerja Indonesia yang masih tidak sebanding dengan tenaga kerja dari negara ASEAN lain.

BONUS DEMOGRAFI

Salah satu alasan mengapa pasar domestik Indonesia saat ini sangat kuat adalah karena saat ini proporsi penduduk usia produktif sangat tinggi. Dengan perkataan lain, saat ini Indonesia sedang dan akan memperoleh, apa yang disebut sebagai, bonus demografi. Pada

2 Disebutkan ada lima, yang sebenarnya bisa diringkas menjadi tiga sebagaimana disajikan disini.

Page 85: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

85JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Masyarakat Ekonomi ASEAN, Bonus Demografi,Dan Sumber Daya Manusia Indonesia

periode ini, diperkirakan sampai dengan tahun 2025, jumlah penduduk usia produktif akan mencapai puncaknya, sehingga diharapkan mampu sebagai motor penggerak perekonomian.

Bonus demografi adalah keuntungan yang diperoleh ketika jumlah penduduk usia produktif, yaitu 15 tahun sampai dengan 64 tahun, sangat besar. Sementara usia muda atau di bawah 15 tahun ditambah usia tua atau 65 tahun ke atas (usia non-produktif) masih belum banyak. Dengan demikian maka rasio ketergantungan (dependency ratio), yang menggambarkan perbandingan jumlah penduduk usia non-produktif dengan usia produktif, menjadi sangat rendah.

Gambar 1. Trend Rasio Ketergantungan Penduduk Indonesia (2000-2050)

Sumber: Subagio Dw. (2012).

Dari gambar di atas, yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), terlihat bahwa sejak tahun 2008 sampai dengan tahun 2025 Indonesia mempunyai jendela peluang (window of opportunity) akibat perubahan struktur penduduk, yang disebut dengan bonus demografi. Penduduk usia muda yang mendominasi tahun-tahun sebelumnya, kemudian tumbuh menjadi usia produktif yang puncaknya terjadi antara tahun 2010-2020.

Rata-rata umur penduduk Indonesia saat ini adalah sekitar 28 tahun, dan BPS memprediksi bahwa dependency ratio selama satu dekade itu sekitar 44,46%-46,64%, dengan titik terendahnya yaitu 44,46% akan terjadi pada tahun 2018. Melihat panjangnya periode tersebut, dapat diartikan bahwa Indonesia punya cukup banyak waktu untuk memanfaatkan bonus demografi itu.

PEMUDA SEBAGAI GENERASI PENENTU

Betapa pentingnya pemuda sebagai generasi penentu masa datang telah sangat disadari. Nabi Muhammad saw, sebagai contoh, pada tahun ke 11 Hijriyah, mengangkat Usamah yang masih muda (anak dari Zayd), berumur sekitar 20 tahun, untuk mengepalai ekspedisi, yang terdiri dari sekitar 3.000 orang, ke Utara, dekat Mutah dan Palestina.3 Sebagaimana

3  Ramadan (2007, hal. 200).

Page 86: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

86 JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Masyarakat Ekonomi ASEAN, Bonus Demografi,Dan Sumber Daya Manusia Indonesia

diinterpretasikan oleh Ramadan (2007: 201), salah satu hikmah dari penunjukkan ini adalah bahwa usia dan waktu akan dengan sendirinya menurunkan energi seseorang, sehingga secara wajar pula pada waktunya digantikan oleh generasi muda yang masih penuh energi untuk melakukan pengembangan.

Dengan kata lain, peluang telah tersedia bagi Indonesia untuk memanfaatkan generasi muda yang secara relatif akan mencapai puncaknya tersebut pada beberapa tahun mendatang. Rendahnya angka dependency ratio itu bisa menjadi bonus apabila ketersediaan lapangan kerja dan penyiapan sumber daya manusia (SDM) sebagai tenaga handal dan terampil diantisipasi dengan sebaik-baiknya.

WAKTU ADALAH SANGAT KRITIKAL

Namun perlu diantisipasi, bahwa setelah jendela peluang (window of opportunity) terlewati, yaitu sekitar tahun 2030-an, yang terjadi justru sebaliknya. Indonesia akan mengalami perubahan struktur penduduk. Secara perlahan mulai tahun 2025 Indonesia akan menanggung penduduk usia tua yang semakin tidak produktif (aging population). Ini sejalan dengan kesadaran untuk hidup sehat dan lebih lama. Hal ini juga harus diantisipasi untuk menghadapi tingginya jumlah penduduk usia tua di saat bonus demografi itu berakhir.

Bila Indonesia dapat memanfaatkan bonus demografi, seperti PRC, maka bisa terjadi Indonesia tidak saja dapat menghadapi aging population tersebut, bahkan menikmati adanya tahap kedua dari bonus demografi. Bonus demografi yang kedua adalah terkumpulnya sumberdaya modal pada mereka kelompok usia tua dan kaya, yang kekayaannya diperoleh pada saat bonus demografi pertama. Akumulasi modal tersebut bisa digunakan untuk akselerasi investasi yang kemudian mendorong pertumbuhan ekonomi.

TANTANGAN

Mampukah Indonesia memanfaatkan periode bonus demografi ini?

Michael Backman (2008) dalam bukunya “ASIA FUTURE SHOCK, Business Crisis and Opportunity in the Coming Years”, tampaknya meragukan itu. Menurutnya, upah di Indonesia murah tapi karena adanya korupsi ‘it is costly place to do business’. Indonesia dianggapnya sebagai negara mahal untuk tempat berbisnis. Tabel 1, misalnya menunjukkan bahwa, dibandingkan Filipina, baik waktu maupun biaya yang diperlukan untuk memulai usaha pada tahun 2013, jauh lebih tinggi.

Indonesia memang punya minyak bumi dan gas, tapi kini sudah mulai menipis. Bahkan saat ini Indonesia menjadi negara net oil importer. Konsekwensinya, Foreign Direct Investment (FDI) Indonesia menurun terus. Banyak investor lama seperti British Petroleum (BP), Exxon Mobil, dan Rio Tinto mengurangi kegiatannya di Indonesia. Mereka sangat concern dengan ketidakpastian hukum dan semakin merebaknya korupsi. Sejalan dengan itu, banyak pemuda cerdas Indonesia yang mencari kerja di luar negeri (external brain drain). Pengusaha-pun ada juga yang hengkang dari Indonesia.

Akan tetapi, Michael Backman menulis bukunya itu pada tahun 2008. Sekarang, meskipun harus diakui dengan jujur bahwa sebagian dari hipotesisnya masih terjadi di Indonesia, dengan kinerja perekonomian makro Indonesia yang sangat mengesankan saat ini barangkali mampu

Page 87: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

87JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Masyarakat Ekonomi ASEAN, Bonus Demografi,Dan Sumber Daya Manusia Indonesia

menggiring Michael Backman ke kesimpulan yang berbeda tentang negeri ini.

Begitu juga halnya dengan pernyataan Prof Dr Roubini, waktu berceramah di BKPM akhir bulan Oktober tahun 2011 yang lalu. Menurutnya, Indonesia dengan domestic consumption sekitar 60% dari PDB mampu menunjukkan kelasnya dalam hal ketahanan ekonomi suatu negara terhadap goncangan ekonomi global. Hal ini terbukti dengan rasio utang terhadap PDB (debt service ratio/DSR) Indonesia yang sebesar 25,5% (2011), yang bahkan lebih rendah dari pada tahun 2009 dan 2010 yang masing-masing sebesar 28,6% dan 27,4%. Bandingkan dengan DSR Amerika Serikat (AS), Yunani, Spanyol, dan Itali yang masing-masing sebesar 100%, 166%, 67%, dan 121%.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia juga masih positif terus dan semakin membesar. Tahun 2012 perekonomian Indonesia mampu tumbuh dengan 6,2%, walaupun melambat pada tahun 2013, menjadi sebesar 5,8% (ADB, 2014, hal. 179), dan sekitar 5% pada tahun 2014. Meskipun demikian, Prof Roubini tetap mengingatkan agar Indonesia tidak lengah menghadapi krisis global yang masih berlanjut. Untuk tahun 2013 GNP per kapita Indonesia menjadi 3.580 dolar Amerika Serikat (ADB, 2014, hal. 173), dan ini bisa merupakan momentum yang baik untuk menuju perekonomian maju.

Lebih lanjut, Martin Jacques dalam bukunya yang terbit pada Juni 2011 berjudul “When China Rules The World” juga menyebutkan peran Indonesia mendatang yang cukup menonjol di Asia Timur dan Dunia. Jacques mengutip proyeksi Goldman Sachs bahwa China akan menjadi kekuatan ekonomi dunia pada tahun 2050. Sedikit di belakangnya menempel perekonomian Amerika Serikat, lalu Jepang, disusul India yang agak jauh di belakangnya. Urutan berikutnya adalah Brasil, Meksiko, Rusia, dan Indonesia. Sementara hanya ada dua negara Eropa yang masuk sepuluh besar kekuatan ekonomi dunia, yaitu Inggris dan Jerman. Jacques juga menegaskan analisis PricewaterhouseCoopers yang membenarkan peran nomor satu China serta negara-negara Rusia, Meksiko, dan Indonesia yang masing-masing bisa lebih besar dari pada perekonomian masing-masing Jerman, Perancis, dan Inggris pada tahun 2050.

FAKTA : KESIAPAN SDM

Terkait dengan pemanfaatan bonus demografi, ada beberapa hal yang harus diperhatikan.

Pertama, ketersediaan lapangan kerja dan peningkatan keterampilan tenaga kerja atau penyiapan sumber daya manusia (SDM) merupakan faktor penentu. Peningkatan kualitas tenaga kerja harus menjadi prioritas karena hingga kini masih banyak tenaga kerja yang bekerja di sektor informal. Sebagai contoh, data BPS per Agustus 2011, menyebut bahwa pekerja dengan jenjang pendidikan SD ke bawah berjumlah 54,2 juta orang yang berarti mendominasi (49,4%) jumlah angkatan kerja yang bekerja (109,7 juta orang). Sementara pekerja dengan pendidikan sarjana hanya 5,6 juta orang (5,15%). Lebih serius lagi adalah bahwa di Indonesia saat ini ada 1,7 juta pekerja anak. Mereka tentu saja tidak mempunyai pendidikan formal, yang manakala memasuki usia kerja tentu akan sangat berat bersaing di dunia kerja. Belum lagi bila pesaing yang dihadapi adalah pekerja asing (ekspatriat) yang menyerbu Indonesia dengan semakin menariknya daya saing dan perekonomian Indonesia.

Kedua, di bidang pendidikan juga ada beberapa data yang harus diperhatikan. Sebagai contoh, sampai dengan tahun 2010 Angka Partisipasi Murni (APM) SD baru mencapai 94,76% sedangkan target Millenium Development Goals (MDGs) pada 2015 adalah sebesar 100%.

Page 88: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

88 JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Masyarakat Ekonomi ASEAN, Bonus Demografi,Dan Sumber Daya Manusia Indonesia

Perkembangannyapun dirasa lambat bila dibandingkan dengan APM-SD tahun 2005 yang sebesar 93,25%. Belum lagi apabila dilihat disparitasnya antar provinsi yang bergerak dari 97,32% di Aceh hingga 90,81% di Gorontalo. Angka melek huruf usia 15-19 tahun memang sudah sangat tinggi, yaitu 99,56% pada tahun 2010. Walau bagaimanapun juga harus diakui masih ada penduduk usia 15-19 tahun (usia sekolah) yang masih buta huruf. Angka putus sekolah penurunannya juga sangat lambat, yaitu untuk tingkat SMP dari tahun 2004 sebesar 2,83% menjadi 2,49% pada tahun 2009.

Dengan kata lain, perlu ada perbaikan mutu sumber daya manusia (SDM) mulai dari pendidikan, kesehatan, hingga penguasaan teknologi. Ini perlu agar tenaga kerja Indonesia yang berlimpah itu mampu bersaing di dunia kerja dan pasar internasional. Bila dilihat informasi yang ada ternyata ketersediaan sumber daya penyediaan kesehatan (health care resources) Indonesia, baiknya tenaga dokter maupun tempat tidur di rumah sakit, masih lebih rendah dibandingkan dengan negara tetangga, Filipina (lihat tabel 1).

Ketiga, juga sangat perlu menciptakan iklim yang sehat untuk menggiatkan bisnis dan investasi serta membangun infrastruktur yang mendorong pertumbuhan ekonomi. Pelabuhan, jalan raya, jaringan kereta api harus dibangun dan yang sudah ada harus ditingkatkan kapasitasnya. Pengembangan sektor industri dan pertanian perlu ditingkatkan, sebab keduanya mampu menyerap tenaga kerja (labor absorption capacity) usia produktif dalam jumlah besar (padat karya). Jangan hanya konsentrasi pada kegiatan ekonomi yang yang sedikit menyerap tenaga kerja (padat modal) seperti sektor keuangan, perbankan, telekomunikasi, transportasi, dan apalagi pasar modal.

Keempat, terkait Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/APBN (government budget and expenditure), harus diupayakan keseimbangan untuk mendukung semua hal di atas. Kesinambungan fiskal harus diupayakan terus untuk mendorong pembangunan infrastruktur, penyerapan APBN, serta mengurangi subsidi BBM. Prioritas anggaran untuk pendidikan, dan benar-benar “untuk pendidikan” minimal 20% dari APBN/APBD harus benar-benar dilaksanakan. Jadi APBN jangan hanya didominasi untuk membiayai birokrasi.

Tabel 1. Beberapa Indikator Pembangunan, Indonesia dan Filipina

Sumber: ADB. 2014. Key Indicators for Asia and the Pacific 2014.

Variabel 2013Ind. Phil.

Time required to start up business (days) 48 35Cost of business start-up procedure (%of GNI per capita) 20.5 18.7

Internet users (per 100 people) 1.3 2.6Worker’s remittances and compensation of employees

- $ million 7,614 25,351- % of GDP 0,9 9,3

Trade in service balance (% of GDP) -1.2 (2012) 2.5 (2012)Life expectancy at birth (years) 70.6 (2012) 68.6 (2012)

Health care resources (per 1,000 population)- Physicians- Hospital beds

0.20(2012)

0.90 (2012)

1.15 (2004)

1.00 (2001; 2011)Adult literacy rate 94.0 (2011) 95.0 (2008)

Page 89: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

89JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Masyarakat Ekonomi ASEAN, Bonus Demografi,Dan Sumber Daya Manusia Indonesia

Selanjutnya, kelima, periode setelah bonus demografi (setelah 2025, yang meskipun masih cukup lama) yaitu semakin banyaknya penduduk usia tua (aging population) juga harus diantisipasi sejak dari sekarang. Apa kebutuhan penduduk usia lanjut, seperti pembangunan rumah jompo, penyiapan tenaga perawatnya, dan lain-lain harus dimasukkan dalam program jangka panjang. Jangan seperti Yunani yang saat ini memiliki banyak penduduk usia tua dan menjadi tanggungan negara yang sangat memberatkan.

SDM YANG BAGAIMANA YANG DIBUTUHKAN?

Pertanyaan yang relevan yang ditanyakan adalah SDM yang bagaimana yang dibutuhkan? Tentunya bonus demografi hanya menunjukkan ketersediaan jumlah kelompok pemuda yang bisa diharapkan mengakselerasi pembangunan. Akan tetapi, jumlah saja tidaklah cukup. Kualitas perlu diperhatikan.

Dalam kesempatan ini ada berbagai kualitas yang akan dibahas, sebagai berikut.

1. Kesehatan

Tidak bisa dipungkiri bahwa penduduk yang sehat merupakan komponen yang penting dalam pembangunan. Hal ini sudah amat disadari, dan berbagai kajian mikro telah menunjukkan adanya kausalitas yang positif antara kesehatan pekerja dengan produktivitas. Misal, ADB (1999) menunjukkan sebuah contoh penelitian di PRC, yang menggambarkan bahwa perbaikan kesehatan pekerja wanita di pabrik, yang kekurangan zat besi, ternyata telah meningkatkan produktivitas sebesar 17 persen.

Secara makro, WHO (2002) misalnya memberikan sebuah ringkasan kaitan antara kesehatan dan pembangunan, dengan menyatakan bahwa negara-negara dengan tingkat kesehatan (dan pendidikan) yang tinggi adalah lebih berhasil secara signifikan dalam mencapai pertumbuhan yang berkelanjutan (sustained growth) dibandingkan dengan negara-negara yang mempunyai tingkat kesehatan yang rendah. Lebih lanjut disebutkan bahwa bahkan ‘after controlling for standard macroeconomic variables’, status kesehatan tetap merupakan variabel penentu yang membedakan tingkat pertumbuhan ekonomi antar negara.

2. Pendidikan

Selain kesehatan, pendidikan juga telah disepakati merupakan suatu kualitas yang perlu dimiliki oleh suatu kelompok masyarakat untuk bisa memacu pembangunan di segala bidang. Dengan pendidikan yang cukup maka berbagai program pembangunan dapat diimplementasikan, sekaligus berbagai inovasi melakukan pekerjaan secara lebih efektif dan efisien bisa dikembangkan dan diterapkan.

Dijelaskan bahwa ‘education is the key to creating, adapting and spreading knowledge……’ (World Development Report, 1998-99 sebagaimana dikutip oleh Todaro dan Smith, 2006, hal. 363). Pernyataan ini sejalan dengan pernyataan ‘education is fundamental to enhancing the quality of human life and ensuring social and economic progress’ (Report on the World Social Situation, 1997 dalam Todaro dan Smith, 2006, hal. 363).

Dengan demikian, berdasarkan uraian di atas, maka disimpulkan oleh Todaro dan Smith (2006) bahwa kedua-duanya, kesehatan dan pendidikan, merupakan ‘vital components of growth and development…” (hal. 363).

Page 90: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

90 JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Masyarakat Ekonomi ASEAN, Bonus Demografi,Dan Sumber Daya Manusia Indonesia

3. Kemampuan manajerial

Dalam mengelola SDM diperlukan kemampuan manajerial. Bisa diambil contoh suatu teori yang mengaitkan antara keberagaman pekerja (workforce diversity) dengan efektivitas dari sebuah institusi (Sekaran dan Bougie, 2009). Disebutkan bahwa keberagaman pekerja akan menimbulkan sinergi kreatif (creative synergy) yang akan mendorong kenaikan efisiensi dari suatu organisasi. Jadi sinergi kreatif adalah variabel antara (intervening variable), yang menjelaskan bagaimana keberagaman pekerja menimbulkan efektivitas organisasi.

Akan tetapi, terjadi atau tidaknya sinergi kreatif dari keberagaman pekerja, sangat tergantung kepada kemampuan manajerial dalam mengelola keberagaman pekerja tersebut. Dengan kata lain, dalam bahasa metode penelitian, kemampuan manajerial (managerial expertise) tersebut adalah variabel moderating, yang menentukan bentuk hubungan antara keberagaman pekerja dengan sinergi kreatif. Sinergi kreatif terjadi atau tidak dari adanya keberagaman pekerja ditentukan oleh tingkat kemampuan manajerial.

Dalam bentuk diagram, maka keterkaitan tersebut adalah sebagai ditunjukkan di diagram 1 di bawah ini.

Dengan demikian, program Magister Manajemen (MM) perlu meningkatkan kemampuan manajerial dalam mengelola SDM, baik di pemerintahan maupun di sektor swasta. Ini mesti dikaitkan dengan tantangan di masa datang yang berbeda dengan masa kini, sebagai mana sabda Rasulullah: “Didiklah anak-anakmu dengan baik karena mereka akan tumbuh menjadi manusia untuk menghadapi zamannya dan bukan zamanmu.” Dengan kata lain, dalam pembuatan kurikulum mesti difikirkan apa yang diperlukan masa datang, bukan hanya masa kini.

Sumber: Diambil dari Sekaran dan Bougie (2009, hal. 78 )

4. Peranan tehnologi dan inovasi

Bahwa tehnologi sangat berperan dalam pembangunan merupakan suatu hal yang diyakini oleh banyak orang. Tetapi Sachs dan McArthur (tak bertanggal) menyatakan bahwa teori ekonomi telah menunjukkan bahwa suatu perekonomian yang merupakan penemu tehnologi (technology innovator) akan memperoleh pendapatan per kapita yang lebih tinggi

Keberagaman pekerja

Kemampuan manajerial

Sinergi kreatif

Tingkat efektivitas organisasi

Page 91: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

91JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Masyarakat Ekonomi ASEAN, Bonus Demografi,Dan Sumber Daya Manusia Indonesia

dibandingkan perekonomian yang penerima tehnologi (technology adopter). Sejauh mana perbedaan pendapatan relatif akan mengecil tergantung kepada tingkat penemuan dan difusi dari tehnologi dari perekonomian yang merupakan penerima tehnologi.

Pertanyaannya adalah sejauh mana kita (baca: Indonesia) bisa melakukan transisi dari penerima tehnologi (technology adopter) menuju sebagai pusat penemu tehnologi (innovation center). Disinilah peran pendidikan, termasuk program Magister Manajemen, dalam menciptakan ‘penemu’, bukan ‘peniru’ tehnologi. Kurikulum serta lingkungan pendidikan mesti dibuat sedemikian rupa sehingga bisa mendorong terciptanya para ‘penemu’ yang dapat mengakselerasi usaha-usaha pembangunan untuk mencapai cita-cita kemerdekaan bangsa.

