EFISIENSI POLA DISTRIBUSI MANGGA LOKAL DI PASAR INDUK...
Transcript of EFISIENSI POLA DISTRIBUSI MANGGA LOKAL DI PASAR INDUK...
EFISIENSI POLA DISTRIBUSI MANGGA LOKAL DI PASAR INDUK
KRAMAT JATI
Skripsi
Muchamad Noval Abdillah
11140920000067
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2020 M / 1441 H
EFISIENSI POLA DISTRIBUSI MANGGA LOKAL DI PASAR INDUK
KRAMAT JATI
Muchamad Noval Abdillah
11140920000067
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2020 M / 1441
EFISIENSI POLA DISTRIBUSI MANGGA LOKAL DI PASAR INDUK
KRAMAT JATI
Disusun Oleh:
Muchamad Noval Abdillah
11140920000067
Skripsi
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pertanian pada
program studi agribisnis
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2020 M / 1441 H
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. Data Pribadi :
Nama : Muchamad Noval Abdillah
Tempat / Tgl Lahir : Malang, 30 Maret 1996
Jenis Kelamin : Pria
Alamat Sekarang : JL. HM. Sabar Rt 003/01 Rambutan, Ciracas,
Jakarta Timur, Indonesia
HP : 081249495545
Alamat Email : [email protected]
II. Riwayat Pendidikan :
- Tamatan SD Negeri 01 Rambutan Tahun 2008 BerIjazah
- Tamatan MTs’ Plus Bahrul Ulum Jombang Tahun 2011 BerIjazah
- Tamatan MAN Tambak beras Jombang Tahun 2014 BerIjazah
- S1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Jurusan Agribisnis sekarang
III. Pengalaman Organisasi :
1. Pengurus Pondok Pesantren Al-Muhajirin III bis. Pendidikan 2012
2. Anggota akomodasi HUMAPON 2013
3. Ketua Umum Himpunan Santri Karisidenan Malang Raya- Banyuwangi
“FAJAR TIMUR” 2013
4. Anggota Dept. Pendidikan dan Penelitian Dewan Eksekutif Mahasiswa
Fakultas Sains dan Teknologi 2015
5. Kepala Bidang Pengembangan dan Sumber Daya Manusia HMJ Agribisnis
2016
6. Wakil Ketua pelaksana Diskusi Nasional Mahasiswa Pertanian dan Reuni
Akbar Ikatan Senat Mahasiswa Pertanian Indonesia 2016
7. Ketua Pelaksana Aplikasi Study HMJ Agribisnis 2016
8. Wakil Ketua Umum Ikatan Senat Mahasiswa Pertanian Indonesia 2016-
2018
9. Kepala Dept. Konservasi Lingkungan Dewan Eksekutif Mahasiswa
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2017
10. Anggota Perhimpunan Organisasi Profesi Mahasiswa Sosial Ekonomi
Pertanian Indonesia 2015-2017
11. Anggota Himpunan Mahasiswa Islam 2016-2019
12. Dan kepanitiaan-kepanitiaan dalam kampus lainnya.
RINGKASAN
Muchamad Noval Abdillah, Efisiensi Pola Distribusi Mangga Lokal di Pasar
Induk Krmat Jati: Dengan bimbingan Akhmad Riyadi Wastra dan Puspi Eko
Wiranthi.
Mangga adalah salah satu buah dengan produksi terbesar di Indonesia. Keterkaitan
antara produsen dan konsumen tidak terlepas dari kegiatan distribusi. Peran
distribusi barang dalam arti kata cukup, tepat waktu dan terjangkau. Variasi harga
yang berbanding jauh, dari harga beli di petani sampai harga jual di pasar besar.
Harga bersih dari produk akan semakin menurun dengan semakin jauhnya jarak
antara produsen dan konsumen. Berkembangnya teknologi pengolahan,
pengemasan, dan pengangkutan pembagian wilayah produksi ini tidak terlalu kaku
dan bersifat dinamis. Usaha yang mengarah kepada peningkatan efisiensi sehingga
sistem distribusi yang ada mampu melakukan pembagian yang adil atas marjin
kepada semua pelaku ekonomi. Pasar induk Kramat Jati merupakan pasar grosir
dengan pasokan mangga terbanyak dibanding pesaingnya.
Tujuan penelitian ini adalah (1) Mengetahui pola distribusi buah mangga dari
produsen ke Pasar Induk Kramat Jati (2) Menganalisis efisiensi saluran pada pola
distribusi buah mangga di Pasar Induk Kramat Jati. Pola distribusi, lembaga
pemasaran yang terkait diuraikan secara deskriptif kualitatif. Analisis deskriptif
kuantitatif dilakukan untuk melihat efisiensi saluran pada pola distribusi dengan
pendekatan analisis margin pemasaran, farmer’s share, dan rasio keuntungan
terhadap biaya.
Hasil penelitian ini diperoleh Sistem distribusi mangga lokal di Pasar Induk Kramat
Jati terdiri dari dari 7 buah saluran distribusi yaitu: saluran distribusi 1 : Petani -
Pengumpul - Pemasok - Pasar Induk; saluran distribusi 2 : Petani – Petani pasca
panen – Pasar Induk; saluran distribusi 3 : Petani – Tengkulak – Pasar Induk;
saluran distribusi 4 : Petani – Petani Pasca Panen – Tengkulak – Pasar Induk;
saluran distribusi 5 : Petani – Pengumpul – Pasar Induk; saluran distribusi 6 : Petani
– Pengumpul – Tengkulak – Pasar Induk; saluran distribusi 7 : Petani- Pasar Induk.
Pasar Induk menjadikan intensitas distribusi tergolong ke dalam distribusi eksklusif
tetapi dalam penerapannya intensitas distribusi yang terjadi menjadi distribusi
selektif. Distribusi hasil produksi mangga memiliki tiga alternatif saluran distribusi.
Petani bisa menjual kepada tengkulak, pedagang pengumpul, supplier atau
langsung kepada pedagang besar. Pola distribusi yang terbentuk adalah point to
point dan hub and spoke.
Berdasarkan perhitungan efisiensi saluran distribusi mangga lokal di Pasar induk
Kramat Jati, saluran distribusi yang memiliki nilai margin terendah adalah saluran
7 untuk seluruh jenis mangga harum manis, Mandagi, apel, golek dan gedong.
Berdasarkan Farmer’s Share, saluran distribusi 7 merupakan saluran tataniaga yang
paling menguntungkan petani dengan nilai 90%. Rasio keuntungan terhadap biaya
distribusi, hampir seluruh jenis mangga pada setiap saluran memiliki nilai > 1
artinya hampir seluruh saluran distribusi mangga lokal efisien. Rasio keuntungan
terhadap biaya paling besar terdapat pada saluran 7 pada setiap jenis mangga
kecuali mangga manalagi. Berdasarkan hasil analisa diatas, maka saluran yang
paling efisien adalah saluran distribusi 7 yang melibatkan petani dan pedagang
besar Pasar Induk Kramat Jati.
Kata Kunci: Pola, Saluran, Distribusi, Mangga, Pasar Induk Kramat Jati
iv
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahiim
Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.
Alhamdulillah, Puji Syukur ke hadirat Allah SWT atas segala berkah dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Efisiensi
Pola Dsitribusi Mangga Lokal di Pasar Induk Kramat Jati”. Penulisan skripsi
ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program
Studi Agribisnis, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Selama proses penyelesaian skripsi ini penulis memperoleh bantuan dari
berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Lily Surayya Eka Putri, M.Env.Stud selaku Dekan Fakultas Sains dan
Teknologi yang telah mengesahkan karya tulis ini sebagai skripsi.
2. Ibunda Dr. Ir. Siti Rochaeni, M.Si selaku ketua Program Studi Agribisnis dan
pembimbing akademik yang telah membimbing penulis untuk menimba ilmu
pengetahuan.
3. Ibunda Rizki Adi Puspita Sari, SP, MM Sekretaris Program Studi Agribisnis
yang telah membantu kelancaran pembuatan skripsi ini.
4. Kedua dosen pembimbing, Ayahanda Dr. Ir. Akhmad Riyadi Wastra,
S.IP.,M.M dan ibunda Puspi Eko Wiranthi, S.E., M.Si., M.Sc yang telah
mencurahkan tenaga, waktu, energi, pikirannya, serta memberikan ilmunya
secara tulus dan penuh kesabaran demi terselesainya skripsi ini.
5. Ayahanda Dr. Iwan Aminuddin M.Si dan Ayunda Dewi Rohma Wati, SP,.
M.Si yang selalu menjadi teman curhat dan penyuntik motivasi untuk penulis
sehingga skripsi ini dapat selesai.
6. Para dosen Program Studi Agribisnis yang telah memberikan ilmu kepada
penulis hingga mendapatkan gelar Sarjana Pertanian.
v
7. Ibunda (Almh) Hj. Yayuk. Maisaroh yang selalu memberi semangat kepada
penulis untuk bisa melanjutkan studi, yang selalu mengingatkan tentang petuah
hidup dan memberi kebanggaan kepada penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini. Dan Ayahanda H. Nurul Falah yang memberi semangat dan masukan
sehingga skripsi ini dapat selesai.
8. Ayunda Khirzah Nurmala S.Psi, Ayunda Khoiriyyah SP., Ayunda Widya
Aprilia Torvillah S.Pd adinda Dita Milih Anggraini, dan adinda Putri Atika
Juliyanti tim terhebat yang penulis miliki, partner pendukung terbaik, terima
kasih atas doa dan bantuan yang sudah membantu penulis menyelesaikan
skripsi ini.
9. M. Ario Nugroho, Ahmad Jazilil Mustopa, Nur Ikhsan Ramdhani Yusuf, Egi
Gilang, Mohammad Fajar, Mualim Muslim, Wulan Cahyaningsih, M. Nur
Aziz, Rizkita Agung Aditya, Hilman Kurniawan serta Oktaria Dwita Permata
terimakasih atas dukungan dan doa kalian, telah menjadi partner dalam proses
penulis. Semoga kebaikan kalian dibalas oleh Nya dan semoga kita semua
sukses di masa depan. Aamiin
10. Tomy Lutvan AMT, S.Hum, Taufiq Atho’urahman, S.Hum, M. Nabil Rosyad,
Aris Sunandar, Chairul Anam, Izzul Islam, dan Gufron. teman bertahan hidup,
teman seperjuangan penulis dan semua perjuangan selama dikampus, dan yang
selalu siap sedia membantu dan menampung penulis dalam proses
menyelesaikan skripsi, terima kasih dan semangat untuk hidup yang lebih baik.
11. Para pejuang skripsi, keluarga besar AGRIBISNIS 2014 yang telah membantu
penulis selama perkuliahan. Terima kasih untuk semua cerita yang telah dibagi
dan sejarah-sejarah yang sudah dibentuk bersama.
12. Senior-senior Agribisnis angkatan 2009-2013 dan junior-junior dari angkatan
2015-2017 atas doa dan dukungannya.
13. Semua pihak yang telah membantu yang belum disebutkan tanpa mengurangi
rasa hormat. Terima kasih banyak.
Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Oleh
karena itu, saran dan kritik yang dapat membangun serta informasi yang berguna
vi
sangat penulis harapkan untuk menyempurnakan skripsi ini. Semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi penulis dan pembaca pada
umumnya.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh.
Jakarta, 18 Mei 2020
Muchamad Noval Abdillah
NIM. 11140920000067
vii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ............................................................................................ ix
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ x
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah ....................................................................... 7
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................ 7
1.4 Manfaat Penelitian ...................................................................... 8
1.5 Ruang Lingkup Penelitian ........................................................... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 9
2.1. Manajemen Saluran Distribusi .................................................... 9
2.2. Pemasaran dan Pola Distribusi Hasil Pertanian ........................ 13
2.3. Intensitas Distribusi atau Banyaknya Perantara ........................ 17
2.4. Efisiensi Distribusi .................................................................... 18
2.5. Margin Tataniaga/Pemasaran .................................................... 23
2.6. Penelitian Terdahulu ................................................................. 26
2.7. Kerangka Penelitian .................................................................. 31
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................... 33
3. 1. Waktu dan Lokasi Penelitian .................................................... 33
3. 2. Jenis dan Sumber Data .............................................................. 33
3. 3. Metode Pengumpulan Data ....................................................... 34
3. 4. Metode Pengolahan dan Analisis Data ..................................... 35
3.4.1. Analisis Pola Distribusi .................................................... 35
3.4.2. Analisis Efisiensi Saluran Distribusi ................................ 36
3.4.3. Definisi Operasional ....................................................... 36
BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN ........................................... 38
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 55
viii
5.1 Analisis Pola Distribusi Mangga Lokal dari Produsen ke Pasar
Induk Kramat Induk Jati................................................................... 55
5.2 Efisiensi Saluran Pola Distribusi Buah Mangga Lokal di Pasar
Induk Kramat Jati. .............................................................................. 72
5.2.1 Analisis Margin Tataniaga .............................................. 72
5.2.2 Analisis Farmer’s Share ................................................. 92
5.2.3 Analisis Rasio Keuntungan Terhadap Biaya ................... 94
5.2.4 Efisiensi Tataniaga .......................................................... 95
BAB VI PENUTUP ........................................................................................ 97
6.1 Kesimpulan ............................................................................... 97
6.2 Saran .......................................................................................... 98
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 99
LAMPIRAN .................................................................................................. 102
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Data 5 Buah-Buahan Terbesar Indonesia Tahun 2017 dan 2018.............. 2
Tabel 2. Volume Pasokan Buah Mangga Bulan Agustus 2018 .............................. 3
Tabel 3. Harga Mangga Lokal di Tingkat Petani Dan Pasar Induk Kramat Jati ..... 4
Tabel 4. Rataan Biaya distribusi Pasar Induk Kramat Jati pada Agustus 2018 ...... 6
Tabel 5. Fungsi dan Manfaat Distribusi ................................................................ 10
Tabel 6. Penelitian Terdahulu ............................................................................... 26
Tabel 7. Definisi Operasional ............................................................................... 37
Tabel 8. Bangunan Tempat Usaha di Pasar Induk Kramat Jati Tahun 2013 ........ 40
Tabel 9. Margin Tataniaga Mangga Lokal ............................................................ 74
Tabel 10. Margin Lembaga Pemasaran Saluran 1 ................................................ 74
Tabel 11. Margin Lembaga Pemasaran Saluran 2 ................................................ 77
Tabel 12. Margin Lembaga Pemasaran Saluran 3 ................................................ 79
Tabel 13. Margin Lembaga Pemasaran Saluran 4 ................................................ 82
Tabel 14. Margin Lembaga Pemasaran Saluran 5 ................................................ 85
Tabel 15. Margin Lembaga Pemasaran Saluran 6 ................................................ 87
Tabel 16. Margin Lembaga Pemasaran Saluran 1 ................................................ 90
Tabel 17. Farmer’s Share Mangga Lokal ............................................................. 92
Tabel 18. Rasio Keuntungan Terhadap Biaya Tataniaga Mangga Lokal…………94
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Volume Produksi Buah Mangga ........................................................... 2
Gambar 2. Saluran Pemasaran Secara Umum....................................................... 14
Gambar 3. Model Distribusi .................................................................................. 15
Gambar 4. Interaksi dinamis antara pesanan penjualan dan efesiensi distribusi .. 21
Gambar 5. Kerangka Penelitian ............................................................................ 32
Gambar 6. Pola Distribusi Mangga Lokal ........................................................... 35
Gambar 7. Peta distribusi manggal lokal .............................................................. 44
Gambar 8. Saluran UD. Pur Bersaudara ............................................................... 44
Gambar 9. Saluran UD. Wilujeung ....................................................................... 45
Gambar 10. Saluran UD. Nurmala ........................................................................ 45
Gambar 11. Hasil Pemetikan Mangga .................................................................. 50
Gambar 12. Proses Penimbangan Mangga ........................................................... 51
Gambar 13. Adaptasi Suhu Mangga ..................................................................... 51
Gambar 14. Sortasi Mangga .................................................................................. 52
Gambar 15. Pengemasan Mangga dengan Peti Kayu ........................................... 52
Gambar 16. Pengemasan Mangga dengan Kardus Karton.................................... 53
Gambar 17. Peta Distribusi Mangga Lokal ........................................................... 59
Gambar 18. Saluran Distribusi Mangga Lokal ..................................................... 62
Gambar 19. Saluran Distribusi I ........................................................................... 62
Gambar 20. Saluran Distribusi II .......................................................................... 63
Gambar 21. Saluran Distribusi III ......................................................................... 64
Gambar 22. Saluran Distribusi IV ......................................................................... 64
Gambar 23. Saluran Distribusi V .......................................................................... 65
Gambar 24. Saluran Distribusi VI ......................................................................... 65
Gambar 25. Saluran Distribusi VII ....................................................................... 66
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuisioner Penelitian I ..................................................................... 103
Lampiran 2. Kuisioner Penelitian 2 .................................................................... 106
Lampiran 3. Kuisioner Penelitian 3 .................................................................... 109
Lampiran 4. Biaya Tataniaga Mangga Lokal ..................................................... 112
Lampiran 5. Margin Tataniaga Mangga Lokal ................................................... 120
Lampiran 6. R/C Ratio Mangga Lokal ................................................................ 129
Lampiran 7. Dokumentasi Penelitian .................................................................. 137
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Mangga adalah komoditas buah yang cukup potensial dan mempunyai
pangsa pasar ekspor yang cukup menjanjikan. Berdasarkan data Badan Pusat
Statistik pada 2018 produksi mangga lokal pada rentang tahun 2016 sampai
2018 selalu meningkat. Pada tahun 2016 produksi mangga mencapai 1.814.550
ton, pada tahun 2017 produksi mangga mencapai angka 2.203.793 ton dan pada
tahun 2018 mencapai angka 2.624.791 ton meningkat sebesar 19,10% dari
tahun 2017 (BPS, 2018). Mangga merupakan satu genus tumbuhan yang terdiri
dari pada 35 spesies pokok buah tropika dalam Famili Anacardiaceae. Mangga
merupakan tanaman tahunan dan salah satu komoditas buah-buahan yang ada
di Indonesia. Mangga merupakan komoditas yang banyak mengandung sumber
vitamin dan mineral. Selain itu, mangga juga memiliki nilai ekonomi yang
cukup tinggi (Erwanto, 2010).
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Holtikultura, Kementerian
Pertanian, menyebutkan bahwa komoditi mangga menempati peringkat unggul
dalam ekspor Indonesia Tahun 2016 sebesar 433 ton dengan nilai US$ 568.964,
Tahun 2017 meningkat tajam mencapai 719.393 ton dengan nilai US$ 944.406
dan 841.893 ton dengan nilai US$ 1.049.817 pada 2018 (Lakin, 2018).
Berdasarkan Data BPS (2018) menunjukkan bahwa dari produksi 5 buah-
buahan nasional, mangga menempati urutan kedua dalam pertumbuhan
(19,10%) setelah durian (lihat tabel 1).
2
Tabel 2. Data 5 Buah-Buahan Terbesar Indonesia Tahun 2017 dan 2018
No. Jenis
Tanaman
Produksi (ton) Pertumbuhan
2017 2018 (Ton) (%)
1. Pisang 7 162 685 7 264 383 -101 698 1,42
2. Mangga 2 203 793 2 624 791 420 998 19,10
3. Jeruk siam 2 165 192 2 408 043 242 851 11,22
4. Nanas 1 795 986 1 805 506 9 520 0,53
5. Durian 795 211 1 142 102 346 891 43,62
Sumber : BPS, 2018
Tiga provinsi penghasil mangga terbesar di Pulau Jawa adalah Provinsi
Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat, dengan kawasan sentra produksinya
adalah Kabupaten Cirebon, Indramayu, Kuningan, Majalengka, Pemalang,
Pekalongan, Jepara, Pasuruan, Madiun, Situbondo, dan Probolinggo.
Kontribusi produksi mangga di Jawa Timur adalah 36,14 persen setara dengan
655.692 ton dari total produksi nasional. Provinsi Jawa Tengah merupakan
provinsi dengan kontribusi terbesar kedua sebesar 18,44 persen atau 334.596
ton, diikuti provinsi Jawa Barat dengan kontribusi sebesar 14,33 persen atau
260.107 ton.
Gambar 1. Volume Produksi Buah Mangga
Sumber : BPS (2017)
Jawa timur ;
36.14%
Jawa Tengah ;
18.44%
Jawa Barat;
14.33%
Nusa Tenggara
Barat; 6.01%
Nusa Tenggara
Timur ; 4.90%
Sulawesi
Selatan; 4.74% Lainnya; 4.74%
3
Pusat Perdagangan mangga di Indonesia tidak berpusat kepada satu atau
dua lokasi. Data observasi awal yang didapatkan melalui data yang terdapat di
Pengelola Pasar Induk Kramat Jati diketahui bahwa pasokan mangga untuk
dalam negeri berpusat ke Jakarta, Tangerang dan Bandung. Pasokan terbesar
berpusat di Pasar Induk Kramat Jati sebesar 80-130 ton per hari sedangkan di
Pasar Induk Tanah Tinggi Tangerang mencapai 70-80 ton per hari. Pasar grosir
lain seperti Cibitung dan Cikopo mendapat pasokan buah mangga dari pasar-
pasar induk yang berada di Jakarta, Tangerang dan Bandung.
Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 182 tahun 2005 menyatakan bahwa
semua jenis komoditi yang masuk ke Jakarta dan sekitarnya harus melalui
Pasar Induk Kramat Jati. Letak Pasar induk yang berada di DKI Jakarta juga
mempermudahkan pengawasan pemerintah terhadap pasokan dan harga
mangga. Hal ini dapat diasumsikan bahwa Pasar Induk Kramat Jati merupakan
barometer pasokan serta harga buah nasional. Pasar Induk Kramat Jati sebagai
pusat grosir sayur dan buah-buahan menerima pasokan buah dan sayur
khususnya mangga seperti yang dijelaskan dalam tabel 2.
Tabel 3. Volume Pasokan Buah Mangga Bulan Agustus 2018
No. Penerima
Pasokan
Volume
Penjualan/
hari/ton
Volume
Pasokan/
Hari/Ton
Volume
Penjualan/
hari/peti
Volume
Pasokan/
Hari/peti
1. UD. Pur
Bersaudara
12 ton 20 ton 370 peti 555 peti
2. UD. Wilujeung 19 ton 29 ton 463 peti 780 peti
3. UD. Nurmala 21 ton 24 ton 555 peti 648 peti
4. UD. Margono 18 ton 30 ton 518 peti 833 peti
5. UD. Putra Bali 14 ton 27 ton 370 peti 740 peti
Sumber : Pasar Induk Kramat Jati (diolah), 2018
Berdasarkan data volume pasokan buah mangga bulan Agustus 2018 (tabel
2) diketahui bahwa pasokan buah mangga yang masuk setiap harinya 130 ton.
Besaran volume pasokan tersebut menunjukkan melimpahnya pasokan buah
mangga lokal di Pasar Induk Kramat Jati, sedangkan total penjualan pada
4
tempat usaha tersebut sebesar 84 ton per hari. Perbedaan volume pasokan dan
penjualan yang terjadi dikarenakan kualitas barang yang tidak sesuai dengan
kebutuhan konsumen.
Hasil observasi awal yang dilakukan penulis, hal ini dikarenakan banyaknya
mata rantai saluran distribusi dari tingkat petani hingga pasar induk Kramat Jati
menyebabkan besarnya perbedaan harga produk yang diterima oleh petani dan
harga konsumen pasar besar. Petani cenderung menjual buah mangga kepada
lembaga selanjutnya dikarenakan tidak memiliki konsumen di Pasar Induk
Kramat Jati. Semakin banyak lembaga yang terlibat, maka semakin besar biaya
yang dikeluarkan. Berikut data mengenai perbedaan harga di tingkat petani dan
di tingkat Pasar Induk Kramat Jati.
Tabel 4. Harga Mangga Lokal di Tingkat Petani Dan Pasar Induk Kramat
Jati
No. Penerima Pasokan Jenis
mangga
Harga
Ditingkat
petani
Di Pasar
Induk
Kramat Jati
1. UD. Pur Bersaudara Harum
Manis
26.000 43.000
Manalagi 15.000 22.000
Cengkir 17.000 24.000
Apel 12.000 18.000
Gedong 25.000 40.000
2. UD. Wilujeung Harum
Manis
24.000 41.000
Manalagi 13.000 20.000
Cengkir 15.000 21.000
Apel 10.000 15.000
Gedong 23.000 38.000
3. UD. Nurmala Harum
Manis
22.500 42.000
Manalagi 12.500 21.500
Cengkir 16.000 23.000
Apel 11.000 15.000
Gedong 20.000 38.000
4. UD. Margono Harum
Manis
23.000 42.000
Manalagi 13.000 22.000
5
Cengkir 15.500 23.000
Apel 10.000 15.000
Gedong 22.000 38.000
5. UD. Putra Bali Harum
Manis
27.000 43.000
Manalagi 14.000 21.000
Cengkir 16.000 23.000
Apel 12.000 15.000
Gedong 22.000 37.000
Sumber: Pasar Induk Kramat Jati, 2018
Tabel di atas menjelaskan bahwa terdapat selisih harga yang sangat berbeda
di tingkat petani dan pasar besar, selain dari lembaga pemasaran yang terlibat,
pengaruh biaya distribusi, sewa kios dan biaya lain yang mempengaruhi
perbedaan harga yang berkali lipat dari harga di tingkat petani. Biaya sewa kios
dari setiap unit dagang di Pasar Induk Kramat Jati tidak sama, hal ini
dikarenakan kepemilikan kios di Pasar Induk Kramat Jati bukan atas nama
kepemilikan PD. Pasar Jaya tetapi dimiliki oleh per seorangan saat lelang pasca
renovasi besar Pasar pada Tahun 2013. Biaya lain yang meliputi biaya pasca
panen, biaya operasional, biaya dari setiap lembaga pemasaran.
Biaya distribusi yang dikeluarkan oleh setiap unit dagang berbeda-beda. Hal
ini dikarenakan variasi pemasok yang berasal dari daerah yang beragam, serta
saluran beragam dari setiap unit dagang. Berikut data total pengeluaran biaya
distribusi, jika diasumsikan per satu kendaraan (truk colt Diesel) yang
bermuatan 7 sampai dengan 8 ton dengan perincian 185 peti kayu dan 10 karton
dus.
6
Tabel 5. Rataan Biaya distribusi Pasar Induk Kramat Jati pada Agustus 2018
No. Nama UD Asal Pasokan Jarak
(KM)
Harga (Rp ) Rataan Biaya
Distribusi (7
ton) Peti
(40kg)
Karton
dus
(10kg)
1. UD. Pur Bersaudara Pemalang 295 8. 881 5.500 1.697.985
Gresik 636 20. 484 6.500 3.854.540
Jepara 422 20. 000 6.000 3.760.000
Ponorogo 536 20. 000 6.500 3.765.000
Pekalongan 314 55. 238 6.500 10.284.030
Total biaya 23.361.555
2. UD. Wilujeung Pemalang 295 8. 881 5.500 1.697.985
Brebes 248 61. 349 6.500 11.414.565
Gresik 636 20. 484 6.500 3.854.540
Jepara 422 20. 000 6.000 3.760.000
Sumbawa 1.186 37. 097 6.500 6.927.945
Bima 1.318 41. 936 6.500 7.823.160
Pasuruan 684 20. 000 5.000 3.755.000
Ponorogo 536 20. 000 6.500 3.765.000
Total Biaya 42.998.195
3. UD. Nurmala Magetan 517 13. 622 6.500 2.585.070
Pemalang 295 8. 881 5.500 1.697.985
Purbalingga 303 62. 143 5.000 11.546.455
Brebes 248 61. 349 6.500 11.414.565
Pekalongan 314 55. 238 6.500 10.284.030
Tuban 575 20. 000 5.500 3.755.000
Jepara 422 20. 000 6.000 3.760.000
Ponorogo 536 20. 000 6.500 3.765.000
Gresik 636 20. 484 6.500 3.854.540
Total Biaya 52.662.645
4. UD. Margono Purbalingga 303 62. 143 5.000 11.546.455
Lamongan 610 27. 500 6.500 5.152.500
Gresik 636 20. 484 6.500 3.854.540
Jepara 422 20. 000 6.000 3.760.000
Ponorogo 536 20. 000 6.500 3.765.000
Total Biaya 28.078.495
5. UD. Putra Bali Brebes 248 61. 349 6.500 11.414.565
Jepara 422 20. 000 6.000 3.760.000
Sumbawa 1.186 37. 097 6.500 6.927.945
Bima 1.318 41. 936 6.500 7.823.160
Pasuruan 684 20. 000 5.000 3.755.000
Ngawi 509 14. 362 5.450 2.711.655
Ponorogo 536 20. 000 6.500 3.765.000
Total Biaya 40.157.325
Sumber: Pasar Induk Kramat Jati Diolah (2018)
Berdasarkan data diketahui bahwa UD. Nurmala mengeluarkan biaya
distribusi terbesar karena mendapat pasokan produk berkapasitas besar dengan
7
biaya distribusi yang besar. Biaya distribusi terbesar berasal dari wilayah
Purbalingga yaitu sebesar 11.496.455/185 peti dan 10 dus dengan wilayah
jangkauan dari Jakarta sejauh 391 KM. Sedangkan biaya distribusi termurah
terdapat dari daerah pasokan Pemalang yaitu sebesar 1.642.985/185 peti dan 10 dus
dengan jarak 295 KM. Hal ini bertolak belakang dengan informasi yang terdapat
dalam literatur, untuk mencapai efisiensi saluran distribusi indikator yang dilihat
adalah ketepatan waktu. Ketepatan waktu akan sesuai apabila jarak dan kecepatan
dari kendaraan penyalur sesuai (Siahaya, 2015). Sebagai asumsi penulis penetapan
harga per Kg/Km yang beragam dikarenakan saluran distribusi dari setiap wilayah
yang berbeda, semakin jauh asal saluran distribusi semakin mahal harga
distribusinya.
Dengan kata lain efisiensi di bidang sistem distribusi masih sangat rendah.
Untuk itu perlu dilakukan usaha-usaha yang mengarah kepada peningkatan efisiensi
sehingga sistem distribusi yang ada mampu melakukan pembagian yang adil atas
marjin kepada semua pelaku ekonomi yang secara integral tidak dapat dipisahkan.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas penulis melakukan penelitian dengan judul:
EFISIENSI POLA DISTRIBUSI MANGGA LOKAL DI PASAR INDUK
KRAMAT JATI
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, rangkuman rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah:
1. Bagaimana pola distribusi buah mangga lokal dari produsen sampai ke
Pasar Induk Kramat Jati?
2. Bagaimana efisiensi saluran distribusi yang diukur dari margin pemasaran
pada pola saluran distribusi buah manga lokal di Pasar Induk Kramat Jati?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan, maka
tujuan dari penelitian ini adalah:
8
1. Untuk mengetahui pola distribusi buah mangga dari produsen ke Pasar
Induk Kramat Jati.
2. Untuk menganalisis efisiensi saluran pada pola distribusi buah mangga di
Pasar Induk Kramat Jati.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak yang
berkepentingan seperti:
1. Bagi penulis, meningkatkan pengetahuan mengenai pola distribusi buah
mangga di Pasar Induk Kramat Jati.
2. Bagi lembaga pendidikan, memberikan sumbangsih keilmuan dalam rangka
tercapainya sistem distribusi buah mangga yang baik dan efektif.
