ecasefk umy

8

Click here to load reader

Transcript of ecasefk umy

Page 1: ecasefk umy

ABSTRAK

 Kolitis adalah suatu peradangan akut atau kronik pada kolon, yang berdasarkan penyebab dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kolitis infeksi, misalnya : shigelosis, kolitis tuberkulosa, kolitis amebik, kolitis pseudomembran, kolitis karena virus/bakteri/parasit. Kolitis non-infeksi, misalnya : kolitis ulseratif, penyakit  Crohn’s kolitis radiasi, kolitis iskemik Pembahasan ini difokuskan pada kolitis infeksi yang sering ditemukan di Indonesia sebagai daerah tropik, yaitu kolitis amebik, shigellosis, dan kolitis tuberkulosa serta infeksi E.coli patogen yang dilaporkan sebagai salah satu penyebab utama diare kronik di Indonesia.

Keyword : kolotis, amebik, shigellosis, e.coli

KASUS

OS, seorang laki-laki 52 tahun datang dengan keluhan diare yang dirasakannya sejak 3 hari yang lalu, konsisistensi cair, berwarna merah hitam, dengan tenesmus (+), demam (+) sejak 3 hari yang lalu, BAK baik, tanda dehidrasi (-), mengeluh berkunang-kunang saat berjalan dan BAB, telapak tangan tampak pucat dan Konjungtiva anemis (+). Pasien bekerja sehari-hari sebagai tukang tambal ban yang menurut pasien bengkelnya tersebut kurang bersih dan tampak kotor serta sering makan tidak cuci tangan sebelumnya.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, Kesadaran Compos mentis. Tanda vital Nadi : 102 x/menit reguler, Rr : 29 x/menit, Tekanan darah : 150/70 mmHg, Suhu : 37,7 o C, Aksila. Pada abdomen : Tenesmus , mata : Conjungtiva anemis, Telapak tangan : pucat

Pada pemeriksaan penunjang Darah rutin : Leukosit 10,9 (meningkat), Eritrosit 2,67 (rendah), Hemoglobin 8,0 (rendah). Uji Patobiokimia Darah : Dalam batas normal. Uji patoimunologis : HBsAg (-) 

DIAGNOSIS

Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang maka didapatkan diagnosis dari penderita adalah Enterokolitis Akut, Anemia Normositik Normokromik, Hipertensi

TERAPI

Rencana terapi adalah secara medikamentosa, simptomatik dan supportif. Medikamentosa dengan diberikan cairan parenteral, Loperamide awal 2 kaplet(@2 mg HCL), diikuti 1 kaplet tiap diare, dosis max 8 kaplet per hari. Simptomatik meliputi Analgetik antipiretik Parasetamol dosis 3 x 1 per hari (prn), Muntah Domperidone 3x 10 mg( atau ondansetron, metoclorpramide) (prn). Untuk terapi supprtifnya Imunos 1 x 1, Menjaga higine saat makan minum dan saat BAB, Diet rendah serat.

DISKUSI

Page 2: ecasefk umy

KOLITIS AMEBIK (AMEBIASIS KOLON)

Batasan.Peradangan kolon yang disebabkan oleh protozoa Entamoeba histolytica.

Epidemiologi.Prevalensi amebiasis diberbagai tempat sangat bervariasi, diperkirakan 10% populasi terinfeksi. Prevalensi tertinggi di daerah tropis (50-80%). Manusia merupakan host sekaligus reservoir utama. Penularannya lewat kontaminasi tinja ke makanan dan minuman, dengan perantara lalat, kecoak, kontak interpersonal atau lewat hubungan seksual anal-oral. Sanitasi lingkungan yang jelek. Penduduk yang padat dan kurangnya sanitasi individual mempermudah penularannya.

Pasien yang asimtomatik tanpa adanya invasi jaringan, hanya mengeluarkan kista pada tinjanya. Kista tersebut dapat bertahan hidup di luar tubuh manusia. Sedangkan pada pasien dengan infeksi amuba akut/kronik yang invasif selain kista juga mengeluarkan trofozoit, namun bentuk trofozoit tersebut tidak dapat bertahan lama diluar tubuh manusia.

Gejala  klinis.Gejala klinis pasien amebiasis sangat bervariasi, mulai dan asimtomatik sampai berat dengan gejala klinis menyerupai kolitis ulseratif. Beberapa jenis keadaan klinis pasien amebiasis adalah sebagai berikut :

1. Carrier: ameba tidak mengadakan invasi ke dinding usus, tanpa gejala atau hanya keluhan ringan seperti  kembung, flatulensi, obstipasi, kadang-kadang diare. Sembilan puluh persen pasien sembuh sendiri dalam waktu satu tahun, sisanya (10 %) berkembang menjadi kolitis ameba.

2. Disentri ameba ringan : kembung, nyeri perut ringan, demam ringan, diare ringan dengan tinja berbau busuk serta bercampur darah dan lendir, keadaan umum pasien baik.