5. Berfikir strategis atau kritis (strategic atau critical thinking)

Kualitas SDM yang terakhir yang perlu direnungkan adalah kemampuan berfikir srategis atau kritis serta bijaksana. Perlu ada suatu kelompok masyarakat yang bisa berfikir strategis atau kritis serta bijaksan sehingga bisa dibuat berbagai program pembangunan yang dapat lebih cepat memberikan hasil dengan cara yang seefektif dan seefisien mungkin.

Contoh 14:

Dalam suatu usaha menghentikan misi Rasulullah saw, bani Quraysh menyiapkan suatu serangan ke Madinah, dengan disertai oleh bani Nadir, bani Asad, Bani Ghatafan dan Bani Sulaym. Sekitar 10 ribu orang akan mengurung dan menyerang kota Madinah. Rasulullah saw hanya mempunyai 3 ribu-an orang dan kemudian, seperti biasanya, berdiskusi dengan para sahabat tentang strategi yang perlu dilakukan.

Dalam situasi seperti ini seorang sahabat bernama Salman a-Farisi, dari Persia, dan pernah sebagai ‘slave’ pada bani Quraysh, dan menyarankan suatu strategi yang tidak pernah terfikirkan oleh dalam suatu peperangan, yaitu membuat parit yang cukup dalam yang mengelilingi kota Madinah, sehingga bisa menghalangi kuda untuk melangkahinya. Walaupun awalnya, pandangan ini mendapat tantangan, tetapi pada akhirnya dengan segera disepakati dan dibuatlah parit tersebut, dan ternyata strategi ini berhasil menghambat serangan tersebut. Sebagaimana dijelaskan oleh Ramadan (2007, hal. 138), contoh ini menunjukkan bagaimana Nabi mengajari perlunya pemanfaatan ‘intellectual creativity’ dalam berbagai kesempatan. Dalam suatu Hadis yang diriwayatkan oleh at-Tarmidzi dan Ibn Majah, Rasulullah saw bersabda:

“(Human) wisdom is the believer’s lost belonging; he is the most worthy of it wherever he finds it”.5

Contoh 26:

Dalam suatu peperangan Rasulullah saw, perlu memperkirakan banyaknya musuh yang dihadapi, lalu mengirim seorang penyelidik untuk melakukan misi tersebut. Pada waktu penyelidik tersebut melaporkan bahwa sangat sukar bagi dia untuk memperkirakan banyaknya musuh yang sedang beristirahat dengan tenda, karena sebagian dari mereka berada di dalam tenda, maka Rasulullah saw menyarankan untuk melihat berapa banyak kambing yang mereka

4  Diambil dari Ramadan (2007, hal. 136-138).5  Ramadan (2007, hal. 138).6  Juga diambil dari Ramadan (2007).

Page 92: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

92 JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Masyarakat Ekonomi ASEAN, Bonus Demografi,Dan Sumber Daya Manusia Indonesia

siapkan untuk makanan para tentara tersebut. Dengan mengetahui berapa banyak kambing tersebut dan dengan perkiraan seekor kambing untuk berapa orang, maka dapat diperkirakan berapa banyak tentara yang telah dipersiapkan musuh. Ini contoh suatu ‘ingenuity’ yang perlu dimiliki oleh para manajer dalam berbagai tantangan pembangunan.

KARAKTERISTIK POSITIF LAIN

Selain sifat-sifat di atas yang diperlukan oleh SDM Indonesia, tentunya diperlukan sifat-sifat lain yang berkaitan dengan sikap, perilaku dan moral. Sikap korup tentunya jelas merupakan suatu hambatan dalam usaha pembangunan. Disamping itu perlu dikembangkan berbagai sifat lain, seperti sifat kerja keras dengan semangat tinggi atau pandangan terhadap kerja, serta sifat hidup hemat dan keinginan memperbaiki kehidupan dengan investasi (lihat Asra, 1986 dan 2013).

PENUTUP

Singkatnya, Indonesia harus mampu mencontoh PRC yang berhasil memanfaatkan bonus demografi pertama dan juga yang kedua. Dan sebagaimana yang diramalkan banyak pihak, Indonesia harus benar-benar bisa masuk ke dalam jajaran 10 besar negara kekuatan ekonomi dunia sebelum tahun 2030.

Peran pendidikan dan pelatihan dalam membangun SDM yang berkualitas dengan keunggulan global dan ASEAN merupakan perlu ditingkatkan, antara lain melalui perubahan kurikulum dan muatan pelatihan yang harus sejalan dengan kebutuhan masa kini, terutama masa datang, bukan kebutuhan masa lalu. Pengelola program pendidikan dan pelatihan harus bisa membaca arah perubahan serta memanfaatkan ‘intuition’ dan ‘ingenuity’ dalam usaha menciptakan para manajer pembangunan (baik di sektor publik maupun sektor swasta) yang mampu mengembangkan inovasi serta berkreatifivitas tinggi dan mempunyai kemampuan manajerial yang memadai.

Dengan demikian, para manajer tersebut bisa mengelola SDM lain yang sehat dan berpendidikan yang cukup sedemikian rupa sehingga produktivitas akan menaik di berbagai bidang atau sektor pembangunan. Pada akhirnya, Indonesia akan siap menghadapi era MEA serta dapat memetik manfaat sebanyak-banyaknya dari MEA dengan memanfaatkan bonus demografi sebaik-baiknya.

Page 93: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

93JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Masyarakat Ekonomi ASEAN, Bonus Demografi,Dan Sumber Daya Manusia Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

ADB. 1999. Policy for the Health Sector. Manila: Asian Development Bank (ADB).

ADB. 2014. Key Indicators for Asia and the Pacific 2014. Manila: ADB.

Asra, A., G.E. Estrada, dan E.M. Pernia. 2005. “ASEAN Economic Community: Implications for Poverty Reduction in Southeast Asia”. dalam Roadmap to an ASEAN Economic Community oleh Denis Hew (editor). Singapore: ISEAS.

Asra, A. 2013. “Pembangunan dan Kemiskinan Dari Perspektif Islam”. EkonomiKa. Vol. 1. No. 1 Tahun 2013.

-------. 1986. “Manusia dan Pembangunan: Suatu Bahan Diskusi”. Disajikan dalam pertemuan PPI dan HPPIA, University of Queensland, 26 September 1986.

Lipsey, R.G., dan K. Carlaw. 2001. “What Does Total Factor Productivity Measure?” Study Paper Version 02. Simon Fraser University. Canada.

Losari, J.L., dan J.W. Koesnaidi. 2014. “Indonesia and the Establishment of the ASEAN Economic Community in 2015: Are We There Yet?”. OREI Policy Brief, No. 10. March. Asian Development Bank.

Ramadan, T. 2007. The Messenger: The Meanings of the Life of Muhammad. London: Penguin Books.

Sachs, J.D. dan J.W. McArthur. Tak bertanggal. “Technological Advancement and Long-Term Economic Growth in Asia”.

Schwab, K. (ed.). 2014. The Global Competitiveness Report 2014-2015. Geneva: World Economic Forum.

Sekaran, U. dan R. Bougie. 2009. Research Methods for Business: A Skill Bulilding Approach. West Sussex: John Wiley & Sons. Inc.

Subagio Dw. 2012. “Kesiapan SDM Menyongsong Bonus Demografi”. Asthabrata, Edisi X, Th. 1. Mei-Juni 2012.

Todaro, M.P dan S.C. Smith. 2006. Economic Development. London: Pearson-Addison Wesley.

WHO, 2002. “Investing in Health, Investing in Development”. Makalah disiapkan untuk UN Conference on Financing for Development, Mexico, March.

Page 94: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

94 JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

KETIDAKADILAN MONETER PEMICU KEKACAUAN DAN REDENOMINASI

(SUATU KAJIAN ISLAM)Oleh : Asyari Hasan1

A. PENDAHULUAN

Ekonomi membutuhkan uang, seperti manusia membutuhkan darah dan oksigen. Uang bukan hanya semata-mata koin dan catatan yang nampak saja dalam peredaran, namun

segala bentuk-bentuk lain di mana uang dapat mengambil tempat dalam ekonomi modern, karena perannya yang sangat vital maka tentu saja uang sangat berpengaruh terhadap kesehatan ekonomi,2 sehingga perubahan uang satu negara relatif dapat mempengaruhi kebijakan ekonomi makro. 3

Melemahnya beberapa mata uang dunia dalam sebulan terakhir terjadi antara lain dikarenakan penguatan dollar AS setelah perekonomian AS membaik. Termasuk Indonesia yang terkena imbas mengalami depresiasi rupiah, di antaranya adalah transaksi berjalan yang mengalami defisit. Namun di antara negara-negara di dunia, khususnya di asia nilai tukar rupiah termasuk yang paling terpuruk. Turunnya nilai rupiah disinyalir bukan hanya dikarenakan faktor fundamental ekonomi, namun juga dikarenakan melemahnya kepercayaan terhadap pemerintahan. Lebih dari itu, pelemahan rupiah juga diakibatkan penyakit kronis akibat kesalahan ketergantungan mata uang suatu negara kepada negara lain, ketergantuangan rupiah kepada dollar dan Amerika Serikat

Rupiah yang mencapai 13.306 per dollar (senin, 17 April 20015) merupakan tertinggi sejak presiden baru RI dilantik. Bahkan ini bisa jadi lebih parah jika pemerintah tidak mampu menanganinya dengan mengambil langkah-langkah positif dan menguntungkan seluruh pihak, dan bisa menyulut pudarnya kepercayaan terhadap pemerintahan jokowi, yang berpotensi merusak kewibawaan presiden karena dianggap tidak bisa mensejahterakan masyarakat, bonum commune. Sebab politik berpengaruh terhadap kebijakan ekonomi dan begitu sebaliknya bahwa ekonomi berpengaruh terhadap politik.4 Walaupun dalam beberapa kesempatan pemerintah selalu berapologi bahwa pelemahan mata uang bukan hanya dialami oleh Indonesia, namun juga dialami sebagian besar negara di dunia, namun masyarakat nampaknya tidak peduli dan melimpahkan kesalahannya kepada pemerintah. Sebab Surutnya nilai rupiah berdampak terhadap seluruh masyarakat terutama importir, mereka harus mengeluarkan rupiah yang lebih besar untuk mendatangkan barang-barang dari negara lain, sekaligus akan memicu naiknya harga di dalam negeri.

Uang yang diciptakan sebagi produk yang diciptakan pemerintah akan kehilangan

1 Penulis adalah Dosen STAIN Batusangkar dan Aktivis NU Sumatera Barat2 Marc Chandler, Making Sense of the Dollar: Exsposing Dangerous Myths about Trade and Foreign Exchange (New York: Bloomberg Press, 2009), 413 Chandler, Making Sense of the Dollar, 1764 Jan Erik Lane dan Svante Ersson, Ekonomi Politik Komparatif: Demokrasi dan Pertumbuhan Bena-rkah Kontradiktif. Diterjemahkan oleh Aris Munandar (Jakarta: PT RadjaGrafindo Persada, 2002), 222

Page 95: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

95JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Ketidakadilan Moneter Pemicu Kekacauan Dan Redenominasi (Suatu Kajian Islam)

kepercayaan seiring surutnya kepercayaan kepada pemerintah, uang tidak berharga kecuali seharga kertas dan biaya produksi yang diperlukan. Karenanya uang harus merupakan sesuatu yang benar dan sehat (real sound money). Mata uang yang sehat, nilainya dikatakan stabil apabila harga-harga barang yang dinyatakan dengan kesatuan uang tersebut pada umumnya tetap dan tidak mengalami perubahan berarti dalam waktu yang agak lama. Uang yang sehat juga memperlihatkan kurs yang tetap terhadap mata uang luar negeri, terutama mata uang kunci dunia yang digunakan sebagai alat transaksi perdagangan internasional seperti Dollar ($),Yen (¥), Uero (€). Sedangkan uang yang tidak sehat adalah uang yang nilainya seringkali turun dan tidak stabil.

Sehat atau tidaknya nilai suatu mata uang nasional tergantung pada banyak faktor; termasuk posisi ekonomi global, efisiensi dan biaya pemerintah, stabilitas politik, hukum dan perundang-undangan untuk menarik modal asing, prinsip-prinsip hukum internasional dan sebagainya. Penyusutan nilai mata uang nasional akan menyebabkan efek-efek psikologis dan sosial. Ketika mata uang nasional bernilai rendah, masyarakat cenderung merasakan keterpojokan dengan mata uang yang lebih kuat. Jika masyarakat suatu negara bergerak ke arah penggunaan mata uang asing lebih besar dibandingkan penggunaan mata uang nasional, pemerintah harus membuat kebijakan penting dan tepat termasuk melakukan redenominasi yaitu menghapus beberapa nol dari mata uang nasional dalam rangka mempertahankan nilainya.5

B. KETIDAKADILAN SISTEM MATA UANG

Suatu negara berkewajiban menciptakan situasi mata uang yang sehat, kebijakan fiskal, pendapatan yang stabil serta pengawasan yang tepat, termasuk pengawasan tingkat upah untuk meminimalisasi rusaknya mata uang. Kebijakan yang diambil seyogyanya didasarkan tujuan ekonomi yang jelas.6

Pemerintah dapat membiayai defisit anggaran mereka melalui bantuan, utang atau pinjaman dari sumber domestik maupun eksternal. Salah satu sumber keuangan pemerintah paling meyakinkan adalah penciptaan uang primer.7 Hal ini dikarenakan pada penciptaan uang terdapat seignorage yaitu selisih antara modal penciptaan uang dengan nilai nominal yang tertera pada uang kertas. Ia merupakan pajak tidak langsung yang disedot dari pemakainya. Dalam kajian Islam selisih antara ongkos penciptaan uang dengan nilai uang tersebut merupakan sesuatu yang tidak adil. Nilai intrinsik yang terkandung dalam mata uang tidak seimbang dengan nilai komoditas yang didapatkannya. Suatu negara melalui bank sentralnya menciptakan uang atau mata uang dengan ongkos yang sangat murah, sekitar 0,2% dari total nilai yang tertera dalam uang. Artinya dengan nilai yang tidak seimbang 0,2% bank sentral telah mengambil keuntungan 99,8% dari nilai total uang yang diciptakan kemudian diedarkan kepada masyarakat. Bureau of Engraving and Printing Federal Reserve menyebutkan

5 Safdari Mehdi and Motiee Reza, “An Investigating Zeros Elimination of the National Currency and its Effect on National Economy (Case study in Iran)”, European Journal of Experimental Biology, 2 (4) (2012), 11376 M. Umer Chapra, “Negara Sejahtera Islami dan Perannya di Bidang Ekonomi” dalam Ainur R. Shopiaan, ed, Etika Ekonomi Politik: Elemen Strategis Pembangunan Masyarakat Islam (Surabaya: Risalah Gusti, 1997), 4.7 Insah and Kenneth Baba and Ofori Boateng, “Seignorage Revenue and Inflation in the Ghanaian Economy”, African Journal of Social Sciences, Volume 3 Number 1 (2013):, 20.

Page 96: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

96 JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Ketidakadilan Moneter Pemicu Kekacauan Dan Redenominasi (Suatu Kajian Islam)

bahwa dalam mencetak uang Dollar AS biaya produksi yang dibutuhkan per lembarnya 4,2 sen $(dengan nilai nominal berapapun). Jika nominalnya 1 $, maka nilai nominalnya menjadi 24 kali lipat lebih besar dari nilai intrinsiknya, sementara nilai nominal 10$ akan menjadi 240 kali lipat dari nilai intrinsiknya. Permasalahannya menjadi semakin besar dan kompleks ketika uang kertas berubah fungsi dari alat bayar menjadi suatu barang yang diperjualbelikan.8 Dengan kata lain seignorage yang dikantongi oleh the Fed per 1$ sama dengan 95,8 sen (1$ dikurangi 4,2). Sementara 3 miliar jiwa di dunia hidup bersusah payah hanya untuk mendapatkan 2$ sehari. Ini bukan keadilan tapi eksploitasi, perampokan dan penzaliman.9

Para ekonom Austria menegaskan sistem moneter seperti itu adalah hasil sejarah panjang dari penyalahgunaan fenomena moneter. Dari dulu para penguasa selalu berusaha untuk memonopoli produksi uang dikarenakan keuntungan nyata dalam mengendalikan kualitas dan kuantitas pasokannya. Proses monopolisasi dimulai dari sertifikasi isi emas pada koin dan kemudian berimplikasi terhadap produksi koin. Munculnya uang kertas (seperti sertifikat deposito emas di bank) dan lembaga penyimpan keuangan memungkinkan mereka “melalui kontrol yang ketat dari sistem perbankan” untuk memanipulasi jumlah uang beredar. Nasionalisasi uang oleh negara terjadi melalui proses pemotongan hubungan antara penerbitan uang kertas dan jumlah emas di kas bank. Terbukti, peredaran jumlah uang sesungguhnya didasarkan oleh keputusan politik, yang disebut dengan uang “fiat”. Negara melalui bank sentral bebas memutuskan untuk meningkatkan pasokan uang hampir tidak terbatas, seperti pengalaman saat perang Jerman dan hiperinflasi Zimbabwe .10

Dalam sistem monter dunia, negara-negara berkembang sangat dirugikan akibat monopoli seignorage oleh negara-negara pemilik mata uang kunci. Melalui kekuatan seignorage sumberdaya negara-negara berkembang dirampas,11 karena ketergantungan terhadap negara-negara maju, sehingga dalam transaksi-transaksi international “terpaksa” menggunakan mata uang mereka seperti Dollar ($), Uero (€) dan Poundsterling (£). Kebanyakan negara berkembang dan kecil (negara tertinggal) di dunia mematok mata uang mereka pada mata uang negara maju atau mitra-mitra dagangnya. Hal ini dilakukan agar fluktuasi harga impor dan ekspor bisa dikurangi, menghasilkan stabilitas yang lebih besar dalam output dan kesempatan kerja di

8 Arif Pujiyono, “Dinar dan Sistem Standar Tunggal Emas Ditinjau Menurut Sistem Moneter Islam”, Dinamika Pembangunan, Vol. 1 No. 2 / Desember (2004), 1459 A. Riawan Amin, Satanic Finance (Jakarta: Senaya Abadi, 2009), 12010 Ekonom Austria dibimbing oleh Ludwiq von Moses dan Friedrich von Hayek. lihat Radu Cristian Muşetescu and Octavian-Dragomir Jora, “The Theory of Political Monetary (Dis)Integration: a Minor-ity Report from the Perspective of Austrian Economics”, Romanian Journal of European Affairs, Vol. 12, No. 4, December (2012), 2611 Salah satu contoh adalah jika Amerika Serikat membeli minyak mentah dari Indonesia dengan menggunakan uang kertas yang baru diedarkan, maka AS akan mendapatkan keuntungan yang luar biasa. Sebab, Indonesia akan memberikan minyak yang didapatkan melalui proses yang sangat pan-jang, kerja keras dan investasi besar. Sementara sebagai gantinya Indonesia hanya akan mendapatkan catatan akuntansi elektronik yang tercantum dalam beberapa komputer. Memang orang Indonesia tidak akan merasa kehilangan sesuatu karena pada saat yang bersamaan dengan uang tersebut bisa membeli barang maupun jasa, akan tetapi kenyataannya AS sanggup mendapatkan minyak hanya dengan kertas yang disulap dengan angka-angka. Ahameed Kameel Mydin Meera, Perampok Bangsa-bangsa: Mengapa Emas Harus Jadi Mata Uang Internasional. Diterjemahkan oleh Yulizar Djamalu-ddin Sanrego (Jakarta: Mizan 2010), 48

Page 97: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

97JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Ketidakadilan Moneter Pemicu Kekacauan Dan Redenominasi (Suatu Kajian Islam)

sektor-sektor ekspor dan impor. Pematokan pada mata uang tunggal umumnya dilakukan oleh negara kecil yang hubungan-hubungan dagang dan finansialnya terpusatkan pada satu mitra saja.12

Peran internasional mata uang kunci dunia memberikan sejumlah keuntungan ekonomi dan politik kepada pemiliknya, Keuntungan tersebut makin besar ketika banyak negara yang mendukung sirkulasinya ke seluruh dunia. Tentu hal ini tidak adil bagi kebanyakan negara berkembang di mana para buruhnya membanting tulang hanya untuk mengejar pendapatan dua sampai lima dollar AS sehari, sementara the Fed dengan mudah leluasa mencetak dollar hampir unlimited.

