EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN -...

13
EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN: SKALA USAHATANI DAN PRODUKTIVITAS FAKTOR PRODUKSI PERTANIAN Tatiek Koerniawati Andajani, SP.MP. Laboratorium Ekonomi Pertanian, FP-Universitas Brawijaya Email : [email protected] DESKRIPSI MODUL Sebagaimana telah diketahui masalah ukuran usahatani mengandung sejumlah permasalahan yang saling terkait, antara lain efisiensi teknis dan efisiensi harga, struktur kepemilikan lahan, strata sosial, ketidaksempurnaan pasar faktor produksi, serta reformasi pertanian. Selain itu dalam konteks analisis ukuran usahatani juga terkandung berbagai konsep teoritis yang seringkali membingungkan. Modul ini akan membahas konsep skala usaha dan ukuran usahatani, keterkaitan antara ukuran usahatani dengan efisiensi yang didukung oleh kajian teoritis dan bukti empiris mengenai hubungan negatif antara kedua variabel tersebut, serta ulasan singkat mengenai argumentasi dan isu kebijakan dalam upaya pembangunan pertanian TUJUAN PEMBELAJARAN Kompetensi dasar yang harus dikuasai mahasiswa setelah: 1. Membaca modul dan pustaka yang disarankan 2. Mengerjakan tugas terstruktur mandiri 3. Melaksanakan tutorial online adalah menjelaskan kembali kata kunci dan definisi serta memahami konsep-konsep sebagai berikut: 1. Konsep skala ekonomis usahatani 2. Hubungan negatif antara ukuran usahatani dan produktivitas 11 SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION

Transcript of EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN -...

Page 1: EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN - permaseta.ub.ac.idpermaseta.ub.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/modul-111.pdf · jangka panjang minimum. Skala optimum ini ... dimana biaya per unit produksi

EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN: SKALA USAHATANI DAN PRODUKTIVITAS FAKTOR

PRODUKSI PERTANIAN

Tatiek Koerniawati Andajani, SP.MP. Laboratorium Ekonomi Pertanian, FP-Universitas Brawijaya Email : [email protected]

DESKRIPSI MODUL Sebagaimana telah diketahui masalah ukuran usahatani

mengandung sejumlah permasalahan yang saling terkait, antara

lain efisiensi teknis dan efisiensi harga, struktur kepemilikan

lahan, strata sosial, ketidaksempurnaan pasar faktor produksi,

serta reformasi pertanian. Selain itu dalam konteks analisis

ukuran usahatani juga terkandung berbagai konsep teoritis yang

seringkali membingungkan. Modul ini akan membahas konsep

skala usaha dan ukuran usahatani, keterkaitan antara ukuran

usahatani dengan efisiensi yang didukung oleh kajian teoritis

dan bukti empiris mengenai hubungan negatif antara kedua

variabel tersebut, serta ulasan singkat mengenai argumentasi

dan isu kebijakan dalam upaya pembangunan pertanian

TUJUAN PEMBELAJARAN Kompetensi dasar yang harus dikuasai mahasiswa setelah:

1. Membaca modul dan pustaka yang disarankan

2. Mengerjakan tugas terstruktur mandiri

3. Melaksanakan tutorial online

adalah menjelaskan kembali kata kunci dan definisi serta

memahami konsep-konsep sebagai berikut:

1. Konsep skala ekonomis usahatani

2. Hubungan negatif antara ukuran usahatani dan

produktivitas

11

SELF-PR

OP

AG

ATIN

G EN

TREP

REN

EUR

IAL ED

UC

ATIO

N

DEV

ELOP

MEN

T (SPEED

)

Page 2: EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN - permaseta.ub.ac.idpermaseta.ub.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/modul-111.pdf · jangka panjang minimum. Skala optimum ini ... dimana biaya per unit produksi

