EFEKTIVITAS PENYELESAIAN PEMBIAYAAN MURABAHAH...
Transcript of EFEKTIVITAS PENYELESAIAN PEMBIAYAAN MURABAHAH...
EFEKTIVITAS PENYELESAIAN PEMBIAYAAN MURABAHAH
BERMASALAH PADA BPRS AMANAH UMMAH
LEUWILIANG BOGOR
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh:
Fildzah Permata Rizki Nasution
11140460000142
HUKUM EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1440 H / 2018 M
ABSTRAK
Fildzah Permata Rizki Nasution. NIM 11140460000142. EFEKTIVITAS
PENYELESAIAN PEMBIAYAAN MURABAHAH BERMASALAH PADA
BPRS AMANAH UMMAH LEUWILIANG BOGOR. Program Studi Hukum
Ekonomi Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 1440H/2018M, xiv + 59 halaman 15 halaman lampiran.
Analisis pembiayaan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi
bank syariah dalam mengambil keputusan untuk menyetujui / menolak
permohonan pembiayaan. Analisis yang baik akan menghasilkan keputusan yang
tepat. Semakin tinggi jumlah pembiayaan, maka dimungkinkan semakin tinggi
pembiyaan bermasalah yang akan terjadi. Oleh karena itu, pihak BPRS harus
mencari solusi agar penyelesaian pembiayaan bermasalah tersebut dapat
diselesaikan secara efektif.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan empiris,
melalui teknik pengumpulan data melalui studi pustaka dan wawancara dengan
pihak BPRS Amanah Ummah Leuwiliang Bogor, beserta menganalisis data yang
diperoleh dan kemudian disusun secara sistematis.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa upaya penyelesaian pembiayaan
murabahah bermasalah yang dilakukan oleh BPRS Amanah Ummah masih belum
efektif.. Hal tersebut dapat dilihat pada pembiayaan murabahah yang
dikategorikan bermasalah (Non Performing Financing) berjumlah 111 nasabah.
Jumlah nasabah pada tahun 2017 yang kembali pada kondisi lancar melalui upaya
surat panggilan nasabah atau surat peringatan dan reschedulling berjumlah 18
nasabah. Sedangkan 93 nasabah masih tetap dalam kondisi bermasalah atau belum
kembali kepada kondisi lancar.
Kata Kunci : Efektivitas, Murabahah, Penyelesaian, Pembiayaan Bermasalah.
Pembimbing : Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, S.H., M.A., M.M.
Daftar Pustaka : 2004 s.d. 2018.
vi
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-
Nya yang tak terkira, alhamdulillahi rabbil ‘alamin tiada henti penulis ucapkan karena
dapat terselesaikannya skripsi yang berjudul “Efektivitas Penyelesaian Pembiayaan
Murabahah Bermasalah pada BPRS Amanah Ummah Leuwiliang Bogor” ini. Salawat
serta salam, penulis haturkan kepada Baginda Nabi Besar Muhammad SAW.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Banyak hal
yang tidak dapat penulis hadirkan di dalamnya, dikarenakan keterbatasan ilmu dan
waktu yang penulis miliki. Selama proses penyelesaian skripsi ini, penulis mendapat
banyak dukungan, arahan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada :
1. Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum, serta para
wakil Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. A.M. Hasan Ali, M.A., Ketua Program Studi Hukum Ekonomi Syariah dan
Abdurrauf, L.c., M.A., Sekretaris Program Studi Hukum Ekonomi Syariah.
3. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, S.H., M.A., M.M., Dosen Pembimbing
yang telah bersedia membimbing penulis dalam penulisan skripsi ini dengan
penuh kesabaran, perhatian, dan ketelitian serta meluangkan waktunya untuk
memberikan bimbingan hingga skripsi ini selesai.
4. Pihak BPRS Amanah Ummah Leuwiliang Bogor, khususnya Bapak M. Ali
Bhatin dan Bapak M. Rasyid Pane selaku Staf Bidang Remedial, dan Ibu Dian
selaku Staf Bidang Umum yang telah meluangkan waktunya dalam memberikan
data dan informasi yang sangat membantu dalam proses penelitian penulis.
5. Segenap Staf Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum dan Perpustakaan
Umum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
vii
memberikan fasilitas untuk mengadakan studi kepustakaan guna menyelesaikan
skripsi ini.
6. Orang tuaku tercinta, Ibunda Sumirah dan Ayahanda Jeffri Julianto Nasution,
S.E., serta Nenekku Helen Nasution dan Adikku Dhany Sahputra Nasution,
berkat perjuangan dan pengorbanan yang tak kenal lelah dan do’a yang tulus
kepada penulis serta motivasi, semangat dan dukungan baik moral maupun
materiil kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi ini.
7. Ahmad Rifa’i, berkat semangat, motivasi, dan dukungannya serta selalu sabar
mendengar keluh kesah penulis selama menyelesaikan skripsi dan studi ini.
Semoga kita dapat selalu berproses bersama-sama menjadi pribadi yang lebih
baik lagi.
8. Teman-teman seperjuanganku tersayang, Rizkah Fadliah, Fariha Roy, Sisilia
Novitasari, Kak Ropiah Febriani, yang selalu ada memberikan semangat dan
motivasi yang tiada terhingga dan selalu membantu penulis selama masa studi
ini.
9. Teman-teman Hukum Ekonomi Syariah 2014, teman seperbimbingan Mumtaz
dan Gina yang selalu memberikan informasi dan dukungan selama
menyelesaikan skripsi ini.
10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah
memberikan bantuan dan dukungan serta semangat kepada penulis dalam rangka
penyelesaian studi dan penyusunan skripsi ini.
Jakarta, 6 Oktober 2018
Fildzah Permata Rizki Nasution
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………..…………………….i
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING........................…...........................ii
LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PENGUJI........................….....................iii
LEMBAR PERNYATAAN.....................................….........................................iv
ABSTRAK.............................................................….............................................v
KATA PENGANTAR................................................…...............................……vi
DAFTAR ISI...................................................................…...….........................viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.............................................................………..1
B. Identifikasi Masalah...............................................................................…..3
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah.....................................…….…...….4
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian............................................................…....4
E. Tinjauan (Review) Studi Terdahulu.........................................................…5
F. Kerangka Teori dan Konseptual..............................................................9
G. Metode Penelitian...................................................................................…11
H. Sistematika Penulisan........................................................................…….13
BAB II TINJAUAN TEORETIS
A. Efektivitas......................................................................................………15
B. Akad Murabahah................................................................................…..16
C. Akibat Hukum Akad Murabahah......................................................……21
D. Pembiayaan Bermasalah...............................................................………23
ix
BAB III GAMBARAN UMUM BPRS AMANAH UMMAH LEUWILIANG
BOGOR
A. Profil BPRS Amanah Ummah..........................................................……30
B. Fungsi dan Tujuan BPRS Amanah Ummah.....………………………32
C. Legalitas dan Struktur Organisasi............................................................33
D. Produk dari BPRS Amanah Ummah.................................................…….34
BAB IV ANALISIS EFEKTIVITAS PENYELESAIAN MURABAHAH
BERMASALAH PADA BPRS AMANAH UMMAH LEUWILIANG
BOGOR
A. Prosedur Analisis Kelayakan Pembiayaan Murabahah di BPRS Amanah
Ummah.......................................................………..…………………......41
B. Tingkat Pembiayaan Murabahah Bermasalah di BPRS Amanah
Ummah................................................................................……………...47
C. Faktor yang Mempengaruhi Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah pada
Akad Murabahah di BPRS Amanah Ummah..................................……..50
D. Efektivitas Penyelesaian Pembiayaan Murabahah Bermasalah di BPRS
Amanah Ummah.................................................……………………..….52
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................................……58
B. Saran.....................................................................................................…..59
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................……x
LAMPIRAN.........................................................................................……….xiv
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia sejak Undang-Undang
Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan yang kemudian dirubah menjadi
Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan hingga
disahkannya Undang-Undang nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah semakin meningkat. Dari data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tahun
2017, jumlah Bank Umum Syariah (BUS) telah mencapai 13 BUS, untuk
Unit Usaha Syariah (UUS) mencapai 21 UUS sementara untuk Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) hingga September 2017 telah mencapai
167 BPRS.1
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah sebagaimana juga halnya dengan Bank
Pembiayaan Rakyat konvensional berfungsi sebagai lembaga intermediasi.
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah berfungsi menghimpun dana dari
masyarakat dan menyalurkan kembali dana-dana tersebut kepada masyarakat
yang membutuhkannya dalam bentuk pembiayaan.2 Kegiatan usaha BPRS
yaitu menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa
deposito berjangka, tabungan, menyediakan pembiayaan dan penempatan dana
berdasarkan prinsip syariah.
Dalam Undang-undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah Pasal 21 huruf b disebutkan bahwa kegiatan usaha bank pembiayaan
rakyat
1 Otoritas Jasa Keuangan, Statistik Perbankan Syariah September 2017, (Jakarta: OJK,
2017), h., 82.
2 Lihat pada Pasal 4 ayat 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah.
2
syariah, menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk: (1)
Pembiayaan bagi hasil berdasarkan Akad mudharabah atau musyarakah; (2)
Pembiayaan berdasarkan Akad murabahah, salam, atau istishna’; (3)
Pembiayaan berdasarkan Akad qardh; (4) Pembiayaan penyewaan barang
bergerak atau tidak bergerak kepada Nasabah berdasarkan Akad ijarah atau
sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik; dan (5) pengambilalihan
utang berdasarkan Akad hawalah;
Akad murabahah dijelaskan khusus dalam Undang-Undang Nomor 21
tahun 2008 tentang Perbankan Syariah pasal 19 huruf d yaitu yang dimaksud
dengan Akad murabahah adalah Akad pembiayaan suatu barang dengan
menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan
harga yang lebih sebagai keuntungan yang disepakati.
Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian sebelumnya,
pembiayaan yang dilakukan oleh BPRS Amanah Ummah, khususnya pada
tahun 2010, didominasi oleh pembiayaan dengan skim murabahah sebesar
87,79%.3 Semakin tinggi jumlah pembiayaan, maka dimungkinkan semakin
tinggi pembiyaan bermasalah yang akan terjadi.
Analisis pembiayaan merupakan salah satu faktor yang sangat penting
bagi bank syariah dalam mengambil keputusan untuk menyetujui / menolak
permohonan pembiayaan. Analisis yang baik akan menghasilkan keputusan
yang tepat. Analisis pembiayaan merupakan salah satu faktor yang dapat
digunakan sebagai acuan bagi bank syariah untuk meyakini kelayakan atas
permohonan pembiayaan nasabah.4
Pada pasal 29 ayat (3) Undang-undang perbankan menentukan bahwa
dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dan
melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara-cara yang
3 Risa Safariyani, “Manajemen Risiko Pembiayaan Al-Istishna pada BPRS Amanah
Ummah, Leuwiliang-Bogor”, Skripsi (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta : 2011), t.d.
4 Amir Machmud, Bank Syariah, (Bandung: Erlangga, 2010), h. 87-88.
3
tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan
dananya kepada bank. Agar tidak sampai merugikan bank dan kepentingan
nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank itu, Undang-undang
perbankan memberikan pedoman yang harus dipatuhi oleh bank dalam rangka
pemberian kredit atau pembiayaan. Pedoman tersebut dicantumkan dalam
pasal 8 ayat (1) yang berbunyi : “Dalam memberikan kredit, bank wajib
mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan
kemampuan serta kesanggupan nasabah untuk melunasi utangnya sesuai
dengan yang diperjanjikan.”
Dalam hal ini, Bank sebagai penjual kebutuhan nasabah berdasarkan
proses negosiasi yang telah disepakati dan tertuang dalam suatu Akad, kepada
pihak nasabah selaku pembeli. Hubungan antara Bank dengan nasabahnya
adalah suatu hubungan hukum. Tidak dipenuhinya hak satu pihak akan
berakibat bagi pihak lainnya, seperti tuntutan hukum, dan tuntutan hukum
inilah yang menjadi akibat hukum oleh karena tidak dipenuhinya suatu hak
oleh pihak tertentu.
Menurut staf bidang remedial BPRS Amanah Ummah, selama ini
belum ada sengketa yang berlanjut hingga ditempuh penyelesaian sampai ke
BASYARNAS atau Pengadilan Agama. Pihak BPRS Amanah Ummah lebih
mengutamakan menyelesaikan pembiayaan murabahah bermasalah ini secara
kekeluargaan yaitu melalui musyawarah untuk menjaga hubungan baik
dengan nasabah dalam konteks waktu yang panjang.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul: “EFEKTIVITAS PENYELESAIAN
PEMBIAYAAN MURABAHAH BERMASALAH PADA BPRS
AMANAH UMMAH LEUWILIANG BOGOR”.
B. Identifikasi Masalah
1. Prosedur analisis kelayakan pembiayaan Murabahah di BPRS Amanah
Ummah Leuwiliang Bogor.
4
2. Tingkat pembiayaan murabahah bermasalah pada akad murabahah di
BPRS Amanah Ummah Leuwiliang Bogor.
3. Faktor pendukung dan penghambat yang mempengaruhi penyelesaian
pembiayaan bermasalah pada akad murabahah di BPRS Amanah
Ummah Leuwiliang Bogor.
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Penelitian ini di fokuskan untuk menganalisis efektivitas
penyelesaian pembiayaan murabahah bermasalah yang terjadi di BPRS
Amanah Ummah Leuwiliang-Bogor serta bagaimana akibat hukum yang
terjadi karena tidak terpenuhinya hak oleh para pihak.
2. Rumusan Masalah
Dari pembatasan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka
rumusan masalah yang akan dikaji dan dibahas dalam penelitian ini
adalah:
a. Solusi apa yang ditawarkan oleh BPRS Amanah Ummah dalam
penyelesaian pembiayaan bermasalah tersebut ?
b. Bagaimana efektivitas penyelesaian pembiayaan murabahah
bermasalah pada BPRS Amanah Ummah Leuwiliang Bogor?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan uraian latar belakang, rumusan masalah, dan pembatasan
masalah, maka penelitian ini bertujuan untuk :
a. Menganalisis faktor yang mempengaruhi terjadinya pembiayaan
bermasalah pada akad murabahah di BPRS Amanah Ummah.