Ada empat keuntungan diperoleh Amerika Serikat dari hegemoni mata uang dunia, yaitu: pertama adalah potensi seignorage, memperluas sirkulasi mata uang melintasi batas negara menghasilkan setara dengan utang subsidi atau bebas bunga dari luar negeri merupakan keuntungan nyata, seperti dalam catatan Federal Reserve bahwa arus bunga tabungan dari peredaran Dollar di negara lain yang dihitung secara konservatif adalah sekitar 16-22 triliun Dollar per tahun. Kedua, keleluasaan yang tinggi dalam kebijakan makroekonomi yang diberikan sebagai hak istimewa agar bisa menggantungkan nasibnya kepada si pemilik uang dalam membantu membiayai defisit asing. Ketiga, bersifat psikologis yaitu keuntungan dari status dan prestise yang berlaku dengan dominasi pasar. Masyarakat luas terus-menerus mengingatkan peringkat tinggi Amerika dalam berbagai komunitas bangsa-bangsa. “Great Powers Have Great Currencies”, akibatnya dollar telah menjadi kuat sebagai simbol keunggulan AS. Dan terakhir adalah keuntungan besar sebagai kekuatan geopolitik yang berasal dari ketergantungan orang lain terhadap moneter. Hal ini dapat digunakan sebagai sarana untuk mencapai tujuan-tujuan luar negeri tanpa kendala atau bahkan untuk digunakan sebagai alat pemaksaan internasional.13

Menguatnya mata uang kunci dunia seperti halnya dollar AS terhadap mata uang negara-negara lain mengakibatkan utang luar negeri suatu negara juga bertambah. Inilah suatu bukti monopoli mata uang internasional dan ketergantungan masyarakat dunia terhadapnya sangat tidak menguntungkan bahkan dapat membuat perekonomian kacau. Ini juga membuktikan bahwa sistem fiat money sangat fluktuatif dan penuh dengan spekulasi. Bukannya membantu negara-negara berkembang dan tertinggal keluar dari krisis dan segala kesulitan yang membelenggu ekonominya, tapi justru semakin menengggelamkannya ke dalam ekonomi yang lebih parah.14 Rakyatlah kemudian yang menjadi korban dan terpuruk pada penderitaan dan kemiskinan diakibatkan pengaruh luar biasa dari utang-utang tersebut.15

Ini bukti bahwa rezim uang yang berlaku saat ini secara inheren tidak stabil, kegagalan manajemen rezim fiat money untuk memberikan uang yang stabil merugikan kelangsungan

12 Kotler, Philip, Jatusripitak, Somkid dan Maesincee, Suvit, Pemasaran Keunggulan Bangsa: Pendekatan Strategis untuk Membangun Kekayaan Nasional. Diterjemahkan oleh Aldi Jenie (Jakarta: Prenhallindo, 1998), 27013 Mark R. Brawly, Turning Points: Decisions Shaping the Evolution of the Internastional Political Economy (Canada; Broadview Press, ltd, 1998), 17014 Asyari Hasan, Penyederhanaan Mata uang dalam Axioma Ekonomi Islam (Batusangkar: STAIN Batusangkar Press, 2014), 3315 Hasan, Penyederhan Mata Uang, 177

Page 98: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

98 JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Ketidakadilan Moneter Pemicu Kekacauan Dan Redenominasi (Suatu Kajian Islam)

hidup jangka panjang masyarakat yang bebas.16 Perlu dilakukan upaya-upaya konkrit untuk keluar dari cengkraman tersebut. Sebab negara yang statusnya merdeka namun kenyataannya, itu hanya ilusi tentang kemerdekaan. Dalam kemasan baru dan model baru atas nama kegiatan penanaman modal, pemanfaatan tenaga ahli asing, kemudahan dan kebersamaan, mereka mengkampanyekan proposal penggunaan uang kertas tanpa backing emas, bantuan militer asing dan untuk kepentingan dunia mereka memperdayai dunia ketiga dengan imperialisme baru. Negara-negara sedang berkembang dan kaya sumber daya alam (terutama minyak) menjadi target utama untuk didominasi agar ekonominya ketergantungan kepada kaum kapitalis global melalui berbagai program pembangunan yang didukung oleh utang luar negeri.17

C. PRAKTEK REDENOMINASI

Dalam hal melemahnya suatu mata uang dan berakibat hiperinflasi maka hal yang lumrah dilakukan adalah redenominasi, dengan cara mengurangi beberapa nol mata uang. Beberapa negara telah melakukannya, ada yang sukses bahkan tidak sedikit yang gagal serta mengakibatkan terpuruknya ekonomi.18 Secara teknis disebut rekalibrasi yang biasanya dilakukan karena inflasi yang signifikan, hiperinflasi, kesepakan serikat moneter dan devaluasi mata uang.19 Saat redenominasi dilakukan, sebenarnya bertujuan meningkatkan aktifitas dan pertumbuhan ekonomi. Namun pada perjalanannya memiliki beberapa konsekuensi yang tidak diinginkan pada proses kognitif dan perilaku belanja yang tidak hanya berpengaruh positif terhadap perekonomian namun juga pengaruh negatif.20 Oleh karenanya sebelum melakukannya harus disokong oleh kondisi ekonomi yang stabil, Inflasi yang terjaga rendah dan adanya jaminan stabilitas harga.21

Rentang waktu 1960-2005 kebijakan redenominasi mata uang telah dilakukan sebanyak 62 kali sebagai bagian dari suatu reformasi ekonomi nasional.22 Secara teknis redenominasi yang dilakukan tersebut bervariasi yaitu; menghapus satu nol mata uang (14 kasus), menghapus enam nol (10 kasus) sedangkan redenominasi median adalah dengan menghapus tiga nol

16 James A. Dorn, “Alternatives to Government Fiat Money”, Cato Journal, Vol.9, No.2 (Fall 1989), 279 17 Darsono Prawironegoro, Ekonomi Politik Globalisasi: Kajian Kriris Kapitalisme dan Perang Dunia Ketiga (Jakarta: Nusantara Consulting, 2010), 14118 Emmanuel Ojameruaye, “A Qualitative Cost Benefit Assesment of the Redenomination of the Naira”, Tue August 24, (2010), 3, http://www.gamji.com/article6000/NEWS7367.htm (diakses 10 Maret 2014). 19 Rasheed Olajide Alao, “Revisiting the Central Bank of Nigeria August 2007 Proposal on Rede-nomination of the Nigerian Naira”, Journal of African Macroeconomic Review, Vol. 1 No. 1 (2011), 3.20 Vivian Afi Abui Dzokoto and Edwin Clifford Mensah, “Making Sense of a New Currency: an Explo-ration of Ghanaian Adaptation to the New Ghana Cedi”, Journal of Applied Business and Economics, Vol. 10 Issue 5 (2010), 7.21  Asyari hasan, Penyederhanaan Mata Uang, 6422 Duca Ioana, “The National Currency Redenomination Experience in Several Countries-Compar-ative Analysis”, International Multidisciplinary Symposium Universitaria Simpro, (2005), 1, Hosseini mengatakan sampai dengan tahun 2011 penghilangan beberapa nol dari mata uang telah dilakukan 71 kali di berbagai negara di dunia lihat Seyed Valiollah Mir Hosseini, “Analysis of Lopping Zeros From National Currency of Iran and Some Other Countries”, International Journal of Economics and Man-agement Sciences, Vol. 1, No. 4, (2011), 65.

Page 99: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

99JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Ketidakadilan Moneter Pemicu Kekacauan Dan Redenominasi (Suatu Kajian Islam)

dari mata uang. 19 negara telah melakukan redenominasi pada satu kesempatan, sementara 10 negara telah dua kali meredenominasi mata uangnya (seperti Bolivia pada tahun 1963 dan 1987).23 Beberapa negara yang sukses melakukan redenominasi adalah polandia dan Islandia, sedangkan Rusia, Argentina, Zimbabwe, Korea Utara dan Brazil tercatat sebagai negara-negara yang gagal dalam melakukan redenominasi,24 meski Brazil kemudian berhasil melakukannya pada tahun 1994. Kegagalan disebabkan melakukan redenominasi ketika perekonomian tidak stabil dan inflasi yang tinggi.25

Redenominasi mata uang biasanya disebabkan oleh ketidakseimbangan fundamental makroekonomi suatu negara terutama atas dasar kinerja ekonomi makro yang buruk di samping tingkat hiperinflasi tertentu.26 Namun umumnya argumentasi negara yang melakukan penyederhanaan mata uang adalah mereka yang bermasalah dengan inflasi tinggi atau bahkan hiperinflasi (di atas 50% perbulan) seperti yang dialami oleh Argentina dan Zimbabwe. Karena itu menghapus angka nol dari mata uang efektif hanya jika saat yang sama dilakukan kebijakan disinflasi sebab hal terpenting dari penghapusan nol adalah mempertahankan nilai mata uang nasional.27

Redenominasi menjadi cara pemerintah berusaha untuk menegaskan kembali kedaulatan moneter. Jika masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap mata uang nasional maka mereka akan menggunakan mata uang asing terutama bagi mereka yang memiiliki modal dan kepentingan besar. Redenominasi juga menjadi cara yang dapat digunakan pemerintah untuk membalikkan perilaku “penggunaan uang asing” dengan mengganti uang lama dengan mata uang baru. Jika masyarakat yakin suatu uang baru akan terus nilainya, mereka mungkin bersedia untuk beralih dan tidak menggunakan Euro dan Dollar AS.28 Redenominasi memiliki dua peran, yaitu:

1. Dapat digunakan pada akhir stabilisasi, untuk menandai warga negara dan pasar swasta yang hari inflasi yang tinggi sudah berakhir. Dalam perannya ini, redenominasi hanya bentuk simbolis. Redenominasi digunakan sebagai simbol untuk proses reformasi, bukan alat untuk mengakhiri tingkat inflasi yang tinggi

2. Selanjutnya, redenominasi dapat digunakan sebagai bagian dari proses stabilisasi, upaya untuk merubah ekspektasi masyarakat terhadap inflasi.29

23 Lyna Mosley, “Dropping Zeros, Gaining Credibility? Currency Redenomination in Developing Na-tions”. Paper presented at the Annual Meetings of the American Political Science Association, Wash-ington, DC. (2005), 2.24  Dzokoto and Mensah, “Making Sense of a New Currency, 5. 25 Ioana, “The National Currency Redenomination, 2. Bandingkan dengan Hosseini, “Analysis of Lopping Zeros, 65-66.26 Russell Olukayode Christopher Somoye, and Adegbemi Babatunde,Onakoya, “Macroeconomic Implication of Currency Management in Nigeria: a Synthesis of the Literature”, British Journal of Eco-nomics, Finance and Management Sciences Vol. 8 (1) (12 June 2013): 1727 Mehdi and Reza, “An Investigating Zeros Eliminating, 1-5.28 Mosley, “Dropping Zeros, Gaining Credibility?, 1.29 Johan Lianto and Ronald Suryaputra, “The Impact of Redenomination in Indonesia from Indone-sian Citizens’ Perspective”, Procedia - Social and Behavioral Sciences, Volume 40, (2012), 3.

Page 100: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

100 JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Ketidakadilan Moneter Pemicu Kekacauan Dan Redenominasi (Suatu Kajian Islam)

Keberhasilan redenominasi tergantung pada beberapa faktor yaitu; Pertama, Tanggapan positif dari warga negara sangat penting. Sebagai contoh adalah kasus Polandia yang melakukan redenominasi mata uang Zloty (zt) tahun 1995 dianggap sebagai upaya perampokan pemerintah untuk mengambil tabungan penduduk yang mengakibatkan hilangnya kepercayaan masyarakat. Kedua, efek denominasi juga tergantung pada keinginan individu untuk mengurangi penderitaan yang terkait dengan pengeluaran. Hal ini karena pecahan besar secara psikologis kurang sepadan daripada yang lebih kecil yang memungkinkan mereka untuk menggunakannya sebagai perangkat strategis untuk mengontrol dan mengatur pengeluaran. Ketiga, untuk melawan inflasi, sebab secara fundamental ekonomi yang menentukan keberlanjutan pertumbuhan ekonomi adalah kebijakan fiskal dan moneter. Akibatnya, restrukturisasi mata uang hanya akan bekerja dengan memperhatikan program stabilisasi ekonomi yang melibatkan nilai tukar, tingkat harga dan tingkat suku bunga secara keseluruhan.30

D. PERUBAHAN NOL dan NILAI UANG DALAM MONETER ISLAM

Kebijakan yang mirip dengan redenominasi pernah terjadi pada dinasti al-Ayyubiyah. Pencetakan fulus, mata uang terbuat dari tembaga yang dimulai pada masa pemerintahan Sultan Muhammad al-Kamil Ibn al-‘Adil al-Ayyubi, yang dimaksud sebagai alat tukar terhadap barang-barang yang tidak signifikan dengan rasio 48 fulus untuk setiap Dirhamnya.31 Pasca pemerintahan Sultan al-Kamil, pencetakan uang tersebut terus berlanjut hingga pejabat di propinsi terpengaruh dengan laba yang besar dari aktifitas ini. Kebijakan sepihak mulai diterapkan dengan meningkatkan volume pencetakan fulus dan menetapkan rasio 24 fulus per Dirham yang mengakibatkan rakyat menderita kerugian besar karena barang-barang yang dahulu berharga setengah Dirham lalu menjadi satu Dirham.32

Dikenalkannya fulus sebagai mata uang juga memberi inspirasi beberapa pemerintahan Bani Mamluk untuk menambah jumlah uang. Berbeda dengan dinar dan dirham yang terbuat dari emas dan perak, pencetakan fulus ini relatif lebih mudah dilakukan karena tembaga lebih mudah didapat. Sayangnya pemerintah terlena dengan kemudahan pencetakan uang baru. Keadaan semakin memburuk ketika Sultan Kitbagha dan Zahir Barquq mulai mencetak fulus dalam jumlah yang sangat besar dengan nilai nominal melampaui kandungan tembaganya. Fulus banyak dicetak, namun masyarakat lebih banyak menolak kehadiran fulus tersebut. Menyadari kekeliruannya, Sultan Kitbagha kemudian menyatakan bahwa fulus ditentukan nilainya dari beratnya dan bukan dari nominalnya.33

Keleluasaan pencetakan uang fulus yang dilakukan oleh kesultanan al-Ayyubiyyah dan Kitbagha didukung oleh alasan-alasan kemudahan memperoleh bahan yang digunakan untuk fals dibandingkan untuk memperoleh bahan dinar dan dirham serta pencetakannya tidak

30 Somoye dan Onakoya, “Macroeconomic Implication of Currency, 1931 Al-Maqrizi, Ighatah al-Ummah bi Kashf al-Ummah (Kairo: Lajnah al-Ta’lif wa al-Tarjamah wa an-Nashr, 1940), 67 lihat juga Abdul Azim Islahi, Economics Concepts of Ibn Taymiyyah (London: the Islamic Foundation, 1988), 43.32 Adiwarman Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2008), 422, Is-lahi, Economics Concepts of Ibn Taymiyyah, 4333 Nasution, Mustafa Edwin, dkk, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam. (Jakarta: Kencana, 2010), 255.

Page 101: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

101JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Ketidakadilan Moneter Pemicu Kekacauan Dan Redenominasi (Suatu Kajian Islam)

membutuhkan biaya yang banyak, di samping kepentingan politik di mana kesultanan mendapat keuntungan yang luar biasa dari hasil pencetakan uang fals dari hasil seignorage dibandingkan dengan mencetak Dinar dan Dirham yang tidak seberapa.

Ahmad dan Hassan menegaskan bahwa sebagai alat tukar, uang merupakan cara mendefinisikan nilai dari suatu hal namun ia tidak memiliki nilai dalam dirinya sendiri, karena itu tidak seharusnya menciptakan lebih banyak uang lagi melalui pembayaran bunga tetap (fixed Interest payment). 34 Riba selain menimbulkan inflasi, spekulasi terhadap nilai uang akan semakin tinggi yang mendorong lebih besarnya perdagangan uang dari pada barang, sehingga terjadi ketidakseimbangan antara sektor keuangan dengan sektor riil dan antara pasar barang dan pasar uang. Ketidakseimbangan inilah yang menimbulkan krisis dalam perekonomian.35 Konsep makro ekonomi Al-Qur’an adalah keadilan sosial yang melahirkan apa yang disebut perbankan Islam bebas bunga.36

Status uang kertas sebagai riba akan lebih jelas dipahami dengan melihat uang kertas ansich, yang pada mulanya sebagai janji utang, atau promissory note dengan aset (umunya emas) di baliknya. “dengan kata lain , pembayaran dengan uang kertas – dalam perspektif muamalat – masih merupakan utang tidak kontan dan transaksi bersangkutan akan jadi sah sebagai jual beli ketika aset (emas) di belakangnya telah diserahkan. Kini uang kertas adalah uang fiat yakni bernilai nominal karena keputusan politik negara, melalui hukum mata uang law of legal tender yang bahkan tidak lagi berupa kertas melainkan sinyal elektronik. Pembayaran uang kertas adalah pembayaram tunda yang dalam perspektif Islam hanya dibenarkan untuk kontrak utang piutang, bukan jual beli; itu pun tetap dengan syarat kesetaraan nilai yang hanya dapat dipenuhi oleh mata uang yang terbuat dari aset. Salah satu yang mengakibatkan krisis moneter dan tidak stabilnya nilai mata uang adalah permainan spekulasi uang. oleh karena itu Islam menolak segala sesuatu yang yang berhubungan dengan spekulasi mata uang. 37 Sebagai contoh, akibat dari spekulasi yang mengakibatkan krisis moneter tahun 1998, maka bank sentral pada tahun 1999 harus mengeluarkan denominasi mata uang kertas dalam sejarah yaitu Rp. 100.000 pada tahun 1999 sebagai kompensasi inflasi dan tingkat nilai upah. Sampai saat ini mata uang Indonesia berada di kisaran 13.000 per Dollar AS dengan mata uang tertinggi adalah 100.000 tersebut.

Pembebanan bunga pada dasarnya merupakan seignorage dan sesuatu yang tidak adil dan menganiaya. Ketidakadilan alokasi sumber daya dalam sistem keuangan berbasis bunga konvensional saat ini secara luas telah diakui. Selanjutnya, margin bunga yang tinggi memiliki beberapa implikasi yang merugikan bagi perekonomian yaitu menghambat tabungan dan investasi.38 Suatu kewajaran jika alasan utama pendukung ekonomi dan keuangan Islam

34 Abu Umar Faruq Ahmad and M. Kabir Hassan, “Riba and Islamic Banking”, Journal of Islamic Economics, Banking and Finance, Volume 3, number 1 (January- July 2007), 16. 35 Amri Amir, “Redenominasi Rupiah dan Sistem Keuangan”, Jurnal Paradigma Ekonomika, Vol.1, No.4 Oktober (2011), 8336 Frederick V. Perry, J.D., dan Scherazade S. Rehman, “Globalization of Islamic Finance: Myth or Reality?”, International Journal of Humanities and Social Science Vol. 1 No. 19; December (2011), 107. 37 Zaim Saidi, “Islam, Kapitalisme, dan Filantropi”, Galang: Jurnal Filantrofi dan Masyarakat Madani, Vol. 2 no. 2 April (2007), 54 38 Idrees Khawaja, “Interest Margins and Banks Asset Liability Composition”, The Lahore Journal of Economics, Vol 16: SE September (2011), 256.

Page 102: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

102 JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Ketidakadilan Moneter Pemicu Kekacauan Dan Redenominasi (Suatu Kajian Islam)

bahwa bunga merupakan zulm – ketidakadilan dan eksploitasi. Islam menentang segala jenis eksploitasi dan memperjuangkan keadilan oleh karena itu argumen tradisional tentang bunga dalam segala bentuknya merupakan kekejian dan dilarang.39 Maka suatu keniscayaan jika Hifzur Rab mengatakan “interest is killer for the economy.” Ia menegaskan bahwa penipuan, korupsi dan manipulasi adalah bagian integral yang tidak bisa dipisahkan dari sistem bunga.40

E. PENUTUP

Sistem moneter saat ini sangat tidak adil dikarenakan adanya hegemoni negara tertentu terhadap mata uang dunia. Hegemoni tersebut memberikan keuntungan sepihak kepada mereka baik secara ekonomi maupun politis, sementara di sisi lain negara-negara berkembang yang menggunakan mata uang mereka merugi. Dari sisi ekonomi mereka memperoleh keuntungan seignorage yang luar biasa smentara dari sisi politik mereka bisa mengatur volume uang dan memaksakan keinginan politik mereka, sehingga dapat dikatakan hegemoni uang menjadi alat kebatilan yang dilakukan oleh suatu negara terhadap rakyatnya sendiri atau negara lain secara paksa.