3. Bagi pemerintah, sebagai bahan untuk pengambilan kebijakan dalam
terwujudnya pola distribusi buah mangga yang efektif.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dibatasi dalam lingkup pola distribusi buah mangga dilihat
dari pola saluran pasokan. Dalam hasil analisis tersebut dapat diidentifikasi
bagaimana efisiensi saluran distribusi buah mangga yang terjadi yang kemudian
dapat memberikan gambaran secara umum mengenai saluran distribusi buah
mangga di Jabodetabek. Penelitian hanya melakukan efisiensi distribusi untuk
pengiriman dari 8 Unit dagang terbesar yang ada di Pasar Induk Kramat Jati, baik
yang dikirimkan melalui jalur darat maupun jalur laut. Pola distribusi yang diteliti
dibatasi pada pelaku yang memasarkan komoditas mangga lokal dalam bentuk
mentah (tidak diolah). Supply point yang dibatasi adalah area kirim yang
memperoleh produk dari Pasar Induk Kramat Jati.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Manajemen Saluran Distribusi
Konsep tentang saluran pemasaran di sini berorientasi pada keputusan,
artinya fungsi saluran tidak dapat dilakukan dengan baik tanpa adanya beberapa
strategi. Strategi itu sendiri merupakan suatu rencana umum atau menyeluruh,
sebagai petunjuk untuk mengambil keputusan dalam kegiatan saluran. Dalam
hal ini, strategi mempunyai hubungan yang erat dengan manajemen saluran baik
secara fisik maupun non fisik (Dharmaesta, 2014).
Kegiatan distribusi produk memberikan empat manfaat kepada
konsumen, yaitu:
1. Manfaat Waktu yaitu produk hasil pertanian belum siap konsumsi langsung,
sehingga memerlukan waktu untuk mencapai kematangan atau kesiapan
konsumsi yang maksimal. Proses pasca panen baik dari sortasi sampai
penambahan senyawa kimia untuk membantu kematangan maksimal.
Proses pasca panen ini terdapat manfaat waktu.
2. Manfaat Tempat yaitu produk berasal dari daerah produksi yang jauhnya
puluhan atau ratusan km dari tempat konsumen. Produk sampai ke tangan
konsumen karena adanya kegiatan distribusi yang memberikan manfaat
waktu.
3. Manfaat Bentuk yaitu produk yang merupakan olahan atau sentuhan pasca
panen memberikan manfaat bentuk. Perlakuan pasca panen ini dilakukan
untuk lebih mudah diolah atau dikonsumsi kembali. Proses ini terdapat
manfaat bentuk.
4. Manfaat Kepemilikan yaitu konsumen membeli produk dari pengecer
seperti warung dan swalayan, produk yang dibeli oleh konsumen telah
menjadikan konsumen memiliki produk tersebut.
Proses transaksi terjadinya perpindahan kepemilikan produk adalah salah
satu kegiatan distribusi yang memberikan manfaat perpindahan
10
kepemilikan produk. Proses distribusi yang dilakukan oleh lembaga
memiliki beberapa fungsi. Ke empat manfaat distribusi tersebut diciptakan
oleh sembilan fungsi distribusi (Tabel 4).
Tabel 6. Fungsi dan Manfaat Distribusi
Fungsi Manfaat
1. Fungsi Pertukaran
a. Pembelian
b. Penjualan
a. Manfaat Kepemilikan
b. Manfaat Kepemilikan
2. Fungsi Fisik
a. Penyimpanan
b. Transportasi
c. Pengolahan
a. Manfaat Waktu
b. Manfaat Tempat
c. Manfaat Bentuk (Penciptaan nilai)
3. Fungsi Fasilitasi
a. Grading dan Standarisasi
b. Pembiayaan
c. Penerima Resiko
d. Informasi Pasar
a. Manfaat Bentuk (Penciptaan nilai)
b. Manfaat waktu/tempat/bentuk/pemilikan
c. Manfaat waktu/tempat/pemilikan
d. Manfaat waktu/tempat/bentuk/pemilikan
Sumber : Sumarwan (2015)
Manajemen Saluran merupakan pengadministrasian saluran-saluran
yang ada untuk menjamin kerja sama para anggota saluran dalam mencapai
tujuan distribusi perusahaan. Dari definisi tersebut dapat dilihat adanya tiga
unsur pokok, yaitu : Saluran yang ada dari setiap proses distribusi ,Jaminan
kerja sama anggota saluran, dan Tujuan distribusi. Struktur saluran distribusi
dipengaruhi oleh faktor (a) Response time (b) Product variety (c) Product
availability (d) Costumer experience, dan (e) Time to Market (Siahaya, 2015).
Hal ini berarti struktur saluran yang sudah dirancang semua anggota
saluran telah ditentukan. Keputusan rancangan saluran dianggap terpsah dengan
keputusan manajemen saluran. Dengan kata lain, manajemen saluran ini
berkaitan pelaksanaan saluran yang sudah dirancang sebelumnya. Setiap
anggota saluran tidak secara otomatis melakukan kerja sama meskipun sama-
sama anggota saluran. Oleh karena itu, tindakan administratif dimaksudkan
untuk menjamin adanya kerja sama antar mereka. Upaya pengadministrasian
yang kurang maksimal mengindikasikan manajemen saluran tidak dilakukan.
Tujuan distribusi yang dimaksudkan dalam definisi merupakan pernyataan yang
menjelaskan bahwa distribusi sebagai komponen bauran pemasaran diharapkan
11
dapat berperan mencapai tujuan pemasaran secara keseluruhan (Dharmesta,
2014). Menurut Kotler (2001) saluran distribusi adalah serangkaian organisasi
yang saling tergantung dan terlibat dalam proses untuk menjadikan suatu barang
atau jasa siap untuk digunakan atau dikonsumsi. Saluran distribusi pada
dasarnya merupakan perantara yang menjembatani antara produsen dan
konsumen.
Perantara tersebut dapat digolongkan ke dalam dua golongan, yaitu;
pedagang perantara dan agen perantara. Perbedaannya terletak pada aspek
pemilikan serta proses negosiasi dalam pemindahan produk yang disalurkan
tersebut. Pengertian dari dua golongan perantara tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Pedagang Perantara
Pada dasarnya, pedagang perantara bertanggung jawab terhadap
pemilikan semua barang yang dipasarkannya atau dengan kata lain pedagang
mempunyai hak atas kepemilikan barang. Ada dua kelompok yang termasuk
dalam pedagang perantara, yaitu; pedagang besar dan pengecer. Hal ini tidak
menutup kemungkinan pedagang perantara memproduksi barang juga
memperdagangkan dari produk yang dihasilkan.
2. Agen Perantara
Agen perantara mempunyai hak milik semua barang yang mereka
tangani. Mereka dapat digolongkan ke dalam dua golongan, yaitu:
a) Agen penunjang terdiri dari: Agen pembelian dan penjualan, Agen
Pengangkutan dan Agen Penyimpanan,
b) Agen Pelengkap terdiri dari: Agen yang membantu dalam bidang
financial, agen yang membantu dalam bidang keputusan, agen yang
memberikan informasi, dan agen khusus.
Menurut Kotler (2001) agar suatu kegiatan penyaluran barang dapat
berjalan dengan baik (efektif dan efisien) maka para pemakai saluran pemasaran
harus mampu melakukan sejumlah tugas penting, yaitu:
12
1. Penelitian yaitu melakukan pengumpulan informasi penting untuk
perencanaan dan melancarkan pertukaran.
2. Promosi yaitu pengembangan dan penyebaran informasi yang persuasif
mengenai penawaran.
3. Kontak yaitu melakukan pencarian dan menjalin hubungan dengan pembeli.
4. Penyelaras yaitu mempertemukan penawaran yang sesuai dengan
permintaan pembeli termasuk kegiatan seperti pengolahan, penilaian dan
pengemasan.
5. Negosiasi yaitu melakukan usaha untuk mencapai persetujuan akhir
mengenai harga dan lain-lain sehubungan dengan penawaran sehingga
pemindahan pemilikan atau penguasaan bias dilaksanakan.
6. Distribusi fisik yaitu penyediaan sarana transformasi dan penyimpanan
barang.
7. Pembiayaan yaitu penyediaan permintaan dan pembiayaan dana untuk
menutup biaya dari saluran pemasaran tersebut.
8. Pengambilan risiko yaitu melakukan perkiraan mengenai risiko sehubungan
dengan pelaksanaan pekerjaan saluran tersebut.
Semua tugas di atas mempunyai tiga persamaan yaitu menggunakan
sumber daya yang langka, dilaksanakan dengan menggunakan keahlian yang
khusus, dan bisa dialihkan di antara penyalur. Apabila perusahaan/produsen
menjalankan seluruh tugas di atas, maka biaya akan membengkak dan akibatnya
harga akan menjadi lebih tinggi. Hal ini yang menyebabkan sebuah saluran
distribusi tidak efisien dalam besaran harga yang dihasilkan.
Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan di dalam memilih
saluran distribusi, faktor tersebut antara lain: (1) Jenis barang yang dipasarkan,
(2) Produsennya. (3) Penyalur yang bersedia ikut mengambil bagian, dan (4)
Pasar sasaran. Distribusi fisik merupakan aspek penting kedua dalam rangka
menjadikan suatu produk tersedia bagi konsumen dalam jumlah, waktu, dan
tempat yang tepat (Kotler, 2001). Dalam hubungan itu, Dewan Manajemen
Distribusi Fisik Nasional Amerika Serikat mendefinisikan distribusi fisik
adalah suatu rangkaian aktivitas yang luas mengenai pemindahan barang jadi
13
secara efisien dari akhir batas produksi kepada konsumen, termasuk
pemindahan bahan mentah dari pembekal ke awal batas produksi. Manajemen
distribusi fisik hanyalah satu di antara istilah deskriptif yang digunakan untuk
menggambarkan suatu pengendalian atas pemindahan barang seperti
didefinisikan di muka. Hal ini sering pula diistilahkan sebagai manajemen
logistik atau logistik pemasaran. Dengan demikian, konsep yang digunakan
dalam pebahasan ini sama.
2.2. Pemasaran dan Pola Distribusi Hasil Pertanian
Pasar atau Market, adalah sekumpulan pembeli dan penjual yang
melakukan transaksi sebuah produk atau kelompok produk tertentu (pasar
perumahan atau bahan makanan). Pemasaran yaitu suatu proses sosial yang di
dalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan
inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan secara bebas mempertukarkan
produk yang bernilai dengan pihak lain.
Sistem pemasaran dapat dipahami oleh dua sistem umum yang di
generalisasikan yaitu struktur aliran pertukaran ekonomi modern dan sistem
pemasaran sederhana, Pemasaran pada intinya adalah kegiatan pertukaran
antara sekumpulan penjual dan sekumpulan pembeli. Penjual memberikan
barang dan jasa serta melalui aktivitas komunikasi, sedangkan pembeli
memberikan uang dan informasi tentang kebutuhan dan keinginan konsumen.
Kepuasan adalah harapan sama dengan kenyataan. Pada umumnya harapan
pelanggan merupakan perkiraan atau keyakinan pelanggan tentang diterimanya
apabila dia membeli atau mengonsumsi suatu produk baik barang maupun jasa,
sedangkan kinerja atau hasil yang dirasakan merupakan persepsi pelanggan
yang diterima setelah mengonsumsi produk yang dia beli (Fajar, 2008).
Dalam penelitiannya Fajar (2008) menjelaskan bahwa harga adalah
jumlah uang (kemungkinan ditambah beberapa barang) yang dibutuhkan untuk
memperoleh beberapa kombinasi sebuah produk dan pelayanan yang
menyertainya. Berdasarkan definisi tersebut harga merupakan jumlah uang
yang diperlukan sebagai penukar berbagai kombinasi produk dan jasa, seperti
14
yang dikemukakan oleh E. Jerome MC. Carthy terjemahan Gunawan H. dalam
Fajar (2008) harga adalah apa yang dibebankan untuk sesuatu. Setiap transaksi
dagang dapat dianggap sebagai suatu pertukaran uang, uang adalah harga untuk
sesuatu.
Menurut Fajar (2008), faktor-faktor yang mempengaruhi saluran
pemilihan saluran pemasaran meliputi: (1) Ciri-ciri konsumen yang meliputi
pola pembelian, jumlah konsumen atau langganan, penyebaran secara geografis
dan metode penjualan yang berbeda-beda, (2) Ciri-ciri produk yaitu cepat dan
tidak rusak, produk yang tidak terstandarisasi, nilainya tinggi, tidak tahan lama,
memerlukan jasa-jasa instalasi dan pelayanan, (3) Sifat perantara adalah
kekuatan maupun kelemahan perantara dan kemampuan untuk melakukan
fungsi-fungsi promosi, negosiasi, penyimpangan dan lain-lain, (4) Sifat pesaing
yaitu melihat perantara yang dipergunakan oleh pesaing, (5) Sifat produsen
yang diukur berdasarkan beberapa hal yaitu kekutangan finansial, ukuran
produsen, kemampuan dan kejujuran produsen, dan (6) Sifat lingkungan yaitu
kondisi perekonomian dan legalitas (perlindungan-perlindungan hukum).
Gambar 2. Saluran Pemasaran Secara Umum
Sumber: Fajar (2008)
Saluran tingkat satu (One level channel) adalah saluran yang menggunakan
perantara. Dalam pasar konsumsi, perantara ini adalah pengecer sedangkan dalam
pasar industrial perantara tersebut adalah agen penjualan atau pialang. Pada saluran
dua tingkat (Two level channel) mencakup dua perantara. Dalam pasar konsumsi
mereka ini adalah grosir dan pengecer, sedangkan dalam pasar industrial perantara
Produsen
Produsen
Produsen
Grosir
Pengecer Grosir Konsumen
Konsumen
Konsumen 1
2
3
Agen Pengecer Grosir Konsumen Produsen 4
15
tersebut adalah distributor dan dealer industrial. Pada saluran tiga tingkat (Three
level channel) didapati tiga perantara. Dalam hal ini, selain grosir dan pengecer
ditemui pedagang pemborong atau jobber. Pemborong tersebut membeli barang
dari pedagang grosir dan menjualnya ke pedagang pengecer, yang pada umumnya
tidak dapat dilayani oleh pedagang grosir (Fajar, 2008).
Model sistem distribusi merupakan abstraksi dari sistem yang sebenarnya,
dalam gambaran yang lebih sederhana serta memiliki tingkat persentase yang
bersifat menyeluruh. Seperangkat unsur yang terdiri dari manusia, alat konsep dan
prosedur yang dihimpun untuk maksud dan tujuan bersama. Siahaya (2015)
menggambarkan model distribusi sebagai berikut:
Gambar 3. Model Distribusi
Sumber: Siahaya (2015)
Dari gambar diatas terdapat lima model distribusi yaitu:
A. Point to Point (Drop Shipping)
Point-to-Point
B
(A)
A
Corridor
(C)
B
A
Fixed Routing
B
(B)
A
Flexible Routing
(D)
B
A
Hub-and-Spoke
B
(E)
A
Transshipment mode
Route mode Route
Network mode Alternative
Unserviced mode
16
Pada model distribusi produk ini, peran distributor dan retailer digantikan
oleh sarana virtual seperti internet, sehingga transaksi dan pengiriman
dilaksanakan secara langsung. Produsen menggunakan cara ini untuk menekan
biaya distribusi dan tidak perlu ada persediaan barang sehingga mengurangi
biaya persediaan.
B. Corridor (pengiriman melalui transit)
Model distribusi ini melibatkan adanya fasilitas transit yang dikelola oleh
distributor atau retailer. Pengelolaan fasilitas ini mempermudah berbagai
macam permintaan konsumen akan kelengkapan fasilitas distribusi. Beberapa
produk jadi memerlukan perakitan atas komponen yang berasal dari beberapa
produsen.
C. Hub and Spoke (Distributor melalui distributor)
Model distribusi produk dimana produsen menunjuk distributor untuk
menyerahkan produk ke konsumen. Distributor melakukan kegiatan komersial
atas dasar hak yang diperoleh dari produsen. Distributor melakukan fungsi
penerimaan, penyimpanan, sampai dengan fungsi distribusi produk sampai ke
konsumen akan menjadi lebih cepat.
D. Distribusi melalui desentralisasi (Fixed Routing)
Model distribusi produk menempatkan distributor secara terpisah di
setiap daerah distribusi secara terpisah disetiap daerah distribusi sesuai
segmentasi pasar dengan tujuan untuk mendekatkan produk ke konsumen untuk
meningkatkan layanan kepada konsumen dan menghindari kehabisan
persediaan.
E. Pengambilan Langsung (Flexible Routing)
Model distribusi dimana konsumen mengambil barang secara langsung
ke produsen atau suatu tempat yang ditentukan. Penyerahan barang
dilaksanakan sistem cross docking yaitu truck to truck tanpa melalui gudang
(Siahaya, 2015).
Menurut Syafi’i (2001) dalam Sutrisno (2009) pelaku atau lembaga
perantara yang ikut terlibat dalam proses distribusi komoditas pertanian dapat
diklasifikasikan sebagai berikut: (1) tengkulak adalah pembelian hasil pertanian
17
pada waktu panen dilakukan oleh perseorangan dengan tidak terorganisir, aktif
mendatangi petani produsen untuk membeli hasil pertanian dengan harga
tertentu, (2) pedagang pengumpul yaitu pedagang yang membeli hasil pertanian
dari petani dan tengkulak, baik secara individual maupun secara langsung, (3)
pedagang besar adalah pedagang yang membeli hasil pertanian dalam jumlah
besar dari pedagang pengumpul atau langsung dari petani, dan (4) pedagang
pengecer adalah pedagang yang membeli hasil pertanian dari petani atau
tengkulak dan pedagang pengumpul kemudian dijual kepada konsumen akhir
(rumah tangga). Pengecer biasanya berupa toko-toko kecil atau pedagang kecil
di pasar.
2.3. Intensitas Distribusi atau Banyaknya Perantara
Intensitas distribusi terdiri dari:
1. Distribusi Intensif (Intensive Distribution), yaitu cara penyaluran dengan
menggunakan sebanyak mungkin poutlet (toko-toko), dan biasanya
dilaksanakan oleh produsen yang menghasilkan barang-barang convenience
seperti: rokok, korek api, teh, kopi, dan lain-lain. Barang ini harus
mempunyai guna tempat (place utility).
2. Distribusi Selektif (Selective Distribution), yaitu cara penyaluran dengan
menggunakan lebih dari satu perantara untuk suatu daerah penjualan dan
lebih selektif. Biasanya berlaku untuk penyaluran barang-barang yang
memerlukan pelayanan khusus (Speciality Goods). Pemilihan terhadap
penyalur dapat dilakukan dengan pertimbangan: (a) Pertimbangan modal
yang dimiliki oleh para penyalur, (b) Letak toko yang strategis, (c) Cukup
atau tidaknya jumlah karyawannya, (d) Pengalaman penyalur dalam
memasarkan barang tersebut, misal alat fhotografi dan lain-lain.
3. Distribusi Eksklusif (Exclusive Distribution), yaitu cara penyaluran
dengan menggunakan satu outlet saja atau dalam jumlah tertentu.
Maksudnya agar perantara tidak saling bersaing.
Dalam bidang pertanian tata niaga merupakan keragaan aktivitas bisnis
yang mengarahkan aliran barang dari petani kepada konsumen. Pemasaran
18
produk pertanian terdapat unsur pokok kegiatan pemasaran yakni produk, harga
dan distribusi yang dimana satu sama lain saling berkaitan. Sehingga untuk
menciptakan pemasaran yang baik serta memberikan kepuasan terhadap
konsumen, maka unsur tadi perlu dirancang sebaik mungkin terutama dengan
memperhatikan apa yang diinginkan dan dibutuhkan konsumen (Rahayu,
2009).
Dalam distribusi memiliki pelaku dan alur yang berbeda dari setiap pola
distribusinya, menurut Rahayu (2009) terdapat 5 alur distribusi, yaitu:
1. Pengecer (Retailer) adalah usaha bisnis yang menjual barang-barang ke
konsumen rumah tanggauntuk digunakan secara nonbisnis. Istilah lain
pengecer adalah dealer, penyalur.
2. Perantara pedagang besar (Wholesaler) adalah suatu perusahaan yang
pertama-tama usaha dalam bidang perdagangan besar. Sedangkan agen dan
makelar merupakan pedagang besar juga akan tetapi tidak mengoper hak
milik atas barang-barang yang mereka perdagangkan. Disisi lain grosir
adalah meliputi semua kegiatan yang melibatkan penjualan barang atau jasa
kepada mereka yang membeli untuk dijual kembali atau untuk dibisniskan,
sehingga grosir sama dengan pedagang besar.
3. Makelar dan agen adalah tidak memiliki barang dan mereka hanya
menjalankan beberapa fungsi, yaitu memudahkan pembelian dan
penjualan.
4. Cabang pengecer serta produsen yaitu menjual dengan partai besar yang
lebih banyak dilakukan oleh para penjual atau pembeli sendiri ketimbang
melalui para grosir bebas.
5. Grosir Serba Aneka yaitu jenis khusus yang terdapat dalam beberapa
sektor pertanian.
2.4. Efisiensi Distribusi
Manajemen perlu mencari penghematan distribusi dalam pengendalian
persediaan, lokasi gudang dan cara transportasi. Ukuran-ukuran dalam efesiensi
diantaranya :
19
1. Biaya logistik sebagai presentase penjualan
2. Presentase pesanan yang diisi dengan tepat
3. Presentase pengiriman tepat waktu
4. Jumlah kesalahan penagihan
Manajemen berupaya keras mengurangi persediaan sambil pada saat
yang sama mempercepat siklus pesanan atas pengiriman. Salah satu adalah
bahwa efisiensi distribusi menurun jika perusahaan tersebut mengalami
peningkatan penjualan yang besar. Manajemen menanggapi dengan
meningkatkan intensif tenaga penjualan untuk memperoleh lebih banyak
pesanan. Tenaga penjualan tersebut berhasil, tetapi sekali lagi perusahaan
tersebut gagal memenuhi tanggal pengiriman. Manajemen perlu
mengidentifikasi kemacetan yang sesungguhnya dan berinvestasi lebih banyak
dalam kemampuan produksi dan distribusi (Kotler, 2001).
Salah satu pengaruh dalam efisiensi saluran distribusi adalah biaya
distribusi sangatlah berperan penting dalam saluran distribusi. Biaya distribusi
merupakan biaya-biaya yang timbul dari kegiatan distribusi, yaitu kegiatan
menyalurkan barang jadi dari produsen ke tangan konsumen sasaran dalam
jumlah dan jenis yang dibutuhkan, pada waktu yang diperlukan, dan pada
tempat yang tepat. Menurut Foster (2001) dalam Permatasari (2011) adapun
unsur biaya saluran distribusi adalah sebagai berikut :
1. Biaya Gudang yaitu termasuk biaya depot dan gudang, seperti
biaya sewa, biaya listrik, biaya air dan biaya pemeliharaan.
2. Biaya Transportasi yaitu biaya pengiriman barang dari produsen
ke konsumen atau ke pembeli pertama.
3. Biaya Pemuatan yaitu biaya bongkar muat yang dikeluarkan
untuk memuat barang-barang ke tempat penyimpanan sementara atau
untuk membayar jasa upah tenaga kerja ketika mengangkut barang-
barang ke tempat penyimpanan.
4. Korting Dagang yaitu korting yang diberikan kepada grosir dan
pengecer atas penyimpanan stok produksi, pengadaan tempat dan
penanganan distribusi dari grosir sampai ke pengecer.
20
5. Biaya Inventaris yaitu mencakup nilai semua bunga dari stok
yang disimpan di gudang pusat di pabrik dan depot cabang, sebelum
dijual ke distributor tunggal, stok atau pengecer.
6. Biaya Asuransi yaitu biaya premi yang dibayar untuk jaminan
keamanan produk tersebut selama penyimpanan dan pengiriman.
Asuransi ini meliputi perlindungan kebakaran dan kecelakaan lain.
7. Biaya Finansial Yaitu seluruh bunga dari anggaran yang
digunakan untuk membiayai semua hal di atas.
8. Biaya distribusi/ muatan adalah jumlah yang harus dibayar oleh
pengirim berdasarkan berat (actual weight) atau volume (volume
weight) suatu muatan dikalikan dengan tarif yang berlaku.
Perhitungan volume adalah panjang x lebar x tinggi dibagi 6000.
Apabila hasil perhitungan berat lebih besar dari volume, maka yang
dipakai sebagai dasar perhitungan penetapan biaya transportasi adalah
berat, demikian sebaliknya (Siahaya, 2015).
21
Manajemen
Menaikan
Insentif
Penjualan
Penurunan Lonjakan
Penjualan Penjualan
Keterlam-
batan
Pengi-
riman
kemampuan persepsi
produksi dan kebutuhan untuk
distribusi yang memperbaiki
tidak memadai waktu pengiriman
Tidak ada
atau sudah
terlambat tindakan
yang diambil untuk
menambah kemampuan
Gambar 4. Interaksi dinamis antara pesanan penjualan dan efesiensi distribusi
Sumber: Kotler, (2001)
Untuk membangun sistem saluran yang efisien memerlukan beberapa tahapan
sebagai berikut:
1. Analisis kebutuhan konsumen
Mengidentifikasi kebutuhan konsumen dan kemudian menentukan
segmen konsumen berdasarkan kebutuhannya. Ada lima hal yang dibutuhkan
konsumen dari lima hal tersebut harus merupakan output dari jasa yang
dihasilkan saluran distribusi, yaitu:
a. Jumlah produk yang dibeli
b. Waktu tunggu dan pengiriman barang
22
c. Kenyamanan ruang
d. Keragaman produk
e. Dukungan layanan
2. Mengidentifikasi saluran distribusi
Memahami bagaimana produk sejenis atau produk pesaing dipasarkan
melalui saluran distribusi sehingga positioning saluran distribusi dari produk
pesaing dapat diketahui. Perusahaan harus menentukan tiga hal yaitu:
a. Menentukan jenis saluran distribusi yang akan digunakan dan yang
tersedia
b. Menentukan jumlah saluran distribusi yang akan digunakan.
Perusahaan dapat menerapkan salah satu dari ketiga strategi berikut:
a. Distribusi eksklusif
b. Distribusi selektif
c. Distribusi intensif
d. Menetapkan tanggung jawab dan hak saluran pemasaran.
3. Mengidentifikasi saluran distribusi alternatif utama
Perusahaan dapat memilih dari berbagai saluran untuk menjangkau
konsumennya dari tenaga penjualan sampai agen, distributor, penyebar, surat
langsung, telemarketing, dan internet. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui
kelemahan dan kekuatan dari saluran distribusi yang ada sehingga dapat
menentukan strategi yang akan ditetapkan. Masalah menjadi lebih kompleks
dengan adanya kenyataan bahwa sekarang sebagian besar perusahaan
menggunakan buram saluran. Alasannya adalah setiap saluran menjangkau
segmen pembeli yang berbeda dan menghantarkan produk yang tepat dengan
biaya semurah mungkin.
4. Mengevaluasi saluran distribusi alternatif utama
Mengevaluasi terhadap saluran distribusi utama sehingga dapat diketahui
kekuatan dan kelemahan dari saluran tersebut agar dapat dilakukan perbaikan
segera terhadap kelemahan yang ada. Indikator keberhasilan distribusi
didasarkan pada: 1) Fleksibilitas, kemampuan untuk memenuhi perubahan
kebutuhan pelanggan, menyangkut jumlah (kuantitas), kualitas (spesifikasi) dan
23
waktu penyerahan (delivery time), 2) Ketepatan waktu untuk memenuhi
permintaan barang dari pelanggan, 3) Ketersediaan produk saat dibutuhkan
pelanggan, 4) Kecepatan dan akurasi informasi, 5) Tanggap terhadap perbaikan,
kerusakan dan klaim atas barang yang rusak.
2.5. Margin Tataniaga/Pemasaran
Margin tataniaga adalah perbedaan harga yang didapat konsumen dengan
harga yang diterima produsen, yang terdiri dari biaya dan keuntungan tataniaga.
Margin tataniaga pada umumnya dianalisis pada komoditi yang sama, jumlah
yang sama dan pada pasar persaingan sempurna (Asmarantaka, 2001). Nilai
margin tataniaga merupakan perkalian dari perbedaan harga yang diterima
produsen dan harga yang dibayar oleh konsumen dengan jumlah produk yang
di pasarkan. Besar nilai margin tataniaga ini dinyatakan dalam:
Mi = (Pr - Pf ) x Qr,f.
Pr = permintaan ditingkat konsumen akhir
Pf = permintaan di tingkat petani
Qr,f = jumlah produk di tingkat petani dan konsumen akhir
Besaran margin tataniaga yang sering digunakan kriteria untuk penilaian
apakah pasar tersebut sudah efisien atau belum. Biaya tataniaga mencakup
jumlah biaya yang dikeluarkan untuk keperluan pelaksanaan kegiatan yang
berhubungan dengan penjualan hasil produksi dan jumlah biaya yang
dikeluarkan oleh lembaga tataniaga. Semakin banyak lembaga tataniaga yang
terlibat dalam proses tataniaga, maka semakin besar perbedaan harga produk
tersebut di tingkat produsen dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen.
Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:
Mi = Psi - Pbi
Dimana:
Mi = Margin tataniaga pada lembaga tataniaga tingkat ke-i
Psi = harga penjualan lembaga tataniaga tingkat ke-i
Pbi = harga pembelian lembaga tataniaga tingkat ke-i
24
Margin tataniaga terdiri dari dua komponen, yaitu: biaya tataniaga dan
keuntungan tataniaga. Biaya tataniaga adalah biaya yang dikeluarkan untuk
penyampaian komoditas mulai dari petani sampai ke konsumen akhir.
Sedangkan keuntungan tataniaga adalah perbedaan antara harga yang
dibayarkan konsumen dengan biaya yang dikeluarkan (Asmarantaka, 2001).
Mi = Ci + π
Dimana:
Mi = Margin Tataniaga
Ci = Biaya lembaga tataniaga tingkat ke-I
π = Keuntungan lembaga tataniaga tingkat ke-I
Besarnya margin tataniaga pada suatu saluran tataniaga dapat dinyatakan
sebagai penjumlahan dari margin pada lembaga tataniaga yang terlibat. Saluran
tataniaga yang tidak efisien akan memberikan marjin dan biaya tataniaga yang
lebih besar. Biaya tataniaga ini biasanya dibebankan kepada petani melalui
harga beli, sehingga harga yang diterima petani lebih rendah. Biaya tataniaga
yang tinggi menyebabkan besarnya perbedaan harga ditingkat petani dengan
harga yang dibayarkan oleh konsumen sehingga akan menurunkan nilai
Farmer’s Share. Sebaliknya pada saluran tataniaga yang efektif dan efisien,
marjin dan biaya tataniaga menjadi lebih rendah sehingga perbedaan harga
petani dengan konsumen lebih kecil dan nilai farmer’s share akan meningkat.
Besarnya rasio keuntungan dan biaya digunakan untuk mengukur tingkat
efisiensi tataniaga. Semakin menyebarnya rasio keuntungan dan biaya, maka
dari segi operasional sistem tataniaga akan semakin efisien ( Rachma, 2008).
Kegiatan tataniaga dikatakan efisien apabila biaya tataniaga dapat
ditekan sehingga keuntungan dapat ditingkatkan, persentase perbedaan harga
yang dibayarkan konsumen dan produsen tidak terlalu tinggi. Tersedianya
fasilitas fisik pemasaran dan adanya kompetisi pasar yang sehat. Efisiensi
pemasaran dapat diukur melalui efisiensi harga berupa persentase harga yang
diterima oleh petani (Farmer’s Share) terhadap harga kepada konsumen.
