EFEKTIVITAS DAN KARAKTERISTIK LOTION
Transcript of EFEKTIVITAS DAN KARAKTERISTIK LOTION
EFEKTIVITAS DAN KARAKTERISTIK LOTION
MINYAK SEREH WANGI (Cymbopogon nardus L.)
SEBAGAI REPELLENT NYAMUK
ANDIKA ABDIKA
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017 M / 1438 H
EFEKTIVITAS DAN KARAKTERISTIK LOTION
MINYAK SEREH WANGI (Cymbopogon nardus L.)
SEBAGAI REPELLENT NYAMUK
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Program Studi Kimia
Fakultas Sains Dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh :
ANDIKA ABDIKA
1110096000038
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017 M / 1438 H
ABSTRAK
ANDIKA ABDIKA. Efektivitas Dan Karakteristik Lotion Minyak Sereh Wangi
(Cymbopogon nardus L.) Sebagai Repellent Nyamuk dibimbing oleh DEDE
SUKANDAR dan ANNA MUAWANAH.
Repellent adalah bahan yang memiliki kemampuan untuk melindungi manusia
dari gigitan nyamuk bila dioleskan ke permukaan kulit. Salah satu bahan alam
yang berpotensi sebagai repelan adalah sereh wangi (Cymbopogon nardus L.)
dengan kandungan senyawa utama sitronellol dan geraniol. Minyak sereh wangi
diformulasikan kedalam sediaan lotion dengan variasi konsentrasi 0.5%, 1%, dan
1.5%. Tujuan dari penelitian ini adalah membuat lotion minyak sereh wangi serta
menguji karakteristik, stabilitas, dan daya proteksi terhadap gigitan nyamuk.
Formula lotion yang telah terbentuk kemudian diuji dengan mengukur stabilitas
pH, warna, tekstur, aroma, dan konsistensi. Uji efektivitas melalui uji daya
proteksi dengan menggunakan nyamuk hidup secara langsung. Hasil dari
penelitian ini menunjukkan ketiga formula sediaan lotion minyak sereh wangi
memiliki karakter sensori dengan warna, aroma, tekstur, dan konsistensi yang
baik. Stabilitas lotion yang dihasilkan bersifat homogen dan memiliki pH pada
range 7-8 serta memiliki tingkat penerimaan diatas 60% pada uji organoleptik.
Formula sediaan lotion dengan konsentrasi 1,5% memiliki daya proteksi terhadap
gigitan nyamuk tertinggi sebesar 50% selama waktu pengujian 6 jam. Formula
tersebut juga tidak memberikan efek iritasi.
Kata kunci : Repellent, Citronellol Oil, nyamuk, lotion.
ABSTRACT
ANDIKA ABDIKA. Efectivity and Characteristic Citronella (Cymbopogon
nardus L.) Oil Lotion as Mosquito Repellent. Supervised by DEDE SUKANDAR
and ANNA MUAWANAH.
Repellent is a material that has the ability to protect humans from mosquito bites
when applied to the surfaces of the skin. One of the natural ingredients that has
the potential as a repellent is the citronella (Cymbopogon nardus L) with
sitronellol and geraniol as the main compounds. Lemon grass oil is formulated
into a lotion preparation with concentration variations of 0.5%, 1%, 1.5%. the
purpose of this research is to make citronella oil lotion and test the characteristics,
stability, and protection against mosquito bites. Lotion formula is then tested by
measuring the stability of pH, color, texture, aroma, and consistency.
Effectiveness test is done through protection power test by using alive mosquito
directly. The result of this study shows that all of the three formulas of citronella
oil lotion have sensory characters with good color, aroma, texture, and
consistency. The stability of resulting lotion is homogeneous and has a pH in the
range of 7-8 and has an acceptance level above 60% in the organoleptic test. The
lotion formula with a concentration of 1.5% has 50% mosquito bite protection for
6 hours of testing time. The formula also does not have an irritating effect.
Kata kunci : Repellent, Citronella Oil, Mosquito, Lotion.
viii
KATA PENGANTAR
Bismillihirrahmanirrahim.
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulisan laporan tugas akhir ini dapat
diselesaikan. Sholawat serta salam tak lupa penulis panjatkan ke hadirat Nabi
besar Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah ke zaman
yang terang benderang seperti sekarang.
Atas kehendak dan izin Allah, laporan tugas akhir yang berjudul
Efektivitas Dan Karakteristik Lotion Minyak Sereh Wangi (Cymbopogon
nardus L.) Sebagai Repellent Nyamuk telah selesai disusun. Dalam menyusun
laporan tugas akhir ini penulis tidak luput dari kekurangan dan kelemahan.
Namun, dengan bantuan dari berbagai pihak berupa bimbingan dan motivasi
kepada penulis pada akhirnya laporan tugas akhir ini dapat diselesaikan.
Dalam proses penulisan laporan tugas akhir ini, banyak orang-orang yang
telah berjasa dan memberikan bantuannya baik secara langsung maupun tidak
langsung untuk dapat segera menyelesaikan laporan ini. Oleh karena itu, tiada
ungkapan yang lebih pantas diucapkan kecuali puji syukur dan rasa terima kasih
dengan ketulusan dan kerendahan hati kepada berbagai pihak sebagai berikut.
1. Drs. Dede Sukandar, M.Si selaku Pemimbing I dan Ketua Program
Studi Kimia Fakultas Sains Dan Teknologi Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan perhatian,
bimbingan dan arahan kepada penulis.
ix
2. Anna Muawanah, M.Si selaku pembimbing II yang telah memberikan
ilmu pengetahuan, bimbingan, dan arahan selama penelitian
berlangsung sampai tersusunnya skripsi ini.
3. Dr. Hendrawati, M.Si dan Dr. Sandra Hermanto, M.Si selaku penguji
yang telah memberikan koreksi, saran, dan arahan sampai tersusunnya
skripsi ini.
4. Dr. Agus Salim, M.Si selaku Dekan Fakultas Sains Dan Teknologi,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Seluruh Dosen Prodi Kimia UIN Jakarta yang banyak memberikan
ilmu pengetahuan dan bimbingan kepada penulis selama mengikuti
perkuliahan.
6. Kedua orang tercinta atas segala doa, pengorbanan, nasihat dan
motivasinya kepada penulis, sehingga mampu menyelesaikan skripsi
ini dengan baik.
7. Adikku Dini Damarwulan yang telah menjadi penghibur dan
penyemangat.
8. Yullita Sari Liya Andini yang selalu menjadi penyemangat, selalu
memberikan nasihat, motivasi, dan selalu meluangkan waktunya untuk
membantu penulis dalam kondisi apapun.
9. Kak Adawiyah yang banyak memberikan pengarahan, pengetahuan,
selama penelitian berlangsung, sehingga penulis bisa menyelesaikan
penelitian ini dengan baik.
x
10. Dendi, Imam, Aulia, Irwan, Dani, Wanda, Ilham, Yogo, Aldo yang
selalu memberikan bantuan dan menjadi teman bercerita, menjadi
penyemangat dan penghibur selama ini.
11. Semua pihak yang telah membantu penulis secara langsung maupun
tidak langsung yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun dari pembaca. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat
memberikan manfaat bagi pembacanya.
Jakarta, Agustus 2017
Penulis
xi
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .................................................................................... viii
DAFTAR ISI ................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiv
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xvi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah .................................................................................. 4
1.3 Hipotesis ................................................................................................... 5
1.4 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 5
1.5 Manfaat Penelitian .................................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Tanaman Sereh Wangi .............................................................................. 7
2.1.1 Morfologi ......................................................................................... 7
2.1.2 Klasifikasi ........................................................................................ 8
2.1.3 Ekologi dan Penyebaran .................................................................. 8
2.1.4 Kegunaan ......................................................................................... 9
2.1.5 Kandungan Kimia ............................................................................ 10
2.2 Minyak Atsiri ............................................................................................ 11
2.2.1 Ekstraksi Minyak Atsiri ................................................................... 13
xii
2.3 Nyamuk ..................................................................................................... 13
2.3.1 Morfologi ......................................................................................... 13
2.3.2 Klasifikasi dan Tata Nama .............................................................. 15
2.3.3 Siklus Hidup .................................................................................... 15
2.3.4 Upaya Pencegahan dan Pengendalian ............................................. 20
2.4 Zat Penolak Nyamuk (Repellant) .............................................................. 21
2.5 Lotion ........................................................................................................ 22
2.5.1 Lotion Bentuk Emulsi ...................................................................... 23
2.5.2 Bahan-bahan Pembentuk Lotion ..................................................... 24
2.6 Uji Organoleptik ....................................................................................... 26
2.7 Uji Iritasi Sediaan Lotion (Patch Test) ..................................................... 27
2.8 Uji Daya Proteksi ...................................................................................... 28
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Alat dan Bahan .......................................................................................... 29
3.1.1 Alat .................................................................................................. 29
3.1.2 Bahan ............................................................................................... 29
3.1.3 Waktu dan Tempat........................................................................... 29
3.2 Prosedur Penelitian ................................................................................... 30
3.2.1 Formulasi Lotion (Harry’s Cosmetology, 2000) ............................. 30
3.2.2 Pembuatan Lotion ............................................................................ 30
3.2.3 Uji Stabilitas Lotion (SNI 16-4946.1-1998) .................................... 31
3.2.4 Uji Daya Proteksi Terhadap Gigitan Nyamuk (Nunik. 1997) ......... 32
3.2.5 Uji Organoleptik (Soekarto. 1985) .................................................. 33
xiii
3.2.6 Uji Iritasi (Patch Test) ..................................................................... 33
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kemurnian Minyak Atsiri Sereh Wangi ................................................... 34
4.2 Lotion Sereh Wangi .................................................................................. 36
4.3 Karakteristik Sediaan Lotion ..................................................................... 38
4.4 Mutu Sensorik Sediaan Lotion Sereh Wangi ............................................ 40
4.4.1 Warna............................................................................................... 40
4.4.2 Aroma .............................................................................................. 41
4.4.3 Kesan Lengket ................................................................................. 43
4.5 Stabilitas Fisik Sediaan Lotion .................................................................. 44
4.6 Nilai pH Sediaan Lotion ............................................................................ 46
4.7 Hasil Uji Iritasi (Patch Test) Sediaan Lotion ............................................ 47
4.8 Daya Proteksi Sediaan Lotion Terhadap Gigitan Nyamuk ....................... 49
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ............................................................................................... 55
5.2 Saran ......................................................................................................... 55
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 56
LAMPIRAN .................................................................................................... 60
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Tanaman Sereh Wangi .................................................................. 7
Gambar 2. Struktur Kimia Senyawa Sitronelal, Sitronellol, dan Geraniol..... 11
Gambar 3. Bagian Tubuh pada Nyamuk ........................................................ 15
Gambar 4. Siklus Hidup Nyamuk................................................................... 17
Gambar 5. Telur Nyamuk ............................................................................... 18
Gambar 6. Larva Nyamuk .............................................................................. 19
Gambar 7. Pupa Nyamuk ............................................................................... 20
Gambar 8. Nyamuk Dewasa ........................................................................... 21
Gambar 9. Sediaan Lotion Minyak Sereh Wangi ........................................... 40
Gambar 10. Hasil Uji Homogenitas Terhadap Keempat Formula Lotion ...... 47
Gambar 11. Struktur Kimia (I) Sitronellol dan (II) Geraniol ......................... 54
Gambar 12. Struktur Kimia Senyawa DEET.................................................. 55
xv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Formula Lotion .................................................................................. 32
Tabel 2. Karakteristik Minyak Sereh Wangi ................................................... 37
Tabel 3. Karakteristik Keempat Formulasi Sediaan Lotion ............................ 41
Tabel 4. Rata-rata Hasil Uji Organoleptik Parameter Warna .......................... 43
Tabel 5. Rata-rata Hasil Uji Organoleptik Parameter Aroma ......................... 44
Tabel 6. Rata-rata Hasil Uji Organoleptik Parameter Kesan Lengket ............ 45
Tabel 7. Hasil Uji Stabilitas Fisik Formula Sediaan Lotion ............................ 47
Tabel 8. Hasil Pengukuran Nilai pH Sediaan Lotion ...................................... 49
Tabel 9. Hasil Uji Iritasi Sediaan Lotion ......................................................... 50
Tabel 10. Daya Proteksi Terhadap Gangguan Nyamuk .................................. 52
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Skema Kerja Pembuatan Lotion ................................................ 61
Lampiran 2. Peralatan dan Bahan Penelitian.................................................. 62
Lampiran 3. Data Uji Stabilitas Lotion Pengukuran pH ................................ 63
Lampiran 4. Data Uji Stabilitas Lotion Secara Fisik ...................................... 64
Lampiran 5. Hasil Uji Daya Proteksi Terhadap Gigitan Nyamuk ................. 65
Lampiran 6. Perhitungan Nilai Daya Proteksi ............................................... 66
Lampiran 7. Lembar Uji Organoleptik .......................................................... 67
Lampiran 8. Data Uji Organoleptik ................................................................ 68
Lampiran 9. Hasil Pengolahan Data Uji Organoleptik dengan SPSS ............ 69
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Nyamuk merupakan serangga yang banyak menimbulkan masalah bagi
manusia. Selain gigitan dan dengungannya yang mengganggu, nyamuk merupakan
vektor atau penular beberapa jenis penyakit berbahaya dan mematikan bagi manusia,
seperti demam berdarah, malaria, kaki gajah, dan chikungunya. Berbagai penyakit
disebar oleh tidak kurang dari 2.500 spesies nyamuk. Ada yang menyebabkan
penyakit berbahaya seperti demam berdarah (Aedes aegypti L.) dan malaria
(Anopheles), akan tetapi yang umum berkeliaran di rumah tempat tinggal adalah
nyamuk Culex tarsalis yang gigitannya menyebabkan gatal (Farida, 2008).