Di sisi lain penggunaan uang kertas sebagai mata uang sarat dengan riba, karena di dalamnya terdapat bunga dalam distribusinya serta pengambilan hak orang lain secara tidak langsung dikarenakan adanya seignorage dan juga inflasi. sistem tersebut merupakan suatu ketidakadilan dan zalim sehingga perlu dilakukan revolusi sistem secara fundamental baik dari materi uangnya maupun struktur moneter dunia secara umum. Ketidakadilan dalam produksi dan distribusi uang dapat memicu redenominasi uang setiap saat akibat distabilitas mata uang itu sendiri, di samping ketergantungan yang luar biasa suatu negara kepada mata uang kunci dunia. Baik buruknya perekonomian negara pemilik mata uang kunci dunia sangat berpengaruh terhadap negara pengekor, sebagi contoh adalah apa yang terjadi saat ini, di mana semakin membaiknya perekonomian Amerika Serikat berpengaruh buruk terhadap ekonomi negara-negara pengekor seperti Indonesia sendiri yaitu rupiah menurut drastis terhadap Dollar AS. Ketika tiada gading yang tak Retak!!!

l l l l l l l l

39 Mohammad Omar Farooq, “Exploitation, Profit and the Riba Interest Reductionism”, International Journal of Islamic and Middle Eastern Finance and Management, Vol. 5 Iss: 4, (2012), 293. lihat juga Hifzur Rab and Syeda Anjum, ”Freedom, Justice and Peace Possible only with Correct Wealth Measurement with a Unit of Wealth as Currency”, Humanomics, Vol. 26 Iss: 1, (2010), 40 40 Hifzur Rab, “Interest, Monetary Manipulation and Misunderstanding are Stifling Emergence of Just and Efecient Islamic Alternatif”, Seventh International Conference – the Tawhidi Epistemology: Zakat and Waqf Economy, Bangi, India, (2010), 180

Page 103: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

103JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Ketidakadilan Moneter Pemicu Kekacauan Dan Redenominasi (Suatu Kajian Islam)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Abu Umar Faruq and Hassan, M. Kabir “Riba and Islamic Banking”, Journal of Islamic Economics, Banking and Finance, Volume 3, number 1 (January- July 2007)

Alao, Rasheed Olajide, “Revisiting the Central Bank of Nigeria August 2007 Proposal on Redenomination of the Nigerian Naira”, Journal of African Macroeconomic Review, Vol. 1 No. 1 (2011)

Al-Maqrizi, Ighatah al-Ummah bi Kashf al-Ummah, Kairo: Lajnah al-Ta’lif wa al-Tarjamah wa an-Nashr, 1940

Amin, A. Riawan, Satanic Finance, Jakarta: Senaya Abadi, 2009

Amir, Amri, “Redenominasi Rupiah dan Sistem Keuangan”, Jurnal Paradigma Ekonomika, Vol.1, No.4 Oktober (2011),

Baba, Insah and Kenneth, Ofori Boateng, “Seignorage Revenue and Inflation in the Ghanaian Economy”, African Journal of Social Sciences, Volume 3 Number 1 (2013)

Brawly, Mark R., Turning Points: Decisions Shaping the Evolution of the Internastional Political Economy, Canada; Broadview Press, ltd, 1998

Chandler, Marc, Making Sense of the Dollar: Exsposing Dangerous Myths about Trade and Foreign Exchange, New York: Bloomberg Press, 2009

Dorn, James A., “Alternatives to Government Fiat Money”, Cato Journal, Vol.9, No.2 (Fall 1989),

Dzokoto, Vivian Afi Abui and Mensah, Edwin Clifford “Making Sense of a New Currency: an Exploration of Ghanaian Adaptation to the New Ghana Cedi”, Journal of Applied Business and Economics, Vol. 10 Issue 5 (2010)

Farooq, Mohammad Omar, “Exploitation, Profit and the Riba Interest Reductionism”, International Journal of Islamic and Middle Eastern Finance and Management, Vol. 5 Iss: 4, (2012

Hasan, Asyari Penyederhanaan Mata uang dalam Axioma Ekonomi Islam, Batusangkar: STAIN Batusangkar Press, 2014

Hosseini, Seyed Valiollah Mir, “Analysis of Lopping Zeros From National Currency of Iran and Some Other Countries”, International Journal of Economics and Management Sciences, Vol. 1, No. 4, (2011)

Ioana, Duca, “The National Currency Redenomination Experience in Several Countries-Comparative Analysis”, International Multidisciplinary Symposium Universitaria Simpro, (2005),

Islahi, Abdul Azim Economics Concepts of Ibn Taymiyyah, London: the Islamic Foundation, 1988

Page 104: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

104 JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Ketidakadilan Moneter Pemicu Kekacauan Dan Redenominasi (Suatu Kajian Islam)

Karim, Adiwarman, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo, 2008

Khawaja, Idrees “Interest Margins and Banks Asset Liability Composition”, The Lahore Journal of Economics, Vol 16: SE September (2011)

Kotler, Philip, Jatusripitak, Somkid dan Maesincee, Suvit, Pemasaran Keunggulan Bangsa: Pendekatan Starategis untuk Membangun Kekayaan Nasional. Diterjemahkan oleh Aldi Jenie. Jakarta: Prenhallindo, 1998

Lane, Jan Erik dan Ersson, Svante, Ekonomi Politik Komparatif: Demokrasi dan Pertumbuhan Benarkah Kontradiktif. Diterjemahkan oleh Aris Munandar, Jakarta: PT RadjaGrafindo Persada, 2002

Lianto, Johan and Suryaputra, Ronald “The Impact of Redenomination in Indonesia from Indonesian Citizens’ Perspective”, Procedia - Social and Behavioral Sciences, Volume 40, (2012)

Meera, Ahameed Kameel Mydin, Perampok Bangsa-bangsa: Mengapa Emas Harus Jadi Mata Uang Internasional. Diterjemahkan oleh Yulizar Djamaluddin Sanrego, Jakarta: Mizan 2010

Mehdi, Safdari and Reza, Motiee, “An Investigating Zeros Elimination of the National Currency and its Effect on National Economy (Case study in Iran)”, European Journal of Experimental Biology, 2 (4) (2012)

Mosley, Lyna, “Dropping Zeros, Gaining Credibility? Currency Redenomination in Developing Nations”. Paper presented at the Annual Meetings of the American Political Science Association, Washington, DC. (2005)

Muşetescu, Radu Cristian and Jora, Octavian-Dragomir, “The Theory of Political Monetary (Dis)Integration: a Minority Report from the Perspective of Austrian Economics”, Romanian Journal of European Affairs, Vol. 12, No. 4, December (2012)

Nasution, Mustafa Edwin, dkk, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, Jakarta: Kencana, 2010

Ojameruaye, Emmanuel “A Qualitative Cost Benefit Assesment of the Redenomination of the Naira”, Tue August 24, (2010), 3, http://www.gamji.com/article6000/NEWS7367.htm

Perry, Frederick V., J.D, and Rehman, Scherazade S., “Globalization of Islamic Finance: Myth or Reality?”, International Journal of Humanities and Social Science Vol. 1 No. 19; December (2011)

Prawironegoro, Darsono, Ekonomi Politik Globalisasi: Kajian Kriris Kapitalisme dan Perang Dunia Ketiga, Jakarta: Nusantara Consulting, 2010

Pujiyono, Arif, “Dinar dan Sistem Standar Tunggal Emas Ditinjau Menurut Sistem Moneter Islam”, Dinamika Pembangunan, Vol. 1 No. 2 / Desember (2004)

Rab, Hifzur “Interest, Monetary Manipulation and Misunderstanding are Stifling Emergence of Just and Efecient Islamic Alternatif”, Seventh International Conference – the Tawhidi Epistemology: Zakat and Waqf Economy, Bangi, India, (2010)

Page 105: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

105JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Ketidakadilan Moneter Pemicu Kekacauan Dan Redenominasi (Suatu Kajian Islam)

________ and Anjum, Syeda ”Freedom, Justice and Peace Possible only with Correct Wealth Measurement with a Unit of Wealth as Currency”, Humanomics, Vol. 26 Iss: 1, (2010)

Saidi, Zaim, “Islam, Kapitalisme, dan Filantropi”, Galang: Jurnal Filantrofi dan Masyarakat Madani, Vol. 2 no. 2 April (2007)

Shopiaan, Ainur R., ed, Etika Ekonomi Politik: Elemen Strategis Pembangunan Masyarakat Islam, Surabaya: Risalah Gusti, 1997

Somoye, Russell Olukayode Christopher and Onakoya, Adegbemi Babatunde, “Macroeconomic Implication of Currency Management in Nigeria: a Synthesis of the Literature”, British Journal of Economics, Finance and Management Sciences Vol. 8 (1) (12 June 2013)

Page 106: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

106 JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

PEMBANGUNAN YANG BERKELIMPAHAN BERKAH FILOSOFI ISLAM TENTANG PEMBANGUNAN

Oleh : Syahrul Efendi D (Pemimpin Redaksi Jurnal EkonomiKa)

Dalil 1

Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan limpahkan kepada mereka berbilang berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (Q.S. Al A’raaf: 96).

Dalil 2

Diriwayatkan, beberapa bawahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz menulis surat kepadanya. ”Sesungguhnya kota telah rusak. Jika Amirul Mukminin memberikan kepada kami sejumlah uang agar kami memperbaiki kota itu, maka kami akan melakukannya.”

Umar membalas surat itu, ”Jika kamu membaca surat ini, maka jagalah kota itu dengan cara kamu berlaku adil dan bersihkan jalan-jalannya dari kezaliman. Karena itulah sebenar-benar perbaikan.” (Abdullah Hehamahua, 2015)

ULASAN

Kedua dalil di atas, sengaja dipilih untuk menunjukkan perspektif khas Islam

tentang pengertian dan orientasi pembangunan (development). Yang pertama ialah dalil yang bersifat qath’iy dan prinsipil, sedangkan riwayat yang kedua merupakan bagaimana suatu perspektif Islam diterapkan secara historis. Bila pun kita mau lebih banyak mengumpulkan dalil tentang perspektif khas Islam tentang pembangunan, pastilah akan lebih banyak lagi yang terkumpul dengan nada yang sama dengan kedua dalil di atas.

Sebelum lebih jauh menguraikan kedua dalil di atas, ada baiknya kita terlebih dahulu bentangkan apa yang dimaksud dengan pembangunan (development) dalam pendapat umum. Mengapa dalam pendapat umum, sebab dalam suatu sistem demokrasi yang menjadi gejala umum bangsa-bangsa dewasa ini, pendapat umum selalu menjadi penentu ketimbang pendapat ilmiah sekalipun. Oleh karena itu, tampaknya lebih baik kita berurusan saja dengan pendapat umum ini.

Page 107: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

107JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Pembangunan Yang Berkelimpahan BerkahFilosofi Islam Tentang Pembangunan

Pembangunan dalam pendapat umum secara sederhana menyimpulkan ialah berdirinya secara besar-besaran infrastruktur di segala bidang dan bertambahnya kekayaan material suatu bangsa baik dalam indikator GNP atau pun GDP. Bahkan secara karikatural, pendapat umum menyimpulkan bahwa pembangunan ialah berdirinya jalan-jalan raya yang lebar dan pan-jang, jembatan-jembatan, instalasi listrik, gedung-gedung pencakar langit, pabrik-pabrik yang mengepulkan asap, gedung-gedung sekolah dan universitas yang megah, mobil-mobil mewah yang memadati jalanan kota, dan real estate-real estate yang menyulap lahan sawah menjadi perumahan mewah dan seragam. Tentu saja pendapat umum yang mendefiniskan pembangu-nan seperti itu benar adanya. Sebab demikianlah faktanya. Tetapi adakah gambaran semacam itu yang dikehendaki oleh Islam tentang pembangunan?

Ayat dan riwayat tentang kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz di atas menunjukkan bahwa pembangunan atau perbaikan dalam perspektif Islam bukanlah terletak pada aspek material. Untuk hal itu, marilah kita ulas satu per satu, dan kita mulai dari Q.S. Al-A’raaf: 96 di atas. Ayat ini sangat unik. Padat dan berisi makna yang dalam sekali. Ayat ini pun dapat merupakan fondasi atas teori pembangunan dari sudut perspektif khas Islam.

Baiklah kita urai satu per satu makna kata-kata ayat yang luar biasa ini, sebelum mengaitkannya dengan teori pembangunan dalam perspektif Islam.

Uraian Kata dan Arti dari Q.S. Al-A’raaf: 96

1 Lau (sekiranya) 10 Minassama’ (Dari langit)

2 Anna (Bahwa sesungguhnya) 11 Wal ardl (dan bumi)

3 Ahlal qura (Penduduk suatu negeri) 12 Lakin (akan tetapi)

4 Amanu (Beriman) 13 Kadzzabu (Mereka mendustakan)

5 Ittaqaw (Bertaqwa) 14 Fa (maka)

6 La (niscaya) 15 Akhaznahum (kami ambil/kami siksa)

7 Fatahna (Kami bukakan) 16 Bima (dengan apa)

8 Alaihim (Atas mereka) 17 Yaksibun (yang mereka usahakan)

9 Barakaat (Barakah-barakah)

Pertama, menilik susunan kalimat pada ayat di atas, kandungan ayat adalah pernyataan suatu dalil yang berlaku umum. Dalil itu berbunyi, jika suatu penduduk negeri beriman dan bertaqwa, maka keberkahan dibukakan kepada mereka dari atas langit dan dari bumi. Uniknya, ayat itu ditutup oleh suatu keterangan atas suatu kenyataan akan kecenderungan umum umat manusia: mendustakan Tuhan. Closing ayat ini mengisyaratkan bahwa mewujudkan dalil atau rumus mencapai keberkahan itu tidaklah gampang. Tetapi bukan berarti tidak dapat dicapai.

Page 108: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

108 JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Pembangunan Yang Berkelimpahan BerkahFilosofi Islam Tentang Pembangunan

Jika kita urai ayat ini, maka muncullah dua unsur kalimat, yaitu kalimat syarat dan jawab. Unsur kalimat syaratnya ialah “jika suatu penduduk negeri beriman dan bertaqwa”, sedangkan kalimat jawabnya adalah “Kami akan limpahkan kepada mereka berbilang berkah dari langit dan bumi”.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ayat ini adalah sebuah rumus kehidupan yang pasti, karena sangat logis di samping memang berasal dari Yang Maha Memiliki Hidup. Ayat ini pun dapat digunakan sebagai rumus pembangunan.

Dan yang perlu dicatat ialah terdapat dua kalimat ta’kid (penguatan) pada rangkaian kalimat, yaitu anna (bahwa sesungguhnya) dan la (niscaya). Hal ini menunjukkan bahwa ayat ini pasti dan tegas. Sudah barang tentu tidak ada keraguan padanya. Walhasil, ayat ini mengandung makna, bahwa suatu penduduk negeri akan dibukakan limpahan berkah dari langit dan bumi, apabila mereka beriman dan bertaqwa kepada-Nya. Jadi syarat adanya berkah dari langit dan bumi, yaitu penduduk negeri beriman dan bertaqwa.

Logis sekali, beriman dan bertaqwanya penduduk negeri adalah prakondisi munculnya ketenteraman, keamanan, kesejahteraan dan kemakmuran, karena setiap orang akan gemar berbuat kebaikan dan keadilan secara suka rela. Individualisme, antagonisme, kezaliman dan konflik perebutan material akan tereliminasi dengan sendirinya.

Menariknya, ayat ini menggunakan ahlal quraa (penduduk negeri), yaitu suatu subjek yang bersifat kolektif dan banyak. Jadi, rumus terbukanya keberkahan dari langit dan bumi, baru berlaku jika iman dan taqwa dilaksanakan oleh penduduk, jadi tidak saja pemimpinnya atau orang seorang dari penduduknya.

Kedua, ayat ini menggunakan kata barakat, yang artinya berbilang berkah. Apakah itu barakat atau barkah dalam kalimat mufrod (tunggal)? Dalam bukunya, Membedah Keberagamaan Umat Islam di Indonesia, Menuju Masyarakat Madani, Abdullah Hehamahua menguraikan secara luas makna barkah sebagai berikut:

“Perkataan barkah, seperti dijelaskan sebelumnya, mengandung tiga makna: mengalir; sedikit mencukupi, banyak menyenangkan; dan bertambah.

Misalnya, seorang anggota PNS (Pegawai Negeri Sipil) yang hanya pesuruh di kantor, karena dia beriman dan bertaqwa, selalu bersyukur ketika menerima gaji sebesar Rp.500,000 per bulan. Kesyukurannya secara horisontal, yang pertama dilakukan adalah, mengeluarkan 2,5% dari gajinya untuk memenuhi hak fakir miskin. Berarti, hak dia dan keluarganya hanyalah Rp.487.500 karena dia telah menyerahkan Rp.12,500,- kepada fakir miskin yang berhak menerimanya. Kesyukuran yang kedua dilakukan dalam bentuk shalat yang rajin karena dia akan menyampaikan terima kasih khusus kepada Allah SWT karena hari ini, dia telah diberi kesempatan menabung di bank-Nya sebesar Rp. 8.750.000. Dari mana angka itu? Hal ini diketahuinya dari Al-Qur’an, bahwa jika seorang muttaqin beramal dengan ikhlas, pahala yang diperoleh sampai 700 kali lipat. Kesyukuran itu membuat dia merasa nikmat ketika mengkonsumsi nasi dari beras lokal yang murah dengan lauk ikan teri dan daun singkong rebus. Dengan manajemen kesyukuran seperti itu, uang sebesar Rp.487.500 tadi dapat digunakan untuk keperluan hidup dirinya, isteri dan seorang anak kecil selama sebulan, tanpa berhutang, apalagi menipu dan mencuri peralatan di kantor.

Page 109: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

109JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Pembangunan Yang Berkelimpahan BerkahFilosofi Islam Tentang Pembangunan

Tanpa disadari, bulan berlalu dan tahun berganti, doa anak yatim dan fakir miskin yang selalu memperoleh zakat dari tukang sapu mendapat jawaban langsung dari Allah SWT. Dari status tukang sapu, hanya karena berpendidikan sekolah rendah, meningkat menjadi pengawas tukang sapu, lalu kepala seksi, kepala bagian dan pensiun sebagai kepala biro umum di departemen tempat dia bekerja. Tetapi yang membuat dia lebih bahagia, anaknya sekarang sudah menjadi pejabat di daerahnya hanya dengan modal, simpanan Rp.50.000 sebulan dan janji Allah atas zakat yang dikeluarkan setiap bulan, anaknya memperoleh bea siswa sampai mencapai gelar S3.

Jika penduduk suatu kampung beriman dan bertaqwa seperti tukang sapu di atas, Allah akan menurunkan barkah dari langit dan bumi. Bagaimana bentuknya? Dari langit, barkah Allah turun dalam bentuk hujan yang menyirami tanah, mengisi sungai, danau, laut dan sumur di dalam tanah. Tanpa air hujan, tidak ada sungai, sumur tanah, danau dan lautan. Hal ini dijelaskan Allah SWT dalam firman-Nya:

Maka aku katakan kepada mereka: “Mohonlah ampun kepada Rabbmu, --sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun--,niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai. (Q.S. Nuh: 10 – 12).

Dan bahwasanya: jikalau mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama Islam), benar-benar Kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar (rezki yang banyak). (Q.S Al Jin: 16).

Barkah dari bumi, manusia memperoleh air minum yang segar, sehat dan gratis pula. Barkah dari bumi berupa sayur-sayuran, padi dan buah akan tumbuh subur dan mendatangkan panen yang berhasil, sebagaimana firman-Nya:

Lalu dengan air itu, Kami tumbuhkan untuk kamu kebun-kebun kurma dan anggur; di dalam kebun-kebun itu kamu peroleh buah-buahan yang banyak dan sebahagian dari buah-buahan itu kamu makan. (Q.S Al Mukminun: 19).

Page 110: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

110 JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Pembangunan Yang Berkelimpahan BerkahFilosofi Islam Tentang Pembangunan

Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah bumi yang mati. Kami hidupkan bumi itu dan Kami keluarkan daripadanya biji-bijian, maka daripadanya mereka makan. (Q.S Yaasin: 33).

Dengan barkah dari bumi tersebut, petani memperoleh uang, dan orang kampung yang bukan petani akan menikmati nasi, sayur dan buah-buahan. Orang miskin pun akan memperoleh zakat dari petani, baik zakat fitrah, zakat hasil pertanian maupun zakat mal lainnya.

Barkah dari langit berupa hujan, rumput tumbuh menghijau, kambing, domba, sapi, kerbau, dan kuda, hidup sehat serta berkembang biak. Manusia menikmati daging dan susu serta terbuka lapangan kerja. Sebab, lahir pasar daging dan bermunculan restoran yang keduanya merupakan lapangan kerja baru. Sebaliknya, tanpa hujan, manusia kekurangan gizi karena tidak mengkonsumsi daging atau hanya orang kaya yang menikmatinya disebabkan mahalnya harga daging. Masyarakat lain juga kekurangan gizi karena tidak cukup makan akibat pengangguran.

Barkah dari langit berupa matahari yang dengan cahayanya, manusia dapat bekerja di siang hari. Dengan cahaya matahari pula, tumbuh-tumbuhan dapat melakukan proses pemasakan makanan di daun. Bahkan dengan adanya matahari dan bulan, petani dapat mengetahui adanya waktu dan musim sehingga bercocok tanam sesuai dengan perputaran musim dan iklim, seperti firman-Nya:

Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui. (Q. S Yunus: 5)

Barkah dari langit juga berupa cahaya bulan dan bintang yang terang pada malam hari, menjadi kompas dan penunjuk jalan dalam pelayaran. Barkah dari langit tersebut melahirkan barkah dari bumi berupa laut, membuat nelayan dapat menangkap ikan dalam jumlah yang banyak. Sebab, ikan biasanya akan berkumpul di daerah yang cahaya bulannya terang. Dengan laut itu pula, manusia dapat memperoleh perhiasan berupa mutiara, kulit kerang dan akar bahar. Dengan laut itu pula, pelaut dan nelayan dapat berlayar dengan leluasa, sebagaimana firman-Nya:

Page 111: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

111JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Pembangunan Yang Berkelimpahan BerkahFilosofi Islam Tentang Pembangunan

Dan Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu) agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur. (Q.S An-Nahl: 14)

Akhirnya, atas barkah dari langit dan bumi, nelayan memperoleh duit hasil penjualan ikan dan orang kampung/kota yang punya duit bisa memperoleh asupan gizi yang tinggi dan merasakan nikmatnya ikan, cumi-cumi, udang, teripang, kerang dan rumput laut.

