EFEKTIVITAS SARI BATANG SERAI DAPUR (Cymbopogon …
Transcript of EFEKTIVITAS SARI BATANG SERAI DAPUR (Cymbopogon …
EFEKTIVITAS SARI BATANG SERAI DAPUR (Cymbopogon
citratus) SEBAGAI LARVASIDA Aedes sp.
KARYA TULIS ILMIAH
Disusun Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Diploma
III Jurusan Analis Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Kendari
OLEH:
DEVILIYA NANDA OSCAR MANGELEP
NIM. P00341015011
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI
JURUSAN ANALIS KESEHATAN
2018
ii
iii
iv
v
RIWAYAT HIDUP
A. Identitas Diri
Nama : Deviliya Nanda Oscar Mangelep
NIM : P00341015011
TTL : Kendari, 17 Desember 1996
Suku/Bangsa : Tolaki/Indonesia
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama :Islam
B. Pendidikan
1. SD Negeri 1 Poasia, tamat tahun 2008
2. SMP Negeri 5 Kendari , tamat tahun 2011
3. SMA Negeri 2 Kendari, tamat tahun 2014
4. Tahun 2015 melanjutkan pendidikkan di Politeknik Kesehatan Kemenkes
Kendari Jurusan Analis Kesehatan sampai sekarang.
vi
MOTTO
Apa yang membuatmu tidak nyaman adalah kesempatan terbesarmu untuk tumbuh
Kesuksesan itu tidak ditunggu , tetapi diwujudkan
Lewat usaha dan kegigihan. Saya tidak Pernah Gagal Saya Hanya Menemukan 10.000 Cara yang Tidak Tepat (Thomas A. Edison)
Karya Tulis ini Kupersembahkan Kepada
Ayahanda dan ibunda tercinta
Keluargaku tersayang
Sahabat-sahabatku tersayang
Agama, Bangsa dan Negaraku
Serta Almamaterku
vii
ABSTRAK
Deviliya Nanda Oscar Mangelep “Efektivitas Sari Batang Serai Dapur
(Cymbopogon citratus) Sebagai Larvasida Aedes sp “. yang dibimbing oleh Anita
Rosanty sebagai Pembimbing I dan Reni Yunus sebagai Pembimbing II
(xiv+49 halaman+8 gambar +3 tabel+6 lampiran). Vektor utama penyakit Demam
Berdarah Dengue adalah Nyamuk Aedes sp . Metode larvasida secara kimia
merupakan pilihan terbaik namun penggunaan larvasida telah mengalami
resistensi. Sari batang serai dapur diduga memiliki efek sebagai larvasida
terhadap larva Aedes sp karena mengandung zat Flavonoid, Saponin dan Tanin
yang bersifat larvasida.Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji efektivitas sari
batang serai dapur (Cymbopogon citratus) sebagai larvasida Aedes sp. Sari batang
serai dapur di bedakan menjadi beberapa kelompok konsentrasi yaitu konsentrasi
20%,30%,40% dan 50% yang diperoleh dari 700 gram batang serai dan di ujikan
pada bahan uji yaitu 200 ekor larva Aedes sp Instar III dengan 2 kali
pengulangan dengan menggunakan Metode Exsperiment. Hasil Penelitian
menunjukan setelah 24 jam, presentase kematian larva pada konsentrasi 20%
sebanyak 82,5%, pada konsentrasi 30% presentase kematian larva sebnyak 92,5%,
dan pada konsentrasi 40% dan 50% presentase kematian larva sebanyak 100%.
Kesimpulan dari hasil penelitian ini sari batang serai dapur efektif sebagai
larvasida Aedes sp dengan konsentrasi 40% dan 50% yang paling efektif. Saran
dari penelitian ini, dapat menjadi sumber bacaan bagi Mahasiswa khususnya
Mahasiswa Analis Kesehatan dan menambah wawasan serta pengalaman belajar
dalam penelitian khususnya dibidang Parasitologi,bagi masyarakat dapat
menggunakan sari batang serai dapur sebagai larvasida Aedes sp serta bagi
peneliti selanjutnya diharapkan melakukan penelitian dengan konsentrasi yang
lebih rendah.
Kata Kunci : Dengue, Larvasida Batang Serai Dapur
Daftar Pustaka : 30 buah (1993-2017)
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian dengan judul “Efektivitas Sari Batang Serai Dapur (Cymbopogon
citratus) Sebagai Larvasida Aedes sp”. Penelitian ini disusun dalam rangka
melengkapi salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan program Diploma
III (D III) pada Politeknik Kesehatan Kemenkes Kendari Jurusan Analis
Kesehatan.
Pada kesempatan ini pula penulis mengucapkan rasa hormat, terima kasih
dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Sosok terhebat dalam hidup
penulis Ayahhanda Oscar Mangelep dan Ibunda Hilda Saranani atas semua
bantuan moril maupun materi, motivasi, dukungan dan cinta kasih yang tulus serta
doa yang tak henti – hentinya di panjatkan demi kesuksesan studi yang penulis
jalani selama menuntut ilmu sampai menyelesaikan karya tulis ini.
Penulis menyadari bahwa proses penelitian karya tulis ini telah melewati
perjalanan panjang, dan peneliti banyak mendapat petunjuk dan bimbingan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini peneliti juga menghaturkan
rasa hormat dan terima kasih kepada Ibu Anita Rosanty, SST.,M.Kes selaku
pembimbing I dan Ibu Reni Yunus, S.Si, M.Sc selaku pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan, kesabaran dalam membimbing dan atas segala
pengorbanan waktu dan pikiran sehingga karya tulis ini dapat terselesaikan.
Ucapan terimakasih peneliti juga tujukan kepada :
1. Askrening, SKM.,M.Kes. Selaku Direktur Poltekkes Kemenkes Kendari
2. Dr.Ir.Sukanto Toding,MPS.MA Selaku Kepala kantor Badan Penelitian
dan Pengembangan yang telah memberikan izin kepada penulis untuk
melakukan penelitian ini.
3. Anita Rosanty, S.ST, M.Kes selaku ketua Jurusan Analis Kesehatan
4. Kepada Penguji, Ruth Mongan,BSc.,S.Pd.,M.Pd dan Muhaimin
Saranani,S.Kep,NS.,M.Sc yang telah memberi arahan perbaikan demi
kesempurnaan Karya Tulis Ilmiah ini.
ix
5. Kepada instruktur penelitian Muh.Ihwan.,S.ST yang telah dengan sabar
mendampingi dan mengarahkan peneliti demi terselesaikannya penelitian
ini.
6. Bapak dan Ibu dosen Poltekkes Kemenkes Kendari Jurusan Analis
Kesehatan serta seluruh staf dan karyawan atas segala faslitas dan
pelayanan akademik yang diberikan selama penulis menuntut ilmu.
7. Terima Kasih banyak penulis ucapkan kepada Hendra Mustafa yang
dengan sabar membantu, meluangkan waktu serta selalu memberikan
dukungan kepada penulis, kepada kaka Rini Hapsanjani Putri yang tidak
pernah bosan mendengar keluh kesah penulis dan selalu memberikan
dukungan dan arahan serta teman – teman seperjuangan Ni Nyoman
fitriani, Epran, dan Rekan –rekan penelitian Bidang Parasitologi sehingga
karya Tulis Ilmiah imi mampu penulis pertahankan didepan penguji.
8. Terima Kasih kepada Keluarga,Sahabat, dan Teman- teman yang tidak
dapat disebutkan satu- persatu yang telah membantu dan mensupotr
penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.
Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu dengan kerendahan hati penulis sangat
mengharapkan kritik yang sifatnya membangun dari semua pihak demi
kesempurnaan karya tulis ini.
Semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat untuk kita semua,
semoga dengan terselesaikannya tugas akhir ini dapat menjadi awal yang baik
bagi penulis untuk meraih kesuksesan yang lain. Amin..
Kendari, Juni 2018
Peneliti
x
DAFTAR ISI
halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ………………………………ii
HALAMAN PERSETUJUAN............................................................................. iii
HALAMAN PENGESAHAN …………………………………………………..iv
RIWAYAT HIDUP ................................................................................................ v
MOTTO ................................................................................................................ vi
ABSTRAK ........................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... viii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang ........................................................................................ 1
Rumusan Masalah .................................................................................. 5
Tujuan Penelitian ..................................................................................... 5
Manfaat Penelitian .................................................................................. 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Umum Nyamuk Aedes sp ........................................................ 7
Larvasida ..............................................................................................18
Tinjauan Tentang Tanaman Serai ......................................................... 21
BAB III KERANGKA KONSEP
Dasar Pemikiran ................................................................................... 27
Kerangka Konsep .................................................................................. 28
Kerangka Pikir ...................................................................................... 29
Variabel ................................................................................................. 30
Defenisi Operasional Prosedur dan Kriteria Objektif............................ 30
xi
BAB IV METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian ..................................................................................... 31
Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................... 31
Bahan uji ............................................................................................... 31
Prosedur Pengumpulan Data ................................................................ 31
Instrumen Penelitian ............................................................................. 31
Prosedur penelitian ...............................................................................32
Jenis Data .............................................................................................. 37
Pengolahan Data ................................................................................... 37
Analisis Data ......................................................................................... 37
Penyajian Data ...................................................................................... 37
Keterbatasan Penelitian ………………………………………………38
BAB V HASIL PENELITAN DAN PEMBAHASAN
Gambaran umum lokasi penelitian ....................................................... 37
Hasil penelitian ..................................................................................... 41
Pembahasan .......................................................................................... 42
BAB VI PENUTUP……………………………………………………………..48
Kesimpulan ........................................................................................... 48
Saran ..................................................................................................... 48
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xii
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1.1 Perbedaan Stadium Perkembangan Larva Aedessp…... 13
Tabel 2.Deskripsi Varietas Tanaman Serai Wangi ................................................ 21
Tabel 5.1Jumlah kematian Larva Aedes sp pada berbagai konsentrasi Sari
BatangSerai Dapur (Cymbopogon citratus) setelah 24 jam Perlakukan ....... ……42
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Karakteristik nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus………8
Gambar 2.2 Perbedaan Punggung Nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus
………………………………………………………………………………9
Gambar 2.3 Siklus hidup nyamuk Aedes sp…………………………………...11
Gambar 2.4 Telur nyamuk Aedes sp…………………………………………...12
Gambar 2.5 Larva Nyamuk Aedes sp……………………………………….….12
Gambar 2.6 Pupa Aedes sp…………………………………………….……….14
Gambar 2.7 Serai Wangi……………………………………….………………21
Gambar 2.8 Serai Dapur…………………………………………………..……23
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Asia Tenggara telah di
laporkan oleh World Health Organization (WHO) menempatkan negara
Indonesia sebagai negara dengan kasus Demam Berdarah Dengue tertinggi di
Asia Tenggara. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang
beriklim tropis dengan jumlah kasus DBD sebanyak 156,086 kasus dengan
jumlah kematian akibat DBD sebesar 1,358 orang. (WHO,2012). Di
Indonesia kasus DBD pertama kali terjadi di surabaya pada tahun 1968,
penyakit DBD di temukan di 200 kota di 27 provinsi dan telah terjadi KLB
(kejadian luar biasa) akibat DBD. Profil kesehatan Provinsi Jawa Tengah
tahun 1999 melaporkan bahwa kelompok tertinggi adalah usia 5-14 tahun
yang terserang sebanyak 42% dan kelompok usia 15-44 tahun yang tersrang
sebanyak 37% ,data tersebut di dapatkan dari data rawat inap rumah
sakit.Rata-rata insidensi penyakit DBD sebesar 6-27 per 100.000 penduduk
(Widoyono,2011).
Di Sulawesi Tenggara angka penderita penyakit DBD tertinggi terjadi
pada tahun 2015 di mana penderita penyakit DBD di Sulawesi Tenggara
tercatat sebanyak 1.597 kasus dengan jumlah kematian akibat DBD sebanyak
22 orang dari jumlah total 1.597 kasus DBD,dengan jumlah kematian
tertinggi terjadi di kabupaten Kolaka sebanyak 8 kasus kematian (Profil Dikes
Sultra,2016).
