EFEK HEPATOREGENERATIF MADU-PALIASA TERHADAP …
Transcript of EFEK HEPATOREGENERATIF MADU-PALIASA TERHADAP …
EFEK HEPATOREGENERATIF MADU-PALIASA TERHADAP PERBAIKAN FUNGSI HATI DAN GAMBARAN HISTOLOGI HATI TIKUS (Rattus
novergicus)
FELIX ANASTESIUS N111 08 278
PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2012
EFEK HEPATOREGENERATIF MADU-PALIASA TERHADAP PERBAIKAN FUNGSI HATI DAN GAMBARAN HISTOLOGI HATI TIKUS
(Rattus novergicus)
SKRIPSI
untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar sarjana
FELIX ANASTESIUS N111 08 278
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2012
PERSETUJUAN
EFEK HEPATOREGENERATIF MADU-PALIASA TERHADAP PERBAIKAN FUNGSI HATI DAN GAMBARAN HISTOLOGI HATI TIKUS
(Rattus novergicus)
FELIX ANASTESIUS
N111 08 278
Disetujui oleh :
Pembimbing Utama,
Prof. Dr. rer.nat. Hj. Marianti A. Manggau, Apt. NIP. 19670319 199203 2 002
Pembimbing Pertama, Pembimbing Kedua, Drs.H. Burhanuddin Taebe, M.Si., Apt. Dra. Aliyah, MS., Apt. NIP. 19480727 197903 1 001 NIP. 19570704 198603 2 001
Pada tanggal, Juni 2012
PENGESAHAN
EFEK HEPATOREGENERATIF MADU-PALIASA TERHADAP
PERBAIKAN FUNGSI HATI DAN GAMBARAN HISTOLOGI HATI TIKUS
(Rattus novergicus)
Oleh :
Felix Anastesius
N111 08 278
Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi
Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin
Pada Tanggal 28 Mei 2012
Panitia Penguji Skripsi
1. Ketua
Drs.H.Kus Haryono, M.S., Apt. :………………..
2. Sekretaris
Dr. Mufidah, S.Si., M.Si., Apt. : ……………….
3. Ex Officio
Prof.Dr.rer-nat.Hj.Marianti A.Manggau., Apt. : ……………….
4. Ex Officio
Drs.H.Burhanuddin Taebe, M.Si., Apt. : ……………….
5. Ex Officio
Dra. Aliyah, MS., Apt. : ……………….
6. Anggota
Prof.Dr.Hj.Asnah Marzuki, M.Si., Apt. : ……………….
Mengetahui :
Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Hasanuddin
Prof. Dr. Elly Wahyudin, DEA., Apt. NIP. 19560114 198601 2 001
v
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah karya saya
sendiri, tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh
gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan sepanjang pengetahuan
saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau
diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari terbukti bahwa pernyataan saya ini tidak
benar, maka skripsi dan gelar yang diperoleh, batal demi hukum.
Makassar, Juni 2012
Penyusun,
Felix Anastesius
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
Segala puji hanyalah milik Tuhan Yesus Kristus, atas segala berkat
penyertaan-Nya dan segala kasih karunia yang dicurahkan, sehingga
penulis mampu merampungkan penyusunan skripsi ini sebagai salah satu
syarat dalam memperoleh gelar kesarjanaan pada Program Studi Farmasi
Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin.
Banyak kendala yang penulis hadapi dalam penyusunan skripsi ini,
namun berkat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, akhirnya
penulis dapat melewati kendala-kendala tersebut. Oleh karena itu, penulis
menghaturkan banyak terima kasih dan penghargaan yang setinggi-
tingginya kepada:
1. Prof. Dr. rer.nat. Hj. Marianti Manggau, Apt. sebagai pembimbing
utama yang telah memberikan arahan selama menempuh pendidikan
di Fakultas Farmasi serta Drs.H. Burhanuddin Taebe, M.Si., Apt.
sebagai pembimbing pertama dan Dra. Aliyah, M.S., Apt. sebagai
pembimbing kedua yang telah meluangkan waktu dalam memberi
bimbingan mulai saat perencanaan penelitian sampai selesainya
penulisan skripsi ini.
2. Dekan dan para Wakil Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Hasanuddin atas bantuan dalam mempermudah pengurusan berkas-
berkas yang ada, serta motivasi-motivasi yang diberikan.
vii
3. Ayahanda dan ibunda tercinta (David Then dan Imelda), penulis
haturkan terima kasih atas kasih sayang, doa restu dan dukungan
moril yang diberikan selama ini hingga penulis dapat menyelesaikan
pendidikan.
4. Seluruh dosen dan staf pegawai Fakultas Farmasi Universitas
Hasanuddin, terutama kepada ibu Dra. Aisyah Farmawaty, M.Si. Apt.
selaku penasehat akademik atas segala perhatian, nasehat dan
dukungan semangat yang diberikan selama perkuliahan.
5. Kepala dan staf pegawai Balai Besar Veteriner Maros yang telah
membantu proses penelitian penulis, terutama kepada drh. Wahyuni.
6. Kakak dan adik-adik penulis (Frederieck Thendra, Clara dan Meigy)
terima kasih atas dukungannya dan kasih sayang kalian selama ini.
Semoga kita senantiasa menjadi anak yang berbakti, memberikan
yang terbaik untuk orang tua kita.
7. Sahabat-sahabat penulis Ferliem Halim, Lie Yusak P. Lesario, Dwi
Wahyudi Rezki Asalui, Johan Thioris, Made Shandi Pratama Putra,
Yao Erik Yausep, Risandy Rustamar dan Stevan Deos yang telah
mengajarkanku tentang ”Arti Sahabat”.
