Efektivitas Pengawasan Keselamatan dan Kesehatan Kerja...

10
Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X Volume 3, Nomor 3, September - Desember 2015 34 Efektivitas Pengawasan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Oleh Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kabupaten Sidoarjo sebagai Upaya Mewujudkan Budaya K3 Lettyzia Juliaudrey Tampubolon Mahasiswa Program Studi Ilmu Administrasi Negara, FISIP, Universitas Airlangga ABSTRACT Occupational safety and health are one of basic needs of every labor in Indonesia. But in the fact, it has not become a priority of every company in carrying out its activities, so frequent disputes between labor and company. For that reason, the government need to intervene that showned in supervision activity to maintain the prosperity of labors while maintaining the continuity of the company. This research was conducted by using descriptive qualitative research method with a technique of determining informants purposively. The data obtained is the result of observation, in depth interview, and documentation. The process of data analysis done by combining primary and secondary data that obtained, and then perform categorization using substantive them prepared, and recognize to do interpretation an conclusion. The results showed that the effective supervision implemented yet. This can be seen by using two approaches, namely the achievement of the objectives approach and systems approach. Key words : Labor’s need, Efectiveness, Supervising, Occupational Safety and Health Pendahuluan Keselamatan dan kesehatan kerja menjadi satu hal yang penting untuk menjaga stabilitas perusahaan yang bisa berdampak pada roda perekonomian bangsa. Lebih jelas lagi, hal ini diatur dalam Undang-undang Ketenagakerjaan no. 13 tahun 2003 dalam pasal 86-87 tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia PER-01/MEN/I/2007 tentang Pedoman Pemberian Penghargaan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3), Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan upaya untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman, sehat dan sejahtera, bebas dari kecelakaan, kebakaran, peledakan, pencemaran lingkungan dan penyakit akibat kerja. Kecelakaan kerja dapat menimbulkan kerugian bagi tenaga kerja, pengusaha, pemerintah dan masyarakat, yang dapat berupa korban jiwa manusia, kerusakan harta benda dan lingkungan. Untuk itu, perlu dilakukan langkah-langkah nyata untuk mencegah dan mengurangi terjadinya kecelakaan kerja secara maksimal. rogram Pembangunan Nasional dalam era industrialisasi dan globalisasi yang ditandai dengan makin meningkatnya pertumbuhan industri yang mempergunakan proses dan teknologi canggih, hal ini perlu diimbangi dengan peningkatan kualitas tenaga kerja dan penerapan keselamatan dan kesehatan kerja yang baik dan benar. Melalui Program Gerakan Nasional Membudayakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Pemerintah berusaha memberikan motivasi dan dorongan kepada semua pihak yang terkait dengan proses produksi untuk meningkatkan kesadaran dalam melaksanakan keselamatan dan kesehatan kerja di setiap tempat kerja dan program membudayakan keselamatan dan kesehatan kerja menjadi tanggung jawab semua pihak yang terkait dengan proses produksi. Kebijakan telah dibuat serta dijalankan untuk mewujudkan tujuan yang diinginkan, namun dalam implementasinya ternyata masih banyak ditemukan kekurangan. Hal ini ditunjukkan dengan masih tingginya angka kecelakaan kerja yang terjadi di berbagai daerah. Di Indonesa, terdapat peningkatan dari angka 14.502 kejadian di tahun 2012 pada 33 provinsi di Indonesia menjadi 17.300 kejadian di tahun 2013. Terdapat 12 provinsi yang meningkat jumlah kejadian kecelakaan kerjanya, sisanya tetap atau bahkan menurun. Namun secara keseluruhan, angka kecelakaan kerja meningkat lebih dari hingga 61% dalam dua tahun terakhir. Data menunjukkan bahwa provinsi Jawa Timur yang menunjukkan jumlah kasus terbesar. Besarnya jumlah kecelakaan kerja yang terjadi di Jawa Timur membuat pemerintahan provinsi untuk dapat meningkatkan kinerja program keselamatan dan kesehatan kerja ini.

Transcript of Efektivitas Pengawasan Keselamatan dan Kesehatan Kerja...

Page 1: Efektivitas Pengawasan Keselamatan dan Kesehatan Kerja ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-kmp6e2f22236afull.pdf · Dan Kesehatan Kerja (K3), ... dalam melaksanakan keselamatan

Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X

Volume 3, Nomor 3, September - Desember 2015

34

Efektivitas Pengawasan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Oleh Dinas Sosial dan

Tenaga Kerja Kabupaten Sidoarjo sebagai Upaya Mewujudkan Budaya K3

Lettyzia Juliaudrey Tampubolon

Mahasiswa Program Studi Ilmu Administrasi Negara, FISIP, Universitas Airlangga

ABSTRACT

Occupational safety and health are one of basic needs of every labor in Indonesia. But in the fact, it has not

become a priority of every company in carrying out its activities, so frequent disputes between labor and company. For that

reason, the government need to intervene that showned in supervision activity to maintain the prosperity of labors while

maintaining the continuity of the company. This research was conducted by using descriptive qualitative research method

with a technique of determining informants purposively. The data obtained is the result of observation, in depth interview,

and documentation. The process of data analysis done by combining primary and secondary data that obtained, and then

perform categorization using substantive them prepared, and recognize to do interpretation an conclusion. The results

showed that the effective supervision implemented yet. This can be seen by using two approaches, namely the achievement

of the objectives approach and systems approach.

Key words : Labor’s need, Efectiveness, Supervising, Occupational Safety and Health

Pendahuluan

Keselamatan dan kesehatan kerja menjadi satu

hal yang penting untuk menjaga stabilitas perusahaan

yang bisa berdampak pada roda perekonomian bangsa.

Lebih jelas lagi, hal ini diatur dalam Undang-undang

Ketenagakerjaan no. 13 tahun 2003 dalam pasal 86-87

tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja.

Dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan

Transmigrasi Republik Indonesia PER-01/MEN/I/2007

tentang Pedoman Pemberian Penghargaan Keselamatan

Dan Kesehatan Kerja (K3), Keselamatan dan Kesehatan

Kerja (K3) merupakan upaya untuk menciptakan

lingkungan kerja yang aman, sehat dan sejahtera, bebas

dari kecelakaan, kebakaran, peledakan, pencemaran

lingkungan dan penyakit akibat kerja. Kecelakaan kerja

dapat menimbulkan kerugian bagi tenaga kerja,

pengusaha, pemerintah dan masyarakat, yang dapat

berupa korban jiwa manusia, kerusakan harta benda dan

lingkungan. Untuk itu, perlu dilakukan langkah-langkah

nyata untuk mencegah dan mengurangi terjadinya

kecelakaan kerja secara maksimal. rogram Pembangunan

Nasional dalam era industrialisasi dan globalisasi yang

ditandai dengan makin meningkatnya pertumbuhan

industri yang mempergunakan proses dan teknologi

canggih, hal ini perlu diimbangi dengan peningkatan

kualitas tenaga kerja dan penerapan keselamatan dan

kesehatan kerja yang baik dan benar. Melalui Program

Gerakan Nasional Membudayakan Keselamatan dan

Kesehatan Kerja, Pemerintah berusaha memberikan

motivasi dan dorongan kepada semua pihak yang terkait

dengan proses produksi untuk meningkatkan kesadaran

dalam melaksanakan keselamatan dan kesehatan kerja di

setiap tempat kerja dan program membudayakan

keselamatan dan kesehatan kerja menjadi tanggung

jawab semua pihak yang terkait dengan proses produksi.

Kebijakan telah dibuat serta dijalankan untuk

mewujudkan tujuan yang diinginkan, namun dalam

implementasinya ternyata masih banyak ditemukan

kekurangan. Hal ini ditunjukkan dengan masih tingginya

angka kecelakaan kerja yang terjadi di berbagai daerah.

