Efusi Pleura Fix
-
Upload
eka-fitri-cahyani -
Category
Documents
-
view
212 -
download
0
description
Transcript of Efusi Pleura Fix
1. Definisi
Efusi pleura merupakan suatu gejala yang serius dandapat
mengancam jiwa penderita.Efusi pleura yaitu suatu keadaan
terdapatnya cairan dengan jumlah berlebihan dalam rongga
pleura.Efusi pleura dapat di sebabkan antara lain karena
tuberkulosis, neo plasma atau karsinoma, gagal jantung,
pnemonia, dan infeksi virus maupun bakteri (Ariyanti, 2003)
Efusi pleura adalah jumlah cairan non purulen yang berlebihan
dalam rongga pleural, antara lapisan visceral dan parietal
(Mansjoer Arif, 2001).
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang
terletak diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit
primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit
sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural
mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi
sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural
bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne, 2002).
2. Klasifikasi
Klasifikasi efusi pleura Brunner & Suddart (2001) :
a. Efusi pleura transudat
Pada efusi jenis ini keseimbangan kekuatan menyebabkan
pengeluaran cairan dari pembuluh darah. Mekanisme
terbentuknya transudat karena peningkatan tekanan hidrostatik
(CHF), penurunan onkotik (hipoalbumin) dan tekanan negative
intra pleura yang meningkat (atelektasis akut)
Ciri-ciri cairan :
Serosa jernih
Berat jenis rendah (dibawah 1,012)
Terdapat limfosit dan mesofel tetapi tidak ada neutrofil
Protein <31%
Penimbunan cairan transudat dalam rongga pleura dikenal
dengan hydrothorax, penyebabnya :
Payah jantung
Penyakit ginjal (SN)
Penyakit hari (SH)
Hipoalbuminemia (malnutrisi, malabsorbsi)
b. Efusi pleura eksudat
Eksudat ini terbentuk sebagai akibat penyakit dari pleura itu
sendiri yang berkaitan dengan peningkatan permeabilitas kapiler
(missal pneumonia) atau drainase limfatik yang berkurang (missal
obstruksi aliran limfa ke karsinoma). Ciri cairan eksudat :
Berat jenis >1,015%
Kadar protein > 3% atau >30 g/dl
Ratio protein pleura berbanding LDH serum 0,6
LDH cairan pleura lebih besar dari pada 2/3 batas atas
LDH serum normal
Warna cairan keruh
Penyebab dari efusi eksudat ini adalah :
Kanker : karsinoma bronkogenik, mesotelioma atau
penyakit metastatic ke paru atau permukaan pleura
Infark paru
Pneumonia
Pleuritis virus
Tabel 1. Perbedaan Cairan transudat dan eksudat
Kriteria Transudat EksudatWarna Kuning, pucat dan jernih Jernih, keruh, purulen dan
hemoragikBekuan - -/+
Berat Jenis <1,018 >1,018Leukosit <1000/uL Bervariasi >1000/uLEritrosit Sedikit Biasanya banyak
Hitung Jneis MN (limfosit/mesotel) Terutama PMNProtein Total <50% serum >50% serum
LDH <60% serum >60% serumGlukosa - Plasma -/+ < plasma
Fibrinogen 0,3-4% 4-6% atau lebihAmylase - >50% serumBakteri - -/+
Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, efusi dibagi menjadi dua yaitu
a. Unilateral
Efusi yang unilateral tidak mempunyai kaitan yang spesifik dengan
penyakit penyebabnya
b. Bilateral
Efusi yang bilateral ditemukan pada penyakit-penyakit dibawah
ini : Kegagalan jantung kongestif, sindroma nefrotik, asites, infark paru,
lupus eritematosus systemic, tumor dan tuberkolosis.
3. Etiologi
Efusi pleura merupakan proses penyakit primer yang jarang
terjadi, tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit
lain. Menurut Brunner & Suddart. (2001), terjadinya efusi pleura
disebabkan oleh 2 faktor yaitu:
1. Infeksi
Penyakit-penyakit infeksi yang menyebabkan efusi pleura antara
lain: tuberculosis, pnemonitis, abses paru, abses subfrenik. Macam-
macam penyakit infeksi lain yang dapat menyebabkan efusi pleura
antara lain:
a. Pleuritis karena Virus dan mikoplasma
Efusi pleura karena virus atau mikoplasma agak jarang.