5
b. Menganalisis solusi dan upaya yang ditawarkan oleh BPRS
Amanah Ummah terhadap pembiayaan murabahah bermasalah.
c. Menganalisis efektivitas penyelesaian pembiayaan murabahah
bermasalah pada BPRS Amanah Ummah.
2. Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini diharapkan mampu memberikan
kontribusi dan manfaat bagi pihak-pihak terkait, yaitu:
a. Teoritis
Secara teoritis, diharapkan penelitian ini mampu memberikan
sumbangan pemikiran khususnya bagi perkembangan Hukum
Ekonomi Syariah serta dapat dijadikan referensi atau acuan bagi
penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan pembiayaan bermasalah
pada akad murabahah.
b. Praktis
Secara praktis, penelitian ini diharapakan dapat menjadi framework
atau model bagi bank syariah lain yang memiliki permasalahan yang
sama. Serta sebagai tambahan literatur dan pengetahuan sebagai
perbandingan pada penelitian selanjutnya di lembaga keuangan
syariah.
E. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu
NO Peneliti Judul Penelitian Metode dan
Objek
Kesimpulan
1 Fanny
Yunita Sri
Rejeki
(2013)
Akad
Pembiayaan
Murabahah dan
Praktiknya pada
PT. Bank Syariah
Penelitian ini
menggunakan
metode penelitian
hukum normatif
dan
Akibat hukum para
pihak dalam Akad
Pembiayaan
Murabahah di PT.
Bank Syariah
6
Mandiri Cabang
Manado
penelitian
lapangan (field
research)
Mandiri Cabang
Manado,
merupakan
akibat hukum yang
timbul dari suatu
hubungan hukum,
ketika salah satu
pihak
tidak memenuhi
kewajibannya,
maka di sini
terjadi akibat
hukum berupa
pemenuhan
kewajiban tersebut.
PT. Bank Syariah
Mandiri
menerapkan klausul
penyelesaiannya
dengan cara
musyawarah
dan kekeluargaan,
apabila cara seperti
itu
tidak dapat
mencapai
kesepakatan,
barulah
upaya terakhir
diselesaikan melalui
Pengadilan Negeri
7
setempat.
Sumber : Fanny Yunita Sri Rejeki, “Akad Pembiayaan Murabahah dan
Praktiknya pada PT. Bank Syariah Cabang Manado”, Lex
Privatum,Vol.1, No.2, April-Juni 2013.
3 Linda
Novita dan
M.Kholil
Nawawi
(2014)
Pengaruh
Pembiayaan
Murabahah
terhadap
Perkembangan
UMKM di
Kecamatan
Leuwiliang
(Studi Kasus
BPRS Amanah
Ummah)
Metode
penelitian yang
digunakan dalam
penelitian ini
adalah metode
korelasi, yaitu
metode yang
digunakan untuk
mengetahui
hubungan antara
variabel yang
diteliti.
Penerapan akad
murabahah ini pada
dasarnya sama
dengan penerapan
akad
murabahah di bank
lain. Pembiayaan
yang diterima
biasanya 80% dari
nilai taksasi
jaminan, tapi
ketika nasabah
ingin mengajukan
pembiayaan lagi
biasanya diterima
lebih dari 80% dari
nilai taksasi
jaminan jika
pembiayaan yang
sebelumnya lancar
dan tidak
bermasalah. Hal
ini pun berpengaruh
kepada rasa
kepercayaan bank
terhadap nasabah,
8
ketika nasabah
melakukan
pembayaran cicilan
denga lancar maka
untuk pengajuan
selanjutnya pihak
bank terkadang
tidak perlu
mengadakan survey
lagi terhadap
nasabah tersebut.
Sumber : Linda Novita dan M.Kholil Nawawi, “Pengaruh Pembiayaan
Murabahah terhadap Perkembangan UMKM di Kecamatan
Leuwiliang (Studi Kasus BPRS Amanah Ummah)”, Al-
Infaq: Jurnal Ekonomi Islam, Vol. 5 No. 2, September 2014
pp. 273-310.
4 Rizki Fauzi
(2014)
Manajemen
Risiko
Pembiayaan
Murabahah pada
Sektor Agribisnis
(Studi Kasus
PT.BPRS
Amanah Ummah
Periode 2011-
2014)
Penyusun
menggunakan
metode penelitian
lapangan (field
research) dengan
sifat penelitian
deskriptif, dan
menggunakan
pendekatan
normatif dengan
analisa kualitatif.
Hasil dari penelitian
ini dapat
disimpulkan bahwa
proses manajemen
risiko pembiayaan
murabahah meliputi
identifikasi,
pengukuran,
pemantauan, dan
pengendalian risiko.
Pihak BPRS lebih
memfokuskan pada
proses identifikasi
risiko dalam
memberikan
pembiayaan kepada
9
nasabah guna
meminimalisasi
risiko yang akan
timbul di kemudian
hari. Dalam hal ini,
pihak BPRS dinilai
cukup baik dalam
mengelola risiko
pada pembiayaan
murabahah pada
sektor agribisnis.
Sumber : Rizki Fauzi, “Manajemen Risiko Pembiayaan Murabahah
pada Sektor Agribisnis (Studi Kasus PT.BPRS Amanah
Ummah Periode 2011-2014), Skripsi Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014.
F. Kerangka Teori dan Konseptual
Bank Syariah di Indonesia digolongkan dalam dua jenis, yaitu Bank
Umum Syariah (BUS) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Hal ini
sesuai dengan ketentuan Pasal 1 ayat (7) jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor
21 Tahun 2008.
Kegiatan usaha yang boleh dilakukan oleh Bank Umum Syariah (BUS)
sebagaimana ditentukan dalam pasal 19 dan pasal 20 UU Perbankan Syariah
tersebut, skalanya jauh lebih besar dan lebih luas dibandingkan dengan
kegiatan usaha yang boleh dilakukan oleh Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
(BPRS) sebagaimana ditentukan dalam pasal 21, baik dari cakupan kegiatan
usahanya atau jumlah produknya maupun dari segi wilayah operasinya.5
5 Drs. Cik Basir, S.H., M.H.I., Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah di Pengadilan
Agama dan Mahkamah Syar’iyah, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 47.
10
Dalam hal menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat misalnya,
BUS umumnya dalam jumlah yang besar-besar, sedangkan BPRS dalam
jumlah yang sedang-sedang saja atau lebih kecil dibandingkan dengan BUS.6
Murabahah adalah salah satu bentuk jual beli di mana penjual
menawarkan barang dagangannya dengan menyebutkan harga yang
merupakan jumlah dari harga perolehan dengan menambahkan nominal
tertentu sebagai keuntungan. Ibnu Qudamah mendefinisikan murabahah
sebagai jual beli dengan menghitung modal ditambah keuntungan tertentu
yang diketahui. Dapat disimpulkan, murabahah merupakan salah satu bentuk
jual beli amanah berdasarkan pada penetapan harga, yaitu bentuk pertukaran
obyek jual dengan harga yang merupakan jumlah harga perolehan ditambah
laba tertentu.7
Dalam praktik di Lembaga Keuangan Syariah (LKS) kontemporer,
termasuk perbankan syariah, bentuk murabahah dalam fikih klasik tersebut
mengalami beberapa modifikasi. Murabahah yang dipraktikkan pada LKS
dikenal dengan murabahah li al-amir bi al-syira’, yaitu transaksi jual beli di
mana seorang nasabah datang kepada pihak bank untuk membelikan sebuah
komoditas dengan kriteria tertentu, dan ia berjanji akan membeli
komoditas/barang tersebut secara murabahah, yakni sesuai harga pokok
pembelian ditambah dengan tingkat keuntungan yang disepakati kedua pihak,
dan nasabah akan melakukan pembayaran secara installment (cicilan berkala)
sesuai dengan kemampuan finansial yang dimiliki.8
Pembiayaan bermasalah merupakan salah satu dari risiko dalam suatu
pelaksanaan pembiayaan. Adiwarman A. Karim menjelaskan bahwa risiko
6 Wiroso, Penghimpunan dan Distribusi Hasil Usaha Bank Syariah, (Jakarta: Gramedia
Widiasarana Indonesia, 2005) h. 12.
7 Lely Shofa Imama, “Konsep dan Implementasi Murabahah pada Produk Pembiayaan
Bank Syariah”, Iqtishadia : Vol.1, Nomor 2, (Desember 2014), h., 3.
8 Ah.Azharudin Lathif, “Konsep dan Aplikasi Murabahah pada Perbankan Syariah di
Indonesia” , Ahkam : Vol.XII, No.2, (Juli 2012), h. 3.
11
pembiayaan merupakan risiko yang disebabkan oleh adanya counterparty
dalam memenuhi kewajibannya. Dalam bank syariah, risiko pembiayaan
mencakup risiko terkait produk dan risiko terkait dengan pembiayaan
korporasi.9
Kerangka penelitian yang dibuat dalam penelitian ini mengenai analisis
efektivitas penyelesaian pembiyaan murabahah bermasalah, sebagai berikut :
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
9 Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2010), h. 260.
Penyelesaian Pembiayaan
Murabahah bermasalah
BPRS Amanah Ummah
Leuwiliang Bogor Akad Pembiayaan Murabahah
Analisis Pembiayaan Murabahah
Bermasalah atau Wanprestasi
Efektif
Tidak Efektif
12
Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian
kualitatif, yaitu penelitian yang menggunakan informasi yang bersifat
menerangkan dalam bentuk uraian secara normatif, deskriptif dan
komparatif.
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang dilakukan penulis dalam penelitian adalah
pendekatan empiris, yaitu dengan melakukan studi pada BPRS Amanah
Ummah sebagai lembaga perbankan yang melakukan Akad Murabahah
serta bagaimana penyelesaian pembiayaan bermasalah pada Akad tersebut.
3. Sumber Data
a. Data Primer
Data Primer yaitu data yang didapat dari sumber pertama, baik dari
individu atau perseorangan seperti hasil dari wawancara.10
b. Data Sekunder
Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari literatur-literatur
kepustakaan, seperti buku-buku serta sumber yang berkaitan dengan
penyelesaian sengketa akad pembiayaan murabahah baik berupa
jurnal, buku, majalah, dan lain-lain.
4. Teknik Pengumpulan Data
a. Wawancara (Interview)
Interview merupakan teknik pengumpulan data yang digunakan
peneliti untuk mendapatkan keterangan-keterangan lisan melalui bercakap-
cakap dan berhadapan muka dengan orang yang memberi keterangan.
Teknik wawancara yang akan digunakan adalah dengan menggali
informasi dengan cara tanya jawab yang dilakukan secara sistematis dan
berdasar pada tujuan penelitian atau dilakukan dengan cara interview
10 Husein Umar, Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, (Jakarta: PT.Raja
Grafindo Persada, 2004), h. 42.
13
kepada bagian Remedial. Wawancara dilakukan secara terfokus pada
masalah penelitian dimana pertanyaan penelitian telah diformulasikan
sebelum wawancara dilakukan.
b. Observasi
Metode observasi adalah dasar ilmu dan dasar untuk mengetahui
kebenaran ilmu. Dalam melakukan observasi, peneliti akan mencatat data
hasil dari pengamatan serta data-data yang dibutuhkan guna kesuksesan
dalam melakukan observasi yang mendukung masalah yang akan diteliti.
5. Metode Analisis Data
Penulis menggunakan metode deduktif, yaitu suatu logika yang
bertitik tolak dari pengetahuan yang bersifat umum, kemudian dijadikan
titik tolak dalam menilai suatu fakta yang bersifat khusus.
6. Teknik Penulisan
Teknik penulisan skripsi ini merujuk pada buku Pedoman
Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta tahun 2017.
H. Sistematika Penulisan
Adapun penulisan skripsi ini, dibagi menjadi lima (5) bab, yaitu:
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini, berisi latar belakang, identifikasi masalah, pembatasan
masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan kajian
terdahulu, kerangka teori dan kerangka konseptual, metode penulisan,
serta rancangan sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN TEORETIS
14
Dalam bab ini, membahas teori-teori yang berkaitan dengan isi dari skripsi
ini, yaitu meliputi teori tentang efektivitas, akad murabahah, akibat hukum
akad murabahah, dan pembiayaan bermasalah.
BAB III : GAMBARAN UMUM BPRS AMANAH UMMAH
LEUWILIANG BOGOR
Dalam bab ini, menjelaskan tentang objek penelitian, yaitu memberikan
gambaran umum tentang BPRS Amanah Ummah Leuwiliang Bogor yang
meliputi sejarah berdirinya, visi dan misi, motto, struktur organisasi, serta
produk dan jasa yang ada di BPRS Amanah Ummah Leuwiliang Bogor.
BAB IV : ANALISIS EFEKTIVITAS PENYELESAIAN
PEMBIAYAAN MURABAHAH BERMASALAH PADA BPRS
AMANAH UMMAH LEUWILIANG BOGOR
Dalam bab ini, penulis menguraikan hasil penelitian dan hasil dari analisis
data yang telah diperoleh. Analisa data yang dikaji yaitu, mengenai
prosedur analisis kelayakan pembiayaan murabahah di BPRS Amanah
Ummah Leuwiliang Bogor, tingkat pembiayaan murabahah bermasalah di
BPRS Amanah Ummah Leuwiliang Bogor, faktor yang mempengaruhi
pembiayaan bermasalah pada akad murabahah di BPRS Amanah Ummah
Leuwiliang Bogor, serta efektivitas prosedur pembiayaan murabahah
bermasalah di BPRS Amanah Ummah Leuwiliang Bogor.
BAB V : PENUTUP
Dalam bab ini, meliputi kesimpulan dari keseluruhan pembahasan yang
telah dijelaskan dalam bab-bab sebelumnya serta saran-saran yang dapat
penulis sampaikan.