25
Farmer’s Share mempunyai hubungan negatif dengan marjin pemasaran yang
berarti tinggi marjin pemasaran akan mengakibatkan kecilnya persentase bagian
yang diterima petani (Khoiriyyah, 2018).
26
2.6. Penelitian Terdahulu
Beberapa judul penelitian yang sejenis dengan penelitian ini di antaranya dapat dilihat pada tabel 8.
Tabel 7. Penelitian Terdahulu
No. Judul
(nama, tahun)
Alat Analisis Hasil Penelitian
1. Efisiensi
Jaringan
Distribusi
Rantai Pasok
Daging Sapi Di
Kota Bogor
(Nadya
Megawati
Rachman,
2016)
Analisis
Deskriptif,
Metode Value
Stram Mapping
(VSM), Efesiensi
Pemasaran
(Margin
Pemasaran),
Analisis Nilai
Tambah, Analisis
Pilihan Saluran
Pemasaran
Daging sapi.
Berdasarkan hasil pemetaan jaringan distribusi dengan menggunakan Value
Stream Mapping terdapat 9 alternatif saluran pemasaran daging sapi di Kota
Bogor. Nilai tambah terbesar diperoleh dari hasil pemotongan sapi hidup
menjadi karkas yang didapatkan oleh PBDS I. Biaya transaksi dalam proses
pasokan jaringan distribusi hanya berkisar 3-5% biaya yang mendominasi
adalah biaya dalam membeli pasokan daging sapi yang mencapai 60%. Saluran
yang memiliki nilai efisiensi pemasaran tertinggi (0.80%) dan biaya transaksi
terendah (IDR 694/Kg) adalah saluran 7 yaitu (Feedloter – PBDS I- Konsumen).
Berdasarkan hasil analisis regresi logistik biner, faktor yang berpengaruh
signifikan terhadap keputusan pemilihan saluran pemasaran adalah pengalaman
berdagang, volume pasokan dan biaya transaksi.
2. Analisis
Efesiensi
Saluran
Distribusi Pada
Perusahaan
Abon KL
Noeria
Surakarta
(Agung
Analisis
Deskriptif,
Analisis
Efensiensi
(Margin
Pemasaran, B/C
Ratio).
Berdasarkan hasil kualitatif, Perusahaan Abon KL menggunakan saluran
distribusi langsung dan saluran distribusi tidak langsung. Adanya peningkatan
yang sama antara biaya distribusi dan penjualan, baik dari saluran distribusi
langsung maupun saluran distribusi tidak langsung kedua hal tersebut
mengalami kenaikan atau peningkatan dari tahun 2009 sampai tahun 2011. Dari
hasil perhitungan dengan menggunakan analisis efesiensi biaya distribusi dapat
disimpulkan bahwa saluran distribusi langsung lebih efisien dibanding saluran
distribusi tidak langsung. Hal ini dapat dilihat dari presentase biaya distribusi
27
Juwanto,
2012)
langsung lebih kecil atau rendah dibandingkan dengan biaya distribusi tidak
langsung.
3. Pola Distribusi
Hasil
Tangkapan
Jaring Rampus
Di Pangkalan
Pendaratan
Ikan
Binuangeun,
Kabupaten
Lebak, Banten.
(Wahyu
Furqan, 2017)
Analisis Pola
Saluran
Pemasaran
(Analisis
Deskriptif),
Analisis Pola
Hubungan Patron
Klient (Analisis
Deskriptif),
Analisis Margin
Pemasaran,
Analisis Efisiensi
Pemasaran (B/C
Ratio, Ratio
keuntungan
terhadap biaya),
Pada distribusi dari nelayan – pedagang pengumpul – pedagang pengecer – dan
konsumen terlihat pada ikan layur dan ikan bentong. Distribusi dari nelayan -–
TPI – pedagang pengumpul – pedagang pengecer – konsumen terlihat pada ikan
layur bentong, udang jerbung konsumsi dan tongkol. Distribusi pemasaran ikan
dari nelayan – TPI – bakul kecil – pedagang pengecer – pengolah ikan asin –
konsumen terlihat pada layur dan layang. Distribusi udang jerbung ekspor
melibatkan pelaku pemasaran dari nelayan – pedagang pengumpul dan
eksportir. Distribusi ikan dari nelayan – pedagang pengumpul – konsumen
terlihat pada ikan tongkol.
Sumber modal nelayan bersumber dari pihak ketiga yaitu langgan. Langgan
membuat kesepakatan dengan dalam peminjaman modal sehingga bagi hasil
tangkapan yang didapatkan rendah. Nelayan jaring rampus Binuangeun ada juga
yang memodali pelengkapan melaut sendiri tanpa terikat langgan.
Nilai Efisiensi pemasaran yang didapatkan yaitu layur (2,20%), bentong
(5,51%) udang jerbung konsumsi (6,95%) udang jerbung ekspor (2,69%),
tongkol (6,35%) dan layang (6,95%). Pemasaran layur dan udang jerbung
ekspor di Binuangeun memiliki nilai Eps (Efisiensi Pemasaran Hasil
Tangkapan) yang efisien dan sebaliknya untuk pemasaran ikan layang, ikan
tongkol, ikan bentong dan udang jerbung konsumsi memiliki nilai Eps yang
tidak efisien.
4. Pola Distribusi
dan Margin
Pemasaran
Bawang Merah
Di Kota Pare
Pare
Analisis
Deskriptif,
Analisis Margin
Pemasaran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan yaitu Bawang
merah yang diperdagangkan di Kota Parepare berasal dari Kab. Enrekang dan
Kab. Bantaeng. Pola distribusi bawang merah yang berasal dari Kab. Enrekang
terdiri atas 3 pola distribusi pemasaran sedangkan bawang merah yang berasal
dari Kab. Bantaeng terdiri atas 2 pola distribusi pemasaran. Sedangkan margin
pemasaran bawang merah pada saluran distribusi pemasaran di Kota Parepare
28
(Resky
Maysari, 2017)
adalah berbeda-beda pada setiap lembaga pemasaran. Pada distribusi pemasaran
bawang merah yang berasal dari kab. Enrekang margin pemasaran tertinggi
pada pola distribusi pemasaran pedagang besar ke pedagang pengecer dan
konsumen yaitu sebesar Rp 6.250 dan terendah pada pola distribusi pemasaran
pedagang besar ke pedagang antar pulau sebesar Rp 3.000 sedangkan pada
distribusi pemasaran bawang merah yang berasal dari Kab. Bantaeng mergin
pemasaran pedagang besar, pedagang pengecer dan konsumen yaitu sebesar Rp
7.438 dan terendah pada pola distribusi pemasaran pedagang besar dan
konsumen sebesar Rp 7.000.
5. Analisis
Sistem
Distribusi
Pupuk
Bersubsidi PT.
Pupuk Kujang
Cikampek.
(Rizky Alifia
Windari, 2016)
Analisis
Deskriptif,
Linear
Programming,
Analisis Margin
Pemasaran,
Model
Transportasi,
Analisis
Sensitivitas.
Pupuk merupakan input produksi yang mampu mengoptimalkan hasil produksi
pertanian. Penggunaan pupuk menjadi kebutuhan utama bagi petani, sehingga
perlu ditunjang oleh sistem distribusi yang dijalankan produsen. Tujuan
penelitian ini adalah menganalisis sistem distribusi pupuk bersubsidi dan
menganalisis efisiensi distribusi pupuk bersubsidi di tingkat distributor ke
pengecer. Hasil analisis sistem distribusi menunjukkan mekanisme distribusi
yang dijalankan sesuai dengan SOP penyaluran pupuk bersubsidi. Jumlah
penyaluran pupuk di Karawang sesuai dengan jumlah kebutuhan sehingga tidak
menyebabkan peningkatan harga di atas HET. Namun, dalam beberapa kondisi
pengecer menjual di atas HET karena pembelian eceran, pengantaran pupuk ke
petani dan pembelian kredit di luar ketentuan pemerintah. Berdasarkan analisis
efisiensi distribusi diperoleh nilai optimal cost sebesar Rp 1 693 506 000,
sedangkan biaya total berdasarkan pola distribusi sebesar Rp 1 745 020 000 dan
selisih nilai optimal hanya sebesar tiga persen. Hasil tersebut menunjukkan
bahwa penyaluran di tingkat distributor ke kios pengecer tidak menyebabkan
terjadinya kekurangan jumlah pupuk dan peningkatan harga di atas HET.
Adapun peningkatan harga terjadi di tingkat pengecer.
29
6. Analisis
Efisiensi
Saluran
Distribusi Dan
Risiko Pelaku
Usaha Pada
Rantai Pasok
Ikan Cakalang
Asap Di
Kelurahan
Girian Atas
Kota Bitung
Provinsi
Sulawesi Utara
(Maghelhais
Takalamingan,
Florence V.,
Longdong,
Alvon Jusuf,
Jurnal
Universitas
Sam
Ratulangi,
Manado, 2017)
Metode kualitatif
dan Metode
Kuantitatif
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi aliran produk, aliran keuangan
dan aliran informasi pada rantai pasok ikan cakalang asap, menganalisis tingkat
efisiensi saluran distribusi pada rantai pasok ikan cakalang asap, dan
mengidentifikasi risiko yang dihadapi pada setiap pelaku usaha pada rantai
pasok ikan cakalang asap di Kelurahan Girian Atas, Kota Bitung, Provinsi
Sulawesi Utara. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus.
Sampel sebanyak 12 orang responden diambil dengan metode purposive
sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara berdasarkan
kuesioner yang telah disiapkan sebelumnya. Data yang telah dikumpulkan
dianalisis dengan metode kualitatif dan metode kuantitatif sederhana untuk
menghitung efisiensi saluran distribusi dan risiko yang dihadapi oleh pelaku
usaha. Rantai pasok ikan cakalang asap di Kelurahan Girian Atas Kota Bitung
terdiri dari 5 (lima) pelaku usaha, yaitu
pedagang ikan cakalang segar, pengolah ikan cakalang asap, pedagang besar
ikan cakalang asap, pedagang pengecer ikan cakalang asap dan rumah makan
sebagai konsumen. Ada dua saluran distribusi yang terbentuk pada rantai pasok
ikan cakalang asap. Secara umum kedua saluran distribusi telah masuk kategori
efisien karena rasio rata-rata biaya transaksi terhadap rata-rata nilai produk
kurang dari 50%. Secara total ada 18 risiko yang terjadi dari 5 (lima) para pelaku
rantai pasok. Fluktuasi harga menjadi risiko yang paling banyak terjadi pada
seluruh pelaku rantai rantai pasok ikan cakalang asap di Kelurahan Girian Atas
Kota Bitung.
7. Analisis Pola
Distribusi
Petani Jagung
(Studi Petani
Metode
pendekatan
kualitatif
Dusun Ngali Desa Labuhan Kuris Kecamatan Lape merupakan salah satu
pemasok jagung untuk Kabupaten Sumbawa dan sekitarnya dan memiliki
pengembangan berbagai macam komoditi pertanian didukung peluang pasar
yang cukup luas sehingga sangat cocok untuk pengembangan usaha pertanian.
30
Jagung di
Dusun Ngali
Desa Labuhan
Kuris
Kecamatan
Lape
Kabupaten
Sumbawa
Tahun 2016).
(Elly Karmeli,
Aditya
Saputra. Jurnal
Ekonomi
bisnis Vol 14
No 2, Agustus
2017).
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola distribusi jagung dan untuk
mengetahui pola distribusi alternatif dalam pendistribusian jagung. Metode
analisis data menggunakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode
pengumpulan data, reduksi data, triangulasi, penyajian data, dan penarikan
kesimpulan. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa pola distribusi yang
dilakukan petani menyebabkan tingkat harga yang diterima oleh petani pada
umumnya relatif lebih kecil dibandingkan dengan harga yang diterima oleh
pedagang. Saran yang dapat diberikan oleh petani memperpendek pola
distribusi, meningkatkan nilai tambah produk dan meningkatkan posisi tawar
(bargaining position) petani dan bagi pemerintah senantiasa memandu,
mendampingi petani dalam mendapat informasi pasar secara akurat, yang bisa
dijadikan pegangan petani dalam tawar-menawar, serta peningkatan
transparansi pasar dapat bertindak sebagai pemicu berfungsinya suatu pasar,
membaiknya persaingan dan meningkatnya adaptasi untuk memenuhi
kebutuhan penawaran dan opportuniti pasar.
31
2.7. Kerangka Penelitian
Perencanaan produksi akan sia-sia jika distribusi yang diterapkan suatu
perusahaan tidak tepat dan efektif. Hal tersebut dapat menimbulkan masalah
yang serius dalam pendistribusian produk maupun biaya distribusi yang
dikeluarkan perusahaan. Pasar Induk Kramat Jati merupakan pasar yang
memenuhi permintaan pelanggan berdasarkan pesanan pelanggan Pasar ini
tidak memberikan batasan minimum dalam jumlah jenis dan kuantitas
pemesanan. Kondisi yang terjadi dari cakupan jarak yang panjang ternyata
harga lebih mahal dibandingkan dengan cakupan jarak yang dekat.
Buah-buahan merupakan produk yang tidak tahan lama sehingga
distribusi buah ke pelanggan merupakan hal krusial untuk dikaji. Sistem
distribusi yang digunakan oleh Pasar Induk Kramat Jati adalah distribusi
langsung. Hal ini disebabkan sistem distribusi langsung merupakan sistem
distribusi yang paling pendek dan sederhana. Melalui distribusi langsung, maka
diharapkan buah yang dikirim ke pelanggan masih segar dan tepat waktu. Hal
ini yang membuat pelaku usaha harus memilih dan menggunakan sistem
distribusi yang tepat dan efektif dalam alokasi distribusi aktual agar biaya
distribusi yang dikeluarkan efisien.
Marjin pemasaran merupakan model yang digunakan untuk memecahkan
permasalahan efisiensi biaya distribusi produk dari sumber ke beberapa tujuan.
Permodelan ini mencari cara yang efisien untuk mengirimkan barang dari
sumber ke beberapa tujuan. Masalah distribusi suatu produk tunggal dari
sumber dengan penawaran terbatas menuju ke beberapa tujuan dengan
permintaan tertentu pada biaya distribusi efisien. Dalam pembuatan model
marjin pemasaran ini, input yang digunakan berupa biaya distribusi, jumlah
penawaran, dan jumlah permintaan, serta output yang diperoleh berupa efisiensi
biaya distribusi dan alokasi distribusi yang efisien.
Dengan sistem distribusi yang tepat dan efektif, Pelaku usaha dapat
melakukan alokasi distribusi efisien dan mengefisienkan biaya distribusi. Selain
itu dapat meningkatkan kepercayaan dan loyalitas pelanggan dalam
penggunaan produknya sehingga keuntungan mengalami peningkatan.
32
Gambar 5. Kerangka Penelitian
Masalah distribusi
1. Penetapan harga kg/km
2. Panjangnya saluran
distribusi
Pasar Induk Kramat Jati
Pola Distribusi
Saluran Distribusi
Efisiensi Pola Distribusi
dan
Efisiensi Saluran Distribusi
Kuantitatif:
Margin
pemasaran, Farmer share,
Rasio
keuntungan
terhadap biaya
Kualitatif:
Analisis
deskriptif
33
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3. 1. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2018 -Februari 2019 di
DKI Jakarta dimana pengambilan data terpusat di Pasar Induk Kramat Jati,
sebagai Pasar Grosir terbesar di Jabodetabek yang memasarkan buah-buahan
dan sayur-sayuran. Pasar Induk Kramat Jati beralamat di Jl. Raya Bogor KM.28,
Kramat Jati, Jakarta Timur. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara
sengaja dengan pertimbangan bahwa Pasar Induk Kramat Jati merupakan pusat
grosir produk mangga harum manis secara besar.
3. 2. Jenis dan Sumber Data
Pemilihan buah mangga karena volume produksi termasuk dalam 6 besar
di Indonesia menurut data statistik tanaman sayuran dan buah-buahan selama
2015-2016 (BPS,2017). Konsumsi dari buah tersebut juga cukup tinggi menurut
data konsumsi per kapita buah-buahan badan pusat statistik 2017. Data Primer
yaitu data yang bersumber dari hasil wawancara langsung dengan informan
pedagang mangga lokal dan mata rantai yang terlibat dalam distribusi mangga
lokal.
Data Sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah data bulanan
harga mangga harum manis di Pasar Induk Kramat Jati Periode 2015-2017 yang
diperoleh dari Pedagang di Pasar Induk Kramat Jati. Data Penjualan Pedagang
buah mangga di Pasar Induk Kramat Jati. Pedagang yang dijadikan infoman
adalah pedagang yang selama 2015-2017 menerima hasil distribusi selama 1
tahun penuh. Berdasarkan hasil survei dengan pegawai PD. Pasar Jaya dan
pedagang Pasar Induk Kramat Jati, pedagang yang sesuai kriteria tersebut
sebanyak 8 pedagang.
Jenis dan sumber data sekunder yang diperlukan dalam penelitian ini
antara lain :
34
1. Data harga jual pasar. Data berasal dari buku penjualan pedagang yang
memenuhi kriteria. Data ini berupa data penjualan mangga lokal di Pasar
Induk Kramat Jati dan data biaya distribusi yang ditanggung oleh
pedagang pada tahun 2015-2017.
2. Data harga beli pasar. Data berasal dari buku nota pelaporan pedagang
yang memenuhi kriteria. Data ini berupa data pembelian dari asal
pasokan dan biaya penunjang lain yang dibayarkan kepada pemasok pada
tahun 2015-2017.
3. 3. Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan metode survei. Aspek yang diteliti adalah
efisiensi pola distribusi mangga lokal yang diterapkan di Pasar Induk Kramat
Jati. Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder. Data primer
diperoleh dari observasi atau pengamatan secara langsung dan wawancara
dengan pihak-pihak yang terlibat, meliputi pegawai PD. Pasar Jaya, Pelaku
distribusi dan penerima distribusi, sedangkan data sekunder diperoleh dari
studi literatur, laporan arsip, penelitian terdahulu dan dokumen dinas dan
lembaga terkait data kemudian dianalisis baik secara kuantitatif maupun secara
kualitatif.
Dalam mencari informasi, penelitian ini menggunakan informan yang
berasal dari berbagai elemen, yaitu pedagang di pasar induk, pemasok,
pedagang yang tidak memiliki kios, pedagang kecil dan konsumen. Untuk
menentukan informan didasarkan pada kreteria yang telah ditentukan yaitu
agen besar yang memiliki kios dan kiriman per harinya mencapai minimal 20
ton. Penelitian ini menggunakan populasi informan sebanyak 8 pedagang.
Jumlah ini merupakan nilai rataan 10 % data informan sesuai kreteria dari
penulis (Wirantha, 2006 dalam Furqan, 2017) jenis komoditi yang dipilih
adalah mangga lokal, karena komoditas ini menjadi favorit dan mendapat
penjualan terbesar yang ada di Pasar induk Kramat Jati.
35
3. 4. Metode Pengolahan dan Analisis Data
Analisa data yang digunakan adalah analisa deskriptif yaitu analisa untuk
mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap objek yang diteliti melalui
data sampel atau populasi sebagaimana adanya, tanpa melakukan analisis dan
membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum. Langkah dalam analisis data
dimulai dari kata yang terkumpul baik dari data sekunder maupun primer
kemudian dianalisis secara kualitatif, melalui reduksi data yang dilakukan
sejak di lapangan, penyajian data dengan matriks dan penarikan kesimpulan.
3.4.1. Analisis Pola Distribusi
Analisis pola distribusi pada penelitian ini merupakan analisis deskriptif
yaitu dengan mendeskripsikan saluran distribusi yang terjadi pada usaha
penjualan buah mangga harum manis. Metode analisis ini menggunakan metode
analisis deskriptif kualitatif. Metode deskriptif kualitatif digunakan untuk
menggambarkan alur distribusi buah mangga harum manis serta pembahasan
pengolahan data dilakukan dengan analisis secara deskriptif. Analisis ini juga
bertujuan mengetahui alur distribusi yang terlibat pada pola distribusi buah
mangga mulai dari pengadaan input produk hingga pemasaran buah mangga
serta kendala yang terjadi didalamnya.
Gambar 6. Pola Distribusi Mangga Lokal
Sumber : Pasar induk Kramat Jati (diolah ), 2018
36
Pada gambar 5 terdapat aliran produk mulai dari produsen hingga
konsumen, diantaranya adalah sebagai berikut: 1) Petani-Pengepul-Tengkulak-
Pasar Induk-Konsumen, 2) Petani-Pengepul-Tengkulak-Pasar Induk-Pasar
Besar-Konsumen, 3) Petani-Pengepul-Tengkulak-Pasar Induk- Pengecer-Kios
Kecil-Konsumen, 4) Petani-Pengepul-Tengkulak-Pasar Induk-RM, RS Dan
Hotel-Konsumen, 5) Petani-Tengkulak-Pasar Induk-Konsumen, 6) Petani-
Tengkulak-Pasar Induk-Pasar Besar-Konsumen, 7) Petani-Tengkulak-Pasar
Induk- Pengecer-Kios Kecil-Konsumen, 8) Petani-Tengkulak-Pasar Induk-RM,
RS Dan Hotel-Konsumen, 9) Petani- Supermarket-Konsumen.
3.4.2. Analisis Efisiensi Saluran Distribusi
Efisiensi saluran distribusi pemasaran buah mangga di Pasar Induk
Kramat Jati dilakukan dengan analisis margin pemasaran pada masing- masing
saluran distribusi pemasaran yang diperoleh dihitung dengan mengacu pada
(asmarantaka, 2012). Rumus yang dapat dipergunakan untuk efisiensi yang
berkaitan dengan sebaran margin, adalah :
MT = Pr-Pf = Ci+𝜋 lembaga = ∑Mi (Pji-Pbi)
F’s = (Pr/Pf) x 100%
Profit/Biaya = 𝜋/𝑐
Keterangan :
MT : Marjin total (%)
Mi : Marjin di tingkat pasar ke-i (%)
Pr : Harga di tingkat Konsumen akhir (Rp )
Pf : Harga di tingkat petani (Rp )
𝜋 lembaga : Profit lembaga pemasaran akibat adanya sistem pemasaran
C : biaya dari adanya fungsi pemasaran (%)
Pji : Harga penjualan di tingkat ke-i (Rp )
Pbi : Harga pembelian di tingkat ke-i (Rp )
3.4.3. Definisi Operasional
Menurut Kotler (2001), definisi operasional adalah suat definisi yang
memberikan penjelasan atas suat variabel dalam bentuk yang dapat diukur.
37
Definisi operasional memberikan informasi yang diperlukan untuk mengukur
variabel yang akan diteliti. Penelitian ini mencakup lima variabel, yaitu pola
distribusi, efisiensi saluran distribusi, efisiensi, harga jual dan harga beli.
Variabel dan definisi operasional dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 8. Definisi Operasional Variabel Definisi Operasional Parameter
Pola Distribusi Aliran barang dari produsen
ke konsumen atau semua
usaha yang mencakup
kegiatan arus barang dan jasa
sampai ditangan konsumen
Informan dapat memberikan
informasi kegiatan usaha
mulai dari kebun hingga
sampai ke konsumen
Efisiensi Saluran
Distribusi
Perbedaan harga yang terjadi
dari tingkat produsen (harga
jual) hingga tingkat
konsumen (harga beli)
dengan biaya yang berbeda.
Informan dapat memberikan
informasi rincian biaya input
maupun output terhadap
selisih harga di tingkat alur
distribusi.
Efisiensi Penggunaan faktor-faktor
seefisien mungkin
Informan dapat memberi
informasi mengenai faktor
apa saja dalam distribusi
Harga Jual Harga yang ditentukan saat
menjual Produk
Informan dapat memberi
informasi mengenai harga
jual serta kendala yang ada
dalam penjualan
Harga Beli Harga yang ditentukan saat
pembelian produk dari
pemasok
Informan dapat memberi
informasi mengenai harga
beli serta kendala yang ada
dalam pembelian.
38
BAB IV
GAMBARAN UMUM PENELITIAN
Perkembangan pembangunan kota Jakarta dan pertumbuhan jumlah
penduduk yang semakin bertambah selain mengakibatkan meningkatnya konsumsi
masyarakat terhadap barang dagangan kebutuhan rumah tangga, juga berpengaruh
terhadap pelaksanaan pengelolaan area pasar di wilayah Provinsi Daerah Khusus
Ibukota Jakarta, maka diperlukan peraturan pengurusan perpasaran di dalam
wilayah DKI Jakarta, hal ini perlu dilakukan guna mengantisipasi pesatnya
pembangunan kota Jakarta baik sebagai Ibukota Negara maupun sebagai pusat
perdagangan yang semakin meningkat pula. Pemenuhan tuntutan kebutuhan
konsumsi masyarakat tersebut dan dalam rangka menyelaraskan pengelolaan pasar
dan fasilitas penunjangnya serta untuk meningkatkan pembinaan pedagang
ekonomi lemah perlu di lakukan peningkatan pengurusan pasar guna menunjang
sarana pengembangan perekonomian Daerah sebagai salah satu sumber pendapatan
Daerah. Salah satu pasar yang berada di wilayah DKI Jakarta adalah pasar induk
Kramat Jati.
Pasar induk Kramat Jati merupakan pusat distribusi yang menampung hasil
produksi petani dalam jumlah partai besar yang dibeli oleh pedagang tingkat grosir.
Komoditi pertanian tersebut kemudian dilelang atau dijual kepada para pedagang
tingkat eceran untuk selanjutnya diperdagangkan di pasar-pasar eceran yang
tersebar di pelbagai tempat mendekati lokasi para konsumen. Pasar induk
menempati area yang besar yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas pendukung
seperti pergudangan, tempat pelelangan, pusat informasi pasar, perkantoran,
bongkar muat dan parkir yang luas. Pengelolaan pasar induk induk Kramat Jati
diawasi oleh PD Pasar Jaya, PD Pasar Jaya merupakan Perusahaan Daerah (PD)
Pasar Jaya Provinsi Khusus Ibukota Jakarta. Area pasar induk Kramat Jati
merupakan area yang dimiliki dan dikelola oleh Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya
berupa pasar dan beserta fasilitas penunjang. Fasilitas penunjang di Pasar induk
Kramat Jati terdiri dari prasarana dan sarana yang langsung atau tidak langsung
mendukung kegiatan pasar induk Kramat Jati yang berada di area pasar.
39
Pasar Induk Kramat Jati merupakan fasilitas pusat perdagangan grosir buah-
buahan, sayur-mayur, dan umbi-umbian di DKI Jakarta yang bersifat menyeluruh
dengan fasilitas pelengkapnya. Secara hierarki, Pasar Induk Kramat Jati merupakan
153 pasar yang dikelola oleh PD Pasar Jaya. Tugas pokok pasar induk ini adalah
mengatur dan menyelenggarakan pengurusan fasilitas untuk kelancaran arus bahan
makanan sayur dan buah serta menyediakan fasilitas perdagangan dan pemasaran
yang diperlukan bagi penyelenggaraan perdagangan besar sayur dan buah. Pasar
induk yang beralamatkan di Jalan Raya Bogor Km. 22, Jakarta Timur ini berfungsi
untuk menyediakan dan mengatur fasilitas perdagangan atau pemasaran,
menyediakan fasilitas umum, mengatur kegiatan angkutan dan bongkar muat, dan
pencatatan harga serta tonase.
Lokasi umum pasar induk kramat jati beralamat dijalan Raya Bogor KM 22
Jakarta Timur. Pasar induk kramat jati diremajakan pada tanggal 1 Maret 2003
sampai dengan 31 Desember 2008 dengan investasi pembangunan kurang lebih Rp
284.789.945.516. Pasar Induk Kramat Jati menghasilkan sampah sebanyak kurang
lebih 250 M3 (200 Ton) per hari, Pasar induk kramat jati secara keseluruhan seluas
areal 14,7 Hektar dengan rincian sebagai berikut :
1. Luas bangunan 83.605 M2.
2. Luas area parkir 14.737 M2 dengan daya tampung kendaraan
sebagai berikut :
a. Truk : 238 kendaraan
b. Mobil : 637 kendaraan
c. Motor : 600 kendaraan
Pasar Induk Kramat Jati didirikan tahun 1973, kemudian
mengalami proses peremajaan dari tahun 2003 hingga akhir 2008,
bekerjasama dengan pihak ke-III (PT Tritunggal Sentra Sejahtera) dengan
sistem sharing. Share pasar induk sebesar 40 persen berwujud tanah dan
pedagang sedangkan share PT Tritunggal Sentra Sejahtera sebesar 60
persen berupa biaya pembangunan dan izin bangunan. Pembagian
keuntungan sebesar sharenya. Kawasan berareal seluas 14.7 hektar ini
memiliki 4 508 tempat usaha yang terdiri dari kios, konter, los, dan unit
40
toko (Tabel 8).
Tabel 9. Bangunan Tempat Usaha di Pasar Induk Kramat Jati Tahun 2013
Bangunan Jumlah tempat usaha Banyak pedagang (orang)
Grosir (A1, A2, A3) 2 188 932
Kantor pengelola 435 246
Kantor agro outlet 29 29
Subgrosir sayur (C1) 1 426 498
Subgrosir buah (C2) 350 180
Unit toko (Uniko) 80 34
Total 4 508 1 919
Sumber : Dinas Pasar Induk Kramat Jati (2018)
Pedagang yang memiliki SHPTU (Sertifikat Hak Pemakaian
Tempat Usaha) sesuai SK Direksi PD Pasar Jaya No. 47/2006 tgl 1 Maret
2006 dapat mempergunakan los selama 20 tahun. Setelah masa pembelian
selesai, pedagang dapat memperpanjang hak guna los untuk 10 tahun
berikutnya. Bila terjadi force majeur maka pedagang akan dikenakan biaya.
Setiap hari, pedagang dikenakan biaya pengelolaan pasar (BPP) yang
besarannya berdasarkan ukuran los. Biaya yang dikenakan meliputi biaya
kebersihan, keamanan, dan retribusi bagi PD Pasar Induk. Untuk biaya
listrik, telepon, air, merupakan biaya yang dibayarkan sendiri oleh
pedagang ke instansi terkait. Biaya parkir Rp 5 000 per jam untuk truk
sedangkan mobil bak terbuka Rp 2 500 per jam. Setiap pedagang yang
melakukan bongkar muat akan dikenakan biaya kupon sebesar Rp 75 000
per lima ton muatan.
Dalam satu hari, pasokan buah yang masuk ke Pasar Induk Kramat
Jati berkisar antara 650 hingga 1 200 ton. Dari total buah yang masuk,
sebanyak 97 persen didistribusikan lagi ke pedagang dan 2 persen untuk
kebutuhan restoran. Buah yang didistribusikan ke pedagang sebanyak 65
persen digunakan untuk memenuhi kebutuhan Jakarta, 30 persennya
didistribusikan ke Bogor, Tangerang, dan Bekasi (Botabek), dan 3 persen
ke luar Jabotabek.
41
Jenis kepemilikan tempat usaha diatur oleh Manager PD Pasar
Induk Kramat Jati. Surat izin pemakaian tempat usaha merupakan izin
tertulis yang diajukan oleh pedagang buah lalu ditindak lanjuti oleh Direksi
PD Pasar Jaya melalui Manager PD Pasar Induk Kramat Jati sesuai dengan
SK Direksi PD Pasar Jaya terdiri dari dua, yaitu sertifikat hak pemakaian
tempat usaha (SHPTU) dan surat izin pemakaian tempat usaha (SIPTU).