3. Disentri ameba sedang : kram perut, demam, badan lemah, hepatomegali dengan nyeri spontan.

4. Disenti ameba berat : diare disertai banyak darah, demam tinggi, mual, anemia.5. Disentri ameba kronik : gejala menyerupai disentri ameba ringan diselingi dengan

periode normal tanpa gejala, berlangsung berbulan-bulan sampai bertahun-tahun, neurasthenia, serangan diare biasanya timbul karena kelelahan, demam atau makanan yang sukar dicerna.

Penatalaksanaan.

1. Karier asimtomatik.Diberi obat yang bekerja di lumen usus (luminal agents) antara lain: Iodoquinol (diiodohidroxyquin) 650 mg tiga kali per hari selama 20 hari atau Paromomycine 500 mg 3 kali sehari selama 10 hari.

Page 3: ecasefk umy

2. Kolitis ameba akut.Metronidazol 750 mg tiga kali sehari selama 5 – 10 hari, ditambah dengan obat luminal tersebut di atas.

3. Amebiasis ekstraintestinal (misalnya : abses hati ameba).Metronidazol 750 mg tiga kali sehari selama 5-10 hari ditambah dengan obat luminal tersebut diatas. Penggunaan 2 macam atau lebih amebisidal ekstra intestinal tidak terbukti lebih efektif dari satu macam obat.

DISENTRI BASILER (SHIGELLOSIS)

Batasan.Infeksi akut ileum terminalis dan kolon yang disebabkan oleh bakteri genus Shigella

Epidemiologi.Infeksi Shigella mudah terjadi di tempat pemukiman padat , sanitasi jelek, kurang air dan tingkat kebersihan perorangan yang rendah. Di daerah endemik infeksi Shigella merupakan 10 – 15 % penyebab diare pada anak. Sumber kuman Shigella yang alamiah adalah manusia walaupun kera dan simpanse yang telah dipelihara dapat juga tertular. Jumlah kuman untuk menimbulkan penyakit relative sedikit, yaitu berkisar antara 10-100 kuman. Oleh karena itu sangat mudah terjadi penularan secara fecal oral, baik secara kontak langsung maupun akibat makanan dan minuman yang terkontaminasi.

Di daerah tropis termasuk Indonesia. Disentri biasanya meningkat pada musim kemarau di mana S.flexnerii merupakan penyebab infeksi terbanyak. Sedangkan di negera-negara Eropa dan Amerika Serikat prevalensinya meningkat di musim dingin. Prevalensi infeksi oleh S.flexnerii di negera tersebut telah menurun sehingga saat ini S.Sonnei adalah yang terbanyak

Gejala klinis.Masa tunas berkisar antara 7 jam sampai 7 hari. Pada dasarnya gejala klinis Shigeleosis bervariasi. Lama gejala rerata 7 hari pada orang dewasa, namun dapat berlangsung sampai 4 minggu. Disentri basiler yang tidak diobati dengan baik dan berlangsung lama gejalanya menyerupai kolitis ulserosa. Pada fase awal pasien mengeluh nyeri perut bawah, rasa panas rektal, diare disertai demam yang bisa mencapai 40o C. selanjutnya diare berkurang tetapi tinja masih mengandung darah dan lendir, tenesmus, dan nafsu makan menurun. Pada anak-anak mungkin didapatkan demam tinggi dengan atau tanpa kejang, delirium, nyeri kepala, kaku kuduk dan letargi.

Pengidap pasca infeksi pada umumnya berlangsung kurang dari 4 minggu. Walaupun jarang terjadi telah dilaporkan adanya pengidap Shigella yang mengeluarkan  kuman bersama feses selama bertahun. Pengidap kronik tersebut biasanya sembuh sendiri dan dapat mengalami gejala shifellosis yang intermiten.

Penatalaksanaan

1. Mengatasi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Sebagian besar pasien disentri dapat diatasi dengan rehidrasi oral. Pada pasien dengan diare berat, disertai dehidrasi dan pasien yang muntah berlebihan sehingga tidak dapat dilakukan rehidrasi oral harus dilakukan rehidrasi intravena.

Page 4: ecasefk umy

2. Antibiotik. Keputusan penggunaan antibiotik sepenuhnya berdasarkan beratnya penyakit yaitu pasien dengan gejala disentri sedang  sampai berat, diare persisten serta perlu diperhatikan pola sensitivitas kuman di daerah tersebut. Beberapa jenis antibiotik yang dianjurkan adalah:

Ampisilin 4 kali 500 mg per hari, atau Kontrimoksazol 2 kali 2 tablet per hari, atau Tetrasiklin 4 kali 500 mg per hari selama 5 hari

Dilaporkan bahwa pada daerah tertentu di Indonesia  kuman  Shigella telah banyak yang resisten dengan antibiotik tersebut diatas sehingga diperlukan antibiotik lain seperti golongan kuinolon dan sefalosporin generasi III terutama pada pasien dengan gejala klinik yang berat

1. Pengobatan simtomatik. Hindari obat yang dapat menghambat motilitas usus seperti narkotika dan derivatnya, karena dapat mengurangi eliminasi bakteri dan memprovokasi terjadinya megakolon toksik. Obat simtomatik yang lain diberikan sesuai dengan keadaan pasien antara lain analgetik-antipiretik dan antikonvulasi.