Bila terjadi jumlahnya pun tidak banyak dan kejadiannya hanya
selintas saja. Jenis jenis virusnya adalah : Echo virus, Coxsackie
virus, Chlamidia, Rickettsia,dan mikoplasma. Cairan efusi
biasanya eksudat dan berisi leukosit antara 100-6000 per cc.
b. Pleuritis karena bakteri Piogenik
Permukaan pleura dapat ditempeli oleh bakteri yang
berasal dari jaringan parenkim paru dan menjalar secara
hematogen, dan jarang yang melalui penetrasi diafragma, dinding
dada atau esophagus. Aerob : Streptococcus pneumonia,
Streptococcus mileri, Saphylococcus aureus, Hemofilus spp, E.
coli, Klebsiella, Pseudomonas spp. Anaerob : Bacteroides spp,
Peptostreptococcus, Fusobacterium.
c. Pleuritis Tuberkulosa
Permulaan penyakit ini terlihat sebagai efusi yang bersifat
eksudat. Penyakit kebanyakan terjadi sebagai komplikasi
tuberkulosis paru melalui fokus subpleura yang robek atau melalui
aliran getah bening. Cairan efusi yang biasanya serous, kadang-
kadang bisa juga hemoragis. Jumlah leukosit antara 500-2000 per
cc. mula-mula yang dominan adalah sel polimorfonuklear, tapi
kemudian sel limfost. Cairan efusi sangat sedikit mengandung
kuman tuberculosis.
d. Pleura karena Fungi
Pleuritis karena fungi amat jarang. Biasanya terjadi karena
penjalaran infeksi fungi dari jaringan paru. Jenis fungi penyebab
pleuritis adalah : aktinomikosis, koksidioidomikosis, aspergillus,
kriptokokus, histoplasmosis, blastomikosis, dll. Patogenesis
timbulnya efusi pleura adalah karena reaksi hipersensitivitas
lambat terhadap organisme fungi.
d. Pleuritis karena parasit
Parasit yang dapat menginfeksi ke dalam rongga pleura
hanyalah amoeba. Bentuk tropozoit datang dari parenkim hati
menembus diafragma terus ke parenkim paru dan rongga pleura.
Efusi pleura karena parasit ini terjadi karena peradangan yang
ditimbulkannya. Di samping ini dapat terjadi empiema karena
karena ameba yang cairannya berwarna khas merah coklat.di sini
parasit masuk ke rongga pleura secara migrasi dari perenkim hati.
Dapat juga karena adanya robekan dinding abses amuba pada
hati ke arah rongga pleura.
2. Non infeksi
Sedangkan penyakit non infeksi yang dapat menyebabkan
efusi pleura antara lain: Ca paru, Ca pleura (primer dan sekunder),
Ca mediastinum, tumor ovarium, bendungan jantung (gagal jantung),
perikarditis konstruktifa, gagal hati, gagal ginjal. Adapun penyakit non
infeksi lain yang dapat menyebabkan efusi pleura antara lain:
a. Efusi pleura karena gangguan sirkulasi
1. Gangguan Kardiovaskuler
Payah jantung (decompensatio cordis) adalah penyebab
terbanyak timbulnya efusi pleura. Penyebab lainnya dalah perikarditis
konstriktiva dan sindrom vena kava superior. Patogenesisnya dalah
akibat terjadinya peningkatan tekanan vena sistemik dan tekanan
kapiler pulmonal akan menurunkan kapasitas reabsorbsi pembuluh
darah subpleura dan aliran getah bening juga akan menurun
(terhalang) sehingga filtrasi cairan ke rongga pleura dan paru-paru
meningkat.
2. Emboli Pulmonal
Efusi pleura dapat terjadi pada sisi paru yang terkena
emboli pulmonal. Keadaan ini dapat disertai infark paru ataupun
tanpa infark. Emboli menyebabkan turunnya aliran darah arteri
pulmonalis, sehingga terjadi iskemia maupun kerusakan parenkim
paru dan memberikan peradangan dengan efusi yang berdarah
(warna merah). Di samping itu permeabilitas antara satu atau kedua
bagian pleura akan meningkat, sehingga cairan efusi mudah
terbentuk. Cairan efusi biasanya bersifat eksudat, jumlahnya tidak
banyak, dan biasanya sembuh secara spontan, asal tidak terjadi
emboli pulmonal lainnya. Pada efusi pleura denga infark paru jumlah
cairan efusinya lebih banyak dan waktu penyembuha juga lebih lama.
3. Hipoalbuminemia
Efusi pleura juga terdapat pada keadaan hipoalbuminemia
seperti sindrom nefrotik, malabsorbsi atau keadaan lain dengan
asites serta anasarka. Efusi terjadi karena rendahnya tekana osmotic
protein cairan pleura dibandingkan dengan tekana osmotic darah.
Efusi yang terjadi kebanyakan bilateral dan cairan bersifat transudat.
b. Efusi pleura karena neoplasma Neoplasma primer ataupun sekunder
(metastasis) dapat menyerang pleura dan umumnya menyebabkan efusi
pleura. Keluhan yang paling banyak ditemukan adalah sesak nafas dan nyeri
dada. Gejala lain adalah adanya cairan yang selalu berakumulasi kembali
dengan cepat walaupun dilakukan torakosentesis berkali-kali. Terdapat
beberapa teori tentang timbulnya efusi pleura pada neoplasma, yakni :
- Menumpuknya sel-sel tumor akan meningkatnya
permeabilitas pleura terhadap air dan protein
- Adanya massa tumor mengakibatkan tersumbatnya aliran
pembuluh darah vena dan getah bening, sehingga rongga
pleura gagal memindahkan cairan dan protein
- Adanya tumor membuat infeksi lebih mudah terjadi dan
selanjutnya timbul hipoproteinemia.
c. Efusi pleura karena sebab lain
1. Efusi pleura dapat terjadi karena trauma yaitu trauma tumpul,
laserasi, luka tusuk pada dada, rupture esophagus karena muntah
hebat atau karena pemakaian alat waktu tindakan esofagoskopi.