Page 2 of 13

Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University

MATERI PEMBELAJARAN

11.1. Konsep Ekonomis dari Skala dan Ukuran Usahatani.

Perdebatan mengenai ukuran usahatani yang ideal dan aspek ekonomi

ukuran usahatani sering kali membingungkan khususnya yang menggunakan

ukuran ekonomi sebagai satuan produksi. Ukuran usahatani diasosiasikan pada

besaran fisik lahan sedangkan ukuran ekonomi atau skala usaha dihubungkan

dengan produktivitas faktor produksi secara keseluruhan. Sebagaimana telah

diuraikan pada Bab II, perubahan skala usaha (scale) mengacu pada seluruh

perubahan faktor produksi secara proporsional Jika pelipatgandaan input yang

dilakukan secara simultan dapat mengakibatkan meningkatnya output dengan

proporsi yang sama maka perubahan skala ini diistilahkan sebagai constant

return to scale; apabila penggunaan input tersebut menghasilkan output dengan

proporsi yang lebih rendah disebut decreasing return to scale, sedangkan jika

output yang dihasilkan lebih tinggi disebut dengan increasing return to scale.

Konsep skala usaha ini pada dasarnya kurang tepat jika diterapkan pada

analisis usahatani sebab pelipat gandaan seluruh faktor produksi secara

proporsional hampir mustahil dapat dilakukan. Sebagai misal luas lahan dapat

berubah dari satu hektar menjadi satu setengah hektar, tetapi traktor tidak

dapat digunakan satu setengah unit. Oleh karena itu pendekatan ukuran

usahatani yang menunjukkan tingkat produksi per satuan luas lahan menjadi

unit analisis yang lebih sesuai untuk digunakan.

Namun demikian, pendekatan skala usaha dalam beberapa aspek masih

tetap diperlukan. Teori ekonomi produksi klasik menyatakan bahwa kurva total

biaya rata-rata berbentuk ‘U’. Kurva biaya tetap rata-rata menurun seiring

dengan meningkatnya penggunaan faktor produksi tetap hingga penggunaan

faktor produksi tersebut mencapai kapasitas fisiknya. Kurva rata-rata biaya

tetap tersebut jika dikombinasikan dengan kurva rata-rata biaya variabel yang

cenderung meningkat dengan peningkatan yang semakin kecil akan menurunkan

kurva rata-rata total biaya yang berbentuk ‘U’ (lihat gambar 11.1).

Page 3: EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN - permaseta.ub.ac.idpermaseta.ub.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/modul-111.pdf · jangka panjang minimum. Skala optimum ini ... dimana biaya per unit produksi

Page 3 of 13

Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University

Gambar 11.1. Kurva Biaya dan Skala Optimum

Secara teoritis, persaingan akan memaksa produsen untuk berproduksi

pada tingkat biaya rata-rata minimum. Titik minimum ini kemudian didefinisikan

sebagai skala optimum dari usahatani pada tingkat penggunaan teknologi yang

tetap. Atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa skala optimum dari suatu

cabang usahatani adalah skala usahatani pada saat biaya produksi rata-rata

jangka panjang minimum. Skala optimum ini dapat terjadi sebagai dampak dari

ekonomisasi dan disekonomisasi biaya pada tingkat penggunaan teknologi

tertentu.

Biaya ekonomis dapat terjadi sebagai akibat dari:

1. sifat biaya tetap yang tidak dapat dibagi (indivisibility of fix capital)

dimana biaya per unit produksi semakin rendah sejalan dengan

meningkatnya output yang dihasilkan

2. spesialisasi dalam pelaksanaan pekerjaan,dan

3. ekonomisasi pasar dalam pembelian faktor produksi dengan jumlah

besar pada satu sisi dan penjualan output dalam jumlah besar di sisi

lain.

Sementara disekonomisasi biaya seringkali dikaitkan dengan:

1. keterbatasan kemampuan managerial dan supervisi tenaga kerja seiring

dengan semakin besarnya skala usaha

2. keterbatasan penguasaan faktor agronomis pada penggunaan lahan

yang semakin luas

P

ATC

AVC

E

AFC

0 Q

Page 4: EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN - permaseta.ub.ac.idpermaseta.ub.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/modul-111.pdf · jangka panjang minimum. Skala optimum ini ... dimana biaya per unit produksi

Page 4 of 13

Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University

3. perubahan dari penanggungan resiko seiring dengan peningkatan skala

usahatani.

