Edisi perdana: Nomor 01-I-2010 - lbhmasyarakat.orglbhmasyarakat.org/admin/dataupload/HDH, No 3,...

12
HdH hak asasi manusia dan hiv Edisi: Nomor 03, September 2010 Kabar Komunitas Mengupas kegiatan yang dilakukan oleh Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat di empat komunitas yang tengah diberdayakan yakni di komunitas Orang dengan HIV/AIDS (ODHA), pemakai narkotika, pekerja seks, dan wanita-pria. Mengedepankan Musyawarah dalam Penyelesaian Kasus Bersama dalam Susah, Bersama dalam Senang Solidaritas Sebagai Potensi Pelajaran dari Mandeknya Kasus Blora Mari Bicara Hukum dan HAM Beberapa anggota komunitas telah memahami apa yang dimaksud dengan HAM, namun tidak sedikit pula yang sering kurang tepat mengerti apa itu HAM. Dalam kolom ini, kita akan mencoba memahami HAM secara sangat ringkas. Suara Komunitas Hari Raya Idul Fitri jatuh di bulan September tahun ini. Dalam Suara Komunitas, LBH Masyarakat mencari tahu apa sebenarnya makna Lebaran bagi teman-teman komunitas. Temukan pendapat mereka, dan bagaimana dengan pandangan kamu tentang makna Lebaran?

Transcript of Edisi perdana: Nomor 01-I-2010 - lbhmasyarakat.orglbhmasyarakat.org/admin/dataupload/HDH, No 3,...

Page 1: Edisi perdana: Nomor 01-I-2010 - lbhmasyarakat.orglbhmasyarakat.org/admin/dataupload/HDH, No 3, 2010.pdfTermasuk pertanyaan dalam Suara Komunitas yang kami ajukan adalah mengenai makna

HdH hak asasi manusia dan hiv

Edisi: Nomor 03, September 2010

Kabar Komunitas Mengupas kegiatan yang dilakukan oleh Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat di empat komunitas yang

tengah diberdayakan yakni di komunitas Orang dengan HIV/AIDS (ODHA), pemakai narkotika, pekerja seks,

dan wanita-pria.

Mengedepankan Musyawarah dalam Penyelesaian Kasus

Bersama dalam Susah, Bersama dalam Senang

Solidaritas Sebagai Potensi

Pelajaran dari Mandeknya Kasus Blora

Mari Bicara Hukum dan HAM Beberapa anggota komunitas telah memahami apa yang dimaksud dengan HAM, namun tidak sedikit pula

yang sering kurang tepat mengerti apa itu HAM. Dalam kolom ini, kita akan mencoba memahami HAM secara

sangat ringkas.

Suara Komunitas Hari Raya Idul Fitri jatuh di bulan September tahun ini. Dalam Suara Komunitas, LBH Masyarakat mencari tahu

apa sebenarnya makna Lebaran bagi teman-teman komunitas. Temukan pendapat mereka, dan bagaimana

dengan pandangan kamu tentang makna Lebaran?

Page 2: Edisi perdana: Nomor 01-I-2010 - lbhmasyarakat.orglbhmasyarakat.org/admin/dataupload/HDH, No 3, 2010.pdfTermasuk pertanyaan dalam Suara Komunitas yang kami ajukan adalah mengenai makna

HdH |

1

Daftar Isi Dari Meja Redaksi 1

Kabar Komunitas 2 Mengedepankan Musyawarah dalam Penyelesaian Kasus 2 Bersama dalam Susah, Bersama dalam Senang 3

Solidaritas Sebagai Potensi 4 Pelajaran dari Mandeknya Kasus Blora 6

Mari Bicara Hukum dan HAM 8 Suara Komunitas 9 Galeria 10

Yang terhormat pembaca budiman, September bagi umat Muslim di seluruh dunia, termasuk di Indonesia adalah bulan yang suci mengingat Hari Raya Idul Fitri jatuh di bulan September. Walaupun sudah berlalu cukup lama, tidak ada salahnya kami mengucapkan Selamat Hari Raya Lebaran bagi teman-teman yang merayakan. Mohon maaf lahir dan batin. Lebaran di Indonesia tahun ini, seperti tahun-tahun sebelumnya, selalu dirayakan dengan meriah. Kemeriahan ini bukan hanya dinikmati oleh teman-teman Muslim tetapi juga non-Muslim. Ucapan selamat dari non-Muslim kepada Muslim bukan hal yang aneh. Sajian ketupat dan opor ayam dari Muslim kepada non-Muslim juga sebuah pemandangan yang sudah biasa. Menikmati Lebaran dalam suasana kebersamaan dan keberagaman tentu menjadi satu hal yang istimewa. Apalagi, dalam suasana penuh kemeriahan itu semua orang tidak perlu khawatir kekurangan makanan dalam acara silaturahim karena pasti akan selalu tersaji. Ada lelucon yang selalu muncul setiap kali Lebaran. Berat badan yang turun akibat sebulan penuh berpuasa langsung ditebus dengan dua hari Lebaran dengan makan makanan daging dan bersantan. Dalam suasana puasa dan Lebaran itulah kami menurunkan beberapa artikel yang bercerita seputar puasa. Termasuk pertanyaan dalam Suara Komunitas yang kami ajukan adalah mengenai makna Lebaran bagi teman-teman komunitas. HdH edisi kedua juga menurunkan tulisan yang sangat singkat seputar hak asasi manusia (HAM). Hal ini dilakukan agar teman-teman komunitas yang tadinya belum memahami apa itu HAM bisa memiliki pemahaman yang lebih tepat soal HAM. Tulisan ini memang sengaja kami sampaikan dengan sangat singkat karena tidak bertujuan untuk memberi penjelasan panjang lebar. Berbekal tulisan di edisi kali ini, maka dalam edisi berikutnya kami akan menurunkan tulisan mengenai hubungan antara HAM dan HIV/AIDS. Akhir kata, selamat membaca. Semoga informasi yang kami sampaikan dalam HdH senantiasa bermanfaat bagi para pembaca. Terima kasih, dan salam hangat

Dari Meja Redaksi

Dewan Redaksi: Ricky Gunawan, Dhoho A. Sastro, Andri G. Wibisana, Ajeng Larasati, Alex Argo Hernowo, Answer C. Styannes, Pebri Rosmalina, Antonius Badar, Feri Sahputra, Grandy Nadeak, Vina Fardhofa, dan Magdalena Blegur Keuangan dan Sirkulasi: Rizky Halida dan Zaki Wildan

HdH diterbitkan oleh Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBH Masyarakat) dengan dukungan oleh International Development Law Organization (IDLO) dan OPEF Funds for International Development (OFID).

Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat Tebet Timur Dalam III B No. 10, Jakarta 12820 Telp. 021 830 54 50 Faks. 021 829 80 67 Email. [email protected] Website. http://www.lbhmasyarakat.org

Page 3: Edisi perdana: Nomor 01-I-2010 - lbhmasyarakat.orglbhmasyarakat.org/admin/dataupload/HDH, No 3, 2010.pdfTermasuk pertanyaan dalam Suara Komunitas yang kami ajukan adalah mengenai makna

HdH |

2

“Bagaimanapun akan jauh lebih baik kalau saya bisa ngobrol langsung dengan anak saya. Kalau bisa meluk dia kan, gimana sih pak rasanya. Namanya ibu sama anak, masak cuma bisa ngobrol lewat HP sih,” ungkap Santi kepada LBH Masyarakat.

Kabar Komunitas

Mengedepankan Musyawarah dalam Penyelesaian Kasus Ibu Santi (bukan nama sebenarnya) wanita berusia 25 tahun asal Samarinda, Kalimantan Timur, bekerja di lembaga sosial yang bergerak di bidang rehabilitasi sosial. Ia mengidap HIV melalui suaminya yang meninggal pada tahun 2005. Dari pernikahannya tersebut mereka dikaruniai seorang putra sebut saja Junior. Hasil tes rumah sakit menunjukan bahwa Junior negatif HIV. Sejak kelahirannya tahun 2005 Junior diasuh oleh Santi dan tinggal di rumah mertuanya di Jakarta. Beberapa tahun kemudian Santi merasa ingin mandiri dan pulang ke Samarinda untuk membesarkan Junior di sana. Akhirnya, pada tahun 2009 Santi dan Junior pulang ke Samarinda. Santi yang hidup dalam keluarga sederhana pada saat itu belum bekerja sehingga dalam merawat Junior pun ia lakukan dengan secukupnya. Mendengar hal seperti itu mertua Santi merasa tidak tega apabila cucunya hidup dalam kekurangan. Mertuanya pun menawarkan kembali ke Jakarta dan merawat Junior, atas pertimbangan perawatan yang memadai yang diberikan oleh mertuanya Santi pun akhirnya mau kembali ke Jakarta bersama Junior. Namun setelah beberapa bulan, Santi kembali merasa tidak betah dan ingin hidup mandiri. Ia tidak mau merepotkan mertuanya terus menerus. “Tidak enak rasanya merepotkan mertua saya melulu. Saya kan juga ingin bisa hidup mandiri bersama anak saya,” kenang Santi ketika menceritakan pengalamannya itu kepada LBH Masyarakat. Lalu ia pun menyampaikan keinginannya untuk pulang ke Samarinda dan membawa Junior kembali ke sana, tapi mertuanya tidak mengijinkan Santi kembali ke Samarinda dengan membawa Junior. Santi pun berbesar hati dengan membiarkan Junior terlebih dahulu tinggal di rumah mertuanya atas pertimbangan bahwa di Jakarta Junior mendapatkan pelayanan yang baik yang diberikan oleh mertuanya. Santi pun akhirnya kembali ke Samarinda tanpa Junior. Di Samarinda, Santi bekerja keras mencari pekerjaan untuk dapat menafkahi dia dan anaknya nanti. Akhirnya, kerja kerasnya pun tidak sia-sia, ia mendapatkan pekerjaan di sebuah lembaga sosial yang bergerak di bidang rehabilitasi sosial. Hari demi hari ia lalui tanpa Junior sang buah hatinya. Ia hanya bisa menghubungi Junior melalui handphone. “Bagaimanapun akan jauh lebih baik kalau saya bisa ngobrol langsung dengan anak saya. Kalau bisa meluk dia kan, gimana sih pak rasanya. Namanya ibu sama anak, masak cuma bisa ngobrol lewat HP sih,” ungkap Santi kepada LBH Masyarakat.

Merasa telah bekerja dan cukup untuk menafkahi Junior dia berniat untuk menjemput Junior di rumah mertuanya di Jakarta. Namun sayang, mertuanya menolak keinginan Santi. Mertuanya merasa Junior sudah mendapatkan perlakuan yang baik di sini dan khawatir jika nanti Junior di sana siapa yang akan mengurus cucunya karena Santi bekerja. Pada awalnya Santi cukup memahami apa yang dikhawatirkan oleh mertuanya tersebut. Namun karena naluri seorang ibu yang sulit melepas darah dagingnya sendiri, ia bertekad untuk berusaha semaskimal mungkin untuk dapat membahagiakan Junior dan menghidupinya dengan layak. Ia pun kembali menyampaikan keinginannya