Di Indonesa, terdapat peningkatan dari angka 14.502

kejadian di tahun 2012 pada 33 provinsi di Indonesia

menjadi 17.300 kejadian di tahun 2013. Terdapat 12

provinsi yang meningkat jumlah kejadian kecelakaan

kerjanya, sisanya tetap atau bahkan menurun. Namun

secara keseluruhan, angka kecelakaan kerja meningkat

lebih dari hingga 61% dalam dua tahun terakhir. Data

menunjukkan bahwa provinsi Jawa Timur yang

menunjukkan jumlah kasus terbesar. Besarnya jumlah

kecelakaan kerja yang terjadi di Jawa Timur membuat

pemerintahan provinsi untuk dapat meningkatkan kinerja

program keselamatan dan kesehatan kerja ini.

Page 2: Efektivitas Pengawasan Keselamatan dan Kesehatan Kerja ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-kmp6e2f22236afull.pdf · Dan Kesehatan Kerja (K3), ... dalam melaksanakan keselamatan

Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X

Volume 3, Nomor 3, September - Desember 2015

35

Tabel 1

Perkembangan Jumlah Kasus Kecelakaan Kerja di

Jatim

No Kantor

Cabang

Tahun Peningkatan

2012 2013 %

1 Karimun Jawa 1.519 1.781 7,9

2 Kediri 843 532 -35,7

3 Malang 1.174 919 -12,2

4 Jember 334 255 -13,4

5 Pasuruan 995 1.417 17,5

6 Mojokerto 2.339 1.413 -24,7

7 Banyuwangi 135 161 8,7

8 Madiun 238 114 -35,2

9 Blitar 119 157 13,8

10 Madura 64 32 -33,3

11 Bojonegoro 256 212 -9,4

12 Sidoarjo 3.156 5.430 26

13 Gresik 2.802 2.478 -6,14

14 Darmo 1.419 1.077 -13,7

15 Tanjung

Perak 627 497

-11,57

16 Rungkut 1.006 885 -6,4

Jumlah 17.026 17.360

Sumber : disnakertransduk provinsi jatim

Dari data kecelakaan kerja yang dipaparkan,

wilayah Sidoarjo yang menunjukkan angka kecelakaan

kerja paling tinggi diantara 15 wilayah lainnya. Salah

satu pihak yang bertanggung jawab untuk pelaksanaan

tugas terkait keselamatan dan kesehatan kerja di wilayah

Sidoarjo ialah Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Sidoarjo

yang berkoordinasi dengan Dinas Tenaga Kerja

Kabupaten dan Kota serta badan-badan terkait serta

seluruh auditor yang terdaftar kompeten dalam

melakukan audit di bidang keselamatan dan kesehatan

kerja. Berbagai faktor dapat menjadi penyebab terjadinya

kecelakaan kerja seperti human error, kondisi alat,

disability, nature (alam), termasuk rendahnya

pengawasan yang dilakukan.

Pengawasan merupakan fungsi yang penting

dalam manajemen kegiatan agar kegiatan yang dilakukan

dapat berjalan sesuai harapan sehingga tujuan kegiatan

tersebut dapat tercapai secara efektif dan efisien. Dalam

upaya mewujudkan keselamatan dan kesehatan kerja,

perlu dilakukan pengawasan yang intensif dari berbagai

pihak baik internal perusahaan maupun eksternal

perusahaan. Pengawasan Keselamatan dan Kesehatan

kerja dilakukan mulai dari Skala Perusahaan, skala

pekerja, hingga seluruh peralatan dan alat produksi dalam

proses produksi. Di Indonesia, masalah pengawasan K3

hampir menjadi permasalahan di berbagai daerah karena

beberapa faktor seperti kurangnya tenaga pengawas.

Dalam data yang disajikan oleh Kementrian Tenaga

Kerja tahun 2012, terdapat 14 kategori yang menjadi

objek pengawasan K3 antara lain hubungan kerja, waktu

kerja dan waktu istirahat, pengupahan, jamsostek,

penempatan dan pelatihan, pesawat uap dan bejana tekan,

pesawat angkat angkut, pesawat tenaga dan produksi,

kelistrikan dan lift, pencegahan kebakaran, kesehatan

kerja, konstruksi bangunan, lingkungan kerja, kimia.

Secara keseluruhan di tahun 2012, jumlah obyek

pengawasan yang diawasi sebanyak 349.325 obyek

dengan jumlah pengawas sebanyak 2.917 di seluruh

Indonesia.

Di Jawa Timur, pada tahun 2013 terdapat

35.107 perusahaan (skala besar, sedang, dan kecil)

dengan tenaga kerja yang jumlahnya 2.836.165 orang.

Dengan jumlah perusahaan dan tenaga kerja yang begitu

banyak, pengawas keselamatan dan kesehatan kerja

tercatat hanya berjumlah 145 untuk pengawas umum dan

spesialis, 51 Pengawas PPNS, dan 46 pengawas

struktural. Kurangnya tenaga pengawas juga dapat

menjadi faktor seringnya terjadi kecelakaan kerja di

wilayah Jawa Timur karena pengawasan yang longgar.

Salah satu fraksi DPRD Kabupaten Sidoarjo mengatakan,

seringnya masalah ketenagakerjaan tidak tertangani

dengan baik, dan tidak pernah mendapat solusi yang

tepat, hal ini lebih disebabkan kurangnya pengawasan

terhadap masalah ketenagakerjaan (Kesejahteraan,

Keselamatan dan Kesehatan Karyawan /K3), disisi lain

fraksi tersebut melihat tidak seimbangnya antara jumlah

perusahaan yang ada di Sidoarjo sebanyak 1.744

sedangkan jumlah tenaga pengawas yang ada di

Dinsosnaker Kab. Sidoarjo hanya sebanyak 16 orang,

karena itu perlu penambahan tenaga pengawas dan

intesifikasi pengawasan.

Faktor pengawasan menjadi salah satu faktor

yang penting untuk menunjang terwuudnya visi nasional

tersebut. Di latar belakangi hal tersebut, perlu dikaji

tentang Efektivitas Pengawasan K3 yang dilakukan oleh

dinas Tenaga Kerja selaku pemerintah yang terlibat

dalam pencapaian visi nasional Budaya K3. Penelitian

dilakukan di Sidoarjo karena tingkat kecelakaan kerja di

Sidoarjo paling tinggi sehingga peneliti tertarik untuk

mengetahui bagaimana pengawasan yang dijalankan

dinas terkait untuk mewujudkan Budaya K3.

Permasalahan yang ingin dijawab dalam

penelitian ini adalah Bagaimana Efektivitas Pengawasan

K3 oleh Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kabupaten

Sidoarjo untuk mewujudkan budaya K3. Tujuan

Penelitian ini ialah Mengetahui Efektivitas Pengawasan

K3 oleh Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kabupaten

Sidoarjo untuk mewujudkan budaya K3. Manfaat

penelitian ini secara praktis ialah dapat memberikan

kontribusi informasi dalam hal pengawasan keselamatan

dan kesehatan kerja yang dilakukan oleh Dinas Sosial

dan Tenaga Kerja Kota Sidoarjo untuk mewujudkan

Budaya K3 dan secara teorits dapat memberikan

gambaran tentang sejauh mana kepedulian pemerintah

terhadap masyarakatnya di bidang tenaga kerja serta

memberikan pemikiran baru pada perkembangan ilmu

Page 3: Efektivitas Pengawasan Keselamatan dan Kesehatan Kerja ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-kmp6e2f22236afull.pdf · Dan Kesehatan Kerja (K3), ... dalam melaksanakan keselamatan

Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X

Volume 3, Nomor 3, September - Desember 2015

36

administrasi negara akan pentingnya kehadiran

pemerintah untuk memotivasi masyarakat dalam

mewujudkan lingkungan kerja yang aman dan nyaman.