Terminologi lain yang perlu dicermati dalam konteks ukuran usahatani adalah

intensifikasi dan ekstensifikasi. Intensifikasi usahatani adalah penggunaan faktor

produksi yang tinggi pada sebidang lahan yang sempit, sementara ekstensifikasi

adalah penggunaan jumlah faktor produksi yang relatif rendah pada sebidang lahan

yang luas. sekali lagi secara ringkas dapat dikatakan bahwa konsep skala usaha

berbeda dengan ukuran usahatani. Jika skala usahatani merupakan ukuran ekonomi

yang dikaitkan dengan penggunaan seluruh faktor produksi, maka ukuran usahatani

lebih bermakna pada penggunaan satu faktor produksi saja khususnya luas lahan

usahatani.

11.2. Hubungan Negatif antara Ukuran Usahatani dengan

Produktivitas

Kajian mengenai hubungan antara ukuran usahatani dengan produktivitas

dapat dilakukan dengan dua pendekatan. Pendekatan pertama difokuskan pada

hubungan antara produktivitas fisik dengan luas lahan yang berarti berkaitan

dengan efisiensi teknis. Pendekatan kedua difokuskan pada ketidaksempurnaan

persaingan pasar yang memiliki dampak berbeda pada usahatani kecil dan

besar. Data empiris dari dua negara yang berbeda ternyata menunjukkan

bahwa semakin luas usahatani yang dimiliki maka semakin rendah produktivitas

per hektar yang diperoleh. (lihat Tabel 11.1 dan 11.2). Enam alasan yang dapat

dikemukakan sebagai penjelasan adanya hubungan terbalik antara luas lahan

dengan produktivitas adalah sebagai berikut:

1. Intensitas penggunaan lahan. Umumnya semakin luas lahan pertanian

yang dimiliki semakin rendah intensitas penggunaan lahannya (lihat Tabel

11.1 dan 11.2).

2. Komposisi hasil. Komoditi yang diusahakan pada usahatani luas

cenderung lebih bersifat usahatani ekstensifikasi ataupun komoditi yang

bernilai lebih rendah dari apa yang diusahakan petani gurem.

3. Tumpang sari. Hasil data empiris menunjukkan bahwa petani gurem lebih

banyak mengusahakan usahataninya dengan pola usahatani tumpang sari

Page 5: EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN - permaseta.ub.ac.idpermaseta.ub.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/modul-111.pdf · jangka panjang minimum. Skala optimum ini ... dimana biaya per unit produksi

Page 5 of 13

Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University

guna menjamin pendapatan pasti dari usahatani ynag diusahakan.

4. Kesuburan tanah. Petani umumnya akan berlomba untuk bermukim pada

lahan yang subur sehingga konsentrasi petani yang tinggi pada lahan

subur menyebabkan semakin rendahnya penguasaan lahan. Dengan kata

lain petani gurem terkonsentrasi pada lahan yang memang lebih subur.

Di lain pihak petani yang memiliki lahan relatif lebih luas berpeluang

memiliki sebahagian lahan yang kurang subur. Lahan dengan persil yang

relatif luas umumnya dihindari petani gurem sehingga peluang untuk

memiliki lahan luas bagi petani kaya semakin terbuka.

5. Pengairan. Akses petani miskin yang secara implisit adalah petani gurem

terhadap prasarana irigasi umumnya lebih besar. Hal ini menyebabkan

petani gurem lebih berpeluang untuk memperoleh layanan irigasi

dibandingkan dengan petani besar.

6. Intensitas penggunaan tenaga kerja. Penggunaan tenaga kerja memiliki

kecenderungan hubungan negatif dengan luas lahan pertanian. Usahatani

kecil menggunakan faktor produksi tenaga kerja yang lebih besar

persatuan luas dibandingkan usahatani besar.Berdasarkan beberapa pola

kecenderungan diatas maka dapat disimpulkan beberapa hal penting

sebagai berikut:

Pertama: Kondisi yang menunjukkan bahwa usahatani kecil lebih efisien

dibandingkan dengan usahatani yang lebih besar disebabkan oleh intensitas

penggunaan lahan yang lebih efektif dan bukan karena usahatani kecil mampu

menghasilkan komoditas tertentu dengan lebih produktif dibandingkan usahatani

besar. Selain itu ada kecenderungan petani besar membeli lahan pertanian

bukan semata-mata untuk tujuan produksi tetapi juga untuk tujuan investasi,

ataupun tujuan lainnya seperti misalnya status sosial, dan politik.