tersebut kepada mertuanya. Tapi, lagi-lagi ia harus kecewa dengan sikap mertuanya yang menolak permintaan Santi. Santi menceritakan kisahnya tersebut kepada temannya, Dina (bukan nama sebenarnya), yang berada di Jakarta, dan ia mendapatkan informasi keberadaan LBH Masyarakat yang mungkin dapat membantu penyelesaian kasus tersebut. Dina bekerja di Yayasan Pelita Ilmu (YPI) yang memang bergerak di bidang HIV/AIDS dan sudah mengenal Santi sejak beberapa waktu yang lalu. Dina dapat merujuk Santi ke LBH Masyarakat karena LBH Masyarakat secara rutin mengadakan penyuluhan hukum di YPI selama sebulan sekali. Penyuluhan tersebut dilakukan setiap Rabu minggu ketiga tiap bulannya di YPI. Santi pun akhirnya datang ke LBH Masyarakat untuk meminta bantuan hukum kepada LBH Masyarakat. Merasa hak-haknya sebagai ibu dirampas oleh mertuanya, ia laporkan kejadian tersebut kepada LBH Masyarakat. Sejak awal LBH Masyarakat yakin bahwa masalah ini dapat diselesaikan melalui mediasi dan tanpa diselesaikan melalui jalur hukum. Tidak ada persoalan hukum yang rumit dalam kasus ini. “Kami memandang bahwa persoalan ini sebenarnya bisa saja diselesaikan secara musyawarah, secara kekeluargaan,” kata Alex Argo Hernowo, Asisten Manajer Bantuan Hukum dan HAM LBH Masyarakat dengan didampingi oleh Magda Blegur, Staf Peneliti Hukum LBH Masyarakat, ketika menerima Santi.

Page 4: Edisi perdana: Nomor 01-I-2010 - lbhmasyarakat.orglbhmasyarakat.org/admin/dataupload/HDH, No 3, 2010.pdfTermasuk pertanyaan dalam Suara Komunitas yang kami ajukan adalah mengenai makna

HdH |

3

Tidak lama setelah Santi menceritakan kasusnya itu, LBH Masyarakat yang diwakili oleh Magda akhirnya bertemu dengan ibu mertua Santi dan membicarakan keinginan dan kepentingan dari kedua belah pihak. Magda mencoba menyampaikan maksud dan tujuan dari LBH Masyarakat sebagai lembaga non-profit yang memberikan bantuan hukum kepada kelompok rentan yang menghadapai masalah hukum. Sayang pada kesempatan pertama mediasi, tanggapan dari mertua Santi tidak cukup baik. Mereka menolak untuk melakukan mediasi sehingga tidak ada hasil dari mediasi tersebut. LBH Masyarakat dan Santi tidak menyerah untuk menuntut hak-haknya. Akhirnya pertemuan kedua kembali diadakan. Kali kedua ini Santi kembali ditemani oleh LBH Masyarakat yang diwakili oleh Alex dan Magda. LBH Masyarakat kembali menyampaikan apa yang hendaknya menjadi tujuan dan kepentingan bersama (yang tidak lain adalah kepentingan terbaik bagi Junior). Sementara Santi bertemu dengan mertuanya meminta klarifikasi atas kasus yang terjadi. Pada pertemuan kedua ini LBH Masyarakat memandang bahwa dari pihak mertua Santi telah menunjukkan respon yang baik dan melihat bahwa secara prinsipiil keduanya telah mencapai titik temu. Oleh karena Santi dan mertuanya sepakat untuk menyelesaiakan masalah dengan kekeluargaan, LBH Masyarakat kemudian mundur dan tidak ikut campur atas kesepakatan damai mengingat tidak ada persoalan yang mendasar yang perlu diperdebatkan lagi. “Kami menyerahkan hal-hal teknis kesepakatan keduabelah pihak kepada masing-masing saja. Prinsipnya dua-duanya sepakat bahwa kepentingan Junior harus diletakkan di atas segalanya,” ujar Magda kepada Santi dan mertuanya di kesempatan kedua tersebut. Keputusan bersama telah dicapai. Santi akhirnya berbesar hati untuk sementara merelakan anaknya Junior diasuh oleh mertuanya karena pertimbangan demi kepentingan masa depan Junior. Atas kerelaannya tersebut mertua Santi bersedia memberikan fasilitas biaya transportasi kepada Santi apabila ia ingin menjenguk Junior di Jakarta. Pada akhirnya memang bahwa setiap konflik atau masalah tidak selalu harus diselesakan melalui jalur hukum. Penyelesaian melalui media musyawarah jauh memiliki dampak yang baik bagi para pihak. Tidak ada yang menang, pun tidak ada yang merasa kalah. Proses penyelesaian yang cepat serta biaya yang tidak mahal juga menjadi keuntungan bagi para pihak yang mempunyai persoalan hukum tersebut. (AAH).

Bersama dalam Susah, Bersama dalam Senang Banyak acara-acara yang mengusung kebersamaan dan berbagi yang dilakukan selama bulan puasa. Sebut saja sahur on the road, buka puasa bersama, atau acara-acara amal lainnya yang diselenggarakan bersamaan dengan momen berbuka puasa bersama. Kesemuanya dilakukan juga untuk menjalin silaturahim di antara pihak-pihak tersebut. Hal ini pula yang ingin dilakukan oleh Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBH Masyarakat), menjalin silaturahim sekaligus berbagi dalam kebersamaan. Oleh karena itu, LBH Masyarakat mengadakan acara berbuka puasa bersama beberapa teman-teman LBH Masyarakat, di antaranya adalah komunitas waria di Blora, Jakarta Pusat. Acara buka puasa tersebut diadakan pada tanggal 25 Agustus 2010, bertempat di komunitas Blora. Perwakilan dari LBH Masyarakat hadir dengan membawakan makanan berbuka puasa seperti bihun goreng dan martabak mini. Tak lupa juga minuman teh berkemasan kotak. Beberapa teman-teman di komunitas Blora sudah duduk dan berkumpul saat LBH Masyarakat datang. Mereka membantu merapikan dan menata makanan tersebut. Tak lama kemudian, Joyce, atau yang lebih dikenal dengan Bunda Joyce bergabung dengan mereka. Bunda Joyce merupakan orang yang dituakan di komunitas Blora. Sekedar informasi, komunitas Blora adalah komunitas transgender yang tinggal di sebuah rumah kos-kosan bersama di daerah Blora. Bunda Joyce inilah yang menjadi pemimpin di komunitas tersebut. Waktu menunjukkan pukul 17.30 saat kami semua memulai obrolan santai. Sambil menunggu adzan magrib kami banyak berdiskusi mengenai paralegal komunitas yang selama ini dikembangkan oleh LBH Masyarakat. Banyaknya pertanyaan seputar paralegal karena LBH Masyarakat menawarkan teman-teman di komunitas Blora untuk menjadi paralegal komunitas. Proses tersebut tentunya diawali dengan melakukan penyuluhan yang lebih intensif selama beberapa bulan ke depan di komunitas Blora. LBH Masyarakat menjelaskan kepada mereka mengenai tugas dan tanggung jawab paralegal. Pertanyaan dari mereka pun bermunculan seperti misalnya apa saja kualifikasi menjadi