Sebaran kasus Demam Berdarah Dengue menurut Kabupaten/Kota di
mana dari 17 kabupaten hanya 2 kabupaten yang bebas DBD, ini berarti 88%
Kabupaten/Kota di Sulawesi Tenggara terkena wabah DBD dengan jumlah
kasus tertinggi dialami Kolaka dengan 761 kasus, kabupaten tersebut
ditetapkan sebagai daerah Kejadian Luar Biasa(KLB) DBD tahun 2015.
Kematian akibat DBD yang dilaporkan sebanyak 22 orang dari jumlah total
2
1.597 kasus DBD, dengan jumlah kematian tertinggi terjadi di Kabupaten
Kolaka sebanyak 8 kasus kematian, sedangkan kasus DBD di Kota kendari
sendiri mendapat peringkat ke-lima tertinggi setelah Kolaka, Kolaka Utara,
Baubau dan Konawe dengan jumlah kasus DBD (Profile Dinkes Sultra,
2016).
Kota Kendari merupakan salah satu daerah yang dikategorikan
endemis kejadian DBD dengan prevalensi kasus DBD sebanyak 30 kasus
dengan kematian sebanyak 9 orang di Tahun 2014. pada tahun 2015 terjadi
peningkatan prevalenwsi kasus DBD sebanyak 78 kasus dengan kematian
sebanyak 2 orang, di Tahun 2016 dilaporkan kematian akibhat DBD
sebanyak 4 orang dari jumlah total kasus 349 kasus DBD. Seluruh kecamatan
dikota kendari telah diklasifikasikan menjadi daerah endemis DBD. Kasus
DBD pada tahun 2014-2016 terbanyak terjadi di Tahun 2016 yang tersebar di
15 puskesmas yang tertinggi terjadi di wilayah kerja Puskesmas Puuwatu
dengan jumlah kasus sebanyak 51 kasus, kemudian wilayah kerja Puskesmas
Poasia yaitu sebanyak 45 kasus dan diikuti dengan wilayah kerja puskesmas
Mokoau yaitu sebanyak 41 kasus (Hiijroh et al,2017).
Vektor utama penyakit Demam Berdarah Dengue adalah Nyamuk
Aedes sp nyamuk yang menjadi vektor penyakit DBD adalah nyamuk yang
menjadi infeksi saat menggigit manusia yang sedang sakit dan viremia
(terdapat virus dalam darahnya). Penularan virus dapat di tularkan secara
transovarial dari nyamuk ke telur-telurnya (Widoyono,2011).
World Health Organization (WHO) sendiri telah meluncurkan
program pengendalian kasus DBD. Departemen Kesehatan sendiri pada tahun
2010 juga telah meluncurkan beberapa program pengendalian DBD. Salah
satu langkah yang diambil adalah dengan mengendalikan vektor DBD dengan
pengendalian DBD adalah : (a) Kimiawi dengan insektisida dan larvasida, (b)
Biologi dengan menggunakan predator, bakteri, (c) Managemen lingkungan
seperti mengelola atau meniadakan habitat perkembangbiakan nyamuk atau
gerakan PSN (pengendalian sarang nyamuk), (d) penerapan peraturan
perundangan, (e) meningkatkan peran serta masyarakat akan pengendalian
3
vektor. WHO melaporkan bahwa program ini berjalan efektif di Asia
Tenggara.
Pemberantasan nyamuk salah satunya adalah dengan cara
memutuskan rantai penularannya yaitu dengan menggunakan bahan kimia
atau insektisida sintetis seperti obat nyamuk semprot atau obat nyamuk bakar
Hal ini banyak dipilih oleh masyarakat kota Metro politan karena praktis dan
mudah. Namun, disamping adanya dampak positif yang dihasilkan yaitu
dapat membunuh nyamuk penular secara cepat, ada pula dampak negatif yang
dihasilkan oleh bahan kimianya yaitu mampu mempengaruhi kesehatan pada
manusia, hewan ternak, polusi lingkungan, dan hama (nyamuk) menjadi
resisten (Andriani,2013).
Upaya mengurangi penggunaan Insektisida kimia sintetik sangatlah
bijak. Bila mengoptimalkan penggunaan tumbuhan yang mempunyai
kemampuan sebagai Insektisida nabati terutama bagi nyamuk Aedes sp.
Insektisida nabati merupakan bahan alami, bersifat mudah terurai di alam
(biodegradable) sehingga tidak mencemari lingkungan dan relatif aman bagi
manusia maupun ternak karena residunya mudah hilang (Eka, 2010).
Berbagai jenis tumbuhan dapat di jadikan larvasida alami, dimana
tanaman serai (Cymbopogon citratus) merupakan salah satunya yang dapat di
manfaatkan kandungannya yang lebih di bagian batang dan daun. Tanaman
ini banyak di temukan di berbagai daerah dan biasanya digunakan sebagai
bumbu masak ternyata dapat di gunakana sebagai insektisida alami. Tanaman
serai dapur (Cymbopogon citratus) mengandung kandungan ini memiliki
banyak manfaat di antaranya memiliki efek pengobatan. Adapun kandungan
fitokimia dalam batang serai adalah Alkoloid, Flavonoid, Saponin, Tanin,
Anthtaquinon, Steroid, Asam Fenol (Derivat Caffeic dan P-counaric) dan
Flavon glikosida (derivat Apigenin dan Luteolin).Diantara kandungan
senyawa kimia yang di anggap berperan sebagai larvasida adalah
Flavonoid,Saponin,dan Tanin (Apriangga,2014).
Berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik melakukan
penelitian tentang efektifitas sari batang serai dapur (Cymbopogon citratus)
4
sebagai larvasida Aedes sp, dimana kandungan dari batang serai dapur
(Cymbopogon citratus) dapat menggangu metabolime,sistem pernafasan larva
dan menyebabkan kematian. Berbagai penelitian telah menunjukan bahwa
kandungan Flavonoid, Saponin dan Tanin dapat berfungsi sebagai larvasida
nyamuk Aedes sp.
Berdasarkan penelitian Aprianggara (2014) tentang Efektivias
Ekstrak Serai Dapur (Cymbopogon citratus) sebagai Larvasida Aedes sp
Instar III/IV menggunakan metode post test only control group dengan
menggunakan 6 konsentrasi ekstrak serai dapur yaitu 156 ppm, 312,5 ppm,
625 ppm, 1250 ppm dan 2500 ppm dan menggunakan 25 ekor larva Aedes sp
yang berumur 3-4 hari pada masing-masing konsentrasi dengan 5 kali
pengulangan, pengamatan di lakukan selama 24 jam dan aquades sebagai
kontrol negatif. Hasil penelitiannya Ekstrak Serai Dapur (Cymbopogon
citratus) sebagai Larvasida Aedes sp Instar III/IV Pada konsentrasi 2500
ppm( 0,25%).
Menurut Soegijanto (2006), masa pertumbuhan dan perkembangan
nyamuk Aedes sp dapat dibagi menjadi empat tahap, yaitu telur, larva, pupa,
dan nyamuk dewasa, sehingga termasuk metamorfosis sempurna atau
holometabola. Berdasarkan data dari Depkes RI (2005), ada empat tingkat
(instar) jentik sesuai dengan pertumbuhan larva tersebut, yaitu Instar I :
berukuran paling kecil, yaitu 1-2 mm, Instar II : 2,5-3,8 mm, Instar III : lebih
besar sedikit dari larva instar II, Instar IV : berukuran paling besar, yaitu 5
mm.
Dari uraian latar belakang di atas mendorong peneliti untuk
mengadakan penelitian tentang efektivitas sari batang serai dapur
(Cymbopogon citratus) dalam membunuh larva Aedes sp menggunakan
konsentrasi 20%, 30%,40%,dan 50%, serta menggunakan 20 ekor larva
Aedes sp pada masing-masing konsentrasi. Dalam penelitian ini batang serai
dapur dipilih karena tanaman ini sudah sangat dikenal masyarakat, dan
merupakan tanaman daerah tropis yang sering ditemui tanpa mengenal musim
terutama di Indonesia. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas
5
sari batang serai dapur (Cymbopogon citratus) dalam membunuh larva Aedes
sp.
B.Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah Apakah sari batang serai dapur (Cymbopogon citratus)
efektif sebagai larvasida Aedes sp ?
C.Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini yaitu untuk menguji efektivitas sari
batang serai dapur (Cymbopogon citratus) sebagai larvasida Aedes sp.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui konsentrasi 20%, sari batang serai dapur (Cymbopogon
citratus) yang dapat mematikan larva Aedes sp.
b. Mengetahui konsentrasi 30%, sari batang serai dapur (Cymbopogon
citratus) yang dapat mematikan larva Aedes sp.
c. Mengetahui konsentrasi 40%, sari batang serai dapur (Cymbopogon
citratus) yang dapat mematikan larva Aedes sp.
d. Mengetahui konsentrasi 50%, sari batang serai dapur (Cymbopogon
citratus) yang dapat mematikan larva Aedes sp.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Memberikan bukti ilmiah tentang larvasida alami dari sari batang
serai dapur (Cymbopogon citratus) terhadap larva Aedes sp.
2. Manfaat Praktis
a. Manfaat bagi istitusi pendidikan , hasil penelitian diharapkan dapat
menambah sumber bacaan bagi mahasiswa atau mahasiswi Analis
Kesehatan Poltekkes Kemenkes Kendari untuk penelitian
selanjutnya.
b. Bagi peneliti sendiri dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
dalam menerapkan ilmu yang diperoleh selama perkuliahan .
6
c. Memberikan informasi ilmiah kepada masyarakat terkait manfaat
sari batang serai dapur (Cymbopogon citratus) yang dapat digunakan
sebagai larvasida alami terhadap Aedes sp.
d. Bagi peneliti selanjutnya dapat dijadikan sebagai bahan referensi
untuk melakukan penelitian pada bidang yang sama.
7
BAB II
TINJAUN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Mengenai Nyamuk Aides sp.
Nyamuk Aedes sp merupakan vektor penyebar virus Dengue
penyebab penyakit Demam Berdarah Dangue (DBD) yaitu Aedes aegypti
dan Aedes albopictus, namun dalam penuluran virus dangue nyamuk
Aedes aegypti lebih berperan dari pada nyamuk Aedes albopictus karena
habitat Aedes aegypti lebih dekat dengan lingkungan hidup manusia dari
pada habitat nyamuk Aedes albopictus yang berada di kebun-kebun dan
rawa-rawa (Umi, 2011).
Nyamuk Aedes aegypti dikenal dengan sebutan black white
mosquito atau tiger mosquito karena nyamuk ini mempunyai ciri khas
yang berupa adanya garis-garis dan bercak-bercak putih keperakan di atas
dasar warna hitam yang terdapat pada kaki dan tubuhnya (Wati,2010).
Nyamuk Aedes aegypti bersifat diurnal yaitu melakukan aktivitas secara
aktif pada pagi hingga siang hari. Penularan virus dengue dilakukan oleh
nyamuk betina karena hanya nyamuk betina yang menghisap darah
sebagai asupan protein untuk memproduksi telur. Nyamuk Aedes aegypti
jantan menghisap sari bunga sebagai asupan energi (Nauli, 2011).
Nyamuk Aedes albopictus mempunyai habitat di kebun-kebun atau
di kawasan pinggir hutan sehingga sering disebut dengan nyamuk kebun.
Nyamuk Aedes albopictus dapat berkembang biak pada lubang pohon
yang berair dan meletakkan telurnya di atas permukaan air di lubang
pohon tersebut (Nauli, 2011).
1. Klasifikasi Ilmiah Nyamuk Aedes sp
Menurut Djakaria (2004) Nyamuk Aedes sp. Diperkirakan
mencapai 950 spesies tersebar di seluruh dunia. Urutan klasifikasi dari
nyamuk Aedes sp adalah sebagai berikut:
8
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Subphylum : Uniramia
Kelas : Insekta
Ordo : Diptera
Subordo :Nematosera
Familia : Culicidae
Sub family : Culicinae
Tribus : Culicini
Genus : Aedes
Spesies : Aedes aegypti
Aedes albopictus
2. Morfologi Nyamuk Aedes sp
Secara morfologis nyamuk Aedes aegypti dan Aedes
albopictus sangat mirip. Akan tetapi keduanya dapat dibedakan dari
strip putih yang terdapat pada bagian skutumnya, skutum Aedes
aegypti berwarna hitam dengan dua strip putih sejajar di bagian
punggung (dorsal) tengah yang diapit oleh dua garis lengkung
berwarna putih. Sementara itu, skutum Aedes albopictus juga
berwarna hitam, namun hanya berisi satu garis putih tebal di bagian
dorsalnya (Suparta,2008).