15
BAB II
TINJAUAN TEORETIS
A. Efektivitas
Efektivitas berasal dari bahasa inggris, yaitu effective yang berarti
berhasil, tepat atau manjur.1 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti mempunyai nilai efektif,
pengaruh atau akibat, biasa diartikan sebagai kegiatan yang bisa
memberikan hasil yang memuaskan.2
Pencapaian hasil efektifitas yang dilakukan oleh suatu organisasi
terdiri dari tiga tahap, yakni input, conversion, dan output atau masukan,
perubahan dan hasil. Pertama, input meliputi semua sumber daya yang
dimiliki, informasi dan pengetahuan, bahan-bahan mentah serta modal.
Pada tahap input, tingkat efisiensi sumber daya yang dimiliki sangat
menentukan kemampuan yang dimiliki. Kedua, conversion ditentukan
oleh kemampuan organisasi untuk memanfaatkan sumber daya yang
dimiliki, manajemen dan penggunaan teknologi agar dapat
menghasilkan nilai. Tahap ini, tingkat keahlian SDM dan daya tanggap
organisasi terhadap perubahan lingkungan sangat menentukan tingkat
produktifitasnya. Ketiga, output, pelayanan yang diberikan merupakan
hasil dari penggunaan teknologi dan keahlian SDM. Organisasi yang dapat
memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya secara
1 Drs. Putut Sudarwanto, Kamus Lengkap300 Milyard Inggris – Indonesia, (Surabaya :
Giri Utama), h. 67., t.th.
2 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta : Gramedia, 2008,
Edisi ke-4), h. 352.
16
efisien dapat meningkatkan kemampuannya untuk meningkatkan
pelayanan dengan memuaskan kebutuhan pelanggan. 3
B. Akad Murabahah
Secara etimologis, murabahah berarti saling menguntungkan,
sedangkan secara terminologis, murabahah yaitu suatu bentuk jual beli
tertentu ketika penjual menyatakan biaya perolehan, meliputi harga barang
dan biaya-biaya lain yang dikeluarkan untuk memperoleh barang tersebut,
dan tingkat keuntungannya (margin) yang diinginkan.4
Menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan
Syariah, akad murabahah adalah akad pembiayaan suatu barang dengan
menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya
dengan harga yang lebih sebagai keuntungan yang disepakati.5 Menurut
Fatwa DSN Nomor 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah, yaitu
menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli
dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba.6
Pengertian murabahah menurut praktik yaitu, murabahah menekankan
adanya pembelian komoditas berdasarkan permintaan nasabah, bukan
hanya pinjaman semata sebagaimana dalam sistem kredit di perbankan
konvensional. Dalam praktik pembiayaan murabahah, nasabah datang
mengajukan pembiayaan atas sebuah komoditas dengan kriteria tertentu.
3 Suhairi dan Fatmawati Maryan Ali, “Efektifitas Penyelesaian Pembiayaan Murabahah
Bermasalah di BPRS Metro Madani Kota Metro Tahun 2014”, Jurnal Hukum dan Ekonomi
Syariah Vol.03 No.2, (2014), h. 163.
4 Dr. Mardani, Hukum Perikatan Syariah di Indonesia, (Jakarta : Sinar Grafika, 2013), h.
123.
5 Penjelasan Pasal 19 huruf c Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan
Syariah.
6 Konsideran Fatwa DSN MUI Nomor 04/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Murabahah.
17
Pada tahap ini terjadi negosiasi dan penyertaan yang harus dipenuhi oleh
kedua belah pihak. Kemudian, bank memesan barang kepada supplier
sesuai dengan kriteria yang diinginkan nasabah. Setelah barang tersebut
resmi menjadi milik bank, baru kemudian terjadi kontrak jual beli antara
nasabah dan pihak bank. Barang dan dokumen dikirimkan kepada nasabah,
kemudian nasabah melakukan pembayaran sesuai dengan kesepakatan.
Dengan demikian, jika melihat praktik pembayaran murabahah, tidak
ditemukan adanya unsur bunga, hanya margin sebagai tambahan atas
harga pokok pembelian sehingga tidak bertentangan dengan syariah.7
Allah SWT berfirman:
ن الزيي ي لك بأ يطبى هي الوس ر بب ل يقهى إل كوب يقم الزي يتخبط الش أكلى الش
عظة هي بب فوي جبء ه م الش حش البيع أحل للا بب تى سب قبلا إوب البيع هثل الش فب
ئك أصحبة البس ن فيب خبلذى هي عبد فأل أهش إلى للا . فل هب سلف
"Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri, melainkan
seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang
demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli sama dengan
riba. Padahal, Allah telah menghalalkan jual-beli dan
mengharamkan riba. Barang siapa mendapat peringatan dari
Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah diperolehnya
dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah.
Barang siapa mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka,
mereka kekal di dalamnya." (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 275)
Murabahah dapat dilakukan berdasarkan pesanan atau tanpa pesanan.
Dalam murabahah berdasarkan pesanan, bank melakukan pembelian
barang setelah ada pemesanan dari nasabah. Murabahah berdasarkan
pesanan dapat bersifat mengikat atau tidak mengikat nasabah untuk
7 Tri Setiady, “Pembiayaan Murabahah dalam Perspektif Fiqh Islam, Hukum Positif, dan
Hukum Syariah”, Fiat Justisia Jurnal Ilmu Hukum Volume 8 No. 3, (Juli-September 2014), h. 9.
18
membeli barang yang dipesannya. Pembayaran murabahah dapat
dilakukan secara tunai atau cicilan.8
Ketentuan murabahah menurut Fatwa DSN, yaitu :
a. Ketentuan Umum Murabahah dalam Bank Syariah
1) Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas
riba.
2) Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syari‟ah
Islam.
3) Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang
yang telah disepakati kualifikasinya.
4) Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank
sendiri, dan pembelian ini harus sah dan bebas riba.
5) Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan
pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang.
6) Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah
(pemesan) dengan harga jual senilai harga beli plus
keuntungannya. Dalam kaitan ini Bank harus memberitahu secara
jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang
diperlukan.
7) Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut
pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati.
8) Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad
tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan
nasabah.
9) Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli
barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan
setelah barang, secara prinsip, menjadi milik bank.
8 Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Amanah Ummah, Panduan Sistem Operasional dan
Prosedur 2009, (Bogor : BPRS Amanah Ummah, 2009).
19
b. Ketentuan Umum Murabahah kepada Nasabah
1) Nasabah mengajukan permohonan dan janji pembelian suatu
barang atau aset kepada bank.
2) Jika bank menerima permohonan tersebut, ia harus membeli
terlebih dahulu aset yang dipesannya secara sah dengan pedagang.
3) Bank kemudian menawarkan aset tersebut kepada nasabah dan
nasabah harus menerima (membeli)-nya sesuai dengan janji yang
telah disepakatinya, karena secara hukum janji tersebut mengikat;
kemudian kedua belah pihak harus membuat kontrak jual beli.
4) Dalam jual beli ini bank dibolehkan meminta nasabah untuk
membayar uang muka saat menandatangani kesepakatan awal
pemesanan.
5) Jika nasabah kemudian menolak membeli barang tersebut, biaya
riil bank harus dibayar dari uang muka tersebut.
6) Jika nilai uang muka kurang dari kerugian yang harus ditanggung
oleh bank, bank dapat meminta kembali sisa kerugiannya kepada
nasabah.
7) Jika uang muka memakai kontrak „urbun sebagai alternatif dari
uang muka, maka :
a) jika nasabah memutuskan untuk membeli barang tersebut,
ia tinggal membayar sisa harga.
b) jika nasabah batal membeli, uang muka menjadi milik bank
maksimal sebesar kerugian yang ditanggung oleh bank
akibat pembatalan tersebut; dan jika uang muka tidak
mencukupi, nasabah wajib melunasi kekurangannya.
c. Jaminan dalam Murabahah
1) Jaminan dalam murabahah dibolehkan, agar nasabah serius dengan
pesanannya.
2) Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan jaminan yang
dapat dipegang.
20
d. Utang dalam Murabahah
1) Secara prinsip, penyelesaian utang nasabah dalam transaksi
murabahah tidak ada kaitannya dengan transaksi lain yang
dilakukan nasabah dengan pihak ketiga atas barang tersebut. Jika
nasabah menjual kembali barang tersebut dengan keuntungan atau
kerugian, ia tetap berkewajiban untuk menyelesaikan utangnya
kepada bank.
2) Jika nasabah menjual barang tersebut sebelum masa angsuran
berakhir, ia tidak wajib segera melunasi seluruh angsurannya.
3) Jika penjualan barang tersebut menyebabkan kerugian, nasabah
tetap harus menyelesaikan utangnya sesuai kesepakatan awal. Ia
tidak boleh memperlambat pembayaran angsuran atau meminta
kerugian itu diperhitungkan.
e. Penundaan Pembayaran dalam Murabahah
1) Nasabah yang memiliki kemampuan tidak dibenarkan menunda
penyelesaian utangnya.
2) Jika nasabah menunda-nunda pembayaran dengan sengaja, atau
jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya, maka
penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syari‟ah
setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
f. Bangkrut dalam Murabahah
Jika nasabah telah dinyatakan pailit dan gagal menyelesaikan
utangnya, bank harus menunda tagihan utang sampai ia menjadi
sanggup kembali, atau berdasarkan kesepakatan.
Ketentuan umum teknik perbankan dalam bidang murabahah dapat
diaplikasikan sebagai berikut:
21
a) Bank bertindak sebagai penjual, sementara nasabah sebagai pembeli.
Harga jual adalah harga beli bank dari produsen (pabrik/toko)
ditambah keuntungan (mark-up). Kedua pihak harus menyepakati
harga jual dan waktu pembayaran.
b) Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli dan jika telah disepakati,
tidak dapat berubah selama berlaku akad. Dalam perbankan,
murabahah lazimnya dilakukan dengan cara pembayaran cicilan
(bitsaman ajil).
c) Dalam transaksi ini, bila sudah ada barang, diserahkan segera kepada
nasabah, sedangkan pembayaran dilakukan secara tangguh.9
C. Akibat Hukum Akad Murabahah
Cakupan prestasi yang menjadi hak salah satu pihak dan kewajiban
pihak lain merupakan akibat hukum yang timbul dari akad. Seperti yang
telah dikemukakan,bahwa akibat hukum dari akad dalam hukum Islam
dibedakan menjadi dua macam, yaitu : (1) akibat hukum pokok, yang
dalam istilah fikih disebut hukum pokok akad, dan (2) akibat hukum
tambahan akad, yang dalam fikih disebut juga hak-hak akad atau hukum
tambahan akad.
Akibat hukum pokok akad untuk masing-masing akad bernama sudah
ditetapkan. Sedangkan untuk akad-akad tidak bernama hukum pokok akad
itu tidak ditetapkan oleh Pembuat hukum, melainkan ditetapkan oleh para
pihak sendiri sesuai dengan maksud mereka menutup perjanjian dengan
syarat tidak bertentangan dengan Syariah.
Akibat hukum tambahan, yang disebut juga hak-hak akad, dibedakan
menjadi dua macam, yaitu : (1) akibat-akibat hukum yang ditentukan oleh
pembuat hukum syariah, dan (2) akibat hukum yang timbul karena
9 Prof. Dr. Drs. H. Abdul Manan, S.H. S.IP., M.Hum., Hukum Ekonomi Syariah: Dalam
Perspektif Kewenangan Peradilan Agama, (Jakarta: Kencana, 2012), h. 223.
22
diperjanjikan oleh para pihak dalam klausul akad. Akibat hukum yang
ditetapkan oleh pembuat hukum menjadi kewajiban dan hak bagi masing-
masing pihak secara otomatis dan tanpa diperjanjikan. Misalnya,
kewajiban menyerahkan barang, menjamin terhadap cacat barang,
menjamin terhadap revindikasi, dan kewajiban membayar harga dalam
akad jual beli; kewajiban menyerahkan barang yang disewa, kewajiban
menjamin terhadap cacat, kewajiban membayar uang sewa, kewajiban
menggunakan barang sewa sesuai perjanjian, kewajiban mengembalikan
barang kepada pemilik seusai sewa menyewa dalam akad sewa menyewa
(ijarah); dan seterusnya. Selain akibat hukum yang ditetapkan langsung
oleh hukum syariah, ada pula akibat hukum perjanjian yang menjadi
kewajiban dan hak para pihak karena diperjanjikan dalam klausul akad.10
Beberapa persoalan yang berkaitan dengan aspek hukum yang sering
muncul dalam transaksi murabahah antara lain berkaitan dengan
penyerahan barang, risiko, jaminan, dan pajak.11
Adapun risiko berkaitan dengan pembayaran, yaitu nasabah tidak
melakukan pembayaran baik sebagian atau sepenuhnya sesuai dengan
jadwal pembayaran. Syariah menghindari risiko ini antara lain dengan
adanya agunan, penanggungan (jaminan pihak ketiga), dan syarat
perjanjian yang menyatakan bahwa semua hasil barang murabahah yang
dijual kepada pihak ketiga (baik tunai maupun angsuran) harus atas
sepengetahuan bank hingga kewajiban pembayaran kepada bank dibayar
secara penuh. Jika tidak melakukan pembayaran dikarenakan faktor diluar
kemampuan pengawasan nasabah, bank syariah secara moral berkewajiban
untuk melakukan penjadwalan ulang (rescheduling) bahkan me-
10 Prof. Dr. Syamsul Anwar, M.A., Hukum Perjanjian Syariah, (Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada, 2007), h. 309-310.
11 Prof. Dr. H. Fathurrahman Djamil, M.A., Penerapan Hukum Perjanjian dalam
Transaksi di Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta : Sinar Grafika, 2013), h. 123.
23
restructuring piutang tersebut,12
dan sebaliknya, jika nasabah sudah
memiliki kemampuan untuk membayar pada waktunya tetapi dia tidak
melakukan, maka bank dapat menjalankan konsep denda untuk
dibebankan kepada nasabah. Jumlah denda yang diberikan tergantung
kepada “tingkat normal return” pada dana bank yang diinvestasikan,
sesuai dengan biaya dana (cost of fund) dari sejumlah modal.
Dalam beberapa kasus dimana pemulihan secara keseluruhan tidak
mungkin, bank syariah dapat mengeksekusi jaminan untuk menutupi
sejumlah sisa kewajiban dari pembiayaan yang diberikan kepada nasabah.