Pada akhirnya memang bahwa setiap konflik atau masalah tidak selalu harus diselesakan melalui jalur hukum. Penyelesaian melalui media musyawarah jauh memiliki dampak yang baik bagi para pihak. Tidak ada yang menang, pun tidak ada yang merasa kalah. Proses penyelesaian yang cepat serta biaya yang tidak mahal juga menjadi keuntungan bagi para pihak yang mempunyai persoalan hukum tersebut.

Page 5: Edisi perdana: Nomor 01-I-2010 - lbhmasyarakat.orglbhmasyarakat.org/admin/dataupload/HDH, No 3, 2010.pdfTermasuk pertanyaan dalam Suara Komunitas yang kami ajukan adalah mengenai makna

HdH |

4

paralegal. “Kalo mau jadi paralegal syaratnya apa ya?,” tanya salah seorang waria kepada kami. “Susah ga ya jadi paralegal? Maksudku itu akan seberapa repot sih?”, tanya waria lainnya. Saat adzan berkumandang, doa buka puasa pun diucapkan oleh masing-masing orang. Makanan buka puasa pun segera disantap. Walaupun hanya sekedar bihun goreng, martabak mini, serta the manis kemasan kotak, terlihat wajah-wajah puas dari mereka karena telah berhasil menyelesaikan puasa di hari itu.

Sambil menikati santap buka, Bunda Joyce bercerita tentang pengalaman mereka berlibur bersama ke daerah Subang yang terletak di Jawa Barat. Liburan tersebut dilakukan sekaligus mengunjungi saudara dari Bunda Joyce yang sedang mengadakan acara syukuran. Cerita Bunda juga sesekali ditambahkan oleh Thalia, Boru, dan temen-teman komunitas lain. Mereka menyewa sebuah mobil menuju ke Subang, dan sekembalinya dari acara syukuran tersebut, mereka menghampiri setiap tempat wisata yang ada disekitar, termasuk pemandian air panas di Ciater. “Seru banget kak waktu kita ke Ciater gitu. Apalagi rame-rame, suasana kebersamaannya kerasa banget,” ujar Thalia. Dari cerita tersebut, tergambarkan dengan jelas kebersamaan mereka. Perjalanan berjam-jam tersebut terdengar sangat menyenangkan karena selalu diselingi dengan cerita yang menarik dan penuh dengan canda tawa. Kebersamaan inilah yang selama ini telah disadari oleh LBH Masyarakat sebagai salah satu kekuatan dari komunitas Blora.

Kebersamaan dan solidaritas yang tinggi antar sesama penghuni komunitas ini menjadi potensi tersendiri dari mereka, di mana tidak banyak komunitas lain memilikinya. Hal ini dikarenakan pada saat melaksanakan pekerjaan mereka, tidak jarang mereka harus bersaing satu sama lain. Kebersamaan dan solidaritas yang terjalin antara mereka tidak hanya terlihat saat keadaan yang menyenangkan, tetapi juga saat terjadi permasalahan di antara mereka. Walaupun mereka bersaing dalam pekerjaan, namun jika ada teman sekomunitasnya yang mendapatkan masalah, mereka memperlihatkan simpati terhadap teman tersebut. Lebih jauh lagi, bagi beberapa orang, simpati ini kemudian tertuang dalam tindakan nyata untuk membantu temannya tersebut. Hal ini terlihat pada saat Boru dan beberapa teman lain mengalami penganiayaan dari orang yang tidak dikenal. Thalia, yang juga merupakan peer educator HIV/AIDS, tidak ragu untuk meluangkan waktunya untuk menemani teman-temannya membuat laporan polisi dan melakukan visum di rumah sakit. Sesuai dengan nilai-nilai pemberdayaan hukum masyarakat yang melekat dengan LBH Masyarakat, potensi-potensi yang ada di komunitas Blora ini begitu sayang untuk tidak dikembangkan atau diperkuat. LBH Masyarakat melihat apabila potensi ini lebih dikembangkan lagi, akan ada banyak manfaat untuk komunitas itu sendiri. Salah satu bentuk pengembangannya adalah dengan menjadikan mereka yang memiliki nilai kebersamaan dan solidaritas untuk menjadi paralegal komunitas. Dengan begitu, saat ada permasalahan hukum yang terjadi di komunitas mereka, ada seseorang yang dapat memberikan apa yang kami sebut sebagai pertolongan pertama pada kasus (P3K). Apalagi, pekerjaan sebagai pekerja seks membuat mereka menjadi komunitas yang rentan terhadap permasalahan hukum. Selain kebersamaan dan solidaritas, sebenarnya masih banyak nilai positif yang dapat diambil dari komunitas ini. Keterbukaan mereka, kedisiplinan, dan ketangguhan mereka dalam menjalani kehidupan diantaranya. Semua hal tersebut merupakan potensi yang sangat berharga guna membantu mereka mencapai bentuk terbaik yang mereka inginkan sebagai sebuah komunitas. (AL).