Gambar 2.1: Karakteristik nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus
Sumber: Suparta
9
Nyamuk Aedes aegypti disebut black-white mosquito, karena
tubuhnya ditandai dengan pita atau garis-garis putih keperakan di atas
dasar hitam. Nyamuk Aedes aegypti memiliki ukuran bervariasi,
kebanyakan nyamuk betina yang sering diidentifikasi morfologinya.
Struktur kepala berbentuk globular, dengan clypus (perisai) yang
memiliki tanda putih keabu-abuan pada betina dan polos pada nyamuk
jantan. Adapun bentuk depan dari perisai ada yang lurus dan ada yang
menonjol. Pada bagian tengah dari vortex (puncak) terdapat sisik datar
berwarna putih. Selain itu nyamuk Aedes aegypti juga memiliki
proboscis yang berwarna hitam, panjang, lurus, ramping, yang
berbentuk silinder. Adapun maxillary palphi yang menempel pada
ujung proboscis berwarna putih keabu-abuan yang terbagi menjadi 5
segmen pada nyamuk jantan, sedangkan 4-5 segmen pada betina
dengan panjang (0,76 ± 0,04 mm). Nyamuk Aedes aegypti juga
memilki antenna berbeda ukurannya pada setiap nyamuk (Ananya
Bar,2013).
Gambar 2.2 : Perbedaan Punggung Nyamuk Aedes aegypti dan Aedes
albopictus
Sumber: Sivanathan
Adapun toraks pada nyamuk Aedes aegypti berwarna coklat
atau hitam dengan luas yang berbeda antara nyamuk jantan dan betina.
10
Betina memilki toraks yang lebih laus, dengan panjang ± 0.08 mm dan
lebar 0,35 ± 0,07 mm. Adapun pada jantan, panjangnya hanya 0,41 ±
0,06 mm dan lebar 0,29 ± 0,02 mm. Nyamuk ini memiliki tiga pasang
kaki, dengan bagian coxa, trochanter, femur, tibia, dan tarsal. Adapun
tarsal paling ujung langsung menempel dengan cakar. Abdomen dari
nyamuk ini terbagi menjadi 8 segmen dengan corak hitam putih. Pada
betina segmen yang kedelapan sangat pendek (Ananya Bar,2013).
Adapun nyamuk Aedes albopictus sendiri mempunyai ciri
tubuh yang hitam diselingi garis-garis putih yang mencolok serta garis
tunggal pada punggung belakang. seperti nyamuk pada umumnya, ia
memiliki bentuk badan yang ramoing, sepasang sayap yang
sempit,tiga pasang kaki, dan belalai yang panjang digunakan untuk
makan (Ananya Bar,2013).
3. Siklus Hidup Nyamuk Aedes sp
Nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus memiliki siklus
hidup sempurna. Siklus hidup nyamuk ini terdiri dari empat fase,
mulai dari telur, larva, pupa dan kemudian menjadi nyamuk dewasa.
Nyamuk Aedes aegypti meletakkan telur pada permukaan air bersih
secara individual. Telur berbentuk elips berwarna hitam dan terpisah
satu dengan yang lain. Telur menetas dalam 1 sampai 2 hari menjadi
larva. Terdapat empat tahapan dalam perkembangan larva yang
disebut instar. Perkembangan dari instar 1 ke instar 4 memerlukan
waktu sekitar 5 hari. Setelah mencapai instar ke-4, larva berubah
menjadi pupa di mana larva memasuki masa dorman. Pupa bertahan
selama 2 hari sebelum akhirnya nyamuk dewasa keluar dari pupa.
Perkembangan dari telur hingga nyamuk dewasa membutuhkan waktu
8 hingga 10 hari, namun dapat lebih lama jika kondisi lingkungan
tidak mendukung (Sivanathan,2006).
11
Gambar 2.3:Siklus hidup nyamuk Aedes sp
Sumber:Sivanathan
Menurut Soegijanto (2006), masa pertumbuhan dan
perkembangan nyamuk Aedes sp dapat dibagi menjadi empat tahap,
yaitu telur, larva, pupa, dan nyamuk dewasa, sehingga termasuk
metamorfosis sempurna atau holometabola.
a. Stadium Telur
Menurut Herms (2006), telur nyamuk Aedes sp berbentuk ellips
atau oval memanjang, berwarna hitam, berukuran 0,5-0,8 mm, dan
tidak memiliki alat pelampung. Nyamuk Aedes sp meletakkan telur-
telurnya satu per satu pada permukaan air, biasanya pada tepi air di
tempat-tempat penampungan air bersih dan sedikit di atas permukaan
air. Nyamuk Aedes sp betina dapat menghasilkan hingga 100 telur
apabila telah menghisap darah manusia. Telur pada tempat kering
(tanpa air) dapat bertahan sampai 6 bulan. Telur-telur ini kemudian
akan menetas menjadi jentik setelah sekitar 1-2 hari terendam air.
TELUR
NYAMUK
DEWASA
LARVA
PUPA
12
Gambar 2.4: Telur nyamuk Aedes sp
Sumber: Sivanthan
b. Stadium Larva (Jentik)
Menurut Herms, W. (2006), larva nyamuk Aedes aegypti
mempunyai ciri khas memiliki siphon yang pendek, besar dan
berwarna hitam. Larva ini tubuhnya langsing, bergerak sangat lincah,
bersifat fototaksis negatif dan pada waktu istirahat membentuk sudut
hampir tegak lurus dengan permukaan air. Larva menuju ke
permukaan air dalam waktu kira-kira setiap ½-1 menit, guna
mendapatkan oksigen untuk bernapas. Larva nyamuk Aedes aegypti
dapat berkembang selama 6-8 hari.
Gambar 2.5: Larva Nyamuk Aedes sp
Sumber:Herms
13
Berdasarkan data dari Depkes RI (2004), ada empat tingkat
(instar) jentik sesuai dengan pertumbuhan larva tersebut dapat dilihat
pada Tabel 2.1 berikut:
Tabel 2.1 Perbedaan Stadium Perkembangan Larva Aedes sp
Larva Instar I Larva Instar II Larva Instar III Larva Instar VI
Berukuran
paling kecil
yaitu 1-2 mm
atau satu sampai
dua hari setelah
telur menetas,
duri-duri
(spinae) pada
dada belum
jelas dan corong
pernapasan pada
siphon belum
menghitam
(Hoedojo, R.
1993).
Berukuran
2,5-3,5 mm
berumur dua
sampai tiga
hari setelah
telur menetas,
duri-duri dada
belum jelas,
corong
pernapasan
sudah mulai
menghitam
(Hoedojo, R.
1993).
Berukuran 4-
5 mm
berumur tiga
sampai empat
hari setelah
telur menetas,
duri-duri
dada mulai
jelas dan
corong
pernapasan
berwarna
coklat
kehitaman
(Hoedojo, R.
1993).
Berukuran
paling besar
yaitu 5-6
mm berumur
empat sampai
enam hari
setelah telur
menetas
dengan warna
kepala gelap
(Hoedojo, R.
1993).
14
c. Stadium Pupa
Menurut Achmadi (2011), pupa nyamuk Aedes sp
mempunyai bentuk tubuh bengkok, dengan bagian kepala dada
(cephalothorax) lebih besar bila dibandingkan dengan bagian
perutnya, sehingga tampak seperti tanda baca „koma‟. Tahap pupa
pada nyamuk Aedes sp umumnya berlangsung selama 2-4 hari.
Saat nyamuk dewasa akan melengkapi perkembangannya dalam
cangkang pupa, pupa akan naik ke permukaan dan berbaring
sejajar dengan permukaan air untuk persiapan munculnya nyamuk
dewasa.
Gambar 2.6:Pupa Aedes sp
Sumber : Dept. Entomology ICPMR
d. Nyamuk Dewasa
Nyamuk dewasa yang baru muncul akan beristirahat untuk
periode singkat di atas permukaan air agar sayap-sayap dan badan
mereka kering dan menguat sebelum akhirnya dapat terbang.
Nyamuk jantan dan betina muncul dengan perbandingan
jumlahnya 1:1. Nyamuk jantan muncul satu hari sebelum nyamuk
betina, menetap dekat tempat perkembangbiakan, makan dari sari
buah tumbuhan dan kawin dengan nyamuk betina yang muncul
kemudian. Setelah kemunculan pertama nyamuk betina makan
sari buah tumbuhan untuk mengisi tenaga, kemudian kawin dan
menghisap darah manusia. Umur nyamuk betinanya dapat
mencapai 2-3 bulan (Achmadi, 2011).
15
4. Bionomik Nyamuk Aedes sp
a. Tempat Perindukan atau Berkembang Biak
Aedes aegypti tersebar luas di seluruh indonesia meliputi semua
provinsi yang ada. Walaupun spesies ini ditemukan dikota-kota
pelabuhan yang pendududknya padat. Namun, spesies ini juga
ditemukan di daerah pedesaan yang terletak disekitar kota pelabuhan.
Penyebaran Aedes aegypti dari pelabuhan ke desa disebabkan karena
larva Aedes aegypti terbawa malaui transportasi yang mengangkut
benda-benda berisi air hujan pengandung larva spesies ini. Aedes
albopictus hidup dalam satu tempat perindukan dengan larva Aedes
aegypti namun dalam larva nyamuk ini lebih menyukai tempat-tempat
perindukan alamiah seperti kelopak daun, tanaman, tebasan tonggak
bamboo dan tempurung kelapa yang mengandung air hujan.
(Natadisastra, 2009).
Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia
tahun 2005 yang dikutip oleh Supartha (2008), tempat
perkembangbiakan utama nyamuk Aedes sp adalah tempat-tempat
penampungan air bersih di dalam atau di sekitar rumah, berupa
genangan air yang tertampung di suatu tempat atau bejana seperti bak
mandi, tempayan, tempat minum burung, dan barang-barang bekas
yang dibuang sembarangan yang pada waktu hujan akan terisi air.
Nyamuk ini tidak dapat berkembang biak di genangan air yang
langsung berhubungan dengan tanah.
Menurut Soegijanto (2006), tempat perindukan utama tersebut
dapat dikelompokkan menjadi: (1) Tempat Penampungan Air (TPA)
untuk keperluan sehari-hari seperti drum, tempayan, bak mandi, bak
WC, ember, dan sejenisnya, (2) Tempat Penampungan Air (TPA)
bukan untuk keperluan sehari-hari seperti tempat minuman hewan, ban
bekas, kaleng bekas, vas bunga, perangkap semut, dan sebagainya, dan
(3) Tempat Penampungan Air (TPA) alamiah yang terdiri dari lubang
16
pohon, lubang batu, pelepah daun, tempurung kelapa, kulit kerang,
pangkal pohon pisang, dan lain-lain.
a. Perilaku Menghisap Darah
Nyamuk betina membutuhkan protein untuk memproduksi
telurnya. Oleh karena itu, setelah kawin nyamuk betina
memerlukan darah untuk pemenuhan kebutuhan proteinnya.
Nyamuk betina menghisap darah manusia setiap 2-3 hari sekali.
Nyamuk betina menghisap darah pada pagi dan sore hari dan
biasanya pada jam 09.00-10.00 dan 16.00-17.00 WIB. Untuk
mendapatkan darah yang cukup, nyamuk betina sering menggigit
lebih dari satu orang. Posisi menghisap darah nyamuk Aedes sp
sejajar dengan permukaan kulit manusia. Jarak terbang nyamuk
Aedes sp sekitar 100 meter (Depkes RI, 2004).
b. Perilaku Istirahat
Setelah selesai menghisap darah, nyamuk betina akan
beristirahat sekitar 2-3 hari untuk mematangkan telurnya. Nyamuk
Aedes aegypti hidup domestik, artinya lebih menyukai tinggal di
dalam rumah dari pada di luar rumah. Tempat beristirahat yang
disenangi nyamuk ini adalah tempat-tempat yang lembab dan
kurang terang seperti kamar mandi, dapur, dan WC. Di dalam
rumah nyamuk ini beristirahat di baju-baju yang digantung,
kelambu, dan tirai. Sedangkan di luar rumah nyamuk ini
beristirahat pada tanaman-tanaman yang ada di luar rumah (Depkes
RI, 2004).
