EFEKTIVITAS SISTEM PEMBELAJARAN TAHFIZH AL-QUR’AN...
Transcript of EFEKTIVITAS SISTEM PEMBELAJARAN TAHFIZH AL-QUR’AN...
EFEKTIVITAS SISTEM PEMBELAJARAN TAHFIZH
AL-QUR’AN di PONDOK PESANTREN TAHFIDZ DAARUL
QUR’AN TANGERANG
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Disusun oleh:
MIFTAH HABIBIE
NIM. 1113011000092
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019
vi
ABSTRAK
Miftah Habibie, 1113011000092, Efektivitas Sistem Pembelajaran Tahfidz Al-Qur’an
di Pondok Pesantren Tahfidz Daarul Qur’an Tangerang di bawah bimbingan Tanenji,
S. Ag, M. A. Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyyah dan
Keguruan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2019
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas sistem pembelajaran
tahfidz Al-Qur’an di Pondok Pesantren Tahfidz Daarul Qur’an Tangerang dalam
mengajarkan dan melatih para santri dalam menghafalkan Al-Qur’an secara utuh.
Selain itu juga tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui sistem
pembelajaran tahfidz Al-Qur’an dimulai dari perencanaan, proses pembelajaran,
metode pembelajaran hingga evaluasi pembelajaran yang dilakukan di Pondok
Pesantren tahfidz Daarul Qur’an dengan maksud seberapa efektif metode pembinaan
tersebut.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metodologi
penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif, yaitu dengan menggunakan
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan.
Dengan memilih metode kualitatif ini, penulis dapat memperoleh data yang akurat.
Ditinjau dari sifat penyajian datanya, metode deskriptif merupakan penelitian yang
tidak mencari atau menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesis atau prediksi.
Dari hasil penelitian ini penulis dapat simpulkan bahwa sistem pembelajaran
Tahfidz Al-Qur’an di Pondok Pesantren Tahfidz Daarul Qur’an Tangerang sudah
efektif dimulai dari proses pembagian kelompok yang sangat ketat dalam memulai
menghafalkan Al-Qur’an, memberikan guru-guru yang hafidz dan selalu memberikan
motivasi, memberikan banyak pilihan metode menghafal Al-Qur’an, evaluasi harian
tahfidz hingga mendapatkan sanad bacaan Al-Qur’an.
Kata Kunci : Efektivitas, Sistem Pembelajaran, Tahfidz Al-Qur’an
vii
ABSTRACT
Miftah Habibie, 1113011000092, Effectiveness of the Tahfidz Al-Qur'an Learning
System in Tangerang Tahfidz Daarul Islamic Boarding School under the guidance of
Tanenji, S. Ag, MA Department of Islamic Education Faculty of Tarbiyyah and
Teacher Training, State Islamic University (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2019
This study aims to determine the effectiveness of the Tahfidz Al-Qur'an
learning system in Tangerang's Tahfidz Daarul Qur'an Islamic Boarding School in
teaching and training santri in memorizing the Qur'an in its entirety. In addition, the
purpose of this study is to find out the Tahfidz Al-Qur'an learning system starts from
planning, learning processes, learning methods to learning evaluations conducted at
Daarul Qur'an Tahfidz Islamic Boarding School with the intention of how effective
the coaching method is.
The method used in this study is to use a qualitative research methodology
with a descriptive approach, namely by using research that produces descriptive data
in the form of written or oral words. By choosing this qualitative method, the author
can obtain accurate data. Judging from the nature of the presentation of the data,
descriptive method is a study that does not seek or explain relationships, do not test
hypotheses or predictions.
From the results of this study the authors can conclude that the Tahfidz Al-
Qur'an learning system at the Tahfidz Islamic Boarding School in Daarul Qur'an
Tangerang has been effective starting from a very strict group division process in
starting to memorize the Qur'an, giving teachers who are hafidz and always provide
motivation, provide many choices of methods of memorizing the Koran, tahfidz daily
evaluations to get the Al-Qur'an reading sanad.
Keywords: Effectiveness, Learning System, Tahfidz Al-Qur'an
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah dengan segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT yang telah memberikan segala karunia, nikmat iman dan nikmat
kesehatan yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat
dan salam senantiasa kita curahkan kepada nabi Muhammad SAW beserta seluruh
keluarga, sahabat dan para pengikutnya yang senantiasa mengikuti ajarannya sampai
akhir zaman.
Skripsi ini disusun yang merupakan salah satu tugas akademik di Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan
(S. Pd). Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan hambatan dalam penulisan
skripsi ini. Hal ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis,
namun berkat dorongan dan bantuan dari berbagai pihak, skripsi ini tidak akan
terselesaikan dengan baik.
Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis menyampaikan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan
dukungan baik secara moril maiupun materil, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:
1. Dr. Sururin, M. Ag selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyyah dan Keguruan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. H. Abdul Majid Khon, M. Ag dan Hj. Marhamah Saleh, Lc,. M.A selaku
Ketua dan Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyyah
dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Tanenji, S. Ag, M.A selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang dengan ikhlas dan
penuh kesabaran telah membimbing, memberikan saran, masukan, serta
mengarahkan penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas skripsi ini
4. Muhammad Zuhdi, M. Ed,. Ph. D selaku Dosen Penasihat Akademik yang
senantiasa memberikan bimbingan, motivasi, serta arahan selama menempuh
studi S1 di Fakultas Ilmu tarbiyyah dan Keguruan Jurusan Pendidikan Agama
Islam.
5. Nurlena Rifa’I Ph. D (Almh) selaku Dosen yang memberikan banyak sekali
bimbingan, masukan dan nasihatnya sehingga penulis mendapatkan banyak sekali
pelajaran serta wawasan kependidikan selama menempuh studi S1 di Jurusan
Pendidikan Agama Islam .
ix
6. Dosen dan staff Jurusan Pendidikan Agama Islam yang tidak dapat penulis
sebutkan satu per satu, khususnya yang telah memberikan ilmu pengetahuan serta
bimbingan kepada penulis selama menempuh pendidikan di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
7. Kepala Biro Tahfidz dan Kepala Pesantren Pondok Pesantren Tahfidz Daarul
Qur’an yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian di Pondok
Pesantren tahfidz Daarul Qur’an dan dukungan kepada penulis dalam penelitian
ini.
8. Humaidi Syaidil Akbar, selaku guru pembimbing tahfidz Al-Qur’an di Pondok
Pesantren tahfidz Daarul Qur’an Tangerang yang telah meluangkan waktu untuk
penulis agar penelitian tetap berjalan dan dukungan kepada penulis dalam
penelitian ini.
9. Teristimewa untuk orang tua tercinta, ayahanda H. Sukman Hermawan S. Pd dan
Hj. Evi Luthviaty S. Ag yang tak henti-hentinya mendoakan, melimpahkan kasih
sayang dan memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis dalam setiap
keadaan. Serta M. Adam Azka dan Odi Haris Hasya selaku adik yang juga terus
memberikan semangat untuk penulis agar dapat menyelesaikan skripsi ini.
10. Teman-teman HMI Komtar, HMI Cabang Ciputat serta para KAHMI yang selalu
meyemangati, memberi motivasi dan masukan selama empat tahun dalam
organisasi yang membuat penulis mempunyai wawasan yang cukup untuk
menulis skripsi ini.
11. Sahabat terbaik M. Kholilullah, M. Roby Wathoni, M. Firdaus Lubis dan
Achmad Aulia Deswanto yang selalu memberikan semangat dan motivasi penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini
12. Teman-teman seperjuangan Jurusan Pendidikan Agama Islam angakatan 2013,
khususnya Weni, Endin, Jamal, Fadhlur, Uyi, Muajadi, Dena, dan Cudia yang
telah meluangkan waktu dan tenaganya untuk penulis, sehingga selesainya tugas
skripsi ini.
13. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan tugas skripsi ini.
Semoga Allah Ta’ala membalas kebaikan kalian dengan kehidupan yang
penuh berkah, kebahagiaan dan membuka pintu datangnya ridho dan kasih
sayang Allah Ta’ala di dunia dan akhirat. Akhir kata mohon maaf atas segala
kekurangan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis selalu mengharapkan kritik dan
x
saran yang konstruktif, namun dengan kerendahan hati, penulis sangat berharap
agar skripsi ini dapat bermanfaat untuk semua pihak, minimal bagi penulis
sendiri.
Jakarta, April 2019
Miftah Habibie
xi
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI ..................................... iii
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI .................................................. iv
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI .............................................................. v
ABSTRAK ......................................................................................................... vi
ABSTRACT ....................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... viii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiv
BAB I
PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ......................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ............................................................................... 11
C. Pembatasan Masalah .............................................................................. 12
D. Perumusan Masalah ............................................................................... 12
E. Tujuan dan manfaat Penelitian ............................................................... 12
BAB II
KAJIAN TEORI ................................................................................................
A. Efektivitas Sistem Pembelajaran .............................................................. 14
1. Pengertian Efektivitas Pembelajaran ................................................... 14
2. Pengertian Sistem Pembelajaran .......................................................... 20
B. Konsep Dasar Tahfidzul Qur’an ............................................................... 33
1. Menghafal Al-Qur’an .......................................................................... 33
2. Keutamaan dan Manfaat Menghafal Al-Qur’an .................................. 37
3. Etika Penghafal Al-Qur’an .................................................................. 38
4. Bekal Bagi Penghafal Al-Qur’an ......................................................... 41
5. Metode Menghafal Al-Qur’an ............................................................. 44
6. Faktor Pendukung dan Penghambat Menghafal Al-Qur’an ................ 48
C. Perkembangan Pesantren Tahfidz Al-Qur’an di Indonesia ...................... 50
1. Sejarah Pondok Pesantren .................................................................... 50
xii
2. Tujuan Pendidikan Pondok Pesantren ................................................. 53
D. Hasil Penelitian yang Relevan .................................................................. 57
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN ......................................................................... 59
A. Waktu dan Tempat Penelitian .................................................................. 59
B. Metode dan Design Penelitian .................................................................. 59
C. Sumber Data ............................................................................................. 62
D. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data ............................................. 62
E. Pengecekan Keabsahan Data ..................................................................... 66
F. Analis Data ................................................................................................ 67
BAB IV
HASIL PENELITIAN ....................................................................................... 69
A. Gambaran Umum Pondok Pesantren Daarul Qur’an Ketapang ................ 69
1. Latar Belakang Pendiri dan Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Tahfidz
Daarul Qur’an ...................................................................................... 69
2. Visi, Misi dan Tujuan .......................................................................... 78
3. Ekstra Kurikuler ................................................................................... 79
4. Struktur Organisasi .............................................................................. 80
5. Guru dan Santri .................................................................................... 83
B. Sistem Pembelajaran Tahfidz Daarul Qur’an ........................................... 86
C. Faktor Pendukung dan Penghambat Dalam Proses Tahfidz Al-Qur’an ... 102
1. Faktor yang Mendukung Efektivitas Sistem Pembelajaran ................ 102
2. Faktor yang Menghambat Efektivitas Sistem Pembelajaran ............... 109
D. Analisa ...................................................................................................... 111
BAB V
PENUTUP .......................................................................................................... 112
A. Kesimpulan ............................................................................................... 112
B. Saran ......................................................................................................... 113
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 114
LAMPIRAN ...................................................................................................... 117
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data
Tabel 3.2 Kisi-Kisi Observasi
Tabel 3.3 Kisi – Kisi Wawancara
Tabel 3.4 Daftar ceklis Dokumentasi
Tabel 4.1 Data Guru tahfidz Pondok Pesantren Tahfidz Daarul Qur’an
Tabel 4.2 Data santri Pondok Pesantren tahfidz Daarul Qur’an
Tabel 4.2 Data Hafalan Santri
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lembar Observasi Pesantren
Lampiran 2 Lembar Observasi Kegiatan Pembelajaran Tahfidz
Lampiran 3 Hasil Wawancara dengan Biro Tahfidz Daarul Qur’an
Lampiran 4 Hasil Wawancara dengan Kepala Pesantren
Lampiran 5 Hasil Wawancara dengan Guru Tahfizh
Lampiran 6 Hasil Wawancara dengan Santri
Lampiran 7 Hasil Wawancara dengan Santri
Lampiran 8 Hasil Wawancara dengan Santri
Lampiran 9 Daftar Ceklis Dokumentasi Pesantren
Lampiran 10 Dokumentasi
Lampiran 11 Data Hafalan Santri
Lampiran 12 Mutaba’ah Karantina Santri
Lampiran 13 Mutaba’ah Yaumiyyah
Lampiran 14 Daily Activity Pesantren Daarul Qur’an
Lampiran 15 Daily Activity Camp Tahfizh
Lampiran 16 Surat Bimbingan Skripsi
Lampiran 17 Surat Permohonan Izin Penelitian
Lampiran 18 Surat Berita Persetujuan Penelitian
Lampiran 19 Surat Keterangan Sudah Melakukan Penelitian
Lampiran 20 Uji Referensi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia adalah makhluk ciptaan Allah SWT yang paling sempurna.
Manusia dilahirkan ke dunia dengan keadaan bersih tanpa noda dan dosa
yang menempel pada dirinya. Pada saat manusia dilahirkan kedunia dia
tidak mengetahui hal apapun akan tetapi Allah SWT memberikan
kepadanya berupa panca indra yang akan membuatnya dapat belajar dan
berkembang untuk dapat melaksanakan tugas mulia di muka bumi sebagai
khalifah Allah SWT.
Salah satu kelebihan manusia dibandingkan makhluk Allah SWT
lainnya adalah dengan memiliki akal dan pikiran. Dengan melalui dunia
pendidikan maka manusia menggunakan akal dan pikirannya dengan
maksimal dikarenakan dalam pendidikan berlangsung proses belajar yang
melibatkan akal dan pikiran seseorang dalam menerima ilmu-ilmu yang
bermanfaat bagi dirinya sehingga dapat mengangkat harkat dan martabatnya
dan mampu menjadi makhluk yang terhormat dan sempurna disisi Allah
SWT.
Al-Qur’an adalah Kalam Allah yang bernilai mukjizat yang
diturunkan kepada penutup para nabi dan rasul dengan perantara Malaikat
Jibril diriwayatkan kepada kita dengan mutawatir dan yang membacanya
terhitung sebagi ibadah dan tidak akan ditolak kebenarannya.1 Kebenaran
Al-Quran sudah mutlak dan tidak dapat diragukan lagi sebagi pedoman bagi
umat manusia sebagaimana Allah SWT sendiri yang mengaskan terhadap
kebanaran dan keterpeliharaan kitab itu sendiri. Allah SWT berfirman
dalam Surat At-Takwir ayat 19 – 21, yaitu:
1 Ahsin W. Al-Hafidz, Bimbingan Praktis Menghafal Qur’an, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), hal. 1
2
“Sesunguhnya Al-Qur’an itu benar-benar firman Allah yang dibawa oleh
utusan yang mulia (Jibril). Yang memiliki kekuatan, yang memiliki
kedudukan tertinggi di sisi Allah yang mempunyai Arsy. Yang ditaati disana
(di alam malaikat) lagi dipercaya”
Kata Al-Qur’an diambil dari akar kata Qara’a yang berarti
mengumpulkan menjadi satu. Qara’a juga berarti juga membaca atau
menuturkan karena dalam pembacaan atau penuturan huruf-huruf dan kata-
kata dihimpun dan disusun dalam susunan tertentu.2 Maka jelas
bahwasannya Al-Qur’an itu adalah suatu kumpulan dari semua kitab-kitab
yang Allah SWT turunkan kepada para nabi sebelum Nabi Muhammad
SAW yang mengandung pengetahuan serta pemahaman tentang
problematikan ketauhidan dan juga keduniawian.
Allah SWT menurunkan kalam-Nya kedalam bahasa arab karena
nabi Muhammad yang ditugaskan untuk menyampaikan ajaran-Nya kepada
manusia disekitarnya adalah seorang yang dilahirkan dan dibesarkan dalam
masyarakat yang pandai berbahasa arab sehingga bahasa arab lah yang
paling dipahami.3 Sebagaimana firman-Nya:
“Dan jikalau kami jadikan Al-Qur’an itu suatu bacaan dalam bahasa selain
arab, tentulah mereka mengatakan:’mengapa tidak dijelaskan ayat-
ayatnya?’ apakah (apatut Al-Qur’an) dalam bahasa asing sedang (Rasul
adalah) orang arab?” (Q.S. Fushilat : 44)
Oleh karena itu Nabi Muhammad SAW adalah seorang Arab dan
masyarakat yang dihadapinya adalah berbahasa Arab, maka Allah SWT
pergunakan bahasa Arab itu menjadi wadah bagi isi wahyu-Nya agar isi
2 Akmal Hawi, Dasar-Dasar Studi Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2014), hal. 64 3 Akmal Hawi, Dasar-Dasar Studi Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2014), hal. 65
3
wahyu itu mudah dipahami dan dimengerti. Sebagaimana telah disebutkan
dalan Surat Ad-Dukhan ayat 58, yaitu :
“Sesunguhnya kami menjadikan Al-Qur’an dalam bahasa arab agar
supaya kamu memahaminya”
dan juga :
“Sebenarya tujuan kami membuat Al-Qur’an berbahasa arab adalah agar
kamu dapat mengerti” (Q.S. Az-Zukhruf : 3)
Al-Qur’an yang berbahasa Arab, berisi 30 juz dengan 600 halaman
itu telah dimudahkan untuk dihafal oleh siapa pun. Hal ini sebagaimana
Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Hijr ayat 9 dan Al-Qomar ayat
17.
ون ظ ف ا ح ل ه ل نا إ و ر الذ ك ا ن ل ز ن ن ح نا ن إ
“Sesungguhnya Kami lah yang menurunkan Al-Qur’an, dan sesungguhnya
Kami benar-benar memeliharanya”. (Q.S. Al-Hijr : 9)
ر دك ن م ل م ه ف ر لذ ك ل رآن ق ل ا ا رن س د ي ق ول
“Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Qur’an untuk pelajaran,
maka adakah orang yang mengambil pelajaran?” (Q.S. Al-Qomar : 17)
Sebagian ayat-ayat tentang garansi dari Allah langsung bahwa Al-
Qur’an akan selalu terjaga. Salah satu realisainya, Allah memberikan
kemudahan kepada orang-orang yang ingin menghafalkan Al-Qur’an. Jika
ada di kalangan manusia yang berusaha untuk menghafalnya, maka Allah
telah mengabarkan bahwa Allah sendiri yang akan memberi pertolongan
dan kemudahan bagi mereka.
Menghafal Al-Quran merupakan sebuah perbuatan yang sangat
terpuji dan mulia. Banyak sekali hadits-hadits Rasulullah SAW yang
mengungkapkan keagungan orang yang belajar, membaca, atau menghafal
4
Al-Qur’an. Orang yang mempelajari, membaca, atau menghafal Al-Qur’an
merupakan orang-orang pilihan yang memang dipilih oleh Allah SWT
untuk menerima warisan kitab suci yang paling agung dan mulia itu.4
Orang-orang yang mampu menghafal Al-Qur’an adalah orang-orang yang
mampu menguasai hati dan pikirannya dalam menjaga kesuciannya
sehingga terhindar dari perbuatan dosa besar yang mampu menyulitkannya
dalam menghafal Kalam Allah SWT yang suci.
