Efektivitas Pengawasan Keselamatan dan Kesehatan Kerja...
-
Upload
truongthuy -
Category
Documents
-
view
253 -
download
11
Transcript of Efektivitas Pengawasan Keselamatan dan Kesehatan Kerja...
Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X
Volume 3, Nomor 3, September - Desember 2015
34
Efektivitas Pengawasan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Oleh Dinas Sosial dan
Tenaga Kerja Kabupaten Sidoarjo sebagai Upaya Mewujudkan Budaya K3
Lettyzia Juliaudrey Tampubolon
Mahasiswa Program Studi Ilmu Administrasi Negara, FISIP, Universitas Airlangga
ABSTRACT
Occupational safety and health are one of basic needs of every labor in Indonesia. But in the fact, it has not
become a priority of every company in carrying out its activities, so frequent disputes between labor and company. For that
reason, the government need to intervene that showned in supervision activity to maintain the prosperity of labors while
maintaining the continuity of the company. This research was conducted by using descriptive qualitative research method
with a technique of determining informants purposively. The data obtained is the result of observation, in depth interview,
and documentation. The process of data analysis done by combining primary and secondary data that obtained, and then
perform categorization using substantive them prepared, and recognize to do interpretation an conclusion. The results
showed that the effective supervision implemented yet. This can be seen by using two approaches, namely the achievement
of the objectives approach and systems approach.
Key words : Labor’s need, Efectiveness, Supervising, Occupational Safety and Health
Pendahuluan
Keselamatan dan kesehatan kerja menjadi satu
hal yang penting untuk menjaga stabilitas perusahaan
yang bisa berdampak pada roda perekonomian bangsa.
Lebih jelas lagi, hal ini diatur dalam Undang-undang
Ketenagakerjaan no. 13 tahun 2003 dalam pasal 86-87
tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja.
Dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan
Transmigrasi Republik Indonesia PER-01/MEN/I/2007
tentang Pedoman Pemberian Penghargaan Keselamatan
Dan Kesehatan Kerja (K3), Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3) merupakan upaya untuk menciptakan
lingkungan kerja yang aman, sehat dan sejahtera, bebas
dari kecelakaan, kebakaran, peledakan, pencemaran
lingkungan dan penyakit akibat kerja. Kecelakaan kerja
dapat menimbulkan kerugian bagi tenaga kerja,
pengusaha, pemerintah dan masyarakat, yang dapat
berupa korban jiwa manusia, kerusakan harta benda dan
lingkungan. Untuk itu, perlu dilakukan langkah-langkah
nyata untuk mencegah dan mengurangi terjadinya
kecelakaan kerja secara maksimal. rogram Pembangunan
Nasional dalam era industrialisasi dan globalisasi yang
ditandai dengan makin meningkatnya pertumbuhan
industri yang mempergunakan proses dan teknologi
canggih, hal ini perlu diimbangi dengan peningkatan
kualitas tenaga kerja dan penerapan keselamatan dan
kesehatan kerja yang baik dan benar. Melalui Program
Gerakan Nasional Membudayakan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja, Pemerintah berusaha memberikan
motivasi dan dorongan kepada semua pihak yang terkait
dengan proses produksi untuk meningkatkan kesadaran
dalam melaksanakan keselamatan dan kesehatan kerja di
setiap tempat kerja dan program membudayakan
keselamatan dan kesehatan kerja menjadi tanggung
jawab semua pihak yang terkait dengan proses produksi.
Kebijakan telah dibuat serta dijalankan untuk
mewujudkan tujuan yang diinginkan, namun dalam
implementasinya ternyata masih banyak ditemukan
kekurangan. Hal ini ditunjukkan dengan masih tingginya
angka kecelakaan kerja yang terjadi di berbagai daerah.
Di Indonesa, terdapat peningkatan dari angka 14.502
kejadian di tahun 2012 pada 33 provinsi di Indonesia
menjadi 17.300 kejadian di tahun 2013. Terdapat 12
provinsi yang meningkat jumlah kejadian kecelakaan
kerjanya, sisanya tetap atau bahkan menurun. Namun
secara keseluruhan, angka kecelakaan kerja meningkat
lebih dari hingga 61% dalam dua tahun terakhir. Data
menunjukkan bahwa provinsi Jawa Timur yang
menunjukkan jumlah kasus terbesar. Besarnya jumlah
kecelakaan kerja yang terjadi di Jawa Timur membuat
pemerintahan provinsi untuk dapat meningkatkan kinerja
program keselamatan dan kesehatan kerja ini.
Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X
Volume 3, Nomor 3, September - Desember 2015
35
Tabel 1
Perkembangan Jumlah Kasus Kecelakaan Kerja di
Jatim
No Kantor
Cabang
Tahun Peningkatan
2012 2013 %
1 Karimun Jawa 1.519 1.781 7,9
2 Kediri 843 532 -35,7
3 Malang 1.174 919 -12,2
4 Jember 334 255 -13,4
5 Pasuruan 995 1.417 17,5
6 Mojokerto 2.339 1.413 -24,7
7 Banyuwangi 135 161 8,7
8 Madiun 238 114 -35,2
9 Blitar 119 157 13,8
10 Madura 64 32 -33,3
11 Bojonegoro 256 212 -9,4
12 Sidoarjo 3.156 5.430 26
13 Gresik 2.802 2.478 -6,14
14 Darmo 1.419 1.077 -13,7
15 Tanjung
Perak 627 497
-11,57
16 Rungkut 1.006 885 -6,4
Jumlah 17.026 17.360
Sumber : disnakertransduk provinsi jatim
Dari data kecelakaan kerja yang dipaparkan,
wilayah Sidoarjo yang menunjukkan angka kecelakaan
kerja paling tinggi diantara 15 wilayah lainnya. Salah
satu pihak yang bertanggung jawab untuk pelaksanaan
tugas terkait keselamatan dan kesehatan kerja di wilayah
Sidoarjo ialah Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Sidoarjo
yang berkoordinasi dengan Dinas Tenaga Kerja
Kabupaten dan Kota serta badan-badan terkait serta
seluruh auditor yang terdaftar kompeten dalam
melakukan audit di bidang keselamatan dan kesehatan
kerja. Berbagai faktor dapat menjadi penyebab terjadinya
kecelakaan kerja seperti human error, kondisi alat,
disability, nature (alam), termasuk rendahnya
pengawasan yang dilakukan.
Pengawasan merupakan fungsi yang penting
dalam manajemen kegiatan agar kegiatan yang dilakukan
dapat berjalan sesuai harapan sehingga tujuan kegiatan
tersebut dapat tercapai secara efektif dan efisien. Dalam
upaya mewujudkan keselamatan dan kesehatan kerja,
perlu dilakukan pengawasan yang intensif dari berbagai
pihak baik internal perusahaan maupun eksternal
perusahaan. Pengawasan Keselamatan dan Kesehatan
kerja dilakukan mulai dari Skala Perusahaan, skala
pekerja, hingga seluruh peralatan dan alat produksi dalam
proses produksi. Di Indonesia, masalah pengawasan K3
hampir menjadi permasalahan di berbagai daerah karena
beberapa faktor seperti kurangnya tenaga pengawas.