Berbagai cara telah dilakukan dalam pengendalian nyamuk, antara lain
dengan insektisida berbahan aktif diethyltoluamide (DEET), diclorovinil dimethyl
phospat (DDP), malathion, parathion, dan lain-lain. Pengunaan bahan kimia tersebut
dapat menimbulkan dampak buruk terhadap kesehatan manusia dan membuat
nyamuk menjadi resisten (Wilkinson dan Moore, 1982).
Bahan aktif tersebut dapat dengan mudah diserap melalui kulit dan masuk
kedalam aliran darah sehingga dapat mempengaruhi system saraf. Secara khusus
DEET menyebabkan kejang dan bahkan kematian pada beberapa individu. Sebagai
akibatnya beberapa departemen kesehatan masyarakat di Negara bagian Amerika
Serikat telah mengeluarkan peringatan tentang kemungkinan bahaya aplikasi
2
berlebihan dari produk yang mengandung DEET. American Academy of Pediatrics
merekomendasikan bahwa penggunaan DEET pada pengusir nyamuk untuk anak-
anak tidak lebih dari 10% (Everett, 2006).
Cara untuk menghindari efek negatif dari bahan aktif tersebut, saat ini telah
banyak dilakukan penelitian terhadap anti nyamuk yang berasal dari bahan alam
(ekstrak tanaman) untuk menggantikan DEET. Di Indonesia terdapat banyak tanaman
yang dapat digunakan menjadi penolak anti nyamuk salah Salah satu tanaman yang
berpotensi sebagai anti nyamuk yaitu sereh wangi (Citronella). Tanaman ini memiliki
zat aktif yaitu sitronelal dan geraniol yang merupakan zat aktif untuk penolak
nyamuk. Manfaat tanaman ini telah dituliskan dalam Al Quran Surat Asy-Syu’ara
ayat 7-8 :
يم (7) ر ج ك و ل ز ن ك ا م يه ا ف ن ت ب ن م أ ض ك ر لى ال ا إ و ر م ي ل و أ
نين (8) م ؤ م م ره ث ك ان أ ا ك م ة و ي ك ل ل إن في ذ
Artinya : “Dan apakah mereka tidak memperhatikan bumi, berapakah banyaknya
Kami tumbuhkan di bumi itu berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang baik.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat suatu tanda kekuasaan
Allah, dan kebanyakan mereka tidak beriman.”
Minyak sereh wangi (Citronella oil) adalah salah satu minyak atsiri komersial
Indonesia yang diperoleh melalui proses penyulingan. Indonesia adalah produsen
terbesar minyak sereh wangi nomor dua terbesar setelah Cina. Akan tetapi dari
minyak sereh wangi yang dihasilkan hampir 75% diekspor dalam bentuk minyak
kasar sedangkan sisanya digunakan untuk keperluan dalam negeri (Boelens, 1994).
3
Teknik isolasi minyak sereh wangi dapat dilakukan dengan berbagai cara
salah satunya dengan metode Hidrodestilasi. Hidrodestilasi merupakan metode yang
umum dipakai untuk mengekstrak minyak atsiri dari suatu tanaman. Metode
hidrodistilasi masih sangat potensial untuk diaplikasikan di negara-negara
berkembang seperti halnya Indonesia karena metode ini cukup praktis, peralatannya
sederhana, murah, aman dalam pengoperasiannya serta ramah lingkungan (Guenther,
1998). Rendemen yang diperoleh dari metode hidrodistilasi sangat ditentukan oleh
beberapa faktor antara lain ukuran bahan, jumlah (rasio) bahan dan air yang
digunakan, perlakuan pengadukan serta waktu proses (Manzan dkk., 2003).
Minyak atsiri sereh wangi yang dihasilkan dari proses destilasi mengandung
komponen senyawa yang dominan yaitu Sitronellal, Geraniol, dan Sitronellol
(Burdock, 2002). Ketiga komponen tersebut bersifat bioaktif sebagai bahan aditif
dalam pembuatan minuman, permen, produk daging dan lemak, dan sebagai zat anti
nyamuk atau repellent (Leung, 1980). Agar penggunaan minyak sereh wangi lebih
mudah maka diaplikasikan dalam bidang kosmetik dengan produk skin lotion penolak
nyamuk. Setyaningsih (2004) pernah melakukan pembuatan skin lotion penolak
nyamuk dimana produk tersebut memiliki keunggulan yang bersifat aman dan praktis
karena mengandung bahan insketisida alami yang dapat mengusir nyamuk. Dalam
penelitian tersebut skin lotion yang terbentuk di ujikan secara langsung ke tubuh
hewan percobaan yaitu marmut. Sedangkan dalam penelitian ini formula skin lotion
yang terbentuk akan di uji coba pada lengan manusia langsung.
Lotion adalah suatu bahan berbentuk cair yang digunakan umtuk pemakaian
topikal baik berbentuk emulsi maupun suspense. Uji untuk bahan lotion meliputi uji
4
organoleptik, tipe krim lotion, pH, viskositas, sentrifugasi, dan distribusi ukuran
partikel. Kestabilan fisik bahan lotion merupakan hal yang penting oleh karena itu
warna, konsistensi dan bau harus tetap terjaga mulai saat pembuatan sampai terpakai
habis oleh konsumen dengan kata lain stabilitasnya harus tetap terjaga (Ansel, 1989).
Menurut Balsam (1970) lotion yang berbentuk cair dapat memudahkan cara
pemakaian yang cepat dan merata pada kulit. Pemilihan repellent berbahan lotion ini
karena sediaan yang berbentuk emulsi ini mudah dicuci dengan air dan tidak lengket
dibandingkan dengan sediaan topikal lainnya.
Penelitian ini akan dicari formula yang tepat untuk menghasilkan lotion anti
nyamuk yang memiliki tingkat efektivitas terbesar sebagai repellent. Lotion yang
dihasilkan kemudian diuji tingkat kesukaan terhadap beberapa individu dengan uji
organoleptik yang berupa uji tekstur, bau, dan warna. Kemudian diakukan uji
ketahanan atau stabilitas terhadap sediaan lotion yang dihasilkan. Selain itu dilakukan
juga uji toksisitas untuk mengetahui apakah sediaan lotion yang telah di formulasikan
dengan minyak sereh wangi memiliki efek samping terhadap individu yang
menggunakannya.
1.2 Rumusan Masalah
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Bagaimanakah karakteristik sensori dan stabilitas formula lotion berbahan
dasar minyak sereh wangi?
5
2. Bagaimanakah efektivitas dari formula lotion anti nyamuk berbahan dasar
minyak sereh wangi?
1.3 Hipotesis
Berdasarkan dari rumusan masalah penelitian, maka hipotesis dari penelitian
ini adalah sebagai berikut.
1. Formula lotion anti nyamuk berbahan dasar minyak sereh wangi memiliki
karakteristik sensori dan stabilitas yang baik.
2. Formula lotion anti nyamuk berbahan dasar minyak sereh wangi memiliki
efektivitas yang baik.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui daya proteksi dari minyak
sereh wangi yang di formulasikan kedalam lotion anti nyamuk. Secara khusus tujuan
penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui karakteristik sensori dan stabilitas dari formulasi lotion anti
nyamuk berbahan dasar minyak sereh wangi.
2. Mengetahui efektivitas dari formulasi lotion anti nyamuk berbahan dasar
minyak sereh wangi.
6
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain :
1. Meningkatkan pemanfaatan minyak dari tanaman sereh wangi (Cymbopogon
nordus L ).
2. Memberikan kontribusi dalam pengembangan pembuatan lotion anti nyamuk
berbasis bahan alam yang memiliki tingkat efektivitas yang lebih baik dan
memiliki efek sinergis bagi konsumen.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Sereh Wangi (Cymbopogon nordus L)
2.1.1 Morfologi
Sereh wangi (Cymbopogon nordus L) merupakan tanaman rumput-rumputan
tegak, dan mempunyai akar serabut yang banyak. Tanaman ini merupakan gabungan
dari beberapa bonggol, dalam bonggol terdiri daribeberapa tunas (2-6 tunas). Sereh
wangi mempunyai daun yang berbentuk memanjang, dengan ukuran panjang 1 meter,
lebar 1-2 cm, berwarna hijau muda, hingga hijau kebiru-biruan, bila diremas tercium
aroma tajam khas sereh wangi. Batang berwarna hijau dan merah keunguan.
(Kementrian Pertanian RI, 2014)
Gambar 1. Tanaman sereh wangi (Dewasasri, 2016)
8
Tanaman sereh wangi (Cymbopogon nordus L)dapat hidup pada daerah yang
udaranya panas maupun dingin, sampai ketinggian 1.200 meter di atas permukaan
laut. Cara berkembang biaknya dengan anak atau akarnya yang bertunas. Tanaman ini
dapat dipanen setelah berumur 4-8 bulan. Panen biasanya dilakukan dengan cara
memotong rumpun didekat tanah. Susunan bunga tanaman sereh wangi bercabang,
bertangkai, biasanya berwarna sama dan umumnya berwarna putih. Kelopak bunga
bermetamorfosis menjadi 2 kelenjar lodikula, berfungsi untuk membuka bunga pada
pagi hari. Benang sari berjumlah 3 sampai 6 helai dengan sepasang kepala putik
berbentuk buku dengan perpanjangan berbentuk jambul. (Soebardjo, 2010)
2.1.2 Klasifikasi
Kedudukan taksonomi tanaman sereh wangi menurut Ketaren (1985) yaitu :
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Poales
Famili : Poaceae
Genus : Cymbopogon
Spesies : Cymbopogon nordus L
2.1.3 Ekologi dan Penyebaran
Tanaman sereh wangi dapat tumbuh dengan mudah didataran rendah. Di
Indonesia banyak terdapat di Jawa, di tepi jalan atau di persawahan. Biasanya tumbuh
didataran rendah dengan ketinggian 60-140 mdpl (Sastrahidayat, 1991). Menurut
Sastrahidayat (1991) tanaman ini juga dapat di tumbuh secara alami di ketinggian 50-
2700 mdpl. Selain itu tanaman ini juga dapat ditanam pada berbagai kondisi tanah di
9
daerah tropika yang lembab, cukup sinar matahari, dan dengan curah hujan yang
relatif tinggi.
Wilayah penyebaran tanaman sereh wangi hampir di seluruh bagian di
Indonesia. Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku.
Karakteristik tanah dan iklim di wilayah sangat berpengaruh terhadap kualitas
tumbuh tanaman ini. Tanaman sereh wangi lebih cocok tumbuh di tanah yang subur,
gembur, dan banyak mengandung bahan organik. Tanaman ini juga menyukai sinar
matahari yang jatuh secara langsung, karena mampu meningkatkan kadar minyaknya
(Sastrahidayat, 1991).
2.1.4 Kegunaan
Secara tradisional tanaman sereh wangi banyak digunakan sebagai penguat
rasa pada makanan, minuman, dan obat tradisional (Wijayakusumah, 2001). Selain
itu tanaman ini juga banyak digunakan dibidang industri terutama industri pangan.
Tanaman ini digunakan sebagai bahan aditif dalam pembuatan minuman, permen,
daging, dan produk daging dan lemak (Leung, 1980).
Penggunaan tanaman sereh wangi kemudian berkembang terutama dalam
industri pembuatan parfum yang sebagian besar terdiri dari citral, yaitu bahan utama
untuk produksi α dan β ionon, yang digunakan sebagai bahan pewangi dalam
pembuatan sabun, detergen, krim, dan lotion (Oyen, 1999).
Tanaman sereh wangi di Indonesia sering digunakan sebagai obat tradisional.
Ekstrak tanaman ini diminum untuk mengobati radang tenggorokan, radang usus,
radang lambung, diare, obat kumur, sakit perut, batuk pilek, dan sakit kepala.
10
Tanaman ini juga sering dijadikan obat gosok untuk mengobati eksema dan rematik
(wijayakusumah, 2011).
2.1.5 Kandungan kimia
Hasil penyulingan tanaman sereh wangi diperoleh minyak atsiri atau dengan
nama yang lebih dikenal yaitu Citronella Oil. Komponen senyawa utama minyak
sereh wangi terdiri dari sitronelal, sitronellol, dan geraniol (Burdock, 2002).
Sementara itu selain ketiga senyawa utama tersebut, dalam minyak atsiri sereh wangi
juga terdapat beberapa senyawa lainnya seperti sitral, a-pinen, kamfen, sabinen,
mirsen, b-felandren, p-simen, limonen, cis-osimen, terpineol, farnesol, metil
heptenon, n-desialdehida, dipenten, metil heptenon, bornilasetat, geranilformat,
terpinil asetat, sitonelil asetat geranil asetat, b-elemen, b-kariofilen, b- bergamoten,
trans-metilisoeugenol, b- kadinen, elemol, kariofilen oksida (anonim, 1984; anonim,
1985)
Sitronelal Sitronellol Geraniol
Gambar 2. Struktur kimia senyawa sitronelal,
sitronellol, dan geraniol
11
Komponen kimia dalam minyak sereh wangi cukup kompleks, namun yang
paling utama adalah sitronellal dan geraniol. Kadar komponen kimia penyusun utama
dalam minyak serai wangi tidak tetap, dan tergantung pada beberapa faktor.
Gabungan dari komponen utama minyak sereh wangi tersebut juga dikenal sebagai
total senyawa yang dapat diasetilasi serta dapat menentukan intensitas bau harum,
nilai dan harga minyak sereh wangi (Wijesekara, 1973).
2.2 Minyak Atsiri
Minyak atsiri merupakan cairan lembut, bersifat aromatik, dan mudah
menguap pada suhu kamar. Minyak ini diperoleh dari ekstrak bunga, biji, daun, kulit
batang, kayu, dan akar tumbuh-tumbuhan. Tumbuhan tersebut dapat berupa semak,
belukar, atau pohon. Minyak atsiri merupakan formula obat dan kosmetik tertua yang
diketahui manusia dan diklaim lebih berharga daripada emas (Agusta, 2002).
Minyak atsiri sangat penting sebagai sumber rasa dan obat. Minyak atsiri
digunakan untuk memberi rasa dan aroma makanan, minuman, parfum dan kosmetik.