Dalam menghafal Al-Qur’an dapat dikatakan sebagai langkah awal
bagi para orang-orang yang ingin dapat memahami agama Islam secara
keseluruhan terutama dalam memahami kandungan ilmu yang terkandung
didalamnya yang diawali dengan dasar mampu membacanya dengan baik
dan benar. Sehingga dalam proses pembelajaran Al-Quran pada garis
besarnya dapat dilakukan dengan 2 tahapan; pertama, dengan cara
menghafalkan keseluruhan ayat walaupun belum memahami secara betul
tentang materi Ulumul Qur’an, gaya bahasa, dan hanya mampu
membacanya dengan baik dan benar. Kedua, dengan cara mempelajari
terlebih dahulu materi tentang Ulumul Qur’an dan gaya bahasa arab
sebelum menghafalnya sehingga mampu terlebih dahulu tentang ayat Al-
Qur’an barulah memulai untuk menghafalnya5.
Orang yang sudah mengafalkan Al-Qur’an tentu saja sebelumnya
sudah membacanya berurang-ulang kali sebelum memnghafalkannya
karena dengan membacanya saja adalah sebuah perbuatan ibadah. Dan satu-
satunya pekerjaan membaca yang bernilai ibadah yaitu membaca Al-
Qur’anul karim. Oleh karenanya pekerjaan ini adalah pekerjaan yang paling
mulia karena Allah sendirilah yang akan memuliakannya dengan
menyejajarkan kedudukan mereka bersama para malaikat yang mulia.
Sebagaimana yang disabdakan Rasulullah:6
4 Ahsin W. Al-Hafidz, Bimbingan Praktis Menghafal Qur’an, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), hal. 26 5 Ahsin W. Al-Hafidz, Bimbingan Praktis Menghafal Qur’an, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), hal. 19 6 Abu Ammar dan Abu Fatiah, Negeri-Negeri Penghafal Al-Qur’an (Sukoharjo: Al-Wafi
Publishing, 2015), hal. 72
5
“Dari Aisyah R.A, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
perumpamaan orang yang membaca Al-Qur’an dan ia mampu
menghafalnya adalah ia akan bersama para utusan Allah (malaikat)
yang mulia lagi selalu berbuat kebajikan. Adapun perumpamaan
orang yang membaca Al-Qur’an dan dia berusaha
menghafalkannya dengan kesulitan baginya dua pahala” (HR
Bukhori no. 4937)
Dan dalam lafal yang lain juga disebutkan:7
Akan dikatakan kepada para penghafal Al-Qur’an: “bacalah,
naiklah, dan bacalah dengan tartil sebagaimana dahulu di dunia
engkau membaca dengan tartil, sebab kedudukanmu tergantung
pada ayat terakhir yang engkau baca (hafal).” (HR. Abu Dawud no.
1464)
Tidaklah berlebihan jika gelar atau kedudukan mulia itu
disandangkan kepada mereka, sebab pada hakikatnya merekalah yang tetap
melestarikan dan menyebarkan ajaran Islam. Maka dapat dikatakan bahwa
para penghafal Al-Qur’an ini memiliki peranan yang sangat signifikan
dalam menjaga keberadaan eksistensi dan melestarikan kemurnian Al-
Qur’an itu sendiri. Peranan lain para huffadz yang cukup mencolok adalah
dlam ladang dakwah yaitu penyebaran Islam di pelbagai penjuru dunia
dengan ciri suara yang merdu dalam melafalkan ayat suci yang mulia.8
Dalam perkembangan bangsa Indonesia, hingga saat ini sudah
tercatat sebanyak 30 ribu penghafal Qur’an di Indonesia. Angka ini
dikatakan cukup besar dan masih akan terus bertamah dalam beberapa tahun
kedepan dikarenakan Indonesia adalah negara dengan populasi muslim
terbanyak di dunia. Hal ini pula lah yang membuat dunia melirik Indonesia
sebagai salah satu negara pencetak para penghafal Qur’an yang sudah
dibuktikan dengan beberapa kali indonesia mengikuti Musabaqoh Tahfidzul
7 Abu Ammar dan Abu Fatiah, Negeri-Negeri Penghafal Al-Qur’an (Sukoharjo: Al-Wafi
Publishing, 2015), hal. 73 8Lihat http://khazanah.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/17/10/24/oyaxjn374-
wisuda-akbar-penghafal-alquran-semarak-di-empat-benua diakses pada tanggal 12 Mei 2018, pukul
11.00 WIB
6
Qur’an diberbagai belahan dunia, dan Indonesia selalu berada dalam posisi
juara baik dari tingkatan umur belia hingga yang sudah dewasa.9
Tradisi menghafal (tahfidz) Al-Qur’an salah satu dari sekian banyak
fenomena umat Islam dalam menghidupkan atau menghadirkan Al-Qur’an
dalam kehidupan seharai-hari dengan cara mengkhatamkannya, yang biasa
dan sering kita temui di lembaga-lembaga keagamaan seperti pondok
pesantren, majlis-majlis ta’lim dan sebagainya. Tradisi ini oleh sebagian
umat Islam Indonesia telah begitu membudaya bahkan berkembang
terutama dikalangan santri, sehingga tradisi ini telah membentuk suatu
entitas budaya setempat. Hal ini disebabkan karena bagi masyarakat Islam
Indonesia, Al-Qur’an dianggap sebagai suatu yang sakral yang harus
diagungkan. Sehingga mereka beranggapan bahwa membaca Al-Qur’an
apalagi menghafalnya merupakan perbuatan yang mulia yang dapat
mendatangkan suatu barokah.10
Akan tetapi, walaupun mayoritas masyarakat Indonesia beragama
Islam, namun secara kualitas dalam membaca Al-Qur’an mereka masih
banyak mengalami kesulitan. Maka tak heran lagi jikalau sebagian daripada
masyarakat ketika membacanya harus dieja huruf demi huruf ataupun
kalimat demi kalimat. Bahkan sebagian daripadanya harus dibantu dengan
bantuan ejaan atau transliterasi huruf latin. Sehingga membaca seperti ini
akan memakan waktu yang lama dan membutuhkan tenaga ekstra apalagi
kalau membacanya hinga berjuz-juz.
Masyarakat buta aksara Al-Qur’an di Indonesia masih tinggi.
Berdasarkan hasil riset Perguruan tinggi IlmuQur’an (PTIQ), sekitar 65
persen masyarakat Indonesia masih buta Aksara Al-Qur’an, terutama di
daerah pedesaan atau wilayah pelosok.11 Fakta ini patut menjadi perhatian
9 http://sumatera.metrotvnews.com/peristiwa/akWwY83k-baru-ada-30-ribu diakses pada tanggal 11
November 2017, pukul 12.39WIB 10 Ahmad Atabik, The Living Qur’an: Potret Budaya Tahfiz Al-Qur’an di Nusantara (Jurnal
Penelitian, Vol. 8, No. 1, Febuari 2014) hal. 168 11 Lihat https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/18/01/17/p2oodi396-65-
persen-masyarakat-indonesia-buta-huruf-alquran diakses pada tanggal 27 November 2017, pukul
11.28 WIB
7
umat muslim di Indonesia, karena Al-Qur’an adalah kitab suci yang berisi
petunjuk hidup (way of life) setiap muslim dalam mengarungi hidup ini.
Hal ini juga diperparah dengan tingkah laku dan pola pikir orang tua
yang mendidik anak-anaknya dengan memberikan fasilitas yang berlebih
akan tetapi kurang mengajarkan dan mendidik dengan gaya dan budaya Al-
Qur’an sehingga banyak juga dari anak-anak sekarang yang susah
membacanya secara lancar padahal dengan kemajuan teknologi seharusnya
itu menjadi lebih mudah. Kemunduran moral seperti ini diakibatkan banyak
yang sudah meninggalkan Al-Qur’an dari kehidupan sehari-hari dan bahkan
mempelajarainya hanya sebatas menggugurkan kewajiban sebagai seorang
muslim.
Selain itu juga, Implementasi kurikulum agama di madrasah dan
sekolah masih lemah. Kemampuan membaca Al-Qur’an harus menjadi
perhatian guru Madrasah Ibtidaiyyah (MI) dan Sekolah Dasar (SD). Jika ada
siswa yang belum bisa atau belum lancar dalam membaca Al-Qur’an harus
diberikan guru khusus. Membaca Al-Qur’an setiap hari di sekolah dan
madrasah harus dijadwalkan sehingga menjadi budaya.
Solusi yang dicoba oleh Pemerintah Pusat melalui kementrian
Agama untuk meningkatkan tingkat melek Al-Qur’an adalah pencanangan
program Gerakan Masyarakat Maghrib Mengaji (Gemar Mengaji). Program
tersebut terinspirasi dari budaya sebagian besar masyarakat muslim
Indonesia tempo dulu, yang kerap melakukan amalan tadarus Al-Qur’an
setiap selesai sholat Maghrib. Dengan harapan masyarakat akan kembali
terbiasa dengan budaya mengaji Al-Qur’an setiap setelah melaksanakan
sholat Maghrib.
Akan tetapi akan sangat berbeda sekali dengan orang yang
menghafal dan sudah hafal Al-Qur’an. Bagi mereka yang sudah memiliki
hafalan Al-Qur’an diluar kepala dengan lancar akan sangat mudah dan
mampu membaca kira-kira 15-20 menit perjuz. Sehingga dalam waktu
semalam mereka sudah dapat mengkhatamkan Al-Qur’an dengan sangat
mudah. Namun sayangnya tradisi ini hanya terdapat dalam kalangan
8
masyarakat tertentu saja yang memiliki nilai keagamaan yang tinggi dalam
keluarga dan lingkungan, sehingga secara umum pekerjaan mulia ini belum
dapat apresiasi secara menyeluruh.
Pondok pesantren sebagai salah satu Lembaga Pendidikan Islam
yang berada di Indonesia memiliki keunikan tersendiri. Dikalangan umat
Islam sendiri pondok pesantren masih dianggap sebagai model pendidikan
yang menjanjikan bagi perwujudan masyarakat yang berkeadaban. Karena
pondok pesantren sendiri adalah lembaga pendidikan yang senantiasa
berusaha memanifestasikan perilaku manusia yang dalam bahasa pesantren
dikenal dengan istilah Akhlaq Al-Karimah.
Pondok pesantren menurut M. Arifin dalam Moderenisasi Pesantren
berarti suatu lembaga pendidikan Agama Islam yang tumbuh serta diakui
masyarakat sekitar, dengan sistem asrama (pemondokan di dalam komplek)
dimana santri menerima pendidikan agama melalui sistem pengajian atau
madrasah yang sepenuhnya dibawah kedaulatan kepemimpinan seorang
atau beberapa orang kiayi12. Disamping itu mengingat posisi georafis
pondok pesantren berada di tengah-tengah lingkungan masyarakat maka
pondok pesantren harus relevan dengan realitas lingungan dan kebutuhan
yang dihadapinya.
Pada prinsipnya menghafal Al-Qur’an pada level budaya pesantren
berpijak pada ajaran agama yang menyatakan bahwa menghafal dan
mengajarkan Al-Qur’an adalah fardu khifayah dengan tujuan agar tidak
terputus jumlah kemutawatiran para penghafal Al-Qur’an. Bila tugas ini
telah dilauan oleh sebagian orang, maka gugurlah kewajiban itu dari yang
lain.13 Karenanya tugas menghafal dan mengajarkan Al-Qur’an adalah suatu
hal yang luhur dan bagi yang mengerjakannya tentunya dia adalah seorang
kiayi yang benar-benar hafal diluar kepala. Dan biasanya juga pada tradisi
Indonesia seorang kiayi dalam pesantren atau lembaga pendidikan Al-
12 Anik Farida dan Huda Ali, Moderenisasi Pesantren, (Jakarta; Balai Penelitian dan Pengembangan
Agama Jakarta, 2007), hal. 8 13 Ahmad Atabik, The Living Qur’an: Potret Budaya Tahfiz Al-Qur’an di Nusantara (Jurnal
Penelitian, Vol. 8, No. 1, Febuari 2014), hal. 170
9
Qur’an memiliki silsilah atau mata rantai pengajaran hafalan yang
menyambung sampai kepada Rasulullah.
Program menghafal Al-Qur’an tidak hanya dikembangkan dan
diterapkan di lembaga-lembaga atau pondok-pondok pesantren saja.
Program hafalan Al-Qur’an telah masuk di lembaga-lembaga pendidikan
formal, baik swasta maupun negeri. Oleh karena itu sekarang banyak
ditemukan lembaga-lembaga pendidikan Islam terpadu yang memiliki
program unggulan tahfidz Al-Qur’an. Dengan dinamika masing-masing
lembaga pendidikan dalam mengembangkan program pendidikan tahfidz
Al-Qur’an di lingkungannya. Pembinaan program tahfidz pada pendidikan
formal memiliki tantangan yang berbeda dibandingkan pada lembaga
pendidikan pesantren tahfidz lainnya. Tantangan berbeda pula dihadapi
antar lembaga pendidikan pesantren dengan pesantren lainnya. Tantangan
yang berbeda memunculkan perbedaan dalam perumusan tujuan program
tahfidz, latar belakang pembinaan tahfidz, kemampuan sumber daya yang
ada, serta ketersedianya sarana penunjang lainnya, selanjutnya
mempengaruhi pembinaan tahfidz yang diselenggarakannya.
Dengan beragam dinamika dan tantangan yang dihadapi tiap satuan
pendidikan dalam menyelenggarakan program tahfidz Al-Qur’annya, hal ini
melahirkan beragam model, pola, dan sistem dalam pembinaan program
tahfidz Al-Qur’an yang diselenggarakannya. Di Indonesia sendiri telah
tumbuh subur dan berkembang pesat lembaga-lembaga penyelenggara
program pembinaan pengahafal yang mutqin dalam hafalannya. Masing-
masing berkembang dengan keunggulan dan ciri khas nya dalam melakukan
pembinaan tahfidz Al-Qur’an. Hal ini pun didasarkan pada antusiasme dan
banyaknya animo masyarakat yang menginginkan putra dan putrinya dapat
menghafalkan Al-Qur’an.14 Salah satu diantaranya adalah pondok
pesantren Tahfidz Daarul Qur’an yang berada di Tangerang.
14http://nasional.kompas.com/read/2016/06/23/11165081/minat.masyarakat.belajar.al.quran.tinggi.
pemerintah.akan.ambil.peran diakses pada tanggal 13 November 2017, pukul 19.57 WIB
10
Pondok pesantren Daarul Qur’an didirikan oleh Ust. Yusuf mansur
berlokasi di kampung Qur’an, Cipondoh, Tangerang. Yaitu sebuah kawasan
yang di bangun dan dikembangkan oleh PPPA Daarul Quran sebagai pusat
pengembangan Ilmu Al-Qur’an, pelatihan serta pembibitan penghafal
Qur’an. Pondok pesantren Daarul Qur’an mulai merima santri dari kelas 7
SMP sampai 12 SMA. Pondok Pesantren Daarul Qur’an adalah pondok
pesantren yang mengharmonikan pendidikan umum, lifeskill, sosial,
dakwah, religi dengan penguatan pada pendidikan tahfidz Al-Qur’an dan
Dirosah Islamiyyah.
Melalui metode pengajaran Kaidah Daarul Qur’an, para santri
diajak untuk menghafalkan Al-Qur’an sebagai salah satu standar kualifikasi
santri Daarul Qur’an dalam menghafalkan Al-qur’an secara cepat dan tepat.
Para pengajar dan pembimbing memiliki kualifikasi yang cukup menguasai
hafalan Qur’an yang baik dan teruji melalui berbagai ajang Musabaqoh
Hifdzil dan Tilawah Qur’an Nasional dan juga beberapa tenaga pengajar
Internasional dari berbagai negara15.
Selain itu juga pada saat ini, Lembaga Pendidikan Pondok Pesantren
tahfidz Daarul Qur’an merupakan salah satu lembaga pendidikan tahfidz
terbaik di Indonesia bahkan di dunia. Hal ini dibuktikan dengan
mendapatkannya penghargaan sebagai lembaga tahfidz Al-Qur’an terbaik
di dunia oleh lembaga tahfidz Internasional Al-Hai’ah Al-‘Alamiyyah Li
Tahfidzil Qur’an dengan menyisihkan perwakilan 65 negara yang ikut
dalam lembaga tersebut.16 Dengan penghargaan ini pula yang menjadikan
kebanggan bagi Pondok Pesantren Tahfidz Daarul Qur’an dan juga
menjadikan motivasi dalam menjaga kualitas pada proses pendidikan
tahfidz Al-Qur’an.
Melaui pernyataan inilah yang membuat Pondok Pesantren Tahfidz
Daarul Qur’an bukan hanya mencetak santri-santri yang penghafal Al-
15 Lihat https://daqu.sch.id/semua-tentang-daarul-quran/ diakses pada tanggal 22 November 2017,
pukul 11.24 WIB 16 Lihat https://news.detik.com/berita/2956073/daarul-quran-terpilih-sebagai-yayasan-alquran-
terbaik-di-dunia diakses pada 22 November 2017, pukul 21.45 WIB
11
Qur’an saja akan tetapi mampu menciptakan santri-santri yang
berpengetahuan luas dan berani dalam berkompetisi para penghafal Qur’an
baik secara nasional maupun internasional. Alasan ini pula yang membuat
penulis memilih Pondok Pesantren Tahfidz Daarul Qur’an sebagi objek
penelitian adalah karena pondok pesantren ini merupakan salah satu
lembaga pendidikan penyelenggaraan yang berbasis Tahfidzul Qur’an di
Tangerang.
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk
meneliti lebih dalam terkait sistem pembelajaran Tahfidzul Qur’an di
pondok pesantren Daarul Qur’an Tangerang dengan judul “Efektivitas
Sistem Pembelajaran Tahfizhul Qur’an di Pondok Pesantren Tahfidz Daarul
Qur’an Tangerang ”
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas,
maka penulis melihat masalah beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Berkurangnya kualitas membaca dan menghafal Al-Qur’an bagi anak-
anak zaman sekarang.
2. Mulai dijauhkannya Al-Qur’an dalam kehidupan umat Islam saat ini
pada kehidupan sehari-hari.
3. Keterbatasan lingkungan keluarga dan sekolah dalam mewujudkan
pembelajaran tahfizh Al-Qur’an secara maksimal.
4. Sarana dan prasarana serta alokasi waktu pada lingkungan keluarga dan
sekolah yang kurang mendukung dalam mengaplikasikan proses
pembelajaran tahfizh Al-Qur’an pada anak.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah diatas, maka penelitian ini
berfokus pada efektivitas sistem pembelajaran Tahfdzh Al-Qur’an di SMA
Pondok Pesantren Tahfidz Daarul Qur’an Tangerang
12
D. Perumusan Masalah
Dari uraian identifikasi masalah dan pembatasan masalah yang ada,
maka masalah yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut
:
1. Bagaimana efektivitas sistem pembelajaran Tahfidzh Al-Qur’an di
Pondok Pesantren Tahfidz Daarul Qur’an Tangerang ?
2. Bagaimana pelaksanaan pengajaran Tahfidzh Al-Qur’an di Pondok
Pesantren Tahfidz Daarul Qur’an Tangerang?
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan penelitian
Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan
untuk :
a. Untuk mengetahui efektivitas sistem pembelajaran Tahfidzh Al-
Qur’an di Pondok Pesantren Daarul Qur’an Tangerang.
b. Untuk mengetahui sistem pengajaran Tahfidzh Al-Qur’an di
Pondok Pesantren Daarul Qur’an Tangerang secara menyeluruh.
