dua perporsi.pdf
-
Upload
firmandkawaguchi -
Category
Documents
-
view
110 -
download
1
Transcript of dua perporsi.pdf
-
FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN REGRESI ANAK
PRASEKOLAH SAAT HOSPITALISASI
DI RUMAH SAKIT ANAK DAN BUNDA HARAPAN KITA JAKARTA
Skripsi
Disusun untuk melengkapi syarat-syarat
guna mencapai gelar Sarjana Keperawatan
Pradita Dwi Wijayanti
105104003476
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2009
-
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
Skripsi, Desember 2009
PRADITA DWI WIJAYANTI, NIM : 105104003476
FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN REGRESI ANAK PRASEKOLAH SAAT HOSPITALISASI
DI RUMAH SAKIT ANAK DAN BUNDA HARAPAN KITA JAKARTA
( xi + 70 halaman, 9 tabel, 2 gambar, 16 lampiran )
Abstrak
Hospitalisasi adalah suatu proses karena suatu alasan darurat atau berencana yang mengharuskan anak
untuk tinggal di rumah sakit menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangan kembali ke rumah.
Hospitalisasi dapat mengakibatkan anak menjadi regresi dalam pertumbuhan dan perkembangannya.
Regresi adalah mundurnya tahap perkembangan yang telah dicapai seseorang ke dalam tahap
perkembangan sebelumnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang
berhubungan dengan regresi pada anak prasekolah saat hospitalisasi.
Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah cross sectional. Populasi pada penelitian ini
adalah orang tua dari anak prasekolah (3-5 tahun) yang sedang menjalani hospitalisasi. Sampel yang
diambil sebanyak 50 responden di Ruang Larat, Ruang Anggrek, Ruang Gambir dan Ruang Kantil di RSAB
Harapan Kita Jakarta pada bulan Oktober- November 2009 dengan menggunakan rumus uji beda dua
proporsi dengan metode pengambilan sampel accidental sampling. Pengambilan data dilakukan dengan
-
menggunakan kuesioner. Analisa data yang digunakan adalah analisa univariat dan bivariat berupa uji
chi-square, uji korelasi Spearman dan uji regresi multinomial logistic.
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui faktor-faktor yang berhubungan dengan regresi pada anak
prasekolah saat hospitalisasi adalah jenis kelamin, status penyakit dan support system. Variabel support
system merupakan variabel yang paling dominan berhubungan dengan regresi pada anak prasekolah
saat hospitalisasi. Hasil penelitian menunjukkan 32 % yang menggambarkan proporsi antara support
system adekuat dengan munculnya regresi sedang. Responden pada penelitian ini paling banyak
mengalami regresi sedang (48 %), diikuti oleh regresi ringan (40 %) dan regresi berat (12 %). Oleh
karena itu disarankan kepada keluarga dan perawat supaya memperhatikan kebutuhan anak baik fisik
maupun psikologi.
Daftar Bacaan : 26 (1993-2009)
-
STATE ISLAMIC UNIVERSITY JAKARTA
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENE
NURSING SCIENE
Skripsi, December 2009
PRADITA DWI WIJAYANTI, NIM : 105104003476
FACTORS ASSOCIATED WITH REGRESSION OF PRESCHOOL CHILDREN DURING HOSPITALIZATION IN
HARAPAN KITA CHILDREN AND WOMEN HOSPITAL JAKARTA
( xi + 70 pages, 9 tables, 2 pictures, 16 appendixs )
Abstract
Hospitalization is a process for an emergency reason or plan which requires children to stay in the
hospital undergoing treatment and care to return back to the house. Hospitalization can cause a
regression in child growth and development. Regression is the withdrawal phase of development has
achieved a person into previously developmental stage.This aim of this study is to identification factors
associated with regression of preschool children during hospitalization.
Cross sectional designed was utilized for this study. Population in this study are the parents of
preschool children (3-5 years) who were undergoing hospitalisasi. Samples taken as many as 50
respondents in Larat Room, Anggrek Room, Gambir Room and Kantil Room at RSAB Harapan Kita Jakarta
in October-November 2009 by using the formula test of two proportions with different sampling
methods accidental sampling. Data retrieval is done by using a questionnaire.Analysis of the data used is
the univariate and bivariate analysis of chi-square test, Spearman correlation test and multinomial
logistic regression test.
-
Based on the results of study, known factors associated with regression of pre-school children during
hospitalization are gender, disease status and support system. Support system is the most dominant
variables associated with regression of preschool children during hospitalization. The results showed
that 32% described the proportion of adequate support system with the emergence of middle level of
regression. Most of respondent had middle level of regression (48 %), followed by low level of
regression (40 %) and high level of regression (12 %). Therefore suggested to the family and nurses to
consider the needs of children both physically and psychology.
References : 26 (1993-2009)
-
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK i
KATA PENGANTAR . iii
DAFTAR ISI v
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR x
DARTAR LAMPIRAN xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Perumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitan .... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Hospitalisasi
1. Pengertian 7
2. Reaksi hospitalisasi ..... 8
2.1. Reaksi hospitalisasi pada anak prasekolah .. 9
3. Dampak hospitalisasi ... 11
-
B. Stres . 13
C. Mekanisme Koping . 16
1. Koping adaptif .. 18
2. Koping maladaptive .. 19
D. Regresi
1. Pengertian .. 20
2. Tingkat regresi .. 20
3. Regresi pada anak prasekolah 21
4. Faktor-faktor yang berhubungan dengan regresi 23
E. Penelitian Terkait . 26
F. Kerangka Teori . 28
BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS PENELITIAN, DEFINISI
OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep 30
B. Hipotesis Peneitian .. 31
C. Definisi operasional
1. Variabel bebas .. 32
2. Variabel terikat . 34
BAB 1V METODOLOGI DAN PROSEDUR PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
1. Pendekatan penelitian 37
2. Metodologi penelitian 37
-
B. Subjek Penelitian
1. Populasi .. 38
2. Sampel 38
3. Teknik pengambilan sampel 39
C. Tempat dan Waktu Pelaksanaan 40
D. Etika penelitian .. 40
E. Alat pengumpul data . 41
F. Metode pengumpulan data . 42
G. Pengolahan data . 43
H. Analisis data ... 44
BAB V HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Rumah Sakit . 46
B. Gambaran Umum Sampel Penelitian . 50
C. Validitas Dan Reabilitas Kuesioner ... 51
D. Analisis Data
1. Analisis Univariat . 52
2. Analisis Bivariat 55
BAB VI PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian .. 60
B. Faktor- Faktor Yang Berhubungan Dengan Regresi Anak Prasekolah
Saat Hospitalisasi
1. Analisis Univariat . 62
2. Analisis Bivariat 63
-
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan . 68
B. Saran ... 69
DAFTAR PUSTAKA 71
-
DAFTAR LAMPIRAN
1. Surat izin pengambilan data
2. Surat izin penelitian dari RSAB Harapan Kita Jakarta
3. Surat keterangan pembimbing lapangan
4. Lembar permohonan penelitian
5. Lembaran persetujuan responden
6. Rincian informasi informed consent
7. Kuesioner data demografi
8. Kuesioner status penyakit
9. Kuesioner support system
10. Kuesioner regresi
11. Frekuensi jenis kelamin, status penyakit, dan support system
12. Frekuensi manifestasi reaksi regresi
13. Frekuensi reaksi regresi
14. Hubungan jenis kelamin dengan regresi
15. Hubungan status penyakit dengan regresi
16. Hubungan support system dengan regresi
-
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Variabel support system berhubungan dengan regresi dari
penelitian terdahulu 28
Tabel 3.1. Variabel bebas ... 32
Tabel 3.2. Variabel terikat .. 34
Tabel 5.1. Distribusi frekuensi anak prasekolah berdasarkan jenis
kelamin, status penyakit dan support system .. 52
Tabel 5.2. Distribusi frekuensi manifestasi reaksi regresi pada anak
prasekolah . 54
Tabel 5.3. Distribusi frekuensi reaksi regresi pada anak prasekolah . 55
Tabel 5.4. Hasil analisis hubungan antara jenis kelamin dengan regresi anak
prasekolah 56
Tabel 5.5. Hasil analisis hubungan antara status penyakit dengan regresi
anak prasekolah 57
Tabel 5.6. Hasil analisis hubungan antara support system dengan regresi anak
prasekolah .. 58
-
DARTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Kerangka teori .. 29
Gambar 2.2. Kerangka konsep .. 30
-
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak merupakan aset bangsa yang sangat penting untuk masa depan kehidupan kita
semua. Nilai yang diberikan pada mereka tercermin dalam kesejahteraan yang mereka
terima. Anak dapat gagal memenuhi harapan setiap orang tua apabila anak mengalami suatu
gangguan dimasa kanak-kanak seperti trauma di rumah sakit, sekolah, maupun di rumah
(Sacharin, 1998 dikutip dari Sumaryoko, 2008).