Perilaku nyamuk Aedes albopictus sendiri boleh dkatakan
mirip dengan Aedes aegypti meskipun nyamuk ini lebih suka
bersitirahat di luar rumah (outdoor resting) (Natadisastra, 2009).
c. Penyebaran
Nyamuk Aedes sp tersebar luas di daerah tropis dan sub
tropis. Di Indonesia, nyamuk ini tersebar luas baik di rumah-rumah
maupun tempat-tempat umum. Nyamuk ini dapat hidup dan
17
berkembang biak sampai ketinggian daerah ±1.000 m dari
permukaan air laut. Di atas ketinggian 1.000 m nyamuk ini tidak
dapat berkembang biak, karena pada ketinggian tersebut suhu udara
terlalu rendah, sehingga tidak memunginkan bagi kehidupan
nyamuk tersebut (Depkes RI, 2004).
d. Variasi Musim
Pada saat musim hujan tiba, tempat perkembangbiakan
nyamuk Aedes sp yang pada musim kemarau tidak terisi air, akan
mulai terisi air. Telur-telur yang tadinya belum sempat menetas
akan menetas. Selain itu, pada musim hujan semakin banyak
tempat penampungan air alamiah yang terisi air hujan dan dapat
digunakan sebagai tempat berkembangbiaknya nyamuk ini. Oleh
karena itu, pada musim hujan populasi nyamuk Aedes sp akan
meningkat. Bertambahnya populasi nyamuk ini merupakan salah
satu faktor yang menyebabkan peningkatan penularan penyakit
dengue (Depkes RI, 2004).
5. Pengendalian Serangga
Tujuan Pengendalian serangga (arthropods control ) yang menjadi
vektor penular penyakit adalah untuk menekan populasi vektor sampai
berada di bawah batas kemampuannya menularkan penyakit dan
menimbulkan endemi. Pengendalian dan pemberantasan serangga dapat
dilakukan secara mekanis,secara biologi atau secara
kimiawi(Soedarto,2016).
Menurut Soedarto (2016) pengendalian serangga dapat dikelompokan
sebagai berikut :
a. Pengendalian secara mekanis. Dengan tindakan fisik tempat
berkembang serangga biak (breedingplace) dimusnahkan, misalnya
dengan cara mengeringkan genangan air yang menjadi sarang
nyamuk, membakar sampah yang menjadi tempat lalat bertelur dan
berkembang biak, membersihkan sarang dan tempat persembunyian
18
laba-laba, lipan, dan ektoparasit lainnya. Mencegah terjadinya kontak
antara serangga dan manusia dengan menggunakan kawat nyamuk
pada jendela dan jalan angin lainnya termasuk pengendalian secara
mekanis.
b. Pengendalian secara biologis. Pada pengendalian serangga secara
biologis digunakan makhluk hidup yang menjadi predator atau
pemangsa serangga atau menggunakan organisme yang bersifat
parasitik terhadap serangga, sehingga penurunan populasi serangga
terjadi secara alami tanpa menimbulkan gangguan keseimbangan
ekologi lingkungan. Pemelihara ikan yang menjadi predator jentik
nyamuk dan melakukan sterilisasi serangga jantan dengan radiasi
sehingga tidak mampu membuahi betinanya, merupakan contoh
pengendalian serangga secara biologis.
Beberapa jenis organisme yang hidup parasitik pada
serangga,misalnya virus, bakteri, jamur, cacing, dan ptorozoa sudah
dapat dibiakkan dan diproduksi secara komersial. Bacillus
thuringiensis merupakan salah satu bakteri pengendali serangga dan
Heterorhabditis yang termasuk cacing nematoda yang bersifat
patogenik terhadap serangga ( Entomopathogenic nematodes) sudah
diproduksi secara komersial.
c. Pengendalian secara kimiawi. Pada waktu ini pengendalian serangga
secara kimiawi menggunakan insektisida (pembunuh serangga) masih
paling sering dilaksanakan karena dalam waktu pendek dapat
diproduksi dalam jumlah besar, mudah dikemas dan dikirimkan dengan
cepat ke daerah tempat terjadinya epidemi penyakit yang ditularkan
oleh serangga.
6. Larvasida
Bahan kimia yang digunakan untuk memberantas dan mengendalikan
serangga ini berdasar atas stadium serangga yang menjadi targetnya
dibagi menjadi imagosida untuk memberantas serangga dewasa, larvisida
19
ditujukan terhadap larva, dan ovisida jika insektisida ditujukan untuk
memberantas telur serangga. Insektisida juga dikelompokan berdasar atas
tempat masuknya ke dalam tubuh serangga, yaitu racun kontak (contact
poison) yang masuk melalui kulit, racun perut (stomach poison) jika
masuk melalui mulut atau alat pencernaan, danfumigans yang masuk
melalui saluran pernapasan seranggga. Bahan kimia yang menjadi bahan
dasar insektisida dapat berasal dari bahan kimia inorganik misalnya arsen
dan fluorin, bahan kimia berasal dari tumbuhan misalnya piretrum dan
rotenon, bahan kimia organofosfat, hidrokarbon chlorin atau bahan-bahan
kimia lainnya. (Soedarto,2016).
Menurut Soedarto (2016) ada faktor-faktor dalam memilih
ionsektisida sebagai berikut :
a. Faktor serangga
Faktor serangga yang menjadi target yang harus diperhatikan
antara lain adalah spesies serangga,stadium serangga yang akan
diberantas (bentuk telur,larva atau bentuk dewasa),sifat biologis
seranngga (misanya bagaimana cara hidup,cara makan,jenis makanan
yang disukai, waktu terajdinya aktivitas dalam mencari makan, sistem
pernafasan,tempat berkembang biak.
b. faktor lingkungan
Lingkungan harus diperhatikan agar pemberantasan serangga
tidak menimbulkan pencemaran lingkungan yang merugikan
kehidupan manusia dan hewan serta organisme lain yang berada di
lingkungan tempat serangga hidup (misalnya di sawah, di dalam
rumah, di luar rumah, atau di udara).
C. Tinjauan Jenis-Jenis Tanaman Serai
Secara umum, serai dibagi menjadi 2 jenis, yaitu serai wangi
(sitronella) dan serai dapur (lemongrass). Keduanya memiliki aroma yang
berbeda. Minyak serai yang selama ini dikenal di Indonesia merupakan
minyak serai wangi (citronella oil) yang biasanya terdapat dalam
komposisi minyak tawon dan minyak gandapura (Feryanto, 2006). Dari
20
segi komposisi kimianya, keduanya memiliki komponen utama yang
berbeda. Serai wangi kandungan utamanya adalah citronella, sedangkan
serai dapur adalah sitral (Feryanto, 2006).
1. Jenis- Jenis Tanaman Serai
a. Serai Wangi
Menurut Haris (1994) Tanaman serai wangi (Cymbopogon
nardus ), secara taksonomi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Devisio : Spermatophyta
Klas : Angiospermae
Sub klas : Monocotyledonae
Ordo : Graminales
Family : Gramineae
Sub family : Panicoidae
Genus : Cymbopogon
Spesies : Cymbopogon nardus (M)
Cymbopogon nardus (L)
Serai wangi merupakan tanaman tahunan (perennial) dan
stolonifera (berbatang semu). Berdaun memanjang seperti pita,
makin ke ujung makin meruncing, daunnya agak kaku, dan
berwarna hijau dengan bagian pinggir daun berwarna merah atau
ungu, Panjang daunnya berkisar antara 0,8-1,0 m, aroma tajam
dan dapat tercium dari jarak yang cukup jauh. Mempunyai akar
yang cukup kuat, pertumbuhannya berlangsung cepat dalam
waktu 6-9 bulan.Pemanenan dilakukan tiap 3-4 bulan dengan cara
memangkas daunnya. Umur tanamnya terbatas sampai 5 tahun
saja (Harris, 1994).
21
Gambar 2.7: Serai Wangi
Sumber: Feryanto
Selama ini tanaman serai wangi di indonesia, yang sudah
biasa ditanam dapat dibedakan menjadi 2 varietas, yaitu;
Mahapengiri dan Lenabatu. Deskripsi dari kedua varietas tersebut
dapat di lihat pada tabel 2.1 berikut :
Tabel 2.2. Deskripsi Varietas Tanaman Serai Wangi
NO Uraian Mahapegin Lenabatu
1 Asal Belum dipastikan,
disatu pihak diduga
berasal dari srilangka,
namun dipihak lain
justru dianggap asli
indonesia.
Diperkenalkan dari
srilangka.
2 Morfologi Tumbuh berumpun
dalam bentuk yang lebih
rendah dan lebar. Daun
berwarna hijau muda
dan bagian bawahnya
agak kasar.
Tumbuh berumpun
dalam bentuk yang
lebih tinggi dan tegak.
Daun berwarna hijau
kebirubiruan dan kasar
pada kedua pinggirnya.
3 Fisiologi Menghasilkan minyak
yang lebih banyak dan
bermutu tinggi. Kadar
Geraniol 65-90 % dan
citronella 30-45 %.
Harum minyaknya lebih
unggul, yaitu keras dan
wangi, warna minyak
antara tidak berwarna
sampai kuning muda.
Menghasilkan minyak
yang lebih sedikit dan
bermutu rendah. Kadar
Geraniol 55-65 % dan
citronella 7-15 %.
Harum minyaknya
lebih lemah dan
kurang wangi, warna
minyak antara kuning
sampai coklat muda.
(Haris,1994)
22
Tanaman serai wangi banyak dimanfaatkan oleh masyarakat
kita sebagai tanaman pelindung, yaitu serai wangi digunakan untuk
mencegah erosi untuk itu tanaman ini banyak ditanam ditanggul-
tanggul (galengan) waduk, maupun dipinggir jalan bahkan ditebing-
tebing yang curam. Selain itu, karena aromanya yang tajam dan khas,
biasanya tanaman ini dimanfaatkan oleh masyarakat kita untuk
mengusir nyamuk dengan cara menanamnya didalam pot dan
diletakkan di samping rumah. Serai wangi juga dimanfaatkan untuk
menghasilkan minyak yang dikenal sebagai `citronella oil’. Minyak
sitronela mengandung dua bahan kimia penting yaitu sitronelal dan
geraniol. Sitronelal dan geraniol umumnya digunakan untuk bahan
dasar pembuatan ester-ester seperti hidroksi sitronelal, genaniol
asetat dan mentol sintetik yang mempunyai sifat lebih stabil dan
banyak digunakan dalam industri wangi-wangian. Hidroksi sitronelal
penting untuk sabun dan minyak wangi yang berharga tinggi,
sedangkan mentol untuk bahan dasar obat batuk, obat gigi dan
pencuci mulut (Haris,1994).
b. Serai Dapur (Cymbopogon citratus)
Menurut Muhlisah (1999) Tanaman serai dapur secara
taksonomi dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Devisio : Magnoliophyta
Klas : Liliopsida
Sub klas : Commelinidae
Ordo : Poales
Family : Poaceae
Sub family : Panicoideae
Genus : Cymbopogon
Spesies : Cymbopogon citrarus
Cymbopogon flexuosus
23
Gambar 2.8: Serai Dapur
Sumber : Feryanto
Secara fisik kedua jenis varietas ini memiliki ciri-ciri dan
persyaratan tumbuh yang hampir sama, yang membedakan dari
kedua tanaman ini adalah komposisi/sifat fisik dan kimia minyak
yang dihasilkan. Selain itu perbedaan didasarkan pada daerah asal
dan tempat dibudidayakan, dimana varietas Cymbopogon flexuosus
banyak dibudidayakan dan berasal dari india, srilangka, RRC dan
brasil. Sedangkan varietas Cymbopogon citratus dibudidayakan dan
berasal dari Guatemala dan indonesia (Feryanto, 2006). Serai
(Cymbopogon citratus) dikenal juga dengan nama serai dapur
(Indonesia) ,sereh (Sunda), dan bubu (Halmahera). Tanaman ini
dikenal dengan istilah Lemongrass karena memiliki bau yang kuat
seperti lemon, sering ditemukan tumbuh alami di negara-negara
tropis (Oyen danDung, 1999).