8. Rekan seperjuangan penulis, Ayu Pratiwi, Citra Rahayu, Dewi Pratiwi,
Tiara Prisca Marina Malewa yang selalu menemani penulis dalam
menyelesaikan penelitian ini
9. Teman-teman angkatan 2008 (Steroid ’08) yang tidak dapat penulis
sebutkan namanya satu per satu atas motivasi mereka dan dukungan
viii
yang selalu diberikan. Semoga Tuhan memberikan yang terbaik dan
senantiasa memudahkan urusan-urusan kalian.
10. Meilisa Yulieanti yang selalu memberikan dukungan, pengertian dan
perhatiannya dalam penyelesaian skripsi ini.
11. Ibu dan Kakak-kakak di Laboratorium Biofarmasi (Ibu Syamsiah,
Ismail, Muhammad Nur Amir dan para rekan asisten Biofarmasi),
terima kasih atas dukungan dan bantuannya selama ini.
12. Teman-teman basket STIMIK Kharisma, Club Scorpion, Club Sunday
dan Komunitas Lapangan Satu Unhas, semangat kalian memberikan
motivasi besar dalam menjalani hari-hari penulis di Fakultas Farmasi.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, tanggapan, saran, maupun kritik sangat
diharapkan guna penyempurnaan skripsi ini. Semoga karya kecil ini dapat
bermanfaat dalam pengembangan farmasi ke depan. Amin.
Makassar, Juni 2012
Penulis
Felix Anastesius
ix
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian tentang uji efek hepatoregeneratif madu-paliasa terhadap hati tikus yang diinduksi karbon tetraklorida melalui pemeriksaan histopatologi. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh madu-paliasa terhadap regenerasi hati tikus yang diinduksi karbon tetraklorida. Dua puluh tujuh ekor tikus jantan dibagi dalam 9 kelompok, setiap kelompok terdiri atas 3 ekor. Kelompok I diberi air suling (kontrol negatif), kelompok II diberi infus daun paliasa 10% b/v, kelompok III diberi larutan madu (X) 10% b/v. Kelompok IV, V, VI dan VII adalah kelompok yang diberi madu-paliasa yaitu madu yang dihasilkan oleh lebah Apis mellifera yang diberi pakan tambahan campuran sirup dan infus daun paliasa konsentrasi 0%, 20%, 40%, 60% b/v dengan perbandingan 3:2, dosis 1 g/kg BB tikus setelah 24 jam pemberian karbon tetraklorida 1 ml/kg BB secara intraperitoneal. Kelompok VIII dibiarkan tanpa perlakuan, kelompok IX diberi karbon tetraklorida tanpa perlakuan lain. Hasil analisis data histopatologi dengan uji Kruskal-Wallis terhadap sel hati tikus menunjukkan bahwa pemberian madu-paliasa memberikan pengaruh nyata dalam regenerasi sel hati tikus jika dibandingkan dengan kontrol negatif. Konsentrasi paliasa pada pakan tambahan tidak mempengaruhi efek regenerasi sel hati tikus. Antara Infus daun paliasa 10% b/v , larutan madu (X) 10% b/v dan madu-paliasa memberikan hasil berbeda tidak nyata.
x
ABSTRACT
A Study about hepatoregenerative effect of paliasa-honey n rat’ liver induced with carbon tetrachloride through histopathology examination had been done. The aim of this study was to know effect of paliasa-honey
r rat’ liver regeneration induced with carbon tetrachloride. Twenty seven rats male were divided into 9 treatment group, a group consisted of 3 rats. Group I were given water destillation, group II were given infuse paliasa leaves 10% b/v, group III were given honey solution 10% b/v. Group IV, V, VI and VII were given paliasa-honey that are produced by Apis mellifera from giving extra food mix of syrup and infuse paliasa leaves 0%, 20%, 40%, 60% b/v with comparison 2:3, dose 1g/kg body weight rat after 24 hours carbon tetrachloride (1 ml/kg body weight) by intraperitoneal administration. Group VIII with no treatment, group IX were given carbon tetrachloride with no others treatment (negative control). The result of analysis data this histopathology examination of rats liver cell showed that paliasa-honey give effect in rat liver cell regeneration compare with negati e ntr arb n tetra h ride) and ater de ti ati n that d e n’t depend with paliasa concentration. Infuse paliasa leaves 10% b/v, honey solution 10% b/v and paliasa-honey showed different significantly.
xi
DAFTAR ISI
halaman
HALAMAN PERSETUJUAN ..................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iv
HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................ v
UCAPAN TERIMA KASIH .......................................................................... vi
ABSTRAK .................................................................................................. ix
ABSTRACT ................................................................................................. x
DAFTAR ISI ............................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ...................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................... 4
II.1 Tinjauan Tentang Paliasa .................................................................... 4
II.1.1 Klasifikasi Tanaman ......................................................................... 4
II.1.2 Nama Daerah .................................................................................... 4
II.1.3 Morfologi Tanaman ........................................................................... 5
II.1.4 Kandungan Kimia ............................................................................. 6
II.1.5 Tempat Tumbuh ............................................................................... 6
II.1.6 Kegunaan Tanaman ........................................................................ 6
xii
II.2 Tinjauan Tentang Madu ....................................................................... 7
II.2.1 Pengertian Madu ............................................................................... 7
II.2.2 Komposisi Madu ............................................................................... 7
II.2.3 Kegunaan Madu ................................................................................ 8
II.3 Tinjauan Tentang Hati .......................................................................... 9
II.3.1 Anatomi dan Fisiologi Hati ................................................................ 9
II.3.2 Histologi Hati ................................................................................... 10
II.3.3 Fungsi Hati ..................................................................................... 11
II.3.4 Kelainan/Gangguan Hati ............................................................... 15
II.3.5 Evaluasi Kerusakan Hati ................................................................ 19
II.3.6 Hepatoregeneratif .......................................................................... 20
II.4 Tinjauan Tentang Karbon Tetraklorida .............................................. 21
BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN .................................................... 23
III.1 Penyiapan Alat dan Bahan................................................................ 23
III.2 Metode Kerja .................................................................................... 23
III.2.1 Penyiapan Sampel ........................................................................ 23
III.2.2 Pembuatan Infus Daun Paliasa 10% b/v ....................................... 24
III.2.3 Pembuatan Larutan Madu 10% ..................................................... 24
III.2.4 Pemilihan Hewan Uji ..................................................................... 24
III.2.5 Perlakuan Hewan Uji ..................................................................... 25
III.2.6 Pengujian Hepatoregeneratif ......................................................... 25
III.2.7 Pengumpulan Data dan Analisis Data .......................................... 26
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................. 27
xiii
BAB IV.1 Hasil Penelitian ......................................................................... 27
BAB IV.2 Pembahasan ............................................................................ 28
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 32
BAB V.1 Kesimpulan ................................................................................ 32
BAB V.2 Saran ......................................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 33
LAMPIRAN............................................................................................... 37
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel halaman
1. Komposisi kimia madu per 100 gram 2. Perbandingan virus hepatitis 3. Derajat kerusakan sel hati tikus 4. Deskriptif statistik
