Edukasi edisi XII

88
JURNAL EDUKASI. NO.XII.2008 1

description

Jurnal Pendidikan

Transcript of Edukasi edisi XII

JURNAL EDUKASI. NO.XII.2008 11

JURNAL EDUKASI. NO.XII.200822

JURNAL EDUKASI. NO.XII.2008 33

JURNAL ini diterbitkan oleh Dinas

Pendidikan Sumenep untuk menam-

pung setiap gagasan yang konstruktif

dan inovatif tentang dunia pendidikan,

khususnya dalam lingkup pengemban-

gan pendidikan lokal, guna mewujud-

kan tujuan luhur pendidikan nasional.

Penanggung Jawab:Kepala Dinas Pendidikan Sumenep

(H. Moh. Rais, S.Pd. M. Si)

Pengarah:

Drs. KH.Abdullah Khalil M.Hum

Pemimpin Redaksi:M. Faizi M.Hum

Dewan Redaksi:Rusly, M.Pd. A. Dardiri Zubairi, S.Pd,

Drs. Akhmad Nurhadi, S.Pd, M.Si, Drs.

Moh. Arif Imron,

Staf Redaksi:Mohammad Suhaidi RB, S.Th.I

Design Grafis:Zeinul Ubbadi

Distribusi & Keuangan:Drs. H. Moh. Kadarisman, M.Si.

Alamat Redaksi:Jl. Trunojoyo 295 Gedungan Sumenep

Telp.(0328) 664829, Fax (0328)

666089 e-mail :

[email protected]

REDAKSI menerima kiriman naskah

berupa artikel, kolom dan resensi buku

tentang pendidikan dari pembaca.

Redaksi berhak mengedit naskah

sejauh tidak mengubah substansi dan

maksud tulisan. Panjang tulisan antara

15-20 halaman kwarto spasi ganda

(untuk Artikel)dan 3 halaman (untuk

kolom), sertakan pas foto terbaru,

Identitas lengkap yang disertai

pengalaman pendidikan, organisasi

dan profesi. Naskah yang dimuat akan

diberi imbalan.

cover

by o

bbath

pangaporapangapora

EDUKASIJurnal Pendidikan dan Kebudayaan

Dinas Pendidikan Kab. Sumenep

Pembaca yang budiman,

Edisi ke XII kali ini, Jurnal Edukasi mengangakat isukemungkinan lebih lanjut dikembangkannya mediapembelajaran. Dengan harapan, tukar gagasan antarpenulisdapat diserap dan dibaca oleh civitas pendidikan, terutama guru,agar lebih kreatif dalam melangsungkan proses pembelajarandi dalam dunia pendidikan.

Orientasi pembelajaran kita masih sangat bergantung padamodel ceramah di dalam ruang kelas. Padahal, banyak caralain yang dapat dikembangkan melalui beragam media; baikdengan perangkat audio, video, multimedia, hingga barangbekas (daur ulang), sehingga media pembelajaran tidak selaluidentik dengan biaya mahal. Pengenalan, untuk selanjutnyapengakraban/pembiasaan, penggunaan perangkat mediakepada siswa diharapakan dapat menciptakan suasana belajarsemakin hidup dan bergairah.

Untuk mendukung tema yang dimaksud, kali ini redaksimenurunkan laporan tentang curhat siswa dari 30 sekolahlanjutan tingkat atas (SLTA) yang berada di KabupatenSumenep. Laporan ini didasarkan atas focus group discussion(FGD) yang mendiskusikan hal-hal yang diinginkan/tidakdisukai siswa dalam proses pembelajaran di kelas. Acara inidilaksanakan pada hari Kamis, 7 Agustus 2008, di aula PCNUSumenep.

Di samping itu, dalam edisi kali ini pula, Jurnal Edukasimenerima sumbangan tulisan dari rekan penulis/peneliti dariThailand, H. Abdulhalim Dinaa al-Bar, MA. Beliau adalahpresident Kelab Ijazah Tinggi, Pusat Pengajian IlmuKemanusiaan, Universiti Sains Malaysia (USM), yang jugasedang melakukan penelitian untuk meraih gelar Ph.D di bidangTamaddun Islam dan Asia, Pusat Pengajian Ilmu Kemanusiaan,Universiti Sains Malaysia. Sumbangan tulisan ini semogamenjadi awal pertanda baik, bahwa jurnal ini tidak saja dibacaoleh masyarakat Sumenep secara khusus, melaiankan juga olehpembaca di negeri tetangga.

Selamat membaca!

Daftar IsiDaftar IsiDaftar IsiDaftar IsiDaftar Isi

ge

PangaporaPandhepa 04Pamator 05

Artikel TamuRagam Model Media untuk Pembelajaran

[Anggiearanidipta S.M, S.Pd] 06

Artikel Utama1. Televisi Sebagai Media Pembelajaran

[Musaheri] 132. Mengembangkan Media Internet dalam

Pendidikan Sumenep [H. Ridl’ie] 223. Konstruksi Humor dalam Pembelajaran

[Imam Suhairi] 284. Pendekatan “Salingtemas” dalam

Pembelajaran [H. Suriyanto] 355. Pembelajaran Berbasis Siswa [Susdiana

H.] 416. Memanfaatkan Fungsi Media

Pembelajaran dalam Pembelajaran IPA-

Fisika [Rusdi] 54

Wawancara1. Siswa Butuh Media Pembelajaran yang

Menyenangkan [44]

LensaSiswa Siswi (Belajar) Menggugat Pembelajaran di

Sekolah [46]

Artikel Lepas1.Sejarah Penumbuhan dan Perkembangan

Institusi Pengajian Pondok di Serantau

Nusantara [Dul Halim] 622.Problema Pendidikan di Era Globalisasi Dunia

Datar [Jamilah] 743.Problema Dunia Pendidikan Nasional [A.

Khudlori] 79

Kolom1. Belajar Melalui What If [Habiburrahman

Salman] 842. Media Pendidikan yang Terlupakan [Zeinul

Ubbadi] 85

ResensiKetika Musik Bikin Cerdas [M. Hasan Ma’rup] 82

JURNAL EDUKASI. NO.XI.2008 33

JURNAL EDUKASI. NO.XII.200844

pandhapapandhapa

44

ge

Konon jaman VOC (Vereenigde Oost-Indische

Compagni=Kompeni Serikat Hindia Timur) alian jaman

Kompeni aparat birokratnya termasuk guru bisa disebut

guru Kompeni, sedang aparat keamanannya biasa disebut

serdadu Kompeni atau Kompeni saja. Jadi, Kompeni adalah

serdadu Belanda, walaupun kata ‘kompeni’ merupakan

naturalisasi dari kosa kata Belanda ‘compagnie’ yang

berarti sejenis badan usaha.

Pada jaman guru dicomot dari : pendeta, kelasi, serdadu,

dan penghibur orang sakit. Dengan rekrutmen guru model

begitu, wajar kalau hasilnya

adalah guru yang Kompeni. Guru

Kompeni mempunyai karakteristik

penjajah pada umumnya, yaitu

merasa paling pandai, paling

berkuasa, paling dipertuan, paling

benar, paling berhak, paling hebat,

dan sekian idiom superlatif lainnya.

Jaman VOC sudah jauh berlalu dan

kini kita berada di jaman reformasi.

Guru dijabat oleh ahlinya, bukan

asal comot lagi, walau di sekolah-

sekolah tertentu masih terdapat

guru belum berkelayakan, tapi ini

fi dloruratin. Guru sudah menjadi jabatan profesional-

kayak dokter, pengacara, bankir dan sebagainya – yang

dikukuhkan bukan oleh sekedar organisasi profesi, tetapi

undang-undang, tepatnya jabatan profesional guru

dipayungi oleh Undang-Undang NO. 14 Tahun 2005

tentang guru.

Guru lebih tua umurnya dari jurid adalah fakta, karena

sekolah adalah jenis pendidikan formal. Guru lebih pintar

dari murid menjadi asumsi atau hipotesis saja, karena

bisa terjadi siswa lebih pintar dari guru kalau saja siswa

cukup cerdas, piawai, dan terfasil itasi dalam

memanfaatkan sumber belajar. Sumber belajar sudah

bukan hanya guru, tapi juga lingkungan baik dunia nyata,

maupun dunia maya. Kalau sudah begini model guru

Kompeni sudah menjadi barang rongsokan.

Guru profesional ikut andil dalam mengukir watak serta

peradaban bangsa yang bermartabat. Guru profesional

dengan sengaja mengantarkan siswanya menjadi

manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha

Esa, taqwallah ; berakhlak mulia, al-akhlakul karimah ;

sehat ; berilmu ; cakap, kreatif ;mandiri ; dan menjadi

warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab

yang berujung pada rahmatan lil alamin. Guru kompeni

berpotensi mewariskan nilai-nilai kolonialis yang berujung

pada penghisapan manusia atas manusia, dan

penghisapan manusia atas alam.

Guru profesional (baca : tidak harus yang sudah

bersertifikasi atau lebih tepat tersertifikasi) adalah guru

yang mampu menampilkan diri sebagai pribadi : pendidik,

pengajar, pembimbing pelatih, penasehat, uswatun

hasanah, inovator, motivator, aktor, emansipator,

fasilitator, evaluator, supervisor, dan sebagainya. Guru

kompeni cukup bermodal berani.

Guru profesional menuntut dikuasainya sederet panjang

kompetensi. Sebuah ­syarat-rukun siswa aktif, tahu apa

yang bisa menjadikan belajar aktif, tahu kapan kegiatan

belajar perlu dibuat aktif, tahu bagaimana cara kita

menggalakkan belajar aktif. Bahkan bukan sekedar hanya

kenal dan tahu. Jelasnya telaah sendiri Active Learning

: 101 Strategies Any Subyect by Mellvin L. Siberman.

Guru kompeni biasanya ceramah melulu.

Bayangkan kalau pelajaran olah raga, sepakbola

misalnya, disajikan dengan ceramah, maka jangan mimpi

mampu menendang bola.

Syahdan, seorang guru muda-atau bisa juga tua-

mengajar renang siswa kelas 1 SD/MI di ruang kelas,

setelah salam Pak Guru dengan bersemangat (entah

semangat empat l ima atau semangat reformasi)

memberikan penjelasan bagaimana cara berenang.

“Anak-anak! Berenang itu mudah. Kita tinggal menggerak-gerakkan tangan dan kaki di dalam air” Setelah jeda

sejenak, sambil memperhatikan respon para siswa Pak

Guru bermaksud mengevaluasi : “Mengerti anak-anak?!”

“Mengerti, pak!”, jawab sebagian besar siswa dengan

suara koor. Pak Guru merasa puas. Siswa-siswi sudah

bisa berenang, demikian anggapannya.

“Besok hari sabtu, kita semua berenang ke pantai!” Para

siswa gembira. Pak Guru gembira. Ketika acara berenang

benar-benar dilakukan, akibatnya tentu saja dapat

dibayangkan. Ini hanya sebuah kasus yang bisa saja

tidak terjadi.

Kali ini saya tidak berminat menyebut guru di atas adalah

guru kompeni, guru tidak profesional atau stigma lain.

Saya hanya ingin mengatakan, bahwa sesuatu telah

menjadi korban. Sesuatu itu bernama siswa.

Penyebabnya adalah kesalahan metode pembelajaran.

Lagi-lagi saya tidk berminat mengatakan : kesalahan guru.

Kayaknya seperti juga yang lain, saya lebih gampang

mengatakan : siswa bebal, nakal, tidak nyantol, malas

belajar, goblok, telmi (telat mikir), budhuh, bodoh, beling,

dan lain sebagainya.

Kasihan para siswa. Mereka menjadi korban dua kali.

Sudah dipaksa menelan materi pelajaran yang tidak

mencerdaskan masih juga diberi predikat yang jelas-jelas

tidak merangsang daya nalar.

H. A. Nurhadi M.

OlehOlehOlehOlehOleh

H. Akhmad Nurhadi

Anggota Dewan Redaksi EdukasiJurnal Pendidikan & Kebudayaan Diknas Sumenep

Memang Sudah Angkat Kaki,

Tapi.....

Kompeni

JURNAL EDUKASI. NO.XII.2008 55

pamatorpamator

Rubrik ini kami sediakan

untuk sidang pembaca

yang ingin menyampai-

kan saran, ide-ide krea-

tif dan bahkan kritik ter-

hadap redaksi maupun

terhadap bentuk-ben-

tuk pemikiran para

penulis di jurnal ini. Bisa

langsung dikirimkan ke

alamat kami /e-mail

nusumenep@telkom. net

maksimal 1 ½ halaman

kwarto dengan spasi

ganda.

m

a

t

p

or

a

ge

JURNAL EDUKASI. NO.XII.2008 55

KIRIM TULISAN TIDAK DIMUAT-MUAT

EDUKASI telah menjadi salah satu jurnal yang di kenal banyak kalangan.

Penulisnya tentu saja sudah tidak lagi berasal dari kalangan penulis dan intelektual

lokal Sumenep dan Madura, tetapi beberapa Edisi yang saya baca, banyak penulis

berasal dari luar Madura, seperti Surabaya, Jember, Malang, Yogjakarta, dan

bahkan Jakarta. Kenyataan itu membuktikan bahwa EDUKASI tidak hanya menjadi

media penyalur gagasan bagi warga Sumenep, tetapi juga masyarakat Indonesia

secara umum. Selain itu, saya juga termasuk orang yang sering mengirim tulisan

ke EDUKASI, tetapi tidak pernah dimuat. Mungkin ada cara-cara khusus agar

tulisan saya bisa dimuat EDUKASI? Saya mohon komentar.

Ahmad ZakiyuddinSumenep

Red. Terima kasih atas masukannya. Redaksi tetap berharap partisipasi gagasan

dari pembaca. Setiap tulisan yang masuk ke redaksi, tetap dipertimbangkan.

Tulisan akan dimuat apabila sesuai dengan visi dan misi, serta ketentuan

penulisan yang telah ditentukan oleh redaksi. Bobot tulisan sangat menentukan

pemuatan tulisan.

EDUKASI HARUS MENJADI CAMBUK

Banjir gagasan kependidikan di jurnal EDUKASI telah cukup memenuhi

dahaga intelektual pemikir, praktisi, dan pengamat. Sejak penerbitannya, EDUKASI

telah mampu menunjukkan diri sebagai “ladang ilmu” yang layak dikonsumsi tak

hanya masyarakat lokal tetapi juga Nasional.

Namun sayang, banjir gagasan itu belum sepenuhnya mampu

mengubah wajah pendidikan kita. Dunia pendidikan belum mampu menjadi tujuan

ideal yang harus tercipta untuk membangun peradaban, karena fenomena bisnis

pendidikan --diakui ataupun tidak-- tengah menjadi bagian dalam dunia

pendidikan. Berbagai gagasan yang tertuang dalam EDUKASI, seharusnya dapat

dijadikan sebagai cambuk bagi semua stakholder pendidikan untuk bersama-

sama singsingkan lengan baju: membangun pendidikan ke arah yang lebih

baik.

Abd. Salam WasikStaf Pengajar di MA. At-Taufiqiyah Bluto

EDUKASI JANGAN TERLALU MELANGIT

Edukasi adalah jurnal pendidikan dan kebudayaan. Setiap komunitas

masyarakat memiliki kebudayaan unik yang berusaha dipertahankan oleh pemil-

iknya. Edukasi lahir di tengah-tengah masyarakat madura yang tentu saja juga

memiliki budaya dan peradaban yang unik tersebut. Keunikan itu merupakan

kekayaan khazanah budaya Madura.

Oleh karena itu, sudah seharusnya Edukasi menjadi media yang concern

mengangkat budaya setempat. Tentu saja dari sisi pendidikannya. Ini dimaksud-

kan pendidikan yang disuarakan oleh Edukasi tidak tercerabut dari lingkungan dan

budaya setempat, sehingga Edukasi tidak menjadi media yang asing bagi

masyarakatnya sendiri.

Selama ini, tulisan yang dimuat di Edukasi banyak yang mengangkat tema-

tema melangit, tidak ada kaitannya dengan permasalahan dan budaya masyarakat

setempat. Terlalu jauh jika Edukasi berpretensi merambah permasalahan-per-

masalahan pendidikan secara global. Permasalahan pendidikan masyarakat se-

tempat sudah cukup rumit untuk diselesaikan. Makanya, Edukasi sudah waktunya

turun dari “langit” ke “bumi”.

Fathor Rahman JmPemerhati sosial-budaya Sumenep

JURNAL EDUKASI. NO.XII.200866

artikel tamuartikel tamu

Anggiearanidipta

JURNAL EDUKASI. NO.XII.200866

untuk Pembelajaran

Anggiearanidipta S.MAnggiearanidipta S.MAnggiearanidipta S.MAnggiearanidipta S.MAnggiearanidipta S.M, S.Pd.S.Pd.S.Pd.S.Pd.S.Pd. lahir di Jakarta, 31 Maret 1985. Alumnusprogram studi Kurikulum dan Teknologi Pendidikan, Universitas NegeriJakarta ini bekerja sebagai tenaga lepas Pusbindiklat Peneliti LIPI, Cibinongdan staf Digital Library & Distance Learning Lab, Fakultas Ilmu Komputer,Universitas Indonesia. Karya tulisnya antara lain dipublikasikan di “MozaikTeknologi Pendidikan” dan Buku Kerja pada “Prinsip Disain Pembelajaran”.

Ragam Model Media

Mengkaji media pembelajaran memangtidak akan pernah ada habisnya. Hal initerjadi karena perguliran waktu juga se-makin memperkaya model-model mediapembelajaran yang ada. Saat ini, konsepmedia pembelajaran semakin meluas seir-ing perkembangan teknologi yang kian ma-rak. Media pembelajaran semakin erat mel-ibatkan komponen teknologi. Kajian dibawah ini menguraikan beberapa modelmedia pembelajaran yang marak munculsejak tahun 1990-an hingga saat ini. Selaindisajikan beberapa model pembelajaran, ter-dapat pula kajian singkat mengenai prosespemilihan media pembelajaran yang sesuaidigunakan untuk mengoptimalkan prosespembelajaran yang berlangsung.

Media PembelajaranHeinich (1993) mengungkapkan bahwa

media merupakan alat saluran komunika-si. Media sendiri berasal dari bahasa latindalam bentuk jamak dari kata ‘medium’,yang secara harfiah berarti perantara, yaituperantara sumber pesan (a source) denganpenerima pesan (a receiver). Jika ditempat-kan sebagai sarana pembelajaran makamedia tersebut hendaknya menyampaikanpesan-pesan yang dapat dimanfaatkan un-tuk keperluan pembelajaran.

Melengkapi pemahaman tentang mediapembelajaran, ada baiknya kita melihat be-berapa pengertian media pembelajaranyang diberikan oleh beberapa ahli. Miarso

(1989) mengungkapkan bahwa media merupa-kan segala sesuatu yang dapat digunakan un-tuk menyalurkan pesan serta dapat merang-sang pikiran, perasaan, perhatian, dan ke-mauan siswa untuk belajar. Sedangkan Briggs(1977) secara gamblang menguraikan bahwamedia pembelajaran sebagai sarana fisik un-tuk menyampaikan isi atau materi pembelaja-ran seperti buku, film, video, slide. dan se-bagainya.

Dari sekian banyak pemaparan mengenaimedia pembelajaran di atas, kita tentu sudahmemahami konsep media pembelajaran itusendiri. Media pembelajaran tersebut juga ten-tunya sudah dapat dengan mudah ditemuidisekitar kita. Selanjutnya kita akan mengkajilebih jauh perkembangan media pembelajarantersebut.

Perkembangan Media PembelajaranMedia pembelajaran, pada awalnya, dise-

but sebagai alat bantu pengajaran yang diper-gunakan oleh pengajar untuk menerangkanpelajaran. Sebagai alat bantu pengajaran, me-dia juga berperan dalam memunculkannyaberbagai pengalaman belajar seorang pesertadidik. Di awal penggunannya, media pembela-jaran hanya memberikan pengalaman-pen-galaman visual. Siswa mendapatkan gamba-ran konkret dari hal-hal baru yang dipelajarin-ya. Media pembelajaran semacam ini masihberupa grafis sederhana yang mengaplikasi-kan peralatan-peralatan sederhana dalampembuatan media.

JURNAL EDUKASI. NO.XII.2008 77

Setelah perkembangan visualtersebut, lalu mulai bergeser padapemanfaatan audio untuk memper-tajam pengalaman visual pesertadidik tersebut. Tidak hanya berdirisendiri, audio juga mulai di-gabungkan dengan media visuallainnya sebagai alat bantu penga-jaran yang terbilang menarik saatitu. Rentetan pengalaman ini di-gambarkan oleh Edgar Dale dalambentuk kerucut pengalaman padatahun 1946.1

Edgar Dale mengungkapkanpengalaman-pengalaman belajaryang konkret menuju konsep ab-strak tersebut melibatkan metodedan media seperti yang terlihatpada gambar 1. Kemampuan yangterkait dengan kognitif yang berisiinformasi pada dasarnya bersifatabstrak, namun, semakin ditampil-kan dalam bentuk gambar gerak,media tersebut menuju padatingkatan yang lebih konkret. Me-dia-media yang dimaksud di siniberupa media-media seperti teks(simbol verbal), gambar (simbol vi-sual), audio, dan gambar bergerak.

Seiring perkembangan zamandan waktu, konsep media pembela-jaran mulai meluas. Tidak hanyaterbatas pada gambar bergerak (stillpicture), media pembelajaran mulaimemanfaatkan format televisi yanglebih optimal dalam menyampai-kan pesan dalam bentuk proses.Seperti yang diungkapkan olehMolenda dalam Kovalchick &Dawson (2003)2, Dale membuatperubahan kecil pada bagian pen-galaman dramatized experience. Dale(1954) menambahkan komponentelevisi di dalamnya.

Televisi sebagai Media Pem-belajaran

Setelah masuknya komponentelevisi pada kerucut pengalamanini, perkembangan media pembela-jaran semakin meluas. Televisi se-bagai sarana yang memfasilitasiproses belajar memang sejak duludikaji oleh berbagai ahli pendidi-kan, dan dampaknya mulai pula

dirasakan di Indonesia. Hal iniditandai dengan munculnya Tele-visi Pendidikan Indonesia (TPI)3

pada tanggal 23 Januari 1991. PTCipta Televisi Pendidikan Indone-sia sebagai pendiri awalnya beker-jasama dengan Departemen Pen-didikan dan Kebudayaan (Depdik-nas saat ini) mengedepankan misiedukasi pada siaran-siaran yangditampilkan oleh televisi ini. Ma-teri-materi pelajaran pendidikanmenengah ditayangkan secara ru-tin. Akan tetapi, seiring

perkembangan waktu, siaran-siar-an edukatif tersebut mulai tergan-tikan dengan siaran-siaran yangbersifat komersil seperti kuis, sine-tron-sinetron, dan tayangan yangjauh dari misi edukatif. Setelah seki-an lama beralihnya keberfungsiantelevisi pendidikan tersebut,

akhirnya saat ini mulai kembalidimunculkan televisi edukasi lain-nya dengan misi dan semangatpendidikan yang sama.

Saat ini kita mulai mengenalkembali televisi pendidikan lain-nya yaitu Televisi Edukasi atauyang akrab disebut TVE.4 Siaranpendidikan ini diresmikan olehMenteri Pendidikan Nasional, Prof.Dr. Malik Fajar, dan sampai saatini berada di bawah naungan De-partemen Pendidikan Nasional.Selanjutnya TVE ini dikelola oleh

Pusat Teknologi Informasi dan Ko-munikasi Pendidikan (PustekkomDepdiknas). TVE mulai mengu-dara dan dapat dinikmati olehmasyarakat Indonesia pada tang-gal 12 Oktober 2004.

Program yang disiarkan olehTVE adalah progran formal, pro-

Gambar 1. Cone of Experience

1 Dr. Joseph B. Morton. 2003. Selecting and Using Instructional Resources to Enhance Instruction.

Diakses tanggal 17 Juli 2008. http://web.utk.edu/~mccay/apdm/selusing/selusing_d.htm.

Alabama Dept. Of Education, Alabama.2 Michael Molenda. Submitted for publication in A. Kovalchick & K. Dawson, Ed’s, 2003.

Educational Technology: AnEncyclopedia. Copyright ABC-Clio, Santa Barbara, CA.3 Wikipedia. Diakses tanggal 28 Juli 2008. http://id.wikipedia.org/wiki/TPI4 Situs Resmi TVE. Diakses tanggal 28 Juli 2008. http://www.tvedukasi.org/frame.php

JURNAL EDUKASI. NO.XII.200888

gram nonformal, program informalserta informasi kebijakan-kebija-kan pendidikan dan informasilainnya.

Dalam perkembangan selan-jutnya, agar siaran TVE dapatmenjangkau siswa dan masyarakatyang lebih luas. TVE melakukanperluasan daya jangkau melaluikerjasama siaran dengan stasiunTV lokal swasta. Kerja sama inimendapatkan sambutan posistifoleh TV lokal di berbagai daerah.Salah satu kerjasama yangdilakukan adalah dengan siaranTVRI Nasional (setiap hari Senin—Kamis, setiap pukul 07.15–09.30dan 14.15– 6.30 WIB). Perkem-bangannya saat ini mulai padataraf ujicoba siaran 24 jam penuh.Siaran yang disajikan juga cukupbervariatif, namun tetapmengedepankan unsur pendidi-kan. Siaran yang berisi materi-materi pelajaran untuk siswa/isekolah cukup banyak ditemui.Misalnya materi pelajaran BahasaIndonesia, Bahasa Inggris,Matematika dan materi pengetahu-an lainnya. Televisi Edukasi inidiharapkan dapat memenuhikebutuhan para siswa sekolahakan media pembelajaran yangmendukung proses pembelajarandi sekolahnya.

Selain TV-E (TV-Edukasi) yangtelah berlangsung tersebut, bany-ak bermunculan pula televisi-tele-visi bernuansa edukasi yang sama.Sebut saja School TV 5 yang meru-pakan hasil kerjasama BalaiTeknologi Komunikasi PendidikanDinas Pendidikan Yogyakarta danJogja Medianet. School TV merupa-kan TV Kabel yang menyajikan si-aran-siaran edukasi, baik untuksiswa sekolah formal maupun non-formal, di lingkungan daerah Jog-jakarta. Sesuai dengan misinya,televisi ini menyiarkan semuamata pelajaran yang dipelajaripada jenjang pendidikan tamankanak-kanak, sekolah dasar,sekolah menengah hingga sekolahluar biasa.

Televisi sebagai media pem-belajaran memang tidak terlepaspada perkembangan teknologiyang ada saat ini. Seluruh ko-mponen teknologi yangberkembang dan dapat dimanfaat-kan kemungkinan-kemungkinan-nya mulai dikaji untuk selanjutnyadiadopsi sebagai sarana pembela-jaran. Tidak hanya melalui televi-si, media pembelajaran juga mulaimengaplikasikan temuan-temuanteknologi terbaru lainnya.

Aplikasi Teknologi dalam MediaPembelajaran

Maraknya berbagai peralatanteknologi dengan tingkat mobilitastinggi mulai membantu sendi-sendi kehidupan manusia. Sepertikeberfungsiannya dalam kehidu-pan sehari-hari, teknologi jugamenjadi salah satu pilihan ketikasemua hal ingin bertaut denganefektivitas dan efisiensi. Mungkinsaat ini perkembangan teknologiyang kian pesat dapat dikatakansebagai angin segar dalamperkembangan media pembelaja-ran. Saat ini mungkin marakdikenal berbagai media seperti CAIatau CBI (Computer BasedInstruction/Computer BasedLearning), mobile learning, e-learning,dan atau media-media lainnyayang sedang dan telahdikembangkan. Media-media inimemiliki berbagai kelebihan untukdiimplementasikan dalam pem-belajaran. CAI (Computer AssisstedInstruction) seperti diungkapkanoleh Bright (1983)6, sangatlah efektifdan efisien. Lebih lanjut, Brightmengungkapkan bahwa biladibandingkan dengan pembela-jaran tradisional, pembelajarandengan CAI membuat peserta didik

lebih cepat belajar, menguasai danmengingat materi pelajaran telahdipelajari.

Penelitian lain yang dilakukanuntuk mengungkapkan efektivitaspembelajaran dengan CAI jugacukup banyak menguatkan apayang diungkapkan oleh Bright.Kulik, dkk (1980) menyimpulkanbeberapa hal penting dari hasilpenelitian meta-analisisnya. Kulik,dkk, menyimpulkan antara lain7:Pertama, Siswa belajar lebih bany-ak materi dari komputer (melaluiCAI); Kedua, siswa mengingat apayang telah dipelajari melalui CAIlebih lama; Ketiga siswa membu-tuhkan waktu lebih sedikit untukbelajar; Keempat, siswa lebihsenang belajar di kelas; dan, Keli-ma, siswa memiliki lebih positif ter-hadap komputer.

Seperti media lainnya yangmemiliki kelebihan dan kekuran-gan, begitu pula dengan mediapembelajaran CAI ini. Kekuranganyang ditemui CAI, seperti dirang-kum dari berbagai sumber, antaralain jika terdapat kesalahan dalamperumusan atau perencanaanpenyusunan program, maka besarkemungkinan media pembelajaranini justeru membuat tujuan pem-belajaran tidak tercapai denganbaik. Untuk itu, Alessi (1985) men-gungkapkan pentingnya beberapahal diperhatikan dalam sebuahmedia pembelajaran CAI, antaralain8:

Pertam, informasi mengenaimateri pembelajaran harus diberi-kan (misalnya untuk materi keter-ampilan ditambahkan model se-bagai contoh); kedua, siswa harusdiarahkan dalam proses pembela-jaran melalui CAI; ketiga, siswaharus diberikan latihan-latihan;

5 Kompas (Yogyakarta), 26 Januari 2006 dalam Arsip Televisiana. Diakses tanggal 28 Juli

2008. http://arsip.televisiana.net/?p=7#more-76 Bright, G.W.. 1983. “Explaining the Effeciency of Computer Assisted Instruction”.

AEDS Journal, 16(3), Hal. 144-152.7 Kulik, J., Kulik, C.dan Cohen, P.. 1980. “Effectiveness of computer-based college

teaching: A meta-analysis of findings”. Review of Educational Research. 50(1), Hal. 525-544.8 Alessi, S.M. dan Trollip, S.R. 1985. Computer-based Instruction: Method and Development.

Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall.

JURNAL EDUKASI. NO.XII.2008 99

dan, keempat, pencapaian belajarsiswa harus langsung dinilai.

Untuk itu, diperlukan ko-mponen-komponen inti yang harusdipersiapkan secara matang dandimasukkan ke dalam progeammedia pembelajaran e-learning, ant-ara lain seperti: (a) Uraian tujuanpembelajaran yang terukur; (b) Con-toh dan demonstrasi mengenai ket-erampilan tertentu (jika ada); (c)Petunjuk pembelajaran; (d) Latihanatau tugas terkait dengan materi; (e)Umpan balik yang secara langsungdiberikan kepada peserta didik; ser-ta (f) Interaksi antara siswa denganprogram.

Selain CAI, atau yang juga kitakenal dengan sebutan pembelaja-ran elektronik atau melalui per-angkat komputer saat ini, kita jugamengenal media pembelajaran ber-basis teknologi lainnya, yaitu inter-net. Memanfaatkan internet sebagaimedia pembelajaran membukakesempatan kepada para pesertadidik untuk mengeksplorasi penge-tahuan-pengetahuan baru melaluidunia maya. Jika dulu belajar han-ya dibatasi ruangan kelas dan jum-lah waktu pembelajaran yang ter-batas, saat ini peserta didik dapatmenembus ruang dan waktu terse-but untuk memperkaya informasin-ya akan berbagai hal.

Sebagai media pembelajaraninternet dikatakan sebagai mediaelektronik berbasis teknologi infor-masi, atau sering dikenalmasyarakat sebagai “pembelajaranelektronik”. Pada dasarnya, pem-belajaran elektronik (electronic learn-ing/e-learning) ini merupakan jenispembelajan yang menjadikanteknologi komputer sebagai medi-anya9. Konteks penggunaannyajuga cukup luas. Hampir serupadengan CAI yang telah dijelaskansebelumnya, pembelajaran elek-tronik ini lebih mengedepankanunsur teknologi informasi yang saatini menjadi basis hampir di segalabidang kehidupan.

Internet, seperti diungkapkanoleh LaQuery (1997) merupakan

jaringan dari ribuan komputeryang menjangkau orang di seluruhdunia.10 Dengan daya jangkauyang cukup luas ini, memungkin-kan internet memiliki berbagai fa-silitas seperti e-mail, World WideWeb (www), File Transfer Protocol(FTP), newsgroup atau mailing list,Chat dan sebagainya. Fasilitas-fa-silitas di internet inilah yang di-manfaatkan sebagai media pem-belajaran oleh peserta didik danpara pengajar untuk mengoptimal-kan proses pembelajaran. Fasilitas-fasilitas ini pula yang memungkin-kan seorang peserta didik menjadi-kan teknologi komputer sebagaimedia pembelajarannya, atau yangsering kita sebut sebagai e-learning.

Jika menilik lebih jauh lagipengertian tentang e-learning itusendiri, kita dapat melihatnya den-gan pengertian-pengertian lain-nya. Jika secara umum disebutkandi atas bahwa e-learning merupa-kan pembelajaran yang menjadi-kan teknologi komputer sebagaimedianya, maka dalam konteksyang lebih khusus lagi diuraikanbahwa e-learning merupakan pem-belajaran yang menggunakan me-dia berbasis teknologi informasitelekomunikasi maupun digitalbaik secara synchronous maupunasynchronous.11 Dari pengertian ini,perkembangan e-learning bisa dil-ihat dari berbagai penggunaannya.E-learning dulunya digunakan un-tuk pelatihan-pelatihan yang di-adakan oleh perusahaan-perusa-haan yang ingin menghemat ong-kos pelatihan mereka. Belakangan,metode pembelajaran ini mulaidikembangkan untuk tujuan pem-belajaran jarak jauh oleh universi-tas-universitas terbuka yang ada.Kedudukan e-learning itu sendiridapat digambarkan melalui ilustra-si di bawah ini.

Gambar 2. KedudukanE-Learning 12

Seperti yang digambarkan dariilustrasi di atas, Computer BasedLearning atau yang telah kita bahassebelumnya sebagai CAI, merupa-kan salah satu komponen yang saatini mulai diintegrasikan dalam e-learning. E-Learning itu sendiri sep-erti yang diuraikan sebelumnya, da-pat dilaksanakan secara langsung(synchronous) atau secara tidak lang-sung (asynchronous). Media pembela-jaran seperti CAI merupakan media-media yang mendukung pembelaja-ran secara tidak langsung.

Dalam penerapannya, internetsebagai media pembelajaran inimemiliki berbagai kelebihan dankekurangan. Kelebihan dari pem-belajaran berbasis teknologi infor-masi ini antara lain seperti:

a. Hilangnya kendala ruangdan waktu dalam pembelajaran;jika dulu konteks pembelajaran han-ya dapat berjalan di dalam ruangtertentu dan pada waktu yang ber-samaan, saat ini semuanya bisa di-hadapi dengan menggunakan me-dia pembelajaran seperti internet.

b. Interaksi; walaupun tidaksecara langsung, interaksi meng-gunakan media ini juga masih tetapberjalan dengan baik. Hal ini dap-at dilihat dengan berbagai fasilitaspendukung yang sudah sangatkita kenal seperti email, mailing list,ataupun jaringan sosial lainnya

9 Wikipedia. Diakses tanggal 28 Juli 2008. http://en.wikipedia.org/wiki/Elearning10 Tracy LaQuey, Wospakrik, Hans J. [Penerjemah]. 1997. Sahabat Internet; Pedoman bagi

Pemula untuk Memasuki Jaringan-jaringan Global. Penerbit ITB, Bandung.11 Elang Krisnadi. 2008. Konsep e-Learning. Disampaikan pada Pelatihan Tutor Online.

Jakarta, 19-21 Juni 2008.12 Ibid.

JURNAL EDUKASI. NO.XII.20081010

(MySpace, Friendster, dll).c. Informasi; internet mem-

berikan kesempatan kepada peser-ta didik untuk mencari informasisebanyak-banyaknya. Karena sep-erti kita ketahui internet merupa-kan salah satu alat komunikasiyang menyediakan begitu banyakinformasi dan dapat dimanfaatkanuntuk berbagai bidang, salah satu-nya untuk pembelajaran.

d. Materi multimedia; denganpenggunaan internet, maka memu-ngkinkan pengguna untuk mendap-atkan materi-materi dengan kontenmultimedia yang cukup beragam.Tidak hanya dalam bentuk visual atauanimasi, akan tetapi bisa juga dengankonten materi dalam bentuk audio.

e. Fleksibel; internet memberi-kan kemudahan fleksibilitas yang ting-gi, menyesuaikan dengan kebutuhan,waktu dan situasi penggunanya.

Akan tetapi, disamping kelebi-han yang dimiliki tersebut, kita jugamasih dapat menemui kekurangandari media ini, antara lain:

a. Ongkos yang cukup mahal;hal ini dikarenakan jaringan tele-komunikasi di Indonesia yangmasih dalam tahap pengemban-gan, maka beban yang harus di-tanggung bagi para pengguna jugamasih cukup besar.

b. Pengetahuan penggunaankomputer; karena internet ini meru-pakan teknologi berbasis komput-er, maka sangat diperlukan penge-tahuan mengenai penggunaan ko-mputer itu sendiri. Teknologi me-mang menawarkan cukup banyakkemudahan, akan tetapi kemuda-han ini tentu saja tidak dapat disa-maratakan untuk tiap individu. Ke-mudahan penggunaan internetbagi individu yang satu belum ten-tu bagi individu yang lain.

c. Keterbatasan teknis; kenda-la-kendala teknis seperti jaringan,bandwidth, atau kendala-kendala lainmemang sering ditemui dalam peng-gunaan internet, dan hal ini sangatdimungkinkan terjadi.

Dari uraian mengenai beberapamodel media pembelajaran yang ada

di atas, saat ini muncul berbagai per-tanyaan mengenai bagaimana pen-erapan media-media tersebut dalampembelajaran. Jika kita berhasil me-lihat berbagai kemungkinan media-media tersebut digunakan dalampembelajaran, saat ini kita akanmengkaji lebih jauh mengenai pemi-lihan media yang tepat untuk men-yampaikan materi tertentu.

Memilih Media yang TepatPada dasarnya, metode dan

media pembelajaran merupakanoutput yang disusun dari strategipembelajaran. Strategi pembelaja-ran itu sendiri merupakan titik to-lak yang menentukan segala upayayang dilakukan dalam mengopti-malkan proses pembelajaran yangakan berlangsung. Strategi pem-belajaran disusun berdasarkan tu-juan pembelajaran yang telahdibuat diawal perancangan pem-belajaran. Tujuan pembelajaranmenuntun strategi selanjutnyayang sesuai untuk dijalankan.

Tiap tujuan pembelajaran padaakhirnya akan memiliki pola metodedan medianya masing-masing. Un-tuk menghasilkan strategi yang tepat,maka tujuan pembelajaran itu sendi-ri haruslah disusun sebaik mungkin.

Pemilihan sebagai Langkah Ap-likasi Media pada Pembelajaran

Ada berbagai pendekatanyang dilakukan dalam memilihmedia misalnya. Pendekatan yangdiperkenalkan oleh Gagne dan Re-iser (dalam Arif Sadiman, 2004).Model ini bertitik tolak dari upayapencapaian tujuan pembelajarandengan mengkajinya berdasarkanflowchart yang dapat terlihat padagambar 3 di bawah ini.

Selain pendekatan tersebut diatas, secara umum terdapat pulabeberapa hal penting yang perludipertimbangkan dalam memilihmedia, antara lain seperti tujuan-pembelajaran, karakteristik siswa,gaya belajar, dan fasilitas yang ada.

a. Tujuan Pembelajaran. Anali-sis dengan tujuan pembelajaran yangada dilakukan dengan berbagai cara.Cara yang termudah adalah melihatklasifikasi tujuan pembelajaran sep-erti yang telah dirumuskan olehBloom, dkk. melalui taksonomi ranahkognitif. Untuk tujuan pembelajaran

yang lebih kompleks, kita dapat pulamelakukan analisis materi denganmenentukan jenis ilmu pengetahuandan jenjang belajar dari tiap materitersebut. Setelah melakukan analisismateri, baru dapat ditentukan me-

Gambar 3. Pemilihan Media untuk Pembela-jaran (Gagne dan Reiser)13

13 Arief Sadiman, 1990. Media Pendidikan, Pengertian Pengembangan dan Pemanfaatan. Rajawali

, Jakarta.

JURNAL EDUKASI. NO.XII.2008 1111

tode dan media apa yang sesuai den-gan ragam pengetahuan tersebut.

Bloom membuat taksonomi se-tiap ranah pembelajaran, baik kog-nitif, afektif, dan psikomotrik. Set-iap ranah pembelajaran memilikitingkatannya masing-masing. Un-tuk ranah pembelajaran yang pal-ing sering diperhatikan pada pros-es pembelajaran terdapat enam le-vel yang diungkapkan oleh Bloom,dkk (1956), antara lain level penge-tahuan, pemahaman, aplikasi,analisis, sintesis, dan evaluasi.Definisi lengkap beserta contohbentuk kata kerja operasionalnyadapat dilihat pada tabel 1 di atas.

Taksonomi yang diungkapkanoleh Bloom, dkk. ini dapat dijadi-kan sebagai pedoman analisis tu-juan dan selanjutnya dapat mem-bantu menentukan strategi pem-belajaran yang tepat.

b. Materi Pembelajaran. Dalampemilihan media pembelajaranyang digunakan, kita juga perlumempertimbangkan materi pem-

dikelompokkan dalam jenis content-based atau biasa disebut juga modelmateri ajar atau pengetahuan. Di-sain ini menitikberatkan bagaimanasuatu topik yang menjadi bagiandari suatu materi atau mata ajarandisampaikan kepada peserta didik.Model ini mengembangkan strategipembelajaran tertentu seperti meng-gunakan media tertentu atau metodetertentu agar materi dapat dikuasaioleh pebelajar dengan baik.

Menemukan, menggunakan,dan mengingat merupakan jenjang

Tabel 1. Taksonomi Ranah Kognitif Bloom, dkk.14

belajaran. Materi pembelajaran da-pat dianalisis dengan memperha-tikan jenis ilmu pengetahuan danjenjang belajar dari tiap materi. Halini dapat dilakukan dengan anali-sis materi atau yang kerap kali dis-ebut sebagai content analysis.

Untuk mempermudah prosesanalisis materi pembelajaran, kitadapat menggunakan teori yang di-ungkapkan oleh Merril (1983), atauyang lebih dikenal dengan modelComponent Display Theory. Dalamdisain instruksional, model ini lazim

Menemukan

Menggunakan

Mengingat

Fakta Konsep Prinsip Prosedur

Gambar 4. Component Display Theory 15

14 Huitt, W.. 2004. Bloom et al.’s taxonomy of the cognitive domain. Educational Psychology

Interactive. Valdosta, GA: Valdosta State University. Diakses 23 Juli 2008, from http://

chiron.valdosta.edu/whuitt/col/cogsys/bloom.html15 Dewi S. Prawiradilaga. 2007. Prinsip Desain Pembelajaran. Kencana, Jakarta. Hal 45

JURNAL EDUKASI. NO.XII.20081212

belajar yang secara ditemui dalamproses pembelajaran. Lazimnya jen-jang pembelajaran ini dapat mem-pengaruhi metode pembelajaranyang sesuai untuk tiap materi pem-belajaran. Sedangkan fakta, konsep,prinsip dan prosedur merupakanjenis ilmu yang pada akhirnyamempengaruhi format pemilihanmedia. Dengan berbekal model CDTdari Merril ini kita dapat menentu-kan metode pembelajaran dan me-dia pembelajaran yang tepat untuktiap materi. Dengan memfokuskanpada jenis ilmu pengetahuan, kitadapat menentukan media-mediaapa yang sesuai untuk tiap jenis.Penerapannya dapat dilihat padatabel seperti di bawah ini.

c. Karakteristik PesertaDidik.Karakteristik tiap peserta did-ik biasanya ditentukan olehlingkungan geografis, sosialekonomi, dan kebudayaan. Hal-haltersebut merupakan fokus yang di-jadikan bahan pertimbangan ketikaakan memilih media. Lingkungangeografis peserta didik yang beradadi perkotaan pasti akan berbedadengan mereka yang berada dipedesaan. Selain itu, sosial ekonomijuga mempengaruhi pola adaptasipeserta didik dalam menggunakansebuah media pembelajaran. Danyang jauh lebih penting adalah ter-kait budaya yang mereka anut. Rag-amnya budaya yang dimiliki jugamempengaruhi peserta didik dalammenggunakan sebuah media.

Semua hal yang dipertimbang-kan di atas merupakan hal-hal pent-ing yang mempengaruhi peng-gunaan media pembelajaran olehpeserta didik. Pada akhirnya, hal-hal

tersebut pula yang menjadi pokokpertimbangan utama dalam menen-tukan media pembelajaran yang se-suai untuk tiap peserta didik.

d. Gaya Belajar . Gaya belajarpada dasarnya hingga saat ini masihterus mengalami perkembangan. Ber-dasarkan data terakhir yang dikum-pulkan oleh penulis, setidaknya dite-mukan 80 jenis gaya belajar. Sebagaibahan pertimbangan yang seringpula digunakan oleh para ahli, bi-asanya kita berpatokan pada tiga je-nis gaya belajar yang diperkenalkanoleh Dunn, dkk. (1984) 16.

Dunn, dkk. memperkenalkangaya belajar auditori, visual, dan ki-nestetik. Ketiga gaya belajar ini dap-at kita jadikan sebagai patokan pe-nentuan media yang sesuai untuktiap peserta didik. Dalam hal ini,media pembelajaran menjadi salahsatu bahan yang dipersiapkan secarapersonal sesuai dengan gaya beala-jar masing-masing peserta didik.

Jika peserta didik memiliki gayabelajar visual misalnya, maka me-dia pembelajaran yang dipilihmerupakan media pembelajaranyang banyak menggunakan icon-icon visual yang menarik bagi pe-serta didik tersebut. Begitu puladengan peserta didik yang memili-ki gaya belajar auditori. Media pem-belajaran yang dipilih dapat beru-pa kaset audio, compact disc (CD),atau media-media lain yang bany-ak melibatkan unsur naratif. Lainvisual dan audio, lain pula dengangaya belajar kinestetik. Gaya bela-jar yang satu ini biasanya terpenu-hi dengan pemilihan media pem-belajaran yang melibatkan banyakunsur gerak. Seperti video, anima-

si, atau jenis-jenis lain yang dapatmemperlihatkan gerak dan dapatmenstimulasi peserta didik tersebutuntuk mempraktekannya.

e. Fasilitas. Butir terakhir yangtidak kalah penting adalah fasilitas.Media pembelajaran yang di-gunakan hendaknya juga memper-timbangkan fasilitas yang telah ada.Karena pada dasarnya, keberhasilansebuah media pembelajaran terletakpada penggunaan dan aplikasinyadi lapangan. Jika pada penggunaan-nya mengalami kendala, seperti tidaktersedianya fasilitas pendukung, ten-tu saja media pembelajaran yang dip-ilih tidak akan berguna mengoptimal-kan proses pembelajaran sepertiyang dicita-citakan.

KesimpulanPerkembangan media pembelaja-

ran dapat dikatakan selalu beriringandengan perkembangan teknologi. Den-gan demikian, cepatnya perkemban-gan teknologi juga mempengaruhimodel-model media pembelajaran yangada. Dari sekedar teknologi sederhanamelalui media pembelajaran grafis sed-erhana, hingga teknologi internet yangdapat ditemui saat ini.

Beragamnya model media pem-belajaran memberikan keleluasaankepada kita untuk digunakan dalammembantu optimalisasi proses pem-belajaran. Akan tetapi selain kelelua-saan tersebut, beragamnya model me-dia pembelajaran ini juga menuntutkita untuk lebih jeli memilih formatmodel yang sesuai untuk pembelaja-ran tertentu. Terkadang kita juga la-lai mendeteksi faktor-faktor pentinglain yang patut dipertimbangkan saatmemilih media pembelajaran. Den-gan mempertimbangkan hal-halpenting yang telah diuraikan diatas,diharapkan media pembelajaranyang dipilih merupakan media pem-belajaran yang memang benar-benarsesuai dengan kebutuhan pembela-jaran dan bukan hanya sekedar sa-jian pelengkap dalam pengajaran.

JENIS ILMU FORMAT MEDIA

Fakta PDF atau dokumen teks lainnya

Konsep PDF atau dokumen teks lainnya, skema,

gambar, flowchart, bagan.

Prinsip Bagan, flowchart

Tabel 2. Kesesuaian Jenis Ilmu dengan Format Media

ge

16 Dunn, R., Dunn, K., & Price, G. E.

(1984). Learning style inventory. Lawrence, KS,

USA: Price Systems

JURNAL EDUKASI. NO.XII.2008 1313

artikel utamaartikel utama

Musaheri

Musaheri Musaheri Musaheri Musaheri Musaheri lahir 1 Juni 1963 di Kabupaten Sumenep. Dosen STKIP PGRISumenep ini menulis buku Pengantar Pendidikan terbitan I tahun 2006; danPerkembangan Peserta Didik tahun 2006. Keduanya diterbitkan Pustaka PelajarYogyakarta; dan Ke-PGRI-an terbitan Diva Pers Yogyakarta. Pekerjaan sehari-harinya sebagai Staf Dikmen Dinas Pendidikan Kabupaten Sumenep. Kini sebagaiPeserta Program Doktor Untag Surabaya.

Televisi Sebagai MediaPembelajaran:

Televisi sebagai sebuah produk kemajuanilmu pengetahuan dan teknologi diakui bany-ak memberikan pengaruh pada kemajuanmanusia dan kebudayaannya. Televisi dapatmempercepat arus komunikasi audio-visual(suara gambar); peristiwa dan kejadian-kejadi-an penting di suatu bagian bumi lainnya.Keadaan semacam ini, membuat dunia terasasemakin mengecil dan hampir tidak dikenallagi batas waktu dan tempat. Televisi, menurutAzra (1998), telah mampu berperan dalam up-aya perubahan nilai-nilai dalam masyarakat.Dengan televisi, ide-ide modernisasi dan pem-bangunan dengan cepat disebarkan ke seluruhpelosok. Televisi merupakan media komunika-si massa paling ampuh dalam menyebarkanpesan-pesan modernisasi dan pembangunan.Melalui televisi dapat dikenalkan nilai-nilaibaru yang mendukung keberhasilan pemban-gunan guna kemajuan kebudayaan dan perad-aban manusia.

Televisi memberi andil besar dalam prosessinkronisasi budaya. Seperti dikatakan Nugro-ho (1996), televisi merupakan metamedium, in-strumen yang tidak hanya mengarahkan penge-tahuan tentang dunia, tetapi mengarahkanbagaimana mendapatkan pengetahuan. TVmenawarkan ideologinya sendiri secara khas.Dengan tayangan-tayangannya yang batas-batasnya begitu cair: berita, fiksi, propaganda,bujukan (iklan), hiburan, dan pendidikan, TV

mencampuradukkan berbagai realitas pen-galaman yang berlainan. Mimpi, khayalan,histeria, kegilaan, halusinasi, ritual, ken-yataan, harapan, dan angan-angan terjelmamelalui TV. Televisi pada hakikatnya melaku-kan penetrasi lebih besar terhadap kehidupandari ideologi-ideologi konvensional. Hanyasaja caranya begitu halus sehingga sulit ter-deteksi.

Apresiasi terhadap prestasi dan prestisemengalami pergeseran dengan semaraknyatelevisi. Dulu, pahlawan pejuang, yang ber-jasa bagi bangsa dan negara dalam berbagaibidang kehidupan sangat dihargai. Akan teta-pi, kini pahlawan-pahlawan model lama yangmelakukan tindakan-tindakan berani, luar bi-asa, mengabdi tanpa penuh pamrih bagimasyarakatnya dan dikenang sejarah, digan-tikan pahlawan-pahlawan media yangdimunculkan TV. Dengan penampilannya se-bagai aktor film atau sinetron, penyanyi, mod-el iklan, olahragawan, penyiar TV, dan seleb-ritis lainnya lebih tenar dikenal, khususnyaoleh pelajar berkat TV (Mulyana,1997).

Di antara media informasi yang ada, tele-visi tampaknya adalah pihak yang paling ban-yak memperoleh sorotan dan menuai protes.Televisi menjadi bulan-bulanan agenda pub-lik, khususnya yang menyangkut isi siaran.Sebab, pada bangsa-bangsa yang tengahberkembang, TV merupakan sumber informa-

Mengungkap Efek Positif-Negatif Media Televisidalam Pendidikan

JURNAL EDUKASI. NO.XII.20081414

si dan hiburan yang utama (Mer-rill, 1991). Televisi merupakan agensosialisasi yang dianggap sudahmenjadi ‘pengganti’ orang tua bagijutaan anak. Karena itu, “There canbe no doubt that as instrument of com-munication and information, televisionis of the utmost potensial value,” sep-erti diungkap Martin Esslin (1982).Dalam pandangan Unesco, “infor-mation is the basic of culture. The great-er the foreign information, the greaterthe threat to a native or a domestic cul-ture in the future” (McPhall, vol. 126,1988). Makin tingginya sergapaninformasi hiburan lewat film tele-visi, dilihat Unesco sebagai menjel-manya kolonialisme berwajah baruyang hadir karena keperkasaanteknologi elektronika.

Tak heran kalau George Gerb-ner, pakar komunikasi dan televisiyang kondang itu, pernah sesum-bar bahwa televisi adalah agamamasyarakat industri. Sebagai ‘aga-ma baru’, televisi telah menggeseragama-agama tradisional. Khot-bahnya didengar dengan penuh ke-haruan dan disaksikan penuh hik-mat oleh jemaah yang lebih besardaripada jemaah mana pun. Ru-mah ibadatnya tersebar di pelbagaipelosok bumi; ritus-ritusnya diiku-ti dengan penuh kekhidmatan danboleh jadi lebih banyak menggetar-kan hati dan mempengaruhibawah sadar manusia daripadaibadat agama-agama yangpernah ada (Ra-khmat,

1991).Penelitian ilmiah pun menun-

jukkan bahwa frekuensi dan lamamenonton televisi pada anak-anak,jauh lebih tinggi dibandingkanfrekuensi belajar atau mengaji. Halitu berarti bahwa proses sosialisa-si anak lebih banyak dipengaruhiisi siaran televisi daripada petuahguru atau orangtua. Karena itu, takheran bila televisi kini dianggap se-bagai New parent for a million chil-dren (Halloran, 1980), atau bahkandinobatkan sebagai ‘Tuhan Kedua’.Penggunaan waktu menonton tele-visi (television exposure) diduga se-makin tinggi, ketika diserbu bany-ak televisi swasta yang bersaingkeras untuk meraup penonton se-banyak-banyaknya. Bila semua sta-siun televisi menyuguhkan siarandan tayangan menarik, maka yangdilakukan pemirsa adalah sebisamungkin menikmati semua siarantelevisi yang menarik tersebut teru-tama dari kalangan pelajar sebagaikelompok masyarakat yang mulaimenginjak dewasa (Malik, 1997).Mudah diprediksi situasi semacamdemikian, memberi dampak positifsekaligus negatif, khususnya kepa-da pelajar.