Dalam data yang disajikan oleh Kementrian Tenaga
Kerja tahun 2012, terdapat 14 kategori yang menjadi
objek pengawasan K3 antara lain hubungan kerja, waktu
kerja dan waktu istirahat, pengupahan, jamsostek,
penempatan dan pelatihan, pesawat uap dan bejana tekan,
pesawat angkat angkut, pesawat tenaga dan produksi,
kelistrikan dan lift, pencegahan kebakaran, kesehatan
kerja, konstruksi bangunan, lingkungan kerja, kimia.
Secara keseluruhan di tahun 2012, jumlah obyek
pengawasan yang diawasi sebanyak 349.325 obyek
dengan jumlah pengawas sebanyak 2.917 di seluruh
Indonesia.
Di Jawa Timur, pada tahun 2013 terdapat
35.107 perusahaan (skala besar, sedang, dan kecil)
dengan tenaga kerja yang jumlahnya 2.836.165 orang.
Dengan jumlah perusahaan dan tenaga kerja yang begitu
banyak, pengawas keselamatan dan kesehatan kerja
tercatat hanya berjumlah 145 untuk pengawas umum dan
spesialis, 51 Pengawas PPNS, dan 46 pengawas
struktural. Kurangnya tenaga pengawas juga dapat
menjadi faktor seringnya terjadi kecelakaan kerja di
wilayah Jawa Timur karena pengawasan yang longgar.
Salah satu fraksi DPRD Kabupaten Sidoarjo mengatakan,
seringnya masalah ketenagakerjaan tidak tertangani
dengan baik, dan tidak pernah mendapat solusi yang
tepat, hal ini lebih disebabkan kurangnya pengawasan
terhadap masalah ketenagakerjaan (Kesejahteraan,
Keselamatan dan Kesehatan Karyawan /K3), disisi lain
fraksi tersebut melihat tidak seimbangnya antara jumlah
perusahaan yang ada di Sidoarjo sebanyak 1.744
sedangkan jumlah tenaga pengawas yang ada di
Dinsosnaker Kab. Sidoarjo hanya sebanyak 16 orang,
karena itu perlu penambahan tenaga pengawas dan
intesifikasi pengawasan.
Faktor pengawasan menjadi salah satu faktor
yang penting untuk menunjang terwuudnya visi nasional
tersebut. Di latar belakangi hal tersebut, perlu dikaji
tentang Efektivitas Pengawasan K3 yang dilakukan oleh
dinas Tenaga Kerja selaku pemerintah yang terlibat
dalam pencapaian visi nasional Budaya K3. Penelitian
dilakukan di Sidoarjo karena tingkat kecelakaan kerja di
Sidoarjo paling tinggi sehingga peneliti tertarik untuk
mengetahui bagaimana pengawasan yang dijalankan
dinas terkait untuk mewujudkan Budaya K3.
Permasalahan yang ingin dijawab dalam
penelitian ini adalah Bagaimana Efektivitas Pengawasan
K3 oleh Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kabupaten
Sidoarjo untuk mewujudkan budaya K3. Tujuan
Penelitian ini ialah Mengetahui Efektivitas Pengawasan
K3 oleh Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kabupaten
Sidoarjo untuk mewujudkan budaya K3. Manfaat
penelitian ini secara praktis ialah dapat memberikan
kontribusi informasi dalam hal pengawasan keselamatan
dan kesehatan kerja yang dilakukan oleh Dinas Sosial
dan Tenaga Kerja Kota Sidoarjo untuk mewujudkan
Budaya K3 dan secara teorits dapat memberikan
gambaran tentang sejauh mana kepedulian pemerintah
terhadap masyarakatnya di bidang tenaga kerja serta
memberikan pemikiran baru pada perkembangan ilmu
Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X
Volume 3, Nomor 3, September - Desember 2015
36
administrasi negara akan pentingnya kehadiran
pemerintah untuk memotivasi masyarakat dalam
mewujudkan lingkungan kerja yang aman dan nyaman.
Efektivitas Pengawasan
Dari berbagai teori tentang indikator-indikator
pengukuran efektivitas, dalam penelitian ini penulis
memilih dua pendekatan yaitu pendekatan pencapaian
tujuan pengawasan dan pendekatan sistem sebagai teori
untuk mengukur keefektifan fungsi pengawasan Dinas
Sosial dan Tenaga Kerja dalam penelitian ini yang
diambil menurut teori milik Gibson, Donnely dan
Ivancevich.
Alasan penulis memilih teori tersebut karena
teori ini paling memenuhi syarat untuk menjawab
rumusan masalah pada penelitian ini dan dianggap lebih
relevan dengan konsep pengukuran efektivitas karena
penelitian ini tidak mengukur kualitas pelayanan.
Indikator tersebut dirasa lebih tepat dan lebih mampu
mengukur efektivitas Dinsosnaker dalam pengawasan
pelanggaran keselamatan dan kesehatan kerja di
kabupaten Sidoarjo, sehingga hasil akhir yang diinginkan
penulis disini adalah kecermatan dalam proses
pengukuran efektivitas yang nantinya akan terlihat lebih
objektif dan lebih akurat.
Penjelasan dari dua pendekatan tersebut
adalah:
1. Pendekatan Pencapaian tujuan
Pencapaian tujuan merupakan salah satu alat ukur
yang dipakai untuk menentukan keberhasilan
individu atau kelompok atau bahkan sebuah
lembaga. Suatu kegiatan dilaksanakan dengan
berpedoman pada tujuan yang telah dibuat di awal
terbentuknya suatu organisasi. Hasil yang dicapai
berupa barang maupun jasa tergantung organisasi
yang menghasilkanya. Ukuran ini menunjukkan
kemampuan organisasi untuk menghasilkan
keluaran yang dibutuhkan oleh masyarakat.
Berdasarkan penjelasan mengenai konsep
pencapaian tujuan di atas maka dalam penelitian ini
akan dibahas pencapaian tujuan dengan penekanan
pada sejauh mana Dinsosnaker dapat melaksanakan
tugasnya dan menertibkan pelanggaran norma
kesehatan dan keselamatan kerja yang terjadi.
Selain itu upaya yang dilakukan Dinsosnaker dalam
mengemban tugasnya dalam mengawasi kesehatan
dan keselamatan kerja yaitu tercapainya budaya K3
yang berkaitan dengan perilaku seluruh aspek di
kabupaten Sidoarjo.
2. Pendekatan Sistem
Pendekatan sistem merupakan pendekatan yang
memandang pada suatu sistem secara keseluruhan
dimana sistem tersebut memiliki beberapa
subsistem yang saling terkait satu dengan yang lain.
Dalam Robbins juga dijelaskan bahwa pendekatan
sistem tidak hanya menekankan pada tujuan akhir
namun memasukkan kriteria secara keseluruhan.