Anak yang dirawat di rumah sakit akan mengalami hambatan dalam proses
pertumbuhan dan perkembangannya. Hal itu terjadi karena keadaan penyakit dan kondisi
psikologi yang dialaminya. Hambatan dalam proses tumbuh kembang banyak terjadi pada
anak yang mengalami penyakit kronik. Survey melaporkan, hambatan dalam proses tumbuh
kembang lebih tinggi terjadi pada penyakit kronik yaitu terjadi hambatan membaca spesifik
serta gangguan psikis misalnya gangguan penyesuaian dengan lingkungan (Simbolon,
1999). Dampak penyakit yang dialami pada anak dengan penyakit akut yaitu mengalami
ketidaknyamanan jasmani, stress emosi, kecemasan, kehilangan kontrol fisik, dan
automatisasi tingkah laku sehingga mengakibatkan rusaknya self image dan self esteem yang
menyebabkan kehilangan identitas diri.
Anak-anak yang dirawat di rumah sakit dalam dua dekade terakhir mengalami
peningkatan pesat. Prosentase anak-anak yang dirawat di rumah sakit ini mengalami
masalah yang lebih serius dan kompleks dibandingkan dengan hospitalisasi tahun-tahun
sebelumnya (Wong, 2007). Lebih dari 6 juta anak mengalami hospitalisasi setiap tahun.
-
Hospitalisasi yang direncanakan atau tidak direncanakan, merupakan hal yang menimbulkan
stress sekaligus tantangan bagi keluarga, kecuali keluarga yang mempunyai persiapan untuk
mendukung anak mereka mendapatkan kenyamanan selama hospitalisasi (Mistra, 2003).
Penelitian yang dilakukan oleh psikolog dalam 30 tahun terakhir, menyebutkan
bahwa 10-30 % dari anak-anak dengan hospitalisasi menderita gangguan psikologi dan
sebanyak 90 % anak anak merasa kecewa dan putus asa karena dirawat di rumah sakit. The
National Centre for Health Statistic memperkirakan bahwa 3-5 juta anak dibawah usia 15
tahun menjalani hospitalisasi setiap tahun. Saat anak-anak dirawat di rumah sakit, mereka
cenderung merasa ditinggalkan oleh keluarganya dan merasa didalam lingkungan yang
sangat asing (Severo, 2009). Angka kesakitan anak di Indonesia yang dirawat di rumah sakit
cukup tinggi yaitu sekitar 35 per 100 anak, yang ditunjukkan dengan selalu penuhnya
ruangan anak baik rumah sakit pemerintah ataupun rumah sakit swasta (Sumaryoko, 2008).
Hospitalisasi pada anak sering menimbulkan perasaan cemas, marah, sedih, takut,
dan rasa bersalah. Penelitian Halstroom, et al, membuktikan bahwa hospitalisasi pada anak
menjadi suatu pengalaman yang dapat menimbulkan trauma, baik pada anak maupun orang
tua (Supartini, 2004).
Hospitalisasi dapat menyebabkan gangguan pada anak seperti kehilangan nafsu
makan, insomnia, mengompol, menghisap jempol, dan sering ditemukan anak-anak
menyalahkan orang tuanya karena membawa mereka ke rumah sakit (Severo, 2009).
Hospitalisasi dapat mengakibatkan anak menjadi regresi dalam pertumbuhan dan
perkembangannya. Regresi adalah mundurnya tahap perkembangan yang telah dicapai
seseorang ke dalam tahap perkembangan sebelumnya, contohnya yaitu anak sering meminta
minum menggunakan botol yang biasanya sudah minum dengan gelas, mengompol dan
-
buang air kecil tidak teratur, atau meningkatnya ketergantungan pada orang tua seperti
meminta digendong. Regresi dapat dikurangi dengan cara melakukan pengkajian
keperawatan yang akurat berdasarkan kemampuan anak dan merencanakan asuhan
keperawatan untuk mendukung dan mempertahankan tahap pertumbuhan dan
perkembangannya (Leifer, 2003).
Regresi terjadi pada semua tahap perkembangan. Seseorang yang mengalami
kejadian yang tidak diinginkan akan menunjukkan reaksi regresi karena regresi merupakan
mekanisme koping yang dilakukan seseorang (Fielding, 1995). Regresi sebagai mekanisme
koping sementara waktu dapat diizinkan, karena memberi perasaan aman sampai anak siap
menghadapi stresor tersebut. Penggunaan regresi sebagai suatu mekanisme pertahanan yang
berkelanjutan harus dihindari.
Faktor yang dapat mempengaruhi interpretasi stimulus yang potensial menjadi
stressor dan kemampuan koping anak diantaranya yaitu usia, persiapan yang diberikan
sebelumnya, pengalaman hospitalisasi yang lalu, support system dari keluarga dan tenaga
kesehatan yang terlibat, serta status penyakit saat ini (Leifer, 2003). Setiap anak akan
mengembangkan pola koping untuk mempertahankan keadaan equilibrium (seimbang)
dalam mempertahankan keadaan yang penuh stres. Koping tersebut dapat bersifat positif
(adaptif) atau negatif (maladaptif).
Alasan peneliti melakukan penelitian ini merupakan hasil observasi selama
melakukan praktek praklinik di rumah sakit, bahwa anak-anak usia 3-5 tahun yang
mengalami hospitalisasi menunjukkan regresi. Anak ketakutan saat melihat perawat, anak
menangis, menendang, dan memukul saat dilakukan tindakan invasif sehingga menyebabkan
terhambatnya proses perawatan anak. Orang tua juga mengatakan anaknya menjadi rewel,
-
gelisah, sering marah, dan merengek ingin pulang. Peneliti juga melihat, anak menjadi tidak
kooperatif saat dilakukan tindakan invasif sehingga menyebabkan terhentinya prosedur yang
harus dilakukan. Regresi tersebut bisa menghambat petumbuhan dan perkembangannya
sehingga jika tidak diatasi akan menyebabkan reaksi yang berkelanjutan sampai anak pulang
dari rumah sakit. Regresi juga menyebabkan bertambahnya lama rawat di rumah sakit jika
reaksi dari regresi anak yang dibiarkan dan tidak dihindari.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini
adalah Bagaimana hubungan antara faktor jenis kelamin, status penyakit, dan support
system dengan regresi pada anak prasekolah.
C. Tujuan Peneltian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui faktor faktor yang berhubungan regresi anak prasekolah saat
hospitalisasi.
2. Tujuan khusus
1. Mengidentifikasi jenis kelamin klien mengenai regresi anak prasekolah saat
hospitalisasi.
-
2. Mengidentifikasi status penyakit klien mengenai regresi anak prasekolah saat
hospitalisasi.
3. Mengidentifikasi support system klien mengenai regresi anak prasekola saat
hospitalisasi.
4. Mengidentifikasi hubungan jenis kelamin klien dengan regresi anak prasekolah
saat hospitalisasi.
5. Mengidentifikasi hubungan status penyakit klien dengan regresi anak prasekolah
saat hospitalisasi.
6. Mengidentifikasi hubungan support system klien dengan regresi anak prasekolah
saat hospitalisasi.
D. Manfaat Penelitian
1. Institusi rumah sakit
Hasil penelitian ini berguna bagi perawat untuk dapat memperhatikan dan mengupayakan
faktor-faktor yang dapat meningkatkan adaptasi anak prasekolah yang mengalami
hosptalisasi sehingga terhindar dari regresi.
2. Ilmu keperawatan
Hasil penelitian ini berguna untuk menggali dan menghubungkan konsep hospitalisasi
dan dampaknya terhadap reaksi regresi pada anak prasekolah.
3. Penelitian selanjutnya
Hasil penelitian ini berguna sebagai bahan dasar untuk penelitian selanjutnya dengan
menggunakan metode eksperimen yaitu membandingkan anak yang mendapatkan support
system yang adekuat dari keluarga dan anak yang tidak mendapat support system
keluarga.
-
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hospitalisasi
1. Pengertian
Hospitalisasi adalah suatu proses karena suatu alasan darurat atau berencana yang
mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit menjalani terapi dan perawatan sampai
pemulangan kembali ke rumah (Dachi, 2006).
Hospitalisasi merupakan bentuk stressor individu yang berlangsung selama individu
tersebut dirawat di rumah sakit. Hospitalisasi merupakan pengalaman yang mengancam bagi
individu karena stressor yang dihadapi dapat menimbulkan perasaan tidak aman (Muhaj,
2009).
-
Pemahaman anak tentang hospitalisasi akan tergantung dari usia anak. Jika anak
yang dirawat di rumah sakit mempunyai kakak atau adik, orang tua harus menjelaskan apa
yang akan terjadi pada saudaranya. Hospitalisasi berpengaruh pada seluruh keluarga
sehingga saudara kandung dapat dipersiapkan untuk berpartisipasi dalam perawatan anak
yang sakit (Yale-New Haven Childrens Hospital, 2007).
2. Reaksi Hospitalisasi
Reaksi anak terhadap sakit dan hospitalisasi dipengaruhi oleh tingkat perkembangan
usia, pengalaman sebelumnya, support system dalam keluarga, keterampilan koping, dan
berat ringannya penyakit (Alawi, 2006).