Perincian tempat usaha berdasarkan SHPTU dan SIPTU adalah sebagai
berikut :
1. SHPTU (sertifikat hak pemakaian tempat usaha) sesuai dengan
surat kuasa Direksi PD Pasar Jaya no. 47 tahun 2006 tanggal 1
Maret 2006. Masa hak pakai selama 20 tahun.
a. Sudah memiliki sebanyak 2.757 TU
b. Belum memiliki sebanyak 961 TU.
c. Belum wajib sebanyak 710 TU.
2. SIPTU (surat izin pemakaian tempat usaha) sesuai dengan surat
kuasa Direksi PD Pasar Jaya no. 450 tahun 2003 tanggal 17
Desember 2003. Masa hak pakai selama 1 tahun diperpanjang.
a. Sudah memiliki sebanyak 1.935 TU.
b. Belum memiliki sebanyak 1.783 TU.
c. Belum wajib sebanyak 710 TU.
PD Pasar Induk Kramat Jati merupakan salah satu perusahaan daerah
yang aktivitasnya diawasi oleh PD Pasar Jaya. PD Pasar Induk Kramat jati
sebagai sebuah perusahaan daerah mempunyai struktur organisasi
kepengurusan pasar induk kramat jati dan komposisi pengawai. Komposisi
pegawai area 20 pasar induk kramat jati berjumlah 53 orang, dengan
komposisi data pegawai sebagai berikut :
1. Manager Area berjumlah 1 orang.
2. Asisten Manager Bidang Hukum dan Perencanaan berjumlah 1
orang.
3. Asisten Manager Bidang Administrasi berjumlah 1 orang.
42
4. Asisten Manager Bidang Operasi berjumlah 1 orang.
5. Penanggung jawab blok berjumlah 9 orang.
6. Staf Asmen Hukum dan Perencanaan berjumlah 1 orang.
7. Staf Asmen Administrasi berjumlah 15 orang.
8. Staf Asmen operasi berjumlah 4 orang.
9. Juru pungut berjumlah 20 orang.
Struktur organisasi yang sederhana akan memudahkan dalam
pembagian tugas dan wewenang serta pengawasan intern kepada tiap
bagian pekerjaan. Pembagian tugas kinerja dilakukan secara berjenjang
dari pimpinan ke tiap bagian pengelolaan pasar yang dilanjutkan kepada
masing-masing bidang yang dibawahinya. Berdasarkan komposisi
pengawai PD Pasar Induk Kramat jati, pengelolaan dan kebijakan pasar
diatur oleh seorang manager yang sekaligus pimpinan di wilayah PD Pasar
Induk Kramat Jati yang membawahi asisten manager bidang hukum dan
perencanaan, asisten manager bidang administrasi dan asisten manager
bidan operasi. Asisten manager bidang hukum dan perencanaan
membawahi staf asisten manager (ASMEN) hukum dan perencanaan.
Asisten manager bidang administrasi membawahi staf asisten manager
administrasi. Asisten manager bidang operasi membawahi staf asisten
manager operasi. Staf asisten manager operasi membawahi penanggung
jawab blok dan juru pungut.
Lembaga pendukung operasional pasar induk kramat jati antara lain
sebagai berikut :
1. Badan Pekerja Bongkar Muat (BAPENGKAR) mengurus
masalah bongkar dan muat barang.
2. Koperasi Angkutan Barang dan Industri (KABAPIN)
mengurus distribusi barang dari pasar induk kramat jati ke
pasar eceran.
3. Koperasi Pedagang Pasar (KOPPAS) mengurus koperasi
pedagang termasuk penyediaan komoditi masyarakat
pedagang.
43
4. CV Garda Transmoes Mandiri sebagai pengelola kebersihan
pasar.
5. PT Kelola Jasa Amanusa sebagai pengelola keamanan dan
ketertiban.
6. PT. Fajar Laksana sebagai pengelola parkir.
7. Bank BRI dan Bank DKI sebagai pengelola keuangan karcis
atas hasil bumi dan pengelola pembayaran Listrik dan air.
Pasokan buah-buahan berasal berbagai daerah, antara lain sebagai berikut :
1. Pisang dipasok dari Sukabumi, Lampung dan Serang.
2. Nanas dipasok dari Palembang, Tangerang dan Subang.
3. Pepaya dipasok dari Sukabumi, Bogor, Lampung dan Malang.
4. Alpukat dipasok dari Garut, Malang, Tasikmalaya, Padang,
Lampung dan Probolinggo.
5. Apel dipasok dari Malang dan Impor.
6. Semangka dipasok dari Banyuwangi, Lampung, Kediri dan Cirebon.
7. Salak dipasok dari Bali, Tasikmalaya, Magelang dan Jogya.
8. Kedondong dipasok dari Padang, Madura dan Lampung.
9. Mangga dipasok dari Indramayu, Probolinggo, Bali, Nusa
Tenggara Barat, Kediri dan Jepara.
10. Anggur dipasok dari Bali, Malang dan Impor.
11. Jeruk dipasok dari Bali, Jember, Banyuwangi dan Padang
12. Markisa dipasok dari Medan dan Padang.
13. Melon dipasok dari Malang, Kediri, Banyuwangi, Ngawi dan
Ponorogo.
14. Manggis dipasok dari Padang, Subang dan Tasikmalaya.
15. Dukuh dipasok dari Palembang, Jambi, Purbalingga dan Lampung.
16. Durian dipasok dari Lampung, Palembang, Bali, Ngawi dan Impor.
44
Pasokan tersebut didistribusikan ke berbagai wilayah antara lain sebagai berikut :
1. Daerah khusus Ibukota Jakarta sebanyak 70 persen.
2. Daerah Bogor, Tangerang, dan Bekasi sebanyak 25 persen.
3. Restoran dan rumah sakit sebanyak 2 persen.
4. Lain-lainnya sebanyak 3 persen.
Secara Umum pasokan buah secara keseluruhan dilakukan dengan
observasi awal penulis. Dengan hasil observasi tersebut penulis membuat
peta distribusi dan pasokan mangga lokal di Pasar induk Kramat Jati.
Berikut peta distribusi mangga di Pasar Induk Kramat Jati berdasarkan
observasi awal penulis.
Gambar 7. Peta distribusi manggal lokal
Sumber : Pasar Induk Kramat Jati (diolah), 2018
Hasil Observasi awal penulis, menemukan beberapa fakta saluran distribusi yang
beragam di antaranya.
1) Saluran UD. Pur Bersaudara
Gambar 8. Saluran UD. Pur Bersaudara
Sumber : Pasar Induk Kramat Jati (diolah), 2018
Produse
n Konsumen Pengecer
Pasar
Induk
45
2) Saluran UD. Wilujeung
Gambar 9. Saluran UD. Wilujeung
Sumber : Pasar Induk Kramat Jati (diolah), 2018
3) Saluran UD. Nurmala
Gambar 10. Saluran UD. Nurmala
Sumber : Pasar Induk Kramat Jati (diolah), 2018
Dari ketiga saluran di atas diketahui bahwa perbedaan saluran menyebabkan
harga komoditas mangga berbeda dari setiap salurannya, sehingga konsumen
mendapatkan ketimpangan harga yang cukup signifikan. Peran dari sistem
distribusi di Indonesia adalah penciptaan harga yang stabil melalui usaha
pemenuhan akan kebutuhan secara cukup di seluruh wilayah Nusantara. Namun
demikian merupakan satu kenyataan untuk kasus di Pasar Induk Kramat Jati bahwa
sistem distribusi merupakan bagian yang sangat lemah dalam mata rantai
perekonomian nasional.
Sedangkan sistem distribusi barang di dalam Pasar Induk Kramat Jati terdiri
dari beberapa tahapan. Tahapan tersebut dibagi menjadi 5 (lima) tahapan, yaitu :
1) Tahap I : tahapan ini merupakan tahapan awal yaitu barang masuk. Pada
tahapan ini supir truk-truk pengangkut barang masuk ke Pasar Induk
Kramat Jati melapor dan mengambil Surat Tanda Bongkar (STB)
mengenai jenis barang dan nama pedagang yang dituju di pos
Bapengkar (Badan Pengelola Pekerja Bongkar Muat).
2) Tahap II : setelah mengambil STB, supir truk menuju ke los pedagang
yang dituju untuk menurunkan barang. Pada tahap ini sebelum
menurunkan barang supir truk harus melapor ke mandor yang berjaga
pada los tersebut dan menyerahkan STB. Kemudian mandor
mengerahkan 1 grup yang terdiri dari 8 pekerja (kuli Bapengkar) untuk
menurunkan barang dan mengantarkan barang ke pedagang yang dituju.
Produse
n Pengumpul Konsume
n Pengecer
Pasar
Induk
Produsen Pengumpul Konsumen Pengecer Petani
Pascapanen
Pasar
Induk
46
Sebelum diantarkan ke pedagang yang dituju, barang yang diturunkan
ditimbang terlebih dahulu yang kemudian dicatat oleh mandor atau juru
tulis yang membantu mandor untuk dilaporkan ke manajemen dan untuk
menentukan biaya bongkar muat.
3) Tahap III : setelah barang diantarkan ke pedagang besar atau yang biasa
disebut dengan Bandar yang memesan barang tersebut oleh kuli
Bapengkar, tahapan selanjutnya adalah mensortir barang. Pada tahapan
ini barang-barang yang masuk disortir terlebih dahulu oleh para pekerja
bandar sebelum dijual ke pedagang menengah atau yang biasa disebut
centeng dan pedagang eceran. Sortir barang dilakukan berdasarkan
kualitas barang agar tidak tercampur antara barang dengan kualitas yang
baik dengan barang dengan kualitas kurang baik.
4) Tahap IV : tahapan selanjutnya adalah menjual barang yang masuk ke
pedagang kecil dan pedagang eceran di Pasar Induk Kramat Jati.
Tahapan ini hanya dilakukan oleh pedagang-pedagang sayuran. Setelah
barang disortir oleh bandar, para centeng dan pedagang eceran
mengambil/membeli barang ke bandar untuk dijual dalam jumlah yang
lebih kecil. Tahapan ini tidak dilalui oleh pedagang buah-buahan,
barang yang sudah masuk langsung dijual ke pembeli (pedagang dari
pasar lain).
5) Tahap V : tahap ini merupakan tahap akhir pendistribusian barang di
dalam Pasar Induk Kramat Jati. Tahap ini merupakan tahap penjualan
barang ke pembeli yang biasanya adalah pedagang dari pasar-pasar
lokal di Jabodetabek. Proses penjualan dilakukan dengan 2 (dua) cara.
Yang pertama, penjualan dilakukan secara langsung yaitu pembeli
datang kemudian membeli dan mengangkutnya. Dan yang kedua,
penjualan dilakukan secara tidak langsung yaitu pemesanan melalui
telepon. Penjualan dengan cara ini dilakukan dengan sistem
kepercayaan, biasanya pembeli-pembeli yang sudah berlangganan
bertahun-tahun.
47
Pemasaran mangga lokal pada penelitian ini tidak dianalisis dari petani tetapi
dari pedagang. Di Pasar Induk Kramat Jati, lembaga pemasaran yang terlibat adalah
pedagang besar. Pedagang besar mendapat pasokan mangga dari pedagang
pemasok. Pedagang besar kemudian menjual mangga ke pedagang pengecer. Dari
tingkat pedagang pengecer, buah dijual ke konsumen. Di Pasar Induk Kramat Jati,
Mangga dijual di Pasar Induk Kramat Jati bila pasokan buah ada. Tidak setiap saat
pula pedagang besar berjualan, tergantung adanya pasokan dari pedagang pemasok
dan bagaimana kondisi pasar, apakah permintaan tinggi dan stok yang tersedia
masih banyak atau tidak. Di Pasar Induk Kramat Jati tidak ada perhimpunan khusus
pedagang besar mangga yang bersifat formal tetapi mereka berjual durian di satu
tempat yang sama, yaitu di subgrosir buah C2. Pedagang besar berjualan berdekatan
dalam beberapa los.
Pihak yang terlibat dalam sistem pemasaran durian di Pasar Induk Kramat Jati
adalah pedagang besar, dan pedagang pengecer. Dalam kegiatannya, pihak- pihak
tersebut menjalankan fungsi-fungsi pemasaran untuk memperlancar proses
penyampaian barang. Fungsi-fungsi tersebut dapat dikelompokkan menjadi fungsi
pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas. Fungsi Pertukaran (Exchange
Function) adalah kegiatan memindahkan kepemilikan produk dan penyaluran
barang dari produsen sampai konsumen. Perubahan hak milik produk terjadi setelah
ada kesempatan harga sehingga terjadi proses pembelian dan penjualan. Pembelian
terjadi karena adanya penawaran barang dan aktivitas pembayaran sedangkan
penjualan merupakan kegiatan yang lebih kompleks, tidak hanya menerima
kesepakatan harga. Pada aktivitas ini dilakukan penataan produk dan didukung
promosi agar mendapatkan pembeli yang banyak pada tingkat harga yang
menguntungkan.
Fungsi Fisik (Physical Function) adalah tindakan yang berhubungan langsung
dengan penanganan, perpindahan, atau proses mengubah produk yang akan
memberikan nilai tambah. Fungsi ini meliputi penyimpanan, pengangkutan, dan
pengolahan. Penyimpanan merupakan usaha mempertahankan ketersediaan produk
pada jangka waktu tertentu. Fungsi ini tidak selalu dilakukan oleh pedagang besar
di Pasar Induk Kramat Jati. Bila seluruh pasokan mangga habis dalam satu hari
48
maka pedagang tidak melakukan fungsi penyimpanan. Fungsi penyimpanan
dilakukan pedagang besar maksimal satu hari karena mangga akan habis terjual
keesokan harinya, apalagi bila belum ada pasokan dari daerah lain yang masuk.
Kegiatan pengangkutan bertujuan untuk menyediakan barang pada daerah tertentu
yang membutuhkan produk. Fungsi ini meliputi pemilihan saluran pengangkutan
dan kegiatan bongkar muat. Pedagang besar memanfaatkan jasa penyewaan truk
ataupun mobil colt untuk mengambil mangga dari pemasok (pedagang pengumpul
ataupun petani). Pedagang pemasok yang menyediakan truk atau mobil colt dan
pedagang besar di Pasar Induk Kramat Jati yang membayar biaya transportasinya.
Bila sedang musim mangga, pedagang menyewa satu hingga dua truk, sedangkan
saat normal pedagang menyewa satu truk, dan ketika pasokan sedikit, hanya satu
truk atau mobil colt yang disewa. Biaya transportasi yang dikenakan termasuk biaya
bahan bakar dan penyeberangan menggunakan kapal feri. Pedagang menyatakan
infrastruktur di Pulau Sumatra cukup baik, tidak semua sopir menghadapi pungutan
liar, dan pada umumnya waktu yang diperlukan untuk mengirim barang antara satu
sampai dua hari. Untuk bongkar muat, pedagang mengandalkan tenaga kerja yang
dimiliki ataupun buruh bongkar muat yang tersedia di Pasar Induk Kramat Jati.
Bongkar muat dilakukan saat memuat barang di pemasok, membongkar barang di
Pasar Induk Kramat Jati, dan juga memuat mangga yang dibeli pedagang pengecer.
Fungsi Fasilitas (Facilitating Function) adalah tindakan-tindakan untuk
memperlancar kegiatan pertukaran dan fungsi fisik sehingga barang sampai ke
tangan konsumen. Fungsi ini sebagai penggerak dalam kegiatan pemasaran
meliputi standardisasi, permodalan, penanggulangan risiko, dan intelijen pasar.
Standardisasi adalah penentuan mutu suatu produk dengan berbagai ukuran warna,
bentuk, kadar air, kematangan, rasa, dan kriteria lainnya. Kegiatan ini tidak
dilakukan pedagang besar karena ketika mangga masuk Pasar Induk Kramat Jati,
pedagang pengecer yang melakukan pemilihan buah. Buah dari pedagang pemasok
sudah mengalami penyortiran tetapi belum ada grading pada buah sehingga kualitas
buah yang masuk Pasar Induk Kramat Jati beragam ukuran dan tingkat kematangan.
Mangga terkadang habis terjual ketika buah masih dalam truk karena sudah dipilih
pedagang pengecer yang datang. Bila ada buah yang tidak sesuai, buah di tata di
49
lapak sehingga truk atau mobil pengangkut tidak terparkir terlalu lama di Pasar
Induk.
Permodalan akan memberi bantuan dana untuk melaksanakan kegiatan
pemasaran. Untuk membeli mangga tentu dibutuhkan modal awal yang besar
karena harga per buah besar serta angkutan yang dibutuhkan membutuhkan dana
besar. Sebesar Rp 20.000.000 dibutuhkan untuk membayar lunas seluruh biaya
pemasaran dan pembelian mangga. Tidak ada bantuan dana yang terlihat dalam
wujud fisik tetapi dalam bentuk kepercayaan. Pedagang besar di Pasar Induk
Kramat Jati menerima mangga dari pedagang pemasok tanpa memberi uang muka.
Ketika mangga datang, pedagang tidak langsung membayar pembelian mangga.
Hal ini dapat terjadi karena adanya kepercayaan dari pemasok ke pedagang. Hal ini
juga terjadi pada pedagang pengecer. Barang dibeli dengan sistem pembayaran
konsinyasi (pembelian barang dibayar setelah barang habis terjual). Pedagang
mangga lokal tidak memanfaatkan pinjaman dana dari lembaga pemberi pinjaman.
Penanggulangan risiko adalah kegiatan mengatasi kerugian dari pemasaran
produk. Risiko yang dihadapi adalah risiko fisik dan risiko pasar. Bagi pedagang
besar, risiko yang dihadapi antara lain buah yang rusak atau membusuk karena
mengalami perjalanan jauh. Pedagang besar ataupun pengecer menanggung risiko
bila buah tidak habis terjual merupakan risiko yang dihadapi pedagang. Untuk
mengatasi buah yang membusuk, biasanya pedagang meminta pemasok buah agar
buah dipanen sebelum buah masak. Untuk mengatasi buah yang rusak, peti buah
mangga ditata rapi agar tidak ada rongga tersisa antar peti mangga supaya gesekan
tidak sering terjadi. Pungutan liar sulit dihindari pedagang, pedagang biasanya
merelakan buah yang diminta. Bagi pedagang besar, buah yang tidak habis terjual
biasanya dijual murah atau bila buah rusak, buah dibuang.
Intelijen pasar akan mengumpulkan, menganalisis, dan menginterpretasikan
data yang akan memperlancar kegiatan pemasaran. Dinas pasar belum berperan
besar dalam kegiatan pemasaran semua buah. Tidak ada data yang terkait pasokan
ataupun pergerakan harga buah dikarenakan buah lokal di Indonesia merupakan
buah musiman, pedagang yang berjualan mangga pun musimnya sehingga sulit
mendapat data yang valid. Akan tetapi, informasi harga di Pasar Induk Kramat Jati
50
sempurna walaupun tanpa peran Dinas Pasar Induk Kramat Jati. Harga pasar
mangga dapat diketahui dengan mudah bagi pedagang besar.
Pengemasan dalam proses jual beli mangga sangat berpengaruh dalam menjaga
kualitas. Karena penggunaan kalsium karbida atau karbit sebuah senyawa kimia
yang digunakan untuk mempercepat pematangan buah. Berikut pengemasan buah
mangga :
1) Pemetikan
Proses pemetikan ini dilakukan oleh petani secara manual satu per
satu, hal ini dikarenakan pemetikan mangga disesuaikan dengan umur
mangga yang sudah siap panen, umur ideal pemetikan mangga dengan
tingkat ketuaan 85%-100% yaitu berumur 110-120 hari semenjak bunga
mekar. Dalam satu pohon mangga tidak serentak buah dapat dipanen,
karena mekarnya bunga yang berbeda-beda sehingga diperlukan ketelitian
dalam proses pemilihan saat memetik buah mangga, setelah dipetik
mangga disimpan di wadah keranjang untuk menuju perlakuan
selanjutnya. Berikut ini merupakan gambar hasil pemetikan mangga
(Gambar 11).
Gambar 11. Hasil Pemetikan Mangga
Sumber : Dokumentasi Penulis, 2019
2) Penimbangan
Setelah melewati proses pemetikan, mangga hasil panen ditimbang
untuk mengetahui berat mangga. Sehingga petani pengumpul atau
tengkulak dapat mengetahui besaran uang yang dikeluarkan untuk
membayar buah mangga yang akan dijual ke saluran selanjutnya. Berikut
51
gambar proses penimbangan dari lahan menuju gudang saluran
selanjutnya (Gambar 12).
Gambar 12. Proses Penimbangan Mangga
Sumber : Dokumentasi Penulis, 2019
3) Adaptasi Suhu dan Sortasi
Setelah proses penimbangan, petani pasca panen atau tengkulak
memberi perlakuan berupa adaptasi suhu dengan cara mengumpulan buah
mangga dalam gudang, sehingga mangga dapat mencapai tingkat
kematangan yang sempurna. Proses sortasi dilakukan saat pemindahan
mangga dari keranjang ke gudang, proses sortasi ini untuk memisahkan
mangga sesuai dengan ukuran, tingkat umur ketuaan dan berat mangga.
Mangga yang beratnya 700 gram dapat masuk ke Grade A dan seterusnya.
Berikut gambar Adaptasi suhu dan sortasi mangga (Gambar 13 dan 14).
Gambar 13. Adaptasi Suhu Mangga
Sumber : Dokumentasi Penulis, 2019
52
Gambar 14. Sortasi Mangga
Sumber : Dokumentasi Penulis, 2019
4) Pengemasan
Setelah adaptasi suhu dan sortasi selama 1 malam, mangga akan di
kemas sesuai dengan grade nya. Untuk Grade A akan masuk ke kemasan
karton, sedangkan Grade B dan selanjutnya akan masuk ke kemasan peti
kayu (Gambar 15 dan 16).
Gambar 15. Pengemasan Mangga dengan Peti Kayu
Sumber : Dokumentasi Penulis, 2019
53
Gambar 16. Pengemasan Mangga dengan Kardus Karton
Sumber : Dokumentasi Penulis, 2019
Setelah menyelesaikan Tahap pengemasan maka mangga disimpan dalam
gudang selama 2-3 hari pengiriman mangga ke saluran selanjutnya menunggu
permintaan dari pedagang besar untuk menyesuaikan tingkat kematangan. Kegiatan
pembelian dan penjualan dilakukan setiap saat oleh pedagang pengecer. Pembelian
buah dari pedagang besar di Pasar Induk Kramat Jati dan buah dijual kembali ke
konsumen. Pedagang pengecer melakukan fungsi penjualan lebih dari pedagang
besar karena melakukan promosi penjualan lewat penataan produk di lapak. Untuk
mempermudah kegiatan jual beli mangga di tingkat konsumen, pedagang pengecer
berjualan di lokasi padat penduduk seperti kawasan Jabotabek. Kebanyakan mereka
berjualan di pinggir jalan dan dekat dengan pasar. Harga jual mangga juga beragam,
tergantung seberapa besar harga beli, biaya pemasaran, ukuran, serta kualitas buah.
Bila kualitas buah bagus maka harga jual buah akan tinggi. Penentuan harga juga
dipengaruhi besar kecilnya buah.
Pedagang pengecer melakukan fungsi penyimpanan lebih sering karena
tidak selalu mangga habis ketika dijual di lapak atau pinggir jalan. Ketika musim
buah mangga, banyak pedagang pengecer yang menjual dagangannya dan tersebar
di berbagai daerah sehingga konsumen memiliki banyak pilihan untuk membeli.
Buah yang disimpan di suhu ruang hanya mampu bertahan tiga hari setelah buah
matang. Pedag
ang pengecer juga melakukan fungsi pengangkutan. Ada pedagang yang
menggunakan gerobak untuk membawa mangga ke tempat jualnya, ada yang
menyewa angkot, menggunakan jasa angkutan taksi atau ojek roda dua, dan ada
54
pula yang membawa kendaraan seperti mobil bak terbuka atau truk motor. Bongkar
muat biasanya dibantu tenaga kerja pedagang besar di Pasar Induk Kramat Jati atau
buruh angkut di pasar induk.
Pedagang pengecer melakukan fungsi standardisasi berdasarkan keinginan
konsumen di tempat mereka berjualan. Pedagang pengecer biasanya membeli buah
berukuran kecil, sedang, dan besar agar mampu memenuhi keinginan konsumen.
Tidak semua buah dibeli dalam keadaan matang, ada juga yang belum matang agar
daya simpannya lebih lama. Pedagang pengecer tidak melakukan kegiatan
pembiayaan. Pedagang pengecer menjual langsung mangga kepada konsumen dan
dibayar tunai sehingga pedagang pengecer dapat membayar mangga yang dibelinya
dari pedagang besar di Pasar Induk Kramat Jati.
Penanggulangan risiko adalah kegiatan mengatasi kerugian dari pemasaran
produk. Risiko yang dihadapi adalah risiko fisik dan risiko pasar. Bagi pedagang
pengecer, risiko yang dihadapi antara lain buah yang membusuk karena tidak laku
terjual. Tidak selalu buah mangga yang dijual habis cepat dalam satu hari. Pedagang
pengecer biasanya menghadapi pungutan liar dalam wujud buah mangga atau uang
yang ditagih penjaga pasar. Mangga yang tidak habis akan dijual murah atau di beli
oleh produsen jus buah atau selai buah. Pedagang pengecer juga berperan sebagai
intelijen pasar bagi usahanya sendiri untuk melihat bagaimana keinginan konsumen
dan harga pasar.
55
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Analisis Pola Distribusi Mangga Lokal dari Produsen ke Pasar Induk
Kramat Induk Jati.
Pembangunan pertanian melalui konsep sistem agribisnis merupakan
pandangan bahwa semua aktivitas dalam sub-sistem agribisnis saling
mempengaruhi. Apabila terdapat masalah/hambatan pada salah satu sub-sistem,
maka akan mempengaruhi keseluruhan sistem dalam agribisnis harus
membangun atau mengembangkan seluruh sub-sistem yang ada. Sub-sistem
pemasaran merupakan kegiatan yang melaksanakan dan memperlancar
pemasaran komoditas pertanian baik segar maupun olahan, seperti kebijakan
perdagangan, distribusi, promosi, intelijen pasar dan struktur pasar
(Asmarantaka, 2012).
Struktur jaringan distribusi mangga pada umumnya memiliki beberapa
karakteristik yang sama. Pola aliran dalam jaringan distribusi rantai pasokan
mangga menunjukkan ada tiga aliran yang ada dalam pola tersebut yaitu berupa
aliran produk, aliran keuangan dan aliran informasi. Aliran produk mengalir
dari hulu hingga hilir yaitu petani hingga konsumen akhir. Aliran keuangan
mengalir dari hilir ke hulu yaitu konsumen akhir ke petani. Aliran informasi
mengalir pada mata rantai secara timbal balik (Rachman, 2016).
Berikut identifikasi lembaga pemasaran yang terdapat di Pasar Induk
Kramat Jati:
1) Petani adalah pengusaha yang bergerak di bidang produksi mangga, yang
melakukan kegiatan bercocok tanam dari mulai awal hingga proses
pemanenan dilakukan. Pada penelitian ini unit dagang yang menggunakan
saluran langsung dari petani adalah unit dagang Nurmala dan Margono
yang asal pasokannya dari Tuban, Majalengka dan Jombang. Wilayah
pasokan lain dari semua unit dagang masih menggunakan jasa dari
pengumpul, petani pasca panen, tengkulak, pemasok, dan tengkulak.
56
2) Petani pasca panen adalah pengusaha yang bergerak pada tahap
penanganan hasil produksi segera setelah pemanenan. Penanganan pasca
panen mencakup pembersihan, penyortiran, penyimpanan, dan
pengemasan. Pemakaian jasa petani pasca panen ini dilakukan oleh petani
yang memiliki pengetahuan minim mengenai pembersihan, penyortiran,
penyimpanan dan pengemasan. Unit dagang yang menggunakan jasa petani
pasca panen adalah pedagang yang menerapkan sistem pembayaran
komisi, unit dagang tersebut Nurmala, Sido Mulyo, Anggit, Putra Bali.
3) Pengumpul sebagai penyedia jasa pengumpulan dari setiap petani yang
memiliki hasil panen <7 ton. Penggunaan ukuran 7 ton sebagai batas dalam
satu pengiriman dikarenakan muatan satu kendaraan yang biasa digunakan
dalam pengiriman, kendaraan yang biasa digunakan adalah truck colt diesel
double. Pengumpul hanya melakukan jasa penyortiran dan pengemasan.
Unit dagang yang menggunakan jasa pengumpul adalah unit dagang yang
menerapkan sistem pembayaran nota, unit dagang tersebut Bangkit, Pur
Bersaudara, Sumber Barokah, Margono.
4) Tengkulak sebagai pembeli, pendistribusi sekaligus pedagang hasil
pertanian dengan cara datang ke daerah penghasil untuk mengumpulkan
mangga. Hasil produksi tersebut di jual dengan harga tinggi, tengkulak juga
bertindak sebagai penyalur, tidak menyediakan jasa lain. Unit dagang yang
menggunakan jasa tengkulak, adalah Sido Mulyo, Nurmala, Pur
Bersaudara, dan Margono.
5) Supplier/Pemasok sebagai penyalur yang menyalurkan produk ke Pasar
besar, Hotel, Rumah Sakit, Rumah Makan dan Super Market. Berbeda
dengan tengkulak, pemasok menjual hasil panen dari pedagang pengumpul
dengan harga yang normal, keuntungan yang dimiliki oleh pemasok akan
dibagi rata dengan pengumpul. Pemasok juga bisa langsung menjual ke
pasar internasional menyesuaikan dengan permintaan dari konsumennya.
6) Pasar induk Kramat Jati merupakan satu-satunya pasar induk yang khusus
menjual buah dan sayuran di DKI Jakarta. Pasar Induk Kramat Jati
merupakan pasar dengan skala pelayanan regional, artinya dapat melayani
57
kebutuhan buah dan sayuran ke seluruh wilayah DKI Jakarta dan
sekitarnya. jika dilihat dari latar belakang pendirian pasar induk, pasar ini
merupakan food station (terminal buah dan sayuran) untuk wilayah DKI
Jakarta, pasar ini merupakan pusat dari buah dan sayuran. Artinya seluruh
buah dan sayuran yang masuk ke DKI Jakarta harus melalui Pasar Induk
Kramat Jati, akan tetapi seiring perkembangan kota, fungsi ini mulai
berkurang, karena pasar ini bukan lagi satu-satunya pusat yang
menyediakan buah dan sayuran. Banyak pemasok-pemasok dari luar
wilayah Jakarta yang langsung mengirim buah dan sayuran ke pasar-pasar
di seluruh DKI Jakarta dan sekitarnya tanpa melaui Pasar Induk Kramat
Jati terlebih dahulu. Hal ini bertujuan untuk mengurangi biaya transportasi
yang akan mempengaruhi harga barang.
7) Pedagang pengecer adalah pedagang yang sehari-harinya berjualan di pasar
tradisional dan kios yang terdapat di luar pasar resmi. Sebagai usaha
mempermudah konsumen dalam membeli produk dalam jumlah sedikit.
