EFEK HIPOGLIKEMIK EKSTRAK DAUN BINAHONG · hikmat-Nya sehingga penyusunan laporan skripsi ini dapat...
Transcript of EFEK HIPOGLIKEMIK EKSTRAK DAUN BINAHONG · hikmat-Nya sehingga penyusunan laporan skripsi ini dapat...
ii
EFEK HIPOGLIKEMIK EKSTRAK DAUN BINAHONG
(Anredera baselloides Baill.) PADA TIKUS PUTIH JANTAN
TERBEBANI GLUKOSA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Dessy Roseta Wijaya
NIM : 038114085
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2007
iii
S K R I P S I
EFEK HIPOGLIKEMIK EKSTRAK DAUN BINAHONG
(Anredera baselloides Baill.) PADA TIKUS PUTIH JANTAN
TERBEBANI GLUKOSA
Oleh
Dessy Roseta Wijaya
NIM : 038114085
Telah disetujui oleh
Dosen Pembimbing
Dr. Sabikis, Apt. tanggal : 11 Februari 2007
iv
S K R I P S I
EFEK HIPOGLIKEMIK EKSTRAK DAUN BINAHONG
(Anredera baselloides Baill.) PADA TIKUS PUTIH JANTAN
TERBEBANI GLUKOSA
Dipersiapkan dan ditulis oleh
Dessy Roseta Wijaya NIM : 038114085
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Ketika kuhadapi kehidupan ini, jalan mana yang harus kupilih,
kutahu kutak mampu, kutahu kutak sanggup,
hanya Kau Tuhan tempat jawabanku
Aku pun tahu ku tak pernah sendiri, sbab Engkau Allah yang menggendongku
tangan-Mu membelaiku, cinta-Mu memuaskanku,
Kau mengangkatku ke tempat yang tinggi
JanjiMu sperti fajar pagi hari, yang tiada pernah terlambat bersinar
Cinta-Mu sperti sungai yang mengalir, dan kutahu betapa dalam Kasih-Mu
Skripsi ini kupersembahkan untuk My Lord, Jesus Christ Papa, Mama, O’oh Chandra, Lie-lie, Oyin, Riko, dan almamaterku.
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis naikkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasih dan
hikmat-Nya sehingga penyusunan laporan skripsi ini dapat terselesaikan dengan
baik. Laporan skripsi dengan judul “Efek Hipoglikemik Ekstrak Daun Binahong
pada Tikus Putih Jantan Terbebani Glukosa” ini diajukan untuk memenuhi salah
satu persyaratan mencapai gelar sarjana farmasi Program Studi Farmasi.
Keberhasilan penyusunan skripsi ini juga tidak lepas dari dukungan dari
berbagai pihak yang telah membantu penulis hingga akhir penulisan laporan
skripsi. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta
2. Bapak Dr. Sabikis, Apt., selaku dosen pembimbing dalam penyelesaian
skripsi. Bimbingan, nasihat, dan ilmu yang telah diberikan menjadi
semangat dan sumber inspirasi seperti air yang mengalir dan tak pernah
berhenti
3. Bapak Yosef Wijoyo, M.Si., Apt yang telah memberikan saran, semangat
dan bersedia meluangkan waktu sebagai ketua panitia penguji dan dosen
penguji
4. Ibu dr. Luciana Kuswibawati, M.Kes., yang telah memberikn saran dan
bersedia meluangkan waktu sebagai sekretaris panitia penguji dan dosen
penguji
vii
5. Bapak Ign. Y. Kristio Budiasmoro, M.Si., dan Bapak Yohanes Dwiatmaka,
M.Si., yang telah sangat membantu penulis selama determinasi tanaman
6. Bapak Ipang Djunarko S.Si., Apt dan Bapak Nunut R, S.Si, Apt yang telah
memberi saran dan membantu dalam pencarian bahan penelitian
7. Bapak Ir. Ig. Aris Dwiatmoko, M.Sc., yang telah membantu penulis dalam
pengolahan statistik data.
8. Mas Kayat, mas Heru, mas Parjiman, mas Wagiran, mas Sarwanto, mas
Andre, mas Sigit, mas Parlan, mas Kunto, mas Agung, dan mas Yuwono
selaku laboran dan karyawan Fakultas Farmasi USD yang telah membantu
penulis selama pelaksanaan penelitian di laboratorium
9. Keluarga tercinta: papa yang telah memberikan inspirasi judul skripsi ini,
mama yang selalu setia mendampingi penulis, Chan-chan, Lie-lie dan Oyin
yang telah memberi dukungan, serta semua keluarga besar dari pihak mama
dan papa untuk doa yang telah diberikan kepada penulis
10. Riko Setyana Kurniawan dan keluarga yang telah memberikan ketenangan
hati, semangat menulis dan belajar, serta fasilitas selama penulis
menyelesaikan skripsi ini
11. Essy dan Fani yang menjadi teman seperjuangan di laboratorium, Ratih
untuk bantuannya, juga teman-teman angkatan 2003 kelas A, B dan C serta
secara khusus kelompok praktikum D (Silih, Fani, Essy, Hani, Wewen,
Rani, Ari, Jenny, Endah, A’an, Sungkit, Nia, Irwan, Daru, Lucy, Agnes,
Olive, Lintang, dan Mila) untuk dukungannya
viii
12. “XtraOrdinary Youth Zone”, khususnya Samuel untuk terjemahannya, Alex
untuk statistiknya, Erick dan Ariyanto
13. Bp Pdt. Yusak Benyamin sekeluarga, yang selalu mendoakan penulis
14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.
Penulis berharap skripsi ini dapat berguna bagi pembaca sekalian. Akhir
kata, penulis menyadari bahwa saran yang membangun akan bermanfaat untuk
perbaikan bagi penulis. Terima kasih dan Tuhan Yesus memberkati.
Penulis
ix
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 11 Februari 2007
Penulis
Dessy Roseta Wijaya
x
INTISARI
Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit yang cukup berbahaya. Selama ini pengobatan yang dilakukan dengan obat hipoglikemik oral membutuhkan biaya yang tidak murah dan digunakan dalam jangka waktu yang cukup lama sehingga tidak semua masyarakat dapat menjangkaunya. Sementara itu, fenomena ‘back to nature’ saat ini semakin berkembang luas di masyarakat. Maka muncullah pemikiran untuk membuktikan kebenaran manfaat ekstrak daun binahong sebagai obat diabetes melitus.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Efek hipoglikemik ekstrak daun binahong pada tikus putih jantan yang dibebani glukosa ditetapkan melalui uji toleransi glukosa oral (UTGO). Tiga puluh ekor tikus dibagi kedalam enam kelompok perlakuan. Kelompok I diberi aquadest 5 ml/kgBB sebagai kontrol negatif, kelompok II diberi larutan glibenklamida 0,45 mg/kgBB sebagai kontrol positif, dan kelompok III sampai VI diberi perlakuan ekstrak daun binahong dengan peringkat dosis 1,20 g/kgBB, 1,80 g/kgBB, 2,70 g/kgBB, dan 4,05 g/kgBB secara per-oral. Kadar glukosa darah ditetapkan dengan metode enzimatik Glucose Oxidase Phenol Antipirin (GOD-PAP). Data kadar glukosa darah pada tiap waktu sampling pada tiap kelompok dianalisis secara statistik menggunakan metode GLM Repeated Measure. Sedangkan nilai LDDK0-300 glukosa darah dianalisis secara statistik menggunakan uji Kruskal Wallis dan kemudian dilanjutkan dengan uji Mann Whitney bertaraf kepercayaan 95%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun binahong dengan dosis 1,20 g/kgBB sampai 4,05 g/kgBB memberikan penurunan kadar glukosa darah sebesar 10,85% sampai 23,67% terhadap kontrol negatif. Peringkat dosis 3 dan 4 memberikan efek penurunan kadar glukosa darah secara bermakna terhadap kontrol negatif. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ekstrak daun binahong mempunyai efek hipoglikemik. Kata kunci: daun binahong, GOD-PAP, efek hipoglikemik, diabetes melitus
xi
ABSTRACT
Diabetes mellitus was one of those quite dangerous diseases. So far the use of oral hypoglycemic medicine as the treatment costs very much and it has to be used in long period so not all of people can afford it. Meanwhile, the phenomenon of “back to nature” has now been very popular in the society. As the result, came the research to prove the truth about the capability of the extract of Anredera baselloides Baill leave to be the alternative treatment to the disease.
This research was purely experimental with complete random pattern design. The hypoglycemic effect on male rat which had been given glucose was tested through Oral Glucose Tolerance Test (OGTT). Thirty mice were divided into six groups with six different kinds of treatment for each group. Group I was treated by aquadest 5 ml/kg bw as negative control, group II was treated by glibenclamide 0,45 mg/kg bw as positive control, group III, IV, V, and VI were treated extract of the leaves of Anredera baselloides Baill which have equivalent dosage 1,20 g/kg bw, 1,80 g/kg bw, 2,70 g/kg bw, and 4,05 g/kg bw, and all the dispention were per os. Blood glucose level was assayed with Glucose Oxidase Phenol Antipirin (GOD-PAP) enzymatic method. The data of blood glucose level from each sampling time on each group was statistically analyzed using GLM Repeated Measure design. The AUC0-300 of blood glucose was statistically analyzed using Kruskal Wallis test and then continued with Mann Whitney test with 95% level of convidence.
The result indicated that extract of the leaves of Anredera baselloides Baill with 1,2 g/kg bw until 4,05 g/kg bw dosages decreased the concentration of blood glucose from 10,85% until 23,67% to negative control. Level dosage 2,70 g/kg bw, and 4,05 g/kg bw decreased the concentration of blood glucose significantly to negative control. Thus, it can be concluded that extract of the leaves of Anredera baselloides Baill has hypoglycemic effect.
Keyword : Anredera baselloides Baill., GOD-PAP, hypoglycemic effect, diabetes mellitus
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. iii
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN....................................................................... v
KATA PENGANTAR ..................................................................................... vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .......................................................... ix
INTISARI ........................................................................................................ x
ABSTRACT ..................................................................................................... xi
DAFTAR ISI ................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xvii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xix
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xx
ARTI LAMBANG, SINGKATAN DAN ISTILAH ....................................... xxi
BAB I PENGANTAR .................................................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................................... 1
1. Permasalahan ....................................................................................... 3
2. Keaslian penelitian ............................................................................... 3
3. Manfaat penelitian ............................................................................... 4
a. Manfaat teoritis .............................................................................. 4
b. Manfaat praktis .............................................................................. 4
xiii
B. Tujuan Penelitian ........................................................................................ 4
1. Tujuan Umum ...................................................................................... 4
2. Tujuan Khusus ..................................................................................... 4
BAB II PENELAHAN PUSTAKA ............................................................... 5
A. Tanaman Binahong .................................................................................... 5
1. Sinonim ................................................................................................ 5
2. Klasifikasi tanaman binahong .............................................................. 5
3. Morfologi tanaman binahong ............................................................... 6
B. Karbohidrat ................................................................................................ 7
C. Diabetes Melitus ......................................................................................... 8
1. Definisi ................................................................................................. 9
2. Gejala ................................................................................................... 11
3. Klasifikasi ............................................................................................ 12
4. Cara dan kriteria diagnosis ................................................................... 13
D. Teknik Uji Diabetik dan Metode Penetapan Kadar Glukosa Darah .......... 15
1. Teknik uji diabetik ............................................................................... 15
2. Metode penetapan kadar glukosa darah ............................................... 16
E. Glibenklamida ............................................................................................ 17
F. Ekstrak ....................................................................................................... 18
G. Spektrofotometri ........................................................................................ 19
H. Keterangan Empiris .................................................................................... 20
xiv
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................... 21
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ................................................................. 21
B. Variabel Penelitian ..................................................................................... 21
1. Variabel utama ..................................................................................... 21
2. Variabel pengacau terkendali ............................................................... 21
3. Variabel pengacau tak terkendali ......................................................... 22
C. Bahan dan Alat Penelitian .......................................................................... 22
1. Bahan penelitian ................................................................................... 22
2. Alat penelitian ....................................................................................... 23
D. Jalannya Penelitian ...................................................................................... 23
1. Determinasi tanaman binahong ............................................................ 23
2. Pembuatan simplisia uji ........................................................................ 24
a. pengolahan bahan ........................................................................... 24
b. pembuatan ekstrak daun binahong ................................................. 24
c. pascapengolahan ............................................................................. 25
d. penetapan dosis ekstrak daun binahong ......................................... 25
3. Preparasi bahan .................................................................................... 26
a. pembuatan larutan asam benzoat 0,1% b/v ..................................... 26
b. pembuatan larutan stock glukosa 10 mg/ml ................................... 26
c. sodium oksalat 2% b/v ..................................................................... 26
d. penentuan keseragaman bobot kaplet glibenklamida ..................... 26
e. penentuan dosis glibenklamida ...................................................... 26
f. pembuatan larutan glibenklamida ................................................... 27
xv
4. Percobaan pendahuluan ........................................................................ 27
a. penetapan waktu resapan stabil larutan glukosa murni .................. 27
b. penetapan panjang gelombang maksimum ..................................... 27
c. pembuatan kurva baku .................................................................... 27
d. penetapan waktu pemberian glibenklamida ................................... 28
e. penetapan waktu pemberian ekstrak daun binahong ...................... 28
f. pengelompokan dan perlakuan hewan uji ...................................... 29
5. Penetapan kadar glukosa darah ............................................................ 30
E. Analisis Hasil ............................................................................................. 31
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 33
A. Determinasi Tanaman Binahong ................................................................ 33
B. Pembuatan Simplisia Uji dan Preparasi Bahan .......................................... 33
C. Percobaan Pendahuluan .............................................................................. 33
1. Waktu resapan stabil glukosa ............................................................... 33
2. Penetapan panjang gelombang maksimum .......................................... 36
3. Pembuatan kurva baku ......................................................................... 37
4. Penetapan waktu pemberian glibenklamida ......................................... 39
5. Penetapan waktu pemberian ekstrak daun binahong ............................ 41
D. Efek Hipoglikemik Ekstrak Daun Binahong ............................................. 42
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 53
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 54
xvi
LAMPIRAN .................................................................................................... 57
BIOGRAFI PENULIS................................................................................... 87
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel I. Nilai glukosa plasma puasa dan toleransi glukosa oral ............... 14
Tabel II. Diagnosis GDM dengan pemberian glukosa oral 100 g atau
75 g ............................................................................................. 15
Tabel III. Isi pereaksi enzim glucose GOD-PAP ........................................ 22
Tabel IV. Keseragaman bobot tablet ........................................................... 26
Tabel V. Volume pengukuran kadar glukosa darah ................................... 30
Tabel VI. Data hasil penetapan waktu resapan stabil larutan glukosa
standar ......................................................................................... 35
Tabel VII. Hubungan kadar dan resapan glukosa pada λ maksimum
504 nm ........................................................................................ 38
Tabel VIII. Hasil UTGO dan perhitungan prosentase selisih LDDK0-300
larutan glibenklamida .................................................................. 39
Tabel IX. Hasil UTGO dan LDDK0-300 ekstrak daun binahong ................ 41
Tabel X. Data kadar glukosa darah rata-rata dan LDDK0-300 setiap
kelompok perlakuan .................................................................... 43
Tabel XI. Hasil analisis GLM Repeated Measure kadar glukosa darah ...... 46
Tabel XII. Pengaruh praperlakuan ekstrak daun binahong terhadap
LDDK0-300 kadar glukosa darah tikus putih jantan dan
prosentase perbedaan terhadap kelompok negatif dan positif .... 48
Tabel XIII. Hasil analisis homogenitas variansi menggunakan uji Anova
One Way ...................................................................................... 50
xviii
Tabel XIV. Test Mean LDDK0-300 keenam kelompok perlakuan dengan uji
Kruskal-Wallis ............................................................................ 50
Tabel XV. Hasil uji Mann-Whitney LDDK0-300 glukosa darah tikus putih
jantan terbebani glukosa .............................................................. 51
xix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Metabolisme glukosa pada individu normal dan penderita
diabetes ....................................................................................... 7
Gambar 2. Transpor glukosa ......................................................................... 8
Gambar 3. Rumus struktur glibenklamida .................................................... 17
Gambar 4. Bagan alur analisis hasil kadar glukosa darah ............................ 32
Gambar 5. Bagan alur analisis hasil LDDK0-300 glukosa darah .................... 32
Gambar 6. Reaksi enzimatik antara glukosa dan reagen GOD-PAP ............ 34
Gambar 7. Grafik hubungan antara resapan dan waktu resapan stabil
reaksi glukosa standar pada λ 500 nm ....................................... 35
Gambar 8. Kurva hubungan antara λ dan resapan maksimum glukosa
standar selama operating time .................................................... 36
Gambar 9. Kurva baku glukosa pada λ maksimum 504 nm selama
operating time ............................................................................. 39
Gambar 10. Diagram pengaruh waktu pemberian glibenklamida terhadap %
selisih LDDK .............................................................................. 40
Gambar 11. Diagram pengaruh waktu pemberian ekstrak daun binahong ..... 41
Gambar 12. Kurva hubungan antara waktu sampling dan kadar rata-rata
glukosa darah akibat pemberian aquadest, glibenklamida, dan
ekstrak daun binahong ................................................................ 44
Gambar 13. Diagram LDDK0-300 glukosa darah masing-masing perlakuan ... 49
xx
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Determinasi tanaman binahong ................................................ 57
Lampiran 2. Foto tanaman binahong ............................................................ 58
Lampiran 3. Foto daun, umbi, dan bunga binahong ..................................... 59
Lampiran 4. Foto herbarium kering dan ekstrak daun binahong .................. 60
Lampiran 5. Foto hewan uji percobaan (tikus putih jantan) ......................... 61
Lampiran 6. Foto alat penelitian ................................................................... 62
Lampiran 7. Preparasi bahan ......................................................................... 64
Lampiran 8. Data kadar glukosa darah darah pada tiap perlakuan dan
waktu sampling ........................................................................ 68
Lampiran 9. Hasil uji distribusi data dengan test Kolmogorov Smirnov ...... 70
Lampiran 10. Hasil uji GLM Repeated Measure kadar glukosa darah .......... 72
Lampiran 11. Hasil uji Kruskal Wallis ........................................................... 75
Lampiran 12. Hasil uji Mann Whitney ........................................................... 76
Lampiran 13. Hasil uji Anova One Way ......................................................... 84
Lampiran 14. Leaflet GOD-PAP..................................................................... 85
xxi
ARTI LAMBANG, SINGKATAN DAN ISTILAH
ad libitum : tanpa batas
Antikoagulan : bekerja untuk mencegah pembekuan darah; berbagai
substansi yang menekan, memperlambat atau meniadakan
pembekuan darah
DMTI : Diabetes Melitus Tergantung Insulin
DMTTI : Diabetes Melitus Tidak Tergantung Insulin
Geoxalated : darah yang mengandung oksalat sebagai antikoagulan
GOD–PAP : Glucose Oxidase Phenol Antipirin atau Glukosa Oxidase
Phenol p-aminophenazone
Hipoglikemi(k) : penurunan kadar glukosa dalam darah secara abnormal
HMP : Heksosa Mono Phospat
LDDK : Luas Daerah di Bawah Kurva
λ : panjang gelombang
1
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
"Back To Nature" atau kembali ke alam merupakan fenomena di
masyarakat yang saat ini terasa semakin berkembang. Fenomena ini menunjukkan
bahwa masyarakat sudah semakin peduli dalam melakukan upaya menjaga
kesehatan tubuhnya. Hal inilah yang menjadi motivasi penulis untuk
memperkenalkan bahan alam sebagai bahan pengobatan penyakit.