Beberapa MasalahKehadiran televisi dalam kon-

teks perubahan nilai-nilai dibutu-hkan pengamatan lebih mendalam

terutama tentang pengaruh-pengaruh yang ditimbulkan-nya. Dengan semakin me-masyarakatnya televisi,dampak negatif televisi per-lu diperhatikan agar dapatdicari pemecahannya. Den-gan melihat televisi tanpakendali, mampu menghen-

tikan kegiatan dan aktiv-itas manusia, tanpadisadari. Dengan ke-biasaan duduk danberkhayal di depantelevisi timbullah

sikap mental pasif, malas,berat mengerjakan sesuatu. Seg-

alanya ingin serba gampang seper-

ti yang disaksikan dalam kebanya-kan film-film di layar televisi. Tele-visi telah mendatangkan kesenan-gan pasif. Keadaan ini menjadi leb-ih buruk lagi apabila pihak penye-lenggara siaran televisi tidak men-yadari hal ini, dengan tetap meny-iarkan acara-acara yang dapat me-nambah subur sikap mentalsemacam di atas.

Tahun-tahun terakhir ini, mu-lai disadari pengaruh buruk yangditimbulkan televisi terhadapperkembangan jiwa pelajar. Mere-ka mempunyai kecenderungankuat untuk meniru segala sesuatu,terlepas dari persoalan apakahyang ditiru itu baik atau buruk. Ke-san-kesan yang ditangkap padausia anak-anak pendidikan dasarsangat sulit untuk terlupakan sam-pai usia dewasa, bahkan sampaimati sekalipun. Perilaku yang diti-ru remaja dan anak-anak tidaksekedar bersifat fisik dan verbal,melainkan justru nilai-nilai yangdianut tokoh-tokoh yang dilukis-kan acara tersebut. Pengaruh TVtidak langsung terlihat, namun ter-paan berulang-ulang pada akhirn-ya mempengaruhi sikap dan tinda-kan pemirsa.

Dampak dari pengaruh TVboleh jadi bersifat jangka-panjang,subtil, dan sulit dibuktikan lewatpenelitian-penelitian (DeFleur danDennis, 1985). Meminjam kata-kataProf. Chiam Heng Keng dari Uni-versitas Malaya, dalam Mulyana(1997) impak kepercayaan moraldan sikap lebih halus, bergerak pel-ahan-lahan, dan diam-diam, pemir-sa menyadarinya, dan perubahantersebut cukup signifikan untukteramati. Selain itu, acara-acaratelevisi dapat menimbulkan keter-gantungan, manakala penggemarn-ya, khususnya dari kalangan anakmuda terkena kecanduan tontonantv. Dampak negatif dari acara terse-but dapat muncul manakala pihakpemirsa yang umumnya anak-anakremaja yang bukan sekedar untukdinikmati dalam waktu senggangsebagai aktivitas rekreasional; dan

JURNAL EDUKASI. NO.XII.2008 1515

jika benar terjadi, bencana mulaimenghadang terhadap dugaanmundurnya prestasi belajar.

Pengaruh Televisi terhadap Pe-rilaku

Manusia adalah makhluk pe-niru, imitatif, dan banyak perilaku-nya terbentuk melalui proses pe-niruan. Ada perilaku yang ditiruapa adanya, ada yang diubah se-cara kreatif menurut keinginan,atau dengan menggunakan kerang-ka acuan seseorang. Perilaku imi-tatif sangat menonjol pada anak-anak dan remaja. Film, sebagai me-dia pandang-dengar (audio-visu-al), yang ditayangkan TV banyaksekali menawarkan model untukdiimitasi atau dijadikan objek iden-tifikasi oleh pemirsanya (Supriadi,1997). Perilaku menurut Supriadi(1997), dipahami sebagai mani-festasi dari proses psikologis yangmerentang dari persepsi sampaisikap. Suatu rangsangan dalambentuk film, dipersepsi, kemudiandiberi makna berdasarkan strukturkognitif yang dimiliki seseorang.Jika cocok, rangsangan itu dihayati,dan terbentuklah sikap. Sikap itu-lah yang secara kuat memberikanbobot dan warna kepada perilaku.Sikap diartikan sebagaikecenderungan untuk melakukansuatu tindakan.

Studi yang dilakukan di Ameri-ka Serikat diberi judul Television andGrowing Up: The Impact of televisedViolence (1972), ditemukan korelasidengan taraf signifikansi 0,20 sam-pai 0,30 antara ekspose televisidengan perilaku pemirsa yangumumnya anak-anak muda. Ko-relasi itu mengisyaratkan juga bah-wa ekpose di layar televisi dapatsaja mengundang munculnya per-ilaku agresif pada sebagian orang,dan dapat juga netral atau tidakberpengaruh apa-apa pada sebagi-an orang yang lain. Riset itu sendi-ri tidak mampu menjelaskan secaraspesifik bagaimana keduanya ber-hubungan, meskipun dugaanumum menyatakan bahwa keduan-

ya ada hubungan yang positif.Menurut Coles (1996), anak-

anak dari keluarga yang kualitaskehidupannya rendah sangat raw-an dan peka oleh pengaruh yangditimbulkan siaran televisi. Ker-awanan emosional dan moral itudinyatakan dalam perilaku-per-ilaku aneh dan menyimpang. Den-gan penemuan itu, Coles menunjukbahwa memasalahkan kualitasmata acara televisi saja tidak cuk-up tanpa mempertimbangkan kual-itas kehidupan keluarga. Kehidu-pan keluarga yang berkualitas di-artikan sebagai adanya pegangannilai etik-moral dalam keluargayang sepenuhnya dijunjung tinggi.Dalam hal ini, orangtua menjadimodel atau panutan bagi anak seh-ingga anak tidak rawan oleh apayang Coles namakan, the corruptionof television screen.

Agak berbeda dengan Coles,Grant Noble (Children of small Screen,1975) menemukan bahwa justru je-nis kekerasan dan penghayatanpemirsa terhadap apa yang diton-tonnya memberikan pengaruh ter-hadap timbulnya perilaku agresif.Namun, pengaruh itu kecil sekali,yaitu sekitar 10%; sedangkan 90%lainnya tidak dapat dideteksi. Ka-laupun ada pengaruh dari ekspose

hiburan di televisi terhadap per-ilaku, menurut Noble, hal itu bukankarena terjadinya peniruan, melain-kan akibat adanya kecemasan (anx-iety) pada pemirsa.

Noble (1878) mencatat bahwahubungan antara apa yang dilihatoleh anak pada layar televisi den-gan bagaimana ia berperilaku san-gatlah kompleks, tidak jelas, dantidak langsung. Ia melihat segi lainyang positif dari ekspose tindakkekerasan di televisi itu. MenurutNoble, melihat tindak kekerasan ditelevisi dapat memberikan kesem-patan kepada seseorang untukmenyalurkan impuls-impuls agre-sivitasnya yang tidak dapat ia sa-lurkan secara langsung karena di-batasi oleh nilai-nilai etis-moralyang diyakininya.

Pengaruh Buruk TelevisiSeperti dikatakan Palmer

(1980), bahwa televisi pada hakikat-nya telah menimbulkan masalah-masalah kesehatan mental danlingkungan. Film-film seri sepertiyang banyak dimunculkan di layartelevisi, umumnya menceritakankejahatan kriminal, pembunuhan,kekerasan dan lain-lain. Hal inimenimbulkan sikap permissivenes(melonggarnya nilai-nilai) yang

www.forumkamera.com

JURNAL EDUKASI. NO.XII.20081616

berpengaruh terhadap penilaianharkat kemanusiaan. Secara tidaksadar anak dibimbing untuk mem-bunuh dan membalas dendam ter-hadap suatu pembunuhan ataukejahatan orang lain atas mereka.Image ideal anak-anak pun berges-er dari keharusan menghormatihak-hak orang lain kepada prinsipsiapa yang kuat dialah yangmenang (survival of the fttest).

Akibat buruk menonton TV,menurut Azra (1998), timbulnyakerenggangan timbal balik antaraorang tua dengan anaknya.Hubungan anak dengan orang tuasemakin tidak akrab karena mun-culnya “orang ketiga” yaitu televi-si. Orang tua yang sibuk bekerjasiang hari, hanya mempunyaiwaktu untuk bercengkrama danbertukar pikiran dengan anaknyapada sore atau malam hari. Akantetapi, waktu-waktu tersebut lebihbanyak tersita untuk menonton siMonster mata satu ini. Anak-anaklebih tertarik menyaksikan acaratelevisi daripada ngobrol denganorang tuanya, apalagi kalau orangtuanya dianggap nyinyir dan se-bagainya.

Akibat samping lain adalahkesehatan mata anak dapat ter-ganggu. Anak-anak saking ter-tariknya pada acara yang tengahberlangsung, cepat mengambil tem-pat paling dekat dengan pesawat.

Begitu terpakunya, sehingga tidakmengerdipkan mata untuk bebera-pa lama. Akibatnya bola mata mere-ka kering dan seusai acara matamereka sakit; dan kalau hal ini ber-langsung terus menerus dapatdibayangkan betapa rusaknyamata mereka nantinya; serta tim-bulnya kecederungan untuk meni-ru gaya hidup mewah seperti yangsering diperlihatkan para artis tele-visi. Penampilan dan gaya sertamode yang ditampilkanhnya paraartis televisi tetap dapat mendorongtumbuhnya selera konsumtif didalam diri anak-anak (Azra,1998).

Kerusakan moral anak dapatterjadi, akibat menonton acara yangsebenarnya belum pantas untukdisaksikan. Acara untuk anak-anakbiasanya disuguhkan sore hari.Akan tetapi, orang tua yang tidakdisiplin membiarkan saja anaknyamenonton sampai larut malam, danbanyak acara-acara yang tidak co-cok bagi anak-anak. Apalagi filmakhir pekan, yang umumnyadikhususkan untuk anak usia 17tahun ke atas. Pelajar ikut menik-mati tontonan yang sebenarnyatidak pantas untuk mereka, baikdari segi cerita maupun dari segitemanya. Mereka hanya bisamenangkap adegan-adegan yangmenyeramkan, menakutkan ataumerangsang. Secara psikologis inijelas tidak baik bagi mereka (Ibra-

him,197).Televisi pada hakikatnya

merampas waktu anak-anak; dantidak semua sajian TV baik untukditonton. Anak-anak terlalu cepatdikenai budaya orang dewasa. Leb-ih jauh lagi model-modelmasyarakat, peran, dan jabatan priadan wanita yang digambarkandalam TV, yang dipelajari anak-anak, sesungguhnya merupakanpenyederhanaan (simlied model)yang disesuaikan dengan kebutu-han prosedur program untuk mem-berikan hiburan. Menonton TV se-cara berlebihan, apabila acara-ac-ara hiburannya, kurang baik dam-paknya bagi pemirsa. Karena terla-lu banyak waktu yang dihabiskanuntuk menonton TV, berdampakburuk pada konteks sosial. Teriso-lasi dari diri sendiri, dari tetangga,para pendidik, penghibur, wakil-wakil rakyat, dan para pemimpin.Merasa berat untuk bertamu ke tet-angga atau berkumpul untuk me-musyawarakan mengatasi per-soalan-persoalan dalam masyara-kat. Bahkan, ketika dapat ber-hubungan dengan orang lain pun,hubungan relatif dangkal. Orangmudah tersinggung atau kesal ke-tika keasikannya menonton TV ter-ganggu (Mulyana, 1997)

Meskipun pengaruh televisiterhadap anak bukan ditentukanoleh isi siaran yang ditayangkan,melainkan bagaimana kualitas ke-hidupan keluarga mereka; makaanak dibesarkan dalam keluargayang tidak stabil lebih mudah ter-pengaruh siaran televisi. Sebalikn-ya, bila anak dibesarkan dalam ke-luarga yang stabil dan penuh kasihsayang, pengaruh televisi agaklemah (Coles, 1996) dan (Malik,1997). Tidak terkeculi, kesan yangditangkap anak-anak dari siarantelevisi pun sangat kuat pengaruh-nya terhadap perkembangan jiwaanak. Sehingga tidak heran kalaumasalah ini mendapat perhatianterutama dari para ahli jiwa danahli pendidikan. Sementara itu,dari pihak petugas televisi keliha-

JURNAL EDUKASI. NO.XII.2008 1717JURNAL EDUKASI. NO.VII.20071717

tannya tidak mau tahu terhadappengaruh-pengaruh buruk yangmeracuni jiwa anak-anak.

Anak-anak yang biasanyamudah melakukan peniruan, rent-an terhadap pengaruh, selfnsorshiprendah, dan belum memilikikerangka rujukan (frame of reference)yang mantap, selama anak ber-interaksi dengan TV akan berdam-pak terhadap sikap kritis anak.Anak menonton TV dengan sikappasif, membisu, dan reseptif. Rang-sangan untuk bersikap kritis,dalam arti memberikan umpan ba-lik dan kontra pendapat terhadaptayangan-tayangan TV, hampir takpernah dimunculkan (Khadiz,1997). Boleh jadi, terjadi benturannilai antara anak-anak muda danorangtua, dengan dahsyadnyaperkembangan televisi. Kontrol or-angtua terhadap anak akan makinsukar. Revolusi informasi jugamenyebabkan massa sangat rapuhuntuk persuasi massa. Mereka yangmenguasai media akan menjadiagen-agen sosialisasi, pendidik,dan pengatur tingkah laku (Rakh-mad, 1988) dan (Karim & Ridjal,1992).

Melalui tayangan-tayanganacara yang dibuat, televisi dapatmenggiring publik untuk beradadalam posisi menerima semua sen-sasi mimpi dalam dunia sinetron,kekerasan, dan erotisme yang men-jadi bagian tak terpisahkan darikehidupan. Kesimpulan ini menge-muka dari jajak pendapat Kompasdalam rangka memperingati hariulang tahun beberapa stasiun tele-visi di negeri ini. Hasil jajak penda-pat mengungkapkan, dua pertigabagian (77 persen) responden mem-benarkan bahwa televisi saat inicenderung mementingkan aspekkomersial. Berdasarkan hasil pene-litian: teori yang menyatakan bah-wa makin lama anak menonton TV,makin sedikit waktu untuk mem-baca, tidak terbukti di sini. Anak-anak yang sedikit menonton TV,prestasi membacanya justru tinggi,meskipun jika berlebihan (lebih dari

5 jam) pengaruhnya menjadi nega-tif terhadap membaca (Supriadi,1997: 133 – 135).

Menurut Azra (1998: 170), tele-visi dapat mengancam prestasi be-lajar anak. Disinyalir, acara-acaraTV dapat membuyarkan konsentra-si dan minat belajar anak. Darisiang hari mereka yang telahmenunggu dan membaca susunanacara yang muncul; denganperasaan tak sabar merekamenunggu; dan apalagi kalau yangmuncul itu artis-artis cilik idolan-ya; sehingga ketika waktu belajardatang, mereka tidak mau atau eng-gan belajar. Walaupun dipaksabelajar, pikirannya tidak lagi padapelajaran. Akibatnya dapat dibay-angkan, pelajaran anaknya jadi be-rantakan dan nilai yang dicapai disekolah pun jadi menurun.

Dalam dunia pendidikan, ba-pak dan ibu guru mengeluhkananak-anak didiknya mengalamiketergantungan pada televisi, seh-ingga tidak mengerjakan tugas ru-mah yang diwajibkan. Bahkan, diantara mereka prestasi belajarnyamenurun karena kurang mampuberkonsentrasi. Sejak anak-anakmasih berusia muda, unsur-unsurkekerasan dan romantisme telahditanamkan di dalam kepribadianmereka melalui televisi, sehinggamempengaruhi dan merwarnaibentuk kepribadiannya dikemudi-an hari (Basri, 1995).

Menu informasi yang mengisibenak pelajar, sehingga tidak ter-peranjat, dibutuhkan kehati-hatian. Anak-anak terpikat padatelevisi karena umumnya tersediadi rumah. Mereka dapat menontondengan nyaman kapan saja. Tele-visi menghidangkan hiburan yangmudah dicerna, memungkinkanorang melihat tempat-tempat danorang berikut kehidupannya yangtidak dapat dilihat secara lang-sung, dan dinikmati oleh penon-ton walau berpendidikan rendah,yang tidak jarang belum sesuai den-gan tingkat perkembangan dankedewasaannya. Besarnya rasa in-

gin tahu–karena yang sudah diket-ahui masih sedikit–pada diri anakmembuat segala isi informasi tele-visi yang serasi dengan keinginan-keinginan akan dilahap begitu sajabulat-bulat, tanpa banyak pikir.

Dalam pandangan psikologianak-anak yang terus-menerusmenyaksikan film-film keras, hor-ror ataupun yang romantis di tele-visi, maka kognisis mereka terben-tuk sedikit demi sedikit seperti apayang biasa disaksikannya. Keadaantersebut sangat membahayakandalam pembentukan kepribadian-nya. Sebab tanpa disadari anak-anak akan terbentuk suatu keprib-adian yang keras, kasar, kejam, ataupenuh romantis yang tidak meng-indahkan norma-norma kehidu-pan.

Dengan televisi yang tidak terk-endali, maka penonton mendapat-kan atau mencapai sesuatu selekasmungkin (instantly). Di layar TV,segala sesuatu berlangsung cepat.Gaya televisi memang mengharus-kan kecepatan itu. Segalanya serbaseketika. Hitungan yng berlakudalam penayangan televisi adalahdetik. Jadi, semua tampak cepat;kurang menghargai proses. Sebagailanjutan dari ingin cepat mencapaisesuatu, anak-anak menjadi kurangmenghargai, bahkan di sana siniingin mengabaikan ––kalau bisa–– bahwa segala sesuatu ada jalan-nya. Ada awal, ada proses, barukemudian ada hasil. Akibat kurangmenghargai proses ini, timbulkecenderungan ingin mendapat-kan sesuatu lewat jalan pintas.

Dengan televisi juga kurangdapat membedakan khayalan den-gan kenyataan. Dengan kemam-puan berpikir yang masih amat sed-erhana, dapat dimaklumi jika anak-anak cenderung menganggap apasaja yang tampil di layar televisiadalah suatu hal yang nyata. Den-gan televisi juga dapat meniru per-buatan kekerasan. Sudah sejaklama hal ini menjadi keprihatinan,bahkan dapat dikatakan yang pal-ing menonjol di kalangan para pen-

JURNAL EDUKASI. NO.XII.20081818

didik, psikolog, dan pemimpin ag-ama. Dikhawatirkan, dengan mela-hap secara rutin aneka bentuk kek-erasan yang tampil dalam berbagaiformat acara teevisi, terutama film,anak-anak tadi ––yang memangpunya kemungkinan besar untukitu–– akan menirunya dalam kese-harian mereka.

Dengan televisi dapat menyitawaktu. Banyaknya waktu yang di-habiskan anak untuk menontontelevisi, berarti pengurangan ter-hadap waktu yang seyogianyadiperuntukkan bagi aktivitas lain.Anak-anak yang asyik menontontelevisi berlama-lama, akanberkurang waktunya untuk ber-main dengan sesamanya, menger-jakan tugas rumah, membantu or-ang tua, dan mengurangi perhatiandan minat pelajaran. Dengansendirinya keasyikan pada televisiakan berpengaruh pada minat danperhatian anak pada pelajarannyadi sekolah. Pengaruh itu antara laindapat mengganggu konsentrasi.

Menonton televisi dapat men-gurangi minat membaca dan ter-hadap media lain. Baik secara fisik(kelelahan mata) maupun mental(tuntutan untuk memproses infor-masi), keasyikan kepada televisiberpengaruh terhadap minat mem-baca; sekaligus mengaburkan nilai-nilai agama dan sosial dalam as-pek hal respek, kesopanan, susila.Karena banyak sajian televisi beras-al dari negara yang menganut nilai-nilai dan norma yang berbeda den-gan kita, isi yang ditayangkansering kali tidak cocok atau bahkanbertentangan dengan yang berlakudi tengah kita.

Tontonan televisi dapat men-gorbankan semangat keduniaan.Sudah menjadi sifat televisi sebagaisuatu medium, menuntut pe-nampilan tokoh dan watak yangumumnya mencerminkan hal-halyang menjadi obesesi pemirsa (yangindah rupawan, ganteng, bahagia,dan sebagainya). Perangkat danaksesori lain yang ditampilkanpun, terutama untuk sajian berben-

tuk iklan, umumnya mencerminkankesempatan duniawi; dan mendor-ong kekaguman yang berlebih padakebudayaan Barat.

Karena yang menjadi sumberutama isi siaran televisi adalahprogram yang dihasilkan di nega-ra-negara Barat, tidak heran jikatimul kekaguman kepada apa sajayang tampil di layar kaca.Meskipun tidak semua yang disaji-kan itu hal yang buruk, perlu up-aya untuk mencegah kekagumanyang bersifat membabi buta. Padagilirannya, dengan televisi dapatmengurangi perhatian terhadapidentitas nasional. konsekuensidari hal di atas tadi, membuat mi-nat dan perhatian, bahkan ––lebihpenting lagi–– penghargaan atauapresiasi terhadap warisan budayasendiri, atau sesuatu yang menjadijati diri bangsa, menjadi berkurang(Mulyana dan Ibrahim, 1997: 205-208).

Pengaruh Positif TelevisiMenonton televisi bukanlah hal

yang jelek bagi anak-anak. Asalkanpandai memilih acara yang sesuaidengan usia dan kebutuhannya,serta terampil dalam mencerna apayang ditangkap dari sajian di layarkaca, televisi sebenarnya bisamenyumbang berbagai hal yangpositif untuk pertumbuhan anak.Masa kanak-kanak merupakan pe-riode khusus yang menentukan ta-hap perkembangan selanjutnya.Segala sesuatu yang diketahui,diperoleh, dan dialami pada masatersebut ikut mempengaruhiperkembangan diri si anak.

Televisi, jika dikonsumsi menu-rut cara-cara yang benar, meng-hasilkan sejumlah manfaat bagianak. Membantu memahami dun-ia sekitar. Anak-anak akan ter-tolong dalam memenuhi keingin-tahuan mereka tentang segala se-suatu yang ada di seputar kehidu-pan ini; terutama yang menjadilingkungan sekitar, baik yang de-kat maupun yang jauh. Tanpa se-cara khusus menunjuk pada tindak

kekerasan dalam televisi, Himmel-weit (Television and the Child, 1985)memandang bahwa siaran televisimengajari anak untuk mengenalkehidupan masyarakatnya danmasyarakat lain. Siaran televisi ber-fungsi sebagai wahana proses sos-ialisasi. Anak-anak diajari menge-nal nilai-nilai luhur masyarakat-nya, tetapi juga disuguhi hal-hallain (Supriadi, 1997).

Selaku penerima informasi,sikap seseorang bergeser dari yangtadinya haus informasi, menjadiyang sikap orang yang kebanjiraninformasi. Ia perlu punya kesanggu-pan untuk menyaring sendiri infor-masi yang baik, informasi yang ber-manfaat, informasi yang mendidikbagi dirinya sendiri. Kebebasan me-milih di antara segudang informasiyang ada terletak pada pundaknyasendiri. Pada zaman teknologi radiodan kemudian teknologi televisi,proses melatih diri seperti itu sebe-narnya sudah berlangsung. Revolu-si teknologi juga menimbulkan sa-luran-saluran komunikasi yangkian canggih. Televisi lewat satelityang dapat menangkap siaran luarnegeri, video kaset and video disk,komputer yang disambung denganpusat informasi dan lain-lain telahmenjadi nyata. Melebarnya perlua-san dan intensitas jaringan-jaringaninformasi mengubah jaringan infor-masi.

Secara individual media televi-si digunakan sebagai perangkatmemperoleh informasi spesifik danhiburan guna mengisi waktu luang,mengatasi kejenuhan karena desa-kan kehidupan serta memperolehtambahan ilmu pengetahuan, mor-al, dan agama. Bisa juga sebagaiupaya membandingkan berbagainorma dan nilai. Dalam rangka ke-pentingan sosial di lingkungannya,media televisi digunakan sebagaiperangkat untuk kontrol mengawa-si lingkungan serta secara bersamamengatasi berbagai silang pendap-at terhadap sesuatu yang ingin dipu-tuskan secara bersama dalamlingkungan kepentingan ekonomi,

JURNAL EDUKASI. NO.XII.2008 1919

sosial, budaya, maupun keamanan(Schramm, 1949. Blumler. JG, 1991dan McQuall. D, 1992)

Televisi, jika dikonsumsi menu-rut cara-cara yang benar, akanmenghasilkan sejumlah manfaatbagi anak. Televisi membantu me-mahami dunia sekitar. Anak-anakakan tertolong dalam memenuhikeingintahuan mereka tentang se-gala sesuatu yang ada di seputarkehidupan ini, terutama yang men-jadi lingkungan sekitar, baik yangdekat maupun yang jauh. Itulahsebabnya televisi dijuluki sebagai‘jendela dunia’; dan membantuproses belajar baca tulis dan melekvisual (visual literacy). Kemampuantelevisi menyajikan segala haldalam bentuk visual pada dasarn-ya telah mempermudah anak-anakuntuk mengenal dan menguasaihuruf. Selain itu, televisi men-gakrabkan anak dengan pe-nampilan visual dari benda-bendayang telah dan belum mereka ke-nal. Dengan televisi pula dapatmemberikan ‘sambungan’ dengandunia global. Melalui televisi anakdapat merasakan ketersambunga-nnya dengan bagian yang lebihluas dari lingkungan sekitar tem-pat mereka berada. Ketersambun-gan ini membuat mereka dapatmerasakan dunia yang lain daridunianya.

Pengaruh Televisi terhadap Be-lajar

Televisi juga membantu prosesbelajar baca tulis dan melek visual(visual literacy). Kemampuan televi-si menyajikan segala hal dalam ben-tuk visual pada dasarnya telahmempermudah anak-anak untukmengenal dan menguasai huruf.Selain itu, televisi mengakrabkananak dengan penampilan visualdari benda-benda yang telah danbelum dikenalnya; memperluaswawasan/membukakan cakrawa-la; memperkaya pengalamanhidup; menunjag pelajaran sekolahterutama dalam pengetahuanumum; dan memberikan ‘sambun-

gan pengetahuan’ dengan duniaglobal (Nasution, 1997: 202).

Medium televisi tergolong se-bagai media massa yang sering di-gunakan dalam proses pembelaja-ran, khususnya pada proses bela-jar jarak jauh (distance learning). Halini dimungkinkan karena penyiar-an program televisi dapat menjan-gkau khalayak yang berada dalamjangkauan wilayah geografis san-gat luas. Sama seperti film yang ter-golong sebagai motion pictures, tele-visi mampu menayangkan informa-si dengan cara yang realistik.Gabungan unsur gambar, suaradan warna dalam medium televisidapat memberikan gambaran ten-tang objek dan peristiwa secara rinci(Suparman, 1999).

Berdasarkan temuan penelitiantahun 1999, bahwa 80% anak me-nonton TV, dan hanya 40% anakyang mengaku punya TV di rumah-

nya. Jadi, sekitar 40% anak dipasti-kan menonton di rumah tetangga,teman, atau di tempat-tempatumum. Korelasi antara frekuensimenonton TV dengan perilakumembaca cuma 0,07 yang berartihampir-hampir tidak ada hubun-gan. Yang lebih besar korelasinyajustru variabel-variabel keluarga,misalnya status ekonomi dan iklimkeluarga korelasinya di atas 0,20.Sifat televisi yang pokok adalahbisa didengar dan dilihat, di samp-ing sifat-sifat lainnya: langsung,simultan, intim, dan nyata. Sifataudio-visual televisi mampu mem-beri daya ingat yang lama kepadapemirsa. Menurut R. Benschofter,pelajaran yang bisa diingat lewatmedia pandang-dengar ini, setelahtiga hari, bisa 65%, sedangkan le-wat media dengar saja 10 persendan lewat media pandang saja 20%(Mulyana, 1997: 169).

www.forumkamera.com

JURNAL EDUKASI. NO.XII.20082020

Klapper melalui studi eksperi-mental menunjukkan, bahwa, ter-bukti kontak tatap muka lebihefisien untuk komunikasi persuasifdibanding dengan radio. Pada gi-lirannya radio lebih efisien daripa-da media cetak. Film dan televisimungkin berada pada peringkat diantara tatap muka dan radio,meskipun hal terakhir ini belumdibuktikan secara empiris (Ishadi,1997). Fungsi televisi secara univer-sal adalah mendifusikan informa-si (to in form), mendidik (to educate),menghibur (to entertain), dan mem-pengaruhi (to influence), yang padakenyataannya sudah dipenuhi olehsemua stasiun televisi, baik yangdikelola pemerintah maupun swas-ta. Difusi informasi bersifat komu-nikatif dan diterima oleh sebagianbesar khalayak dalam dua tahap,yakni diterima secara inderawi (re-ceived), yang pada gilirannya diter-ima secara rohani (accepted). Peruba-han-perubahan akibat kemajuanteknologi elektronika televisi tidakhanya merubah pilihan informasiyang ingin dibekalkan, serta jenis-jenis pelatihan keterampilan disa-jikan dalam proses pendidikan teta-pi juga memberikan pengaruh posi-tif dalam menanamkan sikap danperilaku peserta didik.

Televisi bukanlah sebuah ruangkosong yag hampa makna, tetapimerupakan sederet penanda (signi-fieds), menyangkut gaya hidup, kar-akter manusia, nilai kepemimpinan,hingga wajah realitas sosial-politikmasyarakat-bangsa ini. Ada maknapolitik di dunia realitas, tetapi ada‘makna’ politik di dunia televisiyang keduanya saling berkaitan.Keadaan demikian, menunjukkan,bahwa TV memberi nilai positifdalam pembelajaran masyarakat.Dengan televisi memperluas wa-wasan/membukakan cakrawala.Begitu luas dan rumitnya kehidu-pan ini sehingga tanpa bantuan or-ang lain rasanya amat sukar bagianak untuk dapat mencernanyasendiri. Televisi datang mengisi se-bagian fungsi ini terutama untuk

hal-hal yang bersifat kompleks, yangsekiranya dijelaskan secara biasahampir tidak mungkin; dan televisimemperkaya pengalaman hidup.Televisi telah memungkinkan anakuntuk ‘mengalami’ berbagai hal tan-pa merasakannya sendiri. Merekatahu tempat-tempat lain tanpa men-gunjunginya sendiri. Mereka bah-kan dapat menyaksikan kesenan-gan atau pun penderitaan orang laindi layar kaca.

Menonton televisi juga menun-jang pelajaran sekolah terutamadalam pengetahuan umum. Jikapandai memilih informasi yang dis-ajikan televisi, sebenarnya terdap-at banyak muatan yang dapat ber-fungsi sebagai penunjang dan pen-gayaan (erichment) bagi penge-tahuan yang diperoleh di ruangkelas. Dalam tontonan televisi padaacara bermutu, TV dapat dijadikansebagai salah satu sumber belajar.Acara-acara yag bersifat informatif,seperti berita, dokumenter, wawan-cara, diskusi, dan features dapatdimanfaatkan untuk menunjangdan memperkaya belajar anak. Dariacara-acara itu banyak sekali butirpengetahuan ––terutama penge-tahuan umum–– yang berfaedah.Jenis acara tersebut juga dapat di-jadikan pendorong untuk mengha-luskan perasaan anak agar mema-hami dunia sekitar, memperkayapengalaman hidup, meningkatkaniman dan takwa serta budi pekerti.Di tahun 1985, Himmelweit melapor-kan dari studinya bahwa siaran TVsangat besar peranannya sebagaisarana sosialisasi anak. Melaluilayar TV, anak-anak mengenallingkungan masyarakatnya,masyarakat lain, dan belajar hal-hal yang tidak diperoleh dari kelu-arga atau sekolah.

Menonton Televisi Secara Ber-mutu

Biarpun penonton televisimenjadi obyek dari stasiun televisi,mereka dididik dan diberi alterna-tif tontonan bermutu. Sebagai me-dia pandang-dengar, telivisi meru-

pakan media iinformasi yang pal-ing digemari oleh masyarakat saatini. Media index 2001 AC NielsenIndonesia memperlihatkan 80,4persen dari total penduduk dewasa(di atas 15 tahun) memilih televisisebagai media untuk mendapatkaninformasi ketimbang surat kabardan radio. Jangan sampai daya kri-tis masyarakat menjadi tumpul lan-taran informasi-informasi yangdidapat dari televisi membingung-kan (Kompas, 25 Agustus 2003).

Membentuk kebiasaan menon-ton TV yang baik merupakan caratepat dalam membangun penontonbermutu. Anak-anak dibiasakanmenonton televisi secara selektif.Caranya dengan melatih merekamembuat jadwal, dan merencana-kannya dengan melihat jadwal ac-ara TV di surat kabar. Penjadwalanini bertujuan agar kebiasaan men-onton TV si anak tidak menyitawaktu atau pun mengganggu keg-iatan lain yang juga harus dilaksan-akannya, seperti balajar, bermain,membantu orang tua, dan se-bagainya. Memberikan penjelasankepada anak bahwa masih banyakhal ini yang menarik selain televi-si; dan dapat pula dilakukan den-gan langsung mengajak anakmelakukan aktivitas yang dimina-ti, seperti bersepeda, lomba lukis,dan lain-lain. Di samping itu, dor-onglah anak untuk mengikuti ak-tivitas sosial, seperti klub-klubolahraga, pramuka, dan sebagai-nya.

Cara menonton dan waktu me-nonton yang cocok untuk anak-anak dapat dibiasakan sebagaiberikut: mengajarkan bagaimanamemilih program; cara memahamiprogram; mengajarkan cara men-gambil manfaat; mengajarkan caramenghindari pengaruh negatif (me-milih program sesuai denganperkembangan usia anak); menga-jarkan cara menonton TV yang baikdan benar (jarak, pencahayaan,sikap, suara, tata letak); mengajar-kan waktu yang baik/tepat untukmenonton TV (tidak mengganggu

JURNAL EDUKASI. NO.XII.2008 2121

ge

Daftar Pustaka

Azra, Azyumardi (1998) Esai-esai Intelektual Muslim Pendidikan Islam. PT. Logos Wacana Ilmu, Jakarta.

Azra, Azyumardi (2002) Paradigma Baru Pendidikan Nasional: Rekonstruksi dan Demokratisasi. Buku Kompas, Jakarta.

Basri, Hasan (1995) Remaja Berkualitas: Problematika Remaja dan Solusinya. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Brotosiswojo, B. Suprapto (2000) Pendidikan, Ilmu Pengetahun dan Teknologi, serta Globalisasi. Dalam Menggagas

Paradigma Baru Pendidikan: Demokratisasi, Otonomi, Civil Society, Globalisasi (ed. Sindhunata), hlmn., 100–

101. Kanisius, Yogyakarta.

Buchori, Mochtar (2001) Pendidikan Antisipatoris. Kanisius, Yogyakarta.

Depari, Eduard (2000) “Video Games” dan Pendidikan. Dalam Menggagas Pendidikan Rakyat: Otosentrisitas Pendidikan

dalam Wacana Poltiik Pembangunan (ed. Dadang S. Anshori), hlm., 245. Alqaprint, Bandung.

Effendy, Onong Cahjana (1997) Etika dan Norma Jurnalistik Televisi. Dalam Bercinta dengan Televisi: Ilusi, Impresi, dan

Imaji Sebuah Kotak Ajaib (ed. Deddy Mulyana dan Idi Subandy Ibrahim) , hlmn., 96–97. PT. Remaja Rosdakarya,

Bandung.

Karim, M. Rusli dkk. (1992) Dinamika Ekonomi dan Iptek dalam Pembangunan. Tiara Wacana, Yogyakarya.

Khadiz, Antar Venus (1997) Berinteraksi dengan TV dalam Sikap Pasif. Dalam Bercinta dengan Televisi: Ilusi, Impresi,

dan Imaji Sebuah Kotak Ajaib (ed. Deddy Mulyana dan Idi Subandy Ibrahim), hlmn., 178. PT. Remaja Rosdakarya,

Bandung.

Malik, Deddy Djamaluddin (1997) Sketsa Pertumbuhan Industri Televisi: Antara Peluang Bisnis dan Tantangan Masyarakat.

Dalam Bercinta dengan Televisi: Ilusi, Impresi, dan Imaji Sebuah Kotak Ajaib (ed. Deddy Mulyana dan Idi Subandy

Ibrahim), hlmn., 42–45. PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.

Malik, Deddy Djamaluddin (1997) Industri Televisi dan Tantangan Etika Komunikasi. Dalam Bercinta dengan Televisi:

Ilusi, Impresi, dan Imaji Sebuah Kotak Ajaib (ed. Deddy Mulyana dan Idi Subandy Ibrahim) , hlmn., 109–110. PT.

Remaja Rosdakarya, Bandung.

Mulyana, Deddy (1997) Merindukan Televisi Pengajaran. Dalam Bercinta dengan Televisi: Ilusi, Impresi, dan Imaji

Sebuah Kotak Ajaib (ed. Deddy Mulyana dan Idi Subandy Ibrahim) , hlmn., 169. PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.

Mulyana, Deddy (1997) Prolog: Bercinta dengan Televisi. Dalam Bercinta dengan Televisi: Ilusi, Impresi, dan Imaji

Sebuah Kotak Ajaib (ed. Deddy Mulyana dan Idi Subandy Ibrahim) , hlmn., 3–8. PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.

Nugroho, A. Alois (1982) Manusia dan Perubahan Sejarah: Berfilsafat Bersama Jose Ortega. Dalam Manusia Multi

Dimensional: Sebuah Renungan Filsafat (ed. M. Sastrapratedja), hlm., 158–159 Gramedia, Jakarta.

Quthub, Muhammad (1991) Integritas Individu dan Sosial. Pustaka Mantiq, Solo.

Rakhmat, Jalaluddin (1986) Psikologi Komunikasi. Remadja Karya, Bandung.

Sindhunata (1983) Dilema Usaha Manusia Rasional: Kritik Masyarakat Modern oleh Max. Horkheimer dalam Rangka

Sekolah Frankfurt. PT. Gramedia, Jakarta.

Storey, John (2003) Teori Budaya dan Budaya Pop: Memetakan Lanskap Konseptual Cultural Studies. CV. Kalam,

Yogyakarta.

Suparman, Atwi dkk. (1999) Teknologi Pendidikan: Hakikat, Desain, Media, dan Strategi Penyampaian. Dalam Cakrawala

Pendidikan (ed. Paulina Pannen), hlm.,105. Universitas Terbuka, Jakarta.

Supriadi, Deddi (1997) Kontroversi tentang Dampak Kekerasan Siaran Televisi terhadap Perilaku Pemirsanya. Dalam

Bercinta dengan Televisi: Ilusi, Impresi, dan Imaji Sebuah Kotak Ajaib (ed. Deddy Mulyana dan Idi Subandy

Ibrahim) , hlmn., 126–129. PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.

Supriadi, Deddi (1997) TV, Tindak Kekerasan, dan Minat Baca Anak. Dalam Bercinta dengan Televisi: Ilusi, Impresi, dan

Imaji Sebuah Kotak Ajaib (ed. Deddy Mulyana dan Idi Subandy Ibrahim) , hlmn., 133–135. PT. Remaja Rosdakarya,

Bandung.

Sudjarwo (2000) Interaksi Sosial antara Guru dengan Murid dalam Kegiatan Kurikuler dan Kaitannya dengan Peningkatan

Prestasi Belajar. Dalam Jurnal Pendidikan (ed. Durri Andriyani), hlm; 109–111. Universitas Terbuka, Jakarta.

Tasmara, Toto (1999) Dimensi Doa dan Zikir: Menyelami Samudera Qolbu Mengisi Makna Hidup. PT. Dana Bhakti

Prima Yasa, Yogyakarta.

belajar, bermain, istirahat, ibadah);serta Orang tua menonton tayan-gan TV bersama anak; dan bertin-dak sebagai pendamping menon-ton televisi serta melindungi anak

dari dampak negatif TV ( Mulyanadan Ibrahim, 1997: 210-212). Seg-alanya menuntut upaya dan kerjakeras, bila menginginkan televisisebagai media pendidikan penting;

serta pada aras pembelajaran disekolah, guru berperan menentu-kan untuk mensosialisasikannyacara menonton televisi secara benardan bermutu.

JURNAL EDUKASI. NO.XII.20082222

artikel utamaartikel utama

H. Rida’i

HHHHH. Rida. Rida. Rida. Rida. Rida’i, ’i, ’i, ’i, ’i, lahir di Sumenep, 17 Agustus 1960. Alumni Ponpes MathaliulAnwar Al Islami. Pengawas TK – SD kecamatan Dungkek (2007-sekarang),Kepala Sekolah SDN I Jadung (1984-2007). Pernah menjadi Guru TeladanKabupaten Sumenep (1994).

PengantarPembelajaran merupakan upaya untuk

menciptakan kondisi di mana kesengajaandiciptakan, agar tujuan pembelajaran bisamudah dalam mencapai tujuan akhir pembela-jaran. Selain itu, dalam setiap kegiatan pem-belajaran perlu dipilih strategi yang tepat agartujuan pembelajaran tersebut dapat dicapai.Untuk itu, dalam setiap pelaksanaan pembela-jaran, para pendidik seharusnya lebih dulumerumuskan tujuan pembelajaran. Tujuanpembelajaran di sini, haruslah yang bersifat“behavioral”, tingkah laku peserta didik yangbisa diamati, dan diukur. Diukur memilikipengertian dapat dengan tepat dinilai : apa-kah tujuan pembelajaran yang telah ditetap-kan oleh pendidik dapat dicapai atau belum.

Di sinilah letak pentingnya strategi pem-belajaran, sehingga akan dapat membantu parapeserta didik untuk mencapai tujuan pembela-jaran yang telah ditetapkan. Jadi, strategi pem-belajaran merupakan keputusan pendidikdalam menetapkan berbagai bentuk kegiatanyang akan dilaksanakan. Sarana dan prasara-na yang dipakai, termasuk di dalamnya adalahmedia yang akan digunakan, materi yangdiberikan, dan metode yang dipakai dalammelaksanakan kegiatan pembelajaran.

MengembangkanMedia Internet

dalam Pendidikan Sumenep

Sejarah Singkat Media Pembelajarandalam Dunia Pendidikan.

Pada awalnya, media pembelajarandalam dunia pendidikan diilhami oleh ali-ran realisme, yang terjadi pada sekitartahun 1920-an, dengan tokoh utama JohanAmos Comenius. Ia menulis buku yangcukp dikenal, yaitu Orbis Pictus (Duniadalam Gambar). Comenius mengarangbuku ini, karena factor problem pesertaanak didik di Eropa mendapatkan kesuli-tan dalam mepelajari bahasa Latin (seper-ti, Jerman, Perancis, Rusia, dan sebagain-ya). Bagi mereka, bahasa Latin sangat ab-strak, Comenius di dalam bukunya mem-berikan gambar ke setiap kata Latin yangdipelajari peserta didiknya, sehingga pe-serta didik menganggap bahwa bahasaLatin bersifat nyata atau konkrit, yang padaakhirnya akan mempermudah peserta did-ik untuk menghafal. Media pembelajaranini kemudian dikenal dengan istilah “Vi-sual Educational”. Selanjutnya, sejak ditemu-kannya radio pada tahun 1930-an, makamuncul gerakan “Audiovisual Education”yang lebih menekankan akan makna pent-ing pemakaian audiovisual sebagai mediapembelajaran, yang dikenal dengan nama

JURNAL EDUKASI. NO.XII.20082222

JURNAL EDUKASI. NO.XII.2008 2323

AVA (Audiovisual Aids), yaitu se-buah alat peraga yang menyajikanbahan-bahan visual dan audio un-tuk lebih memperjelas dan memper-mudah pelaksanaan pembelajaranantara pendidik dan peserta didik.

Oleh karena itu, AVA sering dis-ebut juga “Teaching Aids”; alat untukpendidik dalam memberikan pelaja-ran kepada peserta didik. Perkemban-gan berikutnya adalah “AudiovisualCommunication”, yang terjadi padatahun 1944. Pelopor dari utamadalam penemuan ini adalah Thomasdan Weaver. Ia menciptakan modelmedia pembelajaran dengan sistemkomunikasi untuk kegiatan elektron-ika dalam kawasan matematika. Me-dia pembelajaram dikenal dengan is-tilah “Educational Communication”dan kemudian berubah lagi menjadi“Educational Media”, yang kesemuan-ya ingin berupaya untuk menampil-kan fungsi baru sebagai media pem-belajaran, yakni komunikasi denganmenggunakan media elektronika.1

Pada perkembangan saat ini,banyak sekali tuntutan dari berb-agai pihak, salah satunya adalahdorongan gerakan globalisasi disemua faktor, yang menuntutmasyarakat agar mampu mengh-adapi tantangan yang akan mun-cul. Salah satunya adalah pertum-buhan informasi yang sangat luarbiasa sebagai akibat dari pengua-saan teknologi informasi negara-negara maju. Ledakan informasitersebut menyebabkan banyak pe-rusahaan berpacu untuk melaku-kan perubahan sesuai dengan per-mintaan pasar, produk, teknologibaru, yang pada akhirnya akanmendongkrak perekonomian,efisiensi, dan dominasi global. Padaawalnya, gerakan ini bertujuan un-tuk menciptakan pendapatanperekonomian negara maju dannegara berkembang agar merata,namun pada perkembangannya,terjadi kesenjangan luar biasa ant-ara negara maju dan negaraberkembang dari segala bidang, baikekonomi, informasi, teknologi, atau-pun pendidikan.

Untuk itu, diperlukan sebuahprogram yang bisa menanggulan-gi kesenjangan tersebut. Para ahlitelah membicarakan dalam rangkamengatasi persoalam tersebut. Per-tama, akses yang merupakan satu-satunya parameter untuk persa-maan. Kedua, basic skill atau kemam-puan dasar, training dan keahlianteknologi yang sangat dibutuhkanpada era sekarang ini. Dan ketiga,content atau isi yang harus berman-faat, kaya akan media, multi ba-hasa, dan berkualitas tinggi.

Menghadapi situasi dan kon-disi seperti ini, pemerintah membuatkebijakan dengan memberi penday-

agunaan teknologi komunikasi in-formasi untuk meningkatkan kual-itas SDM, melalui peningkatan kual-itas pendidikan. Salah satu kebija-kannya adalah pendayagunaanICT untuk pendidikan, yakni ActionPlan for The Development and Imple-mentation of Information and Commu-nication Technologies (ICT) in Indone-sia. Action plan tersebut berisi ten-tang agenda pelaksanaan penday-agunaan telematika dalam bidang

pendidikan selama lima tahun(2001-2005) yang antara lain mene-kankan pada:

Pertama, pengembangan danpengimplementasian kurikulum

Kedua, pendayagunaan ICT se-bagai bagian dari kurikulum dansebagai media pembelajaran diSekolah atau Perguruan Tinggi danDiklat.

Ketiga, mewujudkan programpendidikan jarak jauh termasukberpartisipasi dan bekerja samadengan lembaga penyelenggaraanpendidikan jarak jauh di dunia.

Kempat, memfasilitasi penday-agunaan internet untuk meningkat-kan efisiensi proses pembelajaran.2

Selain itu, pemerintah melaluiMenteri Teknologi Komunikasi danInformasi mencanangkan programpemasangan internet sebanyak 150juta di seluruh Indonesia sampaitahun 20015.

Dengan demikian, pendaya-gunaan ICT untuk dunia pendidi-kan kita merupakan suatu keharu-san untuk menutupi kesenjanganpendidikan dengan negara maju,yang pada akhirnya akan menutu-pi kesenjangan di aspek lainnya,terutama aspek ekonomi.

Internet Sebagai Media Pem-belajaran

Awalnya internet lahir untuksuatu keperluan militer AmerikaSerikat. Pada awal tahun 1969 Ad-vanced Research Project Agency (ARPA)dari Departemen Pertahanan Ameri-ka Serikat, membuat suatu eksperi-men jaringan yang diberi nama AR-PAnet untuk mendukung keperluanriset kalangan militer. Akan tetapi,pada perkembangannya jaringanini dipergunakan untuk riset pergu-ruan tinggi, yang dimulai dari Uni-versity of California, Stanford Re-search Institute, dan University of

1 Disarikan dari Sudarsono Sudirdjo dan Eveline Siregar, “Media Pembelajaran Sebagai

Pilihan Dalam Strategi Pembelajaran”, di dalam Dewi Salma Prawiradilaga dan Eveline Siregar,

Mozaik Teknologi Pendidikan, Jakarta: Kencana dan UNJ, 2004, hlm. 5-62 Harina Yuhetty (dkk), “Edukasi Net Pembelajaran Berbasis Internet: Tantangan Dan

Peluangnya”, dalam Dewi Salma Prawiradilaga dan Eveline Siregar, Mozaik………., hlm. 306-

307

JURNAL EDUKASI. NO.XII.20082424

Utah.3 Internet adalah jaringan glo-bal yang menghubungkan beribubahkan berjuta jaringan komputer(local/wide areal net work) dan komput-er pribadi (stand alone), yang memu-ngkinkan setiap komputer yang ter-hubung kepadanya bisa melakukankomunikasi satu sama lain, bahkaninternet dianggap sebagai otak luarseluruh manusia di muka bumi,yang pada akhirnya akan memper-cepat proses selebrasi bumi, sertamendorong manusia untuk menjadikesatuan organis yang besar.4

Aplikasi internet yang begitubanyak sehingga mampu memberi-kan berbagai kebutuhan untuk ber-bagai kepentingan manusia di ber-bagai aspek, militer, pendidikan,media massa, maupun ekonomi.Fasilitas tersebut di antaranya ad-alah Telnet, Gopher, Wais, e-mail,Mailing List (milis), Newsgroup, FileTransfer Protocol (FTP), Internet Re-lay Chat, World Wide Web (WWW).Di antara fasilitas tersebut terdap-at lima aplikasi standar di Internet

yang bisa dipakai untuk dunia pen-didikan, yakni e-mail, milis, News-group, FTP, dan WWW.5

Internet yang diharapkan se-bagai media pembelajaran disekolah untuk memberikan doron-gan bagi terselenggaranya prosesyang komunikatif dan interaktifantara pendidik dan peserta didik,sebagaimana yang dipersyaratkandalam suatu kegiatan pembelaja-ran. Menurut E. Mulyasa,6 ada be-berapa peran pendidik (guru)dalam melaksanakan pembelaja-ran; pertama, guru sebagai pendid-ik. Kedua, guru sebagai pengajar.Ketiga, guru sebagai pembimbing.Keempat, guru sebagai pelatih. Keli-ma, guru sebagai penasehat.Keenam, guru sebagai innovator.

Ketujuh, guru sebagai model danteladan. Kedelapan, guru sebagaipribadi. Kesembilan, guru sebagaipeneliti. Kesepuluh, guru sebagaipendorong kreativitas. Kesebelas,guru sebagai pembangkit pandan-gan. Kedua belas, guru sebagai pe-kerja rutin. Ketiga belas, guru sebagaipemindah kemah. Keempat belas,guru sebagai pembawa ceritera.Kelima belas, guru sebagai aktor,Keenam belas, guru sebagai emanci-pator. Ketujuh belas, guru sebagaievaluator. Kedelapan belas, guru se-bagai pengawet, dan kesembilan be-las, guru sebagai kulminator.

Dengan kesembilan belas per-an pendidik dalam kegiatan pem-belajaran, internet diharapkan men-jadi pendukungan terhadap strate-

3 Mary J. Cronin., The Internet Strategy Handbook: Lessons from the New Frontier Business, USA:

Library of Congress, 1996, hlm. 3-104 Jeff Zaleski., Spiritualitas Cyber Space: Bagaimana Teknologi Komputer Mempengaruhi Kehidupan

Keberagamaan Manusia, terj. Zulfahmi Andri, Bandung: Mizan, 1999, hlm. 125 Onno W. Purbo., “Internet untuk Dunia Pendidikan”, Bandung: Institut Teknologi

Bandung, 1996, makalah.6 E. Mulyasa., Menjadi Guru Profesional: Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan,

Bandung: Rosdakarya, 2005, hlm. 37-68

JURNAL EDUKASI. NO.XII.2008 2525

gi pembelajaran yang akandikembangkan, atau bisa diartikansebagai kegiatan untuk melakukankomunikasi yang dilakukan untukmengajak peserta didik mengerja-kan tugas-tugas dan membantusiswa dalam memperoleh penge-tahuan yang dibutuhkan dalamrangka mengerjakan tugas-tugastersebut.7

Dari berbagai studi yang telahdilakukan, menunjukkan bahwapenggunaan media internet untukdunia pendidikan terutama untukpembelajaran memang sangatdiperlukan.8 Seperti yang dilaku-kan oleh Center for Applied SpecialTechnology (CAST) pada tahun1996, yang dilakukan kepada seki-tar 500 peserta didik kelas lima dankelas enam Sekolah Dasar. Ke 500peserta didik tersebut di pisah men-jadi dua kelompok. Kelompok per-tama, kelompok eksperimen yangdalam kegiatan belajarnyadilengkapi dengan akses ke inter-net. Kelopok kedua, kelompok kon-trol, yang dalam kegiatan belajarn-ya dilakukan secara manual (sep-erti kegiatan mengajar dalam kese-harian). Setelah dua bulan, menun-jukkan bahwa kelompok pertamamendapatkan nilai yang lebih ting-gi berdasarkan hasil tes akhir.

Studi eksperimen yang dilaku-kan oleh Anne L. Rantie dalammenjadikan media pembelajaraninternet dalam mata pelajaran Ba-hasa Inggris di SMU 1 BPK PenaburJakarta, pada tahun 1999, menun-jukkan bahwa murid yang terlibatdalam eksperimen tersebut mem-perlihatkan peningkatan yang san-gat pesat, terutama dalam menulisdan membuat karangan BahasaInggris.

Dengan demikian, terlihatdengan jelas bahwa media pem-belajaran internet merupakansalah satu media yang bisa di-gunakan dalam kegiatan pembela-jaran, bahkan mungkin untuk kedepan, media inilah satu-satunyamedia yang akan dipakai untukmelakukan kegiatan pembelaja-

ran. Sebagai sarana atau prasara-na penyetaraan kualitas pendidi-kan antara negara maju dan nega-ra berkembang.