5. Nilai rata-rata 6. Uji statistik
8
17
27
39
39
39
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar halaman
1. Diagram derajat kerusakan sel hati tikus
2. Daun paliasa (Kleinhovia hospita Linn.)
3. Madu paliasa berbagai konsentrasi pakan
4. Jaringan hati tikus yang dibiarkan tanpa perlakuan
5. Jaringan hati tikus yang diberikan karbon tetraklorida
6. Jaringan hati tikus yang diberi air suling
7. Jaringan hati tikus yang diberi infus daun paliasa 10%
8. Jaringan hati tikus yang diberi larutan madu 10%
9. Jaringan hati tikus yang diberi MP A
10. Jaringan hati tikus yang diberi MP B
11. Jaringan hati tikus yang diberi MP C
12. Jaringan hati tikus yang diberi MP D
38
41
41
42
42
43
43
44
44
45
45
46
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran halaman
1. Skema kerja 2. Diagram derajat kerusakan sel hati tikus
3. Analisis statistik 4. Foto
37
38
39
41
1
BAB I
PENDAHULUAN
Kelainan atau gangguan hati yang umum dikenal oleh masyarakat
sebagai penyakit kuning atau hepatitis. Sebagian besar penyakit hati
disebabkan karena virus, mengonsumsi obat-obat yang tidak tepat,
alkohol, dan paparan berbagai zat kimia seperti karbon tetraklorida,
kloroform, arsen, fosfor, bromobenzen, halotan (1).
Pengobatan peradangan hati yang disebabkan oleh virus
menggunakan obat-obat medis/kimia belum dapat memberikan hasil yang
optimal dan menyebabkan ketidaknyamanan pada sebagian pasien.
Sebagian dari obat tersebut mempunyai efek samping yang kurang baik
dan bahkan dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan, seperti
terjadinya kerusakan hati. Oleh karena itu, masyarakat mulai beralih ke
pengobatan herbal karena dianggap pengobatan ini lebih alami, aman,
murah dan mudah diperoleh karena dapat disediakan di rumah dengan
proses pembuatan yang sederhana (1,2).
Pemanfaatan tumbuhan sebagai obat tradisional merupakan warisan
nenek moyang dan dengan landasan empirik telah digunakan dalam
kurun waktu yang lama. Pengolahannya dilakukan secara sederhana dan
tradisional, sehingga obat tradisional lebih mudah diterima masyarakat
karena merupakan bagian kebudayaan bangsa (3). Salah satu tumbuhan
yang banyak digunakan, khususnya oleh masyarakat di Sulawesi Selatan
2
untuk mengobati hepatitis atau penyakit kuning adalah tumbuhan paliasa
(Kleinhovia hospita Linn.) suku Sterculiaceae (4,5).
Beragam senyawa kimia telah ditemukan pada tumbuhan paliasa
terutama pada daunnya, antara lain flavonoid dan alkaloid (6), senyawa
golongan terpenoid dan fenolik (7), senyawa sianogen (5), serta saponin,
kardenolin, bufadienol, dan antrakuinon (8).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa daun paliasa mempunyai
efek memperbaiki hati yang rusak. Menurut Suryawati (9), pemberian
ekstrak metanol paliasa dapat memperbaiki kerusakan hati mencit yang
ditunjukkan dengan menjadi lebih pendeknya waktu tidur mencit yang
diberi tiopental. Rizal dalam penelitiannya menginformasikan bahwa
pemberian fraksi larut kloroform dan tidak larut kloroform ekstrak daun
paliasa (Kleinhovia hospita Linn.) dapat menyembuhkan radang hati pada
tikus putih dengan parameter SGPT dan SGOT (10).
Selain paliasa, madu juga dapat digunakan untuk mengobati kasus
hepatitis kronis, karena madu dapat meningkatkan persediaan materi
glikogen hati melalui peningkatan glukosa darah, hal ini membantu hati
untuk berfungsi dengan semestinya dan mengurangi beban yang berlebih
(11). Madu dengan kandungan flavonoidnya dapat memberikan efek
menyembuhkan luka (regeneratif) (12). Selain itu, madu memiliki
kemampuan untuk mengeliminasi radikal bebas melalui reaksi reduksi dan
konjugasi, sehingga dapat digunakan sebagai protektor organ hati akibat
3
paparan radikal bebas dengan adanya kandungan madu yang kaya akan
flavonoid, seperti luteolin, quersetin, apigenin, fisetin, kaempferol,
isorhamnetin, akasetin, tamarixetin, krisin, dan galangin, dan oleh karena
itu madu memperlihatkan aktivitas antioksidan (13,14).
Untuk meningkatkan kandungan gizi dari madu, biasanya lebah
sebagai penghasil madu diberi pakan tambahan dalam bentuk air gula
yang dicampur dengan bahan lain yang mengandung gizi yang diinginkan.
Misalnya kolesom, ginseng, wortel, apel, dan kol (15,16).