2. Manfaat hasil penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat berguna baik secara teoritis
maupun praktis.
a. Secara teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan
pemikiran, informasi dan wawasan bagi masa depan pondok
pesantren yang lebih baik.
b. Secara praktis
Bagi pondok pesantren yang menjadi fokus penelitian ini
diharapkan dapat bermanfaat dan sebagai dokumentasi
kelembagaan guna dalam meningkatkan serta membenahi proses
pendidikan bagi para santri. Selain itu juga agar dalam terus
13
konsisten dalam menjalankan proses pendidikan Tahfidz Al-
Qur’an sesuai dengan kebijakan kelembagaan.
14
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Efektivitas Sistem Pembelajaran
1. Pengertian Efektivitas Pembelajaran
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Daring yang
disediakan oleh Kemendikbud, efektif berarti ada efeknya (akibatnya,
pengaruhnya, kesannya) atau dapat membawa hasil; berhasil guna (tentang
usaha, tindakan).1 Efektivitas merupakan kata benda dari kata “efektif”
yang berarti keektifan, atau keberhasilan, kebergunaan, dsb.
Efektivitas menurut Mulyasa adalah adanya kesesuaian antara orang
yang melaksanakan tugas dengan sasaran yang ditujukan dan
memanfaatkan sumber daya dalam usaha mewujudkan tujuan operasional.2
Sedangkan menurut Moore D. Kenneth yang menjelaskan bahwa efektifitas
adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas,
kualitas, dan waktu) telah tercapai, atau makin besar presentase target yang
dicapai, makin tinggi efektivitasnya3.
Maka dari beberapa pengertian efektivitas menurut para ahli diatas
dapat disimpulkan bahwa efektivitas itu sendiri bermakna suatu ukuran
yang menyatakan seberapa jauh target (kualitas, kuantitas, dan waktu) yang
telah dicapai oleh manajemen yang mana target tersebut sudah ditentukan
terlebih dahulu.
Hal ini dapat dipadankan dalam pembelajaran seberapa jauh tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan dapat dicapai sesuai dengan capaian
kualitas, kuantitas dan waktu. Dalam konteks kegiatan pembelajaran perlu
1 Lihat https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/efektif Diakses pada 27 April 2018, pada pukul 10.23
WIB 2 E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah, (Bandung; Remaja Rosda Karya, 2005), hal. 82 3 Mohamad Syarif Sumantri, Strategi Pembelajaran; Teori dan Praktik di Tingkat Pendidikan
(Depok; Rajagrafindo Persada, 2015) hal. 1
15
dipertimbangkan efektivitasnya artinya sejauh mana tujuan yang telah
ditetapkan dapat dicapai sesuai harapan.
Efektivitas dapat dijadikan barometer untuk mengukur keberhasilan
pendidikan. Efektivitas dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan
dalam mewujudkan sesuatu tujuan atau sasarannya. Efektivitas
sesungguhnya merupakan sesuatu konsep yang lenih luas mencakup faktor
di dalam maupun diluar diri seseorang. Dengan demikian efektivitas
merupakan suatu konsep yang sangat penting, karena mampu memberikan
gambaran mengenai keberhasilan seseorang dalam mencapai sasaran.
Menurut Tim Pembina Mata Kuliah Didadktik Metodik Kurikulum
IKIP Surabaya, bahwa efesiensi dan keefektifan mengajar dalam proses
interaksi belajar yang baik adalah segala daya upaya guru untuk membantu
para siswa agar bisa belajar dengan baik. Untuk mengetahui keefektifan
mengajar , dengan memberikan tes, sebab hasil tes dipakai untuk
mengevaluasi berbagai aspek proses pengajaran4
Dalam dunia pendidikan efektivitas dapat ditinjau dari 2 (dua) segi,
yaitu dari segi efektifitas mengajar guru dan segi efektivutas belajar murid.
Efektivitas mengajar guru terutama menyangkut kegiatan belajar mengajar
yang direncanakan dapat dilaksanakan dengan baik. Efektivitas belajar
murid terutama menyangkut tujuan-tujuan pembelajaran yang diinginkan
telah dicapai melalui kegitan mengajar dan belajar yang ditempuh.5 Untuk
tercapainya pembelajaran yang efektif, perlu dipertimbangkan hal-hal
berikut:
a. Penguasaan bahan pelajaran
b. Cinta kepada yang diajarkan
c. Pengalaman pribadi dan pengetahuan yang dimiliki siswa
d. Variasi metode
4 Trianto. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progressif. (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2009), hal. 20 5 Mohammad Sjafei, Dasar-dasar Pendidikan, (Jakarta: Centre For Stetegic And International
Studies, 1979), cet.2, hal. 119
16
e. Seorang guru harus selalu menambah ilmunya agar dapat
meningkatkan kemampuan mengajarnya
f. Guru harus selalu memberikan pengetahuan yang aktual, sehingga
akan menimbulkan rangsangan yang efektif bagi belajar siswa
g. Guru harus berani memberikan pujian. Karena pujian yang diberikan
dengan tepat dapat memotivasu belajar siswa dengan efektif
h. Guru harus berani menimbulkan semangat belajar secara individual6.
Untuk meningkatkan cara belajar yang efektif perlu diperhatikan
beberapa hal, yang menurut Slameto adalah sebagai berikut:
1. Kondisi internal, yaitu kondisi (situasi) yang ada di dalam diri siswa
itu sendiri. Contohnya kesehatan, keamanan, ketentraman, dan
sebagainya. Siswa dapat belajar dengan baik jika kebutuhan-
kebutuhan internalnya dapat dipenuhi. Terdapat 7 (tujuh) jenjang
kebutuhan primer manusia yang harus dipenuhi, yakni:
a) Kebutuhan fisiologis
b) Kebutuhan akan keamanan
c) Kebutuhan akan kebersamaan dan cinta
d) Kebutuhan akan status (contohnya keinginan akan keberhasilan)
e) Kebutuhan self-actualisation
f) Kebutuhan untuk mengetahui dan mengerti
g) Kebutuhan estetik
2. Kondisi eksternal adalah kondisi yang ada diluar diri pribadi siswa.
Untuk dapat belajar yang efektif diperlukan lingkungan yang baik
dan teratur.
3. Strategi belajar. Belajar yang efektif dan efisien dapat tercapai
apabila dapat menggunakan strategi belajar yang tepat. Strategi
belajar diperlukan untuk dapat mencapai hasil belajar semaksimal
mungkin.7
6 Mohammad Sjafei, Dasar-dasar Pendidikan, (Jakarta: Centre For Stetegic And International
Studies, 1979), cet.2, hal. 119 7 Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Rhineka Cipta, 2003), cet.
4, hal. 74-76
17
Selain itu juga pada hakikatnya belajar merupakan proses interaksi
terhadap semua situasi yang ada disekitar individu siswa. Belajar juga dapat
dipandang sebagai proses yang diarahkan kepada pencapaian tujuan dan
proses berbuat (melakukan sebuah aktifitas) melalui berbagai pengalaman
yang diciptakan oleh guru. Proses pembelajaran yang efektif sangat
ditentukan sekali oleh faktor internal dan eksternal peserta didik.
1. Faktor Internal
Faktor internal yang mempengaruhi belajar efektif diantaranya:
a) Kecerdasan (Intellegent Quotient)
b) Bakat (Attitude)
c) Minat (Interest)
d) Motivasi (Motivation)
e) Rasa percaya diri (Self Confident)
f) Stabilitas emosi (Emotional Quotient)
g) Komitmen (Commitment)
h) Kesehatan fisik
2. Faktor Eksternal
Faktor internal yang mempengaruhi belajar efektif diantaranya:
a) Kompetensi guru (pedagogik, sosial, personal, dan
profesional)
b) Kualifikasi guru
c) Sarana pendukung
d) Kualitas teman sejawat
e) Atmosfer (suasana) belajar
f) Kepemimpinan kelas
g) Biaya
Mengajar adalah membimbing siswa agar mengalami proses belajar.
Dalam belajar, siswa menghendaki hasil belajar yang efektif bagi dirinya.
Untuk tuntutan itu guru harus bisa menempatkan dirinya sebagai fasilitator
untuk siswa, maka ketika guru mengajar, guru juga harus mengajar dengan
efektif. Mengajar yang efektif adalah mengajar yang dapat membawa
18
belajar siswa yang efektif pula. Belajar yang dimaksud adalah suatu aktifitas
mencari, menemukan, dan melihat pokok masalah.
Menurut Pophan dan Baker yang dikutip oleh Suyanto dan Asep
Jihad pada hakikatnya proses pembelajaran yang efektif terjadi jika guru
dapat mengubah kemampuan dan persepsi siswa dari yang sulit
mempelajari sesuatu menjadi mudah mempelajarinya. Lebih jauh mereka
menjelaskan bahwa proses belajar mengajar yang efektif sangat bergantung
pada pemilihan dan penggunaan metode pembelajaran.8
Menurut Sadiman yang dikutip oleh Trianto Ibnu Badar, keefektivan
pembelajaran adalah hasil guna yang diperoleh setelah pelaksanaan proses
belajar mengajar. Menurut Tim Pembina Mata Kuliah Didaktik Metodik
Kurukulum IKIP Surabaya, bahwa efisiensi dan kefektivan mengajar dalam
proses interaksi belajar yang yang baik adalah segala daya upaya guru untuk
membantu para siswa agar bisa belajar dengan baik. Untuk mengetahui
kefektivan mengajar, dengan memberikan tes, sebab hasil tes dapat dipakai
untuk mengevaluasi berbagai proses pembelajaran.9
Proses pembelajaran pada hakikatnya adalah proses yang
menantang siswa untuk mengembangkan kemampuan rasa dan rasio secara
seimbang, yakni merangsang kerja rasa dan otaknya secara maksimal.
Keseimbangan antara rasa dan rasio akan membawa siswa sebagai insan
yang paripurna. Kemampuan tersebut dapat ditumbuhkan dengan cara
mengembangkan rasa ingin tahu melalui berbagai kegiatan model
mencoba-coba, berpikir secara intuitif atau bereksplorasi, apapun yang
diberikan oleh guru dapat merangsang siswa untuk berpikir (learning how
to learn) dan melakukan (how to do)10
Pembelajaran yang merangsang dan juga dapat membangkitkan
pembelajaran yang efektif ditandai oleh sifatnya yang menekankan pada
8 Suyanto dan Asep Jihad, Menjadi Guru yang Profesional, (Jakarta: Erlangga, 2013), hal.101 9 Trianto Ibnu Badar al-Tabany, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif, Progresif, dan
Kontekstual, (Jakarta: PT Kharisma Putra Utama, 2015), hal.33 10 Warni Tuni Sumar dan Intan Abdul Razak, Strategi Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum
Berbasis Softskill (Yogyakarta: Deep Publish, 2016) hal. 83
19
pemberdayaan siswa secara aktif pembelajaran dan juga bukan sekedar
menekankan pada penguasaan pengetahuan tentang apa yang diajarkan
sehingga tertanam dan berfungsi sebagai muatan konsep murni yang dapat
dihayati serta dipraktekkan dalam kehidupan siswa. Pembelajaran efektif
dapat melatih dan menanamkan sikap demokratis bagi siswa dan
menekankan pada bagaimana siswa mampu belajar melalui kreativitas guru
dalam pembelajaran di kelas menjadi sebuah aktivitas yang menyenangkan,
perwujudan pembelajaran aktif dapat memberikan kecakapan hidup soft
skill dan hard skill kepada siswa.11
Menurut Soemosasmito dalam buku Mendesain Model
Pembelajaran Inovatif, Progresif, dan Kontekstual yang ditulis oleh
Trianto Ibnu Badar al-Tabany menyatakan suatu pembelajaran dikatakan
efektif apabila memenuhi persyaratan utama keefektifan pengajaran, yaitu:
a. Presentasi waktu belajar siswa yang tinggi dicurahkan terhadap
Kegiatan Belajar Mengajar (KBM);
b. Rata-rata perilaku melaksanakan tugas yang tinggi di antara siswa;
c. Ketetapan antara kandungan materi ajaran dengan kemampuan siswa
(orientasi keberhasilan belajar) diutamakan; dan
Mengembangkan suasana belajar yang akrab dan positif
mengembangkan struktur kelas yang mendukung butir b, tanpa
mengabaikan butir d.12
2. Pengertian Sistem Pembelajaran
Istilah sistem merupakan istilah dari bahasa Yunani yaitu “System”
yang artinya adalah himpunan, bagian, atau unsur yang saling berhubungan
secara teratur untuk mencapai tujuan bersama. Sedangkan menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sendiri kata sistem berarti perarngkat
unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu
totalitas.
11 Warni Tuni Sumar dan Intan Abdul Razak, Strategi Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum
Berbasis Softskill (Yogyakarta: Deep Publish, 2016) hal. 84 12 Trianto Ibnu Badar al-Tabany, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif, Progresif, dan
Kontekstual, (Jakarta: PT Kharisma Putra Utama, 2015) h.33
20
Sistem menurut L. James Havery adalah prosedur logis dan rasional
untuk merancang suatu rangkaian komponen yang berhubungan satu
dengan yang lainnya dengan maksud untuk berfungsi sebagai suatu
kesatuan dalam usaha mencapai suatu tujuan yang telah ditentukan.
Sistem menurut Jonhn Mc. Manama adalah sebuah struktur
konseptual yang tersusun dari fungsi-fungsi yang saling berhubungan yang
bekerja sebagai suatu kesatuan organik untuk mencapai suatu hasil yang
diinginkan secara efektif dan efisien.
Sedangkan menurut Oemar Hamalik mendefinisikan sistem sebagai
seperangkat komponen atau unsur-unsur yang saling berinteraksi untuk
mencapai suatu tujuan tertentu. Selain itu, sistem juga didefinisikan sebagai
suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks atau terorganisir13.
Dari beberapa pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa
pengertian sistem adalah satu kesatuan komponen yang satu sama lain
saling berhubungan untuk mencapai tujuan tertentu dengan efektif dan
efisien.
Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-
unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang
saling mempengaruhi dalam mencapai tujuan pembelajaran. Manusia yang
terlibat dalam sistem pembelajaran sendiri terdiri dari siswa, guru, dan
tenaga kependidikan lainnya, misalnya tenaga laboratorium14. Rumusan
tersebut tidak terbatas dalam ruang saja. Sistem pembelajaran dapat
dilaksanakan dengan cara membaca buku, belajar di kelas atau sekolah,
karena diwarnai oleh organisasi dan interaksi antara berbagai komponen
yang saling berkaitan, untuk membelajarkan peserta didik15.
Sedangkan komponen merupakan bagian dari sistem yang memiliki
peran dalam keseluruhan berlangsungnya suatu proses untuk mencapai
suatu tujuan sistem. Jadi dapat disimpulkan bahwa komponen
13 Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran (Jakarta: Bumi Aksara, 2014) hal. 55 14 Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran (Jakarta: Bumi Aksara, 2014) hal. 57 15 Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran (Jakarta: Bumi Aksara, 2014) hal. 57
21
pembelajaran merupakan bagian-bagian dari sistem proses pendidikan
yang menentukan berhasil atau tidaknya proses pendidikan.
Menurut Oemar Hamalik dalam bukunya yang berjudul Proses
Belajar Mengajar menyebutkan dan menjelaskan bahwa ada tujuh
komponen dalam pembelajaran di mana satu dengan yang lainnya saling
terintegrasi, yakni; (1) tujuan pendidikan dan pembelajaran, (2) peserta
didik atau siswa, (3) tenaga pendidikan khususnya guru, (4) perencanaan
pembelajaran sebagai segmen kurikulum, (5) strategi pembelajaran, (6)
media pembelajaran, dan (7) evaluasi pembelajaran.16
Berdasarkan komponen pembelajaran yang diungkapkan oleh
Oemar Hamalik tersebut maka dapat dijelaskan bahwa komponen
pembelajaran tersebut meliputi komponen tujuan, siswa, guru, materi
pelajaran, metode pembelajaran, media pembelajaran, dan evaluasi
pembelajaran. Berikut ini akan dibahas masing-masing komponen
pembelajaran tersebut:17
a) Tujuan Pendidikan dan Pembelajaran
Tujuan adalah cita-cita yang ingin dicapai dari pelaksanaan
suatu kegiatan. Tidak ada satu pun suatu kegiatan yang dibuat
programnya atau diprogramkan tanpa adanya tujuan. Karena hal
itu adalah suatu hal yang tidak memiliki kepastian dalam
menentukan ke arah mana kegiatan itu akan dibawa. Sebagai
suatu unsur penting dalam suatu kegiatan, maka dalam kegiatan
apapun tujuan tidak bisa diabaikan. Demikin juga hal nya dalam
kegiatan belajar mengajar, tujuan adalah suatu cita-cita yang
ingin dicapai dalam kegiatannya.
Tujuan merupakan komponen yang dapat mempengaruhi
komponen pembelajaran lainnya seperti: bahan pembelajaran,
kegiatan belajar mengajar, pemilihan metode, alat, sumber, dan
evaluasi. Semua komponen itu harus bersesuaian dan
16 Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar (Jakarta: Bumi Aksara, 2017) hal. 77 17 Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar (Jakarta: Bumi Aksara, 2017) hal. 79
22
didayagunakan untuk mencapai tujuan seefektif dan efisien
mungkin. Apabila salah satu komponen tidak sesuai dengan
tujuan, maka pelaksanaan kegiatan belajar mengajar tidak akan
dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan.18
Tujuan memiliki nilai yang sangat penting di dalam proses
pembelajaran. Bahkan barangkali dapat dikatakan bahwa tujuan
pembelajaran merupakan faktor yang terpenting dalam kegiatan
dan proses belajar mengajar. Nilai-nilai tujuan dalam
pembelajaran diantaranya adalah sebagai berikut:19
1) Tujuan pendidikan mengarahkan dan membimbing
kegiatan pendidik dan peserta didik dalam proses
pembelajaran
2) Tujuan pendidikan memberikan motivasi kepada
pendidik dan peserta didik
3) Tujuan pendidikan memberikan pedoman dan petunjuk
kepada pendidik dalam rangka memilih dan menentukan
metode mengajar atau menyediakan lingkungan belajar
bagi para peserta didik
4) Tujuan pendidikan penting maknanya dalam rangka
memilih dan menentukan alat peraga pendidikan yang
akan digunakan, dan
5) Tujuan pendidikan penting dalam menentukan
alat/teknik penilaian pendidik terhadap hasil belajar
peserta didik.
Ada beberapa macam-macam tujuan pendidikan menurut M.
J. Langeveld, yaitu:20
1) Tujuan umum
18 Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2017) hal. 80 19 Dimyati, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009) hal. 120 20 Siswoyo, Ilmu Pendidikan (Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta Press, 2007) h. 79
23
Tujuan umum adalah tujuan paling akhir dan
merupakan keseluruhan/kebulatan tujuan yang ingin
dicapai oleh pendidikan. Bagi Langeveld tujuan umum
atau tujuan akhir, akhirnya adalah kedewasaan, yang
salah satu cirinya adalah tetap hidup dengan pribadi
mandiri. Dan menurut Hoogveld (soekarlan 1969:29)
mendidik itu berarti membantu manusia agar mampu
menunaikan tugas hidupnya secara berdiri sendiri.
2) Tujuan khusus
Tujuan khusus adalah pengkhususan tujuan umum
atas dasar berbagai hal. Misalnya usia, jenis kelamin,
intelegensi, bakat, minat, lingkungan, sosial budaya,
tahap-tahap perkembangan, tuntutan persyaratan
pekerajaan dan sebagainya.