Fakir miskin pun memperoleh rezeki melalui zakat yang dikeluarkan nelayan atau pengusaha hasil laut.”

Apabila kita tambahi uraian dari Abdullah Hehamahua di atas, wujud berkah dari bumi dapat pula mencakup rezeki dari perut bumi, seperti mineral dan minyak bumi maupun kehidupan yang damai, hadirnya orang-orang yang saleh dan penguasa yang adil.

Ketiga, closing dari ayat ini yang berbunyi “akan tetapi mereka mendustakan, maka kami azab mereka dengan apa yang mereka usahakan” juga sebenarnya merupakan rumusan. Jika rangkaian sebelumnya adalah rumusan yang bersifat kabar gembira (basyira), maka yang kedua adalah rumusan kabar buruk atau ancaman (nazira). Rumusan itu berbunyi, ”mendustakan atau tidak mengikuti aturan dalam memperoleh keberkahan dengan cara beriman dan bertakwa, maka yang diusahakan menjelma menjadi azab”. Jelaslah dalam satu untaian ayat ini, terkandung basyira wa nazira (kabar baik dan kabar buruk), suatu kekhasan dari gaya ayat-ayat Al-Qur’an.

Jika kita tarik makna ayat ini ke dalam situasi yang dihasilkan oleh berbagai pengalaman dan praktik pembangunan berbagai negara di dunia dewasa ini, bukankah banyak fakta menunjukkan bahwa pembangunan malah menjelma menjadi kutukan dan bencana bagi penduduk manusia. Secara nominal, pembangunan meningkat pesat di mana-mana, tapi sulit menyimpulkan bahwa pembangunan itu secara langsung membawa kedamaian dan kesejahteraan lahir batin secara merata. Yang nyata muncul di hadapan kita ialah kesenjangan ekonomi, konflik, peperangan dan ancaman kemusnahan spesies manusia, baik oleh akibat perubahan iklim maupun dampak negatif tak terkendali dari teknologi farmasi atau perlombaan senjata. Pertanyaannya adalah dimanakah semua masalah pembangunan itu berpangkal? Pangkalnya jelas menurut ayat di atas, karena mereka yang merumuskan dan melaksanakan pembangunan itu mendustakan, membangun tidak berangkat dari beriman dan bertakwa, tetapi semata-mata mengejar kemajuan material dan teknologi dengan cara yang jauh dari aturan yang ditetapkan oleh Allah.

Ulasan berikutnya ialah terkait dalil kedua, yaitu korespondensi antara Khalifah Umar bin Abdul Aziz dan para bawahannya. Apakah makna dari isi korespondensi Khalifah Umar bin Abdul Aziz dengan para bawahannya itu? Sebagaimana yang termaktub di atas, para bawahan khalifah Umar bin Abdul Aziz menulis surat sebagai berikut: “Sesungguhnya kota telah rusak. Jika Amirul Mukminin memberikan kepada kami sejumlah uang agar kami memperbaiki kota itu, maka kami akan melakukannya.”

Umar membalas surat itu, ”Jika kamu membaca surat ini, maka jagalah kota itu dengan cara kamu berlaku adil dan bersihkan jalan-jalannya dari kezaliman. Karena itulah sebenar-benar perbaikan.”

Isi surat para bawahan Umar bin Abdul Aziz tersebut khas ungkapan jalan pikiran orang

Page 112: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

112 JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Pembangunan Yang Berkelimpahan BerkahFilosofi Islam Tentang Pembangunan

banyak pada umumnya dalam rangka memperbaiki atau membangun suatu kota yang sudah rusak. Mari kita lihat makna isi suratnya. Surat itu merupakan laporan tentang kota yang sudah rusak. Mereka meminta dana kepada khalifah supaya kota itu dapat dibangun dan diperbaiki kembali oleh mereka. Sebagai bawahan, inisiatif semacam itu wajar dan terpuji. Tersirat dalam surat itu, bahwa faktor dana atau keuangan sangat menentukan dalam usaha memperbaiki dan membangun kota kembali. Tersirat juga dalam jalan pikiran para bawahan khalifah itu bahwa yang dimaksud memperbaiki kota ialah memperbaiki sarana fisik kota, bukan jiwa kota.

Persis seperti dewasa ini, jalan pikiran semacam itu merupakan hal yang lumrah dan umum dalam suatu kegiatan pembangunan. Pengajuan kredit kepada Bank Dunia atau pun IMF maupun kepada para kreditor selalu mendahului suatu proses pembangunan.

Tetapi secara mengejutkan, khalifah Umar membalas surat itu dengan wibawa penguasa yang sangat kuat. Dia awali balasannya dengan kalimat “jika kamu membaca surat ini”. Kalimat ini sangat tegas dan seolah-olah Umar bin Abdul Aziz hadir di hadapan mereka seraya mengatakan, “Baca perintahku dengan cermat dan laksanakan!”. Lantas apa yang ia perintahkan? Membangun gedung-gedung dan jalan-jalan yang rusak? Tidak. Ternyata yang ia perintahkan adalah menjaga kota dengan menerapkan keadilan dan membersihkan jalanan dari kezaliman. Umar menutup balasan suratnya kepada para bawahannya itu seraya bermaksud mengoreksi jalan sesat pikiran mereka bahwa sasaran perbaikan dan pembangunan kota bukan terhadap fisik kota, tapi pada sistem dan norma yang berlaku pada masyarakat kota. Sistem dan norma itu adalah keadilan dan lenyapnya kezaliman. Luar biasa cerdasnya Khalifah Umar bin Abdul Aziz, keturunan Umar bin Khattab ini, bukan?

Agaknya begitulah pengertian, semangat dan orientasi pembangunan dari perspektif Islam. Cukup diungkapkan oleh dua potong surat korespondensi Khalifah Umar bin Abdul Aziz dengan bawahannya tersebut, maka perspektif Islam tentang pembangunan terungkap dengan jelas.

Jika ditarik ke dalam konteks prioritas pembangunan dewasa ini, maka yang diutamakan ialah pembangunan yang terkait keadilan dan hukum. Institusi birokrasi yang baik dan bersih, kepolisian, kejaksaan dan kehakiman yang bersih dan profesional di dalam rangka menjamin terealisasikannya keadilan dan kepastian hukum di dalam masyarakat, senafas dengan perintah Khalifah Umar bin Abdul Aziz di atas.

KESIMPULAN

Pembangunan dalam filosofi Islam bukan terletak pada menjulangnya gedung-gedung perkantoran, tetapi terbangunnya norma masyarakat dan sistem hukum secara baik dan kuat

menurut petunjuk, filosofi dan aturan Islam.

Page 113: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

113JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

DIMENSIONS OF ISLAMIC BANK’S CORPORATE GOVERNANCE ISSUES IN INDONESIA:

DOES REGULATORY FRAMEWORK MATTER ?

By : Sigit Pramono1

1  Sigit Pramono is Lecturer at SEBI School of Islamic Economics, Indonesia and a PhD. candidate at Ritsumeikan Asia Pacific University, Japan.

ABSTRACTStudy of the academic literature which addresses the issues of Islamic bank

corporate governance is rare. Recognizing that specific regulation essentially required in Islamic banking operation related to the structure and mechanism of good corporate governance for Islamic bank (Algaoud and Lewis, 1999; Chapra and Ahmed, 2002; Nienhaus, 2003; Fatima and Pramono, 2007). This paper intends to shed light the dimensions of perspectives on Islamic bank corporate governance discussed in academic literatures contemporary. Review on this issue will be discussed within implementation of Islamic corporate governance practices in Indonesia. Following, this paper examines to the extent which the regulatory framework on Islamic bank corporate governance in Indonesia has the congruence appropriateness with the unique characteristic of Islamic bank. As a preliminary observation, this paper also would like to propose a model of monitoring and supervisory framework to integrate the objectives of macro-prudential policy and micro-prudential supervision in congruence with the fundamental objective of corporate governance in Islamic banks.

Keywords: Islamic bank, good corporate governance, Shariah compliance, Investment Account Holder (IAH), macro-prudential policy, micro-prudential

supervision

Page 114: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

114 JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Dimensions Of Islamic Bank's Corporate Governance Issues In Indonesia: Does Regulatory Framework Matter ?

1. INTRODUCTION

Corporate governance issues have turned into a great matter over the last two decades (Wright, 1996). Although, corporate governance has been an element of the business world

for a long time, only in recent years has it entered more into the realm of public interest since the occurrence of massive corporate scandals caused by moral hazard and fraud in conducting business.

Meanwhile, the corporate governance issue in the banking sector has being a pivotal point in the public discourse on economics and business (BCBS, 1999; Levine, 2003; Solomon and Solomon, 2004). Needless to say that the experiences of the banking crisis in many countries proved the enormous impact of poor governance of banks (Solomon and Solomon, 2004). Consequently, the implementation of rules and codes of practices in corporate governance will play an important role in ensuring sound business practices in the banking industry.

Levine (2003) exposes two characteristics of a bank’s business environment from which emerge some issues in the governance of banks. First, the bank has more opaqueness compared to non-financial firms apparently. Second, usually the banking industry operates in very heavily regulated circumstances. It is obvious that the asymmetry of information is larger in the banks due to the opacity of banks’ business processes. In turn, this opaqueness will constrain the shareholders and debt-holders in monitoring the bank’s management (Levine, 2003; Macey and O’Hara, 2003).

This is similarly true in the arena of the Islamic banking industry. In fact, because of its distinctive character in Islamic banking, Islamic banks have a higher likelihood of potential information asymmetry problems (Archer and Karim 1997; Chapra and Ahmed, 2002; Li, 2003, Fatima and Pramono, 2007).

In fact, corporate governance in Islamic banks is one of the crucial issues raises along with the phenomenal growth of Islamic finance and banking in the last four decades. However, studies in the academic literatures which address the issue of corporate governance of the Islamic bank is still rare, in the early phase and usually in the context of the conventional banks circumstances. (Algaoud and Lewis, 1999; Chapra and Ahmed, 2002; and Fatima and Pramono, 2007).

Nevertheless, the literature on corporate governance issues in Islamic banking is only in the early stage. This is the fact that most of the corporate governance issues in banking have been discussed in the conventional bank circumstances (Algaoud and Lewis, 1999; Chapra and Ahmed, 2002 ; Pramono, 2005; Hameed and Pramono, 2005; and Fatima and Pramono, 2007).

Study of the academic literature which address the issues of Islamic bank corporate governance is rare. This paper intends to shed light the dimensions of perspectives on Islamic bank corporate governance discussed in academic literatures contemporary. . Review on this issue will be discussed within implementation of Islamic corporate governance practices in Indonesia. Following, this paper examines to the extent which the regulatory framework on Islamic bank corporate governance in Indonesia has the congruence appropriateness with the unique characteristic of Islamic bank.

Page 115: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

115JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Dimensions Of Islamic Bank's Corporate Governance Issues In Indonesia: Does Regulatory Framework Matter ?

The structure of the paper is as follows. Section 2 will highlight the uniqueness characteristic of Islamic bank corporate governance and the need for particular regulation on this issue. Then, in section 3, it will explain the regulations related to corporate governance which should be implemented by the Indonesia Islamic bank as the best practice. Following, section 4, it will present a critical review on Indonesian Islamic bank corporate governance. Finally, section 5 will summarise the discussion on this paper in concluding remarks.

2. THE UNIQUENESS AND NEDD FOR ISLAMIC BANK CORPORATE GOVERNANCE REGULATION

A number of preliminary research and literature conclude that Islamic banks’ corporate governance is quite different compared to conventional banks (Algaoud and Lewis, 1999; Fatima and Pramono, 2007). As Algaoud and Lewis (1999) underline that the Islamic bank should comply with Islamic principles in running its operation. Hence, the shariah compliance in Islamic banks and the existing of the Shari’ah Supervisory Board (SSB) will lead to differences in governance mechanisms in Islamic banks.

Besides that, another unique characteristic of the Islamic bank is about its system of saving and financing activities. Since Islamic bank does not apply interest-bearing deposits, as an alternative, profit and loss sharing (PLS) investment accounts, based on mudaraba and musyaraka contracts, are available (Archer and Karim, 1997; Ariffin et. al., 2003). The depositors will get a return based on the profit/loss sharing ratio applied to the investment outcome.

In the other hand, in relation to information asymmetry, Nienhaus (2003) and Li (2003) assert that Islamic banks face adverse selection and moral hazard problems as the bank’s operation is applying the PLS system.

In this sense, Ariffin, Archer and Karim (2003) argue that Islamic bank stipulates more transparency in disclosure its performance due to greater information required by Investment Account Holders (IAH) in monitoring their investment in PLS contracts. Also, they argue that increased transparency will also enhance market discipline in Islamic bank business environment.

Chapra and Ahmed (2002) insist that practicing PLS contracts will give a potential advantage of the Islamic bank to make an enhanced market discipline. As its risks sharing characteristics in Islamic bank operation between the bank and the IAH, this condition will encourage prudential behaviour and higher transparency in dealing relation between the bank and the stakeholders especially the IAH.

Furthermore, some academic literatures have shed light on corporate governance issues with emphasizing on specific topic as can be summarized in Table 1 below:

Page 116: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

116 JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Dimensions Of Islamic Bank's Corporate Governance Issues In Indonesia: Does Regulatory Framework Matter ?

Table 1: Some Literatures on Islamic Corporate Governance Issues with Emphasizing on Specific Topic

Topic Literatures Emphasizing

Islamic corporate governance conceptual framework

Algaoud and Lewis (1999); Chapra and Ahmed (2002), Nienhaus (2003); AAOIFI (2002); IFSB (2005); Hasan (2009)

Shariah governanceAlgaoud and Lewis (1999); AAOIFI (2002); IFSB (2005); Dodik (2012);

Corporate governance structure and mechanism

Archer and Karim (1997); AAOIFI (2002); Li (2003); Nienhaus (2003); IFSB (2005); Dusuki (2006); Ariffin et al. (2003)

Corporate governance regulation

Chapra and Ahmed (2002); AAOIFI (2002); IFSB (2005); Abu-Tapanjaeh (2009)

Issues on regulations and standards on Islamic bank corporate governance practices

Corporate governance disclosure and practice

Pramono (2005); Fatima and Pramono (2007); Dodik (2012); Prasojoharto (2012); Darmadi (2013)

Empirical results on the disclosure of corporate governance practices in Islamic banks

In the other hand, it is noticeable that the landscape for financial services and banking industry has transformed considerably as a consequence changing of liberalization, deregulation, and advanced information technology nowadays. This shifting in bank business environment caused changing in bank operations in the sense of competitive strategy, product and innovations development and internal risk management (Boot and Marinc, 2008).

According to Boot and Marinc (2008, p. 1177), banking sector is perceived as ‘highly regulated industry’, though currently banking business environment has changed from a very rigid structure to be very diverse and dynamic, but because of the problems of financial stability, regulation still play a crucial role in maintaining the sound financial and banking sectors in the economy.

Also, Suzuki (2011, pp. 16-18) in perceiving the process of institutional change and monitoring framework of financial institution, he admits that the regulators and their regulatory capacities are in particularly important aspect in banking landscape. He argues that the relationship of two elements of monitoring activities, namely monitoring of project financing by the banks and supervising the bank’s business by the regulators, is the crucial element in order to create healthy banking system.

Page 117: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

117JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Dimensions Of Islamic Bank's Corporate Governance Issues In Indonesia: Does Regulatory Framework Matter ?

Therefore, taking into account that banking is highly regulated industry and the potential for systemic risk. Claessens (2006) argued that Islamic banks face more risks of non-compliance and weak institutional environments of emerging markets in its banking landscape.

Therefore, specific regulation essentially required in Islamic banking operation related to the structure and mechanism of good corporate governance for Islamic bank (Algaoud and Lewis, 1999; Chapra and Ahmed, 2002; Nienhaus, 2003; Fatima and Pramono, 2007).

Nevertheless, as point out by Archer and Karim (2007, p. 333), in general central bank/financial services authority regulates Islamic bank with the minimum concern of the specificities of Islamic bank’s operation in their regulatory and supervisory guidelines. This unfavorable condition apparently can raise the contradiction impact for the bank or the stakeholders as a whole. Thus, this situation calls for the regulators to come up with a set of corporate governance regulation which can accommodate the unique characteristic of Islamic banks.

3. THE REGULATION OF INDONESIAN ISLAMIC BANK’S CORPORATE GOVERNANCE REGULATIONS

The pioneer effort on this regulation has been initiated by several international institution, such as, AAOIFI (2002) has promulgated Governance Standards for Islamic Financial Institutions (GSIFI) and later IFSB (2005) issued Guiding Principles on Corporate Governance for Institutions Offering only Islamic Financial Services.

In Indonesia, initiatives to improve corporate governance in the banking industry have been carried out by Bank Indonesia (the central bank), Bapepam-LK (Capital Market and Financial Institution Supervisory Agency) and the Indonesian Institute of Accountants (IAI) through a number of regulations and provisions related to corporate governance structures and mechanisms, rules on transparency and accountability as well as the financial accounting and disclosure of the financial report standards.

Following, such efforts were initiated to improve good corporate governance in the corporate sector. On 19 August 1999, the National Committee on Corporate Governance (the Committee) was established as a non-government body by Decree of the Coordinating Minister for Economy, Finance and Industry No.: Kep. 10/M.EKUIN/08/1999 with the task of formulating and recommending a national policy for the implementation of corporate governance (The National Committee on Good Corporate Governance, 2000).

This authority will cover several main duties:

1. Codifying corporate governance principles as a Code for Good Corporate Governance (“the Code”) to be used as a guidance for the Indonesian business circumstance.

2. Initiating improvement laws and legislation in line with the implementation of the Code.

3. Developing the institutional framework to support the implementation of the Code.

Page 118: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

118 JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Dimensions Of Islamic Bank's Corporate Governance Issues In Indonesia: Does Regulatory Framework Matter ?

On 1 May 2000, the Committee published the Code for Good Corporate Governance (the Code). The objective of the Code is “to maximize corporate and shareholder value by enhancing transparency, reliability and accountability, and by promoting creativity and progressive entrepreneurship” (The National Committee on Good Corporate Governance, 2000 p. 3).

Also, Indonesia government has established Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG/National Committee for Governance Policy) on 30 November 2004. This institution has responsibility to observe and enhance good governance circumstances in public and private sectors. Relating to banking sector, KKNG has developed a Banking Commission in which coordinate with financial and banking authorities in focusing for the issues of good corporate governance in banking sector.

Specifically, Bank Indonesia has published the Indonesian Banking Architecture as a basic comprehensive framework of the Indonesian banking system to provide direction, shape, and structure of the banking industry. The Indonesian Banking Architecture includes the principle of good corporate governance practices in the bank as one of the essential objectives to be achieved (Bank Indonesia, 2010).

Wibisono (2009) explains that principles of good corporate governance in the Islamic bank have been accommodated in Indonesian Islamic Bank Act No. 21 Year 2008. This particular act has main objectives to be achieved, consist of (1) legal certainty assurance to the stakeholders and develop confidence of the customer in using Islamic bank’s products; (2) shariah compliance assurance and governance of Shari’ah supervisory Board (SSB) functions, and (3) financial stability creation based of prudential banking system and good corporate governance implementation. More specific in Chapter VI of Islamic Bank Act No. 21 Year 2008 has addressed the issues of good corporate governance, prudential banking and risk management in the Islamic bank.

Following, based on Bank Indonesia Circular Letter No. 12/13/DPBS dated 30 April 2010 (Bank Indonesia, 2010) regarding the implementation of Good Corporate Governance for Islamic Bank and Islamic bank division (Unit Usaha Syariah/UUS), Islamic bank and Islamic bank division are required in implementing good corporate governance in its business operation and perform Good Corporate Governance (GCG) report through a self-assessment method. This effort aims to improve the performance of the bank, to protect the interests of stakeholders and improve regulatory compliance and ethical values (code of conduct) which applies in general to the banking industry. (Bank Indonesia, 2009; Prasojoharto, 2010)

According to Bank Indonesia Circular Letter No. 12/13/DPBS dated 30 April 2010 (Bank Indonesia, 2010) regarding the implementation of Good Corporate Governance for Islamic Bank and Islamic bank division, there are eleven factors that must be assessed and reported by the bank through a self-assessment method. This report covers issues of the performance of Board of Director (BOD), Board of Commissioner (BOC) and board of committees, Shariah compliance aspects, handling of conflict of interests, internal and external audit examination, prudential banking principle and transparency and disclosure policy.

4. CRITICAL REVIEW ON INDONESIAN ISLAMIC BANK CORPORATE GOVERNANCE REGULATIONS

Page 119: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

119JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Dimensions Of Islamic Bank's Corporate Governance Issues In Indonesia: Does Regulatory Framework Matter ?

Even though a number of regulations have enacted by the government and monetary and financial authorities in Indonesia contribute to improving Islamic bank corporate governance performance, some critical reviews can be proposed, i.e.:

? Preparation of regulations does not accommodate the unique characteristics of Islamic banks corporate governance appropriately. It could result in a potential for distorted in setting up the structure, mechanisms and implementation of best practices of corporate governance in Islamic banks. In other words, corporate governance regulation of Islamic banks should include all aspects of corporate governance dimensions since the stakeholders of Islamic bank will consider their preference in dealing with Islamic bank with this reason.

