EKLEKTISME SENI PERTUNJUKAN
-
Upload
rudi-irawanto -
Category
Documents
-
view
65 -
download
0
Transcript of EKLEKTISME SENI PERTUNJUKAN
5/12/2018 EKLEKTISME SENI PERTUNJUKAN - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/eklektisme-seni-pertunjukan 1/8
PERAYAAN DAN KOMODIFIKASI SENI
Oleh: Rudi Irawanto1
Seni merupakan wilayah yang tidak otonom bila berhubungan dengan kebudayaan massa.Pada perkembangannya seni menjadi wacana ideologi, tetapi akhirnya seni menjadi
wacana produksi dan konsumsi. Pada perkembangannya seni diusung ruang public,
sehingga merupakan bagian dari perayaan yang berada diwilayah produksi dan konsumsi.
Pergeseran seni ke arah produksi dan komsumsi akan menentukan wacana yang hendak
disampaikan.
Seni menurut Marx merupakan bagian dari sistem produksi yang keberadaannya tidak
dapat dapat dilepaskan dari mekanisme komodifikasi. Seni menjadi wilayah yang tidak
bebas dari beberapa kepentingan. Sejarah dan perkembangan seni tidak dapat dilepaskan
dari kepentingan-kepentingan pihak-pihak tertentu. John Storey melihat pada era konsumsi
seni telah kehilangan aura. Seni dalam segala bentuknya memasukui hukum-hukum
kebudayaan massa. Seni bagi Torey menjadi wilayah yang demokratis (1993). Seni yang
demokratis maka keberadaan nilai-nilai dalam karya tidak memiliki otonomi, nilai-nilai
ditentukan oleh suara mayoritas penikmat seni tersebut. Suara mayoritas merupakan suara
yang mampu menentukan arah perkembangan seni secara umum. Pihak penguasa,orientasi ekonomi, ideologi spitualitas dan beberapa kepentingan massa yang dominan
akan menentukan arah perkembangan seni.
Orientasi seni mengalami pergesaran dari masa ke masa. Seni tidak lahir untuk memenuhi
estetika, tetapi mengambil peran dalam pemenuhan spiritualitas. Sejarah seni dimulai
ketika aktifitas spiritual membutuhkan wahana kontempelatif. Pada level tersebut aktivitas
seni, baik seni rupa maupun seni tari merupakan bagian dari rutinitas ritual. Lukisan gua
prasejarah ataupun aktivitas tarian pra sejarah merupakan bagian utama dalam aktivitas
keagamaan. Efek-efek estetis yang dilahirkan dalam proses berkesenian tidak menjadi
tujuan utama tetapi merupakan akibat dari sebuah proses yang lain. Rutinitas keagamaan
prasejarah menempakan aktivitas kontempelatif bersandingan dengan aktivitas
berkesenian.
1Rudi Irawanto, adalah dosen Jurusan Seni dan Desain FS Unibersitas Negeri Malang
5/12/2018 EKLEKTISME SENI PERTUNJUKAN - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/eklektisme-seni-pertunjukan 2/8
Pada era abad pertengahan seni merupakan kendaraan penguasa spiritual, pada era
selanjutnya seni menjadi perpanjangan tangan penguasa ideologis, hingga pada era terakhir
seni menjadi alat produksi dan kepentingan ekonomi. Seni menjadi wilayah yang semakin
bersentuhan dengan realitas kehidupan. Seni dianggap sebagai reduplikasi realitas
(Featherstone, 1995). Gerakan yang pada awalnya dipelopori oleh semangat popisme pada
era tahun 1960 an dan memposisikan seni menjadi bagian dari kawasan budaya massa.
Seni diposisikan sebagai bagian dari euphoria selebritas. Selebritas dan segala aktivitas di
dalamnya menjadi salah satu ide-ide dalam berkesenian. Popisme menempatkan ketenaran
dan penikmatan sepintas sebagai tren.