Berdasarkan penelitian yangtelah dilakukan oleh berbagai nega-ra-negara maju, penggunaan inter-net untuk dunia pendidikan ataupembelajaran bisa digunakandalam tiga bentuk menurut Haugh-ey;9 pertama, Web Course; peng-gunaan internet untuk keperluankegiatan pembelajaran, dimana se-luruh bahan ajar, diskusi, konsul-tasi, penugasan, latihan dan ujiansemuanya dilakukan melalui inter-net. Pendidik dan peserta didik ter-pisah sepenuhnya, namun interak-si keduanya bisa dilakukan setiapsaat, fasilitas yang digunakan bi-asanya meliputi e-mail, chat rooms,bulletin bord dan online conference.Selain itu, biasanya disediakan ber-bagai sumber pembelajaran sepertidatabase, statistik, berita dan infor-masi, e-book, perpustakaan elek-tronik, dan lain sebagainya. Modelseperti ini biasanya digunakan un-tuk pendidikan jarak jauh. Kedua,Web Centric Course, dimana sebagi-an bahan pembelajaran, diskusi,konsultasi, penugasan, dan latihandisampaikan melalui internet, se-dangkan ujian dan sebagian kon-sultasi, diskusi, dan ujian dilaku-kan tatap muka. Pada model inipersentase tatap muka sangat sedi-kit dibandingkan proses pembela-jaran di internet. Ketiga, Web En-hanced Course, pemanfaatan internetuntuk pendidikan, untuk menun-jang peningkatan kualitas kegiatanbelajar mengajar di kelas. Bentuk inijuga dikenal dengan istilah Web liteCourse, karena kegiatan pembelaja-ran utamanya dilakukan dengantatap muka di kelas.

Penggunaan Media Internet diIndonesia

Indonesia sebagai negaraberkembang, mulai bergerak untukmengejar ketertinggalannya darinegara-negara maju dalam segalabidang dengan mulai mengagenda-kan program internetisasi di sega-la bidang. Di dunia pendidikan,dikenal dengan istilah Five YearsAction Plan10, yakni sebuah programlima tahun dari pemerintah untukmenciptakan sebuah situs pembela-jaran yang nantinya akan mampuberperan sebagai sebuah jaringansekolah (schoolnet) yang dapatmemberikan dorongan bagi duniapendidikan atau pelatihan jarakjauh, khususnya untuk meningkat-kan kualitas dan profesionalismeguru. Sebagai suatu jaringansekolah, dalam perkembangan se-lanjutnya, EdukasiNet diharapkanakan memiliki atau menjadi bagi-an dari komunitas jaringan berska-la nasional, regional, dan bahkaninternasional.

Situs utama yang bersifat na-sional akan memuat fitur yang si-fatnya nasional, dengan artian bisadimanfaatkan atau diakses secaraterbuka oleh semua pengguna baikpeserta didik pada sekolah-sekolahyang memanfaatkan EdukasiNet,maupun peserta didik secara per-orangan yang sekolahnya belummenggunakan EdukasiNet sebagaisatu kesatuan media pembelajarandi sekolah. Diharapkan sekolah-sekolah yang menggunakan Eduka-siNet, menggunakan sumber-sum-ber belajar yang ada pada situsEdukasiNet nasional sebagai bagi-an dari sebuah upaya peningkatanmutu atau kualitas pembelajaran disekolah. Kemudian, secara peroran-gan peserta didik akan dibimbing

7 Judith V. Boettcher., Faculty Guide for Moving Teaching and Learning to the Web, USA: League

for Innovation in the Community College, 1999, hlm. 51-698 Harina Yuhetty (dkk), “Edukasi Net Pembelajaran Berbasis Internet: Tantangan Dan

Peluangnya”, dalam Dewi Salma Prawiradilaga dan Eveline Siregar, Mozaik………., hlm. 3099 Ibid., hlm. 309-31110 Bard William., Five Years Action Plan for Development and Implementation of Information and

Communication Technology (ICT) in Indonesia, Information and Communication Technologies in

Indonesia under Presidential Instruction No. 6/2001, Government of Indonesia’s Action Plan

to Overcome the Digital Divide.

JURNAL EDUKASI. NO.XII.20082626

belajar, tutorial, dan konseling se-cara nasional yang diasuh olehpara pakar yang berkompetensidalam bidangnya. Selain itu, se-cara perorangan juga peserta did-ik bisa melakukan uji kemampuandengan memanfaatkan bank soalyang tersedia dengan meng-gunakan fasilitas virtual lab untukmeningkatkan kemampuannya.Pada saat ini, EdukasiNet barumenyediakan sumber pembelaja-ran untuk SMU yang mencakupmata pelajaran Matematika, Fisika,Kimia, Biologi, dan Bahasa Inggris.Untuk tahap awal sampai denganakhir tahun 2003, dikembangkansekitar 50 topik pengetahuan pop-uler yang mencakup teknologi te-pat guna, elektronik, otomotif, fo-tografi, dan sejumlah 48 topik un-tuk 4 mata pelajaran SMU, yaituMatematika, Fisika, Kimia, dan Bi-ologi. Pada tahun 2004, sedangdikembangkan 60 topik programuntuk 5 mata pelajaran SMU yaitu,Matematika, Fisika, Kimia, Biologi,dan Bahasa Inggris. Di samping itu,untuk program pengetahuan pop-uler sedang dikembangkan seban-yak 40 topik program. Padatahapan selanjutnya akandikembangkan mata pelajaran lain-nya, seperti Bahasa Inggris, Bahasa

Indonesia, Sejarah, Geografi, danlain-lain. Yang pada akhirnya akanmengembangkan seluruh mata pel-ajaran di SMU, SMP, dan SD.

Berbeda dengan situs nasionalyang sifatnya terbuka, situs lokalsekolah dibuat untuk melayani kep-erluan sekolah yang bersangkutan,baik aspek manajemen sekolah, sep-erti informasi umum, persyaratandan tata cara mengikuti pelajaran,jadwal pelajaran, staf pengajar, pen-gumuman, kemajuan atau prestasipeserta didik, dan lain-lain. Selainitu, aspek yang berhubungan den-gan pembelajaran, seperti penyedi-aan bahan ajar (yang dikembang-kan oleh pendidik setempat), studyguide, tutorial atau pengajaran, dis-kusi, kolaborasi, presentasi, konfer-ensi, kuis, latihan, penugasan, tes,nilai, dan lain-lain.

Internetisasi Pendidikan Sume-nep: Peluang & Tantangannya

1. PeluangDengan adanya program oto-

nomisasi daerah, harusnya setiapdaerah memiliki peluang atau po-tensi yang sangat besar untuk men-dayagunakan ICT, terutama untukdunia pendidikan, karena pemer-intahan daerah memiliki we-

wenang untuk mengatur kebijakandalam bidang pendidikan. Denganmemperhatikan berbagai hal yangberkenaan dengan pemanfaatanteknologi komunikasi dan informa-si untuk pendidikan dalam rang-ka otonomisasi daerah dan otono-misasi pendidikan, merupakan tu-gas pemerintah daerah untuk men-dorong agar setiap lembaga yangterkait dengan pelaksanaan danpengelolaan pendidikan supayadapat bekerja sama untuk mengem-bangkan program-program ICT,agar dunia pendidikan di Sumenepmampu atau diperhatikan mempu-nyai kualitas yang bagus di antarawilayah-wilayah yang maju di In-donesia. Karena Sumenep padadasarnya merupakan wilayah den-gan SDA yang sangat melimpah,sehingga kebijakan pemerintahuntuk menambah anggaran pen-didikan akan sangat membantubagi pelaksanaan program ICT,yang pada akhirnya akan menseja-jarkan pendidikan Sumenep den-gan pendidikan di dearah lain.

Selain itu, sejak munculnyaprestasi peserta didik kita yang mam-pu menang olimpiade internasional,setidaknya dapat memmotivasi pe-merintah daerah untuk meningkat-kan mutu pendidikan Sumenep darisegala segi, baik dari segi pendidikyang profesional, perpustakaan daer-ah yang memadai, perpustakaansekolah yang memadai, laboratoriumyang mendukung, bangunan sekolahyang indah untuk ditempati belajarmengajar, komputerisasi sekolah,dan pada akhirnya perlu dibentukn-ya internetisasi sekolah di Sumenep,dan lain-lain.

Selanjutnya, banyaknya lemba-ga pendidikan dari sekolah dasarsampai perguruan tinggi yang adadi Sumenep, semakin menyadark-an kita bahwa masyarakat Sume-nep sangat mendambakan kema-juan pendidikan Sumenep kearahyang terus berkembang. Hal ini ter-bukti dengan eksisnya enam pergu-ruan tinggi “resmi” yang ada diSumenep, yakni Universitas

obbath/edukasi

JURNAL EDUKASI. NO.XII.2008 2727

ge

Daftar Pustaka

Bahtsul Masail “Mempertanyakan Prioritas APBD untuk Pelayanan Publik dan

Pemberdayaan Masyarakat”, Lakpesdam Sumenep dan P3M Jakarta, PCNU Sumenep 4-5 April

2007

Boettcher. Judith V.., Faculty Guide for Moving Teaching and Learning to the Web, USA: League

for Innovation in the Community College, 1999

Cronin. Mary J.., The Internet Strategy Handbook: Lessons from the New Frontier Business, USA:

Library of Congress, 1996

Mulyasa. E., Menjadi Guru Profesional: Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan,

Bandung: Rosdakarya, 2005

Purbo. Onno W.., “Internet untuk Dunia Pendidikan”, Bandung: Institut Teknologi

Bandung, 1996, makalah.

Sudirdjo. Sudarsono dan Eveline Siregar, “Media Pembelajaran Sebagai Pilihan Dalam

Strategi Pembelajaran”, di dalam Dewi Salma Prawiradilaga dan Eveline Siregar, Mozaik Teknologi

Pendidikan, Jakarta: Kencana dan UNJ, 2004

William. Bard., Five Years Action Plan for Development and Implementation of Information and

Communication Technology (ICT) in Indonesia, Information and Communication Technologies in

Indonesia under Presidential Instruction No. 6/2001, Government of Indonesia’s Action Plan

to Overcome the Digital Divide.

Yuhetty. Harina (dkk), “Edukasi Net Pembelajaran Berbasis Internet: Tantangan Dan

Peluangnya”, dalam Dewi Salma Prawiradilaga dan Eveline Siregar, Mozaik Teknologi Pendidikan,

Jakarta: Kencana dan UNJ, 2004

Zaleski. Jeff., Spiritualitas Cyber Space: Bagaimana Teknologi Komputer Mempengaruhi Kehidupan

Keberagamaan Manusia, terj. Zulfahmi Andri, Bandung: Mizan, 1999

11 Persentase ini merupakan persentase yang ada di RAPBD Kabupaten Sumenep tahun

2007, yang didapat dari Bahtsul Masail “Mempertanyakan Prioritas APBD untuk Pelayanan

Publik dan Pemberdayaan Masyarakat”, Lakpesdam Sumenep dan P3M Jakarta, PCNU Sumenep

4-5 April 2007

Wiraraja, STKIP PGRI Sumenep,STIKA An-Nuqayah, STIDA Al-Amien, STITA Aqidah Usymuni,dan STIT Al-Karimiyyah. Warnet-warnet di Sumenep juga semakinbanyak, bahkan sampai sekarangsudah ada sekitar lima sampaienam warnet yang akan memudah-kan pendidik dan peserta didikuntuk menggunakan media ini se-bagai media pembelajarannya jika-lau di sekolah-sekolahnya belumada program internet.

2. Tantangannya1. Pemerintahan daerah Sume-

nep yang kurang memperhatikandunia pendidikan. Hal ini terbuktidari anggaran daerah untuk pendid-ikan Sumenep, meskipun cukup be-sar yakni 30,7%,11 (pendapat asli daer-ah sebesar Rp 611.546.402.816, untukpendidikan Rp 219.531.978.820). Na-mun penggunaan dana yang sangatbesar ini, banyak yang tidak tepat sasa-ran, bahkan cenderung disalah-gunakan.

2. Infrastruktur merupakantantangan yang tidak kalah pent-ing dalam menunjang fasilitas pen-dayagunaan ICT di Sumenep. Kare-na sangat sedikit lembaga pendidi-kan “terutama yang swasta” yangmemiliki infrastruktur yang cukupmemadai untuk mempergunakanmedia internet dalam pembela-jarannya, seperti telepon, komput-er, ruang internet, dan lain-lain.

3. SDM pendidik dan pesertadidik. Tantangan yang ketiga inimerupakan tantangan yang sangatmenentukan : apakah kelak atau set-erusnya kita akan mampu atau han-ya mendengar bahwa ada programmedia pembelajaran lewat internet.Karena saya sangat yakin bahwasangat sedikit para pendidik yangmampu mengoperasikan internet,atau sekitar 10%, meskipun sudahada beberapa program pelatihaninternet untuk para guru (salah sat-unya di STKIP PGRI Sumenep), na-mun ketika penulis tanya kepadasalah satu peserta, mereka men-jawab bahwa mereka tidak mungkin

bisa mengoperasikan internet, kare-na setelah mengikuti kursus, mere-ka tidak mengoperasikan lagi,apalagi bagi pendidik yang tidakmemiliki komputer.

Dengan demikian, penulisberkesimpulan bahwa pendidik-pendidik di Sumenep perlu lagidiberikan pengajaran untuk men-goperasikan internet, karena kalaupendidiknya saja tidak bisabagaimana peserta didiknya? Penu-lis sering menjumpai para pesertadidik yang diberi tugas oleh pen-didik untuk mencari topik dalammata pelajaran tertentu di internet,tetapi yang perlu pendidik ketahuibahwa kebanyakan dari mereka(yang penulis jumpai) tidak men-carinya sendiri, tetapi memintahbantaun penjaga warnet untukmencari sesuai dengan yang dipe-sankan.

4. Kurikulum, tantangan inijuga penting untuk segera diperbai-ki, karena kalau tidak ada kuriku-lum yang memayungi internetisasidi sekolah maka banyak sekolah-sekolah yang tidak akan peduli

dengan media pembelajaran ini,meskipun menghasilkan pesertadidik yang berkualitas secara na-sional maupun internasional. Seh-ingga program ICT mampu ataubetul-betul terintegrasi dalam sistempembelajaran di sekolah, tidak lagibersifat ekstrakulikuler.

PenutupDari berbagai tantangan terse-

but, penulis tetap yakin bahwa in-ternetisasi pendidikan di Sumeneptinggal menunggu waktu. Hal initerbukti dari semakin banyaknyapendidik dan lembaga-lembagapendidikan yang menyediakan sa-rana dan prasarana untuk pembela-jaran internet. Selain itu, tuntutanglobalisasi pada akhirnya akanmenuntut setiap penyelenggarapendidikan untuk mengikuti arus-nya. Jadi menurut penulis, bersikap-siaplah hai pendidik dan pesertadidik untuk menjelajahi dunia pen-didikan secara maya, karena ke-mayaan tersebutlah yang akan men-jadikan diri kita semakin nyata se-bagai manusia yang berkualitas.

JURNAL EDUKASI. NO.XII.20082828

Imam Suhairi

artikel utamaartikel utama

IIIIImam Suhairi, S.Pd,mam Suhairi, S.Pd,mam Suhairi, S.Pd,mam Suhairi, S.Pd,mam Suhairi, S.Pd, adalah staf pengajar di SMA Negeri 1 ArjasaKangean. Nyambi ngajar di SMK Negeri 1 Kalianget Jurusan budidaya lautdi PP. Al-Hidayah-Arjasa. Aktif menulis artikel lepas di beberapa media.Mantan Aktivis PMII Sumenep era 2000-2005. Sekarang Direktur Lembagakajian dan pengembangan masyarakat “ Madura Society Development(MaSDev)”. Email : [email protected].

JURNAL EDUKASI. NO.XII.20082828

Pengantar Perubahan paradigma menggema di selu-

ruh aspek kehidupan, termasuk di bidang pen-didikan dan pembelajaran. Pendidikan lebihdiorientasikan untuk menghasilkan pribadiyang mandiri, memiliki harga diri, tumbuh danberkembang untuk menggapai masa depan.Hal tersebut sinergis secara maknawi sepertiyang tertuang pada pasal 1 ayat 1 Sistem Pen-didikan Nasional (sisdiknas) bahwa:

“Pendidikan merupakan usaha sadar dan ter-

encana untuk mewujudkan suasana belajar dan

proses pembelajaran agar peserta didik secara ak-

tif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulai, serta keter-

ampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bang-

sa dan negara” (UU RI No. 20 Tahun 2003).

Selanjutnya, proses pendidikan di semualini dan jenjang pendidikan diselenggarakansecara demokratis dan berkeadilan serta tidakdiskriminatif dengan menjunjung tinggi hakasasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultur-al, dan kemajemukan bangsa (Pasal 4 UU No.20Tahun 2003).

Konstruksi HumorPembelajaran

(Metode Alternartif Mewujudkan Demokratisasi,Motivasi, dan Prestasi Belajar)

dalam

Tentu dalam konteks selanjutnya, pen-didikan harus diselenggarakan dalam up-aya memberdayakan semua komponenbangsa secara berkualitas. Berkualitasdalam arti mampu bersikat adaptif ter-hadap kemajuan dan perkembangan za-man. Pendidikan akan dituntut lebih men-garah pada penguasaan informasi danteknologi yang semakin mengglobal. Pen-didikan pada penyelenggaraannya akanbersifat humanis dan plural, jauh dari dis-kriminasi ras, golongan, kesukuan, dan sek-tarianisme. Semua elemen anak bangsa di-tuntut untuk dapat berkesempatan yangsama dalam memperoleh layanan pendid-ikan yang bermutu.

Pendidikan dari semua jenis dantingkatan, meminjam konsep KH. Idris Jau-hari (dalam Jurnal Edukasi Edisi 08, 2007)harus mampu bertindak sebagai agen pem-bebasan peserta didik dari berbagai beleng-gu, agen pemberdayaan, dan pembu-dayaan. Selanjutnya, pendidikan semesti-nya mencakup upaya pewarisan nilai-nilai, transformasi ilmu pengetahuan dan

JURNAL EDUKASI. NO.XII.2008 2929

keterampilan. Mencakup ranahafektif, ranah kognitif,dan psikomo-torik, mengarah pada terciptanyakecerdasan intelektual,spiritual,dan emosional. Pendidi-kan harus mencakup seluruh as-pek kemanusian (humanis), danakhirnya sebagai landasan utama,pendidikan semestinya dibangunberdasarkan pada ayat-ayat AllahSWT dan tauladan nabi.

Untuk itulah diperlukan strate-gi pembelajaran yang mengarahpada pembentukan kompetensi.Kompetensi yang dimaksud adalahbagaimana dapat berpikir kreatif,produktif, bagaimana dalam pe-mecahan masalah, pengambilankeputusan, dan upaya pengelolaandiri dan pengendaliannya. Siswasebagai pembelajar tengah mema-suki kawasan pengetahuan mau-pun penerapan pengetahuan yangdidapatkan melalui pembelajaran.Kompetensi siswa menyangkut abil-ity, skill, knowledge akan terbangundan berkembang melalui prosespembelajaran.

Meskipun telah dilakukanpembenahan sistem pendidikandari semua lini, mulai dari pem-baharuan dalam bidang kuriku-lum, baik dari CBSA, KBK, dan ter-akhir KTSP. Kemudian sistem pen-gelolaan sekolah yang lebih terbu-ka dan aspiratif dengan penerapanMBS (Manajemen BerbasisSekolah). Manajemen pembelajaranyang lebih inovatif sampai padaupaya mendongkrak profesionalis-me guru dan pengelolaan pendidi-kan melalui sertifikasi guru. Teta-pi, sampai hari ini masih banyakproblem di lapangan yang meng-hadang dunia pendidikan danpembelajaran.

Problem Pembelajaran; SebuahRealitas

Problem yang sering terjadidalam aktifitas pembelajaran ad-alah jenuhnya siswa dalam keter-jebakan rutinitas yang merekajalani setiap hari. Bayangkan, set-iap hari mereka (siswa, edit) harus

dipaksa untuk menelan materi pel-ajaran tanpa terukur berapa kuatkemampuan mengingat, menyim-pan, dan menganalisa materi pela-jaran. Bisa jadi tiap hari sampai 4(empat) sampai 5 (lima) materi,mulai dari pagi jam 07.00 sampaisiang atau sore. Siswa akan terasasedikit fresh ketika hanya padaawal-awal pelajaran, setelah itumereka akan kehilangan semangatbelajar karena otak dan memorimereka telah penuh.

Hal lain yang sering terjadiadalah motivasi belajar siswa yangsemakin cenderung menurun. Halini diakibatkan oleh banyak faktor,internal maupun eksternal.Rendahnya motivasi ini, bisa terli-hat dalam proses pembelajaran dikelas dan prestasi belajar mereka.Siswa lalai dalam melaksanakantugas – tugas kompetensi yangdiberikan guru, terkesan apa adan-ya, atau menunaikan tugas pelaja-ran dengan cara praktis, yaknimencontek milik teman di kelaslain. Siswa sudah kurang termoti-vasi untuk berfikir sendiri, yangpenting praktis dan instan.

Kalau lebih jauh kita cermati,tidak bersemangatnya dalam pros-es pembelajaran lebih diakibatkanbelum maksimalnya niat baik (goodwill) para pendidik untuk secaraserius mengelola pembelajaranyang ideal. Selama ini, guru tam-paknya masih memiliki keyakinanbahwa tugasnya hanyalah men-transfer ilmu pengetahuan yang ter-tuang dalam kurikulum dan bukupelajaran. Dalam praktiknya, siswaharus melalap habis materi pelaja-ran yang ada dalam buku, tanpamemperhatikan apakah ia senangatau tidak, mencapai tingkat pema-haman maksimal atau kurang.Siswa tidak boleh keluar dari rel(aturan main) yang telah ada dalamkurikulum dan yang dibuat guru.Kondisi semacam ini, membuatsiswa terbelenggu dan sangat mem-bingungkan kreatifitas siswa (To-patimasang, 2002).

Fenomena di atas diperparah

oleh “performance” guru yang acuhtak acuh dan sengaja membiarkanproses pembelajaran apa adanyaatau asal mengajar. Tidak jarang,guru yang hanya masuk kelas un-tuk memberi tugas mengerjakanLKS (Lembar Kerja Siswa) selamajam pelajaran berlangsung. Gurujuga dalam interaksi dengan siswa,hanya diawali dengan ceramahdan ditutup dengan penugasanatau pertanyaan, begitu seterusnya.Tidak ada sapaan akrab yangmampu membangkitkan semangatpeserta didik dalam belajar mere-ka. Kurangnya gairah guru sebagaiagen pembelajaran akan berim-plikasi terhadap siswa yang jugatidak “ connect” dalam mengikutiproses pembelajaran.

Kompleksitas persoalan yangterkait dengan belajar inilah yangmenjadi penyebab sulitnya menun-taskan strategi belajar. Ada banyakfaktor yang mesti dipertimbangkandalam belajar, baik yang bersifatinternal maupun yang eksternal.Diantara sekian banyak faktor ek-sternal terdapat guru yang sangatberpengaruh terhadap siswa. Suk-ses tidaknya para siswa dalam be-lajar di sekolah, sebagai penyebabtergantung pada guru. Ketika bera-da di rumah, para siswa beradadalam tanggung jawab orang tua,tetapi di sekolah tanggung jawabitu diambil oleh guru. Sementaraitu, masyarakat menaruh harapanyang besar agar anak-anak mengal-ami perubahan-perubahan positif-konstruktif, akibat mereka telah ber-interaksi dengan guru.

Tanpa kita sadari, pembelaja-ran sekolah bukan membuat siswariang, kreatif dan terbebaskan. Teta-pi justru menjadi momok yang cuk-up menakutkan, menegangkan danmenciptakan kelesuan dan ke-bosanan. Ketidakbergairahan pan-jang dalam interaksi belajar-menga-jar akan terjadi setiap jam pelaja-ran berlangsung. Kelas tidak lagikondusif, kegaduhan akan menja-di sesuatu yang tidak bias ditolak,kelas lesu, tidak ada sharing yang

JURNAL EDUKASI. NO.XII.20083030

segar, akibat komunikasi guru dansiswa yang tidak dibingkai dalamsuasana kebersamaan.

Suasana kaku dan serba prose-dural ini akan berbahaya bagi ban-gunan pendidikan. Siswa mengal-ami posisi “subordinat’ denganguru sebagai agen pembelajaran.Siswa dianggap manusia tidaktahu segala hal dan tidak pantasuntuk melebihi sang guru dalamsegala aspek. Informasi dari gurudianggap sebagai kebenaran mut-lak tanpa adanya diskusi lebih lan-jut.

Pernyataan yang barangkaliharus mendapat respon kita semuadari Emille Durkheim (dalamhttp://www.infoskripsi.com/Arti-cle/Profesionalisme-Guru.htm)tentang 2 (dua) fungsi pendidikanyang saling bertentangan, yaitupendidikan sebagai pembelenggudan pendidikan sebagai pembebasindividu. Letak daya tarik daripernyataan ini, terdapat pada fung-si pendidikan sebagai pembeleng-gu. Selama ini, kebanyakanmasyarakat hanya memahamifungsi pendidikan sebagai pembe-bas individu. Ternyata pendidikanbisa berfungsi sebaliknya, yaknisebagai pembelenggu. Hal ini mem-beri pemahaman berikutnya bahwapendidikan bisa juga “berbahaya”bagi kemandirian, kreativitas dankebebasan siswa sebagai individu.

Dalam pengertian selanjutnyabahwa fungsi negatif pendidikansebagai pembelenggu ini agaknyadapat dilacak dari tingkah lakuguru dan strategi serta model-mod-el pembelajaran yang dilaksanakanguru di dalam proses pembelajaran.Kalau dicermati, memang terdapatgejala-gejala perilaku guru dalampembelajaran di kelas yang tidakkondusif mengakibatkan daya kri-tis siswa, bahkan dalam batas-ba-tas tertentu membahayakan masadepan siswa seperti sikap guruyang sinis terhadap jawaban yangsalah. Hal ini sangat berbahayabagi sikap murid selanjutnya yangmemungkinkan murid akan takut

untuk mengemukakan pendapat-nya karena takut salah di depangurunya dan orang banyak.

Guru telah bertindak lebih jauh,yakni sebagai pemeran utama dansiwa sebagai obyek yang diperan-kan. Kedudukan guru dan siswayang dibingkai dalam “otoriteris-me” ini akan semakin menjauh dariasas keseimbangan, egaliterianismedan kebersamaan. Bahkan Freire(2001) setidaknya telah men-gungkapkan peran yang kontrasitu sebagai berikut:

• guru mengajar, murid diajar,guru mengethui segala se-suatu, murid tidak tahu apa-apa.

• guru berfikir, murid dipikir-kan.

• guru bercerita, murid patuhmendengarkan.

• guru menentukan peraturan,murid diatur.

• guru memilih dan memaksa-kan pilihannya, muridmenyetujuinya.

• guru berbuat, murid mem-bayangkan dirinya berbuatmelaui perbuatan gurunya.

• guru memiliki bahan dan isipelajaran, murid (tanpa di-minta pendapatnya) menye-suaikan diri dengan pelaja-ran itu.

• guru mencampur adukkankewenangan ilmu penge-tahuan dan kewenangan ja-batannya, yang ia lakukanuntuk menghalangi kebe-basan murid.

• guru adalah subyek dalamproses belajar, murid adalahobyek belaka.

Sebagai implikasi dari realitasdi atas, jangan heran apabila yangterjadi “output” proses pembelaja-ran juga apa adanya dan jauh dariharapan ideal pendidikan. Kondi-si psikologi siswa akan terpasung,karena hanya dijejali setumpukmateri pelajaran yang membin-gungkan. Siswa akan mudah stres,

karena tidak kuat lagi memikirkansejumlah materi pelajaran yangmenumpuk, ditambah dengan ak-tifitas di luar sekolah yang kemu-ngkinan sangat padat. Tidak adalagi nilai-nilai positif yang bisamembahagiakan. Kondisi ini akanberdampak serius pada capaianprestasi siswa dalam belajarnyayang akan terhambat dan cen-derung asal-asalan tanpa melihataspek kompetensi yang dicapai se-sungguhnya oleh siswa.

Demokrasi Pembelajaran; Prak-tik Menyenangkan

Sebagai pendidik, guru harusprofesional sebagaimana ditetap-kan dalam Undang-undang SitemPendidikan Nasional bab IX pasal39 ayat 2 bahwa Pendidik merupa-kan tenaga profesional yang bertu-gas merencanakan dan melaksan-akan proses pembelajaran, menilaihasil pembelajaran, melakukanpembimbingan dan pelatihan, ser-ta melakukan penelitian dan peng-abdian kepada mayarakat, teruta-ma bagi pendidikan pada perguru-an tinggi.

Tentu dengan ketentuan ini,ada beberapa hal yang harus dilak-sanakan oleh guru, yaitu pengaja-ran, penelitan, dan pengabdianmasyarakat. Beban ini tidak adabedanya dengan beban bagi dosen.Tiga macam kegiatan tersebut se-cara menyeluruh melambangkantiga upaya berjenjang dan meluasgerakannya. Pengajaran melam-bangkan pelaksanaan tugas rutin,penelitian melambangkan upayapengembangan profesi, sedangpengabdian melambangkan pem-berian kontribusi sosial kepadamasyarakat akibat prestasi yangdicapai tersebut.

Dari ketiga kegiatan tersebut,terutama penelitian menuntutsikap guru untuk selalu dinamissebagai seorang profesional. Profe-sional dalam arti secara terus me-nerus berkembang atau trainable.Guru sebagai agen pembelajaranharus mampu membekali untukkreatif, rasional, keterlatihan me-

JURNAL EDUKASI. NO.XII.2008 3131

mecahkan masalah, dan kematan-gan emosionalnya. Kematanganuntuk selalu mencermati fenomenasiswa dan kelas serta proses pem-belajaran yang kemudian berusahamengaitkannya dengan strategi jitubagi terciptanya pembelajaranyang ideal (demokratis dan meny-enangkan)

Pembelajaran yang tidak dil-iputi oleh suasana demokratis akanmengakibatkan saluran komunika-si antara guru dan murid menjadibuntu. Tidak akan ada kesepaha-man antar warga belajar. Guruhanya bertindak sesuai kemauandirinya, tanpa memahami hara-pan-harapan siswa. Dalam hal pe-milihan dan pemilahan materi,metode pembelajaran, situasi pem-belajaran, seluruhnya tergantungdalam benak guru. Siswa dalamkonteks ini, tidak dapat berbuatbanyak untuk ikut serta secara par-tisipatif mengkonstruksi pembela-jaran. Jelas dalam hal ini, pembela-jaran yang terkonstruk “otoriter”hampir kehilangan ruh toleransidan kebersamaan.

Kebuntuan realitas di atas,ditambah lagi dengan hadirnya‘performa’ guru yang kurang ber-sahabat. Bayangkan, bila padaawal pembelajaran seorang gurumemasuki ruang belajar denganwajah merengut dan suram. Prosespembelajaran akan melelahkan danmenegangkan. Siswa tidak akanbergairah mengikuti pembelajaran,apalagi sampai pada tahap eksplo-rasi problem pembelajaran.

Upaya untuk keluar dari pem-belajaran yang cenderung mem-bungkam kreatifitas siswasemacam itu, menuju pada pem-belajaran yang membebaskan dibu-tuhkan keterbukaan dan sikaplapang dada guru untuk men-gubah paradigma pola pikirnyadengan memberikan akses seluas-luasnya kepada siswa dalam menu-angkan dan berekspresi.

Freire (2002) memaparkanpendekatan yang membebaskanmerupakan proses dimana pendid-

ikan mengkondisikan siswa untukmengenal dan mengungkapkankehidupan yang senyata secara kri-tis. Dalam pendidikan yang mem-bebaskan ini, tidak ada subjek yangmembebaskan atau objek yang dibe-baskan, karena tidak ada dikotomiantara subjek dan objek. Guru dansiswa sama-sama menjadi subjekdan objek sekaligus. Keduanyadimungkinkan saling take and give(menerima dan memberi). Hanyasaja, jika guru sebagai pembelajarsenior, maka siswa sebagai pem-belajar junior. Jadi tetap ada perbe-daan pengalaman dan karena per-bedaan inilah, guru tetap lebih ban-yak memberi kepada siswa daripada siswa memberi kepada guru.Tetapi, pemberian guru kepadasiswa lebih sifatnya dorongan,rangsangan atau pancingan agarsiswa berkreasi sendiri, bukan se-bagai stimulus.

Seiring dengan tuntutandemokrasi dalam segala aspek ke-hidupan, termasuk pula demokra-si pendidikan yang dalam praktikn-ya akan berimplikasi padademokrasi pembelajaran. Tentusejumlah nilai-nilai demokrasiyang kita sepakati bersama yangmeliputi nilai musyawarah dankeadilan, nilai persamaan(egaliter), nilai kritis dan dialogis(menghargai pendapat orang lain),nilai kerjasama atau gotong royongdan lain-lain (Abdussami, 2006)sangat tepat dan sinergis untuk dit-erapkan dalam praktik pembelaja-ran.

Pembelajaran demokratis ter-bangun dari penerapan nilai-nilaidemokrasi. Nilai-nilai demokrasidalam pembelajaran dapat diban-gun dengan prinsip toleransidalam pembelajaran, keterbukaan(transparansi), kesamaan hak(egaliter), kebebasan berpendapatdan akhirnya terbukanya ruangpartisipasi warga belajar. Diyakinidengan terealisasinya konsepsi diatas, akan efektif dalam penciptaanproses pembelajaran yang ideal.

Pembelajaran yang dibingkai

dalam suasana penuh toleransi,akan membuka public sphare bagikeaktifan siswa dalam proses bela-jar, tanpa budaya sungkan, takut,malu, dan merasa bersalah dalammengemukakan pendapatnya. Tol-eransi dalam pembelajaran menun-tut adanya kesamaan hak dalamberpendapat tanpa, melihat perbe-daan struktur dan latar belakangsiswa.

Selanjutnya, siswa dan gurusebagai warga belajar, akan dapatmenciptakan suasana dialogisyang penuh gairah tanpa ada rasasaling menyalahkan dan menin-das. Proses belajar semacam ini,belakangan ini telaj menjadi se-suatu yang tidak terelakkan lagidalam kehidupan pendidikandemokratis, sekaligus membukti-kan adanya pergeseran posisisiswa dari posisi objek ke posisisubjek dalam berbagai kesempatan.

Demikian pula, pergantian is-tilah anak didik, terdidik maupunobjek didik menjadi peserta didikbahkan pembelajar bukan hanyasekedar persoalan semantik, me-lainkan perubahan paradigmapembelajaran yang banyak dipen-garuhi oleh aliran-aliran pendidi-kan yang berorientasi pada kondi-si demokratis dan emansipatoris,dengan memerankan siswa, agarlebih produktif, progresif dan pro-aktif dibandingkan peran masalampaunya. Bagaimana istilah pe-serta didik apalagi pembelajar akanselalu mengesankan kondisi aktifpada istilah anak didik, terdidikmaupun objek didik. Pada akhirn-ya akan terbuka ruang keterbukaanantar warga belajar dengan suasa-na yang saling menghargai.

Motivasi Belajar; Menepis Kece-masan

Guru dapat secara optimal di-harapkan memahami lingkungandan psikologi belajar siswa. Telahnyata dilapangan bahwa situasibelajar sebagian siswa yang masihdalam kondisi mencemaskan, keti-ka guru hadir. Guru belum secara

JURNAL EDUKASI. NO.XII.20083232

maksimal tampil sebagai bagiandari hidup mereka, belum secara‘egaliter’ mau bersama-sama mere-ka untuk saling berbagi. Guru tidakdapat tampil dalam memikat danmempunyai daya pikat bagi keban-yakan siswanya. Akibatnya, siswabelum secara bebas berani menyam-paikan gagasannya, karenakurangnya rasa empati seorangguru.

Tidak jarang, dalam situasipembelajaran, siswa merasa lesu,tidak bergairah, dan cenderunghanya untuk mengisi absensi, kare-na kwatir masuk dalam kategorisiswa malas dan berakibat fatalpada proses penilaian, semester,dan kenaikan kelas. Ada beberapakondisi yang sering dijumpai padasiswa dalam pembelajaran ber-dasarkan hasil pengamatan penu-lis : 1) siswa kebanyakan ramai dikelas pada waktu pembelajarandan cenderung tidak mengindah-kan materi pelajaran yang disam-paikan guru, 2) siswa diam padawaktu pembelajaran, tapi prosespenyerapan materi pelajaran san-gat rendah, 3) siswa kelihatan si-buk dengan urusan masing-masingwaktu pembelajaran, ada yangngerjakan tugas PR materi pelaja-ran lain, ada yang bicara denganteman sebangkunya, ada yang ber-pangku pada meja belajar, bahkanada yang tidur.

Pengalaman penulis misalnya,ketika masuk kelas XII IPA padajam-jam pelajaran terakhir,seringkali mencerna tampilan sua-sana kelas yang tidak bergairah,penuh kelesuan, dan kurang bersa-habat. Penulis mencoba mengek-splorasi masalah yang sebenarnyadari fenomena yang terjadi sebel-umnya. Celotehan beberapa siswayang mengatakan ; capek, pusing,ngantuk, lapar, mauistirahat dulu.Hal ini karena pikiran mereka te-lah terserap habis mengikuti pela-jaran sebelumnya, disamping kare-na mereka tegang beberapa dalammengikuti materi pelajaran jam se-belumnya.

Kalau kondisi semacam ini di-paksakan, yang terjadi kemudianadalah banyak siswa yang asalmengikuti pelajaran tanpa pahammakna apa yang mereka lakukan.Banyak siswa yang dengan mataterbuka tetapi pikiran meraka tidur.Tidak jarang mereka tidak kuat lagimenahan kantuk dan kepayahandengan menelungkupkan kepalan-ya pada bangku.

Motivasi belajar siswa perlusegera dibangkitkan kembali seper-ti awal jam pelajaran pagi hari keti-ka masuk bel pertama. Tentu berb-agai cara dan teknik telah banyakdilakukan guru dalam mengatasisituasi kecemasan pembelajaran.Mulai dari variasi metode, variasimedia pembelajaran yang tepatdan lebih membuat siswa nyaman,sampai pada bentuk reward danpunishman. Tiada lain tujuannya,agar guru berupaya dengan maksi-mal untuk meningkatkan motivasibelajar siswa.

Upaya meningkatkan motiva-si dalam belajar, menurut De Deccedan Grawford dalam Djamarah(2002: 135), yaitu guru harus dapatmenggairahkan anak didik, mem-berikan harapan realistis, memberi-kan insentif, dan mengarahkan pe-rilaku anak didik ke arah yangmenunjang tercapainya tujuanpengajaran.

Kelas yang tidak bergairah se-layaknya untuk di-reorganisasisecara besar-besaran. Hal itu da-pat dilakukan oleh guru denganbeberapa cara ; (1) pergunakanpujian verbal. Kata-kata seperti“bagus”, baik”, pekerjaanmubaik”, yang diucapkan segera set-elah anak didik selesai mengerja-kan pekerjaan, merupakan pem-bangkit motivasi yang besar. (2)Pergunakan tes dan nilai secarabijaksana tanpa rekayasa. (3)Membangkitkan rasa ingin tahudan hasrat eksplorasi. Denganmelontarkan pertanyaan ataumasalah-masalah, guru dapatmenimbulkan suatu konflik kon-septual yang merangsang anak

didik untuk bekerja. Motivasi, jus-tru akan berakhir apabila konflikitu terpecahkan atau bosan untukmemecahkannya. (4) Melakukanhal yang luar biasa, misalnya me-minta anak didik melakukanpenyusunan soal-soal tes, mencer-itakan problem guru dalam bela-jar di masa lalu dan lain-lain. (5)Memanfaatkan persepsi anak did-ik. Pengalaman anak didik, baikyang di dapat di lingkungansekolah maupun luar sekolah,harus dapat dimanfaatkan olehguru ketika sedang menjelaskanmateri pelajaran. Dengan caraasosiasi ini, anak didik berusahamenghubungkan materi pelajaranyang diserap dengan pengalamanyang telah dialaminya.(6) Per-gunakan simulasi dan permainan(Gage dan Berliner dalam Djama-rah, 2002 : 136).

Apabila motivasi telah tercip-ta kembali dengan sejumlah rang-kaian penerapan strategi guru yangbersifat variatif, situasi cemasdalam pembelajaran akan dimini-malisir. Kelas akan kembali hidupdalam kondisi yang pernuh gair-ah.

Bagi penulis, yang melakukanaktivitas pembelajaran di sekolahyang jauh dari pusat kota (kepu-lauan), dengan peserta didik rata-rata berada dalam kehidupan yangkeras dan serba terbatas pada fasil-itas, seringkali mendapatkansiswa “apatis” (untuk berontak)pada keadaan, akibat siswa tidakdapat mengembangkan diri, kare-na kesulitan fasilitas belajar yangterbatas. Di samping berbagaifenomena siswa lain yang menun-tut guru lebih mempunyai kemam-puan teknik yang strategis.

Humor dalam Pembelajaran;Strategi Mencengangkan

Humor sering dimaknai olehbanyak orang sebagai lawakanyang kemudian mengundang tawadan canda. Orang akan semakinmengaitkan humor dengan sejum-lah acara di media televis yang be-

JURNAL EDUKASI. NO.XII.2008 3333

lakangan ini marak mengisi acaraintertainment. Terakhir yang telahtinggal nama adalah acara kebu-dayaan yang dikemas denganbanyolan segar yakni “ketoprakhumor”. Ketoprak bukan sekedarmenyajikan banyolan belaka yangkemudian mengundang selerapemirsa untuk tertawa. Acara terse-but, tetap acara budaya (karena la-tar cerita yang dikembangkan me-mang cerita tradisional) meskipunkadang diselingi lelucon.

Tentu pemirsa terhipnotis (ter-bawa) untuk mengikutinya dengansenang. Kondisi psikologis emo-sional mereka akan hidup dan se-hat serta segar kembali diakibatkanrangsangan rasa lucu dan senang.Rata-rata orang selalu menontondan mencari hal-hal yang dianggaplucu bagi dirinya untuk membuatmereka tertawa dan senang setiapsaat.

Bahkan menurut riset disebut-kan bahwa anak-anak meresponhumor jauh sebelum mereka dapatmemahami bahasa atau memban-gun memori jangka panjang. Hu-mor ada sebagai salah satu proseskognitif mendasar awal. AlastairClarke menjelaskan: “Permainananak-anak yang menarik, sepertipeek-a-boo dan kap-kap udang se-mua menunjukkan mekanismeyang tepat untuk humor, sepertibagaimana ia muncul dalam ben-tuk dewasa. Peek-a-boo dapatmemicu respon humor pada bayipaling awal pada usia 4 bulan, dansecara efektif, sebuah proses pen-gulangan sederhana kejutan, mem-bentuk pola dasar yang jelas. Saatbayi berkembang, pola dalam hu-mor anak menjadi lebih rumit danbersenyawa serta mendapat unsurspasial dan temporal, sehingg anakmulai mampu menangkap polayang terlibat dalam humorl i n g u i s t i k . ” ( h t t p : / /faktaevolusi.blogspot.com/2008/06/)

Begitu pula dengan prosespembelajaran, kehadiran humordiyakini dapat kembali me-refresh

kondisi siswa yang penat, loyo, dantidak bergairah untuk kembali ber-semangat dalam pembelajaran.

Tetapi tidak mudah dalammengaplikasikan, dikarenakanproses pembelajaran merupakanproses yang kompleks dengan ket-erlibatan banyak faktor. Tidak han-ya berangkat dari imajinasi, tetapilebih pada pengalaman, bahwakepemilikan ‘sence of humor’ yangkuat akan sangat membantu men-ciptakan suasanan kelas yangkondusif. Dalam artian, memu-ngkinkan siswa belajar lebih baikdalam suasana yang fun (meny-enangkan).

Humor tidak sekedar mengajakkita berhenti hanya sebatas ketawa.Humor yang bermutu, sesudah ter-bahak-bahak yang sangat melega-kan jiwa, nalar kita berkembangmenuju pemahaman lebih dalamlagi (Mohammad Sobary, 2000).Humor yang bagus adalah mem-buat orang (public) terpancing un-tuk tertawa atas materi humortersebut, tetapi tidak kemudian se-lesai setelah itu, ada pemaknaanyang barangkali menyangkutfilosofi hidup, keberagamaan,fenomena politik yang mengalamikebuntuan dapat dicairkan denganhumor.

Humor tidak sama dengan ter-tawa murahan, ia lebih kaya danlebih menuntut dibandingkan ber-canda (Ira Shor, 2001). MenurutAdrew How, penulis buku best sell-er “Highway to Success” dengan ar-tikelnya “Humor bagi kehidupan”(2005) bahwa humor yang sehatmampu mengurangi stress, mem-beri perspektif baru dan perasaanlebih baik. Humor yang negatif bisamenyinggung perasaaan oranglain, meningkatkan ketegangandan perasaan lebih buruk.

Kenapa harus dengan humor?Ira Shor (2001) menjelaskan bahwakehidupan pembelajar di luarsekolah adalah penuh humor dankomedi merupakan salah satu caramerasakan subjektivitas mereka.Ketika pembelajaran berlangsung

tanpa humor tanpa emosi, hal terse-but telah mengabaikan dua nilaisubjektif. Mereka (siswa) akan ber-pikir bahwa kehidupan intelektualadalah menyeret, siswa umumnyasenang berhubungan dengan guruyang menghibur (yang mampumembanyol untuk menarik per-hatian).

Pada sisi lain, humor dan kese-hatan telah banyak diperbincang-kan dan dibuktikan, karena terta-wa berarti melakukan pereganganotot-otot halus tidak hanya di seki-tar wajah tapi seluruh tubuh seh-ingga kita menjadi santai. Humorjuga berkhasiat memacu kreativitas,karenanya sangat dianjurkandalam ruang kelas maupun ruangkeluarga.

Pendekatan komunikasi daninteraksi antara orangtua dananak, pengajar dan anak didik da-pat mendorong kreativitas serta ke-mampuan berpikir, mengenalkannilai-nilai, mengajarkan perilakupositif dan tanggung jawab padalingkungan sekitar, menanamkanrasa percaya dan kepercayaan dirianak-anak dengan mengenalkansatu mekanisme untuk menghada-pi kesedihan, kekecewaan atauperasaan duka (Lovorn dalam Pi-taloka,2008).

Konsepsi di atas, sinergis den-gan hasil angket yang disebar olehpenulis kepada siswa kelas XII IPA,dari 85 respoonden, ketika pembela-jaran awal tahun ajaran baru. Jawa-ban: sungguh mencengangkan,hampir 95% situasi pembelajaranyang disukai adalah santai. Han-ya 3% saja yang menjawab situasiyang disukai adalah serius. Kemu-dian 68% mereka suka pembelaja-ran diselingi humor dan game, 31%dengan cerita, dan sisanya hanya1% tanpa diselingi apapun.

Dengan demikian, kita menya-dari kehadiran humor dalam pros-es pembelajaran sangat bermanfaat.Kemampuan kita menciptakan hu-mor, akan lebih mudah berkomu-nikasi secara intensif dan memban-gun suatu hubungan sosial yang

JURNAL EDUKASI. NO.XII.20083434

kuat. Ketika guru menstimulan den-gan humor, suasana kelas akanberubah ceria, penuh bersahabatdan akrab. Saat inilah, guru mem-bangun kembali kegairahan dankebebasan setelah sebelumnyapenuh ketegangan dan ketakutanatau cemas. Karena menurut Sul-tanof dalam Andrew How (2005)berbagai bukti telah menyebutkantekanan emosi dan humor tidakdapat terjadi dalam satu suasanapsikologis.

Dengan humor, akan terciptasuasana keterbukaan antar wargabelajar, siswa dengan siswa, siswadan guru. Ketika proses pembela-jaran berlangsung, aspek jiwasiswa dan guru terlibat. Performaguru yang sejak awal tampil ceria,penuh canda akan menciptakansuasana belajar yang menyenang-kan, tidak kaku, siswa akan tidaksungkan lagi menyampaikangagasan-gagasan dan pendapat-nya. Guru juga dapa merespondengan penuh empati dan motiva-si serta menghargai semuagagasan dan jawaban siswa dalambingkai toleransi.

Efek humor dalam men-demokrasikan pembelajaran, tern-yata tidak hanya terhenti pada pen-ciptaan kelas yang menyenang-kan, penuh keakraban, keterbu-kaan, dan toleransi serta mampumembangkitkan kembali motivasisiswa. Semangat humor yang men-ciptakan kegairahan kembali (re-motivasi) siswa akan berdampakjelas pada prestasi. Kelas yangpenuh keterbukaan, akrab, dangairah akan lebih berprestasidibanding kelas yang kurang ber-gairah, lesu dan tertekan. Hasilanalisis penulis, yang mencobamenerapkan rangsangan humorkepada kelas B (XII IPA) setiappembelajaran Bahasa dan SastraIndonesia, hasilnya 82,5% siswatuntas dalam belajarnya, sedang-kan kelas A (XII IPA) yang tiap kalipembelajaran tanpa rangsanganhumor yang intensif, hasil hanya54,2% yang tuntas.

Mengaplikasikan humordalam proses pembelajaran sebe-narnya dapat dilakukan dalam be-berapa cara. Pertama, pada saatawal pembelajaran, untuk melemas-kan kembali ketegangan dan mene-gaskan bahwa kita mau terbukadan akrab dengan siswa. Kedua,sebagai selingan dalam pembelaja-ran. Hal ini dimungkinkan untukmenghindari kelesuan, monoton,dan mengurangi stress, akibat pen-yampaian materi pelajaran. Ketiga,pada saat akhir pembelajaran. Un-tuk menyegarkan kembali, setelahmenerima pembelajaran, dan akanmemasuki pembelajaran berikut-nya. Guru juga bisa memberikankesempatan kepada siswa untukmengekplorasi humor bagi teman-temannya.

Sumber dan bentuk yang da-patdieksplorasi dalam pembelajaran,misalnya dengan memberi namalucu pada benda-benda yang ada,suara-suara dan wajah yang lucu.Bentuknya bisa berupa cerita hu-mor, anekdot, sindiran, dan aksidalam pembelajaran, atau denganpantun jenaka atau pengalamanhidup siswa. Guru secara kreatifdapat menciptakan humor sesuaidengan kondisi dan situasilingkungan pembelajaran agar leb-ih kontekstual.

PenutupKeberhasilan dalam pembela-

jaran, ternyata tidak hanya disebab-kan oleh kesiapan seorang gurudalam hal akademis dan materipelajaran yang harus dikuasai, teta-pi juga oleh keterampilan gurudalam mengelola kelas yang meny-enangkan dan penuh motivasi kearah prestasi yang meyakinkan.

Pembelajaran yang dibingkaidengan kehadiran humor didalamnya akan penuh dengan ke-riangan, kesetiaan, motivasi dandemokrasi serta prestasi belajar.Situasi kelas dan siswa yang ber-masalah tidak harus diselesaikandengan kemarahan guru dan pen-gelola pendidikan atau memberi-kan hukuman keras, tetapi dapatdiselesaikan dengan elegan mela-lui rangkaian humor dalam pem-belajaran. Tentu kita masih terin-gat kata-kata Gus Dur pada suatukesempatan “ kalau suatu masalahdapat diselesaikan dengan tertawa(humor), kenapa harus dengan serius(mengerutkan dahi”.

Oleh karena itu, humor yangdibingkai dengan tepat dan sesuaidengan kondisi kultur, emosionalpembelajar akan menjadi alternatifstrategis belajar yang jitu dan san-gat mencengangkan dan sekaligusmenyenangkan semua pihak.

Daftar Pustaka

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Jakarta : Depdiknas RI

Jauhari,Muhammad Idris. 2007. Memfungsikan Pendidikan Informal dan Nonformal; Upaya

Mengembalikan Pendidikan pada Jalur-jalur yang Semestinya. Dalam Jurnal Edukasi. Sumenep, Edisi

08

Topatimasang,Roem. 2002. Sekolah itu Candu.Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Freire, Paulo. 2002. Politik Pendidikan dan Kebudayaan, Kekuasaan dan Pembebasan, Yogyakarta:

Pustaka Pelajar

Ira Shor dan Paulo Freire. 2001. Menjadi Guru Merdeka. Yogyakarta: LKis

http://www.infoskripsi.com/Article/Profesionalisme-Guru.htm, diakses 01 Agustus

2008)

Abdussami, Humaidi.2006. Budaya Banjar dan Nilai-Nilai Demokrasi. Makalah disampaikan

dalam seminar tradisi dan demokrasi, Juni 2006

h t t p : / / f a k t a e v o l u s i . b l o g s p o t . c o m / 2 0 0 8 / 0 6 / h u m o r - t e r b u k t i - m e n d a s a r -

bagi.htmlpentingnya ia dalam perkembangan kognitif bayi.

Sobary, Muhammad.(pengatar) 2000. Presiden Dur Yang Gus Itu; Anekdot-anekdot KH

Abdurrahman Wahid. Risalah Gusti

Adrew How.2005. http://www.pembelajar.com/humor. wmview.php?ArtID=379  

Pitaloka, Ardiningtiyas.2008 . Humor Dalam Bingkai Psikologi. (http://

kesehatan.detail.asp,diakses Juli 2008)

ge

JURNAL EDUKASI. NO.XII.2008 3535

H. A. Suriyanto

artikel utamaartikel utama

Drs. HDrs. HDrs. HDrs. HDrs. H. Ahmad Suriyanto. Ahmad Suriyanto. Ahmad Suriyanto. Ahmad Suriyanto. Ahmad Suriyanto, lahir di Sumenep pada 3 Pebruari 1963. GelarSarjana Pendidikan Kimia diperoleh melalui Universitas Terbuka. Pernah menjadipemakalah pada seminar Nasional Himpunan Kimia Indonesia di UNESApada tahun 2006. Dan sebagai juara I Lomba Penulisan Karya Tulis Ilmiah-PTK se Kabupaten Sumenep pada Tahun 2006.

Pelajaran Paling Ditakuti SiswaBeberapa waktu lalu, Harian Jawa Pos mela-

lui Tim Deteksi melakukan reportase dengansejumlah siswa SMA di kota Surabaya. Repor-tase tersebut dimaksudkan untuk menanyakanmata pelajaran apa yang paling ditakuti disekolah. Dari jawaban yang diperoleh kemudi-an dibuat susunan peringkat mata pelajaranpaling ditakuti oleh siswa SMA di Kota Sura-baya. Hasil yang didapat, mata pelajaran Kim-ia menduduki peringkat pertama, kemudiandisusul pelajaran matematika dan fisika. Ken-yataan tersebut, memunculkan pertanyaan :mengapa Kimia paling ditakuti? Atau apa yangsalah pada guru kimia, sehingga pelajaran yangdiajarkannya tidak disukai siswa? Jangan sam-pai kita sebagai guru underestimate dengan men-gatakan ini salah siswa, karena siswa tidak mauyang sulit-sulit. Atau mengatakan memang sum-

ber daya manusianya (siswanya) berkualitasrendah.