3) Tujuan tak lengkap
Tujuan tak lengkap adalah tujuan yang hanya
menyangkut sebagian aspek kehidupan manusia.
Misalnya aspek psikologis, biologis, sosiologis saja.
Salah satu aspek psikologi misalnya hanya
mengembangkan emosi dan pikiran saja.
4) Tujuan sementara
Tujuan sementara adalah tujuan yang hanya
dimaksud untuk sementara saja, sedangkan kalau tujuan
sementara itu sudah dicapai maka ditinggalkan dan
diganti dengan tujuan lain. Misalnya: orang tua ingin
agar anaknya berenti merokok, dengan dikurangi uang
sakunya. Kalau sudah tidak merorok, lalu ditinggalkan
dan diganti dengan tujuan lain misalnya agar tidak suka
begadang.
5) Tujuan intermedier
24
Tujuan intermedier yaitu tujuan perantara bagi tujuan
lainnya yang pokok. Misalnya: anak yang dibiasakan
untuk menyapu halaman, maksudnya agar klak ia
mempunyai rasa tanggung jawab. Membiasakan
mmbagi-bagi tugas pada anak satu dngan lainnya juga
berarti melatih tanggung jawab dengan maksud agar
kelak mereka memiliki rasa tanggung jawab.
6) Tujuan insidental
Tujuan insidental yaitu tujuan yang dicapai pada
saat-saat tertentu, seketika atau spontan. Misalnya:
pendidik menegur anak yang bermain kasar ketika
bermain sepak bola. Selain itu, orang tua yang menegur
anaknya untuk duduk dengan sopan.
Dalam bukunya, Djamarah21 mengatakan bahwa suatu tujuan
pengajaran adalah deskripsi tentang penampilan perilaku
(performance) peserta didik-peserta didik yang kita harapkan
setelah mereka mempelajari bahan pelajaran yang kita ajarkan.
Suatu tujuan pengajaran mengatakan suatu hasil yang kita
harapkan dari pengajaran itu dan bukan sekedar suatu proses dari
pengajaran itu sendiri. Akhirnya, pendidik tidak bisa
mengabaikan masalah perumusan tujuan bila ingin
memprogamkan pengajaran.
b) Peserta Didik atau Siswa
Dalam pandangan psikologi moderen, anak adalah suatu
organisme yang hidup, yang mereaksi, berbuat, dan sebagainya.
Organisme yang hidup memiliki sesuatu kebutuhan, minat,
kemampuan intelek, dan masalah-masalah tertentu. Ia tidak
tinggal diam, melainkan bersifat aktif. Ia bersifat unik, memiliki
21 Djamarah dan Syaiful Bahri, Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: Rineka Cipta, 2010) h. 41-43
25
bakat dan kematanganberkat adanya pengaruh-pengaruh dari luar
lainnya.22
Siswa merupakan komponen pembelajaran yang terpenting,
karena komponen siswa sebagai pelaku belajar dalam proses
pembelajaran. Aspek penting dari komponen siswa yang harus
diperhatikan dalam pembelajaran adalah karakteristiknya. Siswa
adalah individu yang unik dan memiliki sifat individu yang
berbeda antara siswa satu dengan yang lain. Dalam satu kelas
tidak ada siswa yang memiliki karakteristik sama persis, baik
kecerdasan, emosi, kebiasaan belajar, kecepatan belajar, dan
sebagainya
Hal ini menghendaki pembelajaran yang lebih berorientasi
pada siswa (student centred), yaitu pembelajaran yang dirancang
dan dilaksanakan berdasarkan karakteristik siswa secara
individual. Misalnya, pembelajaran yang menyediakan bahan
pembelajaran yang bersifat alternative dan bervariasi, sehingga
siswa dapat memilih bahan pembelajaran yang sesuai dengan
karakteristik (minat dan bakat) yang dimiliki. Di samping itu
siswa memiliki tipe belajar yang berbeda, ada yang bertipe visual,
auditif, audio-visualistis, dan sebagainya. Berdasarkan tipe
belajar siswa ini, maka dalam pembelajaran guru seharusnya
menyiapkan/menyediakan bahan pembelajaran yang bersifat
alternative dan variatif untuk melayani perbedaan tipe belajar
siswa tersebut.
c) Pendidik atau Guru
Guru merupakan komponen pembelajaran yang berperan
sebagai pelaksana dan penggerak kegiatan pembelajaran. Agar
kegiatan pembelajaran berlangsung dan berhasil dengan sukses,
22 Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar (Jakarta: Bumi Aksara, 2017) h. 101
26
maka guru harus merancang pembelajaran secara baik, dalam arti
dengan mempertimbangkan tujuan pembelajaran yang akan
dicapai, karakteristik siswa, guru merumuskan tujuan,
menetapkan materi, memilih metode dan media, dan evaluasi
pembelajaan yang tepat dalam rancangan pembelajarannya.
Dalam pelaksanaan pembelajaran guru harus berperan
ganda, dalam arti guru tidak hanya sebagai pengajar
(informatory) saja, akan tetapi harus mampu menjadi
programmer pembelajaran, motivator belajar, fasilitator
pembelajaran, organisator, konduktor, aktor, dan peran-peran lain
yang dibutuhkan oleh siswa dalam pembelajaran.23 Meskipun
guru bukan satu-satunya sumber belajar, tetapi tugas, peranan dan
fungsi guru dalam pembelajaran sangatlah penting dan berperan
sentral. Karena gurulah yang harus menyiapkan program
pembelajaran, bahan pembelajaran, sarana pembelajaran dan
evaluasi pembelajaran bagi para siswanya.
Profesi guru sebagai pelimpahan dari tugas orang tua yang
tidak mampu lagi memberikan pengetahuan, keterampilan dan
sikap-sikap tertentu kepada anak. Apalagi dengan
berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, perkembangan
masyarakat dan budaya pada umumnya, maka berkembang pula
tugas dan peranan guru. Louhran24 mengemukakan “As teacher
gain proficiency in the basic knowledge and skills of teaching,
the more an understanding of the relationship between teaching
and learning may influence practice, and the more deliberately a
teacher considers his or her actions the more difficult it is to be
sure that there is one right approach to teaching or teaching
about teaching”. Guru sebagai salah satu sumber belajar memang
23 Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar (Jakarta: Bumi Aksara, 2017) h. 117 24 Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar (Jakarta: Bumi Aksara, 2017) h. 120
27
dapat berperan banyak, seperti tersebut pada alinea di atas. Dalam
kaitan dengan peran tersebut guru sudah semestinya dapat
menyiapkan sumber-sumber belajar lain yang dibutuhkan siswa
dalam rangka menguasai materi pembelajaran yang ditargetkan
dalam kurikulum.
d) Materi Pembelajaran
Bahan pelajaran adalah substansi yang akan disampaikan
dalam proses belajar mengajar. Tanpa bahan pelajaran proses
belajar mengajar tidak akan berjalan. Karena itu, pendidik yang
akan mengajar pasti memiliki dan menguasai bahan pelajaran
yang akan disampaikannya pada anak didik. Ada dua persoalan
dalam penguasaan bahan pelajaran ini, yakni penguasaan
bahan pelajaran pokok dan bahan pelajaran pelengkap. Bahan
pelajaran pokok adalah bahan pelajaran yang menyangkut bidang
studi yang dipegang pendidik sesuai dengan profesinya (disiplin
keilmuannya). Sedangkan bahan pelajaran pelengkap atau
penunjang adalah bahan pelajaran yang dapat membuka wawasan
seorang pendidik agar dalam mengajar dapat menunjang
penyampaian bahan pelajaran pokok. Bahan penunjang ini
biasanya bahan yang terlepas dari disiplin keilmuan pendidik,
tetapi dapat digunakan sebagai penunjang dalam penyampaian
bahan pelajaran pokok. Pemakaian bahan pelajaran penunjang ini
harus disesuaikan dengan bahan pelajaran pokok yang dipegang
agar dapat memberikan motivasi kepada sebagian besar atau
semua anak didik.
Bahan pelajaran merupakan unsur inti yang ada di dalam
kegiatan belajar mengajar, karena memang bahan pelajaran itulah
yang diupayakan untuk dikuasai olek anak didik. Karena itu,
pendidik khususnya atau pengembang kurikulum umumnya,
tidak boleh lupa harus memikirkan sejauh mana bahan-bahan
28
yang topiknya tertera dalam silabus berkaitan dengan kebutuhan
anak didik pada usia tertentu dan dalam lingkungan tertentu pula.
Minat anak didik akan bangkit bila suatu bahan diajarkan sesuai
dengan kebutuhan anak didik. Maslow berkeyakinan bahwa
minat seseorang akan muncul bila sesuatu itu terkait dengan
kebutuhannya (Djamarah, 2010: 44). Jadi, bahan pelajaran yang
sesuai dengan kebutuhan anak didik akan memotivasi anak didik
dalam jangka waktu tertentu. Dengan demikian, bahan pelajaran
merupakan komponen yang tidak bisa diabaikan dalam
pengajaran, sebab bahan adalah inti dalam proses beajar mengajar
yang akan disampaikan kepada anak didik.
e) Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran adalah komponen cara pembelajaran
yang harus dilakukan oleh guru dalam menyampaikan
pesan/materi pembelajaran agar mencapai tujuan pembelajaran.
Berbagai metode pembelajaran dapat digunakan oleh guru, baik
metode ceramah, tanya-jawab, diskusi, demonstrasi, eksperimen,
pemberian tugas, inkuiry, problem solving, kerja kelompok,
karyawisata, resitasi dan sebagainya25. Metode pembelajaran
berperan sebagai cara dan prosedur dari kegiatan pembelajaran.
Setiap metode mengajar selalu memberikan langkah-langkah
kegiatan pembelajaran yang harus dilakukan oleh guru.
Metode pembelajaran harus sesuai dengan tujuan, materi
pelajaran, karakteristik siswa, dan ketersediaan fasilitas
pendukungnya, dan ketersediaan waktu. Pertimbangan yang
terpenting dalam memilih metode pembelajaran adalah metode
harus mampu mengaktifkan siswa, dalam arti megaktifkan mental
emosional siswa dalam proses pembelajaran. Karena
25 Asis Saefuddin, Pembelajaran Efektif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2016) h. 33
29
pembelajaran yang membelajarkan adalah pembelajaran yang
mengaktifkan factor internal siswa (mental emosional) dalam
belajar.
Metode pembelajaran dapat dikelompokkan dalam tiga
kelompok, yaitu kelompok metode yang bersifat monologis,
dialogis dan kreatif.26 Kelompok pertama adalah metode-metode
yang bersifat monologis, yaitu metode-metode pembelajaran
yang lebih menekankan aktivitas guru dalam pembelajaran atau
metode satu arah (one way communication), dan guru pemegang
peranan utama, sedangkan siswa bersifat pasif (mendengar dan
memperhatikan). Kelompok kedua adalah metode- metode yang
bersifat dialogis, yaitu metode-metode pembelajaran yang
menekankan komunikasi/interaksi dua arah (two way
communication), di mana aktivitas guru dan siswa seimbang
(sama-sama aktif). Sedang kelompok ketiga adalah metode-
metode yang bersifat kreatif, yaitu metode-metode pembelajaran
yang lebih menekankan aktivitas siswa. Metode-metode
kelompok ketiga ini dimaksudkan agar sifat kreatif siswa
terbentuk, sementara guru berperan sebagai fasilitator dan
organisator pembelajaran.
f) Media Pembelajaran
Pembelajaran pada hakekatnya merupakan aktivitas
komunikasi antara guru dengan siswa, meskipun tidak semua
pembelajaran melalui komunikasi/interaksi dengan guru (lihat
pola-pola pembelajaran). Dari pola-pola pembelajaran dapat
diketahui bahwa pada dasarnya ada dua bentuk pembelajaran
yang sering dilakukan, yaitu pembelajaran tatap muka dan
pembelajaran sistem jarak jauh atau pembelajaran dengan
26 Asis Saefuddin, Pembelajaran Efektif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2016) h. 11
30
media/bahan pembelajaran. Dalam aktivitas pembelajaran tatap
muka, kehadiran guru merupakan syarat mutlak yang tidak dapat
diabaikan, karena guru merupakan komponen penting dalam
aktivitas pembelajaran.
Guru memiliki banyak peran dalam pembelajaran tatap
muka, termasuk diantaranya guru sebagai informatory harus
berusaha menginformasikan materi/pesan pembelajaran secara
jelas dan mudah diterima oleh siswa. Ini berarti guru harus
menyiapkan bahan pembelajaran seperti alat peraga dan media
pembelajaran yang dapat membantunya dalam menyajikan pesan
pembelajaran dengan media (alat perantara penyampaian pesan)
ini pembelajaran menjadi efektif dan efisien.
Beberapa fungsi dari media pembelajaran dalam proses
komunikasi pembelajaran diantaranya sebagai berikut:
1) Berperan sebagai komponen yang membantu
mempermudah/memperjelas materi atau pesan
pembelajaran dalam proses pembelajaran,
2) Membuat pembelajaran menjadi lebih menarik
3) Membuat pembelajaran lebih realistis/objektif
4) Menjagkau sasaran yang luas
5) Mengatasi keterbatasan jarak dan waktu, karena dapat
menampilkan pesan yang berada di luar ruang kelas dan
dapat menampilkan informasi yang terjadi pada masa
lalu, mungkin juga masa yang akan datang
6) Mangatasi informasi yang bersifat membahayakan,
gerakan rumit, objek yang sangat besar dan sangat kecil,
semua dapat disajikan menggunakan media yang telah
dimodifikasi
7) Menghilangkan verbalisme yang hanya bersifat kata-
kata
31
Dalam pembelajaran jarak jauh, media pembelajaran dapat
diujudkan dalam bentuk bahan pembelajaran yang
dipersiapkan/didesain untuk belajar mandiri, seperti: modul
(bahan ajar cetak), radio/audio pembelajaran, televisi
pembelajaran, CD / video pembelajaran, dan e-learning lewat
web-based/internet. Khusus media sebagai bahan pembelajaran,
dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu bahan
pembelajaran yang didesain dengan tidak menggunakan
komponen pembelajaran lengkap dan dengan menggunakan
komponen pembelajaran lengkap. Menurut Edgar Dale dalam
Kerucut Pengalaman (the cone of experience) nya
mengklasifikasikan media pembelajaran dalam beberapa macam,
dari yang paling konkrit sampai yang paling abstrak sebagai
berikut:
1) Media pembelajaran dalam bentuk pengalaman
langsung
2) Media pembelajaran dalam bentuk pengalaman atau
tiruan
3) Media pembelajaran dalam bentuk pengalaman yang
didramatisasikan
4) Media pembelajaran dalam bentuk pengalaman yang
didemonstrasikan
5) Media pembelajaran dalam karya wisata
6) Media pembelajaran melalui pameran
7) Media pembelajaran audio-visual
g) Evaluasi Pembelajaran
Evaluasi pembelajaran merupakan komponen yang berperan
untuk menetapkan keberhasilan dan kegagalan aktivitas
32
pembelajaran. Menurut Eric Jensen27, proses evaluasi harus
dilakukan setiap hari selama tahun sekolah. Ada tiga bentuk
evaluasi dalam pembelajaran. Pertama, evaluasi program
pembelajaran yaitu evaluasi yang dilakukan untuk mengetahui
seberapa kualitas program pembelajaran yang telah dirancang dan
dilaksanakan. Dari evaluasi program inilah akan diketahui
komponen pembelajaran mana yang perlu mendapat perhatian
khusus karena tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Jadi
dengan evaluasi program pembelajaran akan diperoleh tiga
kemungkinan rekomendasi, yaitu: program pembelajaran tidak
baik dan tidak boleh digunakan/dilaksanakan, program
pembelajaran dapat digunakan/dilaksanakan tapi harus direvisi
terlebih dahulu, dan program pembelajaran yang baik dan
siap/dapat digunakan/dilaksanakan.
Kedua, evaluasi proses pembelajaran yaitu, evaluasi yang
dirancang untuk mengamati proses pembelajaran sedang
berlangsung. Artinya, dengan evaluasi proses dapat diketahui
bagaimana aktivitas siswa selama pembelajaran, aktivitas guru
selama pembelajaran berlangsung, bagaimana keterampilan guru
dalam membuka sampai dengan menutup pembelajaran.
Ketiga, evaluasi hasil belajar, yaitu evaluasi yang dirancang
untuk mengetahui hasil pembelajaran dalam bentuk hasil/prestasi
belajar siswa. Hasil belajar akan nampak pada tingkat penguasaan
siswa terhadap kompetensi dan pengalaman belajar yang
dipelajari selama proses pembelajaran. Dengan evaluasi hasil
belajar dapat ditetapkan boleh/tidaknya siswa melanjutkan
belajar ke tingkat pembelajaran selanjutnya atau harus
mengulang. Jadi dari komponen evaluasi pembelajaran dapat
diperoleh suatu rekomendasi/kebijakan/keputusan pembelajaran.
27 Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar (Jakarta: Bumi Aksara, 2017) h. 145
33
Baik kebijakan tentang program pembelajaran, proses
pembelajaran, maupun hasil pembelajaran.
Memang ketiga bentuk evaluasi ini tidak dapat dipisahkan,
karena satu sama lain saling berkaitan. Contoh, dari evaluasi hasil
belajar, dapat dilacak kualitas program pembelajaran dan proses
pembelajarannya. Dari evaluasi program, dapat diprediksi
bagaimana proses dan hasil pembelajaran. Dan dari evaluasi
proses dapat dilacak kualitas program pembelajaran, dan
diprediksi hasil pembelajarannya
B. Konsep Dasar Tahfidzul Qur’an
1. Menghafal Al-Qur’an
Kata tahfidz berasal dari bahasa Arab yang artinya memelihara,
menjaga, dan menghafal.28 Pengertian tahfidz secara etimologi yaitu berarti
lawan kata dari lupa, yaitu selalu ingat dan sedikit lupa. Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI) disebutkan bahwa kata hafal berarti telah
masuk dalam ingatan (tentang pelajaran) dan dapat mengucapkan kembali
diluar kepala atau tanpa melihat buku.29
Sedangakan menurut Aziz Abdul Rauf30 dalam bukunya menjelaskan
bahwa definisi menghafal adalah proses mengulang sesuatu baik dengan
membaca ataupun mendengar. Hal ini pula yang disesuaikan bahwa segala
sesuatu pekerjaan yang dilakukan secara berulang-ulang akan menjadi hafal.
Jadi dapat kita simpulkan bahwa kata menghafal berarti berusaha
meresapkan sesuatu kedalam pikiran agar selalu diingat.
Menghafal merupakan suatu aktivitas menanamkan suatu materi
verbal alam ingatan, sehingga nantinya akan dapat diproduksikan (diingat)
kembali secara harfiah sesuai dengan materi yang asli danmenyimpan
28 Mahmud Yunus, Kamus Arab – Indonesia, (Jakarta: Hidakarya Agung, 2005) h. 105 29 Lihat https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/hafal Diakses pada 16 Juli 2018, pada pukul 10.23 WIB 30 Aziz Abdul Rauf, Kiat Sukses Menjadi Hafidz Qur’an, (Yogyakarta, Ypgyakarta Press, 1999) h.