Solidaritas Sebagai Potensi Napza kependekan dari Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif, biasa dikenal dengan istilah Narkoba (Narkotika dan obat-obatan terlarang). Ketika kita mendengar kata itu, maka yang pertama kali terbersit dalam benak kita adalah sesuatu yang tidak baik, menakutkan, harus segera dijauhkan, bahkan kalau perlu harus segera dimusnahkan. “Narkotika adalah barang haram,” begitulah ungkapan yang sering kita dengar. Demikian juga halnya ketika kita

Saat adzan berkumandang, doa buka puasa pun diucapkan oleh masing-masing orang. Makanan buka puasa pun segera disantap. Walaupun hanya sekedar bihun goreng, martabak mini, serta the manis kemasan kotak, terlihat wajah-wajah puas dari mereka karena telah berhasil menyelesaikan puasa di hari itu.

Salah satu bentuk pengembangannya adalah dengan menjadikan mereka yang memiliki nilai kebersamaan dan solidaritas untuk menjadi paralegal komunitas. Dengan begitu, saat ada permasalahan hukum yang terjadi di komunitas mereka, ada seseorang yang dapat memberikan apa yang kami sebut sebagai pertolongan pertama pada kasus (P3K).

Page 6: Edisi perdana: Nomor 01-I-2010 - lbhmasyarakat.orglbhmasyarakat.org/admin/dataupload/HDH, No 3, 2010.pdfTermasuk pertanyaan dalam Suara Komunitas yang kami ajukan adalah mengenai makna

HdH |

5

mendengar seorang penyalahguna narkotika, maka hal pertama yang terpikirkan adalah dia bukan orang baik, harus dikucilkan, orang yang tidak punya masa depan, pendosa, dan lain sebagainya. Pola pikir seperti itu berangkat dari ideologi tertentu atau pendekatan moral. Pola pikir seperti itu jelas bukan pola pikir yang benar. Bicara narkotika maka erat kaitannya dengan kesehatan. Pemakaian narkotika oleh karena itu harusnya dilihat dalam konteks penyalahgunaan narkotika. Ada tindakan yang meyalahgunakan narkotika. Yang seharusnya untuk kepentingan medis malah untuk kepentingan kesenangan pribadi. Pemakai narkotika oleh karenanya harus dilihat sebagai pasien yang membutuhkan pemulihan dari ketergantungannya. Dalam konteks inilah pemakai narkotika sering disebut sebagai ‘korban’ oleh komunitas pemakai narkotika yang gigih memperjuangkan hak-hak pemakai narkotika yang sering dilanggar.

Tindakan yang dilakukan para pemakai atau pecandu dengan menyalahgunakan narkotika memang tindakan yang keliru. Namun, sekalipun mereka melakukan tindakan yang dipandang negatif oleh masyarakat tentunya ada hal-hal positif yang dapat dibangun dan dikembangkan dari dalam diri mereka. Banyak potensi mereka yang sebenarnya dapat digali, tetapi tidak sedikit dari mereka yang tidak menyadari akan hal itu. Sedikit yang menyadari bahwa mereka memiliki potensi untuk dikembangkan. Memang, sangat sulit untuk mengembangkan potensi diri seseorang yang kepercayaan dirinya rendah karena telah begitu sering mengalami stigma dan diskriminasi. Tidak mudah untuk membangun semangat dan antusiasme pemakai narkotika yang sulit untuk percaya dengan orang baru/luar. Tapi bukan berarti tidak mungkin untuk mengembangkan potensi mereka.

LBH Masyarakat yang telah sejak awal kelahirannya bergelut dengan pemberdayaan komunitas pemakai narkotika melihat potensi luar biasa dari para pemakai. “Pecandu itu orangnya pinter-pinter loh,” begitu yang sering kami dengar ketika melakukan penyuluhan. Banyak pemakai narkotika yang punya kemampuan di bidang seni seperti misalnya bermusik. Salah satu paralegal LBH Masyarakat, Bambang Sutrisno akrab dipanggil Beng-beng, mantan pemakai narkotika, memiliki kemampuan di bidang menggambar. Beberapa gambar dalam publikasi LBH Masyarakat banyak menggunakan hasil karya Beng-beng. Ini adalah salah satu contoh bahwa pemakai narkotika bukanlah ‘sampah masyarakat’ tetapi seperti mutiara yang terpendam. Solidaritas, juga menjadi salah satu potensi komunitas pemakai narkotika. Solidaritas sesama pemakai narkotika tumbuh karena lazimnya pemakai narkotika akan lebih percaya sesama mereka daripada dengan orang baru. Sesama pemakai narkotika pun memiliki rasa senasib sepenanggungan. Pedihnya stigma dan sakitnya diskriminasi tidak akan bisa dirasakan oleh orang lain selain mereka. Dengan adanya rasa solidaritas yang kuat itulah diharapkan satu sama lainnya dapat membangkitkan rasa kepercayaan diri anggota komunitas. Kepercayaan diri yang tinggi, perlahan tapi pasti, akan membantu mereka untuk mengatasi persoalan hukum yang tidak jarang mereka hadapi. Solidaritas yang tumbuh dan berkembang dalam komunitas akan memudahkan pengorganisiran komunitas. Sebagai kelompok rentan, mereka sudah seyogyanya saling bahu membahu membantu temannya yang mengalami stigma dan diskriminasi. Keberadaan kelompok yang terorganisir dengan sendirinya akan memudahkan mereka untuk bersatu memperjuangkan hak mereka. Saat ini sudah banyak komunitas-komunitas kecil pemakai narkotika yang sudah terbentuk. Basis kelompok-kelompok itu bermacam-macam. Komunitas Gambir dan komunitas Jati Negara misalnya berbasis pada layanan metadon di puskesmas di wilayah tersebut. Adapula komunitas yang berbasis berdasarkan wilayah jangkauan dari LSM-LSM harm reduction, dan masih banyak lagi. Komunitas-komunitas kecil tersebut kemudian bergabung dalam kelompok yang lebih besar lagi yag disebut dengan Forum Korban Napza (FORKON) yang berdiri sejak 2008an. FORKON saat ini telah menjadi mitra LBH Masyarakat. FORKON banyak melakukan kerja-kerja pendampingan hukum terhadap pemakai narkotika yang ingin memperoleh hak rehabilitasinya. Tidak heran FORKON menjalankan fungsi tersebut mengingat beberapa anggota aktifnya adalah paralegal LBH Masyarakat.