Kedua: Kurang intensifnya penggunaan lahan oleh petani besar dibandingkan

dengan petani gurem mengakibatkan penggunakan input lain khususnya tenaga

kerja secara proporsional menjadi lebih rendah dibandingkan usahatani kecil.

Ketiga. Penjelasan ketiga yang mungkin dapat diterima berkenaan dengan

skala usaha adalah konsep deminishing return to scale. Semakin tinggi luas

areal usahatani maka produktivitas akan meningkat dengan pertambahan yang

semakin berkurang, yang berarti produksi rata-rata semakin rendah. Namun

Page 6: EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN - permaseta.ub.ac.idpermaseta.ub.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/modul-111.pdf · jangka panjang minimum. Skala optimum ini ... dimana biaya per unit produksi

Page 6 of 13

Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University

karena dalam usahatani faktor produksi lahan bukanlah satu-satunya input yang

digunakan maka hubungan kedua variabel ini (luas lahan dengan produksi)

kurang dapat diterima sebagai suatu argumen yang bersifat umum.

Terlepas dari kesimpulan diatas, muncul beberapa sanggahan terhadap

kecenderungan hubungan terbalik antara luas lahan dengan produktivitas,

antara lain:

1. Rata-rata ukuran kelas yang dimiliki sebagaimana disajikan pada Tabel

10.1 misalnya dapat menjadi kurang jelas dan dapat mengarah pada

kesimpulan yang menyesatkan. Beberapa hasil penelitian yang

diajukan tidak disertai dengan informasi standar deviasi rata-rata luas

lahan. Jika standar deviasi dari rata rata data yang diperoleh cukup

besar berarti produksi juga bervariasi cukup besar (Barbier, 1984).

Tabel 11.1. Hubungan antara Skala Usahatani dan Produktivitas

Ukuran Kelompok

(ha)

Rata-Rata Skala

Usahatani (ha)

Output kotor per

hektar (Rp)

0-9.9

10-49.9

50-99.9

100-199.9

200-499.9

> 500

3.7

25.5

71.9

138.9

313.2

1178.0

85.92

30.73

16.19

8.80

5.00

2.20

Sumber: Berry dan Cline (1979)

2. Range data untuk kelompok kelas dapat dimanipulasi sedemikian rupa

guna menunjukkan hasil yang semakin menurun. Contoh menarik dari

manipulasi selang kelas dari data yang sama dan dapat memberikan

hubungan yang berbeda antara dua variabel dikemukakan dalam

penelitian Barbier (1984). Barbier menunjukkan bahwa kesimpulan

tentang kecenderungan semakin menurunnya produktivitas seiring

dengan meningkatnya luas areal tanam dapat ditolak dengan

memanipulasi selang kelas yang dilakukan pada suatu kasus usahatani

di India.

3. Skala usahatani menjadi alaternatif penting dibandingkan dengan

analisis yang hanya mengandalkan luas lahan (Patnaik, 1972). Akan

tetapi Patnaik sendiri menemukan kesimpulan yang berbeda dengan

Page 7: EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN - permaseta.ub.ac.idpermaseta.ub.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/modul-111.pdf · jangka panjang minimum. Skala optimum ini ... dimana biaya per unit produksi

Page 7 of 13

Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University

menggunakan pendekatan analisis skala usahatani, khususnya pada

kelompok usahatani dibawah 10 ha dan di atas 10 ha.

4. Ukuran produktivitas parsial, seperti misalnya produksi per hektar atau

produktivitas tenaga kerja, pada akhirnya dapat memberikan

kesimpulan yang membingungkan. Adakalanya produktivitas lahan

menjadi lebih rendah pada saat produktivitas tenaga kerja tinggi dan

sebaliknya. Dengan demikian maka analisis perbandingan efisiensi

usahatani sebaiknya dilakukan berdasarkan produktivitas dari seluruh

faktor produksi yang digunakan dan bukan hanya berdasarkan

produktivitas per satu satuan luas lahan. Namun hal ini sulit dilakukan

sebab satu-satunya alat ukur yang tersedia adalah nilai moneter

variabel usahatani. Masalah yang timbul kemudian adalah penentuan

tingkat harga serta pengukuran nilai modal tetap yang dimiliki oleh

masing-masing usahatani. Salah satu pendekatan yang dianjurkan

dalam hal ini adalah pendekatan biaya sosial yang dapat merefleksikan

nilai kelangkaan sosial faktor produksi tersebut. Barry dan Cline (1979)

memberikan contoh analisis yang mengguinakan pendekatan total

faktor produksi dan hasilnya memang menunjukkan adanya hubungan

terbalik untuk effisiensi usahatani.