Dalam pendekatan sistem, jika salah satu sub
sistem didalamnya terganggu atau gagal
dilaksanakan, maka secara keseluruhan kondisi
tersebut dikatakan tidak efektif.
Dalam Gibbons, sistem yang dimaksud
digambarkan secara sederhana yaitu terdiri atas
input (masukan) yang diambil dari suatu sistem
yang lebih luas yaitu lingkungan. Selanjutnya,
masukan tersebut diolah dalam sebuah proses dan
pada akhirnya menghasilkan output (keluaran)
sesuai dengan tujuan yang ditetapkan.
Selain itu peneliti juga melihat efektivitas dari
tiga sudut pandang menurut Gibbons, yaitu Efektivitas
individu, efektivitas kelompok serta efektivtas organisasi
dalam pelaksanaan kesehatan dan keselamatan kerja agar
tercipta budaya k3 seperti yang menjadi visi nasional
kementrian tenaga kerja di Indonesia. Penjelasan dari
ketiga pendekatan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Efektivitas Individu
Efektivitas Individu didasarkan pada pandangan dari
segi individu yang menekankan pada hasil karya
karyawan atau anggota dari organisasi. Dalam hal
ini, yang dimaksud individu ialah individu pengawas
terkait keselamatan dan kesehatan kerja.
2. Efektivitas kelompok
Adanya pandangan bahwa pada kenyataannya
individu saling bekerja sama dalam kelompok. Jadi
efektivitas kelompok merupakan Jumlah kontribusi
dari semua anggota kelompoknya. Kelompok yang
dimaksud dalam penelitian ini ialah kondisi
pengawas sebagai satu kelompok atau bidang
pengawasan.
3. Efektivitas Organisasi
Efektivitas organisasi terdiri dari efektivitas individu
dan kelompok. Melalui pengaruh sinergitas,
organisasi mampu mendapatkan hasil karya yang
lebih tinggi tingkatannya daripada jumlah hasil karya
tiap-tiap bagiannya. Dalam hal ini, yang menjadi
sorotan ialah bagaimana pengaruh keberadaan
pengawas dalam perkembangan dinas secara
keseluruhan untuk mewujudkan budaya K3 selaku
instansi yang memiliki tanggung jawab tersebut.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Menurut Abraham Maslow manusia memiliki
lima kebutuhan yang membentuk tingkatan-tingkatan
atau disebut juga hirarki dari yang paling penting hingga
yang tidak penting dan yang mudah hingga yang sulit
untuk dicapai. Lima kebutuhan tersebut ialah (1)
Phsycological need, (2) Security Need, (3) Social Need,
(4) Ego Need, dan (5) Self Actualization.
Pada awal perkembangannya, penanganan
keselamatan dan kesehatan kerja masih terbatas pada
kegiatan inspeksi untuk memeriksa kondisi lingkungan
kerja. Kemudian pada tahun 1930an, H.W. Heinrich
Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X
Volume 3, Nomor 3, September - Desember 2015
37
seorang ahli K3 dengan teori dominonya mengawali
pendekatan K3 secara ilmiah dengan mengemukakan
teori tentang sebab kecelakaan yang dikenal sebagai
unsafe act dan unsafe condition.
Selanjutnya, aspek keselamatan kerja terus
berkembang. Pada tahun 1949, perhatian masyarakat
terhadap K3 semakin meningkat tidak hanya masalah
kecelakaan kerja tetapi juga kesehatan di tempat kerja.
Banyak ditemukan penyakit yang menimpa pekerja
berkaitan dengan pekerjaan dan kondisi tempat kerja
yang tidak aman. Diketahui pula bahwa kondisi
lingkungan keja juga dapat menimbulkan bahaya
terhadap pekerja seperti kebisinngan, suhu, cuaca kerja,
dan sebagainya. Program mengenai pencegahan penyakit
akibat kerja mulai dikembangkan dan menjadi bagian
dari program K3.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja menunjuk
kepada kondisi-kondisi fisiologis-fiskal dan psikologis
tenaga kerja yang diakibatkan oleh lingkungan kerja
yang disediakan oleh perusahaan. Kondisi fisiologis-
fiskal meliputi penyakit-penyakit dan kecelakaan kerja
seperti kehilangan nyawa atau anggota badan, cedera
yang diakibatkan gerakan berulang-ulang, sakit
punggung, sindrom carpal tunnel, penyakit-penyakit
kardiovaskular, berbagai jenis kanker, emphysema, dan
arthritis. Keselamatan dan Kesehatan Kerja menjadi
penting karena mempengaruhi tiga aspek utama yaitu
moral, hukum dan ekonomi. Aspek Moral yang
dimaksud karena manusia memiiki hak untuk
memperoleh perlindungan atas keselamatan dan
kesehatan kerja, moral dan kesusilaan, serta perlakuan
yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia dan
nilai-nilai agama (UU nomor 13 tahun 2003). Para
pemberi kerja melaksanakan perlindungan atas
pekerjanya atas dasar kemanusiaan. Kedua aspek hukum,
UU ketenagakerjaan merupakan jaminan bagi setiap
pekerja untuk menghadapi risiko kerja yang dihadapinya
yang ditimbulkan pekerjaan. Para pemberi kerja yang
lalai atas tanggung jawabnya dalam melindungi pekerja
yang mengakibatkan kecelakaan kerja akan mendapat
hukuman yang setimpal sesuai dengan undang-undang
ketenagakerjaan. UU nomor 1 tahun 1970 tentang
keselamatan kerja untuk melindungi para pekerja pada
segala lingkungan kerja baik di darat, di dalam tanah,
permukaan air, di dalam air maupun di udara, yang
berada dalam lingkungan kekuasaan hukum Republik
Indonesia. UU no 23 tahun 1992 tentang kesehtan
menyatakan bahwa perusahaan berkewajiban
melaksanakan pemeriksaan atas kesehatan fisik dan
mental para pekerjanya. Terakhir merupakan aspek
ekonomi yaitu Pelaksanaan keselamatan dan kesehatan
kerja menjadi perhatian penting pada berbagai organisasi,
karena semakin tingginya tingkat kecelakaan kerja yang
dialami para pekerja, akan berdampak pada rendahnya
produktivitas yang berakibat pada kerugian yang dialami
pihak perusahaan.
Pengaruh Pengawasan dengan Budaya Keselamatan
dan Kesehatan Kerja
Untuk dapat mewujudkan budaya kesehatan dan
keselamatan kerja, dalam PER.05/MEN/1996 dijelaskan
bahwa perlu ada kontribusi dan komitmen dari
masyarakat khususnya perusahaan dan tenaga kerja itu
sendiri. Peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja
akan efektif apabila semua pihak dalam perusahaan
didorong untuk berperan serta dalam penerapan dan
pengembangan Sistem Manajemen K3, serta memiliki
budaya perusahaan yang mendukung dan memberikan
kontribusi bagi Sistem Manajemen K3. Oleh sebab itu,
pengawasan menjadi salah satu bentuk fungsi yang dapat
mewujudkan budaya kesehatan dan keselamatan kerja
karena dengan adanya pengawasan, pemerintah dapat
menjaga agar setiap perusahaan tetap menjalankan sistem
manajemen kesehatan dan keselamatan agar tingkat
kecelakaan kerja yang terjadi bisa semakin berkurang
sehingga kesehatan dan keselamatan kerja dapat benar-
benar membudaya di seluruh lapisan masyarakat.