? It seems that “the legitimacy theory” approach in preparing principles and guidelines for corporate governance practices of Islamic banks is dominant in which the implementation of Islamic banks corporate governance solely equal to that practiced by conventional banks. This approach will result in the unavailability of a fit instrument that can measure accurately Islamic bank corporate governance performance comprehensively.

? Preparation of regulations yet to integrate and harmonize the regulations with the Islamic bank’s global corporate governance guidelines and regulations which have been published by AAOIFI and IFSB. This would make the regulations issued for Indonesia’s Islamic banks cannot spur to the international level of regulatory and practices harmonization of Islamic bank corporate governance implementation. In addition, this weakness of accommodative stance will have an impact on the slow acceleration of the creation of best practices and lessons learned in the Islamic banking industry.

? Regulations issued for Islamic banks in Indonesia has not been prepared and adjusted to the approach of macro-prudential policy and micro-prudential supervision approach by the monetary and financial authorities. This will result in goals and instruments of regulation and oversight conducted on Islamic banks are not in line with the existing implementation of Islamic banks corporate governance.

However, we note that the preparation of corporate governance regulation of Islamic banks in Indonesia have been on the right track. In this sense, banking regulator has has avoided to consider a dichotomy in the preparation of a regulation on the basis of Shariah compliance objective and best practice implementation approach. Instead, the banking regulator tends to set up a comprehensive approach to achieve the main aim of good corporate governance principles in order to protect all stakeholders’ interests (especially IAH / Investment Account Holders) and ensure that compliance with Sharia principles fulfilled (IFSB, 2005).

Thus, in realized that the Islamic bank is a business institution with a must to adhere in Islamic economics principles, the need for good corporate governance regulation in accordance with the distinctive character of Islamic bank is indispensable. This is to ensure that the regulation has important implications for Islamic banks as it will be a reference in achieving its business objective and protection for a whole stakeholders of Islamic bank.

In addition, it is worth to concern that facing ahead which triggered by the recent global

Page 120: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

120 JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Dimensions Of Islamic Bank's Corporate Governance Issues In Indonesia: Does Regulatory Framework Matter ?

financial crises, monetary and financial authorities around the world have put in place to strengthen macro-prudential policy and micro-prudential supervision in the banking sector in order to address risks to financial stability and enhance the resilience of financial system.

In this regard, since the impact of internalization forcing on the financial industry, it is beneficial to borrow Suzuki (2011)’s approach in describing monitoring and supervisory framework in Anglo-American banking and financial system (see Figure 1). This pertaining system, in simply with characteristics (1) existence of tight regulations on commercial banking operation and competitive business environment, (2) important role competitive securities market as result of greater flow and better allocation of saving mobilization, and (3) financial intermediary is relying on specialization and division of labor under functions of credit risk screening and monitoring.

This paper intends to presume that facing ahead which are triggered by the recent global financial crises, monetary and financial authorities around the world have put in place strengthening macro-prudential policy and micro-prudential supervision in the banking sector in order to address risks to financial stability and enhance the resilience of financial system.

Hence, this paper depicts the monitoring and supervisory framework in the banking sector as a proposed model in Figure 1 below:

This model aims to integrate the objectives of macro-prudential policy and micro-prudential supervision in congruence with the fundamental objective of corporate governance of Islamic banks.

FIGURE 1. Proposed Strengthening Monitoring and Supervisory Framework in Islamic Bank

Adapted from: Suzuki (2011)

Page 121: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

121JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Dimensions Of Islamic Bank's Corporate Governance Issues In Indonesia: Does Regulatory Framework Matter ?

In this relation, the expected strategic outcomes in this regulatory and supervisory regime are realization of (1) ability of Islamic banks to mitigate systemic risk in creating financial stability landscape, (2) realizing the market discipline mechanism which will establish efficient Islamic banking market, and (3) presenting transparency that will prevent information asymmetry and moral hazard.

Hence, strengthening macro-prudential policy and micro-prudential supervision in the banking sector alongside in conformance of Islamic bank corporate governance regulation will become a necessary condition in order to address systemic risks and present sound business in Islamic bank industry.

5. CONCLUDING REMARKS

The corporate governance in Islamic banks has emerged alongside the significance of the expanding number of Islamic financial institutions grow rapidly all over the world as seen over the last three decades (Algaoud and Lewis, 1999; Chapra and Ahmed; 2002; Fatima and Pramono, 2007, Archer and Karim, 2007).

As discussed above, the acknowledgement of Islamic bank’s corporate governance theory is quite new in academic discussion, it is important to develop “theoretical background” for the uniqueness characteristics inherently attached to Islamic banks.

Almost all of the existing regulations on Islamic bank especially in good corporate governance issues have been developed in the circumstances of conventional bank, hence it could be deviated from optimal impact should be resulted in purposes of regulation.

Therefore, specific regulation essentially required in Islamic banking operation related to the structure and mechanism of good corporate governance for Islamic bank (Algaoud and Lewis, 1999; Chapra and Ahmed, 2002; Nienhaus, 2003; Fatima and Pramono, 2007).

Nevertheless, in general central bank/financial services authority regulates Islamic bank with the minimum concern of the specificities of Islamic bank’s operation in their regulatory and supervisory guidelines (Archer and Karim, 2007, p. 333). This unfavorable condition apparently can raise the contradiction impact for the bank or the stakeholders as a whole.

Hence, this situation calls for the regulators to come up with a set of corporate governance regulation which can accommodate the unique characteristic of Islamic banks.

Some pioneer efforts on this particular regulation has been initiated by several international institution, such as, AAOIFI and IFSB. AAOIFI (2002) has promulgated Governance Standards for Islamic Financial Institutions (GSIFI) and later IFSB (2005) issued Guiding Principles on Corporate Governance for Institutions Offering only Islamic Financial Services.

In Indonesia, even though a number of regulations have enacted by the government and monetary and financial authorities in Indonesia contribute to improving Islamic bank corporate governance performance, some critical reviews can be proposed including that preparation of regulations does not accommodate the unique characteristics of Islamic banks corporate governance appropriately; “the legitimacy theory” approach is still dominant in developing

Page 122: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

122 JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Dimensions Of Islamic Bank's Corporate Governance Issues In Indonesia: Does Regulatory Framework Matter ?

the regulation; the regulations yet to integrate and harmonize into the Islamic bank’s global corporate governance guidelines and regulations, and the importance to updating the regulation into the approach of macro-prudential policy and micro-prudential supervision approach by the monetary and financial authorities currently.

REFERENCES

AAOIFI. 2002. Accounting and Auditing Standards for Islamic Financial Institutions. Manama, Bahrain: Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions (AAOIFI)

Abu-Tapanjeh, A.M. 2009. Corporate governance from the Islamic perspective: A comparative analysis with OECD principles. Critical Perspective on Accounting 20, 556-557.

Algaoud, LM. & Lewis, MK. 1999. Corporate governance in Islamic banking: The case of Bahrain. International Journal of Business Studies, 7(1): 56-86.

Archer, S. & Karim, A.A.A. 1997. Agency theory, corporate governance and the accounting regulation of Islamic banks. Research in Accounting Regulation. Supplement 1:97-114.

Archer, S. & Karim, A.A.A. 2007. Specific Corporate Governance Issues in Islamic Banks. In Archer, S. & Karim, R.A.A. (Eds.). Islamic Finance: The Regulatory Challenge (pp. 310-341). John Singapore: Wiley & Sons (Asia) Pte. Ltd.

Ariffin, N.M., Archer, S. and Karim R.A. 2003. Enhancing transparency of Islamic banks: A Literature Review. Refereed Paper, International Islamic Banking Conference, 9-10 September 2003, Prato, Italy.

Bank Indonesia. 2009, Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/ 33 /PBI/2009 Tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum Syariah Dan Unit Usaha Syariah.

Bank Indonesia. 2010, Surat Edaran Bank Indonesia No. 12/13/DPBS tertanggal 30 April 2010 perihal Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.

Basel Committee on Banking Supervision. 1999. Enhancing corporate governance for banking organization. Basel: BCBS

Boot, W.A., & Marinc, M. 2008. The Evolving Landscape of Banking. Industrial and Corporate Change. 17(6): 1173-1203.

Chapra, M. U. & Ahmed, H. 2002. Corporate governance in Islamic financial institutions. Occasional Paper No. 6. Jeddah: Islamic Research and Training Institute, Islamic Development Bank.

Claessens, S. 2006. Corporate Governance of Islamic Banks: Why is Important, How is

Page 123: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

123JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Dimensions Of Islamic Bank's Corporate Governance Issues In Indonesia: Does Regulatory Framework Matter ?

it Special and What does this Imply?. The World Bank Financial Sector Network, The Islamic Financial Services Board.

Darmadi, S. 2013. Corporate governance disclosure in the annual report: An exploratory study on Indonesian Islamic banks, Humanomics, 29(1):4 – 23.

Dusuki, A.W. 2006. Corportae governance and stakeholders management of Islamic financial institutions. Paper presented at National Seminar on Islamic Banking and Finance in Nilai, KUIM.

Fatima, A.H. & Pramono, S. 2007. Governance Committee and Governance Audit Model in Islamic Banks: How will It Resolve the Problem of Information Asymmetry?, paper presented at IIUM International Conference on Islamic Banking and Finance, April 20-23.

Goodhart, C., Hartmenn, P., Llewllyn, D., Suarez, L.R. & Weishbrod, S.(Eds.). 1998. Financial Regulation, Why, How and Where Now?. London: Routledge.

Hameed, S. & Pramono, S. 2005. Analysis of Corporate Governance Disclosure in Islamic Banks’ Annual Report: Comparative Study of Islamic Banks in Indonesia and Malaysia, paper presented at International Conference VI on Accounting, Finance and Commerce from Islamic Perspective 29-31 March 2005, Jakarta.

IFSB. 2005. Guiding Principles on Corporate Governance for Institutions Offering only Islamic Financial Services (Excluding Islamic Insurance (Takaful) Institutions and Islamic Mutual Funds). Kuala Lumpur, Malaysia: Islamic Financial Services Board (IFSB).

Iqbal, Z. & Mirakhor, A. 2004. Stakeholders model of governance in Islamic economics system. Islamic Economic Studies. 11(2):43-63.

Jensen, M.. & Meckling, W.H. 1976. Theory of the firm: Managerial behavior, agency costs and ownership structure. Journal of Financial Economics. 3(4): 305-360.

Karim. R.A.A. 2004. Corporate governance, market discipline, and regulation of Islamic banks. Keynote address presented at the 2nd International Islamic Banking Conference, 9-10 September. Monash University, Kuala Lumpur, Malaysia.

Levine, R. 2003. The corporate governance of banks: A concise discussion of concepts and evidence. Discussion paper in Global Corporate Governance Forum, Washington DC.

Li, S. 2003. The asymmetric information problem: A comparison of conventional banking with Islamic banking. Refereed Paper, International Islamic Banking Conference, 9-10 September 2003, Prato, Italy.

Macey, J.R., O’Hara, M., 2003, The corporate governance of banks, FRBNY Economic Policy Review 9, 91-107

Nienhaus, V. 2003. Corporate governance in Islamic banks. Paper presented in the International Conference on Islamic Banking: Risk Management, Regulation and Supervision, Jakarta.

Page 124: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

124 JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Dimensions Of Islamic Bank's Corporate Governance Issues In Indonesia: Does Regulatory Framework Matter ?

Pramono, S. 2005. Corporate Governance Disclosure in Islamic Banks’ Annual Report: Comparative Study of Islamic Banks in Indonesia and Malaysia. Unpublished Master thesis at Kulliyah of Economics and Management Sciences, IIUM, Kuala Lumpur Malaysia, 2005.

Prasojoharto, P. 2012. Analisis Praktik Good Corporate Governance Self Assessment Berdasarkan Model Bank Indonesia dan Keterkaitannya dengan Kinerja Keuangan Bank Umum Syariah di Indonesia, Unpublished Master Thesis Universitas Paramadina, Jakarta.

Siswantoro, D. 2012. A critique of Islamic banks’ good corporate governance report in Indonesia. Journal of Islamic Business and Management 2(2), 31-44.

Solomon, J. & Solomon, A. 2004. Corporate governance and accountability. West Sussex, England: John Wiley & Sons Ltd.

Sulaiman, M. & Abdul Latiff, R. 2003. Corporate reporting for Islamic banks: Between idealism and pragmatism. Refereed Paper, International Islamic Banking Conference, 9-10 September 2003, Prato, Italy.

Suzuki, Y. 2011. Japan’s financial slump: Collapse of the monitoring yystem under Institutional and transition failures. London: Palgrave Macmillan.

Wibisono, Y. 2009. Politik Ekonomi UU Perbankan Syariah Peluang dan Tantangan Regulasi Industri Perbankan Syariah. Bisnis dan Birokrasi, Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi. Mei-Agustus: 105-115.

Wright, D.W. 1996. Evidence on the relation between corporate governance and characteristic and the quality of financial reporting. Working paper at University of Michigan Business School, at http://eres.bus.umich.edu/docs/workpap/wp9601-18.pdf

Page 125: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

125JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

WAWANCARA DENGAN SAPTO WALUYO DIREKTUR EKSEKUTIF CENTER FOR INDONESIAN REFORM (CIR)

ISU : KEAMANAN DALAM NEGERI, PEMBANGUNAN EKONOMI, DAN MASA DEPAN ISLAM

INTERVIEW

TANYA :

Apakah faktor pertentangan ideologis masih saja menjadi pemicu munculnya masalah keamanan di Indonesia?

JAWAB :

Sebenarnya faktor ideologi sudah mulai mencair karena masyarakat dicekam oleh masalah ekonomi. Demikian pula partai-partai politik sebagian sudah meninggalkan identitas ideologi untuk meraih dukungan masyarakat yang lebih luas. Apalagi, para elite politik sudah terbiasa melakukan kompromi ideologis demi kepentingan ekonomi pribadi/kelompok.

Namun, saat kondisi ekonomi memburuk, masyarakat biasanya mencari pegangan ideologis. Sehingga penguatan ideologis tampil dalam lingkungan yang rawan. Ada pula elite politik yang memanfaatkan faktor ideologis saat menghadapi masalah domestik atau tekanan internasional. Ideologi jadi alat pemersatu untuk menghadapi konflik. Tak jarang penguasa menggunakan ideologi untuk menekan oposisi. Di situ muncul masalah keamanan.

TANYA :

Apakah menurut Bapak pertentangan ideologi di masa lalu sebenarnya sebuah tipuan belaka untuk memperdaya suatu bangsa agar lemah dan bergantung pada suatu kekuatan internasional?

Page 126: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

126 JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Isu : Keamanan Dalam Negeri, Pembangunan Ekonomi, Dan Masa Depan Islam

JAWAB :

Dulu adalah zaman ideologi, ketika bangsa baru merdeka dan memerlukan identitas nasional untuk merekatkan kelompok yang berbeda: suku, agama dan kepentingan politik. Ideologi berperan dominan dan para elite Pendiri Bangsa sangat piawai mengelolanya. Namun, proses ideologisasi juga ada batasnya agar tidak muncul gejala otoriterianisme seperti Demokrasi Terpimpin dan nasionalisme yang sempit (gejala konfrontasi dengan Malaysia).

Jika proses ideologisasi sudah mantap, mestinya dilanjutkan pembangunan sistem kenegaraan dan peningkatan kesejahteraan ekonomi rakyat. Itu yang gagal dilakukan Soekarno dan coba dirintis Soeharto pada masa Orde Baru. Tragisnya, kemudian Soeharto menjadi modernisasi dan pertumbuhan ekonomi menjadi ideologi baru, dan menekan elemen demokrasi. Kekuatan asing masuk di era rezim Soeharto melalui invesrasi ekonomi (Jepang) dan penguasaan sumber daya alam (Amerika Serikat).

TANYA :

Soekarno mengakui terdapat tiga ideologi besar yang membentuk Indonesia mutakhir, yaitu nasionalisme, Islam dan marxisme, apakah perspektif Soekarno itu masih relevan untuk tantangan Indonesia dewasa ini?

JAWAB :

Sebagian pandangan Soekarno masih ada yang relevan saat ini, tapi ada juga yang tidak berlaku. Misalnya, tentang nasionalisme tak bisa didefinisikan secara sempit, karena sudah berkembang regionalisme. Misal, kita mendukung Masyarakat Ekonomi ASEAN, apakah itu bermakna tidak nasionalistis lagi? Demikian pula, marxisme sudah mengalami revisi besar sejak bubarnya Uni Sovyet pasca perang berkepanjangan dengan Afghanistan. Bahkan, China kini praktis menerapkan ekonomi kapitalis, meski partai komunis yang berkuasa. Itu gejala paradoks global.

Yang juga berubah adalah pandangan dunia Islam semakin kosmopolitan, tak lagi lokal dan nasionalistik. Hal ini menimbulkan sikap ambigu dalam politik internasional: apakah Islam dibiarkan sebagai aktor global atau dihadang?

INT

ERV

IEW

Page 127: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

127JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Isu : Keamanan Dalam Negeri, Pembangunan Ekonomi, Dan Masa Depan Islam

TANYA :

Sejauh mana ketiga ideologi itu masih saja terus bersaing dalam memperebutkan pengaruh di dalam masyarakat maupun di dalam pemerintahan?

JAWAB :

Pengaruh ideologi berbeda-beda di tiap negara, termasuk pada era tertentu. Saat ini, pasca Pilpres 2014, kita menyaksikan rezim Populis yang berkuasa. Secara formal, PDIP menyebut berideologi nasional, namun ada unsur sosialis dan Kristen yang berperan. Pada masa Taufik Kiemas masih hidup, ada upaya mengakomodasi sayap nasionalis Muslim lewat ormas Baitul Muslimin Indonesia, namun kini redup.

Partai besar lainnya menjual nasionalisme baru (Gerindra) atau demokrasi (Golkar dan PD), termasuk partai baru (Nasdem). Partai berbasis massa Islam kurang percaya diri, sehingga menampilkan wajah nasionalisme (PKB dan PAN) atau Islam yang didomestikasi dalam kerangka Pancasila/NKRI (PPP dan PKS). Konstelasi kekuatan sekarang relatif merata, sehingga kompetisi akan berlangsung dinamik.

TANYA :

Apakah ada modus-modus baru maupun arena-arena baru dalam persaingan ketiga unsur ideologi tersebut dibandingkan dengan pola-pola di masa lalu?

JAWAB :

Modus baru, pendukung ideologi lama menyusup ke partai berpengaruh, seperti eksponen marxisme di PDIP atau liberalisme di PD dan PKB. Suatu hari mungkin membawa perubahan kepemimpinan dalam partai.

Arena baru sekarang sudah merambah sektor budaya. Persaingam ideologi mulai terlihat dalam produk budaya semisal film layar lebar atau sinetron TV. Walaupun produsen hiburan didominasi kalangan Chinese dan India, benturan nilai dan kepentingan melibatkan hampir semua pihak.

Page 128: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

128 JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Isu : Keamanan Dalam Negeri, Pembangunan Ekonomi, Dan Masa Depan Islam

TANYA :

Sebagaimana yang bapak ketahui juga, persaingan internasional dewasa ini dalam memperebutkan sumber-sumber bahan baku dan pasar semakin keras dan variatif yang pada akhirnya mengancam keamanan Indonesia juga, bagaimana bapak melihat tantangan ini?

JAWAB :

Betul sekali, Indonesia sedang dan akan mengalami kelangkaan energi dan pangan. Itu faktor paling rawan dalam ketahanan nasional kita. Swasembada pangan yang sudah dirintis pada masa Mentan Anton Apriyantono (2004-2009), kini mulai melemah. Importasi bahan pangan dan fluktuasi harga pangan tak lain adalah bentuk imperialisme baru. Negara dikuasai oleh para mafia dan rakyat dibuat sengsara. Salah urus dalam masalah energi membuat kekayaan alam Indonesia seperti fatamorgana.

TANYA :

Bagaimana bapak melihat RRC dewasa ini, apakah negara itu sudah menampakkan diri secara nyata sebagai ancaman Indonesia beberapa tahun ke depan?

JAWAB :

RRC telah menjadi ancaman nasional sejak beberapa tahun lalu. Contonya, saat krisis keuangan 1997, sebagian besar pengemplang BLBI lari ke RRC atau negara lain yang dapat menyimpan uang panas. Setelah kondisi ekonomi normal, sebagian mereka balik lagi dengan menggunakan nama lain untuk membeli aset yang sudah disita/jual. Kejahatan ekonomi tak pernah terungkap, semacam impunitas ekonomi.

Di masa depan dominasi RRC akan semakin besar, apalagi Indonesia belum mampu memperbaiki fundamental ekonomi nasional dengan basis industri atau ekonomi kreatif.

INT

ERV

IEW

Page 129: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

129JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Isu : Keamanan Dalam Negeri, Pembangunan Ekonomi, Dan Masa Depan Islam

TANYA :

Bagaimanakah seharusnya Indonesia memperlakukan RRC secara menguntungkan atau malah sebenarnya Indonesia cepat atau lambat akan ditelan oleh negara itu?

JAWAB :

Dari segi kebijakan belum terlihat lañgkah yang memperkuat kepentingan nasional. Bahkan, ada gejala yang harus diwaspadai bersama, misal MoU pemerintahan baru dengan Chinese Investment Fund yang tidak transparan. Perlu dilakulan keseimbangan hubungan dengan negara investor lain, seperti Jepang, Korea Selatan atau negara Timur Tengah.