Anak anak mempunyai reaksi dalam menghadapi hospitalisasi dimulai saat
sebelum masuk rumah sakit, selama hospitalisasi, dan setelah pulang dari rumah sakit.
Perubahan perilaku temporer dapat terjadi selama anak dirawat di rumah sakit sampai
pulang dari rumah sakit. Perubahan ini disebabkan oleh (1) perpisahan dari orang-orang
terdekat, (2) hilangnya kesempatan untuk membentuk hubungan baru, dan (3) lingkungan
yang asing ( Wong, 2007).
Menurut Dachi (2006), reaksi anak terhadap hospitalisasi sesuai dengan tahap
usianya adalah:
1) Masa bayi (0-1 tahun)
Usia anak lebih dari 6 bulan terjadi stanger anxiety, dengan menunjukkan reaksi seperti
menangis keras, pergerakan tubuh yang banyak, dan ekspresi wajah yang tidak
menyenangkan.
-
2) Masa toddler (1-3 tahun)
Sunber utama adalah cemas akibat perpisahan. Respon perilaku anak terhadap perpisahan
dengan tahap sebagai berikut:
- Tahap protes menangis, menjerit, menolak perhatian orang lain.
- Menangis berkurang, anak tidak aktif, kurang menunjukkan minat bermain, sedih,
apatis.
- Pengingkaran/denial
- Mulai menerima perpisahan
- Membina hubungan secara dangkal
- Anak mulai menyukai lingkungannya.
3) Masa prasekolah (3-5 tahun)
Anak prasekolah seringkali mempersepsikan sakit sebagai hukuman, sehingga
menimbulkan reaksi agresif seperti menolak makan, sering bertanya, menangis perlahan,
tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan.
4) Masa sekolah (6-12 tahun)
Perawatan di rumah sakit memaksa anak meninggalkan lingkungan yang dicintai,
meninggalkan keluarga, dan kehilangan kelompok sosial sehingga menimbulkan
kecemasan.
5) Masa remaja (12-18 tahun)
Anak remaja sangat terpengaruh oleh lingkungan sebayanya. Reaksi yang muncul seperti
menolak perawatan atau tindakan yang dilakukan, tidak kooperatif dengan petugas,
bertanya-tanya, menarik diri, menolak kehadiran orang lain.
2.1 Reaksi hospitalisasi pada anak prasekolah
-
Anak prasekolah mempersepsikan sakit sebagai suatu hukuman untuk perilaku
buruk, hal ini terjadi karena anak masih mempunyai keterbatasan tentang dunia sekitar
mereka. Anak mempunyai kesulitan dalam pemahaman mengapa mereka sakit, tidak bisa
bermain dengan temannya, mengapa mereka terluka dan nyeri sehingga membuat mereka
harus pergi ke rumah sakit dan harus mengalami hospitalisasi. Reaksi anak terhadap
hukuman yang diterimanya dapat bersifat passive, cooperative, membantu, anak mencoba
menghindar dari orang tua, dan anak menjadi marah (Alawi, 2008).
Anak prasekolah mengalami hospitalisasi dengan bermacam-macam sebab, seperti
cedera, penyakit infeksi, pembedahan, dan penyakit kronik. Anak prasekolah sesuai dengan
tahap perkembangannya sudah mempunyai sifat bertanya-tanya tentang suatu hal,
kemampuan bahasa yang cukup baik, dan menikmati awal kemandirian mereka, tetapi anak
prasekolah juga membutuhkan kehadiran dan dukungan orang tua dalam hidup mereka
(Potts, 2007).
Pengalaman hospitalisasi lebih mudah diterima oleh anak-anak prasekolah yang
sudah mempunyai kontak dengan lingkungan luar (playgroup dan taman kanak-kanak)
daripada anak-anak prasekolah yang tidak pernah terpisah dari orang tuanya. Anak pada
usia ini sudah dapat berpikir konkrit, mereka dapat lebih memahami dan mereka dapat
dipersiapkan untuk hospitalisasi. Penjelasan tentang prosedur yang dilakukan harus
diberikan secara realistik, karena anak prasekolah tidak dapat memahami penjelasan secara
abstrak. Mereka menyadari bahwa hospitalisasi bukan merupakan hukuman untuk sesuatu
yang salah mereka lakukan ( Leifer, 2003).
Bentuk ketakutan pada anak prasekolah saat hospitalisasi ada dua hal yaitu takut
pada ketidaktahuan dan takut pada keadaan ditinggalkan oleh orang tua. Kelompok usia ini
-
lebih memerlukan persiapan untuk hospitalisasi daripada kelompok usia lain. Hospitalisasi
harus disiapkan dengan baik untuk mengurangi dua ketakutan utama yang telah disebutkan.
Anak anak prasekolah mempunyai imajinasi pada titik tertingginya, bermain
dokter-dokteran merupakan cara yang efektif untuk mempersiapkan anak prasekolah untuk
memulai pengalaman baru di rumah sakit. Anak anak prasekolah dapat ikut membereskan
baju-baju yang akan dibawa ke rumah sakit karena anak akan merasa seperti di rumah
dengan baju yang biasa dia pakai di rumah.
Anak anak prasekolah sangat dipengaruhi perpisahan pada saat hospitalisasi.
Mereka mengekspresikan perasaan mereka dengan menangis kencang dan lebih lama dari
bayi. Anak prasekolah menangis memanggil ibunya berulang kali. Anak mungkin
menghisap jempolnya, memukul kepalanya ke tempat tidur, memeluk selimutnya, atau
masturbasi untuk mendapatkan kenyamanan dari rasa kehilangan. Ibu menjadi cemas karena
anak mereka selalu menangis setiap mereka berkunjung. Anak menangis saat melihat ibunya
karena dengan melihat ibu mengingatkan anak akan kerinduan mereka pada ibunya. Orang
tua merasa khawatir dengan tangisan yang menyambut mereka setiap mereka berkunjung,
padahal tangisan itu menunjukkan emosi anak mereka masih sangat aktif dan menunjukkan
anak tersebut merasa cemas.
3. Dampak Hospitalisasi
Sakit dan hospitalisasi sering menjadi krisis pertama pada anak-anak yang harus
dihadapi. Konsep anak-anak terhadap sakit bahkan lebih penting daripada usia dan
intelektual untuk memprediksi tingkat adjustment sebelum hospitalisasi. Hal tersebut
mungkin atau mungkin tidak dipengaruhi oleh lamanya kondisi penyakit atau hospitalisasi
(Wong, 2003).
-
Dampak hospitalisasi yang dialami bagi anak dan keluarga akan menimbulka stress
dan tidak merasa aman. Jumlah dan efek stress tergantung pada persepsi anak dan keluarga
terhadap kerusakan penyakit dan pengobatan. Selama proses tersebut, bukan saja anak tetapi
orang tua juga mengalami kebiasaan yang asing, lingkungan yang asing, orang tua yang
kurang mendapat dukungan emosi akan menunjukkan rasa cemas. Rasa cemas pada orang
tua membuat stress anak meningkat (Dachi, 2006).
Hospitalisasi merupakan kondisi yang stressful bagi anak, tetapi dapat juga
memberi manfaat. Manfaat yang paling terlihat adalah proses penyembuhan anak dari sakit
dan hospitalisasi juga akan memberikan kesempatan pada anak untuk mengendalikan stress
dan mampu untuk menggunakan kemampuan koping mereka. Lingkungan rumah sakit
membuat anak mempunyai pengalaman sosial baru yang dapat memperluas hubungan
interpersonal mereka (Wong, 2007).
Hospitalisasi menyebabkan kecemasan dan stress pada semua usia. Ketakutan pada
hal-hal yang tidak diketahui selalu menjadi ancaman bagi anak. Anak-anak masih terlalu
muda untuk untuk memahami apa yang sedang terjadi atau takut bertanya pada perawat atau
dokter. Lama rawat yang singkat di rumah sakit lebih sering muncul ketakutan dibandingkan
dengan hospitalisasi yang panjang (Klossner, 2006).
Perawatan di rumah sakit merupakan saat yang menakutkan bagi anak dan
keluarganya. Hal yang paling dikhawatirkan oleh anak-anak adalah mereka merasa akan
disakiti dan asing dengan tenaga kesehatan yang ada di rumah sakit. Perawatan di rumah
sakit akan menjadi lebih mudah bagi anak dan keluarganya dengan beberapa persiapan.
Faktor- faktor yang mempengaruhi hospitalisasi pada anak adalah berpisah dengan
orang tua dan saudara kandung, fantasi-fantasi dan unrealistic anxietas, gangguan kontak
-
sosial jika pengunjung tidak diizinkan menjenguk, nyeri dan komplikasi akibat pembedahan
atau penyakit, prosedur yang menyakitkan, takut akan cacat dan kematian (Alawi, 2008).