Untuk mewujudkan budaya kesehatan dan
keselamatan kerja, pemerintah telah menerapkan
berbagai aturan dalam kesehatan dan keselamatan kerja
yang salah satunya tertuang dalam UU No. 1 tahun 1970
tentang Keselamatan Kerja. Dalam UU No. 1 tahun 1970
membahas berbagai aturan-aturan yang salah satunya
mengatur tentang Pengawasan dalam bab IV pasal 5.
Pengawasan menjadi penting dalam mewujudkan budaya
Kesehatan dan Keselamatan Kerja karena terdapat
koneksi yang membuat pengawasan dapat menjadi
indikator terwujudnya budaya kesehatan dan keselamatan
kerja.
Sesuai dengan Gambar I.5.6 yang menunjukkan
bahwa pentingnya pengawasan dalam mengendalikan
metode serta pelaksanaan kebijakan K3 yang diimbangi
dengan adanya peraturan dan standar yang harus
dilakukan oleh Lembaga serta SDM yang didukung juga
dengan adanya pembinaan K3 untuk menciptakan budaya
K3 pada akhirnya.
Gambar I
Arah Kebijakan untuk mewujudkan budaya K3
(Sumber : Bahan Presentasi Calon Ahli K3)
Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X
Volume 3, Nomor 3, September - Desember 2015
38
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
metode penelitian kualitatif deskriptif dengan teknik
penentuan informan secara purposive. Data yang
diperoleh merupakan hasil observasi, wawancara
mendalam dan dokumentasi. Proses analisa data
dilakukan dengan menggabungkan data primer dan
sekunder yang didapat, selanjutnya melakukan
pengkategorian menggunakan tema substantif yang
disiapkan, dan menata kembali untuk dilakukan
interpretasi serta penarikan kesimpulan. Kemudian
validitas data diuji dengan triangulasi data sehingga data
yang disajikan merupakan data yang absah.
Efektivitas Pengawasan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja Oleh Dinas Sosial dan Tenaga Kerja
Kabupaten Sidoarjo sebagai Upaya Mewujudkan
Budaya K3
Berdasarkan temuan di lapangan, kecelakaan
dalam lingkungan kerja memiliki kaitan salah satunya
dengan pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah
yang dalam hal ini dilaksanakan oleh Dinas tenaga kerja.
Pencapaian tujuan dalam organisasi menjadi penting
karena suatu organisasi berdiri dengan sebuah visi atau
tujuan sebagai landasan atau alasan organisasi itu
dibentuk. Tidak ada satupun organisasi yang didirikan
tanpa memiliki arah atau tujuan. Dengan tujuan tersebut,
eksistensi sebuah organisasi dapat diukur, apakah
organisasi tersebut memberikan perubahan baik bagi
lingkungannya ataukah justru keberadaannya memberi
perubahan yang buruk. Untuk itu pencapaian tujuan
dapat dijadikan tolok ukur keberhasilan organisasi.
Keberhasilan pencapaian tujuan organisasi publik sangat
penting dilakukan untuk mengetahui/mengukur
pencapaian hasil kerja suatu instansi publik sehingga
dapat diketahui sejauh mana pemerintah telah bekerja
untuk masyarakat. Dengan mengukur sejauh mana
pencapaian tujuan yang telah dilaksanakan oleh
organisasi publik, maka upaya untuk membuat organisasi
semakin efektif bisa diwujudkan.
Penilaian pencapaian tujuan merupakan
aktivitas menilai kegiatan yang telah dilakukan oleh
organisasi dalam rangka mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Aktivitas ini intinya untuk melakukan
penilaian apakah tujuan-tujuan yang telah ditetapkan
telah tercapai. Untuk dapat melakukan penilaian tentunya
dibutuhkan adanya standar penilaian. Hakikat penilaian
adalah membandingkan antara fakta empiris dengan
standar yang ada. Dengan demikian, dapat diketahui
bahwa hakikat penilaian pencapaian tujuan adalah
membandingkan antara hasil atau kenyataan yang ada di
lapangan dengan apa yang telah direncanakan
sebelumnya.
Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kabupaten
Sidoarjo adalah sebuah organisasi yang merupakan
penyelenggara urusan pemerintah daerah kabupaten
Sidoarjo di bidang sosial dan tenaga kerja berdasarkan
asas otonomi daerah dan tugas pembantuan. Dinsosnaker
Kabupaten Sidoarjo mempunyai tugas menyelenggarakan
urusan pemerintah di bidang Ketenagakerjaan. Urusan di
bidang ketenagakerjaan terbagi menjadi urusan norma
umum dan norma keselamatan dan kesehatan kerja.
Mengawasi tenaga kerja lewat norma keselamatan dan
kesehatan kerja adalah salah satu tupoksi dari
Dinsosnaker. Kinerja Dinsosnaker dalam mengawasi
keselamatan dan kesehatan kerja mutlak diperlukan agar
lingkungan tenaga kerja Kabupaten Sidoarjo menjadi
lebih tertib dan aman sesuai dengan tujuan visi dan misi
yang ada di dinas tersebut.
Secara garis besar, tujuan dari pengawas
keselamatan dan kesehatan kerja dinsosnaker ialah
mewujudkan budaya K3. Untuk dapat mewujudkan hal
tersebut, berbagai upaya dilaksanakan oleh Dinas seperti
melakukan pemeriksaan serta sosialisasi untuk
membimbing penerapan SMK3. Untuk dapat mengukur
efektivitas pengawasan yang telah dilakukan, sesuai
dengan teori Robbins, bahwa suatu efektifitas dinilai
lebih pada kaitannya dengan tujuan akhir daripada
dengan prosesnya. Apabila tujuan tercapai maka kerja
tersebut dikatakan efektif.
Sesuai dengan tugas yang diberikan oleh Bupati
kepada pengawas keselamatan dan kesehatan kerja,
pengawas telah melakukan pemeriksaan di lapangan
yang dalam hal ini ialah 2.630 perusahaan yang ada di
Kabupaten Sidoarjo. Dalam pemeriksaan tersebut
pengawas dibagi dalam 3 bagian wilayah dengan masing-
masing wilayah berisi 6 kecamatan yang ada di wilayah
kabupaten Sidoarjo dengan jumlah pengawas sebanyak
19 orang.
Pengawas melakukan pengawasan di
perusahaan selain berdasarkan tupoksi, juga berdasarkan
pengaduan yang masuk. Namun pada kenyataannya
pengaduan mengenai keselamatan dan kesehatan kerja
masih sangat minim, dan bila ada itu hanya upaya tenaga
kerja untuk bisa mendapatkan klaim BPJS/Jamsostek.