TANYA :

Apakah ada kemungkinan RRC akan memanfaatkan ikatan emosional sebagian masyarakat Indonesia keturunan sebagai proxi RRC?

JAWAB :

Bisa saja terjadi karena filsafat kaum Chinese, dimana saja mereka akan terikat dengan tanah kelahiran dan wasiat leluhur. Apalagi, sejak zaman penjajahan Belanda, kaum Chinese sudah menjalankan peran intermediasi.

TANYA :

Jika kemungkinan itu ada, bagaimanakah seharusnya Indonesia mencegahnya agar tidak menimbulkan kesulitan yang besar bagi negara ini?

Page 130: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

130 JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Isu : Keamanan Dalam Negeri, Pembangunan Ekonomi, Dan Masa Depan Islam

JAWAB :

Nah, untuk WNI keturunan Chinese yang harus membuktikan “nasionalisme”nya. Apakah Indonesia hanya sebagai pasar atau tempat transit, ataukah Tanah air yang harus dimakmurkan bersama? Sementara Pemerintah RI menunjukkan otensitasnya sebagai pelindung WNI dan pembawa kemakmuran rakyat. Jangan sampai pemerintah hanya melayani kepentingan individu/kelompok tertentu, hanya karena modal yang besar.

TANYA :

Sebagai orang yang pernah studi di Singapura, bagaimanakah Bapak melihat Singapura dewasa ini dalam hubungannya dengan Cina Raya?

JAWAB :

Singapura memainkan peran strategik, sebagai pusat perpindahan modal dan sumber daya di kawasan Asia Tenggara. Meskipun kapasitasnya terbatas (karena faktor wilayah dan jumlah penduduk), tapi mereka menyiapkan fasilitas terbaik dan jaminan kepastian bisnis/hukum, sehingga meningkatkan kepercayaan para investor dunia. Singapura menjadi titik masuk China ke kawasan Asia Tenggara agar lebih mudah diterima. Sebenarnya peran serupa bisa dijalankan Thailand, namun kondisi domestiknya kurang stabil. Posisi Singapura akan menghadapi tantangan berat, pasca kepemimpinan Lee Kuan Yew, yang saat ini sedang memasuki masa akhir.

TANYA :

Bagaimana sebenarnya ide tentang kesatuan politik global masyarakat Cina di seluruh dunia?

Page 131: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

131JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Isu : Keamanan Dalam Negeri, Pembangunan Ekonomi, Dan Masa Depan Islam

JAWAB :

Jaringan ekonomi global Chinese sudah terbangun di berbagai kawasan, tak cuma di benua Asia. Kita menyaksikan pengaruh China di benua Afrika yang menguasai sumber daya di beberapa negara. Jika kepentingan utama China sudah terpenuhi secara ekonomi, mungkin China berpikir tak perlu ada kesatuan politik. Sebab, hal itu akan menyebabkan bangkitnya sikap anti Chinese di berbagai kawasan, sangat tidak menguntungkan. Lebih rasional, bila China menanamkan pengaruh kepada penguasa di tiap negara yang berpotensi strategis.

TANYA :

Adakah ada perbedaan orientasi dan jalur antara Cina Perantauan dengan Cina Daratan?

JAWAB :

Perbedaan orientasi ditentukan oleh lingkungan dimana kaum Chinese tinggal. Chinese perantauan akan beradaptasi dengan negara dimana mereka tinggal dan berusaha untuk tetap survive. Mereka akan membentuk identitas lokal/nasional yang khas, walaupun orientasi akhir tetap ke negeri leluhur.

Sedang Chinese daratan mencoba untuk mempertahankan stabilitas dan persatuan wilayahnya yang sangat luas. Perkembangan unik terjadi di Hongkong, saat kelas menengahnya melakukan protes terhadap pemerintahan otonom yang dinilai tidak demokratis. Sehingga meletus demonstrasi besar untuk jangan waktu cukup lama. Karena mereka menyadari kondisi di RRC tidak cukup ideal, masih banyak pembatasan dan pelanggaran atas hak warga negara.

TANYA :

Adakah kedua elemen ini dipersatukan oleh suatu institusi atau simpul, dan apakah simpul-simpulnya?

Page 132: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

132 JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Isu : Keamanan Dalam Negeri, Pembangunan Ekonomi, Dan Masa Depan Islam

JAWAB :

Secara terbuka kita belum menyaksikan tampilnya semacam World Chinese Congress, tapi mungkin saja dilakukan secara terbatas/tertutup dengan cover ekonomi global. Yang jelas, Komintern sudah jarang terdengar sebagai payung Partai Komunis sedunia. Namun, PKC cukup aktif mengundang partisipasi berbagai negara untuk mnghadiri berbagai agenda di China.

TANYA :

Sebagaimana yang kita tahu, sebagian besar ekonomi Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara dikuasai oleh warga yang beretnik Cina, apakah dalam konteks RRC yang semakin agresif, kenyataan ini akan malahan akan berbahaya bagi kedaulatan dan kekuatan nasional kita?

JAWAB :

Definisi kita harus jelas lebih dulu, bahwa kedaulatan nasional adalah kepentingan seluruh rakyat Indonesia, bukan hanya penguasa atau kelompok tertentu. Kita harus memeriksa dan mengawasi aksi suatu kelompok (termasuk Chinese) ikut memperkuat atau memperlemah posisi Indonesia dalam interaksi antar bangsa. Misalkan, saat ini banyak produk alat transportasi buatan Chinese yang diimpor ke Indonesia, berupa bus publik. Sebelumnya juga, beberapa tahun lalu kita impor pesawat terbang berkapasitas sedang dari RRC, dan sebentar lagi konon kita mengimpor kapal ferry dari RRC.Apakah semua itu, benar-benar dibutuhkan sarana transportasi kita di darat, laut dan udara? Atau hanya kepentingan sesaat. Padahal, Indonesia mungkin bisa memproduksi sendiri atau mencari produk yang lebih berkualitas, dengan harga bersaing.

TANYA :

Perlukah dibentuknya kerjasama bangsa-bangsa serumpun di kawasan Asia Tenggara untuk mengantisipasi ancaman Cina di masa depan?

Page 133: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

133JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Isu : Keamanan Dalam Negeri, Pembangunan Ekonomi, Dan Masa Depan Islam

JAWAB :

Tentu saja perlu, karena kita dan negara-negara sekawasan yang paling tahu tentang kepentingan bersama. MEA yang sudah dipersiapkan sejak beberapa tahun lalu adalah wujud penting wadahnya regionalisme dalam konteks ekonomi. Bila tidak dikelola dengan baik, maka ASEAN hanya akan jadi korban atau pasar semata dari interaksi yang dibangun negara lain (RRC).

TANYA :

Sekarang bagaimana bapak melihat isu terorisme dihubungkan dengan globalisasi dan persaingan antar negara dalam sistem pasar dewasa ini?

JAWAB :

Isu terorisme global sudah masuk tahap yang paling memuakkan dan mengkhianati prinsip perdamaian dan ketertiban dunia. Kebanyakan stigma teroris ditujukan kepada negeri-negeri atau kelompok-kelompok Islam yang sedang memperjuangkan hak hidup/politiknya. Misalnya, isu tentang ISIS muncul setelah kondisi Irak tak bisa dikendalikan sepenuhnya oleh koalisi Amerika Serikat dan konflik di Suriah juga semakin meluas.Negara Barat (terutama AS) memerlukan suatu sosok/kelompok yang dipersepsikan oleh komunitas internasional sebagai “ancaman bersama”, sehingga mereka bisa menggalang kekuatan global dan menghemat energi nasionalnya. Kemunculan ISIS memiliki dua target yang beriringan. Pertama, sebagai jalan keluar Barat untuk lepas tanggung jawab dari krisis yang berlarut-larut di Irak dan Suriah. Dulu, Barat pernah mengalami hal serupa di Afghanistan, sehingga muncul fenomena Al-Qaedah. Dalam kenyataannya, kelompok yang disebut ISIS hanya pecahan dari Al-Qaedah di Irak dan Suriah.Target kedua, tak banyak orang menyadarinya, Barat (terutama AS) ingin menggangu negeri Muslim yang sedang tumbuh kekuatan ekonomi dan politiknya, yaitu Turki. Dengan isu ISIS, fokus pemerintahan Recep Tayeb Erdogan bisa terpecah antara penguatan domestik dan penyelesaian masalah perbatasan/regional. Semoga pemimpin-pemimpin Muslim di dunia menyadari jebakan politik itu dan mampu mengatasinya.

Page 134: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

134 JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Isu : Keamanan Dalam Negeri, Pembangunan Ekonomi, Dan Masa Depan Islam

TANYA :

Mengapa perspektif Barat terhadap isu terorisme tampak begitu saja ditelan oleh banyak pihak di internal Indonesia, termasuk institusi keamanan dalam negeri kita?

JAWAB :

Persoalan utama karena elite petinggi di Indonesia tidak memiliki “persepsi ancaman nasional” yang sama. Semua terjebak pada kepentingan pribadi atau kelompok/sektornya masing-masing. Sehingga energi nasional kita terpecah ke berbagai arah yang saling bertabrakan. Negara, terutama aparat keamanan, tidak lagi melindungi seluruh WNI, tapi memandang sebagian WNI sebagai ancaman bagi kekuasaannya.

TANYA :

Mengapa jarang sekali kita melihat pejabat keamanan kita mendefinisikan isu terorisme sebagai modus untuk mengintervensi keamanan dalam negeri suatu negara?

JAWAB :

Mungkin elite pemimpin negeri memiliki rasa minder bila berhadapa dengan kekuatan asing. Bisa jadi karena mereka pernah mendapat jasa (pendidikan misalnya) atau memiliki hubungan khusus sebelumnya. Sehingga orientasi kepada perlindungan WNI, tanpa diskriminasi, menjadi lemah. Apalagi, upaya untuk menjaga kedaulatan nasional, kadang tenggelam oleh kepentingan politik sesaat.

TANYA :

Mengapa di antara sekian banyak agama di dunia ini, hanya Islam yang paling banyak terhimpit dengan isu terorisme?

Page 135: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

135JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Isu : Keamanan Dalam Negeri, Pembangunan Ekonomi, Dan Masa Depan Islam

JAWAB :

Karena Islam punya potensi untuk mempengaruhi dunia dalam jangka panjang. Di masa lalu, peradaban Islam terbukti telah membentuk wajah dunia yang maju, adil dan sejahtera. Maraknya gejala Islamophobia di Eropa, misalnya dengan kasus Charlie Hebdo, antara lain dilatarbelakangi perkembangan demografi Muslim Eropa. Dalam jangka waktu, 20-30 tahun ke depan diperkirakan Islam akan menjadi agama nomor satu di benua Eropa. Tentu saja hal itu menggelisahkan kelompok ultranasionalis dan anti-emigran.

TANYA :

Faktor-faktor internal apa saja dan faktor-faktor ekternal apa saja menurut bapak sehingga Islam sangat terkait dengan masalah terorisme?

JAWAB :

Faktor internal di negeri Muslim, memang harus diakui, masih ada kelompok radikal dan ekstrem. Mereka biasanya menjadi korban kezaliman di masa lalu dan kini yang tak tersalurkan aspirasinya. Mereka mudah diprovokasi karena mengalami kesulitan secara sosial-ekonomi.

Faktor eksternal karena negara-negara Barat yang sebagian kapitalistik itu mengalami problema di dalam negerinya (seperti resesi ekonomi di AS dan Eropa), sementara mereka sudah telah telanjur mengklaim sebagai penjaga keamanan dunia. Hubungan AS dan Rusia juga terus memanas, misalnya dalam kasus Ukraina. Konflik yang permanen itu akhirnya dicari saluran pelepasnya, kebetulan di negeri-negeri Muslim yang menjadi titik pertemuan semua kepentingan. Maka, dirancanglah skenario untuk mengukur kekuatan.

TANYA :

Sebenarnya, sekiranya terdapat suatu pemerintahan yang adil, bersih dan efektif, apakah menurut bapak keamanan dengan sendirinya dapat tercipta?

Page 136: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

136 JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Isu : Keamanan Dalam Negeri, Pembangunan Ekonomi, Dan Masa Depan Islam

JAWAB :

Keadilan menjadi faktor untuk terwujudnya ketertiban, meskipun kondisi ekonomi mungkin belum sejahtera. Jika keadilan diiringi dengan kesejahteraan, maka lengkaplah prasyarat untuk hadirnya ketertiban sosial. Sebab, tidak ada alasan bagi kelompok manapun untuk melanggar ketertiban. Mereka akan dihadapi oleh sebagian besar masyarakat yang merasa terganggu dengan ulahnya yang melampaui batas.

TANYA :

Mengapa menurut bapak dalam 70 tahun usia Republik ini, tujuan mewujudkan pemerintahan yang adil dan memuaskan hati semua rakyat belum kunjung kita dapatkan? Apakah hal itu tidak mungkin, padahal kita sudah mencoba bertahun-tahun berbagai sistem dari Orla, Orba hingga Orjo (Orde Jokowi)?

JAWAB :

Pemerintahan sekarang menyebut dirinya sebagai Kabinet Kerja, dengan semboyan “kerja, kerja, kerja”. Semoga niat dan janji itu benar-benar diwujudkan dalam karya nyata. Pada 100 hari pertama atau mungkin sampai satu semester nanti, kita belum melihat kerja yang efektif. Misalnya, kebijakan ekonomi belum memperkuat fundamental nasional, bahkan sekarang cenderung melemah. Kebijakan politik juga sarat dengan intervensi terhadap kelompok yang berseberangan kepentingan, sehingga dapat menggoyahkan pilar demokrasi, terutama penguatan partai politik. Kekecewaan rakyat semakin luas, terhadap lemahnya penegakan hukum dan pemberantasan korupsi, sehingga rezim populis mulai kehilangan legitimasi perlahan-lahan.

TANYA :

Dapatkah hal itu karena sistem yang diterapkan mengabaikan islamic complience (pemenuhan aspek Islam) mengingat yang harus menjalankan adalah penduduknya yang mayoritas adalah Muslim?

Page 137: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

137JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Isu : Keamanan Dalam Negeri, Pembangunan Ekonomi, Dan Masa Depan Islam

JAWAB :

Mungkin saja, bila dilakukan riset yang serius terhadap sikap dan persepsi Pemilih Muslim (voters) sebagai mayoritas. Banyak janji di masa kampanye, bahkan yang sudah ditetapkan sebagai kebijakan pembangunan nasional (Nawa Cita) belum terpenuhi.

TANYA :

Pemerintahan yang bersih dan memuaskan adalah cermin ideal dari suatu dambaan masyarakat. Tetapi ada suatu hukum, pemerintahan adalah cerminan riil dari masyarakat. Bila masyarakatnya korup, maka pemerintahannya pun akan korup. Setujukah bapak dengan hukum ini?

JAWAB :

Rakyat memang yang memilih pemimpinnya, tapi kualitas seorang Pemimpin dapat mengubah kondisi masyarakat. Sejarah memperlihatkan contoh ideal, Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang membawa perubahan drastik di tengah masyarakat yang mengalami kemerosotan. Erdogan di masa modern menunjukkan contoh lain, betapa pemimpin yang konsisten dapat memulihkan kondisi negara/Turki yang nyaris mengalami kebangkrutan. Di situ, kualitas kepemimpinan diuji, apakah otentik atau hanya abal-abal.

TANYA :

Lantas, tidakkah sebaiknya untuk mencapai pemerintahan yang bersih dan mememuaskan, maka masyarakatnya dulu yang harus dibersihkan?

Page 138: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

138 JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Isu : Keamanan Dalam Negeri, Pembangunan Ekonomi, Dan Masa Depan Islam

JAWAB :

Proses perbaikan harus dilakukan simultan, mulai dari edukasi publik mulai dari ranah keluarga dan sekolah: perlu ditanamkan nilai-nilai baru dan contoh kongkrit di berbagai level. Proses ini mungkin akan memakan waktu, tapi merupakan basis sosial yang penting.

Proses lain, reformasi lembaga kenegaraan dengan membangun sistem dan menampilkan tokoh yang kompeten di berbagai bidang. Di situ perlu partai politik yang bersih dan berpengaruh, serta jaringan pendukung yang luas di berbagai sektor, termasuk di sektor keamanan dan pertahanan yang sering menjadi titik lemah pemerintahan bersih.

TANYA :

Terkait kesenjangan ekonomi nasional kita yang semakin lebar, bukankah hal ini adalah ancaman terhadap keamanan dalam negeri?

JAWAB :

Sudah pasti. Sumber kerawanan dan instabilitas bermula dari ketimpangan sosial-ekonomi. Hal itu kemudian dipolitisasi oleh kelompok tertentu dengan nuansa kedaerahan (hingga menuntut merdeka) atau nuansa ideologis/agamis (munculnya gerakan radikal).

TANYA :

Mengapa seolah ancaman kesenjangan ekonomi tidak dipandang kritikal seperti halnya terorisme dan separtisme?

Page 139: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

139JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Isu : Keamanan Dalam Negeri, Pembangunan Ekonomi, Dan Masa Depan Islam

JAWAB :

Karena sebagian elite petinggi lebih suka menangani simptom (gejala di permukaan) ketimbangan akar persoalan yang mendasar. Bahkan, ada yang suka mengalihkan perhatian dan mengejar proyek tertentu dengan mengorbankan hak/martabat WNI. Mestinya kita segera menyelesaikan ancaman fundamental/kesenjangan, agar terhindar dari dampak ikutannya.

TANYA :

Sejarah kerusuhan menunjukkan berkaitan dengan persoalan kesenjangan dan konsentrasi kekuasaan ekonomi yang mencolok pada segolongan kecil di dalam masyarakat, mengapa tiada dipecahkan dari masa ke masa secara permanen?

JAWAB :

Sistem demokrasi ini memiliki kecenderungan buruk, pergantian pemerintahan berarti pergantian kebijakan. Tidak ada konsistensi kebijakan untuk menyelesaikan masalah secara tuntas, yang mungkin sudah pernah dirintis pemerintahan sebelumnya. Rezim baru memulai dari nol, hanya untuk mendapatkan poin kredit, padahal persoalan tidak pernah terpecahkan.

TANYA :

Adakah mungkin pihak tertentu justru menikmati ancaman keamanan dari sisi kesenjangan ekonomi ini sebagai keuntungan sempit mereka? Jika ada, bagaimanakah sebaiknya pihak semacam itu dapat dieliminasi?

Page 140: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

140 JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Isu : Keamanan Dalam Negeri, Pembangunan Ekonomi, Dan Masa Depan Islam

JAWAB :

Bisa saja pihak tertentu yang menikmati kondisi ketidakpastian dan ketidakseriusan dalam memecahkan masalah nasional. Karena mereka punya kepentingan yang relatif sama untuk jangka waktu tertentu. Lihat saja, konflik yang tak pernah tuntas di Papua, melibatkan banyak pihak domestik. Akhirnya, yang menikmati situasi chaotic adalah pihak asing yang memiliki kepentingan ekonomi.

TANYA :

Sekarang ini, kepemimpinan Islam dalam percaturan politik nasional kita, tampaknya betul-betul paling merosot. Sebab-sebab apa yang paling utama akan hal ini?

JAWAB:

Kualitas kepempiminan Umat yang belum memadai. Zaman besar di tengah tampilnya sosok kerdil, begitu peringatan Mohammad Hatta mengutip cendekiawan masa lalu. Banyak tokoh yang belum matang dan menonjolkan diri sendiri, sementara kemampuan membangun jaringan dan kompetensi masih lemah. Padahal, tantangan yang dihadapi sangat berat.

TANYA :

Dalam situasi kosongnya institusi Islam yang berfungsi mengontrol, mengawasi dan membela keselamatan nasib umat secara nasional, menurut Bapak perlukah fungsi semacam itu dibentuk?

Page 141: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

141JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Isu : Keamanan Dalam Negeri, Pembangunan Ekonomi, Dan Masa Depan Islam

JAWAB :

Institusi Islam sebenarnya sudah ada, kita patut mensyukuri dengan cara memperbaiki dan meningkatkan kinerjanya. Baik ormas, parpol atau lembaga swadaya. Yang belum ada mungkin grand design perjuangan yang disepakati bersama. Momen seperti Kongres Umat Islam Indonesia yang berlangsung di Yogyakarta, mestinya dapat menjadi wahana untuk menggodok rancangan besar itu.

TANYA :

Peta organisasi umat Islam yang ada masih mencirikan tradisional dan adhoc. Masing-masing bersaing dan mengambil areanya masing-masing tanpa koordinasi. Implikasinya kosongnya kepemimpinan secara umum. Yang ada kepemimpinan yang bersifat sektoral dan fakultatif. Bagaimana seharusnya hal ini dipecahkan?