86
34
kesan-kesan yang nantinya suatu waktu jika diperlukan maka akan mudah
untuk diingat kembali melalui alam bawah sadar.31
Al-Qur’an adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad dengan lafaz dan maknanya yang membacanya dijadikan
sebagai ibadah dan membuat umat manusia tidak mampu menandingi satu
surah yang terpendek sekalipun daripadanya. Allah telah memasukkan
segala sesuatu didalam Al-Qur’an sehingga didalamnya membahas dan
mengandung hukum, syariat, kisah-kisah, tamsil (perumpamaan), hikmah,
nasihat, dan pandangan-pandangan yang benar tentang alam semesta,
kehidupan, dan manusia.
Tiada bacaan seperti Al-Qur’an yang diatur tatacara membacanya,
mana yang diendekkan, dipanjangkan, dipertebal atau diperhalus
ucapannya, dimana tempat terlarang atau boleh, atau harus memulai dan
berhenti, bahkan diatur lagu dan iramanya, sampai kepada etika
membacanya.32
Menghafal Al-Qur’an adalah suatu proses mengingat di mana
seluruh materi ayat (rincian bagian-bagiannya seperti fonetik, waqaf, dan
lain-lain) harus diingat secara sempurna. Karena itu, seluruh proses
pengingatan terhadap ayat dan bagian-bagiannya itu mulai dari proses awal
hingga pengingatan kembali (recalling) harus tepat. Keliru dalam
memasukkan atau menyimpannya akan keliru pula dalam mengingatnya
kembali, atau bahkan sulit ditemukan dalam memori.33
Seorang ahli psikolog ternama, Atkinson, menyatakan bahwa para
ahli psikologi menganggap penting membuat perbedaan dasar mengenai
ingatan. pertama, mengenai tiga tahapan, yaitu encoding (memasukkan
informasi ke dalam ingatan), storage (menyimpan informasi yang telah
dimasukkan), dan retrieval (mengingat kembali informasi tersebut). Kedua,
31 Zakiyah Drajat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007) h. 89 32 M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1997) cet. 6, hal. 3 33 Sa’dulloh, 9 Cara Praktis Menghafal Al-Qur’an (Jakarta: Budi Permadi, 2008) h.45
35
mengenai dua jenis ingatan, yaitu short term memory (ingatan jangka
pendek), dan long term memory (ingatan jangka panjang).34
Di antara karakteristik Al-Quran adalah ia merupakan kitab suci
yang mudah untuk dihafal, diingat, dan dipahami Allah swt. Berfirman:
كر دكرولقد يسرنا ٱلقرءان للذ فهل من م
"Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Qur’an untuk
pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?" (al-
Qamar: 17)
Ayat-ayat Al-Qur’an mengandung keindahan dan kemudahan untuk
dihafal bagi mereka yang ingin menghafalnya dan menyimpannya di dalam
hati. Kita melihat ribuan, bahkan puluhan ribu kaum muslimin yang
menghafal Al-Qur’an dan mayoritas dari mereka adalah anak-anak yang
belum menginjak usia baligh. Dalam usia yang masih belia itu, mereka tidak
mengetahui nilai kitab suci. Namun, penghafal Al-Qur’an yang terbanyak
adalah dari golongan usia mereka.35
Tidak ada batasan tentang umur bagi seorang yang akan menghafal
Al-Qur’an. Sebab pada waktu al-Qur’an diturunkan pertama kali, banyak
sahabat Nabi yang baru memulai menghafalkannya setelah mereka dewasa
dan bahkan sudah lebih dari 40 tahun. Namun demikian, dalam dunia
keilmuan, yang paling baik untuk memulaimenghafalkan Al-Quran dimulai
sejak umur 5-7 tahun sampai umur 23 tahun.36
Tidak ada di dunia ini, suatu kitab yang dihafal oleh puluhan ribu
orang di dalam hati mereka, kecuali hanya Al-Qur’an yang telah
dimudahkan oleh Allah SWT untuk diingat dan dihafal.37 Maka, tidak aneh
jika kita menemukan banyak orang, baik itu lelaki maupun wanita, yang
menghafal Al-Qur’an dalam hatinya. Ia juga dihafal oleh anak-anak kecil
34 Sa’dulloh, 9 Cara Praktis Menghafal Al-Qur’an (Jakarta: Budi Permadi, 2008) h.46 35 Yusuf Qardhawi, Berinteraksi dengan Al-Qur’an, (Jakarta: Gema Insani Press, 1999) h.187 36 M. Mas’udi Fathurrahman, Cara Mudah Menghafal Al-Qur’an dalam Satu Tahun (Yogyakarta:
Elmatera, 2012) h.18-19 37 Yusuf Mansur, Dahsyatnya Membaca & Menghafal Al-Qur’an (Jakarta: Zikrul Hakim, 2017 cet.
2) hal. 159
36
~
kaum muslimin, dan mereka tidak melewti satu huruf pun dari Al-Qur’an.
Demikian pula yang dilakukan oleh banyak orang non-arab, mereka tidak
melewati satu huruf pun dari Al-Qur’an. Mereka menghafalkan Al-Qur’an
semata-mata hanya untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah,
meskipun mereka tidak memahami apa yang dibaca dan dihafalnya karena
Al-Qur’an terbukan dalam bahasanya.
Orang-orang tua kita yang terdahulu telah mengetahui keutamaan
Al-Qur’an, maka mereka berkonsentrasi mempelajari dan membacanya di
waktu siang dan malam hari, dan mengajarkan anak-anak mereka
menghafal Al-Qur’an sejak usia dini agar lidah mereka fasih membaca Al-
Qur’an dan agar mereka bisa mengetahui dalil-dalil akidah, pokok-pokok
syariah, prinsip-prinsip akhlak yang bersumber dari Al-Qur’an.
Tujuan pendidikan Tahfidzul Qur’an adalah untuk membina dan
mengembangkan serta meningkatkan para penghafal Al-Qur’an, baik secara
kualitas maupun kuantitasnya dan mencetak kader muslim yang hafal,
memahami, dan memaknai isi dari Al-Qur’an serta memiliki kemampuan
pengetahuan yang luas dan berakhlaqul karimah.
Penjagaan Allah kepada Al-Qur’an bukan berarti Allah menjaga
secara langsung fase-fase penulisannya, tapi Allah melibatkan para hamba-
Nya untuk ikut menjaga Al-Qur’an. Sebagian ahli tafsir mengatakan bahwa
adanya unsur keterlibatan selain Allah dalam menjaga Al-Qur’an, dilihat
dari pemakaian kata yang berbentuk Dhamir Jamak, artinya "Kita", yaitu
aku dan selain aku. Keterlibatan unsur selain Allah, mempunyai pengertian
bahwa Allah telah memberikan anugerah kepada sebagian hamba-
hambaNya untuk terlibat dalam menjaga Kitab Suci-Nya, seperti para
penghafal Al-Qur’an, para ahli Qiraat, penafsir al-Qur’an dan pemerhati
Al-Qur’an lainnya.38
2. Keutamaan dan Manfaat Menghafal Al-Qur’an
38 M. Mas’udi Fathurrahman, Cara Mudah Menghafal Al-Qur’an dalam Satu Tahun (Yogyakarta:
Elmatera, 2012) h.7
37
Banyak hadits Rasulullah saw. yang mendorong untuk menghafal
Al-Qur’an atau membacanya di luar kepala, sehingga hati seorang individu
muslim tidak kosong dari sesuatu bagian dari kitab Allah swt Seperti dalam
hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas secara marfu', "Orang yang tidak
mempunyai hafalan Al-Qur’an sedikit pun adalah seperti rumah kumuh
yang mau runtuh." Dan Rasulullah saw. memberikan penghormatan kepada
orang-orang yang mempunyai keahlian dalam membaca Al-Qur'an dan
menghafalnya, memberitahukan kedudukan mereka, dan mengedepankan
mereka dibandingkan orang lain.39
Abi Hurairah r.a. mengatakan bahwa Rasulullah saw. mengutus satu
utusan yang terdiri dari beberapa orang. Kemudian Rasulullah saw.
mengecek kemampuan membaca dan hafalan Al-Qur’an mereka. Setiap
laki-laki ditanyakan seberapa banyak hafalan Al-Qur’an mereka kemudian,
yang paling muda ditanya oleh Rasulullah saw., "Berapa banyak Al-Our'an
yang telah engkau hafal, hai Fulan?" Ia menjawab, "Aku telah hafal surat
ini dan surat ini, serta surat al-Baqarah." Rasulullah saw. kembali bertanya,
"Apakah engkau hafal surat al-Baqarah?" Ia menjawab, "Betul." Rasulullah
saw. bersabda, "Pergilah, dan engkau menjadi ketua rombongan itu." Salah
seorang dari kalangan mereka yang terhormat berkata, "Demi Allah, aku
tidak mempelajari dan menghafal surat al-Baqarah semata karena aku takut
tidak dapat menjalankan isinya".40
Banyaknya penghafal Al-Qur 'an di seluruh dunia Islam dari dahulu
hingga sekarang menjadi salah satu penyebab terpeliharanya Al-Qur’an.
Sehingga jika ada kesalahan dalam penulisan Al-Qur’an walau satu huruf
pun bahkan satu titik akan cepat bisa diketahui. Oleh sebab itu, sudah pada
tempatnya jika Allah menempatkan para ahli Al-Qur 'an pada tempat yang
tinggi, karena mereka ikut berperan dalam menjaga kemurnian Al-Qur’an.41
39 Yusuf Qardhawi, Berinteraksi dengan Al-Qur’an, (Jakarta: Gema Insani Press, 1999) h.191 40 Yusuf Qardhawi, Berinteraksi dengan Al-Qur’an, (Jakarta: Gema Insani Press, 1999) h.192 41 M. Mas’udi Fathurrahman, Cara Mudah Menghafal Al-Qur’an dalam Satu Tahun (Yogyakarta:
Elmatera, 2012) h.7
38
Di antara manfaat menghafal Al-Qur’an pada masa kanak-kanak
adalah meluruskan lidah, membaca huruf dengan tepat, dan
mengucapkannya sesuai dengan makhraj hurufnya, sehingga membaca
Al-Qur’an dengan fasih tidak seperti orang awam. Sayangnya, sebagian
pendidik ada yang kurang fasih dalam membaca huruf jim, tidak
mengeluarkan lidah saat membaca huruf tsa, dzal, zha dan lainnya, tidak
menebalkan huruf-huruf izhar yang terkenal dalam kha, shad, dhadh, tha,
zha, ghain, dan qaf, kapan harus menebalkan huruf ra dan kapan
menipiskannya, juga seperti huruf lam dalam kataAllah, dan kapan
ditipiskan. Dengan menghafal Al-Qur’an dan membacanya dengan baik
sejak kecil, membuat lidah kami menjadi lembut.42
3. Etika Penghafal Al-Qur’an
Dalam menghafalkan Al-Qur’an, ada etika-etika yang harus
diperhatikan. Para penghafal Al-Qur’an mernpunyai tugas yang harus
dijalankan, sehingga "Allah mempunyai keluarga dari kalangan manusia.
"Para sahabat bertanya; "la Rasulullah, siapakah. mereka?" Beliau
menjauiab, "Ahli Al-Qur’an. Mereka adalah keluarga Allah SWT dan
orang-orang dekat-Nya.”
a. Selalu Bersama Al-Qur’an
Diantara etika itu adalah selalu bersama Al-Qur’an, sehingga
Al-Qur’an tidak hilang dari ingatannya. Caranya, dengan terus
membacanya melalui hafalan, dengan membaca dari mushaf, atau
mendengarkan pembacaannya dari radio atau kaset rekaman.
b. Berakhlak dengan Akhlak Al-Qur’an
Orang yang menghafal Al-Qur'an hendaklah berakhlak dengan
akhlak Al-Qur’an seperti halnya Nabi Muhammad. Istri Nabi
Muhamad yaitu Siti Aisyah pemah ditanya tentang akhlak Rasulullah
saw., ia menjawab, "Akhlak Nabi saw. adalah Al-Qur’an". Penghafal
42 Yusuf Qardhawi, Berinteraksi dengan Al-Qur’an, (Jakarta: Gema Insani Press, 1999) h. 190
39
Al-Our'an harus menjadi kaca tempat orang dapat melihat akidah Al-
Qur’an, nilai-nilainya, etika-etikanya, dan akhlaknya agar ia membaca
Al-Qur'an dan ayat-ayat itu sesuai dengan perilalrunya. Bukan
sebaliknya, ia membaca Al-Qur’an namun ayat-ayat Al-Qur'an
melalrnatnya.
c. Ikhlas dalam Mempelajari Al-Qur’an
Para pengkaji dan penghafal Al-Our'an harus mengikhlaskan
niatnya dan mencari keridhaan Allah swt. semata dalam mempelajari
dan mengajarkan Al-Qur'an itu. Bukan untuk pamer di hadapan
manusia dan juga tidak untuk mencari dunia.43
d. Memperindah suara dalam membaca Al-Qur’an
Imam Syafi’i berkata bahwa yang dimaksud dengan
memerdukan suara disini adalah melembutkan dan membuat seperti
suara orang sedih. Dari Barra bin Azib ra, ia berkata: “Aku pernah
mendengar Rasulullah saw. dalam sholat Isya’ membaca Wattini
Wazzaitun, dan aku tidak pernah mendengar seseorang yang lebih
merdu suaranya dari beliau.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Qadi ‘Iyadh berkata bahwa paa ulama telah sepakat bahwa
memperindah suara bacaan Al-Qur’an adalah Sunnah. Mereka
berselisih pendapat tentang membaca Al-Qur’an dengan dinyanyi-
nyanyikan (bil alhan); menurut Imam Malik dan Jumhur ulama,
makruh hukumnya karena keluar dari kekhusyukan. Imam Abu
Hanifah dan sebagian ulama salaf membolehkannya berdasarkan
hadits-hadits yang telah disebutkan diatas, dan selain itu juga dapat
melembutkan hati dan menimbulkan rasa takut serta menarik
perhatian untuk menyimaknya. Adapun dengan Imam Syafi’I, maka
beliau berpendapat bahwa makruh hukumnya apabila terlalu
dipanjang-panjangkan secara berlebih-lebihan dan menyimpang dari
seharusnya, seperti memanjangkan apa yang tidak boleh dipanjangkan
43 Yusuf Qardhawi, Berinteraksi dengan Al-Qur’an, (Jakarta: Gema Insani Press, 1999) h. 201-203
40
, meng-idgham-kan apa yang tidak boleh di-idgham-kan dan
seterusnya. Namun beliau membolehkan jika tidak mengubah cara
baca yang benar. Dalam hal ini, beliau sependapat dengan Imam Abu
Hanifah dan sebagian ulama salaf.
Kesimpulannya, memerdukan suara dalam membaca Al-
Qur’an adalah sunnah jika sesuai dengan aturan-aturan baca yang
benar asalkan tidak seperti ketika melagukan nyanyian-nyanyian biasa
dan tidak seperti paduan suara gereja karena yang seperti itu adalah
sesat dan menyimpang. Oleh karena itu, Rasulullah bersabda:
“Bacalah Al-Qur’an dengan nada dan suara orang Arab. Dan jauhilah
oleh kamu sekalian seperti nada suara Ahli Kitab dan orang-orang
fasik, karena akan muncul orang-orang yang melagukan Al-Qur’an
seperti nyanyian yang tidak melampaui tenggorokan mereka, tertipu
hati mereka dan hati orang-orang yang kagum kepada mereka.” (HR.
Thabrani dan Baihaqi).
Dari Jabir ra.: “Sebaik-baiknya suara manusia dalam membaca
Al-Qur’an adalah yang apabila kamu mendengarnya membaca kamu
mengira ia takut kepada Allah azza wa jalla.”
e. Memelihara hafalan agar tidak lupa
Al-Qur’an mudah dihafal karena Allah swt. Telah berfirman:
“Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Qur’an untuk
pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?” (QS Al-
Qomar : 57). Meskipun demikian, ia juga mudah untuk dilupakan.
Oleh karena itu ,menjadi kewajiban seorang ahli Al-Qur’an untuk
selalu membacanya dan menjaga hafalannya. Dari Abu Musa dari
Nabi Muhammad saw.; “Jagalah Al-Qur’an ini, dan demi Tuhan yang
Jiwa Muhammad berada ditangan-Nya, sungguh ia lebih mudah lepas
daripada seekor unta yang ditambatkan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Cara menghafal Al-Qur’an diluar kepala adalah sama dengan
cara menghafal teks-teks sastra dan yang lainnya. Yaitu dengan
membaca ayat-ayat Al-Qur’an yang ingin dihafal berkali-kali dengan
41
suara keras. Sebaiknya diiringi juga dengan pemahaman
kandungannya walaupun secara garis besar dengan bantuan kamus
untuk mengetahui arti kata-kata yang belum diketahui. Kemudian
mengulangi terus berkali-kali sampai terekam dalam ingatan kita.
Demikian pula, apabila telah berhasil menghafalnya harus terus
menerus membacanya dari waktu ke waktu agar tidak lupa.
f. Membaca Al-Qur’an bersama –sama
Sebaiknya membaca Al-Qur’an dilakukan dengan berkumpul
sambil mempelajarinya seperti di pengajian, masjid dan sebagainya.
Masjid merupakan tempat yang sangat istimewa untuk beribadah
sehingga pahala dan manfaatnya bisa bertambah banyak dan lebih
bersemangat serta membantu kekhusyukan.
Dari Abu Hurairoh ra. Ia berkata Rasulullah saw. bersabda:
“Dan tidaklah suatu kaum berkumpul di suatu rumah dari rumah-
rumah Allah membaca Al-Qur’an dan mempelajarinya diantara
mereka kecuali akan turun ketenangan kepada mereka dan mereka
akan diliputi rahmat serta dikelilingi oleh malaikat dan Allah akan
menyebutkan mereka dihadapan para malaikat yang ada disisi-Nya.”
(HR. Muslim).
4. Bekal bagi Penghafal Al-Qur’an
Mereka yang telah berhasil menghafal Al-Qur’an tidak luput dari
doa, doa penuh harapan untuk lebih dekat dengan sesuatu yang sangat
dicintai-Nya. Beberapa bekal yang harus dipersiapkan bagi para penghafal
Al-Qur’an ialah:
a. Niat yang lurus
Menghafal Al-Qur’an merupakan amalan yang istimewa,
bahkan luar biasa besar pahalanya. Dan setiap muslim yang beriman
kepada Al-Qur’an pasti menginginkan pahala. Namun, ia bsa
menjadi tidak bernilai apa-apa tatkala niatnya salah. Jangan sampai
42
menghafal Al-Qur’an hanya bertujuan untuk meraih hal-hal yang
duniawi.44 Niat inilah yang akan menjadi penentu amalan seseorang
di hadapan Allah. Sesuai dengan sabda Rasulullah :
“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada
niatnya”(HR. Bukhori)
b. Menjauhi Maksiat
Harus membersihkan diri dari segala sesuatu yang bersifat
maksiat dan perbuatan yang kemungkinan dapat merendahkan nilai
pahalanya. Walaupun Al-Qur’an sudah dijamin mudahnya oleh
Allah, seseorang tetap saja bisa mendapat kesulitan menghafal Al-
Qur’an jika ia tidak menjauhi maksiat. Bahkan karena maksiat
tersebutlah orang yang sudah memiliki hafalan bisa kehilangan
keseluruhan hafalnnya karena maksiat.
c. Tekad yang kuat dan kesabaran
Keteguhan dan kesabaran merupakan faktor yang sangat
penting bagi orang yang sedang dalam proses menghafal Al-Qur’an.