Hal ini juga ditegaskan dalam Fatwa DSN-MUI No. 04/DSN-
MUI/IV/2000 tentang Murabahah berikut : “Jaminan dalam murabahah
dibolehkan agar nasabah serius dengan pesanannya. Bank dapat meminta
nasabah untuk menyediakan jaminan yang dapat dipegang.”
Pada praktiknya, penyusunan suatu perjanjian antara bank syariah
dengan nasabah, dari sisi hukum positif, selain mengacu kepada KUH
Perdata, juga harus merujuk pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan, sedangkan dari sisi syariah, para pihak tersebut berpedoman
kepada fatwa-fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia.13
D. Pembiayaan Bermasalah
Pengertian kredit berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
tentang Perbankan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam
meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak
12 Fatwa DSN-MUI No. 48/DSN-MUI/II/2005 tentang Penjadwalan Kembali Tagihan
Murabahah, dan Fatwa DSN-MUI No.49/DSN-MUI/II/2005 tentang Konversi Akad Murabahah.
13
Ir.Adiwarman A.Karim, S.E., MBA., M.A.E.P., Bank Islam ; Analisis Fiqih dan
Keuangan, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2016, Edisi Kelima), h. 482.
24
peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan
pemberian bunga.14
Sedangkan Pembiayaan menurut Undang-Undang Perbankan Syariah
Nomor 21 tahun 2008 adalah penyediaan dana atau tagihan yang
dipersamakan dengan itu berupa:
a. transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah;
b. transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam
bentuk ijarah muntahiya bittamlik;
c. transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan
istishna’;
d. transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan
e. transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi
multi jasa.
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan
/ atau UUS dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan /
atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah
jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi
hasil.15
Analisis Pembiayaan bank syariah merupakan suatu proses analisis
yang dilakukan oleh bank syariah unuk menilai suatu permohonan
pembiayaan yang telah diajukan oleh calon nasabah. Dengan melakukan
analisis permohonan pembiayaan, bank syariah akan memperoleh
keyakinan bahwa proyek yang akan dibiayai layak (feasible). Penerapan
prinsip dasar dalam pemberian pembiayaan serta analisis yang mendalam
terhadap calon nasabah, perlu dilakukan oleh bank syariah agar bank tidak
14 Lihat pada Pasal 1 Poin 11, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, h. 2.
15
Lihat pada Pasal 1 poin 25, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah, h. 5.
25
salah memilih dalam menyalurkan dananya sehingga dana yang disalurkan
kepada nasabah dapat terbayar kembali sesuai dengan jangka waktu yang
diperjanjikan. Prinsip dasar tersebut, yaitu :
a. Character (Kepribadian)
Character menggambarkan watak dan kepribadian calon nasabah.
Bank perlu melakukan analisis terhadap karakter calon nasabah dengan
tujuan untuk mengetahui bahwa calon nasabah mempunyai keinginan
untuk memenuhi kewajiban membayar kembali pembiayaan yang telah
diterima hingga lunas. Bank ingin meyakini willingness to repay dari
calon nasabah, yaitu keyakinan bank terhadap kemauan calon nasabah
mau memenuhi kewajibannya sesuai dengan jangka waktu yang telah
diperjanjikan. Bank ingin mengetahui bahwa calon nasabah
mempunyai karakter yang baik, jujur, dan mempunyai komitmen
terhadap pembayaran kembali pembiayaannya.16
b. Capacity (Kemampuan)
Analisis terhadap capacity ini ditujukan untuk mengetahui
kemampuan keuangan calon nasabah dalam memenuhi kewajibannya
sesuai jangka waktu pembiayaan. Bank perlu mengetahui dengan pasti
kemampuan keuangan calon nasabah dalam memenuhi kewajibannya
setelah bank syariah memberikan pembiayaan. Kemampuan keuangan
calon nasabah sangat penting karena merupakan sumer utama
pembiayaan. Semakin baik kemampuan keuangan calon nasabah, maka
akan semakin baik kemungkinan kualitas pembiayaan, artinya dapat
dipastikan bahwa pembiayaan yang diberikan bank syariah dapat
dibayar sesuai dengan jangka waktu yang diperjanjikan.17
16
Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 120.
17
Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 122.
26
c. Capital (Modal)
Yang dimaksud dengan capital adalah kemampuan suatu calon
debitur dalam melakukan usahanya dengan memiliki kemampuan
modal yang cukup. Investasi yang dimaksud oleh pengusaha
menunjukkan kepercayaan terhadap perusahaan, produk, dan masa
depan usahanya. Bank ingin mengetahui apakah pemilik ataukah
kreditor yang memberikan modal.18
d. Collateral (Jaminan)
Sering Collateral diadakan untuk mengimbangi sesuatu kelemahan
pada salah satu atau beberapa “C” lainnya. akan tetapi ia tidaklah dapat
menggantikan character. Dengan mengutamakan collateral dan
meremehkan character dan capacity, sebuah bank akan mengalami
kesulitan. Dengan memperhatikan kedua unsur tersebut, maka
collateral akhirnya mungkin bisa habis sampai tak ada harganya sama
sekali.19
e. Condition of Economy (Kondisi Ekonomi)
Condition of Economy merupakan analisis terhadap kondisi
perekonomian. Bank perlu mempertimbangkan sektor usaha calon
nasabah dikaitkan dengan kondisi ekonomi. Bank perlu melakukan
analisis dampak kondisi ekonomi terhadap usaha calon nasabah di
masa yang akan datang, untuk mengetahui pengaruh kondisi ekonomi
terhadap usaha calon nasabah.20
18 Julius R. Latumaerissa, Manajemen Bank Umum, (Jakarta : Mitra Wacana Media,
2014), h. 140.
19
Julius R. Latumaerissa, Manajemen Bank Umum, (Jakarta : Mitra Wacana Media,
2014), h. 141.
20
Drs. Ismail, MBA., Ak., Manajemen Perbankan : Dari Teori Menuju Aplikasi, (Jakarta
: Kencana, 2010), h. 113.
27
Dalam prinsip 5C, setiap permohonan pembiayaan,telah dianalisis
secara mendalam sehingga hasil analisis sudah cukup memadai. Dalam
analisis 5C yang dilakukan secara terpadu, maka dapat digunakan sebagai
dasar untuk memutuskan permohonan pembiayaan. Analisis 5C perlu
dilakukan secara keseluruhan. Namun demikian, dalam praktiknya, bank
syariah akan memfokuskan terhadap beberapa prinsip antara
lain character, capacity, dan collateral. Ketiga prinsip dasar pemberian
pembiayaan ini dianggap sebagai faktor penting yang tidak dapat
ditinggalkan sebelum mengambil keputusan.21
Maka risiko yang akan dihadapi bank, antara lain: pertama, tidak
kembalinya pokok pembiayaan dan tidak mendapat imbalan, ujrah, atau
bagi hasil sebagaimana telah disepakati dalam akad pembiayaan antara
bank syariah dan nasabah penerima fasilitas; kedua, bertambah besarnya
biaya yang dikeluarkan oleh bank dan bertambahnya waktu untuk
penyelesaian Non Performing Financing (NPF); dan ketiga, turunnya
kesehatan pembiayaan bank (kolektibilitas pembiayaan menurun).22
Upaya yang dilakukan bank untuk penyelamatan terhadap kredit
bermasalah, antara lain :
1. Rescheduling
Rescheduling merupakan upaya yang dilakukan bank untuk
menangani kredit bermasalah dengan membuat penjadwalan
kembali. Penjadwalan kembali dapat dilakukan kepada debitur
yang mempunyai itikad baik akan tetapi tidak memiliki
kemampuan untuk membayar angsuran pokok dengan jadwal yang
telah diperjanjikan. Penjadwalan kembali dilakukan oleh bank
dengan harapan debitur dapat membayar kembali kewajibannya. 23
21
Husein Umar, Research Methods and Banking, (Jakarta : Gramedia, 2010), h. 111.
22
A. Wangsawidjaja Z, Pembiayaan Bank Syari’ah, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Umum, 2012), h. 89.
28
2. Reconditioning
Reconditioning (persyaratan kembali) merupakan
perubahan atas sebagian atau seluruh persyaratan pembiayaan
tanpa menambah sisa pokok kewajiban nasabah yang harus
dibayarkan kepada bank, antara lain meliputi:
a. Perubahan jadwal pembayaran
b. Perubahan jumlah angsuran
c. Perubahan jangka waktu
d. Perubahan nisbah dalam pembiayaan mudharabah atau
musyarakah
e. Perubahan proyeksi bagi hasil dalam pembiayaan mudharabah
atau musyarakah
f. Pemberian potongan24
3. Restructuring
Restructuring merupakan upaya yang dilakukan oleh bank
dalam menyelamatkan kredit bermasalah dengan cara mengubah
struktur pembiayaan.25
4. Kombinasi
Kombinasi yaitu kondisi dimana seorang nasabah dapat
saja diselamatkan dengan kombinasi antara Rescheduling dengan
Restructuring, misalnya jangka waktu diperpanjang, pembayaran
23
Drs. Ismail, MBA., Ak., Manajemen Perbankan : Dari Teori Menuju Aplikasi, (Jakarta
: Kencana, 2010), h. 125-126.
24 A. Wangsawidjaja Z, Pembiayaan Bank Syari’ah, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Umum, 2012), h. 449.
25
Drs. Ismail, MBA., Ak., Manajemen Perbankan : Dari Teori Menuju Aplikasi, (Jakarta
: Kencana, 2010), h. 127.
29
bagi hasil ditunda atau Reconditioning dengan Rescheduling,
misalnya jangka waktu diperpanjang modal ditambah.26
5. Eksekusi
Eksekusi merupakan alternatif terakhir yang dapat
dilakukan oleh bank untuk menyelematkan kredit bermasalah.
Eksekusi merupakan penjualan agunan yang dimiliki oleh bank.
Sisa atas penjualan agunan, akan dikembalikan kepada debitur.
Sebaliknya, kekurangan atas hasil penjualan agunan menjadi
tangungan debitur, artinya debitur diwajibkan untuk membayar
kekurangannya.27
26 Kasmir, Dasar-dasar Perbankan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010), h. 129.
27
Drs. Ismail, MBA., Ak., Manajemen Perbankan : Dari Teori Menuju Aplikasi, (Jakarta
: Kencana, 2010), h. 129.
30
BAB III
GAMBARAN UMUM BPRS AMANAH UMMAH LEUWILIANG BOGOR
A. Profil BPRS Amanah Ummah Leuwiliang Bogor
1. Visi BPRS Amanah Ummah Leuwiliang Bogor
Menjadi BPR Syariah pilihan ummat, menjadi BPR Syariah yang
Amanah dan Profesional.
2. Misi BPRS Amanah Ummah Leuwiliang Bogor
Membangun kualitas kehidupan ummat melalui perbankan syariah.
3. Motto BPRS Amanah Ummah Leuwiliang Bogor
Meraih laba, Menepis riba, Mengundang berkah.
4. Budaya Perusahaan BPRS Amanah Ummah Leuwiliang Bogor
a. Pelayanan cepat
b. Amanah
c. Profesional
5. Sejarah Berdirinya BPRS Amanah Ummah Leuwiliang Bogor
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Amanah Ummah atau disingkat
dengan BPR Syariah Amanah Ummah adalah salah satu Bank
Permbiayaan Rakyat Syariah yang tumbuh di Indonesia khususnya
wilayah Bogor Barat yang beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip
syariah Islam yang bertujuan diantaranya, menumbuhkan ekonomi
masyarakat atas dasar syariah Islam sebagaimana telah diatur dalam
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998.
31
Sebagai bangsa yang mayoritas penduduknya beragama Islam,
maka kehadiran Bank Syariah di Indonesia yang diyakini prinsip-
prinsip dan operasionalnya sesuai dengan syariah Islamiyah adalah
suatu kebutuhan sekaligus suatu keharusan. Hal ini didasarkan pada
suatu keyakinan ummat yang kuat bahwa ajaran Islam adalah ajaran
yang tidak hanya mengatur masalah aqidah dan akhlaq juga mengatur
ibadah dan muamalah dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk
kehidupan sosial-ekonomi. Akan tetapi dilihat dari realitas kehidupan
masyarakatnya yang serba tertinggal, baik dilihat dari sisi ekonomi
maupun yang lainnya tidak mencerminkan nilai-nilai syariah.
Keadaan ini menimbulkan keprihatinan seorang ulama dan
cendekiawan muslim Bogor, yaitu Bapak KH. Soleh Iskandar ( Alm ),
yang pada saat itu menjabat sebagai Ketua Badan Kerjasama Pondok
Pesantren ( BKSPP ) Jawa Barat, beliau mulai merintis pembentukan
sebuah lembaga keuangan yang mampu menyentuh sekaligus
menolong masyarakat muslim yang hidup di bawah garis kemiskinan.
Dalam berbagai kesempatan beliau melontarkan gagasannya dihadapan
sejumlah ulama dan cendekiawan muslim dan ternyata mendapatkan
tanggapan dan dukungan yang positif. Selanjutnya pada awal Januari
1991 secara resmi beliau mengundang sejumlah ulama, cendekiawan
dan pengusaha muslim untuk membicarakan pendirian lembaga
keuangan yang beroperasi atas dasar Syariah Islam.
Dari pertemuan itu tercapai kesepakatan bahwa sudah saatnya
dibentuk lembaga keuangan yang beroperasi atas dasar Syariah Islam
yang nantinya dapat membantu masyarakat muslim khususnya
pengusaha muslim yang berekonomi lemah. Mengingat pada saat itu
belum ada peraturan resmi tentang lembaga keuangan Islam, maka
dibentuk Lembaga Swadaya Masyarakat yang berupa gerakan simpan
pinjam yang diberi nama Koperasi Ikhwanul Muslimin. Bersamaan
dengan hasil evaluasi tersebut, pada pertengahan Januari 1991,
32
pemrakarsa mendapatkan informasi bahwa di Indonesia khususnya di
Jawa Barat telah lahir BPR yang beroperasi berdasarkan syariah.