Pemakai narkotika oleh karenanya harus dilihat sebagai pasien yang membutuhkan pemulihan dari ketergantungannya. Dalam konteks inilah pemakai narkotika sering disebut sebagai ‘korban’ oleh komunitas pemakai narkotika yang gigih memperjuangkan hak-hak pemakai narkotika yang sering dilanggar.

bagaimanapun juga merekalah yang akan merasakan keuntungan dengan adanya kelompok yang lebih terkelola dengan baik. Juga, merekalah yang akan mengalami kerugian apabila kelompoknya sendiri tidak dapat bersatu padu.

Page 7: Edisi perdana: Nomor 01-I-2010 - lbhmasyarakat.orglbhmasyarakat.org/admin/dataupload/HDH, No 3, 2010.pdfTermasuk pertanyaan dalam Suara Komunitas yang kami ajukan adalah mengenai makna

HdH |

6

Mencermati potensi solidaritas itulah yang melatarbelakangi LBH Masyarakat bersama FORKON terus aktif menjangkau komunitas-komunitas untuk mempererat hubungan dan mulai mendorong mereka agar dapat melakukan pengorganisasian diri yang lebih disiplin. Karena bagaimanapun juga merekalah yang akan merasakan keuntungan dengan adanya kelompok yang lebih terkelola dengan baik. Juga, merekalah yang akan mengalami kerugian apabila kelompoknya sendiri tidak dapat bersatu padu. (GN).

Pelajaran dari Mandeknya Kasus Blora Tentu kita masih mengingat kasus kekerasan yang dialami oleh teman-teman dari komuntas waria Blora beberapa waktu lalu. Kekerasan berupa penyerangan dan pemukulan yang tidak hanya menyebabkan luka fisik tetapi juga rasa traumatik yang mendalam. Penyerangan tersebut dilakukan pada waktu dini hari oleh sekelompok homophobia dengan mengendarai mobil. Luka fisik masih bisa diobati dengan obat-obatan namun butuh waktu yang lebih lama untuk mengobati luka psikis. Ketakutan akan terjadinya kejadian yang sama masih menghantui para korban. Terlebih, tidak ada satupun dari para korban yang mengetahui alasan penyerangan tersebut. Kekerasan yang dialami seakan menjadi konsekuensi atau resiko atas pekerjaan mereka sebagai pekerja seks. Sebuah pekerjaan yang dipandang hina oleh masyarakat, melengkapi stigma atas identitas mereka sebagai waria. Ancaman kekerasan terhadap komunitas waria bahkan kini semakin meninggi, apabila melihat beberapa kejadian terakhir di masyarakat. Ancaman tersebut tidak hanya datang dari kalangan Satpol PP yang kerap mengejar dan menangkap mereka dengan alasan ketertiban umum atau klien mereka sendiri yang ternyata mengingkari perjanjian awal. Ancaman juga datang dari kelompok homophobia. Berbicara kasus kekerasan yang disebut di atas, sebenarnya kasus ini adalah kasus yang tidak mudah diselesaikan. Hanya ada satu saksi yang benar-benar melihat peristiwa itu terjadi. Namun yang bersangkutan menolak untuk menjadi saksi karena khawatir keamanan diri maupun keluarganya akan terancam oleh kelompok penyerang. Sementara itu baik korban maupun saksi, tidak ada yang mengingat persis nomor polisi mobil penyerang. Sehingga tidak ada petunjuk untuk memulai penyidikan. Keadaan yang sulit ini diperparah dengan aparat penegak hukum yang tidak melakukan tindakan hanya sekedarnya. Tidak ada upaya ekstra dari kepolisian untuk melakukan penyidikan dan inisiatif untuk membongkar kejahatan tersebut. Beragam cara sebenarnya bisa dilakukan mulai dengan menjalankan patroli di wilayah sekitar tempat kejadian perkara secara rutin dan insidental. Secara khusus juga bisa melakukan penyamaran sehingga

apabila kelompok penyerang akan beraksi tidak akan menyadari ada polisi yang sudah mengintai. Bisa juga menggali informasi secara lisan dari saksi kunci kemudian berdasarkan informasi yang ada dikembangkan untuk melakukan pencarian lebih luas. Sampai saat ini belum ada titik terang atas keberadaan pelaku. Memang keadaan di wilayah Blora saat ini relatif tidak terlalu mencekam namun ketakutan masih membayangi mereka terutama para korbannya langsung. Proses hukum yang sedang berlangsung dapat dibilang sedang buntu namun bukan berarti masalah itu akan ditinggal begitu saja. Ada banyak cara yang masih harus ditempuh dan patut dilakukan untuk turut membantu proses penegakan hukum dan dapat mencegah terjadinya kekerasan serupa. Misalnya tidak boleh bersikap pasrah terhadap proses hukum yang berjalan. Sekalipun komunitas waria hidup dengan stigma dan diskriminasi yang cukup

kental, ditambah lagi menjalani pekerjaan sebagai pekerja seks yang penuh caci dari masyarakat umum, bukan berarti komunitas ini tidak dapat memberikan kontribusi terhadap proses hukum. Komunitas waria memiliki solidaritas yang tinggi. Dengan modal ini mereka seharusnya bisa bersama-sama melindungi komunitas. Jika ada anggota komunitas yang dianiaya atau mengalami kekerasan, anggota komunitas lainnya siap membantu. Siap mendampingi. Ada rasa memiliki yang seharusnya muncul dari kebersamaan yang erat itu. Bermodalkan rasa solidaritas yang tinggi dapat memberikan perlindungan ekstra dari dalam komunitas itu sendiri. Contoh konkritnya, apabila X diserang oleh Y, Z sebagai teman X yang kebetulan berada di dekat tempat kejadian, siap melindungi X dari serangan Y. Apabila diperlukan, Z bisa melakukan ‘serangan balik’ yang sifatnya bela paksa atau biasa disebut oleh orang awam sebagai bela diri.

