efloresensi

11
1. Makula adalah perubahan warna pada kulit tanpa ada perubahan pada konsistensi dan permukaan kulit, perubahan warna akan menggambarkan proses patologis kulit dan membantu dalam menegakkan diagnosis klinis. Perubahan pigmen pada makula dapat berupa hipopigmentasi atau hiperpigmentasi. Makula yang lebih dari 1 cm disebut patch

Transcript of efloresensi

Page 1: efloresensi

1. Makula adalah perubahan warna pada kulit tanpa ada perubahan pada konsistensi dan permukaan kulit, perubahan warna akan menggambarkan proses patologis kulit dan membantu dalam menegakkan diagnosis klinis. Perubahan pigmen pada makula dapat berupa hipopigmentasi atau hiperpigmentasi.Makula yang lebih dari 1 cm disebut patch

Page 2: efloresensi

2. Pemeriksaan KOH

Pemeriksaan ini dilakukan pada pasien yang dicurigai menderita penyakit yang disebabkan atau

berhubungan dengan infeksi Jamur, seperti :

Tinea

Pitiriasis Versikolor (Panu)

Dermatitis Seboroik

dll

Langkah pemeriksaan :

Pengambilan sampel

Alat alat yang dibutuhkan : 

o Skalpel 

o Pinset 

o Alkohol 70% 

o Kapas 

o Kertas/wadah yang bersih

Cara pengambilan sampel :

o Bersihkan kulit yang akan dikerok dengan kapas alkohol 70% untuk menghilangkan

lemak, debu dan kotoran lainnya.  

o Keroklah bagian yang aktif dengan skalpel dengan arah dari atas kebawah (cara

memegang skalpel harus miring membentuk sudut 45 derajat ke atas). 

o Letakkan hasil kerokan kulit pada kertas atau wadah

Pembuatan sediaan  

Alat alat yang dibutuhkan :

o Kaca objek 

o Kaca penutup

o Lampu spiritus

o Pinset

o Reagen yaitu Larutan KOH 10% untuk kulit dan kuku, Larutan KOH 20% untuk

rambut

Page 3: efloresensi

Cara pembuatan sediaan :

o Teteskan 1-2 tetes larutan KOH 10% pada kaca objek.

o Letakkan bahan yang akan diperiksa pada tetesan tersebut dengan menggunakan

pinset yang sebelumnya dibasahi dahulu dengan larutan KOH tersebut. Kemudian

tutup dengan kaca penutup.

o Biarkan ±15 menit atau dihangatkan diatas nyala api selama beberapa detik untuk

mempercepat proses lisis

Pemeriksaan

Alat yang digunakan : Mikroskop 

Cara Pemeriksaan : Periksa sediaan dibawah mikroskop. Mula-mula dengan perbesaran

objektif 10 X kemudian dengan pembesaran 40 X untuk mencari adanya hypha dan atau

spora, akan tampak gambaran hifa dan spora tergantung jamur yang menyebabkan

penyakitnya, contohnya :

o terlihat gambaran hifa sebagai dua garis sejajar terbagi   oleh sekat dan bercabang

maupun spora berderet (artrospora) pada Tinea (Dermatofitosis)

o terlihat campuran hifa pendek dan spora spora bulat yang dapat berkelompok

(gambaran Meat ball and spagheti) pada Pitiriasis Versikolor (panu)

3. Dermatitis Kontak

Dermatitis Kontak (DK) adalah dermatitis yang disebabkan terpaparnya kulit dengan bahan dari

luar yang bersifat iritan atau allergen.

Dermatitis kontak dibagi menjadi :

1. Dermatitis Kontak Iritan (DKI), disebabkan terpaparnya kulit dengan baha iritan, dan dapat

dibagi dalam :

a. DKI akut, terjadi segera / beberapa jam setelah kulit terpapar bahan iritan kuat

misalnya asam / basa kuat

b. DKI kronis, terjadi setelah beberapa hari / bulan setalah terpapar bahan iritan lemah,

misalnya sabun, deterjen, minyak pelumas.

Page 4: efloresensi

2. Dermatitis Kontak Alergen (DKA), disebabkan terpaparnya kulit dengan bahan yang

bersifat sebagai allergen. Bahan ini biasanya mempunyai bera molekul rendah, kemudian

setelah masuk kedalam epidermis berikatan dengan bahan protein yang terdapat di

epidermis membentuk bahan yang bersifat allergen, sehingga terjadi reaksi hipersensitifitas

tipe lambat ( reaksi alergi tipe IV ), yang dihantar oleh sel T yang tersensitasi. Proses ini

dimulai dengan fase sensitasi yang kemudian disusul fase elisitasi.