Tabel 11.2. Hubungan antara Skala Usahatani dan Pendapatan

Ukuran Kelompok

(are)

Rata-Rata Skala

Usahatani (are)

Pendapatan per are

(Rp)

0-5

5-15

15-25

>25

2.95

9.3

19.5

42.6

737

607

482

346

Sumber: Bhalla (1979) dalam Berry dan Cline (1979)

11.3. Pasar Faktor Produksi Tak Sempurna dan Efisiensi

Sosial.

Sejauh ini telah dijelaskan bahwa hasil usahatani cenderung menurun

seiring dengan peningkatan luas lahan. Peningkatan hasil yang semakin

menurun tersebut merefleksikan variasi intensitas penggunaan lahan.

Sedangkan intensitas penggunaan faktor produksi tenaga kerja cenderung

Page 8: EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN - permaseta.ub.ac.idpermaseta.ub.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/modul-111.pdf · jangka panjang minimum. Skala optimum ini ... dimana biaya per unit produksi

Page 8 of 13

Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University

menurun dengan meningkatnya luas lahan pertanian. Dari berbagai temuan

empirik dapat diketahui bahwa petani gurem dan petani besar pada dasarnya

menghadapi harga faktor produksi yang berbeda akibat ketidaksempurnaan

pasar faktor produksi. Sebagai misal, harga faktor produksi tenaga kerja bagi

petani gurem relatif lebih rendah sementara harga input lainnya justru lebih

mahal. Perbedaan relatif harga faktor produksi tersebut berakibat:

a. petani gurem cenderung menggunakan tenaga kerja yang lebih besar

per satu satuan luas dibandingkan dengan petani besar,

b. petani besar menempatkan lahan sebagai sumberdaya yang tersedia

cukup banyak

c. petani besar cenderung mensubsitusi tenaga kerja dengan modal

(mekanisasi pertanian)

d. petani besar cenderung memiliki efisiensi sosial yang lebih rendah

dibandingkan dengan petani gurem.

Konsep harga sosial menjadi penting sebab hal ini dapat memberikan

patokan yang lebih rasional bagi upaya perbandingan harga yang semestinya

maupun dasar kajian mengenai ketidak efisienan petani besar. Harga sosial

berkaitan dengan biaya oportunitas sumber daya yang digunakan. Kondisi

perekonomian dengan sumber daya tenaga kerja yang melimpah di satu sisi dan

sumber daya modal serta lahan yang terbatas di sisi lain menyebabkan harga

sosial tenaga kerja menjadi rendah sementara harga sosial sumberdaya lahan

dan modal menjadi sangat tinggi. Pada persaingan pasar yang sempurna,

kondisi tersebut akan menyebabkan seluruh usahatani dikelola dengan teknologi

padat karya dan menggunakan lahan serta modal dengan jumlah yang lebih

sedikit.

Petani gurem menghadapi harga tenaga kerja yang lebih rendah dari

tingkat upah sosial dan harga lahan serta modal yang lebih tinggi dari harga

sosial. Adapun petani besar berhadapan dengan harga tenaga kerja yang relatif

lebih tinggi dari upah sosial serta harga faktor produksi modal dan lahan yang

lebih rendah dari nilai sosialnya. Hal ini menyebabkan petani gurem cenderung

lebih banyak menggunakan faktor produksi tenaga kerja, sementara petani

besar akan menggantikan tenaga kerja dengan modal. Secara teoritis kondisi

Page 9: EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN - permaseta.ub.ac.idpermaseta.ub.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/modul-111.pdf · jangka panjang minimum. Skala optimum ini ... dimana biaya per unit produksi

Page 9 of 13

Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University

tersebut dapat di jelaskan dengan menggunakan grafik pada Gambar 10.2.