2. Uremia
Salah satu gejala penyakit uremia lanjut adalah poliserositis yang
terdiri dari efusi pleura, efusi perikard dan efusi peritoneal (asites).
Mekanisme penumpukan cairan ini belum diketahui betul, tetapi
diketahui dengan timbulnya eksudat terdapat peningkatan
permeabilitas jaringan pleura, perikard atau peritoneum. Sebagian
besar efusi pleura karena uremia tidak memberikan gejala yang jelas
seperti sesak nafas, sakit dada, atau batuk.
3. Miksedema
Efusi pleura dan efusi perikard dapat terjadi sebagai bagian
miksedema. Efusi dapat terjadi tersendiri maupun secara bersama-
sama. Cairan bersifat eksudat dan mengandung protein dengan
konsentrasi tinggi.
4. Limfedema
Limfedema secara kronik dapat terjadi pada tungkai, muka,
tangan dan efusi pleura yang berulang pada satu atau kedua paru.
Pada beberapa pasien terdapat juga kuku jari yang berwarna
kekuning-kuningan.
5. Reaksi hipersensitif terhadap obat
Pengobatan dengan nitrofurantoin, metisergid, praktolol kadang-
kadang memberikan reaksi/perubahan terhadap paru-paru dan pleura
berupa radang dan dan kemudian juga akan menimbulkan efusi
pleura.
6. Efusi pleura idiopatik
Pada beberapa efusi pleura, walaupun telah dilakukan prosedur
diagnostic secara berulang-ulang (pemeriksaan radiologis, analisis
cairan, biopsy pleura), kadang-kadang masih belum bisa didapatkan
diagnostic yang pasti. Keadaan ini dapat digolongkan daloam efusi
pleura idiopatik. (Asril Bahar, 2001).
d. Efusi pleura karena kelainan Intra-abdominal
Efusi pleura dapat terjadi secara steril karena reaksi infeksi dan
peradangan yang terdapat di bawah diafragma, seperti pankreatitis,
pseudokista pancreas atau eksaserbasi akut pankreatitis kronik, abses
ginjal, abses hati, abses limpa, dll. Biasanya efusi terjadi pada pleura kiri
tapi dapat juga bilateral. Mekanismenya adalah karena berpindahnya
cairan yang kaya dengan enzim pancreas ke rongga pleura melalui
saluran getah bening. Efusi disini bersifat eksudat serosa, tetapi kadang-
kadang juga dapat hemoragik. Efusi pleura juga sering terjadi setelah 48-
72 jam pasca operasi abdomen seperti splenektomi, operasi terhadap
obstruksi intestinal atau pascaoperasi atelektasis.
1. Sirosis Hati
Efusi pleura dapat terjadi pada pasien sirosis hati. Kebanyakan
efusi pleura timbul bersamaan dengan asites. Secara khas terdapat
kesamaan antara cairan asites dengan cairan pleura, karena terdapat
hubungnan fungsional antara rongga pleura dan rongga abdomen melalui
saluran getah bening atau celah jaringan otot diafragma.
2. Sindrom Meig
Tahun 1937 Meig dan Cass menemukan penyakit tumor pada
ovarium (jinak atau ganas) disertai asites dan efusi pleura. Patogenesis
terjadinya efusi pleura masih belum diketahui betul. Bila tumor ovarium
tersebut dioperasi, efusi pleura dan asitesnya pun segera hilang. Adanya
massa di rongga pelvis disertai asites dan eksudat cairan pleura sering
dikira sebagai neoplasma dan metastasisnya.
3. Dialisis Peritoneal
Efusi pleura dapat terjadi selama dan sesudah dilakukannya
dialysis peritoneal. Efusi terjadi pada salah satu paru maupun bilateral.
Perpindahan cairan dialisat dari rongga peritoneal ke rongga pleura
terjadi melalui celah diafragma. Hal ini terbukti dengan samanya
komposisi antara cairan pleura dengan cairan dialisat.