Efektivitas Pengawasan

Dari berbagai teori tentang indikator-indikator

pengukuran efektivitas, dalam penelitian ini penulis

memilih dua pendekatan yaitu pendekatan pencapaian

tujuan pengawasan dan pendekatan sistem sebagai teori

untuk mengukur keefektifan fungsi pengawasan Dinas

Sosial dan Tenaga Kerja dalam penelitian ini yang

diambil menurut teori milik Gibson, Donnely dan

Ivancevich.

Alasan penulis memilih teori tersebut karena

teori ini paling memenuhi syarat untuk menjawab

rumusan masalah pada penelitian ini dan dianggap lebih

relevan dengan konsep pengukuran efektivitas karena

penelitian ini tidak mengukur kualitas pelayanan.

Indikator tersebut dirasa lebih tepat dan lebih mampu

mengukur efektivitas Dinsosnaker dalam pengawasan

pelanggaran keselamatan dan kesehatan kerja di

kabupaten Sidoarjo, sehingga hasil akhir yang diinginkan

penulis disini adalah kecermatan dalam proses

pengukuran efektivitas yang nantinya akan terlihat lebih

objektif dan lebih akurat.

Penjelasan dari dua pendekatan tersebut

adalah:

1. Pendekatan Pencapaian tujuan

Pencapaian tujuan merupakan salah satu alat ukur

yang dipakai untuk menentukan keberhasilan

individu atau kelompok atau bahkan sebuah

lembaga. Suatu kegiatan dilaksanakan dengan

berpedoman pada tujuan yang telah dibuat di awal

terbentuknya suatu organisasi. Hasil yang dicapai

berupa barang maupun jasa tergantung organisasi

yang menghasilkanya. Ukuran ini menunjukkan

kemampuan organisasi untuk menghasilkan

keluaran yang dibutuhkan oleh masyarakat.

Berdasarkan penjelasan mengenai konsep

pencapaian tujuan di atas maka dalam penelitian ini

akan dibahas pencapaian tujuan dengan penekanan

pada sejauh mana Dinsosnaker dapat melaksanakan

tugasnya dan menertibkan pelanggaran norma

kesehatan dan keselamatan kerja yang terjadi.

Selain itu upaya yang dilakukan Dinsosnaker dalam

mengemban tugasnya dalam mengawasi kesehatan

dan keselamatan kerja yaitu tercapainya budaya K3

yang berkaitan dengan perilaku seluruh aspek di

kabupaten Sidoarjo.

2. Pendekatan Sistem

Pendekatan sistem merupakan pendekatan yang

memandang pada suatu sistem secara keseluruhan

dimana sistem tersebut memiliki beberapa

subsistem yang saling terkait satu dengan yang lain.

Dalam Robbins juga dijelaskan bahwa pendekatan

sistem tidak hanya menekankan pada tujuan akhir

namun memasukkan kriteria secara keseluruhan.

Dalam pendekatan sistem, jika salah satu sub

sistem didalamnya terganggu atau gagal

dilaksanakan, maka secara keseluruhan kondisi

tersebut dikatakan tidak efektif.

Dalam Gibbons, sistem yang dimaksud

digambarkan secara sederhana yaitu terdiri atas

input (masukan) yang diambil dari suatu sistem

yang lebih luas yaitu lingkungan. Selanjutnya,

masukan tersebut diolah dalam sebuah proses dan

pada akhirnya menghasilkan output (keluaran)

sesuai dengan tujuan yang ditetapkan.

Selain itu peneliti juga melihat efektivitas dari

tiga sudut pandang menurut Gibbons, yaitu Efektivitas

individu, efektivitas kelompok serta efektivtas organisasi

dalam pelaksanaan kesehatan dan keselamatan kerja agar

tercipta budaya k3 seperti yang menjadi visi nasional

kementrian tenaga kerja di Indonesia. Penjelasan dari

ketiga pendekatan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Efektivitas Individu

Efektivitas Individu didasarkan pada pandangan dari

segi individu yang menekankan pada hasil karya

karyawan atau anggota dari organisasi. Dalam hal

ini, yang dimaksud individu ialah individu pengawas

terkait keselamatan dan kesehatan kerja.

2. Efektivitas kelompok

Adanya pandangan bahwa pada kenyataannya

individu saling bekerja sama dalam kelompok. Jadi

efektivitas kelompok merupakan Jumlah kontribusi

dari semua anggota kelompoknya. Kelompok yang

dimaksud dalam penelitian ini ialah kondisi

pengawas sebagai satu kelompok atau bidang

pengawasan.

3. Efektivitas Organisasi

Efektivitas organisasi terdiri dari efektivitas individu

dan kelompok. Melalui pengaruh sinergitas,

organisasi mampu mendapatkan hasil karya yang

lebih tinggi tingkatannya daripada jumlah hasil karya

tiap-tiap bagiannya. Dalam hal ini, yang menjadi

sorotan ialah bagaimana pengaruh keberadaan

pengawas dalam perkembangan dinas secara

keseluruhan untuk mewujudkan budaya K3 selaku

instansi yang memiliki tanggung jawab tersebut.

Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Menurut Abraham Maslow manusia memiliki

lima kebutuhan yang membentuk tingkatan-tingkatan

atau disebut juga hirarki dari yang paling penting hingga

yang tidak penting dan yang mudah hingga yang sulit

untuk dicapai. Lima kebutuhan tersebut ialah (1)

Phsycological need, (2) Security Need, (3) Social Need,

(4) Ego Need, dan (5) Self Actualization.

Pada awal perkembangannya, penanganan

keselamatan dan kesehatan kerja masih terbatas pada

kegiatan inspeksi untuk memeriksa kondisi lingkungan

kerja. Kemudian pada tahun 1930an, H.W. Heinrich

Page 4: Efektivitas Pengawasan Keselamatan dan Kesehatan Kerja ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-kmp6e2f22236afull.pdf · Dan Kesehatan Kerja (K3), ... dalam melaksanakan keselamatan

Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X

Volume 3, Nomor 3, September - Desember 2015

37

seorang ahli K3 dengan teori dominonya mengawali

pendekatan K3 secara ilmiah dengan mengemukakan

teori tentang sebab kecelakaan yang dikenal sebagai

unsafe act dan unsafe condition.

Selanjutnya, aspek keselamatan kerja terus

berkembang. Pada tahun 1949, perhatian masyarakat

terhadap K3 semakin meningkat tidak hanya masalah

kecelakaan kerja tetapi juga kesehatan di tempat kerja.

Banyak ditemukan penyakit yang menimpa pekerja

berkaitan dengan pekerjaan dan kondisi tempat kerja

yang tidak aman. Diketahui pula bahwa kondisi

lingkungan keja juga dapat menimbulkan bahaya

terhadap pekerja seperti kebisinngan, suhu, cuaca kerja,

dan sebagainya. Program mengenai pencegahan penyakit

akibat kerja mulai dikembangkan dan menjadi bagian

dari program K3.