Pedagang pengecer umumnya melakukan fungsi fisik seperti pengemasan
dalam jumlah tertentu dengan menggunakan kemasan plastik, kemasan
Parcel, kemasan styrofoam atau plastik busa. Pedagang pengecer tidak
secara keseluruhan melakukan fungsi pengupasan atau siap saji terhadap
komoditas mangga, hanya terbatas beberapa saja. Hal ini dikarenakan
minat dari konsumen yang tidak seluruhnya membutuhkan produk mangga
dalam bentuk kupas.
8) Supermarket, Hotel, Rumah Sakit, dan Rumah Makan sebagai konsumen
dari pasar induk tersebut. Kebutuhan buah dalam jumlah besar
menyebabkan supermarket, hotel, rumah sakit dan rumah makan memasok
produk dari pasar induk. Kemajuan teknologi informasi menyebabkan
beberapa konsumen langsung membeli produk di petani sehingga tidak
menggunakan fungsi pasar induk. Pelaku dari pemutusan saluran
pemasaran ini adalah supermarket dan hotel.
9) Konsumen akhir dalam penelitian ini adalah pedagang pengecer,
supermarket, hotel, rumah sakit, rumah makan, pedagang juice, pedagang
58
makanan olahan, dan pedagang buah di wilayah luar Jawa. Pedagang
pengecer sebagai konsumen berasal dari daerah Jakarta, Bogor, Depok,
Tangerang, Bekasi, Sukabumi, Bandung, Garut, Cirebon,. Supermarket
yang memasok mangga dari Pasar Induk meliputi, Lotte Mart, Carefoor,
Lulu Hypermart, Super Indo, Total Buah, dan All Fresh. Hotel, Pedagang
makanan olahan, pedagang juice dan Rumah Sakit yang memasok mangga
berasal dari sekitar Jakarta. Rumah Makan yang memasok mangga dari
pasar induk berasal dari sekitar Jabodetabek, rumah makan yang memasok
mangga biasa difungsikan sebagai makanan pencuci mulut dan olahan
sambal untuk mangga (cengkir). Pedagang yang berasal dari luar Jawa
meliputi Palembang, Padang, Pekanbaru, Lampung, Medan, dan
Banjarmasin.
Mangga yang dipasarkan di Pasar Induk Kramat Jati berasal dari daerah
sentra produksi mangga Indonesia yaitu Indramayu, Majalengka, Ponorogo,
Pemalang, Pekalongan, Jepara, Karawang, Pasuruan, Probolinggo, Bali,
Sumbawa, Bima, Jombang, Situbondo, Kediri, Madiun, Tuban, Banyuwangi
dan Subang. Mangga dari setiap daerah memiliki pola distribusi yang berbeda-
beda dan melibatkan beberapa lembaga pemasaran. Perbedaan ini terjadi
karena proses penerapan sistem pemasaran dari setiap pemasok unit dagang
menggunakan cara yang beragam, sehingga menimbulkan berbagai pola
distribusi pemasaran mangga.
Peta distribusi dari berbagai daerah ternyata memiliki peta yang berbeda-
beda hal ini menyebabkan panjangnya aliran saluran distribusi juga berbeda.
Berdasarkan informasi yang didapatkan diketahui bahwa hubungan dan relasi
sebagai penyebab utama berbedanya saluran distribusi yang terjadi. Karena
tidak semua pedagang mendapat relasi langsung kepada petani, beberapa
pedagang besar hanya memiliki relasi tengkulak atau petani pasca panen, hal
ini menyebabkan kesepakatan dagang juga berbeda-beda ada yang
menggunakan sistem nota/ kontan, juga menggunakan sistem komisi/hutang.
Berikut gambaran umum peta pasokan dan konsumen.
59
Gambar 17. Peta Distribusi Mangga Lokal
Sumber : Data Primer (diolah), 2019
Pada gambar 18 diketahui bahwa daerah pasokan terdapat di daerah
Majalengka, Subang, Karawang, Indramayu, Pemalang, Pekalongan, Jepara,
Pasuruan, Jombang, Ponorogo, Banyuwangi, Probolinggo, Kediri, Madiun,
Situbondo, Tuban, Bali, Sumbawa dan Bima dari keseluruhan wilayah tersebut
adalah wilayah pemasok mangga ke pedagang besar yang berada di Pasar
Induk Kramat Jati. Sedangkan konsumen dari pedagang besar ke pedagang
kecil atau konsumen langsung terdapat pada wilayah Medan, Pekanbaru,
Padang, Palembang, Lampung, Tanggerang, Bogor, Bekasi, Depok, Sukabumi,
Garut, Bandung, Cirebon.
Untuk pasokan dari wilayah Nusa Tenggara dan Bali pengiriman
menggunakan jalur laut dan darat. Penggunaan jalur laut hanya sampai
Surabaya setelah sampai Surabaya pengiriman langsung mengarah ke Jakarta.
Untuk Wilayah Jawa Tengah, pengangkutan harus melewati jembatan timbang
yang ada di Semarang, menurut informan hal ini bertujuan untuk pemusatan
lajur pengiriman muatan berat agar melewati Jalur Pantura (Pantai Laut Utara).
Untuk wilayah Jawa Timur pengangkutan harus melewati jembatan Timbang
yang ada di Surabaya, sama hal nya dengan wilayah Jawa Tengah pemusatan
ini bertujuan untuk kendaraan bermuatan berat agar melewati Jalur Pantura.
60
Berdasarkan hasil penelitian, ada beberapa daerah pasokan mangga yang
menjadi ikon dari jenis mangga seperti, Probolinggo, Majalengka dan
Indramayu tidak menjadi pemasok utama. Hal ini dikarenakan produk yang
berasal dari daerah tersebut sudah menembus pasar ekspor, mangga yang
kualitasnya tidak masuk ke pasar ekspor baru akan dijual ke Pasar besar di
beberapa wilayah seperti Jakarta, Semarang, Surabaya dan beberapa wilayah
lain.
Mangga harum manis yang berasal dari Probolinggo memiliki rasa yang
manis legit serta harum posisinya dapat digantikan oleh mangga yang berasal
dari Ponorogo dan Pasuruan. Karena hasil panen setiap tahun tidak pasti
menembus kualitas ekspor, mangga harum manis Probolinggo yang tidak
memenuhi syarat akan digantikan oleh mangga dari Pasuruan, karena kualitas
yang sama. Saling melengkapi dari dua daerah ini menjadi sebuah duet maut
dalam memenuhi pasar internasional.
Varietas mangga cengkir yang paling diminati adalah dari daerah
Indramayu. Pemenuhan permintaan dari mangga cengkir meningkat sehingga
beberapa wilayah lain mulai membudidayakan dan mampu bersaing dengan
mangga cengkir Indramayu. Pemalang dan Pekalongan adalah salah satu
pesaing dari mangga cengkir Indramayu, dengan kualitas yang berbeda.
Mangga cengkir Indramayu memiliki daging buah yang berwarna putih
kekuningan dengan rasa legit segar dapat disaingi oleh mangga Pemalang yang
memiliki daging buah oranye kemerahan dengan kualitas rasa yang sama,
sehingga kualitas ini menjadi salah satu ciri khas dan keunggulan dari setiap
mangga lokal.
Mangga gendong gincu yang paling diminati berasal dari daerah
Majalengka. Majalengka penghasil terbaik dari varietas gendong gincu, belum
ada yang mampu menandingi kualitas dari gendong gincu Majalengka,
beberapa wilayah mulai membudi dayakan mangga gendong gincu akan tetapi
belum mampu menandingi. Bali, Purbalingga dan Pemalang mulai
membudidayakan varietas ini, tapi belum bisa menembus pasar internasional.
61
Mangga gendong gincu dapat masuk pasaran lokal karena mangga gendong
gincu dari Majalengka pasokan Noya terbatas untuk dalam negeri.
Mangga lokal dari daerah ikon dapat beredar di pasaran lokal karena petani
yang memiliki hubungan baik dengan pedagang besar atau tengkulak, sehingga
tidak menutup kemungkinan mangga lokal kualitasnya selalu buruk. Mangga
lokal yang beredar di pasaran dalam negeri kebanyakan mangga yang
kualitasnya d bawah kualitas internasional hal ini dikarenakan kemampuan
konsumen yang tidak bisa mengikuti pasaran internasional. Petani akan lebih
memilih menjual ke luar negeri, daripada menjual di dalam negeri dengan
harga yang lebih murah.
Manajemen berupaya keras mengurangi persediaan sambil pada saat yang
sama mempercepat siklus pesanan atas pengiriman. Salah satu adalah bahwa
efisiensi distribusi menurun jika perusahaan tersebut mengalami peningkatan
penjualan yang besar. Manajemen menanggapi dengan meningkatkan intensif
tenaga penjualan untuk memperoleh lebih banyak pesanan. Tenaga penjualan
tersebut berhasil, tetapi sekali lagi perusahaan tersebut gagal memenuhi
tanggal pengiriman. Manajemen perlu mengidentifikasi kemacetan yang
sesungguhnya dan berinvestasi lebih banyak dalam kemampuan produksi dan
distribusi (Kotler, 2001).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diperoleh informasi bahwa
rantai pemasaran atau pola distribusi pemasaran mangga di Pasar Induk Kramat
Jati melibatkan pengumpul, pemasok, petani pasca panen dan tengkulak
sebagai jalur awal setelah petani. Dari pengumpul, pemasok, petani pasca
panen dan tengkulak tersebut, kemudian pasokan mangga sebagian besar dijual
melalui pedagang besar di Jakarta dan beberapa ke daerah asal pasokan produk
tersebut dalam hal ini pedagang besar bertindak sebagai pemasok bagi
pedagang pengecer, kemudian antar sesama pedagang pengecer juga terjadi
distribusi mangga dengan pola kerja sama.
Pada Umumnya para petani menjual mangga ke pedagang desa atau
pengumpul tanpa melalui sistem grading. Para petani pasca panen melakukan
penyortiran dan penilaian di tempat pengumpulan barang, dan sebagian
62
mangga dijual ke agen eksportir, serta sisanya dijual ke pasar tradisional dan
pedagang besar. Menurut para pelanggan, pedagang besar melakukan
penambahan nilai pasar melalui penyortiran, penilaian serta pengemasan yang
baik. Beberapa mangga dijual ke para agen pasar swalayan atau langsung ke
pasar swalayan, serta sisanya dijual ke pasar tradisional. Para agen pasar
swalayan tidak hanya menjual ke pasar swalayan, tetapi juga ke eksportir.
Berdasarkan hasil penelitian, mangga yang beredar di Pasar Induk Kramat
Jati berasal dari sentra produksi mangga di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa
Timur, Nusa Tenggara dan Bali. Masing-masing mangga memiliki pola
distribusi yang berbeda-beda dan melibatkan beberapa lembaga pemasaran.
Jaringan distribusi mangga yang terdapat di Pasar Induk Kramat Jati umumnya
mengikuti pola seperti yang di tunjukan dalam aliran saluran distribusi yang
disajikan dalam gambar 18.
Gambar 18. Saluran Distribusi Mangga Lokal
Sumber : Data Primer (diolah), 2019
Selanjutnya deskripsi masing-masing saluran dijelaskan sebagai berikut.
1) Saluran Distribusi I
Pada saluran ini petani menjual mangga hasil produksinya kepada
pengumpul, lalu pengumpul memberikan perlakuan fisik berupa pemberian
Tengkulak
(4)
Tengkulak
Petani
(1)
Pasar
Induk (6)
Petani Pasca Panen
(2)
Pengumpul (3)
Pengumpul (3)
Petani Pasca
Panen (2)
Pemasok (5)
Pengumpul (3)
Tengkulak
(4)
Tengkulak
(4)
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
63
senyawa karbida (karbit) agar mangga lokal yang dipanen belum matang
segera menuju matang. Dan memberikan pengemasan berupa peti kayu,
yang lolos dalam grade high class akan dikemas dengan menggunakan dus
karton. Hal ini menyesuaikan permintaan dari konsumen dengan bentuk
pengemasan sedemikian rupa. Pedagang pengumpul ini akan melakukan
penjualan mangga siap jual dalam bentuk grosir kepada pemasok. Pemasok
akan mengirimkan mangga siap jual grosirnya kepada pedagang besar di
Pasar kota-kota besar, pemasok juga akan menjual mangga siap jualnya
kepada swalayan, hotel dan ritel lainnya. Saluran I dapat dilihat pada
gambar 19.
Gambar 19. Saluran Distribusi I
Sumber : Data Primer (diolah), 2019
2) Saluran Distribusi II
Mangga lokal hasil produksi petani akan dikumpulkan di tempat
pengemasan oleh petani pasca panen, berbeda dengan pedagang pengumpul
yang membeli, petani pasca panen ini akan mengemas dan mengumpulkan
mangga lokal hasil panen. Dengan perlakuan yang sama dengan perlakuan
pedagang pengumpul, mulai pengemasan menggunakan peti kayu untuk
mangga yang berkualitas standar dan tidak matang di pohon. Mangga lokal
yang dikemas dengan bubuhan karbit dengan dosis menyesuaikan dengan
cuaca. Apabila tidak menyesuaikan dengan cuaca dan terjadi kelalaian
dalam pengiriman maka produk akan rusak. Petani pasca panen akan
menjual hasil produksi kepada pasar-pasar besar. Petani akan memberikan
gambaran harga jual mangga produksinya, sehingga tergambar modal untuk
pemasaran mangga. Jasa petani pasca panen ini menggunakan sistem
pembayaran komisi, petani juga akan menerima upah hasil penjualan
mangga setelah satu kali masa pengiriman akan selesai dijual. Saluran II
dapat dilihat pada gambar 20.
Petani Pedagang
Pengumpul Pemasok Pasar Induk
64
Gambar 20. Saluran Distribusi II
Sumber : Data Primer (diolah), 2019
3) Saluran Distribusi III
Pada Saluran III ini, petani mangga akan menjual hasil panennya
kepada tengkulak. Hal ini dilakukan karena petani tidak memiliki relasi
dengan pedagang pengumpul, petani pasca panen, pedagang besar ataupun
ritel lainnya. Alasan lain petani menjual mangga hasil produksinya kepada
tengkulak karena kedekatan emosional yang ada, sehingga akan merusak
hubungan antara petani dengan tengkulak jika dalam saluran distribusi ini
tidak dilibatkan. Tengkulak membeli mangga lokal dari petani dan
menjualnya dengan harga yang tinggi kepada pedagang besar dengan sistem
pembayaran nota. Sehingga jika terjadi kerusakan pada proses distribusi dan
jual beli akan dibebankan kepada pedagang besar atau lembaga lain setelah
tengkulak. Saluran III dapat dilihat pada gambar 21.
Gambar 21. Saluran Distribusi III Sumber : Data Primer (diolah), 2019
4) Saluran Distribusi IV
Pada saluran IV ini, petani yang bekerja sama dengan petani pasca
panen akan melakukan pengemasan dan persiapan pengiriman ke pedagang
besar. Petani dan petani pasca panen mengirimkan produk mangga lokal
kepada tengkulak dengan sistem pembayaran komisi. Sehingga keuntungan
keseluruhan akan didapatkan di akhir masa penjualan selesai. Alasan yang
sama menggunakan jasa lembaga ini, dikarenakan relasi yang dimiliki
petani/ petani pasca panen serta kedekatan emosional yang dimiliki oleh
pelaku saluran distribusi. Saluran distribusi IV dapat dilihat pada gambar
22.
Petani Petani Pasca
Panen Pasar Induk
Petani Pasar Induk Tengkulak
65
Gambar 22. Saluran Distribusi IV
Sumber : Data Primer (diolah), 2019
5) Saluran Distribusi V
Pada Saluran V, petani menjual produk mangga hasil panen kepada
pedagang pengumpul. Seperti pada saluran sebelumnya, pedagang
pengumpul melakukan kegiatan pengemasan pada peti kemas dan kardus
karton. Pengemasan ini dilakukan oleh pedagang pengumpul lalu
menjualnya kepada pedagang pasar induk di kota-kota besar. Kegiatan ini
dilakukan oleh pedagang pengumpul dalam rangka memutus kinerja
tengkulak yang memberi harga terlalu mahal kepada pedagang besar.
Keluhan ini akhirnya yang menyebabkan adanya saluran ini. Perlakuan
pengemasan oleh petani masih dikeluhkan oleh pedagang besar karena
petani tidak dapat melakukan pengemasan yang sesuai dengan yang
diinginkan oleh konsumen. Saluran distribusi V dapat dilihat pada gambar
23.
Gambar 23. Saluran Distribusi V Sumber : Data Primer (diolah), 2019
6) Saluran Distribusi VI
Pada Saluran VI ini, petani menjual produk kepada pedagang
pengumpul karena tidak memiliki relasi untuk menjual dalam jumlah
besar/grosir. Sehingga pedagang pengumpul akan menjual produk hasil
belinya dari petani kepada tengkulak, dengan berjalannya waktu pedagang
pengumpul sudah memiliki relasi untuk menjual kepada pedagang pasar
besar karena merasa berhutang jasa kepada tengkulak dan memiliki
hubungan emosional yang berlebih sehingga pedagang pengumpul masih
Petani Pasar Induk Petani Pasca
Panen
Tengkula
k
Petani Pedagang
Pengumpul Pasar Induk
66
saja tetap menjual produk mangga lokalnya kepada tengkulak. Saluran
distribusi VI dapat dilihat pada gambar 24.
Gambar 24. Saluran Distribusi VI Sumber : Data Primer (diolah), 2019
7) Saluran Distribusi VII
Pada Saluran VII petani menjual produk langsung kepada pedagang
pasar besar yang berada di Indonesia. Hal ini dapat terjadi dikarenakan
permodalan dalam pengerjaan proses produksi ditanggung oleh pedagang
pasar besar sehingga dapat terjadi saluran yang langsung. Saluran ini adalah
saluran yang masih sangat sedikit dilakukan, karena luas lahan petani tidak
mencukupi untuk volume penjualan yang besar sehingga masih ada
kontribusi dari pedagang pengumpul, petani pasca panen, tengkulak atau
pemasok untuk proses penjualan mangga lokal. Saluran distribusi VII dapat
dilihat pada gambar 25.
Gambar 25. Saluran Distribusi VII
Sumber : Data Primer (diolah), 2019
Hal ini menjelaskan bahwa dalam distribusi hasil produksi mangga,
memiliki empat alternatif saluran distribusi. Petani bisa menjual kepada
tengkulak, pedagang pengumpul, petani pasca panen atau langsung kepada
pedagang besar di pasar Induk Kramat Jati. Petani memiliki kebebasan menjual
kepada lembaga selanjutnya tanpa ada regulasi tetap, dan alasan memilih
lembaga selanjutnya karena relasi yang dimiliki oleh petani tersebut. Pengaruh
besar dalam penetapan pemilihan lembaga selanjutnya yaitu hubungan
emosional dari petani kepada lembaga yang dipilihnya. Dari 8 Unit Dagang
yang dijadikan sampel penelitian diketahui bahwa 6 dari 8 unit dagang
menggunakan jasa tengkulak dan petani pengumpul.
Tengkula
k
Pedagang
Pengumpul Petani Pasar Induk
Petani Pasar Induk
67
Keadaan ini dikarenakan tidak memungkinkan seorang petani yang dapat
memproduksi hasil pertanian sebanyak 1 sampai dengan 2 ton untuk langsung
dijual ke pasar besar. Batas pengiriman ideal ke Pasar Besar yang ada di Jakarta
dan sekitarnya adalah 7 ton, batas ini dipilih dengan menyesuaikan muatan
angkutan yang terbatas 7-8 ton. Alasan lain adalah Kebanyakan petani tidak
menguasai teknik pengemasan yang sesuai dengan keinginan dari konsumen
selanjutnya. Pengemasan dalam proses jual beli mangga sangat berpengaruh
dalam menjaga kualitas. Karena penggunaan kalsium karbida atau karbit
sebuah senyawa kimia yang digunakan untuk mempercepat pematangan buah
menentukan daya tahan dari produk mangga tersebut, sehingga petani yang
tidak memiliki keahlian dalam teknik pengemasan akan menggunakan jasa
lembaga lain.
Transportasi melibatkan gerakan fisik atau arus barang. Sistem
transportasi adalah link fisik yang menghubungkan pelanggan, pemasok
bahan baku, tanaman, gudang dan anggota saluran. Ini adalah titik tetap
dalam rantai pasokan logistik. Modus dasar transportasi air, kereta api,
kapal motor, udara dan pipa. Air menjadi modus paling lambat dengan rel,
pembawa motor, dan udara berikut dalam urutan kecepatan pengiriman
(Siahaya, 2015).
Pemilihan moda transportasi yang tepat memiliki beberapa langkah.
Pertama perusahaan memilih mode transportasi. Pengirim harus
membandingkan layanan yang diinginkan dengan tingkat atau biaya
layanan. Layanan biasanya berarti waktu transit atau waktu yang berlalu
dari saat pengirim membuat barang yang tersedia untuk pengiriman sampai
carrier memberikan kepada penerima barang. Pickup dan pengiriman,
terminal penanganan dan gerakan antara asal dan rekening tujuan untuk
waktu yang terlibat dalam pengangkutan barang. Perusahaan harus
seimbang antara kebutuhan untuk kecepatan dengan biaya yang melekat
dalam model transportasi. Ini termasuk tarif yang dikenakan untuk layanan,
persyaratan berat minimum, fasilitas bongkar muat, kemasan, kemungkinan
kerusakan dalam perjalanan, dan jasa-jasa khusus yang mungkin diinginkan
68
atau diperlukan. Jika pengiriman hari berikutnya sangat penting, pengirim
akan memanfaatkan pembawa angkutan udara tetapi akan membayar harga
premium untuk layanan cepat tersebut. Jika waktu bukan unsur sangat kritis,
pengirim dapat memilih untuk menggunakan kereta api atau pembawa
motor, atau bahkan mungkin memanfaatkan pembawa air jika waktu adalah
tidak penting (Siahaya, 2015).
Model transportasi air adalah yang paling mahal dan digunakan
untuk produk jenis komoditas seperti gandum, dan batubara bijih. Beberapa
perusahaan bahkan menggunakan lebih dari satu model transportasi, disebut
intermoda transportasi, untuk memindahkan barang-barang mereka. Setelah
modus dipilih, pengirim harus memutuskan klasifikasi hukum atau jenis
pembawa mereka ingin memanfaatkan: umum, diatur, kontrak, dibebaskan
atau swasta. Operator umum melayani masyarakat umum dengan harga
yang wajar dan tanpa diskriminasi. Mereka tidak bisa menolak untuk
membawa komoditas tertentu atau menolak untuk melayani titik tertentu
dengan lingkup operasi carrier. Angkutan umum bertanggung jawab atas
semua barang hilang, rusak, atau tertunda, tindakan musuh publik, tindakan
otoritas publik, tindakan pengirim, atau beberapa cacat dalam barang itu
sendiri (Siagian, 2005).
Kinerja perspektif pelanggan dapat diukur dari pesanan yang
diterima pada waktunya, pesanan yang diterima lengkap, pesanan yang
diterima kerusakan bebas, pesanan diisi secara akurat, dan perintah ditagih
akurat. Ada dua macam sistem pengiriman yang digunakan yaitu dengan
menggunakan sistem mandiri adalah pengiriman dengan kendaraan yang
dimiliki oleh pengumpul atau tengkulak. Sistem selanjutnya menggunakan
sistem ekspedisi atau perusahaan khusus pengiriman, penggunaan sistem ini
memudahkan penyalur dalam alur distribusi karena harga distribusi
diseragamkan. Jarak tempuh yang sudah ditentukan oleh perusahaan
sehingga perkiraan waktu untuk sampai dapat diperkirakan dengan akurat.
Dampak negatif dari menggunakan sistem ini adalah penanggungan risiko
69
kerusakan dijalan, dan kerusakan lainnya dibebankan kepada pemilik
produk.
Sistem pengiriman yang dipakai oleh lembaga berbeda-beda dari
setiap pelakunya. Dalam penelitian ini terdapat tiga macam sistem
pengiriman yang dipakai yaitu ekspedisi, carteran/sewa dan individu.
Ekspedisi adalah sistem pengiriman dengan menggunakan jasa dari
perusahaan tertentu, sehingga dapat mempermudah lembaga dalam
mengirimkan produknya ke tujuan selanjutnya. Permasalahan yang timbul
adalah ketika cuaca tidak menentu dan kecerobohan dalam pengiriman,
kerusakan tidak ditanggung oleh pedagang yang terdapat di Pasar Induk
Kramat Jati.
Menurut Siahaya (2015), penanggungan risiko kerusakan harusnya
terdapat di perusahaan transportasi yang digunakan. Ketimpangan
penerapan teori dan fakta menyebabkan kerugian pada pemilik produk.
Perusahaan transportasi membebas fungsi karena dianggap risiko kerusakan
disebabkan oleh packing dan kejadian tidak terduga di perjalanan.
Pengiriman yang dicampur dengan komoditas lain juga menyebabkan
kerusakan pada produk mangga. Muatan satu truck yang mampu membawa
7-8 ton, membuat perusahaan pengirim melakukan pencampuran dalam satu
muatan agar tidak mengalami kerugian dalam satu kali perjalanan.
Carteran/sewa adalah sistem pengiriman yang biasa dilakukan oleh
beberapa lembaga yang berhati-hati dalam proses pengiriman untuk
menanggulangi kerusakan pada proses tersebut. Sistem ini dipilih sebagai
pengaplikasian dari teori yang disebutkan oleh Asmarantaka (2012)
meningkatkan efisiensi atau keuntungan dapat dilakukan dengan tiga
kondisi yaitu; (a) menurunkan biaya, tanpa menurunkan kepuasan
konsumen, (b) meningkatnya kepuasan konsumen tanpa meningkatkan
biaya, (c) meningkatkan kepuasan konsumen dengan adanya peningkatan
biaya, tetapi tambahan nilai output (kepuasan konsumen) lebih besar
daripada tambahan nilai input (biaya tambahan pemasaran). Dengan
70
melakukan pengiriman sendiri dengan sistem sewa kendaraan maka
lembaga telah melakukan point (c) untuk meningkatkan efisiensi.
Individu/pengiriman mandiri adalah sistem pengiriman yang biasa
dilakukan oleh lembaga dengan asumsi menjaga kualitas produk selama
masa pengiriman dan menekan biaya pengiriman. Dalam penelitian ini
sistem pengiriman individu mengeluarkan biaya transportasi yang besar,
dibandingkan dengan pengiriman dengan ekspedisi ataupun sewa. Hal ini
disebabkan, pengeluaran dari supir dan biaya lain sepanjang perjalanan
dibebankan ke biaya pengiriman, sehingga biaya pengiriman meningkat.
Pengiriman jenis ini tidak sesuai dengan teori yang disampaikan
Asmarantaka (2012).
Penetapan harga dalam pengiriman ditentukan oleh sistem
pengiriman yang digunakan. Pengiriman dengan sistem ekspedisi akan
mencapai angka yang sama yaitu Rp 500/kg. Hal ini dikarenakan lembaga
pengiriman tidak terbebani oleh pengemasan dalam kendaraan. Biaya
tersebut sudah termasuk tol dan jembatan timbang. Pengiriman dengan
sistem pengiriman carter atau sewa kendaraan akan lebih mahal Rp 750/kg.
Hal ini dikarenakan adanya biaya sewa kendaraan yang dibebankan kepada
biaya distribusi dari setiap kilogram produk yang dikirim. Pengiriman
dengan sistem individu besaran biaya yang dikeluarkan Rp 625/kg.
Penentuan biaya ini dilandasi oleh biaya pengirim di sepanjang perjalanan
dan biaya pengemasan dalam kendaraan.
Menurut Tjiptono (2014), dalam konteks pemasaran jasa, selama ini
banyak terjadi kekeliruan fundamental dalam praktek penetapan harga jasa
dikarenakan para pemasar jasa mengabaikan konsumen sukar
membandingkan harga, karena mereka tidak mudah memilih biaya jasa.
Berbeda dengan produk fisik yang memiliki komponen harga, karena
mereka tidak mudah menilai biaya jasa. Peraturan Gubernur DKI Jakarta
No. 182 tahun 2005 yang menyatakan bahwa semua jenis komoditi yang
masuk ke Jakarta dan sekitarnya harus melalui Pasar Induk Kramat Jati
menjadikan intensitas distribusi tergolong ke dalam Distribusi Eksklusif
71
akan tetapi dalam penerapannya intensitas distribusi yang terjadi di Pasar
Induk Kramat Jati menjadi distribusi selektif. Hal ini dikarenakan hadirnya
Pasar Induk baru yang membuat lahirnya persaingan di antara perantara
yang terlibat di dalam distribusi. Dari hasil peneltian menurut informan,
pedagang besar yang terdapat di beberapa Pasar Besar seperti Pasar Induk
Cibitung, Cikopo, dan Tanah Tinggi kembali berdagang di Pasar Induk
Kramat Jati karena daya jual konsumen terhitung stabil dibandingkan Pasar
Induk lainnya. Penyebab lain adalah revitalisasi dan penyegaran dari Pasar
tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian yang mengenai pola distribusi mangga
di Pasar Induk Kramat Jati, menjelaskan bahwa dalam distribusi hasil
produksi mangga, memiliki tiga alternatif saluran distribusi. Petani bisa
menjual kepada tengkulak, pedagang pengumpul, supplier atau langsung
kepada pedagang besar di pasar Induk Kramat Jati. Petani memiliki
kebebasan menjual kepada lembaga selanjutnya tanpa ada regulasi tetap,
dan alasan memilih lembaga selanjutnya karena relasi yang dimiliki oleh
petani tersebut. Pengaruh besar dalam penetapan pemilihan lembaga
selanjutnya yaitu hubungan emosional dari petani kepada lembaga yang
dipilihnya. Dari 8 Unit Dagang yang dijadikan sampel penelitian diketahui
bahwa 6 dari 8 unit dagang menggunakan jasa tengkulak dan petani
pengumpul. Keadaan ini dikarenakan tidak memungkinkan seorang petani
yang dapat memproduksi hasil pertanian sebanyak 1 sampai dengan 2 ton
untuk langsung dijual ke pasar besar. Kebanyakan petani tidak menguasai
teknik pengemasan yang sesuai dengan keinginan dari konsumen
selanjutnya.
Berdasarkan hasil penelitian mengenai pola distribusi mangga di
Pasar Induk Kramat Jati, menjelaskan bahwa saluran I sampai saluran VI
menggunakan pola distribusi hub and spoke atau distributor melalui
distributor. Produsen menunjuk distributor untuk menyerahkan produk ke
konsumen. Distributor yang dimaksud adalah lembaga dalam saluran
seperti tengkulak, petani pasca panen pemasok, pengumpul. Distributor
72
melakukan kegiatan komersial atas dasar hak yang di peroleh dari produsen.
Distributor melakukan fungsi penerimaan, penyimpanan, sampai fungsi
distribusi produk sampai ke konsumen. Konsumen yang dimaksudkan
adalah Pasar Induk Kramat Jati. Saluran VII menggunakan pola point to
point karena langsung mengirimkan buah mangga langsung kepada Pasar
Induk Kramat Jati, produsen menggunakan cara ini untuk menekan biaya
distribusi dan tidak perlu ada persediaan barang sehingga mengurangi biaya
persediaan.
5.2 Efisiensi Saluran Pola Distribusi Buah Mangga Lokal di Pasar Induk
Kramat Jati.
Margin pemasaran merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk
mengetahui saluran distribusi pemasaran mana yang lebih efisien. Perhitungan
margin pemasaran merupakan penjumlahan dari hasil margin biaya pemasaran
dan margin keuntungan masing-masing pelaku pemasaran yang terlibat dalam
presentase. Saluran distribusi akan efisien jika margin pemasarannya bernilai
rendah/kecil.