ESCHERICHIA COLI (PATOGEN)

Batasan.Infeksi kolon oleh serotie Escherichia coli tertentu (O157:H7) yang menyebabkan diare berdarah/tidak.

Epidemiologi.Karena pemeriksaan laboratorium untuk E.Coli patogen jarang dilakukan, maka angka kejadiannya tidak diketahui dengan pasti. Diperkirakan di Amerika Serikat sekitar 21.000 orang terinfeksi setiap tahunnya. Di Canada dan Amerika Serikat, E.Coli (O157:H7) lebih sering diisolasi pada pasien diare dibandingkan dengan Shigella demikian juga pada pasien diare kronik di Jakarta.

E.Coli patogen tersebut didapatkan pada usus ternak sehat (sekitar 1%), penularan ke manusia sehingga menyebabkan KLB (kejadian luar biasa/outbreak) adalah lewat daging yang terkontaminasi pada saat penyembelihan, daging tersebut kemudian digiling dan kurang baik dalam proses pemanasannya. Cara penularan lain adalah lewat air minum yang tercemar, tempat berenang yang tercemar dan antar manusia.

Masa inkubasi rerata 3-4 hari, namun dapat terjadi antara 1 – 8  hari. E.Coli patogen dapat ditemukan pada pasien sampai 3 minggu setelah sembuh namun tidak pernah ditemukan pada orang sehat (bukan flora normal pada manusia).

Gejala klinis.Manifestasi klinis enfeksi E.Coli patogen sangat bervariasi, dapat berupa : infeksi asimtomatik, diare tanpa darah, diare berdarah (hemorrhagic colitis), SHU, purpura trombositopenik sampai kematian.

Gejala klinis adalah nyeri abdomen yang sangat (severe abdominal cramp), diare yang kemudian diikuti diare berdarah dan sebagian dari pasien disertai nausea (mual) dan vomiting (muntah). Pada umumnya suhu tubuh pasien sedikit meningkat  atau normal, sehingga dapat dikelirukan sebagai kolitis non infeksi.

Page 5: ecasefk umy

Pemeriksaan tinja pasien biasanya penuh dengan darah, namun sebagian pasien tindak mengandung darah sama sekali.

Gejala biasanya membaik dalam seminggu, namun dapat pula terjadi SHU  (sekitar 6 % dari pasien) antara 2-12 hari dari onset diare. SHU ditandai dengan anemia hemolitik mikroangiopatik, trombositopenia, gagal ginjal dan gejala saraf sentral. Komplikasi neurologik berupa kejang , koma, hemiparesis terjadi pada sekitar seperempat dari pasien SHU. Prediktor keparahan SHU antara lain meningkatnya jumlah lekosit, gejala gastrointestinal yang berat, cepat timbul anuria, usia  di bawah 2 tahun. Mortalitas antara 3-5 %

Penatalaksanaan.Pengobatan infeksi E.Coli patogen tidak spesifik, terutama pengobatan suportif dan simtomatik. Komplikasi SHU dilaporkan lebih banyak terjadi pada pasien yang mendapat antibiotik dan obat yang menghambat motilitas. Di samping itu pemberian kontrimoksazol dilaporkan  tidak mempunyai efek yang signifikan terhadap perjalanan gejala gastrointestinal, ekskresi organisme dan komplikasi SHU.

 

KESIMPULAN

Terapi pada Enterocolitis Akut meliputi causative dan supportive. Karena kebanyakan enterocolits akut adalah self limiting disease, maka terapi yang utama adalah bersifat suportif, yaitu memelihara cairan dan menterapi dehidrasi. Terapi rehidrasi oral adalah terapi pertama sedangkan terapi rehidrasi intravena dikerjakan bila terapi rehidrasi oral dirasa tidak berhasil.

Selanjutnya setelah di lakukan anamnesis yang sistematis dengan pemeriksaan fisik yang adekuat dan jika memungkinkan dapat dilakukannya kultur bakterial, maka penanganan enterokolitis akut dengan obat antimikroba dapat disesuaikan dengan jenis bakteri penyebabnya kolitisnya, apakah tipe amebik, shigellosis, kolitis tuberkulosa atau dapat juga infeksi E.coli yang patogen. Kemampuan mendiagnosis dan menterapi pasien secara tepat, akan mempercepat kesembuhan serta meminimalisir komplikasi yang mungkin dapat terjadi pada enterokolitis akut ini.

KEPUSTAKAAN

1. Mansjoer A. Kapita Selekta Kedokteran jilid I. Edisi ke-3. Jakarta : Media

Aesculapius FK UI; 2000.

2. Davey P. At a glance medicine. Edisi ke-1. Jakarta : Penerbit Erlangga; 2005.

3. Putra TR. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-4. Jakarta:Pusat Penerbitan

Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006.

PENULIS

Page 6: ecasefk umy

Dhyas Munandar AS, S.Ked. Bagian Ilmu Penyakit Dalam RS Jogja, 2011.