Keselamatan dan Kesehatan Kerja menunjuk

kepada kondisi-kondisi fisiologis-fiskal dan psikologis

tenaga kerja yang diakibatkan oleh lingkungan kerja

yang disediakan oleh perusahaan. Kondisi fisiologis-

fiskal meliputi penyakit-penyakit dan kecelakaan kerja

seperti kehilangan nyawa atau anggota badan, cedera

yang diakibatkan gerakan berulang-ulang, sakit

punggung, sindrom carpal tunnel, penyakit-penyakit

kardiovaskular, berbagai jenis kanker, emphysema, dan

arthritis. Keselamatan dan Kesehatan Kerja menjadi

penting karena mempengaruhi tiga aspek utama yaitu

moral, hukum dan ekonomi. Aspek Moral yang

dimaksud karena manusia memiiki hak untuk

memperoleh perlindungan atas keselamatan dan

kesehatan kerja, moral dan kesusilaan, serta perlakuan

yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia dan

nilai-nilai agama (UU nomor 13 tahun 2003). Para

pemberi kerja melaksanakan perlindungan atas

pekerjanya atas dasar kemanusiaan. Kedua aspek hukum,

UU ketenagakerjaan merupakan jaminan bagi setiap

pekerja untuk menghadapi risiko kerja yang dihadapinya

yang ditimbulkan pekerjaan. Para pemberi kerja yang

lalai atas tanggung jawabnya dalam melindungi pekerja

yang mengakibatkan kecelakaan kerja akan mendapat

hukuman yang setimpal sesuai dengan undang-undang

ketenagakerjaan. UU nomor 1 tahun 1970 tentang

keselamatan kerja untuk melindungi para pekerja pada

segala lingkungan kerja baik di darat, di dalam tanah,

permukaan air, di dalam air maupun di udara, yang

berada dalam lingkungan kekuasaan hukum Republik

Indonesia. UU no 23 tahun 1992 tentang kesehtan

menyatakan bahwa perusahaan berkewajiban

melaksanakan pemeriksaan atas kesehatan fisik dan

mental para pekerjanya. Terakhir merupakan aspek

ekonomi yaitu Pelaksanaan keselamatan dan kesehatan

kerja menjadi perhatian penting pada berbagai organisasi,

karena semakin tingginya tingkat kecelakaan kerja yang

dialami para pekerja, akan berdampak pada rendahnya

produktivitas yang berakibat pada kerugian yang dialami

pihak perusahaan.

Pengaruh Pengawasan dengan Budaya Keselamatan

dan Kesehatan Kerja

Untuk dapat mewujudkan budaya kesehatan dan

keselamatan kerja, dalam PER.05/MEN/1996 dijelaskan

bahwa perlu ada kontribusi dan komitmen dari

masyarakat khususnya perusahaan dan tenaga kerja itu

sendiri. Peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja

akan efektif apabila semua pihak dalam perusahaan

didorong untuk berperan serta dalam penerapan dan

pengembangan Sistem Manajemen K3, serta memiliki

budaya perusahaan yang mendukung dan memberikan

kontribusi bagi Sistem Manajemen K3. Oleh sebab itu,

pengawasan menjadi salah satu bentuk fungsi yang dapat

mewujudkan budaya kesehatan dan keselamatan kerja

karena dengan adanya pengawasan, pemerintah dapat

menjaga agar setiap perusahaan tetap menjalankan sistem

manajemen kesehatan dan keselamatan agar tingkat

kecelakaan kerja yang terjadi bisa semakin berkurang

sehingga kesehatan dan keselamatan kerja dapat benar-

benar membudaya di seluruh lapisan masyarakat.

Untuk mewujudkan budaya kesehatan dan

keselamatan kerja, pemerintah telah menerapkan

berbagai aturan dalam kesehatan dan keselamatan kerja

yang salah satunya tertuang dalam UU No. 1 tahun 1970

tentang Keselamatan Kerja. Dalam UU No. 1 tahun 1970

membahas berbagai aturan-aturan yang salah satunya

mengatur tentang Pengawasan dalam bab IV pasal 5.

Pengawasan menjadi penting dalam mewujudkan budaya

Kesehatan dan Keselamatan Kerja karena terdapat

koneksi yang membuat pengawasan dapat menjadi

indikator terwujudnya budaya kesehatan dan keselamatan

kerja.

Sesuai dengan Gambar I.5.6 yang menunjukkan

bahwa pentingnya pengawasan dalam mengendalikan

metode serta pelaksanaan kebijakan K3 yang diimbangi

dengan adanya peraturan dan standar yang harus

dilakukan oleh Lembaga serta SDM yang didukung juga

dengan adanya pembinaan K3 untuk menciptakan budaya

K3 pada akhirnya.

Gambar I

Arah Kebijakan untuk mewujudkan budaya K3

(Sumber : Bahan Presentasi Calon Ahli K3)

Page 5: Efektivitas Pengawasan Keselamatan dan Kesehatan Kerja ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-kmp6e2f22236afull.pdf · Dan Kesehatan Kerja (K3), ... dalam melaksanakan keselamatan

Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X

Volume 3, Nomor 3, September - Desember 2015

38

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan

metode penelitian kualitatif deskriptif dengan teknik

penentuan informan secara purposive. Data yang

diperoleh merupakan hasil observasi, wawancara

mendalam dan dokumentasi. Proses analisa data

dilakukan dengan menggabungkan data primer dan

sekunder yang didapat, selanjutnya melakukan

pengkategorian menggunakan tema substantif yang

disiapkan, dan menata kembali untuk dilakukan

interpretasi serta penarikan kesimpulan. Kemudian

validitas data diuji dengan triangulasi data sehingga data

yang disajikan merupakan data yang absah.

Efektivitas Pengawasan Keselamatan dan Kesehatan

Kerja Oleh Dinas Sosial dan Tenaga Kerja

Kabupaten Sidoarjo sebagai Upaya Mewujudkan

Budaya K3

Berdasarkan temuan di lapangan, kecelakaan

dalam lingkungan kerja memiliki kaitan salah satunya

dengan pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah

yang dalam hal ini dilaksanakan oleh Dinas tenaga kerja.

Pencapaian tujuan dalam organisasi menjadi penting

karena suatu organisasi berdiri dengan sebuah visi atau

tujuan sebagai landasan atau alasan organisasi itu

dibentuk. Tidak ada satupun organisasi yang didirikan

tanpa memiliki arah atau tujuan. Dengan tujuan tersebut,

eksistensi sebuah organisasi dapat diukur, apakah

organisasi tersebut memberikan perubahan baik bagi

lingkungannya ataukah justru keberadaannya memberi

perubahan yang buruk. Untuk itu pencapaian tujuan

dapat dijadikan tolok ukur keberhasilan organisasi.

Keberhasilan pencapaian tujuan organisasi publik sangat

penting dilakukan untuk mengetahui/mengukur

pencapaian hasil kerja suatu instansi publik sehingga

dapat diketahui sejauh mana pemerintah telah bekerja

untuk masyarakat. Dengan mengukur sejauh mana

pencapaian tujuan yang telah dilaksanakan oleh

organisasi publik, maka upaya untuk membuat organisasi

semakin efektif bisa diwujudkan.

Penilaian pencapaian tujuan merupakan

aktivitas menilai kegiatan yang telah dilakukan oleh

organisasi dalam rangka mencapai tujuan yang telah

ditetapkan. Aktivitas ini intinya untuk melakukan

penilaian apakah tujuan-tujuan yang telah ditetapkan

telah tercapai. Untuk dapat melakukan penilaian tentunya

dibutuhkan adanya standar penilaian. Hakikat penilaian

adalah membandingkan antara fakta empiris dengan

standar yang ada. Dengan demikian, dapat diketahui

bahwa hakikat penilaian pencapaian tujuan adalah

membandingkan antara hasil atau kenyataan yang ada di

lapangan dengan apa yang telah direncanakan

sebelumnya.

Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kabupaten

Sidoarjo adalah sebuah organisasi yang merupakan

penyelenggara urusan pemerintah daerah kabupaten

Sidoarjo di bidang sosial dan tenaga kerja berdasarkan

asas otonomi daerah dan tugas pembantuan. Dinsosnaker

Kabupaten Sidoarjo mempunyai tugas menyelenggarakan

urusan pemerintah di bidang Ketenagakerjaan. Urusan di

bidang ketenagakerjaan terbagi menjadi urusan norma

umum dan norma keselamatan dan kesehatan kerja.