5.2.1 Analisis Margin Tataniaga
Nilai efisiensi pemasaran didapat dari nisbah antara total nilai produk dalam
pemasaran. Apabila biaya pemasaran dapat ditekan, keuntungan pemasaran
dapat lebih tinggi. Semakin kecil nilai efisiensi pemasaran, maka semakin bagus
atau efisien saluran pemasarannya. Nilai efisiensi pemasaran ini berbeda-beda
antar jenis mangga tergantung sistem penjualan dan pelaku pemasaran yang
terlibat. Nilai efisiensi pemasaran juga tergantung dari biaya yang dikeluarkan
antar pelaku pemasaran.
Salah satu indikator untuk menentukan efisiensi operasional pemasaran
adalah margin tataniaga. Margin tataniaga merupakan selisih antara harga
petani dengan harga yang dibayarkan konsumen. Margin tataniaga merupakan
hasil perhitungan keseluruhan termasuk biaya tataniaga yang dikeluarkan
maupun keuntungan yang diperoleh satu lembaga tataniaga saat
73
berlangsungnya proses penyaluran produk dari satu lembaga ke lembaga
tataniaga lainnya. Adapun margin tataniaga mangga lokal di Pasar Induk
Kramat Jati disajikan pada tabel 9.
74
Tabel 10. Margin Tataniaga Mangga Lokal
No. Saluran
Margin Tataniaga
Harum
manis Manalagi Cengkir Apel Golek Gedong
1 Saluran 1 12.000 8.500 - 6.500 - -
2 Saluran 2 15.000 8.500 10.500 - - -
3 Saluran 3 15.000 9.000 - 6.000 - 25.000
4 Saluran 4 15.000 9.500 10.000 - 10.000 -
5 Saluran 5 15.000 10.000 9.000 - -
6 Saluran 6 15.500 9.000 10.000 - 9.000 -
7 Saluran 7 1.200 1.050 - 900 950 2.500
Sumber: Data Primer (diolah), 2019
Margin tataniaga per saluran distribusi dijelaskan sebagai berikut.
1) Saluran Tataniaga 1
Saluran tataniaga 1 merupakan saluran tataniaga tingkat 1 yang dalam
salurannya melibatkan petani, pedagang pengumpul, pemasok dan
pedagang besar pasar induk kramat jati. Terdapat tiga jenis mangga yang
menjadi objek tataniaga saluran ini, diantaranya mangga harum manis,
manalagi dan apel. Berikut ini penghitungan margin per lembaga pemasaran
yang terlibat dalam saluran 1.
Tabel 11. Margin Lembaga Pemasaran Saluran 1
Sumber: Data Primer (diolah), 2019
a. Petani ke Pedagang Pengumpul
Pada saluran 1, petani mendistribusikan mangga ke pedagang
pengumpul. Margin antara petani dan pedagang pengumpul untuk
mangga harum manis adalah Rp 1.800,- per kilogram. Kemudian,
No. Lembaga Pemasaran
Saluran I (Rp/Kg)
Harum
Manis Manalagi Apel
1 Petani - - -
2 Pedagang Pengumpul 1.800 2.000 2.000
3 Pemasok 7.200 4.500 4.000
4 Pasar Induk 3.000 2.000 500
75
mangga manalagi dan mangga apel marginnya adalah Rp 2.000,- per
kilogram.
b. Pedagang Pengumpul ke Pemasok
Pedagang pengumpul mendistribusikan mangga ke pemasok dengan
margin untuk mangga harum manis adalah Rp 7.200,- per kilogram,
mangga manalagi Rp 4.500,- per kilogram, dan Rp 4.000,- per
kilogram.
c. Pemasok ke Pasar Induk
Pada saluran 1, pemasok mendistribukan mangga ke pasar induk.
Margin antara pemasok ke pasar induk untuk mangga harum manis
adalah Rp 3.000,- per kilogram. Kemudian mangga manalagi dan
mangga apel masing-masing memiliki margin sebesar Rp 2000,- dan
Rp500,- per kilogram.
Kemudian dilakukan penghitungan margin per saluran. Berikut ini
perhitungan biaya tataniaga, keuntungan dan margin tataniaga pada saluran
1.
a. Harum manis
Mangga harum manis dibeli pedagang pengumpul dari petani dengan harga
Rp 6.000,- per kilogram. Kemudian mangga tersebut dijual ke pemasok
dengan harga Rp 7.800,- dengan mengeluarkan biaya tataniaga sebebsar
Rp 1.075,8,-. Keuntungan yang diperoleh pedagang pengumpul adalah Rp
724,2,- dan marginnya adalah Rp 1.800,-. Mangga harum manis di
pemasok dijual kembali ke pedagang besar pasar induk dengan harga Rp
15.000,- dan mengeluarkan biaya tataniaga sebesar Rp 4.223,17,-.
Keuntungan yang diperoleh pemasok adalah Rp 2976,83,- dan marginnya
sebesar Rp 7.200,-. Biaya tataniaga yang dikeluarkan adalah biaya tenaga
kerja, pengemasan dan bongkar muat. Kemudian pedagang besar Pasar
Induk Kramat Jati menjual mangga harum manis ke konsumen dengan
harga Rp 18.000,- dan mengeluarkan biaya tataniaga sebesar Rp 44,8,-.
Keuntungan yang diperoleh pedagang besar Pasar Induk Kramat Jati adalah
76
sebesar Rp 2.955,2,-. Maka margin total dalam tataniaga mangga harum
manis pada saluran 1 adalah Rp 12.000,-.
b. Apel
Mangga apel dibeli pedagang pengumpul dari petani dengan harga Rp
3.500,- per kilogram. Kemudian mangga tersebut dijual ke pemasok
dengan harga Rp 5.500,- dengan mengeluarkan biaya tataniaga sebebsar
Rp 1.075,8,-. Keuntungan yang diperoleh pedagang pengumpul adalah Rp
924,2,- dan marginnya adalah Rp 2.000,-. Mangga harum manis di
pemasok dijual kembali ke pedagang besar pasar induk dengan harga Rp
10.000,- dan mengeluarkan biaya tataniaga sebesar Rp 2.973,17,-.
Keuntungan yang diperoleh pemasok adalah Rp 1.526,83,- dan marginnya
sebesar Rp 4.500,-. Biaya tataniaga yang dikeluarkan adalah biaya tenaga
kerja, pengemasan dan bongkar muat. Kemudian pedagang besar Pasar
Induk Kramat Jati menjual mangga harum manis ke konsumen dengan
harga Rp 12.000,- dan mengeluarkan biaya tataniaga sebesar Rp 44,8,-.
Keuntungan yang diperoleh pedagang besar Pasar Induk Kramat Jati adalah
sebesar Rp 1.955,2,-. Maka margin total dalam tataniaga mangga apel pada
saluran 1 adalah Rp 8.500,-.
c. Manalagi
Mangga manalagi dibeli pedagang pengumpul dari petani dengan harga Rp
3.000,- per kilogram. Kemudian mangga tersebut dijual ke pemasok
dengan harga Rp 5.000,- dengan mengeluarkan biaya tataniaga sebesar Rp
1.075,8,-. Keuntungan yang diperoleh pedagang pengumpul adalah Rp
924,2,- dan marginnya adalah Rp 2.000,-. Mangga harum manis di
pemasok dijual kembali ke pedagang besar pasar induk dengan harga Rp
9.000,- dan mengeluarkan biaya tataniaga sebesar Rp 2.223,17,-.
Keuntungan yang diperoleh pemasok adalah Rp 1.776,83,- dan marginnya
sebesar Rp 4.000,-. Biaya tataniaga yang dikeluarkan adalah biaya tenaga
kerja, pengemasan dan bongkar muat. Kemudian pedagang besar Pasar
Induk Kramat Jati menjual mangga harum manis ke konsumen dengan
harga Rp 9.500,- dan mengeluarkan biaya tataniaga sebesar Rp 44,8,-.
77
Keuntungan yang diperoleh pedagang besar Pasar Induk Kramat Jati adalah
sebesar Rp 455,2,-. Maka margin total dalam tataniaga mangga manalagi
pada saluran 3 adalah Rp 6.500,-.
2) Saluran Tataniaga 2
Saluran tataniaga 2 adalah saluran tataniaga tingkat satu yang melalui
petani pasca panen sebelum sampai ke pedangan besar Pasar Induk Kramat
Jati. Saluran tataniaga 2 memiliki tiga jenis mangga antara lain, mangga
harum manis, mangga cengkir dan mangga golek. Berikut ini penghitungan
margin per lembaga pemasaran yang terlibat dalam saluran 2.
Tabel 12. Margin Lembaga Pemasaran Saluran 2
Sumber: Data Primer (diolah), 2019
a. Petani ke Petani Pasca Panen
Pada saluran 2, petani mendistribusikan mangga ke petani pasca panen.
Margin antara petani dan petani pasca panen untuk mangga jenis harum
manis adalah Rp 9.000,- per kilogram. Kemudian, mangga manalagi dan
mangga cengkir masing-masing memiliki margin Rp 7.500,- per
kilogram.
b. Petani Pasca Panen ke Pasar Induk
Petani pasca panen setelah melakukan pengemasan kemudiaan
mendistribusikan mangga ke pasar induk. Margin antara petani pasca
panen dan pasar induk untuk mangga harum manis adalah Rp 7.200,-
per kilogram. Sedangkan, mangga manalagi memiliki margin sebesar
Rp 4.500,- per kilogram dan mangga cengkir memiliki margin sebesar
Rp 4.000,- per kilogram.
No. Lembaga Pemasaran Saluran II (Rp/Kg)
Harum
Manis Manalagi Cengkir
1 Petani - - -
2 Petani Pasca Panen 9.000 7.500 7.500
3 Pasar Induk 7.200 4.500 4.000
78
Kemudian dilakukan penghitungan margin per saluran. Berikut
perhitungan margin tataniaga, biaya tataniaga dan keuntungan yang
didapatkan pada saluran 2 di setiap jenis mangga.
a. Harum Manis
Petani pasca panen membeli mangga harum manis dengan harga Rp
6.000 per kilogram, dan mengeluarkan biaya tataniaga sebesar Rp 4.513,3,
kemudian menjualnya ke pedagang besar Pasar Induk Kramat Jati seharga
Rp 15.000. Keuntungan yang didapatkan petani pasca panen sebesar Rp
4.486,70 ,- dan marginnya sebesar Rp 9.000,-. Pedagang besar Pasar Induk
Kramat Jati menggunakan biaya tataniaga sebesar Rp 48,25,-, biaya
tersebut adalah untuk biaya penyimpanan, biaya tenaga kerja, biaya
operasional pemasaran dan beberapa biaya informal lainnya seperti biaya
retribusi pasar. Pedagang besar Pasar Induk Kramat Jati menjual mangga
harum manis ke konsumen dengan harga Rp 21.000 dan keuntungan yang
didapatkan sebesar Rp 5.951,75 per kilogram mangga harum manis. Maka
margin total saluran tataniaga 2 mangga jenis harum manis adalah Rp
15.000,-
b. Manalagi
Petani pasca panen membeli mangga harum manis dari petani
dengan harga Rp 3.500 per kilogram, dan mengeluarkan biaya tataniaga
sebesar Rp 3.363,3,-, biaya tataniaga ini dikeluarkan dintaranya untuk
biaya tenaga kerja, biaya pengangkutan dan biaya pengemasan. Kemudian
menjualnya ke pedagang besar Pasar Induk Kramat Jati seharga Rp 11.000.
Keuntungan yang didapatkan petani pasca panen sebesar Rp 4.236,7,- dan
marginnya sebesar Rp 7.500,-. Pedagang besar Pasar Induk Kramat Jati
menggunakan biaya tataniaga sebesar Rp 48,25,-. Pedagang besar Pasar
Induk Kramat Jati menjual mangga harum manis ke konsumen dengan
harga Rp 21.000 dan keuntungan yang didapatkan sebesar Rp 951,75 per
kilogram mangga jenis manalagi. Maka margin total saluran tataniaga 2
mangga jenis manalagi adalah Rp 8.500,-
c. Cengkir
79
Pada mangga jenis cengkir petani pasca panen membeli mangga
cengkir dari petani dengan harga Rp 4.500 per kilogram, dan mengeluarkan
biaya tataniaga sebesar Rp 2.263,3. Kemudian mangga tersebut dijual ke
pedagang besar Pasar Induk Kramat Jati seharga Rp 12.000. Keuntungan
yang didapatkan petani pasca panen sebesar Rp 5.236,7,- dan marginnya
sebesar Rp 7.500,-. Pedagang besar Pasar Induk Kramat Jati menggunakan
biaya tataniaga sebesar Rp 48,25,-. Pedagang besar Pasar Induk Kramat Jati
menjual mangga harum manis ke konsumen dengan harga Rp 15.000 dan
keuntungan yang didapatkan sebesar Rp 2.951,75 per kilogram mangga
jenis manalagi. Maka margin total saluran tataniaga 2 mangga jenis cengkir
adalah Rp 10.500,-
3) Saluran Tataniaga 3
Saluran tataniaga 3 juga merupakan saluran tataniaga tingkat 1, pada
saluran ini petani menjual mangga ke tengkulak lalu tengkulak akan
menjual lagi ke pedagang besar Pasar Induk Kramat Jati. Berikut ini
penghitungan margin per lembaga pemasaran yang terlibat dalam saluran 3.
Tabel 13. Margin Lembaga Pemasaran Saluran 3
Sumber: Data Primer (diolah), 2019
a. Petani ke Tengkulak
Pada saluran 3, petani mendistribusikan mangga ke tengkulak. Margin
antara petani dan tengkulak untuk mangga harum manis adalah Rp
12.900,- per kilogram. Sedangkan, mangga manalagi memiliki margin
sebesar Rp 7.750,- per kilogram. Untuk jenis mangga apel dan gedong
memiliki margin masing-masing Rp 5.100,- dan Rp 22.200,- per
kilogram.
b. Tengkulak ke Pasar Induk
No. Lembaga
Pemasaran
Saluran III (Rp/Kg)
Harum
Manis Manalagi Apel Gedong
1 Petani - - -
2 Tengkulak 12.900 7.750 5.100 22.200
3 Pasar Induk 2.100 1.250 900 2.800
80
Selanjutnya tengkulak mendistribusikan mangga setelah melakukan
pengemasan. Margin antara tengkulak dan pasar induk untuk mangga
harum manis dan manalagi masing-masing adalah Rp 2.100,- dan Rp
1.250,- per kilogram. Sedangkan untuk manggan apel dan gedong
memiliki margin masing-masing Rp 900,- dan Rp 2.800,- per kilogram.
Kemudian dilakukan penghitungan margin per saluran. Berikut ini
perhitungan biaya tataniaga, keuntungan dan margin tataniaga pada saluran
3.
a. Harum Manis
Mangga jenis harum manis pada saluran ini dibeli dari petani oleh
tengkulak dengan harga Rp 6.000,- per kilogram dengan mengeluarkan
biaya tataniaga Rp 4.815,31,-. Kemudian tengkulak menjual mangga
tersebut ke pedagang besar Pasar Induk Kramat Jati dengan harga Rp
18.900,- Keuntungan yang diperoleh tengkulak adalah Rp 8.084,69,- dan
marginnya sebesar Rp 12.900,-. Selanjutnya pedagang besar Pasar Induk
Kramat Jati akan menjual mangga cengkir tersebut ke konsumennya dengan
harga Rp 21.000,- dengan mengeluarkan biaya tataniaga sebesar Rp
172,78,-. Keuntungan yang dipeoleh pedagang besar Pasar Induk Kramat
Jati adalah Rp 1.927,22,- dan margin sebesar Rp 2.100,-. Maka total margin
dalam saluran tataniaga 3 adalah Rp 15.000,-.
b. Manalagi
Mangga jenis manalagi didapatkan tengkulak dari petani dengan
harga Rp 3.500,- dengan mengeluarkan biaya tataniaga sebesar Rp
3.565,31,-, kemudian mangga tersebut dijual kembali ke pedagang besar di
pasar induk kramat jati dengan harga Rp 11.250,-. Keuntungan yang
diperoleh tengkulak adalah Rp 4.814,69,- dan margin sebesar Rp 7.750,-.
Pedagang pasar induk kemudian melakukan aktivitas jual beli dengan
konsumen dan menjual magga manalagi seharga Rp 12.500,- per kilogram
dengan mengeluarkan biaya tataniaga sebesar Rp 172,78,-. Keuntungan
yang diperoleh pedagang besar pasar induk adalah sebesar Rp 1.077,22,-.
81
Maka margin total mangga manalagi dalam saluran tataniaga 3 adalah
sebesar Rp 9.000,-.
c. Apel
Tengkulak membeli mangga apel ke petani dengan harga Rp 3.000,-
per kilogram dan mengeluarkan biaya tataniaga sebesar Rp 2.815,31,-.
Kemudian mangga tersebut dijual kepada pedagang besar pasar induk
kramat jati dengan harga Rp 8.100,-. Keuntungan yang diperoleh tengkulak
adalah sebesar Rp 2.284,69,- dengan margin Rp 5.100,-. Selanjutnya
pedagang besar pasar induk melakukan penjualan dengan harga Rp 8.100,-
dan biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh pedagang besar adalah Rp
172,78,- serta keuntungan yang diperoleh adalah sebear Rp 727,22. Maka
margin total penjualan mangga apel pada slauran tataniaga 3 adalah Rp
6.000,-.
d. Gedong
Mangga gedong dibeli tengkulak dari petani dengan harga Rp
3.000,- per kilogram dan mengeluarkan biaya tataniaga sebesar Rp
2.565,31,-. Selanjutnya mangga dijual ke pedagang besar pasar induk
kramat jati dengan harga Rp 25.200,-. Keuntungan yang diperoleh
tengkulak adalah Rp 19.534,69,- dan marginnya adalah Rp 22.200,-.
Pedagang besar Pasar Induk Kramat Jati menjual mangga gedong dengan
harga Rp 18.000,- dengan biaya tataniaga Rp 172,78,-. Sehingga,
keuntungan yang diterima oleh pedagang besar Pasar Induk Kramat Jati
adalah Rp 2.627,22. Maka margin total dalam kegiatan penjualan mangga
gedong adalah Rp 25.000,-
4) Saluran Tataniaga 4
Saluran tataniaga 4 merupakan saluran tataniaga tingkat 2 yaitu
saluuran tataniaga yang melalui petani sebagai produsen utama kemudian
pedagang pengumpul, kemudian tengkulak dan didistribusikan ke beberapa
pedagang besar pasar induk kramat jati. Berikut ini penghitungan margin
per lembaga pemasaran yang terlibat dalam saluran 4.
82
Tabel 14. Margin Lembaga Pemasaran Saluran 4
Sumber: Data Primer (diolah), 2019
a. Petani ke Petani Pasca Panen
Pada saluran 4, petani mendistribusikan mangga ke petani pasca panen
dengan margin pada mangga harum manis Rp 11.000,- per kilogram.
Sedangkan untuk mangga jenis manalagi memilik margin Rp 6.500,-
perkilogram. Untuk mangga cengkir dan mangga golek memiliki
margin masing-masing Rp 7.000,- dan Rp 6.500,- per kilogram.
b. Petani Pasca Panen ke Tengkulak
Sealnjutnya petani pasca panen setelah melakukan penyimpanan,
mendistribusikan mangga ke tengkulak. Mangga haurm manis dan
mangga manalagi memiliki margin sebesar Rp 1.850,- dan Rp 1.700,-
per kilogram. Sedangkan untuk mangga cengkir dan golek memiliki
margin sebesar Rp 1.700,- dan Rp 2.150,- per kilogram.
c. Tengkulak ke Pasar Induk
Tengkulak melakukan pengemasan pada mangga sebelum
didistribusikan ke pasar induk. Margin antara tengkulak dan pasar induk
untuk mangga harum manis adalah Rp 2.150,- per kilogram.
Sedagngkan untuk mangga manalagi dan mangga cengkir memiliki
marginmasing-masing Rp 1.300,- per kilogram. Untuk mangga golek
memiliki margin sebesar Rp1.350,- per kilogram.
Kemudian dilakukan penghitungan margin per saluran. Berikut ini
merupakan penghitungan biaya tataniaga, margin tataniagadan keuntungan
pada saluran tataniaga 4.
a. Harum manis
No. Lembaga Pemasaran
Saluran IV (Rp/Kg)
Harum
Manis Manalagi Cengkir Golek
1 Petani - - -
2 Petani Pasca Panen 11.000 6.500 7.000 6.500
3 Tengkulak 1.850 1.700 1.700 2.150
4 Pasar Induk 2.150 1.300 1.300 1.350
83
Mangga harum manis didapatkan petani pasca panen dari petani
dengan harga Rp 6.500,- dengan biaya tataniaga Rp 4.344,8 dan kemudian
dijual ke tengkulak dengan harga Rp 17.500,- per kilogram. Keuntungan
yang diperoleh petani pasca panen adalah sebesar Rp 6.655,2,- dan
marginnya sebesar Rp 11.000,-. Tengkulak kemudian melakukan
penyortiran, dan penyimpanan sehingga mengeluarkan biaya tataniaga
sebesar Rp 1.565,31,- dan menjual kepada pedagang besar pasar induk
kramat jati dengan harga Rp 19.350,-. Keuntungan yang diperoleh
tengkulak adalah sebesar Rp 284,69,- dan marginnya sebesar Rp 1.850,.
Pedagang besar Pasar Induk Kramat Jati kemudian menjual kepada
konsumen dengan harga Rp 21.500,- dengan mengeluarkan biaya tataniaga
sebesar Rp 178,39,-. Keuntungan yang diperoleh pedagang besar Pasar
Induk Kramat Jati adalah Rp 1.971,61,-. Maka margin total pada penjualan
mangga harum manis pada saluran tataniaga 4 adalah Rp 15.000,-.
b. Manalagi
Mangga manalagi didapatkan petani pasca panen dari petani dengan
harga Rp 3.500,- dengan biaya tataniaga Rp 3.094,8 dan kemudian dijual ke
tengkulak dengan harga Rp 10.000,- per kilogram. Keuntungan yang
diperoleh petani pasca panen adalah sebesar Rp 3.405,2,- dan marginnya
sebesar Rp 6.500,-. Tengkulak kemudian melakukan penyortiran, dan
penyimpanan sehingga mengeluarkan biaya tataniaga sebesar Rp 1.565,31,-
dan menjual kepada pedagang besar pasar induk kramat jati dengan harga
Rp 11.700,-. Keuntungan yang diperoleh tengkulak adalah sebesar Rp
134,69 dan marginnya sebesar Rp 1.700,-. Pedagang besar Pasar Induk
Kramat Jati kemudian menjual kepada konsumen dengan harga Rp 13.000,-
dengan mengeluarkan biaya tataniaga sebesar Rp 178,39,-. Keuntungan
yang diperoleh pedagang besar Pasar Induk Kramat Jati adalah Rp
1.121,61,-. Maka margin total pada penjualan mangga manalagi pada
saluran tataniaga 4 adalah Rp 9.500,-.
c. Golek
84
Mangga golek didapatkan petani pasca panen dari petani dengan
harga Rp 3.500,- dengan biaya tataniaga Rp 3.094,8 dan kemudian dijual ke
tengkulak dengan harga Rp 10.000,- per kilogram. Keuntungan yang
diperoleh petani pasca panen adalah sebesar Rp 3.405,2,- dan marginnya
sebesar Rp 6.500,-. Tengkulak kemudian melakukan penyortiran, dan
penyimpanan sehingga mengeluarkan biaya tataniaga sebesar Rp 1.565,31,-
dan menjual kepada pedagang besar Pasar Induk Kramat Jati dengan harga
Rp 12.150,-. Keuntungan yang diperoleh tengkulak adalah sebesar Rp
584,69,- dan marginnya sebesar Rp 2.250,-. Pedagang besar pasar induk
kramat jati kemudian menjual kepada konsumen dengan harga Rp 13.500,-
dengan mengeluarkan biaya tataniaga sebesar Rp 178,39,-. Keuntungan
yang diperoleh pedagang besar Pasar Induk Kramat Jati adalah Rp
2.071,61,-. Maka margin total pada penjualan mangga cengkir pada saluran
tataniaga 4 adalah Rp 10.000,-.
d. Cengkir
Mangga cengkir didapatkan petani pasca panen dari petani dengan
harga Rp 3.000,- dengan biaya tataniaga Rp 2.094,8 dan kemudian dijual ke
tengkulak dengan harga Rp 10.000,- per kilogram. Keuntungan yang
diperoleh petani pasca panen adalah sebesar Rp 4.905,2,- dan marginnya
sebesar Rp 7.000,-. Tengkulak kemudian mengeluarkan biaya tataniaga
sebesar Rp 1.565,31,- dan menjual kepada pedagang besar pasar induk
kramat jati dengan harga Rp 11.700,-. Keuntungan yang diperoleh
tengkulak adalah sebesar Rp 134,69,- dan marginnya sebesar Rp 1.700,-.
Pedagang besar Pasar Induk Kramat Jati kemudian menjual kepada
konsumen dengan harga Rp 13.000,- dengan mengeluarkan biaya tataniaga
sebesar Rp 178,39,-. Keuntungan yang diperoleh pedagang besar Pasar
Induk Kramat Jati adalah Rp 1.171,61,-. Maka margin total pada penjualan
mangga cengkir pada saluran tataniaga 4 adalah Rp 10.000,-.
5) Saluran Tataniaga 5
85
Saluran tataniaga 5 melibatkan tiga lembaga pemasaran diantaranya adalah
petani, pedagang pengumpul dan pedagang besar pasar induk kramat
jati.mangga pada saluran tataniaga 5 adalah mangga harum manis, manalagi
dan cengkir. Berikut ini penghitungan margin per lembaga pemasaran yang
terlibat dalam saluran 5.
Tabel 15. Margin Lembaga Pemasaran Saluran 5
Sumber: Data Primer (diolah), 2019
a. Petani ke Pedagang Pengumpul
Pada saluran 5, petani mendistribusikan mangga ke pedagang
pengumpul. Margin antara petani dan pedagang pengumpul untk
mangga manalagi adalah Rp 12.000,- perkilogram. Sedangkan mangga
manalagi dan mangga cengkir memiliki margin sebesar Rp 8.000,- dan
Rp 7.000,- per kilogram.
b. Pedagang Pengumpul ke Pasar Induk
Pedagang pengumpul mendistribusikan mangga ke pasar induk setelah
melakukan pengemasan. Margin antara pedagang pengumpul dan pasar
induk untuk mangga harum manis adalah Rp 3.000,- per kilogram.
Sedangkan untuk mangga manalagi dan mangga cengkir memiliki
margin sebesar Rp 2.000,- per kilogram.
Kemudian dilakukan penghitungan margin per saluran. Berikut
perhitungan margin tataniaga, biaya tataniaga dan keuntungan yang
didapatkan tiap lembaga di setiap jenis mangga.
a. Harum manis
No. Lembaga Pemasaran
Saluran V (Rp/Kg)
Harum
Manis Manalagi Cengkir
1 Petani - - -
2 Pedagang Pengumpul 12.000 8.000 7.000
3 Pasar Induk 3.000 2.000 2.000
86
Mangga harum manis didapatkan pedagang pengumpul dari petani
dengan harga Rp 6.000,- dengan biaya tataniaga Rp 4.513,30,- dan menjual
kepada pedagang besar pasar induk kramat jati dengan harga Rp 18.000,-.
Keuntungan yang diperoleh pedagang pengumpul adalah sebesar Rp
7.486,70,- dan marginnya sebesar Rp 12.000,-. Pedagang besar pasar induk
kramat jati kemudian menjual kepada konsumen dengan harga Rp 21.000,-
dengan mengeluarkan biaya tataniaga sebesar Rp 174,46,-. Keuntungan
yang diperoleh pedagang besar pasar induk kramat jati adalah Rp 2.825,54,-
. Maka margin total pada penjualan mangga harum manis pada saluran
tataniaga 4 adalah Rp 15.000,-.
b. Manalagi
Mangga manalagi didapatkan pedagang pengumpul dari petani dengan
harga Rp 3.000,- dengan biaya tataniaga Rp 3.263,30,- dan menjual kepada
pedagang besar pasar induk kramat jati dengan harga Rp 11.000,-.
Keuntungan yang diperoleh pedagang pengumpul adalah sebesar Rp
4.736,70,- dan marginnya sebesar Rp 8.000,-. Pedagang besar pasar induk
kramat jati kemudian menjual kepada konsumen dengan harga Rp 13.000,-
dengan mengeluarkan biaya tataniaga sebesar Rp 174,46,-. Keuntungan
yang diperoleh pedagang besar pasar induk kramat jati adalah Rp 1.825,54,-
. Maka margin total pada penjualan mangga harum manis pada saluran
tataniaga 4 adalah Rp 10.000,-.
c. Cengkir
Mangga cengkir didapatkan pedagang pengumpul dari petani dengan
harga Rp 3.000,- dengan biaya tataniaga Rp 2.263,30,- dan menjual kepada
pedagang besar pasar induk kramat jati dengan harga Rp 10.000,-.
Keuntungan yang diperoleh pedagang pengumpul adalah sebesar Rp
4.736,70,- dan marginnya sebesar Rp 7.000,-. Pedagang besar pasar induk
kramat jati kemudian menjual kepada konsumen dengan harga Rp 12.000,-
dengan mengeluarkan biaya tataniaga sebesar Rp 174,46,-. Keuntungan
yang diperoleh pedagang besar pasar induk kramat jati adalah Rp 1.825,54,-
87
. Maka margin total pada penjualan mangga harum manis pada saluran
tataniaga 4 adalah Rp 9.000,-.
6) Saluran tataniaga 6
Saluran tataniaga 6 merupakan saluran tataniaga tingkat dua yang
melibatkan petani, pedagang pengumpul, tengkulak dan pedagang besar
pasar induk kramat jati. Berikut ini penghitungan margin per lembaga
pemasaran yang terlibat dalam saluran 6.
Tabel 16. Margin Lembaga Pemasaran Saluran 6
No. Lembaga Pemasaran
Saluran VI
Harum
Manis Manalagi Cengkir Golek
1 Petani - - -
2 Pedagang Pengumpul 1.500 1.500 1.800 1.500
3 Tengkulak 11.850 6.300 6.900 6.300
4 Pasar Induk 2.150 1.200 1.300 1.200
Sumber: Data Primer (diolah), 2019
a. Petani ke Pedagang Pengumpul
Pada saluran 6, petani mendistribusikan mangga ke pedagang
pengumpul dengan margin pada mangga harum manis Rp 1.500,- per
kilogram. Sedangkan untuk mangga jenis manalagi memilik margin Rp
1.500,- perkilogram. Untuk mangga cengkir dan mangga golek
memiliki margin masing-masing Rp 1.800,- dan Rp 1.500,- per
kilogram.
d. Pedagang Pengumpul ke Tengkulak
Sealnjutnya pedagang pengumpul setelah melakukan penyimpanan,
mendistribusikan mangga ke tengkulak. Mangga haurm manis dan
mangga manalagi memiliki margin sebesar Rp 11.850,- dan Rp 6.300,-
per kilogram. Sedangkan untuk mangga cengkir dan golek memiliki
margin sebesar Rp 6.900,- dan Rp 6.300,- per kilogram.
e. Tengkulak ke Pasar Induk
Tengkulak melakukan pengemasan pada mangga sebelum
didistribusikan ke pasar induk. Margin antara tengkulak dan pasar induk
88
untuk mangga harum manis adalah Rp 2.150,- per kilogram.