Sekalipun komunitas waria hidup dengan stigma dan diskriminasi yang cukup kental, ditambah lagi menjalani pekerjaan sebagai pekerja seks yang penuh caci dari masyarakat umum, bukan berarti komunitas ini tidak dapat memberikan kontribusi terhadap proses hukum. Komunitas waria memiliki solidaritas yang tinggi. Dengan modal ini mereka seharusnya bisa bersama-sama melindungi komunitas.

Page 8: Edisi perdana: Nomor 01-I-2010 - lbhmasyarakat.orglbhmasyarakat.org/admin/dataupload/HDH, No 3, 2010.pdfTermasuk pertanyaan dalam Suara Komunitas yang kami ajukan adalah mengenai makna

HdH |

7

Secara hukum, ada beberapa syarat untuk bisa disebut sebagai tindakan bela paksa. Pertama, pembelaan dilakukan untuk melindungi nyawa atau membela kehormatan atau harta benda diri sendiri ataupun orang lain. Dalam contoh di atas, Z melakukan bela paksa untuk melindungi X. Kedua, ada serangan yang melawan hukum. Dalam hal ini, Y jelas melakukan serangan melawan hukum karena Y tidak berwenang melakukan pemukulan. Y adalah orang biasa yang tidak punya kewenangan untuk melakukan tindakan tersebut. Ketiga, tindakan bela paksa harus dilakukan secara tidak berlebihan. Misalnya, Y menyerang X dengan pisau kecil. Z hanya bisa melakukan bela paksa misalnya dengan memukul Y dengan balok kayu di bagian kaki untuk sekedar membuatnya jatuh sehingga tidak bisa melarikan diri. Apabila sudah jatuh, tidak perlu Z memukul berkali-kali hingga menyebabkan Y meninggal dunia. Dengan demikian, komunitas sendirilah yang turut menjaga komunitas mereka, dan bisa membantu proses penyelesaian kasus. Setelah berhasil melumpuhkan lawan, mereka bisa secara bersama-sama melapor ke polisi sambil membawa pelaku untuk selanjutnya diproses. Kasus Blora di atas dapat dijadikan pelajaran bagi teman-teman waria untuk dapat melakukan bela paksa. Masih banyak hal yang dapat dilakukan oleh komunitas juga tentunya selain bela paksa. Tapi contoh ini adalah sesuatu yang sangat mungkin dapat dilakukan dengan mudah. Akan menjadi bela paksa yang efektif apabila tindakan tersebut dilakukan oleh bersama-sama. Artinya, kerjasama yang baik amat dibutuhkan dalam membela diri. Selain itu dibutuhkan kepekaan untuk menyadari adanya ancaman yang terjadi dan keberanian menghadapi ancaman itu. Keberanian dapat timbul dari kesadaran untuk saling melindungi satu sama lain. Keberanian akan muncul dari kesadaran bahwa apabila serangan yang muncul sekarang terhadap orang lain tidak dihadapi, besar kemungkinan bisa menimpa diri kita di waktu yang akan datang. Oleh karena itulah rasa kebersamaan itulah yang akhirnya akan kembali membantu kita mengatasi ketakutan akan sesuatu. (VF).

Page 9: Edisi perdana: Nomor 01-I-2010 - lbhmasyarakat.orglbhmasyarakat.org/admin/dataupload/HDH, No 3, 2010.pdfTermasuk pertanyaan dalam Suara Komunitas yang kami ajukan adalah mengenai makna

HdH |

8

Mari Bicara Hukum dan HAM

Mengenal Hak Asasi Manusia Dalam beberapa kali kesempatan LBH Masyarakat melakukan penyuluhan hukum di komunitas-komunitas orang dengan HIV/AIDS, pemakai narkotika, pekerja seks, dan waria, banyak sekali anggota komunitas yang memahami hak asasi manusia dengan sangat baik. Namun, tidak sedikit pula yang kurang tepat mengartikan apa itu HAM. Dalam kolom Mari Bicara Hukum dan HAM edisi kali ini kami akan menjelaskan mengenai HAM. Diharapkan setelah membaca kolom ini, teman-teman komunitas dapat memahami HAM secara lebih baik lagi. Apa itu Hak Asasi Manusia?

Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak yang melekat pada diri kita karena kita manusia. Hak ini dimiliki oleh setiap manusia tanpa perlakuan diskriminatif, apapun kewarganegaraannya, tempat tinggal, jenis kelamin, suku, agama, bahasa, orientasi seksual, dan lain sebagainya. HAM adalah hak seorang manusia yang sangat asasi dan tidak bisa diintervensi oleh manusia di luar dirinya atau oleh kelompok atau oleh lembaga mana pun untuk meniadakannya. Apa contoh HAM?

HAM pada dasarnya dapat dikategorikan ke dalam dua bidang yaitu hak sipil dan politik; dan hak ekonomi, sosial dan budaya. Contoh HAM di bidang:

1. Sipil-politik: hak untuk berkumpul, kebebasan beragama, hak untuk berpendapat dan berekspresi. 2. Ekonomi-sosial-budaya: hak atas perumahan, hak atas kesehatan, hak atas pekerjaan.