Kelainan yang terjadi berupadermatitis akut, sub akut dan kronis. Lesi yang akut berupa lesi yang

polimorf yaitu tampak macula eritematus, batas tidak jelas dan terdapat papul, vesikel, bula yang

bila pecah menjadi lesi yang eksudatif. Bentuk yang kronis gambarannya lebih sederhana berupa

macula hiperpigmentasi disertai likenifikasi dan ekskoriasi.

Perbedaan antara DKI dan DKA sebagai berikut :

DKI DKA

Etiologi Iritan Primer Sensitizer

Permulaan penyakit Paparan pertama Paparan ulang

Penderita Semua orang Penderita yang sensitive / alergi

Efloresensi Batas jelas Batas tak jelas

Uji tempel

Eritem batas tegas, reaksi

menurun setelah uji temple

dilepas

Batas tak jelas, reaksi tetap /

bertambah setelah setelah uji

temple dilepas

4. Terapi :

Cetirizine Dihidroklorida 10 mg.

Dewasa dan anak ≥ 12 tahun : 1 x sehari 1 kapsul

Cetirizine adalah metabolit aktif dari hidroksizin dengan kerja kuat dan panjang. Merupakan

antihistamin selektif, antagonis reseptor H1 periferal, obat antialergi generasi terbaru dengan bahan

aktif Cetirizine Dihidroklorida. Diberikan karena tak menimbulkan efek mengantuk sehingga tak

mengganggu aktivitas pasien.  Generasi pertama seperti golongan CTM dan difenhidramin biasanya

menimbulkan rasa kantuk yang hebat serta memiliki dampak kurang nyaman pada pasien seperti

jantung  berdebar-deba. Sedangkan antihistamin generasi kedua seperti cetirizine dan azelastine

memiliki efek kantuk yang rendah pada dosis anjuran, tidak menimbulkan rasa berdebar-debar dan

penggunaannya cukup sekali sehari.

Dosis : Dewasa dan anak ≥ 12 tahun : 1 x sehari

Page 5: efloresensi

Metilprednisolon 4mg

Metilprednisolon merupakan kortikosteroid dengan kerja intermediate yang termasuk kategori

adrenokortikoid, antiinflamasi dan imunosupresan.

Anti-inflamasi (steroidal)

Metilprednisolon menurunkan atau mencegah respon jaringan terhadap proses inflamasi, karena itu

menurunkan gejala inflamasi tanpa dipengaruhi penyebabnya.

Metilprednisolon menghambat akumulasi sel inflamasi, termasuk makrofag dan leukosit pada

lokasi inflamasi. Metilprednisolon juga menghambat fagositosis, pelepasan enzim lisosomal,

sintesis dan atau pelepasan beberapa mediator kimia inflamasi.

Dosis : Dosis awal dari metilprednisolon dari 4 mg - 48 mg per hari, dosis tunggal atau terbagi

Hidrokortison cream 1%

Hidrokortison adalah obat topical dari golongan kortikosteroid potensi lemah digunakan sebagai

anti inflamasi, anti alergi, dan anti pruritus,

Dosis : 2-3 x sehari

Kortikosteroid topikal diklasifikasikan dalam 7 golongan berdasarkan potensi klinisnya,

yaitu :

1. Golongan I : Super Potent Clobetasol proprionate ointment dan cream 0,5% Betamethasone diproprionate gel dan ointment 0,05% Diflorasone diacetate ointment 0,5% Halobetasol proprionate ointment 0,05%

2. Golongan II : Potent Amcinonide ointment 0,1% Betamethasone diproprionate AF cream 0,05% Mometasone fuorate ointment 0,1% Diflorasone diacetate ointment 0,05% Halcinonide cream 0,1% Flucinonide gel, ointment, dan cream 0,05% Desoximetasone gel, ointment, dan cream 0,25%

3. Golongan III : Potent, upper mid-strength Triamcinolone acetonide ointment 0,1% Fluticasone proprionate ointment 0,05% Amcinonide cream 0,1% Betamethasone diproprionate cream 0,05% Betamethasone valerate ointment 0,1% Diflorasone diacetate cream 0,05% Triamcinolone acetonide cream 0,5%