Pada kasus di Indonesia seni dipahami tidak semata-mata sebagai perangkat estetis, tetapi
juga difungsikan sebagai media ideologis dan politis. Sepanjang sejarah perkembangan
bangsa, seni merupakan elemen yang tidak dapat dipisahkan dari arus politisasi dan
ideologi bangsa. Pada era terakhir seni masih menjadi wilayah yang patut diperhitugkan
keberadaannya dalam membentuk watak dan karakter bangsa.
Indeologi Citra
Kekuatan ideologi diyakini mampu mempengaruhi persepsi individual terhadap
realitas.Ideologi dipahami sebagai kesadaran semu yang dirancang dan diciptakan untuk
membentuk wacana tertentu. Wacana yang terbentuk dalam satu proses ideologi diyakini
mampu memperhankan status quo ataupun mampu menggerakkan perubahan. Proses
pembentukan ideology dapat mempergunakan beragam saluran, pada konteks tersebut seni
menjadi salah satu saluran yang penting.
Pada era tahun 1960 konfrontasi kebudayaan yang menjadikan seni sebagai pedang
ideologis, menunjukkan bahwa perang wacana dan pertempuran idelogis dalam
menggunakan segala macam amunisi. Seni rupa, seni musi dan , seni tari merupakan salah
satu dari sekian banyak amunisi yang disusupi kepentingan ideologis. Pramoedya ananta
Toer dalam harian bintang Timur , 22 april 1960 menuliskan dengan jelas kedekatan
ideology dalam wacana sastra. Pram menulis tentang abad ke XX sebagai abadnya Lenin
dan Einstein, sebagai pembuka untuk membenarkan konsep sastra-sastra socialis
5/12/2018 EKLEKTISME SENI PERTUNJUKAN - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/eklektisme-seni-pertunjukan 3/8
kerakyatan. Sastra socialism kerakyatan merupakan salah satu bentuk perlawanan ideolgis
dari konsep sasatra humanisme universal yang dipelopori seminan kanan. Pada
perkembangannya menunjukkan bahwa rezim penguasa lebih memihak sastra humanism
yang lebih banyak pengadopsi kepentingan rezim.
Kalangan humanism universal lebih mampu mengadopsi fakta-fakta dan perkembangan di
masyarakat sebagai sebuah keniscayaan. Seni dalam konteks humanism lebih mendapat
tempat dibandingakn gerakan seni yang lain, walaupun pada pertengahan 1960 gerakan
manifestasi kebudayaan sempat mendapat pelarangan secara resmi dari pemrintah.
Kegelisahan penguasa pada era tersebut lebih disebabkan kekawatiran ekspresi seni
humanism yang cenderung pro barat ( penjajah). Ekspreri seni humanism yang di sebut
sebagai gerakan manifestasi kebudayaan lebih banyak mengekpos sisi sisi yang secara
sepintas tidak memihak kepentingan rakyat. Kelompok sosialisme melihat seni merupakan
ekspresi realitas di masyarakat. Bagi sebuah Negara yang baru mengangkat tema-tema
kerakyatan merupakan kewajiban yang tidak dapat diabaikan demi kepentingan ekonomi
semata.
Pripsip yang mengadopsi konsep seni sosialis, yang menempatkan seni sebagai media
komunikasi kemasyarakatan. Tema-tema kerakyatan diangkat sebagai tema-tema
komunikatif untuk menyuarakan ideology. Pada wilayah seni pertunjukan seni ludruk dan
ketoprak digarap secara lebih serius dibandingkan jenis seni yang lain. Berita di harian
Rakyat minggu tanggal 24 November 1963 mengungkapkan keseriusan organisasi Lekra
(Lembaga Kebudayaan Rakyat) untuk menggarap seni ketoprak sebagai bagain dari
kampanye politiknya (Moelyanto, 1995:72). Ketoprak dinilai sebagai wahana strategis
untuk mengkomunikasikan ide-ide sosialisme kerakyatan di kalangan petani dan
masyarakat kebanyakan.
Pergulatan ideologi dalam seni pada dasa warsa terakhir tidak secara terbuka seperti pada
kurun 1960 an. Ideology dalam seni dicitrakan secara tersamar dan tersebunyi.