Hal ini disebabkan karena dalam proses menghafal Al-Qur’an akan
banyak sekali ditemui berbagai macam kendala. Kendala-kendala
yang sering terjadi antara lain adalah sikap jenuh, gangguan
lingkungan bising atau gangguan lainnya. Kesabaran yang harus
dimiliki seoarang penghafal Al-Qur’an agar mencapai sebuah
kesuksesan antara lain; Pertama sabar dalam menghafal, Kedua
sabar dalam menjaga hafalan yang sudah didapatkan, Ketiga sabar
mengamalkan ayat yang sudah dihafalkan.
d. Istiqomah
Syarat yang juga tidak boleh kalah penting adalah istiqomah
. bagian-bagian dalam istiqomah sebenarnya sama dengan bagian-
bagian kesabaran akan tetapi istiqomah dalam menghafal lebih
44 Yusuf Mansur, Dahsyatnya Membaca & Menghafal Al-Qur’an (Jakarta: Zikrul Hakim, 2017 cet.
2) hal. 155
43
ditekankan kepada istiqomah menghafal Al-Qur’an yang konsisten
menghafal, menjaga, dan mengamalkan hafalannya.
e. Berdoa
Terakhir kita menyakini bahwa Al-Qur’an adalah milik
Allah, maka seseorang penghafal Al-Qur’an harus banyak berdoa
agar Allah menganugrahkan nikmat hafal Al-Qur’an tersebut. Sebab
ketika Allah sudah ridha kepada suatu perkara maka tidak ada suatu
pun yang menjadikannya sulit. Begitupun sebaliknya, ketika Allah
tidak ridho kepada suatu perkara maka sesuatu yang sebetulnya
mudah pun bisa menjadi sangat sulit untuk diraih.
Itulah enam syarat yang harus dipenuhi agar kita berhasil
meraih kesuksesan menghafal Al-Qur’an. Jika keenam syarat
tersebut benar-benar telah terpenuhi maka tidak akan pernah ada
kegagalan menghafal Al-Qur’an. Dengan metode apapun
sebenarnya seseorang akan merasakan kemudahan dalam
menghafalkannya. Akan tetapi sebagus apapun metodenya yang
digunkan untuk menghafal akan tetap gagal jikalau salah satu syarat
tersebut dibaikan.
Beberapa hal di atas, niat yang tulus karena Allah, menjauhi
maksiat, kernauan dan tekad yang kuat, sabar dan istiqamah serta
doa akan menjadi bekal setia anda dalam menernpuh perjalanan
mulia anda bersama Al-Qur’an. Bahkan jika hal tersebut sudah
terkumpul di dalarn diri anda, berapa lama pun anda menghafal,
yang ada hanyalah kenikmatan. Tidak perlu tergesa-gesa dalarn
menghafal, karena Al-Qur’an adalah hidangan lezat dari-Nya dan
akan lebih terasa kelezatannya tatkala anda benar-benar
menghayatinya.45
5. Metode Menghafal Qur’an
45 Cece Abdulwaly, 120 Hari Hafal Al-Qur’an (Yogyakarta: IKAPI, 2015) h.70
44
a. Menghafal dengan menulis (Metode Lauh)
Metode ini masih ada sampai sekarang. Karena apa yang kita tulis
kemudian dihafal maka akan menjadikan kekuatan hafalan akan lebih
kuat. Salah satu negara yang menerapkan metode ini adalah Negara
Maroko. Di Maroko santri-santri penghafal Al-Qur’an harus menulis
semua ayat Al-Qur’an yang akan dihafalnya. Ayat-ayat tersebut ditulis
di atas papan, setelah itu ayat yang telah ditulis tersebut diteliti oleh
sang guru dan dicek. Apabila terdapat kesalahan, kesalahan tersebut
kernudian dibenarkan. Ayat-ayat yang sudah dibenarkan tersebut
kernudian dibaca oleh santri secara berulang-ulang dengan badan yang
dihadapkan ke papan sarnpai hafal. Tahap akhirnya kernudian
dilanjurkan dengan mernbacakan ayat-ayat yang telah dihafal rersebut
ke depan guru tanpa rnelihat tulisan.
Metode ini dianggap istimewa dikarenakan dapat menambah tingkat
ketelitian santri ketika menuliskan ayat-ayat Al-Qur’an tersebut. Selain
itu, metode ini dapat menarnbah konsentrasi dan kefokusan santri yang
menghafal Al-Qur’an hanya ada ayat-ayat yang ingin dihafalkannya
disamping keistimewaan kesabaran. Kesabaran akan latihan untuk
menulis ayat-ayat Al-Qur’an yang sebenarnya tanpa menulis pun
mereka dapat menghafalkan ayat-ayat tersebut.
b. Metode mendengar (tasmi' atau sima'i)
Metode ini juga bisa dilakukan sebagai proses menghafal al-Qur’an.
Metode yang kerap dipakai oleh saudara-saudara di sana yang
merniliki kekurangan dalam hal penglihatan atau anak kecil yang masih
belum lancar dalam membaca Al-Qur’an. Metode ini bisa dilakukan
dengan berbagai macam cara, bisa langsung mendengarkan dari guru
atau kaset. Sebenamya metode ini juga sudah di ajarkan di dalam al-
Qur’an surah Al-Qiyamah ayat 18, "Apabila kami telah selesai
membacaklinnya (al-Qur’an) maka ikucilah bacaannya itu."
Sima'i artinya mendengar. Yang dimaksud dengan metode ini ialah
rnendengarkan suatu bacaan al-Qur’an untuk dihafalkannya. Metode ini
45
sangat efektif bagi penghafal yang merniliki daya ingat ekstra,
terutarna bagi penghafal tunanetra, atau anak-anak yang masih dibawah
umur yang belum mengenal bacaan dan tulisan al-Quran.
c. Metode berantai (tasalsuli)
Metode tasalsuli yaitu menghafal satu halaman al-Qur' an dengan
cara menghafalkan satu ayat sampai hafal dengan lancar, kemudian
pindah ke ayat kedua sarnpai benar-benar lancar, setalah itu,
menggabungkan ayat 1 dengan ayat 2 tanpa melihat mushaf jangan
berpindah ke ayat selanjutnya kecuali ayat sebelumnya lancar, begitu
juga seterusnya ayat ketiga sampai satu halarnan, kernudian gabungkan
dari ayat pertama sarnpai terakhir.
Cara ini rnernbutuhkan kesabaran dan sangat melelahkan karena
harus banyak mengulang-ulang setiap ayat yang sudah hafal kernudian
digabungkan dengan ayat sebelumnya sehingga menguras banyak
energi, tetapi akan rnenghasilkan hafalan yang benar-benar mantap.
d. Metode Penggabungan (Jam’i)
Metode jam'i yaitu menghafal satu halaman Al-Qur’an dengan cara
rnenghafal satu ayat sampai lancar, kemudian bepindah ke ayat
lainnya. Setelah ayat kedua lancar berpindah ke ayat ketiga, begitu
juga seterusnya sarnpai satu halaman. Kemudian setelah dapat
menghafal satu halaman, menggabungkan hafalan dari ayat pertama
sampai terakhir tanpa melihat mushaf. Ini juga kalau marnpu
digabungkan satu halaman sekaligus, kalau dianggap sulit, maka dibagi
dua menjadi setengah halaman dengan melihat mushaf terlebih dahulu
dan setelah itu, mernbacanya tanpa melihat mushaf. Dan setengah yang
kedua pun demikian, setelah lancar, maka gabungkan setengah pertama
dan setengah kedua dengan cara dihafal.
e. Metode pembagian (milqosam)
Metode milqsam yaitu rnenghafal satu halaman al-Qur'an dengan
cara membagi-bagi menjadi beberapa bagian, setiap bagian itu
menghafalnya secara tasalsul (mengulangi dari awal), setelah tiap-tiap
46
bagian telah sempurna (satu halaman) dihafal, kernudian
disatukan/digabungkan antara satu bagian dengan bagian yang lainnya
sampai seluruh bagian dapat digabungkan tanpa melihat mushaf,
metode ini pertengahan antara metode tasalsul dan jam'i.
f. Metode pengulangan per satu ayat (wahdah)
Yang dimaksud dengan metode ini, yaitu menghafal satu per satu
terhadap ayat yang hendak dihafalnva. Untuk mencapai hafalan awal,
setiap ayat bisa dibaca sebanyak sepuluh kali atau dua puluh kali, atau
lebih, sehingga proses ini mampu mernbentuk pola dalam
bayangannya.
Dengan demikian penghafal akan mampu mengkondisikan ayat-ayat
yang dihafalkannya bukan saja dalam bayangannya saja dalam
bayangannya, akan tetapi hingga benar-benar membentuk gerak refleks
pada lisannya.
g. Metode menghafal bersama-sama
Yang dimaksud dengan metode ini ialah cara menghafal yang
dilakukan secara bersama-sama, dipimpin oleh seorang instruktur /
pembimbing. Pertama, pembimbing membacakan satu ayat atau
beberapa ayat dan kemudian siswa menirukan secara bersarna-sama.
Kemudian instruktur membirnbingnya dengan mengulang kembali
ayat-ayat tersebut dan siswa mengikutinya. Kedua, setelah ayat-ayat itu
dapat mereka baca dengan baik dan benar, selanjutnya rnereka
mengikuti bacaan instruktur dengan sedikit demi sedikit mencoba
melepaskan mushaf, demikian seterusnya sampai ayat-ayat itu benar-
benar hafal.
h. Metode pemahaman makna (fahmun al-ma'na)
Metode ini sebenarnya sangat efektif dan bagus namun sulit
diterapkan di usia dini, karena untuk bisa pada tingkatan mampu
memahami Al-Qur'an mernbutuhkan waktu yang lama. Metode ini juga
akan sangat membantu seseorang di dalam menyelesaikan target
hafalannya, karena seseorang yang telah paham dengan isi ayat, maka
47
ia akan lebih cepat menghafalkannya dan sangat membantu
menguatkan hafalan.
Sehingga tidak heran jika ada orang Arab bisa lebih cepat ketika
menghafal Al- Qur'an dibanding dengan orang asing, karena mereka
dibantu dengan kernampuan bahasa mereka sendiri yaitu bahasa arab.
Maka untuk menggunakan metode ini, orang asing ('a.jam) harus
rnempelajari bahasa arab dulu sebagai perangkat untuk bisa memahami
Al-Qur'an.46
i. Metode DaQu (Daqu Method)
Pondok Pesantren Tahfidz Daarul Qur’an meluncurkan metode
membaca Al-Qur’an yang disebt dengan Metode DaQu. Metode DaQu
merupakan manhajj yang berisi prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang
menjadi panduan setiap insan Daaru Qur’an dalam mengembangkan
dakwah Al-Qur’an ditengah masyarakat untuk menuju peradaban
Qur’ani. Latar belakang metode ini adalah agar santri mendapatkan
materi pengajaran Al-Qur’an yang singkat dan praktis hingga anak didik
bisa membaca Al-Qur’an dengan baik. Metode ini merupakan metode
yang menggabungkan beberapa metode membaca Al-Qur’an yang telah
dikenal selama ini.
Metode DaQu terdiri dari enam seri tingkatan pembelajaran Al-
Qur’an. Ciri khas lainnya dalam Metode DaQu ini juga dilengkapi
dengan pembahasan dan contoh-contoh goroib al-qiro’ah (bacaan-
bacaan asing). Lalu juga dilengkapi warna pada pojok materi yang
bertujuan agar santri lebih fokus pada setiap materi baru sehingga lebih
mudah dipelajari.47
6. Faktor Pendukung dan Penghambat Menghafal Al-Qur’an
Untuk mencapai tujuan dalam pembelajaran peserta didik harus
mempunyai pendukung eksternal maupun internal, agar dapat mencapai
46 Cece Abdulwaly, 120 Hari Hafal Al-Qur’an (Yogyakarta: IKAPI, 2015) hal.100-105 47 Lihat https://daqu.sch.id/2017/07/25/daarul-quran-luncurkan-metode-membaca-al-quran-kaidah-
daqu/ diakses pada 29 Januari 2019, pada pukul 20.15 WIB
48
tujuan pembelajaran. Terutama dalam pembelajaran tahfidz Al-Qur’an,
karena dalam menghafal Al-Qur’an diperlukan dukungan yang kuat dari
eksternal maupun internal. Namun dalam pembelajaran peserta didik akan
menemukan hambatan dalam mencapai tujuan pembelajaran. Berikut adalah
faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam pembelajaran tahfidz Al-
Qur’an:
a. Faktor pendukung dalam pembelajaran menghafal Al-Qur’an
1) Faktor kesehatan
Kesehatan merupakan salah satu faktor yang sangat penting
bagi orang yang akan menghafalkan Al-Qur’an. Jika tubuh sehat
maka proses menghafal akan menjadi lebih mudah dan cepat tanpa
adanya penghambat dan batas waktu menghafal pun menjadi relatif
lebih cepat.
2) Faktor psikologis
Kesehatan yang diperlukan oleh orang yang akan menghafalkan Al-
Qur’an tidak hanya dari segi kesehatan lahiriah, namun dari segi
psikologinya. Karena orang yang akan menghafalkan Al-Qur’an
sangat membutuhkan ketenangan jiwa, baik dari segi pikiran
maupun hati.
3) Faktor kecerdasan
Kecerdasan merupakan salah satu faktor pendukung dalam
menjalani proses menghafalkan Al-Qur’an. Setiap individu
mempunyai kecerdasan yang berbeda-beda. Sehingga cukup
mempengaruhi terhadap proses hafalan yang dijalani.
4) Faktor motivasi
Orang yang kan menghafalkan Al-Qur’an pasti akan sangat
membutuhkan motivasi dari orang-orang terdekat, kedua orang tua,
keluarga, dan sanak kerabat. Dengan adanya motivasi akan lebih
bersemangat dalam menghafal Al-Qur’an.
5) Intelegensi
49
Faktor intelegensi merupakan bawaan sejak lahir dan akan
terus konstan sepanjang hidup seseorang. Intelegensi atau
kecerdasan akan mendukung proses dalam menghafal. Semakin
tinggi tingkat intelegensi seseorang maka akan semakin mudah ia
dalam menghafalkan ayat Al-Qur’an. Semakin mudah dalam
menghafal daripada seseorang yang mempunyai tingkat intelegensi
lebih lebih rendah darinya.
6) Lingkungan
Dalam menghafal Al-Qur’an, lingkungan patut menjadi
perhatian. Lingkungan yang kondusif baik untuk menghafal atau
pun murojaah al-Qur’an. Sebagai manusia yang merupakan
makhsluk sosial, tidak dapat dipungkiri bahwa lingkungan
mempunyai peran penting dalam pembentukan kebiasaan dan
kepribadian seseorang.
b. Faktor penghambat dalam pembelajaran menghafal Al-Qur’an
Dalam menghafal Al-Qur’an menjadi sebuah kemestian adanya
cobaan dan ujian dalam proses menghafalkan Al-Qur’an. Hal ini para
penghafal Al-Qur’an akan mengalami kegagalan jika tidak mampu
melewatinya. Berikut ini hambatan yang sering terjadi bagi para
penghafal Al-Qur’an
1) Malas, tidak sabar, dan berputus asa
Malas adalah kesalahan yang jamak dan sering terjadi bagai
para penghafal Al-Qur’an. Karena setiap hari harus bergelut dengan
rutinitas yang sama. Rasa bosan akan menimbulkan kemalasan
dalam diri untuk menghafal dan murojaah Al-Qur’an.
2) Tidak dapat mengatur waktu
Seorang penghafal Al-Qur’an dituntut untuk lebih pandai
dalam mengatur waktu dalam menggunakannya, baik untuk urusan
dunia dan terlebih lagi untuk hafalannya.
3) Sering lupa
50
Hal ini dapat terjadi pada siapa pun dan kapan pun yang
terpenting adalah bagaimana kita terus berusaha dan menjaga
hafalan tersebut, yaitu dengan cara murojaah.
C. Perkembangan Pesantren Tahfidz Al-Qur’an di Indonesia
1. Sejarah Pondok Pesantren
Pengertian pondok pesantren terdapat berbagai variasinya, antara lain:
pondok pesantren adalah lembaga keagamaan yang memberikan pendidikan
dan menyebarkan ilmu agama Isam. Pondok pesantren adalah gabungan dari
pondok dan pesantren. Istilah pondok mungkin berasal dari kata funduk, dari
bahasa Arab yang berarti rumah penginapan atau hotel. Akan tetapi di dalam
pesantren Indonesia, khususnya di pulau Jawa lebih mirip dengan
pemondokan dalam lingkungan padepokan, yaitu perumahan sederhana
yang dipetak-petak dalam bentuk kamar yang merupakan asrama bagi
santri.
Sedangkan istilah pesantren secara etimologi asalnya pe-santri-an yang
berarti santri. Santri atau murid mempelajari agama dari seorang kiayi atau
syaikh di pondok pesantren. Pondok pesantren adalah lembaga keagamaan
yang memberikan pendidikan dan pengajaran serta mengembangkan dan
menyebarkan agama dan Islam. Pondok pesantren juga berarti suatu
lembaga pendidikan dan pengajaran agama Islam yang pada umumnya
pendidikan da pengajaran tersebut diberikan dengan cara non klasikan,
tetapi dengan sistem bendongan dan sorogan.48
Pondok pesantren menurut M. Arifin berarti, suatu lembaga pendidikan
agama Islam yang tumbuh serta diakui masyarakat sekitar, dengan sistem
asrama (komplek) dimana santri menerima pendidikan agama melalui
sistem pengajian yang sepenuhnya berada di bawah kedaulatan dari
leadership seorang atau beberapa kyai dengan ciri-ciri khas yang bersifat
kharismatik serta independen dalam segala hal.49
48 Prof. Dr. H. M. Ridlwan Nasir, MA, Mencari Tipologi Format pendidikan Ideal, Cet.II,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2010), hal. 80-81. 49 M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan: (Islam dan Umum) (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hal. 109
51
Mastuhu mendefinisikan bahwa pesantren adalah lembaga pendidikan
tradisional Islam untuk mempelajari, memahami, mendalami, menghayati,
dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral
keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari. Keberadaan pondok
pesantren ditengah-tengah masyarakat mempunyai peran dan fungsi sebagai
tempat pengenalan dan pemahaman agama Islam sekaligus sebagai pusat
penyebaran agama Islam.50
Pondok pesantren adalah sebuah sistem yang unik. Tidak hanyabunik
dalam pendekatan pembelajarannya, tetapi juga unik dalam pandangan
hidup daan tata nilai yang dianut, cara hidup yang ditempuh, struktur
pembagian kewenangan, dan semua aspek-aspek kependidikan dan
kemasyarakatan lainnya. Oleh sebab itu, tidak ada definisi yang dapat secara
tepat mewakili seluruh pondok pesantren yang ada. Masing-masing pondok
memiliki keistimewaan sendiri, yang bisa jadi tidak dimiliki oleh pondok
pesantren lainnya.