Page 6: efloresensi

4. Golongan IV : Mid-strength Fluocinolone acetonide ointment 0,025% Flurandrenolide ointment 0,05% Fluticasone proprionate cream 0,05% Hydrocortisone valerate cream 0,2% Mometasone fuorate cream 0,1% Triamcinolone acetonide cream 0,1%

5. Golongan V : Lower mid-strength Alclometasone diproprionate ointment 0,05% Betamethasone diproprionate lotion 0,05% Betamethasone valerate cream 0,1% Fluocinolone acetonide cream 0,025% Flurandrenolide cream 0,05% Hydrocortisone butyrate cream 0,1% Hydrocortisone valerate cream 0,2% Triamcinolone acetonide lotion 0,1%

6. Golongan VI : Mild strength Alclometasone diproprionate cream 0,05% Betamethasone diproprionate lotion 0,05% Desonide cream 0,05% Fluocinolone acetonide cream 0,01% Fluocinolone acetonide solution 0,05% Triamcinolone acetonide cream 0,1%

7. Golongan VII : Least potent Obat topikal dengan hydrocortisone, dexamethasone, dan prednisole.

5. Uji Tempel

Tempat untuk melakukan uji tempel biasa-nya di punggung. Untuk melakukan uji tempel

diperlukan antigen, biasanya antigen standar buatan pabrik, misalnya Finn Chamber System Kit dan

TRUE. Test, keduanya buatan Amerika Serikat. Terdapat juga antigen standar bikinan pabrik di

Eropa dan negara lain. Adakalanya tes dilakukan dengan antigen bukan standar, dapat berupa bahan

kimia murni, atau lebih sering bahan campuran yang berasal dari rumah. lingkungan kerja atau

tempat rekreasi. Mungkin ada sebagian bahan ini yang bersifat sangat toksik terhadap kulit, atau

walaupun jarang dapat rnemberikan efek toksik secara sitemik. Oleh karena itu, bila menggunakan

bahan tidak standar, apalagi dengan bahan industri, harus berhati-hati sekali. Jangan melakukan uji

tempel dengan bahan yang tidak diketahui.

Bahan yang secara rutin dan dibiarkan menernpel di kulit, misalnya kosmetik, pelembab,

bila dipakai untuk uji tempel, dapat langsung digunakan apa adanya (as is). Bila menggunakan

bahan yang secara rutin dipakai dengan air untuk membilasnya, misalnya sampo, pasta gigi, harus

diencerkan terlebih dahulu. Bahan yang tidak larut dalam air diencerkan atau dilarutkan dalam

vaselin atau minyak mineral. Produk yang diketahui bersifat iritan, misalnya deterjen, hanya boleh

diuji bila diduga keras penyebab alergi. Apabila pakaian, sepatu, atau sarung tangan yang dicurigai

penyebab alergi, maka uji tempel dilakukan dengan potongan kecil bahan tersebut yang direndam

dalam air garam yang tidak dibubuhi bahan pengawet, atau air, dan ditempelkan di kulit dengan

Page 7: efloresensi

memakai Finn chamber, dibiarkan sekurang-kurangnya 48 jam. Perlu diingat bahwa hasil positif

dengan alergen bukan standar periu kontrol ( 5 sampai 10 orang), untuk menyingkirkan

kemungkinan karena iritasi.

Berbagai hal berikut ini perlu diperhatikan dalam pelaksanaan uji tempel

1. Dermatitis harus sudah tenang (sembuh). Bila masih dalam keadaan akut atau berat

dapat terjadi reaksi 'angry back atau 'excited skin', reaksi positif palsu, dapat juga

menyebabkan penyakit yang sedang dideritanya makin memburuk.

2. Tes dilakukan sekurang-kurangnya satu minggu setelah pemakaian kortikosteroid

sistemik dihentikan (walaupun dikatakan bahwa uji tempel dapat dilakukan pada

pemakaian prednison kurang dari 20 mg/hari atau dosis ekuivalen kortikosteroid

lain), sebab dapat menghasilkan reaksi negatif palsu. Pemberian kortikosteroid

topikal di punggung dihentikan sekurang-kurangnya satu minggu sebelum tes

dilaksanakan. Luka bakar sinar matahari (sun burn) yang terjadi 1-2 minggu.

sebelum tes dilakukan juga dapat memben hash l negatif palsu. Sedangkan

antihistamin sistemik tidak mempengaruhi hasil tes, kecuali diduga karena urtikaria

kontak.