Padahal untuk dapat mewujudkan budaya K3 pemerintah
tidak dapat bekerja sendiri, perlu ada kesadaran dari
pihak perusahaan dan tenaga kerja secara langsung.
Untuk mewujudkan tujuan pengawas yaitu
menciptakan budaya K3 adalah dengan mengurangi
angka kecelakaan kerja lewat pengawasan dan sosialisasi.
Dalam melakukan pemeriksaan pengawas keselamatan
dan kesehatan kerja dilakukan sesuai undang-undang
yaitu 5 perusahaan setiap bulan. Pengawas dari
dinsosnaker pada kenyataannya melakukan pengawasan
rata-rata 8 perusahaan setiap bulannya. Namun ternyata
itu semua masih belum menjangkau setiap perusahaan
yang ada di Kabupaten Sidoarjo. Jika pengawas
melakukan pemeriksaan ke 8 perusahaan setiap bulan,
dengan jumlah pengawas yang hanya 19 orang, maka
total perusahaan yang dikunjungi setiap tahunnya hanya
1.824 perusahaan setiap tahunnya. Dengan fakta lain
Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X
Volume 3, Nomor 3, September - Desember 2015
39
yang ternyata tidak menutup kemungkinan setiap tahun
ada penambahan perusahaan di Sidoarjo. Selain
pemeriksaan, pengawas juga melaksanakan kegiatan
sosialisasi dengan mengadakan bimbingan teknis. Setiap
tahunnya dilaksanakan bimbingan teknis sebanyak 3
sampai 4 kali dengan mengundang 30 perusahaan dalam
satu kali pertemuan. Hal ini juga belum dapat maksimal
karena jika sosialisasi yang diadakan sebanyak 4 kali
dikalikan 30 perusaahan maka setiap tahunnya hanya
mengenai 120 perusahaan. Sedangkan total perusahaan
yang ada di Sidoarjo 2.630 perusahaan. Dari hal tersebut
dapat menjadi salah satu penyebab angka kecelakaan
kerja yang terjadi di Sidoarjo tidak menurun. Meskipun
menurun, angka kecelakaan kerja yang terjai masih tetap
lebih tinggi dibandingkan kota atau kabupaten lainnya di
wilayah Jawa Timur.
Dilihat dari dua belas tupoksi pengawasan
norma keselamatan dan kesehatan kerja, masih terdapat
empat tugas yang belum dapat dilaksanakan secara
maksimal yaitu pelaksanaan penanganan kasus dan atau
penindakan terhadap pengusaha yang melanggar norma
keselamatan dan kesehatan kerja, terkait hal tersebut
penindakan yang dijalankan masih erbilang lemah
dikarenakan alah satu faktor penting dalam penindakan
tersebut yaitu regulasinya yang belum mengalami
amandemen sejak tahun 1970. Hal ini yang menyebabkan
penindakan pelanggaran norma K3 menjadi lemah.
Selanjutanya tugas dalam memproses rekomendasi
pengesahan dan ijin terhadap pemakaian/penggunaan alat
produksi perusahaan. Terkait tugas ini masih belum
terlaksana dengan baik karena adanya kebijakan salah
satunya menerbitkan sertifikat P2K3 meskipun belum
memenuhi ketentuan peraturan perundangan mengenai
hal tersebut. Hal ini dapat berimplikasi pada keselamatan
dan kesehatan kerja di lingkungan perusahaan. Ketiga,
pelaksanaan pengkajian dan perekayasaan hiegiene
perusahaan ergonomi dan keselamatan kerja. Dalam hal
ini belum dicapai dengan maksimal karena dinsosnaker
hanya memiliki satu pengawas yang memiliki spesialisasi
di bidang lingkungan kerja. Selanjutnya melaksanakan
pelayanan dan pelatihan dan pengembangan norma
keselamatan dan kesehatan kerja juga belum maksimal.
Hal ini dikarenakan pelatihan yang dilaksanakan belum
menjangkau seluruh perusahaan yang ada di Sidoarjo.
Pendekatan sistem dapat dideskripsikan sebagai
perilaku organisasi baik secara eksternal maupun secara
internal. Pendekatan sistem secara internal dapat dilihat
dari performa individu dan kelompok yang ada di dalam
organisasi tersebut.
Secara mendasar, sistem memiliki empat elemen
dasar yaitu elemen input, proses, ouput, dan lingkungan.
Input atau masukan merupakan segala sumber daya yang
digunakan dalam organisasi untuk mendukung proses
dalam upaya menghasilkan keluaran yang diharapkan.
Sedangkan proses merupakan kegiatan untuk mengolah
input menjadi output. Output adalah hasil yang diperoleh
dari pengolahan input melalui proses.
Dalam teori pendekatan sistem, organisasi
dipandang sebagai satu kesatuan dari seluruh elemen
yang saling bergantung satu dengan yang lainnya. Oleh
sebab itu, dalam teori pendekatan sistem, jika salah satu
substansi sistemnya terganggu, maka keseluruhan sistem
dikatakan tidak efektif karena subsistem tersebut saling
mendukung keberlangsungan sistem-sistem lainnya.
Dinsosnaker kabupaten Sidoarjo, dalam
melakukan pengawasan juga dipandang sebagai sebuah
sistem. Dalam melaksanakan pengawasan keselamatan
dan kesehatan kerja, dinsosnaker juga memiliki elemen
input, proses, serta output dan lingkugan yang
mempengaruhi di dalamnya. Adapun Elemen tersebut
secara lebih terperinci dijabarkan sebagai berikut :
Input : Sumber daya manusia, peralatan
untuk pemeriksaan, akomodasi, pedoman
pengawasan (undang-undang, keputusan menteri,
peraturan menteri).
Proses : kegiatan pemeriksaan keselamatan
dan kesehatan kerja, penyuluhan/sosialisasi,
pelatihan (bimbingan teknis).
Output : nota pemeriksaan, laporan
pertanggungjawaban kegiatan pengawasan, berita
acara penyelidikan, dan jumlah pelanggaran
norma K3
Lingkungan : Perusahaan dan Pekerja
Dalam input, terdapat sumber daya manusia, peralatan,
akomodasi serta pedoman pengawasan berupa undang-
undang, keputusan menteri, peraturan menteri yang
digunakan untuk dapat melaksanakan proses pengawasan
keselamatan dan kesehatan kerja. Seperti yang telah
disinggung sebelumnya, sumber daya manusia yang
dalam hal ini adalah pengawas itu sendiri secara
kuantitas masih belum dapat mengimbangi banyaknya
perusahaan yang ada di Sidoarjo. Hal ini mempengaruhi
produktivitas organisasi dalam melakukan pengawasan
secara keseluruhan. menurut Basu Swastha dan Ibnu
Sukotjo produktivitas adalah sebuah konsep yang
menggambarkan hubungan antara hasil (jumlah barang
dan jasa) dengan sumber (jumlah tenaga kerja, modal,
tanah, energi, dan sebagainya) yang dipakai untuk
menghasilkan hasil tersebut. Jika jumlah pengawas tidak
ditambah, maka kegiatan pengawasan tidak dapat
menyentuh seluruh perusahaan di wilayah Sidoarjo.