Faktor- faktor yang mempengaruhi hospitalisasi pada anak adalah berpisah dengan
orang tua dan saudara kandung, fantasi-fantasi dan unrealistic anxietas, gangguan kontak
sosial jika pengunjung tidak diizinkan menjenguk, nyeri dan komplikasi akibat pembedahan
atau penyakit, prosedur yang menyakitkan, takut akan cacat dan kematian (Alawi, 2008).
B. Stres
Setiap orang mengalami stress dari waktu ke waktu, dan umumnya seseorang dapat
mengatasi stress jangka panjang atau menghadapi stress jangka pendek sampai stress tersebut
berlalu. Stress adalah segala situasi dimana tuntutan non- spesifik mengharuskan seorang
individu untuk berespons atau melakukan tindakan. Stress dapat menyebabkan perasaan
negatif atau yang berlawanan dengan apa yang diinginkan atau mengancam kesejahteraan
emosional. Stress dapat mengganggu cara seseorang dalam menyerap realitas,
menyelesaikan masalah, berpikir secara umum, dan hubungan dengan seseorang (Potter &
Perry, 2005).
Persepsi atau pengalaman individu terhadap perubahan besar menimbulkan stress.
Stimuli yang mengawali atau mencetuskan perubahan disebut stressor. Stressor
menunjukkan suatu kebutuhan yang tidak terpenuhi dan kebutuhan tersebut bisa saja
kebutuhan fisiologis, psikologis, sosial, lingkungan, perkembangan, spiritual, atau
kebutuhan kultural (Potter & Perry, 2005).
Hans Seyle, sorang dokter, pada tahun 1936 dalam buku psikologi abnormal,
memperkenalkan sindrom adaptasi menyeluruh (general adaptation syndrome GAS),
-
suatu gambaran respons biologis untuk bertahan dan mengatasi stress fisik. Terdapat tiga
fase dalam model ini, yaitu:
1. Fase pertama, yaitu reaksi alarm (alarm reaction), system saraf otonom
diaktifkan oleh stress. Jika stress terlalu kuat, terjadi luka pada saluran
pencernaan , kelenjar adrenalain mnbesar, dan thymus menjadi lemah.
2. Fase kedua, resistensi (resistance), organisme beradaptasi dengan stress melalui
berbagai mekanisme koping yang dimiiki.
3. Fase ketiga, jika stressor menetap atau organisme tidak mampu merespon secara
efektif, terjadi suatu tahap kelelahan (exhaustion) yang amat sangat, dan
organisme mati atau menderita kerusakan yang tidak dapat diperbaiki.
Beberapa peneliti mengikuti pendapat Seyle dan menganggap stress sebagai respon terhadap
berbagai kondisi lingkungan, dan didefinisikan berdasarkan kriteria yang sangat beragam
seperti penderitaan emosional, detoriorasi kerja, atau berbagai perubahan tertentu. Masalah
dalam definisi stress berbasis respon ini kriterianya tidak jelas. Berbagai perubahan
fisiologis pada tubuh dapat terjadi sbagai respons terhadap sejumlah stimuli yang dianggap
tidak penuh stress, contohnya mengantisipasi kejadian yang menyenangkan (Davison, Neale
& Kring, 2006).
Peneliti lain melihat stress sebagai stimulus yang seringkali disebut sebagai
stressor dan bukan suatu respons dan mengidentifikasinya dengan berbagai kondisi
lingkungan. Faktor yang dapat mempengaruhi interpretasi stimulus yang potensial menjadi
stressor dan kemampuan koping anak diantaranya yaitu kondisi fisik, kepribadian dan
tempretantrum, situasi dan support keluarga, lingkungan dan budaya, kejadian saat ini,
-
kepercayaan spiritual, tahap perkembangan, jenis kelamin, kemampuan akademik,
kemampuan dan keterampilan mengatasi stress (Jackson & Saunders, 1993).
Stress yang umumnya terjadi karena hospitalisasi yaitu takut dan isolasi. Rasa
takut tersebut disebabkan karena unfamiliarity, lingkungan rumah sakit yang menakutkan,
rutinitas rumah sakit, prosedur yang menyakitkan, dan takut akan kematian. Isolasi
merupakan hal yang menakutkankan bagi semua anak terutama berpengaruh pada anak
dibawah usia 12 tahun. Isolasi dirasakan oleh anak disebabkan karena perawat dan dokter
yang memakai pakaian khusus seperti masker, pakaian isolasi, sarung tangan, penutup
kepala, dan keluarga yang tidak bebas berkunjung. Reaksi emosional ditunjukkan dengan
menangis, marah, dan berduka sebagai bentuk yang normal dalam mengatasi stress karena
hospitalisasi (Alawi, 2008).
Penyebab utama stress pada anak dari semua usia adalah perpisahan, nyeri, dan
takut dengan bagian tubuh yang sakit. Hal ini dipengaruhi oleh tahap perkembangan anak,
partisipasi orang tua, faktor kebudayaan dan ekonomi, kepercayaan spiritual, pengalaman
masa lalu, status kesehatan saat ini, dan faktor lain (Leifer, 2003).
Faktor - faktor risiko seperti tempretantrum, kekecewaan anak dan orang tua, usia,
jenis kelamin laki-laki, intelegensi di bawah rata- rata, serta stress yang berkelanjutan
membuat anak-anak tertentu lebih mudah tersinggung dibandingkan anak lain dalam kondisi
stress saat hospitalisasi (Wong, 2007).
C. Mekanisme Koping
Koping yaitu bagaimana orang berupaya mengatasi masalah atau menangani
emosi yang umumnya negatif yang ditimbulkannya. Seseorang yang menilai suatu situasi
-
sebagai penuh stress dapat menimbulkan efek stress yang bervariasi tergantung pada
bagaimana individu mengahadapi situasi tersebut (Lazarus & Folkman, 2001).
Koping merupakan reaksi dasar dalam menghadapi berbagai peristiwa kehidupan
atau merupakan antisipasi terhadap segala kemungkinan yang terjadi pada diri individu
termasuk sikap proaktif menghadapi tantangan dan upaya mencapai kebutuhan hidupnya.
Koping yang positif dan bermakna bagi diri individu akan sangat berguna untuk
menghindari distress, sehingga dapat merasakan kebahagiaan (Kuntjoro, 2009).
Mekanisme koping adalah cara yang digunakan individu dalam menyelesaikan
masalah, mengatasi perubahan yang terjadi dan situasi yang mengancam baik secara
kognitif maupun perilaku (Mustikasari, 2006). Mekanisme ini biasa disebut sebagai srategi
koping. Strategi koping menolong orang untuk mengatur emosi dan reaksi rhadap situasi
yang amat menekan (stressor). Semua orang memiliki bentuk strategi koping untuk
menghindari tekanan atau stress yang tidak diinginkan. Individu memiliki tingkat koping
yang sesuai dengan pengalaman yang diperoleh dan sifat kepribadiannya (Geber, 1996
dalam Kuntjoro, 2009).
Strategi koping merupakan suatu bentuk problem solving dimana individu
dihadapkan pada masalah yang menyangkut terganggunya kesejahteraan individu tersebut
dan individu belum mengetahui dengan jelas apa yang harus dilakukan. Strategi koping
secara spesifik merujuk kepada hal-hal yang dilakukan individu untuk mengatasi situasi
stress atau mengatasi tuntutan emosional pada saat terjadi stress (Lazarus, 2001). Manusia
memiliki banyak sekali strategi koping dengan berbagai alternatif pilihan yang dapat
mengurangi stress,ada yang bersifat positif (adaptif) namun ada yang tidak sehat dan
negative (maladaptif) tergantung dari keberagaman kepribadian seseorang.
-
Pemahaman anak anak dan mekanisme koping yang digunakan pada saat
hospitalisasi dipengaruhi oleh stressor individu pada tiap fase perkembangan. Stressor yang
utama adalah perpisahan, kehilangan kontrol, bagian tubuh yang cedera, dan perilaku anak
(Leifer, 2003). Setiap anak mempunyai reaksi berbeda dalam menjalani hospitalisasi.
Hospitalisasi bagi keluarga dan anak dapat dianggap sebagai pengalaman yang
mengancam dan menimbulkan stressor. Anggapan tersebut dapat menimbulkan krisis bagi
anak dan keluarga. Hal ini terjadi karena anak tidak memahami mengapa harus dirawat atau
terluka, stress dengan adanya perubahan akan status kesehatan, lingkungan yang asing,
kebiasaan sehari-hari, dan keterbatasan mekanisme koping.
1. Koping Adaptif
Menurut Lazarus, pada dasarnya mekanisme koping ada dua macam yaitu
problem-focused coping dan emotional-focused coping, yaitu usaha yang kuat melalui
pemikiran dan perilaku untuk mengurangi atau mereduksi tekanan berat dari luar apapun
dan dari dalam diri sendiri sehingga dapat mencari solusi (Kuntjoro, 2009).
1.1. Problem-focused coping
a. Konfrontasi, yang merupakan upaya-upaya agresif untuk mengubah keadaan diri.
b. Dukungan sosial adalah upaya-upaya memperoleh kenyamanan emosional dan
informasi dari orang lain.
c. Penyelesaian masalah merupakan koping yang secara nyata berfokus pada upaya
penyelesaian masalah untuk mengatasi keadaan yang dihadapinya.