Meskipun demikian dalam hal-hal tertentu pondok pesantren memiliki
persamaan. Persamaan-persamaan inilah yang lazim disebut sebagai ciri
pondok pesantren, dan selama ini dianggap dapat mengimplikasi pondok
pesantren secara kelembagaan. Sebuah lembaga pendidikan dapat disebut
sebagai pondok pesantren apabila di dalamnya terdapat sedikitnya 5 unsur,
yaitu: kyai, santri, pengajian, asrama, dan masjid dengan segala aktivitas
pendidikan keagamaan dan kemasyarakatannya. Persamaan lain yang
terdapat pada pondok pesantren adalah bahwa semua pondok pesantren
melaksanakan 3 fungsi kegiatan yang dikenal dengan Tri Darma pesantren,
yaitu: (1) peningkatan keimanan dan ketaqwaan terhadap Allah SWT, (2)
pengembangan keilmuan yang bermanfaat, dan (3) pengabdian terhadap
agama, masyarakat dan Negara.51
50 Prof. Dr. Mujamil Qomar, M.Ag, Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokrasi
Institusi, (Jakarta: Erlangga, 2002), hal. 2 51 Ismail SM, Pengembangan Pesantren Tradisional: Sebuah Hipotesis Mengantisipasi Perubahan
Sosial, dalam Dinamika Pesantren dan Madrasah, (Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo
Semarang bekerja sama dengan Pustaka Pelajar, 2002), hal. 174-175.
52
Keragaman dan keunikan pondok pesantren juga terdapat pada sistem
pembelajarannya. Hal ini terkait dengan kenyataan, sejauh mana sebuah
pondok pesantren tetap mempertahankan pendekatan individual atau
kelompok, dan sejauh mana pondok pesantren menyerap sistem pendidikan
modern yang lebih mengedepankan klasikal.52 Dari berbagai tingkat
konsistensi dengan sistem lama dan keterpengaruhan dengan sistem
modern, secara garis besar pondok pesantren dapat dikategorikan ke dalam
3 bentuk, yaitu:53
a. Pondok pesantren salafiyyah/tradisional
Pembelajaran ilmu-ilmu agama Islam dilakukan secara individual
atau kelompok dengan konsentrasi pada kitab-kitab klasik, berbahasa
Arab. Penjenjangan tidak didasarkan pada satuan waktu, tetapi
berdasarkan tamatnya kitab yang dipelajarai. Dengan cara ini santri
dapat lebih intensif mempelajari suatu cabang ilmu.
b. Pondok pesantren khalafiyah/’ashriyah atau biasa disebut modern.
Pondok pesantren yang menyelenggarakan kegiatan pendidikan
dengan pendekatan modern melalui satuan pendidikan formal baik
madrasah (MI, Mts, MA atau MAK), maupun sekolah SD, SMP, SMA,
atau SMK), atau nama lainnya tetapi dengan pendekatan klasikal.
Pembelajaran yang biasa dilakukan secara berjenjang dan
berkesinambungan dengan satuan program didasarkan pada satuan
waktu seperti catur wulan, semester, tahun/kelas, dan seterusnya.
c. Pondok pesantren campuran atau kombinasi.
Selain dengan model pendekatan pendidikan tradisional atau
modern, juga tipologi berdasarkan konsentrasi-konsentrasi ilmu agama
yang diajarkan. Disini dikenal pesantren Al-Qur’an yang lebih
berkonsentrasi pada pendidikan Al-Qur’an, mulai qira’ah sampai
52 Sobri Muhammad Rizal, Sejarah Sosial Pendidikan Islam, (Tangerang: PT. Daqu Bisnis
Nusantara, 2017) hal. 308 53 Hardar Putra Daulay, Historis Dan Eksistensi Pesantren Sekolah Dan Madrasah (Yogyakarta:
Tiara Wacana Yogya, 2001), hal.75.
53
tahfidz. Ada pesantren hadits, yang lebih berkonsentrasi pada
pembelajaran hadits.54
Tipologi pondok pesantren tidak hanya didasarkan pada tipologi agama
tetapi tipologi yang dibuat berdasarkan penyelenggaraan fungsinya sebagai
lembaga pengembangan masyarakat melalui program-program yang
berfokus pada pengembangan dalam kemandirian usaha, seperti: pesantren
pertanian, pesantren keterampilan, pesantren agribisnis, pesantren kelauatn.
Sistem pendidikan pondok pesantren dapat diartikan serangkaian komponen
pendidikan dan pembelajaran yang saling berkaitan yang menunjang
pencapaian tujuan yang telah ditetapkan oleh pondok pesantren.
2. Tujuan Pendidikan Pondok Pesantren
Dengan menyandarkan diri kepada Allah SWT, para kiayi pesantren
memulai pendidikan pesantrennya dengan modal niat ikhlas dakwah untuk
menegakkan kalimat-Nya, didukung dengan sarana prasarana sederhana
dan terbatas. Relevan dengan jiwa kesederhanaan, maka tujuan pendidikan
adalah menciptakan dan mengembangkan kepribadian muslim yaitu
kepribadian yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT, berakhlak
mulia, bermanfaat bagi masyarakat, sebagai pelayan masyarakat, mandiri,
bebas, tangguh dan teguh dalam kepribadian, menyebarkan agama, atau
menegakkan agaka Islam dan kejayaan umat Islam di tengah-tengah
masyarakat, dan mencintai ilmu dalam rangka mengembangkan
kepribadian Indonesia.55
Tujuan sistem pembelajaran di pondok pesantren lebih
mengutamakan niat untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang
bermanfaat dari pada mengejar hal-hal yang bersifat material. Pemerintah
melalui Departemen Agama (Depag) RI, membuat standarisasi pendidikan
agama di pondok pesantren. Dalam lokakarya intensifikasi pengembangan
54 Hardar Putra Daulay, Historis Dan Eksistensi Pesantren Sekolah Dan Madrasah (Yogyakarta:
Tiara Wacana Yogya, 2001), hal.79 55 Drs. H. M. Sulthon Masyhud, M.Pd dan Drs. Moh. Khusnurdilo, M.Pd, Manajemen Pondok
Pesantren, Cet.II, (Jakarta: Diva Pustaka, 2005), p. 92-93
54
pondok pesantren pada tanggal 2-6 Mei 1978 tentang tujuan pondok
pesantren adalah: untuk membina warga negara agar berkepribadian
muslim sesuai dengan ajaran agama Islam dan menanamkan rasa
keagamaan tersebut pada semua segi kehidupan sebagai orang yang
berguna bagi agama, masyarakat, dan bangsa.56
a. Kurikulum Pendidikan Pondok Pesantren
Pendidikan pondok pesantren tidak bisa disamakan Pendidikan
pondok pesantren tidak bisa disamakan dengan lembaga pendidikan
formal seperti sekolah pada umumnya. Kurikulum pondok pesantren
lebih banyak ditentukan oleh otoritas seorang Kyai yang
memangkunya, sehingga sering ditemukan kesamaan kurikulum atau
kitab-kitab yang dijadikan standar dalam pengajarannya, bahkan di
sebagian pondok pesantren ada yang tidak ditemukan kurikulumnya,
walaupun praktek pengajarannya, bimbingan rohani dan latihan
kecakapan dalam kehidupan seharihari merupakan kesatuan dalam
proses pendidikannya. Adanya perbedaan kurikulum di kalangan
pondok pesantren menunjukkan bahwa perhatian kalangan pondok
pesantren terhadap kurikulum masih kurang.
Kurikulum pondok pesantren, tidak seperti yang difahami dalam
kurikulum pada lembaga pendidikan formal, yang mencakup
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, kompetensi
dasar, materi standar, dan hasil belajar serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk
mencapai kompetensi dasar dan tujuan pendidikan. Tetapi kurikulum
pondok pesantren merupakan urutan kitab yang dipelajari oleh santri,
dimana kurikulum pesantren tidak distandarisasi secara kolektif.57
Depag RI, sebagai lembaga yang bertanggungjawab terhadap
pembinaan dan pengembangan pendidikan Islam, berupaya untuk
56 Prof. Dr. Mujamil Qomar, M.Ag, Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokrasi
Institusi, (Jakarta: Erlangga, 2002), hal. 62-63 57 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren. Cet 8, (Jakarta: LPEES, 2011), hal. 50
55
menyusun standarisasi kurikulum pendidikan pesantren yang
dikembangkan menjadi lima jenjang pendidikan. Secara global kitab-
kitab yang ditentukan hampir sama dengan kitab-kitab yang beredar di
pondok pesantren. Namun sebagai lembaga pendidikan yang
independen, pondok pesantren tetap memakai kurikulum sesuai dengan
keinginan kiayi pengasuhnya.58
b. Metode Pebelajaran Pondok Pesantren
Pondok pesantren pada bentuk aslinya menggunakan sistem
pendidikan non klasikal, dimana dalam penyampaian pelajaran
menggunakan sistem pembelajaran tradisional, yaitu: (1) metode
sorogan, yaitu belajar secara individual dimana seorang santri
berhadapan dengan seorang guru, dengan menyodorkan kitabnya di
hadapan kyai atau pembantunya/asistennya; (2) metode wetonan/
bandongan, yaitu metode kuliah dimana para santri mengikuti pelajaran
dengan duduk di sekeliling kyai, santri menyimak kitab masing-masing
dan membuat catatan dengan waktu tertentu (sebelum/sesudah
melakukan sholat fardhu); (3) metode Bahtsul masa’il, yaitu dengan
beberapa jumlah para santri membentuk halaqah yang dipimpin
langsung oleh kyai untuk membahas atau mengkaji persoalan atau suatu
masalah yang sudah ditentukan sebelumnya; (4) metode pengajian
pasaran, yaitu kegiatan belajar para santri melalui pengkajian materi
(kitab) tertentu pada seorang kyai dengan terus menerus dalam
tenggang waktu tertentu; (5) metode hafalan, yaitu kegiatan belajar
santri dengan cara menghafal suatu teks tertentu dengan waktu tertentu
di bawah bimbingan dan pengawasan kyai; (6) metode
demonstrasi/praktek ibadah, yaitu dengan memperagakan suatu
keterampilan dalam hal pelaksanaan ibadah tertentu yang dilakukan
58 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren. Cet 8, (Jakarta: LPEES, 2011), hal. 55
56
secara perorangan maupun kelompok dibawah petunjuk dan bimbingan
kyai.59
c. Masa Pembelajaran dan Syahadah / ijazah
Masa pembelajaran adalah jangka waktu tertentu yang dihabiskan
untuk menempuh pendidikan di pondok pesantren. Masa pembelajaran
sangat tergantung pada model pembelajaran yang ada. Rata-rata
pembelajaran pondok pesantren tergantung pada pimpinan yang
bersangkutan, bisa mencapai 3/6 tahun. Selesainya masa pelajaran
adalah jika ia sudah merasa cukup atau kyai menganggap dirinya cukup
memiliki pengetahuan atau ajaran agama Islam.
Pada saat santri selesai atau dianggap cukup dalam menerima
pendidikan, baik itu berupa pengajian dan pendidikan keterampilan,
biasanya ia akan menerima ijazah, sebagaimana halnya yang terjadi
pada sekolah umum. Di kalangan pondok pesantren pengertian ijazah
memiliki nama tertentu yaitu dengan sebutan syahadah.60
d. Organisasi Pondok Pesantren
Pada masa awal pondok pesantren organisasi dan manajemen
pondok pesantren sangat sederhana, dimana kehidupan dalam pesantren
hampir seluruhnya diatur oleh para santri sendiri. Kyai tidak terlibat
langsung dalam kehidupan para santri. Dia hanya mengajar membaca
kitab, menjadi imam dan khatib shalat jum’at, menghibur kalau ada
sakit yang datang kepadanya sambil mencoba menasehati dan
mengobati dengan do’a-do’a. Peraturan sehari-hari di pesantren
seluruhnya diurus para santri dan keterlibatan Kyai terbatas pada
pengawasan yang diam. Sesudah mendapat persetujuan Kyai, para
santri memilih seorang Lurah Pondok yang akan bertanggungjawab
pada kehidupan bersama para santri.
59 Prof. Dr. Mujamil Qomar, M.Ag, Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokrasi
Institusi, (Jakarta: Erlangga, 2002), hal. 142-153 60 Kafrawi, Pembaruan Sistem Pendidikan Pondok Pesantren. (Jakarta: Cemara Indah, 1978), hal.
60
57
Bersama Kyai, lurah pondok menyusun peraturan untuk persoalan-
persoalan praktis, yang pelaksanaannya diserahkan kepada lurah
pondok. Pada perkembangan selanjutnya, pondok pesantren
menggunakan prinsip-prinsip organisasi dan manajemen sebagaimana
yang dipakai dalam lembaga pendidikan formal, walaupun dalam
tingkat yang berbeda. Karena itulah Depag RI, menyusun buku panduan
Administrasi Pesantren, untuk membantu pesantren dalam mengelola
organisasi pesantren.61
D. Hasil Penelitian yang Relevan
1) Skripsi yang disusun oleh Putri Firdah Rajak (111201000100), Mahasiswa
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Tarbiyyah dan Ilmu Keguruan
Jurusan Pendidikan Agama Islam, dengan judul “Implementasi Program
Tahfidz Al-Qur’an Juz 29 di Madrasah Tsanawiyah Negeri 2 Ciganjur
Jakarta Selatan” pada tahun 2017. Pada skripsi tersebut Putri Firdah Rajak
menjelaskan pelaksanaan program tahfidz Al-Qur’an Juz 29 sebagai bentuk
implementasi kurikulum muatan lokal sebagaimana ketentuan dari
Kementrian Agama Provinsi DKI Jakarta. Selain itu juga dalam skripsi ini
menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran tahfidz
Al-Qur’an. Metode yang digunakan oleh Putri Firda Rajak adalah metode
kualitatif dengan pendekatan studi kasus di Madrasah Tsanawiyah Negeri 2
Jakarta Selatan, dengan teknik pengumpulan data yaitu dengan
menggunakan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Hasil penelitian
yang ditunjukan melalui teknik pengumpulan data tersebut menunjukan
bahwa program tahfidz Al-Qur’an memiliki banyak sekali manfaat yang
dirasakan oleh pihak sekolah, guru, siswa, maupun orang tua.
2) Skripsi yang disusun oleh Ahmad Ma’shun (102338124), Mahasiswa IAIN
Purwokerto Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Jurusan Pendidikan
Agama Islam, dengan judul “Pembelajaran Tahfidz Al-Qur’an di Pondok
61 Kafrawi, Pembaruan Sistem Pendidikan Pondok Pesantren. (Jakarta: Cemara Indah, 1978), hal.
64
58
Pesantren Tahfidzhul Qur’an Darul Quro Sidareja” pada tahun 2016. Pada
skripsi tersebut Ahmad Ma’shun menjelaskan proses pembelajaran tahfidz
Al-Qur’an di Pondok Pesantren tahfidz darul Quro Sidareja dengan
menggunakan beberapa metode, yaitu metode wahdah, metode sima’i,
metode mengafal per hari satu halaman dan metode muroja’ah. Selain itu
juga implementasi waktu yang digunakan dalam menggunakan metode
tersebut adalah setelah Zuhur, setelah Subuh, dan setelah Isya. Jenis
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian lapangan
dengan metode deskriptif kualitatif. Sedangkan teknik yang digunakan
untuk menganalisis data adalah teknik analisa kualitatif, yaitu data
reduction, data display, dan conclusion drawing. Hasil penelitian ini
menjelaskan bahwa hasil pembelajaran tahfidz Al-Qur’an selalu melampaui
target yang di tetapkan dari lembaga.
59
BAB III
METODE PENELITIAN
Metodologi penelitian merupakan hal yang umum dilakukan dalam
pengumpulan dan analisis data yang diperlukan dalam penelitian yang berguna
dalam menjawab permasalahan-permasalahan yang sedang dihadapi. Metodologi
ini dimaksudkan untuk mendapatkan data yang akurat, valid dan juga signifikan
dengan masalah terkait.
A. Waktu dan Tempat penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Pondok Pesantren Daarul Qur’an yang
terletak di Jl. Thamrin Ketapang, Kel. Ketapang, Kec. Cipondoh, Kota
Tangerang – Banten. Adapun fokus penelitian ini hanya difokuskan pada
sistem pembelajaran yang telah diterapkan pada proses menghafal Al-
Qur’an yaitu pada efektifitas sistem pembelajaran tahfidz Al-Qur’an.
Waktu penelitian ini berlangsung selama 3 bulan terhitung mulai
bulan Juli sampai dengan bulan September 2018 dengan melakukan
pengamatan dan penilaian langsung dilapangan untuk memperoleh serta
mengumpulkan data yang dilakukan secara insidental (sesuai dengan
keperluan dalam melengkapi data).
B. Metode dan Design Penelitian
Metode penelitian penulis pada skripsi ini adalah penelitian
kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor mendefinisikan bahwa penelitian
kualitatif sebagi penelitian yang menghasilkan data deskripstif berupa kata-
kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.1
Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah
penelitian lapangan (Field Research), yaitu merujuk pada kegiatan yang
sedang berlangsung, yakni bahwa penelitian yang dilakukan bukan
menciptakan yang baru semata. Sehubungan dengan hal ini, maka penulis
menggunakan metode deskriptif analisis untuk mengumpulkan datanya,
1 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002) hal. 9
60
yaitu metode pencatatan secara cermat hasil penelitian yang telah
terkumpul.
Penelitian ini dapat digolongkan kepada penelitian deskriptif
kualitatif karena penelitian ini hanya menggunakan paparan sederhana, baik
menggunakan jumlahan data maupun respontase. Penelitian ini bertujuan
untuk menilai sejauh mana variable yang diteliti telah sesuai dengan tolak
ukur yang sudah ditentukan.2
Sifat dari penelitian ini bersifat kualitatif yang ditujukan untuk
memahami fenomena-fenomena sosial dari sudut pandang atau perspektif
partisipan. Partisipan yang dimaksud adalah orang-orang yang diajak
wawancara, observasi, yang diminta memberikan data, pendapat, pemikiran
dan persepsinya. Penelitian kualitatif mengjakji perspektif partisipan
dengan multi strategi yaitu strategi-strategi yang bersifat interaktif seperti
observasi langsung, wawancara mendalam, dokumen-dokumen,
dokumentasi pelengkap, serti foto, rekaman, dan lainnya.
Alasan penulis memilih metode ini karena penelitian diarahkan
untuk mendeskripsikan keadaan objek atau peristiwa yang sesungguhnya.
Dalam metode deskriptif ini penulis mendeskripsikan atau memberi
gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data sebagaimana adanya.
Sehingga penulis dapat mudah untuk mengetahui gambaran dari objek yang
diteliti.
Pada desain penelitian pada penelitian kualitatif ini yang akan
didapatkan akan lebih lengkap, lebih mendalam, kredibel, dan bermakna,
sehingga tujuan penelitian dapat tercapai. Desain penelitian ini dibagi dalam
empat tahap, yaitu:
1. Perencanaan
Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini adalah sebagai berikut:
analisis standar proses pembelajaran Tahfidz Al-Qur’an, metode
Tahfidz Al-Qur’an, evaluasi pembelajaran Tahfidz Al-Qur’an, sarana
2 Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian (Jakarta: Rhineka Cipta, 2003) h. 350-351
61
dan prasarana, penyusunan rancangan penenelitian, penetapan tempat
penelitian, dan penyusunan instrumen penelitian.
2. Pelaksanaan
Pada tahpan ini peneliti sebagai pelaksana penelitian sekaligus
sebagai human instrument mencari informasi data, yaitu wawancara
mendalam pada pihak yang langsung berkontribusi aktif dalam proses
pembelajaran Tahfidz di Pondok Pesantren Daarul Qur’an. Selain itu
peneliti juga menganalisis proses pembelajaran tahfidz yang
berlangsung dan mengobservasi penggunaan metode yang digunakan
dalam pembelajaran tahfidz serta mengamati evaluasi pembelajaran
tahfidz secara langsung.