Madu paliasa adalah madu yang dihasilkan oleh lebah yang diberi
pakan tambahan berupa campuran infus daun paliasa dengan konsentrasi
tertentu dengan sirup dengan perbandingan 2:3.
Berdasarkan uraian di atas, maka timbul pemikiran untuk menguji
efek madu paliasa terhadap regenerasi hati tikus yang diinduksi karbon
tetraklorida yang didasarkan pada perbaikan fungsi dan gambaran
histologi hati tikus. Pada pengujian ini, diharapkan madu paliasa yang
digunakan dapat mengobati penyakit hati lebih baik dari daun paliasa
maupun dari madu sendiri, karena diharapkan pada madu paliasa ada
efek sinergi antara daun paliasa dan madu.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh madu
paliasa terhadap regenerasi hati tikus yang diinduksi karbon tetraklorida.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Tinjauan Tentang Paliasa
II.1.1 Klasifikasi Tanaman
Kerajaan : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Anak Divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Malvales
Suku : Sterculiaceae
Marga : Kleinhovia
Jenis : Kleinhovia hospita Linn. (17,18)
II.1.2 Nama Daerah
Bugis : Aju pali, Pali
Makassar : Paliasa, Kayu paliasa
Toraja : Daun Monto
Ambon : Katimahar, Kinar
Jawa : Katimaha, Ubut, Lesmu, Senu, Weina, Kayu Tahun,
Katunanja, Tunala & Timanja
Sunda : Tangkolo, Tangkele, Timoko
Bali : Katimaha, Katimahu, Katimaljan
Irian Jaya : Noton
5
Lampung : Manggar, Manjar
Sumba : Nundang, Klundang
Flores : Kadangan, Larantuka, Kadanga
Ternate : Ngaru, Kuhusu
Timor : Binak
Madura : Mangar/Bisnah
Maluku : Mjededo, Nguhulu (5,17,19,20,21)
II.1.3 Morfologi Tanaman
Paliasa merupakan pohon yang tingginya 5-20 m, berakar tunggang.
Daun bertangkai panjang, berbentuk seperti jantung dengan ukuran 4,5-27
x 3-24 cm, pada tangkal daun bercabang sehingga tulang menjari, tepi
daun rata, ujung runcing, permukaan licin, suram serta pangkal berlekuk.
Batang keras, berkayu bulat dan bercabang-cabang, warna coklat sampai
coklat keputihan. Bunga warna merah muda berbentuk malai di ujung
batang lebar , berambut halus. Daun pelindung oval. Tajuk berkelopak 5,
bentuk lanset, panjang 8-10 cm, berwarna merah, berambut bentuk
bintan. Daun mahkota 5, yang 4 bentuk pita lebar, dengan pangkal
berbentuk kantong, panjang 6 mm, berwarna merah dan yang ke-5 lebih
pendek, oval melintang dengan tepi melipat ke dalam dimana satu sama
lain saling berdekatan dengan ujung berwarna kuning. Dasar bunga
memanjang berbentuk tiang yang lebih tipis, pada pangkalnya dikelilingi
oleh tonjolan, dasar bunga berbentuk cawan. Benang sari di ujung tiang
tersusun dalam 5 berkas tiga-tiga. Berkas ini berseling dengan 1
6
stamodium kecil berbentuk gigi. Kepala sari tertancap seperti perisai.
Bakal buah beruang 5, tangkai putik 1, buah kotak bentuk buah pir,
melembung seperti selaput, bertaju 5 (5,17).
II.1.4 Kandungan Kimia
Beragam senyawa kimia telah ditemukan pada tumbuhan paliasa
terutama pada daunnya antara lain adalah skopoletin, kaempferol,
kuersetin (7), senyawa golongan terpenoid, fenolik (6), senyawa sianogen
yang dapat membunuh ektoparasit seperti kutu (7), saponin, kardenolin,
bufadienol, antrakuinon (8), dan senyawa alkaloid dan flavonoid (5).
II.1.5 Tempat Tumbuh
Paliasa tumbuh secara liar atau ditanam sebagai tanaman hias.
Paliasa umum dijumpai di tanah yang terbuka yang ditinggalkan, padang
rumput dan hutan sekunder dari ketinggian 0-200 (-500) m di atas
permukaan laut, terutama di tepi air dan tempat yang lembab (17,22).
II.1.6 Kegunaan Tanaman
Daun paliasa banyak digunakan untuk berbagai macam keperluan
termasuk untuk obat. Berdasarkan pengalaman empiris, masyarakat
Sulawesi Selatan menggunakannya untuk pengobatan penyakit kuning
atau hepatitis dengan cara merebus daun paliasa kemudian air rebusan
diminum atau untuk mandi (4). Di Bogor, rebusan daun paliasa digunakan
untuk mencuci mata yang kabur terutama pada orang yang lanjut usia.
Sedangkan di Ambon, daun muda digunakan untuk mencuci rambut
7
dengan cara meremas daun paliasa dengan air, lendir yang terbentuk
digunakan seperti shampoo. Di Papua Nugini dan Kepulauan Salomon,
kanbium paliasa yang telah diolah dapat menyembuhkan pneumonia.
Daunnya dapat untuk mencuci rambut untuk menghilangkan kutu rambut,
juga sebagai anti tumor, penyakit kulit seperti gatal-gatal dan skabies (3).
II.2 Tinjauan Tentang Madu
II.2.1 Pengertian Madu
Madu merupakan cairan alami yang mempunyai rasa manis yang
dihasilkan oleh lebah madu dari sari bunga tanaman (flora nektar) atau
bagian lain dari tanaman (ekstra flora nektar) atau ekskresi serangga atau
dari bagian-bagian tanaman hidup yang dikumpulkan, diubah dan diikat
dengan senyawa-senyawa tertentu oleh lebah dan disimpan dalam
sarangnya. Madu mempunyai sifat optik aktif dapat memutar bidang
polarisasi ke kiri (levo rotary) (23,24).