Sedagngkan untuk mangga manalagi dan mangga cengkir memiliki
marginmasing-masing Rp 1.200,- dan Rp 1.300,- per kilogram. Untuk
mangga golek memiliki margin sebesar Rp 1.200,- per kilogram.
Kemudian dilakukan penghitungan margin per saluran. Berikut ini
perhitungan biaya tataniaga, keuntungan dan margin tataniaga pada saluran
tataniaga 6.
a. Harum manis
Mangga harum manis didapatkan pedagang pengumpul dari petani
dengan harga Rp 6.000,- dengan biaya tataniaga Rp 1.175,8,- dan kemudian
dijual ke tengkulak dengan harga Rp 4.500,- per kilogram. Keuntungan
yang diperoleh pedagang pengumpul adalah sebesar Rp 324,2,- dan
marginnya sebesar Rp 1.500,-. Tengkulak kemudian melakukan penyortiran
dan penyimpanan sehingga mengeluarkan biaya tataniaga sebesar Rp
4.815,31,- dan menjual kepada pedagang besar pasar induk kramat jati
dengan harga Rp 19.350,-. Keuntungan yang diperoleh tengkulak adalah
sebesar Rp 7.034,69,- dan marginnya sebesar Rp 11.850,-. Pedagang besar
pasar induk kramat jati kemudian menjual kepada konsumen dengan harga
Rp 21.500,- dengan mengeluarkan biaya tataniaga sebesar Rp 211,6,-.
Keuntungan yang diperoleh pedagang besar pasar induk kramat jati adalah
Rp 1.938,4,-. Maka margin total pada penjualan mangga harum manis pada
saluran tataniaga 4 adalah Rp 15.500,-.
b. Apel
Mangga apel didapatkan pedagang pengumpul dari petani dengan harga
Rp 3.000,- dengan biaya tataniaga Rp 1.175,8,- dan kemudian dijual ke
tengkulak dengan harga Rp 4.500,- per kilogram. Keuntungan yang
diperoleh pedagang pengumpul adalah sebesar Rp 324,2,- dan marginnya
sebesar Rp 1.500,-. Tengkulak kemudian melakukan penyortiran,
pengemasan dan penyimpanan sehingga mengeluarkan biaya tataniaga
89
sebesar Rp 3.565,31,- dan menjual kepada pedagang besar pasar induk
kramat jati dengan harga Rp 10.800,-. Keuntungan yang diperoleh
tengkulak adalah sebesar Rp 2.734,69,- dan marginnya sebesar Rp 1.200,-.
Pedagang besar pasar induk kramat jati kemudian menjual kepada
konsumen dengan harga Rp 12.000,- dengan mengeluarkan biaya tataniaga
sebesar Rp 211,6,-. Keuntungan yang diperoleh pedagang besar pasar induk
kramat jati adalah Rp 988,4,-. Maka margin total pada penjualan mangga
apel pada saluran tataniaga 4 adalah Rp 9.000,-.
c. Cengkir
Mangga cengkir didapatkan pedagang pengumpul dari petani dengan
harga Rp 3.000,- dengan biaya tataniaga Rp 1.175,8,- dan kemudian dijual
ke tengkulak dengan harga Rp 4.800,- per kilogram. Keuntungan yang
diperoleh pedagang pengumpul adalah sebesar Rp 624,2,- dan marginnya
sebesar Rp 1.800,-. Tengkulak kemudian melakukan penyortiran,
pengemasan dan penyimpanan sehingga mengeluarkan biaya tataniaga
sebesar Rp 2.815,31,- dan menjual kepada pedagang besar pasar induk
kramat jati dengan harga Rp 11.700,-. Keuntungan yang diperoleh
tengkulak adalah sebesar Rp 4.084,69,- dan marginnya sebesar Rp 6.900,-.
Pedagang besar pasar induk kramat jati kemudian menjual kepada
konsumen dengan harga Rp 12.000,- dengan mengeluarkan biaya tataniaga
sebesar Rp 211,6,-. Keuntungan yang diperoleh pedagang besar pasar induk
kramat jati adalah Rp 1.088,4,-. Maka margin total pada penjualan mangga
cengkir pada saluran tataniaga 4 adalah Rp 10.000,-.
d. Golek
Mangga cengkir didapatkan pedagang pengumpul dari petani dengan
harga Rp 3.000,- dengan biaya tataniaga Rp 1.175,8,- dan kemudian dijual
ke tengkulak dengan harga Rp 4.500,- per kilogram. Keuntungan yang
diperoleh pedagang pengumpul adalah sebesar Rp 324,2,- dan marginnya
sebesar Rp 1.500,-. Tengkulak kemudian melakukan penyortiran,
pengemasan dan penyimpanan sehingga mengeluarkan biaya tataniaga
sebesar Rp 2.565,31,- dan menjual kepada pedagang besar pasar induk
90
kramat jati dengan harga Rp 10.800,-. Keuntungan yang diperoleh
tengkulak adalah sebesar Rp 3.734,69,- dan marginnya sebesar Rp 6.300,-.
Pedagang besar pasar induk kramat jati kemudian menjual kepada
konsumen dengan harga Rp 12.000,- dengan mengeluarkan biaya tataniaga
sebesar Rp 211,6,-. Keuntungan yang diperoleh pedagang besar pasar induk
kramat jati adalah Rp 988,4,-. Maka margin total pada penjualan mangga
harum manis pada saluran tataniaga 4 adalah Rp 9.000,-.
7) Saluran Tataniaga 7
Saluran tataniaga 7 metupakan saluran terpendek dalam tataniaga
mangga. Saluran ini memungkinkan mangga dari petani lansgung menuju
pedagang besar pasar induk kramat jati. Berikut ini penghitungan margin
per lembaga pemasaran yang terlibat dalam saluran 7.
Tabel 17. Margin Lembaga Pemasaran Saluran 7
Sumber: Data Primer (diolah, 2019)
a. Petani ke Pasar Induk
Pada saluran 7, petani mendistribusikan langsung mangga ke pasar
induk. Margin antara petani dan pasar induk untuk mangga manalagi
adalah Rp 2.200,- per kilogram. Sedangkan mangga manalagi dan
mangga apel memiliki margin sebesar Rp 1.050,- dan Rp 900,- per
kilogram. Untuk mangga golek dan mangga gedong memiliki margin
sebesar Rp 950,- dan Rp 2.500,- per kilogram.
Kemudian dilakukan penghitungan margin per saluran. Berikut ini
perhitungan biaya tataniaga, keuntungan dan margin tataniaga.
a. Harum manis
Mangga harum manis dibeli lansgung oleh pedagang besar pasar induk
kramat jati dari petani degan harga Rp 20.800,- per kilogram. Kemudian
dengan mengeluarkan biaya tataniaga sebesar Rp 173,64,- pedagang besar
No. Lembaga
Pemasaran
Saluran VII
Harum
Manis Manalagi Apel Golek Gedong
1 Petani - - -
2 Pasar Induk 2.200 1.050 900 950 2.500
91
pasar induk menjual kepada konsumen dengan harga Rp 22.000,-.
Kemudian pedagang besar memperoleh keuntunga sebedar Rp 1.026,37,-.
Maka margin total pada tataniaga mangga harum manis saluran tataniaga
adalah Rp 1.200,-.
b. Manalagi
Mangga manalagi didapatkan lansgung oleh pedagang besar pasar induk
kramat jati dari petani degan harga Rp 9.450,- per kilogram. Kemudian
dengan mengeluarkan biaya tataniaga sebesar Rp 173,64,- pedagang besar
pasar induk menjual kepada konsumen dengan harga Rp 10.500,-.
Kemudian pedagang besar memperoleh keuntunga sebedar Rp 876,37,-.
Maka margin total pada tataniaga mangga manalagi saluran tataniaga
adalah Rp 1.050,-.
c. Apel
Mangga apel dibeli lansgung oleh pedagang besar pasar induk kramat
jati dari petani degan harga Rp 8.100,- per kilogram. Kemudian dengan
mengeluarkan biaya tataniaga sebesar Rp 173,64,- pedagang besar pasar
induk menjual kepada konsumen dengan harga Rp 9.000,-. Kemudian
pedagang besar memperoleh keuntunga sebedar Rp 726,37,-. Maka margin
total pada tataniaga mangga madu anggur saluran tataniaga adalah Rp 900,-
d. Golek
Mangga golek dibeli lansgung oleh pedagang besar pasar induk kramat
jati dari petani degan harga Rp 8.550,- per kilogram. Kemudian dengan
mengeluarkan biaya tataniaga sebesar Rp 173,64,- pedagang besar pasar
induk menjual kepada konsumen dengan harga Rp 9.500,-. Kemudian
pedagang besar memperoleh keuntunga sebedar Rp 776,36,-. Maka margin
total pada tataniaga mangga harum manis saluran tataniaga adalah Rp 950,-
.
e. Gedong
Mangga gedong dibeli lansgung oleh pedagang besar pasar induk kramat
jati dari petani degan harga Rp 22.500,- per kilogram. Kemudian dengan
mengeluarkan biaya tataniaga sebesar Rp 173,64,- pedagang besar pasar
92
induk menjual kepada konsumen dengan harga Rp 25.000,-. Kemudian
pedagang besar memperoleh keuntunga sebedar Rp 2.326,37,-. Maka
margin total pada tataniaga mangga harum manis saluran tataniaga adalah
Rp 2.500,-.
Berdasarkan penghitungan efisiensi saluran pemasaran mangga di
Pasar Induk Kramat Jati saluran yang efisien adalah saluran VII, karena
memiliki nilai margin paling rendah dibandingkan dengan saluran lainnya.
Selanjutnya pada jenis mangga harum manis saluran pemasaran yang efisien
adalah saluran VII. Jenis mangga manalagi saluran pemasaran yang efisien
adalah saluran VII. Jenis mangga cengkir saluran pemasaran yang efisien
adalah saluran II dan V. Jenis mangga apel saluran pemasaran yang efisien
adalah saluran VII. Jenis mangga madu anggur saluran pemasaran yang
efisien adalah saluran VII. Jenis mangga golek saluran pemasaran yang
efisien adalah saluran VII. Jenis mangga gedong saluran pemasaran yang
efisien adalah saluran III.
5.2.2 Analisis Farmer’s Share
Farmer’s Share merupakan salah satu indikator lain untuk menentukan
efisiensi operasional tataniaga. Farmer’s Share merupakan bagian harga yang
diterima petani terhadap harga yang dibayarkan konsumen. Hasil perhitungan
farmer’s share mangga lokal ditunjukkan pada Tabel 17.
Tabel 18. Farmer’s Share Mangga Lokal
No Saluran Tataniaga Harga ditingkat
Petani (Rp/Kg)
Harga ditingkat
Konsumen
(Rp/Kg)
Farmer's
Share (%)
1 Saluran I
Harum Manis 6.000 18.000 33,33
Manalagi 3.500 12.000 29,17
Apel 3.000 9.500 31,58
2 Saluran II
Harum Manis 6.000 21.000 28,57
Manalagi 3.500 12.000 29,17
Cengkir 4.500 15.000 30,00
3 Saluran III
Harum Manis 6.000 21.000 28,57
Manalagi 3.500 12.500 28,00
93
Apel 3.000 9.000 33,33
Gedong 3.000 28.000 10,71
4 Saluran IV
Harum Manis 6.500 21.500 30,23
Manalagi 3.500 13.000 26,92
Cengkir 3.000 13.000 23,08
Golek 3.500 13.500 25,93
5 Saluran V
Harum Manis 6.000 21.000 28,57
Manalagi 3.000 13.000 23,08
Cengkir 3.000 12.000 25,00
6 Saluran VI
Harum Manis 6.000 21.500 27,91
Manalagi 3.000 12.000 25,00
Cengkir 3.000 13.000 23,08
Golek 3.000 12.000 25,00
7 Saluran VII
Harum Manis 19.800 22.000 90,00
Manalagi 9.450 10.500 90,00
Apel 8.100 9.000 90,00
Golek 8.550 9.500 90,00
Gedong 22.500 25.000 90,00
Sumber: Data Primer (diolah), 2019
Berdasarkan tabel 17, dapat diketahui bahwa farmer’s share terbesar
yang diterima petani pada saluran tataniaga I adalah mangga harum manis yaitu
sebesar 33,33% artinya petani menerima 33,33% dari harga yang dibayarkan
konsumen akhir. Sedangkan pada saluran tataniaga II farmer’s share terbesar
yang diterima petani yaitu 30% untuk mangga cengkir. Pada saluran tataniaga
III, farmer’s share yang diterima petani terbesar yaitu 33,33% pada jenis
mangga apel. Pada saluran tataniaga IV, farmer’s share terbesar yang diterima
petani adalah sebesar 30,23% pada jenis mangga harum manis. Selanjutnya
pada saluran tataniaga V, farmer’s share terbesar petani diperoleh dari mangga
jenis harum manis yaitu sebesar 28,57%. Pada saluran tataniaga VI, farmer’s
share terbesar yang diperoleh petani yaitu 27,91% pada mangga harum manis.
Kemudian, pada saluran tataniaga VII, petani memperoleh farmer’s share
sebesar 90% pada lima jenis mangga diantaranya adalah harum manis,
manalagi, apel, cengkir, gedong dan golek.
94
Besaran farmer’s share yang diterima petani diperngaruhi juga oleh
panjang pendeknya saluran tataniaga. Semakin panjang saluran tataniaga maka
farmer’s share yang diperoleh petani semakin kecil. Sehingga dari penjelasan
diatas dapat dilihat bahwa saluran tataniaga VII memiliki farmer’s share
tertinggi. Maka, saluran tataniaga VII merupakan saluran yang paling
menguntungkan bagi petani.
5.2.3 Analisis Rasio Keuntungan Terhadap Biaya
Terdapat beberapa indikator untuk menentukan efisiensi operasional
tataniaga salah satu diantaranya adalah menghitung rasio keuntungan terhadap
biaya tataniaga yang dikeluarkan dalam suatu saluran tataniaga. Rasio
keuntungan terhadap biaya tataniaga. Keuntungan (R) merupakan selisih antara
margin tataniaga dengan biaya tataniaga yang dikeluarkan selama kegiatan
tataniaga. Sedangkan biaya tataniaga (C) merupakan seluruh jenis biaya yang
dikeluarkan selama kegiatan tataniaga berlangsung dari keseluruhan lembaga
yang terlibat dalam kegiatan tersebut. Berikut ini merupakan besaran rasio
keuntungan terhadap biaya tataniaga yang disajikan dalam tabel 18.
Tabel 19. Rasio Keuntungan Terhadap Biaya Tataniaga Mangga Lokal
No Saluran
Tataniaga
R/C Ratio
Harum
Manis Manalagi Apel Cengkir Golek Gedong
1 Saluran I 2.42 1,14 0,86
2 Saluran II 2,90 1,90 3,79
3 Saluran III 2,60 1,73 1,35 6,82
4 Saluran IV 2,07 1,26 1,73 1,34
5 Saluran V 2,82 2,06 2,70
6 Saluran VI 2,02 1,05 1,55 1,47
7 Saluran
VII 4,86 1,79 2,04 1,53 7,26
Sumber: Data Primer (diolah), 2019
Perhitungan R/C rasio pada setiap jenis mangga di masing-masing saluran
memiliki nilai yang beraga, untuk mengetahui tingkat efisiensi pada setiap
jenis mangga di setiap saluran hasil perhitungan R/C rasio harus memenuhi
95
syarat yaitu, apabila R/C > 1 maka tataniaga dapat dikatakan efisien.
Sebaliknya jika R/C < 1 maka tataniaga yang dilakukan tidak efisien.
Berdasarkan tabel 18, rasio keuntungan terhadap biaya pada saluran VII
merupakan saluran dengan rasio terbesar kecuali pada jenis mangga manalagi.
Pada mangga jenis manalagi rasio terbesar ditunjukkan oleh saluran V yaitu
sebesar 2,06. Artinya, setiap satu rupiah biaya tataniaga yang dikeluarkan akan
menghasilkan 2,06 rupiah keuntungan. Saluran VII memiliki nilai rasio yang
tinggi karena hanya terdiri dari petani dan pedagang besar Pasar Induk Kramat
Jati. Sehingga keuntungan yang diperoleh baik oleh petani maupun pedagang
besar Pasar Induk Kramat Jati relatif besar dibandingkan dengan saluran lain.
Sedangkan rasio keutungan paling rendah terdapat pada saluran VI, kecuali
pada jenis mangga golek yang masih berada diantara saluran IV dan VII.
Saluran VI memiliki rasio yang rendah diantaranya karena saluran tataniaga
yang cukup panjang. Lembaga tataniaga yang terlibat dalam saluran VI adalah
petani, pedagang pengumpul, tengkulak dan pedagang besar Pasar Induk
Kramat Jati.
Pada hasil perhitungan rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga, hampir
seluruh jenis mangga pada masing-masing saluran efisien. Namun, terdapat
jenis mangga pada saluran I yang memiliki nilai rasio R/C < 1 yaitu pada
mangga jenis apel. Hal ini terjadi karena saluran I melalui beberapa lembaga
tataniaga diantaranya petani, pedagang pengumpul, pemasok dan pedagang
besar Pasar Induk Kramat Jati. Panjangnya saluran ini menyebabkan lembaga
yang terlibat di dalamnya tidak mendapatkan keuntungan yang besar.
5.2.4 Efisiensi Tataniaga
Analisis efisiensi tataniaga mencakup diantaranya analisis margin
tataniaga, farmer’s share dan rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga.
Berdasarkan identifikasi saluran tataniaga mangga lokal di Pasar Induk Kramat
Jati, saluran tataniaga yang memiliki margun terendah adalah saluran tataniaga
VII pada setiap jenis mangga yang terdapat pada saluran tersebut diantaranya
mangga harum manis, manalagi, apel, golek dan gedong.
96
Pada identifikasi efisiensi menggunakan farmer’s share, saluran tataniaga
VII merupakan saluran tataniaga yang paling menguntungkan bagi petani, nilai
farmer’s share pada saluran tataniaga VII adalah 90%. Selanjutnya pada
analisis rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga, hampir seluruh jenis
mangga pada masing-masing saluran memiliki nilai R/C > 1. Artinya, hampir
seluruh saluran tataniaga mangga lokal di Pasar Induk Kramat Jati efsien. Rasio
keuntungan terhadap biaya tataniaga paling besar terdapat pada saluran VII
pada setiap jenis mangga kecuali pada jenis mangga manalagi. Berdasarkan
hasil analisa diatas, maka saluran yang paling efisien adalah saluran tataniaga
VII yang melibatkan petani dan pedagang besar Pasar Induk Kramat Jati.
97
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap pola distribusi
mangga lokal di Pasar Induk Kramat Jati maka diperoleh kesimpulan :
1. Pola distribusi mangga di Pasar Induk Kramat Jati, menjelaskan bahwa
dalam distribusi hasil produksi mangga memiliki tiga alternatif saluran
distribusi. Petani bisa menjual kepada tengkulak, pedagang pengumpul,
supplier atau langsung kepada pedagang besar di pasar Induk Kramat Jati.
Petani memiliki kebebasan menjual kepada lembaga selanjutnya tanpa ada
regulasi tetap, dan alasan memilih lembaga selanjutnya karena relasi yang
dimiliki oleh petani tersebut. Pengaruh besar dalam penetapan pemilihan
lembaga selanjutnya yaitu hubungan emosional dari petani kepada lembaga
yang dipilihnya. Dari 8 Unit Dagang yang dijadikan sampel penelitian
diketahui bahwa 6 dari 8 unit dagang menggunakan jasa tengkulak dan
petani pengumpul. Keadaan ini dikarenakan tidak memungkinkan seorang
petani yang dapat memproduksi hasil pertanian sebanyak 1 sampai dengan
2 ton untuk langsung dijual ke pasar besar. Kebanyakan petani tidak
menguasai teknik pengemasan yang sesuai dengan keinginan dari
konsumen selanjutnya.
2. Berdasarkan perhitungan efisiensi tataniaga mangga lokal di Pasar Induk
Kramat Jati, saluran tataniaga yang memiliki margun terendah adalah
saluran tataniaga VII pada setiap jenis mangga yang terdapat pada saluran
tersebut diantaranya mangga harum manis, manalagi, apel, golek dan
gedong. Pada identifikasi menggunakan farmer’s share, saluran tataniaga
VII merupakan saluran tataniaga yang paling menguntungkan bagi petani,
nilai farmer’s share pada saluran tataniaga VII adalah 90%. Selanjutnya
pada analisis rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga, hampir seluruh
jenis mangga pada masing-masing saluran memiliki nilai R/C > 1. Artinya,
98
hampir seluruh saluran tataniaga mangga lokal di Pasar Induk Kramat Jati
efsien. Rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga paling besar terdapat
pada saluran VII pada setiap jenis mangga kecuali pada jenis mangga
manalagi. Berdasarkan hasil analisa diatas, maka saluran yang paling efisien
adalah saluran tataniaga VII yang melibatkan petani dan pedagang besar
Pasar Induk Kramat Jati.
6.2 Saran
1. Berdasarkan pola pendistribusian yang sudah ada di Pasar Induk Kramat
Jati, agar mangga lokal menjadi tuan rumah dapat terwujud apabila
dibangun Supply Chain Management (SCM) yang tangguh. SCM
merupakan strategi bisnis yang mengintegrasikan secara vertikal fungsi dari
saluran produsen dan pedagang besar dalam Supply Chain (SC) untuk
meningkatkan efisiensi dan prestasi keseluruhan anggota SC agar dapat
memenuhi tuntutan konsumen sehingga menjadi satu kesatuan kegiatan
bisnis yang kompetitif.
2. Petani lebih berani melakukan distribusi langsung kepada pedagang besar
dalam upaya peningkatan efisiensi distribusi.
3. Keterlibatan pemerintah dan dinas terkait untuk memantau harga mangga
lokal yang fluktuatif dan memberikan solusi dalam menstabilkan harga
mangga.
4. Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai efisiensi pola
distribusi mangga lokal dari petani sampai konsumen akhir untuk dapat
mengetahui secara keseluruhan efisiensi mangga lokal.
5. Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai efisiensi pola
distribusi dari setiap wilayah ikon mangga lokal di Indonesia.
99
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. (2017). Statistik Tanaman Buah-Buahan dan Sayuran
Tahunan 2016. Jakarta : BPS-Statistics Indonesia.
Badan Pusat Statistik. (2018). Kota Madya Jakarta Timur dalam Angka 2018.
Jakarta : BPS-Statistics Indonesia
Badan Pusat Statistik. (2018). Statistik Tanaman Buah-Buahan dan Sayuran
Tahunan 2018. Jakarta : BPS-Statistics Indonesia.
Dharmaesta, B.S, 2014. Strategi Distribusi. Depok (ID): Universitas
Gunadarma.
Laksana, F. (2008). Manajemen pemasaran pendekatan praktis. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Furqan, W. (2017). Pola Distribusi Hasil Tangkapan Jaring Rampus Di
Pangkalan Pendaratan Ikan Binuangeun, Kabupaten Lebak, Banten
[Skripsi]. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas
Perikanan. Institut Pertanian Bogor.
Juwanto, A. (2012). Analisis Efisiensi Saluran Distribusi Pada Perusahaan Abon
KL Noeria Surakarta.
Karmeli, E., Saputra, A. (2017). Analisis Pola Distribusi Petani Jagung (Studi
Petani Jagung di Dusun Ngali Desa Labuhan Kuris Kecamatan Lape
Kabupaten Sumbawa Tahun 2016). Junal Ekonomi dan Bisnis 14(2),
Agustus 2017.
Kementerian Pertanian. (2017). Buletin Pemantauan Ketahanan Pangan.
Jakarta: Kementerian Pertanian.
Kementerian Pertanian Direktorat Jenderal Hortikulutura. (2018). Laporan
Kinerja Direktorat Jenderal Hortikultura TA. 2017. Jakarta: Kementerian
Pertanian.
Kementerian Pertanian Direktorat Jenderal Hortikulutura. (2019). Laporan
Kinerja Direktorat Jenderal Hortikultura TA. 2018. Jakarta: Kementerian
Pertanian.
100
Khoiriyyah. (2018). Analisis Efisiensi Tataniaga Daging Sapi Di DKI Jakarta
(Studi Kasus: PD. Dharma Jaya) [Skripsi].
Kotler, P. (2001). Manajemen Pemasaran. Edisi Kelima. Jilid 2. Jakarta:
Erlangga.
Maulidah, S. (2016). Analisis Efisiensi Distribusi pada Penjualan Produk Olahan
Buah dan Sayuran dengan Metode Data Envelopment Analysis
(DEA). Agriekonomika, 5(2), 188-197.
Mayasari, R., Sjamsir, Z., & Nurhapsa, N. (2017). Pola Distribusi dan Margin
Pemasaran Bawang Merah di Kota Parepare. Jurnal Galung Tropika, 6(3),
206-212.
Mulyati, E., & Alif, A. I. (2013). Perencanaan Tarif Ideal Pengiriman Barang
Berdasarkan Metode Perhitungan Biaya Operasional Kendaraan (BOK).
Nurchayati, N., & Hikmah, H. (2014). Distribusi Buah Lokal Dan Buah Import
(Studi Kasus Pada Pedagang Buah Di Kota Semarang). Serat Acitya, 3(1),
17.
Permatasari, I. Analisis Biaya Saluran Distribusi Terhadap Volume Penjualan
Harian Sumut Pos (Studi Kasus Pada PT. SUMUT POS Medan).
Prawirosentono, S. (2005). Riset Operasi dan Ekonofisika. PT. Bumi Aksara,
Jakarta. Soemartojo, (1997).
RACHMA, M. (2008). Efisiensi tataniaga cabai merah (studi kasus Desa
Cibeureum, Kecamatan Sukamantri, Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa
Barat [skripsi]. Program Studi Manajemen Agribisnis. Fakultas
Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Rachman, Nadya Megawati. (2016). Efisiensi Jaringan Distribusi Rantai Pasok
Daging Sapi Di Kota Bogor [Tesis]. Sekolah Pascasarjana. Institut
Pertanian Bogor.
Sholeh. (2005). Teknik Pengambilan Keputusan. Jakarta: Rineka Cipta.
Siagian, Y. M. (2005). Aplikasi supply chain management dalam dunia
bisnis. Jakarta: Grasindo.
101
Siahaya, W. (2013). Sukses Supply Chain Management Akses Demand Chain
Management. Media, Jakarta.
Siswanto. 2006, Operations Research. Jakarta: Erlangga.
Sumarwan, U. (2015). Pemasaran Strategik: Perspektif perilaku konsumen dan
Marketing plan.
Sutrisno, E. (2009). Manajemen Sumber Daya Manusia Edisi pertama. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Soeprihanto, J., & Sunarni, M. (1993). Pengantar Bisnis (Dasar-Dasar Ekonomi
Perusahaan).
Syaifuddin, D. T. (2011). Riset Operasi (Aplikasi Quantitative Analysis for
Management). Malang: Penerbit CV Citra Malang.
Taha, H. A. (1996). Riset Operasi. Edisi Kelima, Jilid Satu, Jakarta Barat:
Binarupa aksara.
Takalamingan, M., Longdong, F. V., & Jusuf, A. (2017). Analisis Efisiensi
Saluran Distribusi dan Risiko Pelaku USAha pada Rantai Pasok Ikan
Cakalang Asap di Kelurahan Girian Atas Kota Bitung Provinsi Sulawesi
Utara. AKULTURASI: Jurnal Ilmiah Agrobisnis Perikanan, 5(9).
Wijaya, A. (2013). Pengantar Riset Operasi (Edisi 3). Jakarta: Penerbit Mitra
Wacana Media.
Windari, Risky Alifia. 2016. Analisis Sistem Distribusi Pupuk Bersubsidi PT
Pupuk Kujang, Cikampek. Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan
Manajemen Institut Pertanian Bogor. [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian
Bogor.
Depkop.go.id. ( 2016). Kekayaan Buah Tropis Nusantara Dari Indonesia Untuk
Dunia. Diakses pada selasa, 11 september 2018. Dari
http://www.depkop.go.id/content/read/fruit-indonesia-2016-kekayaan-
buah-tropis-nusantara-dari-indonesia-untuk-dunia/
102
LAMPIRAN
103
Lampiran 1. Kuisioner Penelitian I
UNTUK PETANI
KUISIONER PENELITIAN
PENGANTAR
Kepada Informan yang terhormat, Saya Muchamad Noval Abdillah, Mahasiswa S1
Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/ Agribisnis, Fakultas Sains dan
Teknologi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta sedang
mengadakan penelitian dalam rangka menyelesaikan tugas akhir dengan judul:
Efisiensi Pola Distribusi Mangga lokal di Pasar induk Kramat Djati. Pada kuisioner
ini akan dianalisis pengaruh biaya distribusi terhadap efisiensi saluran distribusi.
Informasi yang didapatkan dari kuisioner ini bersifat rahasia dan hanya digunakan
untuk keperluan akademik dan untuk memberikan rekomendasi kepada berbagai
pihak terkait dalam jaringan distribusi mangga lokal.
1. Nama petani : …………………………………………………
2. Jenis kelamin : Laki-laki / Perempuan
3. Umur : …………. tahun
4. Alamat: …………………………………………………
5. Nomor telepon : …………………………………………………
6. mangga apa saja yang di produksi :
…………………………………………………
7. Pengalaman bertani mangga : …………. tahun
8. Status sebagai petani :
a) Pemilik penggarap b) penyewa (bagi hasil)
9. Luas lahan : …………. Ha
10. Jumlah produksi/panen : …………. Kg …………. Ton
11. Banyaknya panen dalam setahun : …………. kali/tahun
12. Lamanya waktu panen : …………………………………………………
13. Jika harga pasar turun, apakah anda tetap melakukan kegiatan panen :
15. Hasil panen selanjutnya : Dijual langsung / Disimpan / ……………….....
16. Apakah sebelum dijual dilakukan penyortiran : Ya / Tidak
17. Jika ya, sisa hasil sortiran yang tidak terpilih digunakan untuk apa :
104
18. Apakah anda melakukan kegiatan penjualan
Lembaga
pemasaran
Harga Jual (Rp/Kg
)
Jumlah Penjualan
(Kg)
Sistem
Pembayaran
19. Tata Cara Penjualan
No. Uraian No. Uraian
1. Cara Penjualan : 4. Cara Penentuan Harga
(….) Bebas (….) Ditentukan pedagang
(….) Kontrak (….) Ditentukan konsumen
2. Cara Pembayaran : (….) Ditentukan pemerintah
(….) Tunai/nota(putus) (….) Tawar-menawar
(….) Dibayar di muka 5. Cara Perolehan Informasi
Harga
(….) Dibayar sebagian (….) Sesama pedagang
(….) Hutang/komisi (….) Media massa
3. Cara Penyerahan barang : (….) Kelompok tani
(….) Di tempat pembeli (….) Lainnya
(….) Di tempat penjual
20. Apakah anda menjual jenis komoditi lainnya : Ya / Tidak, sebutkan ………….
21. Biaya yang dikeluarkan saat pemasaran
a) Biaya tenaga kerja : Rp ………………
b) Biaya pengangkutan : Rp ………………
c) Biaya pengemasan : Rp ………………
d) Biaya penyimpanan : Rp ………………
e) Biaya penyusutan : Rp ………………
105
f) Biaya bongkar muat : Rp ………………
g) Biaya penyortiran : Rp ………………
h) Retribusi : Rp ………………
22. Apakah anda menanggung biaya risiko dari kegiatan penjualan .....................
23. Apakah terdapat kesulitan dalam distribusi mangga : Ya / Tidak, sebutkan
…………………………
24. Dari mana sumber modal diperoleh :
a) Modal sendiri, Besar modal yang dibutuhkan :
b) Pinjaman dari :
25. Harga mangga dari setiap jenis :
106
Lampiran 2. Kuisioner Penelitian 2
UNTUK PENGUMPUL, TENGKULAK, PASCA PANEN, PEMASOK
KUISIONER PENELITIAN
PENGANTAR
Kepada Informan yang terhormat, Saya Muchamad Noval Abdillah, Mahasiswa S1
Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/ Agribisnis, Fakultas Sains dan
Teknologi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta sedang
mengadakan penelitian dalam rangka menyelesaikan tugas akhir dengan judul:
Efisiensi Pola Distribusi Mangga lokal di Pasar induk Kramat Djati. Pada kuisioner
ini akan dianalisis pengaruh biaya distribusi terhadap efisiensi saluran distribusi.