Gambar 11.2. Proporsi Input Optimal untuk Petani Besar dan Petani Gurem

Pada Gambar 11.2. diasumsikan bahwa baik petani gurem maupun petani

besar memiliki kurva isokuan (QQ’) yang sama; kondisi petani gurem yang

menghadapi harga tenaga kerja yang lebih rendah dari tingkat upah sosial

digambarkan oleh garis isocost ss’; sementara garis isocost petani besar yang

menghadapi harga tenaga kerja yang relatif lebih besar dari nilai upah sosial

adalah bb’. Dengan asumsi diatas maka kombinasi penggunaan input optimal

bagi petani gurem adalah pada titik D, sementara petani besar pada titik F.

Dengan demikian efisiensi harga sosial akan terletak diantara dua kombinasi

penggunaan input tersebut yaitu pada titik E. Perbedaan harga faktor produksi

yang dihadapi oleh masing-masing petani gurem dan besar tersebut pada

dasarnya bersumber dari ketidak sempurnaan pasar faktor produksi yang

dihadapi oleh masing-masing pihak sebagaimana diuraikan berikut ini.

Lahan

Nilai faktor produksi lahan bagi petani besar berbeda dengan petani

gurem. Petani besar umumnya mewarisi lahan dari nenek moyang mereka yang

telah menjadi tuan tanah sejak dahulu kala. Disamping itu petani besar

umumnya menganggap usahatani bukan sebagai mata pencaharian utama

meskipun pada lahan yang dimiliki mereka mengusahakan berbagai cabang

usahatani seperti tanaman pangan, tanaman tahunan, ataupun peternakan.

Petani besar umunmya mengusahakan lahannya dengan menggunakan tenaga

L(tenaga kerja)

s Q

e

D

b E

F Q’

b’

s’ e’

0 K (kapital)

Page 10: EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN - permaseta.ub.ac.idpermaseta.ub.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/modul-111.pdf · jangka panjang minimum. Skala optimum ini ... dimana biaya per unit produksi

Page 10 of 13

Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University

kerja upahan sebab tenaga kerja yang tersedia di dalam keluarga relatif lebih

kecil dibandingkan lahan yang dimiliki. Kalaupun petani besar terlibat pada

usahatani, umumnya hanya sebagai pemegang kendali usaha. Dengan demikian

faktor produksi tenaga kerja justru dinilai mahal oleh petani besar. Disamping

sebagai lahan usahatani, petani besar umumnya melakukan pemilikan lahan

sebagai standar status sosial meskipun ada beberapa motif lain seperti investasi

untuk mengamankan nilai uang dari deraan inflasi.

Petani gurem hidup dari usahatani dan menempatkan lahan pertaniannya

sebagai sumber pendapatan utama keluarga. Beberapa dari petani gurem

tersebut ada juga yang mewarisi lahan pertanian dari orang tua mereka tetapi

pola pewarisan dengan membagi lahan secara merata justru menyebabkan

pemilikan lahan pertanian semakin kecil dari generasi satu ke generasi

berikutnya. Berbeda dengan petani besar, petani gurem umumnya hanya

memiliki pendapatan subsisten sehingga tidak memiliki cukup uang untuk

membeli lahan baru guna memperluas lahan pertaniannya. Lebih parah lagi

banyak petani gurem justru tidak memiliki lahan sehingga mereka harus

mengusahakan lahan usahatani dengan sistem sewa atau bagi hasil. Lahan

menjadi sangat berharga bagi petani gurem, sementara tenaga kerja keluarga

tersedia cukup banyak.

Modal

Petani gurem relatif tidak memiliki akses terhadap lembaga perkreditan formal.

Satu-satunya sumber modal yang dapat dijangkau oleh petani gurem adalah

lembaga perkreditan informal yang menawarkan modal dengan harga riil yang jauh

lebih mahal dari harga yang ditentukan lembaga formal pada pasar persaingan

sempurna. Jadi bagi petani harga modal dirasakan jauh lebih tinggi dari harga

sosial. Keterbatasan sumberdaya petani serta pasar yang tidak sempurna juga

menyebabkan harga sumberdaya lahan yang dihadapi petani gurem berbeda dengan

apa yang dihadapi petani besar. Petani besar relatif lebih mudah memperoleh lahan

bahkan dengan harga yang lebih rendah dibandingkan dengan apa yang dapat

diperoleh oleh petani gurem.