Madu merupakan nektar yang diisap oleh lebah, kemudian
dikeluarkan lagi dan dikunyah-kunyah dan akhirnya disimpan dalam sel
agar masak akibat adanya enzim invertase (25).
II.2.2 Komposisi Madu
Komponen utama dari madu adalah glukosa dan fruktosa. Madu
memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi dan rendah lemak.
Kandungan gula dalam madu mencapai 80% dan dari gula tersebut 85%
berupa fruktosa dan glukosa (26).
8
Madu kaya akan komponen flavonoid seperti luteolin, kuersetin,
apigenin, fisetin, kaempferol, isorhamnetin, acacetin, tamarixetin, chrysin,
dan galangin dan oleh karena itu memiliki aktivitas sebagai antioksidan.
(12)
Komposisi kimia madu dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1. Komposisi kimia madu per 100 gram
No. Komposisi Jumlah
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Air
Fruktosa
Glukosa
Maltosa
Karbohidrat lain
Sukrosa
Enzim, mineral, dan vitamin
Ernergi (kalori/100 g)
17,0%
38,5%
31,0%
7,2%
4,2%
1,5%
0,5%
294,0
Sumber : Pusat Perlebahan Apiari Pramuka. Lebah Madu : Cara Berternak dan Pemanfaatan. Penebar Swadaya. Jakarta. 2003. hal. 77 (27)
II.2.3 Kegunaan Madu
Madu sangat efektif melawan bakteri Gram positif dan Gram negatif
(28,29). Madu telah lama digunakan untuk mengobati berbagai penyakit,
baik melalui oral maupun topikal. Berdasarkan kandungan kimianya, madu
memiliki sifat antiseptik dan antibakteri, oleh sebab itu madu dapat
digunakan untuk mencegah atau mengobati penyakit, antara lain
influenza, gangguan pencernaan, sakit tenggorokan, batuk, jantung,
anemia, diabetes, osteoporosis, termasuk untuk mengobati gangguan
penyakit hati. Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa madu dapat
9
mencegah kerusakan hati akibat gangguan pada saluran empedu (12).
Madu dengan konsentrasi 10% dapat digunakan sebagai zat skolisidal
pada sistem hepatobiliary (30), dan madu memiliki sifat antibakteri
sehingga dapat mengobati luka (31).
II.3 Tinjauan Tentang Hati
II.3.1 Anatomi dan Fisiologi Hati
Hati merupakan organ tempat nutrien yang diserap dari saluran
cerna diolah dan disimpan untuk dipakai oleh bagian tubuh lain dan
menjadi perantara antara sistem pencernaan dan darah.
Kecuali kulit, hati adalah organ tubuh terbesar dan merupakan
kelenjar terbesar, dengan bobot lebih kurang 1,5 kg dan terletak di rongga
perut di bawah diafragma. Kebanyakan dari sistem sirkulasi darah di hati
(70-80%) datang dari vena portal; sebagian kecil dipasok oleh arteri
hepatika. Seluruh materi yang diserap melalui usus tiba di hati melalui
vena portal, kecuali lipid kompleks (kilomikron), yang terutama diangkut
melalui pembuluh limfa. Posisi hati dalam sistem sirkulasi adalah optimal
untuk menampung, mengubah dan mengumpulkan metabolit untuk
menetralisir dan mengeluarkan susbtansi toksik. Pengeluaran ini terjadi
melalui empedu, suatu sekret eksokrin dari hati yang penting untuk
pencernaan lipid (32).
10
II.3.2 Histologi Hati
Pada dasarnya hati terdiri atas lobulus hexagonal berukuran 1-2
mm yang berorientasi mengelilingi vena sentralis sebagai pusat, dengan
sistem portal pada lobulus perifer (33).
Sel-sel hati atau hepatosit berderet secara radial dalam lobulus
hati. hepatosit membentuk lapisan setebal 1 atau 2 sel, mirip susunan
bata pada dinding. Lempeng sel ini mengarah dari tepian lobulus ke
pusatnya secara bebas, membentuk struktur mirip labirin dan busa. Celah
di antara lempeng-lempeng ini mengandung kapiler, yaitu sinusoid hati.
Sinusoid adalah pembuluh yang melebar secara tidak teratur, terdiri
atas sel-sel endotel bertingkat yang membentuk lapisan tidak utuh.
Diameter kira-kira 100 nm dan berkelompok membentuk lempeng
penyaring. Selain sel-sel endotel, sinusoid juga mengandung sel-sel
fagosit yang disebut sel Kupffer. Sel-sel ini ditemukan pada permukaan
lumen dari sel-sel endotel dan merupakan sel makrofag yang khas. Fungsi
utamanya adalah memetabolisir ertitrosit yang tua, hemoglobin hasil
pencernaan, dan mensekresi protein yang berhubungan dengan proses
immunologis. Di bawah dinding sinusoid terdapat suatu ruangan yang
sangat sempit yang disebut celah disse (32).
Di dalam sel hati terdapat 1 atau 2 inti berbentuk bulat dan terdapat
organel-organel sel seperti reticulum endoplasma, mitokondria, golgi dan
benda-benda inklusi seperti lemak dan glikogen (34).
11
II.3.3 Fungsi Hati
Hati merupakan organ yang melakukan berbagai fungsi yang
berbeda satu sama lainnya, namun semua fungsi tersebut saling
berhubungan.
1. Sintesis protein (32)
Selain membuat protein bagi selnya sendiri, sel hati menghasilkan
berbagai protein plasma untuk keperluan di luar, di antaranya adalah
albumin, protombin, fibrinogen, dan lipoprotein. Protein dibuat pada
polisom yang melekat pada retikulum endoplasma kasar. Berbeda dengan
yang dijumpai pada sel kelenjar lain, hepatosit tidak menyimpan protein di
dalam sitoplasmanya berupa granul sekresi, tetapi secara tetap
melepaskan ke dalam aliran darah. Jadi berfungsi sebagai kelenjar
endokrin selama aktivitas ini. Lebih kurang 5% dari protein yang
dikeluarkan oleh hati dihasilkan oleh sel-sel dari sistem makrofag (sel
kupffer), selebihnya dibuat dalam hepatosit.
2. Detoksifikasi dan inaktivasi (32)
Berbagai obat dan substansi dapat dinonaktifkan oleh oksidasi,
metilasi atau konugasi. Enzim yang berperan dalam retikulum endoplasma
dalam proses ini terutama terdapat dalam retikulum endoplasma licin.
Glukoroniltransferase adalah suatu enzim yang menkonugasi asam
glukoronat pada bilirubin, juga menkonugasi beberapa senyawa lain
seperti steroid, barbiturat, antihistamin, dan antikonvulsi.
12
3. Regenerasi sel (32)
Meskipun merupakan organ yang sel-selnya diperbaharui secara
lambat, hati memiliki kemampuan regenerasi yang luar biasa. Hilangnya
jaringan hati akibat tindakan bedah atau oleh kerja substansi toksik
memicu mekanisme yang merangsang sel-sel hati membelah, sampai
massa jaringan aslinya pulih kembali. Proses regenerasi agaknya
dikendalikan oleh substansia yang beredar disebut khalon, yang
menghambat pembelahan mitosis jenis tertentu. Bila jaringan cedera atau
kehilangan sebagian, jumlah khalon yang dihasilkan akan menurun,
akibatnya aktivitas mitotik meningkat dalam jaringan ini. Dengan
berlanjutnya regenerasi, maka jumlah khalon yang dihasilkan akan
bertambah dan mengurangi aktivitas mitotik
4. Fungsi vaskuler (35)
Hati merupakan organ yang dapat menampung darah dalam jumlah
yang besar. Dalam keadaan normal, darah yang terdapat di dalam vena
hepatik hanya berkisar 450 ml. Tetapi bila tekanan di dalam atrium kanan
sangat meningkat, terutama pada keadaan payah jantung dengan
bendungan perifer, hati dapat menampung darah sampai 1000 ml. Jadi
hati dapat berfungsi sebagai reservoar darah bila terjadi peningkatan
volume dan dapat mensuplai darah pada saat terjadi kekurangan darah.
5. Fungsi metabolisme (35)
Sel hepar merupakan suatu kolam besar reaktan kimia dengan laju
metabolisme yang tinggi, memberikan substrat dan energi dari suatu
13
sistem metabolisme terhadap lainnya, mengolah dan mensintesis
berbagai zat yang diangkut ke daerah tubuh lainnya dan melakukan
berbagai fungsi metabolisme lainnya
a. Metabolisme karbohidrat
Pada metabolisme karbohidrat, hati menjalankan fungsi khusus yaitu
menyimpan glikogen, mengubah galaktosa dan fruktosa menjadi
glukosa, pembentukan berbagai bahan kimia penting dari metabolisme
karbohidrat dan untuk glukogenesis.
b. Metabolisme lemak
Hati mempunyai peran tertentu dalam metabolisme lemak yaitu
melakukan oksidasi asam lemak dalam jumlah besar, mengubah
karbohidrat dan protein dalam jumlah besar menjadi lemak.
c. Metabolisme protein
Peran hati yang sangat penting dalam metabolisme protein adalah
deaminase asam amino, pembentukan urea untuk membuang ammonia
dari cairan tubuh, pembentukan protein plasma, interkonversi di
berbagai asam amino dan komponen penting lainnya yang diperlukan
untuk proses metabolisme.
6. Fungsi sekresi dan ekskresi (35)
a. Ekskresi obat, hormon dan bahan lainnya
Hati mempunyai kemampuan untuk melakukan detoksifikasi dan
eksresi berbagai obat-obatan seperti penisilin, ampisilin, sulfonamida, dan
eritromisin. Dengan mekanisme yang sama, beberapa hormon yang
14
disekresi oleh kelenjar endokrin akan mengalami perubahan kimiawi di
dalam hati atau disekresi oleh hati seperti hormon tiroksin dan hormon
steroid seperti, estrogen, kortisol dan aldosteron.
b. Sintesis, sekresi dan penyimpanan empedu
Empedu yang dihasilkan oleh sel-sel hati dan sel duktal memegang
dua peranan penting, yaitu empedu berfungsi dalam proses digesti dan
absorbsi dengan jalan membantu melakukan emulsifikasi lemak sehingga
memungkinkan lipase dapat mencerna lemak dan membantu transpor,
absorbsi bahan yang telah mengalami digesti melalui membran mukosa.
7. Fungsi hati lainnya
a. Penyimpanan vitamin
Hati mempunyai kecenderungan tertentu untuk menyimpan vitamin
dan telah lama diketahui sebagai sumber vitamin yang baik untuk
pengobatan pasien. Vitamin yang terbanyak disimpan dalam hati adalah
vitamin A, tetapi sejumlah besar vitamin D dan B12 dalam keadaan normal
juga disimpan.
b. Penyimpanan besi
Kecuali besi dalam hemoglobin darah, sebagian besar besi tubuh
disimpan di hati dalam bentuk ferritin. Sel hati berisi sejumlah besar
protein yang disebut apoferritin yang dapat bergabung dengan besi baik
dalam jumlah sedikit maupun banyak. Oleh karena itu, maka besi akan
berikatan dengan apoferritin membentuk ferritin dan disimpan dalam
bentuk ini sampai diperlukan.
15
c. Proses pembekuan darah
Hati membentuk berbagai bahan yang sangat diperlukan untuk
proses pembekuan darah. Bahan-bahan tersebut adalah fibrinogen,
protrombin, dan beberapa faktor pembekuan lainnya.