Sifat toksik alami minyak atsiri berguna dalam pengobatan dan minyak atsiri telah
lama dikenal sebagai terapi yang penting, misalnya sebagai senyawa anti mikroba
(Setyawan, 2002)
Minyak atsiri biasanya terdiri dari berbagai campuran persenyawaan kimia
yang terbentuk dari unsur Karbon (C), Hidrogen (H), dan oksigen (O). Pada
umumnya komponen kimia minyak atsiri dibagi menjadi dua golongan yaitu
hidrokarbon yang terutama terdiri dari persenyawaan terpen dan hidrokarbon
teroksigenasi. Persenyawaan yang termasuk golongan hidrokarbon dari persenyawaan
12
terpen terbentuk dari unsur Karbon (C) dan Hidrogen (H). Jenis hidrokarbon yang
terdapat dalam minyak atsiri sebagian besar terdiri dari monoterpen (2 unit isopren),
sesquiterpen (3 unit isopren), diterpen (4 unit isopren) dan politerpen. Komponen
kimia dari golongan persenyawaan ini terbentuk dari unsur Karbon (C), Hidrogen (H)
dan Oksigen (O). Persenyawaan yang termasuk dalam golongan hidrokarbon
teroksigenasi adalah persenyawaan alkohol, aldehid, keton, ester, eter, dan fenol.
Ikatan karbon yang terdapat dalam molekulnya dapat terdiri dari ikatan tunggal,
ikatan rangkap dua, dan ikatan rangkap tiga. Terpen mengandung ikatan tunggal dan
ikatan rangkap dua. Senyawa terpen memiliki aroma kurang wangi, sukar larut dalam
alkohol encer dan jika disimpan dalam waktu lama akan membentuk resin. Golongan
hidrokarbon teroksigenasi merupakan senyawa yang penting dalam minyak atsiri
karena umumnya aroma yang lebih wangi. Fraksi terpen perlu dipisahkan untuk
tujuan tertentu, misalnya untuk pembuatan parfum, sehingga didapatkan minyak atsiri
yang bebas terpen (Ketaren, 1985).
Minyak atsiri dapat dibagi menjadi dua kelompok. Pertama, minyak atsiri
yang mudah dapat dipisahkan menjadi komponen-komponen atau penyusun
murninya. Komponen ini dapat menjadi dasar untuk diproses menjadi produk-produk
lain. Contoh kelompok pertama ini adalah minyak sereh wangi. Biasanya komponen
utama yang terdapat dalam minyak atsiri tersebut dipisahkan atau diisolasi dengan
penyulingan bertingkat atau proses kimia yang sederhana. Pada saat isolasi dengan
penyulingan bertingkat selalu dilakukan dalam keadaan vakum. Hal ini dilakukan
untuk menghindari terjadinya isomerasi, polimerasi, atau peruraian (Sastrohamidjojo,
2004).
13
2.2.1 Ekstraksi Minyak Atsiri
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Sample yang
di ekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang tidak dapat
larut seperti serat, karbohidrat, protein, dan lain-lain. Struktur kimia yang berbeda-
beda akan mempengaruhi kelarutan serta stabilitas senyawa-senyawa tersebut
terhadap pemanasan, udara, cahaya, logam berat, dan derajat keasaman (pH). Dengan
diketahuinya senyawa aktif yang dikandung suatu tanaman maka akan mempermudah
pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat (Depkes RI, 2000).
Penelitian ini metode ekstraksi yang digunakan adalah destilasi. Destilasi
dapat didefinisikan sebagai cara penguapan dari suatu zat dengan perantara uap air
dan proses pengembunan berdasarkan perbedaan titik didihnya. Destilsai melepaskan
uap air pada suatu zat yang tercampur yang kaya akan komponen yang mudah
menguap daripada zat tersebut (Pasto, 1992)
Minyak atsiri merupakan campuran dari senyawa yang berwujud cairan atau
padatan yang memiliki komposisi maupun titik didih yang beragam. Oleh karena itu
metode distilasi dianggap tepat untuk mengekstraksi minyak atsiri dari tanaman sereh
wangi.
2.3 Nyamuk
2.3.1 Morfologi
Nyamuk dapat berperan sebagai vektor penyakit pada manusia dan binatang.
Pada nyamuk betina, bagian mulutnya membentuk probosis panjang untuk menembus
14
kulit manusia maupun binatang untuk menghisap darah. Nyamuk betina menghisap
darah untuk mendapatkan protein untuk pembentukan telur yang diperlukan. Nyamuk
jantan berbeda dengan nyamuk betina, dengan bagian mulut yang tidak sesuai untuk
menghisap darah (Spielman, 2001).
Gambar 3. Bagian tubuh pada nyamuk (Karis, 2011)
Pada stadium dewasa nyamuk dapat dibedakan jenisnya misalkan nyamuk
kulicini betina palpinya lebih pendek daripada probosisnya. Sedangkan pada nyamuk
kulicini jantan palpinya melebihi panjang probosisnya. Sisik sayapnya ada yang lebar
dan asimetris (mansonia) ada pula yang sempit dan panjang (Aedes, Culex) . Kadang-
kadang sisip sayap membentuk bercak-bercak berwarna putih dan kuning atau putih
dan cokelat juga putih hitam (speckled). Ujung abdomen Aedes lancip (pointed)
sedangkan ujung abdomen Mansonia seperti tumpul dan terpancung (truncated).
(Gandahusada, 2006)
15
2.3.2 Klasifikasi dan Tata Nama
Menurut ilmu taksonomi klasifikasi nyamuk secara umumadalah sebagai
berikut (Djakaria, 2004) :
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Kelas : Insekta
Ordo : Diptera
Ordo diptera ini mempunyai 2 sayap, yang terdapat pada mesothorax dan
terdapat juga sayap yang rudimeter berfungsi sebagai alat keseimbangan (haltera).
Metamorphosis lengkap nyamuk : telur - larva - pupa - dewasa (Rosdiana, 2009)
Nyamuk yang berada disekitar kita pada umumnya ada 3 jenis yaitu Aedes
aegypti, Anophele, dan Culex Sp. Nyamuk Aedes aegypti termasuk ke dalam famili
Culicidae dengan subfamili Culicinae. Genus Aedes memilki lebih dari 900 spesies.
Nyamuk Anopheles termasuk ke dalam family Culicidae dengan subfamily
Anophelini semetara nyamuk Culex termasuk kedalam famili Culicidae dan genus
Culex (Kettle 1989).
2.3.3 Siklus hidup
Nyamuk mengalami metamorfosis sempurna. Siklus hidupnya yaitu telur –
larva –pupa -nyamuk dewasa. Nyamuk menyelesaikan siklus hidupnya dalam waktu
1,5 sampai 3 bulan (Depkes RI, 2004)
16
Gambar 4. Siklus hidup nyamuk (Amini, 2015)
Nyamuk mengalami empat tahap dalam siklus hidup: telur, larva, pupa, dan
dewasa. Tempo tiga peringkat pertama bergantung kepada spesies dan suhu. Hanya
nyamuk betina saja yang menyedot darah mangsanya. dan itu sama sekali tidak ada
hubungannya dengan makan. Sebab, pada kenyataanya, baik jantan maupun betina
makan cairan nektar bunga. sebab nyamuk betina membutuhkan nutrisi untuk
diberikan kepada telur-telurnya. Telur-telur nyamuk membutuhkan protein yang
terdapat dalam darah untuk berkembang (Depkes RI, 2004).
Panjang siklus hidup nyamuk sangat bervarisi, tergantung jenis spesiesnya.
Lama siklus pada tiap tahap perkembangan masing-masing nyamuk juga tidak
sama. Culex tarsalis bisa menyelesaikan siklus hidupnya dalam tempo 14 hari pada
20°C dan hanya sepuluh hari pada suhu 25°C. Sebagian spesies mempunyai siklus
hidup sependek empat hari atau hingga satu bulan ((Depkes RI, 2004).
17
A. Telur
Telur nyamuk berbentuk lonjong dengan panjang kira-kira 0,6 mm. Saat
diletakkan telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam dalam 40 menit.
Sekali bertelur jumlahnya dapat mencapai 100-300 butir, rata-rata 300 butir (Depkes
RI, 2004). Jumlah telur yang dihasilkan tergantung dari banyak darah yang
dihisapnya. Nyamuk betina dalam 1 tahunnya dapat bertelur sebanyak 5 kali. Telur
diletakkan satu persatu pada dinding tempat air atau pada benda yang terapung di
permukaan air yang terlindung dari cahaya matahari langsung (Anonim, 2011).
Gambar 5. Telur nyamuk (Amini, 2015)
Pada iklim yang hangat, telur dapat bertumbuh dan berkembang dalam dua
hari, namun pada iklim yang sejuk dapat mencapai waktu hingga satu minggu. Telur
tersebut dapat menetas beberapa saat setelah terkena air hingga dua sampai tiga hari
setelah berada di air (Sungkar, 2002).
B. Larva
Larva terdiri dari kepala, toraks, dan abdomen, serta ada corong udara dengan
pekten dan sekelompok bulu-bulu. Sepanjang hidupnya larva kebanyakan beridam di
18
permukaan air walaupun mereka akan berenang ke dasar kontainer jika terganggu
atau sedang mencari makanan (Anonim, 2011).
Gambar 6. Larva nyamuk (Amini, 2015)
Umur rata-rata pertumbuhan mulai jentik sampai menjadi pupa berkisar antara
8-14 hari. Larva mengalami 4 masa pertumbuhan yaitu instar I sampai instar IV.
Perkembangan larva tergantung pada suhu sekitarnya. Jika suhunya sejuk, larva
nyamukdapat bertahan berbulan-bulan selama ada air yang cukup (Depkes RI, 2004).
Perkembangan instar I sampai menjadi instar III hanya sebentar, dan kira-kira
3 hari pada tahap instar IV. Instar IV mencapai panjang 8mm. Perbedaan masing-
masing instar tersebut adalah ukurannya dan kelengkapan bulunya. Tiap kali larva
mengalami pergantian instar disertai dengan pergantian kulit. Nyamuk jantan tumbuh
lebih cepat dari betina(Anonim, 2011). Larva banyak dijumpai pada genangan air di
tempat tertentu seperti drum, bak, tempayan, kaleng bekas, pelepah pohon, objek
apapun yang dapat menampung air (Sungkar, 2002).
C. Pupa
Setelah menjadi instar IV, larva memasuki tahap menjadi pupa. Berbeda
dengan larva, pupa terdiri atas sefalotoraks, abdomen, dan kaki pengayuh. Terdapat
19
sepasang corong pernafasan berbentuk segitiga pada sefalotoraks dan kaki pengayuh
yang lurus dan runcing terdapat pada distal abdomen (Sungkar, 2002)
Gambar 7. Pupa nyamuk (Amini, 2015)
Untuk membuka cangkang pupa dan mengeluarkan kepalanya, pupa banyak
memasukkan air untuk mengembangkan abdomennya. Pupa tidak memerlukan
makanan lagi namun membutuhkan udara dan kira-kira mencapai 2 hari untuk
bertumbuh mencapai tahap selanjutnya, nyamuk dewasa. Pada umunya nyamuk
jantan menetas lebih dahulu daripada nyamuk betina (Sungkar, 2002).
D. Nyamuk Dewasa
Tahap ini merupakan tahap terakhir dari siklus hidup nyamuk. Nyamuk
dewasa terdiri dari kepala, toraks, dan abdomen yang meruncing. Nyamuk jantan
memiliki umur yang lebih pendek dari nyamuk betina, kira-kira seminggu. Makanan
nyamuk jantan adalah cairan buah-buahan atau tumbuhan. Jarak terbang nyamuk
jantan tidak jauh dari tempat perindukannya karena menunggu nyamuk betina
menetas kemudian siap berkopulasi. Nyamuk betina perlu menghisap darah untuk
20
pertumbuhan telurnya, oleh karena itu ia dapat terbang jauh antara 0,5 sampai 2 meter
(Depkes RI, 2004).
Gambar 8. Nyamuk dewasa (Amini, 2015)
Nyamuk jantan dan betina biasanya melakukan perkawinan pada waktu senja,
biasanya hanya terjadi sekali sebelum nyamuk betina pergi untuk menghisap darah.
Waktu yang diperlukan mulai dari nyamuk menghisap darah sampai telur
dikeluarkan, disebut 1 siklus gonotropik (gonotropic style). Lama siklus ini antara 3-4
hari namun bervariasi. Umur nyamuk betina kira-kira 10 hari (Sungkar, 2002).
2.3.4 Upaya Pencegahan dan Pengendalian
Hingga saat ini pemberantasan nyamuk merupakan cara utama yang dilakukan
untuk mengurangi penyebaran penyakit seperti demam berdarah, malaria,
cikungunya, dan kaki gajah, karena vaksin untuk mencegah dan obat untuk
membasmi virusnya belum tersedia.
Menurut Kardinan (2005), cara pencegahan dan pemberantasan terhadap
nyamuk yang bisa dilakukan, sebagai berikut :
21
1. Pencegahan dapat dilakukan dengan menggunakan repellent atau penolak
nyamuk, misalnya lotion yang dioleskan ke kulit sehingga nyamuk enggan
mendekat.
2. Pengendalian
a. Secara kimia, dengan menyemprotkan insektisida atau menaburkan insektisida
butiran ke sarang-sarang nyamuk dan menggunakan obat bakar.
b. Secara mekanis, dengan mengubur kaleng-kaleng atau wadah sejenis yang
dapat menampung air hujan dan membersihkan lingkungan yang potensial
dijadikan sarang nyamuk.
c. Secara biologis, dengan memelihara ikan yang relatif kuat dan tahan misalnya
ikan mujaer di bak penampungan air lainnya sehingga bisa menjadi predator
bagi jentik dan pupa nyamuk.
2.4 Zat Penolak Nyamuk (Repellent)
Repellent (repelan) adalah bahan-bahan kimia yang mempunyai kemampuan
untuk menjauhi serangga dari manusia sehingga dapat dihindari gigitan serangga atau
gangguan oleh serangga terhadap manusia. Repellent digunakan dengan cara
digosokkan pada tubuh atau disemprotkan pada pakaian, oleh karena itu repelan harus
mempunyai syarat yaitu, tidak mengganggu pakaian, tidak melekat atau lengket,
baunya menyenangkan pemakainya dan orang disekitarnya, tidak menimbulkan iritasi
pada kulit, tidak beracun, dan daya pengusir terhadap serangga hendaknya bertahan
cukup lama. Selain itu repelan merupakan substansi yang bila digosokkan pada kulit
22
dapat memberikan perlindungan dari gangguan serangga atau ektoparasit (Soedarto,
1990).
Banyaknya bahan yang dapat digunakan sebagai repelan terutama sebagai
perlindungan diri dari gigitan nyamuk bukanlah hal yang baru, misalnya sejak zaman
purbakala hingga tahun 1940 banyak digunakan bahan-bahan seperti phyretrum,
minyak sitronella dan minyak-minyak esensial lainnya. Kebanyakan repelan serangga
menolak serangga karena bersifat toksik bagi serangga dan baunya tidak disukai oleh
serangga (Satroutomo, 1992).
Salah satu contoh repelan pada saat ini adalah DEET (N,N-diethyl-m-
toluamide). Namun senyawa ini tidak boleh digunakan pada bayi yang berumur
dibawah 2 bulan. Anak-anak yang berumur 2 bulan atau lebih hanya dapat
menggunakan produk dengan konsentrasi DEET kurang dari 30%. Hal ini disebabkan
karena DEET memiliki sifat tidak berbau, akan tetapi menimbulkan rasa terbakar
jika mengenai mata, luka, atau jaringan membranus (Soedarto, 1990).
2.5 Lotion
Lotion adalah sediaan cair berupa suspensi atau dispersi, digunakan sebagai
obat luar. Dapat berbentuk suspensi zat padat dalam bentuk serbuk halus dengan
pensuspensi yang cocok atau emulsi tipe minyak dalam air (tipe o/w) dengan
surfaktan yang cocok. Dapat ditambahkan warna, zat pengawet, dan zat pewangi
yang cocok (Depkes RI. 1997). Lotion dan krim memiliki perbedaan yang dapat
dilihat dari segi viskositas dimana krim memiliki viskositas yang tinggi dan tidak
23
mudah dituang, sedangkan lotion dapat mudah dituang, jadi dengan kata lain lotion
adalah bentuk emulsi yang cair (Barel, 2002).
Lotion mempunyai daya sebar yang luas dengan membuat lapisan tipis pada
kulit. Lotion biasanya mengandung zat kimia tertentu didalam materi pembawa.
Dalam pembuatan lotion proses utamanya adalah pencampuran fase minyak dengan
fase air atau emulsifikasi dengan atau tanpa bahan tambahan. Kecairannya
memungkinkan pemakaian pada kulit yang luas, lotion dimaksudkan segera kering
pada kulit setelah pemakaian dan meninggalkan lapisan pada permukaan kulit. Lotion
harus meiliki tingkat kekentalan yang tepat dimana lotion tidak terlalu kental
sehingga mudah dituang dan tidak terlalu encer agar tidak mudah dituang (Jellinek,
1970).
Untuk membuat formula lotion agar memenuhi kriteria, seperti mudah
dioleskan, mudah dicuci, tidak berbau tengik, dan teteap stabil dalam penyimpanan,
maka diperlukan bahan-bahan dengan konsentrasi yang tepat. Efektifitas suatu lotion
ditentukan dari kemampuannya untuk membentuk lapisan titpis pada permukaan kulit
yang membuat kulit halus, dan sedapat mungkin menghambat penguapan air, lapisan
yang terbentuk sebaiknya tidak membuat kulit berminyak dan panas (Balsam, 1970).
2.5.1 Lotion Bentuk Emulsi
Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat air atau distabilkan
dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok. Emulsi adalah suatu sistem
termodinamik yang stabil, suatu sistem heterogen yang terdiri dari paling sedikitnya 2
cairan yang tidak bercampur, dimana salah satunya sebagai fase terdispersi (fase
24
internal) yang secara seragam dalam bentuk tetesan–tetesan kecil pada medium
pendispersi (fase eksternal) yang distabilkan dengan emulgator yang cocok
(Lachman, 1994)
Menurut Jellinek (1970), terdapat dua cara dalam pembuatan emulsi, yaitu
dengan menurunkan tegangan antarmuka dan dengan mencegah penggabungan
tetesan. Zat aktif permukaan mampu mengurangi tegangan permukaan dan bertindak
sebagai penghalang bergabungnya tetesan karena zat-zat tersebut diabsorbsi pada
permukaan tetesan-tetesan yang terdispersi. Zat pengelmusi memudahkan
pembentukan emulsi dengan tiga mekanisme yaitu :
1. mengurangi tegangan antarmuka;
2. pembentukan suatu lapisan antarmuka yang kaku sebagai pembatas mekanik
untuk penggabungan;
3. pembentukan lapisan listrik rangkap sebagai penghalang elektrik untuk
mendekati partikel-pertikel.
2.5.2 Bahan-bahan Pembentuk Lotion
Menurut Lachman (1994), bahan yang biasa terdapat dalam pembuatan atau
formula lotion adalah sebagai berikut.
a. Barrier agent (pelindung)
Berfungsi sebagai pelindung kulit dan juga ikut mengurangi dehidrasi.
Contoh zat pelindung ini adalah asam stearat, bentonit, seng oksida, titanium
oksida, dan dimetikon.
25
b. Emollent (pelembut)
Berfungsi sebagai pelembut kulit sehingga memiliki kelenturan pada
permukaannya dan memperlambat hilangnya air dari permukaan kulit.
Contohnya seperti lanolin, parafin, stearil alkohol, vaselin.
c. Humectan (pelembab)
Berfungsi untuk mengatur kadar air atau kelembaban pada sediaan lotion
itu sendiri maupun setelah dipakai pada kulit. Contohnya gliserin,
propilenglikol, sorbitol.
d. Emulsifier (zat pembentuk emulsi)
Berfungsi menurunkan tegangan permukaan antara minyak dan air,
sehingga minyak dapat bersatu dengan air. Contoh bahan emulsifier adalah
trietanolamin, asam stearat, dan setil alkohol.
e. Buffer (larutan dapar)
Berfungsi untuk mengatur atau menyesuaikan pH atau derajat keasaman
lotion agar sesuai dengan pH kulit. Contohnya adalah asam sitrat, asam
laktat, dan natrium sitrat.
f. Pengental dan pembentuk film
Berfungsi mengentalkan sediaan lotion sehinggan dapat menyebar lebih
halusdan lekat pada kulit. Disamping itu juga berfungsi sebagai stabilizer
(penstabil). Contohnya seperti setil alkohol, karbopol, vegum, tragakan, gum,
gliseril monostearat.
26
2.6 Uji Organoleptik
Uji organoleptik merupakan uji yang dilakukan dengan penginderaan.
Penilaian dengan indera banyak digunakan untuk menilai mutu suatu komoditi hasil
pertanian maupun makanan. Uji organoleptik bertujuan untuk memecah masalah
yang biasanya terdapat dalam sebuah industri khususnya industri pangan dan
kosmetik seperti pemakaian ahan mentah, proses produksi dan hasil akhir. Dalam uji
ini dibutuhkan panel. Panel merupakan alat yag terdiri dari orang atau kelompok yang
menilai sifat atau mutu benda berdasarkan kesan subjektif. Orang yang menjadi
anggota didalam panel disebut panelis. Terdapat macam-macam jenis panel yang
biasa digunakan dalam uji organoleptik yaitu, panel pencicip perorangan, panel
pencicip terbatas, panel terlatih, panel tidak terlatih, panel agak terlatih, dan panel
konsumen ( Soekarto, 1985)
Pengujian organoleptik memiliki berbagai macam cara.terdapat beberapa
kelompok cara dalam pengujian organoleptik. Cara yang paling popular adalah
kelompok pengujian pembedaan dan kelompok pengujian pemilihan. Selain itu,
dikenal juga pengujian scalar dan pengujian deskripsi. Pengujian pembedaan
merpakan uji yang digunakan untuk menentukan apakah ada perbedaan sifat sensorik
antara dua contoh yang disajikan. Uji ini jugadigunakan untuk menilai pengaruh
macam-macam perlakuan modifikasi proses atau bahan selama proses pengolahan
pangan bagi industri atau untuk mengetahui apakah ada perbedaan atau persamaan
antara dua produk dari komoditi yang sama. Uji pembeda biasanya menggunakan 15-
30 orang panelis yang terlatih. Pengujian pembedaan meliputi uji pasangan, uji
27
segitiga, uji duo-trio, uji pembanding ganda, uji pembanding jamak, uji rangsangan
tunggal, uji pasangan jamak, dan uji tunggal atau nomadik.
Pengujian penerimaan atau acceptance tests merupakan penilaian seseorang
terhadap suatu sifat atau kualitas suatu bahan yang menyebabkan seseorang menyukai
suau sifat atau bahan tersebut. Uji ini bersifat sangat subjektif dibandingkan dengan
uji pembedaan sehingga tidak memerlukan panelis yang berpengalaman. Iji
penerimaan meliputi uji kesukaan (uji hedonik) dan uji mutu hedonik. Uji kesukaan
merupakan uji dimana panelis diminta untuk memberi tanggapan pribadi mengenai
kesukaan atau ketidaksukaan dan mengemukakan tingkat kesukaannya. Tingkat
kesukaan dalam uji hedonik disebut dengan skala hedonik, misalnya dalam penilaian
“suka” memiliki skala hedonik seperti amat sangat suka, sangat suka, suka, dan agak
suka. Sebaliknya, penilaian “tidak suka” memiliki skala hedonic seperti amat sangat
tidak suka, sangat tidak suka, tidak suka, dan agak tidak suka. Skala hedonic
memiliki beberpa rentangan, rentangan tersebut dapat dibuat sesuai kehendak
peneliti. Jumlah rentangan skala hedonik dapat berjumlah lima, tujuh maupun
Sembilan (Soekarto, 1985).
2.7 Uji Iritasi Sediaan Lotion (Patch Test)
Patch test merupakan suatu test kulit untuk mengidentifikasi apakah suatu
substansi berada dalam keadaan kontak dengan kulit yang dapat menyebabkan
peradangan kulit (dermatitis kontak) dengan menggunakan zat yang akan diuji, di
oleskan atau di tempelkan pada kulit dalam jangka waktu tertentu pembengkakan atau
kemerahan menunjukkan reaksi positif. Ada dua jenis dermatitis kontak, yaitu
28
dermatitis kontak iritan yaitu suatu reaksi iritasi disebabkan oleh kontak langsung
dari suatu zat iritan dengan kulit dan tidak melibatkan sistem kekebalan tubuh
(Netdoctor, 2011).
Dermatitis kontak alergi dimana Semua daerah kulit yang berada dalam
kontak dengan alergen mengembangkan ruam. Ruam akan hilang jika Anda
menghindari kontak dengan substansi. Prinsip kerja dari patch test, yaitu individu
yang tersensitisasi, antigen primer-spesifik limfosit T akan beredar ke seluruh tubuh
dan mampu menciptakan suatu reaksi hipersensitivitas (Netdoctor, 2011).
2.8 Uji Daya Proteksi
Kestabilan lotion akan terganggu biasanya dikarenakan oleh penambahan
bahan yang tidak saling bercampur akibat sifat fisika maupun kimianya. Adanya
perubahan suhu, serta perubahan komposisi akibat penambahan satu fase berlebih.
Untuk mengetahui mutu lotion yang dihasilkan maka perlu dilakukan pengujian
terhadap sediaan lotion antara lain organoleptik, ph, homogenitas, dan daya proteksi
(Armstrong. 1996).
Uji daya proteksi dilakukan untuk mengetahui kemampuan proteksi atau
perlindungan terhadap pengaruh asing dari luar yang mengurangi efektivitas dari
lotion. Semakin lama waktu yang dibutuhkan maka akan semakin baik juga kualitas
sediaan lotion yang dihasilkan (Armstrong. 1989). Dalam percobaan ini uji daya
proteksi yang akan di uji adalah kemampuan lotion dalam melindungi dari gigitan
nyamuk uji.
29
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Alat Dan Bahan
3.1.1 Alat Penelitian
Penelitian ini menggunakan perlatan seperti timbangan analitik, peralatan
gelas, pemanas listrik, pH meter, oven, kulkas, sentrifuge, magnetic stirer,
termometer, statif, dan kaca objek.
3.1.2 Bahan
Minyak sereh wangi (Citronelol oil), propilen glikol, asam stearat, setil
alkohol, trietanolamin (TEA), parafin, dan aquadest. Untuk uji iritasi dan uji
organoleptik menggunakan relawan atau panelis tidak terlatih. Untuk uji daya
proteksi terhadap gigian nyamuk digunakan nyamuk liar yang didapat dari jentik di
saluran air di daerah Petukangan Selatan, Jakarta Selatan.
3.1.3 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan di Pusat Laboratorium Terpadu (PLT) Universitas
Islam negeri Jakarta. Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan November 2016
sampai dengan bulan Februari 2017.
30
3.2 Prosedur Penelitian
3.2.1 Formulasi Lotion (Harry’s Cosmetology, 2000)
Formula lotion dibuat menjadi 4 variasi.
Tabel 1. Formula Lotion
Bahan Formula
I II III IV
Minyak Sereh
Wangi (mL) - 0.5 1 1.5
Parafin (gr) 2.5 2.5 2.5 2.5
Asam Stearat (gr) 3 3 3 3
Setil Alkohol (gr) 2 2 2 2
Trietanolamin (gr) 1 1 1 1
Propilen Glikol (gr) 5 5 5 5
Aquades (Ad mL) 100 100 100 100
3.2.2 Pembuatan Lotion
Pembuatan lotion diawali dengan menggabungkan 2 fase yaitu fase minyak
dan fase air. Fase minyak terdiri dari asam stearat, setil alkohol, propilen glikol,
paraffin, dan variasi minyak sereh wangi. Bahan tersebut dipanaskan diatas penangas
air dan dikondisikan pada suhu 70oC.
Fase air yang terdiri dari aquades dan trietanolamin dipanaskan di cawan
berbeda di atas penangas air dan dijaga pada suhu 700C. selanjutnya fase air sedikit
31
demi sedikit dimasukkan kedalam fase minyak sampai terbentuk masa lotion yang
stabil. Campuran tadi terus dihomogenkan sampai suhu mencapai 400C.
3.2.3 Uji Karakteristik Sensori Dan Uji Organoleptik (Soekarto. 1985)
1. Pengujian karakteristik sensori lotion bertujuan untuk mengetahui
penampilan lotion. Penampilan normal lotion adalah warna, aroma, tekstur,
dan konsistensi yang khas. Pengujian dilakukan secara visual meliputi
penampilan warna, aroma, tekstur, dan konsistensi.
2. Pengujian organoleptik dilakukan melalui uji hedonik atau uji tingkat
kesukaan para panelis terhadap aroma, warna dan daya lengket sediaan lotion
dengan menggunakan panelis tidak terlatih sebanyak 20 orang. Pengujian
organoleptik sediaan lotion dilakukan dengan menyiapkan sampel sediaan
lotion dengan kode yang berbeda untuk keempat formula sediaan lotion.
Kode pada masing-masing formulasi ditulis menggunakan angka-angka yang
berbeda sebanyak tiga digit. Penggunaan kode tersebut bertujuan untuk
merahasiakan persentasi konsentrasi minyak sereh wangi yang ditambahkan
pada sediaan lotion tersebut. Sampel tersebut disajikan dalam sebuah panel
yang terdiri dari 20 orang panelis untuk dievaluasi. Para panelis akan diberi
kuesioner dengan skala penilaian yang telah ditentukan untuk merekam hasil
pengamatan para panelis. Informasi yang terdapat pada skala penilaian adalah
5 = Sangat Suka, 4 = Suka, 3 = Agak Suka, 2 = Tidak Suka dan 1 = Sangat
Tidak Suka. Data yang dihasilkan, dianalisis dengan cara
mentransformasikan skala hedonik kedalam skala angka dengan angka
32
menurut tingkat kesukaan. Data angka yang diperoleh kemudian dianalisis
dengan statistik menggunakan metode analisis sidik ragam (ANOVA) pada
software SPSS versi 13.0 untuk menentukan formula sediaan lotion mana
yang paling disukai para panelis.
3.2.4 Uji Stabilitas Lotion (SNI 16-4946.1-1998)
Uji stabilitas lotion dilakukan kepada keempat formula lotion (0%, 0.5%, 1%,
1.5%) yang sudah terbentuk, setelah penyimpanan selama 0 minggu, 1 minggu, 2
minggu, 3 minggu, dan 4 minggu dan parameter yang di uji meliputi :
1. Homogenitas
Lotion di oleskan di atas kaca objek, kemudian dikatupkan dengan kaca objek
lain, lalu diamati kehomogenan lotion tersebut.
2. pH
Elektroda dicuci dan dibilas dengan air suling kemudian dilakukan kalibrasi
pH meter dengan buffer fosfat ekimolal dan kalium biftalat, lalu ditentukan
pH dari lotion.
3. Sentrifugasi
Lotion dimasukkan dalam tabung centrifuge, kemudian diputar pada 6000 rpm
selama 15 menit pada suhu ruang 27⁰C, kemudian diamati apakah terjadi
pemisahan.
33
3.2.5 Uji Daya Proteksi Terhadap Gigitan Nyamuk (Nunik, 1997)
Pengujian dilakukan kedalam kurungan nyamuk berukuran 40 x 35 x 35 cm
yang dindingnya terbuat dari kain kasa nilon seperti pada lampiran 2, kedalam setiap
kurungan dimasukkan 25 ekor nyamuk yang sama sekali belum menghisap darah.
Kemudian lengan dioleskan 300 mg lotion minyak sereh wangi dari setiap formula
uji. Lengan yang telah terolesi lotion dimasukkan dalam kurungan nyamuk selama 15
menit. Selanjutnya dimasukkan kembali setelah 1 jam sampai jam ke 6 dengan masa
pengamatan selama 15 menit setiap jamnya. Nyamuk yang telah digunakan untuk
satu formula lotion kemudian diganti dengan nyamuk yang baru yang masih segar
dan belum pernah menghisap darah. Daya proteksi terhadap gangguan nyamuk dapat
ditentukan dengan rumus :
Dp =𝐾 − 𝑃
𝐾 𝑥 100%
Keterangan :
DP : Daya proteksi
K : Angka hinggap dengan lengan kontrol (lotion tidak mengandung minyak
sereh wangi)
P : Angka hinggap pada lengan yang terolesi lotion minyak sereh wangi.
3.2.6 Uji Iritasi (Patch test) (Iswari, 2007)
Uji iritasi (Patch Test) lotion ini dilakukan terhadap 20 orang relawan yang
dioleskan lotion tanpa minyak sereh wangi dan formula lotion dengan tambahan
minyak sereh wangi selama 15 menit kemudian dilihat reaksinya apakah terjadi reaksi
iritasi/ alergi atau tidak.
34
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan uji kemurnian minyak atsiri sereh wangi (dengan
parameter uji indeks bias dan bobot jenis) dan proses pembuatan lotion anti nyamuk
berbahan dasar minyak sereh wangi dengan empat formulasi dengan variasi
konsentrasi minyak sereh wangi yang ditambahkan. Minyak sereh wangi yang
digunakan merupakan minyak sereh wangi yang diperoleh dari hasil penyulingan daun
sereh wangi yang berasal dari hasil perkebunan sereh wangi yang terletak di Desa
Cibunian, Pamijahan, Bogor. Minyak sereh wangi yang digunakan memiliki
penampakan agak encer, berwarna kuning pucat dan beraroma khas sereh wangi. Pada
penelitian ini dibuat sediaan lotion dengan empat formulasi. Keempat formulasi lotion
tersebut selanjutnya dianalisis meliputi analisis fisik, stabilitas sediaan lotion (meliputi
uji organoleptik, nilai pH, analisis homogenitas) dalam waktu penyimpanan selama 4
minggu, dan analisis daya proteksi lotion terhadap gigitan nyamuk.
4.1 Kemurnian Minyak Atsiri Sereh Wangi
Sebelum diaplikasikan sebagai bahan aktif pada pembuatan sediaan lotion
penolak nyamuk, minyak atsiri sereh wangi terlebih dahulu diuji kemurniannya. Uji
kemurnian dilakukan untuk mengetahui mutu dari minyak atsiri sereh wangi yang akan
digunakan. Parameter minyak atsiri yang dianalisis antara lain adalah warna, bobot
jenis dan indeks bias. Dilihat secara visual minyak atsiri sereh wangi berwarna kuning
muda dan berbau khas sereh. Hasil pengujian kemurnian diperoleh minyak atsiri sereh
35
wangi memiliki nilai indeks bias 1,470 nD, bobot jenis 0,910 g/mL yang menunjukkan
bahwa minyak atsiri sereh wangi memenuhi range standar mutu minyak atsiri sereh
wangi berdasarkan SNI06-3953-1995 seperti ditampilkan pada tabel 2.
Tabel 2. Karakteristik Minyak Sereh Wangi
Sifat Fisik Syarat SNI Kualitas Minyak
Sereh Wangi
Warna Kuning pucat – kuning
kecoklatan
Kuning pucat
Bobot Jenis (gr/mL) 0,88-0,922 0,910
Indeks Bias (nD20) 1,466-1,475 1,470
Total Geraniol ≥ 85% Tidak diuji
Total Sitronellal ≥ 35% Tidak diuji
Kelarutan dalam Etanol 80% 1:2 sampai larutan jenuh 1:2
Mekanisme isolasi miyak atsiri dari daun dan batang tanaman sereh wangi,
yaitu berdasarkan proses hidrofusa, di mana minyak atsiri melarut terlebih dahulu ke
dalam air mendidih dan keluar dari sel secara osmosis. Minyak pada permukaan akan
menguap bersama uap air dan disusul oleh minyak yang terdapat dalam sel kelenjar
keluar ke permukaan hingga kantong kelenjar kosong. Minyak yang cenderung bersifat
non polar dapat larut dalam air yang bersifat polar karena adanya suhu tinggi sehingga
meningkatkan kelarutan dan akan terpisah setelah mengenai kondensor. Minyak berada
di atas lapisan air karena bobot jenis minyak lebih kecil dibandingkan bobot jenis air.
Menurut Beudokian (1967), bobot jenis suatu senyawa ditentukan oleh perbandingan
senyawa-senyawa yang terkandung di dalamnya. Hal ini menunjukkan bahwa minyak
sereh yang didapatkan mengandung senyawa-senyawa yang cukup banyak. Indeks bias
yang diperoleh sebesar 1,470 nD. Nilai tersebut masih berada dalam kisaran SNI 06-
3953-1995, yaitu 1,466-1,475 nD.
36
Penentuan indeks bias menggunakan refraktometer dengan berprinsip kepada
penyinaran yang menembus dua macam media dengan kerapatan berbeda. Menurut
Ketaren (1985), nilai indeks bias suatu senyawa dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor
seperti proses oksidasi dan suhu. Nilai indeks bias pada suhu yang lebih tinggi akan
menghasilkan nilai indeks bias lebih rendah.
4.2 Lotion Sereh Wangi
Lotion adalah emulsi cair yang terdiri dari fase minyak dan fase air yang
distabilkan oleh emulgator, mengandung satu atau lebih bahan aktif di dalamnya yang
digunakan untuk pemakaian luar kulit sebagai pelindung (Lachman et al.,1994). Dalam
pembuatan sediaan lotion, faktor terpenting yang harus diperhatikan adalah fungsi
utama dari lotion yang dibuat untuk dikembangkan. Pada dasarnya lotion berfungsi
untuk mempertahankan kelembaban kulit, melembutkan dan membersihkan dan
mencegah kehilangan air (dehidrasi). Akan tetapi, ada beberapa jenis lotion yang
dikembangkan untuk tujuan tertentu seperti untuk mencegah gigitan nyamuk yaitu
lotion yang menggunakan bahan tambahan yang mengandung zat aktif sebagai penolak
nyamuk.
Secara umum lotion mengandung komponen-komponen yaitu pelembab,
pengemulsi, bahan pengisi, pembersih, pelarut, pewangi, pengawet dan bahan aktif
yang digunakan untuk tujuan tertentu. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan
lotion pada penelitian ini adalah propilen glikol, trietanolamin setil alkohol, parafin,
asam stearat, dan minyak sereh wangi sebagai bahan aktif penolak nyamuk. Propilen
glikol berfungsi sebagai pelembab atau humectant yaitu berfungsi untuk mengatur
37
kelembaban sediaan baik dalam wadah dan menahan air di bawah lapisan kulit agar
tidak keluar sehingga mencegah kehilangan air yang berlebihan. Parafin berfungsi
sebagai bahan pelunak dan pelindung untuk melindungi kulit dari kehilangan air yang
berlebihan pada lapisantanduk. Setil alkohol berfungsi sebagai surfaktan, emmolient
dan pelembab.
Bahan aktif yang digunakan dalam pembuatan lotion penolak nyamuk adalah
minyak sereh wangi.Minyak sereh wangi (Cymbopogon nardus L) diketahui memiliki
kandungan terpenoid, alkaloid yang telah lama dimanfaatkan dalam bidang kesehatan
dan kosmetik (referensi). Penambahan minyak sereh wangi pada formula sediaan lotion
dilakukan karena minyak sereh wangi mengandung senyawa minyak atsiri berupa
sitronellol dan geraniol yang memiliki kemampuan sebagai repellant yang dapat
mengusir serangga, seperti nyamuk dan lalat.
Sediaan lotion minyak sereh wangi dibuat menggunakan empat jenis formulasi
dengan variasi konsentrasi minyak sereh wangi yang ditambahkan yaitu 0%, 0,5%, 1%
dan 1,5%. Pemilihan variasi konsentrasi dilakukan secara empiris yakni berdasarankan
aturan masyarakat biasa menggunakan minyak sereh wangi sebesar 1% yang
dilumaskan secara lansung ke kulit (Yuniarsih, 2010). Oleh Karena itu dilakukan uji
efektivitas sediaan lotion sebagai repellant dilakukan pada kisaran konsentrasi dibawah
1% dan diatas 1% untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang bermakna antara
ketiga konsentrasi minyak sereh wangi yang telah diformulasikan dalam lotion serta
dibandingkan dengan formula lotion placebo atau kontrol negatif.
38
Gambar 9. Sediaan lotion minyak sereh wangi 0% (lotion I), minyak sereh wangi
0,5% (lotion II), minyak sereh wangi 1% (lotion III), minyak sereh
wangi 1,5% (lotion IV). (Dokumen Pribadi, 2017)
Sediaan lotion minyak sereh wangi yang dihasilkan berupa emulsi yang
memiliki tekstur agak kental, beraroma khas minyak sereh dan berwarna putih
(Gambar 9).
4.3 Karakteristik Sediaan Lotion
Sediaan lotion diamati secara visual untuk mengetahui karakteristik sediaan
lotion yang dihasilkan meliputi penapilan fisik (warna, tekstur dan aroma),
homogenitas dan konsistensi sediaan lotion tersebut. Hal ini dilakukan untuk menilai
kesesuaian dari sediaan lotion yang dihasilkan. Hasil pengujian karakteristik keempat
lotion ditunjukkan pada tabel 3.
39
Tabel 3. Karakteristik Keempat Formulasi Sediaan Lotion
Parameter Formulasi
I II III IV Komersil
Warna Putih Putih Putih Putih Putih
Tekstur Lembut dan
halus
Lembut dan
halus
Lembut dan
halus
Lembut dan
halus
Lembut dan
halus
Aroma Tidak berbau
sereh wangi
Berbau khas
sereh wangi
Berbau
khas sereh
wangi
Berbau
khas sereh
wangi
Wangi
Konsistensi Agak kental Agak kental Agak
kental
Agak
kental Agak cair
Hasil pengamatan (tabel 3) menunjukkan dari segi warna formula 1 sampai 4
berwarna putih karena formula 1 merupakan formula basis lotion, sedangkan formula
2 hingga 4 juga memiliki warna yang sama dengan formula 1 karena konsentrasi
minyak sereh wangi yang ditambahkan hanya sedikit dan minyak sereh wangi memiliki
warna kuning pucat. Hal ini menyebabkan penambahan minyak sereh dalam sediaan
lotion tidak mempengaruhi atau menyebabkan perubahan warna dari sediaan lotion
yang dihasilkan. Aroma yang dihasilkan dari sediaan lotion formula 1 tidak berbau,
formula 2 sampai 4 berbau khas minyak sereh wangi. Bau khas yang ditimbulkan
dikarenakan minyak sereh wangi merupakan minyak atsiri yang memiliki aroma khas
tertentu sesuai dengan komponen senyawa terpenoid seperti sitronellol dan geraniol
yang terkandung di dalamnya. Selain itu, keempat sediaan lotion memiliki konsistensi
yang sama dengan tekstur lembut, halus dan agak kental.
40
4.4 Mutu Sensorik Sediaan Lotion Sereh Wangi
Mutu sensorik sediaan lotion yang dibuat kemudian dianalisis mutu
sensoriknya melalui uji organoleptik menggunakan 20 orang panelis untuk mengetahui
tingkat penerimaan produk sediaan lotion yang dihasilkan. Parameter yang diuji
meliputi tingkat penerimaan panelis terhadap warna, aroma dan tekstur dari keempat
formula sediaan lotion tersebut. Pengujian mutu sensorik dilakukan menggunakan alat
indera penciuman, peraba dan penglihatan. Pengujian ini para panelis diminta
memberikan penilaiannya sebagai bentuk penerimaan terhadap produk sediaan lotion
dalam bentuk skala angka tertentu. Skala penilaian yang digunakan terdiri dari 5 skala
dengan keterangan skal 1 menyatakan sangat tidak suka, skala 2 tidak suka, skala 3
agak suka, skala 4 suka, skala 5 sangat suka. Uji mutu sensorik dilakukan pada keempat
formula sediaan lotion yaitu formula 1 (lotion kontrol negatif), formula 2 (penambahan
minyak sereh wangi 0,5%), formula 3 (penambahan minyak sereh wangi 1%) dan
formula 4 (penambahan minyak sereh wangi 1,5%).
4.4.1 Warna
Warna merupakan parameter yang penting dari suatu produk kosmetik karena
warna merupakan parameter yang cukup mempengaruhi keputusan panelis dalam
memilih suatu produk. Uji kesukaan panelis terhadap warna dilakukan secara visual
yaitu dengan cara meminta panelis untuk memberikan penilaian tingkat kesukaan dan
kesesuaian terhadap produk sediaan lotion yang dihasilkan. Keempat formula sediaan
lotion memiliki warna yang sama yaitu putih. Penambahan minyak sereh wangi tidak
memberikan pengaruh terhadap warna lotion karena minyak sereh wangi yang
41
ditambahkan memiliki warna kuning pucat dan hanya dalam jumlah sedikit. Selain itu,
dari komponen penyusun lotion yang digunakan tidak ada komponen yang bereaksi
satu sama lain sehingga tidak terjadinya reaksi kimia yang menghasilkan jenis zat baru.
Tabel 4. Rata-rata hasil uji organoleptik parameter warna
Parameter Formula
I II III IV
Warna 4 4.05 4.15 3.85
Hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa rata-rata tingkat kesukaan para
panelis terhadap parameter warna berada pada skala 3-4 untuk keempat formula
sediaan lotion dari 5 skala penilaian yang digunakan. Hasil ini mengindikasikan bahwa
keempat formula sediaan lotion memiliki penerimaan tampilan warna sama baik dan
dapat diterima konsumen dengan persentase penerimaan konsumen terhadap warna
sediaan lotion lebih dari 60%.
Hasil analisis sidik ragam ANOVA menunjukkan bahwa keempat formula
sediaan lotion memiliki tingkat kesukaan terhadap parameter warna yang tidak berbeda
nyata dengan nilai p>0,05dengan nilai p = 0,927. Hal ini menyatakan bahwa variasi
jenis formula tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat penerimaan warna keempat
sediaan lotion. Sehingga keempat jenis formula sediaan lotion dapat digunakan karena
memiliki tingkat penerimaan yang identik.
4.4.2 Aroma
Aroma adalah bau yang ditimbulkan oleh rangsangan kimia yang tercium oleh
syaraf-syaraf olfaktori yang berada dalam rongga hidung ketika makanan masuk ke
42
dalam mulut (Mariani, 2003). Sediaan lotion minyak sereh wangi memiliki aroma yang
khas yaitu aroma minyak atsiri sereh wangi. Hal ini dikarenakan dalam minyak sereh
wangi terkandung senyawa terpenoid geraniol dan sitronellol yang memiliki aroma
spesifik. Aroma minyak atsiri yang dihasilkan memiliki ketajaman yang berbeda-beda
untuk ketiga formula dengan penambahan minyak sereh sebesar 0,5%, 1% dan 1,5%.
Formula sediaan lotion dengan penambahan minyak sereh wangi sebesar 1,5%
memiliki ketajaman aroma yang lebih tinggi.
Tabel 5. Rata-rata hasil uji organoleptik parameter aroma
Parameter Formula
I II III IV
Aroma 2.75 3.35 3.15 3.40
Hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa rata-rata tingkat kesukaan para
panelis terhadap parameter aroma sediaan lotion berada pada skala 3-4 untuk ketiga
formula sediaan lotion. Skala 2-3 untuk sediaan lotion kontrol negatif dari 5 skala
penilaian yang digunakan. Ini mengindikasikan bahwa sediaan formula 4 dengan
penambahan minyak sereh 1,5% memiliki tingkat penerimaan yang paling baik karena
memiliki tingkat penerimaan konsumen diatas 60%.
Hasil anlisis sidik ragam ANOVA menunjukkan bahwa keempat formula
sediaan lotion memiliki tingkat kesukaan terhadap parameter aroma yang tidak berbeda
nyata dengan nilai p>0,05 yaitu p=0,236. Hal ini menunjukkan bahwa persentase
penambahan minyak sereh wangi berpengaruh terhadap aroma sediaan lotion tetapi
tidak berpengaruh terhadap penerimaan konsumen. Penambahan minyak sereh wangi
43
yang berbeda menyebabkan komposisi komponen minyak atsiri (geraniol dan
sitronellol) berbeda sehingga aroma yang ditimbulkan juga berbeda.
4.4.3 Kesan Lengket
Pada umumnya konsumen kurang menyukai produk lotion yang terasa lengket
saat pemakaian. Sehingga tingkat penerimaan konsumen terhadap kesan lengket yang
ditimbulkan sediaan lotion perlu diketahui.
Tabel 6. Rata-rata hasil uji organoleptik parameter kesan lengket
Parameter Formula
I II III IV
Kesan
Lengket 3.4 3.2 3.35 3.6
Hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa rata-rata tingkat kesukaan para
panelis terhadap kesan lengket yang ditimbulkan saat pemakaian sediaan lotion berada
pada skala 3-4 untuk keempat formula. Ini mengindikasikan bahwa keempat formula
sediaan lotion baik dengan penambahan minyak sereh wangi maupun tanpa
penambahan minyak sereh wangi memiliki tingkat penerimaan yang sama baik yaitu
diatas 60%.
Hasil analisis sidik ragam ANOVA menunjukkan bahwa keempat jenis
formulasi memiliki tingkat kesukaan terhadap kesan lengket yang ditimbulkan sediaan
lotion tidak berbeda nyata dengan nilai p>0,05 yaitu p = 0,618. Hal ini menyatakan
bahwa variasi konsentrasi minyak sereh wangi tidak berpengaruh nyata terhadap kesan
lengket yang ditimbulkan sediaan lotion saat pemakaian.
44
4.5 Stabilitas Fisik Sediaan Lotion
Pengujian stabilitas fisik sediaan lotion dilakukan terhadap semua formula
sediaan lotion dimana terdiri dari satu lotion kontrol negatif (tanpa penambahan
minyak sereh wangi) dan tiga formula lotion dengan variasi konsentrasi minyak sereh
wangi (0,5% , 1% dan 1,5%). Pengujian stabilitas fisik keempat formula sediaan lotion
dilakukan selama 4 minggu pada kondisi penyimpanan disimpan pada suhu ruang
(27⁰C) dan wadah tertutup dengan parameter yang diuji meliputi penampilan fisik
(aroma, warna dan tekstur), homogenitas dan nilai pH. Pengujian stabilitas sediaan
lotion dilakukan bertujuan untuk mengetahui kestabilan sediaan lotion dikarenakan
lotion merupakan suatu emulsi yang terdiri dari fase air dan fase minyak. Pada waktu
penyimpanan yang cukup lama emulsi akan mengalami penurunan kestabilan yang
ditunjukkan dengan berkurangnya homogenitas emulsi tersebut. Menurunnya
homogenitas suatu emulsi ditandai dengan terbentuknya beberapa fase penyusun
emulsi tersebut. Pemisahan dapat disebabkan oleh adanya perubahan globul dan
keterbatasan kemampuan emulgator dalam emulsi sediaan lotion.
Uji homogenitas dilakukan untuk melihat keseragaman zak aktif yang yang
tercampur di dalam basis lotion. Sediaan yang homogen akan memberikan hasil yang
baik karena bahan aktif dalam minyak sereh wangi akan terdispersi dalam bahan
dasarnya secara merata. Uji homogenitas dilakukan dengan cara dioleskan sediaan
lotion pada kaca tranparan.
45
(I) (II) (III) (IV)
Gambar 10. Hasil uji homogenitas terhadap keempat formula lotion
(Dokumen Pribadi. 2017)
Berdasarkan hasil pengujian homogenitas selama 4 minggu, sediaan lotion
yang dibuat memiliki susunan yang homogen dan tidak terlihat adanya butiran kasar.
Hasil pengujian stabilitas fisik ditampilkan pada tabel 7.
Tabel 7. Hasil Uji Stabilitas Fisik Formula Sediaan Lotion
Formula Penampilan Fisik dan Homogenitas Minggu Ke-
0 1 2 3 4
I
putih, tidak
berbau,
homogen
putih, tidak
berbau,
homogen
putih, tidak
berbau,
homogen
putih, tidak
berbau,
homogen
putih, tidak
berbau,
homogen
II
putih,
berbau
khas,
homogen
putih,
berbau
khas,
homogen
putih,
berbau
khas,
homogen
putih,
berbau
khas,
homogen
putih,
berbau
khas,
homogen
III
putih,
berbau
khas,
homogen
putih,
berbau
khas,
homogen
putih,
berbau
khas,
homogen
putih,
berbau
khas,
homogen
putih,
berbau
khas,
homogen
IV
putih,
berbau
khas,
homogen
putih,
berbau
khas,
homogen
putih,
berbau
khas,
homogen
putih,
berbau
khas,
homogen
putih,
berbau
khas,
homogen
Keterangan : (I) formula tanpa minyak, (II) formula dengan minyak 0,5%,
(III) formula dengan minyak 1%, (IV) formula dengan minyak 1,5%.
Hasil pengujian homogenitas (Tabel 7) dapat dilihat bahwa keempat formula
lotion memiliki kestabilan yang cukup baik dalam waktu penyimpanan selama 4
46
minggu. Adanya penambahan minyak sereh wangi terhadap sediaan lotion tidak
menyebabkan terjadinya penurunan kestabilan lotion. Hal ini dapat dilihat dari tidak
terjadinya perubahan baik dari segi warna, aroma, dan homogenitas keempat formula
sediaan lotion tersebut.
Tingkat homogenitas yang terjaga selama 4 minggu disebabkan karena adanya
bahan emulsifier seperti trietanolamin, asam stearat, dan setil akohol. Emulsifier ini
berfungsi sebagai pembentuk emulsi antara fase minyak dan fase air sehingga lotion
yang dihasilkan dapat menyatu dengan baik dan tidak adanya bulir kasar atau
gelembung udara yang terbentuk. Bahan seperti setil akohol juga berfungsi sebagai
pengental dan penstabil (stabilizer) sehingga lotion yang dihasilkan dapat menyebar
lebih halus dan menepel lebih lekat pada kulit (Lachman, 1994).
4.6 Nilai pH Sediaan Lotion
Analisis nilai pH terhadap keempat formula sediaan lotion dilakukan selama 4
minggu pada suhu ruangan (27⁰C) menggunakan pH meter. Analisis nilai pH terhadap
sediaan lotion dilakukan bertujuan untuk mengetahui tingkat keasaman atau kebasaan
dari sediaan yang dibuat. Menurut Wasitaatmadja (1997) derajat keasaman (pH)
merupakan parameter yang sangat penting dalam suatu produk kosmetik karena pH
dari kosmetik mempengaruhi daya absorbs kulit. Kosmetik dengan pH yang sangat
tinggi atau rendah dapat meningkatkan daya absorbsi kulit sehingga menyebabkan kulit
teriritasi. Hasil analisis nilai pH ditunjukkan pada tabel 8 berikut.
47
Tabel 8. Hasil Pengukuran Nilai pH Sediaan Lotion
Formula pH minggu ke-
0 2 3 4
I 8,2 8,25 8,10 8,09
II 8,11 8,11 8,11 8,04
III 8,13 8,11 8,12 8,02
IV 8,18 8,17 8,16 8,02
Keterangan : (I) formula tanpa minyak, (II) formula dengan minyak 0,5%,
(III) formula dengan minyak 1%, (IV) formula dengan minyak 1,5%.
Hasil pengamatan (Tabel 8) menunjukan bahwa pH lotion dari pertama kali
dibuat sampai minggu keempat berkisar pada pH ±8. Terjadi sedikit perubahan pH
disebabkan karena adanya reaksi yang terjadi dalam sediaan atau dapat juga disebabkan
oleh bakteri. Nilai pH keempat formula sediaan lotion berkisar pada range 7-8. Nilai
pH keempat formula sediaan lotion tersebut sudah sesuai dengan standar nilai pH untuk
lotion dan pelembab kulit berdasarkan SNI 164399-1996 yaitu berkisar antara 4,5-8
akan tetapi kurang sesuai dengan pH kulit yang mendekati netral. Penurunan pH lotion
dapat dilakukan dengan menambahkan komponen asam stearat karena asam stearat
merupakan komponen yang bersifat asam.
4.7 Hasil Uji Iritasi (Patch Test) Sediaan Lotion
Uji iritasi dilakukan untuk mencegah terjadinya efek samping terhadap kulit.
Uji iritasi dilakukan terhadap 20 orang panelis dengan cara mengoleskan sediaan lotion
pada permukaan kulit tangan panelis dan membiarkannya selama 15 menit untuk
melihat ada tidaknya efek samping yang ditimbulkan dari pemakaian lotion tersebut.
48
Uji iritasi sangat perlu dilakukan karena di dalam lotion yang dibuat terdapat komponen
triethanolamine (TEA) yang dapat menyebabkan reaksi alergi, iritasi serta kekeringan
pada kulit. Triethanolamine yang dibiarkan menyerap kedalam tubuh dalam jangka
waktu lama dapat menjadi racun bagi tubuh. Hasil uji iritasi sediaan lotion ditunjukkan
pada tabel 9 berikut ini.
Tabel 9. Hasil Uji Iritasi Sediaan Lotion
Panelis Formula
I II III IV
1 - - - -
2 - - - -
3 - - - -
4 - - - -
5 - - - -
6 - - - -
7 - - - -
8 - - - -
9 - - - -
10 - - - -
11 - - - -
12 - - - -
13 - - - -
14 - - - -
15 - - - -
16 - - - -
17 - - - -
18 - - - -
19 - - - -
20 - - - -
Keterangan : (-) : tidak bereaksi, tidak menimbulkan gatal, merah dan bengkak,
(+) : merah atau gatal, (++) : bengkak atau bentol
Dari hasil pengujian diperoleh sediaan lotion yang dihasilkan tersebut tidak
terlihat adanya pengkasaran atau timbulnya merah-merah dan gatal-gatal pada kulit
yang mengindikasikan kulit teriritasi. Hal ini dikarenakan komponen trietanolamin
49
yang ditambahkan sebesar 1% masih berada di bawah kisaran yang yang umum
digunakan pada pembuatan lotion yaitu sekitar 2% (Rowe dan Peller, 1999). Selain itu,
komponen geraniol dan sitronellol yang terkandung dalam minyak sereh wangi yang
ditambahkan pada sediaan lotion merupakan senyawa terpenoid yang tidak
menyebabkan iritasi pada kulit.
4.8 Daya Proteksi Sediaan Lotion Terhadap Gigitan Nyamuk
Nyamuk sering menggigit kulit manusia karena kulit manusia memiliki
karakteristik dapat mengeluarkan bau yang khas dan memiliki suhu yang sangat hangat
sehingga sangat disukai oleh nyamuk. Upaya untuk mengurangi gangguan nyamuk
terhadap kulit manusia dapat dilakukan dengan cara mengoleskan ke permukaan kulit
suatu sediaan lotion yang memiliki daya proteksi terhadap gangguan nyamuk. Daya
proteksi merupakan kemampuan sediaan lotion dalam melindungi kulit dari gigitan
nyamuk. Semakin tinggi daya proteksi suatu sediaan maka semakin efektif sediaan
tersebut dalam melindungi kulit terhadap gangguan nyamuk.
Pengujian daya proteksi formula sediaan lotion minyak sereh wangi terhadap
gangguan nyamuk dilakukan dengan cara mengoleskan lotion di lengan manusia dan
diamati selama 15 menit didalam kandang nyamuk yang telah diisi dengan 25 ekor
nyamuk selama 6 jam. Hasil pengujian daya proteksi sediaan lotion terhadap gangguan
nyamuk ditunjukkan pada tabel 10 berikut.
50
Tabel 10. Daya Proteksi Terhadap Gangguan Nyamuk
Formula Daya Proteksi 15 Menit Pada Jam Ke-
1 2 3 4 5 6
Lotion Komersil 91.43% 88.57% 81.08% 70.27% 65.00% 65.00%
Lotion 2 62.86% 42.86% 43.24% 35.14% 35.00% 27.50%
Lotion 3 74.29% 57.14% 54.05% 45.95% 45.00% 37.50%
Lotion 4 80.00% 71.43% 64.86% 56.76% 55.00% 50.00%
Keterangan : Lotion Komersil (kontrol positif), (II) formula lotion dengan minyak
0,5%, (III) formula lotion dengan minyak 1%, (IV) formula lotion
dengan minyak 1,5%.
Tabel 10 menunjukkan ketiga formula sediaan lotion minyak sereh wangi
mampu memberikan proteksi pada kulit terhadap gangguan nyamuk. Lotion 1 tidak
dilakukan perhitungan karena pada rumus perhitungan daya proteksi ini lotion 1
dijadikan sebagai kontrol negatif dan menjadi nilai yang tetap sesuai dengan lampiran
6. Ketertarikan nyamuk pada kulit manusia tergantung dari keseimbangan antara daya
tarik komponen tertentu dalam keringat dan daya tolak oleh senyawa yang terdapat
dalam sediaan lotion yang dioleskan pada permukaan kulit. Minyak sereh wangi
mampu memberikan daya proteksi terhadap gangguan nyamuk karena bau yang
ditimbulkan dari minyak atsiri sereh wangi mengandung senyawa aktif geraniol dan
sitronellol yang tidak disukai oleh nyamuk (Flona, 2006). Selain itu, geraniol dan
sitronellol memiliki kemampuan sebagai racun kontak yang meningkatkan aktivitas
saraf sensorik pada serangga, menyebabkan stimulasi saraf motorik yang menyebabkan
kejang dan kelumpuhan beberapa serangga. Geraniol juga memiliki kemampuan
51
sebagai racun lambung yang apabila masuk ke dalam tubuh serangga dapat
menyebabkan serangga mengalami keracunan dan kematian (Thamrin, 2008).
Depkes RI (2004) menjelaskan mekanisme repellent sediaan lotion minyak
sereh wangi terhadap nyamuk bekerja dengan cara setelah lotion dioleskan pada
permukaan kulit, minyak atsiri sereh wangi akan ikut menempel pada kulit dan masuk
ke dalam pori-pori kulit, dengan adanya pengaruh suhu tubuh geraniol dan sitronellol
yang terdapat pada sediaan lotion akan bercampur dengan gas di udara dan akan
tercium oleh organ penciuman yang umumnya berlokasi pada antena, maksila dan palpi
sehingga memungkinkan nyamuk tidak tertarik dengan bau tersebut (Jacobson, 1972).
Patel dan Oswal (2012) juga menambahkan bahwa nyamuk betina memiliki
ORN (Olfactory Receptor Neurons) yang memberikan respon terhadap senyawa kimia
seperti asam lemak dan asam karboksilat pada keringat manusia yang menyebabkan
nyamuk betina menjadi lebih atraktif dalam menggigit kulit manusia. Zat repellen
seperti geraniol dan sitronelol melindungi kulit manusia dari gigitan nyamuk menggigit
dengan cara menghambat stimulus yang ditangkap organ olfaktori (yaitu antena dan
palpa) oleh nyamuk betina untuk menghisap darah (Webb, 2011). Zat repellen juga
melakukan blokade terhadap reseptor asam laktat di antena nyamuk sehingga nyamuk
kehilangan kontak dengan manusia.
Hasil pengujian menampilkan secara berurutan formula 2 memiliki daya
proteksi paling kecil diikuti oleh formula 3 dan 4. Daya proteksi yang paling tinggi
dimiliki oleh formula 4 dengan konsentrasi minyak atsiri sereh wangi paling tinggi
yaitu sebesar 1,5%v/v dengan daya 50% pada waktu pengamatan selama 6 jam. Hal ini
menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi minyak sereh wangi yang ditambahkan
52
maka semakin besar pula daya proteksi sediaan lotion yang diberikan. Kenaikan daya
proteksi disebabkan oleh penambahan minyak sereh wangi yang tinggi menyebabkan
komponen aktif seperti geraniol dan sitronellol yang terkandung dalam minyak atsiri
sereh wangi dalam sediaan lotion tersebut meningkat.
Senyawa-senyawa terpenoid seperti limonen, sitronelal, geraniol, sitronelol,
sitral, a-pinen, dan ß-pinen dilaporkan memiliki aktivitas sebagai repelan nyamuk
(Azzah et al., 2005).
(I) (II)
Gambar 11. Struktur kimia (I) sitronellol dan (II) geraniol
Geraniol dan sitronellol merupakan komponen utama dalam minyak sereh
wangi yang berperan sebagai senyawa aktif penolak nyamuk. Sari et al., (2014)
melaporkan bahwa komponen terpenoid dalam ekstrak jahe yang memiliki aktivitas
repelan terbesar dimiliki oleh sitronellol dengan konsentrasi efektif (EC50) sebesar
0,00011mgcm-2, kemudian diikuti oleh geraniol (0,00018mgcm-2), sitronelal (0,00025
mgcm-2), sitral (0,00066 mgcm-2), limonen (0,00268 mgcm-2), a-pinen (0,02817 mgcm-
2), dan ß-pinen (0,0132 mgcm-2).
53
Akan tetapi, sediaan lotion merk dagang memiliki daya proteksi yang lebih
tinggi dibandingkan keempat formula sediaan lotion minyak sereh wangi. Hal ini
dikarenakan di dalam produk merk dagang yang diuji diketahui mengandung senyawa
kimia DEET sebesar 15% yang sangat efektif menolak nyamuk. Jika dilihat dari
konsentrasi bahan aktif yang digunakan, penggunaan minyak sereh wangi pada sediaan
lotion lebih menguntungkan, selain ekonomis (hanya dengan konsentrasi 1,5%),
memiliki aroma yang enak juga tidak menimbulkan efek samping negatif karena
kandungan senyawa sitronellol dan geraniol aman bagi tubuh dan tidak menyebabkan
iritasi pada kulit.
Gambar 12. Struktur kimia senyawa DEET
DEET merupakan senyawa yang sangat baik dalam menolak nyamuk. Akan
tetapi, DEET merupakan senyawa kimia sintetik yang sangat beracun dan berbahaya
jika digunakan dalam jangka waktu yang lama. Ketika lotion yang mengandung DEET
dioleskan pada kulit, zat aktif DEET akan meresap ke bagian dalam kulit dan masuk
ke aliran darah sehingga mampu mempengaruhi sistem saraf (Everred, 2006).
Mekanisme absorpsi suatu zat aktif yang terdapat dalam sediaan lotion sampai
terlepasnya zat aktif dari kulit sampai ke aliran darah terdiri dari beberapa fase yaitu
lag phase, rising phase dan falling phase. Pada tahap lag phase sediaan lotion yang
54
ditambahkan pada kulit belum masuk ke daerah stratum korneum atau lapisan terluar
dari lapisan epidermis sehingga bahan aktif yang ada dalam sediaan belum masuk ke
pembuluh darah.Rising phase yaitu fase dimana sebagian zat aktif mulai menembus
stratum korneum dan memasuki daerah kapiler dermis sehingga zat aktif dapat
ditemukan dalam pembuluh darah selanjutnya falling phase yaitu fase pelepasan zat
aktif DEET dari permukaan kulit dan dibawa ke kapiler dermis (Otberg et al., 2007).
Beberapa efek negatif yang ditimbulkan DEET diantaranya menyebabkan kejang-
kejang, merusak sitem saraf bahkan kematian pada beberapa individu.
Tabel 10 juga memperlihatkan bahwa kenaikan daya proteksi terhadap gigitan
nyamuk, semua sediaan lotion baik formula sediaan lotion minyak sereh wangi maupun
lotion merk dagang yang dioleskan pada permukaan kulit mengalami penurunan setiap
periode (setiap jamnya). Pada ketiga formula sediaan lotion dan 1 merk dagang
mengalami penurunan daya proteksi yang cukup signifikan setiap periodenya. Hal ini
dikarenakan zat aktif yang terkandung mulai menguap karena suhu tubuh.
55
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Formula sediaan lotion minyak sereh wangi dengan kadar indeks bias dan
bobot jenis masing-masing sebesar 1,470 nD20 dan 0,976 gram/mL memiliki
karakter sensori yang baik. Parameter yang diukur pada karakteristik sensori
meliputi warna, aroma, tekstur, dan konsistensi. Stabilitas lotion yang dihasilkan
bersifat homogen dan memiliki pH pada range 7-8 serta memiliki tingkat
penerimaan diatas 60% pada uji organoleptik. Formula sediaan lotion dengan
konsentrasi 1,5% memiliki daya proteksi terhadap gigitan nyamuk tertinggi
sebesar 50% selama waktu pengujian 6 jam. Semua formula lotion tidak
memberikan efek iritasi terhadap kulit sehingga aman untuk digunakan sehari-
hari.
5.2 SARAN
Diperlukan adanya penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan jenis atau
spesies nyamuk yang lebih spesifik, sehingga dapat diketahui tingkat efektivitas
formula lotion yang terbentuk dapat bekerja pada jenis nyamuk apa saja.
Kemudian untuk penelitian selanjutnya diharapkan agar peneliti dapat
mengondisikan dengan baik nyamuk yang digunakan pada uji daya proteksi
dengan menggunakan nyamuk yang segar dan belum pernah menghisap darah
sama sekali.
56
DAFTAR PUSTAKA
Agusta, A. 2002. Aromaterapi Cara Sehat Dengan Wewangian Alami. Cetakan 2.
PT Penebar Swadaya. Jakarta. Halaman 64-65
Anonim. 1984. Aplication of Gas-Liquid Chromatography to The Analysis of
Essential Oils part XI. Monographs for Seven Essential Oil Analysis.
Vol 109, 1348
Anonim. 1985. Serai Dapur (Cymbopogon nardus var. Flexuosus hack).
BALITRO. Edisi khusus. Mei, No.2. Bogor
Anonim. 2011. Life Cycle of Aedes aegypti. [Diunduh 31 Oktober 2016].
http://www.denguevirusnet.com/life-cycle-of-aedes-aegypti.html
Ansel, H.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi edisi IV. Diterjemahkan
oleh Farida I. UI Press
Balsam, M.S. Sagarin E. 1970. Cosmetics Science and Technology 2nd Ed Volume
1. Willey Interscience. New York. Hal 181-211
Barel, A.O. Poye M, Malbach HI. 2002. Handbook of Cosmetic Science and
Technology. Marcel Dekker Inc. New York. Hal 151-153
Boelens, M.H. 1994. Sensory of Chemical Evaluation of Tropical Grass Oil.
Perfumer and Flavorist. 29-33
Burdock, G. 2002. Fanarali’s Flavor Ingredients. Boca Raton, Flourida. CRC
Press.
DepKes RI. 1996. Petunjuk Teknis Pemberantasan Nyamuk Penular Penyakit
Demam Berdarah. Jakarta. Ditjen PPM dan PL
DepKes RI. 1997. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan RI.
Jakarta. Hal 19-20
DepKes RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Dirjen
POM. Jakarta. Hal 13-38
DepKes RI. 2004. Pedoman Ekologi dan Aspek Perilaku Vektor. Jakarta.
Djakaria, S. 2004. Pendahuluan Entomologi Parasitologi Kedokteran Edisi 3.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. Hal 343
Everett, J. 2006. Paten No. US20060182775A1. Amerika Serikat
Farida. 2008. Cara Alami Bebas Nyamuk. http://mommygadget.com/ . 6 Februari
2009. Dikunjungi pada 24 Maret 2017 Pukul 10.37 WIB
Gandahusada S, dkk. 2006. Parasitologi Kedokteran. Cetakan ke-VI. FKUI.
Jakarta
57
Ganiswara, S.D.dkk. 1998. Farmakologi Dan Terapi Edisi 4. Jakarta. Bagiam
Farmakologi. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Ginanjar, Genis. 2004. Apa Yang Dokter Anda Tidak Katakan Tentang Demam
Berdarah. Yogyakarta. Bentang Pustaka (MIZAN). Hal 2-4, 30-32
Guenther, E. 1998. Minyak Atsiri. Jilid I. Edisi Ke 4. Jakarta. Universitas
Indonesia Press.
http://www.depkes.go.id/article/view/15011700003/demam -berdarah-biasanya-
mulai-meningkat-di-januari.html 8 Januari 2015. Dikunjungi Pada 31
Oktober 2016 Pukul 12.37 WIB
http://balitra.litbang.pertanian.go/index.php?option=com_content&view=article&i
d=1520&itemid=10 29 Desember 2014. Dikunjungi Pada 31 Oktober
2016 Pukul 11.40 WIB
https://rideralam.com/2011/05/27/awas-nyamuk/ 27 Mei 2011. Dikunjungi Pada
24 Maret 2017 Pukul 13.02 WIB
Jellinek, J.S. 1970. Formulation And Function Of Cosmetics. Willey Interscience.
New York. Hal. 4-12, 75-103, 108, 165
Kardinan, Agus. 2005. Tanaman Pengusir dan Pembasmi Nyamuk. Agromedia
Pustaka. Jakarta. Hal 5-8, 12-14, 18, 34-35
Katzung, B.G. 2004. Farmakologi : Dasar Dan Klinik Edisi 8. Jakarta. Salemba
Medika
Ketaren, S. 1985. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Jakarta. PN Balai Pustaka
Kurane, I. 2007. Dengue Hemorhagic Fever With Spasial Emphasis On
Immunopathogenesis. Comparative Immunology. Microbiology &
Infectious Disease. Vol 30 : 329-40
Lachman, L. Liberman HA, Kaning JL. 1994. Teori Dan Praktik Farmasi Edisi
III Jilid II. Diterjemahkan oleh Siti S. UI Press. Jakarta. Hal 1079-
1083, 1102, 1104-1105, 1110, 1112
Leung, A.Y. 1980. Encyclopedia Of Common Natural Ingredients. John Wiley
and Sons. New York
Manzan, Dkk. 2003. Journal of Agricultural and Food Chemistry. Extraction of
Essential Oil and Pigments from Curcuma longa by Steam Distillation
and Extraction with Volatile Solvent. 51. 6802-6807.
Meyer, H. N. 1982. Brine Shrimp Lethality Test : Med. Plant Research. Vol 45.
Hipokrates Verlag Gmbrl : 31-34. Amsterdam.
Nunik SA, Singgih S, Soetiyono P. 1997. Respon S. Rarak, D. Meteldan S.
Prostrate SebagaiRepelanUntukNyamukAedesaegypti.
KesehatanMasyarakat ; XXV (7) ; Hal. 482-483
58
Oyen, L.P.A. and Nguyen Xuan Dung. 1999. Plant Resources Of Southeast Asia
No 19 (Essential Oil Plants). Prosea. Bogor. Indonesia
Pasto, D.J. 1992. Experiments And Techniques In Organic Chemistry. New
Jersey. Prentice Hall. Englewood Cliffs
Safar, Rosdiana. 2009. Parasitologi Kedokteran : Protozologi, Helmintologi,
Entomologi. CV Trima Widya : Bandung.
Sastrohamidjojo, H. 2004. Kimia Minyak Atsiri. Cetakan 1. Yogyakarta. Gajah
Mada University Press.
Satroutomo, S.S. 1992. Pestisida : Dasar-Dasar Dan Dampak Penggunannya.
Gramedia. Jakarta. Hal 18, 20-21
Setyawan, A.D. 2002. Keragaman Varietas Jahe Berdasarkan Kandungan Kimia
Minyak Atsiri. Jurnal Biologi FMIPA Universitas Sebelas Maret.
Surakarta. BioSMART Vol 4, nomor 2, 48-54
Setyaningsih, Dwi, dkk. 2004. Aplikasi Minyak Sereh Wangi (Citronellol Oil)
Dan Geraniol Dalam Pembuatan Skin Lotion Penolak Nyamuk.
Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor.
Soebardjo, B. 2010. Ketahanan Pangan Dan Energi. Makalah Seminar Nasional.
Teknik Kimia. Surabaya.
Soedarto. 1990. Entomologi Kedokteran. Jakarta : UI Press. Hal 59-105
Soegijanto, S. 2002. Patogenesa Dan Perubahan Patofisiologi Infeksi Virus
Dengue. Tersedia dari www.pediatrik.com/buletin/20060220-8ma2gi-
buletindoc dikunjungi pada 30 Oktober 2106
Spielman, A.,and M. D’Antonino. 2001. Mosquito: A Natural History of Our
Most Persistent and Deadly Foe. Hyperion Press, New York
Sungkar, S. 2002. Demam Berdarah Dengue. Jakarta : Ikatan Dokter Indonesia
World Health Organization. 2003. Pencegahan Dan Penanggulangan Penyakit
Demam Dengue Dan Demam Berdarah Dengue. Jakarta. WHO &
Departemen Kesehatan RI
Wijayakusuma, H.M.H. 2001. Tumbuhan Berkhasiat Obat Indonesia : Rempah,
Rimpang, Dan Umbi. Jakarta. Milenia Populer
Wijesekara, R.O.B. 1973. The Chemical Composition And Analysis Of Citronella
Oils. Journal Of The National Science Council Of Srilanka. 1:67-68
Wilkinson, J.B and R.J Moore. 1982. Cosmeticology 7th Ed. George-Godwin Publ.
London. 325 halaman
Wirasuta, I Made Agus Gelgel dan Rasmaya Niruri. 2006. Toksikologi Umum.
Jurusan Farmasi. FMIPA Universitas Udayana. Bali
59
Yuniarsih, Eka. 2010. Uji Efektivitas Losion Repelan Minyak Mimba Terhadap
Nyamuk Aedes aegypti. Universitas Islam Jakarta
60
Lampiran 1. Skema Kerja Pembuatan lotion
Fase Minyak
Propilen Glikol : 5 gram
Asam Stearat : 3 gram
Setil Alkohol : 2 gram
Parafin : 2,5 gram
Fase Air
Trietanolamin : 1 gram
Aquades : Ad 100 mL
Pemanasan sampai suhu
70 - 75oC dan dilakukan
pengadukan
Pemanasan sampai suhu
70 - 75oC dan dilakukan
pengadukan
Pencampuran fasa
minyak dan air,
suhu dijaga pada nilai
40 - 45oC
Penambahan minak sereh wangi
dengan variasi 0; 0,5; 1 dan 1,5 %
Uji Stabilitas Uji Organoleptik Uji Daya Proteksi Uji Iritasi
61
Lampiran 2. Peralatan dan Bahan Penelitian
Penangas Air pH meter Kandang Nyamuk
Sentrifuge Hasil Sentrifugasi
Formulasi lotion Minyak Sereh Wangi
62
Lampiran 3. Data Uji Stabilitas Lotion Pengukuran pH
formula
pH minggu ke
0 1 2 3 4
I 8,2 7,76 8,25 8,10 8,09
II 8,11 7,96 8,11 8,11 8,04
III 8,13 7,83 8,11 8,12 8,02
IV 8,18 7,86 8,17 8,16 8,02
63
Lampiran 4. Data Uji Stabilitas Lotion Secara Fisik
Lotion
penampilan dan homogenitas di minggu ke-
0 1 2 3 4
I
warna putih,
tidak berbau,
homogen
warna putih,
tidak berbau,
homogen
warna putih,
tidak berbau,
homogeny
warna putih,
tidak berbau,
homogen
warna putih,
tidak berbau,
homogen
II
warna putih,
berbau khas,
homogen
warna putih,
berbau khas,
homogen
warna putih,
berbau khas,
homogeny
warna putih,
berbau khas,
homogen
warna putih,
berbau khas,
homogen
III
warna putih,
berbau khas,
homogen
warna putih,
berbau khas,
homogen
warna putih,
berbau khas,
homogeny
warna putih,
berbau khas,
homogen
warna putih,
berbau khas,
homogen
IV
warna putih,
berbau khas,
homogen
warna putih,
berbau khas,
homogen
warna putih,
berbau khas,
homogeny
warna putih,
berbau khas,
homogen
warna putih,
berbau khas,
homogen
64
Lampiran 5. Hasil Uji Daya Proteksi Terhadap Gigitan Nyamuk
Pengukuran
jam ke -
Jumlah Rata-rata Nyamuk Hinggap Pada Lengan Uji
Positif
(Autan)
Negatif
(Lotion I)
Formula II
(Minyak
0,5%)
Formula III
(Minyak
1%)
Formula IV
(Minyak
1,5%)
1 1,5 17,5 6.5 4,5 4
2 2 17,5 10 7,5 5
3 3 18,5 10,5 8,5 7
4 5 18,5 12 10 9
5 7 20 13 11 9
6 7 20 14 12,5 10
65
Lampiran 6. Perhitungan Nilai Daya Proteksi
Rumus untuk mendapatkan nilai daya proteksi terhadap gigitan nyamuk menurut
Nunik :
Dp =𝐾 − 𝑃
𝐾 𝑥 100%
Keterangan :
DP : Daya proteksi
K : Angka hinggap dengan lengan kontrol (lotion tanpa minyak sereh wangi)
P : Angka hinggap pada lengan yang terolesi lotion minyak sereh wangi.
Daya proteksi formula lotion II
Dp =17.5 − 6.5
17.5 𝑥 100%
= 62.86 %
66
Lampiran 7. Lembar Uji Organoleptik
Uji Hedonik
Hari / Tanggal Pengamatan :
Nama Sampel : Sediaan Lotion
Nama Panelis :
Jenis Kelamin : L / P
Instruksi
Di hadapan saudara terdapat empat sampel berkode. Nilailah pernyataan
saudara terhadap sampel tersebut berdasarkan penilaian saudara dengan nilai
sebagai berikut :
1 : Sangat Tidak Suka
2 : Tidak Suka
3 : Agak Suka
4 : Suka
5 : Sangat Suka
Kode Sampel Parameter Pengujian
Warna Aroma Rasa Lengket
183
761
297
842
Komentar :…………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………
Tanda Tangan Panelis
Nama
NIM
67
Lampiran 8. Data Uji Organoleptik
No Warna Aroma Rasa Lengket
183 761 297 842 183 761 297 842 183 761 297 842
1 4 4 4 4 3 3 4 4 2 3 4 3
2 3 3 5 2 1 1 5 4 3 4 4 5
3 5 5 5 5 2 4 4 3 4 4 4 4
4 5 5 5 5 5 3 4 4 4 4 3 4
5 4 4 4 4 2 4 4 3 2 2 3 2
6 5 5 4 4 5 5 2 3 3 2 2 3
7 4 3 4 3 5 2 3 4 4 2 3 4
8 4 4 4 4 2 2 2 2 2 3 4 3
9 3 3 4 3 2 4 1 2 4 4 1 3
10 3 4 4 3 2 4 3 4 4 4 2 3
11 3 4 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3
12 4 5 5 5 2 5 5 5 1 5 5 3
13 2 2 3 3 1 3 4 3 4 4 3 4
14 4 4 4 4 4 4 3 4 4 3 4 4
15 4 3 4 4 2 3 3 4 2 2 4 3
16 5 5 5 5 1 5 3 4 4 3 5 4
17 4 5 4 4 2 2 2 3 5 2 4 5
18 5 4 4 4 4 3 2 4 5 3 2 4
19 5 5 5 5 4 4 3 3 4 4 3 4
20 4 4 3 3 3 2 3 2 4 3 4 4
68
Lampiran 9. Hasil Pengolahan Data Uji Organoleptik Dengan SPSS
69
Lanjutan Lampiran 9.
70
Lanjutan Lampiran 9.