1.2. Emotional-focused coping
-
a. Penanggulangan peristiwa adalah upaya-upaya seseorang untuk melepaskan diri dari
situasi yang mengakibatkan stress.
b. Penilaian positif merupakan upaya-upaya untuk menemukan arti positif dalam
pengalaman hidup dengan berfokus pada pertumbuhan dan perkembangan
emosional.
c. Pengingkaran merupakan koping yang menjelaskan tentang harapan hidup dan
upaya untuk menghindari atau melarikan diri dari situasi tertentu. Pengingakaran
walaupun berkonotasi negative juga memiliki nilai positif atau adaptif.
2. Koping Maladaptif
Menurut Wong (2007) koping anak prasekolah ketika mengalami perawatan di
rumah sakit menunjukkan koping maladaptive yaitu reaksi perilaku seperti protes, putus asa,
dan regresi.
2.1. Protes
Protes ditunjukkan anak dengan menangis dan merengek dengan suara kencang.
Anak akan menunjukkan perilaku ini dalam beberapa jam atau beberapa hari. Anak menolak
perhatian dari perawat atau orang lain pada saat itu dan hanya menginginkan ibunya untuk
menemaninya.
2.2. Putus asa
Perilaku putus asa kadang-kadang disebut sebagai saat tenang oleh orang-orang
yang tidak memahami proses kerja psikologi. Anak mungkin terlalu larut dalam kesedihan
untuk mengekspresikan apa yang mereka rasakan.
2.3. Regresi
-
Regresi adalah suatu keadaan sementara kembali ke tingkat tumbuh kembang
sebelumnya untuk mengatasi pengalaman yang tidak menyenangkan atau menimbulkan
frustasi. Perilaku yang ditunjukkan adalah gangguan toilet training, gangguan makan,
peningkatan ketergantungan, dan tempertantrum.
D. Regresi
1. Pengertian
Regresi adalah suatu keadaan sementara kembali ke tingkat tumbuh kembang
sebelumnya untuk mengatasi pengalaman yang tidak menyenangkan atau menimbulkan
frustasi (Jackson & Saunders, 1993).
Regresi adalah kemunduran ke tingkat perkembangan sebelumnya atau lebih rendah
dalam fungsi fisik, mental, perilaku, dan intelektual (Muhaj, 2009).
Regresi adalah kembalinya pada tahap perkembangan yang lebih dulu
(http://id.w3dictionary.com).
2. Tingkat Regresi
Salah satu gejala yang paling sering muncul jika masuk dalam lingkungan baru
selama perkembangan adalah meningkatnya berbagai perilaku. Seseorang yang mengalami
situasi frustasi, aktivitas permainannya akan berkurang. Hal ini mengindikasikan bahwa
regresi mempersempit lingkungan psikologis. Regresi akan menjadi sesuatu yang
diperkirakan,jika seseorang terus-menerus dalam situasi frustasi yang tetap.
2.1. Regresi ringan
-
Reaksi regresi seseorang tergantung pada sejauh mana reaksi regresi yang tetap
sebelum terjadinya kondisi yang tidak diinginkan, tingkat sentralitas mereka, dan perbedaan
mereka dari tingkat normal.
2.2. Regresi sedang
Frustrasi melibatkan area tertentu dari seseorang yang dalam keadaan normal menjadi
ketegangan permanen sehingga reaksi regresi lebih banyak muncul tetapi tidak dalam jangka
waktu lama.
2.3. Regresi berat
Terjadi satu bentuk reaksi regresi, akan terjadi bentuk reaksi regresi yang lainnya.
Regresi ini lebih besar dari tingkat regresi lain karena dengan melibatkan jumlah yang lebih
besar dari seseorang dengan tingkat yang lebih tinggi sentralitasnya dan dengan ketegangan
yang meningkat (Lewin, 2004).
3. Regresi Pada Anak Prasekolah
Regresi pada anak prasekolah akibat menderita penyakit atau hospitalisasi biasanya
terlihat pada area toilet training, gangguan makan dan meningkatnya ketergantungan pada
suatu objek seperti boneka. Anak juga menunjukkan reaksi menolak terhadap pembatasan
aktivitas (tempretantrum) seperti menendang, berteriak, menghardik, sedih atau menangis
saat akan dilakukan prosedur (Jakcson & Saunders, 1993).
Toilet training yaitu kemampuan spesifik pada anak prasekolah untuk buang air
kecil, meliputi tetap kering selama 2 jam, buang air kecil teratur, dapat duduk dan bangkit
dari buang air kecil, dapat menyampaikan keinginan buang air kecil kepada orang tua dan
menunda buang air kecil. Contoh umum regresi yang terjadi pada prasekolah adalah
-
perubahan toilet training, dimana anak sering mengompol selama di rumah sakit (Muscari,
2005).
Meningkatnya ketergantungan pada anak terutama ketergantungan anak terhadap
orang tua atau objek pengganti yang dapat meningkatkan rasa aman seperti menghisap
jempol, empeng, memeluk mainan atau boneka dan minum dengan dot (Leifer, 2003).
Gangguan makan yang ditunjukkan pada regresi yaitu mengeluh kurang nafsu makan, mual,
dan tidak mau makan makanan yang diberikan (Ngastiyah, 2005).
Faktor yang mempengaruhi stress akibat hospitalisasi adalah kehilangan fungsi dan
kontrol. Kehilangan fungsi berhubungan dengan terganggunya fungsi motorik dapat
mengakibatkan kurangnya percaya diri pada anak, sehingga tugas perkembangan yang telah
dicapai dapat terhambat. Hal ini membuat anak menjadi regresi seperti mengompol lagi,
menghisap jari dan menolak makan (Alawi, 2008).
Reaksi regresi yang diperlihatkan anak merupakan reaksi normal dan tidak berbeda
dengan reaksi orang tua terhadap stress (merokok beberapa batang, menggigit kuku). Jika
orang tua memahami reaksi tersebut, akan lebih mudah bagi orang tua untuk menerima dan
memahaminya anaknya. Orang tua menginterpretasikan reaksi ini sebagai kenakalan anak
atau iri dengan adanya anggota keluarga baru dalam keluarganya. Orang tua berpandangan
anak mereka mengalami retardasi mental karena terlihat seperti kembali ke tahap tumbuh
kembang sebelumnya. Pengalihan stress adalah cara yang terbaik untuk menolong anak agar
tidak terus-menerus dalam perilaku tersebut. Bentuk kondisi stress yang sudah disebutkan di
atas, bagaimanapun, tidak mudah untuk dialihkan.
Hospitalisasi dapat mengakibatkan anak menjadi regresi dalam pertumbuhan dan
perkembangannya. Regresi dapat dikurangi dengan cara melakukan pengkajian keperawatan
-
yang akurat berdasarkan kemampuan anak dan merencanakan asuhan keperawatan untuk
mendukung dan mempertahankan tahap pertumbuhan dan perkembangannya. Regresi
bagaimanapun tidak seharusnya menjadi hukuman bagi anak. Perawat dapat membimbing
orang tua untuk memuji perilaku yang baik dan mengabaikan regresi. Saat anak bebas dari
stress yang disebabkan oleh regresi, pujian akan memotivasi anak untuk berkelakukan baik
(Leifer, 2003).
4. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Regresi
Regresi pada anak prasekolah behubungan dengan beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi interpretasi stimulus yang potensial menjadi stressor. Menurut Leifer (2003),
kemampuan koping anak yang ditunjukkan dengan regresi berhungan dengan:
a) Usia
Usia individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang tahun (Elisabeth,
1996 dalam Nursalam, 2001).
b) Persiapan yang diberikan sebelumnya
Persiapan yang diberikan orang tua untuk hospitalisasi pada anaknya harus seuai dengan
usia anak. Bayi tidak akan memahami tentang penjelasan apapun. Anak sekolah atau
remaja sudah dapat menerima instruksi yang lebih sulit dibandingkan anak prasekolah.
c) Pengalaman hospitalisasi yang lalu
Pengalaman hospitalisasi yang lalu selalu menimbulkan dampak bagi pasien terutama
anak-anak. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa distress emosional pada anak-anak
sering muncul selama menjalani hospitalisasi atau setelahnya (Luthfi, 2009).
d) Status penyakit
-
Perubahan kesehatan dapat terjadi dalam episode akut atau jangka waktu lama (kronis)
yang dapat menimbulkan regresi sebagai strategi koping pada anak.
e) Jenis kelamin
Anak perempuan pada umumnya lebih adaptif terhadap stressor dibanding anak laki-laki
(Wong, 2007).
f) Support system keluarga
Faktor penting lain yang dapat mengurangi efek stress adalah support system. Anak
anak yang memiliki support system yang kuat akan menunjukkan perilaku yang positif.