Menurut ilmu taksonomi, tanaman serai dapur termasuk
dalam famili gramineae (rumput-rumputan) dan genus Cymbopogon.
Serai dapur merupakan tanaman tahunan (perennial) dan stolonifera
(berbatang semu). Berdaun memanjang seperti pita, makin ke ujung
makin meruncing dan berwarna hijau, sebgaimana layaknya famili
rumput-rumputan yang lain seperti ilalang dan padi. Panjang
daunnya berkisar 0,6 – 1,2 m yang tersusun pada stolon. Rumput ini
tidak berbunga dan tidak menghasilkan biji meskipun dibiarkan tidak
dipangkas dalam kondisi dan waktu tertentu (Feryanto, 2006).
24
2. Pemanfaatan Tanaman Serai Dapur
Menurut Apriangga (2014) Tanaman ini sering dimanfaatkan oleh
manusia, diantaranya:
1. Sebagai komposisi makanan, salah satu yang populer adalah sebagi
salah satu bahan sup, salad dan bahan minuman.
2. Kosmetik, sering di gubakan sebagai salha satu bahan untuk aroma
dari sabun, deterjen, parfum
3. Anti fungi: tanaman ini aktif membunuh beberapa Dermatophytes,
seperti Trichophyton mentagrophytes, Trichophyton rubrum,
Epideemophyton floccosum dan Microsporum gypseum.
4. Anti malaria : Ekstrak minyak dari tumbuhan ini dapat menekan
pertumbuhan Plasmodium berghei hingga 86,6 %.
5. Anti inflamasi : Minyak atsiri dari tumbuhan ini terbukti memberi
efek kematian terhadap bakteri Bacillus subtilis, Eschericia
coli,Staphylococcus aureus, Salmonella paratyphi, Shigella flexneri.
Adapun kandungan yang diduga berperan adalah α citral (geranial)
dan β citral (netral).
3. Kandungan Tanaman Serai Dapur
Menurut Aprianggara (2014) Kandungan yang terdapat pada pada
tanaman daun serai (Cymbopogon citratus) meliputi :
1. Nutrisi, kandungan nutrisi yang terdapat pada daun serai meliputi :
karbohidrat (55%) yang menunjukan bahwa serai merupakan sumber
enrgi yang baik, protein (4,.56%), serat (9,28%). adapun energi yang
bisa didapatkan adalah (360,5 kal/100 gram).
2. Mineral, mineral yang terkandung pada serai meliputi: Fosfor (1245
ppm), Magnesium (226 ppm), Kalsium, Besi (43 ppm), Mangan (25
ppm), dan Zinc (16 ppm).
3. Fitokimia, kandungan ini memiliki banyak manfaat di antaranya
memiliki efek pengobatan.Adapun kandungan fitokimia dalam serai
adalah Alkoloid, Flavonoid, Saponin, Tanin, Anthtaquinon, Steroid,
25
Asam Fenol (Derivat Caffeic dan P-counaric) dan Flavon glikosida
(derivat Apigenin dan Luteolin).Diantara kandungan senyawa kimia
yang di anggap berperan sebagai larvasida adalah
Flavonoid,Saponin,dan Tanin.
4. Kandungan Senyawa Kimia Batang Serai Dapur (Cymbopogon
citratus)
1. Flavonoid
Flavonoid merupakan senyawa metabolit sekunder yang
terdapat pada tanaman hijau, kecuali alga. Flavonoid merupakan
senyawa fenolik alam yang potensial sebagai antioksidan dan
mempunyai bioaktifitas sebagai obat. Beberapa fungsi flavonoid bagi
tumbuhan adalah pengaturan tumbuh, pengaturan fotosintesis, kerja
antimikroba dan antivirus (Yunilda D, 2011).Berdasarkan penelitian
Dinata (2009) menunjukan hasil ekstrak tanaman yang mengandung
unsur atau senyawa flavonoid memiliki efek toksisitas terhadap larva
Aedes aegypti instar III serta dapat bersifat menghambat sistem
pernafasan dan metabolisme larva.
2. Saponin
Saponin adalah suatu glikosida alamiah. Saponin mempunyai
aktifitas farmakologi yang cukup luas diantaranya meliputi
immunomodulator, anti tumor, anti inflamasi, anti jamur, dapat
membunuh kerang-kerangan, hipoglikemik, dan efek
hypocholesterol. Saponin juga mempunyai sifat bermacam-macam,
misalnya terasa manis, pahit, dapat berbentuk buih, dapat
menstabilkan emulsi, dapat menyebabkan hemolisis. Terdapat tiga
kelas saponin dimana salah satunya adalah kelas triterpenoid (Dinata
, 2009).
Saponin merupakan salah satu senyawa yang bersifat
larvasida. Saponin dapat menurunkan tegangan permukaan selaput
mukosa traktus digestivus larva sehingga dinding traktus menjadi
korosif (Rahmawati, 2012).Saponin yang terdapat dalam makanan
26
yang dikonsumsi serangga dapat menurunkan aktivitas enzim
pencernaan dan penyerapan makanan (Dinata , 2009).
3. Tanin
Definisi Tanin menurut Horvarth (1981) yang dikutip oleh
Aprianggara (2014) adalah setiap senyawa fenolik yang memiliki
berat molekul cukup tinggi dengan kandungan hidroksil dan
kelompok lain (karboksil) yang cukup efektif untuk mengikat protein
dan makromolekul lain pada kondisi tertentu. Tanin sendiri
merupakan senyawa sekunder yang ada pada tanaman . Menurut
Aprianggara (2014) Tanin yang terkandung dalam tanaman serai
bersifat larvasida, dimana senyawa tanin dapat mengikat protein-
protein penting untuk larva sehingga pertumbuhannya menjadi
terganggu.
27
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Dasar Pemikiran
Demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat di indonesia yang jumlah penderitanya cenderung meningkat dan
penyebarannya semakin luas .Penyakit akibat virus Dengue di hasilkan oleh
penularan vektor nyamuk Aides sp.
Nyamuk Aedes sp merupakan vektor utama penularan virus dengue
penyebab penyakit Demam Berdarah (DBD) . Dalam penuluran virusnya nyamuk
Aedes aegypti lebih berperan dari pada nyamuk Aedes albopictus karena habitat
Aedes aegypti lebih dekat dengan lingkungan hidup manusia dari pada habitat
nyamuk Aedes albopictus yang berada di kebun-kebun dan rawa-rawa.
Pengendalian vektor bertujuan untuk menekan populasi vektor samapi
berada dibawah batas kemampuannya untuk menularkan penyakit. pengendalian
dapat dilakukan secara makanis, biologis dan kimiawi. pengedalian secara
kimiawi menggunakan larvasida kimia mengkibatkan resisten terhadap larva
nyamuk serta mengganggu lingkungan dalam jangka panjang. larvasida nabati di
gunakan sebagai alternatif karena menggunakan bahan – bahan alami yang tidak
mencemari lingkungan .salah satu larvasida nabati yang dapat digunakan adalah
Batang Serai Dapur (Cymbopogon citratus)
Batang Serai Dapur (Cymbopogon citratus) merupakan salah satu
tumbuhan yang dapat digunakan sebagai insektisida alami stadium larva Aedes sp
karena mengandung senyawa yang bersifat insektisida yaitu dan
Flavonoid,Saponin dan Tanin, dimana senyawa flavonoid dapat mengganggu
sistem pernafasan dan metabolisme larva, sedangkan senyawa saponin dapat
merusak membran traktus digestivus dan epikutikula larva, dan senyawa tannin
bersifat mengikat protein-protein penting untuk larva sehingga pertumbuhan larva
menjadi terganggu.
28
B. Kerangka Konsep
Sari batang serai dapur
kandungan bahan aktif dalam
sari batang serai dapur
Larva Aedes sp Variabel luar
tidak terkendali
Kelembapan
Kesehatan Larva
Variabel luar
terkendali
Kualitas Air
Tempat perindukan
Suhu
Volume Air
Kandungan
Flavonoid dapat
mengganggu sistem
pernafasan dan
metabolisme larva
Kandungan senyawa
Saponin dapat
merusak membran
traktus digestivus dan
epikutikula larva
kandungan senyawa
Tanin bersifat mengikat
protein –protein yang
penting untuk larva
sehingga pertumbuhan
larva menjadi terganggu.
29
C. Kerangka Pikir
20%
30%
40%
50%
Di amati setelah 24
jam
Efektif Tidak efektif
Kematian
< 50%
Batang serai dapur dihaluskan dengan cara diblender
Batang serai Dapur
Dibuat Sari Batang Serai Berbagai Konsentrasi
20 ekor larva
Aedes sp
instar III
20 ekor
larva Aedes
sp instar III
20 ekor larva
Aedes sp
instar III
20 ekor larva
Aedes sp
instar III
Kematian
> 50%
30
D. Variabel
1. Variabel Bebas ( Variabel Independent )
Variabel bebas yang diteliti adalah konsentrasi sari batang serai daur
sebagai larvasida.
2. Variabel Terikat ( Variabel Dependent )
Varibel terikat dalam penelitian ini adalah Larva Aedes sp
E. Defenisi Operasional Prosedur dan Kriteria Objektif
1. Larvasida adalah zat yang digunakan untuk membunuh larva nyamuk.
2. larva Aedes sp dalam penelitian ini adalah larva Aedes sp Instar III .
3. Sari batang serai dapur dalam penelitian ini adalah batang serai dapur
yang telah di blender dan dilarutkan dengan aquadest dengan berbagai
konsentrasi sebagai larvasida alami.
Kriteria objektif :
a. Efektif : Bila kematian larva Aedes sp
> 50 %.
b. Tidak efektif :Bila kematian larva Aedes sp < 50 %.
31
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian Eksperimental Laboratories
dengan rancangan post test only control group. Subjek dibagi atas dua
kelompok yaitu kelompok perlakuan dan kelompok control.Subjek
penelitian ini adalah Larva Aedes sp Instar III.
B. Waktu dan Tempat Penelitian
1. Waktu penelitian
Penelitian telah di laksanakan pada tanggal 08 – 31 Maret 2018
2. Tempat penelitian
Penelitian ini terdiri dari 2 tahap. Tahap pertama adalah
pemasangan ovitrap di kampus Politeknik Kesehatan Kendari untuk
mendapatkan larva Aedes sp Instar III dan Tahap kedua yaitu
penelitian dilakukan di Laboratorium Jurusan Analis Kesehatan
Poltekkes Kendari.
C. Bahan uji
Bahan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah 200 ekor
larva Aedes sp Instar III dari penetasan telur yang diperoleh dari
pemasangan ovitrap.
D. Tehnik Pengumpulan Data
Data yang diperoleh pada penelitian ini berasal dari buku dan
jurnal penelitian yang merupakan data sekunder.
E. Instrumen penelitian
Instrumen penelitian ini berupa alat dan bahan yang akan di gunakan
pada penelitian ini yaitu :
1. Ovitrap
2. Pisau
3. Talenan
32
4. Blender
5. Timbangan digital
6. pH meter
7. Kertas saring
8. Pipet tetes
9. Gelas perlakuan
10. Gelas ukur 150 ml
11. Gelas beaker 500 ml
12. Batang pengaduk kaca
13. Corong
14. Sendok tanduk
15. Kertas label
16. Nampan plastik untuk medium pertumbuhan larva
F. Prosedur Penelitian
1. Pra Analitik
a. Persiapan bahan uji : Larva Aedes sp Instar III
b. Alat dan Bahan
1. Alat
a. Ovitrap
b. Pisau
c. Talenan
d. Blender
e. Timbangan digital
f. pH meter
g. Pipet tetes
h. Gelas ukur 150 ml
i. Gelas Beakes 500 ml
j. Tabung reaksi
k. Batang pengaduk kaca
l. Corong
33
m. Sendok tanduk
n. Nampan plastik untuk medium pertumbuhan larva
2. Bahan
a. Batang serai dapur
b. Aquades
c. Air Keran
d. Kertas Saring
e. Kertas label
2. Analitik
a. Pemasangan Ovitrap (Mardihosodo. 2003)
1. Kegiatan mengumpulkan telur nyamuk Aedes sp
menggunakan perangkap telur (ovitrap).