Dewasa ini, angka prevalensi terjadinya suatu penyakit semakin
meningkat bahkan beberapa penyakit dapat berakibat kematian. Salah satu contoh
penyakit yang banyak diderita oleh masyarakat sekarang ini adalah diabetes
melitus. Apa itu “Diabetes Melitus”?. Diabetes melitus merupakan penyakit
kronik yang sudah mendunia dan menimbulkan komplikasi yang merugikan.
Diabetes melitus disebut juga The Great Imitator karena penyakit ini dapat
mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan.
Diabetes melitus menempati urutan ke-4 prioritas penelitian nasional untuk
penyakit degeneratif (Suyono dkk, 2006). Penyakit yang ditakuti oleh manusia di
seluruh dunia ini, semakin merajalela terutama karena kurangnya kontrol pola
hidup manusia terhadap asupan makanan. Oleh karena itu, penyakit ini perlu
diwaspadai dan dicegah terhadap terjadinya komplikasi penyakit pada berbagai
organ yang semakin parah.
1
2
Selama ini pengobatan diabetes melitus biasanya dilakukan dengan diet
saja atau dengan gabungan antara diet dengan pemberian obat hipoglikemik oral
(OHO) dan ada kalanya juga dengan gabungan antara diet dengan suntikan
insulin. Berbagai jenis obat hipoglikemik oral banyak ditemukan di apotek dan
biasanya tergolong obat dengan harga yang tidak murah dan digunakan dalam
jangka waktu lama, sehingga tidak semua masyarakat dapat menjangkaunya.
Selain itu kondisi masyarakat desa yang jauh dari kota atau belum tersedianya jasa
apotek dapat mengakibatkan obat hipoglikemik ini sulit untuk diperoleh. Oleh
karena itu perlu adanya suatu alternatif untuk mengupayakan pengobatan diabetes
melitus seperti memanfaatkan tanaman obat atau bahan alam dari lingkungan
sekitar, yang telah dipercaya dapat berkhasiat sebagai obat hipoglikemik.
Binahong tergolong tanaman yang masih asing bagi masyarakat Indonesia.
Tanaman ini dipercaya oleh masyarakat tertentu dapat digunakan untuk
pengobatan diabetes melitus dan penyakit lainnya. Kepercayaan masyarakat
tersebut terus berkembang dari mulut ke mulut bahkan tak jarang pengalaman
orang-orang yang menggunakannya semakin meyakinkan akan manfaat tanaman
tersebut. Tanaman yang baru dikenal oleh masyarakat Indonesia dalam tiga tahun
terakhir ini tampaknya semakin diburu dan dibudidayakan untuk keperluan
pengobatan penyakit.
Untuk lebih memperoleh bukti khasiatnya maka perlu dilakukan penelitian
ilmiah. Meskipun belum diketahui secara pasti mekanismenya, namun
diperkirakan bahwa efeknya dapat menurunkan kadar glukosa darah seperti
halnya obat hipoglikemik oral. Dengan didapatnya data yang menyakinkan secara
3
ilmiah maka penggunaan tanaman binahong sebagai obat hipoglikemik oral dapat
dijamin kebenarannya.
Penelitian pengaruh tanaman binahong terhadap kadar glukosa darah dapat
dilakukan dengan cara mengukur kadar glukosa darah dari hewan coba seperti
tikus, yaitu dengan memberikan beban glukosa dan diamati pengaruh terhadap
toleransi glukosa.
1. Permasalahan
Permasalahan yang diangkat penulis pada penelitian ini adalah apakah
ekstrak daun binahong mempunyai efek hipoglikemik (penurunan kadar glukosa
darah) pada tikus putih jantan terbebani glukosa?
2. Keaslian Penelitian
Sejauh penelusuran penulis, penelitian menggunakan tanaman binahong
masih jarang dilakukan di Indonesia. Penelitian menggunakan daun binahong
pernah dilakukan oleh Joan W. Nowicke yang berjudul Pollen Morphology, Exine
Structure and the Relationships of Basellaceae and Didiereaceae to Portulacaceae;
dan oleh Espada A., Riguera R., dan Jimenez, C yang berjudul Boussingoside E, a
new triterpenoid suponin from the tubers of Boussingaultia baselloides. Penelitian
ini berbeda dengan penelitian yang telah ada karena melihat aspek dari segi
farmakologik yaitu efek hipoglikemik ekstrak daun binahong terhadap kadar
glukosa darah tikus putih jantan terbebani glukosa.
4
3. Manfaat Penelitian
a. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan manfaat daun binahong
sebagai obat tradisional yang berkhasiat sebagai obat hipoglikemik.
b. Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran,
informasi, dan masukan kepada masyarakat pada umumnya dan khususnya
para penderita diabetes melitus mengenai penggunaan daun binahong sebagai
obat hipoglikemik.
B. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk membuktikan
kebenaran efek hipoglikemik ekstrak daun binahong.
2. Tujuan Khusus
Tujuan penelitian ini secara khusus adalah untuk memperoleh data sebagai
bukti adanya penurunan kadar glukosa darah akibat pemberian ekstrak daun
binahong pada tikus putih jantan terbebani glukosa.
5
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Tanaman Binahong
1. Sinonim
Berdasarkan Bihrmann’s Caudiciform, tanaman binahong atau Anredera
baselloides Baill., memiliki sinonim Boussingaultia baselloides Kunth, Anredera
weberbaueri (Ulbr.) Soukup, dan Boussingaultia weberbaueri Ulbr. Anredera
baselloides Baill ini memiliki beberapa nama umum antara lain Gulf Madeira
vine, Bridal wreath, Cascade creeper, Lamb's tail, dan Madeira vine (Anonim,
2003 a).
2. Klasifikasi tanaman binahong
Berdasarkan Bihrmann’s Taxonomy klasifikasi tanaman binahong yaitu:
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Subclass : Caryophyllidae
Bangsa : Caryophyllales
Suku : Basellaceae
Marga : Anredera
Jenis : Anredera baselloides Baill.
(Anonim, 2003 b).
5
5
6
3. Morfologi tanaman
Berdasarkan Bihrmann’s Caudiciform, tanaman binahong termasuk
golongan famili Basellaceae yang digambarkan oleh Baill pada tahun 1888.
Tanaman yang ditemukan di Amerika Selatan sekitar Ekuador ini membutuhkan
drainasi tanah yang baik, beberapa air dan banyak cahaya matahari. Rhizoma akan
tumbuh sampai 4 cm dan tingginya mencapai 6 m. Bunganya putih dan tanaman
ini dapat dikembangbiakan baik dengan dipotong, benih atau umbinya (Anonim,
2003 a).
Berdasarkan Swaziland's Alien Plants Database, batang tanaman
binahong merambat, tipis dan sering kemerah-merahan. Daun dengan panjang
tangkai daun 1-2 cm, umumnya terdapat akar umbi kecil pada ketiak daun.
Halaian daun berukuran 2-11 x 1,75-10 cm, berbentuk hati dan lebar, agak berair
sampai berair banyak mengikuti derajat pencahayaan, pangkal daun berhubungan
langsung dengan tangkai daun; puncaknya tumpul. Racemes sederhana (batang
mempunyai sejumlah bunga pada tangkai lateral, yang tua di dasar dan yang muda
di pucuk) atau 2-4 cabang batang, panjangnya sampai 18 cm dan umumnya
mengeluarkan ibu tangkai bunga, dengan sejumlah bunga-bunga putih kecil yang
wangi. Tangkai bunga penjangnya 2-3 mm; daun pelindung panjangnya 1,5-1,8
mm, bentuknya lanset. Bunga panjangnya 2-3 mm, membujur elip sampai elips
yang melebar. Tangkai sari berbentuk segitiga sempit, dan menyebar. Kepala
putiknya satu dengan tangkai yang lebih pendek dari benang sari; bercabang 1/2-
3/4 panjangnya; kepala putik ditengah (Anonim, 2006 b).
7
B. Karbohidrat
Karbohidrat setelah dikunyah, ditelan dan dicerna, di usus akan menjadi
monosakarida dan diabsorpsi. Setelah diabsorpsi masuk ke dalam sel, glukosa
yang masuk ke dalam sel mengalami fosforilasi membentuk glukosa-6-fosfat, di
mana enzim yang mengkatalisis reaksi ini adalah heksokinase dan atau
glukokinase. Glukosa-6-fosfat kemudian dipolimerisasi menjadi glikogen atau
dikatabolisme. Proses pembentukan glikogen disebut glikogenesis dan pemecahan
glikogen disebut glikogenolisis. Glikogen, bentuk simpanan glukosa, terdapat
banyak dalam jaringan tubuh terutama dalam hati dan otot rangka (Ganong,
1995).
GGlluukkoossaa ddaarraahh ((hhaattii && ggiinnjjaall))
GGlliikkooggeenn GGlluukkoossaa--66PP CCOO22 LLiinnttaass HHMMPP PPiirruuvvaatt AAssaamm aammiinnoo
BBaaddaann kkeettoonn AAsseettiill KKoo--AA CCOO22++HH22OO
AAssaamm lleemmaakk KKoolleesstteerrooll SSiikklluuss TTCCAA
AArraahh rreeaakkssii yyaanngg ddoommiinnaann ppaaddaa iinnddiivviidduu nnoorrmmaall
AArraahh rreeaakkssii yyaanngg ddoommiinnaann ppaaddaa ppeennddeerriittaa ddiiaabbeetteess
Gambar 1. Metabolisme glukosa pada individu normal dan penderita diabetes (Handoko dan Suharto, 1995)
Pada pemecahan glukosa (glikolisis), glukosa dapat diubah menjadi asam
piruvat atau asam laktat atau keduanya. Asam piruvat dikonversi membentuk
asetil KoA dan sebagian mengalami transaminasi menjadi asam amino. Kelebihan
asetil KoA akan diubah menjadi senyawa keton, dan glukosa dapat diubah juga
menjadi lemak melalui asetil KoA. Sebagian asetil KoA dibakar bersama dengan
8
residu asam amino dalam siklus asam trikarboksilat menjadi CO2 dan H2O
(Ganong, 1995).
Gambar 2. Transpor glukosa (Marks et al, 1996; Moran, et al, 1994)
Peristiwa transpor glukosa dari lumen usus ke dalam sel dibantu oleh
pompa Na+, K+-ATPase. Sel ini menciptakan gradien dalam Na+ dan kemudian
menggunakan gradien ini untuk mendorong transpor glukosa dari lumen usus ke
dalam sel. Satu ion natrium berikatan dengan protein pembawa di membran
luminal, yang akan merangsang pengikatan glukosa. Protein pembawa
melepaskan Na+ dan glukosa masuk ke dalam sel. Sedangkan sistem transpor
Sel
9
aktif, Na+, K+-ATPase, akan memompa Na+ melawan gradien konsentrasi dari
dalam sel ke cairan ekstrasel. Peristiwa ini diawali dari ikatan tiga ion natrium
dengan protein pembawa yang akan menstimulasi fosforilasi oleh ATP.
Fosforilasi ini menyebabkan perubahan konformasi protein sehingga ion natrium
akan dilepaskan ke dalam cairan ekstrasel. Kemudian dua ion kalium berikatan di
sisi lain ekstrasel yang akan memicu pelepasan gugus fosfat. Defosforilasi protein
pembawa ini akan membentuk kembali konformasi aslinya dan menyebabkan ion
kalium dilepaskan ke dalam sel. Protein pembawa yang telah kembali ke
konformasi semula ini siap untuk mengikat ion natrium lagi, demikian seterusnya.
Sistem transpor glukosa dari lumen usus ke dalam sel tersebut disebut transpor
aktif sekunder, yaitu perpindahan suatu bahan melawan gradien elektrokimia dan
digabungkan dengan pemindahan bahan lain mengikuti penurunan gradien
elektrokimianya yang dibentuk dan dipertahankan oleh transpor aktif primer.
Sementara itu glukosa dari dalam sel akan bergerak mengikuti penurunan gradien
konsentrasinya ke sel lainnya secara difusi terfasilitasi yang melibatkan protein
pembawa (carrier) (Campbell, 2002; Marks et al, 1996; Moran, et al, 1994).
Persamaan reaksi Na+, K+-ATPase menurut Lehninger (1975) dapat ditulis :
3Na+intrasel + 2K+
ekstrasel + ATP4- + H2O 3Na+ekstrasel + 2K+
intrasel + ADP3- + Pi2- + H+
C. Diabetes melitus
1. Definisi
Diabetes melitus adalah sejumlah gangguan metabolisme yang ditandai
oleh hiperglikemia; dihubungkan dengan keabnormalan dalam metabolisme
10
karbohidrat, lemak, dan protein dan menghasilkan komplikasi meliputi gangguan
mikrovaskuler, dan makrovaskuler (Triptitt et al, 2005). Komplikasi
mikrovaskuler meliputi retinopati, neuropati, dan nefropati. Komplikasi
makrovaskuler meliputi panyakit jantung koroner, stroke, dan penyakit pembuluh
darah perifer. Diabetes melitus dihasilkan dari kurangnya sekresi insulin,
kurangnya sensitivitas insulin atau keduanya (Wells, 2003). Insulin merupakan
hormon yang dibutuhkan untuk menkonversi gula dan makanan yang lain menjadi
energi yang dibutuhkan untuk kehidupan sehari-hari. Penyebab diabetes ini masih
merupakan misteri, meskipun baik genetik dan faktor lingkungan seperti obesitas
dan kurangnya kegiatan tampak memainkan peranan (Anonim, 2006 a).