4. Faktor resiko
Faktor resiko tinggi yang terjadi pada efusi pleura yaitu terjadi
infeksi atau setiap penyebab peradangan apapun pada permukaan pleura
dari rongga pleura dapat menyebabkan pecahnya membrane kapiler dan
memungkinkan pengaliran protein plasma dan cairan ke dalam rongga
secara cepat. Gagal jantung yang menyebabkan tekanan kapiler paru dan
tekanan perifer menjadi sangat tinggi sehingga menimbulkan transudasi
cairan yangberlebihan ke dalam rongga pleura. Menurunya tekanan
osmotic koloid plasmajuga memungkinkan terjadinya transudasi cairan
yang berlebihan. (Brunner & Suddart, 2001)
5. Epidemiologi
Efusi pleura ganas terjadi paling banyak disebabkan oleh
metastase tumor di pleura yang berasal dari kanker paru dan kanker
payudara sekitar 50 – 65%. Kanker lain adalah limfoma, kanker yang
berasal dari sistem gastrointestinal dan genitourinaria sebanyak 25%
sedangkan 7 - 15% tidak diketahui asalnya. (Antunes, Neville; 2000)
Olopade dan Ultmann di klinik Mayo Chicago juga mendapatkan hal yang
sama (tabel 1) ( Olopade, Ultmann; 1991)
6. Patofisiologi (Terlampir)
7. Manifestasi klinik
Manifestasi klinik yang muncul (Tierney,2002; Tucker,1998) adalah
Sesak nafas
Nyeri dada
Kesulitan bernafas
Peningkatan suhu tubuh jika ada infeksi
Keletihan
Batuk
8. Pemeriksaan diagnostic
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik pasien dengan efusi pleura akan ditemukan:
1. Inspeksi: pencembungan hemithorax yang sakit, ICS melebar,
pergerakan pernafasan menurun pada sisi sakit, mediastinum
terdorong ke arah kontralateral.
2. Palpasi: sesuai dengan inspeksi, fremitus raba menurun.
3. Perkusi: perkusi yang pekak, garis Elolis damoisseaux
4. Auskultasi: suara nafas yang menurun bahkan menghilang.
Diagnostik
Diagnosis kadang-kadang dapat ditegakkan secara anamnesis
dan pemeriksaan
fisik saja. Tapi kadang-kadang sulit juga, sehingga perlu pemeriksaan
tambahan sinar tembus dada. Untuk diagnosis yang pasti perlu dilakukan
tindakan torakosentesis dan pada beberapa kasus dilakukan juga biopsy
pleura.
1. Sinar tembus dada
Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan
membentuk bayangan seperti kurva, dengan permukaan daerah lateral
lebih tinggi daripada bagian medial. Cairan dalam pleura kadang-
kadang menumpuk menggelilingi lobus paru (biasanya lobus bawah)
dan terlihat dalam foto sebagai bayangan konsolidasi parenkim lobus.
Dapat juga menggumpul di daerah para-mediastinal dan terlihat dalam
foto sebagai figura interlobaris. Bisa juga terdapat secara parallel
dengan sisi jantung, sehingga terlihat sebagai kardiomegali.
Hal lain yang dapat juga terlihat dalam foto dada pada efusi pleura
adalah terdorongnya mediastenum pada sisi yang berlawanan dengan
cairan. Tapi bila terdapat atelektasis pada sisi yang berlawanan
dengan cairan, mediastenum akan tetap pada tempatnya.
Di samping itu gambaran foto dada dapat juga menerangkan asal
mula terjadinya efusi pleura yaitu bila terdapat jantung yang
membesar, adanya masa tumor, adanya lesi tulang yang destruktif
pada keganasan, adanya densitas parenkimynag lebih kerang dpada
pneumonia atau abses paru. Pemeriksaan dengan ultrasonografi pada
pleura dapat menentukan adanya cairan dalam rongga pleura.
Pemeriksaan ini sangat membantu sebagai penentuan waktu
melakukan aspirasi cairan tersebut, terutama pada efusi yang
terlokalisasi. Demikian juga dengan pemeriksaan CT Scan dada.
Adanya perbedaan densitas cairan dengan jaringan sekitarnya, sangat
memudahkan dalam menentukan adanya efusi pleura. Hanya saja
pemeriksaan ini tidak banyak dilakukan karena biayanya masih mahal.
Gambar 1.2 Gambaran Toraks dengan Efusi Pleura
2. Torakosentesis
Aspirasi cairan pleura (torakosentesis) berguna sebagai sarana
untuk diagnostic maupun terapeutik. Pelaksanaannya sebaiknya
dilakukan pada penderita dengan posisi duduk. Aspirasi dilakukan pada
bagian bawah paru di sela iga IX garis aksilaris Cposterioar dengan
memakai jarum Abbocath nomor 14 atau 16. Pengeluaran cairan pleura
sebaiknya tidak melebihi 1.000-1.500 cc pada setiap kali aspirasi. Adalah
lebih baik mengerjakan aspirasi berulangulang daripada satu kali aspirasi
sekaligus yang dapat menimbulkan pleural shock (hipotensi) atau edema
paru. Edema paru dapat terjadi karena paru-paru menggembang terlalu
cepat.
Komplikasi lain torakosentesis adalah pneumotoraks, ini yang
paling sering, udara masuk melalui jarum), hemotoraks (karena trauma
pada pembuluh darah interkostalis), emboli udara (ini agak jarang terjadi).