Siswa mendapatkan nilai rendah ketikaproses evaluasi bukan semata mencerminkanbatas maksimal kemampuan siswa, tetapibarangkali pendekatan yang digunakan un-tuk menyampaikan materi kurang tepat. Ataudiperlukan media pembelajaran sehinggasiswa bisa lebih mudah memahaminya. Danyang paling penting lagi, siswa harus menge-tahui untuk apa mereka belajar materi itu. Apamanfaat dan kegunaannya dalam kehidupansehari-hari. Guru harus menjelaskan itu se-belum pelajaran dimulai, sehingga timbulmotivasi pada diri siswa untuk bersungguh-sungguh mempelajarinya.

Materi kimia menjadi kurang berarti didepan siswa dan bahkan cenderungmenakutkan, menurut Rosbiono (dalam Shen,

Ilmu kimia merupakan salah satu ilmu dasar bagi ilmu-ilmu pengetahuan yanglain, seperti kedokteran, geologi, teknik, dan lain-lainnya. Mempelajari kimia tidak hanyabertujuan menemukan zat-zat kimia yang langsung bermanfaat bagi kesejahteraan umat

manusia belaka, tetapi dapat pula memenuhi keinginan seseorang yang ingin memahamiberbagai peristiwa alam yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, mengetahui

hakikat materi serta perubahannya, menanamkan metode ilmiah, mengembangkankemampuan dalam mengajukan gagasan-gagasan, dan memupuk ketekunan serta

ketelitian bekerja (DepdiknasRI).

Strategi Mempermudah Siswa

Pendekatan“Salingtemas” dalam

Pembelajaran:

dalam Pelajaran Kimia

JURNAL EDUKASI. NO.XII.20083636

1993), antara lain disebabkan kare-na Ilmu kimia dianggap sebagaiilmu yang sulit dan dipandang se-bagai ilmu yang keras; ilmu kimiamemiliki banyak aturan; adanyachemophobia dari masyarakat yangmenganggap zat kimia sebagai ra-cun dan biang keladi timbulnyapolusi lingkungan; serta siswa men-galami frustrasi, karena miskonsep-si yang sering terjadi.

Padahal, tujuan dunia pendidi-kan, terutama pendidikan sains ad-alah melahirkan sumber daya manu-sia yang berkualitas dan responsifterhadap berbagai kemajuan di berb-agai bidang. Tugas pendidik tidakhanya membantu siswa memahamikonsep-konsep ilmiah, tetapi jugaharus mampu menggugah minatnyaterutama terhadap pelajaran yangdiberikan dan mengajaknya melihatketerkaitan bidang yang di pelajaridengan bidang-bidang kehidupanlainnya. Artinya, dalam pembelaja-ran di kelas, peran aktif harus selaludistimulasi. Hal ini hanya terjadi jikasiswa memiliki kesiapan yang mema-dai. Banyak cara yang dapat dilaku-kan agar kondisi tersebut tercapai,antara lain dengan menggunakanmetode/pendekatan yang sesuaidengan materi yang diajarkan.

Terkait dengan tantanganpengembangan pembelajaran kim-ia, perlu dilakukan terobosan-tero-bosan agar pengajaran menjaditidak monoton dan membosankan.Shen (1993) memberikan alternatifagar pendidikan kimia menjadi leb-ih menyenangkan dengan bebera-pa cara, antara lain: pemberian mo-tivasi langsung kepada siswa,mempertemukan kebutuhan siswayang sangat beragam, melakukaneksperimen yang menarik, memba-wa persoalan kimia ke dalam ke-hidupan sehari-hari, penggunaanteknologi modern, memberikan per-tanyaan yang menyemangatkan,menghidupkan diskusi kelas,melakukan kontes kimia, danmelakukan kegiatan kimia yangbersifat rekreatif.

Belajar Kimia dengan Pendeka-tan Salingtemas

Ilmu Kimia merupakan ilmuyang diperoleh dan dikembangkanberdasarkan eksperimen yang men-cari jawaban atas pertanyaan apa,mengapa, dan bagaimana gejala-ge-jala alam, khususnya yang berkaitandengan komposisi, struktur, dan si-fat, transformasi, dinamika dan ener-gi zat (Depdiknas, 2003a). Mata pela-jaran kimia di SMA mempelajari seg-ala sesuatu tentang zat yang meliputikomposisi, struktur dan sifat, trans-formasi, dinamika dan energi zat yangmelibatkan keterampilan dan penala-ran. Ilmu kimia merupakan produk(pengetahuan kimia yang berupa fak-ta, teori, prinsip, hukum) temuan sain-tis dan proses (kerja ilmiah). Olehsebab itu, dalam penilaian dan pem-belajaran kimia harus memperhati-kan karakteristik ilmu kimia sebagaiproduk dan proses.

Ilmu kimia dibangun melaluipengembangan keterampilan-keter-ampilan proses sains, yaitu men-gamati, menyusun hipotesis, mer-encanakan eksperimen, mengenda-likan variabel, menafsirkan data,menyusun kesimpulan sementara,meramalkan, menerapkan, danmengkomunikasikan. Keter-ampilan-keterampilan proses sainsini harus ditumbuhkan dalam dirisiswa SMA sesuai dengan tarafperkembangan pemikirannya. Ket-erampilan-keterampilan ini akanmenjadi roda penggerak penemuandan pengembangan sikap, wa-wasan, dan nilai.

Salingtemas (Sains, Lingkun-gan, Teknologi dan Masyarakat) ad-alah sebuah ide besar (grand con-cept). Kebesaran konsep ini dapatdilihat dengan mudah dari lingk-up referensinya yang begitu luas.Sains, lingkungan, teknologi danmasyarakat sebagai komponenyang dicakup di dalam konsep sal-ingtemas itu, secara sendiri-sendi-ri sudah merupakan konsep-kon-sep besar sebagai produk akal budimanusia yang berakar pada sejarahyang amat panjang dan telah mela-

lui berbagai bentuk validasi.Dalam ilmu Kimia, sosok kon-

sep salingtemas yang paling me-nonjol adalah expose realita kerusa-kan kualitas lingkungan sebagaiakibat eksploitasi ilmu dan teknolo-gi kimia yang kurang memperhati-kan dampak negatif yang ditimbul-kannya. Juga cara-cara untuk men-gatasi dampak negatif tersebut (Ca-jas, 1999:770). Namun pembelaja-ran Salingtemas saat ini menjadilemah dan amat kecil pengaruhnyakarena tidak didukung oleh sistempendidikan yang ada dan perumu-san konsep yang memiliki relevan-si personal dan sosial bagi siswa.

Bertolak dari kenyataan ini,direkomendasikan pengembangan(materi) pembelajaran lintaskurikulum (cross-curriculum themes)sehingga isu-isu sosial danlingkungan yang relevan mendap-atkan perhatian yang memadai.Perlunya dirumuskan kurikulumatau ranah kajian yang elegant un-tuk grand concept salingtemas-Na-sional, sehingga makna, keefekti-fan, dan manfaat dari gerakan inibenar-benar dapat dirasakan. Isu-isu provokatif terkait dengan hal inicukup banyak akhir-akhirini.Termasuk yang paling gres ad-alah penggunaan formalin, boraks,dan zat warna terlarang di dalammakanan, dampak SUTET ter-hadap kesehatan orang yang hidupdi bawahnya, pencemaranlingkungan karena industri kimiayang kurang memperhatikan kaid-ah AMDAL, dan (jika masing-mas-ing dianggap relevan) penggundu-lan hutan (illegal logging) yangmenyebabkan banjir dan tanahlongsor. Fakta-fakta ini perlu dike-mas menjadi konsep yang utuh,bermakna sosial jelas, relevan, dandirancang untuk digarap secaralintas bidang agar dapatdikembangkan pengetahuan, sikapdan keterampilan yang diperlukanuntuk menerapkannya di dalamkehidupan sehari-hari.

Kampanye gerakan salingte-mas tidak berhenti pada perumu-

JURNAL EDUKASI. NO.XII.2008 3737

san kajian saja. Pengembanganparadigma pembelajaran yang te-pat, efektif dan efisien sangat diper-lukan apabila diinginkan hasilpembelaran tidak sebatas knowledgesaja, tetapi juga sikap dan kemam-puan bertindak. Jelas bahwa pem-belajaran conventional yang bertum-pu pada pendekatan ekspositoridan diskusi saja tidak akan cukup.Diperlukan model-model pembela-jaran yang dapat mengoptimalkanperan siswa baik dalam tahap in-formation processing, maupun atti-tude building dan (academic) skilltraining. Sementara itu Kurikulum2006 untuk semua mata pelajaran,dan semua jenjang pendidikan, se-cara eksplisit merumuskan bahwakompetensi yang dicapai siswamencakup dua aspek penting, yaitukerja ilmiah dan pemahaman kon-sep dan penerapannya. Kedua halini dengan jelas menunjukkan bah-wa keterlibatan aktif siswa di dalamproses pembelajaran merupakansuatu yang esensial. Selain itu, jugadirasa penting perlunya dikuasaiketerampilan proses sains secaramemadai oleh siswa apabila di-inginkan hasil belajar berupa pema-haman yang benar, lengkap dandalam, serta memberikan pengaruhyang signifikan terhadap sikap dankemampuan bertindak.

Pengembangan kurikulumsains termasuk di dalamnya kimia,merespon secara proaktif berbagaiperkembangan informasi, ilmupengetahuan, dan teknologi, sertatuntutan desentralisasi. Hal ini di-lakukan untuk meningkatkan rele-vansi program pembelajaran den-gan keadaan dan kebutuhan setem-pat. Kompetensi sains menjaminpertumbuhan keimanan dan ketak-waan terhadap Tuhan Yang MahaEsa, penguasaan kecakapan hidup,penguasaan prinsip-prisip alam,kemampuan bekerja ilmiah dan ber-sikap ilmiah sekaligus pengemban-gan kepribadian yang kuat dan be-rakhlak mulia (Depdiknas, 2003a).

Penerapan kurikulum 2006yang berbasis kompetensi masih

banyak menemui kendala. Guru-guru sebagai pelaksananya masihbanyak yang belum paham danbingung dengan perubahan yangdituntut ini. Banyaknya istilah-is-tilah baru dan gambaran tugasyang makin menumpuk membuatmereka bertambah bingung apala-gi sistem penilaian yang jugamenuntut format baru. Sehubungandengan permasalahan tersebut,maka perencanaan pendekatanpembelajaran yang sesuai dalamproses belajar mengajar perlu di-lakukan sesuai dengan kebutuhandan kondisi yang ada.

Pendekatan salingtemas ad-alah salah satu pendekatan yangmemungkinkan untuk diterapkandalam menjawab tuntutan kompe-tensi mata pelajaran Kimia khusus-nya terkait kerja ilmiah siswa, se-lain kompetensi pemahaman kon-sep dan penerapannya. Pendeka-tan salingtemas adalah pendeka-tan dalam proses belajar mengajaryang menunjang pengembangananak didik yang berorientasi padapermasalahan yang terjadi dilingkungan dan di dalammasyarakat pada umumnya (Ari-fin, dkk , 2000).

Sejak lama para pendidik meng-ingatkan tentang pentingnya pen-didikan yang menunjang pengem-bangan anak didik yang berorien-tasi pada permasalahan yang ter-jadi di lingkungan dan di dalammasyarakat pada umumnya. Well-ington (1984) mengemukakan ten-tang pentingnya pembelajaran IPAyang menggaris bawahi tiga aspek,yakni konsep, proses dan konteks.Sesuai dengan pandangan terse-but, salah satu pembaruan dalampembelajaran IPA yang telah ber-langsung dan terus dikembangkanselama ini adalah pembelajaran IPAdengan pendekatan salingtemas.

Pembelajaran dengan pende-katan salingtemas mengembang-kan materi dalam lingkup bahwamateri tidak terlepas dari ciri sainsyang berorientasi pada proses danproduk saja, tetapi juga berorienta-

si pada teknologi yang ada danyang diperlukan dalam lingkunganmasyarakat sekitar (Arifin, dkk,2000). Sains dan teknologi mewar-nai kehidupan kita sehari-hari.Keduanya dapat meningkatkan ke-hidupan manusia, tetapi juga seba-liknya dapat pula memusnahkansegala yang telah dicapainya. Pem-belajaran dengan pendekatan sal-ingtemas mempunyai karakteristikantara lain : Pertama, materi yangdikembangkan berkaitan dengan:kurikulum IPA yang berlaku, me-miliki keterkaitan antara sains,teknologi dan masyarakat; mendor-ong pengembangan inkuiri skill;berkaitan dengan kebutuhansiswa; dam menunjukkan falsafahIPA, Kedua, pembelajarandikembangkan dengan landasanteori belajar konstruktivitas, yaituada usaha mengaitkan informasibaru dalam pengetahuan yang te-lah ada. Ketiga, ada kegiatan kelom-pok, untuk membuat solusi bersa-ma, mengintegrasikan solusi dalampengetahuan yang telah ada. Keem-pat, pembelajaran dikembangkanmelalui tiga tahapan, yaitu tahapeksplorasi, tahap pengenalan kon-sep, dan tahap aplikasi, dan Keli-ma, ada masalah yang sesuai den-gan materi dan perkembangananak.

Berdasarkan gambaran di atas,maka tahapan dan kegiatan pem-belajaran dengan pendekatan sal-ingtemas dapat dibagi menjadilima. Pertama, tahap invitasi, yangbertujuan untuk merumuskanmasalah dan mengetahui hubun-gan dengan pengetahuan sebelum-nya. Kedua, tahap eksplorasi yangberisi tentang eksperimen/aktivitasfisik, melakukan observasi yangmelibatkan kelima pancaindra, in-teraksi sosial sampai pengambilankeputusan. Ketiga, tahap penge-nalan konsep berisi diskusi yangdipandu oleh guru dengan mem-berikan suasana, sehingga siswaaktif bertanya dengan tujuan melu-ruskan pengetahuan yang diper-oleh secara ilmiah. Keempat, tahap

JURNAL EDUKASI. NO.XII.20083838

aplikasi, yaitu berupa aktivitastambahan untuk mengaplikasikankonsep yang diperoleh dalam kon-teks yang berbeda. Dan, kelima ad-alah tahap evaluasi, yaitu penilaianterhadap hasil yang telah dilaku-kan selama pendekatan pembelaja-ran diterapkan.

Permasalahan yang Perlu DitelitiSalah satu kompetensi yang

harus dimiliki siswa pada matapelajaran kimia adalah kerja ilm-iah dengan mengacu pada materiyang disesuaikan dengan konsep-konsep yang ditawarkan. Pende-katan yang dilakukan oleh seor-ang guru dalam melaksanakanpembelajaran untuk menilai kerjailmiah masih perlu dikembang-kan dalam mencapai kompetensiyang diharapkan sesuai kondisiyang ada. Pendekatan salingte-mas ini diduga akan meningkat-kan peran aktif siswa dalam pros-es belajar mengajar dan me-mudahkan guru dalam penilaianserta pencapaian kompetensiyang diharapkan.

Masalahnya adalah apakahpenggunaan pendekatan salingte-mas dapat meningkatkan kinerjailmiah siswa dan pemahamannyaterhadap materi pelajaran kimia.Dan apakah penggunaan pendeka-tan salingtemas dapat meningkat-kan hasil belajar siswa khususnyamateri pokok perhitungan sifat ko-ligatif larutan?

Metode PenelitianPendekatan yang digunakan

dalam penelitian ini adalah pende-katan kualitatif. Jenis penelitianyang digunakan dalam penelitianini adalah Penelitian Tindakan Kelas(PTK). Penelitian dirancang dalambentuk siklus tindakan. Dalam sik-lus tindakan terdiri atas empat keg-iatan, yakni rencana tindakan, pel-aksanaan, pengamatan, dan refle-ksi. Penelitian dilaksanakan dalamdua siklus, pra siklus 1 dilaksana-kan pada tanggal 13 Agustus 2007,siklus 1 dilaksanakan pada tang-

gal 18 Agustus 2007, siklus 2 dilak-sanakan pada 22 Agustus 2007.

Penelitian dilaksanakan diSMA Negeri 2 Sumenep Kelas XIIIPA 2 Semester 1 Tahun Pelajaran2007/2008. Subyek penelitian ad-alah seluruh siswa kelas XII IPA 2sebanyak 40 siswa.

Sumber data yang diperolehdalam penelitian ini adalah :

Pertama, siswa, tentang aktivitasbelajar siswa dalam pembelajarankimia melalui pendekatan salingte-mas pada materi pokok perhitungansifat koligatif larutan kelas XII IPA 2Semester 1 Tahun Pelajaran 2007/2008 SMA Negeri 2 Sumenep.

Kedua, guru, tentang aktivitasguru dalam pengelolaan pembelaja-ran kimia melalui pendekatan sal-ingtemas pada materi pokok perhi-tungan sifat koligatif larutan kelas XIIIPA 2 Semester 1 Tahun Pelajaran2007/2008 SMA Negeri 2 Sumenep.

Ketiga, dokumen tentang nilaihasil belajar siswa.

Kegiatan pengumpulan datadilakukan dengan menggunakaninstrumen penelitian: pengamatan(observasi), catatan lapangan, dandokumentasi. Pengamatan difokus-kan pada pelaksanaan pembelaja-ran kimia melalui pendekatan sal-ingtemas pada materi pokok perhi-tungan sifat koligatif larutan. Cata-tan lapangan dilakukan denganmencatat peristiwa nyata yang ter-jadi dalam kegiatan belajar menga-jar, baik secara deskriptif maupunreflektif. Dokumentasi berupa keg-iatan mendokumen data verbal ter-tulis dan foto.

Analisis data dilakukan den-gan menggunakan teknik analisisdata kualitatif yang bersifat linear(mengalir) yang didalamnya meli-batkan kegiatan penelaahan selu-ruh data yang telah dikumpulkan,reduksi data (di dalamnya terdap-at kegiatan pengkatagorian danpengklasifikasian) dan verifikasiserta penyimpulan data. Penentu-an keberhasilan tindakan didasar-kan pada dua tinjauan, yakni pros-es belajar dan hasil belajar. Penen-

tuan keberhasilan proses didasar-kan pada diskriptor kualifikasi ter-hadap aktivitas belajar siswa, se-dangkan penentuan keberhasilanhasil belajar ditemukan melalui ul-angan harian.

Pelaksanaa Penelitian

a. Siklus PertamaPertama, perencanaan, eneliti

merencanakan tindakan berdasar-kan kompetensi dasar (1.1Mendeskripsikan penurunan te-kanan uap, kenaikan titik didih,penurunan titik beku larutan dantekanan osmotik termasuk sifat ko-ligatif larutan) pada materi pokokPerhitungan Sifat Koligatif Larutan.Tindakan diarahkan untuk penca-paian indikator yang dirumuskan,antara lain menjelaskan arti kemo-lalan dan fraksi mol serta peng-gunaannya, menjelaskan pengaruhzat terlarut yang sukar menguapterhadap tekanan uap pelarut,menjelaskan hubungan penurunantekanan uap dengan fraksi mol zatterlarut, mengamati penurunan ti-tik beku dan kenaikan titik didihsuatu zat cair akibat penambahanzat terlarut, menjelaskan penger-tian osmosis dan tekanan osmotikserta terapannya.

Kedua, pelaksanaan, a) Peneli-ti/guru menyiapkan rumusanmasalah tentang materi perhitun-gan sifat koligatif larutan yang dia-jarkan, melakukan pretest untukpenjajakan kemampuan siswa; b)Guru menerapkan tahapan pende-katan salingtemas, yaitu tahapinvitasi, eksplorasi, pengenalankonsep, aplikasi, dan evaluasi; c)Siswa melaksanakan eksplorasi/penyelidikan ilmiah melalui kelom-pok-kelompok sesuai urutanpendekatan salingtemas denganarahan dari guru; d) Pengenalankonsep diberikan melalui diskusiterhadap hasil eksplorasi siswa.Peran guru adalah meluruskankonsep yang diperoleh siswa; e) Testulis materi perhitungan sifat koli-gatif larutan yang telah diajarkan

JURNAL EDUKASI. NO.XII.2008 3939

sebagai penilaian ranah pemaha-man konsep.

Ketiga, pengamatan, melaku-kan observasi terhadap keaktifansiswa, respon terhadap penerapanpendekatan salingtemas serta ha-sil tes tulis materi perhitungan si-fat koligatif larutan.

Keempat, prfleksi, a) Analisishasil pengamatan dalam bentukkeaktifan di kelas, hasil kerja ilmi-ah siswa, hasil belajar serta responterhadap penerapan pendekatansalingtemas dalam pembelajaranperhitungan sifat koligatif larutan;b) Analisis kelemahan-kelamahanpada langkah a sampai pada lang-kah c; c)Perbaikan skenario pem-belajaran dan instrumen penelitianyang digunakan.

Hasil analisis pada tahap re-fleksi dari hasil proses pembelaja-ran selanjutnya digunakan sebagaidasar untuk perencanaan pelak-sanaan perlakuan pada siklus ke-dua.

b. Siklus KeduaSiklus kedua merupakan im-

plementasi tindakan pembelajaranhasil perbaikan siklus pertamapada materi perhitungan sifat koli-gatif larutan, sehingga diperolehhasil yang optimal dengan men-ingkatkan aktivitas belajar dan ki-nerja ilmiah siswa dalam pelaksan-aan proses belajar mengajar.

Pengumpulan data dilakukandengan lembar observasi dan evalu-asi. Lembar observasi yaitu di-gunakan untuk mengumpulkan datayang diperoleh pada saat dilakukantindakan dan merupakan data infor-masi tentang aktivitas belajar siswadi kelas. Data hasil belajar diperolehdengan memberikan tes tertulis ke-pada siswa setelah selesai materi.Data tanggapan siswa terhadap pen-erapan Pendekatan salingtemasdiperoleh dari quesioner yang diberi-kan kepada siswa. Data-data terse-but selanjutnya diolah untuk menge-tahui efektifitas penerapan pendeka-tan yang dilakukan dalam pembela-jaran tersebut.

Hasil PenelitianPenelitian ini dilaksanakan

dengan 2 siklus karena pada sikluspertama belum mencapai hasil yangdiinginkan. Pada siklus pertamapenerapan pendekatan yang di-gunakan dalam pembelajaran belummemberikan hasil yang memuaskansebagaimana yang diharapkan baikdari faktor guru maupun siswa. Halini ditunjukkan oleh tingkat penca-paian ketuntasan belajar individu-al yang mencapai 33 orang (82,50%)dengan prosentase daya serapklasikal sebesar 83,15% dari sebe-lum tindakan dengan ketuntasanbelajar individual 10% dan dayaserap klasikal 42,72%. Hal inididuga disebabkan penggunaanpendekatan yang dilaksanakan olehguru masih ada kelemahan dalampenerapan, yaitu memerlukan per-siapan yang lebih matang lagi teru-tama dari segi peralatan dan pen-guasaan pendekatan.

Penggunaan pendekatan pem-belajaran ini menuntut guru untuklebih terampil dalam menyiapkanmaupun menerapkan materi yangakan diajarkan. Peraga dan saranalainnya belum sepenuhnya dimili-ki sehingga perlu kesiapan dan ke-mampuan yang memadai, sehing-ga berpengaruh besar terhadapparameter-parameter yang ber-hubungan dengan faktor siswa.Berdasarkan hasil belajar yangdiperoleh selama siklus pertama,dapat dijelaskan sebagai berikut: a)Partisipasi siswa dalam merancangkegiatan belajarnya sangat kurang;b) Minat siswa mengikuti kegiatanbelajar-mengajar relatif rendah; c)Perhatian siswa dalam mengikutikegiatan belajar-mengajar relatifrendah; d) Aktifitas siswa dalammengerjakan tugas yang diberikanoleh guru masih kurang aktif; e)Aktifitas bertanya dan menjawabpertanyaan peneliti sangat kurangwalaupun guru sudah memberikandorongan; f) Tingkat pemahamansiswa terhadap penjelasan-penjela-san yang telah diberikan oleh gurubelum mencapai tolok ukur yang te-

lah ditetapkan; g) Tingkat pengua-saan konsep secara utuh masihrendah, hal ini disebabkan karenatingkat penguasaan siswa dalammenghubungkan topik materi pel-ajaran sebelumnya masih rendah;h) Terdapat kesulitan bagi siswamengenai pola yang diterapkanguru, terutama dalam meng-hubungkan materi yang telahdiperoleh sebelumnya dengan ma-teri yang telah dipelajari; i) Evalua-si hasil belajar siswa masih sangatrendah.

Pembelajaran pada siklus per-tama ini belum tuntas, bukan han-ya dipengaruhi oleh faktor siswatapi juga guru. Guru aktivitasnyamasih kaku dan belum mampumenerapkan model pembelajaranyang diujicobakan karena masihterpengaruh dengan model pem-belajaran yang biasa dipakai sebel-umnya, sehingga pembelajaran be-lum berhasil.

Selanjutnya maka perlu diru-muskan perbaikan-perbaikan sep-erlunya guna memenuhi harapanyang diinginkan dalam penerapanpendekatan salingtemas sebagaisalah satu alternatif dalam upayameningkatkan kualitas proses pem-belajaran dan hasil belajar siswa.Perbaikan-perbaikan yang teruta-ma dilakukan adalah penyiapanmateri dan proses pembelajaran,yang selanjutnya diterapkan padasiklus dua.

Mengamati pelaksanaan tin-dakan pada siklus pertama, makapada siklus kedua dilakukan re-fleksi dan dilakukan perubahanterutama bagaimana menciptakansuasana kelas yang kondusif agarinteraksi antara siswa dan siswaserta siswa dengan guru lebih be-sar dalam upaya memaksimalkanpenguasaan terhadap suatu kon-sep. Berdasarkan hasil observasiterhadap aktivitas siswa pada sik-lus kedua, dapat digambarkan se-bagai berikut: a) Partisipasi siswadalam merancang kegiatan bela-jarnya sudah meningkat; b) Mi-nat siswa mengikuti kegiatan be-

JURNAL EDUKASI. NO.XII.20084040

ge

lajar-mengajar menggunakanpendekatan salingtemas sudahmeningkat; c) Perhatian siswadalam mengikuti kegiatan belajar-mengajar sudah sangat men-ingkat; d) Aktifitas siswa dalammengerjakan tugas yang diberi-kan oleh guru sudah meningkat;e) Siswa sudah aktif bertanya danmenjawab pertanyaan guru; f)Tingkat pemahaman siswa ter-hadap penjelasan-penjelasanyang telah diberikan oleh gurusudah mencapai tolak ukur yangtelah ditetapkan; g) Tingkat pen-guasaan materi secara utuh sudahmeningkat dimana tingkat pen-guasaan siswa dalam meng-hubungan topik pelajaran sebel-umnya sudah meningkat; h) Ke-sulitan siswa mengikuti polayang diterapkan guru, terutamadalam menghubungkan materiyang telah diperoleh sebelumnyadengan materi yang sedang dipel-ajari sudah mulai berkurang danmenemukan cara unruk meng-hubungkan materi yang telahdiperoleh sebelumnya; i) Evalua-si hasil belajar siswa secaraklasikal sudah tuntas.

Pada siklus kedua aktivitas gurudan siswa dalam menerapkan polapendekatan sudah meningkat sertapengaruh dengan model pembela-jaran yang sering digunakan sebel-umnya sudah mulai berkurang. Per-lu tetap diperhatikan juga agar padasaat yang tepat pendekatan ini dap-at dikombinasikan dengan pende-katan-pendekatan lain yang seringdigunakan sebelumnya.

Berdasarkan hasil tersebut diatas, dapat dijelaskan bahwa peng-gunaan peta konsep dalam prosespembelajaran pada siklus kedua te-lah mengalami peningkatan yangcukup signifikan, dan sudah mem-berikan hasil yang memadai se-bagaimana yang diharapkan baikbagi faktor siswa maupun faktorguru. Hal ini ditunjukkan olehtingkat pencapaian prestasi hasilbelajar siswa yang berhasil ber-dasarkan kriteria keberhasilan

sudah melebihi tolak ukur keber-hasilan penelitian ini. Hasil pene-litian pada siklus kedua menunjuk-kan siswa yang berhasil dalam stu-di berdasarkan kriteria keberhasi-lan sebanyak 40 orang (100%) den-gan daya serap klasikal sebesar94,35%.

Sehubungan dengan tingkatkeberhasilan siswa yang telah di-capai pada siklus kedua, dapatdijelaskan bahwa pelaksanaanproses pembelajaran materi pokokPerhitungan Sifat Koligatif Larutandengan menggunakan salingtemasmemberikan hasil yang optimal,dan merupakan salah satu alterna-tif pendekatan proses pembelajarankimia yang sangat efektif dan dap-at dikembangkan untuk masa-masamendatang.

Simpulan dan SaranPenggunaan pendekatan sal-

ingtemas dalam pembelajaran kim-ia merupakan salah satu alternatifpendekatan pembelajaran yangefektif untuk mengatasi kelemahan

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu dan Supriyono, 1991, Psikologi Belajar, Jakarta : Rineka Cipta.

Arifin, M., dkk, 2000, Strategi Belajar Mengajar, Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia.

Burhanuddin Tola, 2002, Penilaian Berbasis Kompetensi, Jakarta : Pusat Penelitian Balitbang

Depdiknas, Makalah Seminar Nasional Kimia, Makassar 7 – 8 Oktober 2002.

Cajas, F, (1999), Public Understanding of Science : Using Technology to Echance School

Science in Everyday Life, International Jurnal of Science Education 21, (7), 765 – 773.

Depdiknas, 2003a, Standar Kompetensi Mata Pelajaran Kimia Kurikulum 2004, Sekolah

Menengah Atas dan Madrasah Aliyah Negeri, Jakarta : Depdiknas.

Depdiknas, 2003b, Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian Mata Pelajaran

Kimia, Jakarta : Depdiknas Dirjendikdasmen Dikmenum.

Entang, M., 1981, Diagnostik Kesulitan Belajar dan Pengajaran Remidial, P3G Depdikbud,

Jakarta.

Kemmis, S., dan Mc. Taggart, R., 1998, The Action Resarch Planner, Deakin University,

Victoria.

Partowisastro, K., dan Hadisuparto, 1978, Diagnosa dan Pemecahan Kesulitan Belajar,

Jakarta : Erlangga.

Rosbiono, M., 1992, “Orientasi Pendidikan Kimia Sebagai Alternatif Dalam Mewujudkan

Kimia Untuk Semua”, Seminar Nasional Kimia dan Pembangunan, Bandung : 25 – 26 Nopember

1992.

Shen, K., 1993, “Happy Chemical Education (HCE)”, J. Chen Educ., 70 (9) : 816 – 818.

Sudarmo, Unggul. 2004. “Kimia Untuk SMA Kelas XII”. Jakarta : Erlangga.

Suhadi Ibnu, 2006, “Strategi Pembelajaran Kimia Berorientassi Salingtemas”, Seminar

Nasional Kimia, Surabaya, 4 Februari 2006.

Silverius, S., 1991, Evaluasi Hasil Belajar dan Umpan Balik, Jakarta : Grazindo.

Tim Pelatih Proyek PGSM, 1999, Penelitian Tindakan Kelas, PGSM, Dirjen Dikti, Depdikbud

– RI, Jakarta.

Wahid, Anang Muh.Diah, 2006, “Pendekatan Sains, Lingkungan, Teknologi dan Masyarakat

Dalam Pembelajaran Sistem Periodik dan Struktur Atom”, Seminar Nasional Kimia, Surabaya,

4 Februari 2006.

proses pembelajaran kimia.Penggunaan pendekatan sal-

ingtemas dapat meningkatkan kin-erja ilmiah dan pemahamannya ter-hadap materi pelajaran kimiakhususnya materi pokok perhitun-gan sifat koligatif larutan padasiswa kelas XII IPA 2 SMA Negeri 2Sumenep sebanyak 100 %.

Penggunaan pendekatan sal-ingtemas dapat meningkatkanprestasi belajar siswa kelas XII IPA2 SMA Negeri 2 Sumenep terhadapmata pelajaran kimia khususnyamateri pokok perhitungan sifat ko-ligatif larutan.

Untuk itulah, penulis men-yarankan agar kita sebagai guru,khususnya guru Kimia, mampumelihat perkembangan belajarsiswa serta memotivasinya bilasiswa mengalami masalah dalambelajar. Dan jika perlu meng-gunakan terobosan-terobosan barudalam kegiatan pembelajaran.Salah satunya dengan meng-gunakan pendekatan salingtemaspada pembelajaran kimia.

JURNAL EDUKASI. NO.XII.2008 4141

Susdiana H.

artikel utamaartikel utama

Susdiana Herawati, S.Pd,Susdiana Herawati, S.Pd,Susdiana Herawati, S.Pd,Susdiana Herawati, S.Pd,Susdiana Herawati, S.Pd, lahir di Sumenep, 12 September 1984. AlumniSTAIN Pamekasan, program studi Pendidikan Agama Islam. Selain menulis dibeberapa media, seperti Tabloid Info Sumenep dan beberapa media yang lain,ia juga aktif sebagai guru di Madrasah Aliyah Nurul Hikmah Kecer-DasukSumenep

Sekolah pada hakikatnya sebagai tempatmembebaskan diri dari belenggu kebodohan.Sekolah seperti yang diungkapkan aktivis pen-didikan, salah satunya seperti Paulo Frieremerupakan simbol pembebasan yang strategis.Artinya, sekolah memiliki peran yang sangatbesar dalam membebaskan belenggu anak did-ik agar mampu menjadi dirinya sendiri, yaitumenjadi diri yang bebas dan merdeka, teruta-ma bebas dari belenggu kebodohan dan keju-mudan.

Dalam kenyataanya, posisi sekolah sebagaiagen pembebasan, acapkali tidak sejalan den-gan visi awalnya, karena sekolah dalam prak-teknya lebih memposisikan sebagai penjarayang dengan ketat membelenggu kreatifitasanak didik. Akibatnya, anak didik tidak bisabelajar sesuai kehendak dirinya, tetapi malah“terkesan” dipaksa untuk belajar. Bahkansekolah yang berkelas sekalipun, seringkalimemposisikan diri sebagai penjara bagi anakdidik. Sebab, sekolah seringkali memperlaku-kan siswa dengan perlakuan layaknya penjara,sehingga membuat siswa dipaksa berhadapandengan sistem dan proses pembelajaran yangcerderung mengikat. Siswa pada gilirannya di-hadapkan pada satu kondisi berhadapan lang-sung dengan otoritas dan kebijakan sekolahyang sangat kuat.

Sebagian besar siswa saat ini, menghadapi

kondisi pendidikan yang tidak menyenang-kan. Berbagai kebijakan pengelola pendidikandengan terobosan baru, tetapi di sisi yang lainmalah membuat siswa terkarantina, sehing-ga pembelajaran menjadi tidak menyenang-kan. Beban ujian yang dihadapi oleh parasiswa sekarang, merupakan salah satu con-toh tentang beban berat yang harus ditang-gung oleh para siswa. Apalagi, ada penam-bahan ujian kelulusan. Dari tiga mata pelaja-ran yang diujikan, saat ini telah menjadi enammata pelajaran yang diujikan. Telaah atas 40tahun reformasi pendidikan mengungkapkanbahwa sistem pengujian terhadap para pela-jar telah mengalami peningkatan yang luarbiasa dari 10% menjadi 15% pertahun.

Negara kita adalah Negara super tes.Ketika pendidikan kita gagal atau segala se-suatu bertambah buruk, kita malah terus me-nambah tes lainnya- seolah mereka berang-gapan bahwa dengan mengukur suhu tubuhlebih sering akan menyembuhkan pasien.

Profesor Inggris, William A. Reins-miyh1, berpendapat bahwa tes-tes adalah in-dikator paling lemah untuk mengukur apa-kah seseorang telah betul-betul mempelajarisesuatu. Alasan utamanya adalah bahwa kec-

1 Lihat, Colin Rose dan Malcolm J. Nicholl, Accelereted

Learning For The 21st Century, (Bandung : Nuansa, 2002),

hal. 326.

PembelajaranBerbasis Siswa

Menggagas Metode Pembelajaran BerdasarTipologi Belajar Siswa

JURNAL EDUKASI. NO.XII.20084242

uali disiplin yang hampir mutlakabstrak dan teoritis, karena tes-tesyang dilaksanakan hanya menye-diakan suatu konteks yang artifisialuntuk menunjukkan pengetahuanseseorang. Ujian jarang ditujukanpada realitas nyata dan realitasyang sebenarnya.

Tribus2 dalam artikel yang dit-ulisnya menambahkan, bahwa :

“Memang kita memerlukan pen-galaman yang berkualitas dalam pen-didikan untuk menciptakan pembela-jaran sepanjang hayat. Pengalamanyang bermutu bervariasi menuntut usiapembelajar. Selain itu, dibutuhkan pulaketerlibatan dan usaha terus-menerusuntuk menciptakan suatu pendidikanyang berkualitas”

Perlu di ketahui, dalam prosesbelajar mengajar (PBM) akan terja-di interaksi antara peserta didikdan pendidik. Peserta didik adalahseseorang atau sekelompok orang

sebagai pencari, penerima pelaja-ran yang dibutuhkannya, sedangpendidik adalah seseorang atausekelompok orang yang memilikiprofesi sebagai pengolah kegiatanbelajar mengajar dan seperangkatperanan lainnya yang memungkin-kan berlangsungnya kegiatan bela-jar mengajar yang efektif.

Kegiatan belajar mengajar mel-ibatkan beberapa komponen, yaitupeserta didik, guru (pendidik), tu-juan pembelajaran, isi pelajaran,metode mengajar, media dan eval-uasi. Tujuan pembelajaran adalahperubahan prilaku dan tingkahlaku yang positif dari peserta didiksetelah mengikuti kegiatan belajarmengajar, seperti : perubahan yangsecara psikologis akan tampildalam tingkah laku (over behaviour)yang dapat diamati melalui alatindera oleh orang lain baik tutur

kata, motorik dan gayahidupnya.Tujuan pembelajaranyang diinginkan tentu saja men-gacu pada proses dan hasil pem-belajaran yang optimal. Untuk itu,ada beberapa hal yang perlu diper-hatikan oleh pendidik, salah satudiantaranya yang menurut penulispenting adalah metodologi menga-jar.

Mengajar merupakan istilahkunci yang hampir tak pernah lu-put dari pembahasan mengenaipendidikan karena keeratan hubun-gan antara keduanya. Metodologimengajar dalam dunia pendidikanperlu dimiliki oleh pendidik, kare-na keberhasilan proses belajar men-gajar (PBM) bergantung pada caramengajar guru dan memberikanbagaimana cara belajar pada peser-ta didik. Jika cara mengajar gurucocok menurut siswa, maka siswa

2 Ibid, hal. 327.

JURNAL EDUKASI. NO.XII.2008 4343

akan tekun, rajin, antusias meneri-ma pelajaran yang diberikan danmemberikan bagaimana cara bela-jar yang baik untuk peserta didik,sehingga diharapkan akan terjadiperubahan dan tingkah laku padasiswa baik tutur kata, sopan san-tun, motorik dan gaya hidupnya.Banyak ragam metodologi menga-jar, kita sebagai pendidik harusmemiliki metode mengajar yangberaneka ragam, agar dalam pros-es belajar mengajar tidak meng-gunakan hanya satu metode saja,tetapi harus divariasikan, yaitudisesuaikan dengan tipe belajarsiswa dan kondisi serta situasiyang ada pada saat itu, sehinggatujuan pengajaran yang telah diru-muskan oleh pendidik dapat terwu-jud atau tercapai.

Menurut Mauliya3, dalammemberikan pelajaran seorang pen-didik mampu memfasilitasi danmenyesuaikan pendidik dengankarakter anak. Karena dapat mem-berikan ruang pengembangan ima-jinasi kepada mereka. Proses bela-jar menjadi aktivitas renyah danmengasyikkan. Tentunya denganmelakukan metode pengajaranyang tepat dan sesuai dengan ke-butuhan peserta didik.

Ada sejumlah pendidik inova-tif di banyak negara yang mener-apkan teknik-teknik CBC (cara be-lajar cepat) untuk merangsang piki-ran anak didik mereka. Para pen-didik sebenarnya sama-sama mem-punyai filosofi sebagaimana kamibahwa:

Ø Para siswa pertama-tamadan terutama harus belajar bagaim-ana belajar dan belajar bagaimanaberpikir kritis.

Ø Pembelajaran harus dis-ampaikan dengan pendekatanmultisensori dan multi-metode

Pendidik dan Metode Pembela-jaran

Seorang pendidik perlu metodeuntuk melangsungkan proses bela-jar-mengajar. Metode tersebut meru-pakan langkah, cara, dan teknik

untuk memberikan pemahamandan pengertian, sehingga denganmudah dapat diserap oleh pesertadidik. Metode tersebut perlu diket-ahui oleh segenap pendidik, sebabseorang pendidik dihadapkanpada peserta didik yang notabeneterdiri dari berbagai macam karak-ter maupun tipologi yang berbeda-beda.

Beberapa motode mengajaryang dapat divariasikan oleh pen-didik diantaranya :

1. Motode Ceramah (PreachingMethod). Metode ceramah, yaituteori mengajar dengan menyampai-kan informasi dan pengetahuansecara lisan kepada sejumlah siswayang pada umumnya mengikutisecara pasif. Metode ceramah dap-at dikatakan sebagai satu-satunyametode yang paling ekonomis un-tuk menyampaikan informasi, danpaling efektif dalam mengatasi ke-langkaan literatur atau rujukanyang sesuai dengan jangkauandaya beli dan paham siswa.

Beberapa kelemahan model ce-ramah adalah : a. Membuat siswapasif . b. Mengandung unsur pak-saan kepada siswa. c. Mengandungdaya kritis siswa d. Anak didikyang lebih tanggap dari visi visualakan menjadi rugi dan anak didikyang lebih tanggap auditifnya da-pat lebih besar menerimanya. e.Sukar mengontrol sejauh manaproses dan hasil pembelajarananak didik. f. Kegiatan pengajaranmenjadi verbalisme (pengertiankata-kata). g. Bila terlalu lama mem-bosankan.

Beberapa kelebihan metode ce-ramah adalah: a.Guru mudah men-guasai kelas. b. Guru mudah men-erangkan bahan pelajaran berjum-lah besar. c. Dapat diikuti anak did-ik dalam jumlah besar. d. Mudahdilaksanakan.

2. Metode diskusi (Discussionmethod). Metode diskusi adalahmetode mengajar yang sangat erathubungannya dengan memecah-kan masalah (problem solving). Me-tode ini lazim juga disebut sebagaidiskusi kelompok (group discussion)dan resitasi bersama (socialized rec-itation). Metode diskusi diaplikasi-kan dalam proses belajar mengajaruntuk: a.Mendorong siswa berpikirkritis. b. Mendorong siswa mengek-spresikan pendapatnya secara be-bas. c. Mendorong siswa menyum-bangkan buah pikirnya untukmemcahkan masalah bersama. d.Mengambil satu alternatif jawabanatau beberapa alternatif jawabanuntuk memecahkan masalah berd-sarkan pertimbangan yang seksa-ma.

Kelebihan metode diskusi ad-alah menyadarkan anak didik bah-wa masalah dapat dipecahkandengan berbagai jalan, menyadar-kan anak didik bahwa dengan ber-diskusi mereka saling mengemuka-kan pendapat secara konstruktif,sehingga dapat diperoleh keputu-san yang lebih baik, membiasakananak didik untuk mendengarkanpendapat orang lain sekalipun ber-beda dengan pendapatnya danmembiasakan bersikap toleransi.

3 Maulia D. Kembara, M.Pd., Home Schooling, (Bandung : Progresio, 2007), hal. 6. Pendidikan

besar yang berputar di benak setiap orang tua kemudian adalah: pendidikan semacam apa yang

paling cocok untuk menjadi bekal baik bagi anak-anak kita?. Idealnya, pendidikan yang

mendukung masa depan seorang anak tentu harus sesuai dengan karakter anak tersebut. Titik

temu yang ingin dicapai adalah kenyamanan si anak saat menjalani proses pendidikannya.

Aktivitas apa pun akan bernilai lebih ketika orang menjalaninya benar-benar menikmati. Hal

yang sama juga berlaku pada pilihan pendidikan. Faktor kenyamanan selama menjalani proses

belajar tentu sangat menentukan efektifitas tidaknya aktivitas tersebut. Percuma saja jika anak

dilibatkan dalam sebuah aktivitas belajar yang padat, namun tidak bisa meraka nikmati. Anak-

anak cenderung merasa terjebak dalam situasi tampa pililhan ketika mereka harus mengikuti

konsep belajar standar tanpa bisa berimprovisasi. Faktanya, setiap anak memiliki karakter khas

yang memungkinkan mereka berimajenasi secara spesifik. Albert Einstein menganggap imajenasi

sebagai kekayaan paling tak ternilai pada diri manusia, maka pengerdilan imajenasi anak dalam

proses belajar tidak beda dengan pengrogotan kekayaan hidupnya. Jika hal itu terjadi, lantas apa

yang akan kita sisakan untuk masa depan anak itu nantinya?

.......berlanjut di halaman 51

JURNAL EDUKASI. NO.XII.20084444

Geliat untuk terus memajukan kualitas pendidikan terus digalakkan olehpemerintah, salah satunya dengan cara merubah kurikulum, mulai KBK

sampai KTSP, yang telah diberlakukan mulai jenjang SMP sampaiSMA. Bagaimana Menurut Anda?

Sebenarnya, KTSP itu merupakan penyempurnaan dariKBK. Sementara KBK sendiri, telah disosialisasikan olehpemerintah sejak awal tahun 2002, kemudian ditetapkanmenjadi kurikulum pada tahun 2004. Karena sudahsemestinya, kurikulum harus dirubah. Walaupun,banyak orang yang selalu mempertanyakan terkaitdengan perubahan kurikulum ini. Secara alamiah,kurikulum memang harus berubah, karena kurikulumharus mengikuti perubahan zaman dan kebutuhanmasyarakat. Hanya saja, mungkin karenamasyarakat kurang mengerti terhadap perubahankurikulum, mereka cenderung mempertanyakanperubahan-perubahan kurikulum yang terjadi.Tetapi, bisa jadi pertanyaan tentang perubahan

Siswa Butuh Media Pembelajaranyang Menyenangkan

Wawancara Drs. Nursaid Sani, M.Pd

Perkembangan dunia pendidikan terus meningkat tajam.Perkembangan zaman yang terus berpacu, telah menjadi

tantangan tersendiri bagi dunia pendidikan untuk berbenah.Pendidikan diarahkan untuk bisa memberikan jawabanstrategis terhadap kebutuhan zaman saat ini yang telah

berorientasi pada skill dan kompetensi. Pendidikan memilikitugas berat untuk menjadi penentu akhir lahirnya anak didik

yang memiliki kompetensi dan skil yang jelas. Disinilahpembelajaran yang efektif serta dapat menopang kebutuhananak-anak harus diwujudkan oleh dunia pendidikan. Berikut

hasil perbincangan Mohammad Suhaidi RB dengan Drs.Nursaid Sani, M.Pd, Kepala SMA 1 Sumenep dan anggota

Dewan Pendidikan Sumenep.

JURNAL EDUKASI. NO.XII.20084444

JURNAL EDUKASI. NO.XII.2008 4545JURNAL EDUKASI. NO.XII.2008 4545

kurikulum (dari KBK ke KTSP, edit) yang muncul ditengah-tengah masyarakat, akibat belumsempurnanya penguasaan terhadap kurikulum lama,kemudian muncul kurikulum baru, sehinggamenyebabkan masyarakat tidak terlalu siap denganperubahan yang tiba-tiba tersebut. Sebab, dalam siklusperubahan kurikulum, seharusnya kurikulum bisaberubah dalam setiap 10 tahunan.

Terkait dengan penerapan KBK di lapangan?

KBK sebenarnya masih mengalami banyak kendala,sehingga sempat muncul plesetan bahwa KBKmenjadi Kurikulum Berbasis Kebingungan.Sehingga harus ada penyempurnaan lagi, makapada tahun 2006, dibentuk kurikulum baru yangdikenal dengan KTSP. Kurikulum ini, padadasarnya sama dengan KBK (Kurikulum versi 2004,edit), karena sama—sama menekankan padakompetensi., sesuai dengan amanat Sisdiknas, yangmenekankan bahwa pendidikan anak-anak harusberbasis kompetensi. Yang membedakan antaraKBK dengan KTSP terletak pada silabus. DalamKBK, ada beberapa silabus yang ditentukan olehpusat, sementara dalam KTSP di dibuat oleh tingkatsatuan di sekolah. Jadi sekolah yang menentukandan mengatur silabusnya.

KTSP seperti yang Anda sebutkan barusan berbasiskompetensi. Dalam proses pembelajarannya, apamemungkinkan digunakan media pembelajaran yangspesifik?

Ya, tentu saja bisa. Karena kurikulum ini bernamatingkat satuan, secara otomatis wewenang berada disekolah, sehingga wewenang tersebut berada ditangan kepala sekolah dan guru. Memamg silabusnyasudah ada, tetapi RPP dan yang lain harus disiapkanoleh guru, baik pendekatan maupun metodenya sesuaidengan dasar kompetensi mereka.

Dalam pengamatan Anda, bagaimana realisasi dan dampakdari KTSP di lapangan?

Memang masih agak tertatih-tatih, karena selama ini,guru terkesan langsung menerima jadinya. Guru-gurukurang terbiasa melakukan sesuatu dengan caranyasendiri. Mereka sudah terbiasa menerima(mengerjakan, edit) apa yang telah disusun olehatasan atau pusat, tetapi pada saat para gurudiberikan hak untuk merancang dan mendesainkurikulum sendiri, tampaknya mereka belum begitusiap. Namun demikian, untuk masa-masa yang akandatang, suka atau tidak suka, senang atau tidak

senang, guru harus melakukan apa yang telahditetapkan, yaitu mendesain dan merancang sendiriproses pembelajarannya, karena wewenang guru akandiperbesar, sehingga diharapkan akan banyak guruyang inovatif.

Apa langkah-langkah yang harus dilakukan apabila banyakguru yang secara SDM tidak bisa melaksanakan amanattersebut?

Pada awalnya, kurikulum ini oleh pusat diberi contohdulu sebagai pertimbangan, sehingga guru bisamengadopsi kurikulum yang ada tersebut, setelah itusecara perlahan guru akan bisa membuat danmerancangnya sendiri

Bagaimana media pembelajaran di sekolah yang Bapakpimpin, guna menyambut realisasi dari kurikulum berbasiskompetensi ini?

Kalau Lab-nya sudah lengkap. Kita (SMA 1 Sumenep,edit) sudah punya Lab Fisika, Kimia, Lab Biologi, LabKomputer, seni, dan bahasa. Semua lengkap, termasukjuga ruang media, juga sangat lengkap. Walaupun,memang masih jauh dari kesempurnaan.

Kurang sempurna, maksud Anda?

Masih banyak hal yang harus dibenahi, salah satunyamasalah ruangan serta media dan alat-alat yang lain,tampaknya masih harus dilengkapi selengkapmungkin

Dengan fasilitas yang sudah lengkap, bagaimana denganSDM guru untuk memanfaatkan fasilitas tersebut dalampembelajaran?

Sekarang, proses pembelajaram sudah diarahkandengan model dan paradigma yang lain.Pembelajaran yang dilakukan oleh guru harusdilakukan dengan cara yang tidak lagi tradisional.Misalnya, saat ini guru sudah bisa menggunakanteknologi ICT, yang lebih gampang mungkinmenggunakan komputer, dan masih banyak jugaguru yang harus didorong untuk memahami hal itu.Saat ini, di SMA I Sumenep ada kelas unggulan. Poladan model pengajaran yang dilakukan di kelas ini,sangat berbeda dengan yang dilakukan di kelas-kelas lain. Yang membedakan dengan kelas yanglain, terletak pada pengajaran. Di kelas unggulan ini,cara pengajaran dilakukan dengan cara yangmodern, yaitu guru selain menerangkan denganceramah dan tanya jawab, guru juga bisamemanfaatkan IT, misalnya melalui power point.

.... lihat di halaman 52

JURNAL EDUKASI. NO.XII.20084646

Guru dan Siswa(i) merupakan dua elemen penting dalam duniapendidikan. Keduanya tidak bisa dipisahkan. Guru dan siswa bisa di-tamtsilkan antara siang dan malam. Dalam proses pembelajaran, guru

sebagai pendamping bagi siswa(i) dalam rangka mencapai targetpembelajaran. Sukses dan tidaknya proses pembela-jaran sangat ditentukan oleh posisi seorang gurudalam mengawal pembelajaran.

Mampukah seorang guru menjalankan tugas ideal-nya sebagai pendidik dan fasilitator yang baik bagisiswa(i) dengan karakter dan kemampuannya yang be-ragam? Mampukah seorang guru memposisikan dirinyasebagai pengayom dan pendamping belajar bagi siswa(i),

sehingga tidak melahirkan asumsi bahwa pembela-jaran terkesan “ hegemonik”, karena guru yangsenantiasa menganggap siswa sebagai obyekdalam setiap proses pembelajaran. Akibatnya, pem-belajaran hanya dilaksanakan dengan cara pan-dang seorang guru, tanpa mempertimbangkan ke-butuhan dan keinginan siswa (i).

Problem itulah yang menjadi salah satu ala-san redaksi Jurnal EDUKASI meng-agendakankegiatan FGD dengan tema “Pembelajaran dalamPandangan Siswa(i)” di Aula PC NU Sumenep,7 Agustus 2008, yang dihadiri oleh 22 siswa(i)dari 40 lembaga SMA/sederajat se-Kabupaten

Sumenep. Ada beberapa catatan menarik yangmengemuka dalam FGD ini. Pertama, tentang proses pembelaja-ran yang selama ini dilaksanakan masih belum berpihak ter-hadap siswa. Kedua, proses pembelajaran yang dilaksanakanoleh para guru, masih menjadikan siswa sebagai elemen marji-nal yang tidak terfikirkan. Artinya, guru masih menjadi dirinyasendiri pada saat mengajar, bukan menjadi fasilitator yang akrab

dengan keinginan dan kebutuhan siswa(i).

FGD : Siswa Belajar dengan Pola BaruFocus Group Discusion (FGD) memiliki paradigma membe-

baskan, dengan model pembelajaran ala orang dewasa, yaitumodel pembelajaran yang memposisikan siswa sebagai sub-yek pembelajaran. Seluruh elemen yang hadir dalam forumini, baik siswa maupun fasilitator memiliki posisi yang sama.Tidak ada yang harus diposisikan sebagai orang yang palingtahu. Tidak ada yang harus diajdikan sebagai “raja informa-

JURNAL EDUKASI. NO.XII.20084646

JURNAL EDUKASI. NO.XII.2008 4747

si”, tidak ada pemilik tuggal yang me-miliki forum ini. Forum FGD merupa-kan hak dan milik bersama dan harusdihidupkan secara bersama.