Support system yang lemah dapat memberikan efek langsung pada proses proses
biologis (a.l., Uchino, Cacioppo, & Kiecolt-Glaser, 1996). Support system yang lemah
berhubungan dengan peningkatan emosi negatif (Davison, Neale, Kring 2006). Keluarga
sebagai support system utama anak mempunyai peranan yang besar dalam mengatasi
regresi pada anak prasekolah saat hospitalisasi dengan cara (Jackson & Saunders, 1993):
1. Menurunkan kecemasan, yang dilakukan dengan cara:
a. Menerima regresi sebagai respon koping sementara waktu sampai anak
siap untuk menggunakan mekanisme koping yang sesuai dengan tumbuh
kembangnya.
b. Mendampingi anak selama perawatan, prosedur kesehatan dan operasi.
c. Tidak meninggalkan anak tanpa izinnya, walaupun anak sedang tidur.
d. Orang tua berpartisipasi dalam perawatan anak. Khususnya kebutuhan
fisik sehari-hari, seperti mandi, makan, dan kebutuhan lainnya.
e. Berpartisipasi aktif dalam perawatan dan pengkajian kebutuhan yang
diinginkan anak.
-
2. Meminimalkan efek lingkungan yang asing, menurunkan ketakutan, kehilangan
kontrol, dan kesakitan pada bagian tubuh anak., dengan cara:
a. Memberitahu anak dengan penjelasan yang sederhana sebelum prosedur
dilakukan.
b. Mempertahankan disiplin yang konsisten seperti saat di rumah (jika
memungkinkan) seperti waktu tidur dan bangun.
c. Mempertahankan rutinitas yang biasa dilakukan seperti berdoa sebelum
tidur, makan, cuci tangan sebelum dan sesudah makan, toilet training.
d. Mempertahankan kemandirian anak misalnya memberikan pilihan tentang
menu makanan atau pakaian yang akan digunakan.
e. Mengizinkan anak mengeksplorasi lingkungan dalam batas-batas yang
aman, misalnya bermain dengan anak lain yang dirawat dalam unit yang
sama.
f. Bermain terapeutik, kegiatan ini sangat baik untuk meningkatkan
keterampilan bahasa, keterampilan motorik halus dan kasar, mempelajari
lingkungan, mengekspresikan ketakutan, menggunakan fantasi dan
imajinasi untuk mengatasi masalah. Kegiatan bermain yang dapat
dilakukan misalnya bermain puzzle, menggambar dengan pensil warna
atau krayon, finger painting, balok-balok, dan lain-lain.
E. Penelitian Terkait
Menurut Grey dalam buku Nursing Care of Infants and Childrens tahun 2007,
sebagian besar riset menyebutkan bahwa hospitalisasi menyebabkan stress pada anak
-
terutama karena perpisahan dengan orang tua dan nyeri. Stress dapat menyebabkan masalah
fisik dan psikis pada anak. Berdasarkan studi yang tidak dipublikasikan menyebutkan bahwa
ketakutan akibat hosptalisasi pada anak berisiko terjadi penurunan intelektual.
Penelitian dengan judul Functions of Preschool Childrens Questions in Coping
With Hospitalization yang dilakukan oleh Dr. Virginia Pidgeon, profesor di College of
Nursing of The University of Illinois at The Medical centre Chicago, mengambil 24 anak usia
prasekolah dari usia 3-5 tahun, 11 bulan. Pertanyaan diberikan pada orang tua yang menemani
anaknya di rumah sakit dan dikategorikan menggunakan klasifikasi Piaget. Kategorinya
terdiri dari: (a) penjelasan sebab akibat, (b) riwayat penyakit lalu dan saat ini, (c) tindakan
keperawatan, (d) klasifikasi dan evaluasi, (e) peraturan, dan (f) kalkulasi. Presentasi terbesar
dari pertanyaan adalah 53 % tentang tindakan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di rumah
sakit. Presentasi terkecil adalah klasifikasi dan evaluasi sebesar 13 %, riwayat masa lalu dan
saat ini 12 %, dan penjelasan sebab akibat 8 %. Penelitian menunjukkan bahwa anak
prasekolah yang mengalami hospitalisasi memerlukan orientasi untuk tindakan yang
dilakukan tenaga kesehatan di rumah sakit dalam hal aktivitas terapeutik, asuhan keperawatan
sehari-hari, dan aktivitas bermain dan sosial untuk menurunkan tingkat kecemasan.
Penelitian tentang reaksi regresi pada anak toddler yang mengalami hospitalisasi
yang dilakukan Retno Puji Hastuti tahun 2001,mengklasifikasikan regresi menjadi tiga
tingkatan yaitu regresi ringan, regresi sedang, dan regresi berat. Hasil penelitian menunjukkan
support system yang adekuat berpengaruh lebih besar pada reaksi regresi ringan pada anak
toddler sebanyak 19 orang, dan support system yang tidak adekuat berpengaruh lebih besar
pada reaksi regresi berat pada anak toddler sebanyak 4 orang.
Tabel 2.1
-
Variabel support system berhubungan dengan reaksi regresi dari penelitian
terdahulu.
Support system keluarga
Reaksi regresi
Total
Ringan Sedang Berat
Adekuat 3 19 2 24
Tidak adekuat 0 2 4 6
Total 3 21 6 30
F. Kerangka Teori
Menurut Wong (2007), Hospitalisasi merupakan kondisi yang stressful bagi anak,
tetapi dapat juga memberi manfaat. Manfaat yang paling terlihat adalah proses
penyembuhan anak dari sakit dan hospitalisasi juga akan memberikan kesempatan pada
anak untuk mengendalikan stress dan mampu untuk menggunakan kemampuan koping
mereka. Koping anak prasekolah ketika mengalami perawatan di rumah sakit adalah
dengan menunjukkan reaksi perilaku seperti protes, putus asa, dan regresi.
Faktor-faktor yang berhubungan dengan regresi adalah usia, persiapan yang
diberikan sebelumnya, pengalaman hospitalisasi yang lalu, jenis kelamin, support system
dari keluarga dan tenaga kesehatan yang terlibat, dan status kesehatan saat ini (Leifer,
2003).
Stres Hospitalisasi
-
Gambar 2.1 Kerangka teori modifikasi menurut Leifer (2003), Wong (2007), dan
Lazarus & Folkman (2001).
BAB III
Kerangka Konsep, Hipotesis Penelitian, Definisi Operasional
Faktor-faktor yang
berhubungan dengan regresi:
1. Usia
2. Persiapan yang
diberikan sebelumnya
3. Pengalaman
hospitalisasi yang lalu
4. Jenis kelamin
5. Dukungan keluarga
dan tenaga kesehatan
lain
6. Status penyakit saat
ini
Koping maladaptive:
1. Protes
2. Putus asa
3. Regresi
a. Gangguan toilet
training
b. Gangguan makan
c. Peningkatan
ketergantungan
d. tempertantrum
Koping adaptif:
1. Problem-focused
coping
a. Konfrontasi
b. Dukungan sosial
c. Penyelesaian
masalah
2. Emotional-focused
coping
a. Penanggulangan
peristiwa
b. Penialaian positif
c. pengingkaran
-
A. Kerangka Konsep
Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Regresi Anak Prasekolah Saat Hospitalisasi
di RSAB Harapan Kita Jakarta.
Gambar 3.1. Kerangka konsep
Dari kerangka konsep di atas, penelitian ini memfokuskan mencari hubungan 3 variabel
bebas yaitu jenis kelamin, status penyakit, dan support system terhadap regresi anak
prasekolah saat hospitalisasi.
B. Hipotesis penelitian
1. Ada hubungan antara jenis kelamin yang lalu dengan regresi pada anak prasekolah
saat hospitalisasi.
Variabel Terikat
Regresi
Variabel Bebas
1. Jenis kelamin
2. Status penyakit
3. Support system
-
2. Ada hubungan antara status penyakit dengan regresi pada anak prasekolah saat
hosptalisasi.
3. Ada hubungan antara support system dengan regresi pada anak prasekolah saat
hospitalisasi.
C. Definisi Operasional
Tabel 3.1.
No. Variabel Definisi Operasional Cara ukur Alat ukur Hasil ukur Skala
-
1.
2.
Jenis
kelamin
Status penyakit
identitas seksual
anak terdiri atas laki-
laki dan perempuan
Status kondisi
penyakit anak, yaitu:
1.Penyakit akut
2.Penyakit kronik
Wawancara
Wawancara
Kuesioner
Bagian A
tentang
Data demografi.
Kuesioner
Bagian B
tentang
Status
Penyakit no. 2.
0 = Perempuan
1 = Laki-laki
0 = Penyakit
akut, jika
Penyakit yang
timbul secara
tiba-tiba, tidak
menetap, dapat
disembuhkan.
Diagnosa
penyakit akut
beberapa
diantaranya
yaitu diare,
DHF, dan
infeksi usus.
1 = Penyakit
kronis, jika
Penyakit yang
berulang,
menetap, sulit
Nominal
Nominal
-
3.
Support
system
Bantuan yang
diberikan orang tua
untuk mengatasi
regresi pada anak
prasekolah yang
dirawat di RS.