Pada awal Pebruari 1991 dibentuk tim untuk menyusun proposal
pendirian Bank Syariah, pada bulan Juli 1991 proposal diajukan ke
Departemen Keuangan Republik Indonesia, Alhamdulillah pada
tanggal 16 Desember 1991 terbit izin prinsip dari Departemen
Keuangan Republik Indonesia, dan pada tanggal 18 Mei 1992
bertepatan dengan tanggal 02 Muharram 1413 H terbit izin operasional
usaha Bank, akhirnya pada tanggal 11 Juli 1992 diadakan soft opening
sekaligus mulai melakukan operasionalnya. Sedangkan peresmiannya
dilaksanakan pada tanggal 8 Agustus 1992 oleh Bapak Bupati Kepala
Daerah Tingkat II Kabupaten Bogor. yang saat itu dijabat oleh bapak
Eddi Yoso Martadipura. Dengan demikian BPR Syariah Amanah
Ummah lahir dan beroperasi dengan semangat (ghirah) keagamaan
dan keinginan yang kuat untuk memperbaiki kehidupan ekonomi
ummat Islam.
B. Fungsi dan Tujuan BPRS Amanah Ummah Leuwiliang Bogor
1. Fungsi
BPRS Amanah Ummah berfungsi dalam memperdayakan ekonomi
umat dengan mengembangkan ekonomi golongan lemah yaitu dengan
mengembangkan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Adanya pemberian dana oleh BPRS memberikan kontribusi yang
positif dan signifikan terhadap peningkatan pendapatan.
Meningkatnya dana yang disalurkan dan pendapatan pengusaha
kecil juga berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan tenaga kerja
usaha kecil. Hal ini berarti dengan adanya pemberian dana oleh BPRS
pada akhirnya memberikan pengaruh terhadap terjadinya
pengembangan wilayah pada daerah tersebut. Selain mengembangkan
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), BPRS juga membiayai
33
sektor agraria. Bagi Bank Syariah menengah kecil ini, sektor agraria
layak untuk dibiayai. Pembiayaan bagi sektor ini dinilai bisa
membantu peningkatan perekonomian petani.
2. Tujuan
BPRS Amanah Ummah bertujuan di antaranya menumbuhkan
ekonomi masyarakat atas dasar syariah Islam.
C. Legalitas dan Struktur Organisasi
1. Legalitas
Bahwa sesuai ketentuan Bank Indonesia kami telah melakukan
pemeriksaan dan penyampaian laporan atas hasil pengawasan Dewan
Pengawas Syariah pada semeter I dan II periode tahun 2010 kepada
Bank Indonesia dan DSN yang meliputi :
a. Pelaksanaan atas kesesuaian produk dan jasa dengan Fatwa Dewan
Syariah Nasional.
b. Opini Syariah atas pedoman operasional dan produk yang
dikeluarkan.
c. Opini Syariah secara keseluruhan atas pelaksanaan operasional
dalam Laporan Publikasi.
2. Struktur Organisasi
a. Pemrakarsa
KH. Sholeh Iskandar (Alm) Ketua Badan Kerja Sama Pondok
Pesantren (BKSPP) Jawa Barat.
b. Dewan Komisaris
1) Komisaris Utama : Drs. H. Djufri Djamaluddin, M.Pd
2) Anggota Komisaris : H. Didi Hilman, S.H., M.Ag
c. Dewan Direksi
34
1) Direktur Utama : H. Taufiq Rahman, S.HI
2) Direktur Marketing : Drs. M. Abduh Khalid M., M.Si
3) Direktur Umum dan Operasional : H. Edy Mulyono
Muwardi, S.H
4) Asisten Direksi : Hendy Sofyan, BBA
d. Dewan Pengawas Syariah
1) Ketua DPS : Prof. Dr. KH. Didin Hafidhuddin, M.Si
2) Anggota DPS : KH. Khodamul Quddus
D. Produk dari BPRS Amanah Ummah
1. Penyaluran Dana
a. Murabahah (MBA)
Akad jual beli barang antara Bank sebagai pemilik barang
dengan nasabah seharga pokok barang ditambah dengan marjin
keuntungan yang disepakati.
b. Isthisna (IST)
Akad jual beli barang atas dasar pesanan antara nasabah
dan bank dengan spesifikasi tertentu yang diminta nasabah. Bank
akan meminta produsen/kontraktor untuk membuatkan barang
pesanan sesuai permintaan nasabah dan setelah selesai nasabah
akan membeli barang tersebut dari bank dengan harga yang telah
disepakati bersama.
c. Ijarah (IJR)
Akad sewa menyewa atas manfaat suatu barang dan / atau
jasa antara pemilik obyek sewa (bank) dengan penyewa (nasabah)
untuk mendapatkan imbalan berupa sewa atau upah bagi pemilik
obyek sewa.
35
d. Ijarah Multi Jasa (IMJ)
Ijarah Multijasa adalah akad pembiayaan dimana bank
memberikan pembiayaan kepada nasabah dalam rangka
memperoleh manfaat atas suatu jasa. Dalam pembiayaan Ijarah
Multijasa tersebut bank dapat memperoleh imbalan jasa/ujrah atau
fee. Pembiayaan Ijarah Multijasa diperuntukan untuk biaya
pendidikan dan kesehatan.
e. Mudharabah (MDA)
Akad kerjasama antara Bank sebagai pemilik dana
(shahibul maal) dengan nasabah sebagai pelaksana usaha
(mudharib) dimana keuntungan dibagi sesuai nisbah yang
disepakati sebelumnya, sedangkan kerugian ditanggung pemilik
dana / modal.
f. Musyarakah (MSK)
Akad kerjasama antara bank dengan nasabah untuk usaha
tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana
dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan nisbah
yang disepakati sebelumnya, sedangkan kerugian ditanggung oleh
para pihak sebesar partisipasi modal yang disertakan dalam usaha.
g. Rahn (Gadai Emas Syariah)
Akad penyerahan barang (emas) dari nasabah (rahin)
kepada bank (murtahin) sebagai jaminan untuk mendapatkan
hutang.
h. Qardul Hasan (QH) dan Qard (QR)
Akad pinjaman dana oleh nasabah kepada bank syariah
tanpa imbalan dengan kewajiban pihak nasabah mengembalikan
36
pokok pinjaman secara sekaligus atau cicilan dalam jangka waktu
tertentu. Qardhul Hasan dananya bersumber dari infaq dan
shadaqah, sedangkan Qard umum dan Qard Haji bersumber dari
modal atau laba bank.
2. Penghimpunan Dana
a. Tabungan Wadi’ah Ummah
Tabungan wadi'ah ummah adalah simpanan pihak ketiga
pada Bank, yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut
syarat-syarat dan cara-cara tertentu. Produk tabungan yang ada di
BPR Syariah Amanah Ummah adalah tabungan wadiah dengan
akad wadiah yadhomanah, berupa titipan nasabah kepada Bank.
Bank diberi wewenang untuk mengelola uang dari nasabah
tersebut, bila Bank mendapatkan keuntungan maka nasabah akan
mendapat athoya / bonus dari keuntungan yang langsung
dibukukan pada rekening tabungan penabung setiap bulan. Adapun
besarnya bonus dibagi berdasarkan keuntungan yang didapat dan
merupakan kebijakan Bank.
Tabungan yang diperuntukkan bagi masyarakat umum,
berbentuk tabungan biasa dengan setoran awal minimal Rp.
15.000,- dan untuk setoran selanjutnya minimal Rp. 10.000,-.
Sedangkan untuk tabungan perusahaan / badan usaha, setoran awal
minimal Rp. 100.000,- dan setoran selanjutnya minimal Rp.
50.000,- Tabungan ini dapat diambil kapan saja pada setiap jam
kerja.
b. Tabungan Mudharabah Haji dan Umrah (TAHAROH)
Tabungan Mudharabah Adalah Tabungan yang berfungsi
untuk investasi dana bagi masyarakat yang akan melaksanakan
ibadah haji dan umroh. Setoran awal tabungan haji dan umroh
minimal Rp. 100.000,- dan setoran selanjutnya minimal sebesar
37
Rp. 50.000,- tabungan ini dapat diambil pada saat nasabah hendak
membayar Biaya Perjalanan Ibadah Haji ( BPIH ) atau sesuai
kesepakatan antara Bank dengan nasabah. Nasabah akan
mendapatkan bagi hasil sesuai dengan kesepakatan dengan Bank.
c. Deposito Mudharabah
Deposito Mudharabah adalah Simpanan berupa investasi
tidak terikat pihak ketiga pada bank yang penarikannya hanya
dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian antara
nasabah pemilik dana (shahibul maal) dengan Bank (mudharib).
1) Dengan minimal setoran Rp. 1.000.000,-
2) Pemberian Bagi hasil yang terbaik untuk nasabah sesuai
dengan nisbah yang telah disepakati.
3) Tersedia pilihan jangka waktu : 1,3,6 dan 12 Bulan.
4) Aman dan terjamin.
d. Tabungan Pelajar
Tabungan Pelajar adalah Tabungan yang diperuntukkan
bagi pelajar dan santri dengan setoran awal minimal Rp.15.000,-
dan setoran selanjutnya minimal Rp. 10.000,-. Pengambilan dan
penyetoran tabungan dapat dilakukan kapan saja pada setiap jam
kerja.
e. Tabungan SimPel iB
SimPel iB amanah masa depanku. Tabungan masa depan
khusus untuk pelajar/siswa. Produk simpanan pelajar (SimPel iB)
merupakan upaya Otoritas Jasa Keuangan(OJK) bersama industri
perbankan dalam membangkitkan serta mengembangkan budaya
menabung sejak dini bagi pelajar/siswa.
Syarat dan Ketentuan :
38
a. "Simpel iB" merupakan tabungan perorangan untuk
siswa Warna Negara Indonesia mulai dari siswa
PAUD sampai dengan SMU atau sederajat yang
berusia dibawah 17 tahun.
b. Sebagai bukti tabungan, bank akan menerbitkan
buku tabungan dan mencatatkannya dalam rekening
tabungan atas nama siswa penabung.
c. Pembukaan rekening tabungan dilakukan secara
mandiri atau kerjasama antara bank dengan sekolah.
d. Orang tua/wali dapat memberi kuasa kepada
sekolah atau pejabat sekolah untuk pembukaan
"SimPel iB".
e. Satu siswa hanya memiliki satu rekening tabungan
pada satu bank.
f. Tidak diperkenankan untuk rekening bersama atau
join account.
g. Dapat diikutsertakan penjamin asuransi kecelakaan
dengan premi Rp. 10.000,-(Sepuluh ribu rupiah) per
tahun.
Penyetoran dan Penarikan :
a. Setoran awal Rp. 1.000,- (Seribu Rupiah) dan setoran
selanjutnya sekurangnya Rp. 1.000,- (Seribu Rupiah)
dengan saldo minimum Rp. 5.000,- (Lima Ribu
Rupiah).
b. Penabung dapat melakukan penyetoran secara langsung
diseluruh jaringan kantor PT. BPR Syariah Amanah
Ummah dan / atau melalui sekolah-sekolah yang sudah
bekerjasama dalam pengelolaan tabungan "SimPel iB".
39
c. Transaksi penarikan tabungan minimal Rp. 500.000,-
(Lima Ratus Ribu Rupiah) per hari kecuali pada saat
nasabah ingin menutup rekening.
d. Tata cara penarikan :
Penarikan tabungan hanya bisa dilakukan pada seluruh
jaringan kantor PT. BPR Syariah Amanah Ummah.
Khusus penabung siswa PAUD s.d. TK dengan cara
siswa mengisi slip penarikan tabungan sebagai proses
edukasi dipandu orang tua, ditandatangani siswa dan
orang tua.
Bonus / Hadiah Tabungan :
a. Tabungan "SimPel iB", dikelola oleh bank
berdasarkan akad titipan (wadi'ah).
b. Setiap saldo tabungan yang mengendap sesuai
dengan ketentuan saldo minimum akan diberikan
bonus / hadiah pada setiap akhir bulan dan secara
otomatis akan menambah nominal saldo rekening
yang bersangkutan.
c. Pajak atas bonus / hadiah tabungan yang diperoleh
penabung ditanggung oleh penabung dengan
ketentuan yang berlaku.
Biaya Saldo Minimum dan Penutupan Rekening :
a. Penabung wajib mempertahankan saldo minimum
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
b. Tabungan tidak dikenakan biaya administrasi.
c. Rekening dinyatakan Dorman (Tidak Aktif) apabila
selama 12 (Dua Belas) bulan berturut-turut tidak
bermutasi dan dikenakan biaya pinalti sebesar
Rp.1.000,- (Seribu Rupiah) per bulan.
40
d. Apabila saldo rekening mencapai kurang dari Rp.
5.000,- (Lima Ribu Rupiah) maka rekening dapat
ditutup secara otomatis oleh sistem.
e. Biaya penutupan rekening Rp. 5.000,- (Lima Ribu
Rupiah).
41
BAB IV
ANALISIS EFEKTIVITAS PENYELESAIAN PEMBIAYAAN
MURABAHAH BERMASALAH PADA BPRS AMANAH UMMAH
LEUWILIANG BOGOR
A. Prosedur Analisis Kelayakan Pembiayaan Murabahah di BPRS
Amanah Ummah
Pembiayaan murabahah pada BPRS Amanah Ummah Leuwiliang Bogor
terbagi menjadi 2 (dua) jenis, yaitu murabahah dengan akad wakalah dan
murabahah tanpa akad wakalah. Murabahah dengan akad wakalah yaitu
dimana pihak nasabah menyampaikan kepada pihak BPRS Amanah Ummah
untuk membelikan barang / alat produksi / mesin yang dibutuhkan. Sedangkan
murabahah tanpa akad wakalah yaitu nasabah menyampaikan kepada pihak
BPRS Amanah Ummah untuk dibelikan barang / alat produksi / mesin yang
dibutuhkan.