2. Pemasangan Ovitrap di lakukan di lingkungan Kampus
Politeknik Kesehatan kendari.
3. Ovitrap di luar ruangan dipasang di tempat yang tidak
terkena sinar matahari langsung dan air hujan.
4. Lama pemasangan ovitrap adalah 3 hari dan dilakukan hanya
satu kali selama penelitian di masing-masing lokasi.
5. Ovitrap kemudian dibawa ke laboratorium jurusan analis
kesehatan Poltekkes Kemenkes Kendari.
b. Kolonisasi larva Aedes sp (Murdihusodo. 2003)
1. Ovitrap yang berisi telur nyamuk Aedes sp dimasukan dalam
nampan plastik yang berisi air.
2. Dibiarkan selama 1-2 hari sampai menetas menjadi larva.
3. Larva nyamuk Aedes sp yang telah menetas diberikan pakan
hati ayam untuk makanan larva.
4. larva di kembangkan sampai stadium instar III (3-4 hari).
34
c. Pengadaan Sari Batang Serai Dapur
1. Tanaman Serai Dapur dicuci bersih dengan air mengalir
untuk menghilangkan kotoran yang menempel dan diangin-
anginkan.
2. Tanaman Serai dapur tersebut kemudian dirajang dan di
ambil bagian batangnya .
3. Batang Serai Dapur yang terlah dirajang sebanyak 700 gram
ditimbang dan dilumatkan dengan blender.
4. Hasil blender diperas dengan kain bersih kemudian disaring
dengan saringan plastik dan di saring tahap akhir
menggunakan kertas saring.
d. Tahap Uji larvasida
1. Penelitian ini dilaksanakan dengan metode uji kerentanan
(Suspectibility Test).
2. Disiapkan larva Instar III sebanyak 20 ekor larva pada
masing-masing gelas perlakukan yang berjumlah 10 buah.
3. Konsentrasi sari batang serai dapur yang digunakan dalam
penelitian ini 20%,30%,40%,dan 50%
4. Sari batang serai dapur ukur dengan menggunakan gelas ukur
kemudian di masukkan ke dalam gelas perlakuan. Volume
sari batang serai yang diambil dihitung dengan rumus
pengenceran sebagai berikut :
Keterangan :
V1 : Volume sari sebelum diencerkan
M1 : Konsentrasi sari sebelum diencerkan(100%)
V2 : Volume sari sesudah diencerakna (100ml)
M2 :Konsentrasi sari sesudah diencerkan ( 20%, 30%, 40%,
dan 50%)
35
Berdasarkan rumus diatas maka perlakuan untuk
pengenceran konsentrasi sari batang serai dapur dapat
dihitung dengan rumus tersebut.
1. Pembuatan sari batang serai dapur konsentrasi 20%
VI x 100% = 100 mL x 20 %
VI = 100 mL x 20%
100%
= 20 mL
2. Pembuatan sari batang serai dapur konsentrasi 30%
VI x 100% = 100 mL x 30 %
VI = 100 mL x 30%
100 %
= 30 mL
3. Pembuatan sari batang serai dapur konsentrasi 40%
VI x 100% = 100 mL x 40 %
VI = 100 mL x 40%
100 %
= 40 mL
4. Pembuatan sari batang serai dapur konsentrasi50%
VI x 100% = 100 mL x 50 %
VI = 100 mL x 50%
100 %
= 50 mL
Berdasarkan hasil perhitungan pada masing masing
konsentrasi diatas, maka prosedur pembuatan konsentrasi
sari batang serai dapur dibagi menjadi 4 macam yaitu:
1) Konsentrasi 20%
a) Disiapkan alat dan bahan
b) Dipipet 20 mL sari batang serai dapur, dimasukkan
kedalam gelas perlakuan
c) Dipipet 80 mL aquades, dimasukkan kedalam gelas
perlakuan
2) Konsentrasi 30%
a) Disiapkan alat dan bahan
36
b) Dipipet 30 mL sari batang serai dapur, dimasukkan
kedalam gelas perlakuan
c) Dipipet 70 mL aquades, dimasukkan kedalam gelas
perlakuan
3) Konsentrasi 40%
a) Disiapkan alat dan bahan
b) Dipipet 40 mL sari batang serai dapur, dimasukkan
kedalam gelas perlakuan
c) Dipipet 60 mL aquades, dimasukkan kedalam gelas
perlakuan
4) Konsentrasi 50%
a) Disiapkan alat dan bahan
b) Dipipet 50 mL sari batang serai dapur, dimasukkan
kedalam gelas perlakuan
c) Dipipet 50 mL aquades, dimasukkan kedalam gelas
perlakuan
5. Larva instar III yang telah disiapkan dimasukkan kedalam
masing-masing konsentrasi
6. Dilakukan pengamatan dengan menghitung jumlah dan
persentase kematian larva pada jam ke-24 dan dilakukan
pengulangan sebanyak 2 kali.
7. Catat hasil dalam bentuk persentasi jumlah kematian larva
untuk setiap konsentrasi.
3. Pasca Analitik
a. Pencatatan hasil penelitian
b. Dokumentasi hasil penelitian
c. Pelaporan hasil penelitian
37
G. Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua
yaitu:
1. Data primer yakni diambil dari efektifitas sari batang serai dapur
(Cymbopogon citratus) terhadap jumlah larva yang mati selama 24
jam pada setiap konsentrasi sari batang serai dapur (Cymbopogon
citratus). Data yang dikumpulkan dicatat dalam bentuk tabel.
2. Data sekunder yaitu data dari sumber-sumber penelitian yang
relevan, baik yang diperoleh melalui buku, bahan kuliah, dan
informasi – informasi yang ada kaitannya dengan penelitian ini
dijadikan sebagai landasan teoritis dalam penulisan karya tulis.
H. Pengelolahan
Data-data yang dikumpulkan berupa data primer yang diperoleh
dari hasil perhitungan jumlah kematian larva Aedes sp selama penelitian
dan di catat dalam bentuk table.
I. Analisis Data
Untuk mengetahui jumlah mortalitas larva akibat uji efektivitas
sari batang serai dapur sebagai larvasida terhadap larva Aedes sp dapat di
hitung menggunakan Rumus Hitung Presentase Kematian Larva Uji
sebagai berikut:
(Yulia Pujiastuti,et al, 2006)
J. Penyajian Data
Data hasil penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel kemudian
dideskripsikan sehingga diperoleh hasil analisis efektifitas sari batang serai
dapur dalam membunuh larva Aedes sp.
38
K. Keterbatasan penelitian
Ada beberapa keterbatasan dari penelitian yang dilakukan oleh
peneliti,diantaranya :
1. Kondisi kesehatan larva sebelum perlakuan tidak diketahui
2. Kandungan senyawa yang berperan tidak diketahu.
39
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Gambaran Lokasi Penelitian
Poltekkes Kemenkes Kendari didirkan sebagai hasil penggabungan
tiga akademik kesehatan yang berada diprovinsi Sulawesi Tenggara yaitu
: Akademi Keperawatan , Akademi Gizi dan Akademi Kebidanan
berdasarkan SK Menteri kesehatan Nomor 298/Menkes-
Kessos/SK/IV/2001, tanggal 16 April 2001. ketiga Akademik tersebut
kemudian menjadi bagian jursan yang merupakan unsur pelaksanaan
akdemik pada Politeknik Kesehatan Kemenkes Kendari yaitu Jurusan
Keperawatan , Jurusan Gizi dan Jurusan Kebidanan. Pada Tahun 2013
Poltekkes Kemenkes Kendari membuka satu jurusan baru yaitu Jurusan
Analis Kesehatan .
Saat ini Poltekkes Kemenkes Kendari menyelenggarakan 4
program Studi Diploma III, Yaitu D-III Keperawatan, D-III kebidanan, D-
III Gizi dan D-III Analis Kesehatan serta 2 program studi Diploma IV,
yaitu D-IV Kebidanan dan D-VI Gizi berdasarkan surat keputusan
Menteri Pendididikan dan Kebudayaan Nomor : 355/E/O/2012 tanggal 10
Oktober 2012 tentang Alih Bina Penyelenggaraan Prodi pada Poltekkes
Kemenkes RI dari Kementerian Kesehatan kepada Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan.
Pendidikan Diploma III membutuhkan waktu 3 tahun atau 6
semester sedangkan Diploma IV membutuhkan waktu 4 tahun atau 8
semester .Bagi Jurusan Analis Kesehatan pendidikan selama 3 tahun
terdiri dari pembelajaran tentang materi Analis Kesehatan yang telah
menggunakan kurikulum baru, praktek laboratorium ,serta terjun
langsung di lapangan atau rumah sakit.
40
a. Letak Geografis
Poltekkes Kemenkes Kendari terletak di Jl.Jend
A.H.Nasution No. G 14 anduonohu, tepatnya kelurahan Kambu
Kecamatan kambu, Kota Kendari, Batas Wilayah Poltekkes
Kemenkes Kendari adalah sebagai berikut:
1) Sebelah Barat berbatasan dengan kompleks
pertokohan/bagunan Ruko dan Perumahan warga sekitar
2) Sebelah Timur berbatasan dengan kompleks
pertokohan/bagunan ruko dan perumahan warga sekitar.
3) Sebelah Utara berbatasan dengan Akademi keperawatan PPNI.
4) Sebelah Selatan berbatasan dengan Kost-kostsan Mahasiswa
a. Visi dan Misi
1) Visi
Menjadi Institusi Pendidikan Tinggi Kesehatan yang
Unggul, Menghasilkan Lulusan yang Profesional , Mandiri,
Inovatif, kompetitif, Beriman dan Bertaqwa Kepada Tuhan
yang Maha Esa dan Berwawasan Kemaritiman di Indonesia
pada Tahun 2028.
2) Misi
a. Menyelenggarakan pendidikan Vokasional bidang
Kesehatan Berwawasan Maritim melalui Perbaikan
Standar dan Sistem Manajemen serta Berkelanjutan
yang Didukung dengan Teknologi Informasi.
b. Menyelenggarakan Penelitian Terapan Sesuai
Perkembangan IPTEK.
c. Menyelenggarakan Pengabdian Masyarakat Bidang
Kesehatan.
d. Melaksanakan Manajemen yang Profesional dalam
Mengola Perguruan Tinggi
41
e. Mengembangkan Kemitraan dengan berbagai Institusi
pengguna Baik nasional maupun Internasional dalam
Rangka Memperluas Pasar kerja .
f. Meningkatkan Sumber Daya Manusia dan Sarana Prasana
sesuai Standar Nasional Pendidikan Tinggi.
g. Menyelenggarakan Kegiatan Keagamaan untuk
Mendukung Kerukunan Beragama di Lingkup Institusi.
a. Hasil Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Kesehatan kendari dan di
lanjutkan dilaboratorium Parasitologi Jurusan Analis Kesehatan
Poltekkes Kemenkes Kendari, penelitian ini dimulai dari tanggal 08 Maret
sampai dengan 31 Maret 2018. Sampel larva yang digunakan pada
penelitian ini sebanyak 200 ekor larva Aedes sp instar III yang diperoleh
dari lingkungan Poltekkes Kemenkes Kendari.
Pengambilan sampel larva Aedes sp diawali dengan pemasangan
ovitrap atau yang biasa disebut perangkap telur nyamuk. Pemasangan
ovitrap di tempat-tempat yang diperkirakan berpotensi menjadi tempat
bertelurnya nyamuk Aedes sp, seperti di kamar mandi, dan di ruanggan
kosong, setelah didapatkan telur Aedes sp dikembang biakkan menjadi
larva instar III.
1. Karakteristik Sampel Uji
Sampel larva pada penelitian ini digunakan sebanyak 200 larva
Aedes sp instar III yang diperoleh dari lingkungan Poltekkes
Kemenkes Kendari. Batang serai dapur yang digunakan dalam
penelitian ini, diperoleh dari pasar tradisonal di wilayah Kota kendari.