Tenaga Kerja

Tenaga kerja bagi petani besar lebih mahal dari harga harus dibayar oleh petani

gurem. Bagi petani besar, tenaga kerja harus diperoleh dari pasar tenaga kerja

Page 11: EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN - permaseta.ub.ac.idpermaseta.ub.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/modul-111.pdf · jangka panjang minimum. Skala optimum ini ... dimana biaya per unit produksi

Page 11 of 13

Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University

dengan upah sebesar nilai produksi marginalnya (MVPL). Bagi petani gurem

penilaian upah tenaga kerja keluarga cenderung dualistis. Petani gurem akan

menggunakan faktor tenaga kerja tanpa memperhitungkan nilai produksi

marginal yang dihasilkan. Seringkali penggunaan tenaga kerja dalam keluarga

tersebut memiliki MVPL yang lebih rendah dari tingkat upah atau bahkan telah

mendekati nol. Namun sebaliknya apabila tenaga kerja tersebut hendak

memasuki pasar maka tingkat upah (w) yang diinginkannya cenderung lebih

besar dari MVPL. Hal ini dikarenakan petani menambahkan faktor resiko untuk

mencari pekerjaan dan meninggalkan lahan usahataninya ke dalam tingkat upah

yang diinginkannya. Jika misalnya peluang untuk memperoleh pekerjaan adalah

sebesar p (dimana p < 1) maka tingkat upah pasar yang diharapkan oleh

tenaga kerja adalah sebesar p.w = MVPL. Oleh karena p < 1 maka w > MVPL.

Hal ini secara implisit menunjukkan bahwa petani besar sebagai pengguna

tenaga kerja tersebut harus membayar upah yang lebih besar dari MVPL. Harga

yang relatif lebih tinggi tersebut menyebabkan petani besar menggunakan lebih

sedikit tenaga kerja per satu satuan luas atau dengan kata lain petani besar

adalah inefisien secara sosial.

11.4. Perspektif Kebijakan

Dasar empiris utama dari argumentasi yang disajikan dalam bab ini adalah

temuan bahwa produktivitas akan semakin rendah sejalan dengan meningkatnya

luas lahan usahatani. Hal ini nampaknya lebih disebabkan oleh penggunaan

lahan yang kurang intensif oleh petani pemilik lahan luas. Sementara itu,

berdasarkan teori ekonomi fenomena tersebut merupakan akibat dari perbedaan

kondisi pasar yang dihadapi oleh petani gurem dan petani besar. Petani besar

menempatkan lahan dan modal sebagai sumber daya yang melimpah sehingga

memilih metode usahatani ekstensifikasi atau dengan alternatif lain yakni

dengan mensubsitusi tenaga kerja dengan modal (mekanisasi). Dua alternatif

keputusan produksi ini menyebabkan bias analisis atas biaya oportunitas.

Berangkat dari perbedaan kondisi pasar yang dihadapi oleh petani gurem

dan besar tersebut strategi pembagunan yang diarahkan pada petani gurem

diduga dapat merealisasi dua tujuan pembangunan sekaligus yakni pencapaian

dan pemerataan efisiensi sosial. Pada beberapa negara hal ini menjadi dasar

reformasi agraria yang cenderung memihak usahatani kecil. Secara umum

Page 12: EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN - permaseta.ub.ac.idpermaseta.ub.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/modul-111.pdf · jangka panjang minimum. Skala optimum ini ... dimana biaya per unit produksi

Page 12 of 13

Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University

argumen atas kebijakan yang berkaitan dengan ukuran usahatani ini

diantaranya adalah:

a. bahwa pembangunan sumberdaya seharusnya dilakukan pada sektor

usahatani kecil

b. jika ada pilihan investasi, misalkan skema produksi komoditas baru, maka

seyogyanya dilakukan dalam bentuk proyek usahatani kecil

c. bahwa kebijakan harga faktor produksi yang memihak pada metode

usahatani ekstensifikasi dan mekanisasi sebaiknya ditiadakan.

Ketidakjelasan argumentasi teoritis terkait dengan ukuran usahatani yang perlu

dicermati lebih jauh adalah:

a. masalah skala usahatani

b. pembedan antara petani gurem dan besar, serta

c. pengelompokan usahatani kecil dan usahatani keluarga.