Hiperglikemia timbul karena penyerapan glukosa ke dalam sel terhambat
serta metabolismenya diganggu. Dalam keadaan normal, kira-kira 50% glukosa
yang dimakan mengalami metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 5%
diubah menjadi glikogen dan kira-kira 30-40% diubah menjadi lemak. Pada
diabetes melitus semua proses tersebut terganggu, glukosa tidak dapat masuk ke
dalam sel, sehingga energi terutama diperoleh dari metabolisme protein dan
lemak. Sebenarnya hiperglikemia sendiri relatif tidak berbahaya, kecuali bila
hebat hingga darah menjadi hiperosmotik terhadap cairan intrasel. Yang nyata
berbahaya adalah glikosuria yang timbul, karena glukosa bersifat diuretik
osmotik, sehingga diuresis sangat meningkat disertai hilangnya berbagai
elektrolit. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya dehidrasi dan hilangnya
elektrolit pada penderita diabetes yang tidak diobati (Handoko dan Suharto,
1995).
11
2. Gejala
Gejala klasik penyakit diabetes melitus, dikenal dengan istilah trio-P, yaitu
poliuria (banyak kencing), polidipsi (banyak minum), dan polifagia (banyak
makan).
a. Poliuria (banyak kencing) merupakan gejala umum pada penderita diabetes
melitus. Banyaknya kencing ini disebabkan kadar gula yang berlebihan,
sehingga merangsang tubuh untuk berusaha mengeluarkannya melalui ginjal
bersama air kencing. Gejala banyak kencing ini terutama menonjol pada
waktu malam hari, yaitu saat kadar gula dalam darah relatif tinggi.
b. Polidipsi (banyak minum) sebenarnya merupakan akibat (reaksi tubuh) dari
banyak kencing tersebut. Untuk menghindari tubuh kekurangan cairan
(dehidrasi), maka secara otomatis akan timbul rasa haus atau kering yang
menyebabkan timbulnya keinginan untuk terus minum selama kadar gula
dalam darah belum terkontrol baik. Sehingga dengan demikian akan terjadi
banyak kencing dan banyak minum.
c. Polifagia (banyak makan) merupakan gejala yang tidak menonjol. Terjadinya
banyak makan ini disebabkan oleh berkurangnya cadangan gula dalam tubuh
meskipun kadar gula dalam darah tinggi. Sehingga dengan demikian tubuh
berusaha untuk memperoleh tambahan cadangan gula dari makanan yang
diterima. Badan kehilangan 4 kalori untuk setiap gram glukosa yang
diekskresi. Polifagia timbul karena perangsangan pusat nafsu makan di
hipotalamus oleh kurangnya pemakaian glukosa di kelenjar itu
(Lanywati, 2001; Handoko dan Suharto, 1995).
12
3. Klasifikasi
Klasifikasi diabetes melitus menurut American Diabetes Association,
dibagi menjadi empat kelompok utama yaitu:
a. diabetes tipe-1
Diabetes tipe-1 biasanya didiagnosis pada anak-anak dan dewasa
muda, dan sebelumnya dikenal sebagai diabetes juvenil. Diabetes tipe-1
disebabkan oleh masalah kegagalan autoimun pada sistem imun tubuh. Pada
tubuh sehat, dikhususkan sel (dinamakan sel beta) pada pankreas akan
memproduksi insulin. Insulin adalah hormon tubuh yang dibutuhkan untuk
mengambil glukosa dari darah ke sel. Pada diabetes tipe-1, sistem imun
mengalami kegagalan pada sel beta dan ketika sel beta rusak maka gejala
diabetes akan nampak.
b. diabetes tipe-2
Diaberes tipe-2 merupakan bentuk umum dari diabetes. Pada diabetes
tipe-2, sel beta masih memproduksi insulin. Akan tetapi, dapat dikarenakan
baik sel tidak dapat merespon insulin dengan baik atau insulin yang
diproduksi tubuh tidak mencukupi yang dibutuhkan oleh tubuh. Sehingga
insulin biasanya masih ada pada orang dengan diabets tipe-2, tetapi tidak
bekerja dengan baik sebagaiman mestinya.
c. pre-diabetes
Sebelum seseorang mengalami diabetes tipe-2, sebagian besar mereka
mengalami pre-diabetes, kadar glukosa darah lebih tinggi dari normal tapi
tidak cukup tinggi untuk didiagnosis sebagai diabetes. Penelitian terkini
13
menunjukkan bahwa beberapa kerusakan jangka lama pada tubuh khususnya
jantung dan sistem sirkulasi dapat terjadi selama pre-diabetes.
d. diabetes melitus gestational (DMG)
Diabetes melitus saat kehamilan merupakan istilah yang digunakan
untuk wanita yang menderita diabetes selama kehamilan. Penyebab
gestational diabetes belum diketahui, tetapi ada beberapa petunjuk. Plasenta
mendukung bayi untuk pertumbuhannya. Hormon dari plasenta membantu
bayi berkembang. Tetapi hormon ini juga memblok aksi insulin ibu di dalam
tubuhnya. Masalah ini disebut resistensi insulin. Resistensi insulin membuat
tubuh ibu sulit menggunakan insulin, dan membutuhkan tiga kali lipat lebih
banyak insulin. Gestational diabetes dimulai ketika tubuh tidak mampu untuk
memproduksi dan menggunakan semua insulin yang tersedia. Tanpa insulin
yang cukup, glukosa tidak dapat meninggalkan darah dan diubah menjadi
energi. Glukosa berada pada kadar yang tinggi di dalam darah, dan disebut
hiperglikemia.
(Anonim, 2006 a)
4. Cara dan Kriteria Diagnosis
Cara dan kriteria diagnosis diabetes melitus adalah sebagai berikut:
a. Berdasarkan glukosa plasma puasa
Glukosa plasma dalam keadaan puasa dibagi atas tiga nilai, yaitu <100 mg/dl,
antara >100 mg/dl sampai <125 mg/dl, dan ≥126 mg/dl. Kadar glukosa plasma
puasa <110 mg/dl dinyatakan normal, ≥126 mg/dl adalah diabetes melitus,
14
sedangkan antara 110-126 mg/dl disebut glukosa darah puasa terganggu atau
impaired fasting glucose (IFG).
b. Berdasarkan tes toleransi glukosa oral
Sesuai dengan kesepakatan WHO maka tes toleransi glukosa oral harus
dilakukan dengan beban 75 gram setelah berpuasa minimal 8 jam. Penilaian
adalah sebagai berikut: toleransi glukosa normal bila <140 mg/dl, toleransi
glukosa terganggu atau impaired glucose tolerance (IGT) bila kadar glukosa
140 mg/dl - 200 mg/dl, dan kadar glukosa ≥200 mg/dl disebut diabetes
melitus. Pasien dengan IFG dan IGT secara umum mengacu pada
‘prediabetes’ yang mempunyai resiko besar berkembang menjadi diabetes di
masa depan.
c. HbA1c
Rekomendasi determinasi HbA1c ini untuk memonitor kontrol glikemik pada
pasien diabetes. Karena tidak adanya standar baik dan beberapa negara belum
siap untuk mengakses tes ini, maka determinasi HbA1c tidak
direkomendasikan untuk mendiagnosis diabetes sewaktu-waktu.
(Triptitt et al, 2005)
Tabel I. Nilai glukosa plasma puasa dan toleransi glukosa oral (Triptitt et al, 2005)
Glukosa plasma puasa
- Normal < 100 mg/dl (5,6 mmol/L)
- Glukosa plasma puasa terganggu 100 -125 mg/dl (5,6 – 6,9 mmol/L)
- Diabetes melitus ≥ 126 mg/dl (7,0 mmol/L)
Hasil tes toleransi glukosa oral, glukosa plasma 2 jam
- Normal < 140 mg/dl (7,8 mmmol/L)
- Toleransi glukosa terganggu 140 - 200 mg/dl (7,8 - 11,1 mmol/L)
- Diabetes melitus ≥ 200 mg/dl (11,1 mmol/L)
15
Tabel II. Diagnosis GDM dengan pemberian glukosa oral (Triptitt et al, 2005)
Pemberian glukosa oral 100g
- Puasa ≥ 95 mg/dl (5,3 mmol/L)
- 1 jam ≥ 180 mg/dl (10 mmol/L)
- 2 jam ≥ 155 mg/dl (8,6 mmol/L)
- 3 jam ≥ 140 mg/dl (7,8 mmol/L)
Pemberian glukosa oral 75g
- Puasa ≥ 95 mg/dl (5,3 mmol/L)
- 1 jam ≥ 180 mg/dl (10 mmol/L)
- 2 jam ≥ 155 mg/dl (8,6 mmol/L)
C. Teknik Uji Diabetik dan Metode Penetapan Kadar Glukosa Darah
1. Teknik Uji Diabetik
Pada suatu penelitian yang bertujuan untuk membuktikan khasiat suatu
obat antidiabetes, hewan uji yang digunakan perlu diubah keadaannya menjadi
diabetes baik DMTI maupun DMTTI. Suatu keadaan DMTI dapat dibuat secara
pankreatektomi dan juga secara kimia dengan menggunakan zat kimia sebagai
induktor (diabetogen) seperti aloksan, streptozosin, adrenalin, glukagon, dan
EDTA yang diberikan secara parenteral. Diabetogen-diabetogen tersebut mampu
menginduksi diabetes secara permanen yang ditandai dengn terjadinya
hiperglikemi yang diakibatkan oleh rusaknya sel β pada pankreas. Diabetes
Melitus Tidak Tergantung Insulin dapat dihasilkan dengan pembebasan glukosa
peroral sebagai diabetoagen pada dosis 1,75 g/kgBB hewan uji, keadaan
hiperglikemi hanya berlangsung beberapa jam setelah pembebanan glukosa
tersebut (Anonim, 1991).
16
2. Metode Penetapan Kadar Glukosa Darah
Secara umum menurut Widowati dkk (1997) metode penentuan glukosa
darah dapat ditentukan dengan beberapa cara yaitu:
a. metode kondensasi dengan gugus amina
Prinsip: aldosa dikondensasikan dengan orto-toluidin dalam suasana asam
dan menghasilkan larutan berwarna hijau setelah dipanaskan. Kadar glukosa darah
dapat ditentukan sesuai dengan intensitas warna yang terjadi diukur secara
spektrofotometri.
b. metode enzimatik
Glukosa dapat ditentukan secara enzimatik, dengan menggunakan enzim
glukosa oksidase (GOD). Dengan adanya glukosa oksidase, maka glukosa
dioksidasi oleh udara (O2) menjadi asam glukuronat disertai pembentukan
hidrogen peroksida. Dengan adanya enzim peroksidase (POD), H2O2 akan
membebaskan O2 yang mengoksidasi akseptor kromogen yang sesuai serta
memberikan warna merah. Akseptor kromogennya dapat berupa senyawa
aminoantipirin dan fenol atau orthodianisidin, kadar glukosa darah ditentukan
berdasarkan intensitas warna yang terjadi, diukur secara spektrofotometri.
c. metode oksidasi-reduksi
Kadar glukosa darah ditentukan dengan cara dioksidasi dengan
menggunakan suatu oksidan ferrisianida. Oksida ini direduksi menjadi
ferrosianida oleh glukosa dalam suasana basa dengan pemanasan, kemudian
kelebihan garam ferri dititrasi secara iodometri.
17
E. Glibenklamida
Menurut Anonim (1995), rumus struktur glibenklamida sebagai berikut:
Gambar 3. Rumus struktur glibenklamida
Glibenklamida merupakan obat hipoglikemik oral yang digunakan secara
luas di dalam pengobatan diabetes melitus tidak tergantung insulin (tipe-2).
Glibenklamida merupakan sulfonilurea paling poten dan dikenal sebagai
sulfonilurea “generasi kedua” (Dollery, 1999).
Glibenklamida mempunyai aksi farmakologi yang umum seperti semua
obat sulfonilurea. Efek utamanya adalah menstimulasi pelepasan insulin dengan
meningkatkan fungsi sel-sel islet β pankreas. Pada terapi jangka pendek, hal ini
signifikan dengan peningkatan sirkulasi konsentasi insulin, tetapi dengan
penggunaan berkelanjutan biasanya terjadi penurunan kadar insulin tanpa merusak
kontrol glikemik. Sebagai tambahan terdapat bukti bahwa glibenklamida
mempunyai aksi pada jaringan perifer. Sulfonilurea menunjukkan peningkatan
sintesis glikogen dan penghambatan glikogenolisis dan glukoneogenesis pada
hati. Pada subyek normal puasa, peningkatan konsentrasi insulin dalam plasma
dan penurunan glukosa plasma terjadi 15-60 menit setelah pemberian
glibenklamida oral dan mencapai maksimum setelah 1-2 jam sebelum kembali ke
nilai dasar setelah 3 jam (Dollery, 1999).
CO
Cl
OCH3
NH CH2 SO2
NH NHCH2 CO2
18
Glibenklamida dimetabolisme dalam hati menjadi produk dengan aktivitas
hipoglikemik yang sangat rendah. Meskipun analisis spesifik untuk senyawa yang
tidak dimetabolisme menimbulkan dugaan terdapatnya suatu waktu-paruh plasma
yang singkat, tetapi efek biologis glibenklamida jelas bertahan selama 24 jam
setelah pemberian satu dosis tunggal yang diberikan pada pagi hari pada pasien
diabetes. Awal dosis pemberian yang biasa adalah 2,5 mg/hari atau kurang,dan
rata-rata dosis pemeliharaan adalah 5-10 mg/hari yang diberikan sebagai dosis
tunggal pada pagi hari; tidak dianjurkan untuk memberikan dosis pemeliharaan
lebih dari 20 mg/hari (Nolte and Karam, 2002).
F. Ekstrak
Ekstrak merupakan sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari
simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya
matahari langsung. Sebagai cairan penyari digunakan air, eter atau campuran
etanol dan air (Anonim, 1979).
Ekstraksi dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya yaitu
soxhletasi. Alat ekstraksinya disebut alat “Soxhlet”. Uap cairan penyari naik ke
atas melalui pipa samping, kemudian diembunkan kembali oleh pendingin tegak.
Cairan turun ke labu melalui tabung yang berisi serbuk simplisia. Cairan penyari
sambil turun melarutkan zat aktif serbuk simplisia. Karena adanya sifon maka
setelah cairan mencapai permukaaan sifon, seluruh cairan akan kembali ke labu.
Cara ini lebih menguntungkan karena uap panas tidak melalui serbuk simplisia
tetapi melalui pipa samping (Hargono, 1986).
19
G. Spektrofotometri
Spektrofotometri UV-Vis adalah salah satu teknik analisis fisika-kimia
yang mengamati tentang interaksi atom atau molekul dengan radiasi
elektromagnetik pada panjang gelombang 190 - 380 nm (UV) dan 380 - 780 nm
(Vis) dengan memakai instrumen spektrofotometer (Mulja dan Suharman, 1995).
Prinsip kerja spektrofotometri adalah berdasarkan atas interaksi antara radiasi
elektromagnetik dengan materi. Materi dapat berupa atom, ion, atau molekul,
sedang radiasi elektromagnetik merupakan salah satu jenis energi yang
ditransmisikan dalam ruang dengan kecepatan tinggi (Khopkar, 1990). Interaksi
antara molekul yang mempunyai gugus kromofor dan radiasi elektromagnetik
pada daerah sinar ultraviolet dan sinar tampak (200-800 nm) akan menghasilkan
spektra serapan elektronik. Spektra serapan ini dapat digunakan untuk analisis
kuantitatif karena jumlah radiasi elektromagnetik yang diserap ada hubungannya
dengan jumlah molekul penyerap (Skoog, 1985).