Mengawasi tenaga kerja lewat norma keselamatan dan

kesehatan kerja adalah salah satu tupoksi dari

Dinsosnaker. Kinerja Dinsosnaker dalam mengawasi

keselamatan dan kesehatan kerja mutlak diperlukan agar

lingkungan tenaga kerja Kabupaten Sidoarjo menjadi

lebih tertib dan aman sesuai dengan tujuan visi dan misi

yang ada di dinas tersebut.

Secara garis besar, tujuan dari pengawas

keselamatan dan kesehatan kerja dinsosnaker ialah

mewujudkan budaya K3. Untuk dapat mewujudkan hal

tersebut, berbagai upaya dilaksanakan oleh Dinas seperti

melakukan pemeriksaan serta sosialisasi untuk

membimbing penerapan SMK3. Untuk dapat mengukur

efektivitas pengawasan yang telah dilakukan, sesuai

dengan teori Robbins, bahwa suatu efektifitas dinilai

lebih pada kaitannya dengan tujuan akhir daripada

dengan prosesnya. Apabila tujuan tercapai maka kerja

tersebut dikatakan efektif.

Sesuai dengan tugas yang diberikan oleh Bupati

kepada pengawas keselamatan dan kesehatan kerja,

pengawas telah melakukan pemeriksaan di lapangan

yang dalam hal ini ialah 2.630 perusahaan yang ada di

Kabupaten Sidoarjo. Dalam pemeriksaan tersebut

pengawas dibagi dalam 3 bagian wilayah dengan masing-

masing wilayah berisi 6 kecamatan yang ada di wilayah

kabupaten Sidoarjo dengan jumlah pengawas sebanyak

19 orang.

Pengawas melakukan pengawasan di

perusahaan selain berdasarkan tupoksi, juga berdasarkan

pengaduan yang masuk. Namun pada kenyataannya

pengaduan mengenai keselamatan dan kesehatan kerja

masih sangat minim, dan bila ada itu hanya upaya tenaga

kerja untuk bisa mendapatkan klaim BPJS/Jamsostek.

Padahal untuk dapat mewujudkan budaya K3 pemerintah

tidak dapat bekerja sendiri, perlu ada kesadaran dari

pihak perusahaan dan tenaga kerja secara langsung.

Untuk mewujudkan tujuan pengawas yaitu

menciptakan budaya K3 adalah dengan mengurangi

angka kecelakaan kerja lewat pengawasan dan sosialisasi.

Dalam melakukan pemeriksaan pengawas keselamatan

dan kesehatan kerja dilakukan sesuai undang-undang

yaitu 5 perusahaan setiap bulan. Pengawas dari

dinsosnaker pada kenyataannya melakukan pengawasan

rata-rata 8 perusahaan setiap bulannya. Namun ternyata

itu semua masih belum menjangkau setiap perusahaan

yang ada di Kabupaten Sidoarjo. Jika pengawas

melakukan pemeriksaan ke 8 perusahaan setiap bulan,

dengan jumlah pengawas yang hanya 19 orang, maka

total perusahaan yang dikunjungi setiap tahunnya hanya

1.824 perusahaan setiap tahunnya. Dengan fakta lain

Page 6: Efektivitas Pengawasan Keselamatan dan Kesehatan Kerja ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-kmp6e2f22236afull.pdf · Dan Kesehatan Kerja (K3), ... dalam melaksanakan keselamatan

Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X

Volume 3, Nomor 3, September - Desember 2015

39

yang ternyata tidak menutup kemungkinan setiap tahun

ada penambahan perusahaan di Sidoarjo. Selain

pemeriksaan, pengawas juga melaksanakan kegiatan

sosialisasi dengan mengadakan bimbingan teknis. Setiap

tahunnya dilaksanakan bimbingan teknis sebanyak 3

sampai 4 kali dengan mengundang 30 perusahaan dalam

satu kali pertemuan. Hal ini juga belum dapat maksimal

karena jika sosialisasi yang diadakan sebanyak 4 kali

dikalikan 30 perusaahan maka setiap tahunnya hanya

mengenai 120 perusahaan. Sedangkan total perusahaan

yang ada di Sidoarjo 2.630 perusahaan. Dari hal tersebut

dapat menjadi salah satu penyebab angka kecelakaan

kerja yang terjadi di Sidoarjo tidak menurun. Meskipun

menurun, angka kecelakaan kerja yang terjai masih tetap

lebih tinggi dibandingkan kota atau kabupaten lainnya di

wilayah Jawa Timur.

Dilihat dari dua belas tupoksi pengawasan

norma keselamatan dan kesehatan kerja, masih terdapat

empat tugas yang belum dapat dilaksanakan secara

maksimal yaitu pelaksanaan penanganan kasus dan atau

penindakan terhadap pengusaha yang melanggar norma

keselamatan dan kesehatan kerja, terkait hal tersebut

penindakan yang dijalankan masih erbilang lemah

dikarenakan alah satu faktor penting dalam penindakan

tersebut yaitu regulasinya yang belum mengalami

amandemen sejak tahun 1970. Hal ini yang menyebabkan

penindakan pelanggaran norma K3 menjadi lemah.

Selanjutanya tugas dalam memproses rekomendasi

pengesahan dan ijin terhadap pemakaian/penggunaan alat

produksi perusahaan. Terkait tugas ini masih belum

terlaksana dengan baik karena adanya kebijakan salah

satunya menerbitkan sertifikat P2K3 meskipun belum

memenuhi ketentuan peraturan perundangan mengenai

hal tersebut. Hal ini dapat berimplikasi pada keselamatan

dan kesehatan kerja di lingkungan perusahaan. Ketiga,

pelaksanaan pengkajian dan perekayasaan hiegiene

perusahaan ergonomi dan keselamatan kerja. Dalam hal

ini belum dicapai dengan maksimal karena dinsosnaker

hanya memiliki satu pengawas yang memiliki spesialisasi

di bidang lingkungan kerja. Selanjutnya melaksanakan

pelayanan dan pelatihan dan pengembangan norma

keselamatan dan kesehatan kerja juga belum maksimal.

Hal ini dikarenakan pelatihan yang dilaksanakan belum

menjangkau seluruh perusahaan yang ada di Sidoarjo.

Pendekatan sistem dapat dideskripsikan sebagai

perilaku organisasi baik secara eksternal maupun secara

internal. Pendekatan sistem secara internal dapat dilihat

dari performa individu dan kelompok yang ada di dalam

organisasi tersebut.

Secara mendasar, sistem memiliki empat elemen

dasar yaitu elemen input, proses, ouput, dan lingkungan.

Input atau masukan merupakan segala sumber daya yang

digunakan dalam organisasi untuk mendukung proses

dalam upaya menghasilkan keluaran yang diharapkan.

Sedangkan proses merupakan kegiatan untuk mengolah

input menjadi output. Output adalah hasil yang diperoleh

dari pengolahan input melalui proses.

Dalam teori pendekatan sistem, organisasi

dipandang sebagai satu kesatuan dari seluruh elemen

yang saling bergantung satu dengan yang lainnya. Oleh

sebab itu, dalam teori pendekatan sistem, jika salah satu

substansi sistemnya terganggu, maka keseluruhan sistem

dikatakan tidak efektif karena subsistem tersebut saling

mendukung keberlangsungan sistem-sistem lainnya.

Dinsosnaker kabupaten Sidoarjo, dalam

melakukan pengawasan juga dipandang sebagai sebuah

sistem. Dalam melaksanakan pengawasan keselamatan

dan kesehatan kerja, dinsosnaker juga memiliki elemen

input, proses, serta output dan lingkugan yang

mempengaruhi di dalamnya. Adapun Elemen tersebut

secara lebih terperinci dijabarkan sebagai berikut :

Input : Sumber daya manusia, peralatan

untuk pemeriksaan, akomodasi, pedoman

pengawasan (undang-undang, keputusan menteri,

peraturan menteri).