Paradigma semacam itu, meru-pakan salah satu bentuk perwu-judan adanya nuansa baru dalambelajar. Siswa(i) sama sekali tidakdipersepsikan sebagai makhlukbernyawa yang tanpa gerak dan ko-song gagasan, tetapi sebagai ma-khluk kreatif yang sama-sama me-miliki isi (gagasan atau informasi),sehingga bisa saling mengisi danmemberikan informasi.

Oleh karena itu, siswa dansiswipun yang terlibat di forum ini,memiliki kebebasan mengemuka-kan pikiran dan pendapat, dengandifasilitasi oleh seorang fasilitatoruntuk memandu jalannya diskusi.

Para siswa diajak untuk belajarmengekspresikan dan bahkanmengkritisi proses pembelajaranyang tengah dijalani, baik dari segiproses pembelajaran, metode pem-belajaran, dan kurikulum. Bahkan,para perilaku mengajar para gurujuga menjadi obyek diskusi mereka.

Perilaku Guru yang Membosan-kan Siswa

Proses pembelajaran seharus-nya dapat dilakukan dengan carayang ideal, yaitu memadukan ant-ara tujuan pendidikan dengan kon-disi dan kebutuhan siswa. Sebab,pendidikan memiliki arah untukmencerdaskan bangsa, yang berar-ti peserta didik yang menjadi intidalam proses pendidikan.

Namun demikian, peserta didikdalam proses pembelajaran, ternyatamasih cenderung dijadikan sebagaiberhala yang harus mendengarkandan mematuhi keinginan sistem pen-didikan. Akibatnya, pendidikan han-ya berjalan sendirian, tanpa meng-hiraukan posisi peserta didik.

Keluhan yang muncul dalamFGD merupakan cerminan utuhtentang pembelajaran yang selama

ini dilakukan. Para siswa menga-nggap proses pembelajaran hanyadilakukan dengan cara pandangguru oriented, bukan siswa orient-ed, sehingga menghasilkan prosespembelajaran yang tidak kondusifbagi para siswa.

Ada beberapa hal yang mem-buat siswa kurang simpati terhadapguru pada saat melakukan pem-belajaran ; (1) Guru yang doyan mem-beri tugas, lalu pergi meninggalkansiswa menyelesaikan tugasnya, tanpaada pendampingan, (2) Guru memberitugas, lalu membaca buku, (3) Guruyanga otoriter di kelas, (4) Guru tidaktaat waktu istirahat (sudah sampai jamistirahat, tetap melanjutkan pelajaran),(5) Guru tidak menguasai materi, (6)Guru suka mengancam siswa dengancara memberikan nilai rendah, (7) Gurusering mengulang-ulang materi pela-jaran yang telah diajarkan, (8) Guruyang terjebak dengan nilai oriented,yaitu guru yang selalu menekankanpada angka, bukan pada kualitas siswa,sehingga mendidik siswa hanya untukmengejar raport, (9) Guru cuek saat me-nerangkan mata pelajaran, atau guruyang nulis terus tanpa memberikanpenjelasan yang bisa memuaskan siswa,(10) Guru yang apatis dengan pertan-yaan siswa. Biasanya membentak ataumeng-down-kan siswa, (11) Guru yangtempremental, anti kritik, dan bermu-ka masam (marongo’), (12) Jam matapelajaran terlalu panjang, sehinggamelelahkan, (13) Tidak ada postes (set-elah menyelesaikan KBM, guru yangbersangkutan tidak melaksanakan tes /evaluasi), (14) Guru merokok, pada saatberlangsung proses belajar mengajar,(15) Guru yang meng-anak emaskansalah satu siswa, misalnya bentuk pen-ganakemasan itu, salah satu bentukn-ya ialah pada saat guru menerangkanselalu memandang ke arah siswa yangdi-emaskan, (16) Guru kardi (karebbehdhibi’), dan (17) Guru yang suka men-gaktifkan HP pada saat jam belajar ber-langsung.

Metode Pembelajaran Perspek-tif Siswa

Metode pembelajaran yangbaik tentu saja metode yang bisa di-terima dengan baik oleh siswa,yaitu metode yang bisa mengakrab-kan siswa dengan materi pelajaranyang disampaikan, karena berha-sil dan tidaknya pembelajaran, san-gat ditentukan oleh metode pem-belajaran yang digunakan. Selamaini, banyak guru yang apatis den-gan metode pembelajaran yang di-gunakan, sehingga menciptakanmutu pembelajaran tidak sesuaidengan harapan siswa.

Padahal, mengajar tidak han-ya sekedar keterampilan, tetapimengajar merupakan seni yangmembutuhkan pemikiran dan kec-erdasan. Metode menyangkutstrategi mengajar yang baik, danmampu diterima dengan menarikoleh siswa. Dalam mengajar, rata-rata guru menggunakan metodekonvensional, sehingga membuatsiswa menjadi bosan dalammengikuti pembelajaran. Menga-pa? Jawabannya tentu saja, karenametode pembelajaran yang di-gunakan oleh guru, tidak didasar-kan pada kepentingan siswa.Apalagi belajar di ruang kelas,seringkali membuat siswa merasabosan dan berpengaruh terhadapkondisi belajar siswa.

Disinilah, seorang guru ditun-tut peka dalam menyiapkan strate-gi pembelajaran dengan metodeyang tepat dan mengena. Sebab,tugas seorang guru bukan hanya“sebatas mengajar” dan mentrans-fer ilmu, tetapi juga harus mampumenciptakan proses pembelajaranbernilai seni dan mampu menarikminat siswa. Dalam proses pem-belajaran, ada metode yang tidakdisukai siswa, tetapi tetap dipakaioleh guru, dan terdapat metodeyang sangat diharapkan olehsiswa, walaupun jarang ada guruyang mau melaksaksanakannya.

JURNAL EDUKASI. NO.XII.2008 4747

JURNAL EDUKASI. NO.XII.20084848

A. Metode Pembelajaran Ku-rang Diminati Siswa

1. Metode Ceramah. Metodeceramah merupakan metode lamayang seringkali dipakai oleh gurusaat melakukan proses pembelaja-ran. Metode ini memposisikan siswasebagai obyek ceramah, karena gurucenderung menjadi pemilik utamaruang kelas. Dengan metode cera-mah, seorang guru menyampaikanmateri secara monoton dan terkesanmenjadikan proses pembelajaransebatas transfer informasi dari gurukepada siswa. Metode ini meniscay-akan adanya hegemoni penge-tahuan seorang guru, sehinggamelahirkan dominasi atas siswa.Proses pembelajaran berlangsungsatu arah, dimana seorang gurumenceramahi siswa secara monoton.

2. Metode Hafalan. Metodeini lebih menekankan pada dayahafal. Siswa dituntut untuk meng-hafal beberapa materi di luar kepa-la, secara tekstual, walaupunkadang, banyak siswa yang tidakmemahami apa yang dihafal. Me-tode hafalan, hanya mengajaksiswa menghafal sebanyak mu-ngkin materi yang diberikan. Aki-bat selalu menghafal, banyak siswayang tidak simpati dengan metodeini. Selain, membebani siswa, me-tode ini juga kurang pas diterapkankarena tidak lebih hanya mement-ingkan cara belajar “mengingatteks”, daripada memahami sub-stansi materi pelajaran.

B. Metode Pembelajaran Dimi-nati Siswa

1. Metode Diskusi Kelompok.Metode ini merupakan metodemendiskusikan satu masalah se-suai dengan materi pelajaran.Siswa diberikan hak untuk mend-iskusikan materi pelajaran, sesuaidengan wawasan dan penge-tahuan mereka sendiri. Metode ini

sangat diganderungi oleh siswa,karena selain dapat membangkit-kan kompetisi kognitif di kalangansiswa, mengadu wawasan, jugasebagai ajang melatih siswa men-geluarkan pendapat di tengah-ten-gah teman mereka sendiri.

2. Praktek Langsung. Metodeini lebih menekankan pada prakek,daripada konsep. Guru mengajardengan praktik langsung di lapan-gan. Yaitu, guru yang tidak hanyamembuat siswa bergantung padateori, tetapi dapat menerapkannyasecara langsung. Setiap teori yangdiajarkan, tidak diberikan sebataspenjelasan bil lisan, tetapi diberikandalam bentuk mempraktekkan lang-sung materi tersebut di lapangan,sehingga siswa bisa langsung me-mahami dan mempraktekkan apayang dipelajarinya secara utuh.

3. Metode Game ( permainan).Game (role play) adalah permainanyang paling disenangi oleh siswa.Apalagi, sesuai dengan tingkatumur mereka, bermain masih men-jadi sesuatu yang tidak bisa diting-galkan. Metode bermain, berkem-bang sejak beberap tahun terakhirini dan cenderung diterapkandalam beberapa pelatihan (sekolah)dengan paradigma belajar ala orangdewasa. Belajar yang selama inidikenal sangat serius dan formal,sehingga acapkali menciptakan ke-bosanan, bisa dipecahkan dengansatu metode bermain ini. Menerap-kan metode game, selain mengajaksiswa selalu riang gembira, jugamemiliki dampak yang baik bagiperkembangan siswa. Dalam me-tode ini, guru mencoba mengajarkasiswa dalam bentuk permainan,yang mudah dicerna. Bila diband-ingkan dengan metode konvension-al, metode ini tampak fleksibel dandinamis dalam rangka merangsangminat belajar siswa.

4. Metode Multi Media (Labo-ratorium). Metode ini mencoba me-manfatkan media dalam proses

pembelajaran, salah satunya mela-lui media teknologi modern, misal-nya komputer maupun internet,maupun CD dan televisi. Denganmetode ini guru langsung memberi-kan gambaran yang jelas tentangsatu masalah sesuai dengan materiyang diajarkan. Misalnya, materibiologi, seorang guru bisa langsungmenyediakan CD tentang biologidan televisi atau bahkan meman-faatkan fasilitas yang telah disedia-kan dalam LAB sebagai medianya.

5. Metode Study Lapangan.Studi lapangan merupakan prosespembelajaran yang mencoba men-garahkan siswa terlibat langsungdi lapangan untuk melakukan stu-di. Siswa diajarkan bagaimanamelakukan studi lapangan terkaitdengan materi yang dipelajari, se-hingga siswa bisa mencari sendiri,menguraikanya sendiri, dan meny-impulkannya sendiri.

6. Metode Belajar di Tempat-Tempat Out Dor. Belajar di ruangkelas secara terus menerus, bisa men-jadi penyebab munculnya rasa jenuh.Sebab, kelas secara tidak langsungmenyimbolkan tentang lingkunganbelajar yang mengekang. Tembok-tembok yang mengurung siswa sela-ma berlangsung proses belajar men-gajar, tidak menutup kemungkinanmembuat siswa stress, sehingga meng-hilangkan minat belajar. Metode inimerupakan metode belajar yang bisamenyegarkan kondisi siswa, karenabelajar di tempat terbuka mengek-spresikan tentang adanya kebebasan,sesuai dengan tujuan pendidikanuntuk membebaskan siswa. Metodebelajar di alam terbuka, bisa melahir-kan sesuatu yang baru bagi siswa,karena inspirasi dan motivasi untukterus belajar bisa lahir dari tempatyang terbuka.

Dari Siswa untuk Pengelola Pen-didikan

Berbagai problem pembelajarandi atas tentu saja merupakan fenom-

JURNAL EDUKASI. NO.XII.20084848

JURNAL EDUKASI. NO.XII.2008 4949

ena lama yang terus terjadi dan tidak bisa dipecahkan. Padahal, dalam proses pembelajaran, siswalah yang men-jadi fokus pembelajaran. Suara siswa di atas, merupakan suara kejujuran tentang kondisi pembelajaran dalampendidikan kita saat ini. Berbagai harapan dan mimpi ideal siswa-siswi di atas tidakakan mungkin akan menjadi kenyataan, tanpa adanyakearifan dan kebijaksanaan para pengelola kebijakanpendidikan, baik sekolah maupun pemerintah.

Oleh karena itu, problem pembelajaran di atas,menurut para siswa hanya bisa dilakukan dengan caramengoptimalkan peran sekolah dan pengelola kebija-kan untuk secara konsisten melakukan langkah-lang-kah alternatif dalam rangka memecahkan masalah ini.FGD ini pada akhirnya menyepakati beberapa reko-mendasi yang harus dipikirkan oleh pihak pengelolapendidikan di masa-masa yang akan datang.

1. Pihak Sekolah. Untuk meningkatkan kualitaspembelajaran serta menciptakan pembelajaran yangberpihak terhadap kebutuhan siswa, pihak sekolah per-lu melakukan langkah-langkah strategis. Pertama, pi-hak sekolah harus melakukan kontrol yang intensif terhadap me-tode pembelajaran yang diterapkan oleh setiap guru, sehingga tetapmengarah pada upaya menciptakan pola dan arah pembelajaranyang menekankan pada kepentingan siswa. Kedua, mengadakanpelatihan tentang pembelajaran yang efektif dan nyaman terhadappara guru. Ketiga, memilih guru yang ahli di bidangnya dan memi-liki kemampuan mengajar yang baik. Keempat, sekolah harus meny-usun kurikulum yang didasarkan pada kebutuhan dan kemam-puan siswa. Kelima, sekolah harus menindak guru yang bertin-dak sewenang-wenang terhadap siswa. Keenam, sekolah harusmelaksanakan sharing dengan siswa sebagai media evaluasi ber-sama tentang perbelajaran yang telah berlangsung.

2. Pemegang Kebijakan Pendidikan (DIKNAS-DEPAG).Demikian pula halnya dengan pihak DIKNAS-DEPAG, harus me-nyiapkan kebijakan-kebijakan strategis dalam rangka menye-lesaikan berbagai problem pembelajaran di kalangan siswa dilembaga di bawah naungan kedua instansi tersebut. Pertama,pemerintah (DIKNAS-DEPAG) harus melaksanakan pertemuandengan semua guru untuk membicarakan tentang pembelaja-ran yang dilakukan, sekaligus mencari solusi yang baik dalamrangka meningkatkan mutu pembelajaran. Kedua, menyiapkananggaran untuk buku panduan (materi pelajaran) yang gratiskepada siswa. Keempat, menyiapkan anggaran untuk mengem-bangkan fasilitas belajar di semua lembaga yangada di Sumenep, tanpa pandang bulu. Kelima,memberikan kebebasan kepada sekolah untukmengembangkan kurikulum sesuai dengan kebu-tuhan di sekolah masing-masing. Keenam, pemer-intah harus bisa memperlakukan setiap lembagapendidikan (negeri-swasta) dengan seimbang.Ketujuh, dalam merekrut guru, pemerintah harusmenekankan pada kemampuan, bukan padaijazah, karena ijazah tidak bisa dijadikan sebagaiparameter untuk mengukur kualitas mengajar sese-orang. (Muhammad Suhaidi RB) ge

JURNAL EDUKASI. NO.XII.2008 4949

JURNAL EDUKASI. NO.XII.20085050

Cara-cara ini, memang terkesansangat berat dilakukan oleh guruyang baru, tetapi ke depan semuaakan bisa diperbaiki secarabertahap. Pembelajaran sudahharus dilakukan dengan baik,tidak lagi dengan cara-cara lama,tetapi mengacu pada prosespembelajaran yang dibutuhkansaat ini, sehingga para guru harusmampu menerapkannya. Di SMA1 Sumenep, memang telahmemiliki internet, bahkan kemarintelah me- launching hot spot ,sehingga akan mempermudahbagi siswa dalam membukainternet. Hal ini tentu saja secaraperlahan harus bisa merubahparadigma guru dalam caramengajar. Misalnya guru bisamenugaskan siswa untuk mencarimateri tugas di internet, ataubahkan ada materi-materi yangkalau misalnya guru tidak maumembuka internet, akan kalahsaing dengan siswa-siswanya.

Apa yang dilakukan Anda ketika SDMguru menjadi faktor mendasar dalamproses pembelajaran yang baru, sepertiyang telah Anda katakan?

Sejak tahun kemarin, SMA I telahmenjadi sekolah dalam katagorisekolah mandiri (KM). Sepertiyang Anda ketahui, saat ini telahada beberapa katagori sekolahuntuk SMA, antara lain sekolahdalam katagori standar, katagorimandiri, dan ada katagori sekolahberstandar internasional. Kamimerencanakan dua tahun lagi,SMA 1 bisa menjadi SBI (SekolahBertaraf Internasional), sehinggadengan adanya kelas unggulanyang ada di SMA I bias menjadicikal bakal untuk menjadi sekolahbertaraf internasional, di sampingpara guru harus bisa meningkat-kan SDM-nya, sehing-ga pembela-jaran yang dilakukan akan dapatmemenuhi tujuan dan target yangingin kami capai, terutama dalambahasa Ingris dan cara mengajar

yang harus dilakukan sesuai den-gan kebutuhan internasional.Selain sebagai kepala sekolah, Andajuga memiliki pengalaman mengajar.Media pembelajaran apa yang Andagunakan selama ini?

Di SMA 1, saya juga mengajarselama enam jam. Banyak sekali(media pembelajaran, edit) yangdigunakan, karena saya mengajarbahasa Ingris. Kita bisa memakaikomputer, video, dan film, kalaumemang siswa sudah tinggi.Artinya, media ini bias diberikankepada siswa yang tidak lagibelajar tentang dasar-dasar bahasaIngris, seperti tentang strukturbahasa atau yang lain. Anak-anaklangsung diberi contoh, misalnyadengan cara memutar filmberbahasa Ingris, kemudian setelahselesai menonot, mereka dimintamembuat karangan atau cerita dariapa yang telah dilihat, ataumenceritakan kembali denganmenggunakan bahasa Ingris.Selain itu, juga bisa memakai gameatau masih banyak sekali yang bisadigunakan.

Dari sekian media pembelajaran yangAnda gunakan, media pembelajaranapa yang paling disenangi oleh siswa?

Anak-anak sebenarnya senangterhadap pembelajaran yang bisamenyenangkan daripada hanyamengajar dengan ceramah. Apalagikemampuan anak-anak sangatberagam. Apabila saya mengajardengan bagus dan lancar, denganmemakai ICT dan diskusi, sepertiyang diterapkan di kelasungggulan, tentu saja akanberjalan dengan lancar. Tetapi,kalau diterapkan di kelas regular,hanya beberapa anak yang bisaaktif. Apalagi, kalau sudahmenjadi Sekolah Standar Nasional,mungkin dalam jangka satu tahunatau dua tahun lagi, setiap kelasharus terdiri dari 40 siswa, palingbanyak mungkin hanya 32 orangsiswa. Sekarang, kondisinya masih

belum memungkinkan untukmenerapkan model seperti itu.Insyaallah, satu tahun lagi SMA I,akan mengambil siswa barumaksimal 32 siswa, atau bahkanhanya 25 siswa setiap kelas,sehingga proses pembelajaran bisakondusif untuk menerapkan modelpembelajaran yang modern.

Apa yang Anda rasakan pada saatmenerapkan pembelajaran denganmedia pembelajaran yang baru,terutama di kalangan guru yang lain?

Pertama, paradigma guru dalammengajar masih kesulitanmenerima dan menerapkanparadigma pembelajaran yangbaru, karena mereka telah biasasekian lama menerapkanpembelajaran dengan cara-carayang lama. Kedua, mengajar denganmemakai ICT merupakanparadigma baru, sehinggamenuntut para guru bisamenguasai media yang terkaitdengan ICT. Ketiga, masalah biaya.Misalnya biaya membuka internetdan biaya yang lain.

Terkait dengan beragamnyapembelajaran multi media yang saatini terus dikembangkan, bagaimanamenurut Anda?

Pembelajaran dengan cara barumemang harus dilakukan, sepertiyang telah dilakukan di beberapaNegara lain. KArena mediapembelajaran merupakan alat,sehingga apabila alat tersebutmemang baik untuk digunakandalam pendidikan, tentu saja harusditerapkan dan dilaksanakan.Walaupun, kita tidak bolehmendewakan alat, karena anakbisa belajar dengan sendirinyatanpa bantuan guru, denganmemakai media pembelajaran yangada saat ini. Tetapi, kalau dilihatdari sisi kematangan emosi,sebenarnya masih tetapmembutuhkan seorang guru didalam pembelajaran.

.... dari halaman 47

JURNAL EDUKASI. NO.XII.2008 5151

Sedangkan kelemahan metode dis-kusi adalah tidak dapat dipakaidalam kelompok yang besar, peser-ta diskusi mendapat informasiyang terbatas, Dapat dikuasai olehorang-orang yang suka berbicara,biasanya orang menghendakipendekatan yang lebih formal.

3. Metode demontrasi (Demon-stration method)4. Metode demon-strasi adalah metode mengajar den-gan cara memperagakan barang,kejadian, aturan, dan urutanmelakukan suatu kegiatan, baik se-cara langsung maupun melaluipenggunaan media pengajaranyang relevan dengan pokok ba-hasan atau materi yang sedang dis-ajikan. Metode demonstrasi adalahmetode yang digunakan untukmemperlihatkan sesuatu prosesatau cara kerja suatu benda yangberkenaan dengan bahan pelaja-ran. Manfaat psikologis pedagogisdari metode demonstrasi adalahperhatian siswa dapat lebih dipu-satkan, proses belajar siswa lebihterarah pada materi yang sedangdipelajari, pengalaman dan kesansebagai hasil pembelajaran lebihmelekat dalam diri siswa. Kelebi-han metode demonstrasi ialah,membantu anak didik memahamidengan jelas jalannya suatu prosesatau kerja suatu benda, memudah-kan berbagai jenis penjelasan, ke-salahan-kesalahan yang terjadi darihasil ceramah dapat diperbaikimelalui pengamatan dan contohkonkret, dengan menghadirkanobyek yang sebenarnya. Sedangkankelemahan metode demonstrasi,yaitu, anak didik terkadang sukarmelihat dengan jelas benda yangakan dipertunjukkan, tidak semuabenda dapat didemonstrasikan,sukar dimengerti bila didemon-strasikan oleh guru yang kurangmenguasai apa yang didemon-strasikan.

4. Metode ceramah plus. Metodeceramah plus5 adalah teori menga-jar yang menggunakan lebih dari

satu metode, yakni metode ceramahyang digabungkan dengan metodelainnya. Dalam hal ini, penulisakan menguraikan tiga macam me-tode ceramah plus yaitu: (a) Metodeceramah plus tanya jawab dan tu-gas (CPTT). Metode ini merupakanmetode mengajar gabungan antaraceramah dengan tanya jawab danpemberian tugas. Metode campu-ran ini, idealnya dilakukan secaratertib, meliputi : penyampaian ma-teri oleh guru, pemberian peluangbertanya jawab antara guru dansiswa, pemberian tugas kepadasiswa. (b) metode ceramah plus dis-kusi dan tugas (CPDT). Metode inidilakukan secara tertib sesuai den-gan urutan kombinasinya. Gurumenguraikan materi pelajaran, ke-mudian mengadakan diskusi, danakhirnya memberi tugas (c) Metodeceramah plus demonstrasi dan lati-han (CPDL). Metode ini merupakankombinasi antara kegiatan men-guraikan materi pelajaran dengankegiatan memperagakan dan lati-han (drill).

5. Metode resitasi6 ( recitationmethod ). Metode resitasi adalahsuatu metode mengajar dimanasiswa diharuskan membuat resumedengan kalimat sendiri. Kelebihanmetode resitasi sebagai berikut: a.Pengetahuan anak didik diperolehdari hasil belajar sendiri akan dap-at diingat lebih lama. b. Anak didikberkesempatan memupuk perkem-bangan dan keberanian mengam-bil inisiatif, bertanggung jawab danberdiri sendiri. Kelemahan metoderesitasi sebagai berikut: a. Terk-adang anak didik melakukan peni-puan dimana anak didik hanyameniru hasil pekerjaan temennyatanpa mau bersusah payah menger-jakan sendiri. b. Terkadang tugasdikerjakan oleh orang lain tanpapengawasan. c. Sukar memberikantugas yang memenuhi perbedaan

individual.6. Metode percobaan ( Experi-

mental method ). Metode percobaanadalah metode pemberian kesem-patan kepada anak didik peroran-gan atau kelompok, untuk dilatihmelakukan suatu proses atau per-cobaan. Metode percobaan adalahsuatu metode mengajar yang meng-gunakan tertentu dan dilakukanlebih dari satu kali. Misalnya diLaboratorium. Kelebihan metodepercobaan sebagai berikut: a. Me-tode ini dapat membuat anak didiklebih percaya atas kebenaran ataukesimpulan berdasarkan perco-baannya sendiri daripada hanyamenerima kata guru atau buku. b.Anak didik dapat mengembangkansikap untuk mengadakan studi ek-splorasi (menjelajahi) tentang ilmudan teknologi. c. Dengan metode iniakan terbina manusia yang dapatmembawa terobosan-terobosanbaru dengan penemuan sebagaihasil percobaan yang diharapkandapat bermanfaat bagi kesejahter-aan hidup manusia. Kekuranganmetode percobaan sebagai berikut:a. Tidak cukupnya alat-alat men-gakibatkan tidak setiap anak didikberkesempatan mengadakan ekper-imen. b. Jika eksperimen memerlu-kan jangka waktu yang lama, anakdidik harus menanti untuk melan-jutkan pelajaran. c. Metode ini leb-ih sesuai untuk menyajikanbidang-bidang ilmu dan teknologi.

7. Metode Karya Wisata7 ( Studytour method ). Metode karya wisataadalah suatu metode mengajaryang dirancang terlebih dahuluoleh pendidik dan diharapkansiswa membuat laporan dan didis-kusikan bersama dengan pesertadidik yang lain serta didampingioleh pendidik, yang kemudian di-bukukan. Kelebihan metodekaryawisata sebagai berikut: a.Karyawisata menerapkan prinsip

.... dari halaman 45

4 Dikutip dari kurikulum SMP Negeri 1 Lenteng 2008 Model-model Pembelajaran

Alternatif. Hal 115 http:// chim. Voldusta. Edu/ wuitt/ edpsyint. html6 Ibid7 Ibid

JURNAL EDUKASI. NO.XII.20085252

pengajaran modern yang meman-faatkan lingkungan nyata dalampengajaran. b. Membuat bahanyang dipelajari di sekolah menjadilebih relevan dengan kenyataandan kebutuhan yang ada dimasyarakat. c. Pengajaran dapatlebih merangsang kreativitas anak.Kekurangan metode karyawisatasebagai berikut: a. Memerlukan per-siapan yang melibatkan banyakpihak. b. Memerlukan perencanaandengan persiapan yang matang. c.Dalam karyawisata sering unsurrekreasi menjadi prioritas daripa-da tujuan utama, sedangkan unsurstudinya terabaikan. d. Memerlu-kan pengawasan yang lebih ketatterhadap setiap gerak-gerik anakdidik di lapangan. e. Biayanya cuk-up mahal. f. Memerlukan tanggungjawab guru dan sekolah atas kelan-caran karyawisata dan keselama-tan anak didik, terutama karyawi-sata jangka panjang dan jauh.

8. Metode latihan keterampilan( drill method ). Metode latihan ket-erampilan adalah suatu metodemengajar , dimana siswa diajak ketempat latihan keterampilan untukmelihat bagaimana cara membuatsesuatu, bagaimana cara meng-gunakannya, untuk apa dibuat, apamanfaatnya dan sebagainya. Con-toh latihan keterampilan membuattas dari mute/pernik-pernik.Kelebihan metode latihan keter-ampilan sebagai berikut: a. Dapatuntuk memperoleh kecakapan mo-toris, seperti menulis, melafalkanhuruf, membuat dan menggunakanalat-alat. b. Dapat untuk memper-oleh kecakapan mental, sepertidalam perkalian, penjumlahan,pengurangan, pembagian, tanda-tanda/simbol, dan sebagainya. c.Dapat membentuk kebiasaan danmenambah ketepatan dan kecepa-tan pelaksanaan. Kekurangan me-tode latihan keterampilan sebagaiberikut : a. Menghambat bakat daninisiatif anak didik karena anakdidik lebih banyak dibawa kepadapenyesuaian dan diarahkan kepa-da jauh dari pengertian. b. Menim-

bulkan penyesuaian secara statiskepada lingkungan. c. Kadang-kadang latihan yang dilaksanakansecara berulang-ulang merupakanhal yang monoton dan mudahmembosankan. d. Dapat menimbul-kan verbalisme.

9. Metode mengajar beregu8

(team teaching method ). Metode men-gajar beregu adalah suatu metodemengajar dimana pendidiknya leb-ih dari satu orang yang masing-masing mempunyai tugas. Biasan-ya salah seorang pendidik ditun-juk sebagai kordinator. Cara pen-gujiannya, setiap pendidik mem-buat soal, kemudian digabung. Jikaujian lisan maka setiap siswa yangdiuji harus langsung berhadapandengan team pendidik tersebut.

10. Metode mengajar sesamateman ( peer teaching method ). Me-tode mengajar sesama teman ad-alah suatu metode mengajar yangdibantu oleh temannya sendiri

11. Metode pemecahan masa-lah9 ( problem solving method ). Me-tode ini adalah suatu metode men-gajar yang mana siswanya diberisoal-soal, lalu diminta pemecahan-nya.

12. Metode Global (ganze meth-od ), yaitu suatu metode mengajardimana siswa disuruh membacakeseluruhan materi, kemudiansiswa meresume apa yang dapatmereka serap atau ambil intisaridari materi tersebut.

Tipe Belajar SiswaMengetahui tipe belajar siswa

membantu guru untuk dapatmendekati semua atau hampir se-mua murid hanya dengan men-yampaikan informasi dengan gayayang berbeda-beda yang disesuai-kan dengan tipe belajar siswa. Be-berapa Tipe Belajar Siswa SebagaiBerikut:

1. Tipe Belajar Visual. Bagisiswa yang bertipe belajar visual,yang mememgang peranan pentingadalah mata atau penglihatan ( vi-sual ), dalam hal ini metode penga-jaran yang digunakan guru se-

baiknya lebih banyak atau dititik-beratkan pada peragaan atau me-dia, ajak mereka ke obyek-obyekyang berkaitan dengan pelajarantersebut, atau dengan cara menun-jukkan alat peraganya langsungpada siswa atau menggambarkan-nya di papan tulis10. Ciri-ciri TipeBelajar Visual: Bicara agak cepat .Mementingkan penampilan dalamberpakaian/presentasi. Tidakmudah terganggu oleh keributan.Mengingat yang dilihat, dari padayang didengar. Lebih suka mem-baca dari pada dibacakan. Pembacacepat dan tekun. Seringkali menge-tahui apa yang harus dikatakan,tapi tidak pandai memilih kata-kata.Lebih suka melakukan demonstra-si dari pada pidato. Lebih sukamusik dari pada seni. Mempunyaimasalah untuk mengingat instruk-si verbal kecuali jika ditulis, danseringkali minta bantuan oranguntuk mengulanginya. Mengingatdengan Asosiasi Visual

2. Tipe Belajar Auditif. Siswayang bertipe auditif mengandala-kan kesuksesan belajarnya melaluitelinga ( alat pendengarannya ),untuk itu maka guru sebaiknyaharus memperhatikan siswanyahingga ke alat pendengarannya.Karena akan sia-sialah guru yangmenerangkan kepada siswa tuli,walaupun guru tersebut menerang-kan dengan lantang , jelas dan den-gan intonasi yang tepat. Ciri-ciriTipe Belajar Auditif: Saat bekerjasuka bicaa kepada diri sendiri, Pe-nampilan rapi, Mudah tergangguoleh keributan, Belajar dengan men-dengarkan dan mengingat apayang didiskusikan dari pada yangdilihat. Senang membaca dengankeras dan mendengarkan, Meng-gerakkan bibir mereka dan mengu-

8 Ibid9 lih, Elaine B. Johnson, PH.D, Contextual

Teaching Learning (CTL): Menjadikan Kegiatan

Belajar-Mengajar Mengasikkan dan Bermakna,

(Bandung, MLC, 2007), hal 2110 l ih, James Le Fanu, Deteksi Dini

Masalah-Masalah Psikologi Anak, (Jogjakarta,

Think,2008), hal 320. cetakan ke 4.

JURNAL EDUKASI. NO.XII.2008 5353

Daftar Pustaka

Dewey, John. 1996. Democracy and Education: An Introduction to the Philosophy of Education.

New York: Free Press.

Fanu, James Le. 2008 Deteksi Dini Masalah-Masalah Psikologi Anak. Jogjakarta: Think. cetakan

ke 4.

http:// chim. Voldusta. Edu/ wuitt/ edpsyint. html

Johnson, B Elaine, PH. D.2007. Contextual Teaching and Learning: Menjadikan Kegiatan Belajar-

Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna (terjemahan). Jakarta: Mizan Learning Center (MLC).

Kamus Bahasa Indonesia

Kembara, Maulia D., M.Pd. 2007. Home Schooling. Bandung: Progresio.

Murtadho, Ali S.Pd.I & Siswanto, Muhammad Zuki. 2006. Seni Belajar : Strategi Menggapai

Kesuksesan Anak. Jakarta: Kjalifa.

Rose, Colin & Malcolm J. Nicholl. 2002. Accelerated Learning For The 21st Century . Bandung:

Nuansa.

Wahyudin. 2007. A to Z Anak Kreatif. Jakarta: Gema Insani Press.

11 Lop. Cit. hal. 45

capkan tulisan di buku ketika mem-baca, Biasanya ia pembicara yangfasih, Lebih pandai mengeja den-gan keras daripada menuliskan-nya, Lebih suka gurauan lisan dari-pada membaca komik, Mempunyaimasalah dengan pekerjaan-peker-jaan yang melibatkan Visual, sep-erti memotong bagian-bagian hing-ga sesuai satu sama lain, Berbicaradalam irama yang terpola, Dapatmengulangi kembali dan meniru-kan nada, berirama dan warnasuara

3. Tipe Belajar Kinestetik.Siswa yang bertipe belajar ini be-lajarnya melalui gerak dan sentu-han. Ciri-ciri Tipe Belajar Kineste-tik: Berbicara perlahan, Pe-nampilan rapi, Tidak terlalumudah terganggu dengan situasikeributan, Belajar melalui mema-nipulasi dan praktek. Menghafaldengan cara berjalan dan melihat ,Menggunakan jari sebagai petun-juk ketika membaca, Merasa kesu-litan untuk menulis tetapi hebatdalam bercerita, Menyukai buku-buku dan mereka mencerminkanaksi dengan gerakan tubuh saatmembaca, Menyukai permainanyang menyibukkan, Tidak dapatmengingat geografi, kecuali jikamereka memang pernah berada ditempat itu. Menyentuh orang un-tuk mendapatkan perhatian mere-ka Menggunakan kata-kata yangmengandung aksi

4. Tipe Belajar Taktil. Taktilartinya rabaan atau sentuhan.Siswa yang seperti ini penyerapanhasil pendidikannya melaui alatperaba yaitu tangan atau kulit. Con-toh : mengatur ruang ibadah, me-nentukan buah-buahan yang rusak(busuk)

5. Tipe Belajar Olfaktoris. Ke-berhasilan siswa yang bertipe ol-faktoris , tergantung pada alat in-dra pencium, tipe siswa ini akansangat cepat menyesuaikan dirin-ya dengan suasana bau lingkun-gan. Siswa tipe ini akan cocok bilabekerja di : laboratorium

6. Tipe Belajar Gustative.

Siswa yang bertipe gustative ( ke-mampuan mencicipi ) adalah mere-ka yang mencirikan belajarnya leb-ih mengandalkan kecapan lidah.Mereka akan lebih cepat memaha-mi apa yang dipelajarinya melaluiindra kecapnya.

7. Tipe Belajar Kombinatif11.Siswa bertipe kombinatif adalahsiswa yang dapat dan mampumengikuti pelajaran dengan meng-gunakan lebih dari satu alatindra.Ia dapat menerima pelajarandangan mata dan telinga sekaligusketika belajar. Karena banyak rag-am tipe belajar siswa, maka kita se-bagai pendidik hendaknya menge-nali betul anak didik kita danhendaknya pendidik memiliki ber-bagai metode mengajar, agar siswadapat menerima atau mengerti apayang disampaikan oleh gurunyadengan seefektif dan seefisien mu-ngkin.

Faktor yang mempengaruhibelajar siswa adalah a. Faktor in-ternal (faktor dari dalam diri siswa),yaitu kondisi/keadaan jasmanidan rohani siswa b. Faktor ekste-nal (faktor dari luar siswa), yaitukondisi lingkungan disekitarsiswa. c. Faktor pendekatan belajar(approach to learning), yaitu jenisupaya belajar siswa yang meliputistrategi dan metode yang di-gunakan siswa untuk melakukankegiatan pembelajaran materi-ma-teri pelajaran. Untuk memperjelasuraian mengenai faktor-faktor yang

mempengaruhi belajar siswa, per-hatikan bagan di bawah ini: Fak-tor-faktor Yang Mempengaruhi Be-lajar Ragam Faktor dan ElemennyaInternal Siswa Eksternal SiswaPendekatan Belajar Siswa 1. AspekFisiologis :- Tonus Jasmani- Matadan telinga. 2. Aspek Psikologis-intelegensi- sikap- minat- bakat-motivasi.

PenutupBeberapa metode mengajar se-

baiknya dikuasai dan divariasikanoleh pendidik, dengan tujuan padasaat mengajar dipraktekkan lang-sung, agar siswa yang terdiri daribebrapa tipe belajar tersebut dapatmenyimak, menerima, mencernadan mengerti, sehingga peserta did-ik dapat mengaplikasikannyadalam kehidupan sehari-hari, sep-erti adanya perubahan tingkahlaku yang positif yaitu dari tidaktahu menjadi tahu, wawasannyalebih luas, tutur katanya lebihsopan serta gaya hidupnyapun leb-ih berbobot.

Metode mengajar jelas erathubungannya dengan tipe belajarpeserta didik, karena dalam prosesbelajar mengajar yang baik adalahapabila terjadi interaksi antara pe-serta didik dengan pendidik. Un-tuk itu maka pendidik harus dapatmenciptakan situasi yang nyaman,membangkitkan semangat belajar,menggairahkan dan membuatsiswa antusias untuk belajar. ge

JURNAL EDUKASI. NO.XII.20085454

Rusdi

RRRRRusdi, A.Mdusdi, A.Mdusdi, A.Mdusdi, A.Mdusdi, A.Md, lahir di Sumenep, 14 Oktober 1971. Pengalamanpendidikannya dimulai di SDN Batuputih Kenek 1985, SMP Negeri 1Batuputih 1988, MA 1 An-Nuqayah Guluk-Guluk 1994, kemudianpendidikan tingginya dilnajutkan di STKIP Universaitas Lambung Mangkurat,Banjarmasih 1997. Mengajar di SMP Ar-Riyadl BAnjarmasin 1997, SMAAr-Riyadl Banjarmasin 1997, SDN Karangharjo 3 Jember 2004, SMPN 1Batuputih 2005, dan SMPN 1 Masalembu (sekarang).

artikel utamaartikel utama

JURNAL EDUKASI. NO.XII.20085454

PendahuluanIlmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah

sebuah materi yang membahas serta mempela-jari alam semesta ini, atau ilmu yang menganal-isis peristiwa-peristiwa di alam. Dapat pula dika-takan bahwa IPA adalah pengetahuan tentangalam semesta dan isinya.1 Pembelajaran ilmupengetahuan alam secara khusus meliputipengetahuan Fisika, Biologi dan Kimia, sepertiyang terakumulasi dalam jenjang pendidikanSekolah Menengah Pertama.

Pada kesempatan ini pembahasan terbataspada mata pelajaaran IPA-fisika. Fisika adalahmerupakan salah satu komponen dalam matapelajaran Ilmu Pengeetahuan Alam di SMP. Fisi-ka dalam bahasa Yunani berasal dari kata phys-ikos yang artinya alamiah atau physis yang artin-ya alam. Jadi fisika adalah sains atau ilmu ten-tang alam dalam makna yang terluas. Fisikamempelajari gejala alam yang tidak hidup ataumateri dalam lingkup ruang dan waktu. Bebera-pa sifat yang dipelajari dalam fisika menjelas-kan sifat yang ada dalam semua sistem materiyang ada, seperti hukum kekekalan energi. Sifatsemacam ini sering disebut sebagai hukum fisi-ka.2

Fisika sering disebut sebagai “ ilmu palingmendasar “ karena setiap ilmu alam lainnya (Bi-ologi, Kimia, Geologi dan sebagainya) mempel-ajari jenis sitem materi tertentu yang mematuhihukum fisika.

Dalam analis pengertian lain, fisika adalah

Memanfaatkan FungsiMedia Pembelajaran

dalam Pembelajaran IPA-FISIKA

ilmu tentang materi (zat) dan energi. Ma-teri yang memungkinkan dunia industridan teknologi tinggi terus maju danberkembang, adalah segala sesuatu yangdapat kamu lihat dan dapat kamu sen-tuh. Materi dapat berada dalam tida wu-jud, yaitu : padat, cair dan gas.3

Fisika pada hakikatnya adalah ilmuyang mempelajari tentang fenomena alambaik yang hayati maupun nonhayati ber-dasarakan prinsip-prinsip yang sederha-na dan berlaku universal (Budi Santoso :1991). Fisika merupakan pelajaran ten-tang kejadian dalam alam yang memu-ngkinkan penelitian dengan percobaan,pengukuran apa yang didapat, penyajiansecara matematis dan berdasarkan per-aturan-peraturan umum (Brockhaus :1972).4 Statement yang lain mengatakanbahwa fisika adalah studi tentang energidan cara mereka (energi) berinteraksi.5

1 Sutarman dkk, Modul Pendidikan IPA untuk D2

PGSD/MI, makalah tidak diterbitkan.2 Didit T Chandra, Bagaiman Membuat Pembelajaran

Listrik Menjadi Menarik ?, (Pelangi Pendidikan, Buletin,

edisi IV/April 2006) hal. 513 Suroso AY, Anna Permanasari, Kardiawarman,

Ensiklopedi Sains dan Kehidupan, (CV Tarity Samudra

Berlian, 2003) hal. 1574 Trianto, S.Pd, Menghilangkan Image Fisika Sulit

dan Tidak Menarik, (Media No. 05 2002) hal. 75 Janice VanCleave, Science Through The Ages : Sains

Dari Masa Ke Masa, (Bandung : Pakar Raya, 2004) hal. 4

JURNAL EDUKASI. NO.XII.2008 5555

Prinsip prinsip para ilmuan se-hubungan dengan fisika secaradefinitif dapat disimpulkan bahwafisika adalah ilmu pengetahuanyang berkorelasi dengan bidangalam semesta dengan motodologiyang berdasarkan implikasi ilmiah.Dengan konsep ini dapat dimaknaibahwa fisika harus bersifat univer-sal serta malalui analisis yangobyektif, tidak didasari oleh sub-yektifitas apalagi yang bersifattidak transparan alias terdapat im-age yang bersifat pribadi.

Mata pelajaran IPA-fisika meru-pakan ilmu pengetahuan yang eratkeitannya dengan teknologi.Teknologi adalah implikasi darisebuah ilmu pengetahuan. Aplika-si dari ilmu pengetahuan itulahyang merupakan produk berupateknologi. Menguasi teknologimerupakan prasyarat dari sebuahkaharusan yang harus dimilikioleh sebuah bangsa yang ingin ber-peran aktif dalam kancah duniaglobal. Fisika adalah salah satumateri pokok yang merupakan lan-dasan diterminan praktis untukmenguasai teknologi. Fisika bukansatu-satunya materi yang mengajakanak didik kepada penguasaanteknologi, akan tetapi materi inimendominasi praktik aksilerasiparsial yang mungkin lebih men-gacu kepada pendekatan konsepteknologi.

Dengan konsep terapan penge-tahuan guna mencapai pengua-saan teknologi yang lebih mumpu-ni, maka perlu kiranya adanya se-buah analisis khusus berkenaandengan strategi pembelajaran fisi-ka. Hal ini agar tidak menimbulkanimage tidak baik (negatif) sehubun-gan dengan materi fisika. Strategipembelajaran diperlukan guna leb-ih mengedepankan pemahamankonsep, sehingga pembelajaranlebih bermakna dan punya artiyang lebih mencerminkan jiwakeilmiahan, atau metodologi ilmu-wan yang semakin terealisasidalam pemikiran anak didik.

Di samping itu, tentu tidak

kalah pentingnya lagi optimalisasifungsi media yang dalam hal inisebagai penmyempurna di dalamsebuah teknik pembelajaran. Mediaadalah alat atau sarana yangsekiranya dapat mendukung ter-ciptanya proses belajar mengajaryang lebih kreatif. Media tidak per-lu bersifat komplit materialis, teta-pi dengan kreativitas yang sedikitkritis guru diharapkan mampumempergunakan lingkungan alamsekitar yang sederhana tapi ber-makna.

Makna Pembelajaran IPA-FisikaSeperti yang telah diungkap-

kan di atas bahwa fisika dalah matapelajaran yang bersifat paling men-dasar. Jadi materi ini mempunyaimakna tersendiri pada diri siswaapabila kita mampu memberikaninisiatif steorotif terhadap pesertadidik. Sering tanpa terduga (ataumungkin juga disadari) bahwa kitamemberikan kesan sulit kepadaanak didik kita sehubungan den-gan materi fisika. Rumus-rumus,matematis serta pemahaman kon-sep yang sedikit jlimet adalah ber-peran aktif terhadap kecenderun-gan anak didik untuk mengatakanbahwa fisika memang sulit. Olehkarena itu, maka dituntut adanyafarian metode, strategi, dan atauteknik dalam pelaksanaan kegiatanbelajaar mengajar.

Mata pelajaran ini akan lebihbermakna apabila dikorelasikanserta direaksikan dengan konsepkehidupan sehari-hari, dan jugalebih melibatkan siswa untuk men-emukan konsep yang kita inginkan.

Fisika adalah mata pelajaranyang produknya melaui metode il-miah. Oleh karena itu maka maknakejujuran, transparansi, keakuratanobservasi, keterbukaan terhadapkritik dan saran adalah merupakanteknik dasar dalam pembelajaranmateri ini. Tentu arah tujuan yang

ingin kita capai harus melaluipendekatan keterampilan proses.Pendekatan ini akan memberikansebuah pemahaman yang lebih ber-makna terhadap peserta didik.

Untuk lebih memahami maknapembelajaran (fisika), perlu kiran-ya memahami apa itu arti menga-jar. Arifin (1978) mendefinisikanbahwa mengajar adalah suaturangkaian kegiatan penyampaianbahan pelajaran kepada murid agardapat menerima, menanggapi,menguasai dan mengembangkanbahan pelajaran tersebut.6

Tyson dan Caroll (1970)mengemukakan bahwa mengajaradalah “ a way working with student… A process of interaction, the teacherdoes something to students, the studentsdo something in return.” Mengajaradalah sebuah cara atau proses tim-bal balik antara siswa dan guruyang sama-sama aktif melakukankegiatan.7

Dari beberapa makna menga-jar seperti yang tersebut di atas se-cara definitif dapat diartikan bah-wa pengertian metodologi penga-jaran adalah ilmu yang mempela-jari cara-cara untuk melakukan ak-tifitas yang tersistem dari sebuahlingkungan yang terdiri-dari pen-didik dan peserta didik untuk sal-ing berinteraksi dalam melakukansuatu kegiatan sehingga proses be-lajar berjalan dengan baik dalamarti tujuan pengajaran tercapai.

Strategi Pembelajaran IPA-Fisi-ka

Secara sederhana strategi di-maknai sebagai salah satu carayang telah disusun dalam sebuahtatanan yang utuh dengan urutanlangkah yang jelas (I NyomanSudana Degeng, 1997). Makna yanglain dapat diartikan sebagai seni(art) melaksanakan strategi yaknisiasat atau rencana (Mc. Leod,1989). Pakar psikologi pendidikan

6 Masnur Muslich, KTSP : Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual, (Jakarta : Bumi

Aksara, 2007) hal. 1987 Ibid.

JURNAL EDUKASI. NO.XII.20085656

Australia Michel J. Lowson (1994)memaknai strategi sebagai prose-dur mental yang berbentuk tatan-an langkah yang menggunakanupaya ranah cipta untuk mencapaitujuan tertentu.8

Strategi sering digunakan se-cara bersamaan dengan metode.Tetapi metode lebih mengacu padalangkah operasional pelaksanaanproses belajar mengajar, sedangkanstrategi adalah langkah-langkahsistematis yang bersifat universal.Jadi strategi lebih bersifat umumdaripada metode dan atau teknikserta prosedur pembelajaran.

Pendekatan pemilihan strategipembelajaran sekurang-kurangnyaada empat model :

a. Ekspositori9, adalah modelstrategi pembelajaran yang bersifatmemberikan pengetahuan ter-hadap anak didik dengan caramemberitahukan, baik secara lisanmaupun demonstrasi personal.Model strategi ini menjadikansiswa lebih pasif dan hanya mema-hami konsep dengan cara menden-garkan dan atau mencatat. Sehing-ga model ini lebih menekankanpada ke-jumud-an peserta didik.

b. Discovery atau Inquiry10,adalah model strategi yang mende-monstrasikan penemuan dan pe-mahaman oleh peserta didik itusendiri. Model ini lebih menekan-kan keterlibatan siswa yang lebihaktif. Sehingga pembelajaran tera-sa lebih bermakna, dan pemaha-man lebih terfokus dan lebih baik.

c. Pendekatan Konsep11, ad-alah model strategi pendekatanyang melibatkan aspek pendidikdan peserta didik. Model ini jugamelibatkan siswa lebih banyak, tata-pi guru juga berperan banyak wa-laupun tidak mendominasi. Modelstrategi ini cocok untuk materi-ma-teri pengayaan yang dirasa adasedikit kerumitan.

d. Pebdekatan CBSA12, ad-alah model strategi yang siswa se-cara nyata terlibat langsung dalamsebuah proses. Dalam hal ini guruhanya sebagai fasilitator dan atau

mediator untuk medapatkan se-bauh konsep yang diharapkan.

Dalam strategi pembelajarn fisi-ka, kita dituntut untuk meng-gunakan metode pembelajaranyang sifatnya lebih oprasional. Adabeberapa metodologi yang perlukita pahami guna adanya varianprosedur penyampaian agar siswatidak merasakan kejemuan, ataudapat dipergunakan dalam konsep-konsep tertentu yang sesuai.

Metode atau metodologi beras-al dari bahasa latin “ Meta “ dan “Hodos “, meta artinya jauh (melam-paui), hodos artinya jalan (cara).Metodologi adalah ilmu mengenaicara-cara mencapai tujuan.13 Strate-gi, teknik atau prosedur yang kitagunakan untuk mencapai sebuahtujuan (dalam hal ini pemahamankonsep-konsep fisika) adalah meru-pakan sebuah metode.

Beberapa model metode penga-jaran dapat kita lihat seperti dibawah ini :

1. Metode Ceramah (Preach-ing Method)14

Metode ceramah adalah me-tode yang paling sering digunakandalam kegiatan belajar mengajar.Kelebihan metode ini adalahmudah diterapkan dan tidak me-merlukan persiapan yang komple-ks. Tetapi kelemahan dari metodeini adalah siswa lebih cenderungpasif, sehingga pemahaman ter-hadap konsep pembelajarankurang optimal. Untuk mata pela-jaran fisika sebaiknya metode inijarang digunakan.

2. Metode Diskusi (DiscussionMethod)15

Diskusi adalah sebuah metode

dengan teknik saling berinteraksiantara anggota diskusi (pesertadidik) guna mendapatkan sebauhpemahaman yang lebih mendalamterhadap sebuah materi pembelaja-ran. Metode ini lebih melibatkansiswa, siswa lebih aktif berperandalam sebuah kegiatan pemecahankonsep. Karena siswa berperan ak-tif, maka proses pembelajaran leb-ih bermakna, serta pemahaman leb-ih mantap. Namun metode ini akansulit terlaksana bila kurang adan-ya motifasi dan didikasi terhadapsiswa, lebih-lebih pada tingkat pen-didikan yang lebih rendah.

3. Metode demonstrasi (Dem-onstration Method)16

Metode demonstrasi adalah se-buah cara yang digunakan oleh se-orang guru dengan cara menjelas-kan serta memperlihatkan sebuahproses atau konsep statis yang bisadilihat dengan jelas. Biasanya yangbanyak berperan dalam metode iniadalah guru, sementara siswa han-ya mendengarkan dan memperha-tikan penjelasan visual guru. Na-mun dalam konsep tertentu metodeini baik kita gunakan sebagai faria-si dari sebuah metode. Metodedemonstrasi ini lebih baik biladikolaborasikan dengan metodetanya jaawab atau diskusi, dan bolehjuga sebagai demonstran adalahsalah seorang siswa yang terpilih.

4. Metode Ceramah Plus17

Metode ini artinya metode ce-ramah yang diaktualisasi denganmetode yang lain. Dengan kolabo-rasi, maka metode ceramah akanmembuahkan sebuah farian pros-es yang menterjemahkan banyakkemungkinan. Dengan metode ini,

8 Hj. Siti Fatimah Soenaryo, Strategi Pembelajaran Model SPLET dan Model Elaborasi,

Bunga Rampai : Menggagas Pendidikan Masa Depan, (Jakarta :9 Ibid. hal. 207-20810 Ibid.11 Ibid.12 Ibid.13 Masnur Muslich, KTSP : Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual, (Jakarta : Bumi

Aksara, 2007) hal. 19814 Ibid.15 Ibid.16 Ibid.17 Ibid.

JURNAL EDUKASI. NO.XII.2008 5757

akan terjadi keseimbangan aktifitasantara guru dan siswa.

5. Metode Resitasi (RecitionMethod)18

Resitasi adalah sebuah metodepengajaran yang diberikan olehguru baik dengan cara ceramahmurni, ceramah plus atau demon-strasi dan lain-lain, sementara siswadiberi tugas untuk meresum ataumerangkum serta menyimpulkanterhadap apa yang disampaikanguru. Dalam hal ini, memang gurulebih brsifat aktif, tetapi dengan caramemberikan tugas kepada siswauntuk meresum, maka perhatianmereka akan lebih terfokus. Akhirn-ya, pemahaman terhadap konsepakan lebih baik. Metode ini sewak-tu-waktu dengan kosndisi tertentudapat dan baik dipergunkan dalampembelajaran fisika.

6. Metode Percobaan (Exsper-imental Method)19

Metode percobaan atau ekspri-men adalah sebuah metode penga-jaran yang berdasarkan sebuah ujicoba untuk membuktikan sebuahkonsep yang sebelumnya telahdiketahui dan atau menemukankonsep yang memang belum diket-ahui. Metode ini memberikan spiritdan semangat kepada peserta did-ik karena mereka diberi kebebasanuntuk berekspresi sendiri serta me-nemukan sebuah makna yang leb-ih mendalam terhadap proses keg-iatan pembelajaran.