JAWAB :

Masing-masing organisasi sebaiknya melakukan perbaikan internal dengan standar ideal, katakanlah “Kepemimpinan Profetik”, sambil kita rumuskan dan uraikan lebih detail tentang standar bersama ini. Lalu, dipersiapkan tokoh tertentu untuk saling berhubungan dalam sebuah forum terbuka, menangani berbagai hal kongkrit. Misalnya, membahas masalah sederhana tapi krusial: bisa Umat Islam menyepakati sebuah kalender hijriyah bersama? Di situ perlu kepakaran dan kebesaran jiwa, tak hanya mengulang rutinitas sidang itsbat dan melanggengkan perbedaan kelompok yang berpegang pada metoda hisab dan rukyat. Perlu diciptakan sebanyak mungkin titik temu. Jika masalah kecil saja tak terpecahkan, bagaimana mungkin kita menyelesaikan persoalan besar.

Page 142: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

142 JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Isu : Keamanan Dalam Negeri, Pembangunan Ekonomi, Dan Masa Depan Islam

JAWAB :

Langkah awalnya “ikhlas” dan diikuti perencanaan matang, kemudian konsisten dalam mewujudkan tahap demi tahap.

TANYA :

Bagaimana gambaran ideal menurut Bapak tempat Islam di Indonesia di masa mendatang supaya mendatangkan berkat dan rahmat secara umum?

JAWAB :

Islam akan memainkan peran penting dalam percaturan nasional di masa datang, sebagaimana dulu Islam menjadi perakit utama nasionalisme di masa perjuangan merebut kemerdekaan. Kita bersama bukan karena masa lalu, nenek moyang yang sama serta rasa senasib-sependeritaan akibat penjajahan. Kita bersatu karena ingin mencapai cita-cita bersama: Masyarakat yang adil, sejahtera dan bermartabat di bawah lindungan Allah Swt.

TANYA :

Kepemimpinan Islam seperti apakah yang diperlukan dan bagaimana strategi mewujudkannya?

TANYA :

Dan bagaimanakah langkah-langkahnya menurut Bapak?

Page 143: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

143JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Isu : Keamanan Dalam Negeri, Pembangunan Ekonomi, Dan Masa Depan Islam

JAWAB :

Pemimpin Islam harus merakyat, hidup bersama Umat dan memahami betul gejolak aspirasi Umat dari berbagai kalangan. Namun, pemimpin Islam di masa kini harus memiliki ilmu/kompetensi dan integritas yang teruji, karena tantangan yang dihadapi rakyat/umat sangat rumit dan berat.

Strateginya sederhana, setiap Muslim membina diri sendiri sampai batas optimal, lalu membangun jaringan kompetensi dan sumberdaya untuk mencapai tujuan bersama.

Page 144: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

144 JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

WAWANCARA DENGAN MUZNI UMAR, PH.D

KEMISKINAN, UMAT ISLAM DAN PEMBANGUNAN

TANYA :

Rezim silih berganti. Pembangunan terus berlangsung. Mengapa problem kemiskinan seolah menjadi masalah abadi?

JAWAB :

Sebenarnya masalah utama yang dihadapi pembangunan itu terkait dengan paradigma pembangunan itu sendiri. Pada awal Orde Baru, pilihannya tersedia: apakah pendidikan atau ekonomi. Para ilmuwan dari Barat memilih ekonomi, dan pada saat itu Presiden Soeharto mengamini, dan itulah yang dijalankan. Dengan harapan di dalam pelaksanaan pembangunan itu ada keadilan. Kita tahulah misalnya konsep Trilogi Pembangunan, Delapan Jalur Pemerataan. Ternyata menurut saya, pilihan itu tidak tepat. Kenapa, karena pembangunan itu semakin memperkaya orang kaya. Dan orang miskin tidak pernah bisa maju. Mereka para pelaku yang terlibat dalam pembangunan di masa Orde Baru itu merupakan bagian dari penjajahan ekonomi. Kaum pribumi yang tertindas di masa penjajahan Belanda, hanya menjadi pegawai saja. Persis seperti di zaman penjajahan Belanda. Sementara orang Cina dan asing, itu yang memanfaatkan momentum pembangunan.

Oleh karena itu, dalam masa pemerintahan Soeharto yang panjang itu, memang terjadi kemajuan ekonomi. Tetapi yang menikmati itu, bukan mereka yang menderita pada masa penjajahan. Padahal kalau merujuk Undang-undang Dasar, yaitu untuk memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa, ternyata melalui pembangunan ekonomi itu, lapisan masyarakat yang terjajah itu, tidak bisa membuat mereka bangkit.

INT

ERV

IEW

Page 145: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

145JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Kemiskinan, Umat Islam, Dan Pembangunan

Maka yang menikmati pembangunan itu setelah Orde Baru runtuh, yaitu orang-orang Cina dan orang-orang asing. Kemudian ketika masa reformasi datang, pembangunan ekonomi itu pula yang dijalankan. Dan itu memantapkan posisi ekonomi mereka yang berjaya di masa Orde Baru. Bahkan semakin melambung kekayaannya. Sedangkan rakyat jelata tidak pernah terpecahkan masalah kemiskinan, keterbelakangan dan kebodohannya. Jadi kalau kita berdasar pada ajaran Islam, maka ayat yang pertama yang disuruh adalah membaca. Artinya apa? Jika ingin membangun masyarakat, maka yang harus diutamakan ialah ilmu pengetahuan atau pendidikan. Hanya pendidikan yang dapat merubah masyarakat secara mendasar.

TANYA :

Jadi paradigma pembangunan itu harus digeser?

JAWAB :

Kalau kita ingin merubah peta sosiologis masyarakat Indonesia itu, maka tidak ada pilihan kita harus kembali kepada tujuan kemerdekaan itu, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Artinya, yang diutamakan adalah pendidikan. Melalui pendidikan, akan terjadi mobilitas vertikal. Mobilitas vertikal ini pasti akan dengan sendirinya mengurangi populasi orang-orang miskin itu. Sebab begini, kalau kita lihat penyebab orang miskin itu, tidak pernah dientaskan dari rezim ke rezim, itu kan karena rata-rata mereka berpendidikan rendah. Pendidikan rendah itu, tidak bisa diterima bekerja di pemerintah, di sektor swasta, dan juga tidak bisa untuk melakukan bisnis.

TANYA :

Jadi konkritnya seperti apa? Apakah perlu kebijakan pendidikan gratis?

Page 146: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

146 JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Kemiskinan, Umat Islam, Dan Pembangunan

JAWAB :

Begini. Sekarang yang menikmati pendidikan gratis itu, siapa? Pendidikan gratis itu mayoritas yang menikmati adalah kelas menengah dan elit. Kenapa? Tatkala anak-anak kita masuk SD, semua diterima. Setelah tamat SD, maka masuk SMP, di situ ada seleksi. Hanya mereka yang punya nilai yang bagus yang bisa diterima di sekolah negeri. Nah, SMP dan SMA negeri itu kan dibiayai oleh negara. Gratis. Alhasil yang menikmati pendidikan gratis itu bukan masyarakat bawah. Jadi menurut saya lebih setuju pendidikan itu menjadi titik sentral dari pembangunan Indonesia. Kemudian orang-orang yang kurang mampu itu sendiri, bukan masuk dalam sistem pendidikan gratis. Tapi kasi beasiswa. Kemudian dia tidak boleh tinggal di lingkungannya. Karena kalau dia tinggal di lingkunagannya, maka budaya kemiskinan itu yang berlangsung di lingkungannya tersebut akan mempengaruhi dirinya. Jadi dia harus diberi beasiswa dan pergi merantau sekolah. Kalau dia di Jakarta, pergi sekolah ke Bandung, Yogyakarta, atau ke luar negeri.

Sebenarnya sistem yang diterapkan di Malaysia itu lebih cocok diterapkan di Indonesia. Jadi di Malaysia, orang-orang yang di kampung diberi kesempatan untuk kuliah di PTN atau di luar negeri. Mereka masuk universitas di kasi beasiswa. Di kasi uang kepada mereka. Mereka yang membayar ke sekolah, kemudian juga living cost. Saya kira itu yang paling efektif untuk merubah peta sosiologis masyarakat Indonesia. Kalau masih seperti sekarang ini, hampir mustahil kita akan dapat mengentaskan kemiskinan itu. Ambil contoh sekarang. Dikatakan kemiskinan itu semakin berkurang. Itu berkurang karena batas kemiskinan itu dihitung Rp.9.000 per orang per hari. Pertanyaannya siapa yang bisa hidup dengan Rp.9.000 itu? Nggak ada. Artinya kita membodohi dan menipu diri kita sendiri.

Sebenarnya jika ambil batas kemiskinan itu $ 2 per hari, penghasilan setiap orang per hari, katakanlah itu sekitar Rp.26.000, itu pun masih kurang itu. Dan setiap daerah biaya hidup berbeda-beda. Di jakarta, siapa yang bisa cukup Rp.26.000 per hari. Rp.50.000 saja kurang, dengan dua anak. Inilah karena apa yang dijalankan di masa Orde Baru, tidak dikoreksi di masa reformasi. Yang dikoreksi itu cuma pembangunan politik saja. Tadinya pemilihan presiden itu tidak dibatasi dua periode, sekarang dibatasi dua periode. Tadinya pemilihan melalui MPR, sekarang langsung. Itu saja perbedaannya. Sistem ekonomi, tidak diberubah sama sekali. Keadaan ekonomi yang dikuasai sekelompok kecil dari bangsa Indonesia, sebenarnya menghawatirkan kita.

INT

ERV

IEW

Page 147: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

147JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Kemiskinan, Umat Islam, Dan Pembangunan

TANYA :

Ini sangat kacau ya. Lalu dari mana dimulainya?

JAWAB :

Sebenarnya ini bisa dimulai dari tiap daerah. Misalnya di Jakarta, dalam rangka mengentaskan kemiskinan melalui pendidikan, tidak perlu dengan cara pendidikan gratis. Karena hanya menipu saja. Dikasi saja beasiswa pada siswa-siswa yang miskin. Suruh mereka belajar di luar Jakarta, atau di luar negeri, itu dalam jangka dua puluh tahun, sudah terjadi perubahan mendasar di masyarakat.

TANYA:

Kalau ada kebijakan Komisi Beasiswa seperti yang Anda usulkan ke Pemda DKI, berapa persen kira-kira masyarakat miskin yang bisa diserap oleh komisi tersebut?

JAWAB :

Mungkin tidak semuanya. Katakanlah setiap keluarga miskin, ada satu orang anak yang jadi sarjana. Itu bisa diwujudkan. Dan didorong untuk S2 dan S3 dari luar negeri. Di dalam masyarakat kita, mereka yang berada di kelas menengah itu, adalah berasal sebelumnya dari kelas bawah. Tapi karena berjuang sedemikian rupa, mereka dapat naik kelas. Masalahnya ini berlangsung tidak massif. Nanti jika sarjana dari keluarga miskin yang disponsori oleh negara itu kembali dari sekolah, dialah yang akan mengisi pos-pos di pemerintahan dan swasta. Sehingga dengan otomatis dia pun dapat mengatrol keluarganya yang lain. Kalau sekarang, yang mengisi pos-pos pemerintahan dan swasta,yaitu dari kelas menengah dan elit. Artinya apa? Tujuan kemerdekaan itu tidak tercapai. Apalagi jika ditarik ke pada Pancasila, keadilan sosial, sama sekali tidak ada. Kita bicara keadilan sosial, tetapi realitasnya tidak ada.

Page 148: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

148 JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Kemiskinan, Umat Islam, Dan Pembangunan

TANYA :

Terkait masalah kantong-kantong kemiskinan di perkotaan, apakah cara mengatasinya dengan merelokasi mereka?

JAWAB :

Cara yang terbaik ialah anak-anak mereka yang di kantong-kantong kemiskinan itu, suruh sekolah semua. Dan jangan dia tinggal di situ. Tiap semester, mereka semua dikumpulkan untuk diberi pencerahan dan motovasi. Saya bertemu dengan Profesor di Malaysia yang sekolah di Inggris, dia cerita bahwa bapaknya adalah pengeruk getah.Saya tanya, kok bisa? Dia jawab, saya dikasi beasiswa oleh kerajaan. Jadi menurut saya, untuk maju itu, bukan hanya haknya kelas menengah atau elit. Tetapi seluruh rakyat Indonesia. Tapi ini tidak terjadi di Indonesia. Kita bilang Pancasila, tapi sebenarnya sangat-sangat liberal. Semuanya diserahkan kepada kompetisi. Bagaiman orang-orang kampung, orang-orang miskin bisa kompetisi? Coba lihat, siapa yang menghuni Jakarta ini? Ini orang-orang Betawi di bawah itu kasian sekali. Rumah-rumah mereka akhirnya dijual, karena tidak ada pekerjaan. Dia pinjam sama orang kaya, lama kelamaan dia tidak bisa kembaliin, rumahnya diambil. Ini harus diselesaikan. Bagaimana jadinya 10 tahun 20 tahun akan datang jika tidak ada penyelesaian. Jadi, orang-orang yang menguasai ekonomi, dia juga yang menguasai politik, dan dia juga yang maju pendidikannya. Lalu bagaimana merubahnya? Tidak ada pilihan, pilihannya melalui jalur politik. Bisa dimulai dari daerah. Tapi sebenarnya dapat dimulai dengan membangun komunikasi dengan elit-elit yang berkuasa: sebenarnya mau kemana arah Indonesia ini? Kita memulai dari mana ini? Apakah melalui pembangunan ekonomi seperti yang dijalankan yang nyatanya seperti itu. Betul kita tumbuh, tapi yang menikmati pertumbuhan itu hanya golongan tertentu. Kita hanya tetesannya saja. Jadi kalau begitu ok, pembangunan ekonomi tetap jalan, tapi yang menjadi titik sentral dari pembangunan itu adalah membangun penduduk Indonesia sebagai pilar membawa bangsa ini bangkit dan maju.

INT

ERV

IEW

Page 149: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

149JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Kemiskinan, Umat Islam, Dan Pembangunan

TANYA :

Terkait solusi beasiswa untuk menegentaskan kemiskinan, bagaimana penanganannya?

JAWAB :

Jadi gini, pihak universitas yang akan menampung anak-anak miskin dari beasiswa, dia tidak akan rugi bila isi kelasnya bertambah. Misalnya dari tadinya 20 orang menjadi 30 orang, toh bayaran pertemuan kelasnya sama.

TANYA :

Terkait kesenjangan ekonomi, apa langkah yang paling kongkrit dilakukan?

JAWAB :

Pemerintah harus melakukan kebijakan affirmative action.Pemihakan itu tidak hanya omong-kosong. Jadi APBN dan APBD itu dapat menjadi instrumen pemerataan. Pengusaha baru dan kecil dapat ditolong oleh negara dengan memberikan pekerjaan atau proyek kepadanya. Tapi karena yang berlaku sistem liberal, maka yang kuat dan besarlah yang menang memperebutkan tender. Alhasil, yang kaya makin kaya. Tidak ada pengembangan untuk usaha-usaha baru. Sekarang orang bilang e-budgetting, e-catalog, e-procurement, tapi apa? Yang memperoleh semuanya itu adalah perusahaan-perusahaan yang sudah mapan. Lagi-lagi jurang kesenjangan jalan terus tanpa bisa ditimbun. Jadi caranya, pemerintah tidak boleh mutlak menyerahkan kepada mekanisme persaingan mendapat tender. Perusahaan kecil dan baru, bisa ditunjuk langsung agar dapat berkembang. Jangan diserahkan semuanya kepada perusahaan-perusahaan yang sudah mapan.

Page 150: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

150 JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

KUNJUNGAN DAN TEMU ILMIAH TIM ISDEV-UNIVERSITI SAINS MALAYSIA

KEPADA CISFED

Pada tanggal 22 Januari 2015, Dr. Mohd Syakir dari ISDEV-USM mengirimkan permintaan untuk berkunjung ke CISFED/Jurnal EkonomiKa pada tanggal 14 – 15 Februari 2015 dengan maksud mengenal lebih dekat dan belajar dengan CISFED. Tim itu terdiri atas, Prof. Dr. Muhammad Syukri Salleh, Dr. Wan Norhaniza, dan Dr. Mohd Syakir Mohd Rosdi. Sedangkan tiga orang lagi, merupakan Istri dan anak Prof. Syukri.

Mengingat pertemuan antara jurnal EkonomiKa/CISFED dengan ISDEV-USM penting artinya tidak saja dalam kerangka kepentingan EkonomiKa/CISFED, tapi juga dalam berbagai kepentingan yang lebih luas di kemudian hari, maka diperluaslah rangkaian kegiatan dengan mengadakan pertemuan antara ISDEV-USM PBMT Ventura dan Sekolah Insan Cendekia Madani (ICM).

RINCIAN LAPORAN KEGIATAN

1. Pertemuan dengan PBMT Ventura

Tanggal 14 Februari 2015 dari pukul 13.00 – 17.00 WIB bertempat di Equity Tower Lt. 27, PBMT Ventura dan ISDEV-USM bertemu, berkenalan dan membincangkan Islamic Micro Finance berdasarkan pengalaman PBMT Ventura. Berlangsung diskusi yang hangat dengan kesimpulan bahwa Islamic Micro Finance merupakan hal yang penting bagi sarana kesejahteraan masyarakat. Di samping itu, perlu dikembangkan adanya indeks kesejahteraan yang mencerminkan kebutuhan dan karakteristik masyarakat Islam.

Audiens yang hadir dalam acara tersebut terdiri atas pihak ISDEV-USM: Prof. Dr. Muhammad Syukri Salleh, Dr. Syakir, Dr. Wan Norhaniza, dan tiga orang anggota keluarga Prof. Syukri. Sedangkan di pihak PBMT Ventura, antara lain, Bapak Saat Suharto, Bapak Arief Media Rizky, Ibu Susi, Bapak Soekarno, Jamil Abbas, dan beberapa orang, ditambah Saya sendiri, Syahrul Efendi D, dan Bapak Wahyu Puji Hadi dari EkonomiKa/CISFED.

2. Seminar Pembangunan Pendidikan Islam di Sekolah Insan Cendekia Madani (ICM)

Pada tanggal 15 Februari 2015 pukul 09.30 hingga 12.00 WIB, bertempat di Aula Insan Cendekia Madani dilangsungkan Seminar dengan tema Pembangunan Pendidikan Islam. Pembicara tunggal Prof. Dr. Muhammad Syukri Salleh (USM) dengan moderator Bapak Muzakkir Djabir. Adapun topik yang diketengahkan oleh Prof. Syukri yaitu Strategi Pembengunan Pendidikan Islam. Salah satu point yang terungkap dalam seminar tersebut, bahwa di institusi yang dipimpin oleh Prof. Syukri, yaitu ISDEV-USM, mereka telah mencoba mempraktikkan pendekatan baru hubungan antara guru dan murid, yaitu qalbu ke qalbu. Yang dimaksud

LAPORAN

Page 151: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id

151JURNAL EkonomiKaAGUSTUS 2015

Kunjungan Dan Temu IlmiahTim ISVED-Universiti Malaysia Kepada Cisfed

dengan pendekatan qalbu ke qalbu, yaitu mentransfer pengetahuan tidak sekedar dari otak ke otak, tetapi juga melibatkan pendekatan perasaan dan hati. Dengan demikian guru tidak sekedar sebatas pengajar, tapi juga sahabat dan panutan dalam akhlak Disebutkan di antara bentuk praktek dengan pendekatan qalbu ke qalbu tersebut, apabila seorang calon doktor hendak melangsungkan ujian disertasi, yang bersangkutan terlebih dahulu bersama-sama shalat dan berdoa dengan penguji agar ilmu yang diperoleh benar-benar berkah, bukan menjadi azab.

Audiens yang hadir dalam seminar tersebut terdiri dari jajaran pengajar dan administrasi di Insan Cendekia Madani dan pengunjung yang jumlahnya sekitar 60-an orang. Terlihat di antara yang hadir, Bapak Tamsil Linrung, dan Kepala Sekolah Insan Cendekia Madani.

3. Diskusi Ilmiah “Ekonomi Politik Islam” di Kantor CISFED

Tanggal 15 Februari 2015 pukul 14.00 – 17.30 WIB, bertempat di kantor CISFED dilangsungkan diskusi dengan topik Ekonomi Politik Islam. Pembicara diskusi yaitu Dr. Mohd Syakir bin Mohd Rosdi dengan moderator Syahrul Efendi D. Dalam diskusi ini berlangsung diskusi terkait pengertian Ekonomi Politik Islam. Kesimpulannya ialah yang dimaksud dengan Ekonomi Politik Islam ialah ekonomi politik berdasarkan falsafah dan cara pandang Islam.

Hadir dalam acara ini, antara lain, Farouk Abdullah Alwyni (Chairman CISFED), Prof. Abuzar Asra, Dr. Yusuf Hidayat, Amrizal Siagian, M.Si, Wahyu Puji Hadi, Muzakkir Djabir, Prof. Muhammad Syukri Salleh, Suhendar, dll.

PROSPEK HUBUNGAN ISDEV-USM DENGAN EkonomiKa/CISFED

Hubungan dengan ISDEV-USM memiliki prospek yang cerah, mengingat adanya kesamaan visi dan misi di antara kedua lembaga.

ACTION PLAN YANG DAPAT DILAKUKAN

Salah satu action plan yang dapat dilakukan di masa depan ialah pertukaran informasi antar kedua lembaga. Kemudian penyelenggaraan konferensi ilmiah terkait isu Pembangunan dan Islam ataupun isu-isu sekitar Ekonomi Politik Islam. (sed)

Page 152: EkonomiKa - repository.uinjkt.ac.id