Dalam proses pemilihan informan, peneliti menggunakan teknik
purposive sampling, yaitu peneliti memilih orang-orang yang dianggap
mengetahui secara jelas permasalahan yang diteliti. Pada penelitian ini
menurut peneliti yang memiliki informasi memadai yang berkenaan
dengan efektifitas sistem pembelajaran tahfidz Al-Qur’an di Pondok
Pesantren Tahfidz Daarul Qur’an adalah Kepala Biro Tahfidz Daarul
Qur’an, kepala Pesantren Daarul Qur’an, guru tahfidz, dan santri kelas
dua belas yang bersedia diwawancarai.
3. Analisis Data
Analisis data dilakukan setelah peneliti melakukan wawancara
mendalam terhadap pihak yang berkontribusi aktif pada proses
pembelajaran tahfidz Al-Qur’an serta hasil observasi proses
pembelajaran tahfidz Pondok Pesantren Tahfidz Daarul Qur’an.
4. Evaluasi
Semua data observasi, wawancara, dan dokumentasi terkait pada
proses pembelajaran tahfidz di Pondok Pesantren tahfidz Daarul Qur’an
yang telah dianalisis kemudian dievaluasi sehingga dapat diketahui
kekurangan dan kelebihan yang terjadi di lapangan dan dapat diperbaiki
pada proses pembelajaran tahfidz selanjutnya.
62
C. Sumber Data
Dalam penelitian ini terdapat dua sumber data, yaitu:
1. Data primer
Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung oleh
peneliti dari hasil wawancara yang didapat langsung dari objek penelitian
perorangan, kelompok, dan organisasi.3 Dalam data primer, peneliti
melakukan sendiri dengan mewawancarai dari pihak pondok pesantren
tahfidz Daarul Qur’an.
2. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang tersusun dalam bentuk dokumen-
dokumen, yang diperoleh peneliti dari sumber yang ada. Dapat berupa
literature kepustakaan seperti buku-buku, brosur, buletin, makalah,
internet, dan sebagainya.
D. Teknik pengumpulan dan pengolahan data
Tabel 3.1
Sumber Data Metode Instrumen
Primer Fenomena, aktivitas sosial,
peristiwa dengan kata-kata
dan tindakan
Observasi Lembar
Observasi
Informan Wawancara Pedoman
Wawancara dan
Alat Perekam
Sekunder Data tertulis, foto, buku,
majalah, dan data-data
terkait
Studi
Dokumentasi
Daftar Ceklis
Untuk mendapatkan penelitian yang akurat dari penelitian ini, maka
penulis menggunakan teknik penelitian sebagai berikut :
3 Mohammad Sjafei, Dasar-dasar Pendidikan, (Jakarta: Centre For Stetegic And International
Studies, 1979), cet.2, hal. 119
63
1. Observasi
Observasi adalah pengamatan yang dilakukan secara
sengaja, sistematis, mengenai fenomena sosial dengan gejala-gejaa
psikis untuk kemudian dilakukan pencatatan.4 Observasi atau
pengamatan dapat juga didefinisikan sebagai perhatian yang
terfokus terhadap kejadian, gejala, atau sesuatu. Teknik ini penulis
gunakan untuk mengamati, mendengarkan dan mencatat langsung
keadaan dan proses pembelajaran tahfidz Al-Qur’an di Pondok
Pesantren Daarul Qur’an. Observasi yang peneliti gunakan adalah
observasi non-partisipan yaitu jenis observasi yang menjadikan
peneliti sebagi penonton atau pemerhati terhadap gejala yang sedang
menjadi topik penelitian.
Tabel 3.2
No Komponen Objek Observasi Aspek pengamatan
1 Tempat Pondok Pesantren
Tahfidz Daarul Qur’an
Keadaan fisik
Pesantren, sarana
dan prasarana, dan
keadan lingkungan
sekolah
Ruang Belajar saat
Pembelajaran tahfidz
Kondisi ruangan
kelas, saran dan
prasarana
pembelajaran
tahfidz
2 Pelaku Kepala Biro, kepala
Sekolah, Guru tahfidz,
dan Siswa
Sikap dan
kebiasaan –
kebiasaan yang
dilakukan d
pesantren yang
4 P. Joko Subagyo, Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), hal.
63
64
berkaitan dengan
proses
pembelajaran
tahfidz
3 Kegiatan Aktifitas proses
pembelajaran tahfidz
Proses
pembelajaran
Thafidz
2. Wawancara
Istilah wawancara memiliki arti sebagai suatu percakapan
atau tanya jawab secara lisan antara dua pihak, yaitu pewawancara
(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang di wawancarai
(interviewee) yang memberikan jawaban dengan maksud tertentu.
Adapun jenis wawancara yang digunakan pada penelitian ini adalah
wawancara baku terbuka yaitu wawancara yang menngunakan
seperangkat pertanyaan baku5.
Wawancara adalah salah satu bagian yang terpenting dari
setiap survey. Tanpa wawancara, peneliti akan kehilangan informasi
yang hanya dapat diperoleh dengan jalan bertanya langsung kepada
responden. Data semacam itu merupakan tulang punggung suatu
penelitian survey. Dalam hal ini yang diwawancarai (interviewee)
oleh peneliti adalah Kepala Biro Tahfidz, Kepala Sekolah dan guru
tahfidz Al-Qur’an pondok pesantren Daarul Qur’an.
Tabel 3.3
No Aspek Pertanyaan Informan
1 Latar belakang pelaksanaan program
tahfidz
Kepala Biro Tahfidz
5 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009)hal.
135-136
65
2 Tujuan dan manfaat program tahfidz Kepala biro, kepala
sekolah, guru tahfidz,
siswa
3 Kompetensi guru pembimbing program
tahfidz
Kepala biro, kepala
sekolah
4 Bentuk motivasi dan dukungan guru
terhadap program tahfidz
Kepala biro, siswa
5 Pelaksanaan program tahfidz Guru, siswa
6 Metode dalam menghafal Kepala biro, Guru,
siswa
7 Penilaian dalam program pembelajaran
tahfidz
Guru
8 Kendala-kendala dalam menghafal Siswa
9 Fasilitas pendukung Kepala sekolah, guru,
siswa
3. Dokumentasi
Teknik dokumentasi adalah sebagai pelengkap data yang
berupa buku-buku, majalah, transkip, notulen rapat, catatan harian,
agenda, dan lain-lain6. Teknik ini peneliti gunakan untuk
melengkapi data-data yang berhubungan dengan fokus yang sedang
diteliti.
Tabel 3.4
No Nama Dokumen Ada Tidak ada Keterangan
1 Dokumen Sekolah
a. Profil Sekolah
b. Visi, Misi, dan
tujuan Sekolah
6 Suharsimi Arikunto, Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek, (Jakarta: Rhineka Cipta, 2003)
hal. 158
66
c. Keadaan
Karyawan dan guru
2 Dokumentasi
Pembelajaran
Tahfidz
3 Dokumen
pendukung
E. Pengecekan Keabsahan data
Pengecekan keabsahan data dalam penelitian kualitatif dapat
dilakukan dengan menggunakan beberapa teknik, misalnya: ketekukan
pengamatan, perpanjangan keikutsertaan, triangulasi, pengecekan teman
sejawat. Dalam penelitian ini pengecekan data menggunakan dua teknik
yaitu triangulasi dan pembahasan dengan teman sejawat.
Teknik triangulasi adalah menjaring data dengan berbagai metode
dan cara menyilangkan informasi yang diperoleh agar data yang didapatkan
lebih lengkap dan sesuai dengan yang diharapkan. Setelah mendapatkan
data yang jenuh yaitu keterangan yang didapatkan dari sumber-sumber data
telah sama maka data yang didapatkan lebih kredibel.
Sugiyono membedakan empat macam triangulasi diantaranya
dengan memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik, dan teori.
Triangulasi dengan sumber artinya membandingkan dan mengecek bail
derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat
yang berbeda dalam penelitian kulitatif. Adapun untuk mencapai
kepercayaan itu, maka ditempuh langkah sebagi berikut:7
1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara
2. Membandingkan apa yang dikatakan orang didepan umum dengan apa
yang dikatakan secara pribadi
7 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2009), hal. 186
67
3. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi
penelitian dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu
4. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang
berkaitan.
Jadi setelah penulis melakukan penelitian dengan menggunakan
teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi kemudian data hasil dari
penelitian itu digabungkan ehingga saling melengkapi.
F. Analisis data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis
data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan
dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori,
menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sisntesa, menyusun ke dalam
pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat
kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri dan orang lain.8
Analisis data juga dapat diartikan sebgai proses pengumpulan data
yang didapat dari berbagai sumber yang akan dikelompokan dan disesuaian,
sehingga dapat membantu merumuskan hepotesis data sesuai dengan tema
yang sedang diteliti.
Analisis data berguna untuk mereduksi kumpulan data menjadi
perwujudan yang dapat dipahami melalui pendeskripsian secara logis dan
sistematis sehingga fokus studi dapat ditelaah, diuji dan dijawab secara
cermat dan teliti.
Dalam proses analisa data, penulis akan mengadakan penelitian di
pondok pesantren Daarul Qur’an Tangerang dengan menggunakan metode
wawancara dan akan mengajukan pertanyaan yang telah penulis susun
sebelumnya. Selain wawancara, penulis juga mengumpulkan data-data
dengan cara mendokumentasikan atau mengumpulkan arsip-arsip yang
berkaitan dengan penelitian guna kelengkapan penelitian.
8 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: ALFABETA, 2008),
cet. IV, hal. 244
68
Setelah semua berkas yang diperlukan terkumpul penulis akan
mendeskripsikan secara jelas dari hasil wawancara dan studi pustaka untuk
menjelaskan terkait efektifitas pembelajaran tahfidz Al-Qur’an di pondok
pesantren Daarul Qur’an Tangerang.
113
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dapat diketahui bahwa pelaksanaan proses pembelajaran Tahfidz Al-
Qur’an pada santri di Pondok Pesantren Tahfidz Daarul Qur’an Kota Tangerang
telah diimplementasikan dengan baik sesuai dengan tujuan dan visi misi pesantren,
yaitu bukan hanya memiliki hafalan Al-Qur’an 30 juz saja akan tetapi juga memiliki
pengetahuan yang luas baik itu agama, sains, bisnis, dan sebagainya.
Berdasarkan uraian keseluruhan dari hasil penelitian dilapangan dan
pembahasan yang disajikan sebelumnya, maka dapat dikemukakan temuan-temuan
dan penulis dapat menyimpulkan beberapa ha sebagai berikut:
1. Pelaksanaan pembelajaran tahfidz Al-Qur’an di pondok pesantren
Daarul Qur’an Kota Tangerang sudah efektif, hal ini terlihat dari proses
pembelajaran yang sudah sesuai dengan tahapan minimal yang harus
ditempuh oleh para santri dalam setiap tahunnya sehingga dapat
menjadikan santri yang menghafal Al-Qur’an dengan lancar ketika
lulus.
2. Metode yang digunakan oleh pondok pesantren Daarul Qur’an dalam
mendidik santri untuk menghafalkan AL-Qur’an juga sudah baik. Hal
ini diperjelas dengan pengecekan santri baru dalam kelancarannya
membaca Al-Qur’an. Ada varian yang diberikan oleh pesantren Daarul
Qur’an menyiapkan metode kaidah DaQu, tahsin, tahfidz, hingga
pengambilan sanad Al-Qur’an yang dilakukan bagi santri yang
memiliki kemauan kuat dan kemampuan yang mumpuni.
3. Evaluasi pembinaan tahfidz Al-Qur’an bagi para santri dilakukan setiap
bulan sekali dan dilaporkan kepada orang tua setiap enam bulan sekali.
Hal ini difokuskan agar santri menjalankan dan menghafalkan Al-
Qur’an sesuai dengan apa yang sudah ditargetkan oleh pihak pesantren
sebelumnya.
4. Program-program yang dipersiapkan oleh pesantren dalam
meningkatkan kualitas dan kuantitas para santri dalam menghafalkan
114
Al-Qur’an dengan dibuatnya lomba tahfidz setiap satu bulan sekali di
lingkungan pesantren dan enam bulan sekali di seluruh cabang Daarul
Qur’an di Indonesia. Selain itu juga didatangkan para orang
berpengaruh bagi dunia pendidikan maupun non pendidikan ke
pesantren agar membangkitkan semangat jiwa para santri agar daapat
ataupun menjadi orang berpengaruh dikemudian hari.
5. Para Syeikh yang didatangkan dari bumi Arab juga memberikan banyak
kontribusi khususnya dalam pemberian sanad Al-Qur’an yang langsung
sampai kepada Rasulullah, mengajarkan makhorijul huruf yang benar,
pembeajaran naghom, hingga pembelajaran qiro’ah sab’ah.
6. Pembinaan para guru tahfidz juga dilakukan demi meningkatkan
kompetensi para guru tahfidz dalam emmberikan pengajaran yang
terbaik bagi santri melalui pengajaran yang langsung di lakukan para
syeh dan juga melakukan studi banding ke beberapa cabang Daarul
Qur’an di seluruh Indonesia
7. Fasilitas sarana dan prasarana yang ditawarkan oleh pihak pesantren
kepada para santri juga sudah terbilang bagus. Hal ini bisa dilihat
dengan bangunan gedung asrama dan gedung sekolah yang bagus
memiliki 4 lantai, ruangan kelas full AC, lapangan basket, lapangan
futsal, lapangan olahraga, Out Bond Area, Lab. Multimedia,
Enterpreneur Corner, Workshop Studia, dll.
B. Saran
Setelah penulis mengamati dan meneliti jalannya pelaksanaan sistem
pembelajaran tahfidz Al-Qur’an di pondok pesantren Daarul Qur’an, maka dalam
kesempatan kali ini penulis ingin menyampaikan beberapa saran-saran sebagai
berikut:
1. Untuk lebih tercapainya baik visi, visi, serta tujuan pembelajaran
tahfidz Al-Qur’an di pondok pesantren tahfidz Daarul Qur’an
hendaknya pondok pesantren Daarul Qur’an lebih meningkatkan mutu
serta perbaikan menejemen pengelolaan pembelajaran tahfidz kearah
yang lebih baik lagi.
115
2. Untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan pemebelajaran santri
dalam memaksimalkan potensi menghafalkan Al-Qur’an hendaknya
para asatidz atau guru-guru yang mengajar adalah guru-guru yang
memiliki keahlian dibidangnya dan menguasai metode-metode
pembelajaran dengan baik.
3. Demi terujudnya generasi Qur’ani maka bersungguh-sungguh dan
bersabarlah dalam menuntut ilmu dan menghafalkan Al-Qur’an.
Karena seperti kata syair bahwasannya belajar di waktu kecil bagaikan
mnegukir diatas batu sedangkan belajar di waktu tua bagaikan
mengukir diatas air.
116
DAFTAR PUSTAKA
Abdulwaly, Cece, 120 Hari Hafal Al-Qur’an (Yogyakarta: IKAPI, 2015)
Al-Hafidz, Ahsin W. Bimbingan Praktis Menghafal Qur’an, (Jakarta: Bumi
Aksara, 1994),
Al-Tabany, Trianto Ibnu Badar, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif,
Progresif, dan Kontekstual, (Jakarta: PT Kharisma Putra Utama, 2015)
Ammar, Abu dan Abu Fatiah, Negeri-Negeri Penghafal Al-Qur’an (Sukoharjo:
Al-Wafi Publishing, 2015)
Arifin, M. Kapita Selekta Pendidikan: (Islam dan Umum) (Jakarta: Bumi Aksara,
1995)
Arikunto, Suharsimi, Manajemen Penelitian (Jakarta: Rhineka Cipta, 2003)
Atabik, Ahmad, The Living Qur’an: Potret Budaya Tahfiz Al-Qur’an di
Nusantara (Jurnal Penelitian, Vol. 8, No. 1, Febuari 2014)
Daulay, Hardar Putra, Historis Dan Eksistensi Pesantren Sekolah Dan Madrasah
(Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2001)
Dhofier, Zamakhsyari, Tradisi Pesantren. Cet 8, (Jakarta: LPEES, 2011)
Dimyati, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009)
Djamarah dan Syaiful Bahri, Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: Rineka Cipta,
2010)
Drajat, Zakiyah, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2007)
Farida, Anik dan Huda Ali, Moderenisasi Pesantren, (Jakarta; Balai Penelitian
dan Pengembangan Agama Jakarta, 2007)
Fathurrahman, M. Mas’udi, Cara Mudah Menghafal Al-Qur’an dalam Satu
Tahun (Yogyakarta: Elmatera, 2012)
Hamalik, Oemar, Kurikulum dan Pembelajaran (Jakarta: Bumi Aksara, 2014)
117
Hamalik, Oemar, Proses Belajar Mengajar (Jakarta: Bumi Aksara, 2017)
Hawi, Akmal, Dasar-Dasar Studi Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2014),
Ismail, SM, Pengembangan Pesantren Tradisional: Sebuah Hipotesis
Mengantisipasi Perubahan Sosial, dalam Dinamika Pesantren dan
Madrasah, (Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang
bekerja sama dengan Pustaka Pelajar, 2002),
Kafrawi, Pembaruan Sistem Pendidikan Pondok Pesantren. (Jakarta: Cemara
Indah, 1978)
Mansur, Yusuf, Dahsyatnya Membaca & Menghafal Al-Qur’an (Jakarta: Zikrul
Hakim, 2017 cet. 2)
Mansur, Yusuf, Dream (Bandung: Sygma creative Media Corp, 2013)
Masyhud, M. Sulthon dan Moh. Khusnurdilo, Manajemen Pondok Pesantren,
Cet.II, (Jakarta: Diva Pustaka, 2005)
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2009)
Mulyasa, E. Manajemen Berbasis Sekolah, (Bandung; Remaja Rosda Karya,
2005)
Nasir, M. Ridlwan, Mencari Tipologi Format pendidikan Ideal, Cet.II,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2010)
Qardhawi, Yusuf, Berinteraksi dengan Al-Qur’an, (Jakarta: Gema Insani Press,
1999)
Qomar, Mujamil, Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokrasi
Institusi, (Jakarta: Erlangga, 2002)
Rauf, Aziz Abdul, Kiat Sukses Menjadi Hafidz Qur’an, (Yogyakarta, Ypgyakarta
Press, 1999)
Sa’dulloh, 9 Cara Praktis Menghafal Al-Qur’an (Jakarta: Budi Permadi, 2008)
118
Saefuddin, Asis, Pembelajaran Efektif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2016)
Shihab, M. Quraish, Wawasan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1997) cet. 6
Siswoyo, Ilmu Pendidikan (Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta Press,
2007)
Sjafei, Mohammad, Dasar-dasar Pendidikan, cet.2 (Jakarta: Centre For Stetegic
And International Studies, 1979)
Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, cet. 4 (Jakarta:
Rhineka Cipta, 2003)
Sumantri, Mohamad Syarif, Strategi Pembelajaran; Teori dan Praktik di Tingkat
Pendidikan dasar, (Depok; Rajagrafindo Persada, 2015)
Suyanto dan Asep Jihad, Menjadi Guru yang Profesional, (Jakarta: Erlangga,
2013)
Trianto. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progressif. (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2009)
Yunus, Mahmud, Kamus Arab – Indonesia, (Jakarta: Hidakarya Agung, 2005)