Eddy Yuristo_Amanda Putri Utami_Lidya Puspitasari_Gabby Alvionita_MKDU A
-
Upload
amanda-yusuf-ali-zakaria -
Category
Documents
-
view
10 -
download
5
description
Transcript of Eddy Yuristo_Amanda Putri Utami_Lidya Puspitasari_Gabby Alvionita_MKDU A
A. PENDAHULUAN
Mata adalah organ tubuh vital untuk manusia. Mata memberikan fungsi
visual pada manusia sehingga manusia dapat melihat keadaan sekitar. Mata juga
memberikan kemudahan untuk manusia dalam menjalani aktivitas. Adanya
gangguan pada mata akan menyebabkan manusia mengalami kesulitan
beraktivitas dan penurunan kualitas hidup. Oleh sebab itu, penyakit mata dewasa
ini berkembang menjadi topik kesehatan penting.
Mata adalah organ kompleks yang terdiri dari beberapa struktur rumit.
Secara umum, mata dapat dibagi menjadi beberapa bagian, seperti lapisan fibrosa,
lapisan vaskulosa, lensa, dan lapisan retina. Setiap bagian memiliki fungsi yang
spesifik. Kerusakan pada struktur-struktur tertentu akan menyebabkan berbagai
penyakit yang berbeda. Walaupun menimbulkan penyakit yang berbeda, penyakit-
penyakit pada berbagai bagian mata yang berbeda dapat berujung pada penurunan
fungsi mata yang sangat ditakutkan, yakni kebutaan.
Lensa adalah salah satu struktur penting mata. Lensa berperan mengatur
akomodasi mata dan meneruskan cahaya ke dalam bola mata. Jika lensa keruh,
cahaya tidak dapat diteruskan sehingga menghambat fungsi penglihatan.
Kekeruhan lensa mata ini dikenal sebagai katarak.
Katarak adalah penyakit utama yang menyebabkan kebutaan. Berdasarkan
data Depkes (2009) disebutkan bahwa katarak adalah penyebab kebutaan tertinggi
di Indonesia. Di Indonesia, penyebab katarak paling penting adalah proses
penuaan. Katarak yang disebabkan oleh proses penuaan disebut sebagai katarak
senilis. Katarak senilis merupakan suatu proses yang sulit dihindari.
B. PEMBAHASAN
Katarak adalah opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih. Biasanya
terjadi akibat proses penuaan, tetapi dapat timbul pada saat kelahiran (katarak
kongenital). Dapat juga berhubungan dengan trauma mata tajam maupun tumpul,
penggunaan kortikosteroid jangka panjang, penyakit sistemik, pemajanan radiasi,
pemajanan yang lama sinar ultraviolet, atau kelainan mata lain seperti uveitis
anterior (Smeltzer, Suzzane C, 2002).
Menurut Corwin (2001), katarak adalah penurunan progresif kejernihan
lensa. Lensa menjadi keruh atau berwarna putih abu-abu, dan ketajaman
penglihatan berkurang. Katarak terjadi apabila protein-protein lensa yang secara
normal transparan terurai dan mengalami koagulasi. Sedangkan menurut
Mansjoer (2000), katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat
terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, atau
akibat kedua-duanya. Biasanya mengenai kedua mata dan berjalan progresif.
Jadi, dapat disimpulkan katarak adalah kekeruhan lensa yang normalnya
transparan dan dilalui cahaya menuju retina, dapat disebabkan oleh berbagai hal
sehingga terjadi kerusakan penglihatan.
Penyebab katarak
Menurut Mansjoer (2000), penyebab terjadinya katarak bermacam-macam.
Umumnya adalah usia lanjut (katarak senilis), tetapi dapat terjadi secara
kongenital akibat infeksi virus di masa pertumbuhan janin, genetik, dan gangguan
perkembangan. Dapat juga terjadi karena traumatik, terapi kortikosteroid
metabolik, dan kelainan sistemik atau metabolik, seperti diabetes mellitus,
galaktosemia, dan distrofi miotonik. Rokok dan konsumsi alkohol meningkatkan
resiko katarak.