3. Uji tempel dibuka setelah dua hari, kemudian dibaca; pembacaan kedua dilakukan

pada hari ke-3 sampai ke-7 setelah aplikasi.

4. Penderita dilarang melakukan aktivitas yang menyebabkan uji tempel menjadi

longgar (tidak menempel dengan baik), karena memberikan hasil negatif palsu.

Penderita juga dilarang mandi sekurang-kurangnya dalam 48 jam, dan menjaga agar

punggung selalu kering setelah dibuka uji tempelnya sampai pembac,aan terakhir

selesai.

5. Uji tempel dengan bahan standar jangan di-lakukan terhadap penderita yang

mempunyai riwayat tipe urtikaria dadakan (immediate uticarial type), karena dapat

menimbulkan urtikaria generalisata bahkan reaksi anafilaksis. Pada penderila

semacam ini dilakukan les dengan prosedur khusus.

Setelah dibiarkan menempel selama 48 jam. uji tempel dilepas. Pembacaan pertama

dilakukan 15 - 30 menit setelah dilepas. agar efek tekanan bahan yang diuji telah menghilang atau

minimal. Hasilnya dicatat seperti berikut :

1. reaksi lemah (nonvesikular) : eritema, infiltrat, papul (+)

2. reaksi kuat : edema atau vesikel (++)

3. reaksi sangat kuat (ekstrim): bula atau ulkus (+++)

4. meragukan: hanya makula entematosa (?)

5. iritasi: seperti terbakar, pustul, atau purpura (IR)

Page 8: efloresensi

6. reaksi negatif (-)

7. excited skin

8. tidak dites (NT=not tested)

Reaksi excited skin atau 'angry back', merupakan reaksi positif palsu, suatu fenomena

regional disebabkan oleh satu atau beberapa reaksi positif kuat, yang dipicu oleh hipersensitivitas

kulit, pinggir uji tempel yang lain menjadi reaktif. Fenomena ini pertama dikemuka-kan oleh Bruno

Bloch pada abad ke-20, kemudian diteliti oleh Mitchell pada tahun 1975. Pembacaan kedua perlu

dilakukan sampai satu minggu setelah aplikasi, biasanya 72 atau 96 jam setelah aplikasi.

Pembacaan kedua ini penting untuk membantu membedakan antara respons alergik atau iritasi, dan

juga mengidentifikasi lebih banyak lagi respons positif alergen. Hasil positif dapat bertambah

setelah 96 jam aplikasi, oleh karena itu perlu dipesan kepada pasien untuk melapor, bila hal itu

terjadi sampai satu minggu setelah aplikasi. Untuk menginterpretasi hasil uji tempel tidak mudah.

Interpretasi dilakukan setelah pembaca-an kedua. Respons alergik biasanya menjadi lebih jelas

antara pembacaan kesatu dan kedua, berawal dari +/- ke + atau ++ bahkan ke +++ (reaksi tipe

crescendo), sedangkan respons iritan cenderung menurun (reaksi tipe decrescendo). Bila ditemukan

respon positif terhadap suatu alergen, perlu ditentukan relevansinya dengan keadaan klinik, riwayat

penyakit, dan sumber antigen di lingkungan penderita. Mungkin respon positif tersebut

berhubungan dengan penyakit yang sekarang atau penyakit masa lalu yang pernah dialami, atau

mungkin tidak ada hubung-annya (tidak diketahui). Reaksi positif klasik terdiri atas eritema, edem,

dan vesikel-vesikel kecil yang letaknya berdekatan.

Reaksi positif palsu dapat terjadi antara lain bila konsentrasi terialu tinggi, atau bahan ter-

sebut bersifat iritan bila dalam keadaan tertutup (oklusi), efek pinggir uji tempel umumnya karena

iritasi, bagian tepi menunjukkan reaksi lebih kuat, sedang dibagian tengahnya reaksi ringan atau

sama sekali tidak ads. Ini disebabkan karena meningkatnya konsentrasi iritasi caftan di bagian

pinggir. Sebab lain oleh karena efek tekan, terjadi bila menggunakan bahan padat. Reaksi negatif

palsu dapat terjadi misalnya konsentrasi terlalu rendah, vehikulum tidak tepat, bahan uji tempel

tidak melekat dengan balk, atau longgar akibat pergerakan, kurang cukup waktu penghentian

pemakaian kortikosteroid sistemik atau topikal poten yang lama dipakai pada area uji tempel

dilakukan.