Dapat juga terjadi laserasi pleura viseralis, tapi biasanya ini akan sembuh
sendiri dengan cepat. Bila laserasinya cukup dalam, dapat menyebabkan
udara dari alveoli masuk ke vena pulmonalis sehingga terjadi emboli
udara. Untuk mencegah emboli udara ini menjadi emboli pulmoner atau
emboli sistemik, penderita dibaringkan pada sisi kiri di bagian bawah,
posisi kepala lebih rendah daripada leher, sehingga udara tersebut dapat
terperangkap di atrium kanan.
Untuk diagnostic caiaran pleura dilakukan pemeriksaan:
1) Warna cairan
Biasanya cairan pleura berwarna agak kekuning-kuningan
(serous-xanthochrome). Bila agak kemerah-merahan,ini dapat terjadi
pada trauma, infark paru, keganasan, adanya kebocoran aneurisma
aorta. Bila kuning kehijauan dan agak perulen, ini menunjukan
adanya empiema. Bila merahtengguli, ini menunjukan adanya abses
karena amoeba.
2) Biokimia
Secara biokimia efusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat
yang perbedaannya dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Di samping pemeriksaan tersebut di atas, secara biokimia di periksakan
juga pada cairan pleura:
Kadar pH dan glukosa. Biasanya merendah pada penyakitpenyakit
infeksi, arthritis rheumatoid dan neoplasma
Kadar amylase. Biasanya meningkat pada pankreatitis danmetastasis
adenokarsinoma.
3) Sitologi
Pemeriksaan sitologi terhadap cairan pleura amat penting untuk
diagnostic penyakit pleura, terutama bila ditemukan patologis atau
dominasi sel –sel tertentu.
a. Sel neutrofil: menunjukan adanya infeksi akut
b. Sel limfosit: menunjukan adanya infeksi kronik seperti pleuritis
tuberkulosa atau limfoma malignum.
c. Sel mesotel: bila jumlahnya meningkat adanya infark paru.biasanya
juga ditemukan banyak sel eritrosit.
d. Sel mesotel maligna: pada mesotelioma.
e. Sel-sel besar dengan banyak inti: pada arthritis rheumatoid.
f. Sel L.E: pada lupus eritematosus sistemik.
4) Bakteriologi
Biasanya cairan pleura steril, tapi kadang-kadang dapat
mengandung mikroorganisme, apalagi bila cairanya purulen.Efusi yang
purulan dapat mengandung kuman-kuman yang aerob ataupaun anaerob.
Jenis kuman yang sering ditemukan dalam cairan pleura adalah
pneumokokus, E, coli, Klebsiella, Pseudomonas, Enterobacter.
3. Biopsi pleura
Pemeriksaan histology stu atau beberapa contoh jaringan pleura dapat
menunjukan 50-75 persen diagnosis kasus-kasus pleuritis tuberkolosa dan tumor
pleura. Komplikasi adalah pneumotoraks, hemotoraks, penyebaran infeksi atau
tumor pada dinding dada.
4. Pendekatan pada efusi yang tidak terdiagnosis
Analisis terhadap cairan pleura yang dilakukan satu kali kadang-kadang
tidak dapat menegakkan diagnosis.Dalam hal ini dianjurkan asppirasi dan
anakisisnya diulang kembali sampai diagnosis menjadi jelas. Jika fasilitas
memungkinkan dapat dilakukan pemeriksaan tambahan seperti:
a. Bronkoskopi, pada kasus–kasus neoplasma, korpus alienum dalam paru,
abses paru.
b. Scanning isotop, pada kasus-kasus dengan emboli paru.
c. Torakoskop(fiber-optic-pleuroscopy) pada kasus-kasus dengan
neoplasma atau tuberculosis pleura. (Asril Bahar,. 2001: 786-789)
9. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan medis pada efusi pleura adalah (Mansjoer,2001)
1. Thorakosentasis
Drainase cairan jika efusi pleura menimbulkan gejala subjektif
seperti nyeri, dispnea dan lain lain. Cairan efusi sebanyak 1-1,5L
perlu dikeluarkan segera untuk mencegah meningkatnya edema
paru. Jika jumlah cairan efusi lebih banyak maka pengeluaran
cairan berikutnya baru dapat dilakukan 1 jam kemudian.
2. Pemberian antibiotic jika terjadi infeksi
3. Pleurodesis
Pada efusi karena keganasan dan efusi rekuren lain, diberikan
obat (tetrasiklin, kalk dan biemosin) melalui selang interkostalis
untuk melekatkan kedua lapisan pleura dan mencegah cairan
terakumulasi kembali
4. Tirah baring
Tirah baring ini bertujuan untuk menurunkan kebutuhan
oksigen karena peningkatan aktivitas akan meningkatkan
kebutuhan oksigen sehingga dipsneu akan semakin meningkat
pula
5. Biopsi pleura untuk mengetahui adanya keganasan
6. Pemasangan WATER SEAL DRAINASE (WSD)
1. Pengertian
WSD adalah suatu unit yang bekerja sebagai drain untuk
mengeluarkan udara dan cairan melalui selang dada.