Namun yang perlu dapat per-hatian khusus terhadap metode iniadalah adanya keselamatan berek-sprimen, baik terhadapa diri sendi-ri maupun terhadap orang lain danbahkan terhadap sarana dan prasa-ran yang digunakan. Dengandemikian, perlu adanya pem-bekalan yang baik terhadap anakdidik untuk merancang sebuah ek-sprimen.

7. Metode Karyawisata(Study Tour Method)20

Metode ini lebih mengarah ke-pada rekreasi yang bersifat rileksdan santai. Namun, apabila diran-cang dengan sedemikian rupa

maka metode ini bisa menjadi se-buah metode yang memberikan duakeuntungan sekaligus. Yang perta-ma, sebagai sarana rekreatif, yangkedua sebagai bentuk penemuansebuah konsep pembelajaran, yangdalam hal ini biasanya berafiliasiterhadap karakter sejarah, kejadianfisik alamiah, serta ritme keagam-aan sesuai dengan tujuan yangdirancang sebelumnya.

8. Metode Latihan Keteram-pilan (Drill Method)

Model metode ini mengarahkepada sebuah pembelajaran se-cara langsung (direct teaching) ke-pada orang dan tempat yang dijadi-kan sebagai sumber rujukan. Con-toh konkrit metode pembelajaranini seperti belajar cara membuatgenting atau batu bata. Dengan caramendatangi tempat orang yang bi-asa membuat genting dan batu bataserta mengorek informasi yangberkenaan dengan keterampilantersebut dari orang-orang yang se-dang bekerja memproduksi gentingatau batu bata. Dengan cara meli-hat langsung, anak didik akanmendapatkan sebuah pemahamanyang lebih baik daripada dengancara membaca dan mendengarkandari orang lain yang sedang tidakbekerja di tempat.

Dan yang lebih baik dalam me-tode ini adalah adanya pemberi-tahuan sebelumnya terhadap orangyang akan dijadikan sebagai sum-ber informasi atau acuan pembela-jaran sehingga mereka lebih siapdan tidak merasa terganggu denganadanya siswa yang ingin belajar se-cara langsung kepadanya.

9. Metode Mengajar Beregu(Team Teaching Method)

Metode mengajar beregu ad-alah sebuah metode yang diran-cang untuk memberikan sebauhpembelajaran oleh dua orang ataulebih dalam satu ruang kelas. Den-gan team teaching method ini, adasemacam perhatian yang lebih se-

rius dari peserta didik karena yangmemantau aktivitas mereka lebihdari satu. Biasanya metode inisering dilakukan di lembagatingkat taman kanak-kanak, kare-na dengan demikian pantauannyapun lebih fokus, dan siswa lebihterawasi. Yang penting dalam pel-aksanaan metode ini ada kesamaanlangkah dari tim pengajar untukmencapai satu tujuan yang pasti.

10. Metode Mengajar SesamaTeman (Peer Teaching Method)

Adalah metode dangan caramengajar sesama teman. Dalam halini biasanya aktivitas mengajartersebut hanya sebuah pelatihanyang pada akhirnya akan dilaksan-akan secara seksama dalam reali-tas pembelajaran yang formal.Seringkali pelaksanaan peer teach-ing dilaksanakan dalam sebuahpelatihan, lokakarya, perkuliahan,dan sebagainya.

11. Metode Pemecahan Masa-lah (Problem Solving Method)

Metode pemecahan masalahadalah sebuah metode yang diran-cang untuk memberikan pemaha-mn kepada anak didik dengan caramemberikan suatu persoalan kepa-da anak didik baik dengan caralisan maupun tulisan. Kemudiandiberi kesempatan kepada siswauntuk mencari pemecahan soal itudengan sendirinya. Dengan metodeini diharapkan siswa dapat men-cari jawaban persolan dengansendirinya, dan boleh jadi dengancara bertanya kepada teman atauoarang lain yang lebih memahami.

12. Metode Perancangan(Project Method)

Metode perancangan adalahsebuah metode pembelajaran yangdiberikan kepada anak didik gunamemahami bagaimana sebuah kon-sep bisa diketemukan. Dengan me-tode ini, siswa akan terlibat aktif didalam sebuah proses pembelajaran.Metode ini sangat baik digunakandi dalam sebuah konsep yang mel-

18 Ibid.19 Ibid.20 Ibid.

JURNAL EDUKASI. NO.XII.20085858

ibatkan urutan langkah serta pros-es untuk mencapai sebuah tujuanyang kita inginkan.

13. Metode Bagian (TeilerenMethod)

Metode bagian adalah sebuahteknik pembelajaran yang memberi-kan sebagian konsep telah diket-ahui sementara bagian konsepyang lain belum diketahui. Contoh,kita memberikan sebuah ayat al-Quran yang tidak lengkap, kemu-dian siswa diberikan kesempatanuntuk melengkapinya. Atau jugadengan cara membuat sebuah kali-mat yang dipotong kata perkata,kemudian siswa disuruh meny-usun kata-kata tersebut menjadisebuah kalimat utuh.

14. Metode Global (GanzeMethod)

Metode global adalah sebuahmetode yang memberikan kesem-patan kepada siswa untuk mem-buat semacam resume atauringkasan dari sebuah bacaanyang diberikan kepada peserta did-ik. Dengan metode ini siswa di-harap lebih aktif, serta mampu men-gungkapkan apa yang telah mere-ka baca dengan bahasa merekasendiri.

Karakteristik Pembelajaran IPA-Fisika

Fisika adalah sebuah materipelajaran yang unik. Dalam artibahwa pelajaran ini membutuhkansebuah perhatian khusus terkaitdengan konsep-konsep, materi,teori-teori dan hukum. Karena ke-unikan tersebut, maka diperlukanadanya pemahaman terhadapkreteria pembelajaran fiska.

Beberapa karakteristik atau cirikhusus dalam pembelajaran IPA-fisika adalah sebagai berikut :

a. Mengacu Pada Pengem-bangan IPTEK

Perkembangan Ilmu Penge-tahuan dan Teknologi (IPTEK) yangbegitu pesat tidak bisa kita elakkanlagi. Saat ini kita tidak lagi dipus-ingkan oleh jauhnya jarak, karenakendaraan super cepat semisal pe-

sawat atau jet sudah tersedia. Kitatidak lagi dibingungkan oleh jauh-nya tempat, karena fasilaitas TV,hand phone (HP) dan internet te-lah tersebar dimana-mana. Jadi,jarak dan waktu bukan lagi sebuahpersoalan karena fasilitas yangmempercepat berita atu informasitelah kita miliki.

Ilmu Pengetahuan yang meru-pakan terjemahan dari “ science “21

adalah merupakan fakta, konsep-konsep, teori serta hukum-hukumyang diperoleh dengan konsep me-tode ilmiah. Dengan metode ilmiahkita dituntut untuk bersikap objek-tif, jujur, transparan, menerima sa-ran dari orang lain serta mampumemberikan kehidupan yang nor-matif untuk menuangkan sebuahgagasan pragmatis-efektif.

Teknologi adalah terapan. Se-buah pengejawantahan dari ilmupengetahuan, sehingga kita dapatmelakukan sebuah pekerjaan se-cara lebih baik, efektif dan efesien.22

Dengan teknologi kita bisa berbuatlebih bijak dan lebih sejahtera ter-hadap individu, masyarakat danlingkungan.

Jadi, telah menjadi sebuah kar-akteristik yang fundamental bahwafisika adalah sebuah materi yangmengacu secara totalitas terhadapilmu pengetahuan dan teknologi.Belajar fisika berarti kita belajaruntuk memahami secara men-dalam terhadap perkembanganteknologi, sehingga kita tidak lagitergugu dalam gatek (gagapteknologi).

b. Aktualisasi Rumus-Ru-mus Fisika

Ketika kita membuka buku pa-ket fisika, maka di dalamnya dapatdipastikan kita mendapatkan be-berapa rumus fisika. Jadi rumusadalah salah satu ciri yang terdap-at dalam pelajran fisika. Namunperlu dipahami bahwa rumus-ru-mus yang ada merupakan pen-dukung setiap konsep fisika, bukan

merupakan sebuah tujuan akhirdalam sebuah pembelajaran. Tapiyang sering terjadi justru kita lebihmenekankan terhadap penguasaan(hafalan ?) rumus sehingga yangterjadi siswa sering meresa terbe-bani dengan adanya materi fisika.

Rumus-rumus fisika yang adabukan berarti tidak penting, akantetapi bagaimana seorang gurumampu memberikan proses pema-haman terhadap rumus yang ada,sehingga rumus itu tidak sekedardihafal tetapi dipahami dan di-mengerti kenapa dan dari manarumus itu tercipta. Begitu juga den-gan penerapan matematisnya, per-lu proses penerapan angka-angkayang sederhana, kemudian diikutidengan nilai angka yang lebih ko-mplit dan rumit.

c. Penerapan Matematisyang Sederhana

Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa penerapan nilai angkaterhadap rumus-rumus fisika harusbersifat sederhana. Kesederhanaannilai angka tidak akan menjadikansiswa mereasa belajar matematikatetapi tetap dalam jalur materi fisi-ka. Nilai angka yang sederhanaadalah tidak menggunakan nilaidesimal, tetapi penerapan nilaisatuan yang utuh memberikan ke-san bahwa fisika tidak begitu sulit.Walapun pada akhirnya nilai ru-mit dengan angka pecahan tidakboleh tidak akan juga menjadi bagi-an yang tidak terpisahkan dalammeteri ini. Tetapi dengan teknikproses yang setahap demi setahappengusaan rumus-rumus fisikayang lebih komplit akan terbiaskandan terbiasakan .

d. Belajar Untuk MencintaiPepatah arab mengatakan :

“Man ahabba syaian katsura dzikru-hu“ barang siapa yang mencintaiakan sesuatu, maka ia senantiasaberada dalam ingatan. Dalam isti-lah kita“ tak kenal maka tak say-ang“. Pepatah ini merupakan se-

21 Sukirman dkk, Modul Ilmu Pengetahuan Alam Untuk PGSD, makalah tidak diterbitkan22 Lebih jauh baca : Barbara Taylor, Seri Pustaka Sains Penciptaan Teknologi, (Bandung:

Pakar Raya, 2005)

JURNAL EDUKASI. NO.XII.2008 5959

buah kontribusi yang efektif untukmemberikan motifasi dalam awalpelaksanaan kegiatan pembelaja-ran fisika. Karena dengan mencin-tai pelajaran yang disodorkan ke-pada anak didik, tentu akan mem-berikan dampak yang signifikandalam tujuan suatu pembelajaran.

Fisika termasuk mata pelajaranyang perlu banyak perhitungan,dalam arti bahwa dalam pembela-jaran materi ini harus ada ketela-tenan, kesabaran, ketekunan danyang terpenting memahami varianmetodologi dalam menyampaikansuatu ranah padegogik konsteksn-ya dengan fisika. Memberikan se-buah pembelajaran yang bermaknakepada anak didik merupakansuatu keharusan, sehingga merekadapat mencerna dan menanggapisetiap problem atau analis kritisdalam kehidupan sehari-hari. Den-gan demikian, persolan anak didikmerasa bosan dan atau bahkan antipati terhadap mata pelajaran fisikadengan sendirinya akan tertasi.

Pendekatan yang konprehen-sif, mengenal berbagai karakteranak didik juga perlu dikedepan-kan, karena hal ini dapat menyela-mi berbagai karakter yang tersim-pan di masing-masing individudalam tiap-tiap peserta didik. Den-gan penguasaan kemajemukananak didik akan didapat berbagaipendekatan individual yang lebihterarah, terkoordinir, serta relatifefektif dan efisien.

Penjelasan di atas merupakanarahan atau teknik untuk menum-buhkan rasa cinta peserta didikkepada mata pelajaran fisika. Kare-na awal kesuksesan dalam setiappersoalan hidup adalah mencintaiapa yang menjadi cita-cita dalamhidup bermasyarakat.

Sehubungan dengan masalahini, Bobbi DePorter dan kawan-kawan dalam bukunya QuantumTeaching : Mempraktekkan Quan-tum Learning di Ruang-RuangKelas, mengatakan :

“Kuncinya adalah memban-gun ikatan emosional tersebut, yaitu

dengan menciptakan kesenangan,dan menyingkirkan segala ancamandari suasana belajar“.

Lebih jauh dia memberikan sa-ran-saran dalam membangunhubungn dengan siswa, yaitu :

• Perlakukan siswa sebagaimanusia sederajat

• Ketahuilah apa yang dis-ukai siswa, cara pikir mereka, danperasaan mereka mengenai hal-halyang terjadi dalam kehidupanmereka

• Bayangkan apa yang mere-ka katakan kepada diri sendiri,mengenai diri sendiri

• Ketahuilah apa yang meng-hambat mereka untuk memperoleh halyang benar-benar mereka inginkan.Jika Anda tidak tahu, tanyakanlah !.

• Berbicaralah yang jujur ke-pada mereka, dengan cara yangmembuat meeka mendengarnyadengan jelas dan halus.

• Bersenang-senanglah ber-sama mereka.23

Mengoptimalkan Fungsi MediaPembelajaran

a. Definisi Media PembelajaranMedia adalah sarana atau alat.24

Media pembelajaran berarti saranaatau alat yang dapat dijadikanpenunjang, pendukung, rujukan,pedoman, atau penyempurna didalam sebuah proses pembelajaran.Sebuah kegitan belajran mengajartidak akan sempurna atau palingtidak kurang memberikan maknayang bisa melekat pada diri siswaapabila tidak didukung oleh mediapembelajaran yang memadai. Olehkarena itu, maka media pembelaja-ran perlu dioptimalkan dalam set-iap proses belajar mengajar.

b. Menemukan dan Mencip-takan Media Pembelajaran

Sebuah media pembelajarantidak akan datang begitu saja tan-

pa adanya usaha serta kreatifitasdari seorang guru. Oleh karena itu,menemukan dan sekaligus mencip-takan media pembelajaran merupa-kan tugas ekstra bagi seorang guruguna memberikan pembelajaranyang relatif bermakna. Media bisakita dapatkan dengan cara mem-baca, menulis serta mengaktual-isasikan kinerja karya cipta dalamsistem pembelajaran. Dalam hal initentu saja media itu bisa didapatdari berbagai sumber, bahkan tidakmenutup kemungkinan siswa itusendiri sebagai media untuk mene-mukan atu menciptkan sebuah me-dia pembelajaran.

Alam lingkungan sekitar tem-pat kita mengajar juga tidak kurangdari sarana dan alat pembelajaran.Dengan memperhatikan lingkun-gan sekitar kita bisa mengangkatobjek yang mungkin untuk dijadi-kan sebagai sebuah media. Anali-sis terhadap karakter materi pem-belajaran merupakan sebuah ideyang mampu untuk menjabarkansebuah gagasan dalam bentuk me-dia kongruen ekuefalen.

c. Kesesuaian Media DenganMeteri Pembelajaran

Media pembelajaran harus dis-elaraskan dengan materi pembela-jaran. Seperti yang telah disinggungdi atas bahwa dengan menganali-sis karakter materi, maka kita dap-at menentukan materi yang bersin-ergi. Tidak semua materi dalammata pelajaran fisika sesuai untuksatu media pembelajaran. Di sinilahkekritisan seorang guru terhadapaktifasi media sangat diperlukan.

d. Abstraksi Model Pengem-bangan Media

Media yang dapat mendukungterhadap kualitas dan efektifitaspembelajaran seperti, perangkatmengajar (kurikulum, silabus, anal-isis materi pelajran, rencana pelak-

23 Lebih jauh baca : Bobbi DePorter dkk, Quantum Teaching : Mempraktekkan Kuantum

Learning di Ruang-Ruang Kelas (Bandung : Kaifa, 2005) hal. 2324 Kamus Umum Bahasa Indonesia, Departemem Pendidikan dan Kebudayaan

JURNAL EDUKASI. NO.XII.20086060

sanaan pembelajran), buku paket,lembar kerja siswa dan alat peragabaik yng bersifat khusus maupunalat-alat peraga lain yang terjadiatas kreativitas individual, gunaadanya eskalasi pembelajaran yanglebih bermakna. Atau lebih menye-luruh adanya laboratorium, baikyang in-door maupun out-door25

merupakan media yang sangatmumpuni untuk kita jadikan pija-kan dasar penerapan sistem pelak-sanaan pembelajaran.

Untuk menunjang kualitas danefektifitas yang lebih mengena disanubari peserta didik, tidak harusmenggunakan fasilitas media yanglux dan bernilai mahal. Kan tetapidengan kecenderungan objektivitaspragmatis, media bisa kita temukandi lingkungan sekitar tempat kitabelajar mengajar.

Berikut beberapa abstraksimodel media pembelajaran yangmungkin diberikan kepada anakdidik dengan bahan-bahan (baca :media) yang bisa kita dapatkan dilingkungan sekitar.

a. Mteri : Tata SuryaTopik : Peredaran Planet

Kebanyakan orang berangga-pan bahwa bumi dan plane-planetlain dalam sistem tata surya men-gorbit matahari dengan begerakdalam lingkaran sempurna. Na-mun sebenarnya tidak demikian.Cobalah kegiatan berikut ini untukmempelajari orbit-orbit planet.

BAHAN-BAHANIsolasi, kertas ketik berukuran

21,25 x 27,5 cm, kertas karton, pen-sil , penggaris, 2 buah pin, danbenang berukuran 30 cm

CARA KERJA1. Letakkan kertas ke kertas

karton dengan menggunakan isolasi2. Di tengah-tengah kertas

tersebut, gambarlah garis horizon-tal dengan panjang sekitar 7,5 cm.Tancapkan pin di kertas pada mas-ing-masing ujung garis

3. Ikatkan kedua ujung

benang membentuk sebuah ikalan4. kaitkan ikalan benang

pada kedua pin tersebut5. Letakkan ujung pensil

yang runcing di dalam ikalanbenang

6. Dengan menjaga tali tetapmenegang, gerakkanlah pensil mel-ingkar di dalam ikalan benang un-tuk menggambar sebuah bentuk.Bentuk apakah yang dihasilkan ?

PENJELASANKamu telah menggambar se-

buah bentuk oval yang disebutelips. Planet-planet dalam sistemtata surya kita bergerak mengelil-ingi matahari dalam orbit elips.

Pada tahun 1621, astronom Jer-man bernama Johannes Kepler(1571-1630) mendapati bahwaplanet-planet tidak mengorbit ma-tahari dalam lingkaran sempurnadan tidak bergerak pada kecepatantetap. Kepler mendapati bahwaplanet-planer mengorbit mataharidalam lintsan elips dan bergerakdengan kecepatan berbeda. Planet-planet tersebut bergerak lebih cepatsaat deka dengan matahari dan leb-ih lambat saat berada jauh dai ma-tahari.

Kepler menyusun hukum yangtepat untuk menjelaskan secaraakurat bagaiman planet-planetmengorbit matahari. Namun hu-kum itu tidak berlaku 66 tahun ke-mudian. Pada tahun 1687, ilmuanInggris bernama Isaac Newton(1642-1727) menerbitkan teoriterkenalnya tentang grafitasi. Diamenjelaskan bahwa planet-planettetap terjaga dalam orbit-orbitnyakarena sebuah gaya (dorongan atautarikan pada sebuah objek). Gayatersebut adalah gravitasi, yangmerupakan gaya tarik antara duaobjek karena massa dari kedua ben-da tersebut.

Gaya gravitasi antara mataha-ri dan planet-planet adalah gayayang menjaga planet-planet terse-

but tetap mengorbit matahari.Akan tetapi efek gravitasi menurunkarena jarak, sehingga planet-plan-et yang lebih jauh dari mataharibergerak lebih lambat.

b. Materi : Tekanan gasTopik : Tekanan Udara

Yang BergerakLebih Kecil Dari-pada UdaraDiam

CARA KERJAUntuk melihat efek dari fluida

yang bergerak (dalam hal ini gas-udara), cobalah percobaan ini :

1. Ambil sehelai kertasberukuran 2 x 28 cm

2. Letakkan satu sisi kertasyang pendek di depan dagumu

3. Tiuplah permukaan kertasdengan. Apa yang terjadi ?

PENJELASANLembaran kertas tersebut naik

ketika kamu meniup permukaankertas. Ini merupakan gambaransempurna tentang prinsip Bernoul-li, berdasar nama seorang ilmuwanSwiss, Daniel Bernoulli, yang men-yatakan bahwa ketika semua flui-da, seperti udara,mengalir, teka-nannya berkurang ketika kecepa-tannya bertambah. Udara di ataskertas bergerak lebih cepat dariudara di bawah kertas. Ini mencip-takan tekanan udara yang lebihrendahdi atas kertas, dn tekananudara yang lebih tinggi di bawahkertas membuat kertasnya naik.

c. Materi : Gaya GravitasiTopik : Efek Grafitasi

Dalam Kehidupan

BAHAN BAHANDua lembar kertas ketik, Buku

bersampul tebal, Bolpoin, Pensil,dan dua buah gelang karetCARA KERJA

1. Letakkan selembar kertasdi atas buku. Gunkan bolpoin dan

25 Istilah yang dikemukakan oleh Agung Budiyono, dalam artikelnya “ Laboratorium

Sebagai Media Belajar, (Media : Pebruari 2001) hal. 17

JURNAL EDUKASI. NO.XII.2008 6161

ge

pensil untuk menulis kata-katayang berbeda

2. Letakkan selembar kertaslainnya di atas buku. Ikatlah bukutersabut dengan gelang karet agaskertasnya tetap berada di buku. Am-bip posisi tidur di sofa atau lantai.Dengan mengulurkan tanganmu,peganglah bukunya di depanmu.

3. sekali lagi gunakan bopoindan pensil untuk menulis kata-katayang berbeda. Bagaimana kerja pen-sil dan bolpoin saat digunakan un-tuk menulis dengan posisi terbalik ?

PENJELASANBolpoin bisa digunakan untuk

menulis karena adanya gaya grav-itasi. Gravitasi menarik tinta daritempat tinta ke bola penahan diujungnya. Tinta dikeluarkan daribola penahan ke kertas. Namun,ketika kamu memegang bolpoinsecara terbalik, tintanya tidak bisamengalir ke bola penahan, dnbolpoin tidak bisa digunakan un-tuk menulis.

Contoh model media di atashanya sebagai sampel konteksnyadengan media pembelajaran. Halini sebagai aktualisasi dengan ke-hidupan lingkungan sekitar. Ab-straksi di atas hanya sebagai moti-fasi untuk menemukan sekaligusmenciptakan media pembelajaran.

F. Optimalisasi MediaPada akhirnya kita harus sep-

akat bahwa optimalisasi mediapembelajaran dalam praktek keg-iatan belajar mengajar (KBM),merupakan solusi yang tepat,praktis dan efektif. Bagaimana puneksistensi perwujudan media pem-belajaran dalam proses sistemati-ka pengajaran merupakan way ofteaching strategic, cara pembelajranyang strategis.

Optimalisasi kesempatan un-tuk menciptakan model mediapembelajaran merupakan kreativ-itas seorang guru, sehingga peng-gunaan media pembelajaran yangada ataupun yang diciptakan ada,

akan menjadi sebauh stimolussistem pengajaran. “ Time is money“, kesempatan adalah uang, atau“ al-waktu kassyaif idza lam taqto`qato`ta “ waktu adalah peang, jikatidak kau pergunakan untuk un-tuk memotong, maka ia akanme-menggal lehermu.jadikanlah se-buah tantangan menjadi sebuahkesempatan. Tanamkan kesempa-tan untuk menghasilkan sebuahmedia pengajaran dan pembelaja-ran. Sehingga kebermaknaandalam proses belajar mengajarmenjadi optimal, efektif, intensif,komprehensif serta berciri khassosio-pedagogik.

Ada beberapa langkah untukmenciptakan optimalisasi mediapembelajaran :

1. Mempersiapkan per-angkat pembelajaran

2. Memahami karakter indi-vidual siswa

3. Menguasai varian metod-ologi pengajaran dan pembelajaran

4. Aktualisasi lingkungansekolah sebagai sarana laboratori-um out-door, dan laboratoriumsekolah sebagai sarana laboratori-um in-door.

5. Jangan pernah berputusasa dalam “ inprovement of teaching“, meningkatkan kualitas pengaja-ran baik secara internal maupuneksternal. Jujur, terbuka, serta ber-sedia menerima kritik dan sarandari orang lain.

PenutupPenggunaan media pembelaja-

ran yang simitris, terarah dan se-suai dengan tujuan konsep pem-belajaran akan meningkataknnkualitas system pembelajaran. Un-tuk menerapkan model pembelaja-ran yang fokus, tentu dibutuhkankeuletan, kesabaran dan kenis-cayaan di dalam terapan mediayang optimal. Media tidak harusbernilai eksklusif dan terkesan ma-hal, akan tetapi media selayaknyadan seharusnya disesuaikan den-gan kondisi dan sitiasi lingkungansosial, bahan ajar atau meteri sertakondisi guru dan siswa yang terli-bat di dalam proses pembelajaran.

Media bukan satu-satunya ko-mponen pembelajaran yang menen-tukan sukses tidaknya sebuah pros-es, akan tetapi media harus terinte-grasi di dalam sebuah proses pem-belajaran. Dengan lain kata, mediaharus relevan dengan kondisilingkungan sosial di mana sebuahproses berlangsung. Dengan demiki-an media harus benar-benar diopti-malkan dalam penggunaannya ser-ta menerapkan model kekinian agarsebuah konsep dapat berinteraksidengan tujuan pembelajaran.

Esensi dari sebuah pembelaja-ran adalah disamping sebagai sa-rana optima juga diharapakan da-pat meningkatkan efisiensi danefektifasi model sebuah pembelaja-ran.

DAFTAR PUSTAKA

Budiyono, Agung, dalam artikelnya “ Laboratorium Sebagai Media Belajar, (Media : Pebruari

2001)

Chandra, Didit T, Bagaiman Membuat Pembelajaran Listrik Menjadi Menarik ?, (Pelangi

Pendidikan, Buletin, edisi IV/April 2006)

DePorter, Bobbi dkk, Quantum Teaching : Mempraktekkan Kuantum Learning di Ruang-Ruang

Kelas (Bandung : Kaifa, 2005)

Muslich, Masnur, KTSP : Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual, (Jakarta : Bumi

Aksara, 2007)

Permanasari, Suroso AY, Anna, Kardiawarman, Ensiklopedi Sains dan Kehidupan, (CV Tarity

Samudra Berlian, 2003)

Soenaryo, Siti Fatimah, Hj., Strategi Pembelajaran Model SPLET dan Model Elaborasi, Bunga

Rampai : Menggagas Pendidikan Masa Depan, (Jakarta :

Sukirman dkk, Modul Ilmu Pengetahuan Alam Untuk PGSD, makalah tidak diterbitkan

Taylor, Barbara, Seri Pustaka Sains Penciptaan Teknologi, (Bandung : Pakar Raya, 2005)

Trianto, S.Pd, Menghilangkan Image Fisika Sulit dan Tidak Menarik, (Media No. 05 2002)

VanCleave, Janice, Science Through The Ages : Sains Dari Masa Ke Masa, (Bandung : Pakar

Raya, 2004)

JURNAL EDUKASI. NO.XII.20086262

Dulhalim

HHHHH.Abdulhalim Dinaa al-Bar.Abdulhalim Dinaa al-Bar.Abdulhalim Dinaa al-Bar.Abdulhalim Dinaa al-Bar.Abdulhalim Dinaa al-Bar, MA., MA., MA., MA., MA.,,,,, dilahirkan di Songkhla, Selatan

Thailand, 24 Oktober 1959. Pendidikan madrasah hingga sekolah lanjutantingkat atas ia tamatkan di Thailand. Dia menjabat sebagai president KelabIjazah Tinggi, Pusat Pengajian Ilmu Kemanusiaan, USM.

artikel lepasartikel lepas

JURNAL EDUKASI. NO.XII.20086262

PengenalanAda suatu pemikiran yang sama, di ant-

ara sebahagian orang-orang Melayu yang be-rada di daerah perkampungan di serantauNusantara ini, handak menghantarkan anak-anak mereka ke sesuatu sekolah yang tidakberasaskan kepada nilai-nilai keagamaan atausekolah yang tidak ada mata pelajaran agamasepenuhnya, mereka merasa kurang meyakin-kan terhadap pelaksanaan pendidikannya diinstitusi tersebut. Dengan demikian, merekatidak ada pilihan lain untuk menghantarkananak-anak mereka ke institusi pendidikanpondok, kerana anggapan mereka tempat ini,sebagai pusat mengasuh dan membimbinganak-anak mereka menuju kearah pengertianterhadap ajaran agama Islam yang sebenarn-ya. Bagi mereka, institusi pendidikan pondokadalah sebagai suatu tempat penyerahan tu-gas kepada para pendidik bagi kewajibanmereka terhadap Allah swt agar anak-anakmereka memahami ajaran agama Islam yangtelah diwahyukan oleh Allah swt kepada Ra-sulullah saw. Selebih pada itu, mereka telahmeyakinkan bahawa institusi pendidikan pon-dok ialah sebagai tempat belajar, menulis,

membaca al Quran serta menghafalnya danmendalami kitab-kitab agama agar anak-anak mereka menjadi seorang cerdik pan-dai tentang Islam dan harapan masa hada-pan agar anak-anak mereka nanti menjadiseorang ilmuan yang alim dan dapatmemimpin terhadap masyarakat di kemu-dian hari nanti.

Pada kenyataan tanggapan tersebut, per-lu diselidiki kembali dan menjadikan tugaskepada para pendidik masa kini untukmemikirkan kembali terhadap pendidikanpondok pada masa silam, walaupun padazaman sekarang pelbagai jenis institusi pen-didikan dan sekolah-sekolah yang lebihmodel serta lebih maju daripada institusipendidikan pondok. Namun, keperluanmasyarakat Melayu di kawasan Nusantaraini, masih memerlukan institusi pondok, san-gat tinggi dan tidak dapat diperkecilkan ter-hadap permasalahan dan harapan ini. Maka,dengan demikian, dapat dibuktikan baha-wa institusi pendidikan pondok adalah se-bagai pusat kegiatan pengajian Islam bagimereka yang memainkan suatu perananyang sangat penting yang berada di tengah-

SejarahPenumbuhan dan Perkembangan

Institusi Pengajian Pondokdi Serantau Nusantara

JURNAL EDUKASI. NO.XII.2008 6363

tengah masyarakatnya dan selaluberkerjasama serta saling memban-tu antara satu sama lain. Oleh sebabdemikian, institusi pendidikan pon-dok dapat berkembang dan telahmenyampaikan nilai-nilai ketamad-dunan keilmuan Islam sehinggakini. Dengan adanya suatuperkembangan institusi pendidikanpondok, telah membuktikan pulabahawa peranan institusi ini, dap-at menentukan suatu perkemban-gan budaya keilmuan Islam ter-hadap pembinaan dan pemban-gunan kehidupan masyarakat kear-ah kemajuan ketamaddunan Islam,sama ada melalui kegiatan penga-jaran maupun kegiatan ke-masyarakatannya. Institusi pendid-ikan pondok, dapat dibuktikandalam kenyataannya telah memba-wa pengaruh kedalam kehidupanmereka sehari-hari, sama ada dalampola berfikir maupun peri lakudalam pelbagai aspek kehidupan-nya. Hubungan yang harmonis diantara institusi pendidikan pondokdengan masyarakat setempat dapatmenyebabkan kedua-duanya salingmemberi dan menerima, sehinggainstitusi ini dapat berpengaruh ter-hadap masyarakat dan telah men-jadikan institusi pendidikan pondoksebagai pusat pembentukan nilai-nilai keagamaan Islam yang telahmereka anut.

Dengan ada pembahasan ten-tang institusi ini, maka dalam tu-lisan ini, akan memperjelaskan apa-kah sebenarnya, institusi pendidi-kan pondok dilihat daripada segipengertian istilahnya, latar bela-kang penumbuhan istilahnya,perkembangan istilahnya, asal usulmodel pengajiannya, perkemban-gan budaya keilmuannya dan ke-majuan ulama-ulama pondok.

Pengertian PondokIstilah “pondok”, menurut peng-

gunaan bagi kebanyakan orang-or-ang Melayu di kawasan serantauNusantara ini, ialah diartikan den-gan “rumah kecil” atau “bangsal”. Bi-asanya dibangunkan di tepi jalan-

an, di tepi ladang penanaman padi,di dalam sesuatu perkebunan buah-buahan, di dalam perkebunan getahatau karet, di dalam pergununganatau bukit dan lain-lain sebagain-ya, supaya tempat tersebut dapatmenjadikan suatu tempat untukberistirahat sementara setelah sele-sai berkerja atau telah mencapaisuatu tujuan tertentu.

Perkataan “pondok”, dalam ka-mus bahasa Melayu, diterangkanartinya kepada pelbagai perkataanyang mengandungi kesamaanmaksud pada pengertiannya, sep-erti; gubuk, teratak, jerubun, sudung-sudung sulup, tempat tinggal sement-ara, sapar, jambar, rompok, jerumun,teratap, surudung, sulu, tempat bert-eduh, pundung, ran, balai, palampang,rumah sementara, bangsal, lepau, bal-uh, bumbun dan sebagainya 1. Maka,di antara maksud perkataan “pon-dok” yang telah dikemukan terse-but, dapat dijelaskan pada satu kes-impulan bahawa pengertian “ Pon-dok “ ialah dapat dimaksudkandengan sebuah tempat tinggal yangdigunakan untuk sesuatu kepent-ingan atau sesuatu kegiatan atausesuatu perkerjaan yang tertentuyang digunakan sebagai tempattinggal sementara sebelum menca-pai sesuatu tujuan yang telahditentukan oleh penggunaannya.

Lebih lanjut, kalau istilah inidikaitkan dengan sebuah pusatpendidikan, seperti contoh “Ini pon-dok Tuan Guru Haji Zainal”, berartitempat ini, digunakan sebagai pu-sat didikan agama Islam yang dimi-liki oleh Tuan Guru Haji Zainal dankalau istilah pondok ini, dikaitkanpula dengan sebuah tempat tinggal,sebagaimana contoh “Ini pondokTuan Zainal”, berarti tempat ini, di-gunakan sebagai tempat pengina-pan sementara yang dimiliki olehTuan Zainal. Istilah “pondok” jika

dikaitkan dengan latar belakangpenumbuhan pendidikan Islam diNusantara, para ilmuan telah mem-berikan arti sebagai pusat pendidi-kan agama Islam atau sebuah insti-tusi pengajian Islam yang meng-gunakan sumber kitab-kitab lamaatau kitab kuning sebagai sumberpengajarannya. Pelaksanaan pen-didikannya tidak menggunakansistem kelas, lantaran ada seorangpendidik yang memimpin penga-jiannya dalam keadaan duduk ber-sila dan dikelilingi oleh para pela-jar dalam bentuk halaqah. Keadaanini, berlangsung di sebuah balai,madrasah atau masjid yang ada dil-ingkungan pondok. Pada umumn-ya para pelajar menginap di rumahkecil semacam bangsal yang telahdisediakan oleh pemimpin pondokatau dibangunkan sendiri oleh parapelajar bersama dengan orang tuan-ya atau masyarakat setempat ikutbersama membangun. Proses pem-belajaran ilmu di pondok berjalanbertahun-tahun, sehingga para pel-ajar merasa telah cukup sebagaibekal untuk berkhidmat kepadamasyarakat. Maka proses pembela-jaran bagi pelajar tersebut telahtamat pengajiannya

Istilah “pondok” kalau ditinjaudari segi asal usul perkataannyaialah diambil daripada perkataanbahasa Arab, yaitu dari perkataanistilah “Fundug”, yang artinya se-buah hotel atau asrama 2 . Perkataanistilah “fundug” juga dimaksudkandengan makna “guest house” danperkataan ini, berasal daripada pin-jaman atau pengambilannya dariperkataan Greek, ialah dari per-kataan asal usul istilah “pondokeion”yang digunakan sebagai tempatpenginapan bagi masyarakat Arabdi sebelah barat pada masa silam.3

Dalam hal ini, menurut H.M. Yacup,M.Ed. juga ikut memberikan penda-

1 Zainal Abidin Safarwan, Kamus Besar, Bahasa Melayu Utusan , Selangor Darul Ehsan,

1995, halaman 1095. (setelah ini, disebut Kamus Besar)2 Zamaksyari Dhofiar, Tradisi Pesantren, Satudi Tentang Pandangan Hidup Kyai, Jakarta,

1982.halaman 18. (setelah ini, disebut Tradisi Pesantren)3 The Concise Encyclopaedia Of Islam, London International, 1989, halaman 134. (setelah ini,

disebut Enclopaedia Of Islam)

JURNAL EDUKASI. NO.XII.20086464

pat bahawa perkataan istilah “ Pon-dok “ berasal daripada perkataanbahasa Arab, yang diberikan artisama dengan pengertian asrama,yang digunakan sebagai tempatpenginapan bagi para pelajar yangdatang untuk menuntut ilmu aga-ma di pondok 4 .

Latar Belakang PondokSejarah ketamadunan budaya

keilmuan Islam telah tercatat baha-wa proses kemajuan dari segi pen-didikan Islam telah berkem-bangmaju setelah penghijrahan Rasulull-ah saw. ke Madinah. Penghijrahanini, telah membawa suatu kemajuandari segi penyebaran budaya keil-mu Islam. Rasulullah saw. bermulamendirikan masjid sebagai pusatkegiatan ibadah dan pusat tumpuankesatuan segala keperluanmasyarakat yang berurusan denganhal ehwal dunia dan akhirat.

Pembangunan masjid Nabawiialah mulai menjadikan asas perta-ma sebagai pusat kegiatan pendidi-kan Islam. Pada waktu awal permu-laannya, kegiatan pendidikan Islamberlangsung secara tidak formal.Lalu setelah Baginda bersama den-gan masyarakat setempat memban-gunkan sebuah surau yang bersam-bungan dengan masjid Nabawi danakhirnya tempat tersebut diberikannama dengan istilah “al Suffah” se-bagai pusat pendidikan Islam per-tama dalam dunia pendidikan Is-lam. Corak pengendalian pendidi-kan disini lebih bersifat sistematikdan berlangsung secara formal. Lan-taran setelah berkembang padamasa kerajaan Ummayyah, pusat-pusat kegiatan pendidikan Islamtelah mencontohi corak pengen-dalian pengajian Islam pada zamanRasulullah s.a.w ialah meng-gunakan masjid sebagai pusat keg-iatannya. Maka, setelah pergantianwaktu pada zaman Abasiyyah, meru-pakan zaman kemajuan dan kee-masan dalam dunia keilmuan Islam.Maka, selain menggunakan masjidsebagai pusat pendidikannya, jugadibangunkan institusi-institusi

yang lain, sebagai pusat kegiatanpendidikannya. Pada masa tersebut,institusi pendidikan Islam telahdikenal dengan sebutan istilah “Kut-tab” yang diasaskan sebagai pusatpertemuan di antara para guru den-gan para pelajar 5 .

Pengertian “Kuttab” yang telahberkembang di kawasan timur ten-gah itu, kalau dikaitkan dari segiperanan terhadap kegiatan sebuahinstitusi pendidikan, maka diarti-kan dengan sebuah maktab, sekolah,perguruan tinggi, surau, langgar danpondok 6 . Institusi “Kuttab” juga di-maksudkan dengan Sekolah AlQuran 7. Istilah “Kuttab” yang telahdicontohi oleh para tokoh pendidi-kan yang terdahulu telahberkembang dan model kegiatan-nya telah diikuti oleh para tokohpendidik di kawasan serantau Nu-santara ini. Namun istilah tersebut,dalam dunia pendidikan orangMelayu di kawasan ini, mempun-yai sebutan tersendiri sebagaima-na telah dikenal dengan istilah seb-utan sekolah pondok, pesantren, ma-drasah, sekolah diniyah, sekolah Arab,surau, dayah, meunasah, ponok dansebagainya.

Sebagai contoh di kepulauanJawa, secara keseluruhannya ka-wasan tersebut sangat terkenal den-gan istilah “pesantren” atau “pondokpesantren” iaitu pada awalnya men-jadi sebuah institusi pendidikan Is-lam yang dilaksanakan pendidikan-nya dalam model pengajian tradis-ional yang dipimpin oleh seorangpendidik yang dikenal dengan seb-utan istilah “kyai” dan para pela-jarnya disebut dengan istilah “sant-ri” . Institusi ini, pada proses awaldigunakan masjid sebagai pusat

kegiatan pembelajarannya dan dise-diakan tempat penginapan bagipara pelajar yang disebut denganistilah “pondok “.8

Istilah “pondok pesantren” lebihdikenal di kepulauan Jawa. Per-kataan istilah “pesantren”, sebe-narnya berasal daripada istilah“santri” yang sering digunakandalam masyarakat Tamil. Istilahini, diambil atau dipinjam daripa-da bahasa India yang berasal dari-pada istilah “shastri” yang mempu-nyai pengertiannya, ialah seseor-ang yang mempunyai keilmuandan kepakaran dalam agama Hin-du. Setelah perkataan tersebut,berkembang menjadi sebutan bagiorang-orang Jawa di Indonesia.Maka setelah istilah tersebut dita-mbah diawal dengan perkataan is-tilah “pe” dan pada akhir per-kataannya ditambah dengan isti-lah “en”, maka menjadi “pesantren”diartikan dengan tempat pengina-pan sementara bagi para santri 9 .

Manakala di Sumatera Barat,dikenal dengan sebutan istilah“surau” yang digunakan sebagaitempat mempelajari Al Quran. Se-dangkan di Aceh disebut denganistilah “dayah” dan sering juga di-gunakan dengan istilah “meunasah“ yang diartikan dengan tempat be-lajar agama Islam 10 . Sementara diMalaysia, sebelah Terangganu,Kelantan dan di sebelah negara ji-ran, yakni di selatan Thailand, leb-ih dikenal dengan sebutan “ Ponok “dengan menghilangkan huruf “ d “dalam penulisannya dan telahmenghilangkan huruf “ n “ dalamsebutannya. Lantaran di bahagianutara Malaysia, institusi pendidikanini, bagi masyarakat setempat dike-

4 H.M. Yacup M.Ed. Pondok Pesantren dan Pembangunan Masyarakat Desa, Bandung, 1985,

halaman 47. (setelah ini, disebut Masyarakat Desa)5 Hasan Langgulung, Pengenalan Tamadun Islam Dalam Pendidikan, Dewan Bahasa dan Pustaka,

Kuala Lumpur, 1997, halaman 48. (setelah ini, disebut Tamadun Islam)6 Kamus Besar, Ibid. halaman 1095.7 Surin Pitsuwan, Islam Di Muangthai, Nasionallisme Melayu Masyarakat Patani, Jakarta, 1989.

halama 133. (setelah ini, disebut Islam di Muangthai)8 Hasbullah Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan,

Lembaga-Lembaga Studi Islam dan Kemasyarakatan (LSIK), Jakarta, 2001, halaman 24.9 Tradisi Pesantren, Ibid. halaman 18.10 Kamus Besar, Ibid. halaman 1095.

JURNAL EDUKASI. NO.XII.2008 6565

nal dengan sebutan istilah sekolahpondok, madrasah, sekolah diniyah,sekolah Arab, maahad, dan sebagain-ya. Pemimpin pondok, diberi kehor-matan menyebut nama penggantin-ya dengan gelaran istilah “TuanGuru”” atau “Tok Guru”. Kemudian,di sebelah selatan Thailand bagimasyarakat setempat lebih dikenaldengan sebutan istilah “Babo” se-bagai pengganti para pemimpinpondok. Babo dalam pengertian mere-ka ialah seorang bapa yang alimdalam keilmuan agama Islam danjuga seorang bapa yang mengganti-kan tanggung jawab mereka ter-hadap urusan mendidik anak-anakmereka supaya memahami ajaranagama Islam. Para pelajar dalaminstitusi ini, disebut dengan istilah“Tok Pake” yang berasal pengambi-lannya daripada perkataan bahasaArab yang dimelayukan dengan is-tilah “Fakir” yang berarti orang yangsangat berhajat kepada keilmuanagama Islam.

Penghormatan kepada parapemimpin agama, bukan hanya ter-dapat dalam masyarakat Melayusaja, tetapi juga terdapat dalam du-nia pendidikan awal bagimasyarakat Hindu-Budha. Pertum-buhan dan perkembangan nilai-nilai pra-Islam dalam masyarakattersebut, mereka juga mempunyaipara pemimpin kerohaniannya. Se-bagai contoh yang terdapat dalammasyarakat Thai-Budha, merekamempunyai istilah sebutan yangmemberikan kehormatan kepadapara pemimpin mereka dengan seb-utan istilah “Khruba” yang artinyaseorang guru yang termulia atauseorang “Bapa Guru”” dan satu seb-utan lagi yang sering mereka meng-gunakan dalam dunia pendidikan-nya ialah dengan menggunakansebutan istilah “Phrakhru” yangartinya seorang guru yang terhor-mat atau “Maha Guru” Surin Pistsu-wan telah mengemukakan pendap-at tersebut, ialah asal usul istilah“Khruba” atau “Phrakhru”” yangberasal dari pada bahasa Melayudaripada perkataan istilah “Guru””.

Kebiasaannya dalam masyarakatThai-Budha sangat mengambil beratterhadap anak-anak muda merekasupaya mengetahui terhadap pela-jaran agamanya. Para ibu bapa mere-ka akan mengirimkan kepada Phra-khru Budhis yang mempunyai tem-pat pendidikan kerohaniannya, be-rada jauh daripada daerah kota danberasingan dengan masyarakat ra-mai untuk selama jangka waktuyang tertentu.11

Kemudian anak-anak mudatersebut, akan membangun pon-dok-pondok kecil di sekitar tempatpenginapan Phrakhu Budhis sebagaitempat penginapan sementara danpada akhirnya tempat penginapantersebut, dikenal dikalanganmasyarakat Budha dengan sebutanistilah “Ashram”” yang artinya as-rama. Disini Phrakhru Budhis akanmendidik mereka, sehingga Ashrammengerti dan mempunyai keparandalam agama Budha. Kemudianistilah “” ini, berkembang menjadisebutan di kalangan masyarakatmereka sebagai pengganti terhadapsebuah institusi pendidikan keag-amaannya. Institusi Ashram ber-fungsi sebagai pusat penyebaranagama Budha dan juga sebagaitempat perlindungan kerohanianbagi sesiapa yang ingin menjauh-kan diri daripada kehidupan dun-iawi 12. Sehubungan dengan pen-jelasan tersebut, Ahmad Jelani,memberikan keterangan dalam ka-jian tesis Ph.D-Nya, bahawa latarbelakang istilah “Pondok”” diambildaripada tradisi kegiatan keagam-aan Hindu-Budha yang disamakandengan istilah “Ashram”” dari segibentuk fizikal dan kegiatan kero-haniannya 13. Pendapat ini, masihperlu dipersoalkan dari segi kebe-naran dan latar belakang asal usulpengambilan istilah “Pondok”” dan

satu hal lagi, perlu meneliti darisejarah perkembangan istilah “Pon-dok””. Maka, disini perlu membuatsatu persoalan yang perlu dikajisecara serius bahawa siapakahyang sebenarnya yang lebih awalmenciptakan tradisi tersebut?

Hal ini, telah diperjelaskanpada arena sebelumnya bahawamenurut Zamaksyari Dhofier, secarajelas mengemukan asal usul istilah“Pondok”” daripada perkataan Arabdaripada istilah “Fundug” yang di-artikan sebagai tempat penginapansementara.14 Kemudian istilah “Fun-dug”” pula diambil atau dipinjamdaripada perkaan Greek ialah dariistilah “Pondokeion” yang diartikansebagai tempat penginapan semen-tara bagi masyarakat Arab di se-belah Barat pada masa silam.15

Pendapat tersebut, ikut disokongjuga oleh Mustofa Syarif yang men-gatakan bahawa proses terjadinyainstitusi pendidikan pondok, padaawalnya telah mengikuti tradisiperkembangan daripada terjadinyaproses sejarah pembentukan danperkembangan daripada istilah“Zawiyah” yang menurut penger-tian secara harfiyah diartikan den-gan makna “sudut”” yang dimak-sud dengan istilah “sudut” disiniialah makna “Sudut Masjid”, yaknipada zaman sebelumnya orang-or-ang Arab suka berkumpul di se-belah kawasan sudut-sudut masjiddan setelah itu, mengarahkan parapengikutnya membuat model bua-tan dengan tujuan untuk melaksan-akan pengajian agama Islam. Keg-iatan semacam ini, pada masa itudikendalikan oleh tokoh-tokohkaum Sufi untuk memberikan pen-didikan agama Islam dan ajarantasawwuf kepada masyarakat set-empat yang akhirnya bentuk terse-but dikenal dengan sebutan istilah

11 Islam di Muangthai, Ibid, halaman 135-136..12 Islam di Muangthai, Ibid, halaman 135-136.13 Ahmad Jailani Halimi, Sistem Pendidikan Melayu (Islam ) Tradisional Merujak kepada

system Pendidikan di Kedah. Tesis sarjana, Universiti Sains Malaysia, Pulau Pinang, 1989.

halaman 112.14 Kamus Besar, Ibi,. halaman 1095.15 Encyclopaedia Of Islam,Ibid. halaman 134.

JURNAL EDUKASI. NO.XII.20086666

model “Halaqoh”.16

Bentuk ini, selain melaksana-kan kegiatan pengajian agama Is-lam, para pemimpin kaum Sufi, jugamengajar cara kehidupan untukmendekatkan diri kepada Allahs.w.t. dengan melalui cara kehidu-pan yang suhud kepada para anakdidiknya. Maka, setelah merekamemiliki ilmu agama yang cukupdan telah membersihkan diri darisegala muksiat dengan melaluimasa yang tertentu. Maka, parapemimpin kaum Sufi, akan menilaiterhadap seorang anak didiknyamelalui pengamalannya. Jika diantara mereka yang sudah cukupalim dan mempunyai imannyasudah cukup mantap. Maka, parapemimpin kaum Sufi bersama den-gan para anak didiknya akan men-cari tempat lain untuk mendirikankelompok yang baru. Proses kegia-tan daripada kelompok Zawiyah inipada akhirnya berkembang menja-di sebuah institusi yang dikenaldengan sebutan istilah “Gilda”yang artinya sebuah kawasanperkampungan yang dibangunkanbersama dengan sebuah masjid se-bagai pusat kegiatannya. Di dalamperkampungan ini, dibangunkankawasan penginapan yang disebutdengan istilah “Fundug “ sebagaitempat tinggal sementara bagi paraanak didik yang datang untukmenuntut ilmu.17

Asal Usul Model Pengajian Pon-dok

Kesan daripada kemajuanmodel kegiatan kerohanian institu-si “Gilda” tersebut, telah berkem-bang tradisi kegiatan pengajian dankerohaniannya menjadi sebuah in-stitusi pondok di serantau Nusant-ara ini. Walaupun ada sebahagiandaripada pondok yang telahberubah bentuk pengajiannya se-suai dengan perkembangan zaman.Namun, kesan model tersebutmasih terdapat sisa-sisa tradisi sua-sana kehidupan dalam pondok dansuasana pembentukan dari segi fiz-ikal dapat lihat sampai kini. Hal ini,

bagi mereka yang pernah berpen-galaman menuntut ilmu di pondokakan tergambar kesan-kesan terse-but, ialah sejenis tempat tinggalyang berbentuk rumah kecilsemacam bangsal yang ada berd-eretan dan berbaris dengan rapiserta lokasinya berada tidak jauhdengan rumah pemimpin pondok.Sementara rumah pemimpin pon-dok dibangunkan berdekatan den-gan bangunan balasah, musholla,madrasah atau masjid. Bagi insti-tusi pondok yang menerima parapelajar wanita, tempat penginapan-nya dibina di belakang atau disamping rumah pemimpin pondok,supaya lebih mudah dijaga danmudah diawasinya.

Pada awalnya sebutan pondokyang dikenal oleh masyarakat Mel-ayu Nusantara ini ialah yang di-maksudkan dengan sebuah insti-tusi pendidikan Islam tradisionalyang di dalamnya mempunyai be-berapa unsur-unsur yang terpent-ing, yaitu mempunyai seorangpemimpin institusi untuk menyam-paikan ajaran agama Islam sertamempunyai tempat penginapan-nya dalam pondok, mempunyaipara anak didik yang memiliki tem-pat penginapannya dalam pusatpengajiannya, yang disebut denganistilah “Pondok” mempunyai ban-gunan untuk menjadi pusat kegia-tan pengajiannya, yang disebutdengan istilah “Madrasah” atau“Masjid” dan yang terakhir adalahisi ajaran agama Islam, bersumberdaripada kitab-kitab lama atau leb-ih dikenal sebutan “Kitab Kuning”

Model pengajian pondok dansuasana unsur-unsur pondok, telahlama hidup dan berkembang sertamempertahankan tradisi dan iden-titinya sampai kini. Ia berada di ten-gah-tengah masyarakat dan telahtersebar luas di seluruh kawasanNusantara ini. Sejarah penumbuhandan perkembangan pengajian pon-dok merupakan sebahagian daripa-

da pekerjaan dakwah Islamiyah bagipara pemimpin pondok yang ter-dahulu. Para pemimpin pondok te-lah menyebarluaskan ajaran agamaIslam melalui model pengajian pon-dok. Berdasarkan dengan keyakinanpada ajaran agama Islam yang telahdiajari oleh para alim ulama yangsezaman dengan mereka sehinggamodel ini, berkembang secara turuntemurun dengan membekalkansuatu wasiat yang telah ditanamkanoleh para pemimpin pondok yang ter-dahulu kepada mereka dengan aja-ran agama Islam yang perlu disebarluaskan adalah merupakan suatuamanah “Warasatul Anbiya” yangwajib disampaikan dan disebarluas-kan kepada umat manusia. Maka,dengan demikian penumbuhan pen-gajian pondok yang telahberkembang dari semasa kesemasasehingga kini, merupakan suatu ke-banggaan bagi umat Islam masa kini.

Ada pendapat lain yang dike-mukakan menurut Mustofa Syarif,bahawa proses perkembangan in-stitusi pondok adalah berasal dari-pada salah satu teknik yang dicip-takan oleh tokoh pemimpin Islamterdahulu dalam bentuk penyam-paian pengajian agama Islam den-gan melalui hidup bersama danpergi bersama, di antara Kyai den-gan Santri. Pendidikan model ini,telah terujud di pelbagai tempat dikepulauan Jawa, sekitar abad ke 15masihi. Pertama kalinya diujudkanoleh seorang ulama Jawa yang san-gat terkenal dengan nama “ WaliSongo “. Beliau sempat berhasilmendidik sejumlah pelajar yang te-lah hidup bersama-sama denganBeliau di rumahnya sendiri yangdikenal dengan sebutan “ RumahGresik “. Proses penyampaian pen-gajian agama Islam dalam modelini, sangat berkesan dikemudianharinya. Para anak didik yangtamat pengajian di rumah tersebuttelah mencohi dan membuka mod-el pengajiannya bentuk yang sama

16 Mustofa Syarif, Administrasi Pesantren, Jakarta, 1980. halaman 5.(setelah ini, disebut

Administrasi Pesantren)17 Administrasi Pesantren, Ibid. halaman 6.