Informasi yang didapatkan dari kuisioner ini bersifat rahasia dan hanya digunakan
untuk keperluan akademik dan untuk memberikan rekomendasi kepada berbagai
pihak terkait dalam jaringan distribusi mangga lokal.
1. Nama informan : …………………………………………………
2. Jenis kelamin : Laki-laki / Perempuan
3. Umur : …………. tahun
4. Alamat : …………………………………………………
5. Nomor telepon : …………………………………………………
6. Jenis Mangga : …………………………………………………
7. Status sebagai lembaga :
a) Pedagang pengumpul b) Petani Pasca Panen c) Pemasok d)Tengkulak
8. Kegiatan apa saja yang anda lakukan
a) Pembelian d) Pengemasan g) Bongkar muat
b) Penjualan e) Penyimpanan h) Penyortiran
c) Pengangkutan f) Grading i) Penanggung risiko
9. Apakah anda melakukan kegiatan penyimpanan :
10. Apakah anda melakukan kegiatan pembelian :
Nama lembaga Harga Beli
(Rp/Kg)
Jumlah Pembelian
(Kg)
Sistem
Pembayaran
107
11. Tata cara pembelian
a) Cara pembelian : c) Cara penentuan harga
:
e) Cara memperoleh
informasi harga
( ) Bebas ( ) Ditentukan petani ( ) Sesama Lembaga
( ) Borongan ( ) Ditentukan pedagang ( ) Media massa
( ) Bertahap ( ) Ditentukan
pemerintah
( ) Kelompok tani
( ) Kontrak ( ) Tawar-menawar ( ) Lainnya
( ) Tebas
b) Cara pembayaran d) Cara penyerahan : f) Alasan memilih pada
sumber :
( ) Tunai ( ) Di tempat pembeli ( ) Harga lebih murah
( ) Dibayar di muka ( ) Di tempat penjual ( ) Barang lebih bagus
( ) Dibayar sebagian ( ) Lokasi mudah
dijangkau
( ) Hutang ( ) Langganan
12. Berapa jumlah petani yang menjadi langganan anda saat ini : ………….
Orang
108
13. Apakah anda melakukan kegiatan penjualan
Lembaga
pemasaran
Harga Jual
(Rp/Kg)
Jumlah
Penjualan
(Kg)
Sistem
Pembayaran
Pasar yang
dituju
14. Apakah anda menjual jenis komoditi lainnya : Ya / Tidak, sebutkan ………….
15. Apakah anda mempunyai tempat khusus untuk menjual (toko/kios) : Ya /
Tidak, sebutkan ………….
16. Apakah anda menanggung biaya risiko dari kegiatan penjualan : Ya / Tidak,
sebutkan
17. Biaya yang dikeluarkan saat pemasaran :
a) Biaya tenaga kerja : Rp ………………
b) Biaya pengangkutan : Rp ………………
c) Biaya pengemasan : Rp ………………
d) Biaya penyimpanan : Rp ………………
e) Biaya penyusutan : Rp ………………
f) Biaya bongkar muat : Rp ………………
g) Biaya penyortiran : Rp ………………
h) Retribusi : Rp ………………
18. Dari mana sumber modal diperoleh :
a) Modal sendiri, Besar modal yang dibutuhkan : ………………
b) Pinjaman, Besar pinjaman : …………….
19. Jumlah tenaga kerja : ……………… orang
20. Upah tenaga kerja : ……………… HOK
21. Apakah anda dapat bebas keluar masuk pasar : …………………………
22. Harga Mangga setiap Jenis :
109
Lampiran 3. Kuisioner Penelitian 3
UNTUK PEDAGANG UD
KUISIONER PENELITIAN
PENGANTAR
Kepada Informan yang terhormat, Saya Muchamad Noval Abdillah, Mahasiswa S1
Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/ Agribisnis, Fakultas Sains dan Tenologi.
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta sedang mengadakan
penelitian dalam rangka menyelesaikan tugas akhir dengan judul: Efesiensi Pola
Distribusi Mangga lokal di Pasar induk Kramat Djati. Pada kuisioner ini akan
dianalisis pengaruh biaya distribusi terhadap efisiensi saluran distribusi. Informasi
yang didapatkan dari kuisioner ini bersifat rahasia dan hanya digunakan untuk
keperluan akademik dan untuk memberikan rekomendasi kepada berbagai pihak
terkait dalam jaringan distribusi mangga lokal.
Identitas Informan :
No. Kuisioner:
Nama Informan :
No. Hp :
Alamat Unit Dagang :
A. Informasi umum
1. Berapa Usia anda? A. 20-40 B. 40-60 C. 60-80
2. Berapa lama Unit Dagang anda berdiri? A. 1-10 tahun B. 10-20 tahun C. 20-
40 tahun
3. Dalam satu bulan, Berapa banyak anda memasok mangga lokal?
A. 7-28 ton B. 28-56 ton C. 56-70 ton
B. Jaringan Distribusi Mangga Lokal
1. Darimana saja asal pasokan mangga anda?
.
.
.
.
110
.
.
2. Berapa pasokan per hari dalam satu musim?
A. 7-14 ton B. 14-28 ton C. 28-35 ton
3. Berapa Harga beli mangga dari petani/pemasok? (Rp/Kg)
4. Jenis mangga lokal apa saja yang anda jual?
A. arumanis
B. manalagi
C. apel
D. cengkir
E. Gedong gincu
F. Madu
G. Madu anggur
H. golek
5. Berapa volume mangga lokal yang dijual?
A. 1-10 ton B. 10-20 ton C. 20-30 ton
6. Berapa harga jual mangga dari pedagang ke konsumen? (Rp/kg)
7. daya simpan mangga lokal
a. siap jual
b. 1 hari penyimpanan
c. >2 hari masa penyimpanan
d. <2 hari masa penyimpanan
8. Apa sistem pembayaran yang digunakan
a. Putus (nota)
b. komisi
C. Biaya Transaksi
1. Biaya dari Pemasok ke Pasar Induk
a. Harga beli mangga
b. Transportasi
c. Biaya informal (biaya kuli, bongkar muat)
d. Biaya penunjang distribusi (tol, jembatan angkut)
111
e. Biaya tenaga kerja
f. Biaya packing dan pengolahan
g. Biaya lain
2. Biaya retribusi jasa usaha
a. biaya sewa lapak
b. biaya kontribusi PD. Pasar Jaya
c. biaya kebersihan
d. komisi dagang
e. biaya lain
3. Biaya dari Lapak ke saluran Pemasaran selanjutnya
a. biaya angkut ke alat transportasi
b. biaya supir/ transportasi
Notes:
1. Mengapa menerima pasokan dari daerah tersebut?
2. Apakah ada batasan untuk kuantitas pasokan? Ya, mengapa?
3. Bagaimana penentuan harga mangga? Apakah ada ketentuan tertentu?
4. Apakah ada penentuan jenis mangga yang dijual? Mengapa?
5. Bagaimana daya jual mangga?
6. Apa sistem distribusi yang digunakan? Mengapa?
7. Mengapa menggunakan sistem pembayaran tersebut?
8. Berasal dari manakah konsumen anda?
9. Kapan mangga lokal mulai dijual dalam satu musim?
112
Lampiran 4. Biaya Tataniaga Mangga Lokal
Lembaga Pemasaran
Saluran Pemasaran (Rp/Kg)
Saluran I Saluran II
Harum Manis Manalagi Apel Harum Manis Manalagi Cengkir
1. Petani
Biaya Tenaga Kerja 55 55 55 54,15 54,15 54,15
Biaya Pengangkutan 250,00 250,00 250,00 266,67 266,67 266,67
Biaya Produksi 500,00 500,00 500,00 500,00 500,00 500,00
Biaya Pengemasan - - - - - -
Subtotal 805,00 805,00 805,00 820,82 820,82 820,82
2. Pedagang Pengumpul
Biaya Tenaga Kerja 13,30 13,30 13,30
Biaya Penyimpanan 500,00 500,00 500,00
Biaya Pengangkutan 562,50 562,50 562,50
Biaya Pengemasan - - -
Subtotal 1.075,80 1.075,80 1.075,80 - - -
3. Pemasok
Biaya Tenaga Kerja 10,67 10,67 10,67
Biaya Pengangkutan 462,50 462,50 462,50
Biaya Penyimpanan 3.750,00 2.500,00 1.750,00
Subtotal 4.223,17 2.973,17 2.223,17
4. Petani Pasca Panen
Biaya Tenaga Kerja 13,30 13,30 13,30
Biaya Pengangkutan 750,00 750,00 750,00
Biaya Pengemasan 3.750,00 2.500,00 1.500,00
Subtotal 4.513,30 3.263,30 2.263,30
113
5. Tengkulak
Biaya Tenaga Kerja
Biaya Pengangkutan
Biaya Gudang
Biaya Pengemasan
Subtotal
6. Pasar Induk
Biaya Tenaga Kerja 2,30 2,30 2,30 2,00 2,00 2,00
Biaya Lain-Lain
Biya Informal 17,5 17,5 17,5 27,5 27,5 27,5
Biaya Penunjang Distribusi 25 25 25 18,75 18,75 18,75
Subtotal 44,80 44,80 44,80 48,25 48,25 48,25
114
Lembaga Pemasaran
Saluran Pemasaran (Rp/Kg)
Saluran III Saluran IV
Harum
Manis Manalagi Apel Gedong
Harum
Manis Manalagi Cengkir Golek
1. Petani
Biaya Tenaga Kerja 54,15 54,15 54,15 54,15
Biaya Pengangkutan 243,75 243,75 243,75 243,75 266,67 266,67 266,67 266,67
Biaya Produksi 600,00 600,00 600,00 600,00 600,00 600,00 600,00 600,00
Biaya Pengemasan - - - - - - - -
Subtotal 843,75 843,75 843,75 843,75 920,82 920,82 920,82 920,82
2. Pedagang
Pengumpul
Biaya Tenaga Kerja
Biaya Penyimpanan
Biaya Pengangkutan
Biaya Pengemasan
Subtotal - - - - - - - -
3. Pemasok
Biaya Tenaga Kerja
Biaya Pengangkutan
Biaya Penyimpanan
Subtotal
4. Petani Pasca Panen
Biaya Tenaga Kerja 13,30 13,30 13,30 13,30
Biaya Pengangkutan 581,50 581,50 581,50 581,50
Biaya Pengemasan 3.750,00 2.500,00 1.500,00 2.500,00
Subtotal - - - - 4.344,80 3.094,80 2.094,80 3.094,80
115
5. Tengkulak
Biaya Tenaga Kerja 25,00 25,00 25,00 25,00 25,00 25,00 25,00 25,00
Biaya Pengangkutan 1.040,31 1.040,31 1.040,31 1.040,31 1.040,31 1.040,31 1.040,31 1.040,31
Biaya Gudang - - - - 500,00 500,00 500,00 500,00
Biaya Pengemasan 3.750,00 2.500,00 1.750,00 1.500,00 - - - -
Subtotal 4.815,31 3.565,31 2.815,31 2.565,31 1.565,31 1.565,31 1.565,31 1.565,31
6. Pasar Induk
Biaya Tenaga Kerja 2,30 2,30 2,30 2,30 28,57 28,57 28,57 28,57
Biaya Lain-Lain 60,48 60,48 60,48 60,48 59,65 59,65 59,65 59,65
Biya Informal 60 60 60 60 18,75 18,75 18,75 18,75
Biaya Penunjang
Distribusi 50 50 50 50 71,42 71,42 71,42 71,42
Subtotal 172,78 172,78 172,78 172,78 178,39 178,39 178,39 178,39
116
Lembaga Pemasaran
Saluran Pemasaran (Rp/Kg)
Saluran V Saluran VI
Harum
Manis Manalagi Cengkir
Harum
Manis Manalagi Cengkir Golek
1. Petani
Biaya Tenaga Kerja 55,00 55,00 55,00 55,00 55,00 55,00 55,00
Biaya Pengangkutan 250,00 250,00 250,00 250,00 250,00 250,00 250,00
Biaya Produksi 500,00 500,00 500,00 600,00 600,00 600,00 600,00
Biaya Pengemasan - - - - - - -
Subtotal 805,00 805,00 805,00 905,00 905,00 905,00 905,00
2. Pedagang Pengumpul
Biaya Tenaga Kerja 13,30 13,30 13,30 13,30 13,30 13,30 13,30
Biaya Penyimpanan - - - 600,00 600,00 600,00 600,00
Biaya Pengangkutan 750,00 750,00 750,00 562,50 562,50 562,50 562,50
Biaya Pengemasan 3.750,00 2.500,00 1.500,00 - - - -
Subtotal 4.513,30 3.263,30 2.263,30 1.175,80 1.175,80 1.175,80 1.175,80
3. Pemasok
Biaya Tenaga Kerja
Biaya Pengangkutan
Biaya Penyimpanan
Subtotal
4. Petani Pasca Panen
Biaya Tenaga Kerja
Biaya Pengangkutan
Biaya Pengemasan
Subtotal
5. Tengkulak
117
Biaya Tenaga Kerja 25,00 25,00 25,00 25,00
Biaya Pengangkutan 1.040,31 1.040,31 1.040,31 1.040,31
Biaya Gudang - - - -
Biaya Pengemasan 3.750,00 2.500,00 1.500,00 2.500,00
Subtotal - - - 4.815,31 3.565,31 2.565,31 3.565,31
6. Pasar Induk
Biaya Tenaga Kerja 6,34 6,34 6,34 3,80 3,80 3,80 3,80
Biaya Lain-Lain 50,62 50,62 50,62 57,80 57,80 57,80 57,80
Biya Informal 30 30 30 100 100 100 100
Biaya Penunjang
Distribusi 87,5 87,5 87,5 50 50 50 50
Subtotal 174,46 174,46 174,46 211,60 211,60 211,60 211,60
118
Lembaga Pemasaran
Saluran Pemasaran (Rp/Kg)
Saluran VII
Harum Manis Manalagi Apel Golek Gedong
1. Petani
Biaya Tenaga Kerja 20,58 20,58 20,58 20,58 20,58
Biaya Pengangkutan 562,50 562,50 562,50 562,50 562,50
Biaya Produksi 500,00 500,00 500,00 500,00 500,00
Biaya Pengemasan 2.500,00 2.500,00 1.700,00 2.500,00 1.500,00
Subtotal 3.583,08 3.583,08 2.783,08 3.583,08 2.583,08
2. Pedagang Pengumpul
Biaya Tenaga Kerja
Biaya Penyimpanan
Biaya Pengangkutan
Biaya Pengemasan
Subtotal
3. Pemasok
Biaya Tenaga Kerja
Biaya Pengangkutan
Biaya Penyimpanan
Subtotal
4. Petani Pasca Panen
Biaya Tenaga Kerja
Biaya Pengangkutan
Biaya Pengemasan
Subtotal
119
5. Tengkulak
Biaya Tenaga Kerja
Biaya Pengangkutan
Biaya Gudang
Biaya Pengemasan
Subtotal
6. Pasar Induk
Biaya Tenaga Kerja 3,09 3,09 3,09 3,09 3,09
Biaya Lain-Lain 48,05 48,05 48,05 48,05 48,05
Biya Informal 60 60 60 60 60
Biaya Penunjang Distribusi 62,5 62,5 62,5 62,5 62,5
Subtotal 173,64 173,64 173,64 173,64 173,64
120
Lampiran 5. Margin Tataniaga Mangga Lokal Lembaga Pemasaran
Saluran Pemasaran (Rp/Kg)
Saluran I Saluran II
Harum Manis Manalagi Apel Harum Manis Manalagi Cengkir
1. Petani
Biaya Tataniaga 805,00 805,00 805,00 820,82 820,82 820,82
Harga Jual 6.000,00 3.500,00 3.000,00 6.000,00 3.500,00 4.500,00
2. Pedagang Pengumpul
Harga Beli 6.000,00 3.500,00 3.000,00
Biaya Tataniaga 1.075,80 1.075,80 1.075,80
Keuntungan 724,20 924,20 924,20 - - -
Margin Tataniaga 1.800,00 2.000,00 2.000,00
Harga Jual 7.800,00 5.500,00 5.000,00
3. Pemasok
Harga Beli 7.800,00 5.500,00 5.000,00
Biaya Tataniaga 4.223,17 2.973,17 2.223,17
Keuntungan 2.976,83 1.526,83 1.776,83
Margin Tataniaga 7.200,00 4.500,00 4.000,00
Harga Jual 15.000,00 10.000,00 9.000,00
4. Petani Pasca Panen
Harga Beli 6.000,00 3.500,00 4.500,00
Biaya Tataniaga 4.513,30 3.263,30 2.263,30
Keuntungan 4.486,70 4.236,70 5.236,70
Margin Tataniaga 9.000,00 7.500,00 7.500,00
Harga Jual 15.000,00 11.000,00 12.000,00
121
5. Tengkulak
Harga Beli
Biaya Tataniaga
Keuntungan
Margin Tataniaga
Harga Jual
6. Pasar Induk
Harga Beli 15.000,00 10.000,00 9.000,00 15.000,00 11.000,00 12.000,00
Biaya Tataniaga 44,80 44,80 44,80 48,25 48,25 48,25
Keuntungan 2.955,20 1.955,20 455,20 5.951,75 951,75 2.951,75
Margin Tataniaga 3.000,00 2.000,00 500,00 6.000,00 1.000,00 3.000,00
Harga Jual 18.000,00 12.000,00 9.500,00 21.000,00 12.000,00 15.000,00
Total
Biaya Tataniaga 6.149 4.899 4.149 5.382 4.132 3.132
Keuntungan 6.656 4.406 3.156 10.438 5.188 8.188
Margin Tataniaga 12.000 8.500 6.500 15.000 8.500 10.500
122
Lembaga
Pemasaran
Saluran Pemasaran (Rp/Kg)
Saluran III Saluran IV
Harum
Manis Manalagi Apel Gedong
Harum
Manis Manalagi Cengkir Golek
1. Petani
Biaya
Tataniaga 843,75 843,75 843,75 843,75 920,82 920,82 920,82 920,82
Harga Jual 6.000,00 3.500,00 3.000,00 3.000,00 6.500,00 3.500,00 3.000,00 3.500,00
2. Pedagang
Pengumpul
Harga Beli
Biaya
Tataniaga
Keuntungan - - - - - - - -
Margin
Tataniaga
Harga Jual
3. Pemasok
Harga Beli
Biaya
Tataniaga
Keuntungan
Margin
Tataniaga
Harga Jual
4. Petani
Pasca Panen
123
Harga Beli 6.500,00 3.500,00 3.000,00 3.500,00
Biaya
Tataniaga 4.344,80 3.094,80 2.094,80 3.094,80
Keuntungan - - - - 6.655,20 3.405,20 4.905,20 3.405,20
Margin
Tataniaga 11.000,00 6.500,00 7.000,00 6.500,00
Harga Jual 17.500,00 10.000,00 10.000,00
10.000,00
5. Tengkulak
Harga Beli 6.000,00 3.500,00 3.000,00 3.000,00 17.500,00 10.000,00 10.000,00
10.000,00
Biaya
Tataniaga 4.815,31 3.565,31 2.815,31 2.565,31 1.565,31 1.565,31 1.565,31 1.565,31
Keuntungan 8.084,69 4.184,69 2.284,69 19.634,69 284,69 134,69 134,69 584,69
Margin
Tataniaga 12.900,00 7.750,00 5.100,00 22.200,00 1.850,00 1.700,00 1.700,00 2.150,00
Harga Jual 18.900,00 11.250,00 8.100,00 25.200,00 19.350,00 11.700,00 11.700,00
12.150,00
6. Pasar
Induk
Harga Beli 18.900,00 11.250,00 8.100,00 25.200,00 19.350,00 11.700,00 11.700,00
12.150,00
Biaya
Tataniaga 172,78 172,78 172,78 172,78 178,39 178,39 178,39 178,39
Keuntungan 1.927,22 1.077,22 727,22 2.627,22 1.971,61 1.121,61 1.121,61 1.171,61
Margin
Tataniaga 2.100,00 1.250,00 900,00 2.800,00 2.150,00 1.300,00 1.300,00 1.350,00
124
Harga Jual 21.000,00 12.500,00 9.000,00 28.000,00 21.500,00 13.000,00 13.000,00
13.500,00
Total
Biaya
Tataniaga 5.832 4.582 3.832 3.582 7.009 5.759 4.759 5.759
Keuntungan 10.012 5.262 3.012 22.262 8.912 4.662 6.162 5.162
Margin
Tataniaga 15.000 9.000 6.000 25.000 15.000 9.500 10.000 10.000
125
Lembaga Pemasaran
Saluran Pemasaran (Rp/Kg)
Saluran V Saluran VI
Harum Manis Manalagi Cengkir Harum Manis Manalagi Cengkir Golek
1. Petani
biaya tataniaga 805,00 805,00 805,00 905,00 905,00 905,00 905,00
harga jual 6.000,00 3.000,00 3.000,00 6.000,00 3.000,00 3.000,00 3.000,00
2. Pedagang
Pengumpul
harga beli 6.000,00 3.000,00 3.000,00 6.000,00 3.000,00 3.000,00 3.000,00
biaya tataniaga 4.513,30 3.263,30 2.263,30 1.175,80 1.175,80 1.175,80 1.175,80
keuntungan 7.486,70 4.736,70 4.736,70 324,20 324,20 624,20 324,20
margin tataniaga 12.000,00 8.000,00 7.000,00 1.500,00 1.500,00 1.800,00 1.500,00
harga jual 18.000,00 11.000,00 10.000,00 7.500,00 4.500,00 4.800,00 4.500,00
3. Pemasok
harga beli
biaya tataniaga
keuntungan
margin tataniaga
harga jual
4. Petani Pasca Panen
harga beli
biaya tataniaga
keuntungan
margin tataniaga
126
harga jual
5. Tengkulak
harga beli - - - 7.500,00 4.500,00 4.800,00 4.500,00
biaya tataniaga - - - 4.815,31 3.565,31 2.815,31 2.565,31
keuntungan - - - 7.034,69 2.734,69 4.084,69 3.734,69
margin tataniaga - - - 11.850,00 6.300,00 6.900,00 6.300,00
harga jual - - - 19.350,00 10.800,00 11.700,00 10.800,00
6. Pasar Induk
harga beli 18.000,00 11.000,00 10.000,00 19.350,00 10.800,00 11.700,00 10.800,00
biaya tataniaga 174,46 174,46 174,46 211,60 211,60 211,60 211,60
keuntungan 2.825,54 1.825,54 1.825,54 1.938,40 988,40 1.088,40 988,40
margin tataniaga 3.000,00 2.000,00 2.000,00 2.150,00 1.200,00 1.300,00 1.200,00
harga jual 21.000,00 13.000,00 12.000,00 21.500,00 12.000,00 13.000,00 12.000,00
Total
Biaya Tataniaga 5.493 4.243 3.243 7.930 5.730 5.080 4.730
Keuntungan 10.312 6.562 6.562 9.297 4.047 5.797 5.047
Margin Tataniaga 15.000 10.000 9.000 15.500 9.000 10.000 9.000
127
Lembaga Pemasaran
Saluran Pemasaran (Rp/Kg)
Saluran VII
Harum Manis Manalagi Apel Golek Gedong
1. Petani
biaya tataniaga 3.583,08 3.583,80 2.783,08 3.583,80 2.853,08
harga jual 19.800,00 9.450,00 8.100,00 8.550,00 22.500,00
2. Pedagang Pengumpul
harga beli
biaya tataniaga
keuntungan
margin tataniaga
harga jual
3. Pemasok
harga beli
biaya tataniaga
keuntungan
margin tataniaga
harga jual
4. Petani Pasca Panen
harga beli
biaya tataniaga
keuntungan
margin tataniaga
harga jual
5. Tengkulak
harga beli
biaya tataniaga
128
keuntungan
margin tataniaga
harga jual
6. Pasar Induk
harga beli 19.800,00 9.450,00 8.100,00 8.550,00 22.500,00
biaya tataniaga 173,64 173,64 173,64 173,64 173,64
keuntungan 2.026,37 876,37 726,37 776,37 2.326,37
margin tataniaga 2.200,00 1.050,00 900,00 950,00 2.500,00
harga jual 22.000,00 10.500,00 9.000,00 9.500,00 25.000,00
Total
Biaya Tataniaga 174 174 174 174 174
Keuntungan 2.026 876 726 776 2.326
Margin Tataniaga 2.200 1.050 900 950 2.500
129
Lampiran 6. R/C Ratio Mangga Lokal
Lembaga Pemasaran
Saluran Pemasaran (Rp/Kg)
Saluran I Saluran II
Harum
Manis Manalagi Apel
Harum
Manis Manalagi Cengkir
1. Petani
R 5.195,00 2.695,00 2.195,00 5.179,18 2.679,18 3.679,18
C 805,00 805,00 805,00 820,82 820,82 820,82
R/C Rasio 6,45 3,35 2,73 6,31 3,26 4,48
2. Pedagang Pengumpul
R 6.724,20 924,20 924,20 - - -
C 1.075,80 1.075,80 1.075,80
R/C Rasio 6,25 0,86 0,86
3. Pemasok
R 2.976,83 1.526,83 1.776,83
C 4.223,17 2.973,17 2.223,17
R/C Rasio 0,70 0,51 0,80
4. Petani Pasca Panen
R 4.486,70 4.236,70 5.236,70
C 4.513,30 3.263,30 2.263,30
R/C Rasio 0,99 1,30 2,31
5. Tengkulak
R
C
R/C Rasio
6. Pasar Induk
R 2.955,20 1.955,20 455,20 5.951,75 951,75 2.951,75
130
C 44,80 44,80 44,80 48,25 48,25 48,25
R/C Rasio 65,96 43,64 10,16 123,35 19,73 61,18
Total
R 14.874,40 5.574,40 3.574,40 15.617,63 7.867,63 11.867,63
C 6.148,77 4.898,77 4.148,77 5.382,37 4.132,37 3.132,37
R/C Rasio 2,42 1,14 0,86 2,90 1,90 3,79
131
Lembaga
Pemasaran
Saluran Pemasaran (Rp/Kg)
Saluran III Saluran IV
Harum
Manis Manalagi Apel Gedong
Harum
Manis Manalagi Cengkir Golek
1. Petani
R 5156,25 2656,25 2156,25 2156,25 5579,18 2579,18 2079,18 2579,18
C 843,75 843,75 843,75 843,75 920,82 920,82 920,82 920,82
R/C Rasio 6,11 3,15 2,56 2,56 6,06 2,80 2,26 2,80
2. Pedagang
Pengumpul
R
C
R/C Rasio
3. Pemasok
R
C
R/C Rasio
4. Petani Pasca
Panen
R 6655,20 3405,20 4905,20 3405,20
C 4344,80 3094,80 2094,80 3094,80
R/C Rasio 1,53 1,10 2,34 1,10
5. Tengkulak
R 8084,69 4184,69 2284,69 19634,69 284,69 134,69 134,69 584,69
C 4815,31 3565,31 2815,31 2565,31 1565,31 1565,31 1565,31 1565,31
R/C Rasio 1,68 1,17 0,81 7,65 0,18 0,09 0,09 0,37
6. Pasar Induk
132
R 1927,22 1077,22 727,22 2627,22 1971,61 1121,61 1121,61 1171,61
C 172,78 172,78 172,78 172,78 178,39 178,39 178,39 178,39
R/C Rasio 11,15 6,23 4,21 15,21 11,05 6,29 6,29 6,57
Total
R 15168,16 7918,16 5168,16 24418,16 14490,68 7240,68 8240,68 7740,68
C 5831,84 4581,84 3831,84 3581,84 7009,32 5759,32 4759,32 5759,32
R/C Rasio 2,60 1,73 1,35 6,82 2,07 1,26 1,73 1,34
133
Lembaga
Pemasaran
Saluran Pemasaran (Rp/Kg)
Saluran V Saluran VI
Harum Manis Manalagi Cengkir Harum Manis Manalagi Cengkir Golek
1. Petani
R 5.195,00 2.195,00 2.195,00 5.095,00 2.095,00 2.095,00 2.095,00
C 805,00 805,00 805,00 905,00 905,00 905,00 905,00
R/C Rasio 6,45 2,73 2,73 5,63 2,31 2,31 2,31
2. Pedagang
Pengumpul
R 7.486,70 4.736,70 4.736,70 324,20 324,20 624,20 324,20
C 4.513,30 3.263,30 2.263,30 1.175,80 1.175,80 1.175,80 1.175,80
R/C Rasio 1,66 1,45 2,09 0,28 0,28 0,53 0,28
3. Pemasok
R
C
R/C Rasio
4. Petani Pasca
Panen
R
C
R/C Rasio
5. Tengkulak
R 7.034,69 2.734,69 4.084,69 3.734,69
C 4.815,31 3.565,31 2.815,31 2.565,31
R/C Rasio 1,46 0,77 1,45 1,46
6. Pasar Induk
R 2.825,54 1.825,54 1.825,54 1.938,40 988,40 1.088,40 988,40
C 174,46 174,46 174,46 211,60 211,60 211,60 211,60
134
R/C Rasio 16,20 10,46 10,46 9,16 4,67 5,14 4,67
Total
R 15.507,24 8.757,24 8.757,24 14.392,29 6.142,29 7.892,29 7.142,29
C 5.492,76 4.242,76 3.242,76 7.107,71 5.857,71 5.107,71 4.857,71
R/C Rasio 2,82 2,06 2,70 2,02 1,05 1,55 1,47
135
Lembaga Pemasaran
Saluran Pemasaran (Rp/Kg)
Saluran VII
Harum Manis Manalagi Apel Golek Gedong
1. Petani
R 16.216,92 5.866,20 5.316,92 4.966,20 19.646,92
C 3.583,08 3.583,80 2.783,08 3.583,80 2.853,08
R/C Rasio 4,53 1,64 1,91 1,39 6,89
2. Pedagang Pengumpul
R
C
R/C Rasio
3. Pemasok
R
C
R/C Rasio
4. Petani Pasca Panen
R
C
R/C Rasio
5. Tengkulak
136
R
C
R/C Rasio
6. Pasar Induk
R 2.026,37 876,37 726,37 776,37 2.326,37
C 173,64 173,64 173,64 173,64 173,64
R/C Rasio 11,67 5,05 4,18 4,47 13,40
Total
R 18.243,29 6.742,57 6.043,29 5.742,57 21.973,29
C 3.756,72 3.757,44 2.956,72 3.757,44 3.026,72
R/C Rasio 4,86 1,79 2,04 1,53 7,26
137
Lampiran 7. Dokumentasi Penelitian