II.3.4 Kelainan/Gangguan Hati
Berbagai gangguan hati dapat terjadi, yang umum dikenal adalah
penyakit kuning atau penyakit liver sampai pada hepatitis yang sangat
ditakuti oleh kebanyakan orang karena bukan saja penyakit ini sulit
disembuhkan, akan tetapi tidak jarang berlanjut pada pengerasan hati
(sirosis) atau kanker hati, bahkan menyebabkan kematian.
Sebagian besar penyakit hati disebabkan oleh adanya virus yang
menimbulkan peradangan pada jaringan hati; mengonsumsi obat-obatan
yang tidak tepat dan tidak dalam pengawasan ahli medis; alkohol; paparan
berbagai zat kimia seperti karbon tetraklorida, kloroform, arsen, fosfor,
bromobenzen, halotan. (6)
Adanya kelainan pada hati biasanya ditandai dengan gejala ikterus
(warna kuning) yang disebabkan oleh akumulasi bilirubin pada jaringan
dan cairan intersisial. Di bawah kondisi yang normal (siang hari), biasanya
warna kuning ini dapat dilihat bila kadar bilirubin lebih dari 2-3 mg/dl
serum. Intensitas ikterus tergantung pada beberapa faktor, termasuk
tingkat hiperbilirubinemia, kecepatan difusi bilirubin dari plasma ke
jaringan intersisial, dan ikatan pigmen ini dalam jaringan (36)
16
Salah satu mekanisme timbulnya gangguan metabolisme bilirubin
yaitu terjadinya hepatitis akibat kerusakan sel-sel hati. Kerusakan sel-sel
hati dapat disebabkan oleh virus dan zat kimia (37).
1. Penyakit hati yang disebabkan oleh virus
a. Hepatitis A (HAV) adalah virus yang mengandung RNA dan
termasuk keluarga picarnovirus. Infeksi biasa ditularkan melalui
fekal-fekal dan kontaminasi pada makanan dan minuman. Masa
yang paling efektif adalah selama 2 minggu sebelum timbul gejala
periode yang pendek, Penyakit ini dapat ditularkan melalui produk
darah.
b. Hepatitis B (HBV) adalah virus yang mengandung DNA kompleks
dan termasuk dalam keluarga hepaduavirus. Infeksi dengan HBV
biasanya menyebar melalui penularan parenteral yang nyata
(misalnya jarum suntik) maupun yang tak nyata (misalnya
hubungan seks).
c. Hepatitis C (HCV) mempunyai masa inkunasi yang dapat
berlangsung hanya selama 2 minggu, namun biasanya 6 minggu
hingga 6 bulan. Rute penularan utama yang telah diketahui adalah
melalui darah.
d. Hepatitis D (dulu virus Delta) adalah virus yang tidak sempurna
yang mengandung RNA. Infeksi yang paling sering terjadi pada
pecandu obat bius dan orang-orang yang mendapatkan transfusi
darah berulang-ulang.
17
e. Hepatitis E (HEV) mempunyai masa inkubasi 3-6 minggu.
Penularan sangat mirip HAV
f. Non-A, Non-B (NANB) merupakan kategori pengecualian bagi virus
hepatotropik yang menunjukkan hasil pemeriksaan serologik negatif
untuk jenis-jenis virus hepatotropik, NANB berjangkit secara
sporadik setelah pemaparan melalui darah.
Tabel 2 Perbandingan virus hepatitis
Sumber : Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
EGC. Jakarta. 1995. Hal. 426-457 (38)
Berdasarkan keparahan dan kekronisan penyakit hati karena virus
dapat dibagi menjadi 2, yaitu :
a. Hepatitis akut adalah kelainan-kelainan yang berlangsung selama
kurang dari 6 bulan dan sebagian besar disebabkan oleh HAV.
b. Hepatitis kronik didefinisikan sebagai preadangan hati yang
bertahan hingga paling sedikit 6 bulan dan berkaitan dengan infeksi
HBV, HCV, HDV, dan NANB.
18
2. Penyakit hati yang disebabkan oleh zat-zat kimia
Beberapa toksikan seperti aflatoksin, fosfor, kloroform dan karbon
tetraklorida dapat menyebabkan berbagai jenis efek toksik pada berbagai
organel dalam sel hati, mengakibatkan berbagai jenis kerusakan hati
(32,39).
a. Steatosis (perlemakan hati) adalah hati yang mengandung lipid lebih
dari 5%. Adanya kelebihan lemak dalam hati dapat dibuktikan secara
histokimia. Penimbunan lipid dapat terjadi, di antaranya karena
penghambatan sintesis satuan protein dari lipoprotein, misalnya karbon
tetraklorida.
b. Nekrosis hati adalah kematian hepatosit. Beberapa zat kimia telah
dibuktikan atau dilaporkan menyebabkan nekrosis hati. Nekrosis hati
merupakan suatu manifestasi toksik yang berbahaya tetapi tidak selalu
kronis karena hati mempunyai kapasitas pertanaman kembali yang luar
biasa.
c. Kolestasis. Jenis kerusakan yang biasanya bersifat akut ini lebih jarang
ditemukan dibandingkan dengan perlemakan hati dan nekrosis. Zat
kolestatik dapat menyebabkan kolestasis, hiperbilirubinemia dan
penghambatan oksigenase fungsi campur mikrosom.
d. Sirosis, ditandai oleh adanya septa kolagen yang tersebar di sebagian
hati. Kumpulan hepatosit muncul sebagai nodul yang dipisahkan oleh
lapisan berserat ini. Beberapa karsinogen kimia dan pemberian karbon
tetraklorida jangka panjang dapat menyebabkan sirosis pada hewan.
19
Pada manusia penyebab sirosis yang paling penting adalah komsumsi
kronis minuman beralkohol.
e. Hepatitis yang mirip hepatitis virus. Berbagai macam obat
mengakibatkan suatu sindroma klinis yang tidak dapat dibedakan
dengan hepatitis virus.
f. Karsinogenesis, karsinoma hepatoseluler dan kolangiokarsinoma
adalah jenis neoplasma ganas yang paling umum pada hati.