Sari batang serai dapur ini didapatkan dengan cara yaitu tanaman serai
dapur di cuci dengan air mengalir kemudian di ambil bagian batangnya
dan di rajang agar mudah diblender selanjutnya disaring menggunakan
kain bersih dan kertas saring untuk mendapatkan sarinya.
42
2. Efektivitas sari batang serai dapur sebagai larvasida Larva Aedes sp
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Parasitologi
Analis kesehatan, awal pertama yang dilakukan pada penelitian ini
adalah dengan memasang ovitrap pada lingkungan Poltekkes
Kemenkes Kendari setelah dilakukan pemasangan ovitrap, kertas
saring yang berisi telur Aedes sp kemudian ditetaskan pada nampang
yang berisi air. Larva Aedes sp Instar III hasil penetasan telur di ujikan
pada sari batang serai dapur dengan berbagai konsentrasi,jangka
waktu yang diperlukan pada penelitian untuk melihat efek pengujian
efektivitas sari batang serai dapur sebagai larvasida larva Aedes sp
yaitu 24 jam.
Tabel 5.1 Jumlah kematian Larva Aedes sp pada berbagai
konsentrasi Sari Batang Serai Dapur (Cymbopogon
citratus) setelah 24 jam Perlakukan.
Konsentrasi Jumlah
larva
bahan
uji
Replikasi kematian larva setelah 24
jam
Hasil
Penelitian
I II Jumlah Rata-
rata
Persentasi
Control 20 0 0 0 0 0 Kontrol
20% 20 16 17 33 16,5 82,5% Efektif
30% 20 18 19 37 18,5 92,5% Efektif
40% 20 20 20 40 20 100% Efektif
50% 20 20 20 40 20 100% Efektif
Pada Tabel 5.1 menunjukan konsentrasi yang efektif sebagai
larvasida Aedes sp yaitu konsentrasi 20%,30%,40% dan 50% di mana
dikatakan efektif jika presentase kematian larva menunjukan > 50%
sedangkan dikatakan tidak efektif jika presentase kematian larva
menunjukan < 50%. Pada kelompok kontrol pada kedua replikasi tidak
ditemukan adanya kematian larva.
43
b. Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifivitas sari batang
serai dapur sebagai larvasida Aedes sp dengan menggunakan berbagai
kelompok konsentrasi yang berbeda. Jumlah larva yang digunakan pada
masing-masing konsentrasi yaitu 20 ekor larva dengan 2 kali pengulangan.
Larva instar III dipilih sebagai sampel pengujian dikarenakan larva yang
aktif mengkomsumsi makanan diair, pada larva tersebut selain itu larva
instar III ini mempunyai organ tubuh yang sudah lengkap terbentuk dan
struktur dinding tubuhnya belum mengalami pengerasan sehingga
memenuhi untuk perlakuan dengan senyawa flavonoid, saponin dan tanin.
Tanaman Serai Dapur yang digunakan yaitu tanaman serai yang segar
dan muda berwarna hijau yang diambil bagian batangnya. Untuk
memperoleh sari batang serai dapur ini terlebih dahulu tanaman serai
dapur yang telah didapatkan dicuci terlebih dahulu dengan air mengalir
kemudian dikeringkan dan dirajang diambil bagian batangnya lalu
ditimbang batang serai dapur sebanyak 700 gram kemudain di blender.
Setelah itu hasil blenderan tersebut diperas dengan menggunakan kain
yang bersih, ampas yang didapatkan dibuang dan sari hasil perasan di
saring kembali dengan menggunakan saringgan plastik kemudian
dilakukan penyaringan tahap akhir menggunakan kertas saring dan
selanjutnya dibuat konsentrasi, konsentrasi batang serai dapur yang
digunakan pada penelitian ini adalah 20%, 30%, 40%, dan 50% kemudian
diujikan pada larva Aedes sp yang masing-masing berjumlah 20 ekor dan
dilihat efektivitasnya pada waktu 24 jam setelah diberi perlakuan.
1. Efektivitas Konsentrasi 20%
Konsentrasi sari batang serai dapur 20% yang di gunakan pada
penelitian ini di ujikan pada larva Aedes sp yang berjumlah 20 ekor
kemudian di lihat efektivitasnya pada waktu 24 jam setelah diberi
perlakuan (Konsentrasi berdasarkan hasil pengamatan pada tabel 5.1).
kelompok konsentrasi 20% jumlah kematian larva sebanyak 16 ekor
pada pengulangan ke 2 jumlah kematian larva tidak jauh berbeda yaitu
44
sebanyak 17 ekor, rata-rata kematian larva pada konsentrasi tersebut
adalah 16,5 sedangkan presentase kematian larva yaitu 82,5%, hal ini
menunjukkan konsentrasi tersebut dikatakan efektif karena presentase
kematian larvanya lebih dari 50%. Tidak terjadi kematian larva
keseluruhan pada konsentrasi 20%, hal ini ditandai dengan larva yang
masih hidup dan saat di sentuh masih bergerak aktif, hal ini di
karenakan setiap larva memiliki daya serap zat toksik yang berbeda-
beda, membutuhkan waktu perlakuan yang lebih lama dan system
daya tahan tubuh larva yang baik sehingga zat toksik dari kandungan
sari batang serai dapur tidak mudah mempengaruhi larva. Riyanti
(2005) mengatakan bahwa interaksi zat beracun suatu sistem biologi
ditentukan oleh konsentrasi dan lamanya waktu perlakuan.
2. Efektivitas Konsentrasi 30%
Konsentrasi sari batang serai dapur 30% yang di gunakana pada
penelitian ini di ujikan pada larva Aedes sp yang berjumlah 20 ekor
kemudian di lihat efektivitasnya pada waktu 24 jam setelah diberi
perlakuan (Konsentrasi berdasarkan hasil pengamatan pada tabel 5.1).
Kelompok konsentrasi 30% jumlah kematian larva sebanyak 18 ekor
sedangkan pada pengulangan ke 2 jumlah kematian larva sebanyak 19
ekor, rata-rata kematian larva pada konsentrasi tersebut adalah 18,5,
presentase kematian larvanya yaitu 92,5%, hal ini menunjukkan
konsentrasi tersebut dikatakan efektif karena presentase kematian
larvanya lebih dari 50%. Mortalitas larva dapat dilihat dari larva yang
mengapung di permukaan dan saat di sentuh larva tidak bergerak. Zat
toksik yang terkandung dalam sari batang serai mampu menyebabkan
respon toksik pada larva sehingga terjadi perubahan pada gerakan
tubuh dan cara bernapas (Aisiah,2009). Larva yang masih hidup saat
disentuh masih bergerak namun pergerakan larva mulai melambat hal
ini dikarenakan zat toksik yag terdapat dalam sari batang serai dapur
sudah mempengaruhi tubuh larva namun penyerapan atau
pemamparannya lambat.
45
3. Efektivitas Konsentrasi 40% dan 50%
Konsentrasi sari batang serai dapur 40% dan 50% yang di
gunakan pada penelitian ini di ujikan pada larva Aedes sp yang
masing-masing berjumlah 20 ekor kemudian di lihat efektivitasnya
pada waktu 24 jam setelah diberi perlakuan (konsentrasi Berdasarkan
hasil pengamatan pada tabel 5.1). Pada konsentrasi 40% jumlah
kematian larva sebanyak 20 ekor sedangkan pada pengulangan ke 2
jumlah kematian larva sebanyak 20 ekor , rata-rata kematian larva pada
konsentrasi tersebut adalah 20 dengan presentase kematian larva yaitu
100%, hal ini menunjukkan konsentrasi tersebut dikatakan efektif
karena presentase kematian larvanya lebih dari 50%. Pada konsenrasi
50% jumlah kematian larva sebanyak 20 ekor sedangkan pada
pengulangan ke 2 jumlah kematian larva sebanyak 20 ekor, rata-rata
kematian larva pada konsentrasi tersebut adalah 20 ekor dengan
presentase kematian larvanya yaitu 100%, hal ini menunjukkan
konsentrasi tersebut dikatakan efektif karena presentase kematian
larvanya lebih dari 50%. Pada konsentrasi 40% dan 50% dikatakan
sangat efektif karena terjadi kematian larva keseluruhan pada bahan uji
, kematian larva uji ditandai dengan tidak adanya respon pergerakan
larva saat disentuh dan mengapungnya larva pada permukaan gelas
perlakuan. Meningkatnya toksisitas sari batang serai dapur karena
kangdungan zat yang dimilikinya apabila tereabsorbsi oleh larva
nyamuk sebagai hewan uji melebihi batas toleransi akan
mengakibatkan kerusakan sel dan jaringan pada tubuh larva. Hal ini
sesuai dengan pendapat Krisdayanta (2002), yang mengatakan bahwa
daya bunuh yang dimiliki insektisida nabati berasal dari zat toksik
yang dikandungnya. Zat toksik tersebut dapat bersifat sebagai racun
melalui absorbsi saluran cerna atau melalui kulit pada hewan yang
bertubuh lunak.
46
Pada hasil penelitian ini, terlihat semakin tinggi konsentrasi yang
digunakan tingkat kematian larvanya akan bertambah pula, hal ini sesuai
dengan pendapat (Aprianggara,2014) yang menyatakan kematian larva uji
pada masing-masing kelompok menunjukkan jumlah kematian yang
bertambah seiring lamanya waktu perlakuan dan besarnya konsentrasi.
Dimana terjadi peningkatan jumlah kematian larva pada konsentrasi dari
yang terendah sampai terbesar. Meskipun terjadi peningkatan,
konsentrasi yang paling efektif sebagai larvasida hanya pada kelompok
konsentrasi 40% dan 50% karena jumlah presentase kematian mencapai
100 %.
Batang serai dapur mengandung zat flavonoid, saponin dan tannin.
Ketiga senyawa ini merupakan pertahanan tumbuhan yang dapat bersifat
menghambat saluran pencernaan serangga dan juga bersifat toksik.
Apabila Flovonoid masuk ke mulut serangga dapat menimbulkan
kelayuan pada saraf dan kerusakan spirakel yang mengakibatkan serangga
tidak bisa bernafas dan akhirnya mati. Saponin merupakan senyawa yang
berasa pahit, masuknya zat toksis ini kedalam tubuh larva melalui saluran
pencernaan dan mengganggu proses penyerapan makanan sehingga
saponin berfungsi sebagai racun perut (Dinata, 2009). Selain itu terdapat
kandungan tanin, dimana senyawa tanin ini berperan sebagai pertahanan
tumbuhan dengan cara menghalangi serangga dalam mencerna makanan
karena senyawa tannin dapat mengikat protein-protein penting untuk larva,
sehingga serangga yang memakan tumbuhan dengan kandungan tanin
tinggi akan memperoleh sedikit makanan, akibatnya akan terjadi
penurunan pertumbuhan(Aprianggara,2014).
Berdasarkan penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh
Aprianggara (2014) dengan menggunakan konsentrasi 156 ppm, 312,5
ppm, 625 ppm, 1250 ppm dan 2500 ppm dan control negatif. Pada
kematian uji masing-masing kelompok menunjukkan jumlah kematian
larva seiring lamanya waktu pajanan dan besarnya konsentrasi. Hal ini
terlihat dari hasil penelitian dimana kematian larva dalam waktu 24 jam
47
dengan presentase kematian larva 0% pada konsentrasi 156 ppm,
presentase kematian larva 8% pada konsentrasi 312,5 ppm, presentase
kematian larva 42% pada konsentrasi 625 ppm, presentase kematian larva
49% pada konsentrasi 1250 ppm dan presentase kematian larva 90% pada
konsentrasi 2500 ppm. Hal ini menunjukan konsentrasai 2500 ppm(0,25%)
efektif dalam membunuh larva Aedes sp.
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kematian jumlah
larva yang mati dari setiap konsentrasi yaitu semakin tinggi tingkat
kekentalan/kepekatan konsentrasi sari batang serai maka larva akan sulit
untuk mengambil udara dari permukaan air sehingga larva akan
mengalami kekurangan oksigen untuk pertumbuhannya dan
mengakibatkan larva akan mati. Saat pemindahan masing-masing larva
sebelum dimasukkan kedalam konsentrasi larutan, yang mungkin saja
mengalami trauma ketika di ambil dengan pipet sehingga dapat
memudahkan kematian larva. Selain itu, faktor-faktor dari tanaman juga
dapat berpengaruh seperti kualitas dan kuantitas zat aktif yang terkandung
dalam tanaman dan variable luar tidak terkendali seperti kelembapan dan
kesehatan larva dapat memberi sumbangsi besar terhadap kematian larva.