Beberapa argumentasi ini jika tidak dicermati lebih jauh dapat mengakibatkan

kesalahan persepsi antara skala dan ukuran usahatani yang pada gilirannya

dapat menyebabkan kesalahan pada proses pembuatan kebijakan yang

berkenaan dengan pembangunan pertanian secara keseluruhan.

11.5. Ringkasan Materi

Bab ini membahas proposisi bahwa produktivitas sumberdaya yang

digunakan memiliki hubungan negatif dengan ukuran usahatani. Proposisi ini

didasarkan pada temuan data empiris yang menunjukkan perbedaan

produktivitas fisik dari luas lahan yang berbeda. Produktivitas fisik tersebut

menunjukkan penurunan seiring dengan meningkatnya ukuran usahatani.

Secara implisit hal ini menunjukkan pengusahaan lahan yang semakin kurang

intensif pada usahatani yang semakin luas.

Aspek harga faktor produksi dapat digunakan untuk menjelaskan

rendahnya intensitas penggunaan lahan oleh petani besar. Perbedaan harga ini

terjadi karena pasar faktor produksi yang tidak sempurna sehingga biaya

oportunitas faktor produksi tersebut berbeda. Selain itu fenomena ini dapat

diartikan sebagai kinerja pasar tenaga kerja yang menyebabkan upah pasar

menjadi lebih tinggi dari biaya oportunitas sosial tenaga kerja.

Page 13: EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN - permaseta.ub.ac.idpermaseta.ub.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/modul-111.pdf · jangka panjang minimum. Skala optimum ini ... dimana biaya per unit produksi

Page 13 of 13

Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University

TUGAS DAN DISKUSI

Susunlah makalah kelompok tentang konsep skala ekonomi dan disekonomi

usahatani tanaman pangan di Indonesia. Sertakan kasus-kasus empirik yang

datanya terlampir. Dari kasus-kasus relevan yang telah dihimpun, mahasiswa

harus menganalisis sesuai kerangka teoritis yang telah dipelajari pada modul 11.

REFERENSI Debertin, D.L., 1986, Agricultural Production Economics, Macmillan Publishing Company,

New York Ellis, F., 1988, Peasant Economics, Farm Household and Agrarian Development,

Cambridge University Press, Worcester, Great Britain

Samuelson, P.A., 1970, A Foundation of Economics Analysis, Atheneum, New York

RANCANGAN TUGAS

Tujuan Tugas :

Menjelaskan kembali definisi dan memahami konsep teoritis bahan kajian pada modul.

Uraian Tugas:

1. Obyek garapan: tugas dan latihan soal pada modul 11

2. Batasan tugas: a. Tugas yang diberikan pada modul 11 adalah tugas individual dikumpulkan dalam

waktu satu minggu melalui e-learning b. Mahasiswa diperkenankan mendiskusikan jawaban tugas dengan anggota

kelompok yang lain

c. Mahasiswa diwajibkan menghimpun seluruh materi perkuliahan baik print out modul, hand out, catatan kuliah dan tugas-tugas yang diberikan selama satu

semester d. Menghimpun dan mengelola informasi dalam urutan yang logik dan mengelola

informasi agar dapat menjadi sumber pembelajaran yang baik adalah salah satu

learning skill yang harus dimiliki oleh mahasiswa. Oleh karena itu seluruh materi belajar yang telah dihimpun akan dievaluasi oleh tim dosen sebagai indikator

proses belajar Anda. 3. Metodologi dan acuan tugas: a. Tugas individu diketik dengan margin kiri dan kanan masing-masing 3 cm. Tuliskan

nama, NIM pada halaman cover. Berikan nomor halaman pada lembar kerja Anda di sudut kanan bawah. Jangan lupa menuliskan keterangan tugas yang Anda

kerjakan dan pengerjaan harus berurutan dari tugas nomor 1,2 dan seterusnya. b. Tugas individu dikumpulkan tiap minggu, pengaturan jadual pengumpulan tugas

diumumkan secara online pada e-learning

4. Keluaran tugas: satu dokumen tugas individu yang diupload.

Kriteria Penilaian:

1. Kejelasan dan kelengkapan penguasaan konsep-konsep utama modul 11.

2. Kemampuan mengomunikasikan gagasan kreatif dan partisipasi pada diskusi online