Berikut adalah prosedur analisis kelayakan yang dilakukan oleh pihak
BPRS Amanah Ummah terhadap 2 (dua) jenis pembiayaan murabahah :
1. Murabahah dengan Akad Wakalah
a. Nasabah menyampaikan kepada bank untuk membelikan barang atau
alat produksi / mesin yang dibutuhkan, kegunaan barang tersebut
dalam usaha bisnisnya serta sumber dana dan cara untuk melunasi
pembelian barang tersebut. Dengan menyertakan data-data : legalitas,
laporan keuangan (minimal 12 bulan terakhir), data jaminan dan
hubungan persyaratan lainnya yang diperlukan oleh bank. Nasabah
juga melampirkan informasi barang / alat / produksi / mesin yang
dibutuhkan yaitu tipe, jumlah, warna, dan ukuran serta penjual /
supplier barang tersebut.
42
b. Data supplier adalah informasi tentang nama, alamat, telepon yang
dimiliki supplier.
c. Account Officer : menganalisa kelayakan bisnis nasabah, historis usaha
nasabah baik dari segi kualitatif dan kuantitatif. Jika nasabah tidak
mempunyai usulan / calon supplier, Account Officer berhak untuk
mencarikan supplier.
d. Unit Support (Legal Officer) : menganalisa nasabah dan supplier dari
segi yuridis, kelengkapan dokumentasi perusahaan dalam bidang
hukum, dan kelayakan jaminan yang diajukan oleh Nasabah. Hasil
pemeriksaan Unit Support akan disampaikan kepada Account Officer.
Selanjutnya berdasarkan informasi tersebut dan analisa
kualitatif/kuantitatif Account Officer akan mempresentasikannya
kepada :
e. Komite Pembiayaan untuk memperoleh keputusan; bila permintaan
Nasabah dianggap tidak layak, maka seluruh permintaan ini dapat
dianggap tidak layak untuk mendapat fasilitas murabahah. Maka
seluruh dokumen harus dikembalikan kepada Nasabah dan Account
Officer menyampaikan penolakan tersebut kepada Nasabah. Bila
permintaan Nasabah dianggap layak serta memenuhi kriteria, komite
akan memberikan persetujuan yang menyangkut :
1) Harga beli barang / pokok dari supplier.
2) Harga jual pada nasabah (harga pokok ditambah marjin yang
disepakati antara Bank dan Nasabah).
3) Jangka waktu pembayaran / pelunasan barang.
4) Besarnya uang muka yang harus diserahkan oleh nasabah
apabila ada.
43
5) Penunjukkan supplier / penjual barang.
6) Jaminan.
7) Persyaratan lain yang harus dipenuhi Nasabah.
Berdasarkan persetujuan Komite, Account Officer akan
memberitahukan kepada nasabah tentang persetujuan pembiayaan.
f. Account Officer menghubungi Nasabah.
g. Setelah adanya pemberitahuan persetujuan oleh Account Officer,
Nasabah menyatakan persetujuannya atas seluruh persyaratan yang
diajukan termasuk melengkapi seluruh dokumen yang diminta Bank.
h. Dilanjutkan dengan akad wakalah dan akad murabahah, antara Bank
dan Nasabah. Pada saat ini, dapat sekaligus dilakukan pengikatan
jaminan (bila perlu) dapat berupa barang yang diperjual belikan
ataupun jaminan lainnya.
i. Unit Support (Administrasi Pembiayaan) memberikan informasi
bahwa akad telah terlaksana dan Account Officer dapat menyetujui
dilaksanakannya pencairan dana kepada Nasabah.
j. Setelah barang dibeli oleh Nasabah, maka Nasabah wajib untuk
menyerahkan pada Bank kwitansi / bon pembelian barang.
k. Sesuai ketentuan dalam akad murabahah, pelunasan harga jual barang
dilaksanakan oleh Nasabah sesuai dengan jangka waktu yang
disepakati.
l. Pelaksanaan dapat dilakukan dengan cara sekaligus atau diangsur.
44
2. Murabahah Tanpa Akad Wakalah
a. Nasabah menyampaikan kepada Bank untuk dibelikan barang / alat
produksi / mesin yang dibutuhkan, kegunaan barang tersebut dalam
usaha bisnisnya, serta dana dan cara untuk melunasi pembelian barang
tersebut. Dengan menyertakan data-data : legalitas, laporan keuangan
(minimal 12 bulan terakhir), data jaminan dan hubungan persyaratan
lainnya yang diperlukan oleh bank. Nasabah juga melampirkan
informasi barang / alat / produksi / mesin yang dibutuhkan yaitu tipe,
jumlah, warna, dan ukuran serta penjual / supplier barang tersebut.
b. Data supplier adalah informasi tentang nama, alamat, telepon yang
dimiliki supplier.
c. Account Officer menganalisa kelayakan bisnis nasabah, historis usaha
nasabah baik dari segi kualitatif dan kuantitatif. Jika nasabah tidak
mempunyai usulan / calon supplier, Account Officer berhak untuk
mencarikan supplier.
d. Unit Support (Legal Officer) menganalisa nasabah dan supplier dari
segi yuridis, kelengkapan dokumentasi perusahaan dalam bidang
hukum, dan kelayakan jaminan yang diajukan oleh Nasabah. Hasil
pemeriksaan Unit Support akan disampaikan kepada Account Officer.
Selanjutnya berdasarkan informasi tersebut dan analisa kualitatif /
kuantitatif Account Officer akan mempresentasikannya kepada :
e. Komite Pembiayaan untuk memperoleh keputusan ; bila permintaan
Nasabah dianggap tidak layak, maka seluruh permintaan ini dapat
dianggap tidak layak untuk mendapat fasilitas murabahah. Maka
seluruh dokumen harus dikembalikan kepada Nasabah dan Account
Officer menyampaikan penolakan tersebut kepada Nasabah. Bila
45
permintaan Nasabah dianggap layak serta memenuhi kriteria, Komite
akan memberikan persetujuan yang menyangkut :
1) Harga beli barang / pokok dari supplier.
2) Harga jual pada nasabah (harga pokok ditambah margin yang
disepakati antara Bank dan Nasabah).
3) Jangka waktu pembayaran / pelunasan barang.
4) Besarnya uang muka yang harus diserahkan oleh nasabah
apabila ada.
5) Penunjukkan supplier / penjual barang.
6) Jaminan.
7) Persyaratan lain yang harus dipenuhi Nasabah.
Berdasarkan persetujuan Komite, Account Officer akan
memberitahukan kepada nasabah tentang persetujuan pembiayaan.
f. Account Officer memberitahukan persetujuan rapat Komite
murabahah, Nasabah menyatakan persetujuannya atas seluruh
persyaratan yang diajukan termasuk melengkapi seluruh dokumen
yang diminta Bank. Nasabah setuju membayar uang muka.
g. Account Officer membuat permohonan pesanan barang yang
dibutuhkan Nasabah kepada Kepala Bidang Marketing yang harus
mendapat persetujuan Direksi. Setelah disetujui, Account Officer
menghubungi supplier dan meminta “Pernyataan Sanggup” dari
supplier untuk memastikan bahwa supplier sanggup untuk
menyediakan barang sesuai kriteria yang disampaikan Account
Officer pada saat melakukan konfirmasi tersedianya barang.
h. Nasabah melakukan pembayaran uang muka dengan memasukan
dananya ke rekening tabungannya.
46
i. Supplier menerima Surat Pemesanan barang dan menyatakan
barang tersedia dan siap dikirimkan Nasabah.
j. Bagian Administrasi pembiayaan dapat mempersiapkan akad
murabahah, yaitu akad jual beli antara Bank dan supplier untuk
membeli barang yang dimaksud.
k. Dilanjutkan dengan akad murabahah, antara Bank dan Nasabah.
Pada saat ini dapat sekaligus dilakukan pengikatan jaminan (bila
perlu) dapat berupa uang yang diperjualbelikan ataupun jaminan
lainnya.
l. Supplier mengeluarkan kwitansi / bon pembelian barang kepada
Bank yang meminta pelunasan harga beli barang.
m. Bagian administrasi pembiayaan dapat melakukan instruksi
pembayaran harga beli barang langsung pada rekening supplier
atau melalui cek atau instrument lainnya sesuai pernyataan supplier
dalam Surat Permohonan Realisasi Murabahah.
n. Setelah menerima pembayaran, supplier akan menyerahkan tanda
terima uang oleh supplier.
o. Supplier mengirimkan barang kepada Nasabah dengan
melampirkan Surat Pengiriman Barang pada Nasabah.
47
B. Tingkat Pembiayaan Murabahah Bermasalah di BPRS Amanah
Ummah
Pembiayaan murabahah merupakan pembiayaan yang paling banyak
diminati oleh nasabah. Terhitung per Februari 2017, pertumbuhan dengan
nominal tertinggi yaitu pada akad murabahah sebesar 13,96 persen atau
meningkat Rp 17,03 triliun. Sayangnya, menurut Direktur Perbankan Syariah
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Deden Firman, pertumbuhan pembiayaan ini
tidak dibarengi dengan kinerja yang positif. Rasio kredit macet di perbankan
syariah atau Non-Performing Financing ( NPF) masih tinggi. Pada Februari
2017, secara nominal murabahah menjadi akad dengan NPF tertinggi yaitu
sebesar Rp 6,82 miliar atau setara dengan rasio NPF 4,9 persen.1
Pada BPRS Amanah Ummah, pembiayaan murabahah juga menjadi
pembiayaan yang paling mendominasi. Semakin tinggi jumlah pembiayaan,
maka dimungkinkan akan semakin tinggi pula pembiayaan bermasalah yang
akan terjadi. Tingkat rasio kredit macet tahun 2017 pada akad murabahah di
BPRS Amanah Ummah dapat dikatakan masih normal yaitu sebesar 3,84%
dan tidak melebihi dari tingkat NPF 5% yang telah ditetapkan oleh Otoritas
Jasa Keuangan (OJK) pada POJK Nomor 15/POJK.03/2017 Tentang
Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank Umum, Pasal 3 ayat 2
huruf d, yang berbunyi: “Bank dinilai memiliki potensi kesulitan yang
membahayakan kelangsungan usaha jika memenuhi satu atau kriteria: d. Rasio
kredit bermasalah secara neto (Non Performing Loan) atau rasio pembiayaan
bermasalah secara Neto (Non Performing Financing) lebih dari 5% dari total
kredit atau total pembiayaan. Berikut adalah tingkat pembiayaan akad
murabahah di BPRS Amanah Ummah pada 3 (tiga) tahun terakhir :
1.1. Tabel Tingkat Kualitas Pembiayaan Murabahah di BPRS Amanah
Ummah Leuwiliang Bogor Tahun 2015-2017
1 Estu Suryowati, “Ini Alasan Pembiayaan Macet Perbankan Syariah Cukup Tinggi”,
https://ekonomi.kompas.com/read/2017/04/28/222515226/ini.alasan.pembiayaan.macet.perbankan.
syariah.cukup.tinggi. diakses pada 15 Juli 2018 pukul 07.30 WIB.
48
Kualitas 2015 % 2016 % 2017 %
Lancar 2.495 98,10 2.402 98,09 2.237 96,17
Kurang Lancar 18 0,37 34 0,43 20 0,31
Diragukan 20 0,79 28 0,71 29 1,68
Macet 30 0,74 50 0,78 62 1,85
Jumlah 2.563 100 2.514 100 2.348 100
Kredit performing disebut juga dengan kredit yang tidak bermasalah, yaitu
kredit lancar. Sedangkan kredit non-performing yaitu kredit yang sudah
dikategorikan bermasalah, karena sudah terdapat tunggakan. Berikut adalah
penggolongan pembiayaan murabahah pada BPRS Amanah Ummah Leuwiliang
Bogor :
1. Kualitas Lancar
Pembiayaan dapat dikategorikan dengan kualitas lancar jika tidak terjadi
tunggakan dan nasabah melakukan pembayaran cicilan secara tepat waktu
sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati bersama. Tunggakan selama 1
bulan, 2 bulan, 3 bulan, masih dalam kategori lancar.2
2. Kurang Lancar
Pembiayaan dikatakan kurang lancar jika terjadi tunggakan pada
pembayaran cicilan atau nasabah telah menunggak pembayaran cicilan lebih
dari 3 bulan atau 90 hari sampai 180 hari.
3. Diragukan
2 Interview Pribadi dengan Bapak M.Ali Bathin, selaku Staf Bidang Remedial, Bogor 16
Mei 2018.
49
Pembiayaan diragukan yaitu jika pembiayaan mengalami penundaan
pembayaran cicilan. Pembiayaan yang termasuk golongan diragukan yaitu jika
penundaan pembayaran telah melebihi pada 6 (enam) bulan atau 180 hari
sampai 9 (sembilan) bulan atau 270 hari.
4. Macet
Pada kondisi pembiayaan macet ini, keadaan nasabah yang sudah
menunggak pembayaran cicilan melebihi dari 9 (sembilan) bulan atau 270
hari. Maka pihak Bank akan melakukan tindakan tegas atas hal tersebut.
Dalam hal ini, pihak Bank akan menggolongkan lagi ke dalam
kolektibilitas pembiayaan. penggolongan dalam kolektibilitas digolongkan
menjadi 5 macam yaitu :
1. Lancar atau kolektibitas 1.
2. Kurang lancar atau kolektibilitas 2.
3. Diragukan atau kolektibilitas 3.
4. Perhatian khusus atau kolektibilitas 4.
5. Kredit macet atau kolektibilitas 5.3
Tetapi hal ini berbeda dengan BPRS Amanah Ummah Leuwiliang Bogor.
Pihak BPRS, dalam hal ini menggolongkan kolektibilitas dalam 4 macam,
yaitu :
1. Lancar atau kolektibilitas 1
2. Kurang lancar atau kolektibilitas 2.
3. Diragukan atau kolektibilitas 3.
4. Kredit macet atau kolektibilitas 4.
3 Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, (Yogyakarta : Akademi
Manajemen Perusahaan YKPN, 2005), h.165.