Proses : kegiatan pemeriksaan keselamatan

dan kesehatan kerja, penyuluhan/sosialisasi,

pelatihan (bimbingan teknis).

Output : nota pemeriksaan, laporan

pertanggungjawaban kegiatan pengawasan, berita

acara penyelidikan, dan jumlah pelanggaran

norma K3

Lingkungan : Perusahaan dan Pekerja

Dalam input, terdapat sumber daya manusia, peralatan,

akomodasi serta pedoman pengawasan berupa undang-

undang, keputusan menteri, peraturan menteri yang

digunakan untuk dapat melaksanakan proses pengawasan

keselamatan dan kesehatan kerja. Seperti yang telah

disinggung sebelumnya, sumber daya manusia yang

dalam hal ini adalah pengawas itu sendiri secara

kuantitas masih belum dapat mengimbangi banyaknya

perusahaan yang ada di Sidoarjo. Hal ini mempengaruhi

produktivitas organisasi dalam melakukan pengawasan

secara keseluruhan. menurut Basu Swastha dan Ibnu

Sukotjo produktivitas adalah sebuah konsep yang

menggambarkan hubungan antara hasil (jumlah barang

dan jasa) dengan sumber (jumlah tenaga kerja, modal,

tanah, energi, dan sebagainya) yang dipakai untuk

menghasilkan hasil tersebut. Jika jumlah pengawas tidak

ditambah, maka kegiatan pengawasan tidak dapat

menyentuh seluruh perusahaan di wilayah Sidoarjo.

Sedangkan secara kualitas, seluruh pengawas

keselamatan dan kesehatan kerjaa yang dimiliki

Dinsosnaker telah memiliki kompetensi yang sesuai

dengan standar dimana pegngawas spesialis harus

memiliki basic teknik, namun yang tidak juga tetap

mampu melakukan pengawasan dengan melihat

kesesuaian antara norma K3 dengan fakta. Namun

kualitas yang baik juga tidak bisa mendukung jika

kuantitasnya tidak proporsional.

Page 7: Efektivitas Pengawasan Keselamatan dan Kesehatan Kerja ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-kmp6e2f22236afull.pdf · Dan Kesehatan Kerja (K3), ... dalam melaksanakan keselamatan

Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X

Volume 3, Nomor 3, September - Desember 2015

40

Dalam melakukan pemeriksaan juga diperlukan

peralatan-peralatan untuk melakukan pemeriksaan teknis.

Pengawas di Dinsosnaker telah memiliki dukungan

peralatan-peralatan dari pusat namun hingga saat ini

belum digunakan. Hal ini mempengaruhi efisiensi proses

pelaksanaan pengawasan. Rahardjo Adisasmita

mengungkapkan Pengertian Efisiensi merupakan

komponen-komponen input yang digunakan seperti

waktu, tenaga dan biaya dapat dihitung penggunaannya

dan tidak berdampak pada pemborosan atau pengeluaran

yang tidak berarti. Oleh karena itu, pengawas dalam

melakukan pengawasan dibantu oleh PJK3 yang nantinya

pengawas menganalisa laporan yang diberikan oleh

PJK3. Padahal, akan lebih efisien jika pengawas

melakukan pemeriksaan sendiri dengan menggunakan

alat yang telah tersedia.

Selain sumber daya manusia dan peralatan,

input lainnya yang dimiliki oleh Pengawas K3

Dinsosnaker ialah akomodasi dan inventaris untuk

operasional. Akomodasi yang dimaksud ialah dukungan

transportasi yang diberikan oleh dinas untuk mobilisasi

ke lokasi perusahaan. Hal ini menjadi perlu karena dalam

melakukan pengawasan, pengawas memiliki wibawa

yang perlu dijaga. Hal ini dapat mempengaruhi motivasi

kerja pengawas. Motivasi merupakan kekuatan yang

muncul dari setiap individu untuk mencapai tujuan.

Untuk itu dinas perlu memperhatikan kebutuhan

pengawas karena dapat berimplikasi pada semangat

pengawas yang juga dapat mempengaruhi produktivitas.

Pedoman pengawasan juga dikategorikan sebagai input

dari pengawasan karena pedoman yang berupa undang-

undang, peraturan dan keputusan menteri ini merupakan

bekal pengawas untuk melihat keseuaian antara

kebijakan dengan fakta yang ada di lapangan. Dalam

prinsip pengawasan, Pengawasan harus berpedoman pada

kebijaksanaan yang berlaku. Dalam melakukan

pengawasan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja,

pengawas dibekali dengan puluhan peraturan namun

tetap berpayung pada UU nomor 1 tahun 1970.

Berdasarkn substansi yang ada dalam undang-undang no

1 tahun 1970, sanksi-sanksi yang dibuat untuk memberi

efek jera bagi perusahaan jika ditemukan pelanggaran

sudah tidak relevan. Sanksi yang diberikan berupa

kurungan 3 bulan atau denda setinggi-tingginya 100.000

rupiah. Sanksi yang diberikan terbilang ringan di era

sekarang. Hal ini berpengaruh pada efek jera yang

dirasakan pengusaha ketika melakukan pelanggaran.

Untuk itu perlu dilakukan peninjauan kembali atas

undang-undang tersebut.

Untuk menciptakan harmonisasi dalam

lingkungan organisasi, perlu ada kepaduan. Menurut

Campbell, Kepaduan dapat menjadi salah satu penilaian

akan keefektifan organisasi. Kepaduan merupakan fakta

bahwa para anggota bekerja sama dengan baik,

berkomunikasi dan mengkoordinsi. Dalam melaksanakan

kegiatan pengawasan, pengawas memang dibagi ke 18

wilayah kecamatan yang ada di Sidoarjo, namun dalam

pelaksanaannya, Setiap pengawas bekerja sebagai sebuah

tim yang setiap timnya beranggotakan tiga orang

pengawas. Pembagian tim ini dimaksudkan agar dapat

saling membantu satu sama lain dalam melaksanakan

pengawasan. Namun tetap setiap pengawas bertanggung

jawab atas wilayahnya masing-masing. Dalam proses

pelaksanaan pemeriksaan di lapangan, dinas memiliki

kebijakan untuk merubah wilayah pemeriksaan dinas

setiap tahunnya, hal ini mempengaruhi kualitas

pengawasan yang dilaksanakan, karena pengawas belum

tentu membina dengan tuntas perusahaan yang ditangani

dalam waktu satu tahun untuk melihat perkembangan

dari perusahaan tersebut. Selama melakukan pemeriksaan

di Sidoarjo, pengawas merasa tidak dapat fokus karena

selain menjadi pengawas K3, mereka menjadi pengawas

norma kerja. Pengaduan yang masuk ketika berad di

lapangan selalu berkutat dengan urusan norma kerja,

sehingga urusan-urusan yang berkaitan dengan k3 tidak

begitu mendapatkan perhatian.

Kegiatan lainnya dalam proses pengolahan input

menjadi output ialah kegiaan sosialisasi. Setiap tahunnya

dilaksanakan bimbingan teknis sebanyak 3 sampai 4 kali

dengan mengundang 30 perusahaan dalam satu kali

pertemuan. Hal ini juga belum dapat maksimal karena

jika sosialisasi yang diadakan sebanyak 4 kali dikalikan

30 perusaahan maka setiap tahunnya hanya mengenai

120 perusahaan. Sedangkan total perusahaan yang ada di

Sidoarjo 2.630 perusahaan. Dari hal tersebut dapat

menjadi salah satu penyebab angka kecelakaan kerja

yang terjadi di Sidoarjo tidak menurun. Meskipun

menurun, angka kecelakaan kerja yang terjai masih tetap

lebih tinggi dibandingkan kota atau kabupaten lainnya di

wilayah Jawa Timur.