Hukum Lambert menyatakan bahwa untuk paralel, radiasi monokromatik
yang melewati pengabsorbsi dengan konsentrasi konstan, maka jumlah energi
yang ditransmisikan dalam bentuk radiasi elektromagnetik tiap satuan waktu
menurun secara logaritmik dan panjang produk optik meningkat secara aritmetika.
Hukum Beer menyatakan bahwa transmisi dari larutan stabil merupakan fungsi
eksponensial konsentrasi dari absorbsi terlarut. Jika baik konsentrasi dan
ketebalan divariasi, kombinasi hukum Lambert-Beer menjadi bentuk pernyataan
A = εbC. Plot absorbansi versus konsentrasi seharusnya garis lurus (Dean, 1995).
20
Panjang gelombang dimana terjadi eksitasi elektronik yang memberikan
serapan maksimum disebut sebagai panjang gelombang serapan maksimum.
Penentuan panjang gelombang pada saat serapan maksimum dapat digunakan
untuk mengidentifikasi molekul (Mulja dan Suharman, 1995). Pada analisis
kuantitatif, pengukuran serapan dilakukan pada panjang gelombang saat serapan
maksimum, disebabkan dua alasan:
1. Sensitivitas maksimum diperoleh dengan mengerjakan pada pita maksimum
karena pada konsentrasi yang diberikan maka pada panjang gelombang
tersebut memberikan respon yang paling kuat.
2. Pada pita maksimum, perubahan yang kecil pada panjang gelombang akan
memberikan perubahan serapan yang minimal (kecuali kalau pita absorpsi
sangat tajam). Dengan demikian kesalahan kecil dalam meletakan tanda
pemilih panjang gelombang pada instrumen tidak akan mengakibatkan
kesalahan besar pada pengukuran serapan.
(Fatah, 1989).
H. Keterangan Empiris
Penelitian ini sifatnya “trial and error” untuk mendapatkan pengetahuan
empiris tentang efek hipoglikemik ekstrak daun binahong terhadap penurunan
kadar glukosa darah tikus putih jantan yang dibebani glukosa.
21
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan termasuk jenis penelitian eksperimental
murni dan dikerjakan mengikuti rancangan acak lengkap pola searah. Penelitian
ini dilakukan di Laboratorium Biokimia-Mikrobiologi Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma.
B. Variabel Penelitian
1. Variabel utama
a. Variabel bebas : Dosis ekstrak daun binahong
Dosis ekstrak daun binahong adalah jumlah gram (g) ekstrak daun binahong
tiap satuan kilogram (kg) berat badan subjek uji yang bersangkutan.
b. Variabel tergantung : LDDK0-300 kadar glukosa dalam darah
LDDK0-300 kadar glukosa dalam darah adalah besaran yang menggambarkan
jumlah kadar glukosa dalam darah pada rentang waktu mulai menit ke-0
sampai menit ke-300 yang dihitung menggunakan metode trapezoid.
2. Variabel pengacau terkendali
a. Jenis kelamin : jantan
b. Galur spesies subjek uji : galur Wistar
c. Warna : putih
d. Berat badan subjek uji : 175 - 225 gram
21
21
22
e. Umur subjek uji : antara 2 – 3 bulan
f. Cara Pemberian : peroral
3. Variabel pengacau tak terkendali : kandungan dalam daun binahong
C. Bahan dan Alat Penelitian
1. Bahan penelitian
a. hewan uji
Tikus putih jantan galur Wistar, umur 2 - 3 bulan, berat badan 175 - 225
gram, dari Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi Fakultas Farmasi USD.
b. bahan uji
Daun binahong (Anredera baselloides Baill.) yang diperoleh dari
Muntilan. Daun binahong dipilih daun yang berwarna hijau.
c. senyawa pembanding
Senyawa pembanding berupa kaplet generik glibenklamida yang
diproduksi oleh PT. Indofarma
d. pereaksi untuk pengukuran kadar glukosa darah
Pereaksi yang digunakan adalah enzim Glucose GOD FS* (DiaSys,
Germany) yang terdiri atas:
Tabel III. Isi pereaksi enzim Glucose GOD-PAP Reagen: Phosphate buffer pH 7,5 250 mmol/l Phenol 5 mmol/l 4-aminoantipyrine 0,5 mmol/l Glukosa oksidase (GOD) ≥ 10 kU/l Peroksidase (PAP) ≥ 1 kU/l Glukosa standar 100 mg/dl (5,5 mmol/dl)
23
e. lain-lain
1) natrium oksalat p.a darah sebagai antikoagulan pada waktu pengambilan
darah
2) glukosa monohidrat p.a, merk Germany E Damstat sebagai larutan untuk
uji toleransi glukosa oral
3) asam benzoat p.a, sebagai pengawet larutan glukosa monohidrat
4) aquades yang diperoleh dari Laboratorium Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma
5) etanol p.a sebagai cairan penyari ekstrak
2. Alat penelitian
Alat-alat penelitian yang digunakan antara lain seperangkat alat gelas
(pyrex), seperangkat alat ekstrak dan vaccum rotary evaporator, oven (Marius),
jarum suntik peroral, mikropipet (Socorex acura 200-1000μl, Swiss dan Biohit
PLC 10-100 μl, Finland), microtube, sentrifuge (Hettich WBA SS, Germany),
spektrofotometri visible (Optima®SP300, Japan) dan kuvet, vortex (Janke-Kankel
IKA®-Labortechnik), alat timbang elektrik (Mettler Toledo AB204, Switzerland).
D. Jalannya Penelitian
1. Determinasi tanaman binahong
Determinasi daun binahong (Anredera baselloides Baill) mengikuti
Bihrmann’s Caudiciforms dan Taxonomy, serta dilakukan di Laboratorium
Farmakognosi Fitokimia Universitas Sanata Dharma.
24
2. Pembuatan simplisisa uji
a. pengolahan bahan
1) mempersiapkan bahan mentah
Pengambilan daun binahong dilakukan pada bulan Agustus dan dipilih
daun yang berwarna hijau.
2) pembersihan
Daun binahong yang akan diolah harus bebas dari debu, kotoran, pasir
atau tanah. Oleh karena itu daun harus dicuci dengan air bersih secara
berulang-ulang paling tidak sampai tiga kali kemudian ditiriskan. Air yang
digunakan adalah air mengalir.
3) pengeringan
Daun tanaman yang akan digunakan sesudah dibersihkan dimasukkan
dalam oven pada suhu 500 C sampai kering sehingga bahan tersebut tidak
mudah rusak dan dapat bertahan lama.
b. pembuatan ekstrak daun binahong
Menimbang lima puluh gram serbuk simplisia dalam kantong kertas saring
dan dimasukkan dalam alat sokhlet. Kemudian ditambahkan etanol 70% p.a
untuk dua kali sirkulasi. Pada labu alas bulat diberi tiga sampai lima batu
didih. Penyarian dilakukan hingga tampak jernih. Setelah dingin disaring
melalui kertas saring. Filtrat diuapkan dalam vaccum rotary evaporator
hingga sepertiga volume cairan penyari mula-mula kemudian diuapkan di atas
waterbath sampai berat semula.
25
c. pasca pengolahan
Simpan dalam wadah tertutup yang tidak berhubungan langsung dengan
udara. Penyimpanan ini bertujuan untuk menghindari gangguan serangga dan
pertumbuhan jamur yang akan merusak bahan obat tersebut.
d. penetapan dosis ekstrak daun binahong
Berdasarkan pengalaman empiris di masyarakat, penggunaan daun binahong
untuk menurunkan kadar glukosa darah yaitu sebanyak ± 10 lembar atau ±
14,30 g/50kgBB. Untuk manusia 70 kg dibutuhkan 20 g daun binahong dan
dikonversikan ke tikus 200 gram dengan faktor konversi 0,018.
20g daun binahong x 0,018 = 0,36 g / 200 g = 1,80 g/kgBB
Berdasarkan perhitungan maka besarnya dosis binahong pada hewan uji tikus
yaitu 1,80 g/kgBB. Untuk selanjutnya digunakan satu dosis dibawah dan dua
diatas dosis orientasi dengan faktor perkalian 1,5 sehingga didapat rentang
dosis terapi yang digunakan adalah 1,20 g/kgBB, 1,80 g/kgBB, 2,70 g/kgBB,
dan 4,05 g/kgBB.
3. Preparasi bahan
a. pembuatan larutan asam benzoat p.a. 0,1% b/v
Serbuk asam benzoat p.a. ditimbang sebanyak 0,5 gram dan dilarutkan dengan
aquades panas dalam labu takar 500,0 ml sampai tanda.
b. pembuatan larutan stok glukosa monohidrat p.a. 1% b/v
Glukosa monohidrat p.a. ditimbang sebanyak 1,00 gram dan dilarutkan
dengan larutan asam benzoat p.a. 0,1% b/v dalam labu takar 100,0 ml sampai
tanda.
26
c. pembuatan larutan natrium oksalat p.a. 2% b/v
Natrium oksalat p.a. ditimbang sebanyak 1 g dan dilarutkan dengan aquades
dalam labu takar 50,0 ml sampai tanda.
d. penentuan keseragaman bobot kaplet glibenklamida
Penentuan keseragaman bobot kaplet glibenklamida mengacu pada Anonim
1979. Timbang 20 tablet, hitung bobot tablet. Jika ditimbang satu-satu, tidak
boleh lebih dari dua tablet yang masing-masing bobotnya menyimpang dari
bobot rata-ratanya lebih besar dari harga yang ditetapkan kolom A, dan tidak
satu tabletpun menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih dari harga yang
ditetapkan kolom B. Nilai penyimpangan bobot rata-rata kolom A dan B dapat
dilihat pada tabel IV.
Tabel IV. Keseragaman bobot tablet
e. penentuan dosis glibenklamida
Dosis glibenklamida yaitu 5 mg pada manusia dengan berat badan 70 kg,
dikonversikan ke tikus 200 gram dengan faktor konversi 0,018
5 mg glibenklamida x 0,018 = 0,09 mg glibenklamida/ 200 gram
= 0,45 mg glibenklamida/ kg BB
Penyimpangan bobot rata-rata dalam % Bobot rata-rata
A B
25 mg atau kurang 15 % 30 %
26 mg sampai dengan 150 mg 10 % 20 %
151 mg sampai dengan 300 mg 7.5 % 15 %
Lebih dari 300 mg 5 % 10 %
27
Berdasarkan perhitungan maka besarnya dosis glibenklamida pada hewan uji
tikus yaitu 0,45 mg/ kgBB.
f. pembuatan larutan glibenklamida 0,1125 mg/ml
Timbang serbuk glibenklamida setara dengan 25 mg glibenklamida murni,
larutkan dengan aquades dalam labu takar 10,0 ml sampai tanda sebagai
larutan induk glibenklamida. Buat dengan konsentrasi 0,1125 mg/ml dalam
labu ukur 10 ml dari larutan induk glibenklamida tersebut.
4. Percobaan pendahuluan
a. penetapan waktu resapan stabil glukosa murni
Sebanyak 25 μl larutan glukosa standar direaksikan dengan 2,5 ml pereaksi
GOD-PAP. Campuran larutan tersebut kemudian divortex dan segera diukur
resapannya pada panjang gelombang 500 nm (sesuai dengan yang tertulis
dalam leaflet Glucose GOD FS*) selama 60 menit. Waktu resapan stabil yang
digunakan adalah waktu inkubasi yang memberikan resapan stabil.
b. penetapan panjang gelombang maksimum
Sebanyak 25 μl larutan glukosa standar direaksikan dengan 2,5 ml pereaksi
GOD-PAP. Campuran larutan tersebut kemudian divortex dan diukur pada
rentang panjang gelombang 400 - 600 nm.
c. pembuatan kurva baku
Dipipet 0,75 ml; 1,0 ml; 1,5 ml; 2,0 ml; dan 2,25 ml larutan glukosa
monohidrat 1% b/v. Penetapan kadar glukosa darah dilakukan seperti pada
penetapan kadar glukosa darah dengan metode GOD-PAP. Resapan diukur
secara spektrofotometri pada panjang gelombang maksimum.
28
d. penetapan waktu pemberian glibenklamida
Tujuan dari penetapan pemberian glibenklamida adalah untuk melihat
pengaruh waktu pemberian terhadap efek hipoglikemik glibenklamida, agar
pada saat uji toleransi glukosa oral (UTGO) glibenklamida sudah memberikan
efek penurunan kadar glukosa darah. Orientasi ini menggunakan 6 ekor tikus
yang terbagi dalam 3 kelompok dimana masing-masing kelompok diberi
perlakuan perlakuan kontrol positif dan kontrol negatif. Perlakuan tersebut
dilakukan terhadap masing-masing kelompok yaitu pada menit ke-15 sebelum
UTGO untuk kelompok kesatu, menit ke-30 sebelum UTGO untuk kelompok
kedua, dan menit ke-45 sebelum UTGO untuk kelompok ketiga.
Semua pemberian dilakukan secara peroral, selanjutnya dilakukan
UTGO dengan diberikan larutan glukosa monohidrat 15% b/v; 1,75 g/kgBB.
Pengambilan cuplikan darah dilakukan sesaat sebelum perlakuan sebagai
menit ke-0 dan pada menit ke-15, 30, 45, 60, 90, 120, 180, 240, dan 300
setelah UTGO. Pengukuran kadar glukosa darah dilakukan dengan
menggunakan metode GOD-PAP. Selanjutnya dibuat kurva UTGO dan
perhitungan LDKK0-300. Penentuan waktu pemberian ekstrak daun binahong
didasarkan pada selisih LDKK0-300 kontrol positif dan negatif tertinggi.
e. penetapan waktu pemberian ekstrak daun binahong
Penetapan waktu pemberian ekstrak daun binahong digunakan untuk
melihat pengaruh waktu pemberian terhadap efek penurunan kadar glukosa
darah, agar pada saat dilakukan UTGO ekstrak daun binahong sudah
memberikan efek dalam menurunkan kadar glukosa darah. Orientasi ini
29
menggunakan 3 ekor tikus yang masing-masing diberi ekstrak daun binahong
pada menit ke-15, 30, dan 45 sebelum UTGO.
Semua pemberian dilakukan secara peroral, selanjutnya dilakukan
UTGO dengan diberikan larutan glukosa monohidrat 15% b/v; 1,75 g/kgBB.
Pengambilan cuplikan darah dilakukan sesaat sebelum perlakuan sebagai
menit ke-0 dan pada menit ke-15, 30, 45, 60, 90, 120, 180, 240, dan 300
setelah UTGO. Pengukuran kadar glukosa darah dilakukan dengan
menggunakan metode GOD-PAP. Selanjutnya dibuat kurva UTGO dan
perhitungan harga LDKK0-300. Penentuan waktu pemberian ekstrak daun
binahong didasarkan pada harga LDKK0-300 terendah.
f. pengelompokan dan perlakuan hewan uji
Penelitian ini mengikuti rancangan acak lengkap pola searah, yang mana 30
ekor tikus dibagi secara acak menjadi 6 kelompok, masing-masing kelompok
terdiri dari 5 ekor. Tiap hewan uji diadaptasikan dengan kondisi yang sama,
jauh dari kebisingan dan dihindarkan dari stres. Sebelum mendapat perlakuan,
masing-masing kelompok dipuasakan selama 18 jam dengan tetap diberi
minum ad libitum, dan perlakuan sebagai berikut:
1) Kelompok I : aquades 5 ml/kgBB (kontrol negatif)
2) Kelompok II : larutan glibenklamida 0,45 mg/kgBB (kontrol positif)
3) Kelompok III : ekstrak daun binahong dengan dosis 1,20 g/kgBB
4) Kelompok IV : ekstrak daun binahong dengan dosis 1,80 g/kgBB
5) Kelompok V : ekstrak daun binahong dengan dosis 2,70 g/kgBB
6) Kelompok VI : ekstrak daun binahong dengan dosis 4,05 g/kgBB
30
Semua pemberian dilakukan secara peroral, selanjutnya dilakukan UTGO
dengan diberikan larutan glukosa monohidrat 15% b/v; 1,75 g/kgBB.
Pengambilan cuplikan darah dilakukan sesaat sebelum UTGO sebagai menit
ke-0 dan pada menit ke-15, 30, 45, 60, 90, 120, 180, 240, dan 300 setelah
UTGO. Pengukuran kadar glukosa darah dilakukan dengan menggunakan
metode GOD-PAP. Selanjutnya dibuat kurva UTGO dan perhitungan harga
LDKK0-300.
5. Penetapan kadar glukosa darah
Kadar glukosa darah ditetapkan dengan metode GOD-PAP. Pada tiap
kelompok dilakukan pengambilan cuplikan darah sebanyak 0,5 ml melalui
vena lateralis ekor dan ditampung dalam microtube yang berisi 50 μl natrium
oksalat 2% b/v. Pengambilan cuplikan darah dilakukan sesaat sebelum
perlakuan sebagai menit ke-0 dan pada menit ke-15, 30, 45, 60, 90, 120, 180,
240, dan 300 setelah UTGO. Kemudian darah geoxalated ini dipusingkan
3000 rpm selama 10 menit. Selanjutnya diambil 25 μl plasma darah, kemudian
dilakukan pengukuran sebagai berikut:
Tabel V. Volume pengukuran kadar glukosa darah
Bahan Sampel (ml) Standar (ml) Blangko (ml)
Supernatan
Larutan baku glukosa
Larutan asam benzoat
Pereaksi GOD-PAP
0,025
-
-
2,5
-
0,025
-
2,5
-
-
0,025
2,5
Bahan-bahan tersebut dicampur dan diinkubasi selama operating time.
Kemudian kadar glukosa darah ditetapkan secara spektrofotometri visibel
31
menggunakan metode GOD-PAP. Resapan diukur pada panjang gelombang
maksimum. Kemudian kadar glukosa darah dihitung dengan rumus:
Kadar glukosa = (As / Ast) x 100 mg%
Keterangan : As = resapan sampel Ast = resapan standar
Selanjutnya dibuat kurva dengan mem-plot-kan nilai kadar glukosa darah
lawan waktu ke-0 sampai menit ke-300 dengan metode trapezoid (LDDK0-300)
dan rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
LDDK to-tn = t1 – to x (Co + C1) + t2 – t1 x (C2 + C1) + 2 2
t3 – t2 x (C3 + C2) + tn – tn-1 x (Cn + Cn-1) 2 2 Keterangan:
t = waktu (jam-1/menit-1)
C = konsentrasi zat dalam darah (mg/dl)
LDDKto-tn = luas daerah di bawah kurva dari waktu ke-0 sampai ke-n
E. Analisis Hasil
Data kadar glukosa darah pada tiap kelompok dianalisis secara statistik
menggunakan metode General-Linier Model Repeated Measured. Dari harga
LDDK0-300 glukosa darah dilakukan uji distribusi menggunakan uji Kolmogorov
Smirnov kemudian jika distribusinya normal dilanjutkan dengan analisis Anova
One Way dan post hoc tests LSD dengan tingkat kepercayaan 95%. Jika nilai
LDDK0-300 glukosa darah mempunyai variansi yang berbeda maka dilakukan uji
Kruskal Wallis dan dilanjutkan uji Mann Whitney dengan tingkat kepercayaan
32
95% untuk mengetahui perbedaan masing-masing kelompok. Berikut adalah
ringkasan untuk analisis hasil:
Kadar glukosa darah
General-Linier Model Repeated Measured
interaksi waktu pengambilan cuplikan dan perlakuan terhadap kadar glukosa
darah
Gambar 4. Bagan alur analisis hasil kadar glukosa darah
LDDK0-300 glukosa darah
tidak normal Kolmogorov Smirnov normal
non parametrik parametrik
(Anova One Way)
varian berbeda varian sama
Kruskal Wallis post hoc tests LSD
Mann Whitney
Gambar 5. Bagan alur analisis hasil LDDK0-300 glukosa darah
33
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Determinasi Tanaman
Tanaman binahong yang digunakan dalam penelitian ini dideterminasi
terlebih dahulu agar tidak terjadi kesalahan dalam mengidentifikasi tanaman
binahong sehingga pada akhirnya dapat dikonfirmasi bahwa tanaman yang
dipakai memang benar binahong. Hasil determinasi tanaman berdasarkan
Bihrmann’s Caudiciforms menunjukkan ciri-ciri yang serupa. Gambaran lengkap
tanaman binahong dapat dilihat pada lampiran 1 - 3.
B. Pembuatan Simplisia Uji dan Preparasi Bahan
Pembuatan simplisia uji sesuai dengan tata cara yang tertera pada halaman
24 dan gambar hasil pembuatan simplisia dapat dilihat di lampiran 4. Preparasi
bahan sesuai dengan tata cara yang tertera pada halaman 25 - 27 dan untuk lebih
lengkapnya dapat dilihat pada lampiran 7.
C. Percobaan Pendahuluan
1. Waktu resapan stabil glukosa
Reaksi antara glukosa dan reagen GOD-PAP merupakan reaksi enzimatis
yang menghasilkan senyawa berwarna. Oleh karena itu perlu dilakukan uji
stabilitas glukosa untuk mengetahui operating time (OT) dari reaksi tersebut.
Penentuan operating time bertujuan untuk mengetahui waktu resapan saat
33
34
H O H
HOH
CH2OH
H
OHOHH
OHOH
H
HC
OH
HOH
CH2OH
H
O
OHOH
+ O2 + H2O2
glukosa
GOD
asam glukonat hidrogen peroksida
H2O2 H2N
NN
CH3
OCH3
PAP
OH
O
NN
CH3N
OCH3
+ + + H2O
fenol
hidrogen peroksida
4 amino-antipirinkuinonimin
(berwarna merah muda)
senyawa berwarna yang terbentuk memberikan resapan yang stabil pada
pengukuran menggunakan spekrofotometri visible. Pengukuran dilakukan pada
panjang gelombang 500 nm (sesuai pada leaflet enzim GOD-PAP) selama 60
menit.
Reagen GOD-PAP bekerja secara enzimatik dengan prinsip adanya GOD
(glucose oxidase) akan mengkatalisis oksidasi glukosa menjadi asam glukonat dan
hidrogen peroksida. Hidrogen peroksida akan bereaksi, dengan adanya enzim
peroksidase, bersama dengan fenol dan 4-amino-antipirin membentuk senyawa
kuinonimin yang berwarna merah muda. Intensitas warna merah muda yang
terbentuk sebanding dengan konsentrasi glukosa. Reaksi yang terjadi sebagai
berikut:
Gambar 6. Reaksi enzimatik antara glukosa dan reagen GOD-PAP (DiaSys, 2006)
35
Data penetapan waktu resapan stabil larutan glukosa standar 100 mg/dl tampak
dalam tabel VI.
Tabel VI. Data hasil penetapan waktu resapan stabil larutan glukosa standar
Grafik hubungan resapan glukosa murni dengan waktu inkubasi seperti berikut:
Gambar 7. Grafik hubungan antara resapan dan waktu resapan stabil reaksi glukosa standar pada λ 500 nm
Dari gambar grafik di atas dapat dilihat bahwa pada menit ke-10 sampai menit ke-
45 memberikan grafik yang relatif datar, artinya pada menit tersebut terjadi reaksi
yang stabil dan sempurna antara glukosa murni dengan pereaksi GOD-PAP. Hal
ini berarti penetapan kadar glukosa darah dapat dilakukan pada menit ke-10 – 45
setelah pemberian pereaksi GOD-PAP. Akan tetapi untuk lebih meminimalkan
Waktu (menit) Resapan
5 0,320
10 0,334
15 0,334
20 0,333
25 0,333
30 0,332
Waktu (menit) Resapan
35 0,331
40 0,330
45 0,330
50 0,329
55 0,328
60 0,328
Grafik Waktu Resapan Stabil Glukosa
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 Waktu (menit)
Resapan
36
Panjang Gelombang Maksimum Glukosa Standar
0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0.3
0.35
0.4
400 416 432 448 464 480 492 498 504 508 512 528 544 560 576 592 λ (nm)
Resapan
100 mg/dl 50 mg/dl
perbedaan resapan, maka pengerjaan operating time dilakukan dari menit ke-10
sampai 30.
2. Penetapan panjang gelombang maksimum
Instrumen ukur (spektrofotometer visible) serta kondisi yang digunakan
dalam penelitian ini berbeda dengan instrumen yang digunakan oleh DiaSys. Oleh
karena itu perlu dilakukan pengujian untuk mengetahui besar panjang gelombang
yang memberi resapan yang maksimum. Penetapan panjang gelombang
maksimum diukur pada rentang panjang gelombang 400 - 600 nm.
Gambar 8. Kurva hubungan antara λ dan resapan maksimum glukosa standar selama operating time
37
Berdasarkan gambar di atas dapat kita lihat bahwa resapan maksimum
terjadi pada panjang gelombang 504 nm. Pada leaflet DiaSys tertera bahwa
panjang gelombang saat resapan maksimum terjadi pada panjang gelombang 500
nm. Perbedaan panjang gelombang ini dikarenakan instrumentasi yang digunakan
belum tentu sama. Oleh karena itu pada pengukuran kadar glukosa pada
percobaan ini dilakukan pada panjang gelombang 504 nm.
3. Pembuatan kurva baku
Pada penelitian ini penetapan kadar glukosa darah dilakukan secara
spektrofotometri sehingga harus memenuhi persyaratan hukum Lambert-Beer.
Hukum Lambert-Beer menjelaskan bahwa resapan akan meningkat seiring dengan
meningkatnya kadar. Oleh karena itu perlu dilakukan pembuatan kurva baku
untuk menunjukkan bahwa penetapan kadar glukosa dan secara spektrofotometri
ini telah memenuhi hukum Lambert-Beer.
Pembuatan kurva baku menggunakan larutan glukosa monohidrat
10mg/ml sebagai larutan stok glukosa. Pelarut yang digunakan ditambah larutan
asam benzoat dengan tujuan untuk mengawetkan glukosa selama kurun waktu
tertentu. Pengawetan ini dilakukan karena glukosa merupakan media yang baik
untuk pertumbuhan mikroorganisme sehingga dengan penggunaan asam benzoat
diharapkan dapat meminimalkan faktor-faktor yang dapat mengganggu penetapan
kadar glukosa darah.
Kurva baku dibuat dengan kadar 75 mg/dl, 100 mg/dl, 150 mg/dl, 200
mg/dl, dan 225 mg/dl. Kadar glukosa ditetapkan pada panjang gelombang 504 nm
38
dan waktu resapan maksimum pada menit ke 10-30 menit sesuai dengan
percobaan pendahuluan yang telah dilakukan di atas.
Dari hasil pengukuran resapan larutan glukosa standar pada panjang
gelombang 504 nm diperoleh data sebagai berikut:
Tabel VII. Hubungan kadar dan resapan glukosa pada λ maksimum 504 nm
Kadar (mg/dl) Resapan Persamaan Regresi Linear
74,76
99,68
149,52
199,36
224,28
0,261
0,354
0,493
0,642
0,735
A = 0,03592
B = 3,08 . 10-3
r = 0,9990
y = 0,00308 x + 0,03592
Dari tabel VII. di atas terlihat bahwa harga koefisien regresi hubungan kadar dan
resapan glukosa pada λ 504 nm mendekati ±1, dan setelah dibandingkan dengan r
tabel dengan taraf kepercayaan 95% dengan df3 (df: degree of freedom, yaitu
jumlah sampel dikurangi dua) didapat bahwa r tabel sebesar 0,878. Dapat dilihat
bahwa harga r hitung lebih besar dari r tabel. Hal ini berarti bahwa persamaan
kurva baku tersebut memiliki linieritas yang baik.
Pada persamaan kurva baku tersebut sudut yang dibentuk oleh kurva
hubungan konsentrasi dan serapan sangat kecil, sehingga dari segi sensitivitas,
kurva tersebut tidak dapat disajikan. Oleh karena itu diperlukan faktor koreksi
(manipulasi) menjadi 100 kali lebih besar. Sehingga persamaan kurva baku yang
diperoleh menjadi y = 0,308 x + 3,592 dengan r = 0,9990.
39
Gambar 9. Kurva baku glukosa pada λ maksimum 504 nm selama operating time
4. Penetapan waktu pemberian larutan glibenklamida
Waktu pemberian larutan glibenklamida didasarkan pada prosentase
penurunan harga luas daerah di bawah kurva dari menit ke-0 sampai menit ke-300
(LDDK0-300). Hasil UTGO dan perhitungan prosentase selisih LDDK0-300
teringkas pada tabel VIII.
Tabel VIII. Hasil UTGO dan perhitungan prosentase selisih LDDK0-300 larutan
glibenklamida
LDDK0-300 (mg.menit /dl) Waktu pemberian larutan
glibenklamida sebelum UTGO
(menit ke-)
Kontrol negatif
(aquades)
Perlakuan (larutan
glibenklamida)
Selisih LDDK0-300 (mg. menit
/dl)
% Selisih LDDK0-300
15 41733,23 30114,60 11318,63 27,84
30 40906,80 30153,00 10753,80 26,29
45 35718,68 34301,93 1416,75 3,97
Kurva Baku Glukosa
0
25
50
75
100
125
150
0 25 50 75 100 125 150 175 200 225 250 275 300 Konsentrasi (mg/dl)
y = 0,308 x + 3,592
Resapan x 100
40
27.8426.29
3.97
0
5
10
15
20
25
30
15 30 45Waktu
Diagram pengaruh waktu pemberian glibenklamida
Dari tabel VIII, dapat kita lihat bahwa larutan glibenklamida yang
diberikan secara per-oral pada menit ke-15 sebelum UTGO dapat menurunkan
harga LDDK0-300 sebesar 27,84% yang nilainya paling besar dibandingkan
pemberian pada menit yang lain sehingga ditetapkan pemberian ekstrak daun
binahong yang digunakan yaitu 15 menit sebelum UTGO. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada gambar 10.
% Selisih LDDK
(menit)
Gambar 10. Diagram pengaruh waktu pemberian glibenklamida terhadap % selisih LDDK
Pada gambar 10 tersebut dapat diamati bahwa pada menit ke-15
glibenklamida memberikan prosentase selisih LDDK0-300 yang paling besar
terhadap kontrol dibandingkan dengan menit-menit lainnya. Pada menit ke-15 ini
glibenklamida telah mencapai onset sehingga kemampuan untuk menurunkan
kadar glukosa dalam darah paling tinggi dibandingkan dengan yang lainnya. Jadi,
kemampuan glibenklamida yang paling efektif dalam menurunkan kadar glukosa
darah adalah pada menit ke-15. Jika dibandingkan dengan menit ke-30,
kemampuan menurunkan kadar glukosa darah tidak berbeda banyak dengan menit
ke-15, namun dipilih menit ke-15 dengan pertimbangan efisiensi waktu.
41
29329.46
30969.38
30269.85
28500
29000
29500
30000
30500
31000
15 30 45Waktu
Diagram pengaruh waktu pemberian ekstrak daun binahong
5. Penetapan waktu pemberian ekstrak daun binahong
Waktu pemberian ekstrak daun binahong didasarkan pada prosentase
penurunan harga luas daerah di daerah kurva dari menit ke-0 sampai menit ke-300
(LDDK0-300). Hasil UTGO dan perhitungan prosentase selisih LDDK0-300
teringkas pada tabel IX.
Tabel IX. Hasil UTGO dan LDDK0-300 ekstrak daun binahong
Waktu pemberian ekstrak daun
binahong sebelum UTGO (menit ke-) LDDK0-300 (mg.menit /dl)
15 29329,46
30 30969,38
45 30269,85
Dari tabel IX, dapat kita lihat bahwa ekstrak daun binahong yang
diberikan secara per-oral pada menit ke-15 sebelum UTGO memberikan harga
LDDK0-300 sebesar 29329,46 mg.menit/dl yang nilainya paling kecil dibandingkan
pemberian pada menit yang lain sehingga ditetapkan pemberian ekstrak daun
binahong adalah 15 menit sebelum UTGO. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada gambar 11.
LDDK (mg.menit/dl)
(menit)
Gambar 11. Diagram pengaruh waktu pemberian ekstrak daun binahong terhadap LDDK
42
Pada gambar 11 tersebut dapat kita amati bahwa pada menit ke-15 ekstrak
daun binahong telah mencapai onset sehingga kemampuan untuk menurunkan
kadar glukosa dalam darah paling tinggi dibandingkan dengan yang lainnya. Jadi,
kemampuan ekstrak daun binahong yang paling efektif dalam menurunkan kadar
glukosa darah adalah pada menit ke-15.
D. Efek Hipoglikemik Ekstrak Daun Binahong
Pada penelitian ini dilakukan penetapan kadar glukosa darah dengan
kontrol negatif diberi aquades; kontrol positif diberi larutan glibenklamida 0,45
mg/kgBB; dan empat kelompok perlakuan yaitu kelompok I diberi ekstrak daun
binahong dengan dosis 1,20 g/kgBB, kelompok II diberi ekstrak daun binahong
dengan dosis 1,80 g/kgBB, kelompok III diberi ekstrak daun binahong dengan
dosis 2,70 g/kgBB, dan kelompok IV diberi ekstrak daun binahong dengan dosis
4,05 g/kgBB.
Kadar glukosa darah diukur menggunakan spektrofotometri visible dengan
metode enzimatik GOD-PAP. Sebelum dilakukan pengukuran resapan glukosa
perlakuan terlebih dahulu dilakukan pengukuran resapan glukosa standar.
Perhitungan kadar glukosa menggunakan perbandingan relatif antara kadar dan
resapan dari standar dan perlakuan. Contoh perhitungan kadar dapat dilihat pada
lampiran 7, sedangkan data kadar glukosa darah pada tiap perlakuan dan waktu
sampling dapat dilihat pada tabel X ataupun lampiran 8.
43
Tabel X. Data kadar glukosa darah rata-rata dan LDDK0-300 setiap kelompok perlakuan
Kadar glukosa darah rata-rata (mg/dl) tikus putih jantan K
elom
pok
perl
akua
n
0 15 30 45 60 90 120 180 240 300
LDDK0-300
(mg.menit
/dl)
kont
rol -
91,2
3
158,
21
172,
10
194,
75
165,
28
116,
87
97,5
2
84,9
4
76,6
2
81,1
1
32300,65
kont
rol +
86,3
6
122,
69
135,
86
132,
01
114,
01
76,8
7
73,8
8
66,3
5
59,4
5
55,1
4
23903,95
Perl
akua
n I
78,8
0
133,
80
139,
50
130,
85
125,
02
109,
18
94,1
5
82,4
9
75,3
7
78,1
9
28795,41
Perl
akua
n II
76,3
4
143,
47
156,
54
148,
72
137,
71
94,9
5
82,7
7
76,0
1
76,7
9
78,8
0 28507,21
Perl
akua
n II
I
80,1
5
126,
29
137,
00
129,
70
118,
34
81,5
0
75,9
7
65,2
6
63,4
4
63,6
7
24654,42
Perl
akua
n IV
86,7
8
149,
48
163,
96
156,
34
145,
64
86,2
6
79,1
0
75,2
6
67,5
9
68,8
6
27758,48
Keterangan : Kontrol negatif: aquades Kontrol positif : glibenklamida dosis 0,45 mg/kgBB Perlakuan I : ekstrak daun binahong dosis 1,20 g/kgBB Perlakuan II : ekstrak daun binahong dosis 1,80 g/kgBB Perlakuan III : ekstrak daun binahong dosis 2,70 g/kgBB Perlakuan IV : ekstrak daun binahong dosis 4,05 g/kgBB
44
Kurva hubungan antara waktu sampling dan kadar glukosa darah
0
50
100
150
200
250
0 15 30 45 60 90 120 180 240 300
Waktu sampling (menit)
Kad
ar (m
g/dl
)
Kontrol Negatif Kontrol Positif Perlakuan I
Perlakuan II Perlakuan III Perlakuan IV
Selanjutnya grafik hubungan antara kadar glukosa darah dan waktu
sampling dari tiap-tiap kelompok perlakuan yaitu aquades, larutan glibenklamida
dan ekstrak daun binahong dapat dilihat pada gambar 12.
Gambar 12. Kurva hubungan antara waktu sampling dan kadar rata-rata glukosa darah
akibat pemberian aquades, glibenklamida, dan ekstrak daun binahong Keterangan : Kontrol negatif : aquades Kontrol positif : glibenklamida dosis 0,45 mg/kgBB Perlakuan I : ekstrak daun binahong dosis 1,20 g/kgBB Perlakuan II : ekstrak daun binahong dosis 1,80 g/kgBB Perlakuan III : ekstrak daun binahong dosis 2,70 g/kgBB Perlakuan IV : ekstrak daun binahong dosis 4,05 g/kgBB
Gambar 12 tersebut memaparkan respon kadar glukosa darah hewan uji
akibat pembebanan glukosa saat UTGO pada berbagai perlakuan. Pada kelompok
kontrol negatif menunjukkan rata-rata kadar glukosa paling tinggi dibandingkan
perlakuan yang lain. Hal ini dikarenakan pada kontrol negatif, tikus hanya diberi
45
aquades yang tidak memiliki efek terapetik, sehingga kadar glukosa darah
ditentukan oleh kemampuan tubuh tikus untuk menurunkan kadar glukosa,
akibatnya kelompok kontrol negatif memberikan rata-rata kadar glukosa paling
tinggi jika dibandingkan dengan kelompok perlakuan yang lain.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa pada kadar glukosa darah mencapai
maksimum pada menit ke-30 sampai menit ke-45, kemudian kadar glukosa darah
menurun kembali setelah dua sampai tiga jam setelah pemberian glukosa oral. Hal
ini sesuai dengan teori menurut Mayes (1990) dimana kadar glukosa darah pada
individu normal meningkat dalam satu jam setelah pemberian glukosa oral.
Absorpsi glukosa menjadi normal kembali setelah dua sampai tiga jam setelah
pemberian glukosa. Ini berarti tubuh hewan uji tersebut dalam keadaan sehat
karena masih dapat menoleransi pembebanan glukosa UTGO pada tingkat normal.
Kontrol positif memberikan rata-rata kadar glukosa yang paling rendah
diantara kelompok perlakuan lainnya. Hal ini disebabkan pada kontrol positif
diberi perlakuan larutan glibenklamida yang merupakan obat hipoglikemik oral
golongan sulfonilurea yang memiliki efek terapetik menurunkan kadar glukosa
darah.
Dari kelompok perlakuan I sampai IV, ternyata kelompok perlakuan III
dengan dosis ekstrak daun binahong 2,70 g/kgBB memberikan efek penurunan
kadar glukosa darah yang paling baik dibandingkan perlakuan lainnya. Hal ini
terlihat dari harga LDDK0-300 kelompok perlakuan tersebut paling mendekati
harga LDDK0-300 kontrol positif. Urutan penurunan kadar glukosa dari yang
paling baik adalah kelompok III (ekstrak daun binahong dengan dosis sebesar
46
2,70 g/kgBB, kelompok IV (ekstrak daun binahong dengan dosis sebesar 4,05
g/kgBB), kelompok II (ekstrak daun binahong dengan dosis sebesar 1,80
g/kgBB), dan kelompok I (ekstrak daun binahong dengan dosis sebesar 1,20
g/kgBB). Semua perlakuan dengan ekstrak daun binahong memberikan kurva
yang relatif sama dengan kurva kelompok kontrol positif. Ini dimungkinkan
mekanisme kerja ekstrak daun binahong tersebut hampir sama dengan mekanisme
kerja kontrol positif dalam menurunkan kadar glukosa darah.
Data kadar glukosa darah kemudian dianalisis mengikuti tata cara
rancangan GLM Repeated Measure untuk melihat perbedaan harga kadar glukosa
darah pada setiap waktu cuplikan akibat berbagai perlakuan. Hasil analisis
statistik secara GLM Repeated Measure menunjukkan adanya perbedaan yang
bermakna apabila probability (p) < 0,05 dan perbedaan yang tidak bermakna
apabila p > 0,05. Hasil analisis dapat dilihat pada lampiran 10 dan teringkas pada
tabel XI.
Tabel XI. Hasil analisis GLM Repeated Measure kadar glukosa darah
Subjek variasi Jumlah kuadrat Db Rata-rata
kuadrat F p
Tes antar subjek
- Periode (waktu) 310475,68 9 34497,30 313,97 0,000BB
- Periode perlakuan 18042,92 45 408,95 3,727 0,000BB
Di antara subjek
- Perlakuan (dosis) 32488,34 5 6497,67 14,58 0,000BB
Keterangan : BB = berbeda bermakna (p < 0,05)
TB = berbeda tidak bermakna (p > 0,05)
47
Pada tabel XI dapat kita lihat adanya perbedaan yang bermakna (p < 0,05)
antara purata kadar glukosa darah hewan uji yang dipengaruhi oleh periode waktu
(p = 0,000). Hal ini menunjukkan bahwa secara statistik terjadi perbedaan kadar
glukosa darah yang bermakna (signifikan) dari setiap waktu sampling darah
(menit ke 0-300) pada taraf kepercayaan 95%. Juga terlihat perbedaan yang
bermakna (p < 0,05) antara purata kadar plasma hewan uji yang dipengaruhi oleh
perlakuan (dosis), sehingga perlakuan antar kelompok terbukti memberi pengaruh
signifikan terhadap perbedaan kadar glukosa darah pada menit ke 0-300 dengan
taraf kepercayaan 95%.
Kemampuan ekstrak daun binahong dalam menurunkan kadar glukosa
darah dapat diperjelas dengan membandingkan nilai LDDK0-300 glukosa darah
dari masing-masing kelompok. LDDK0-300 merupakan besaran yang
menggambarkan jumlah glukosa darah yang diamati pada menit ke-0 sampai
menit ke-300 pada setiap kelompok perlakuan.
Tabel XII berikut menunjukkan adanya perbedaan antara kelompok
kontrol positif, perlakuan I, II, III, dan IV terhadap kontrol negatif, dengan
perbedaan harga LDDK0-300 berturut-turut sebesar 25,99%, 10,85%, 11,74%,
23,67%, dan 14,06%. Penurunan yang paling besar terlihat pada kontrol positif
yang diberi glibenklamida. Sedangkan untuk kelompok perlakuan ekstrak daun
binahong, perlakuan III dengan dosis 2,70 g/kgBB memberikan penurunan yang
paling besar.
48
Tabel XII. Pengaruh praperlakuan ekstrak daun binahong terhadap LDDK0-300 kadar glukosa darah tikus putih jantan dan prosentase perbedaan terhadap kelompok negatif dan positif
prosentase perbedaan terhadap Kelompok
perlakuan N
Mean LDDK0-300 ± SE
(mg.menit/dl) kontrol negatif kontrol positif
Kontrol negatif 5 32300,64 ± 1104,79 - 35,13
Kontrol positif 5 23903,95 ± 519,55 -25,99 -
Perlakuan I 5 28795,41 ± 1667,35 -10,85 20,46
Perlakuan II 5 28507,21 ± 697,47 -11,74 19,26
Perlakuan III 5 24654,42 ± 1366,92 -23,67 3,14
Perlakuan IV 5 27758,48 ± 452,98 -14,06 16,13
Keterangan : Kontrol negatif: aquades Kontrol positif : glibenklamida dosis 0,45 mg/kgBB Perlakuan I : ekstrak daun binahong dosis 1,20 g/kgBB Perlakuan II : ekstrak daun binahong dosis 1,80 g/kgBB Perlakuan III : ekstrak daun binahong dosis 2,70 g/kgBB Perlakuan IV : ekstrak daun binahong dosis 4,05 g/kgBB
Perbedaan kontrol positif yang diberi glibenklamida terhadap kontrol
negatif, perlakuan I, II, III, dan IV berturut-turut sebesar 35,13%, 20,46%,
19,26%, 3,14%, dan 16,13%. Perbedaan yang paling besar terlihat pada kontrol
negatif yang diberi aquades. Sedangkan untuk kelompok perlakuan ekstrak daun
binahong, perlakuan III dengan dosis 2,70 g/kgBB memberikan perbedaan
terhadap kontrol positif yang paling kecil. Berdasarkan hasil di atas terlihat bahwa
perlakuan ekstrak daun binahong dosis III lebih efektif dalam menurunkan kadar
glukosa darah dibandingkan dengan dosis lainnya. Gambaran Mean LDDK pada
tiap kelompok perlakuan dapat dilihat pada gambar 13.
49
32300.64
23903.95
28795.41 28507.21
24654.42
27758.48
0
5000
10000
15000
20000
25000
30000
35000
LDDK (mg.menit/dl)
KontrolNegatif
KontrolPositif
Dosis I Dosis II Dosis III Dosis IV Perlakuan
Diagram LDDK0-300 glukosa darah masing-masing perlakuan
Gambar 13. Diagram LDDK0-300 glukosa darah masing-masing perlakuan
Keterangan : Kontrol negatif : aquades Kontrol positif : glibenklamida dosis 0,45 mg/kgBB Perlakuan I : ekstrak daun binahong dosis 1,20 g/kgBB Perlakuan II : ekstrak daun binahong dosis 1,80 g/kgBB Perlakuan III : ekstrak daun binahong dosis 2,70 g/kgBB Perlakuan IV : ekstrak daun binahong dosis 4,05 g/kgBB
Data LDDK0-300 dari enam kelompok perlakuan ini kemudiaan dianalisis
menggunakan uji Anova One Way untuk terlebih dahulu mengetahui homogenitas
variansi data LDDK0-300. Dari hasil uji tersebut menunjukkan bahwa variansi data
LDDK0-300 memang berbeda, sehingga uji Anova One Way tidak dapat dilanjutkan
Adapun syarat yang harus dipenuhi dalam uji Anova One Way, antara lain data
mempunyai distribusi normal, variansi data sama, dan masing-masing data berdiri
sendiri. Perbedaan variansi data LDDK0-300 dapat dilihat dari tabel XIII yang
menunjukkan bahwa nilai p < 0,05 yaitu 0,000.
50
Tabel XIII. Hasil analisis homogenitas variansi menggunakan uji Anova One Way
Levene Statistic df1 df2 Sig.
5,742 5 24 0,001
Oleh karena itu data LDDK0-300 dianalisis menggunakan uji Kruskal-
Wallis untuk mengetahui apakah ada perbedaan nilai LDDK0-300 yang bermakna
dari kelompok-kelompok perlakuan. Berdasarkan tabel XIV dapat diketahui
bahwa keenam kelompok perlakuan memiliki rata-rata LDDK0-300 (Mean) yang
memang berbeda. Hal ini disebabkan berdasarkan nilai probabilitasnya, data
LDDK0-300 tersebut menunjukkan nilai probabilitas sebesar 0,001 atau p < 0,05.
Tabel XIV. Test Mean LDDK0-300 keenam kelompok perlakuan dengan uji Kruskal-Wallis
LDDK
Chi-Square
df
Asymp. Sig
20,174
5
0,001
Setelah diketahui bahwa ada perbedaan LDDK0-300 yang signifikan di
antara keenam kelompok perlakuan, masalah yang timbul adalah kelompok
perlakuan mana yang berbeda dan tidak berbeda. Untuk itu analisis Kruskal-
Wallis ini dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney untuk mengetahui pengaruh
peringkat dosis ekstrak daun binahong pada masing-masing kelompok. Hasil uji
dinyatakan berbeda bermakna antar kelompok perlakuan bila nilai p < 0,05. Hasil
ini dapat dilihat pada lampiran 12 dan secara ringkas dapat dilihat pada tabel XV.
Hasil uji Mann-Whitney LDDK0-300 glukosa darah pada tabel XV
menunjukkan perbedaan yang bermakna antara kontrol negatif terhadap kontrol
51
positif, kelompok perlakuan III dan IV. Hal ini berarti kontrol positif, kelompok
perlakuan III, dan IV dapat menurunkan kadar glukosa darah bila dibandingkan
dengan kontrol negatif. Sedangkan kelompok perlakuan I dan II menunjukkan
perbedaan yang tidak bermakna terhadap kontrol negatif yang berarti kelompok
perlakuan tersebut tidak memiliki efek penurunan glukosa darah.
Tabel XV. Hasil uji Mann-Whitney LDDK0-300 glukosa darah tikus putih jantan terbebani glukosa
Kelompok Kontrol
negatif
Kontrol
Positif
Perlakuan
I
Perlakuan
II
Perlakuan
III
Perlakuan
IV
Kontrol negatif - BB TB TB BB BB
Kontrol positif BB - TB BB TB BB
Perlakuan I TB TB - TB TB TB
Perlakuan II TB BB TB - BB TB
Perlakuan III BB TB TB BB - BB
Perlakuan IV BB BB TB TB BB -
Keterangan:
BB : berbeda bermakna (p <0,05) TB : berbeda tidak bermakna (p >0,05) Kontrol negatif : aquades
Kontrol positif : glibenklamida dosis 0,45 mg/kgBB Perlakuan I : ekstrak daun binahong dosis 1,20 g/kgBB Perlakuan II : ekstrak daun binahong dosis 1,80 g/kgBB Perlakuan III : ekstrak daun binahong dosis 2,70 g/kgBB Perlakuan IV : ekstrak daun binahong dosis 4,05 g/kgBB
Berdasarkan tabel XV tersebut dapat dilihat pula bahwa kelompok
perlakuan III menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna bila dibandingkan
terhadap kontrol positif yang menerima perlakuan glibenklamida. Ini berarti
bahwa kemampuan kelompok perlakuan III dalam menurunan kadar glukosa
darah sebanding dengan kontrol positif. Sementara itu kelompok perlakuan IV
memberikan perbedaan bermakna terhadap kontrol positif, sehingga dapat
52
disimpulkan bahwa kelompok perlakuan III memiliki efek penurunan kadar
glukosa darah lebih efektif dibandingkan kelompok perlakuan IV.
53
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun binahong dengan dosis
1,20 g/kgBB sampai 4,05 g/kgBB memberikan penurunan kadar glukosa darah
sebesar 10,85% sampai 23,67% terhadap kontrol negatif. Dosis 2,70 g/kgBB dan
4,05 g/kgBB memberikan efek penurunan kadar glukosa darah secara bermakna
terhadap kontrol negatif. Dari hasil penelitian tersebut dapat diambil kesimpulan
bahwa ekstrak daun binahong dapat menurunkan kadar glukosa darah tikus
percobaan.
B. Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang toksisitas akut dan kandungan
kimia ekstrak daun binahong.
21
53
54
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1979, Farmakope Indonesia, Edisi III, 7, 9, 32, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta Anonim, 1991, Penapisan Farmakologi, Pengujian Fitokimia dan Pengujian
Klinik (Pedoman Pengujian dan Pengembangan Fitofarmaka), 233-240, Balai Pengembangan dan Pemanfaatan Obat Bahan Alam, Jakarta
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, 410, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta Anonim, 2003 a, Bihrmann’s CAUDIFORMS Anredera baselloides, http://
www.bihrmann.com/caudiciforms/subs/anr-bas-sub.asp. Diakses tanggal 28 Febuari 2006
Anonim, 2003 b, Taxonomy of Bihrmann’s CAUDIFORMS, http://
www.bihrmann.com/caudiciforms/div/tax.asp, diakses tanggal 28 Febuari 2006
Anonim, 2005, Back to Nature, http:// www.tanaman-obat.com, diakses tanggal
19 Maret 2006 Anonim, 2006 a, All About Diabetes, http:// www.diabetes.org/about-diabetes.jsp,
diakses tanggal 23 Desember 2006 Anonim, 2006 b, Swaziland's Alien Plants Database, http://
www.kbraunweb.com/alienplants/speciesinfo.asp, diakses pada tanggal 19 Maret 2006
Budi, T.P., 2006, SPSS 13.0 Terapan : Riset Statistik Parametrik, 219-244, Andi
Offset, Yogyakarta Campbell, N.A., Reece, J.B., and Mitchell, L.G., 2002, Biologi, diterjemahkan
oleh Rahayu Lestari, 151-153, Erlangga, Jakarta Christian, G.D., 2004, Analytical Chemistry, 6th edition, 651-655, 785-786, John
Wiley and Sons, USA Cooper, G.R., and McDaniel, V., 1966, Workshop Manual of Methods For The
Determination of Glucose, 24, 29-31, US Departement of Health, Education, and Welfare, Georgia
Dean, J.A., 1995, Analytical Chemistry Handbook, Section 5.2-5.9, McGraw-Hill,
USA
55
Dollery, S.C., 1999, Therapeutic Drugs, 2nd Edition, Vol I, G 64-69, Churchill Livingstone, London
Fatah, A.M., 1989, Spektroskopi, 45-46, Fakultas Farmasi UGM, Yogyakarta Ganong, W.F., 1995, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, diterjemahkan oleh Petrus
Andrianto, Edisi 14, 313-336, EGC, Jakarta Ganong, W.F., 2003, Review of Medical Physiology, 21st Edition, 333-355,
McGraw-Hill, USA Greene, R.J., and Norman D.H., 2000, Pathology and Therapeutics for
Pharmacist: A Basic for Clinical Pharmacy Practice, 2nd Edition, 528, Pharmaceutical Press, London
Handoko, T., dan Suharto, B., 1995, Insulin, Glukagon dan Anti Diabetik Oral
dalam Ganiswarna, (Ed.), Farmakologi dan Terapi, Edisi 4, 462-473, Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
Hargono, D., 1986, Sediaan Galenik, 2-5, 25-28, Dirjen POM Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta Khopkar, 1990, Basic Concepts of Analytical Chemistry, diterjemahkan oleh
Saptoraharjo, 193, 204, UI Press, Jakarta Lehninger, A.L., 1975, Biochemistry, Second Edition, 792, Worth Publisher, New
York Lanywati, E., 2001, Diabetes Mellitus Penyakit Kencing Manis, 18-28, Kanisius,
Yogyakarta Marks, D.B., Marks, A.D., and Smith, C.M., 1996, Biokimia Kedokteran Dasar:
Sebuah Pendekatan Klinik, diterjemahkan oleh Bhram U. Pendit, 138-139, EGC, Jakarta
Mayes, P.A., 1990, Glukoneogenesis dan Pengendalian Kadar Glukosa Darah,
dalam Murray, R.K., Granner, D.K., Mayes, P.A., Rodwell, V.W., (Eds.), Harper’s Biochemistry, diterjemahkan oleh Andry Hartono, Edisi 22, 227, EGC, Jakarta
Moran, L.A, Scrimgecur, G.K., Horton, H.K., Oschs, R.s., and Rawn, J.D., 1994,
Biochemistry, 2nd Edition, 12.30-12.32, Neil Patterson Publisher/Prentice Hall, USA
Mulja, M., dan Suharman, 1995, Analisis Instrumental, 1-59, 238, Airlangga
Universitas Press, Surabaya
56
Nolte, M.S., and Karam, J.H., 2002, Hormon Pankreas dan Obat Anti Diabetes, dalam Katzung, B.G., (Ed.), Farmakologi Dasar dan Klinik, diterjemahkan oleh Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Buku 2, Edisi 8, 699, Salemba Medika, Jakarta
Richterich, R., and Colombo, J.P., 1981, Clinical Chemistry : Theory, Practice,
and Interpretation, 362-381, John Wiley & Sons, USA Risdyastuti, A.A., 2003, Pengaruh Pemberian Sari Buah Jambu Biji (Psidium
guajava L.) terhadap Efek Hipoglikemi dari Glibenklamida pada Tikus Diabetes Melitus tidak Tergantung Insulin (DMTTI), Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
Santosa, S., 2001, Buku Latihan SPSS Statistik Non Parametrik, 118-126, 172-
179, Elex Media Komputindo, Jakarta Santosa, S., 2003, Mengatasi Berbagai Masalah Statistik dengan SPSS versi 11.5,
251-256, 291-304, Elex Media Komputindo, Jakarta Schwinghammer, T.L., 2003, Endocrinologic Disorders, in Wells, B.G.,
Pharmacotherapy Handbook, 5th Edition, 170-183, McGraw Hill Companies, USA
Skoog, D.A., 1985, Principles of Instrument Analysis, 3rd Edition, 22, 164-165,
Saunders College Publishing, Philadelphia Suyono, Isa, Henry, dan Nugroho, 2006, Derajat Keasaman Air Ludah pada
Penderita Diabetes mellitus, Cermin Dunia Kedokteran, No 150, 36, Jakarta
Triptitt, C.L., Reasner, C.A., and Isley, W.L., 2005, Endocrinologic Disorders, in
DiPiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G., and Posey, L.M., (Eds.), Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, 6th Edition, 1333-1363, McGraw-Hill Companies, USA
Widowati, L., Dzulkarnain, B., dan Sa’roni, 1997, Tanaman Obat untuk Diabetes
Mellitus, Cermin Dunia Kedokteran, 116, 53-60, Jakarta
57
Lampiran 1. Determinasi tanaman binahong
58
Lampiran 2. Foto tanaman binahong
Foto tanaman binahong 1
Foto tanaman binahong 2
59
Lampiran 3. Foto daun, umbi, dan bunga binahong
Foto daun binahong 1
Foto umbi binahong
Foto bunga binahong
60
Lampiran 4. Foto herbarium kering dan ekstrak daun binahong
Foto herbarium kering
Foto ekstrak daun binahong
61
Lampiran 5. Foto hewan uji percobaan (tikus putih jantan)
Foto tikus putih jantan 1
Foto tikus putih jantan 2
62
Lampiran 6. Foto alat-alat penelitian
Oven (Marius)
Alat timbang elektrik (Mettler Toledo AB204, Switzerland)
63
Sentrifuge (Hettich WBA SS, Germany)
Vortex (Janke-Kankel IKA®-Labortechnik)
Spektrofotometri visible (Optima®SP300, Japan)
64
Lampiran 7. Preparasi bahan
a. Pembuatan larutan asam benzoat 0,1% b/v
Berat kertas = 0,22 g
Berat kertas + asam benzoat = 0,72 g
Berat kertas + asam benzoat = 0,7231 g
Berat kertas + sisa = 0,2228 g
Berat asam benzoat = 0,5003 g
Sebanyak 0,5003 g serbuk asam benzoat p.a. dilarutkan dengan aquades panas
dalam labu takar 500,0 ml sampai tanda.
b. Pembuatan larutan stok glukosa 10 mg/ml
Berat kertas = 0,22 g
Berat kertas + glukosa monohidrat = 0,47 g
Berat kertas + glukosa monohidrat = 0,4699 g
Berat kertas + sisa = 0,4698 g
Berat glukosa monohidrat = 0,2501 g
Glukosa monohidrat sebanyak 0,2501 g dilarutkan dengan larutan asam
benzoat 0,1% p.a. b/v dalam labu takar 100,0 ml sampai tanda.
c. Natrium oksalat 2% b/v
Berat kertas = 0,2235 g
Berat kertas + natrium oksalat = 1,2243 g
Berat kertas + sisa = 0,2241 g
Berat natrium oksalat = 1,0002 g
65
Natrium oksalat p.a. sebanyak 1,0002 g dan dilarutkan dengan aquades dalam
labu takar 50,0 ml sampai tanda.
d. Keseragaman bobot tablet
Berat rata-rata tablet glibenklamida = 200,43 mg. Berdasarkan Anonim
1979 tablet dengan bobot 151 mg – 300 mg memiliki penyimpangan rata-rata
tablet pada kolom A = 7,5 % dan kolom B = 15%
Kolom A: 7,5% x 200,43 mg = 15,03 mg ± 200,43 mg. Berdasarkan
penimbangan dua puluh tablet, tidak ada tablet yang menyimpang dari range
185,41 mg - 215,46 mg. Kolom B: 15% x 200,43 mg = 30,0645 mg ± 200,43
mg. Berdasarkan penimbangan dua puluh tablet, tidak ada tablet yang
menyimpang dari range 170,3655 mg - 230,4945 mg. Ini berarti bahwa semua
tablet memenuhi keseragaman bobot tablet.
e. Pembuatan larutan glibenklamida 0,1125 mg/ml
Berat rata-rata tablet glibenklamida = 200,43 mg
Tiap tablet mengandung 5 mg zat aktif glibenklamida sehingga serbuk yang
harus ditimbang untuk mendapatkan 25 mg zat aktif yaitu (25 mg : 5 mg ) x
200,43 mg = 1,000215 g
Berat kertas = 0,2235 g
Berat kertas + glibenklamida = 0,2243 g
Berat kertas + sisa = 0,2241 g -
Berat glibenklamida = 1,0002 g
66
Sejumlah 1,0002 g dilarutkan dalam labu ukur 10 ml sebagai larutan induk
dengan konsentrasi 0,25 mg/ml. Untuk mendapatkan larutan glibenklamida
dengan konsentrasi 0,1125 mg/ml dengan volume 10 ml, maka
C1 . V1 = C2 . V2
25 mg/10ml . x = 0,1125 mg/ml . 10,0 ml
x = 0,45 ml
Sebanyak 0,45 ml larutan induk dilarutkan dalam labu ukur 10 ml dengan
aquades hingga tanda.
f. Perhitungan volume penyuntikan
• Glibenklamida
D : 0,45 mg/kgBB
C : 0,1125 mg/ml
BB : 186,8 g
V = (D x BB) = 0,45 mg/kgBB x 186,8 g = 0,75 ml
C 0,1125 mg/ml
• Ekstrak daun Binahong dosis 1,2 g/kgBB
D : 1,2 g/kgBB
C : 2,997 g/10ml
BB : 179,4 g
V = (D x BB) = 1,2 g/kgBB x 179,4 g = 0,72 ml
C 2,997 g/10ml
67
• Glukosa
D : 1,75 g/kgBB
C : 15 g/100ml
BB : 188,5 g
V = (D x BB) = 1,75 g/kgBB x 188,5 g = 2,198 ml
C 15 g/100ml
g. Perhitungan LDDK0-300
Menit 0 15 30 45 60 90 120 180 240 300
Resapan 0,322 0,588 0,528 0,57 0,496 0,442 0,361 0,318 0,279 0,323
Kadar 96,44 176,12 158,15 170,73 148,56 132,39 108,13 95,25 83,57 96,74
Standar glukosa 100,04 mg/dl = 0,334
Kadar glukosa menit ke-0 = ( 0,322 : 0,334 ) x 100,04 mg/dl = 96,44 mg/dl
LDDK 0-300 = 15-0 x (96,44 + 176,12) + 30-15 x (176,12 + 158,15) + 2 2
45-30 x (158,15 + 170,73) + 60-45 x (170,73 + 148,56) + 2 2
90-60 x (148,56 + 132,39) + 120-90 x (132,39 + 108,13) + 2 2
180-120 x (108,13 + 95,25) + 240-180 x (95,25 + 83,57) + 2 2
300-240 x (83,57 + 96,74) 2
= 34109,45 mg.menit/dl
68
Lampiran 8. Data kadar glukosa darah darah (mg/dl) pada tiap perlakuan dan waktu sampling
KONTROL POSITIF
0 15 30 45 60 90 120 180 240 300 LDDK 1 88,54 132,81 110,10 102,34 107,51 82,22 72,73 70,72 57,21 51,74 23229,12 2 57,78 115,28 128,50 144,02 132,52 63,82 75,32 53,18 51,46 45,99 22194,22 3 82,79 126,77 150,35 130,80 90,55 79,92 75,61 71,29 67,56 64,39 24839,67 4 101,19 123,90 143,16 140,29 121,31 76,75 72,44 69,28 63,24 57,78 24846,14 5 101,47 114,70 147,19 142,59 118,15 81,64 73,31 67,27 57,78 55,77 24410,62 x 86,36 122,69 135,86 132,00 114,01 76,87 73,88 66,35 59,45 55,14 23903,95
PERLAKUAN I
0 15 30 45 60 90 120 180 240 300 LDDK 1 76,10 142,39 144,84 140,85 134,41 137,79 127,97 102,19 79,79 75,18 33082,25 2 77,30 143,00 135,02 129,81 130,73 77,33 76,10 70,27 73,65 65,67 25988,92 3 88,69 144,23 141,16 132,26 122,13 121,21 97,28 88,38 71,50 85,00 29834,78 4 70,89 111,70 135,64 122,14 111,70 79,17 77,64 59,23 62,29 74,88 23993,49 5 81,01 127,66 140,85 129,19 126,12 130,42 91,75 92,37 89,61 90,22 31077,61 x 78,80 133,79 139,50 130,85 125,02 109,18 94,15 82,49 75,37 78,19 28795,41
KONTROL NEGATIF 0 15 30 45 60 90 120 180 240 300 LDDK
1 96,45 176,12 158,15 170,73 148,56 132,38 108,13 95,25 83,57 96,75 34109,45 2 90,16 155,75 186,00 197,98 146,47 96,75 76,98 79,67 73,98 71,29 29791,85 3 91,35 158,75 174,02 191,39 172,22 94,35 85,66 70,99 67,69 65,89 29405,47 4 83,27 145,57 163,54 206,97 184,50 122,50 114,72 89,56 78,17 88,66 34077,99 5 94,95 154,85 178,81 206,67 174,62 138,38 102,14 89,26 79,67 82,97 34118,43 x 91,23 158,21 172,10 194,75 165,28 116,87 97,52 84,94 76,62 81,11 32300,64
69
PERLAKUAN II 0 15 30 45 60 90 120 180 240 300 LDDK
1 83,55 126,31 129,66 131,90 137,21 92,77 78,24 67,35 71,82 74,89 26432,36 2 93,33 174,09 177,45 169,90 124,07 84,39 83,83 82,16 75,73 77,68 29420,99 3 68,74 135,53 162,36 160,96 141,68 102,565 83,83 83,55 89,98 88,86 30512,91 4 65,95 145,31 152,85 142,51 146,43 95,01 84,95 67,63 69,30 82,44 27761,10 5 70,14 136,09 160,40 138,32 139,16 100,04 82,99 79,36 77,13 70,15 28408,70 x 76,34 143,47 156,54 148,72 137,71 94,95 82,77 76,01 76,79 78,80 28507,21
PERLAKUAN III 0 15 30 45 60 90 120 180 240 300 LDDK 1 106,51 151,24 148,88 138,58 129,7578 86,51 82,09 66,50 61,20 57,67 25980,24 2 67,97 120,64 123,28 129,76 97,68612 68,26 67,67 72,09 59,44 57,38 23018,76 3 86,21 133,88 146,53 127,70 124,46 76,79 65,61 62,08 62,67 66,21 24296,48 4 71,79 121,52 145,65 131,52 123,87 87,09 83,56 65,61 73,26 71,21 26147,96 5 68,26 104,16 120,64 120,93 115,9287 88,86 80,91 60,02 60,61 65,91 23828,65 x 80,15 126,29 136,99 129,70 118,34 81,50 75,97 65,26 63,44 63,67 24654,42
PERLAKUAN IV 0 15 30 45 60 90 120 180 240 300 LDDK 1 100,04 151,22 167,51 163,15 162,27 99,46 82,01 80,26 69,50 66,89 29296,60 2 84,92 152,68 164,89 163,44 156,75 87,54 82,88 75,03 65,14 70,96 28273,70 3 76,48 163,44 160,82 145,70 126,79 78,52 80,86 77,65 70,38 63,11 27244,18 4 86,66 135,23 156,17 146,28 132,61 70,38 79,10 78,23 69,50 71,54 26879,93 5 85,79 144,83 170,42 163,15 149,77 95,39 70,67 65,14 63,40 71,84 27098,04 x 86,78 149,48 163,96 156,34 145,64 86,26 79,10 75,26 67,58 68,86 27758,48
70
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
528795.413728.288
.210
.174-.210.469.980
NMeanStd. Deviation
Normal Parametersa,b
AbsolutePositiveNegative
Most ExtremeDifferences
Kolmogorov-Smirnov ZAsymp. Sig. (2-tailed)
LDDK
Test distribution is Normal.a.
Calculated from data.b.
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
523903.951161.745
.269
.209-.269.601.863
NMeanStd. Deviation
Normal Parametersa,b
AbsolutePositiveNegative
Most ExtremeDifferences
Kolmogorov-Smirnov ZAsymp. Sig. (2-tailed)
LDDK
Test distribution is Normal.a.
Calculated from data.b.
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
532300.642470.383
.364
.245-.364.814.521
NMeanStd. Deviation
Normal Parametersa,b
AbsolutePositiveNegative
Most ExtremeDifferences
Kolmogorov-Smirnov ZAsymp. Sig. (2-tailed)
LDDK
Test distribution is Normal.a.
Calculated from data.b.
Lampiran 9. Hasil uji distribusi data dengan tes Kolmogorov Smirnov 9.1 Kontrol Negatif 9.2 Kontrol Positif 9.3 Perlakuan 1
71
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
524654.421366.917
.234
.203-.234.523.947
NMeanStd. Deviation
Normal Parametersa,b
AbsolutePositiveNegative
Most ExtremeDifferences
Kolmogorov-Smirnov ZAsymp. Sig. (2-tailed)
LDDK
Test distribution is Normal.a.
Calculated from data.b.
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
527758.481012.885
.294
.294-.193.658.780
NMeanStd. Deviation
Normal Parametersa,b
AbsolutePositiveNegative
Most ExtremeDifferences
Kolmogorov-Smirnov ZAsymp. Sig. (2-tailed)
LDDK
Test distribution is Normal.a.
Calculated from data.b.
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
528507.211559.581
.125
.125-.121.280
1.000
NMeanStd. Deviation
Normal Parametersa,b
AbsolutePositiveNegative
Most ExtremeDifferences
Kolmogorov-Smirnov ZAsymp. Sig. (2-tailed)
LDDK
Test distribution is Normal.a.
Calculated from data.b.
9.3 Perlakuan 2 9.3 Perlakuan 3 9.3 Perlakuan 4
72
Multivariate Testsc
.991 187.322a 9.000 16.000 .000
.009 187.322a 9.000 16.000 .000105.369 187.322a 9.000 16.000 .000105.369 187.322a 9.000 16.000 .000
2.318 1.920 45.000 100.000 .004.018 2.437 45.000 74.675 .000
8.852 2.833 45.000 72.000 .0005.090 11.310b 9.000 20.000 .000
Pillai's TraceWilks' LambdaHotelling's TraceRoy's Largest RootPillai's TraceWilks' LambdaHotelling's TraceRoy's Largest Root
Effectmenit1
menit1 * Perlakuan
Value F Hypothesis df Error df Sig.
Exact statistica.
The statistic is an upper bound on F that yields a lower bound on the significance level.b.
Design: Intercept+Perlakuan Within Subjects Design: menit1
c.
Within-Subjects Factors
Measure: menit
M0M15M30M45M60M90M120M180M240M300
menit112345678910
DependentVariable
Between-Subjects Factors
kontrolnegatif 5
kontrolpositif 5
dosis 1 5dosis 2 5dosis 3 5dosis 4 5
1
2
3456
PerlakuanValue Label N
Lampiran 10. Hasil uji GLM Repeated Measure data kadar glukosa darah General Linear Model
73
Tests of Within-Subjects Effects
Measure: menit
310475.680 9 34497.298 313.969 .000310475.680 4.759 65238.882 313.969 .000310475.680 7.316 42436.381 313.969 .000310475.680 1.000 310475.680 313.969 .00018402.925 45 408.954 3.722 .00018402.925 23.795 773.385 3.722 .00018402.925 36.581 503.069 3.722 .00018402.925 5.000 3680.585 3.722 .01223732.942 216 109.87523732.942 114.217 207.78723732.942 175.590 135.16123732.942 24.000 988.873
Sphericity AssumedGreenhouse-GeisserHuynh-FeldtLower-boundSphericity AssumedGreenhouse-GeisserHuynh-FeldtLower-boundSphericity AssumedGreenhouse-GeisserHuynh-FeldtLower-bound
Sourcemenit1
menit1 * Perlakuan
Error(menit1)
Type III Sumof Squares df Mean Square F Sig.
Tests of Between-Subjects Effects
Measure: menitTransformed Variable: Average
3308856.192 1 3308856.192 7422.137 .00032488.345 5 6497.669 14.575 .00010699.419 24 445.809
SourceInterceptPerlakuanError
Type III Sumof Squares df Mean Square F Sig.
Mauchly's Test of Sphericityb
Measure: menit
.006 107.107 44 .000 .529 .813 .111Within Subjects Effectmenit1
Mauchly's WApprox.
Chi-Square df Sig.Greenhouse-Geisser Huynh-Feldt Lower-bound
Epsilona
Tests the null hypothesis that the error covariance matrix of the orthonormalized transformed dependent variables isproportional to an identity matrix.
May be used to adjust the degrees of freedom for the averaged tests of significance. Corrected tests are displayed inthe Tests of Within-Subjects Effects table.
a.
Design: Intercept+Perlakuan Within Subjects Design: menit1
b.
74
Tests of Within-Subjects Contrasts
Measure: menit
132670.917 1 132670.917 646.094 .00055690.967 1 55690.967 346.762 .000
109372.412 1 109372.412 876.681 .0007503.902 1 7503.902 55.068 .000706.661 1 706.661 5.722 .025
3.722 1 3.722 .056 .8152589.548 1 2589.548 50.624 .000111.844 1 111.844 2.831 .105
1825.705 1 1825.705 22.460 .0004414.944 5 882.989 4.300 .0063783.656 5 756.731 4.712 .0045490.444 5 1098.089 8.802 .000607.639 5 121.528 .892 .502
1498.683 5 299.737 2.427 .065393.452 5 78.690 1.184 .346944.225 5 188.845 3.692 .013553.914 5 110.783 2.805 .039715.966 5 143.193 1.762 .159
4928.230 24 205.3433854.472 24 160.6032994.178 24 124.7573270.375 24 136.2662963.950 24 123.4981595.143 24 66.4641227.663 24 51.153948.004 24 39.500
1950.928 24 81.289
menit1LinearQuadraticCubicOrder 4Order 5Order 6Order 7Order 8Order 9LinearQuadraticCubicOrder 4Order 5Order 6Order 7Order 8Order 9LinearQuadraticCubicOrder 4Order 5Order 6Order 7Order 8Order 9
Sourcemenit1
menit1 * Perlakuan
Error(menit1)
Type III Sumof Squares df Mean Square F Sig.
75
Lampiran 11. Hasil uji Kruskal Wallis NPar Tests Kruskal-Wallis Test
Ranks
5 26.205 5.605 18.605 19.205 6.805 16.60
30
Perlakuan1kontrol negatifkontrol positifdosis 1dosis 2dosis 3dosis 4Total
LDDK1N Mean Rank
Test Statisticsa,b
20.1745
.001
Chi-SquaredfAsymp. Sig.
LDDK1
Kruskal Wallis Testa.
Grouping Variable: Perlakuan1b.
76
Lampiran 12. Hasil uji Mann Whitney NPar Tests Mann-Whitney Test
Ranks
5 8.00 40.005 3.00 15.00
10
Perlakuan1kontrol negatifkontrol positifTotal
LDDK1N Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
.00015.000-2.611
.009
.008a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
LDDK1
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: Perlakuan1b.
Ranks
5 6.80 34.005 4.20 21.00
10
Perlakuan1kontrol negatifdosis 1Total
LDDK1N Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
6.00021.000-1.358
.175
.222a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
LDDK1
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: Perlakuan1b.
77
Ranks
5 7.40 37.005 3.60 18.00
10
Perlakuan1kontrol negatifdosis 2Total
LDDK1N Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
3.00018.000-1.984
.047
.056a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
LDDK1
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: Perlakuan1b.
Ranks
5 8.00 40.005 3.00 15.00
10
Perlakuan1kontrol negatifdosis 3Total
LDDK1N Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
.00015.000-2.611
.009
.008a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
LDDK1
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: Perlakuan1b.
78
Ranks
5 8.00 40.005 3.00 15.00
10
Perlakuan1kontrol negatifdosis 4Total
LDDK1N Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
.00015.000-2.611
.009
.008a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
LDDK1
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: Perlakuan1b.
Ranks
5 3.60 18.005 7.40 37.00
10
Perlakuan1kontrol positifdosis 1Total
LDDK1N Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
3.00018.000-1.984
.047
.056a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
LDDK1
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: Perlakuan1b.
79
Ranks
5 3.00 15.005 8.00 40.00
10
Perlakuan1kontrol positifdosis 2Total
LDDK1N Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
.00015.000-2.611
.009
.008a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
LDDK1
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: Perlakuan1b.
Ranks
5 5.00 25.005 6.00 30.00
10
Perlakuan1kontrol positifdosis 3Total
LDDK1N Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
10.00025.000
-.522.602
.690a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
LDDK1
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: Perlakuan1b.
80
Ranks
5 3.00 15.005 8.00 40.00
10
Perlakuan1kontrol positifdosis 4Total
LDDK1N Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
.00015.000-2.611
.009
.008a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
LDDK1
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: Perlakuan1b.
Ranks
5 5.80 29.005 5.20 26.00
10
Perlakuan1dosis 1dosis 2Total
LDDK1N Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
11.00026.000
-.313.754
.841a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
LDDK1
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: Perlakuan1b.
81
Ranks
5 7.20 36.005 3.80 19.00
10
Perlakuan1dosis 1dosis 3Total
LDDK1N Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
4.00019.000-1.776
.076
.095a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
LDDK1
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: Perlakuan1b.
Ranks
5 6.00 30.005 5.00 25.00
10
Perlakuan1dosis 1dosis 4Total
LDDK1N Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
10.00025.000
-.522.602
.690a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
LDDK1
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: Perlakuan1b.
82
Ranks
5 8.00 40.005 3.00 15.00
10
Perlakuan1dosis 2dosis 3Total
LDDK1N Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
.00015.000-2.611
.009
.008a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
LDDK1
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: Perlakuan1b.
Ranks
5 6.40 32.005 4.60 23.00
10
Perlakuan1dosis 2dosis 4Total
LDDK1N Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
8.00023.000
-.940.347
.421a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
LDDK1
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: Perlakuan1b.
83
Ranks
5 3.00 15.005 8.00 40.00
10
Perlakuan1dosis 3dosis 4Total
LDDK1N Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
.00015.000-2.611
.009
.008a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
LDDK1
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: Perlakuan1b.
84
Lampiran 14. Hasil uji Anova One Way Oneway
Descriptives
LDDK
5 32300.64 2470.38329 1104.789 29233.2537 35368.0256 29405.47 34118.435 23903.95 1161.74452 519.54795 22461.4580 25346.4507 22194.22 24846.145 28795.41 3728.28810 1667.341 24166.1281 33424.6904 23993.49 33082.255 28507.21 1559.58055 697.46562 26570.7334 30443.6834 26432.36 30512.905 24654.42 1366.91698 611.30386 22957.1650 26351.6682 23018.76 26147.965 27758.48 1012.88466 452.97579 26500.8203 29016.1451 26879.93 29296.60
30 27653.35 3424.97694 625.31238 26374.4444 28932.2592 22194.22 34118.43
Kontrol negatifKontrol positifDosis 1Dosis 2Dosis 3Dosis 4Total
N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound
95% Confidence Interval forMean
Minimum Maximum
Test of Homogeneity of Variances
LDDK
5.742 5 24 .001
LeveneStatistic df1 df2 Sig.
Lampiran 13. Leaflet GOD-PAP
BIOGRAFI PENULIS
Penulis bernama lengkap Dessy Roseta Wijaya lahir
dari pasangan Herry Gunawan dan Endang Susilawati
di kota Magelang, provinsi Jawa Tengah, sebagai anak
kedua dari empat bersaudara. Penulis menyelesaikan
pendidikan TK di Bentara Wacana Muntilan pada tahun
1989-1991, SD di Bentara Wacana Muntilan pada tahun
1991-1997, SMP di Bentara Wacana Muntilan pada
tahun 1997-2000, dan SMU di Stella Duce 1
Yogyakarta pada tahun 2000-2003. Kemudian penulis
melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi di Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta pada tahun 2003. Selama menempuh pendidikan di
Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, penulis mempunyai
pengalaman sebagai asisten praktikum Farmasi Fisika pada semester gasal periode
2006/2007, asisten praktikum Formulasi Teknologi Sediaan Liquid-Solid pada
semester gasal periode 2006/2007, asisten praktikum Biokimia-Mikrobiologi pada
semester genap periode 2005/2006 dan semester ganjil periode 2006/2007, asisten
praktikum Farmakologi Dasar pada semester genap periode 2006/2007, asisten
praktikum Patologi Klinik pada semester gasal periode 2006/2007, asisten
praktikum Toksikologi Dasar pada semester gasal periode 2006/2007, asisten
praktikum Biofarmasetika pada semester genap periode 2006/2007, dan asisten
praktikum Farmakognoi Fitokimia II pada semester genap periode 2006/2007.