50
C. Faktor yang Mempengaruhi Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah
pada Akad Murabahah di BPRS Amanah Ummah
Upaya penyelesaian pembiayaan murabahah bermasalah pada BPRS
Amanah Ummah dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :
1. Faktor Pendukung
Faktor pendukung keberhasilan pada upaya penyelesaian
pembiayaan murabahah bermasalah yaitu komunikasi yang baik antara
tim remedial dengan nasabah. Jadi, yang terpenting bagi pihak remedial
adalah komunikasi yang baik dan intens. Terus-menerus dikomunikasikan
dan dicari jalan keluarnya, bagaimana ketika nasabah wanprestasi serta
apa penyebabnya. Tim remedial akan berbicara dengan nasabahnya,
keluarganya, melibatkan seluruh komponen yang dapat menyelesaikan
masalah.4
2. Faktor Penghambat
Ada beberapa faktor yang menjadi penghambat dalam upaya
penyelesaian pembiayaan murabahah bermaslah pada BPRS Amanah
Ummah, sehingga upaya penyelesaian tersebut terhambat atau tidak berjalan
sebagaimana mestinya. Faktor-faktor penghambat upaya penyelesaian
tersebut antara lain :
a. Analisis Kurang Tepat
Analisis yang dilakukan oleh BPRS Amanah Ummah kurang
maksimal. Kekurangan tersebut dapat dilihat dari segi menganalisis survei,
kurang maksimalnya dalam menganalisis survey lokasi dan lingkungan,
4 Interview Pribadi dengan Bapak M.Ali Bathin, selaku Staf Bidang Remedial, Bogor 16
Mei 2018.
51
sehingga masih ada nasabah yang susah ditemui bahkan kabur dan pindah
rumah.5
b. Karakter Nasabah
Karakter nasabah sangat penting dalam menilai serta menganalisis
apakah pembiayaan tersebut layak diberikan atau tidak. Karakter nasabah
juga menjadi salah satu pemicu timbulnya pembiayaan bermasalah. Hal
tersebut dikarenakan karakter dari setiap nasabah memiliki perbedaan. Ada
karakter nasabah yang konsisten dan amanah dalam membayar angsuran
hingga selesai, serta adapula nasabah yang tidak amanah, yaitu tidak
komitmen terhadap perjanjian atau akad yang telah disepakati bersama.
Pada BPRS Amanah Ummah, masih ada nasabah yang tidak konsisten,
janji akan bayar minggu depan, ternyata tidak. Atau bayar sekian, ternyata
jumlahnya berkurang dari apa yang seharusnya.6
c. Kondisi Usaha
Kondisi dari usaha nasabah juga menjadi salah satu faktor yang
mempengaruhi pembiayaan bermasalah. Akibat dari kondisi usaha
nasabah yang menurun, maka pendapatan nasabah juga menurun, sehingga
menyebabkan nasabah telat dalam membayar angsuran, tidak sesuainya
jumlah nominal angsuran pada saat membayar, atau bahkan tidak mampu
lagi untuk membayar angsuran.
Pada BPRS Amanah Ummah, kondisi usaha nasabah juga menjadi
salah satu faktor penyebab pembiayaan murabahah bermasalah. Kondisi
usaha nasabah yang menurun, menyebabkan nasabah lalai dalam
pembayaran angsuran. Oleh karena itu, pihak remedial akan memberikan
6 Interview Pribadi dengan Bapak M.Ali Bathin, selaku Staf Bidang Remedial, Bogor 16
Mei 2018.
52
pendampingan secara intens terhadap nasabah yang kondisi usahanya
sedang menurun.
Berdasarkan faktor-faktor diatas, menurut penulis, pihak BPRS
Amanah Ummah harus lebih berhati-hati dan lebih selektif dalam
memberikan pembiayaan. Terjadinya pembiayaan bermasalah pada suatu
lembaga keuangan akan berakibat pada kondisi kesehatan lembaga keuangan
itu sendiri. Tidak hanya berimplikasi pada kondisi kesehatan, hal tersebut
juga akan berdampak pada penurunan kinerja sektor riil.
D. Efektivitas Penyelesaian Pembiayaan Murabahah Bermasalah di
BPRS Amanah Ummah
Di perbankan konvensional, pinjaman yang diberikan melalui sistem
bunga pada umumnya akan menimbulkan sanksi bunga tambahan jika
pinjaman tidak dilunasi pada saat jatuh tempo, baik si debitur mampu
membayar atau tidak. Sementara itu di perbankan Islam seharusnya tidak
demikian adanya, tergantung pada kondisi ketidakmampuan debitur dalam
membayar pinjamannya tersebut. Jika seorang debitur tidak mampu melunasi
hutangnya, maka pihak perbankan harus memberi kelonggaran (toleransi)
untuk melunasinya sesuai dengan perintah al-Qur’an dalam surat al-Baqarah
ayat 280.7
م ت ن ن ك إ م ك ل ر ي وا خ ق د ص ن ت أ و ة ر س ي ى م ل إ ة ر ظ ن ة ف ر س و ع ان ذ ن ك إ و
ون م ل ع .ت
“Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah
tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau
semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (Q.S. Al-
Baqarah 2 : 280)
7 Muh. Sholihuddin, “Murabahah Antara Teori dan Praktek”, Jurnal Maliyah, Vol.03, No.
01, (Juni 2013), h. 575.
53
Meskipun Bank telah melakukakan analisis yang cermat, risiko
pembiayaan bermasalah juga mungkin terjadi. Upaya yang dilakukan pihak
Bank untuk penyelamatan pembiayaan bermasalah, antara lain ; rescheduling,
reconditioning, restructuring, kombinasi, dan eksekusi.8
Hal tersebut berbeda dengan penyelesaian pembiayaan murabah
bermasalah pada BPRS Amanah Ummah. Upaya yang dilakukan pihak BPRS
Amanah Ummah dalam penyelesaian pembiayaan murabahah bermasalah,
antara lain :
1. Surat Panggilan Nasabah
Surat panggilan nasabah itu ada 3 kali pemanggilan. Jika pada Surat
Panggilan Pertama, nasabah tidak datang, pihak BPRS Amanah Ummah
mengirimkan kembali Surat Panggilan Kedua, ketika nasabah tidak
datang lagi, maka pihak BPRS Amanah Ummah mengirimkan kembali
Surat Panggilan Ketiga. Setelah panggilan ketiga nasabah tidak datang,
masalahnya tidak selesai, kemudian pihak BPRS Amanah Ummah akan
memberikan “Surat Peringatan” kepada nasabah tersebut. Nasabah yang
kembali lancar setelah proses negosiasi dan pemanggilan surat pada tahun
2017 berjumlah 7 (tujuh) nasabah.
2. Rescheduling
Jika tidak adanya pembayaran atau ketidakmampuan seorang nasabah
dalam membayar diakibatkan oleh adanya faktor-faktor di luar
kemampuan nasabah untuk mengontrolnya, maka bank Islam secara moral
berkewajiban menjadwal ulang pembayaran hutang tersebut.9 Jika nasabah
telah mengalami tunggakan lebih dari 4 bulan atau 120 hari, pihak BPRS
8 Drs. Ismail, MBA., Ak., Manajemen Perbankan : Dari Teori Menuju Aplikasi, (Jakarta :
Kencana, 2010), h. 125.
9 Muh. Sholihuddin, “Murabahah Antara Teori dan Praktek”, Jurnal Maliyah, Vol.03, No.
01, (Juni 2013), h. 573.
54
Amanah Ummah akan menawarkan terlebih dahulu, nasabah ingin
pembiayaannya di rescheduling atau tidak.
Pada tahap rescheduling, misalnya, jika total sisa cicilan murabahah
nasabah sebesar Rp 50.000.000,00 dengan jangka waktu 36 bulan atau per
3 tahun, dan angsurannya sebesar Rp 5.000.000,00. Ketika nasabah
keberatan atau tidak sanggup bayar, dan nasabah ingin jangka waktu
cicilannya diperpanjang menjadi 5 tahun atau 60 bulan, maka pihak BPRS
Amanah Ummah akan memberikan perpanjangan waktu. Tetapi tetap
dengan total sisa cicilan sebesar Rp 50.000.000,00, tidak berubah atau
mengalami penambahan sisa besaran cicilan. Maka pembiayaan
murabahah nasabah tersebut akan kembali ke kolektibilitas 1, yaitu
kembali ke kondisi kredit lancar.10
Nasabah yang kembali pada kondisi
kredit lancar setelah proses rescheduling pada tahun 2017 berjumlah 7
(tujuh) nasabah.
3. Menjual “Bersama” Jaminan
Pihak BPRS Amanah Ummah menjual “bersama” jaminan jika
nasabah sudah tidak mampu lagi membayar. Menjual “bersama” jaminan
yaitu pihak nasabah dan pihak BPRS Amanah Ummah telah sepakat untuk
bersama-sama menjual jaminan, jika nasabah sudah tidak memiliki
kemampuan untuk membayar cicilan dari pembiayaan murabahah
tersebut. Menjual “bersama” jaminan dilakukan ketika nasabah sudah
tidak membayar kewajibannya lebih dari 9 bulan atau 270 hari. Apakah
pihak BPRS Amanah Ummah sendiri yang menjual ataupun nasabah
tersebut. Jika pihak BPRS Amanah Ummah yang menjual, maka jika ada
sisa dari hasil penjualan tersebut, akan dikembalikan lagi ke nasabah
karena pihak BPRS Amanah Ummah hanya meminta haknya atau sesuai
10
Interview Pribadi dengan Bapak M. Rasyid Pane, selaku Staf Bidang Remedial, Bogor
16 Mei 2018.
55
dengan jumlah yang belum diangsur. Hal tersebut merupakan salah satu
prinsip syariah, yaitu tidak boleh mengambil hak dari nasabah.
Sebagai contoh, seorang nasabah menjaminkan sebuah rumah, maka
pihak BPRS Amanah Ummah akan mencarikan pembeli, pihak nasabah
juga, dan untuk masalah harga, pihak BPRS Amanah Ummah tidak
memutuskan sepihak. Artinya, jika nasabah ingin harga Rp
100.000.000,00, pihak BPRS Amanah Ummah akan mengusahakan untuk
menjual rumah tersebut seharga Rp 100.000.000,00. Ataupun jika ada
yang berminat dengan harga lebih rendah dari harga tersebut, pihak BPRS
Amanah Ummah akan mendiskusikannya lagi dengan pihak nasabah. Jika
kedua belah pihak telah sepakat, maka jaminan tersebut akan dijual
bersama.
Upaya penyelesaian pembiyaan murabahah yang jaminannya dijual
bersama oleh pihak nasabah dan pihak BPRS Amanah Ummah dengan
proses musyawarah, maka kewajiban nasabah tersebut langsung dilunasi,
sehingga kondisinya bukan lagi pada kondisi lancar akan tetapi pada
kondisi lunas.
Jika ketiga upaya penyelesaian tersebut tidak dapat menyelesaikan
pembiayaan bermasalah juga, maka upaya penyelesaian selanjutnya yang akan
dilakukan oleh pihak BPRS Amanah Ummah sesuai dengan Pasal 16 poin 2
dan 3 pada kontrak perjanjian Akad Murabahah antara pihak Nasabah dan
BPRS Amanah Ummah, adalah sebagai berikut :
2. Dalam hal usaha menyelesaikan perbedaan pendapat atau perselisihan
melalui musyawarah untuk mufakat tidak menghasilkan keputusan
yang disepakati oleh kedua belah pihak, maka dengan ini, Nasabah dan
Bank sepakat untuk menunjuk dan menetapkan serta memberi kuasa
kepada Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) untuk
56
memberikan putusannya, menurut tata cara dan prosedur berarbitrase
yang ditetapkan dan berlaku di badan tersebut.
3. Bank dan Nasabah sepakat, dan dengan ini, mengikatkan diri satu
terhadap yang lain bahwa pendapat hukum (legal opinion), dan / atau
putusan yang ditetapkan oleh Badan Arbitrase Syariah Nasional
(BASYARNAS) bersifat final dan mengikat (final and binding) untuk
dilaksanakan Nasabah dan Bank.
Menurut staf bidang remedial BPRS Amanah Ummah, selama ini
belum ada sengketa yang berlanjut hingga ditempuh penyelesaian sampai
ke BASYARNAS atau Pengadilan Agama. Pihak BPRS Amanah Ummah
lebih mengutamakan menyelesaikan pembiayaan murabahah bermasalah
ini secara kekeluargaan yaitu melalui musyawarah untuk menjaga
hubungan baik dengan Nasabah dalam konteks waktu yang panjang. Pihak
remedial pun melakukan pendampingan secara berkala terhadap
pembiayaan murabahah bermasalah tersebut. Penyelesaian pembiayaan
murabahah secara kekeluargaan dengan musyawarah melalui ketiga upaya
diatas juga dinilai lebih efektif, cepat dan mengurangi beban biaya bagi
pihak Nasabah maupun pihak BPRS Amanah Ummah.
Indikator penyelesaian pembiayaan murabahah bermasalah
dikatakan efektif yaitu jika suatu organisasi mampu merealisasikan antara
perencanaan yang telah dikomunikasikan antara bagian-bagian terkait
dengan masalah pembiayaan dengan hasil nyata ketika terjadi
permasalahan pembiayaan.11
Tolak ukur keefektifan upaya penyelesaian pembiayaan murabahah
bermasalah pada BPRS Amanah Ummah dapat dilihat pada jumlah
kondisi nasabah yang kembali pada kondisi lancar melalui upaya-upaya
11 Suhairi dan Fatmawati Maryan Ali, “Efektifitas Penyelesaian Pembiayaan Murabahah
Bermasalah di BPRS Metro Madani Kota Metro Tahun 2014”, Jurnal Hukum dan Ekonomi
Syariah Vol.03 No.2, (2014), h. 169.
57
yang diberikan oleh BPRS Amanah Ummah secara kekeluargaan yaitu
melalui pemberian surat panggilan kepada nasabah atau surat peringatan,
rescheduling, dan menjual “bersama” jaminan.
58
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis jelaskan diatas, maka
penulis dapat mengambil kesimpulan, bahwa :
1. Solusi yang dilakukan oleh BPRS Amanah Ummah dalam
menyelesaikan pembiayaan murabahah bermasalah ini yaitu dengan
cara kekeluargaan, musyawarah dan negosiasi melalui upaya surat
panggilan nasabah atau surat peringatan, rescheduling, dan menjual
“bersama” jaminan. Karena menurut pihak BPRS Amanah Ummah,
solusi tersebut tidak memerlukan waktu yang lama dan biaya yang
dikeluarkan relatif lebih murah.