Wawancara
Kuesioner
Bagian C
tentang
Support system
terdiri dari 14
pertanyaan.
disembuhkan.
Diagnosa
penyakit kronis
beberapa
diantaranya
yaitu kanker,
asma, penyakit
jantung
kongenital,
thalasemia.
1.Adekuat jika
skor 57-70
2.Tidak adekuat
jika skor 41-56
Ordinal
2.Variabel terikat yaitu regresi yang diukur oleh 4 sub variabel.
Tabel 3.2.
Variabel Sub variabel Definisi Cara ukur Alat ukur Hasil ukur Skala
-
Operasional
Regresi
-
Gangguan
toilet training
Mundurnya tahap
perkembangan yang
telah dicapai
seseorang ke dalam
tahap perkembangan
sebelumnya.
Mengompol dan
BAK tidak teratur
Dengan 4
komponen
bentuk regresi.
Wawancara
0 = regresi
ringan, jika 3
sub variabel
tidak ada
gangguan.
1 = regresi
sedang, jika 1
dari 4 sub
variabel ada
gangguan.
2 = regresi
berat, jika
lebih dari 2
sub variabel
ada gangguan
Ya, jika
pertanyaan
dijawab ya.
Tidak, jika
pertanyaan
dijawab
tidak.
Ordinal
Ordinal
-
Gangguan makan
Peningkatan
ketergantungan
Tempertantrum
Tidak nafsu makan,
mual, muntah,
makan dalam porsi
kecil.
Lebih tergantung
pada orang tua atau
objek pengganti
seperti boneka atau
mainan, menghisap
jempol, minum
dengan botol.
Ledakan amarah
secara fisik atau
verbal seperti
menendang,
berteriak,
menghardik dan
Wawancara
Wawancara
Wawancara
Kuesioner
Kuesioner
Bagian D
Ya, jika 2
dari 3
pertanyaan
dijawab ya.
Tidak, jika 3
pertanyaan
dijawab
tidak.
Ya, jika 2
dari 4
pertanyaan
dijawab ya.
Tidak, jika 4
pertanyaan
dijawab
tidak.
Ya, jika 1
dari 2
pertanyaan
dijawab ya.
Tidak, jika 2
pertanyaan
Ordinal
Ordinal
Ordinal
-
menangis. dijawab
tidak.
BAB IV
METODOLOGI DAN PROSEDUR PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
-
Data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini adalah berbentuk data kuantitatif
sehingga pendekatan yang akan digunakan adalah kuantitatif. Penelitian dengan
pendekatan kuantitatif adalah penelitian yang menekankan analisisnya pada data-data
numerikal atau angka yang diolah dengan metode statistika. Pendekatan yang digunakan
yaitu point time approach dimana setiap subjek hanya diobervasi sekali saja dan
pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variabel subjek pada saat
pengumpulan data (Nursalam, 2008).
2. Metode Penelitian
Desain studi penelitian ini adalah cross sectional. Di dalam desain ini peneliti
menekankan waktu pengukuran atau observasi data variabel independen dan dependen
hanya satu kali pada satu saat, dimana penelitian ini memiliki tujuan untuk menerangkan
atau menggambarkan tentang faktor-faktor yang berhungan dengan regresi anak
prasekolah saat hospitalisasi.
B. Subjek Penelitian
1. Populasi
Populasi adalah seluruh subjek atau objek dengan karakteristik tertentu yang akan di
teliti (Hidayat, 2007). Populasi pada penelitian ini adalah orang tua dengan anak yang
dirawat di RSAB Harapan Kita Jakarta.
2. Sampel
-
Sampel adalah bagian dari populasi yang terjangkau yang dapat dipergunakan
sebagai subjek penelitian melalui sampling (Nursalam, 2008). Sampel yang ingin peneliti
jadikan responden dalam penelitian ini adalah seluruh populasi orang tua yang
mempunyai anak usia 3-5 tahun yang dirawat di bangsal anak RSAB Harapan Kita
Jakarta.
Untuk menentukan ukuran sampel, peneliti menggunakan rumus Uji Hipotesis Beda
Proporsi sebagai berikut:
( ) ( ) ( )
( )
keterangan :
Z1-/2 : 95 % = 1, 96 (derajat kepercayaan)
Z1- : 80 % = 0,84 (kekuatan uji)
P1 : 12,5 % (proporsi support system dari penelitian yang
yang dilakukan Retno Puji Hastuti tahun 2001)
P2 : 42,5 % (selisih proporsi support system dari
penelitian terdahulu).
P : P1 + P2
2
Berdasarkan perhitungan dengan software sample sized dari WHO, jumlah sampel yang
didapat adalah 45 sampel ditambah cadangan 10 % menjadi 50 sampel.
3. Teknik pengambilan sampel
Teknik sampling merupakan suatu proses seleksi sampel yang digunakan dalam
penelitian dari populasi yang ada, sehingga jumlah sampel akan mewakili keseluruhan
-
populasi yang ada (Hidayat, 2008). Di RSAB Harapan Kita terdapat lima bangsal anak
yang akan dijadikan tempat penelitian. Peneliti akan mengambil sampel yang memenuhi
kriteria dari tiap bangsal pada saat itu sehingga mencapai sampel yang dibutuhkan yaitu
50 sampel. Sampel pada penelitian ini adalah probability sampling jenis accidental
sampling.
Adapun kriteria inklusif sampel yang diambil yaitu:
1. Ayah atau ibu atau anggota keluarga lain yang menunggu anaknya selama dirawat
di rumah sakit.
2. Mempunyai anak usia 3-5 tahun yang dirawat di rumah sakit hari ke-2 dan
seterusnya.
3. Ayah atau ibu atau anggota keluarga lain yang anaknya menderita penyakit kronik
atau akut dan menjalani perawatan di rumah sakit.
4. Dapat membaca dan menulis.
5. Sehat jasmani dan rohani.
C. Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Penelitian sudah dilaksanakan di bangsal anak RSAB Harapan Kita Jakarta, dan
penelitian ini dilaksanakan mulai Oktober sampai November 2009.
D. Etika Penelitian
Secara umum prinsip etika dalam penelitian atau pengumpulan data dibedakan menjadi
tiga, yaitu:
-
1. Prinsip manfaat
a. Bebas dari penderitaan
Penelitian harus dilaksanakan tanpa mengakibatkan penderitaan kepada subjek,
khususnya jika menggunakan tindakan khusus.
b. Bebas dari eksploitasi
Partisipasi subjek dalam penelitian harus dihindarkan dari keadaan yang tidak
menguntungkan dan tidak merugikan subjek.
c. Benefits ratio
Penelitian harus hati-hati mempertimbangkan resiko dan keuntungan yang akan
berakibat kepada subjek pada setiap tindakan.
2. Prinsip menghargai hak-hak subjek
a. Hak untuk ikut atau tidak menjadi responden, harus dihargai dan subjek harus
diperlakukan secara manusiawi. Subjek mempunyai hak untuk memutuskan apakah
bersedia menjadi subjek atau tidak.
b. Hak untuk mendapatkan jaminan dari perlakuan yang diberikan, peneliti harus
menjelaskan secara rinci serta bertanggung jawab jika ada sesuatu yang terjadi kepada
subjek.
c. Informed consent
Subjek harus mendapatkan informasi secara lengkap tentang tujuan penelitian yang
akan dilaksanakan. Pada informed consent juga perlu dicantumkan bahwa data yang
diperoleh hanya akan dipergunakan untuk pengembangan ilmu.
-
E. Alat Pengumpulan Data
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner yang berisi
pertanyaan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi regresi yang harus dijawab oleh
responden. Kuisioner adalah suatu alat pengumpulan data mengenai suatu masalah yang
umumnya banyak menyangkut kepentingan umum/orang banyak (Notoatmodjo, 2002).
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuesioner yang terdiri atas 4
bagian, yaitu:
Kuesioner bagian A berupa isian tentang data demografi: 1) jenis kelamin, 2) umur anak,
3) hubungan responden dengan anak.
Kuesioner bagian B berkaitan dengan faktor status penyakit meliputi: 1) diagnosa
penyakit saat ini, 2) lama rawat di rumah sakit.
Kuesioner bagian C berkaitan dengan faktor support system terdiri dari 14 pertanyaan,
meliputi:
1. Bantuan orang tua menurunkan kecemasan
2. Mempertahankan kebiasaan/rutinitas sehari-hari
3. Mempertahankan otonomi/kemandirian
4. Mempertahankan sosialisasi dan aktivitas bermain
Kuesioner bagian D berkaitan dengan regresi pada anak prasekolah sebanyak 10 buah,
meliputi:
1. Gangguan toilet training
2. Gangguan makan
3. Peningkatan ketergantungan
-
4. Tempertantrum
F. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilaksanakan dengan menggunakan kuesioner dengan prosedur
sebagai berikut:
1. Pendekatan dengan kepala ruangan setelah mendapat izin dari direktur rumah
sakit berdasarkan permohonan dari institusi pendidikan.