Demokratisasi seni di dasa warsa terakhir disalurkan lebih terbuka tetapi orientasi ideology
telah bergeser, dari wacana politis ke wacana pragmatism ekonomis. Politik membutuhkan
seni sebagi media panarik masa, tetapi seni dalam era terakhir tidak mampu berbuat
banyak ketika berbenturan dengan kepentingan ekonomi.
5/12/2018 EKLEKTISME SENI PERTUNJUKAN - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/eklektisme-seni-pertunjukan 4/8
Ideologi seni berkutat pada persoalan ekonomi, seperti yang diungkapkan Debora,bahwa
hari ini segala sesuatu tentang selebritis. Pada konteks tersebut di ungkapkan bahawa
selebritas atau pada analogi yang lain komoditas,pencitraan dan perayaan menjadi sesuatu
yang dipentingkan. Seni dibesarkan oleh keterikatannya pada hukum-hukum komoditas
tersebut. Seni dalam konteks tersebut berbicara tentang pencitraan diri, karena wilayah
sacral menjadi terpinggirkan. Seni sebagai elemen komoditas harus di bingkai dalam
struktur pencitraan yang bermuatan ekonomi, tanpa hal tersebut seni menjadi sesuatu yang
terasingdari masyarakat sekitarnya.
Pencitraan dalam seni ditampilkan dalam berbagai bingkai hingar bingar komodifikasi.
Seni dalam bentuk apapun merupakan bagian dalam proses pencitraan. Perbedaan yang
nampak di Indoensia adalah orientasi ideologis bergeser dari kepentingan politis menuju
kepentingan ekonomi. Ukuran sebuah karya layak atau tidak terletak pada kepastian karya
tersebut dapat dinikmati oleh masyarakat. Orientasi masyarakat telah bergeser dari
kepentingan politik ideologis menuju kepentingan ekonomi pragmatis.
Seni-Seni Perayaan
Seni menjadi bagian dari identitas perayaan. Masyarakat pada era konsumerisme menurut
Debora merupakan masyarakat totonan, sehinggap setiap proses produksi dapat dibingkai
dalam konsep tontonan. Seni merupakan wilayah yang terdekat dengan konsep totonan.
Masyarakat memerlukan sesuatu yang memudahkan dan sederhana untuk memahami
proses-proses seni yang rumit. Seni harus dibingkai secara ssederhana baik dalam konsep
atau ekspresi. Kesederhaan memang memberikan wacana yang dangkal tentang proses
berkesenian, tetapi masyarakat pada hari ini tidak memerlukan sesuatu yang rumit. Tugas
seorang seniman tidaklah memberikanlontaran wacana yang rumit dan berat agar sebuah
karya seni dapat dinilai berbobot, tetapi dalam konteks masyarakat tontonan seniman
berperan membuat konsep-konsep seni menjadi mudah dipahami.
Seni tidak di buat secara berjenjang seperti pada era awal abad ke 20 atau diklasifikasi
berdasarkan kekuatan ideologinya seperti pada era 1960 an, tetapi dikelompokan
berdasarkan kedekatannya dengan sistem produksi ekonomi. Proses berkesenian pada
intinya merupakan proses produksi dan konsumsi. Seniman adalah sekelompok individu
5/12/2018 EKLEKTISME SENI PERTUNJUKAN - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/eklektisme-seni-pertunjukan 5/8
yang memiliki kesempatan lebih banyak untuk memproduksi sesuatu, sedangkan
masyarakat adalah sekumpulan massa yang menuntut konsumsi lebih banyak untuk
memuaskan hasrat dan keingintahuannya.
Seni merupakan wilayah yang berada diantara proses produksi dan konsumsi tersebut.
Persoalan yag kemudian ada adalah keberpihakan seni ke sisi yang mana. Bila seni
bergeser kearah produksi semata-mata, maka yang dilahirkan adalah seni yang besifat
konseptual dan berjarak dengan selera masyarakat. Seniman menjadi sosok yang tidak
tersentuh. Bila seni bergeser ke arah konsumsi maka yang dilahirkan adalah seni yang
berpihak pada proses produksi, peran seniman menjadi sangat minimal dan bahkan
cenderung diabaikan atau tidak penting. Seni yang yang bergaser ke arah konsumsi
merupakan seni-seni yang banyak berkibar di masyarakat.