2. Berdasarkan data pada tahun 2017, pembiayaan murabahah yang
dikategorikan bermasalah (Non Performing Financing) berjumlah 111
nasabah. Jumlah nasabah pada tahun 2017 yang kembali pada kondisi
lancar melalui upaya surat panggilan nasabah atau surat peringatan dan
reschedulling berjumlah 18 nasabah. Sedangkan 93 nasabah masih
tetap dalam kondisi bermasalah atau belum kembali kepada kondisi
lancar. Hal tersebut membuktikan bahwa, upaya penyelesaian
pembiayaan murabahah bermasalah yang dilakukan oleh BPRS
Amanah Ummah masih belum efektif. Kurang selektifnya pihak BPRS
Amanah Ummah dalam memberikan pembiayaan serta menganalisis
kelayakan nasabah menjadi salah satu faktor yang mempengaruhinya.
59
B. Rekomendasi
1. Setiap lembaga keuangan syariah pasti mengalami risiko dalam setiap
pembiayaan yang diberikan. Salah satu risiko tersebut adalah risiko
pembiayaan yang disebabkan oleh terlambatnya nasabah atau lalai nya
nasabah dalam menunaikan kewajibannya kepada BPRS Amanah
Ummah untuk membayar angsuran. Maka layak direkomendasikan
kepada pihak BPRS Amanah Ummah agar tegas, teliti dan selektif dalam
menganalisis pembiayaan, khususnya pada karakter nasabah, survei
tempat tinggal dan lingkungan.
2. Karena keterbatasan waktu dan kurangnya pengetahuan yang dimiliki
oleh penulis, maka layak untuk direkomendasikan agar dilakukan
penelitian lanjutan atau penelitian lainnya yang lebih terfokus pada inti
masalah yang tidak menjadi fokus penelitian yang telah dikerjakan.
x
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Syamsul. Hukum Perjanjian Syariah. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,
2007.
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Amanah Ummah. Panduan Sistem Operasional
dan Prosedur 2009. Bogor : BPRS Amanah Ummah, 2009.
Basir, Cik. Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah di Pengadilan Agama dan
Mahkamah Syar’iyah. Jakarta: Kencana, 2009.
Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Bahasa Indonesia. Edisi Keempat.
Jakarta: Gramedia, 2008.
Djamil, Fathurrahman. Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di
Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta : Sinar Grafika, 2013.
Fatwa Dewan Syari’ah Nasional – Majelis Ulama Indonesia.
Imam, Lely Shofa. Konsep dan Implementasi Murabahah pada Produk
Pembiayaan Bank Syariah. Iqtishadia : Vol.1, Nomor 2, Desember 2014.
Interview Pribadi dengan Bapak M. Ali Bathin, selaku Staf Bidang Remedial.
Bogor, 16 Mei 2018.
Interview Pribadi dengan Bapak M. Rasyid Pane, selaku Staf Bidang Remedial.
Bogor, 16 Mei 2018.
Ismail. Manajemen Perbankan : Dari Teori Menuju Aplikasi. Jakarta : Kencana,
2010.
______________. Perbankan Syariah. Jakarta : Kencana, 2011.
Karim, Adiwarman A. Bank Islam ; Analisis Fiqih dan Keuangan. Edisi
Kelima.Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2016.
Kasmir. Dasar-dasar Perbankan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010.
xi
Latumaerissa, Julius R. Manajemen Bank Umum. Jakarta : Mitra Wacana Media,
2014.
Lathif, Ah. Azharudin. Konsep dan Aplikasi Murabahah pada Perbankan Syariah
Indonesia. Ahkam : Vol.XII, No.2, Juli 2012.
Machmud, Amir. Bank Syariah. Bandung: Erlangga, 2010.
Manan, Abdul. Hukum Ekonomi Syariah: Dalam Perspektif Kewenangan
Peradilan Agama. Jakarta: Kencana, 2012.
Mardani. Hukum Perikatan Syariah di Indonesia. Jakarta : Sinar Grafika, 2013.
Muhammad. Manajemen Pembiayaan Bank Syariah. Yogyakarta : Akademi
Manajemen Perusahaan YKPN, 2005.
Otoritas Jasa Keuangan. Statistik Perbankan Syariah September 2017. Jakarta:
OJK, 2017.
Safariani, Risa. “Manajemen Risiko Pembiayaan Al-Istishna pada BPRS Amanah
Ummah Leuwiliang-Bogor”. Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011.
Setiady, Tri. Pembiayaan Murabahah dalam Perspektif Fiqh Islam, Hukum
Positif, dan Hukum Syariah. Fiat Justisia Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 8, No.
3, Juli September 2014.
Sholihuddin, Muh. Murabahah Antara Teori dan Praktek. Jurnal Maliyah,
Vol.03, No. 01, Juni 2013.
Sudarwanto, Putut. Kamus Lengkap300 Milyard Inggris – Indonesia. Surabaya :
Giri Utama.
Suhairi dan Fatmawati Maryan A. Efektifitas Penyelesaian Pembiayaan
Murabahah Bermasalah di BPRS Metro Madani Kota Metro Tahun 2014.
Jurnal Hukum dan Ekonomi Syariah, Vol.03, No.2, 2014.
Suryowati, Estu. Ini Alasan Pembiayaan Macet Perbankan Syariah Cukup Tinggi.
https://ekonomi.kompas.com/read/2017/04/28/222515226/ini.alasan.pembi
aya an.macet.perbankan.syariah.cukup.tinggi. diakses pada 15 Juli 2018.
xii
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
Umar, Husein. Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta: PT.Raja
Grafindo Persada, 2004.
______________. Research Methods and Banking. Jakarta : Gramedia, 2010.
Wiroso. Penghimpunan dan dan Distribusi Hasil Usaha Bank Syariah. Jakarta:
Gramedia Widiasarana Indonesia, 2005.
Z, A. Wangsawidjaja. Pembiayaan Bank Syari’ah. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Umum, 2012.
LAMPIRAN – LAMPIRAN
LEMBAR PERTANYAAN
Nama : Fildzah Permata Rizki Nasution
NIM : 11140460000142
Prodi : Hukum Ekonomi Syariah (8) – UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Narasumber : M.Ali Bathin dan M.Rasyid Pane
Jabatan : Bagian Remedial
Hari/Tanggal : Rabu / 16 Mei 2018
1. Bagaimana prosedur penyelesaian pembiayaan murabahah bermasalah pada
BPRS Amanah Ummah Leuwiliang Bogor?
Sebenarnya kita kan ada tingkatan nya. Yang pertama biasanya kita
lihat sudah nunggak berapa bulan. ketika di bulan pertama dia nunggak,
biasanya kita kirimkan surat panggilan nasabah. Surat panggilan nasabah itu
untuk mengklarifikasi kenapa dia tidak bayar. Apa masalahnya kenapa dia
tidak bayar, apakah usahanya menurun, ataupun sedang ada musibah. Nanti
kita klarifikasi, ketika dia kita panggil ke bank. Surat panggilan itu ada 3 kali
pemanggilan. Kalau yang pertama dia tidak datang, kita kirimkan lagi surat
panggilan yang kedua, ketika tidak datang lagi, maka kita kirimkan surat
panggilan yang ketiga. Setelah panggilan ketiga dia tidak datang, ataupun
misalnya, panggilan pertama dia datang, nah tunggakannya dibayar, dia
selesaikan, kemudian bulan berikutnya dia nunggak lagi, nah kita panggil lagi,
panggilan kedua, pokoknya itu sampai panggilan ketiga prosedur disini.
kemudian setelah beres panggilan ketiga, masalahnya tidak selesai, lalu kita
kasih surat peringatan. Kita akan melakukan prosedur proses penjualan
jaminan. Pihak amanah ummah menjual “bersama” jaminan. Nasabah dan
bank sudah bernegosiasi yaudah kita jual bersama aja jaminan ini. Pihak bank
mencarikan pembeli. Misalnya, rumah nih ya, pihak bank mencarikan
pembeli, pihak nasabah juga, dan masalah harganya juga kita tidak
memutuskan sepihak. Artinya kalau nasabah pengen harga 100 juta, kita
usahakan jual rumah itu seharga 100 juta. Ataupun nanti kalau ada yang
berminat dibawah itu, mau ga pak kalau harga segini? Nah baru kita jual
bersama.
2. Bagaimana pengelompokan kategori pembiayaan murabahah bermasalah pada
BPRS Amanah Ummah ?
Yang ditangani pihak remedial yaitu kolektibilitas 2, 3, dan 4.
Nunggak 1 bulan, 2 bulan, 3 bulan, masih dalam kategori lancar atau
kolektibilitas 1. Tunggakan tidak lancar jika sudah masuk 4 bulan. (Pak Ali
Bathin)
3. Bagaimana tingkat keberhasilan penyelesaian pembiayaan murabahah
bermasalah pada BPRS Amanah Ummah?
Termasuk bagus, karna kita tidak pernah masuk ke litigasi. Hampir
semua kita lakukan dengan proses negosiasi dan itu memang selesai, tetapi
tergantung waktu. Ada yang cepat selesai, ada yang lambat. Ada yg bertahun-
tahun juga. Ada yang diatas 1 tahun. 1 minggu selesai juga ada. Itu tergantung
kemampuan nasabah untuk menyelesaikannya. (Pak Rasyid Pane)
4. Apa faktor pendukung keberhasilan penyelesaian pembiayaan murabahah
bermasalah di BPRS Amanah Ummah ?
Faktor pendukung keberhasilannya yaitu komunikasi yang baik antara
tim remedial dengan nasabah. Jadi yang terpenting bagi kita di remedial
adalah komunikasi yang baik, yang intens, dan terus menerus
dikomunikasikan, dan dicari jalan keluarnya bagaimana ketika nasabah
wanprestasi, kita ajak bicara dengan nasabahnya, keluarganya, melibatkan
semua komponen yang bisa menyelesaikan masalah. Keluarga besarnya kita
ajak bicara, gimana nih, bapak ini punya kewajiban kepada amanah ummah
tapi belum selesai munkin karna usahanya sedang menurun, dan lain lain,ya
keluarganya menyelesaikan.
5. Apa faktor penghambat keberhasilan penyelesaian pembiayaan murabahah
bermasalah di BPRS Amanah Ummah ?
Faktor penghambatnya ya tidak komitmen nasabah terhadap
perjanjian-perjanjian yang sudah dibicarakan. Janji mau bayar minggu depan,
ternyata tidak. Atau bayar sekian, ternyata jumlahnya berkurang dari apa yang
seharusnya. (Pak Ali Bathin) Termasuk mungkin, nasabahnya susah ditemui.
Kadang kadang ada nasabah yang kabur, gatau tempat tinggalnya lagi. Ada
yang kabur, kalau masalah jaminannya kan ya jaminannya ada, tapi orangnya
ga ada. Jadi negosiasi nya agak terhambat. Hanya beberapa orang saja sih.
Hanya 2 orang yang seperti itu. Sampai sekarang belum selesai
penyelesaiannya.
6. Apakah menurut Bapak, penyelesaian pembiayaan murabahah bermasalah
yang dilakukan sudah efektif ?
Sudah efektif, terbukti NPF kita 3,58%. Biasanya kita hanya 0.6%
tingkat kemacetan kita. mungkin ini dipengaruhi oleh masalah ekonomi
global, masalah ekonomi di lingkungan kita juga sekarang itu punya
pengaruh.
7. Upaya apa saja yang dilakukan oleh pihak BPRS Amanah Ummah untuk
mengatasi pembiayaan murabahah bermasalah?
Kalau dia nunggak 4 bulan, kita tawarkan dulu mau diperkecil atau
rescheduling. Di rescheduling itu, sisa tagihannya misalkan 50 juta dalam
jangka 36 bulan atau per 3 tahun, misalkan dia angsurannya 5 juta nih
perbulan. Nah ketika yang 50 juta itu dia tidak sanggup bayar, dia pengen
jangka waktunya jadi 5 tahun, gitu ya 60 bulan, dan tagihannya tetap, tidak
berubah, yaitu 50 juta. jadi itu juga salah satu penyelesaian pembiayaan
bermasalah juga. Kembali ke kolektibilitas 1, ke kondisi lancar nantinya.
8. Bagaimana proses atau prosedur pada upaya eksekusi jaminan atau menjual
bersama jaminan?
Eksekusi jaminan ini dilakukan dengan kesepakatan, apakah pihak
amanah ummah sendiri yang menjual ataupun nasabah tersebut. jika pihak
amanah ummah yang menjual, maka hasil dari penjualan jika tersisa maka
akan dikembalikan lagi ke nasabah karena pihak amanah ummah hanya
meminta haknya atau sesuai dengan jumlah yang belum di angsur. Dan itu
adalah prinsip syariah tidak boleh mengambil hak dari kewajiban nasabah.
9. Berapa lama tunggakan yang jaminannya dilakukan upaya menjual bersama
jaminan?
9 bulan baru bisa menyita jaminan. Kalau masih dibawah 9 bulan, kita
belum bisa juga menyita. Tetapi kadang-kadang nasabahnya sudah
menyerahkan, kalau dia sudah rela jaminannya dijual, pihak bank juga mau
menjual, ya tidak ada masalah berapa bulannya. Tapi ada juga yg sampai
bertahun-tahun belum tanda tangan surat kuasa jual nya.
10. Berapa banyak penyelesaian pembiayaan murabahah bermasalah yang
diselesaikan melalui jalur litigasi selama periode tahun 2011-2017?
Kita menyelesaikan masalah masalah ini dengan cara kekeluargaan,
melalui musyawarah dan negosiasi. Berbeda mungkin dengan tempat yang
lain. Ketika ada nasabah yang wanprestasi, itu dengan kekerasan dan secara
paksa. Ga ada yang melalui litigasi, sekarang ada satu nasabah yang diproses
melalui jalur litigasi. Tetapi lama, sampai saat ini belum masuk perkaranya ke
pengadilan. Namun kita masih berusaha untuk bermusyawarah. Memang kita
usahakan tidak sampai melalui jalur hukum gitu ya, soalnya kan lebih cepat
melalui jalan kekeluargaan.
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner