efek toksik etanol

download efek toksik etanol

of 19

Transcript of efek toksik etanol

EFEK TOKSIK ETANOL

Oleh:YUDHA SEPTIAWAN NP. S.Ked09.06.0015FK UNIZAR

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYASMF/BAGIAN FORENSIK RSUP SANGLAH DENPASAR2014

BAB 1PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangBahan kimia beracun yang dalam suhu kamar (~32oC) berbentuk cair adalah merupakan bahan toksik yang paling dominan dan banyak jenisnya. Diantara bahan toksik cair tersebut, alkohol dalam dosis yang kecil dan dalam larutan sering sengaja diminum oleh manusia. Alkohol dan derivatnya termasuk golongan bahan toksik karena dapat merusak jaringan tubuh, termasuk diantaranya jaringan saraf pusat dan hati. (Drh. Darmono MSc)Menurut catatan arkeologik minuman beralkohol sudah dikenal sejak kurang lebih 5000 tahun yang lalu (Nabila, 2011). Sampai saat ini, terdapat berbagai macam minuman beralkohol yang dikonsumsi manusia. Penggunaan alkohol sebagai minuman saat ini meningkat di masyarakat. Menurut Nadesul (2006), berdasarkan penelitian, pria 4 kali lebih sering menjadi pecandu alkohol dibandingkan wanita. Tyas (2002), menjelaskan bahwa semua orang dari semua kelompok umur bisa menjadi pacandu alkohol. 3,4 juta orang pecandu alkohol di Indonesia 80% adalah berusia 20-24 tahun, dan hampir dari 8% orang dewasa yang memiliki masalah dalam penggunaan alkohol. Menurut Panjaitan, 2003, timbulnya keadaan yang merugikan pada pengonsumsi alkohol diakibatkan oleh alkohol itu sendiri ataupun hasil metabolismenya (Harjanti, 2012). Etanol, disebut juga etil alkohol, alkohol murni, alkohol absolut atau alkohol saja adalah sejenis cairan yang mudah menguap, mudah terbakar, tak berwarna, dan merupakan alkohol yang paling sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Metabolisme etanol sebagian besar terjadi di hepar. Pada penggunaan etanol dalam jumlah yang besar atau dalam jangka waktu yang panjang dapat merusak hepar. Kerusakan hepar akibat etanol disebabkan karena Radikal bebas, Asetaldehid atau Rasio NAD : NADH (Norma, 2011). Bila konsentrasi etanol rendah tidak menjadi masalah, metabolisme tersebut malah menghasilkan energi yang bermanfaat bagi tubuh, khususnya di daerah dingin (Eropa). Namun konsumsi etanol dalam jumlah yang besar dan terus menerus (peminum) dapat merusak sel hati hepatosit yang pada akhirnya menimbulkan berbagai penyakit hati (Pospos, 2002).Selain merugikan bagi diri sendiri, alkohol juga menimbulkan dampak merugikan bagi orang lain. Wresniwirro (1995), menjelaskan bahwa dalam alkohol di minuman keras, mengandung suatu zat tertentu yaitu yang kadar etanolnya lebih dari 1-55%, bila dikonsumsi secara berlebihan (>100 mg/dl), dapat membuat alam perasaan seseorang menjadi berubah, orang menjadi mudah tersinggung dan perhatian terhadap lingkungan terganggu, juga dapat berakibat dapat mengalami gangguan koordinasi motorik, dan dapat menimbulkan kerusakan permanen pada jaringan otak. Orang yang mengalami gangguan kendali koordinasi motorik, dapat berbuat apa saja tanpa sadar (Harjanti, 2012).Berdasarkan penelitian di Amerika Serikat terhadap para narapidana, kurang-lebih 80% dari pelaku kejahatan seperti pembunuhan, perkelahian, tawuran, kriminalitas, pencurian, perampokan, dan perilaku seks berisiko berada dalam pengaruh minuman keras. Ini disebabkan karena pengaruh alkohol yang menekan pusat pengendalian diri seseorang sehingga yang bersangkutan menjadi berani dan agresif (Krahe, 2005). Semakin tingginya konsumsi alkohol di masyarakat, banyaknya penyakit yang ditimbulkan akibat konsumsi alkohol, dan meningkatnya kasus kriminal akibat penyalahgunaan alkohol maka kami tertarik untuk menulis tinjauan pustaka mengenai Efek Toksik Etanol terhadap Hati dan Otak

1.2 Rumusan Masalah1. Bagaimana farmakokinetik dan farmakodinamik etanol?2. Bagaimana efek toksik etanol terhadap sel hati dan otak?

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

Alkohol adalah derivat dari hidroksi yang mempunyai ikatan langsung maupun rantai cabang dari alifatik hidrokarbon. Bentuk rantai alkohol yang sering ditemukan adalah yang mengandung tiga gugus hidroksil dengan ikatan satu gugus hidroksi dalam satu rantai karbon. Sedangkan jenis alkohol lainnya ialah alkohol yang mengandung lebih dari satu gugus hidroksi dalam satu atom karbon. Jenis alkohol yang kedua inilah yang bersifat toksik yaitu etanol (ethyl alkohol), metanol (methyl alkohol) dan isipropanol (isoprophyl alkohol). (Drh. Darmono MSc)Wresniwirro (1995), menjelaskan bahwa minuman keras adalah semua jenis minuman yang beralkohol, tetapi bukan obat yang meliputi, minuman keras golongan A, kadar ethanol (C2H5OH) dari 1%-15%, minuman keras golongan B, kadar ethanol lebih dari 5%-20%, minuman keras golongan C, kadar ethanol lebih dari 20%-55%. Dampak pemakaian alkohol secara berlebihan menurut Nadesul (2006), minuman keras dalam jumlah yang banyak dan waktu yang lama dapat menimbulkan gangguan pada kesehatan fisik, jiwa, dan gangguan terhadap ketertiban dan keamanan masyarakat (Harjanti, 2012).Etanol atau ethyl alkohol sering disebut dengan istilah alkohol. Istilah ini sebenarnya kurang tepat karena setiap alkohol memiliki efek toksik yang berbeda. Namun bagaimanapun golongan alkohol yang paling umum digunakan adalah etanol. Penggunaanya telah menembus semua kelompok umur dan sosialekonomi. Kandungan etanol dalam minuman beraalkohol dinyatakan dalam persen volume atau proof. Proof adalah ukuran absolut etanol pada liquor sulingan, yang dibuat pada indeks temperatur dengan menentukan kespesifikan gaya beratnya (Goldfranks, 2002).Ciri-ciri etanol diantaranya, memiliki titik didih 78C, tekanan uap 44 mmHg pada temperatur 20C, disamping itu etanol merupakan cairan jernih tak berwarna, rasanya pahit, mudah menguap, larut dalam air dalam semua perbandingan dan bersifat hipnotik. Etanol (CH3CH2 -OH) diperoleh dari proses fermentasi biji-bijian, umbi, getah kaktus tertentu, sari buah dan gula. Kadar alkohol hasil fermentasi tidak lebih dari 14%, untuk mendapatkan kadar alkohol yang lebih tinggi dapat dibuat melalui proses penyulingan (Hernawati, 2011).Kegunaan etanol selain sebagai pelarut, antiseptik, minuman, juga sebagai bahan makanan dalam industri farmasi dan sebagai bahan bakar. Alkohol yang terkandung dalam minuman merupakan penekan susunan saraf pusat, disamping itu juga mempunyai efek yang berbahaya pada pankreas, saluran pencernaan, otot, darah, jantung, kelenjar endokrin, sistem pernafasan, perilaku seksual dan efek-efek terhadap bagian lainnya, sekaligus sebagai penyebab terjadinya sindrom alkohol fetus (Hernawati, 2011).

2.1 Sejarah AlkoholAlkohol, terutama dalam bentuk etil alkohol (etanol), menempati suatu tempat penting dalam sejarah manusia setidaknya selama 8000 tahun. Pada masyarakat barat, bir dan anggur merupakan minuman pokok utama dalam kehidupan sehari-hari sampai abad ke-19. Minuman alkohol yang relatif encer lebih disukai dibandingkan air, dan diketahui berhubungan dengan penyakit akut dan kronik. Minuman-minuman ini mengandung nutrisi dan kalori yang penting serta disajikan sebagai sumber utama asupan minuman sehari-hari. Sejak sistem untuk meningkatkan sanitasi dan penjernihan air diperkenalkan pada tahun 1800-an, bir dan anggur menjadi komponen yang kurang penting pada diet manusia, dan konsumsi minuman beralkohol termasuk preparat penyulingan yang mengandung konsentrasi alkohol yang lebih tinggi, perannya saat ini telah bergeser, yaitu sebagai bentuk hiburan yang dapat diterima diterima secara sosial pada banyak masyarakat. Saat ini, alkohol dikonsumsi secara luas. Seperti obat hipnotik sedatif lain, alkohol dalam jumlah yang sedikit sampai sedang dapat menghilangkan ansietas serta mambantu membuat perasaan menjadi lebih baik dan bahkan euphoria. Namun, alkohol juga merupakan obat yang paling banyak disalahgunakan di dunia, dan penyebab sangat meningkatnya biaya pengobatan dan sosial. Etanol dapat dibuat dari fermentasi buah atau gandum dengan ragi. Etanol tidak berwarna dan tidak berasa tapi memiliki bau yang khas. Bahan ini dapat memabukkan bila diminum. Etanol sering ditulis dengan rumus EtOH. Rumus molekul etanol adalah C2H5OH atau rumus empiris C2H6O.Kandungan alkohol pada berbagai minuman keras berbeda-beda, kebanyakan bir mengandung 3-5% alkohol, anggur 10-14%, sherry, port, muscatel berkadar alkohol 20%, sedangkan whisky, rum, gin, vodka, dan brendi berkadar alkohol 40-50%. Ciri-ciri etanol diantaranya, memiliki titik didih 780C, tekanan uap 44 mmHg pada temperatur 200C. Alkohol yang terkandung dalam minuman merupakan penekan susunan saraf pusat, disamping itu juga berbahaya terhadap saluran pencernaan, otot, darah, jantung, kelenjar endokrin, sistem pernafasan, pancreas, dan terutama organ hati yang merupakan organ tubuh utama tempat metabolisme alkohol. Alkohol yang dikonsumsi akan diabsorspsi termasuk yang melalui saluran pernafasan. Penyerapan terjadi setelah alkohol masuk kedalam lambung dan diserap oleh usus kecil. Hanya 5-15% yang dieksresikan langsung melalui paru, keringat, dan urin. Alkohol mengalami metabolismee terutama di hati, kira-kira 7 gram etanol per jam, dimana 1 gram etanol sama dengan 1 ml alkohol 100%. Timbulnya keadaan yang merugikan pada pengkonsumsi alkohol disebabkan oleh alkohol itu sendiri ataupun hasil metabolismeenya.

2.2 Aspek MedikolegalPenyalahgunaan alkohol merupakan penyebab atau paling tidak sebagai faktor pencetus dari kecelakaan, pembunuhan, bunuh diri, serta pelbagai tindak pidana lainnyadengan demikian pemeriksaan alkohol dalam setiap tindak pidana perlu dilakukan, baik pemeriksaan terhadap diri korban ataupun terhadap pelaku kejahatan dengan tujuan membuat jelas dan terang kasus yang bersangkutan.Dalam kaitannya dengan kecelakaan lalu lintas di banyak negara dibuat undang-undang yang mengatur sampai sejauh mana kadar alkohol yang masih diperkenankan pada setiap pengemudi. Di Inggris, kadar alkohol dalam darah yang tidak diperkenankan adalah sebesar 80 mg per 100 ml; di Amerika Serikat 80-150 mg per 100 ml; di Swedia dan Norwegia 50 mg per 100 ml sedangkan di jerman Timur dan Czechoslovakia hanya sebesar 30 mg per 100 ml darah.Pecandu alkohol sering menjadi korban kecelakaan, seperti kecelakaan lalu lintas, kejahatan, atau sebagai korban kejahatan (Abdul, 2008)

2.3 EpidemiologyDiperkirakan sebanyak 5-105 dari seluruh peminum ethanol di United States adalah pecandu ethanol. Berdasarkan National Longitudinal Alcohol Epidemiologic Survey (NLAES), prevalensi dari penyalahgunaan dan ketergantungan alcohol berdasarkan pada Diagnostic and statistical manual, edisi ke empat (DSM-IV). Berdasarkan data tersebut, menunjukkan jumlah pecandu laki laki lebih tinggi tiga kali daripada wanita., dan jum;ahnya lebih banyak pada usia di bawah 45 tahun. Lebih dari 200.00 orang di amerika meninggal setiap tahunnya karena ethanol. Ethanol adalah pembunuh utama pada usia 15-45 tahun. Pada kelompok usia ini, kematian berkaitan dengan kecelakaan lalu lintas sebesar 50%, karena kebakaran 50%, tenggelam 67%, pembunuhan 67%, dan bunuh diri 35%. Pada tahun 1998, terdapat 15.936 kecelakaan yang berkaitan dengan konsumsi ethanol di United States, yang merupakan 38 % dari total kecelakaan lalu lintas. Pada pengendara berusia sekitar 16-20 tahun, peningkatan konsentrasi ethanol sekitar 20 mg/dL di darah, meningkatkan risiko kecelakaan lalu lintas. Ketika kadar ethanol dalam darah sekitar 80-100 mg/dL dan lebih besar dari 150 mg/dL, pada pecandu alcohol, angka harapan hidup menurun 12-15% dibandingkan dengan sisa populasi lain. Walaupun konsumsi harian sekitar 1 hingga 2 kali per hari dapat aman pada kebanyakan orang, namun pada wanita hamil keamanannya tidak diketahui (Goldfranks, 2002).

2.4 Farmakodinamik dan Farmakokinetik2.4.1 FarmakokinetikEtanol ( C2H5OH ) merupakan suatu molekul kecil yang larut dalam air dan dapat diserap dengan cepat dari saluran pencernaan. Setelah menelan alcohol dalam keadaan puasa, maka kadar puncak alcohol dalam darah dapat dicapai dalam 30 menit. Adanya makanan dalam usus memperlambat penyerapan karena pengosongan lambung melambat (Katzung, 2007). Faktor yang mempengaruhi absorbsi ethanol adalah konsentrasi ethanol yang tinggi, adanya makanan di saluran cerna, penyakit saluran cerna, waktu minum ethanol dan variasi individu (Goldfranks, 2002). Jika terdapat factor-faktor di atas absorbs dapat terhambat 2 hingga 6 jam. Sedangkan di bawah kondisi optimal absorbsi dapat berlangsung Selma 60 menit (Goldfranks, 2002). Volume distribusi etanol kira-kira sejumlah total cairan tubuh (0,5-0,7 L/kg). Wanita mempunyai kadar puncak ethanol lebih tinggi dibandingkan pria untuk dosis oral ekuivalen, sebagian karena wanita mempunyai kandungan total cairan tubuh yang lebih rendah. Konsentrasi etanol meningkat dengan cepat pada SSP karena otak menerima total aliran darah dalam jumlah besar dan etanol mudah menembus membran biologic. (Susan, 2007)Lebih dari 90 % alcohol yang dikonsumsi dioksidasi dalam hati, dan kebanyakan sisanya diekskresikan melalui paru-paru dan urin. Ekskresi ethanol dalam jumlah kecil tetapi konsisten melalui paru-paru digunakan pada uji napas alcohol (breath test) yang dapat menjadi dasar definisi legal mengemudi di bawah pengaruh alcohol di banyak Negara (Susan, 2007) Berikut ini, merupakan jalur metabolism etanol; A. Jalur Alkohol DehidrogenaseJalur utama metabolisme alcohol melibatkan alcohol dehidtogenase (ADH), suatu enzim sitosolik yang mengkatalisis perubahan alcohol menjadi asetaldehid. Enzim ini terutama terdapat di hati, tetapi dapat juga ditemukan di organ lain, seperti otak dan lambung. Pada sebagian populasi Asia yang mengidap polimorfisme ADH yang mempengaruhi aktivitas enzim, suatu bentuk ADH yang aktivitasnya berkurang akan disertai peningkatan risiko alkoholisme. Pada lambung pria terjadi metabolism etanol dalam jumlah yang signifikan oleh ADH lambung, tetapi pada wanita hana terjadi dalam jumlah yang lebih sedikit. Wanita tampaknya mempunyai kadar enzim lambung yang lebih rendah. Perbedaan metabolism alcohol dalam lambung ini pada wanita mungkin memperbesar perbedaan kadar alcohol terkait seks dalam darah seperti yang telah disebutkan di atas.Saat perubahan etanol menjadi asetaldehid, ion hydrogen dipindahkan dari alcohol ke factor nicotinamide adenine dinucleotide (NAD) untuk membentuk NADH. Sebagai hasil akhir, oksidasi alcohol menghasilkan zat yang bersifat mereduksi di dalam hati dalam jumlah yang berlebihan, terutama NADH. Kelebihan produksi NADH tampaknya turut berperan pada banyak gangguan metabolic yang menyertai alkoholisme kronik.(Susan, 2007)B. Sistem Oksidasi Etanol Mikrosom (SOEM)Sistem enzim ini juga dikenal sebagai system oksidasi dengan fungsi campuran, menggunakan NADPH pengganti NAD sebagai kofaktor dalam metabolism etanol dan terutama terdiri dari sitokrom P450 2 E1, 1A2 dan 3A4Pada kadar alcohol dalam darah di bawah 100 mg/dL (22 mmol/L), system SOEM yang mempunyai Km relative tinggi untuk alcohol hanya sedikit mempengaruhi metabolism etanol. Namun, jika etanol dikonsumsi dalam jumlah besar, system alcohol dehidrogenase menjadi tak jenuh akibat dplesi kofaktor yang dibutuhkan, NAD+ . Jika kadar etanol meningkat di atas 100 mg/dl, terdapat pengaruh yang besar dari system SOEM yang tidak bergantung pada NAD+ sebagai kofaktor.Aktifitas SOEM akan meningkat dalam konsumsi alcohol kronik. Akibatnya, konsumsi alcohol kronik akan menyebabakan peningkatan yang signifikan tidak hanya pada metabolism etanol tetapi juga pada klirens obat-obat lain yang dieliminasi oleh sitokrom P450 yang berperan dalam system SOEM dan pembentukan produk toksin dari reaksi sitokrom P450 (toksin, radikal bebas, H2O2) (Susan, 2007).C. Metabolisme AsetaldehidBanyak asetaldehid yang terbentuk dari alcohol tampaknya dioksidasi di dalam hati dalam suatu reaksi yang dikatalisis oleh aldehid dehidrogenase (ALDH) bergantung NAD dalam mitokondria. Produk dari reaksi ini adalah asetat, yang dapat dimetabolisme lebih lanjut menjadi CO2 dan air.Oksidasi asetaldehid dihambat oleh disulfiram, suatu obat yang telah digunakan untuk mencegah keinginan minum alcohol pada pasien kecanduan alcohol saat menjalani pengobatan. Jika etanol dikonsumsi bersama disulfiram, asetaldehid akan menumpuk dan menyebabkan reaksi tidak nyaman, seperti muka merah, mual, muntah, pusing dan sakit kepala. Beberapa obat lain (misalnya, metronidazole, cefotetan, trimethoprim) menghambat ALDH dan menyebabkan reaksi mirip disulfiram jika diberikan bersama etanol. Sebagian orang, terutama keturunan Asia, mempunyai defisiensi genetic aktivitas bentuk ALDH dalam mitokondria. Jika orang-orang tersebut meminum alcohol, kadar asetaldehid dalam darahnya akan meningkat dan menyebabkan reaksi kemerahan serupa dengan yang tampak pada kombinasi disulfiram dan etanol. Walaupun adanya bentuk ALDH yang aktivitasnya berkurang dapat melindungi dari alkoholisme, keberadaannya dalam keadaan alkoholik dapat menyebabkan peningkatan risiko penyakit hati berat, yang diperkirakan akibat efek toksik aldehid (Susan, 2007).2.5.2 Farmakodinamik Konsumsi Etanol AkutA. Susunan Saraf PusatSusunan saraf pusat sangat dipengaruhi pada konsumsi alcohol akut. Alkohol dapat menyebabkan sedasi dan menghilangkan kecemasan, serta pada kadar yang lbih tinggi dapat menyebabkan ngoceh tidak keruan, ataksia, kemampuan menyatakan pendapat terganggu, tingkah laku tidak terkontrol, merupakan suatu keadaan yang biasanya disebut intoksikasi atau mabuk. Gejala SSP ini akan sangat menonjol bila kadar alcohol dalam darah meningkat karena toleransi akut terhadap efek alcohol muncul setelah beberapa jam meminum alcohol. Untuk peminum kronik yang sudah toleran terhadap efek alcohol, membutuhkan kadar yang lebih tinggi untuk menimbulkan efek SSP ini. Sebagai contoh, seorang alkoholik kronik dapat tampak tidak mabuk atau hanya sedikit terintoksikasi dengan kadar alcohol 300-400 mg/dL, sementara kadar ini dapat menyebabkan intoksikasi yang sangat nyata atau bahkan koma pada orang yang tak toleran. Kecenderungan dosis sedang alcohol untuk menghambat konsentrasi dan kemampuan mengolah informasi seperti menghambat keterampilan motorik yang dibutuhkan untuk mengoperasikan kendaraan bermotor mempunyai efek yang sangat besar. Kira-kira separuh dari semua kecelakaan lalu lintas penyebab kematian di Amerika Serikat melibatkan setidaknya 1 orang yang mempunyai kadar alcohol hamper atau di atas kadar legal intoksikasi dalam darahnya dan pengemudi yang mabuk merupakan penyebab terpenting kematian pada dewasa muda. Seperti halnya obat hipnotik sedative lain, alcohol merupakan penekan SSP. Kadar alcohol yang tinggi dalam darah dapat menyebabkan koma, depresi napas, dan kematian. Etanol dapat mempengaruhi banyak protein membrane yang berpartisipasi dalam jalur penyampai sinyal, termasuk neurotransmitter untuk amina, asam amino, dan opioid; enzim-enzim seperti Na+/K+ ATPase, adenilsiklase, fosfolipase C spesifik-fosfoinositida, dank anal ion. Banyak perhatian terpusat pada efek alcohol mengenai neurotransmisi oleh glutamate dan GABA, yang merupakan neurotransmitter eksitatori dan inhibitori utama pada SSP. Pajanan etanol akut memperkuat kerja GABA pada reseptor GABAA, yang sesuai dengan kemampuan GABA-mimetik untuk meningkatkan banyak efek akut alcohol dan antagonis GABAA untuk memperlemah sebagian kerja etanol. Etanol menghambat kemampuan glutamate untuk membuka kanal kation yang berhubungan dengan reseptor glutamate subtype N-methyl-D-aspartate(NMDA). Reseptor NMDA terlibat dalam berbagai aspek fungsi kognitif termasuk pembelajaran dan memori. Kehilangan kesadaran (blackout) periode kehilangan memori yang disebabkan karena kadar alcohol yang tinggi dapat diakibatkan oleh hambatan aktivasi reseptor NMDA. Percobaan yang menggunakan pendekatan genetic modern pada akhirnya akan menghasilkan definisi yang lebih tepat tentang target langsung dan tak langsung etanol. Pada beberapa tahun belakangan ini, percobaan yang menggunakan strain cacing dan lalat mutan telah dipusatkan perhatiannya pada beberapa gen utama, termasuk kanal kalium yang diregulasi kalsium dan bergerbang-tegangan yang merupakan salah satu target langsung etanol (Susan, 2007).B. JantungSuatu depresi yang bermakna pada kontraktilitas otot jantung telah diobservasi pada individu yang mengkonsumsi alcohol secara akut dalam jumlah sedang yaitu kadar alcohol dalam darah di atas 100 mg/dL (Susan, 2007).C. Otot PolosEtanol adalah suatu vasodilator, mungkin karena efek pada susunan saraf pusat (dpresi pada pusat vasomotor) dan relaksasi langsung pada otot polos disebabkan oleh metabolitnya, asetaldehid. Dalam kasus kelebihan dosis (overdosis) yang hebat, hipotermia sebagai akibat vasodilatasi mungkin jelas pada lingkungan dingin. Etanolnya merelaksasi uterus dan sebelum dikenal pelemasnya rahim yang lebih efektif dan lebih aman (misalnya, penghambat kalsium, ion magnesium, dan stimulanadrenoreseptor beta2) pernah digunakan secara intravena untuk mencegah persalinan premature (Susan, 2007).

2.5 Toksikasi EtanolToksisitas merupakan istilah dalam toksikologi yang didefinisikan sebagai kemampuan bahan kimia untuk menyebabkan kerusakan atau injuri. Istilah toksisitas merupakan istilah kualitatif, terjadi atau tidak terjadinya kerusakan tergantung pada jumlah unsur kimia yang terabsorpsi. Konsentrasi racun dalam tubuh merupakan fungsi dari jumlah racun yang dipaparkan, yang berkaitan dengan kecepatan absorpsinya dan jumlah yang diserap, juga berhubungan dengan distribusi, metabolisme maupun ekskresi agen toksis tersebut. Toksisitas merupakan sifat bawaan suatu zat, bentuk dan tingkat manifestasi toksiknya pada suatu organisme bergantung pada berbagai jenis faktor. Faktor yang nyata adalah dosis dan lamanya pajanan. Faktor yang kurang nyata adalah jenis kelamin, umur, serta status gizi dan hormonal. Faktor lain yang turut berperan yaitu faktor fisik, lingkungan dan sosial. Di samping itu, efek toksik suatu zat dapat dipengaruhi oleh zat kimia lain yang diberikan bersamaan. Efek toksik dapat berubah karena berbagai hal seperti perubahan absorpsi, distribusi, dan ekskresi zat kimia, peningkatan atau pengurangan biotranformasi, serta perubahahan kepekaan reseptor pada organ sasaran (Mansur, 2008).2.5.1 Efek Toksik Etanol pada HatiPenggunaan alkohol sebagai minuman saat ini sangat meningkat di masyarakat. Alkohol atau etanol merupakan zat kimia yang akan menimbulkan berbagai dampak terhadap tubuh oleh karena akan mengalami proses detoksifikasi didalam organ tubuh. Setelah dikonsumsi, alkohol akan diserap dan didistribusikan ke seluruh bagian tubuh. Etanol yang dikonsumsi dalam jumlah kecil tidak akan menimbulkan masalah, justru metabolisme dari etanol tersebut dapat menghasilkan energi yang bermanfaat bagi tubuh. Konsumsi etanol dalam jumlah besar dan dalam jangka waktu yang lama dapat menimbulkan berbagai macam efek negatif pada tubuh, terutama pada hepar yang merupakan organ tubuh utama untuk metabolisme etanol (Hernawati, 2011). Hati merupakan organ tubuh yang penting untuk mendetoksifikasi zat kimia yang tidak berguna atau merugikan tubuh, termasuk etanol. Proses detoksifikasi dari etanol di hepar terjadi di dalam peroxiSOEM dengan bantuan enzim peroxisomal catalase dengan menggunakan H2O2. Etanol dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada hepar disebabkan karena radikal bebas, asetaldehid, dan rasio NAD:NADH. Metabolismee etanol didalam sel hepar menyebabkan peningkatan produksi radikal bebas dalam hepar dengan berbagai mekanisme. Radikal bebas ini akan bereaksi dengan protein, lipid, dan DNA yang menyebabkan terjadinya kerusakan sel bahkan kematian sel (William,2003). Reaksi antara etanol dengan H2O2 dan radikal reaktif spesies lain akan menghasilkan radikal hidroksietil yang merupakan oksidan kuat. Radikal hidroksietil tersebut dapat mengoksidasi lipid dan protein sel hepar sehingga terjadi kerusakan jaringan hepar (Hernawati, 2011). Peningkatan radikal bebas akibat alkohol juga terjadi melalui mekanisme enzim inducer. Etanol akan menginduksi sitokrom P-450 sehingga enzim tersebut meningkat. Enzim sitokrom P-450 dapat meningkatkan radikal bebas secara langsung dengan membentuk radikal superoksid, maupun secara tidak langsung melalui NADPH. Peningkatan radikal bebas akibat pemberian alkohol akan mengaktifkan nuclear factor yang akan meningkatkan tumor necrosis factor (TNF alfa) yang berperan terhadap nekrosis dan inflamasi pada hati. Suatu penelitian menemukan terjadinya peningkatan produksi radikal bebas di dalam hepar akibat induksi terhadap microsomal cytochrome P-450 oleh etanol. Pada binatang percobaan yang diberikan oleh etanol 0,8 gram/kg BB/hari terjadi peningkatan radikal bebas yang akan menimbulkan kerusakan pada sel-sel hepatosit dan menimbulkan inflamasi pada jaringan hati (Hernawati,2011).Pemberian etanol pada isolat hepatosit dilaporkan menyebabkan perubahan yang besar pada permukaan sel berupa penonjolan (blebs). Beberapa peneliti menduga bahwa penyebab terbentuknya blebs adalah akibat terganggunya stabilitas sel mebran yang mempengaruhi kestabilan sitoskeleton. Stabilitas sitoskeleton dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti ATP, Ca2+, H+, serta thiol. Hepatosit yang baru diisolasi akan terlihat bundar tanpa dengan permukaan yang bergelombang. Bila hepatosit mendapat paparan oleh dengan dosis mulai dari 0,3-2,6 mol/l, maka akan terbentuk blebs di permukaan sel. Pembentukan blebs pada keracunan etanol tersebut reversible karena setelah beberapa saat blebs tersebut akan menyusut hilang (Hernawati,2011).Metabolisme etanol juga mempengaruhi rasio NAD:NADH, dimana NADH yang tinggi dapat menyebabkan peningkatan asam lemak pada sel hepar. Sebagian besar kerusakan jaringan sel hepar alkoholik kronik disebabkan oleh asetaldehid yang tertimbun di dalam hati dan dibebaskan ke dalam darah dalam setelah seseorang meminum alkohol dalam jumlah yang besar. Asetaldehid sangat reaktif dan berikatan secara kovalen dengan gugus amino, nukleotida, dan fosfolipid untuk membentuk adduct. Salah satu akibat dari pembentukan adduct asetaldehid adalah menurunnya pembentukan protein yang membentuk partikel lipoprotein hati dan berkurangnya sekresi protein yang dependent-tubulin. Sebagai akibat gangguan mekanisme sekretorik terjadi penumpukan trigliserol dan protein di dalam hati. Penimbunan protein menyebabkan influx air ke dalam hepatosit dan pembengkakan hati ikut serta menimbulkan hipertensi porta dan kerusakan arsitektur hati (Norma, 2011).2.5.2 Efek Toksik Etanol pada OtakSelain hepar, organ lain yang juga ikut terkena dampak negatif akibat konsumsi alkohol adalah otak. Selama bertahun-tahun, para ilmuwan berpikiran bahwa alkohol mengganggu fungsi neuron di dalam otak melalui interaksinya dengan molekul lemak di dalam membran sel. Kini diketahui bahwa alkohol berinteraksi dengan protein yang ditemukan dalam sel membran terutama yang terlibat dalam neurotransmisi. Seperti zat adiktif lainnya, alkohol juga bekerja melalui brains reward pathway di dalam sistem limbik. Walaupun demikian, tidak seperti obat lainnya, etanol berinteraksi dengan berbagai sistem di otak dan terkadang dapat menstimulasi atau menghambat neurotransmisi. Setelah meminum alkohol dalam jumlah tertentu, seseorang akan merasakan kepuasan di dalam pikirannya. Perasaan puas atau sensasi yang menyenangkan ini akan menyebabkan seseorag mengkonsumsi alkohol secara terus-menerus. Jika etanol dikonsumsi secara berlebihan, akan mengakibatkan timbulnya kebingungan, kehilangan koordinasi, efek sedasi, koma, bahkan dapat menyebabkan terjadinya kematian pada individu yang mengkonsumsinya. Gejala dari keracunan etanol sangat bervariasi dari yang sifatnya ringan yaitu ataxia (sempoyongan) sampai berat yaitu koma (tidak sadarkan diri). Pada intoksikasi yang berat, penderita menunjukkan gejala stuppor (tidak bereaksi) atau menjadi koma. Kulit teraba dingin, bau nafas tercium alkohol, suhu tubuh dan frekwensi nafas menurun, kadang denyut jantung meningkat. Kejadian koma karena keracunan alkohol biasanya KAD nya mencapai 300 mg% atau 0,3 %. Pada konsentrasi kurang dari 100 mg%, lobus frontal otak terpengaruh sehingga tidak berfungsi.Gejala subyektif termasuk peningkatan percaya diri tidak mengikuti peraturan dan daya penglihatan menurun. Bila KAD meningkat dari 0,1% menjadi 0,2%, lobus parietal otak terpengaruh. Pada kondisi tersebut terjadi penurunan daya syaraf motorik, bicara terbata-bata, tremor dan ataksia. Bila KAD mencapai 0,3% akan berpengaruh terhadap serebelum dan juga lobus osipitalis dan serebelum. Pada kondisi ini penderita akan terganggu keseimbangannya dan persepsinya. Bilamana KAD mencapai LD50 (sekitar 0,45-0,5%), penderita akan koma, pernafasan sesak, pembuluh darah tepi (perifer) tidak berfungsi. Pada konsisi tersebut bagian medula otak terpengaruh dan kondisi menjadi sangat kritis.Konsumsi alkohol jangka panjang dapat menyebabkan timbulnya efek tolerance dan juga ketergantungan. Tolerance adalah keadaan dimana sensitivitas otak terhadap alkohol menurun akibat paparan jangka panjang. Jika seseorang yang ketergantungan alkohol berhenti mengkonsumsi alkohol, maka individu tersebut akan mengalami gejala withdrawal, seperti tremor, ansietas atau cemas, berkeringat, halusinasi, dan kejang. (Drh. Darmono MSc)

Tabel 1. Gejala pada sistem saraf pusat akibat toksisitas etanolGejala klinisKonsentrasi alkohol dalam darah (%)Bagian otak yang terkena

1. Ringan. Penglihatan menurun Reaksi lambat Kepercayaan diri meningkat0,005 0,10Lobus depan

2. Sedang Sempoyongan Berbicara tidak menentu Fungsi saraf motorik menurun Kurang perhatian Diplopia Gangguan persepsi Tidak tenang0,15 0,30Lobus parietal

Lobus ocipitalis

Serebellum

3. Berat Gangguan penglihatan Depresi Stuppor0,30 0,50Lobus ocipitalisSerebellumDiencephalon

4. Koma- Kegagalan pernafasan0,50Medulla

Tabel 1. Dampak Pemakaian Alkohol Kadar alkohol dalam darahEfek mengkonsumsi alkohol

50 mg/dl masih mampu bersosialisasi, tenang

80 mg/dl

koordinasi berkurang (kemampuan mental dan fisik berkurang), refleks menjadi lebih lambat (kedua hal tersebut mempengaruhi keselamatan mengemudi)

100 mg/dlgangguan koordinasi yang jelas terlihat

200 mg/dlkebingungan, ingatan berkurang serta gangguan koordinasisemakin berat (tidak dapat berdiri)

300 mg/dl penurunan kesadaran

400 mg/dl atau lebihkoma, kematian

Pankreasperadangan (pankreatitis), kadar gula darah renadah, kanker

Jantungdenyut jantung abnormal (aritmia), gagal jantung

Pembuluh darahtekanan darah tinggi, aterosklerosis, stroke

Otak kebingungan, berkurangnya koordinasi, ingatan jangkapendek yang buruk, psikosa

Saraf

berkurangnya kemampuan untuk berjalan (kerusakan saraf dilengan dan tungkai yang mengendalikan pergerakan)

DAFTAR PUSTAKA

Abdul MI. (2008), Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan Edisi Revisi. Jakarta: Sagung Seto.

(Drh. Darmono MSc)

Goldfranks LR. (2002), Toxicologiy Emergencies 7th Edition. United Stated of America : McGraw-Hill.

Harjanti SR. (2012), Perilaku Kriminal pada Pecandu Alkohol. Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma.

Hernawati. (2011), Gambaran Efek Toksik Etanol Pada Sel Hati. FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia. Artikel Karya Tulis Ilmiah, Bandung.

Susan BM.(2007). Alkohol. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran. p371-4.

Mansur. (2008). Toksikologi dan distribusi agent toksik. Dibuka pada website, http://library.usu.ac.id/ download/fk/kedokteran-mansyur2.pdf. Diakses: 8 Maret 2013.

Nabila N. (2011). Pengaruh Pemberian Metanol dan Etanol Terhadap Tingkat Kerusakan Sel Hepar Tikus Wistar. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Artikel Karya Tulis Ilmiah, Semarang.

Pospos NS. (2002), Bukti gambar, etanol merusak sel hati dan pengaruhnya terhadap konsentrasi ATP intraseluler. Medika. No 1 Tahun XXVII. 17-20

William, et.al. (2003). Understanding Alcohol: Investigations into Biology and Behaviour. National Institute on Alcohol Abuse and Alcoholism. BSCS, Colorado. p31-5