II.3.5 Evaluasi Kerusakan Hati
Evaluasi yang dapat dilakukan untuk melihat kerusakan hati
diantaranya :
1. Patologi makroskopik
Warna dan penampilan sering dapat menunjukkan sifat toksisitas,
seperti perlemakan hati atau sirosis. Biasanya bobot organ merupakan
petunjuk yang sangat peka dari efek hati. Dalam kasus tertentu
peningkatan berat hati merupakan kriteria paling peka untuk toksisitas.
2. Pemeriksaan mikroskopik
Mikroskop cahaya dapat mendeteksi berbagai jenis kelainan histologi
seperti perlemakan, nekrosis, sirosis, nodul hiperplastik dan neoplasia.
3. Uji biokimia
Beberapa enzim serum digunakan sebagai indikator kerusakan hati,
enzim ini dilepaskan ke dalam darah dari sitosol dan organel subsel,
seperti mitokondria, lisosom dan nukleus. Enzim tertentu meningkat
dengan nyata pada keadaan kolestatik, tetapi hanya meningkat sedikit
20
pada nekrosis hati. Pemeriksaan berbagai enzim serum terutama
enzim transaminase yang terdiri dari enzim SGPT dan SGOT, terbukti
paling praktis sebagai indikator untuk mengukur banyaknya kerusakan
hati. Enzim serum lain yang digunakan untuk menilai penyakit hati
ada ah bi irubin erum ur bi in gen a ka i at dan ’-nukleotidase.
(40).
II.3.6 Hepatoregeneratif
Dalam kondisi normal, hanya 0,5 1,0% dari sel-sel hati yang secara
teratur mengalami replikasi DNA. Meskipun demikian, setelah adanya
stimulasi, individu hepatosit memiliki kemampuan replikasi yang luar
biasa, karena hanya beberapa hepatosit yang diperlukan untuk
memulihkan hati setelah cedera. Bahkan hepatosit mampu mengalami
pertumbuhan dan proliferasi selama regenerasi, sambil terus
melaksanakan tugas metabolismenya, sehingga memungkinkan
pemulihan yang relatif cepat. Saat dibutuhkan tambahan hepatosit, sel hati
yang inaktif dirangsang oleh berbagai mediator termasuk sitokin untuk
masuk kedalam fase G1 dari siklus mitosis sel, dimana berbagai faktor
pertumbuhan termasuk nuclear factors yang merangsang sintesis DNA,
keadaan ini disebut regenerasi (41).
Pada keadaan sirosis hati, terjadi proses regenerasi secara cepat
dan berlebihan sehingga nodul-nodul beregenerasi. Pada kerusakan hati
yang luas, hepatosit dapat dihasilkan oleh sel-sel yang berhubungan
21
dengan duktus biliaris yang disebut dengan sel oval dan dari stemsel
ekstrahepatik seperti sumsum tulang (42).
Regenerasi hati didukung oleh kelompok mitogen dan faktor
pertumbuhan yang bekerja pada beberapa tipe sel. Secara umum telah
dipelajari dengan baik yang bekerja bersama termasuk :
1. Hepatosit growth factor (scatter factor), bekerja sebagai potent
mitogen dan sangat penting dalam perkembangan hati pada saat
terjadi kematian sel.
2. TNF-alfa, yang menstimulasi proliferasi sel endotelial hepatik.
3. IL-6, yang bekerja sebagai mitogen biliary epitel.
4. Epidermal growth factor
5. Norepinefrin, potensiasi dalam aktivitas EGF dan HGF
6. Insulin, dibutuhkan dalam regenerasi hepatik. (43)
II.4 Tinjauan Tentang Karbon Tetraklorida
Karbon tetraklorida adalah bahan kimia yang bersifat toksik. Sifat
toksik karbon tetraklorida telah terbukti dari beberapa penelitian, bahwa
dosis yang kecil sekalipun dapat menimbulkan efek pada berbagai organ
tubuh termasuk susunan saraf pusat, hati, ginjal dan peredaran darah.
Efek toksik karbon tetraklorida yang paling terlihat adalah pada hati
(toksisitas karbon tetraklorida melebihi daripada kloroform) walaupun
keduanya sama-sama merusak organ-organ lain. Pada prinsipnya
kerusakan sel hati akibat pemberian karbon tetraklorida disebabkan oleh
pembentukan radikal bebas, peroksidasi lemak dan penurunan aktivitas
22
enzim-enzim antioksidan. Manifestasi kerusakan hati secara histologis
terlihat berupa infiltrasi lemak, nekrosis sentrilobuler dan akhirnya sirosis.
(44)
Karbon tetraklorida merupakan xenobiotik yang lazim digunakan
untuk menginduksi peroksidasi lipid dan keracunan, oleh karena itu karbon
tetraklorida biasa digunakan sebagai penginduksi kerusakan hati, dan
dalam pengujian aktivitas hepatoprotektor suatu zat. Karbon tetraklorida
merupakan zat kimia yang sering digunakan untuk menginduksi
peradangan hati pada hewan percobaan, karena gambaran histopatologi
yang ditimbulkannya sangat mirip dengan gambaran hepatitis yang terjadi
pada manusia (45).
Dalam endoplasmik retikulum hati karbon tetraklorida dimetabolisme
oleh sitokrom P450 2E1 (CYP2E1) menjadi radikal bebas trikoloro metil.
Triklorometil dengan oksigen akan membentuk radikal triklorometilperoxi
yang dapat menyerang lipid membran endoplasmik retikulum dengan
kecepatan yang melebihi radikal bebas triklorometil. Selanjutnya
triklorometilperoxi menyebabkan peroksidasi lipid sehingga mengganggu
homeostasis Ca2+, dan akhirnya menyebabkan kematian sel (45).