2. Indikasi
a. Pneumothoraks karena rupture bleb, luka tusuk tembus
b. Hemothoraks karena robekan pleura, kelebihan anti
koagulan, pasca bedah toraks
c. Torakotomi
d. Efusi pleura
e. Empiema karena penyakit paru serius dan kondisi
inflamasi
3. Tujuan Pemasangan
* Untuk mengeluarkan udara, cairan atau darah dari rongga
pleura
* Untuk mengembalikan tekanan negative pada rongga pleura
* Untuk mengembangkan kembali paru yang kolap dan kolap
sebagian
* Untuk mencegah reflux drainase kembali ke dalam rongga
dada.
4. Tempat pemasangan
a. Apikal
Letak selang pada interkosta III mid klavikula
Dimasukkan secara antero lateral
Fungsi untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura
b. Basal
Letak selang pada interkostal V-VI atau interkostal VIII-IX mid
aksiller
Fungsi : untuk mengeluarkan cairan dari rongga pleura
5. Jenis WSD
Sistem satu botol
Sistem drainase ini paling sederhana dan sering digunakan pada
pasien dengan simplepneumotoraks
Sistem dua botol
Pada system ini, botol pertama mengumpulkan cairan/drainase
dan botol kedua adalah botol water seal.
System tiga botol
Sistem tiga botol, botol penghisap control ditambahkan ke system
dua botol. System tiga botol ini paling aman untuk mengatur jumlah
penghisapan.
10. Komplikasi
Komplikasi dari efusi pleura termasuk runtuhnya paru-paru;
pneumotoraks, atau udara dalam rongga dada, yang merupakan efek
samping umum dari prosedur Thoracentesis, dan empyemas (abses)
disebabkan oleh infeksi dari cairan pleura, yang memerlukan drainase
cairan.
Efusi pleura dapat menempatkan pasien dengan asbestosis atau
mesothelioma risiko bahkan lebih dibandingkan pasien lain - jika itu
mengarah pada kesulitan bernapas. Hal ini karena pasien dengan kondisi
ini sehingga sering menderita jaringan parut pleura, yang dengan
sendirinya membuatnya sangat sulit untuk bernapas. Efusi pleura dapat
memperburuk masalah ini, dan akhirnya ketidakmampuan untuk
bernapas dengan benar dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap
spiral pasien.
Selain itu efusi pleura dapat menyebabkan komplikasi berupa :
1. Fibrotoraks
Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani
dengan drainase yang baik akan terjadi perlekatan fibrosa antara
pleura parietalis dan pleura viseralis. Keadaan ini disebut dengan
fibrotoraks. Jika fibrotoraks meluas dapat menimbulkan hambatan
mekanis yang berat pada jaringan-jaringan yang berada
dibawahnya. Pembedahan pengupasan(dekortikasi) perlu
dilakukan untuk memisahkan membrane-membran pleura
tersebut.
2. Atalektasis
Atalektasis adalah pengembangan paru yang tidak
sempurna yang disebabkan oleh penekanan akibat efusi pleura.
3. Fibrosis paru
Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana
terdapat jaringan ikat paru dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis
timbul akibat cara perbaikan jaringan sebagai kelanjutan suatu
proses penyakit paru yang menimbulkan peradangan. Pada efusi
pleura, atalektasis yang berkepanjangan dapat menyebabkan
penggantian jaringan paru yang terserang dengan jaringan
fibrosis.
4. Kolaps Paru
Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang diakibatkan
oleh tekanan ektrinsik pada sebagian / semua bagian paru akan
mendorong udara keluar dan mengakibatkan kolaps paru.
11. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur,
jenis kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa,
bahasa yang dipakai, status pendidikan dan pekerjaan pasien.
b. Keluhan Utama
1) Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien
mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit.
2) Biasanya pada pasien dengan effusi pleura didapatkan keluhan
berupa : sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat
iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokasilir terutama pada saat
batuk dan bernafas serta batuk non produktif.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan
adanya tandatanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa
berat pada dada, berat badan menurun dan sebagainya.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah pasienpernah menderita penyakit seperti
TBC paru, pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal
ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita
penyakitpenyakit yang disinyalir sebagai penyebab effusi pleura seperti
Ca paru, asma, TB paru dan lain sebagainya
f. Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara
mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang
dilakukan terhadap dirinya.
g. Pengkajian Pola Fungsi
Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Adanya tindakan medis danperawatan di rumah sakit
mempengaruhi perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi
kadang juga memunculkan persepsi yang salah terhadap
pemeliharaan kesehatan.
Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok, minum alcohol
dan penggunaan obat-obatan bias menjadi faktor predisposisi
timbulnya penyakit.
h. Pola nutrisi dan metabolisme
Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu
melakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk
mengetahui status nutrisi pasien,
Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan
selama MRS pasien dengan effusi pleura akan mengalami
penurunan nafsu makan akibat dari sesak nafas dan penekanan
pada struktur abdomen.
Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit.
pasien dengan effusi pleura keadaan umumnyalemah.
i. Pola eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai
kebiasaan defekasi sebelum dan sesudah MRS.
Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih
banyak bed rest sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain
akibat pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan
penurunan peristaltik otot-otot tractus degestivus.
j. Pola aktivitas dan latihan
Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi
Pasien akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal.
Disamping itu pasien juga akan mengurangi aktivitasnya akibat
adanya nyeri dada.
Untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien
dibantu
oleh perawat dan keluarganya.
k. Pola tidur dan istirahat
Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan
berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat
Selain itu akibat perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan
rumah yang tenang ke lingkungan rumah sakit, dimana banyak
orang yang mondar-mandir, berisik dan lain sebagainya.
l. Pemeriksaan Fisik
1) Status Kesehatan Umum
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan
pasien secara
umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap
dan perilaku pasien terhadap petugas, bagaimana mood pasien
untuk mengetahui tingkat kecemasan dan ketegangan pasien.
2) Sistem Respirasi
Inspeksi Pada pasien effusi pleura bentuk hemithorax yang
sakit mencembung, iga mendatar, ruang antar iga melebar,
pergerakan pernafasan menurun. Pendorongan mediastinum
ke arah hemithorax kontra lateral yang diketahui dari posisi
trakhea dan ictus kordis. RR cenderung meningkat dan pasien
biasanya dyspneu.
Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang
jumlah cairannya > 250 cc. Disamping itu pada palpasi juga
ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada
yang sakit.
Suara perkusi redup sampai pekak tegantung jumlah cairannya.
Bila cairannya tidak mengisi penuh rongga pleura, maka akan
terdapat batas atas cairan berupa garis lengkung dengan ujung
lateral atas ke medical penderita dalam posisi duduk. Garis ini
disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling jelas di bagian
depan dada, kurang jelas di punggung.
Auskultasi Suara nafas menurun sampai menghilang. Pada
posisi duduk cairan makin ke atas makin tipis, dan dibaliknya
ada kompresi atelektasis dari parenkian paru, mungkin saja
akan ditemukan tanda tanda auskultasi dari atelektasis
kompresi di sekitar batas atas cairan.
3) Sistem Cardiovasculer
- Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal
berada pada ICS – 5 pada linea medio claviculaus kiri selebar 1
cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya
pembesaran jantung.
- Palpasi untuk menghitung frekuensi jantung (health rate) dan
harus diperhatikan kedalaman dan teratur tidaknya denyut
jantung, perlu juga memeriksa adanya thrill yaitu getaran
ictuscordis.
- Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah
jantung terdengar pekak. Hal ini bertujuan untuk menentukan
adakah pembesaran jantung atau ventrikel kiri.
- Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal
atau gallop dan adakah bunyi jantung III yang merupakan
gejala payah jantung serta
adakah murmur yang menunjukkan adanya peningkatan arus
turbulensi darah.
4) Sistem Pencernaan
Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit
atau datar, tepi perut menonjol atau tidak, umbilicus menonjol
atau tidak, selain itu juga perlu di inspeksi ada tidaknya
benjolan-benjolan atau massa.
Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana
nilai normalnya 5-35kali per menit.
Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan
abdomen, adakah
massa (tumor, feces), turgor kulit perut untuk mengetahui
derajat hidrasi pasien, apakah hepar teraba.
Perkusi abdomen normal tympani, adanya massa padat atau
cairan akan menimbulkan suara pekak (hepar, asites,
vesikaurinarta, tumor).
5) Sistem Neurologis
Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping juga
diperlukan pemeriksaan GCS. Adakah composmentis atau
somnolen atau comma
Pemeriksaan refleks patologis dan refleks fisiologisnya.
Selain itu fungsi-fungsi sensoris juga perlu dikaji seperti
pendengaran,
penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan.
6) Sistem Muskuloskeletal
Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial
Palpasi pada kedua ekstremetas untuk mengetahui tingkat
perfusi perifer serta dengan pemerikasaan capillary refiltime.
Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan pemeriksaan kekuatan
otot kemudian dibandingkan antara kiri dan kanan.
7) Sistem Integumen
Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada
tidaknya lesi pada kulit, pada pasien dengan efusi biasanya
akan tampak cyanosis akibat adanya kegagalan sistem
transport O2.