Semua hak ini saling berhubungan, saling bergantung, dan tidak dapat dipisahkan sendiri-sendiri. Pemenuhan satu hak akan membantu memajukan pemenuhan hak lainnya. Pelanggaran atas satu hak juga akan berakibat pada pelanggaran hak lainnya. HAM dan Kewajiban Negara

Di dalam HAM terdapat hak dan kewajiban. Hak dimiliki oleh manusia (warga negara), sementara kewajiban menjadi tanggung jawab Negara. Artinya, tidak ada istilah kewajiban asasi manusia. Namun, kita sebagai manusia juga harus menghormati HAM orang yang lain juga. Berdasarkan hukum, Negara memiliki tiga bentuk kewajiban yaitu: yaitu menghormati (to respect), melindungi (to protect) dan memenuhi (to fulfil).

Kewajiban untuk menghormati adalah kewajiban negara untuk menahan diri untuk tidak melakukan intervensi, kecuali atas hukum yang sah.

Kewajiban untuk melindungi mengharuskan Negara untuk melindungi setiap orang dan/atau kelompok dari pelanggaran HAM.

Kewajiban untuk memenuhi berarti Negara harus mengambil langkah aktif (positif) untuk memastikan bahwa HAM setiap warga negaranya terpenuhi.

Dalam edisi berikutnya, kami akan menuliskan apa hubungan antara HAM dengan HIV/AIDS. Jadi pastikan kamu mendapatkan edisi Oktober 2010. (RG).

Page 10: Edisi perdana: Nomor 01-I-2010 - lbhmasyarakat.orglbhmasyarakat.org/admin/dataupload/HDH, No 3, 2010.pdfTermasuk pertanyaan dalam Suara Komunitas yang kami ajukan adalah mengenai makna

HdH |

9

Suara Komunitas

LBH Masyarakat bertanya: Apa makna Lebaran bagi kamu? Stella, waria “Lebaran merupakan sesuatu yang indah dan ada suka dan dukanya. Di tahun ini sedih dirasakan karena tidak pulang ke kampung halaman. Pun kalau pulang ke kampung halaman harus berpenampilan seperti laki-laki. Sedangkan kalau berlebaran di sini bisa berkumpul bersama teman-teman, jalan-jalan sampai pagi melakukan hal-hal yang menyenangkan sehingga tearsa mengasikan dan menyenangkan.” Thalia, waria “Lebaran merupakan saat yang membahagiakan dan membanggakan karena kita sudah berpuasa selama sebulan penuh. Apalagi tahun ini bisa berpuasa secara penuh sehingga lebaran menjadi saat yang membanggakan. Di Lebaran ini juga saya berdoa kepada Tuhan semoga Tuhan melindungi orang tua dan memberikan rezeki kepada mereka.” Jeni (bukan nama sebenarnya) “Lebaran adalah hari kemenangan dimana kita sudah melewati bulan suci Ramadhan dengan berpuasa melawan hawa nafsu. Berkumpul bersama keluarga, teman untuk menguatkan tali silaturahim dan saling memaafkan kesalahan satu sama lainnya. Momen Lebaran memberi pelajaran untuk rendah hati, ikhtiar, dan melakukan ibadah berupa kebaikan di kehidupan kita sehari-hari.” Mella, mantan pemakai narkotika “Lebaran kemarin menyenangkan, walaupun aku Nasrani tapi aku ikut merayakan juga dengan ke tempat teman-teman. Silatuharim juga, saling maaf-in, ga ada perbedaan antar umat beragama, saling menghormati dan menghargai. Sama yang pasti makan ketupat juga, kue-kue Lebaran, hehehe. Dan pesen aku sih antar umat beragama tetap saling menghormati. Jangan sampai kaya kejadian kemarin di Bekasi.” Yolla, waria “Cukup menyenangkan karena alhamdulilah bisa open house di kosan karena bisa berbagi dengan teman-temanku.”

Page 11: Edisi perdana: Nomor 01-I-2010 - lbhmasyarakat.orglbhmasyarakat.org/admin/dataupload/HDH, No 3, 2010.pdfTermasuk pertanyaan dalam Suara Komunitas yang kami ajukan adalah mengenai makna

HdH |

10

Galeria

Suasana penyuluhan hukum mengenai UU Narkotika yang diadakan di Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur, Senin, 27 September 2010. Tampak di depan, Ajeng Larasati, Asisten Manajer Bantuan Hukum dan HAM LBH Masyarakat tengah memberikan presentasi.

Page 12: Edisi perdana: Nomor 01-I-2010 - lbhmasyarakat.orglbhmasyarakat.org/admin/dataupload/HDH, No 3, 2010.pdfTermasuk pertanyaan dalam Suara Komunitas yang kami ajukan adalah mengenai makna

HdH |

11

Tentang LBH Masyarakat

Berangkat dari ide bahwa setiap anggota masyarakat memiliki potensi untuk turut berpartisipasi aktif mewujudkan negara hukum yang demokratis, sekelompok Advokat, aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) dan demokrasi mendirikan sebuah organisisasi masyarakat sipil nirlaba bernama Perkumpulan Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBH Masyarakat). Visi LBH Masyarakat adalah terwujudnya partisipasi aktif dan solidaritas masyarakat dalam melakukan pembelaan dan bantuan hukum, penegakan keadilan serta pemenuhan HAM. Sementara misinya adalah mengembangkan potensi hukum yang dimiliki oleh masyarakat untuk secara mandiri dapat melakukan gerakan bantuan hukum serta penyadaran hak-hak warga negara, dari dan untuk masyakarat. Secara ringkas, visi dan misi LBH Masyarakat diimplementasikan melalui tiga program kerja utama, yakni: (1) Pemberdayaan hukum masyarakat melalui pendidikan hukum, penyadaran hak-hak masyarakat, pemberian informasi mengenai hukum dan hak-hak masyarakat serta pelatihan-pelatihan bantuan hukum bagi masyarakat; (2) Advokasi kasus dan kebijakan publik; (3) Penelitian permasalahan publik dan kampanye hak asasi manusia baik di tingkat nasional maupun internasional.