JURNAL EDUKASI. NO.XII.2008 6767

di seluruh kepulauan Jawa. Modelpengajian ini, sangat terkenal dika-langan masyarakat Jawa Kuno danpada akhirnya bentuk pendidikantersebut telah berkembang menjadipembentukan sebuah pondok pe-santren.18

Zamaksyari Dhofier, menjelas-kan bahawa proses pembentukanpondok pesantren, telahberkembang daripada model Zaw-iyah. Model ini, dipimpin oleh kel-ompok kaum Sufi dengan meng-gunakan bentuk Halaqah. Bentukini, selain daripada memberikanpengajian agama Islam, juga diajar-kan cara bertasawwuf denganmelalui cara Suluk (sebagaimanatelah dijelaskan pada arena sebel-umnya). Di kawasan kepulauanJawa, model pendidikan pondokpesantren, dilaksanakan dalambentuk “bandongan” atau cara “wet-an” Kedua istilah ini, diambil dari-pada bahasa Jawa Kuno dan di-gunakan dalam institusi pondokpesantren. Cara pelaksanaannyaada sekelompok para pelajar di ant-ara lima orang sehingga ratusanorang mendengar pemimpin pon-dok pesantren sedang membaca,menterjemah, menerangkan danmembahas sebuah kitab agama Is-lam dalam bahasa Arab. Maka, set-iap para pelajar diharuskan untukmendengar serta memperhatikansebuah kitab yang dimilikinya danmembuat catatan masing-masingapa saja yang telah didengar dari-pada pembahasan pemimpin pon-dok pesantren.

Syed Muhammad Dawilah alEdrus, mengemukakan pendapat-nya dalam sebuah kertas kerja ba-hawa bentuk pendidikan pondokmempunyai penekanan dalampendidikannya kepada ampat kon-sep, ialah Tarbiyah (mendidik), Ta’lim(menuntut ilmu), Ta’dib (membentukpribadi) dan Tadris (belajar). Modelini, bercorak kepada menadahkitab-kitab lama atau yang lebihdikenal dengan sebutan “KitabKuning” dan para pelajar dituntutuntuk membawa kitab-kitab terse-

but ke hadapan para pemimpinpondok untuk membaca dan men-dengar isi syarahannya. Model ini,digunakan semua oleh institusipondok pada waktu itu.20

Kesan daripada pengajianmodel Zawiyah dalam bentukhalaqah ini, hingga kini masihberkembang dan berkekalan dalamkehidupan di institusi pendidikanpondok, terutama terdapat di pon-dok-pondok yang sudah lanjutusia. dan sebagainya. MenurutNurcholish Madjid, menjelaskantentang model Zawiyah ialah suatucara untuk mendekatkan diri kepa-da Allah SWT dengan melalui keg-iatan Wirid dan Suluk. Iaberkembang di sekitar kawasan In-dia dan pada akhirnya berkembangmenjadi model Gilda, yang artinyatempat penginapan sementara. Ke-mudian berkembang lagi menjadipusat kegiatan ekonomi dan pen-didikan. Pada akhirnya, institusiini dapat menjadikan tempat tum-puan dan kekuatan politik di kemu-dian hari. Sementara di kawasanserantau Nusanrata, seperti di kep-ulauan Jawa, telah berkembangmenjadi pusat-pusat dakwah Is-lamiyah, seperti di daerah Ampel,Giri dan sebagainya. Pada akhirn-ya pusat-pusat tersebut berkem-bang menjadi pondok pesantren.21

Pada waktu sebelumnya, seki-tar abad ke 12-13 masehi, merupa-kan zaman kemunduran umat Is-lam dalam hal ehwal politik, keten-teraan, keilmuan dan sebagainya.Maka, gerakan kaum Sufiah yangmenyuburkan jiwa keagamaan dikalangan umat Islam. Gerakanmereka, telah menyambung atausebagai perantaraan yangmenyebabkan ajaran agama Islam

tersebar luas daripada Timur Ten-gah menuju ke kawasan serantauNurantara ini. Di dalam kalanganmereka, tergabung daripada ahli-ahli pedagang, pengembara danpara da’i yang datang menyebarkanajaran agama di kawasan serantauNusantara. Kemudian tugas selan-jutnya diterus oleh para ulama ahlifiqh dan ahli kalam.22

Ada lagi, sebahagian pendap-at dari tokoh pendidikan yang men-gatakan bahawa proses pembentu-kan pondok pesantren telahberkembang dari asal usul prosesperkembangan model pendidikan“Guru Kula” ialah sebuah institusipendidikan yang khusus untukmengasuh dan membimbing ter-hadap anak-anak orang bang-sawan dari kalangan masyarakatHindu. Model pendidikan ini,mempunyai riwayat sejarah pen-umbuhan dan perkembangan darinegeri India. Model pendidikan ini,telah berkembang ke kepulauanJawa sebelum agama Islam berta-pak di sana. Maka, setelah parapenda’i berhasil mengislamkan ter-hadap masyarakat Jawa. Maka,model pendidikan “Guru Kula” olehpara penda’i mengubah bentukn-ya menjadi sebuah institusi pendid-ikan pondok pesantren. Namun,perbezaan di antara model tersebut,ialah terbuka untuk sesiapa sajadan dari golongan mana saja yangberhajat untuk mendalami ilmuagama Islam.23 Begitulah asal usulinstitusi pondok yang menurutdalam catatan sejarah penumbu-han dan perkembangannya beras-al daripada proses dan latar bela-kang pelbagai model pendidikan-nya. Namun, bagi tokoh pendidi-kan yang terdahulu telah berusaha

18 Administrasi Pesantren, Ibid. halaman 6.19 Tradisi Pesantren, Ibid. halaman 28.20 Syed Muhammad Dawilah al-Edrus, Pendidikan Awal Melayu Pulau Pinang: Wacana

Ketamadunan Dan Jati Diri, dalam Noriah Mohamed (Penyelenggara & Penyunting) Melayu

Pulau Pinang, Himpunan Kertas Kerja, Kolokium Kebangsaan Melayu Pulau Pinang, 17-18 September

2003, Dewan Budaya, Universiti Sains Malaysia. Halaman 93 (setelah disebut, Melayu Pulau

Pinang)21 Nurcholish Madjid, Bilik-Bilik Pesantren, Sebuah Potret Perjalanan, Jakarta, 1997.halaman 54-57.22 Ibid, halaman 54-57.23 Masyarakat Desa, Ibid., halaman 66.

JURNAL EDUKASI. NO.XII.20086868

agar model pendidikan tersebutmengubah menjadi model pendid-ikan yang lebih islami.

Perkembang Budaya KeilmuanPondok

Sejarah telah tercatat bahawaketika kawasan tanah Melayudikuasai oleh pendatang dari negeriasing atau para penjajah dari negeriBarat, para tokoh pendidikan Islamselalu memikirkan tentang modelinstitusi pendidikan yang dapatbersaingan dengan model pendidi-kan yang mereka terapkan terhadapmasyarakat Melayu pada waktu itu.Model pendidikan pondok telahmemainkan peranan penting dantelah menjadikan model pendidikanumat yang dapat bersaingan denganmodel pendidikan yang telahdibawak oleh pendatang asing terse-but. Hal ini, telah terbukti pada abadke-19, institusi pendidikan pondoktelah menjadikan pusat pengajianIslam yang termashor dan adahubungan erat di antara institusi inidengan model pengajian yang ber-langsung di Makkah pada waktuitu. Kerana para pelajar yang lulus-an di Tanah Melayu akan diakuisetelah tamat pengajiannya di sana.Para ulama pondok telah mencon-tohi model pengajian yang di-gunakan di dalam Masjidil al

Haram Makkah dengan meng-gunakan bentuk halaqah. Maka se-orang pelajar yang telah tamatmengikuti pengajiannya sampaialim. Kemudian setelah pulang keTanah Melayu, pihak masyarakatsetempat akan disediakan sebidangtanah untuk menjadikan tempatpenginapan baginya dan disedia-kan pula sebuah kawasan untukmenjadikan tempat penginapan se-mentara bagi para pelajar yang akanmengikuti pengajiannya.24

Model pengajian pondok yangmasih berkembang sehingga kini,pada waktu sebelumnya telah dic-ontohi oleh Rasulullah saw. dimasjid Madinah. Pada waktu itu, dimasjid tersebut telah menjadikanpusat pendidikan Islam dan di ma-jlis pengajiannya telah diikuti olehpara masyarakat setempat, para kabi-lah yang datang dari jauh sehinggamereka membina tempat pengina-pan sementara di sekeliling masjid.Tempat penginapan pada masa itu,dikenal oleh masyarakat Arab den-gan sebutan “fundug” yang dimak-sudkan dengan tempat beramal dantempat singgah sementara 25 .Pem-buktian ini, berlaku pada masa peng-hijrahan Rasulullah SAW. ke Madi-nah telah membawa kemajuandalam dunia pendidikan Islam set-elah Baginda membangun sebuah

masjid Nabawi, selain menjadi pu-sat kegiatan ibadah, juga menjadipusat kegiatan pendidikan Islam.

Model pengajian di masjidNabawi berlangsung secara tidakformal. Lalu setelah Rasulullahsaw. membangunkan sebuah surauyang bersambungan dengan masjidNabawi yang diberikan nama “alSuffah” sebagai pusat kegiatanpendidikan Islam. Maka, modelpendidikan disini lebih bersifatsistematik dan formal. Maka, disi-nilah Baginda adalah menjadi con-toh utama sebagai seorang gurudan menconhi cara pelaksanaanpengajiannya. Kemudian Bagindamulai mendidik serta melatih be-berapa para sahabatnya untukmenjadikan penggantinya, sebagaiseorang guru yang bertugas disurau tersebut 26 .Pada masa sebel-umnya proses pertumbuhan mod-el pendidikan Islam tersebut, Rasu-lullah saw. menyampaikan modelpengajiannya melalui dari rumahke rumah para sahabatnya. Kemu-dian pada akhirnya Baginda men-jadikan rumah al-Arqam bin Abu al-Arqam sebagai tempat kegiatan pen-didikannya, sebelum penumbuhaninstitusi pendidikan dalam bentukformal. Rumah al-Arqam sebagaitempat belajar, mengajar dan pusatpertemuan Baginda dengan parasahabat serta pengikutnya. Di ru-mah ini pula Baginda menyampai-kan dasar-dasar risalah Islamiyahdan memberikan pengajaran ten-tang cara membaca al-Quran sertapemahaman tentang isi kandung-nya.27

Proses pertubuhan institusi pen-didikan Islam di zaman Rasulullahs.a.w. ini, berkembang setelah peng-hijrah Baginda ke Madinah. Peng-hijrahan ini, Baginda membawa pe-

24 Abdul Latif Hamidung, Institusi Pondok

dalam Tradisi Budaya Imu, dalam Ismail Hussein,

A.Aziz Deraman, Abd.Rahman al-

Ahmadi (Penyelenggara), Tamadun Melayu Jilid

Dua , Kuala Lumpur, 1993, halaman 744.

(setelah ini, disebut Budaya Ilmu)25 Melayu Pulau Pinang, Ibid, 93.26 Tamadun Islam, Ibid, halaman 48-5227 Ibid, halaman 48-52

JURNAL EDUKASI. NO.XII.2008 6969

rubahan dan pembaharuan yangsangat penting sebagai seorang tokohpendidik yang pertama dalam dun-ia pendidikan. Setelah tiba di Madi-nah, Rasulullah s.a.w. mulai mendi-rikan masjid, seperti masjid Qubadan masjid Nabawi. Kemudian Bag-inda menjadikan masjid Nabawi se-bagai pusat pendidikan bagi urusandunia dan akhirat. Model pengajiandi masjid tersebut berupa bentuktidak formal. Lalu apabila dibangunsebuah surau yang bersambungandengan masjid Nabawi, maka diberi-kan nama dengan sebutan al-Suffah.Sebagaimana telah dijelaskan padaarena sebelumnya.28

Model pengurusan pengajianIslam pada masa permulaan ini,diikuti oleh para sahabat, tabi,in danjuga oleh kaum muslimin dikemu-dian harinya. Pembuktian ini, ter-catat dalam sejarah, semasa kera-jaan Ummayyah, pusat-pusat pen-gajian Islam telah menggunakanmasjid sebagai pusat kegiatannya,setelah pergantian zamanAbasiyyah, merupakan zaman kema-juan dan keemasan di bidang pen-didikan Islam, selain masjid didiri-kan, juga pusat-pusat yang lainyang didirikan untuk mempelajarimengenai ilmu-ilmu Islam dan ak-ademik yang berkaitan denganilmu matematik, fisik, kimia, astrolo-gi, logic, falsafat dan sebagainya.Model pengajian disini, dibagimenjadi tiga peringkat, iaitu per-ingkat rendah, menengah, dan per-ingkat kemahiran. Untuk peringkatrendah, pengendalian pendidikan-nya berkembang menjadi sebuahinstitusi yang diberi nama “Kut-tab”. Institusi ini, diasaskan sebagaitempat pertemuan antara gurudengan pelajar dan juga sebagaitempat proses pembelajaran di per-ingkat pendidikan asas atau awal.29

Istilah “Kuttab” yang telah di-contohi oleh para pendidik yangterdahulu telah berkembang sam-pai ke kawasan serantau Nusant-ara. Namun istilah tersebut di ka-wasan ini, mempunyai pelbagai is-tilah sebutan yang sesuai dengan

perkembangan zamannya. Daripa-da sekian banyaknya, istilah-isti-lah itu, ialah zawiyah, gilda, dayah,meunasah, bandarsah, sekolah alQoran, ashram, guru gula, rumahgresik, musholla, langgar, pesant-ren, surau, pondok, madrasah,sekolah pondok, sekolah diniyah,sekolah arab, maahad, maktab, bal-asah, ponok dan sebagainya. Se-bagaimana yang telah dijelaskanpada sub bab sebelumnya tentangproses penumbuhannya.

Istilah-istilah tersebut, sampaikini yang banyak digunakan olehmasyarakat Nusantara adalah Pe-santren yang digunakan di kepu-lauan Jawa dan Indonesia secarakeseluruhannya. Istilah SekolahPondok, Madrasah, Maahad danPonok, banyak pakai dalam sebu-tannya di Malaysia dan SelatanThailand. Yang diberikan maksuddengan sebuah institusi pendidi-kan pondok. Kini institusi ini, adasebahagian di antaranya meng-gunakan model pendidikan tradis-ional yang dalam kegiatan penga-jiannya tidak menggunakan kelasdan perencangan pengajiannyatetap menggunakan tradisi sertaidentiti keasliannya model penga-jian pada masa silam, dan seba-hagian lagi menggunakan modelpendidikan madrasah yang meng-gunakan bentuk kelas dalam pen-gajiannya. Model ini, pada akhir-akhir ini, ada yang berubah menja-di sekolah agama rakyat yangmendapatkan bantuan daripadapihak kerajaan setempat, ada seba-hagian lagi yang berada di bawahpengawasan pihak kerajaan setem-pat dan majlis agama Islam ka-wasan setempat.

Cara pelaksanan institusi pen-didikan pondok yang masih men-jaga tradisi dan perancangan pen-gajiannya mengikuti pondok masasilam, ialah mempunyai rencanganpendidikannya sebanyak tiga ta-hap. Tahap pertama, dinamakan “Tahap Asas “, tahap kedua “ TahapHalaqah “ dan tahap ketiga ialah “Tahap Takhossus “. Untuk menetu-

kan tamatnya pengajian, hal ini,tergantung kepada para pelajaryang mempunyai kesabaran, ket-abahan dan keikhlasan dalammengikuti pengajiannya.30

Tahap Asas ialah merupakanpengajian yang bersangkutan den-gan ilmu-ilmu asas, atau sebagaiilmu alat untuk memahami kitab-kitab lama daripada bahasa Arab.Seperti, ilmu Nahu, Sarof, dan se-bagainya. Selain mempelajari ilmu-ilmu alat, juga mempelajari ilmuagama dalam bentuk fardhu ainyang terdapat dalam kitab-kitab kecildaripada bahasa Melayu. Di tahapini, para pelajar mengikuti pendidi-kannya dengan seorang pembantupemimpin pondok atau dalam isti-lah pondok disebut dengan nama“Kepala Muthola’ah” yang artinya,seorang guru pembantu, sebelummengikuti pengajiannya denganpemimpin pondok atau sebelumsampai “Tahap Halaqah”, yakni ta-hap ini para pelajar sudah dapatmemahami ajaran agama secarakesuruhannya dan dapat membacakitab-kitab lama atau kitab kuningdaripada bahasa Arab tanpa barisdan tahap terakhir ialah “Tahap Ta-khossus”” yang merupakan tahapkepakaran dalam sesuatu ilmuyang tertentu. Biasanya para pela-jar harus berpindah atau bermusafirke pondok yang lain untuk mendal-ami suatu ilmu yang akan dipela-jarinya, juga pemimpin pondokyang mereka sedang menuntut ilmutidak mahir dalam ilmu yang mere-ka memerlukannya. Ada sebahagi-an dari mereka terus berhijrah keMakkah atau ke Madinah sebagaisuatu pengesahan ilmu-ilmu yangsudah dipelajarinya 31 .

Kebanyakan kitab-kitab yangdipergunakan dalam institusi pen-didikan pondok dalam model pen-

28 Ibid, halaman 48-5229 Ibid, halaman 48-5230 Dulhalim Dinaa, Kajian Bentuk

Pendidikan dan Pengurusan Sistem Pondok di

Daerah Chana Selatan Thailand (1918-1995),

Tesis Master, Universiti Sains Malaysia, 2000.

halaman 163-165.31 Ibid. halaman 163-165.

JURNAL EDUKASI. NO.XII.20087070

gajian tradisional ini, diambil danberorientasikan dengan ulama-ula-ma yang dikenal dengan sebutan“Ulama Haramayn” yang dimak-sudkan iaitu ulama yang ada di duanegeri yakni Makkah dan Madinah,merupakan tempat yang terpentingdalam penglibatan ulama keilmuanIslam pada abad ke-15 masihi. Pen-galiran budaya keilmuan daripadaHaramayn ke kawasan Nusantarapada abad ke-19 masihi, terhadapinstitusi pendidikan pondok diTanah Melayu merupakan suatukemajuan yang pesat dan telahmelahirkan ulama-ulama yangterkenal di serantau ini. Pengaliranilmu dari Haramayn pada abadtersebut telah membawa aliran lati-han kerohanian atau tarekat sertaasas-asas ajaran Islam moden danjuga merangkumi ilmu syariah,mantik, dan fiqh yang selaras den-gan kepentingan terekat dan tasaw-wuf. Maka, sudah tidak heran, parapemimpin pondok pada waktu itu,selain bertindak sebagai pemimpinsebuah institusi pendidikannya,juga bertindak sebagai seorangsyeikh sufi atau ketua tarekat ter-hadap para pelajar dan masyarakatsetempat pada masa silam.32

Selanjutnya perkembangan bu-daya keilmuan institusi pendidikanpondok model pengajian tradision-al telah berubah menjadi model pen-didikan Madrasah. Ini disebabkankemunculan para ulama reformisdarpada Al Azhar pada awal abadke-20. Model pendidikan Madrasahyang berorientasi dengan model pen-gajian Al Azhar yang menggunakanbentuk kelas dalam pengajiannyatelah membawa peranan penting, se-hingga sebahagian daripada ulamapondok model pengajian tradision-al turut menukat bentuk pendidi-kannya. Ulama di Tanah Melayuyang telah mendapatkan pendidi-kan Al Azhar telah memiliki beber-apa ciri. Antara ciri yang palingmenonjol ialah mempunyai sikapketerbukaan kepada pendekatanmazhab. Desakan untuk mengam-alkan satu mazhab tertentu, semakin

hari semakin berkurang kalaudibandingankan dengan pemikiranulama yang telah dapat didikandaripada ulama Haramayn 33 .

Kesan daripada perpindahanmodel pengajian daripada Hara-mayn ke model pengajian Al Azharini, bentuk pendidikan pondok te-lah diatur secara berkelas dan mem-punyai jinjang pendidikannya yangsesuai dengan kecerdasan terhadappara pelajar yang sedang mengiku-ti pendidikannya. Bentuk ini, mem-punyai tingkatan pendidikannyaselama 10 tahun, ialah daripadatingkat ibtidaiyah berlangsung se-lama 4 tahun, tingkatan mutawas-sitah selama 3 tahun dan tingkatansanawiyah selama 3 tahun. Maka,setelah para pelajar tamat mengiku-ti pengajiannya, para pemimpinpondok akan mengirimkan merekauntuk melanjutkan ke Mesir atauTimur Tengah 34. Kesempatan untukmengikuti pengajian di Al Azharbagi anak-anak Melayu pada wak-tu itu sangat tinggi. Model penga-jian di Al Azhar sangat bermutukalau dibandingkan di tempat lain.Hal ini, disebabkan model penga-jiannya telah merangkumi di antaramodel pengajian tradisional(umumi) dengan model pengajiannizami 35. Maka, kesan pengajiansemacam ini, masih tersisa di beber-apa pondok yang ada di kawasanserantau Nusantara ini. Sebagaicontoh dapat dilihat di MadrasahIrshad Al Ashrof Al Wataniah, diSungai Bakap, Pulau Pinang, danlain sebagainya.

Kemajuan Ulama PondokKetika negeri-negeri Melayu di

kawasan Nusantara, dikuasai dandiperintahkan oleh para Sultanatau Raja Melayu yang beragamaIslam, pernah termashor sebagaipusat kemaddunan Islam di seran-tau ini. Mereka telah memberikanlaluan kepada para tokoh keilmuanIslam untuk membina dan mem-bangun terhadap masyarakat set-empat agar memahami tentang aja-ran Islam yang telah wahyukan

kepada Rasulullah saw.Hal ini, telah tercatat bahawa

peranan para tokoh ilmuan padamasa silam, terbukti sekitar tahun1336 masihi, Ibnu Bahtutah dalamperjalannya ke negeri Cina dansempat singgah di kawasan Pasai.Dalam catatannya, telah menceri-takan seorang Sultan Malik al Za-hir adalah seorang Raja yang ter-gabung dalam golongan ulamamazhab Syafi’iy dan telah memban-gun keilmuan Islam bersama den-gan para ulama lain-lain, sehinggakemajuan ini, di catat negeri Acehsebagai serambi Makkah. Selainnegeri Aceh, juga negeri Fatani,Kelantan dan sebagainya. Sumban-gan daripada para ulama keilmuanIslam sangat berkesan dan telahberjaya membangunkan kemad-dunan Melayu Islam dengan sega-la keunggulan, menanamkan kefa-haman dan penghayatan tentangnilai-nilai Islam terhadapmasyarakat Melayu yang terkenaldengan kefahaman tahayul don-geng dan sebagainya.36

Usaha-usaha para ulama keil-muan yang terdahulu, telah berha-sil menyebarluaskan ajaran Islamdengan melalui bentuk pendidikanpondok. Institusi ini, mulaiberkembang pesat di kawasan Nu-santara pada permulaan abad ke-19 dan telah diperkenalkan di ka-wasan Semenanjung Tanah Mel-ayu, bermula di negeri Fatani. Ke-mudian di negeri Kelantan lebihawal mengikuti bentuk pendidikanini. Kerana berhampiran dengankawasan tersebut dan setelah itu,

32 Melayu Pulau Pinang, Ibid, 94.33 Ibid, halaman 94-95.34 Dulhalim Dinaa, Institusi Pondok

Tradisional : Satu Tinjauan Terhadap Cabaran

Budaya Keilmuan dan Sumbangan Serta

Perancangan Universiti Sains Malaysia Untuk

Masa Hadapan Pondok di Kawasan IMT-GT,

Kertas Kerja, Persidangan Antarabangsa IMT-

GT, Kelab Ijazah Tinggi dan Pusat Pengajian

Ilmu Kemanusiaan, USM, 10-11 Desember

2007.35 Melayu Pulau Pinang, Ibid, 94.36 Mustafa Kamal Ayob, (Sunting dan Kata

Pengantar),Generasai Pelajar, Pembina Tamadun

Abad 21, Selangor, 1991, halaman 73-76.

JURNAL EDUKASI. NO.XII.2008 7171

mulai tersebar ke negeri Kedah, Se-berang Perai, Utara Perak, dan Per-lis. Daripada usaha-usaha merekapula, pada abad tersebut pelbagaibuku-buku dan kitab-kitab agamayang telah dituliskan dengan tu-lisan Jawi serta dibukukan samaada karangan mereka sendiri mau-pun terjemahannya daripada kitab-kitab bahasa Arab. Di antara penu-lis tersebut, ialah Uthman Bin Ab-dullah Bin Yahya, Syeikh DaudAbdullah al Fatani dan Arshad BinAbdullah al Banjari.37

Kemajuan pengajian agama Is-lam di negeri Fatani pada waktu se-belumnya, ketika di dikuasai ataudiperintahkan oleh para Sultan danRaja Melayu yang beragama Islampernah termashor sebagai pusatpenyebaran keilmuan kemaddunanIslam di serantau Nusantara. Na-mun, data-data yang menunjukankemajuan di bidang tersebut dalamcatatan sejarah telah banyak yang di-musnahkan kerana disebabkan per-golakan politik yang perpanjangandan perselihan budaya serta salingcuriga di antara penduduk asli den-gan penguasa tempatannya. Hal ini,sukar untuk mengkaji kembali bagiahli-ahli sejarah tempatan. Namun,bagi generasi baru telah berusahamengkaji balik tentang kemajuantersebut daripada dunia luar yangtersisa dalam catatannya.

Seperti, seorang ahli sejarahAzyumardi Azra, telah menge-mukakan tentang kemajuan terse-but dengan mengemukan seorangtokoh ilmuan Syeikh Daud Abdul-lah al Fatani (1740-1847 M) sebagaiseorang tokoh ulama yang terma-suk dalam jaringan ulama TimurTengah dan Nusantara yang bany-ak berjasa terhadap negeri Fatanidan pernah mendapatkan pendid-ikan awal di negerinya sendiri ber-sama dengan beberapa orang tokohulama daripada al Palimbangi. Be-liau juga berpendapat bahawa per-alihan keyakinan penduduk Fatanikepada agama Islam terjadi sekitarabad ke-12 masehi sehingga padaabad ke-15 masehi. Selajutnya, Be-

liau juga mengatakan, para ahli se-jarah barat, sepert Matheson danHooker, memberikan pendapat ba-hawa pondok di Fatani sangat ber-prestasi dan para pelajar lanjutanmereka diterima baik sebagai gurudi tempat-tempat laiN.38

Selanjutnya, Mohd. Zamberi A.Malik, menjelasakan bahawa padazaman Langkasuka, telah ada parasaudagar Arab yang mengislamkanterhadap penduduk Fatani. Keranadisebabkan ancaman politik ataspengguasa tempatan, menyebabkankemajuan Tamaddun Islam semakinhari semakin luput sehinggamasyarakat setempat telah hilangingatan sewaktu diislamkan padakali pertama oleh para saudagartersebut dan mereka telah menyebar-kan Islam di Fatani melalui ulamatasawwuf dan di antara merekabanyak yang menetap di sana, seh-ingga akhirnya dapat mendekatipara raja-raja Fatani dan kaum bang-sawan di istana. Kemudian barumengislamkan mereka dan setelahitu, para sultan dan raja-raja Fatanitelah diberikan laluan kepada parasaudagar Arab untuk menjadi pu-sat kegiatan pengajian Islam modelmenadah kitab di dalam istana.Pembuktian ini, telah tercatat sejakabad ke-14 masihi, ada seorang ula-

ma sufi yang bernama Syeikh Syafi-auddin al Abbas, sudah tiba di Fa-tani bersama dengan Syeikh SaidBersisa dan Syeikh Gombak AbdulMubin. Maka pada waktu itu, teru-judlah pelbagai kegiatan pengajianIslam di Istana, yang merupakanpusat tumpuan para cerdik pandaiuntuk mendalami ilmu-ilmu agama.Dengan demikian lahirlah kegiatanpenulisan kitab-kitab agama sudahada di negeri Fatani pada abad ke-17 masehi.39

Wan Muhammad Shaghir, men-jelaskan negeri Kedah dan Fatani te-lah dikenal oleh orang Arab sebagaipusat penyebaran keilmuan Islam dikawasan Nusantara, sama penting-nya dengan negeri Aceh. Hubungandi antara para ilmuan di kawasantersebut sangat erat dan hubunganpara ulama Kedah dan Fatani mem-punyai keturunan yang sama dari-pada orang Arab. Hal ini, dapat di-buktikan seorang tokoh ulama yang

37 Amran Kasim, Masalah Sosial dan

Hubungan dengan Didikan Agama, Kuala

Lumpur, 1993, halaman 22-24.38 Azyumardi Azra, Jaringan Ulama

Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara

Abad XVII

dan XVIII, Bandung, 1994, halaman 258.39 Mohd.Zamberi A.Malik, Patani dalam

Tamaddun Melayu, Kuala Lumpur, 1994,

halaman 30-34. (setelah ini, disebut Tamadun

Melayu)

JURNAL EDUKASI. NO.XII.20087272

bernama Syeikh Ibrahim HaderamauBin Abar. Beliau telah mempunyaianak lima orang, ialah Syeikh WanAbdurahman, Wan JamilahAssnadaniyah, Syeikh Wan Yahya,Syeikh Wan Muhammad Nur Yasindan Syeikh Wan Husen. Di antarapara ulama negeri Kedah dan Fataniyang ada keturunan yang samaialah, Syeikh Daud Bin Abdullah alFatani, Syeikh Zainal Abidin Bin Mu-hammad al Fatani, Syeikh Ahmad BinMuhammad Zain al Fatani, Haji Is-mail Bin Mushtofa Kedah dan SyeikhJarum al Fatani.40

Salah seorang ulama keturunanSyeikh Ibrahim Haderamau BinAbar yang cukup terkenal bagi pen-duduk masyarakat Pulau Pinangialah dengan sebutan “ Tuan Minal“. Ketokohan Beliau, selain menjadiseorang pegarang kitab agama, jugasebagai seorang tokoh pemimpinpondok yang pernah menyebarkanilmu agama Islam terhadapmasyarakat di daerah Sungai Duakawasan Seberang Perai. Pembuk-tian ini, dikemukakan Ahmad Fathyal-Fatani dalam tulisannya, bahawaTuan Minal adalah seorang tokohpengarang yang berasal daripadaFatani yang sangat termashor sete-lah Syeikh Daud Bin Abdullah al-Fatani. Sebenarnya, nama beliauialah Syeikh Zainal Abidin Bin Mu-hammad al-Fatani. Sebanyak tigabuah karyanya yang terkenal danmenjadi teks utama dalam pengajiankitab-kitab lama di institusi pendid-ikan pondok di Fatani, Kelantan danKedah sehingga kini. Beliau telahmengarang kitab bernama Kasyf alGhaibiyah, Kasyf al Litham dan Aqi-dat al Tauhid. Kadungan tiga buahkitab ini, dijelaskan tentang per-masalah ilmu Usuluddin dan Fiqhdan sekitar tahun 1860 masehi, be-liau telah membuka institusi pendid-ikan pondok di Fatani yang beradadi daerah kampung BendangBadang. Di antara para murid Be-liau ialah Tok Syeikh Jarum al Fa-tani dan telah membuka pondok dikampung Derga, Kedah. Selanjut-nya Syeikh Muhammad Said Ling-

gi (negeri Sembilan), Haji AbdullahBin Penghulu Sulaiman (negeriKelantan) Haji Ismail Mustafa atauTok Cik Dol (negeri Kedah), HajiSaman Abdul Rahman (negeriKelantan), Pak Chu Yen Tok RajaHaji (negeri Fatani), Tok Chaok, HajiWan Muhammad atau Wan AhmadSemela (negeri Fatani), Haji SenikBin Saleh (negeri Kelantan) dan be-berpa ulama yang membuka insti-tusi pondok di Fatani yang munculsekitar tahun 1890 masehi, sepertiHaji Muhammad Saleh (pondokBendang Guchil Fatani) dan menan-tunya sendiri Haji Abdul Rashid(pondok Bandar Fatani).41

Setelah pengkadiran beberapaorang tokoh pemimpin pondok yangtersebut diatas, Tuan Minal telahberhijrah daripada negeri Fatanimenuju ke negeri Pulau Pinang dantelah menyebarkan ilmu agama Is-lam terhadap masyarakat Pulau Pi-nang, terutama di Sungai Dua Se-berang Perai. Penghijrahan ini, te-lah melalui atau melangkahi negeriKedah yang menjadi sempadan den-gan negerinya sendiri dan kemu-ngkinan penghijrahan ini, berkaitandengan langkah-langkah pem-bekuan kegiatan keagamaan daripenguasa negerinya terhadap paraulama pondok pada waktu itu ataupenghijrahan ini, juga berlaku se-bagai suatu jemputan atas pihak ter-tentu atau dengan sebab-sebab lain,seperti perhubungan perkawinandan persemendaan, sebagaimanaberlaku terhadap anak muridnyasendiiri yang bernama Tok SyeikhJarum al Fatani ke negeri Kedah.42

Pengjihrahan tokoh ulama Fa-tani ke kawasan utara semenenjungTanah Melayu, seperti Syeikh Zain-al Abidin Bin Muhammad al Fatani(Tuan Minal) dan beberapa orangtokoh ulama Fatani lain lagi, tidakdapat dianggap sebagai suatu pelar-ian daripada pengguasa di sana, se-bagaimana anggapan sebahagiandaripada para ahli-ahli sejarah Bar-at masa kini. Hal ini, perlu pembetu-lan dalam pemikiran mereka, agarjangan sampai terjadi kesalahfaha-

man dan terjadi proses ganguan ter-hadap kestabilan dari segi persau-daraan di antara kedua negara teta-ngga ini. Maka, perlu diadakan suatupenilaian dan penyelidikan secaraserius tentang sejarah penumbuhandan perkembangan ulama-ulamaFatani di negeri tersebut. Kerana, ke-san perjuangan para ulama Fatani,bukan saja dikenal oleh masyarakatserantau Nusantara ini, di dunia luarpun telah banyak catatan sejarahyang telah mencerita tentang ketoko-han mereka dalam pengembangankeilmuan Islam dan ketokohan mere-ka memimpin masyarakat melalui in-stitusi pendidikan pondok.

Dalam catatan sejarah keilmuandunia Arab, sebahagian daripada ul-ama Fatani telah diberikan kesempa-tan untuk dapat mengajar di Masjidal Haram Makkah, kerana kealimanmereka diterima oleh masyarakatArab pada waktu itu dan telah ramaipula penuntut ilmu daripada TanahMelayu di kawasan serantau Nusan-tara ini, yang mengikuti pengajian disana.43 Maka, kemajuan ini, telah ter-catat bahawa sepanjang abad ke-16masehi, selain dikenal oleh duniaArab, para alim ulama Fatani, jugatelah dikenal oleh dunia Turki danUtara Afrika. Suatu pengakuan ter-hadap ulama Fatani, telah mendap-atkan suatu pengikhtirafan dan ber-tauliyah dapat mengajar di dalamMasjid al Haram Makkah. Ketokohanulama Fatani pada waktu itu telahmendapat gelaran sebagai sebuahnegeri yang terkenal dengan sebutanistilah “ Cermin Makkah “ dan telahbanyak dikunjunggi oleh para penun-tut ilmu daripada pelbagai negeri.Seperti, negeri Sri Lanka, Burma, Ka-mboja, Vietnam, Filipina, dan negeri-negeri Tanah Melayu pada waktu itu,

40 Wan Muhammad Shaghir Abdullah,

Hubungan Ulama Patani dengan Kedah,

Kekeluargaan Ilmu dan Karya, Majalah Pengasuh

no.KDN-MI-1390/R/20, 1997,halaman 6-8.41 Ahmad Fathy al-Fatani, Ulama Besar

Dari Patani, Universiti Kebangsaan Malaysia,

Bangi,

2002, halaman 52-65.42 Ibid, halaman 66-67.43 Budaya Ilmu Ibid. hal 748.

JURNAL EDUKASI. NO.XII.2008 7373

DAFTAR PUSTAKA

Azra, Prof.Dr.Azyumardi, 2001, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium

Baru, Penerbit Kalimah, Jakarta.

Andaya Barbara Watson Dan Leonard , Sejarah Malaysia, Kuala Lumpur, 1983

Al-Abrasyi, Moh. Athiyah, (1970). Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, Bulan Bintang.

Buyong Adil, Per juangan Melayu Menentang Penjajahan Abad 15-19, Dewan Bahasa Dan

Pustaka, Kuala Lumpur, 1983

Beatty, Andrew., 1999, Varieties of Javanese Religion: An Anthropological Account, Cambridge

University Press, Cambridge.

Bloom, B.5. (1956). Toxomony of Educational Objectives, the Classification of Educational Goals,

Hand Book I: Cogniti Domain. New York: Long mans, Green and Co.

Borgatta, Edgar.F. (ed), 1992, Encyclopedia of Sociology, V.1., Macmillan Publishing Company,

New York.

Chelliah D. D. (1960). History of Education Policy of the Straits Settlements. Singapore: G.H.Kiat

& Co. Ltd.

Dhofier, Z. (1982). Tradisi Pesantren.Jakarta: LP3ES.

Dradjat, Z. (1971). Membina Nilai-nilai Moral di Indonesia. Jakarta: Bulan Bintang.

Devi, Laxmi., (ed), 1997, Encyclopedia of Social Research, V.2., Anmol Publications PVT.LTD,

New Delhi.

Dhofier, Zamakhsyari, 1985, Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, LP3ES, Jakarta.

Esposito, John (ed), 1995, The Oxford Encyclopedia of the Modern Islamic World, V.3, New York,

Oxford, Oxford University Press.

Fadjar, M.A. (1998). Madrasah dan Tantangan Modernitas. Bandung: Mizan.

Jalaluddin dan Said, U. (1996). Filsafat Pendidikan Islam: Konsep dan Perkembangan. Jakarta:

Grafindo Persada.

Hakim, Agus., 1996, Perbandingan Agama, CV. Diponegoro, Bandung.

Hasbullah, Drs., 1999, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia:Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan

Perkembangan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Lofti Ismail, Sejarah Malaysia 1400-1963, Utusan Publications & Distributors, Kuala

Lumpur, 1978

Nashir, H. (1999). Agama dan Krisis Kemanusiaan Modern. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

R. Suntharalingam, Abdul Rahman Ismail, Nasionlisme Satu Tinjauan Sejarah, Penerbit

Fajar Bakti, Petaling Jaya, 1985

Radin Soernano, Malay Nationalism, 1900-1945, J S E A H , V. 1 March, 1960

Singelton, R.A. dan Straits, B. C., 1999, Approaches to Social Research, OUP, New York.

Sarijo, M. (1980). Sejarah Pondok Pesantren di Indonesia. Jakarta: Dharma Bakti.

Sternbrink. K.A. (1986). Pesantren, Madrasah dan Sekolah. Jakarta: LP3ES.

Tan Ding Eing, Sejarah Malaysia Dan Singapura, Penerbit Fajar Bakti, 1975/1979

Thoha, Chabib, dan Muth’i, A. (1998). PBM-PAI di Sekolah: Eksistensi dan Proses Belajar

Mengajar Pendidikan Agama Islam. Yogyakarta: Pustaka

Penyeliaan Pendidikan Islam Sekolah Rendah (1992). Kuala Lumpur: Jemaah Nazir Sekolah

Wahid, Abdurrahman., 2001, Menggerakkan Tradisi: Esai-Esai Pesantren, LkiS, Yogyakarta..

William R Roof, The Origins Of Malay Nationalism, Universiti Malaya Press, Kuala Lumpur, 1967

Ziemek, Manfred., 1986, Pesantren Dalam Perubahan Sosial, Jakarta.

Zuhairini, Dra., dll., 1997, Sejarah Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta

Ziauddin Sardar. (1981). Sains, Teknologi Dan Pembangunan Di Dunia Islam. Kuala Lumpur:

Yayasan Dakwah Islamiah Malaysia.

seperti Sumatera, Sulawesi, Kaliman-tan, Jawa dan negeri Brunei. Kesandaripada didikan para ulama Fataniyang terdahulu, terhadap masyarakatnegeri Burma dan Kamboja, maka be-berapa kawasan di kedua negeri ini,masih menggunakan khutbah Jum’atdalam bahasa Melayu dan kitab-kitabJawi karangan para ulama Fatanimasih dijaga secara baik dan dipela-jari oleh masyarakat di sana.44

KesimpulanDapat dijelaskan disini bahawa

institusi pendidikan pondok meru-pakan suatu pusat yang melaksan-akan proses yang mendalami ilmuagama dan para pelajarnya ditun-tut untuk menitikberatkan kepadahal ehwal kegiatan ibadat dan per-buatan yang berkaitan denganmasyarakat. Ia juga sebagai pusatpengkadiran dari aspek keimanandan amalan terhadap pelbagai as-pek kehidupan dunia dan akhirat.Para ulama yang terdahulu berusa-ha agar dapat menjalankan dasar-dasar pendidikan Islam bersumberkepada al-Qur’an, al-Hadith danpelbagai pendapat serta petunjukyang bersandar kepada kitab-kitablama atau kitab kuning. Tujuannya,untuk membentuk pribadi para pel-ajar sebagai seorang muslim yangsejati, supaya mengenal Allah danbertindak sepanjang hidupnya se-bagai hamba Allah yang berimandan bertakwa kepadaNya.

Untuk itu, dalam catatan se-jarah perkembangan pendidikanIslam di Nusantara ini, telah mela-lui jalur perkambangan sejarahyang sangat panjang dan sanagatmenarik, kalau ditinjau dari insti-tusi pendidikan yang lain. Dilihatdaripada segi perkembangan pros-es istilah pondok yang telah terse-but di atas. Sebagaimana yang te-lah terbukti di kawasan negeri Fa-tani, Aceh dan Kedah pada masasilam. Proses pensejarahan ini jugamenarik, lebih-lebih lagi ia dilakaridengan wujudnya institusi pendid-ikan pondok dan para ulama yangtermashoor, sehingga berkesan

sampai kini. Maka pondok, kalaudilihat dari segi peranannya, ialahsebagai institusi yang membentukproses perkembangan sejarah pen-didikan Islam di serantau ini. Se-cara langsung, sistem pondok jugadiakui sebagai sebuah institut yanghampir kepada falsafah dan tujuanpendidikan Islam yang telah terse-but pada arena sebelumnya.

Sistem pengajian pondok tradi-sional dikenal pasti lebih berjayamembentuk keperibadian dan disi-plin terhadap para pelajar. Para pel-ajar yang telah mengikuti pengaja-

ran yang diajar di pondok-pondoklebih memberi kesan kerana guruyang mengajar tinggal bersama mu-rid-murid bagi memudahkan setiappelajar dipantau sepanjang masa.Sistem pendidikan pondok yang se-jak berpuluh tahun lalu berjayamelahirkan ramai pendakwah danpendidik di kawasan Nusantara ini.Kemasyhuran itu menyebabkan leb-ih dikenali sebagai ‘Serambi Mekah’.Sistem pengajian pondok masihhidup dengan subur.

44 Tamadun Melayu Ibid, hala

ge

JURNAL EDUKASI. NO.XII.20087474

Jamilah

Jamilah, M.Ag, alumni Ponpes Al Munawir Krapyak Yogyakarta. DosenSTIK Annuqayah, Dosen STIT Alkarimiyyah dan Guru MTs. Tarbiyatus Shibyan.Kandidat Doktor Universitas Negeri Yogyarakarta (UNY) program Penelitian

artikel lepasartikel lepas

Problema Pendidikandi Era Globalisasi

Dunia Datar

PengantarPendidikan merupakan institusi penting

bagi proes penyiapan dan peningkatan kuali-tas sumber daya manusia Indonesia yang be-nar-benar berkualitas. Kita perlu merenungkankembali untuk menetapkan agenda pendidi-kan nasional agar dapat mengisi abad 21 tan-pa keraguan akan masa depan anak muda se-bagai penerus bangsa ini. Tanpa mempersiap-kan masa depan mereka untuk hidup di abad21 dengan berbagai keunggulan kompetitifyang harus dimiliki, bangsa kita akan tengge-lam dalam setiap percaturan dunia yang se-makin global.1

Secara makro, era global adalah tantanganuntuk merebut keunggulan kompetisi sumberdaya manusia antarbangsa. Tantangan ini se-harusnya dimanfaatkan oleh penyelenggarapendidikan sebagai peluang untuk menyiap-kan kualitas bangsa melalui pendidikan yangterarah. Akan tetapi sampai saat ini, belum tam-pak adanya strategi reformasi pendidikan yangmengarah kepada masalah itu. Pendidikanbelum menggerakkan potensi kecerdasan intele-ktual, kreativitas dan kecerdasan emosional anak.Dari berbagai hasil penelitian menunjukkanbahwa pendidikan saat ini, baru berada padataraf mengembangkan kemampuan kognitifpengetahuan, yang sifatnya lebih mengembang-kan fungsi reproduktif. Pendidikan belummampu membangun etos kerja, jatidiri danpercaya diri untuk menghadapi masalah –

masalah yang nyata.2

Saat ini pemerintah telah memiliki pro-gram pendidikan nasional yang amat strate-gis yaitu peningkatan relevansi, efisiensi dankualitas pendidikan. Setiap sistem pendidi-kan yang sehat selalu berusaha memahamizamannya dan berusaha pula memenuhituntutan-tuntutannya.3 Apabila dicermatidari berbagai tuntutan baik dasar maupunperkembangannya, maka pendidikan ditun-tut untuk lebih arif, kreatif dan inovatif.Meskipun tidak mampu mengantisipasi tun-tutan tersebut, paling tidak pendidikan di-harapkan mampu mengikuti perubahanyang terjadi. Kemajuan teknologi dan infor-masi menuntut pendidikan tidak lagi mene-kankaan pada penyampaian lisan (deliverysystem) guru-siswa secara monotonous.

Pola pendidikan yang melaksanakandelivery system akan menghasilkan sistemlinear–indoktiner–vertikal.4 Pendidikansystem ini justru menghasilkan ketergantun-gan daripada kemandirian. Pribadi yangtergantung akan menghasilkan beban sos-

1 Suyanto, dkk., Refleksi dan Reformasi Pendidikan

di Indonesia Memasuki Millenium III, Yogyakarta: Adi

Cita, 2000, hal. 232 Djohar, MS., Pendidikan Strategik, Alternatif

untuk Pendidikan Masa Depan, Cet. I, Yogyakarta: LESFI,

2003, hal. 783 Muchtar Buchori, Pendidikan Antisipatoris, Cet

I, Yogyakarta: Kanisius, 2001, hal 254 Djohar, MS., Pendidikan Strategik hal 9

JURNAL EDUKASI. NO.XII.20087474

JURNAL EDUKASI. NO.XII.2008 7575

ial, berarti keberhasilan memban-gun sumber daya manusia melaluipendidikan belum dapat diharap-kan. Keberhasilan sumber dayamanusia sekarang ini tampaknyabukan hasil pendidikan kita tetapihasil potensi masing-masing indi-vidu. Akhirnya mereka yang mam-pu keluar dari sistem yang selamatadalah yang mampu mandiri. Mere-ka itulah yang kreatif dan produk-tif yang berguna bagi masyarakat.

Globalisasi Dunia Yang DatarPada awal dekade 1980-an In-

donesia sudah mengenal istilahRevolusi “Triple-T” untuk menjelas-kan tentang terjadinya perubahanmendasar dalam perekonomian du-nia dan hubungan ekonomi antar-bangsa yang dipicu olehperkembangan pesat di bidangteknologi telekomunikasi, transpor-tasi, dan turisme. Revolusi ini kemu-dian mengakibatkan terjadinya perg-erakan barang dan jasa serta fakto-faktor produksi dengan diibaratkanseperti arus air yang mengalir deraske segala penjuru dunia. Yang ke-mudian, menjadi istilah globalisasidengan menggambarkan dunia tan-pa batal batas (borderless world).

Seiring dengan perkembanganglobalisasi, maka muncul problembaru yakni ketegangan antara na-sionalisme, identitas, dan global-isasi. Kemudian Thomas L Fried-man, menulis buku tentang “ TheLexus and the Olive Tree” tahun 1999,yang menjelaskan persoalan dariketiga hal tersebut. Lexus adalahglobalisasi dan ketegangan antaragaya penyatuan ekonomi dunia se-cara global dengan gaya nasional-isme dan identitas “Pohon Zaitun”,namun sejak pasca 11 SeptemberPohon Zaitun semakin menghilangdalam era globalisasi dikalahkandengan ketanggihannya teknologiinformatika dan semakin majunyaekonomi India dan China.

Berawal dari perjalanan panjan-gnya ke Bangalore India maka Tho-mas L Friedman melanjutkan studin-ya dengan keyakinan tinggi bahwa

dunia datar (world is flat), yang kemu-dian menginspirasikannya untukmembuat buku “The World Is Flat”.5

Menurutnya, ada tiga wilayah global-isasi: pertama, berlangsung sejak1492, ketika Columbus berlayar, mem-buka dunia lama menuju dunia baru,hingga sekitar tahun 1800. Dia menye-butnya era Globalisasi 1.0. Proses inimenyusutkan dunia dari ukuran be-sar menjadi sedang. Globalisasi initerkait dengan negara dan otot, ataudengan arti lain pelaku utama pe-rubahan dan kekuatan yang mendor-ong proses penyatuan global adalahseberapa gigih, seberapa besar otot,seberapa besar tenaga kuda, sebera-pa besar tenaga angin, seberapa be-sar tenaga uap yang dimiliki suatunegara serta seberapa besar kreatifi-tas untuk memanfaatkannya. Padamasa ini, negara dan pemerintahyang biasanya dipicu oleh agama,imprialisme, atau gabungan keduan-ya mendobrak dinding dan menjalindunia menjadi satu hingga terjadipenyatuan global. Kedua, masa Glo-balisasi 2.0. yang besar, berlangsungdari sekitar tahun 1800 hingga 2000dengan diselingi oleh masa DepresiBesar serta PD I dan PD II. Masa inimenyusutkan dunia dari ukuran se-dang ke ukuran kecil. Dalam global-isasi ini pelaku utama perubahanatau kekuatan yang mendorong pros-es penyatuan global adalah perusa-haan-perusahaan multinasional, den-gan dipelopori oleh Revolusi Indus-tri. Ketiga, masa Globalisasi 3.0. yangterjadi sekitar tahun 2000 sampaisekarang, menyusutkan dunia dariukuran kecil menjadi sangat kecilsekaligus mendatarkan lapangan per-mainan. Motor penggerak globalisasiini adalah kekuatan baru untuk bek-erjasama dan bersaing secara individ-ual dalam kancah global. Tatanan du-nia datar adalah konvergensi (pen-yatuan) antara komputer pribadiyang memungkinkan setiap individudalam waktu singkat menjadi penu-lis materi mereka sendiri secara digi-tal, serat optik yang memungkinkanmereka untuk mengakses lebih bany-ak materi di seluruh dunia dengan

murah juga secara digital, serta workflow software (perangkat lunak alurkerja) yang memungkinkan individu-individu di seluruh dunia untuk ber-sama-sama mengerjakan suatu materidigital dari manapun tanpa meng-hiraukan jarak antarmereka.