Klasifikasi katarak
Menurut Vaughan, Dale (2009) ada beberapa jenis-jenis katarak, yaitu
katarak terkait usia (katarak senilis), katarak anak- anak, katarak traumatik,
katarak sekunder akibat penyakit intraokular (katarak komplikata), katarak akibat
penyakit sistemik, katarak terinduksi obat, dan katarak ikutan (membran
sekunder).
Katarak terkait usia (katarak senilis) adalah jenis katarak yang paling sering
dijumpai. Satu-satunya gejala adalah distorsi penglihatan dan penglihatan yang
semakin kabur.
Katarak anak-anak dibagi menjadi dua kelompok, yaitu katarak kongenital
yang terdapat sejak lahir atau segera sesudahnya dan katarak didapat yang timbul
belakangan dan biasanya terkait dengan sebab-sebab spesifik. Pertama, katarak
kongenital. Banyak katarak kongenital yang tidak diketahui penyebabnya
walaupun mungkin terdapat faktor genetik, yang lain disebabkan oleh penyakit
infeksi atau metabolik, atau berkaitan dengan berbagai sindrom. Kedua, katarak
didapat. Katarak didapat terutama disebabkan oleh trauma, baik tumpul maupun
tembus. Penyebab lain adalah uveitis, infeksi mata didapat, diabetes dan obat.
Katarak traumatik, paling sering disebabkan oleh cedera benda asing di
lensa atau trauma tumpul terhadap bola mata. Lensa menjadi putih segera setelah
masuknya benda asing karena lubang pada kapsul lensa menyebabkan humor
aqueus dan kadang- kadang korpus vitreum masuk kedalam struktur lensa.
Katarak sekunder akibat penyakit intraokular (komplikata), yang merupakan
katarak sekunder akibat penyakit intraokular pada fisiologi lensa. Katarak
biasanya berawal didaerah sub kapsul posterior dan akhirnya mengenai seluruh
struktur lensa. Penyakit-penyakit intraokular yang sering berkaitan dengan
pembentukan katarak adalah uveitis kronik atau rekuren, glaukoma, retinitis
pigmentosa dan pelepasan retina.
Katarak akibat penyakit sistemik. Katarak bilateral dapat terjadi karena
gangguan- gangguan sistemik berikut: diabetes mellitus, hipoparatiroidisme,
distrofi miotonik, dermatitis atropik, galaktosemia, dan syndrome Lowe, Werner
atau Down.
Katarak terinduksi obat (toksik). Katarak toksik jarang terjadi. Banyak kasus
pada tahun 1930-an sebagai akibat penelanan dinitrofenol (suatu obat yang
digunakan untuk menekan nafsu makan). Kortokosteroid yang diberikan dalam
waktu lama, baik secara sistemik maupun dalam bentuk tetes yang dapat
menyebabkan kekeruhan lensa.
Katarak ikutan (membran sekunder). Katarak ikutan merupakan kekeruhan
kapsul posterior yang terjadi setelah ekstraksi katarak ekstrakapsular. Epitel lensa
subkapsular yang tersisa mungkin menginduksi regenerasi serat-serat lensa,
memberikan gambaran “telur ikan” pada kapsul posterior (mutiara Elschnig).
Lapisan epitel yang berproliferasi tersebut dapat membentuk banyak lapisan dan
menimbulkan kekeruhan yang jelas. Sel-sel ini mungkin juga mengalami
diferensiasi miofibroblastik. Kontraksi serat-serat tersebut menimbulkan banyak
kerutan kecil di kapsul posterior yang menimbulkan distorsi penglihatan. Semua
faktor ini dapat menyebabkan penurunan ketajaman penglihatan setelah ekstraksi
katarak ekstrakapsular. Katarak ikutan merupakan suatu masalah besar pada
hampir semua pasien pediatrik, kecuali bila kapsul posterior dan vitreus anterior
diangkat pada saat operasi. Dulu, hingga setengah dari semua pasien dewasa
mengalami kekeruhan kapsul posterior setelah menjalani ekstraksi katarak
ekstrakapsular. Namun, teknik bedah yang semakin berkembang dan materi lensa
intraokular yang baru mampu mengurangi insiden kekeurahan kapsul posterior
secara nyata.
Katarak Senilis
Katarak adalah setiap kekeruhan pada lensa. Penuaan merupakan penyebab
katarak terbanyak. Katarak akibat penuaan (senilis) merupakan penyebab umum
gangguan penglihatan. Berbagai studi cross-sectional melaporkan 65-74 tahun
adalah sebanyak 50%; prevalensi ini meningkat hingga 70% pada individu diatas
75 tahun. Satu-satunya gejala adalah distorsi penglihatan dan penglihatan yang
semakin kabur.
Ada tiga tipe utama katarak senilis, yakni katarak sklerosis nuklear, katarak
kortikal, dan katarak posterior subkapsular.
Pertama, katarak sklerosis nuklear. Beberapa derajat nuklear skeloris dan
penguningan dikatakan normal pada pasien dewasa setelah melewati usia
menengah. Secara umum, kondisi ini hanya sedikit menganggu fungsi
penglihatan. Sklerosis dan penguningan dalam jumlah yang berlebihan disebut
katarak nuklear, yang menyebabkan kekeruhan sentral. Tingkatan sklerosis,
penguningan dan kekeruhan dievaluasi dengan slit-lamp secara oblik dan
pemeriksaan refleks merah dengan pupil dilatasi. Bila sudah lanjut, nukleus
berwarna coklat (katarak brunescent) dan konsistensinya keras.
Kedua, katarak kortikal. Perubahan komposisi ion pada korteks lensa dan
perubahan hidrasi pada serabut lensa menyebabkan kekeruhan kortikal.18 Gejala
katarak kortikal yang sering dijumpai adalah silau18,26 akibat sumber cahaya
fokal, sepeti lampu mobil. Monokular diplopia bisa juga dijumpai. Tanda pertama
pembentukan katarak kortikal terlihat dengan slitlamp sebagai vakuola dan celah
air (water clefts) di korteks anterior atau posterior.
Ketiga, katarak posterior subkapsular (posterior subcapsular
cataract=PSCs) sering dijumpai pada pasien yang lebih muda daripada katarak
nuklear atau kortikal. PSCs berlokasi di lapisan kortikal posterior dan biasanya
aksial. Indikasi pertama pembentukan PSC adalah kilauan warna yang samar
(subtle iridescent sheen) pada lapisan kortikal posterior yang terlihat dengan
slitlamp. Pasien sering mengeluhkan silau dan penglihatan jelek pada kondisi
cahaya terang karena PSC menutupi pupil ketika miosis akibat cahaya terang,
akomodasi, atau miotikum. Penglihatan dekat lebih jelek daripada penglihatan
jauh. Beberapa pasien juga mengalami monokular diplopia.
Patofisiologi
Patofisiologi atau mekanisme terjadinya katarak senilis belum sepenuhnya
dimengerti. Walaupun demikian, pada lensa katarak secara karakteristik terdapat
agregat-agregat protein yang menghamburkan berkas cahaya dan mengurangi
transparansinya. Pertambahan usia bisa memicu perubahan protein lainnya yang
dapat menyebabkan nucleus mengalami perubahan warna menjadi coklat
kekuningan. Disekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan
posterior nukleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang
paling bermakna, nampak seperti kristal salju pada jendela.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya
transparansi. Perubahan pada serabut halus multipel (zunula) yang memanjang
dari badan silier ke sekitar daerah diluar lensa, misalnya dapat menyebabkan
penglihatan mengalamui distorsi. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat
menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat
jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa
normal terjadi disertai influks air ke dalam lensa.
Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu
transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran
dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan
bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak.
Katarak biasanya terjadi bilateral, namun memiliki kecepatan yang berbeda.
Dapat disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistemik, seperti diabetes. Namun
kebanyakan merupakan konsekuensi dari proses penuaan yang normal.
Kebanyakan katarak berkembang secara kronik ketika seseorang memasuki
dekade ketujuh. Katarak dapat bersifat kongenital dan harus diidentifikasi awal,
karena bila tidak terdiagnosa dapat menyebabkan ambliopia dan kehilangan
penglihatan permanen. Faktor yang paling sering berperan dalam terjadinya
katarak meliputi radiasi sinar ultraviolet B, obat-obatan, alkohol, merokok,
diabetes, dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka waktu lama
(Smeltzer, 2002).
Biasanya pasien yang menderita katarak melaporkan keluhan-keluhan,
seperti penurunan ketajaman fungsi penglihatan, silau, dan gangguan fungsional
sampai derajat tertentu yang disebabkan oleh penurunan fungsi penglihatan tadi.
Temuan objektif biasanya meliputi pengembunan, seperti mutiara keabuan, pada
pupil sehingga retina tak akan tampak dengan oftalmoskop. Ketika lensa sudah
menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan bukannya ditransmisikan dengan
tajam menjadi bayangan terfokus pada retina. Hasilnya adalah pandangan kabur
atau redup, menyilaukan yang menjengkelkan dengan distorsi bayangan dan susah
melihat di malam hari.
Pupil yang normalnya hitam, akan tampak kekuningan, abu-abu atau putih.
Katarak biasanya terjadi bertahap selama bertahun-tahun , dan ketika katarak
sudah sangat memburuk, lensa koreksi yang lebih kuat pun tak akan mampu
memperbaiki penglihatan.
Orang dengan katarak secara khas selalu mengembangkan strategi untuk
menghindari silau yang menjengkel yang disebabkan oleh cahaya yang salah arah.
Misalnya, ada yang mengatur ulang perabotan rumahnya sehingga sinar tidak
akan langsung menyinari mata mereka. Ada yang mengenakan topi berkelepak
lebar atau kaca mata hitam dan menurunkan pelindung cahaya saat mengendarai
mobil pada siang hari (Smeltzer, 2002).
Menurut mansjoer (2000), pada katarak senil, dikenal 4 stadium, yaitu
insipiens, matur, imatur, dan hipermatur.
Katarak akibat penuaan ini tidak dapat dicegah karena sedianya semakin tua
usia seseorang, maka semakin melemahnya fungsional tubuh. Perubahan-
perubahan yang terjadi pada protein yang dapat menyebabkan katarak tidak dapat
dicegah seiring bertambahnya usia. Walaupun katarak akibat penuaan (senilis) ini
tidak dapat dicegah, pasien katarak senilis masih bisa disembuhkan dengan cara
mendapatkan penanganan/tata laksana dari dokter ahli mata.
Penatalaksanaan
Katarak hanya dapat diatasi melalui prosedur operasi. Akan tetapi jika gejala
katarak tidak mengganggu, tindakan operasi tidak diperlukan. Kadang kala cukup
dengan mengganti kacamata. Sejauh ini tidak ada obat-obatan yang dapat
menjernihkan lensa yang keruh. Namun, aldose reductase inhibitor, diketahui
dapat menghambat konversi glukosa menjadi sorbitol, sudah memperlihatkan
hasil yang menjanjikan dalam pencegahan katarak gula pada hewan. Obat anti
katarak lainnya sedang diteliti termasuk diantaranya agen yang menurunkan kadar
sorbitol, aspirin, agen glutathione-raising, dan antioksidan vitamin C dan E.
Penatalaksanaan definitif untuk katarak senilis adalah ekstraksi lensa. Lebih
dari bertahun-tahun, tehnik bedah yang bervariasi sudah berkembang dari metode
yang kuno hingga tehnik hari ini phacoemulsifikasi. Hampir bersamaan dengan
evolusi IOL yang digunakan, yang bervariasi dengan lokasi, material, dan bahan
implantasi. Bergantung pada integritas kapsul lensa posterior, ada 2 tipe bedah
lensa yaitu intra capsuler cataract ekstraksi (ICCE) dan ekstra capsuler cataract
ekstraksi (ECCE). Berikut ini akan dideskripsikan secara umum tentang tiga
prosedur operasi pada ekstraksi katarak yang sering digunakan yaitu ICCE,
ECCE, dan phacoemulsifikasi.
1. Intra Capsuler Cataract Ekstraksi (ICCE)
Tindakan pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama
kapsul. Seluruh lensa dibekukan di dalam kapsulnya dengan cryophake dan
depindahkan dari mata melalui incisi korneal superior yang lebar. Sekarang
metode ini hanya dilakukan hanya pada keadaan lensa subluksatio dan
dislokasi. Pada ICCE tidak akan terjadi katarak sekunder dan merupakan
tindakan pembedahan yang sangat lama populer.
ICCE tidak boleh dilakukan atau kontraindikasi pada pasien berusia
kurang dari 40 tahun yang masih mempunyai ligamen hialoidea kapsular.
Penyulit yang dapat terjadi pada pembedahan ini astigmatisme, glukoma,
uveitis, endoftalmitis, dan perdarahan.
2. Extra Capsular Cataract Extraction (ECCE)
Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan pengeluaran
isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga massa
lensa dan kortek lensa dapat keluar melalui robekan.
Pembedahan ini dilakukan pada pasien katarak muda, pasien dengan
kelainan endotel, bersama-sama keratoplasti, implantasi lensa intra ocular
posterior, perencanaan implantasi sekunder lensa intra ocular, kemungkinan
akan dilakukan bedah glukoma, mata dengan prediposisi untuk terjadinya
prolaps badan kaca, mata sebelahnya telah mengalami prolap badan kaca,
sebelumnya mata mengalami ablasi retina, mata dengan sitoid macular
edema, pasca bedah ablasi, untuk mencegah penyulit pada saat melakukan
pembedahan katarak seperti prolaps badan kaca.
Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan ini yaitu dapat terjadinya
katarak sekunder.
3. Phakoemulsifikasi
Phakoemulsifikasi (phaco) maksudnya membongkar dan memindahkan
kristal lensa. Pada tehnik ini diperlukan irisan yang sangat kecil (sekitar 2-
3mm) di kornea. Getaran ultrasonic akan digunakan untuk menghancurkan
katarak, selanjutnya mesin PHACO akan menyedot massa katarak yang telah
hancur sampai bersih. Sebuah lensa Intra Okular yang dapat dilipat
dimasukkan melalui irisan tersebut. Karena incisi yang kecil maka tidak
diperlukan jahitan, akan pulih dengan sendirinya, yang memungkinkan pasien
dapat dengan cepat kembali melakukan aktivitas sehari-hari.
Tehnik ini bermanfaat pada katarak kongenital, traumatik, dan
kebanyakan katarak senilis. Tehnik ini kurang efektif pada katarak senilis
padat, dan keuntungan incisi limbus yang kecil agak kurang kalau akan
dimasukkan lensa intraokuler, meskipun sekarang lebih sering digunakan
lensa intra okular fleksibel yang dapat dimasukkan melalui incisi kecil seperti
itu.
4. SICS
Teknik operasi Small Incision Cataract Surgery (SICS) yang
merupakan teknik pembedahan kecil.teknik ini dipandang lebih
menguntungkan karena lebih cepat sembuh dan murah. Apabila lensa mata
penderita katarak telah diangkat maka penderita memerlukan lensa pengganti
untuk memfokuskan penglihatannya dengan cara sebagai berikut:
a. Kacamata afakia yang tebal lensanya
b. Lensa kontak
c. Lensa intra okular, yaitu lensa permanen yang ditanamkan di dalam mata
pada saat
d. Pembedahan untuk mengganti lensa mata asli yang telah diangkat
Perawatan Pascabedah
Jika digunakan tehnik insisi kecil, maka penyembuhan pasca operasi biasanya
lebih pendek. Pasien dapat bebas rawat jalan pada hari itu juga, tetapi dianjurkan
untuk bergerak dengan hati-hati dan menghindari peregangan atau mengangkat
benda berat selama sekitar satu bulan, olahraga berat jangan dilakukan selama 2
bulan. Matanya dapat dibalut selama beberapa hari pertama pasca operasi atau
jika nyaman, balutan dapat dibuang pada hari pertama pasca operasi dan matanya
dilindungi pakai kacamata atau dengan pelindung seharian. Kacamata sementara
dapat digunakan beberapa hari setelah operasi, tetapi biasanya pasien dapat
melihat dengan baik melui lensa intraokuler sambil menantikan kacamata
permanen (Biasanya 6-8 minggu setelah operasi).
Selain itu juga akan diberikan obat untuk:
a. Mengurangi rasa sakit, karena operasi mata adalah tindakan yang
menyayat maka diperlukan obat untuk mengurangi rasa sakit yang
mungkin timbul beberapa jam setelah hilangnya kerja bius yang digunakan
saat pembedahan.
b. Antibiotik mencegah infeksi, pemberian antibiotik masih dianggap rutin
dan perlu diberikan atas dasar kemungkinan terjadinya infeksi karena
kebersihan yang tidak sempurna.
c. Obat tetes mata streroid. Obat yang mengandung steroid ini berguna untuk
mengurangi reaksi radang akibat tindakan bedah.
d. Obat tetes yang mengandung antibiotik untuk mencegah infeksi pasca
bedah.
Hal yang boleh dilakukan antara lain:
a. Memakai dan meneteskan obat seperti yang dianjurkan.
b. Melakukan pekerjaan yang tidak berat.
c. Bila memakai sepatu jangan membungkuk tetapi dengan mengangkat kaki
keatas.
Yang tidak boleh dilakukan antara lain:
a. Jangan menggosok mata
b. Jangan membungkuk terlalu dalam
c. Jangan menggendong yang berat
d. Jangan membaca yang berlebihan dari biasanya
e. Jangan mengedan keras sewaktu buang air besar
f. Jangan berbaring ke sisi mata yang baru dibedah
C. PENUTUP
Katarak adalah setiap kekeruhan pada lensa yang dapat menurunkan tajam
fungsi penglihatan penderitanya. Penyebab terbanyak katarak adalah akibat
penuaan. Mekanisme terjadinya katarak belum sepenuhnya dimengerti. Walaupun
demikian, pada lensa katarak secara karakteristik terdapat agregat-agregat protein
yang menghamburkan berkas cahaya dan mengurangi transparansinya. Katarak
akibat penuaan terbagi menjadi tiga macam, yaitu katarak sklerosis nukelar,
katarak kortikal, dan katarak subkapsular posterior. Gejala-gejala yang muncul
bisa seperti penurunan tajam penglihatan, silau, gangguan fungsional sampai
derajat tertentu yang disebabkan oleh penurunan fungsi penglihatan tadi, dan
diskriminasi warna yang buruk. Katarak akibat penuaan tidak dapat dicegah,
tetapi masih bisa diobati dengan intervensi bedah katarak dan perawatan
pascaoperasi. Jika didapati gejala-gejala seperti tersebut di atas, ada baiknya untuk
segera berkonsultasi dengan dokter umum setempat mengenai gejala-gejala yang
dikeluhkan agar mendapatkan penanganan yang cepat dan tepat.
Daftar Pustaka
Depkes RI, Perdami. 2009. Strategi Nasional Penanggulangan Gangguan
Peglihatan dan Kebutaan (PGPK) untuk Mencapai Vision 2020.
Harper, Richard A. dan John P. Shock. 2009. Vaughan & Asbury Oftalmologi
Umum Ed. 17: Lensa. Jakarta: EGC.
lyas S. (2007). Ilmu Penyakit Mata: Tajam Penglihatan, Kelainan Refraksi dan
Penglihatan Warna hal 72-75. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
James, B., Chew, C., Bron, A. 2006. Lecture Notes Oftalmologi. 9th ed. Jakarta:
Erlangga Medical Series.
Titcomb, Lucy C. 2010. Understanding Cataract Extraxtion.
Victor, Vicente. Cataract Senile, available at www.emedicine.com, last update 22
November 2010.
Wijana, Nana S.D. 1993. Ilmu Penyakit Mata Cetakan ke-6 hal: 190-196.
Jakarta: Penerbit Abadi Tegal.