Pada palpasi perlu diperiksa mengenai kehangatan kulit
(dingin, hangat, demam). Kemudian texture kulit (halus-lunak-
kasar) serta turgor kulit untuk mengetahui derajat hidrasi
seseorang,
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pola napas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru (akumulasi
udara/cairan), gangguan musculoskeletal, nyeri/ansietas, proses inflamasi
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya akumulasi
sekret jalan napas
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan kemampuan
ekspansi paru, kerusakan membran alveolar kapiler
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan penurunan keinginan makan sekunder akibat dyspnea
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan informasi yang tidak adekuat
mengenai proses penyakit dan pengobatan
IMPLEMENTASI
No Diagnosa Keperawatan NOC NIC
1 Bersihan Jalan Nafas tidak Efektif berhubungan dengan adanya akumulasi sekret jalan napas
NOC : Respiratory status : Ventilation Respiratory status : Airway patency Aspiration Control
Kriteria Hasil : Mendemonstrasikan batuk efektif
dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
Mampu mengidentifikasikan dan mencegah factor yang dapat menghambat jalan nafas
NIC :Airway suction
Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah
suctioning. Informasikan pada klien dan keluarga tentang
suctioning Minta klien nafas dalam sebelum suction
dilakukan. Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk
memfasilitasi suksion nasotrakeal Gunakan alat yang steril sitiap melakukan
tindakan Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas
dalam setelah kateter dikeluarkan dari nasotrakeal
Monitor status oksigen pasien Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan
suksion Hentikan suksion dan berikan oksigen apabila
pasien menunjukkan bradikardi, peningkatan saturasi O2, dll.
Airway Management Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau
jaw thrust bila perlu Posisikan pasien untuk memaksimalkan
ventilasi Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat
jalan nafas buatan Pasang mayo bila perlu Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Keluarkan sekret dengan batuk atau suction Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
tambahan Lakukan suction pada mayo Berikan bronkodilator bila perlu Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl
Lembab Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan. Monitor respirasi dan status O2
2 Pola Nafas tidak efektif
b.d penurunan
ekspansi paru
(akumulasi
udara/cairan)
NOC :v Respiratory status : Ventilation Respiratory status : Airway patency Vital sign Status
Kriteria Hasil : Mendemonstrasikan batuk efektif
dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)
NIC :
Airway Management
Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
Pasang mayo bila perlu Lakukan fisioterapi dada jika perlu Keluarkan sekret dengan batuk atau suction Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
tambahan Lakukan suction pada mayo Berikan bronkodilator bila perlu Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl
Lembab Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan. Monitor respirasi dan status O2
Terapi Oksigen Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea Pertahankan jalan nafas yang paten
Atur peralatan oksigenasi Monitor aliran oksigen Pertahankan posisi pasien Onservasi adanya tanda tanda hipoventilasi Monitor adanya kecemasan pasien terhadap
oksigenasi
Vital sign Monitoring Monitor TD, nadi, suhu, dan RR Catat adanya fluktuasi tekanan darah Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau
berdiri Auskultasi TD pada kedua lengan dan
bandingkan Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan
setelah aktivitas Monitor kualitas dari nadi Monitor frekuensi dan irama pernapasan Monitor suara paru Monitor pola pernapasan abnormal Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit Monitor sianosis perifer Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi
yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik) Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
3 Gangguan pertukaran
gas berhubungan
dengan penurunan
kemampuan ekspansi
paru, kerusakan
membran alveolar
kapiler
NOC : Respiratory Status : Gas exchange Respiratory Status : ventilation Vital Sign Status
Kriteria Hasil : Mendemonstrasikan peningkatan
ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
Memelihara kebersihan paru paru dan bebas dari tanda tanda distress pernafasan
NIC :
Airway Management
Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
Pasang mayo bila perlu
Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
Tanda tanda vital dalam rentang normal
Lakukan fisioterapi dada jika perlu Keluarkan sekret dengan batuk atau suction Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
tambahan Lakukan suction pada mayo Berika bronkodilator bial perlu Barikan pelembab udara Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan. Monitor respirasi dan status O2
Respiratory Monitoring
Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi
Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostal
Monitor suara nafas, seperti dengkur Monitor pola nafas : bradipena, takipenia,
kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot Catat lokasi trakea Monitor kelelahan otot diagfragma (gerakan
paradoksis) Auskultasi suara nafas, catat area penurunan /
tidak adanya ventilasi dan suara tambahan Tentukan kebutuhan suction dengan
mengauskultasi crakles dan ronkhi pada jalan napas utama
auskultasi suara paru setelah tindakan untuk mengetahui hasilnya.
DAFTAR PUSTAKA
Bahar, Asril. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Ed. 3. Jakarta: Balai
Penerbit FK UI
Brunner & Suddart. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Ed. 8. Jakarta:
EGC
Carpenito, Lynda Juall. 1995 Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC
Halim, Hadi. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Ed. 3. Jakarta: Balai
Penerbit FK UI
Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi
LAPORAN PENDAHULUAN
CLINICAL STUDY 2
DEPARTEMEN MEDICAL
EFUSI PLEURA
RUANG TERATAI
RS TINGKAT II Dr. Soepraoen
Disusun Oleh :
Eka Fitri Cahyani 115070201111001
Kelompok 6A
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVER`SITAS BRAWIJAYA
2015