Sedangkan secara kualitas, seluruh pengawas
keselamatan dan kesehatan kerjaa yang dimiliki
Dinsosnaker telah memiliki kompetensi yang sesuai
dengan standar dimana pegngawas spesialis harus
memiliki basic teknik, namun yang tidak juga tetap
mampu melakukan pengawasan dengan melihat
kesesuaian antara norma K3 dengan fakta. Namun
kualitas yang baik juga tidak bisa mendukung jika
kuantitasnya tidak proporsional.
Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X
Volume 3, Nomor 3, September - Desember 2015
40
Dalam melakukan pemeriksaan juga diperlukan
peralatan-peralatan untuk melakukan pemeriksaan teknis.
Pengawas di Dinsosnaker telah memiliki dukungan
peralatan-peralatan dari pusat namun hingga saat ini
belum digunakan. Hal ini mempengaruhi efisiensi proses
pelaksanaan pengawasan. Rahardjo Adisasmita
mengungkapkan Pengertian Efisiensi merupakan
komponen-komponen input yang digunakan seperti
waktu, tenaga dan biaya dapat dihitung penggunaannya
dan tidak berdampak pada pemborosan atau pengeluaran
yang tidak berarti. Oleh karena itu, pengawas dalam
melakukan pengawasan dibantu oleh PJK3 yang nantinya
pengawas menganalisa laporan yang diberikan oleh
PJK3. Padahal, akan lebih efisien jika pengawas
melakukan pemeriksaan sendiri dengan menggunakan
alat yang telah tersedia.
Selain sumber daya manusia dan peralatan,
input lainnya yang dimiliki oleh Pengawas K3
Dinsosnaker ialah akomodasi dan inventaris untuk
operasional. Akomodasi yang dimaksud ialah dukungan
transportasi yang diberikan oleh dinas untuk mobilisasi
ke lokasi perusahaan. Hal ini menjadi perlu karena dalam
melakukan pengawasan, pengawas memiliki wibawa
yang perlu dijaga. Hal ini dapat mempengaruhi motivasi
kerja pengawas. Motivasi merupakan kekuatan yang
muncul dari setiap individu untuk mencapai tujuan.
Untuk itu dinas perlu memperhatikan kebutuhan
pengawas karena dapat berimplikasi pada semangat
pengawas yang juga dapat mempengaruhi produktivitas.
Pedoman pengawasan juga dikategorikan sebagai input
dari pengawasan karena pedoman yang berupa undang-
undang, peraturan dan keputusan menteri ini merupakan
bekal pengawas untuk melihat keseuaian antara
kebijakan dengan fakta yang ada di lapangan. Dalam
prinsip pengawasan, Pengawasan harus berpedoman pada
kebijaksanaan yang berlaku. Dalam melakukan
pengawasan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja,
pengawas dibekali dengan puluhan peraturan namun
tetap berpayung pada UU nomor 1 tahun 1970.
Berdasarkn substansi yang ada dalam undang-undang no
1 tahun 1970, sanksi-sanksi yang dibuat untuk memberi
efek jera bagi perusahaan jika ditemukan pelanggaran
sudah tidak relevan. Sanksi yang diberikan berupa
kurungan 3 bulan atau denda setinggi-tingginya 100.000
rupiah. Sanksi yang diberikan terbilang ringan di era
sekarang. Hal ini berpengaruh pada efek jera yang
dirasakan pengusaha ketika melakukan pelanggaran.
Untuk itu perlu dilakukan peninjauan kembali atas
undang-undang tersebut.
Untuk menciptakan harmonisasi dalam
lingkungan organisasi, perlu ada kepaduan. Menurut
Campbell, Kepaduan dapat menjadi salah satu penilaian
akan keefektifan organisasi. Kepaduan merupakan fakta
bahwa para anggota bekerja sama dengan baik,
berkomunikasi dan mengkoordinsi. Dalam melaksanakan
kegiatan pengawasan, pengawas memang dibagi ke 18
wilayah kecamatan yang ada di Sidoarjo, namun dalam
pelaksanaannya, Setiap pengawas bekerja sebagai sebuah
tim yang setiap timnya beranggotakan tiga orang
pengawas. Pembagian tim ini dimaksudkan agar dapat
saling membantu satu sama lain dalam melaksanakan
pengawasan. Namun tetap setiap pengawas bertanggung
jawab atas wilayahnya masing-masing. Dalam proses
pelaksanaan pemeriksaan di lapangan, dinas memiliki
kebijakan untuk merubah wilayah pemeriksaan dinas
setiap tahunnya, hal ini mempengaruhi kualitas
pengawasan yang dilaksanakan, karena pengawas belum
tentu membina dengan tuntas perusahaan yang ditangani
dalam waktu satu tahun untuk melihat perkembangan
dari perusahaan tersebut. Selama melakukan pemeriksaan
di Sidoarjo, pengawas merasa tidak dapat fokus karena
selain menjadi pengawas K3, mereka menjadi pengawas
norma kerja. Pengaduan yang masuk ketika berad di
lapangan selalu berkutat dengan urusan norma kerja,
sehingga urusan-urusan yang berkaitan dengan k3 tidak
begitu mendapatkan perhatian.
Kegiatan lainnya dalam proses pengolahan input
menjadi output ialah kegiaan sosialisasi. Setiap tahunnya
dilaksanakan bimbingan teknis sebanyak 3 sampai 4 kali
dengan mengundang 30 perusahaan dalam satu kali
pertemuan. Hal ini juga belum dapat maksimal karena
jika sosialisasi yang diadakan sebanyak 4 kali dikalikan
30 perusaahan maka setiap tahunnya hanya mengenai
120 perusahaan. Sedangkan total perusahaan yang ada di
Sidoarjo 2.630 perusahaan. Dari hal tersebut dapat
menjadi salah satu penyebab angka kecelakaan kerja
yang terjadi di Sidoarjo tidak menurun. Meskipun
menurun, angka kecelakaan kerja yang terjai masih tetap
lebih tinggi dibandingkan kota atau kabupaten lainnya di
wilayah Jawa Timur.
Output merupakan keluaran yang dihasilkan dari
proses pengolahan input. Dalam pengawasan K3, yang
menjadi ouput ialah nota pemeriksaan yaitu bukti dimana
pengawas telah melakukan pemeriksaan, laporan
pertanggungjawaban dari kegiatan-kegiatan yang telah
berlangsung, Dokumen-dokumen sertifikasi bagi
perusahaan baik itu sertifikasi alat, juga sertifikasi P2K3
perusahaan, serta jumlah kecelakaan kerja yang terjadi di
lapangan. Ketika pengawas mengeluarkan nota
pemeriksaan, pihak pengusaha harus mematuhi masukan
yang diterima dari pihak pengawas untuk perbaikan alat.