48
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian uji efektifitas sari batang serai dapur
(Cymbopogon citratus) terhadap larva Aedes sp di ketahui efektif dalam
membunuh larva Aedes sp dengan konsentrasi 40% dan 50% yang paling
efektif dan dapat di simpulkan bahwa :
1. Konsentrasi 20%, sari batang serai dapur (Cymbopogon citratus)
efektif dalam mematikan larva Aedes sp dengan presentase kematian >
50% yaitu 82,5%.
2. Konsentrasi 30%, sari batang serai dapur (Cymbopogon citratus)
efektif dalam mematikan larva Aedes sp dengan pesentase kematian
kematian > 50% yaitu 92,5%.
3. Konsentrasi 40%, sari batang serai dapur (Cymbopogon citratus)
sangat efektif dalam mematikan larva Aedes sp kematian kematian >
50% yaitu 100%.
4. Konsentrasi 50%, sari batang serai dapur (Cymbopogon citratus)
sangat efektif dalam mematikan larva Aedes sp kematian kematian >
50% yaitu 100%.
B. Saran .
1. Bagi institusi dapat digunakan sumber bacaan bagi Mahasiswa
khususnya Mahasiswa Analis kesehatan dalam pengembangan
penelitian ilmiah.
2. Diharapkan bagi peneliti menambah wawasan dan pengalaman belajar
dalam penelitian khususnya di bidang ilmu Parasitologi.
3. Diharapkan bagi masyarakat untuk menggunakan sari batang serai
dapur karena efektif dalam membunuh larva Aedes sp terutama pada
konsentrasi 40% dan 50%.
4. Bagi penelitian selanjutnya diharapkan untuk melakukan penelitian
pada konsentrasi yang lebih rendah dari penelitian sebelumnya untuk
49
melihat konsentrasi terendah yang dapat mematikan larva Aedes sp,
dan pada jenis larva dan serangga lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, U.F., 2011.Dasar-dasar Penyakit Berbasis LingkunganJakarta:
Rajawali Press.
Adriani F. 2013. Hubungan Keberadaan Jentik Aedes aegypti dan pelaksanaan
3M Plus dengan kejadian penyakit DBD di Lingkungan XVIII Kelurahan
Binjai Kota Medan tahun 2012 (Skripsi). Universitas Sumatera Utara.
Medan. Ananya Bar, J. Andrew.2013.Morphology An Morphometry Of Aedes aegypti
Adult Mosquito. SCIENCEDOMAIN International.
Depkes RI. 2004. Perilaku Hidup Nyamuk Aedes aegypti Sangat Penting
Diketahui Dalam Melakukan Kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk
Termasuk Pemantauan Jentik Berkala. Jakarta: Depkes RI.
Depkes RI. 2005. Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di
Indonesia. Jakarta: Dirjen PP& PL
Dinkes Sultra.2016.Profil Kesehatan Sulawesi Tenggara Tahun 2015. Kendari
Dinata A. 2009. Atasi Jentik DBD dengan Kulit Jengkol. Skripsi. Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro. Semarang.
Djakaria, S. 2004. Pendahuluan Entomologi Parasitologi Kedokteran Edisi Ke-3.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
Feryanto.2006.minyak serai dapur ./lemongrass Oil.http:// ferry. atsiri. blogspot.
com/2006/0/minyak-serai-dapur-lemongrass-Oil.html. Diakses pada
tanggal 17 january 2017.
Herms, W. 2006. Medical Entomology. The Macmillan Company, United States
of America.
Hiijroh et al.2017.Perilaku Masyarakat dalam Pencegahan Penyakit Demam
Berdarah Dengue (DBD) Puskesma Puatu Kota Kendari Tahun
2017.Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kesehatan Masyarakat(6):2
Hoedojo, R., 1993, Vektor demam berdarah dengue dan upaya
penanggulangannya, Majalah Parasitologi Indonesia, Vol 6 (1).
Krisdayanta.2002.Efikasi Insektisida Berbagai Ekstrak Etanol daun Tumbuhan
terhadap Nyamuk Aedes aegyptivdan Anopheles aconitus di
Laboratorium. Tesis. S-2 Ilmu kesehatan Lingkungan ,Universitas Gajah
Mada,Yogyakarta.
Manorenjitha,Sivanathan.2006. The Ecology and Biology of Aedes aegyti (L)and
Aedes albopictus(Skuese) (DIPTERA:CULICIDAE) AND
RESISTANCE STATUS OF Aedes albopictus (FIELC STRAIN)
AGAINST ORGANOPHOSPHATES IN PENANG, MALAYSIA.
Naria, Eka. 2010. Insektisida Nabati Untuk Rumah Tangga. Jurnal Universitas
Sumatra Utara.
Oyen, L. P. A., and N. X. Dung. 1999. Plants Resources of South East Asia :
Essential Oil No. 19, Prosea, Bogor, Indonesia : 110-114.
Poltekkes Kemenkes kendari.Profil Poltekkes Kemenkes Kendari.Kendari.
Rahmawati, L. 2012. Isolasi, Identifikasi Dan Uji Aktivitas Antioksidan Senyawa
Saponin Daunbinahong (Anredera Cordifolia (Ten.) Steenis). Fakultas
Sains dan Matematika Universitas Diponegoro.
Riyanti F.2005. Studi Perilaku Istirahat Nyamuk Anopheles di Desa Sedayu
Kedalaman Loano Kabupaten Purworejo Jawa Tegah.[Tesis].Bogor:IPB.
Sastriawan,Aprianggara.2014.Efektivitas Seai Dapur (Cymbopongon citratus)
Sebagai Larvasida Pada Larva Nyamuk Aedes sp Instar
III/IV.Skripsi.Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan.Jakarta.
Soedarto.2016.Demam Berdarah Dengue .Sagung Seto:Jakarta
Soegijanto,Soegeng.2006.Demam Berdarah Dengue. [Artikel Karya Ilmiah].
Surabaya: Airlangga University Press.
Supartha IW.2008. Pengendalian Terpadu Vektor Virus Demam Berdarah
Dengue, Aedes aegypti (Linn) dan Aedes albopictus (Skuse) Diptera :
Culicidae, Senior Entomologist, Guru Besar Fakultas Pertanian
Universitas Udayana, Denpasar.
Umi,K.2011. Perbedaan Keberadaan Larva Aedes aegypti di Cointainer dalam
rumah di Kelurahan Rawa Sari dan Cempaka Putih Barat.Jakarta.
Wati,F.2010.Pengaruh air perasan kulit jeruk manis (Citrus aurantiumsub spesies
sinensis ) Terhadap Tingkat Kematian Larva Aedes aegypti Instar III IN
VITRO. Skripsi.Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
WHO.2012.Comprehensive Guidelines For Prevention And Control of Dengue
and Dengue Hemorrhagic Fever. New Delhi: World Health Organization,
Regional Office for South-East Asia.
Widoyono.2011.Penyakit Tropis : Epidemiologi, Penularan, Pencegahan, dan
Pemberantasannya.Jakarta: Erlangga.
Yulia,Pujiastuti et al,2006. Keefektivan Beauveria bassiana(Bals) Vuil.Isolat
Indigenous Pagaralam Sumatera Selatan pada Media Beras terhadap
Larva Plutella xylostella linn. Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya.
J.Entomol.Ind.April 2006 ,vol 3,No.1,30-40.
Yunilda,D. 2011. Analisa Zat Berkhasiat Daun Selasih. Sekolah Pasca Sarjana.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
LAMPIRAN
TABULASI DATA
Efektivitas Sari Batang Serai Dapur (Cymbopogon citratus)
sebagai Larvasida Aedes sp
Keefektifan Sari Batang Serai Dapur ( Cymbopogon citratus) sebagai Larvasida
Aedes sp di lihat dengan jumlah kematian larva sebagai berikut :
Efektif : Bila kematian larva > 50 %
Tidak Efektif : Bila kematian larva < 50 %
Konsentrasi Jumlah
larva
bahan
uji
Replikasi kematian larva setelah 24
jam
Hasil
Penelitian
I II Jumlah Rata-
rata
Persentasi
Control 20 0 0 0 0 0 Kontrol
20% 20 16 17 33 16,5 82,5% Efektif
30% 20 18 19 37 18,5 92,5% Efektif
40% 20 20 20 40 20 100% Efektif
50% 20 20 20 40 20 100% Efektif
Lampiran.5
GAMBAR PENELITIAN
1. Senin, 26 maret 2018
Gambar kegiatan Keterangan
Kertas saring yang berisi telur
nyamuk yang akan dikembangkan
menjadi larva.
Proses perkembangbiakan larva dari
telur Aedes sp. Yang terdapat pada
kertas saring. “Penambahan air pada
nampan sampai kertas saring
tergenang”
Pengukuran pH air keran sebagai
media perkembangan telur menjadi
larva Aedes sp. Menggunakan pH
meter.
Lampiran.6
2. Selasa, 27 maret 2018
Gambar Kegiatan Keterangan
Pengamatan perkembangan Telur
menjandi larva
3. Rabu, 28 maret 2018
Gambar Kegiatan Keterangan
Gambar larva instar 1 pada salah
satu nampan larva menyebar tidak
mengumpul pada satu titik.
4. Kamis, 29 maret 2018
Gambar Kegiatan Keterangan
Gambar larva Aedes sp instar II dan
telah diberi makan hati ayam.
5. Jum’at, 30 maret 2018
Gambar Kegiatan Keterangan
Larva instar III Aedes sp.
Pengamatan telur dan larva Aedes sp
dibawah Mikroskop
Pengamatan telur dan larva Aedes sp
dibawah Mikroskop
Telur Aedes sp di bawah mikroskop
pembesaran 10X.
Gambaran morfologi badan larva
(pembesaran 10X)
Gambaran morfologi ekor larva
(pembesaran 10X)
Pembersihan batang serai sebagai
bahan larvasida
Proses perajangan untuk
memisahkan bagian batang dari
tanaman serai utuh
Proses penimbangan batang serai
sampai mencapai 700 gram.
Proses blender batang serai dapur
Proses pemerasan tahap awal hasil
blender batang serai dapur
menggunakan kain bersih
Proses penyaringan tahap kedua
menggunakan saringan plastik untuk
memisahkan jika masih ada ampas
yang tersisa.
Proses penyaringan tahap ketiga
menggunakan kertas saring untuk
mendapatkan sari batag serai .
Larva Aedes sp yang telah di
pisahkan dan akan di pindahkan
pada gelas perlakuan masing-masing
20 ekor larva
Pembuatan sari batang serai dapur
dengan berbagai konsentarsi yaitu
20%,30%,40% dan 50%.
Percobaan I Larva Aedes sp yang telah dimasukkan kedalam gelas perlakuan
pada masing masing konsentrasi (Kontrol, 20%, 30%, 40%, dan 50%)
Percobaan II Larva Aedes sp yang telah dimasukkan kedalam gelas perlakuan
pada masing masing konsentrasi (Kontrol, 20%, 30%, 40%, dan 50%)
Kontrol 20% 30% 40% 50%
kontrol 20% 30% 40% 50%
6. Sabtu, 31 maret 2018
Pengamatan setelah 1X 24 jam pengujian larvasida alami batang serai
dapur
Percobaan I Setelah 1x 24 jam Larva Aedes sp yang telah di uji pada masing
masing konsentrasi (Kontrol, 20%, 30%, 40%, dan 50%)
Percobaan II Setelah 1x 24 jam Larva Aedes sp yang telah di uji pada masing
masing konsentrasi (Kontrol, 20%, 30%, 40%, dan 50%) .
Kontrol 20% 30% 40% 50%
Kontrol 20% 30% 40% 50%
Larva Aedes sp yang telah mati di tandai
dengan terapungnya larva.
Larva Aedes sp yang telah mati di
tandai dengan terapungnya
larva.