Sepuluh Kekuatan Yang Menda-tarkan Globalisasi

Menurut Thomas L Friedmandalam bukunya yang termasuk In-ternational Bestseller mengungkap-kan ada sepuluh hal yang membuatdunia semakin datar.6 Pertama,mulai sejak tanggal 09 November1989, runtuhnya Tembok Berlinatau dengan kata lain meruntuh-kan dan membebaskan semua or-ang dari belenggu kekaisaran UniSoviet, yang pada akhirnya mem-pengaruhi kekuasaan di seluruhdunia ke arah pemerintahan yangdemokratis, berlandaskan konsen-sus, dan berorientasi pasar bebas.Kedua, tanggal 09 Agustus 1995,yakni mulai mendunianya Webdan Netscape yang semakin me-masyarakat. Konsep World WideWeb, yakni sebuah sistem untukmenciptakan, menyusun, dan men-gaitkan dokumen agar mudah un-tuk dilacak melalui internet,dikembangkan oleh ahli komputerInggris Berners-Lee (Website perta-manya adalah http://info.cern.ch)yang ditempatkan pertama kalipada tanggal 6 agustus 1991. Ke-mudian, lahirlah penciptaanbrowser komersial untuk me-mudahkan berselancar di Web,yang pertama kali populer dicipta-kan oleh Netscape, sebuah perusa-haan kecil yang baru berdiri diMountain View California.Netscape go public pada tanggal 9Agustus 1995, dan sejak saat itu-lah dunia berubah drastis. Ketiga,pendatar selanjutnya adalah Per-angkat lunak alur kerja. Sekarangkita mencapai titik dalam alur ker-

5 Thomas L Friedman., The World Is

Flat, terj. P. Buntaran, Benyamin Molan dkk,

Jakarta: Dian Rakyat, 2007.6 Ibid., hlm. 54-256

JURNAL EDUKASI. NO.XII.20087676

ja dengan mesin yang dapat berko-munikasi dengan mesin lain mela-lui internet dengan protokol stan-dar, tanpa ada orang yang terlibat.Keempat, lahirnya Uploading yangmengendalikan kekuatanmasyarakat. Yang terdiri dari tigahal: Uploading: gerakan perangkatlunak buatan komunitas, Wikipe-dia, dan Blogging/Prodcasting. Kel-ompok pertama dikenal dengannama “komunitas intelektual ber-sama”. Kelompok kedua disebut“komunitas perangkat lunak be-bas”. Kelima, Outsourcing Y2K.Mungkin kita masih ingat krisisY2K atau sering disebut milleniumbug, yang membuat penghematanruang memori dengan mendatatanggal hanya dengan enam digit -dua untuk hari, dua untuk bulan,dan dua untuk tahun – sehinggakonsekuensinya jam hanya bisaberjalan sampai 31/12/99. Makaketika kalender menunjukkan 1Januari 2000, banyak komputer tuaakan bertahan dan tidak mencatat-nya sebagai 01/01/2000 melain-kan sebagai 01/01/00, yang akandibaca sebagai tahun 1900. Hal iniberarti bahwa sejumlah besar kom-puter perlu disesuaikan jam inter-nalnya maupun sistem yang terkaitdengannya. Jika tidak demikian,maka komputer dikhawatirkanakan mati, sehingga menimbulkankrisis global, mengingat banyakn-ya sistem kendali – dari air minumsampai lalu lintas udara – dilaku-kan oleh komputer. Ketika peker-jaan Y2K mereda maka kemudianmuncullah pendorong bisnis yangsama sekali baru, yakni e-commerce.Keenam, Offshoring. Sejak awaltahun 1980-an banyak investor, ter-utama China perantauan, yangmemahami cara kerja di China mu-lai berkata “Kalau kita bisa menjualbanyak kepada orang China saat inimengapa kita tidak menggunakantenaga kerja China yang disiplindan murah untuk memproduksibarang di sana dan menjualnya keluar negeri?” Sikap ini sangat se-suai dengan harapan para

pemimpin China. Sehingga padaakhirnya hasil produksi Chinamampu bersaing dengan produk-produk negara lain dengan hargayang lebih murah. Setelah prosesoffshoring tersebut dari berbagaiproduk – tekstil sampai elektroni-ka – maka satu-satunya cara agarperusahaan negara lain bisa bersa-ing adalah dengan offshoring keChina (memanfaatkan tatanankualitas tinggi dan harga murah).Dengan bergabungnya China keWTO semakin memastikan bahwaChina memberi kepastian kepadaperusahaan asing dengan perlind-ungan hukum internasional danaturan bisnis yang standar. Ketu-juh, Supply-Chaining, jalan rantaipemasok. Sebagai konsumen, kitaakan sangat menyukai rantai pema-sok, karena tersedianya berbagaimacam barang – dari sepatu, bukusampai komputer laptop – denganharga yang semakin hari semakinmurah, dan sesuai dengan keingi-nan kita. Wal-Mart salah contohrantai pemasok yang sekarangmenjadi peritel terbesar di dunia.Kedelapan, Insourcing. UPS men-ciptakan tatanan yang memu-ngkinkan siapapun menjadikanusaha mereka global denganmelakukan efesiensi rantai pema-sok global mereka. Meskipun inimasih sebagai jenis usaha yangbaru, namun pada tahun 2003 den-gan insourcing UPS memperolehkeuntungan sebesar $ 2,4 miliyar.Hal ini semakin membuktikan bah-wa insourcing semakin dibutuhkan.Kesembilan, In-Forming. Salahsatu pendiri Google kelahiran Ru-sia Sergey Brin mengatakan “orangyang memiliki jaringan pita lebar,dial-up atau akses ke internet, apa-kah dia seorang anak, dosen, guru,dan lainnya, semua memiliki aksesyang sama atas informasi riset sese-orang.” Hal ini merupakan penda-taran yang menyeluruh. Ketika Goo-gle datang anak-anak memiliki “ak-ses universal” atas informasi di se-mua perpustakaan seluruh dunia.Dalam perkembangannya penggu-

na Google banyak mencari tiga hal:(1) seks, itu merupakan favorit Goo-gler sepanjang waktu, (2) adalahTuhan, dan (3) adalah pekerjaan.Dan kesepuluh, pendatar terakhiradalah Steroid. Steroid pertamaadalah berkaitan dengan comput-ing, satu cara sederhana meman-dang computing dalam skala apap-un adalah dengan melihat tiga halyang membentuk computing: ke-mampuan komputasi, kemampuanpenyimpanan, dan kemampuaninput/output – kecepatan untukmembawa informasi masuk ataukeluar komputer/kompleks peny-impanan. Semua ini terus men-ingkat sejak zaman mainframe per-tama yang besar. Kemajuan-kema-juan yang saling menunjang inimembentuk steroid yang penting.Akibatnya dari tahun ke tahun kitabisa melakukan digitasi, memben-tuk, melahap, dan mengirim se-makin banyak kata, musik, data,dan hiburan. Contoh, selama beber-apa dekade ini para pembuat chipsemakin memperkecil ukuran tran-sistornya, sehingga jarak tempuhelektron semakin kecil, sehinggapemprosesan data bisa lebih cepat”tulis Business Week (20 Juni 2005).

Dunia Pendidikan Yang DatarEra globalisasi dengan se-

makin datarnya dunia telah melan-da dunia pendidikan di Barat se-cara umum. Di Asia kita tidak bisamelepaskan diri dari perkemban-gan pendidikan China yang sejakbeberapa tahun belakangan ini,menghadirkan berbagai universitasasing, baik dari Inggris, AmerikaSerikat, dan Australia yang telahmembuka kampus di negeri tiraibambu tersebut.

Kehadiran universitas-univer-sitas dari Eropa, Amerika, dan Aus-tralia di China terlihat dengan jelasdalam “Pameran pendidikan Chi-na Internasional ke -6” yang dise-lenggarakan di Mangga DuaSquare Jakarta tanggal 15 dan 16Desember 2007. Selain itu, kuliahdengan menggunakan bahasa Ing-

JURNAL EDUKASI. NO.XII.2008 7777

gris di China merupakan hal yangbiasa. Sama seperti kuliah denganberbahasa Inggris di Indonesia,“ujar Ketua Beijing Language &Culture Institute Mangga DuaSquare, Samuel Wiyono, M.B.A.

Universitas-universitas asingyang telah membuka kampus diChina antara lain; Liverpool Uni-versity dan Notthingham Universi-ty dari Inggris, Missouri Universitydari Amerika Serikat, Monash Col-lege dari Australia, dan Raffles De-sign Institue dari Singapura. Keha-diran perguruan tinggi asing initentunya telah menjadikan warnatersendiri dunia pendidikan di Chi-na, dan telah menandai adanya eraglobalisasi pendidikan yang sudahmulai menjamah Asia. Maka kitatidak perlu heran bila nantinya kitamendapati lulusan dari Notthing-ham University yang fasih berba-hasa Mandarin dan tidak pernahsekalipun ke Inggris. Karena iamendapat gelar kesarjanaannyadengan kuliah di NotthinghamUniversity yang berada di China.

Selain menawarkan pendidi-kan China dari berbagai universi-tas Eropa, Amerika Serikat, dan Sin-gapura, universitas negeri di Chi-na menawarkan pula gelar interna-sional dari Australia, Kanada, Ing-gris, Amerika, dan China sendiri.Dengan menggunakan bahasa Ing-gris sebagai pengantar perkualiah-annya. Hal ini akan memurahkanbiaya pendidikan dan mempers-ingkat waktu pendidikan bagi paramahasiswa yang belum menguasaibahasa Inggris tapi mengingikanmendapatkan gelar internasional.

Lebih lanjut, pendidikan yangglobal juga telah menjamahwilayah Asia Tenggara, terutamaSingapura, hampir semua lembagapendidikan dari tingkat dasar sam-pai perkuliahan menggunakan ba-hasa Inggris. Selain itu, semakinbanyak lembaga-lembaga asingyang masuk dan membuka pendaft-aran bagi mahasiswa Asia Tengga-ra untuk kuliah di sana. Hal inimembuktikan bahwa jarak, waktu,

dan bahasa tidak menjadi penga-halang utama terjadinya globalisa-si pendidikan.

Selain itu, murahnya pendidi-kan yang ditawarkan universitas-universitas asing dengan berbagaifasilitasnya dibandingkan kita kuli-ah ke tempat asal universitas terse-but akan semakin mempersempitjarak dan waktu sehingga duniapendidikan akan semakin datar.Hal ini terbukti dengan mudahnyakita mengakses lembaga-lembagapendidikan di Eropa, Amerika, Chi-na, Singapura, dan lainnya. Bah-kan untuk masuk ke perpustakaan-nya, atau hasil penelitiannya, danpara tenaga edukatifnya. Penawa-ran-penawaran dan informasi itu-lah sebagai jalan termudah untukmengglobalkan dunia pendidikan.Bahkan Amazone.com menawar-kan berbagai buku-buku baru darisegala bidang, yang semakin me-mudahkan kita untuk mengakseshasil karya intelektual Eropa danAmerika, yang pada akhirnya akanmemurahkan harga buku tersebutdengan memesan via internet tan-pa harus ke luar negeri untuk mem-belinya. Semakin cepatnya akseskeilmuan akan menjadikannyapendidikan sebagai lahan yangproduktif bagi para kapitalis. Satucontoh adalah semakin banyaknyabeasiswa yang ditawarkan lemba-ga-lemabaga pendidikan denganberbagai kemudahannya, dan me-miliki syarat utama TOEFL atauIELTS, yang keduanya tersedia diinternet untuk melakukan berbagaipelatihan untuk mengukur kemam-puan bahasa Inggris kita. Hal inisemakin menunjukkan bahwa pen-didikan telah mengglobal dan se-makin datar, sehingga secara oto-matis kita harus mengikutinya ataukita akan tersingkir.

Datarkah Pendidikan Di Indone-sia?

Ketika dunia pendidikan telahmengglobal dan menjamah AsiaTenggara, maka Indonesia merupa-kan salah satu terget utama lemba-

ga-lembaga asing untuk mendatar-kan pendidikan Indonesia. KarenaIndonesia merupakan pangsapasar yang sangat potensial, baikdari jumlah penduduk ataupundari rendahnya kualitas lembagapendidikan di Indonesia, sehinggadengan mudahnya lembaga-lemba-ga asing akan berdiri dan maju diIndonesia.

Kondisi ini jelas akan sangatberpengaruh terhadap kelangsun-gan lembaga-lembaga pendidikandi Indonesia. Sebab, persainganakan semakin berat, guna me-menangkan pasar, lembaga-lemba-ga pendidikan yang mapan secarafinansial jelas akan memilih bermi-tra dengan pihak asing, sepertiUniversitas Gadjah Mada yang ber-mitra membuka CRCS denganMacGill University, FakultasEkonomi dengan double degree darisalah satu universitas asal Austra-lia. UIN Jakarta dan UIN Yogyakar-ta bekerjasama dengan MacGillUniversity dengan jurusan Interdi-sipliner Study, dan lain sebagain-ya. Atau dengan kata lain, duniapendidikan Indonesia akan se-makin menjadi komuditas yangsangat mahal dan serba ekonomis,ketika globalisasi pendidikansudah menjamah negara kita. Yangpada akhirnya, kesenjangan antaralembaga yang kuat secara finansialdengan yang tidak akan makin ting-gi. Hal ini merupakan konsekuensiyang harus kita hadapi karena te-lah melibatkan diri dalam WTO se-jak awal.

Selain berbagai dampak di atas,ada beberapa dampak lainnyayang akan terasa bagi dunia pen-didikan kita, seperti kurangnyasubsidi pendidikan terutama pen-didikan tinggi dari pemerintah se-hingga akan memaksa lembagatersebut mengembangkan sumberpendanaannya sendiri. Selain itu,semakin meningkatnya kebutuhanbagi pengembangan program-pro-gram studi yang relevan dan dibu-tuhkan dunia kerja global. Terma-suk semakin mendesaknya

JURNAL EDUKASI. NO.XII.20087878

ge

pengembangan bentuk-bentuk barudalam pengelolaan dan manajemenlembaga pendidikan yang lebihefesien dan efektif dalam meresponberbagai perkembangan global.

Meskipun demikian, terdapat pe-luang yang harus kita respon denganadanya globalisasi pendidikan. Con-tohnya, peluang pengembangan kap-asitas perguruan tinggi baik secarakuantitatif ataupun kualitatif. Pergu-ruan tinggi bisa melakukan diversifika-si program yang relevan dengan kebu-tuhan dan tantangan perkembanganglobalisasi. Akan tetapi pada saat yangsama harus juga melakukan proteksidan affirmative action bagi program-pro-gram yang merupakan core bagi ilmupengetahuan, nation and character build-ing, dan tradisi kultural bangsa. Ataudengan kata lain, bahwa proses pen-didikan bukan hanya transfer penge-tahuan (delivery system), melainkanpembentukan watak dan moral. Dalamkonteks ini, penyelenggaraan pendid-ikan tidak boleh mengabaikan watakdan moral yang berlandaskan nilai-nilai ke-Indonesia-an. Selain itu, per-lunya pengembangan kurikulum yangsesuai dengan knowledge-based economy,demokratisasi, dan multikulralisme.Pada tingkat nasional, arah pandan-gan pendidikan juga harus berubah.Pendidikan harus mampu berperandan menyiapkan peserta didiknyadalam konstelasi masyarakat global,dan pada waktu bersamaan, pendidi-kan juga memiliki kewajiban untuk me-lestarikan karakter nasional.

Dengan berbagai kon-sekuensi seperti itu, maka rumusanparadigma baru pendidikan nasion-al yang mencakup arah seperti desen-tralisasi (otonomi), kebijakan yangbottom up, orientasi pendidikan holis-tik untuk mengembangkan kesada-ran untuk bersatu dalam kemajemu-kan budaya, munjunjung tinggi nilaimoral, kemanusiaan dan agama, ke-sadaran kreatif, produktif dan kesa-daran hukum, peningkatan peranmasyarakat secara kualitatif dan kuan-titatif, serta pemberdayaan institusimasyarakat yang terkait dengan pen-didikan, seperti keluarga, LSM, pe-

santren, dan dunia usaha. Meskipun,dalam realitasnya tidak semua yangharus kita adopsi berjalan denganmulus, namun secara jujur bahwa se-jak diperkenalkannya paradigmabaru pendidikan nasional itu belumterlihat peningkatan kualitasnya se-cara berarti, pada saat yang bersa-maan infrastruktur pendidikan kitamalah terus mengalami kemorosotan.7

Hal inilah yang kemudianmenuntut pendidikan untuk men-jadikannya informasi sebagai sum-ber daya percepatan perilakuekonomi, politik, sosial, dan bu-daya, yang menyebabkan arus dandaya serap informasi dapat dilaku-kan melalui media elektronik yangserba cepat. Konteks globalisasi inijuga tidak terhindarkan dalam ke-bijakan yang terkait dengan tatakel-ola kelembagaan. Informasi-infor-masi yang terkait dengan kebijakan-kebijakan pembangunan pendidi-kan secara serta merta menyesuai-kan diri dengan tuntutan-tuntutanperubahan masyarakat lokal dalamprospektif global yang serba cepatpula. Kaidah think globally, act lo-cally adalah salah satu cerminantentang bagaimana informasi dikawasan dunia dan antarnegaramemiliki peluang yang sangat ce-pat untuk merubah perilaku bu-daya lokal setempat melalui pene-trasi informasi.

Karenanya objek pembangunanharus memasukkan pendidikan,yang mana masyarakat merupakan

entitas suatu bangsa, oleh karena itu,informasi yang disampaikan jugaharus merupakan media komunika-si yang mengandung makna pendid-ikan dan pembelajaran, sehinggaperubahan perilaku yang diakibat-kannya merupakan perubahan per-ilaku kolektif dari suatu bangsadalam proses pembangunan. Dariberbagai tantangan tersebut, makaDepartemen Pendidikan Nasional,Departemen Agama, dan E-Learningdijadikan salah satu sumber infor-masi pendidikan dan pembelajaranyang dapat memberikan kontribusipositif dalam merubah perilaku mem-bangun bangsa agar memiliki per-ilaku membangun yang sarat denganpengetahuan (knowledge based society)dan dapat bersaing dalam arus glo-balisasi pendidikan di dunia.

Namun satu hal yang mesti diin-gat oleh pemerintah untuk menjawabtantangan globalisasi pendidikan diIndonesia adalah jangan ditinggal-kannya masyarakat miskin. Kema-juan yang ditawarkan dalam globalia-si dunia pendidikan juga harusmemikirkan akan pentingnyaekonomi tradisional, seperti sektorpertanian, kelautan, dan industrimanufaktur, yang sampai saat inimasih banyak diandalkan masyara-kat. Sehingga kesenjangan ekonomidan pendidikan di Indonesia denganadanya globalisasi pendidikanmakin menipis. Semoga.

Daftar Pustaka

Djohar, MS., Pendidikan Strategik, Alternatif untuk Pendidikan Masa Depan, Cet. I, Yogyakarta:

LESFI, 2003

Jawa Pos 5 Mei 2005

Muchtar Buchori, Pendidikan Antisipatoris, Cet I, Yogyakarta: Kanisius, 2001

Thomas L Friedman., The World Is Flat, terj. P. Buntaran, Benyamin Molan dkk, Jakarta: Dian

Rakyat, 2007.

________________., The Lexus and The Olive Tree, New York: The New York Times, 1991.

Suyanto, dkk., Refleksi dan Reformasi Pendidikan di Indonesia Memasuki Millenium III, Yogyakarta:

Adi Cita, 2000

www.edukasi.net

www.depdiknas.go.id

www.depag.co.id

www.e-learning.com

www.amazone.com

www.google.com

7 Jawa Pos 5 Mei 2005

JURNAL EDUKASI. NO.XII.2008 7979

A. Khudori S.

Achmad Khudori Soleh, M.AgAchmad Khudori Soleh, M.AgAchmad Khudori Soleh, M.AgAchmad Khudori Soleh, M.AgAchmad Khudori Soleh, M.Ag adalah dosen UIN Malang, kandidatdoctor di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, dan Erik RErik RErik RErik RErik Rahmawati M.A,ahmawati M.A,ahmawati M.A,ahmawati M.A,ahmawati M.A,alumni S2 Studi Agama dan Lintas Budya UGM Yogyakarta, saat aktif diLSM Perempuan Antar Ummat Beragama (PAUB) Malang.

artikel lepasartikel lepas

Mengikuti Tilaar, setidaknya ada empathal yang menjadi tantangan pendidikan kitadi masa depan. (1) Kemajuan IPTEK, khususn-ya dalam bidang informasi. (2) Adanya perda-gangan bebas, (3) Munculnya kerja sama bang-sa-bangsa tanpa kenal batas-batas negara, (4)Tumbuhnya tingkat kesadaran akan Hak Asa-si Manusia (HAM) dan persoalan demokrasi.1

Semua ini berakibat munculnya dunia tanpabatas dan persaingan keras dalam segalabidang, keilmuan, ekonomi, kebudayaan, danlainnya, yang mengandalkan kualitas dalamsegala bidang. Hanya mereka yang berkualitasyang akan bisa tetap hidup. Di sini pendidi-kan dituntut untuk mampu memberikan ataumenelorkan alumnus yang bermutu, yang siapbersaing di segala bidang, dengan alumnuspendidikan lain, bahkan negara lain. Jika tidak,kita hanya akan menjadi bangsa konsumen dan“terjajah”.

Realitas Dunia Pendidikan.Realitas dunia pendidikan kita bisa dili-

hat sebagai berikut. Pertama, berjalan dengansistem sentralistik.2 Pengelolaan sentralistikcenderung melahirkan sistem yang sangatmakro tanpa memperhatikan kebutuhan daer-ah yang beraneka ragam. Kurikulum nasionalmenjadi baku, cara penyampaian menjadi me-kanistik, sistem ujian nasional menjadi sentral-istik dan seterusnya sehingga dunia pendidi-

Problema DuniaPendidikan

Nasional

kan kehilangan relevansinya dengan kebutu-han kehidupan yang nyata. Akibatnya, mun-cul kesenjangan yang cukup lebar antara “sup-ply” dan “demand”, antara jenis keahlianyang dikeluarkan dunia pendidikan dengankebutuhan tenaga kerja di lapangan. Kebutu-han tenga kerja yang terbanyak saat ini, dalamrangka memasuki era industri dan pengem-bangan kelautan, adalah bidang industri,teknik dan kelautan, tetapi yang disenangimahasiswa, masyarakat dan diproduksi lem-baga pendidikan justru untuk bidang-bidangsosial dan keguruan, sehingga terjadi surplusyang cukup besar dalam bidang ini. Menurutdata tahun 1986, 62,5% dari lulusan perguru-an tingi adalah sarjana ilmu sosial, sepertiekonomi dan hukum, dan sarjana bidang ke-guruan.3

Kedua, minimnya anggaran dana.Sampai tahun-tahun terakhir, pemerintahmenganggarkan tidak lebih dari 10% dari danaAPBN untuk sektor pendidikan, meski UUDAmandemen mengamanatkan 20% untuk

1 Tilaar, Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan

Nasional, (Magelang, Tera Indonesia, 1999), 32-33.2 Ibid, 17.3 Bandingkan dengan data pengangguran pada hal. 3.4 HR. Jawa Pos, 07 Januari 1995; Mutrafin, HR. Surya,

11 Januari 1996.5 Tilaar, Menagemen Pendidikan Nasional, (Bandung,

Rajawali, 1992), 193.

JURNAL EDUKASI. NO.XII.20088080

pendidikan.4 Ini terlalu kecil untukmembiayai pendidikan masyarakatIndenesia yang begitu besar. Se-bagai bahan perbandingan, padatahun 1984, Korea Selatan menga-nggarkan 23,7% dari APBN mere-ka untuk sektor pendidikan, Sin-gapura 9,6%, Hong Kong 18,7%,Taiwan 16,3%, Malaysia 14,9%,Philipina 10,4% dan Thailand20,6%.5

Minimnya anggaran dana iniberpengaruh pada rendahnya kual-itas pendidikan kita. Sebab, tanpadana yang cukup, fasilitas belajarseperti buku-buku teks, perpusta-kaan, laboratorium dan lainnyatidak bisa disediakan secara mema-dai. Termasuk disini kualitas dosenatau tenaga pengajar, yang diukurdari tingkat strata pendidikan, S-2atau S-3, yang untuk itu diperlukanbiaya tidak murah. Dalam tabel per-bandingan antara jumlah Doktordengan jumlah penduduk, negarakita adalah paling rendah; 65 orangper 1 juta penduduk.6 Di lingkunganUIN, IAIN dan STAIN sendiri, diseluruh Indonesia yang terdiri atasberbagai fakultas dan terletak di ber-bagai daerah, jumlah dosen yangberkualifikasi doktor belum menca-pai 1000 (berdasarkan asumsi, UINYogyakarta mengeluarkan sekitar200 doktor, UIN Jakarta mengeluar-kan sekitar 450, IAIN Sunan AmpelSurabaya sekitar 20 orang, ditambahbeberapa doktor lulusan luarnegeri). Dengan rasio antara jumlahdosen bermutu –berdasarkan jen-jang akademik formal— yang tidaksampai 1000 orang dengan jumlahfakultas dan mahasiswa yangdemikian besar, sulit kiranya dika-takan bahwa perguruan tinggi aga-ma kita termasuk lembaga pendidi-kan yang bermutu.

Ketiga, persoalan moralitas. Se-cara umum, masalah moralitas dilembaga pendidikan kita memangmemperihatinkan. Ini tidak hanyadi buktikan dengan seringnyamuncul perkelaian pelajar dan ka-sus narkoba,7 penjiplakan skripsimaupun tesis, atau joki dalam

ujian,8 tetapi juga pada banyaknyapenyelewengan, kolusi, korupsi —yang menurut Sumitro sampai men-capai 30 % dari dana pemban-gunan— yang dilakukan oleh “or-ang-orang besar” yang notabeneadalah kaum terpelajar. Yang pal-ing parah adalah adanyakecenderungan melakukan per-gaulan bebas dikalangan pelajardan mahasiswa.9 Dalam penelitianpada anak-anak siswa SLTP danSLTA di Semarang, oleh HarianJawa Pos, tahun 1995 lalu ditemu-kan bahwa 5,6% diantara parasiswa SLTP dan SLTA di Semarangternyata telah pernah melakukanhubungan seks.10 Artinya, jika saatitu di Semarang ada 600 ribu orangsiswa, maka 35.000 diantaranyatelah tidak suci lagi. Suatu ken-yataan yang sangat menakutkan.

Lebih dari itu, persoalan yangterakhir ini tidak hanya terjadi dika-langan pelajar atau mahasiswatetapi juga dosen. Maksudnya, ten-aga pengajar di PT, tidak semua,ikut terjangkit untuk melakukan tin-dakan asusila, sehingga tidakjarang terjadi “hubungan sosial”dalam bentuk hubungan seksual diPT. Maksudnya, mahasiswi meny-erahkan kehangatan tubuhnya un-tuk dinikmati sedang sang dosenmemberikan nilai tertinggi sebagaiimbalannya.11 Demikian parah danmemprihatinkanya persoalan tera-khir ini, sehingga Sudarwan,12 se-orang pengamat dari IKIP Bandung,pernah mempertanyakan, mu-ngkinkah semakin tinggi tingkatpendidikan seseorang semakinrendah moralitasnya?

Keempat, kurikulum yang ter-

lalu sarat dan tumpang tindih, se-cara vertikal maupun horisontal,13

sehingga tidak efektif dalam pen-capaian tujuan pendidikan. Secaravertikal bisa dilihat pada muncul-nya materi yang sama yang diu-lang-ulang disetiap jenjang pendid-ikan. Materi pendidikan agama Is-lam di PT umum kenyataannyahanya mengulang apa yang pernahdi sampaikan dalam jenjang pen-didikan sebelumnya, SMU, SMPdan SD, tanpa ada perubahan yangberarti. Begitu pula materi-materikuliah tertentu yang di berikan diIAIN, tidak banyak berbeda denganapa yang pernah disampaikan diMAN. Sedang secara horisontal,bisa dilihat pada berbagai pokokbahasan yang sama pada mata kuli-ah yang berbeda, seperti antara Se-jarah Kebudayaan Islam (SKI) den-gan Sejarah Pemikiran Islam (SPI).Inilah, antara lain, beberapa per-soalan mendasar dalam dunia pen-didikan kita, yang harus dicarikanpemecahannya.

Desentralisasi Pendidikan.Menghadapi problem sentral-

isasi pendidikan, saya sepakatSuyanto, bahwa hal itu perlu di-lakukan desentralisasi.14 Namun,ini tidak skala kecil, seperti pen-gadaan buku ajar, menyediaan fa-silitas belajar dan lainnya, melain-kan dalam skala luas, dalam kebi-jakan nasional. Ide sudah banyakdan sering disampaikan para pa-kar pendidikan dan kiranya akanlebih mudah terealisasi denganadanya UU No. 22 tahun 1999 ten-tang otonomi daerah, di mana mas-ing-masing daerah diberi we-

6 Lihat hal. 4.7 Lihat hal. 186 dan seterusnya.8 Lihat hal. 102.9 Wisnuwardhana, “Moralitas Mahasiswa ditengah Arus Modernitas”, (HR. Bernas, 30

Maret, 1996).10 HR. Jawa Pos, 21 April 1995.11 Selamet Ginting, “Uang, Seks,dan Virus Mental”, HR. Kedaulatan Rakyat, 20 April 1997.12 Sudarwan, “Cerminan Moralitas Seksual Mahasiswa Kita memprihatinkan”, HR. Kedaulatan

Rakyat, 13 Maret 1996.13 Lihat Suyanto dan Djihad Hasyim, Pendidikan Di Indonesia Memasuki Melinium III,

62.14 Lihat hal. 114.

JURNAL EDUKASI. NO.XII.2008 8181

wenang dan hak untuk mengaturrumah tangganya sendiri, sesuaidengan peraturan yang berlaku.Akan tetapi, tidak semua daerahlangsung diwewenang untuk men-gatur pendidikan melainkan han-ya mereka yang benar-benar siap,sebab ini adalah pengalaman per-tama. Mungkin perlu dilakukanpilot project untuk menjajaki kemu-ngkinan tersebut. Juga tidak semuamateri pendidikan didesentralisa-si, terutama yang mengandung un-sur idiologi dan hal-hal lain yangberkaitan dengan kepentingan na-sional.

Meski demikian, jelas akan adaperubahan yang sangat mendasardengan adanya sistem desentral-isasi ini, terutama yang berkaitandengan persoalan kebutuhan danbudaya lingkungan. Dengan pen-gelolaan yang desentralistik, pro-gram-program studi yang dibukahanya terbatas pada program yangbenar-benar sesuai dan relevandengan kebutuhan dan tuntutan

daerah masing-masing, sehinggatidak akan terjadi surplus yangtidak perlu dari PT. Tidak akanjauh kesenjangan antara “supply”dan “demand”. Bagaimanapun,orang-orang di daerahlah yangtahu dan paham akan kebutuhan-nya sendiri, bukan orang pusatyang jauh dari masyarakat.

Disamping itu, dengan adan-ya desentralisasi, apa yang disebutsebagai “muatan lokal” yang terdi-ri atas 20 % dalam kurikulum na-sional akan benar-benar bisa tere-alisasikan. Muatan lokal adalahprogram-program tertentu yang di-masukkan dalam kurikulum demimemenuhi kepentingan lokal. Sela-ma ini, muatan lokal tidak bisa ter-laksana dengan baik karena tidakadanya peluang yang cukup kare-na terlalu banyaknya tuntutan daripusat akibat pengelolaan pendidi-kan yang sentralistik.

Walhasil, dengan adanya de-sentralisasi pendidikan, kesenjan-gan antara “supply” dan “de-

mand”, antara keluaran pendidi-kan dengan tuntutan pasar, akanbisa teratasi. Begitu pula tentangkritik bahwa lembaga pendidikantinggi terlalu elitis, cenderung in-telektualistik dan duduk di menaragading, karena lepas dari lingkun-gan dimana di dibesarkan, bisakurangi.

Swastanisasi dan Modal Asing.Persoalan dana pendidikan

adalah sesuatu yang pokok. Di sinikita tidak bisa berharap banyakpada pemerintah, karena tidak adaanggaran APBN yang tersedia.Untuk itu perlu dipikirkan untukswastanisasi pendidikan atau me-narik investor asing dalam bidangpendidikan. Pemikiran ini didasar-kan atas kenyataan, pertama, kitaperlu dana besar untuk meningkat-kan kualitas pendidikan, baik darisisi peningkatan mutu dosen, fasil-itas yang memadai dan seterusnya,demi menghadapi persaingan glo-bal dimasa depan, sementara fihak

JURNAL EDUKASI. NO.XII.20088282

pemerintah tidak bisa memenuhikebutuhan tersebut. Kedua, lemba-ga pendidikan yang bermutu, yangdikenal pendidikan unggulan,dirasakan masih sangat mahal bagikebanyakan masyarakat, apalagiuntuk perguruan tinggi. Temankami sendiri menarik munduranaknya yang sekolah di SMU ung-gulan di salah satu kota di JawaTimur, karena tidak mampu soalbiaya. Terlalu mahal. Untuk itu,diperlukan lembaga pendidikanyang murah tetapi bermutu, sehing-ga ia tidak hanya bisa dijangkauoleh orang kaya tetapi juga meratadan bisa dinikmati kalanganmasyarakat yang ekonominya pas-pasan.

Sebagai langkah awal dari up-aya investir asing ini, kita bisamemperluas kerja sama denganlembaga pendidikan luar negeridengan mengundang mereka mem-buka cabang disini. Setelah itu, barubenar-benar mengundang mereka

untuk mengelola lembaga pendidi-kan disini.

Selain untuk mempercepatmutu pendidikan, dengan mengun-dang investor, kita akan mendapatbeberapa keuntungan lain. Antaralain, pertama, bisa menghemat bi-aya pendidikan bila dibandingdengan mengirimkan pemuda kitasekolah di luar negeri. Minimal bi-aya hidup. Kedua, bila pendidikankita bermutu dan bisa membukakelas internasional, berarti bisamemasukkan devisa bagi negara.Australia, secara sadar “menjual”jasa pendidikannya keluar negerisehingga ribuan mahasiswa luarnegeri datang ke sana, dan Austra-lia sempat meraih devisa ketiga be-sarnya dari sektor industri jasa pen-didikan ini. Ketiga, bisa merang-sang perkembangan pendidikan ditanah air. Dengan peran investor

sehingga muncul lembaga pendid-ikan yang berkualitas dan punyaperalatan lengkap, mau tak mau iniakan merangsang lembaga-lemba-ga pendidikan yang lain untuk leb-ih meningkatkan kualitasnya. Den-gan demikian akan menciptakankompetisi yang dinamik diantaralembaga-lembaga pendidikan yangada di tanah air, sehingga akan se-makin mempercepat terciptanyakeberhasilan pendidikan nasion-al.15

Pendidikan Berasrama.Baik tidaknya perilaku seseor-

ang sering dipengaruhi lingkun-gan. Karena itu, untuk menjagamental dan moralitas siswa, mere-ka perlu di “karantina”, di asrama-kan. Namun, disini bukan sekedarasrama, tetapi asrama yang “men-yatu” dengan lembaga pendidikan-nya, dan diatur yang menunjangkeberhasilan pendidikan. Dan yangterpenting, asrama tersebut harusdi kondisikan sedemikian rupauntuk bisa memberikan nilai posi-tif pesantren pada para siswa/ma-hasiswa.

Pemikiran ini didasarkan, (1)bahwa persoalan moral yang adadalam lembaga pendidikan kitatidak bisa diatasi hanya denganpendidikan agama sebanyak 2SKS/ minggu. Juga tidak bisa den-gan bimbingan atau lembaga kol-sultasi.16 (2) bahwa lembaga pesant-ren ternyata mempunyai keunggu-lan dalam bidang pembinaan mor-al, sesuatu yang tidak didapatdalam pendidikan lain, yang han-ya memberikan 2-8 jam kuliah pen-didikan agama per minggu.Lingkungan dan model pesantrenyang menyatu antara santri, kedia-man ustad dan tempat ibadah ataubelajar, memungkinkan pendidi-kan tidak hanya berlangsung den-gan sistem 2 atau 8 jam, melainkansistem 24 jam, sehingga segala per-ilaku santri lebih bisa terarah dan

15 A. Khudori Soleh, “PT Unggulan Bermoral Pesantren”, HR. Suara Merdeka, 03 Maret 1997.16 Lihat hal. 187 dan seterusnya.

JURNAL EDUKASI. NO.XII.2008 8383

Daftar Pustaka

A. Khudori Soleh, “PT Unggulan Bermoral Pesantren”, HR. Suara Merdeka, 03 Maret

1997.

HR. Jawa Pos, 21 April 1995.

HR. Jawa Pos, 07 Januari 1995;

Mutrafin, HR. Surya, 11 Januari 1996.

Paulo Freire, Politik Pendidikan Kebudayaan, Kekuasaan dan Pembebasan, (Yogya, Pustaka

Pelajar, 1999)

Selamet Ginting, “Uang, Seks,dan Virus Mental”, HR. Kedaulatan Rakyat, 20 April 1997.

Sudarwan, “Cerminan Moralitas Seksual Mahasiswa Kita memprihatinkan”, HR. Kedaulatan

Rakyat, 13 Maret 1996.

Suyanto dan Djihad Hasyim, Pendidikan Di Indonesia Memasuki Melinium III, (Yogya, Adicita,

2000)

Tilaar, Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional, (Magelang, Tera Indonesia, 1999)

Tilaar, Menagemen Pendidikan Nasional, (Bandung, Rajawali, 1992)

Wahjoetomo, Perguruan Tinggi Pesantren, (Jakarta, Gema Insani Press, 1997).

Wisnuwardhana, “Moralitas Mahasiswa ditengah Arus Modernitas”, (HR. Bernas, 30 Maret, 1996).

terbimbing.Dengan model asrama pesant-

ren ini, diharapkan siswa dan ma-hasiswa tidak sekedar memperolehilmu pengetahuan (kognetif) me-lainkan juga kesadaran moral danmental religius yang baik (afektif-psikhomotor), sehingga bisa mem-berikan benteng pada dirinya darimelakukan tindakan-tindakanamoral. Minimal bisa mengerem ke-mungkinan kearah tindakan terse-but.17

Keterbukaan Pendidikan.Pendidikan, pada dasarnya

adalah proses “pembebasan diri”atau “pemanusiaan manusia”(humanizing),18 bukan sekedarpenjejalan teori-teori kepadasiswa. Dengan demikian, siswatidak bisa dianggap sebagai objektetapi juga subjek pendidikan,bukan sekedar sub-ordinat dariguru melainkan juga sebagai mi-tra guru. Karena itu, dalam rang-ka mendorong kreatifitas siswa,tidak hanya kurikulum yangharus dirubah, tetapi juga sikapguru. Perlu ada keterbukaan pen-didikan, dimana ada kesempatansiswa-guru mendialokkan materikuliah dan bahwa guru bukansegalanya.

Dalam keterbukaan pendidi-kan, antara lain, misalnya, maha-siswa diberi hak untuk tahu sila-bi dan materi kuliah, literaturyang digunakan, bagaimana

sistem penilain dilakukan dankapan tugas-tugas harus disele-saikan. Mahasiswa juga berhakuntuk mengkomplain hasil tugas-tuganya, sehingga ia tahu dima-na kesalahannya. Ini penting,karena sampai sekarang, masihada juga dosen yang bersikap“tertutup”, tidak tersentuh dantidak terbantahkan, meski merekaadalah orang-orang yang sangatterpelajar.

Penutup.Buku Demikian beberapa agen-

da persoalan dalam pendidikanyang mesti dicari pemecahannya leb-ih dahulu, sebelum memasuki me-lenium III. Gambarannya, dari sisi

17 Konsep ini, secara lengkap, lihat Wahjoetomo, Perguruan Tinggi Pesantren, (Jakarta,

Gema Insani Press, 1997).18 Paulo Freire, Politik Pendidikan Kebudayaan, Kekuasaan dan Pembebasan, (Yogya,

Pustaka Pelajar, 1999), 83.

ge

kebijakan, pendidikan masa depanharus dikelola secara desentralistik,sumber dana dari swasta atau mod-al asing, pelaksanaannya dengansistem asrama ala pesantren danhubungan antara guru-murid ad-alah keterbukaan dan kemitraan.Meski buku ini belum banyak meny-entuh dan berusaha memberikan so-lusi secara menyeluruh dan utuh ataspersoalan-persoalan besar yang ada,namun ia cukup bagus dan bergu-na, khususnya bagi para praktisimaupun pengkaji persoalan pendid-ikan, seperti mahasiswa, karena ban-yak membahas masalah-masalahdetail pendidikan, masalah-masalahyang sering sering muncul dalamkehidupan sehari-hari.

JURNAL EDUKASI. NO.XII.20088484

Oleh : Habibullah Salman

0Kolom

ge

Thales, folosuf Yunani, 23 Abad yang lalu berkesimpulan

ternyata bumi ini berbahan dasar air. Walaupun, ia sendiri mera-

gukan jawabannya, tetapi Thales tetap bangga, karena telah men-

ciptakaan pertanyaan hebat. Menurutnya “Pertanyaan yang benar

adalah separuh dari jawaban yang benar”

Apa yang dipercaya oleh Thales tentang elan vital perta-

nyaan didaur ulang oleh dunia pendidikan di abad ini. Beda-

nya, kali ini pertanyaan diformat dalam bentuk permainan yang

menyenangkan dan menantang. Pertanyaan tersebut tidak di-

maksudkan untuk melahirkan para filosuf, melainkan sebagai

metode pembelajaran yang mengasikkan dan menjanjikan.

Di sekolah-sekolah Barat, permainan yang terbuat dari per-

tanyaan bernama what if (seandainya). Dalam permainan yang

menjadi bagian metode pembelajaran ini, guru hanya membuat

beragam pertanyaan pengandaian yang akan diajukan kepada

siswa, misalnya, “Andaikata mata kamu ditutup dan dibuka sepu-

luh tahun lagi, apa yang akan kamu lihat pertama kali?”

Pertanyaan itu bisa menyangkut apa saja. Semua bidang

mata pelajaran. Pertanyaan itu harus dibuat sebagus mungkin

demi menghindari kebosanan dan kesia-sian akibat efek per-

tanyaan yang kurang menantang dan menggugah. Untuk mem-

buat pertanyaan yang bagus, harus disesuaikan dengan tingkat

kemampuan siswa, kontektual, logis, dan bombastis.

Ragam permainan ini, bisa juga berbentuk eksprimen. Mis-

alnya, eksprimen hidup di planet Mars. Pertanyaan yang mungkin

diajukan bisa berupa cara menghemat suplai makanan yang terba-

tas, kegiatan apa yang akan dilakukan di sana, atau bagaimana

mendaur ulang oksigen. Ia bisa pula berbentuk skenario. Siswa

diminta untuk membuat skenario antisipatif berbagai hal yang

mungkin terjadi berdasarkan fakta yang ada saat sekarang. Ia juga

bisa di buat role play, ataupun diskusi.

Untuk sekolah yang sudah maju, mereka bisa meng-

gunakan kecanggihan program komputer untuk menampil-

kan ragam permainan yang lebih audibel dan visibel. Sementara,

untuk sekolah yang masih berkembang dengan kondisi budget

yang pas-pasan (atau kurang-kurangan), permainan ini juga

bisa dikondisikan dengan media apa adanya. Tentu saja, semua

itu tidak lepas dari kreatifitas guru.

Permainan ini pertama kali digagas oleh Alvin Tofler. Sebagai

seorang futorolog yang bisa menerawang kejadian yang mungkin

terjadi di masa depan. Tofler merasa bahwa generasi yang akan

datang akan menghadapi persoalan yang lebih kompleks dengan

tingkat perubahan yang sangat masif. Pada gelombang ketiga yang

ditandai dengan kecanggihan tekhnologi informasi, dunia berubah

menjadi lebih otomat. Masyarakat bergerak begitu cepat dengan

berbagai persoalan yang datang tiada henti.

Alvin Tofler menyarankan, agar sekolah sebagai lembaga

pendidikan formal, menerapkan future studies dalam bentuk

permainan. Ini penting dilakukan agar siswa tidak hanya diajar-

kan menghadapi persoalan yang ada sekarang, tapi juga diajak

berfikir untuk memecahkan persoalan masa depan sedini mu-

ngkin. Tofler juga menyarankan agar permainan tersebut di-

masukkan ke dalam kurikulum pada tiap tingkatan pendidi-

kan. Dengan demikian, setidaknya ia akan menjadi materi wa-

jib yang juga akan didukung oleh beragam fasilitas. Tofler mem-

berikan sampel materi permainan yang bisa dimasukkan ke

dalam kurikulum, diantaranya adalah membuat skenario, think

tank thinking, permainan peran ataupun pembentukan klub-

klub masa depan yang dilengkapi dengan program komputer.

Manfaat umum yang dapat diambil dari permaianan

semacam ini adalah tertanamnya kesadaran dalam jiwa siswa

bahwa masa depan mereka ada di tangan mereka. Ia juga meru-

pakan benih munculnya tanggung jawab yang sangat memu-

ngkinkan mereka untuk sadar bahwa pendidikan sangat pent-

ing bagi mereka. Tumbuhnya kesadaran demikian dipercaya

oleh kaum rekonstruksionis bisa memperbaiki fungsi dan

kinerja lembaga pendidikan yang selama ini diduga tidak lebih

dari sekedar pabrik. Bagi guru, kondisi demikian juga sangat

membantu. Adanya kesadaran dalam jiwa siswa tentang arti

masa depan mereka merupakan Motivasi untuk rajin belajar.

Apabila kesadaran demikian merata, tidak akan ada lagi cerita

siswa yang bolos, bosan sekolah, siswa nakal apalagi main tawu-

ran. Bukankah dengan begitu guru akan tidak perlu menyedia-

kan balok kayu untuk menginsyafkan kelas yang ramai seperti

yang biasa terjadi pada sekolah-sekolah konvensioanal.

Pada saat sekarang permainan demikian perlu dicoba.

Gelombang ketiga yang diperkirakan Alvin Tofler sudah mulai

berhembus dahsyat. Apabila gagal menerawang tentang berag-

am persoalan masa depan, berarti juga gagal mempersiapkan

diri menghadapi perubahan. Siswa tidak cukup hanya menge-

tahui solusi persoalan yang terjadi sekarang. Mengingat, hal itu

hanya mengantarkan siswa menjadi manusia masa sekarang,

bukan manusia masa depan. Padahal, tatkala siswa lulus kelak,

semua yang telah diajarkan sekarang akan usang. Dewey men-

gatakan “The facts we teach children today maybe out of date by the

time they graduate”.

*Penulis adalah penikmat buku dan kitab.

Saat ini masih tinggal di PP Annuqoyah, Nirmala

[email protected]

Belajar Melalui

Permainan “What if “

JURNAL EDUKASI. NO.XII.2008 8585

“Ngajhi rea Cong, jhe’ gun ajhi chellhengnga maloloh, tapi

ajhi ben potenah”. Seperti itulah kita biasa mendengar orangtua-

orangtua dan guru alif kita dulu menasehati anaknya sewaktu

hendak berangkat sekolah atau mondok di sebuah pesantren.

Tak hanya sampai di situ. Biasanya orangtua-orangtua kita akan

melanjutkan nasihatnya begini: “Korangi ajhar, patobuk ngakan,

ben bhajengi ngeco’”. Kata-kata orang tua tersebut memiliki arti

yang cukup mendalam. Dan kepada anak yang mau berangkat

sekolah atau mondok, kata-kata “aneh” tersebut tidak hanya

diucapkan, tapi juga diungkapkan makna filosofisnya.

Sambil mengelus ubun-ubun anak kesayangannya,

mereka juga mengucapkan doa dengan lafadz-lafadz berbahasa

Arab yang sebenarnya mereka pun tak begitu tahu artinya.

Mungkin dalam hati, mereka cuma yakin bahwa sekalipun doa

yang mereka ucapkan tak sepenuhnya mereka mengerti artinya,

tapi Tuhan cukup tahu apa yang mereka harapkan.

Ungkapan di awal tulisan ini berarti bahwa ilmu yang

harus dipelajari bukan hanya dari teks yang tertulis saja

(cellengnga). Ilmu yang tidak tertulis juga harus dipejari, sebagai

ilmu hal, ilmu tingkah laku, ilmu yang mendidik dalam rangka

memperbaiki tingkah laku (potena).

Korangi ajhar berarti selalu merasa kurang dalam belajar.

Meskipun frekuensi belajar telah tinggi, namun rasa kurang untuk

belajar harus selalu ditingkatkan. Kata itu juga berarti seruan

untuk selalu dahaga akan ilmu, tidak pernah ada puasnya terhadap

ilmu yang telah diperoleh, sehingga selalu belajar, belajar, dan

belajar. Belajar yang demikian merupakan salah satu sikap yang

mengakui terhadap luasnya ilmu Tuhan, tidak terbatas.

Sebagaimana sering disebutkan bahwa ilmu Tuhan lebih luas

dari tujuh kali lautan dunia. Sedangkan ilmu manusia tidak lebih

dari hanya setetes air yang membasahi telunjuk manusia.

Patobuk ngakan, merasa sudah terlalu banyak makan,

merupakan imbauan yang sebaliknya dengan orang mencari

ilmu. Makan tidak boleh terlalu banyak. Meskipun makan hanya

sedikit harus dirasa sudah makan banyak. Banyak makan akan

menyebabkan bertumpuknya lemak (balgham) yang membikin

otak tidak encer. Sedangkan nengenai kata “bhajengi ngeco’”

(giatlah mencuri), dalam rati mencuri ilmu. Dalam mencari

ilmu, seorang siswa atau santri (pencari ilmu) harus seperti

pencuri. Bagaimana pencuri? Pencuri mengambil barang tanpa

diketahui oleh orang yang memilikinya. Pencuri juga selalu

berusaha untuk mendapatkan barang yang berada dalam

gudang yang dalam keadaan digembok.

Demikianlah seharusnya seorang pencari ilmu. Dia harus

peka menyerap ilmu dari siapa saja, dari orang-orang sekitar

dan lingkungannya; gurunya, temannya, kakak-kakaknya, adik-

adiknya, bahkan kepada musuhnya. Pencari ilmu sejati tidak

hanya tangkas menangkap pelajaran yang diajarkan secara

tertulis oleh seorang guru. Tapi dia juga harus cekatan menyerap

ilmu yang tak tertulis dari siapapun. Bahkan meskipun ilmu

itu sangat sulit untuk diperoleh, dia juga tidak segan berusaha

untuk mendapatkannya.

Bagi pencari ilmu yang demikian itu, lingkungan dan

setiap orang yang ada di sekitarnya akan menjadi media

pembelajaran (sebagaimana yang disebutkan di atas, menjadi

ilmu yang tidak ada tulisannya) baginya. Karena itu, dia dapat

meniru kebijaksanaan gurunya dalam memberikan

pertimbangan-pertimbangan dalam menyelesaikan setiap

persoalan yang dihadapi, bagaimana cara belajarnya, bagaimana

akhlak dalam segala tingkah lakunya. Dia juga akan mampu

menyerap pelajaran dari kesalahan teman-temannya yang gagal.

Dia juga dapat belajar dari kegigihan teman-temannya yang

berhasil. Dia bahkan bisa belajar dari kecerdikan musuhnya

dalam menaklukkan dan mempedayanya.

Demikianlah bingkai awal yang dipersiapkan para

orangtua kita dulu dalam rangka upaya mematangkan anaknya

menjadi individu yang tidak hanya bijaksana, melainkan juga

bijak sini; menjadikan anak yang tidak hanya cerdas dari segi

kognitif, tapi juga dari aspek psikomotorik dan afektifnya

dengan mengarahkan anak-anaknya untuk dapat menjadikan

lingkungan di sekitarnya menjadi media pembelajaran yang

cukup berharga dan tak tergantikan oleh apapun.

Namun, wejangan dari orangtua-orangtua kita itu kini

telah semakin dilupakan, tergilas dan tertutupi oleh paradigma-

paradigma dan media-media pembelajaran yang seakan-akan

modern namun kehilangan epistemologisnya ketika

dihadapkan dengan persoalan-persoalan pendidikan yang kita

hadapi di sini dan saat ini. Atau kita pura-pura tidak paham

terhadap pesan yang disampaikan orangtua-orangtua kita.

Kemajuan dan pesatnya teknologi media pembelajaran

kognitif sungguh sangat baik. Namun kebaikan itu akan segera

buram ketika hal itu mengenyampingkan atau menafikan

kemajuan media pembelajaran yang dapat mengembangkan

psikomotorik dan afektif. Pesatnya kemajuan media

pembelajaran yang hanya mengembangkan skill kognitif akan

kabur “warnanya” ketika harus mengenyampingkan kemajuan

media pembelajaran untuk mengembangkan moralitas.

* Penulis adalah Penelitidi Lembaga Penelitian Lingkar Institute

Media Pembelajran

yang TerlupakanOleh: Zeinul Ubbadi

Kolom

ge

0

JURNAL EDUKASI. NO.XII.20088686

RESENSI

JURNAL EDUKASI. NO.XII.200886

Gangguan emosi (anak) kerap mudah di da-patkan di zaman ‘edan’ ini. Konteks masa yang ber-beda dan dunia pendidikan yang ‘acak-acakan’ se-bagai imbas dari modernitas menyumbang keg-etiran. Bagaimana tidak, anak-anak acap lepaskontrol, mudah marah, over-agresif, danberontak. Sifat-sifat itu menunjukkan bahwaemosi mereka tidak sehat dan labil.

Betapa pentingnya kematangan emosidemi perbaikan akhlak anak dan masa depanhidupnya. Sebab, tanpa kecerdasan emosional,kekhawatiran, kecemasan, dan rasa gusar akanselalu menghantui hidup. Akibatnya, pendidi-kan terkesan hanya mencetak generasi bangsayang rapuh dan keropos.

Daniel Goleman memaknai kecerdasanemosi bukan berarti memberikan kebebasan ke-pada perasaan untuk berkuasa, melainkan men-gelola perasaan sedemikian rupa, sehinggaterekspresikan secara tepat dan efektif. Selainitu, Goleman menunjukkan beberapa indikasianak yang memiliki kecerdasan emosi, yaitu,adanya kesadaran diri, motivasi, saling per-caya dan empati, serta keterampilan dalambergaul dengan lingkungan sosialnya. (hal.79)

Percaya atau tidak, ternyata musikmampu menjadi alat mencerdaskan emosimanusia? Alunan musik dapat melatih emo-si menuju kestabilan. Selama ini, kita me-mandang musik melulu dari sisi entertain(hiburan). Padahal, musik mampu mendorongperkembangan kecerdasan emosional seorang anak.

Buku berjudul “Cerdas Emosional DenganMusik” ini memuat banyak data yang menunjukkankebenaran itu. Salah satunya, penelitian menunjuk-kan, setidaknya dua fungsi utama musik dapat dirasa-kan secara nyata. Pertama, menghilangkan rasategang. Ketegangan dapat berbentuk mudah marah,over-agresif, dan berontak. Dengan musik, penyakitemosi itu dapat diminimalisir bahkan disembuhkan.Alunan musik menghadirkan efek tenang pada syarafotak. Karena itu juga, F. Rene Van de Carr dan MarcLehrer, sangat menyarankan agar setiap sesi pem-belajaran ditutup dengan musik, nyanyian, atausenandung. Menurut mereka, tindakan yang demiki-an itu menimbulkan efek relaksasi (hal 83).

Namun, penelitian yang telah dilakukanberkaitan dengan musik juga menunjukkan bahwa

86

tidak semua jenis musik mampu merang-sang kecerdasan anak. Hanya jenis-jenis

musik klasik dan doa atau lagu-lagureligius saja yang dapat berfungsi

meningkatkan kecerdasan anak. Me-mang, sebelum usia 18 minggukandungan, sang janin tidak mam-pu mendengar suara-suara yang be-rasal dari luar tubuh ibunya. Tetapi,detak jantung ibu si janin ibarat sim-foni indah di telinga janin. Pasca 18minggu kandungan, bayi sudah da-pat mendengar suara yang berasaldari luar tubuh si ibu. Saat itu meru-pakan masa paling tepat untuk mem-berikan stimulus musik (klasik) ataurapalan doa dan lagu-lagu religius.John Flohr, seorang psikolog, men-gatakan bahwa alunan musik padabayi dalam kandungan atau setelahia lahir mampu merangsang aliransaraf dalam otak dan meningkatkanmemori dan spasial anak (hal. 82). Disamping dapat meningkatkan kecer-dasan emosional, hasil penelitian itujuga menunjukkan bahwa musik jugadapat meningkatkan kecerdasan in-telektual.

Cara praktis memanfaatkanmusik mencerdaskan emosi anak di-paparkan secara gamblang dalambuku yang ditulis oleh Esthi EndahAyuning Tyas ini. Di samping itu juga,

b e - berapa pengalaman riil para orangtuaanak dalam mendidik anak-anaknya melaluimusik tak luput diketengahkan sebagai acuan yang—mudah-mudahan—akan menuai peneladanan dari pem-baca.

Dengan data-data valid yang mengokohkanfungsi musik bagi kecerdasan emosional, buku yang dit-ulis oleh alumnus pesantren Lirboyo ini sarat denganreferensi Alqur’an dan Al-Hadits. Tentunya hal itu makinmenjadikan buku ini menarik untuk dibaca. Terutamabagi para orangtua, praktisi pendidikan selayaknya me-nelaah buku ini, guna perbaikan pendidikan anak bang-sa ke depan.

* Praktisi pendidikantinggal di Kemisan, Guluk-guluk Sumenep

Judul Buku:Cerdas Emosional

dengan Musik (Tips

Membangun Kecer-

dasan Emosional Anak)

Penulis:Esthi Endah Ayuning

Tyas

Penerbit:Arti Bumi Intaran,

Jogjakarta

Tahun Terbit :Juni, 2008

Tebal: xiii + 193 halaman

Peresensi: M. Hasan Ma’rup,

JURNAL EDUKASI. NO.XII.2008 8787

JURNAL EDUKASI. NO.XII.20088888