Jika tidak, pengawas berhak melanjutkan perkara dengan
jalur hukum lewat BAP (berita acara penyidikan).
Laporan pertanggung jawaban yang dibuat yang ada ialah
laporan secara umum sesuai Peraturan Menteri nomor 9
tahun 2005, secara individu, pengawas hanya melaporkan
untuk keperluan laporan umum. Sebagai penngawas,
mereka juga memiliki wewenang untuk mengeluarkan
sertifikat bagi obyek pengawasan. Dalam UU no 1 tahun
1970 untuk mengeluarkan sertifikat bagi P2K3
perusahaan dengan syarat sekretaris P2K3 adalah seorang
ahli K3. Dalam sebuah sistem, substansi lingkungan juga
Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X
Volume 3, Nomor 3, September - Desember 2015
41
memberikan pengaruh pada substansi lainnya secara
keseluruhan. Lingkungan yang kondusif dan mendukung
dapat membantu berjalannya sistem dengan baik.
Perumusan strategi yang efektif dan efisien adalah
perumusan yang memadukan perspektif yang
berorientasi kedepan dengan lingkungan internal dan
eksternal organisasi. Dalam pengawasan K3, yang
dimaksud dengan lingkungan ialah lingkungan
perusahaan yang terdiri dari pengusaha dan tenaga kerja.
Untuk memenuhi atau melaksanakan K3 sesuai dengan
peraturan perundangan, memang membutuhkan biaya
yang cukup banyak. Untuk itu di wilayah Sidoarjo,
pengusaha masih menganggap bahwa K3 itu sebagai cost
bukan investasi. Memang untuk menciptakan budaya,
harus ada perubahan mindset dar setiap stakeholder agar
dapat bekerja sama mewujudkan sebuah budaya. Akibat
mindset perusahaan yang demikian, maka upaya yang
dilakukan oleh pemerintah dirasa tidak cukup. Hal serupa
juga datang dari lingkungan tenaga kerja. Sikap tenaga
kerja yang belum begitu memikirkan keselamatan dan
kesehatan dalam bekerja membuat pengawas semakin
sulit mengendalikan perusahaan. Sebab, budaya K3
hanya dapat diciptakan dengan kerja sama dari pihak
pemerintah, perusahaan, dan tenaga kerja. Di sisi lain,
pengawas juga mendapatkan tekanan dari pemerintah
yang dalam hal ini ialah atmosfir politik daerah
kabupaten Sidoarjo. Dikuatirkan, jika pengawasan yang
dilaksanakan terlalu ketat, akan menimbulkan penurunan
investasi di wilayah Kabupaten Sidoarjo. Hal ini tidak
sesuai dengan keefektifan pengawasan yang harus
berpangkal tolak dari keputusan pimpinan yang
tercantum.
Kesimpulan
Berdasarkan penyajian serta analisis dan
interpretasi data, hasil penelitian tentang kinerja
pengawasan Dinsosnaker Kabupaten Sidoarjo yang telah
dilakukan dalam mengawasi keselamatan dan kesehatan
kerja sebagai upaya mewujudkan budaya K3, maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa ternyata pengawasan yang
dilakukan belum efektif. Hal itu dikarenakan syarat
mencapai keefektifan dari kedua pendekatan tersebut
belum terpenuhi. Pengukuran terhadap efektivitas
pengawasan dinsosnaker dalam mengawasi keselamatan
dan kesehatan kerja menggunakan dua pendekatan yaitu
pendekatan pencapaian tujuan dan pendekatan sistem.
Hal tersebut akan diperjelas secara lebih terperinci
sebagai berikut :
1. Pendekatan Pencapaian tujuan pengawasan
Dinsosnaker dalam melakukan pengawasan memiliki
tujuan untuk menciptakan budaya k3 secara garis
besar, budaya K3 dapat diwujudkan dengan
mengurangi angka kecelakaan kerja yang terjadi di
Sidoarjo. Jika ditinjau dari data kecelakaan kerja
yang terjadi, maka pengawasan yang dilakukan
belum efektif karena angka kecelakaan kerja yang
terjadi belum menunjukkan penurunan. Jika
kecelakaan kerja masih sering terjadi, maka budaya
k3 juga belum terwujud. Selain dengan melihat
angka kecelakaan kerja, dapat juga dilihat dari
jumlah perusahaan yang telah melaksanakan SMK3.
Jika ditinjau dari penerapan SMK3 di Sidoarjo, maka
pengawasan yang dilaksanakan belum efektif.
Sebab, dari 2.630 perusahaan di tahun 2014, hanya
70 perusahaan yang sudah menerapkan SMK3.
Selain itu, tujuan pengawasan juga untuk melakukan
pembinaan teknis mengenai K3, jika ditinjau dari
pembinaan yang telah dilakukan, maka pembinaan
yang dilakukan belum efektif, karena setiap
tahunnya hanya diadakan 3 sampai 4 kali dengan
jumlah perusahaan yang diundang sebanyak 30
dalam satu pertemuan, sehingga perusahaan yang
dikenai hanya sebanyak 120 perusahaan setiap
tahunnya. Jika ditinjau dari 12 tugas pokok dan
fungsi pengawasan, masih ada 4 tupoksi yang belum
terlaksana dengan baik, namun 8 tugas lainnya sudah
mampu dipenuhi oleh pengawas dalam mengawasi
k3. Secara keseluruhan, pengawasan K3 untuk
mewujudkan budaya keselamatan dan kesehatan
kerja yang dilakukan belum efektif jika ditinjau dari
pendekatan pencapaian tujuan.
2. Pendekatan Sistem
Dalam melaksanakan pengawasan keselamatan dan
kesehatan kerja, Dinsosnaker memiliki sistem yang
mengatur berjalannya pengawasan mulai dari input
hingga output. Untuk melihat efektivitas pengawasan
dengan pendekatan sistem, digunakan 4 indikator
yaitu indikator input, proses, output dan lingkungan.
Melihat dari input pengawasan K3, pengawasan
yang dilaksanakan belum efektif karena beberapa
indikator yaitu jumlah pengawas yang minim yaitu
19 pengawas untuk 2.630 perusahaan, akomodasi
yang kurang memadai dalam hal ini berupa
transportasi dan inventaris yang minim, serta
pedoman berupa undang-undang yang masih belum
diperbaharui sehingga tidak memberikan efek jera
bagi perusahaan melanggar aturan. Melihat dari
proses pengawasan K3, pengawasan yang
dilaksanakan belum efektif, hal tersebut karena
pengawasan yang dilaksanakan lebih berfokus pada
urusan norma kerja, serta pelanggaran-pelanggaran
yang terjadi tidak semua dapat ditindaklanjut karena
faktor ekternal, pelaksanaan pengawasan yang
dilaksanakan juga belum maksimal untuk memantau
sebuah perusahaan atau wilayah karena strategi dinas
yang memindahkan wilayah pengawasan setiap
tahun. Melihat output pengawasan K3, pengawasan
yang dilaksanakan telah menghasilkan sesuai dengan
rencana kerja, pengawas juga telah melaksanakan
pelaporan sebagai kewajibannya, serta mampu
menekan angka pelanggaran K3 yang terjadi, namun
dalam kenyataannya pengawas mengeluarkan
Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X
Volume 3, Nomor 3, September - Desember 2015
42
sertifikat meskipun perusahaan belum memenuhi
persyaratan k3 yang dalam hal ini dilihat dari P2K3
perusahaan. Keputusan dinas yang seperti ini dapat
berdampak fatal bagi pengawasan k3 perusahaan.