Seni merupakan aktivitas perayaan yang tidak membutuhkan kedalaman pemaknaan.
Makna makna hanya dimiliki seniman dan cenderung menyerah pada proses konsumsi.
Fenomena ideologi pada era 1960 an telah kehilangan semangatnya, karena seni tidak
berbicara tentang makna-makna, tetapi berbicara tentang citra-citra yang dangkal. Seni
pertunjukan merupakan bagian yang secara langsung terkait dengan peristiwa perayaan.
Inti dari perayaan adalah menonton dan ditonton, dalam konteks tersebut semua pihak
terlibat secara aktif sehingga proses konsumsi menjadi sesuatu tang dinikmati bersama.
Pada dasa warsa terakhir unsur perayaan menjadi hal yang dominan. Masyarakat
membutuhkan sesuatu yang mudah dinikmati tanpa berbicara tentang makna-makna yang
biasanya bersifat transenden. Menurut Caney (2000), agama bagi masyarakat
konsumerisme dirayakan di pusat perbelanjaan dan mal-mal.
Gejala komodifikasi seni mulai mengemuka ketika seni, terutama seni pertunjukan,
diusung keruang-ruang public. Seni dalam ruang public merupakan seni yang cenderung
dangkal karena batas-batas levelisasi seni dan penikmatnya menjadi absurd. Seni menjadi
wacana yang tidak berjarak dengan audiensnya. Apresiasi seni pada konteks tersebut
bersifat global dan lebih terfokus pada sisi efek-efek tontonan yangdihasilkan. Seni
diposisikan sebagai bagian dari ekspresi public yang besifat massal dan cenderung
otonom.
5/12/2018 EKLEKTISME SENI PERTUNJUKAN - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/eklektisme-seni-pertunjukan 6/8
Seni dalam ruang public merupakan seni yang memiliki ukuran dan standar public.
Persoalan yang kemudian ada adalah batas-batas kelayakan dalam seni public bersifat
tidak tetap dan cenderung tidak bebas nilai.Pada era 1960 an seni di ruang public
merupakan seni yang diperuntukan bagi kepentingan ideology partai, pada era 1990 seni
diruang public merupakan ekspresi pemberontakan terhadap kemapanan rezim, sementara
pada era 2000 seni di ruang public lebih bersifat ekspresi individual yang dan bersifat
parsial. Ujung dari seni perayaan adalah pelupaan realitas, sehingga untuk sesaat penikmat
seni melupakan realitas dan memasuki ruang yang transenden dalam batas-batas minimal.
Penutup
Seni pada era konsumerisme merupakan bagian dari sistem produksi. Seni menjadi bagian
vital dalam sistem produksi sehingga keberadaannya dibutuhkan dalam mekanisme perputaran capital.Seni dalam segala bentuknya merupakan bagian dari proses perayaan.
Seni dalam era konsumerisme menjadi bagian penting dalam proses perayaan, sehingga
tidak membutuhkan kedalaman makna dalam pemahamannya.
5/12/2018 EKLEKTISME SENI PERTUNJUKAN - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/eklektisme-seni-pertunjukan 7/8
DAFTAR PUSTAKA
Moeljanto. 1995. Prahara Budaya Kilas balik Ofensif Lekra/PKI DKK . Bandung:Mizan
Latief, Yudi (ed). 1996. Bahasa dan Kekuasaan Politik Wacana di Panggung Ordebaru. Bandung: Mizan.
Hikmat Budiman, 2002. Lubang Hitam Kebudayaan, Kanisius, Yogyakarta
Feather, Stone. 2000.Postmodenisme dan Budaya KOnsumen. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
5/12/2018 EKLEKTISME SENI PERTUNJUKAN - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/eklektisme-seni-pertunjukan 8/8