Output merupakan keluaran yang dihasilkan dari

proses pengolahan input. Dalam pengawasan K3, yang

menjadi ouput ialah nota pemeriksaan yaitu bukti dimana

pengawas telah melakukan pemeriksaan, laporan

pertanggungjawaban dari kegiatan-kegiatan yang telah

berlangsung, Dokumen-dokumen sertifikasi bagi

perusahaan baik itu sertifikasi alat, juga sertifikasi P2K3

perusahaan, serta jumlah kecelakaan kerja yang terjadi di

lapangan. Ketika pengawas mengeluarkan nota

pemeriksaan, pihak pengusaha harus mematuhi masukan

yang diterima dari pihak pengawas untuk perbaikan alat.

Jika tidak, pengawas berhak melanjutkan perkara dengan

jalur hukum lewat BAP (berita acara penyidikan).

Laporan pertanggung jawaban yang dibuat yang ada ialah

laporan secara umum sesuai Peraturan Menteri nomor 9

tahun 2005, secara individu, pengawas hanya melaporkan

untuk keperluan laporan umum. Sebagai penngawas,

mereka juga memiliki wewenang untuk mengeluarkan

sertifikat bagi obyek pengawasan. Dalam UU no 1 tahun

1970 untuk mengeluarkan sertifikat bagi P2K3

perusahaan dengan syarat sekretaris P2K3 adalah seorang

ahli K3. Dalam sebuah sistem, substansi lingkungan juga

Page 8: Efektivitas Pengawasan Keselamatan dan Kesehatan Kerja ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-kmp6e2f22236afull.pdf · Dan Kesehatan Kerja (K3), ... dalam melaksanakan keselamatan

Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X

Volume 3, Nomor 3, September - Desember 2015

41

memberikan pengaruh pada substansi lainnya secara

keseluruhan. Lingkungan yang kondusif dan mendukung

dapat membantu berjalannya sistem dengan baik.

Perumusan strategi yang efektif dan efisien adalah

perumusan yang memadukan perspektif yang

berorientasi kedepan dengan lingkungan internal dan

eksternal organisasi. Dalam pengawasan K3, yang

dimaksud dengan lingkungan ialah lingkungan

perusahaan yang terdiri dari pengusaha dan tenaga kerja.

Untuk memenuhi atau melaksanakan K3 sesuai dengan

peraturan perundangan, memang membutuhkan biaya

yang cukup banyak. Untuk itu di wilayah Sidoarjo,

pengusaha masih menganggap bahwa K3 itu sebagai cost

bukan investasi. Memang untuk menciptakan budaya,

harus ada perubahan mindset dar setiap stakeholder agar

dapat bekerja sama mewujudkan sebuah budaya. Akibat

mindset perusahaan yang demikian, maka upaya yang

dilakukan oleh pemerintah dirasa tidak cukup. Hal serupa

juga datang dari lingkungan tenaga kerja. Sikap tenaga

kerja yang belum begitu memikirkan keselamatan dan

kesehatan dalam bekerja membuat pengawas semakin

sulit mengendalikan perusahaan. Sebab, budaya K3

hanya dapat diciptakan dengan kerja sama dari pihak

pemerintah, perusahaan, dan tenaga kerja. Di sisi lain,

pengawas juga mendapatkan tekanan dari pemerintah

yang dalam hal ini ialah atmosfir politik daerah

kabupaten Sidoarjo. Dikuatirkan, jika pengawasan yang

dilaksanakan terlalu ketat, akan menimbulkan penurunan

investasi di wilayah Kabupaten Sidoarjo. Hal ini tidak

sesuai dengan keefektifan pengawasan yang harus

berpangkal tolak dari keputusan pimpinan yang

tercantum.

Kesimpulan

Berdasarkan penyajian serta analisis dan

interpretasi data, hasil penelitian tentang kinerja

pengawasan Dinsosnaker Kabupaten Sidoarjo yang telah

dilakukan dalam mengawasi keselamatan dan kesehatan

kerja sebagai upaya mewujudkan budaya K3, maka dapat

ditarik kesimpulan bahwa ternyata pengawasan yang

dilakukan belum efektif. Hal itu dikarenakan syarat

mencapai keefektifan dari kedua pendekatan tersebut

belum terpenuhi. Pengukuran terhadap efektivitas

pengawasan dinsosnaker dalam mengawasi keselamatan

dan kesehatan kerja menggunakan dua pendekatan yaitu

pendekatan pencapaian tujuan dan pendekatan sistem.

Hal tersebut akan diperjelas secara lebih terperinci

sebagai berikut :

1. Pendekatan Pencapaian tujuan pengawasan

Dinsosnaker dalam melakukan pengawasan memiliki

tujuan untuk menciptakan budaya k3 secara garis

besar, budaya K3 dapat diwujudkan dengan

mengurangi angka kecelakaan kerja yang terjadi di

Sidoarjo. Jika ditinjau dari data kecelakaan kerja

yang terjadi, maka pengawasan yang dilakukan

belum efektif karena angka kecelakaan kerja yang

terjadi belum menunjukkan penurunan. Jika

kecelakaan kerja masih sering terjadi, maka budaya

k3 juga belum terwujud. Selain dengan melihat

angka kecelakaan kerja, dapat juga dilihat dari

jumlah perusahaan yang telah melaksanakan SMK3.

Jika ditinjau dari penerapan SMK3 di Sidoarjo, maka

pengawasan yang dilaksanakan belum efektif.

Sebab, dari 2.630 perusahaan di tahun 2014, hanya

70 perusahaan yang sudah menerapkan SMK3.

Selain itu, tujuan pengawasan juga untuk melakukan

pembinaan teknis mengenai K3, jika ditinjau dari

pembinaan yang telah dilakukan, maka pembinaan

yang dilakukan belum efektif, karena setiap

tahunnya hanya diadakan 3 sampai 4 kali dengan

jumlah perusahaan yang diundang sebanyak 30

dalam satu pertemuan, sehingga perusahaan yang

dikenai hanya sebanyak 120 perusahaan setiap

tahunnya. Jika ditinjau dari 12 tugas pokok dan

fungsi pengawasan, masih ada 4 tupoksi yang belum

terlaksana dengan baik, namun 8 tugas lainnya sudah

mampu dipenuhi oleh pengawas dalam mengawasi

k3. Secara keseluruhan, pengawasan K3 untuk

mewujudkan budaya keselamatan dan kesehatan

kerja yang dilakukan belum efektif jika ditinjau dari

pendekatan pencapaian tujuan.

2. Pendekatan Sistem

Dalam melaksanakan pengawasan keselamatan dan

kesehatan kerja, Dinsosnaker memiliki sistem yang

mengatur berjalannya pengawasan mulai dari input

hingga output. Untuk melihat efektivitas pengawasan

dengan pendekatan sistem, digunakan 4 indikator

yaitu indikator input, proses, output dan lingkungan.

Melihat dari input pengawasan K3, pengawasan

yang dilaksanakan belum efektif karena beberapa

indikator yaitu jumlah pengawas yang minim yaitu

19 pengawas untuk 2.630 perusahaan, akomodasi

yang kurang memadai dalam hal ini berupa

transportasi dan inventaris yang minim, serta

pedoman berupa undang-undang yang masih belum

diperbaharui sehingga tidak memberikan efek jera

bagi perusahaan melanggar aturan. Melihat dari

proses pengawasan K3, pengawasan yang

dilaksanakan belum efektif, hal tersebut karena

pengawasan yang dilaksanakan lebih berfokus pada

urusan norma kerja, serta pelanggaran-pelanggaran

yang terjadi tidak semua dapat ditindaklanjut karena

faktor ekternal, pelaksanaan pengawasan yang

dilaksanakan juga belum maksimal untuk memantau

sebuah perusahaan atau wilayah karena strategi dinas

yang memindahkan wilayah pengawasan setiap

tahun. Melihat output pengawasan K3, pengawasan

yang dilaksanakan telah menghasilkan sesuai dengan

rencana kerja, pengawas juga telah melaksanakan

pelaporan sebagai kewajibannya, serta mampu

menekan angka pelanggaran K3 yang terjadi, namun

dalam kenyataannya pengawas mengeluarkan

Page 9: Efektivitas Pengawasan Keselamatan dan Kesehatan Kerja ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-kmp6e2f22236afull.pdf · Dan Kesehatan Kerja (K3), ... dalam melaksanakan keselamatan

Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X

Volume 3, Nomor 3, September - Desember 2015

42

sertifikat meskipun perusahaan belum memenuhi

persyaratan k3 yang dalam hal ini dilihat dari P2K3

perusahaan. Keputusan dinas yang seperti ini dapat

berdampak fatal bagi pengawasan k3 perusahaan.

Melihat dari lingkungan dalam pengawasan K3,

pengawasan yang dilaksanakan belum efektif karena

beberapa faktor eksternal yaitu kebijakan politik

yang menekan ruang gerak pengawasan, lalu tenaga

kerja yang masih belum peduli akan keselamatan

dan kesehatan kerja serta pengusaha yang masih

menganggap bahwa k3 hanya menambah beban

perusahaan. Meninjau dari pendekatan sistem

melalui keempat indikator, pengawasan yang

dilaksanakan untuk mewujudkan budaya

Keselamatan dan kesehatan kerja masih belum

efektif.

Saran

1. Pihak Dinsosnaker hendaknya dapat memenuhi

perlengkapan para pengawas keselamatan dan

kesehatan kerja dengan berbagai sarana dan

prasarana. Karena dengan sarana dan prasarana

yang memadai kinerja pengawasan keselamatan

dan kesehatan kerja dinsosnaker akan lebih efektif.

2. Pihak Dinsosnaker dalam melakukan sosialisasi

keselamatan dan kesehatan kerja perlu menambah

intensitas bimbingan untuk dapat menjangkau

seluruh perusahaan agar budaya k3 dapat mulai

dirintis

3. Pihak dinsosnaker perlu melakukan rekomendasi

untuk menambah tenaga pengawas karena jumlah

pengawas yang ada sekarang belum proporsional

untuk melaksanakan pengawasan ke seluruh

perusahaan yang ada di Sidoarjo serta spesialis

yang dimiliki masih perlu ditambah dibeberapa

spesialisasi.

4. Pihak Dinosnaker perlu lebih tegas dalam

mengawal undang-undang mengenai keselamatan

dan kesehatan kerja.

5. Bekerja sama dengan pihak lain seperti BPJS serta

Jamsostek untuk melakukan pembinaan

keselamatan dan kesehatan kerja agar intensitas

pembinaan lebih meningkat

6. Pihak Dinsosnaker perlu memberikan pelatihan

bagi para pengawas dalam penggunaan peralatan

pengujian objek keselamatan dan kesehatan kerja

7. Pihak Dinsosnaker perlu melengkapi website yang

telah ada mengenai seluruh kegiatan dinas beserta

temuan-temuannya dari berbagai bidang sehingga

memudahkan masyarakat untuk mengetahui apa

saja pencapaian yang telah dikerjakan oleh

Dinsosnaker.

8. Rekomendasi bagi peneliti selanjutnya untuk

melakukan penelitian di bidang pengawasan dari

sektor pemerintah selain pengawasan tiap

perusahaan

Daftar Pustaka

Ensiklopedi umum. Yogyakarta: Yayasan Kanisius,

1977.

Etzioni. 1985. Organisasi-organisasi Modern. Jakarta :

UI Press

Gibson, James. L, John M. Ivancevich, James H. Donelly

Jr. 1985. Organizations : Behavior, Structure,

Process. Fifth Edition. Texas : Bussiness

Publication INC

Handayangingrat. 1995. Asaz-asaz Organisasi

Manajemen. Jakarta : CV Mas Agung

Handoko, Hani. 2003. Manajemen. cet (18) edisi 2,

Yogyakarta : BPFE.

Internasional Labour Organization. 2013. Keselamatan

dan Kesehatan Kerja di Tempat Kerja : Sarana

Produktivitas. Jakarta : ILO

Komarudin. 1994. Ensiklopedi Manajemen. Jakarta :

Bumi Aksara.

Krech, D. Cruthfied, R. & Ballachey, E. 1962. Individual

and Society. Kogakusha : Mc Graw Hill

Lembaga Administrasi Negara RI. 1997. Sistem

Administrasi Negara Republik Indonesia. Jakarta :

PT. Toko Gunung Agung

Mahmudi. 2007. Manajemen Kinerja Sektor Publik.

Jogjakarta : Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen

YKPN.

Manullang. Dasar-dasar Manajemen. Jakarta : Ghalia

Indonesia. Hlm 128

Masri Singarimbun & Sofyan Efendi. 2012. Metode

Penelitian Survei. Jakarta : LP3ES

Moleong, Lexy J. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif.

Edisi Revisi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Pasolong, Harbani. 2007. Teori Administrasi Publik.

Bandung : Alfabeta

Prayudi. 1981. Hukum Administrasi Negara. Jakarta :

Ghalia Indonesia

Pusat Pembinaan Pengembangan Bahasa. 1991. Kamus

Besar Bahasa Indonesia : Edisi Kedua. Jakarta :

Balai Pustaka

Ramli, Soehatman. 2010. Sistem Manajemen Kesehatan

dan Keselamatan Kerja OHSAS 18001. Jakarta :

Dian Rakyat, hal 46

Robbins, Stephen P. 1996. Perilaku Organisasi, Konsep,

Kontroversi dan Aplikasi. Alih Bahasa : Hadyana

Pujaatmaka. Edisi Keenam.

Steers, Richard M. 1985. Efektivitas Organisasi. Jakarta :

Erlangga, hlm 46-48

Suardi, Rudi. 2005. Sistem Manajemen Keselamatan dan

Kesehatan Kerja. Jakarta : Penerbit PPM

Sujamto. 1994. Aspek-aspek Pengawasan di Indonesia.

Jakarta : Sinar Grafika

Sulaiman, Anwar. 1999. Pengantar Keuangan Negara

dan Daerah. Jakarta : STIA-LAN.

Supriyono. 2000. Sistem Pengendalian Manajemen.

Yogyakarta : BPFE

Page 10: Efektivitas Pengawasan Keselamatan dan Kesehatan Kerja ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-kmp6e2f22236afull.pdf · Dan Kesehatan Kerja (K3), ... dalam melaksanakan keselamatan

Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X

Volume 3, Nomor 3, September - Desember 2015

43

Suwarno Handayaningrat. Pengantar Studi Ilmu

Administrasi dan Manajemen. Jakarta. CV. Haji

Masagung.

Syafei, Inu Kencana. 2006. Sistem Administrasi Negara

Republik Indonesia (SANRI). Jakarta : PT Bumi

Aksara

Terubus, H. 2015. Pengendalian K3 Dengan Manajemen

Menuju Budaya K3 dan Menyongsong MDG’s

tahun 2015. Sidoarjo : Bahan Presentasi

Sosialisasi K3

Yin, Robert. K. 1996. Studi Kasus Desain dan Metode.

Terjemahan M. Djauzi Mudzakir. Jakarta : PT

Raja Grafindo Persada

_____________. 2011. Qualitative Research From Start

to Finish. New York: The Guilford Press