Melihat dari lingkungan dalam pengawasan K3,
pengawasan yang dilaksanakan belum efektif karena
beberapa faktor eksternal yaitu kebijakan politik
yang menekan ruang gerak pengawasan, lalu tenaga
kerja yang masih belum peduli akan keselamatan
dan kesehatan kerja serta pengusaha yang masih
menganggap bahwa k3 hanya menambah beban
perusahaan. Meninjau dari pendekatan sistem
melalui keempat indikator, pengawasan yang
dilaksanakan untuk mewujudkan budaya
Keselamatan dan kesehatan kerja masih belum
efektif.
Saran
1. Pihak Dinsosnaker hendaknya dapat memenuhi
perlengkapan para pengawas keselamatan dan
kesehatan kerja dengan berbagai sarana dan
prasarana. Karena dengan sarana dan prasarana
yang memadai kinerja pengawasan keselamatan
dan kesehatan kerja dinsosnaker akan lebih efektif.
2. Pihak Dinsosnaker dalam melakukan sosialisasi
keselamatan dan kesehatan kerja perlu menambah
intensitas bimbingan untuk dapat menjangkau
seluruh perusahaan agar budaya k3 dapat mulai
dirintis
3. Pihak dinsosnaker perlu melakukan rekomendasi
untuk menambah tenaga pengawas karena jumlah
pengawas yang ada sekarang belum proporsional
untuk melaksanakan pengawasan ke seluruh
perusahaan yang ada di Sidoarjo serta spesialis
yang dimiliki masih perlu ditambah dibeberapa
spesialisasi.
4. Pihak Dinosnaker perlu lebih tegas dalam
mengawal undang-undang mengenai keselamatan
dan kesehatan kerja.
5. Bekerja sama dengan pihak lain seperti BPJS serta
Jamsostek untuk melakukan pembinaan
keselamatan dan kesehatan kerja agar intensitas
pembinaan lebih meningkat
6. Pihak Dinsosnaker perlu memberikan pelatihan
bagi para pengawas dalam penggunaan peralatan
pengujian objek keselamatan dan kesehatan kerja
7. Pihak Dinsosnaker perlu melengkapi website yang
telah ada mengenai seluruh kegiatan dinas beserta
temuan-temuannya dari berbagai bidang sehingga
memudahkan masyarakat untuk mengetahui apa
saja pencapaian yang telah dikerjakan oleh
Dinsosnaker.
8. Rekomendasi bagi peneliti selanjutnya untuk
melakukan penelitian di bidang pengawasan dari
sektor pemerintah selain pengawasan tiap
perusahaan
Daftar Pustaka
Ensiklopedi umum. Yogyakarta: Yayasan Kanisius,
1977.
Etzioni. 1985. Organisasi-organisasi Modern. Jakarta :
UI Press
Gibson, James. L, John M. Ivancevich, James H. Donelly
Jr. 1985. Organizations : Behavior, Structure,
Process. Fifth Edition. Texas : Bussiness
Publication INC
Handayangingrat. 1995. Asaz-asaz Organisasi
Manajemen. Jakarta : CV Mas Agung
Handoko, Hani. 2003. Manajemen. cet (18) edisi 2,
Yogyakarta : BPFE.
Internasional Labour Organization. 2013. Keselamatan
dan Kesehatan Kerja di Tempat Kerja : Sarana
Produktivitas. Jakarta : ILO
Komarudin. 1994. Ensiklopedi Manajemen. Jakarta :
Bumi Aksara.
Krech, D. Cruthfied, R. & Ballachey, E. 1962. Individual
and Society. Kogakusha : Mc Graw Hill
Lembaga Administrasi Negara RI. 1997. Sistem
Administrasi Negara Republik Indonesia. Jakarta :
PT. Toko Gunung Agung
Mahmudi. 2007. Manajemen Kinerja Sektor Publik.
Jogjakarta : Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen
YKPN.
Manullang. Dasar-dasar Manajemen. Jakarta : Ghalia
Indonesia. Hlm 128
Masri Singarimbun & Sofyan Efendi. 2012. Metode
Penelitian Survei. Jakarta : LP3ES
Moleong, Lexy J. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif.
Edisi Revisi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Pasolong, Harbani. 2007. Teori Administrasi Publik.
Bandung : Alfabeta
Prayudi. 1981. Hukum Administrasi Negara. Jakarta :
Ghalia Indonesia
Pusat Pembinaan Pengembangan Bahasa. 1991. Kamus
Besar Bahasa Indonesia : Edisi Kedua. Jakarta :
Balai Pustaka
Ramli, Soehatman. 2010. Sistem Manajemen Kesehatan
dan Keselamatan Kerja OHSAS 18001. Jakarta :
Dian Rakyat, hal 46
Robbins, Stephen P. 1996. Perilaku Organisasi, Konsep,
Kontroversi dan Aplikasi. Alih Bahasa : Hadyana
Pujaatmaka. Edisi Keenam.
Steers, Richard M. 1985. Efektivitas Organisasi. Jakarta :
Erlangga, hlm 46-48
Suardi, Rudi. 2005. Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja. Jakarta : Penerbit PPM
Sujamto. 1994. Aspek-aspek Pengawasan di Indonesia.
Jakarta : Sinar Grafika
Sulaiman, Anwar. 1999. Pengantar Keuangan Negara
dan Daerah. Jakarta : STIA-LAN.
Supriyono. 2000. Sistem Pengendalian Manajemen.
Yogyakarta : BPFE
Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X
Volume 3, Nomor 3, September - Desember 2015
43
Suwarno Handayaningrat. Pengantar Studi Ilmu
Administrasi dan Manajemen. Jakarta. CV. Haji
Masagung.
Syafei, Inu Kencana. 2006. Sistem Administrasi Negara
Republik Indonesia (SANRI). Jakarta : PT Bumi
Aksara
Terubus, H. 2015. Pengendalian K3 Dengan Manajemen
Menuju Budaya K3 dan Menyongsong MDG’s
tahun 2015. Sidoarjo : Bahan Presentasi
Sosialisasi K3
Yin, Robert. K. 1996. Studi Kasus Desain dan Metode.
Terjemahan M. Djauzi Mudzakir. Jakarta : PT
Raja Grafindo Persada
_____________. 2011. Qualitative Research From Start
to Finish. New York: The Guilford Press