2. Mengidentifikasi sampel yang memenuhi kriteria.
3. Mengadakan pendekatan dengan calon responden dengan memperkenalkan diri
dan menunjukkan surat izin penelitian.
4. Membina hubungan saling percaya dengan responden.
5. Mempersilahkan responden untuk menandatangani surat persetujuan (jika
bersedia menjadi responden).
6. Memberikan penjelasan tentang cara pengisian kuesioner.
7. Memberi kesempatan kepada responden untuk mengisi kuesioner dan bertanya
kepada peneliti jika ada hak yang kurang jelas.
8. Mengumpulkan kuesioner yang telah diisi oleh responden.
9. Mengakhiri pertemuan dengan responden.
10. Bila ada lembar kuesioner yang tidak terisi lengkap sesuai petunjuk, tidak
diikutsertakan dalam penelitian.
G. Pengolahan data
Dalam proses pengolahan data peneliti mengunakan langkah-langkah pengolahan
data diantaranya:
-
1. Editing
Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data atau formulir kuesioner
yang diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap pengumpulan data
atau setelah data terkumpul.
2. Coding
Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang terdiri
atas beberapa kategori. Pemberian kode ini sangat penting bila pengolahan dan analisis
data menggunakan komputer. Biasanya dalam pemberian kode dibuat juga daftar kode
dan artinya dalam satu buku (code book) untuk memudahkan kembali melihat lokasi dan
arti suatu kode dari suatu variabel.
3. Entry data
Data entri adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan kedalam master
tabel atau data base komputer, kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana atau
bisa dengan membuat tabel kontingensi.
4. Processing data
Setelah semua isian kuesioner tersisi penuh dan benar, dan juga data sudah dikoding,
maka langkah selanjutnya adalah memproses data agar dianalisis. Proses pengolahan data
dilakukan dengan cara memindahkan data dari kuesioner ke paket program komputer
pengolahan data statistic.
5. Cleaning data
Cleaning data merupakan kegiatan memeriksa kembali data yang sudah dimasukkan,
apakah ada kesalahan atau tidak. Kesalahan mungkin terjadi pada saat memasukkan data
ke komputer.
-
H. Analisis data
1. Analisis Univariat
Analisa univariat dilakukan secara deskriptif, yaitu menampilkan tabel frekuensi
tentang karakteristik responden sebagai variabel independen dalam penelitian ini yaitu
faktor-faktor yang mempengaruhi regresi (usia, jenis kelamin, support system).
Sedangkan variabel dependen yaitu regresi pada anak prasekolah.
Prosentase variabel akan diperoleh dari data rata-rata tiap sub variabel dibagi jumlah rata-
rata tiap sub variabel lalu dikalikan 100 %.
2. Analisis Bivariat
Teknik analisa yang dilakukan yaitu dengan analisa chi square dan korelasi Spearman
dengan menggunakan derajat kepercayaan 95 % dengan 5%, sehingga jika nilai P (p
value) 0,05 berarti hasil perhitungan statistik bermakna (signifikan) atau menunjukkan
ada hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen, dan apabila nilai p
value > 0,05 berarti hasil perhitungan statistik tidak bermakna atau tidak ada hubungan
antara variabel dependen dengan variabel independen.
-
BAB V
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Rumah Sakit
Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita yang disingkat RSAB Harapan
Kita didirikan dan dibangun oleh Yayasan Harapan Kita yang diketahui oleh Ibu Tien
Soeharto yang kemudian diresmikan oleh Bapak Soeharto, Presiden Republik Indonesia
waktu itu, pada tanggal 22 Desember 1979 bertepatan dengan Hari Ibu Nasional dan
Tahun Anak Sedunia. Gagasan ini didasarkan pada keyakinan bahwa anak-anak adalah
tunas bangsa yang dapat mengangkat derajat bangsa Indonesia dimasa yang akan datang
ke tingkat yang lebih terhormat dan dikagumi oleh bangsa lain. Pada saat itu dilakukan
pula penyerahan kepemilikan RSAB Harapan Kita kepada Pemerintah Republik
Indonesia melalui Presiden Republik Indonesia, dengan maksud seluruh asetnya akan
dimiliki oleh bangsa dan Negara Republik Indonesia.
Visi & Misi RSAB Harapan Kita
Visi RSAB Harapan Kita adalah Rumah Sakit rujukan nasional kesehatan anak dan
bunda tahun 2010. Sejalan dengan perkembangan pelayanan, tahun 2010 mendatang
diharapkan RSAB Harapan Kita dapat menjadi rujukan nasional terutama untuk kasus
perinatologi anak dan kebidanan. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang diberikan
sesuai dengan standar profesi.
-
Misi RSAB Harapan Kita adalah memberikan pelayanan rujukan nasional kesehatan
untuk anak dan bunda dalam konteks keluarga secara professional dengan kepuasaan
pelanggan sebagai komitmen bersama yang kemudian diarahkan sebagai berikut:
a. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan anak dan bunda yang berpihak pada rakyat,
yang meliputi: pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
b. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan anak dan bunda yang bermutu dan pelayanan
penunjang medik kesehatan dalam konteks keluarga.
c. Menyelenggarakan pendidikan, penelitian dan usaha lain dalam bidang kesehatan
lain.
d. Menyelenggrakan penelitian dan pengembangan di bidang kesehatan anak dan bunda.
Sejalan dengan perkembangan pelayanan, tahun 2010 mendatang diharapkan RSAB
Harapan Kita menjadi rujukan nasional terutama untuk kasus perinatologi anak dan
kebidanan. Pelayanan kesehatan yang diberikan sesuai dengan siklus tumbuh kembang
dan pelayanan prima untuk keluarga secara utuh dan menyeluruh, tidak hanya untuk anak
dan bunda tetapi pelayanan juga berawal dari konseling pra nikah hingga nikah, hamil,
bersalin/melahirkan, dan masalah kesehatan wanita yang terkait dengan sistem tumbuh
lainnya, pelayanan anak sakit, anak sehat dan anak cacat sampai usia 18 tahun.
Pelayanan yang diberikan sesuai Core Business RSAB Harapan Kita
dikelompokkan dalam 9 instalasi pelayanan meliputi:
Rawat Jalan
Rawat Inap
Bedah Sentral dan RRS
UGD dan ICU
-
Perinatal Resiko Tinggi
Rehabilitasi Medik
Laboratorium
Radiologi
Farmasi
Penelitian dilakukan di empat ruangan rawat inap anak yaitu Ruang Larat, Ruang
Anggrek, Ruang Gambir dan Ruang Kantil.
Program pelayanan yang diunggulkan untuk terakreditasi secara nasional pada tahun
2010 adalah:
a. Jakarta In Vitro Fertilization (IVF) Centre
b. Perinatal Risiko Tinggi
c. Pelayanan Terpadu Celah Bibir dan Langit-langit
Disamping itu program pengembangan pelayanan yang disiapkan menjadi unggulan di
masa yang akan datang meliputi:
a. Poliklinik Terpadu Anak Berkualitas.
b. Klinik Khusus Tumbuh Kembang Anak.
c. Klinik Terapi Janin.
d. Klinik Anak Obesitas.
Kegiatan pelayanan RSAB Harapan Kita adalah sebagai berikut:
a. Kegiatan pelayanan 24 jam dan Bedah Sentral:
Unit Gawat Darurat.
-
Laboratorium.
Radiologi.
Tim Bedah, Tim Perinatologi dan dokter jaga ruangan.
Farmasi.
Pelayanan ambulans.
b. Pelayanan Khusus:
Infertilitas dan reproduksi manusia (bayi tabung)
Klinik Tumbuh Kembang Anak
Klinik Celah Bibir dan Langit-langit (program sehati)
Perinatal resiko tinggi
Poliklinik Terpadu Anak Sehat (POTAS)
c. Pelayanan Rawat Inap Anak dan Bunda:
Perawatan Intensif (ICU dan NICU)
Kamar Bersalin
Ruang Rawat Sehari
Perawatan Anak dan Bunda
d. Pelayanan Rawat Jalan:
Klinik rawat jalan meliputi pelayanan Spesialistik dan Subspesialistik
kesehatan anak.
Pelayanan kesehatan kebidanan dan kandungan meliputi: klinik Anyelir dan
Flamboyan.
-
Pelayanan kesehatan non anak non kebidanan meliputi: klinik penyakit dalam,
saraf, mata, THT, psikologi, kulit dan kelamin, pelayanan gigi dan mulut serta
rehabilitasi medik.
e. Pelayanan Penunjang:
Pusat sterilisasi dan sarana sandang.
Unit Pemulasaraan Jenazah.
Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS).
B. Gambaran Umum Sampel Penelitian
1. Ayah atau ibu atau anggota keluarga lain yang menunggu anaknya selama dirawat di
rumah sakit.
2. Mempunyai anak usia 3-5 tahun yang dirawat di rumah sakit hari ke-2 dan
seterusnya.
3. Ayah atau ibu atau anggota keluarga lain yang anaknya menderita penyakit kronik
atau akut dan menjalani perawatan di rumah sakit.
4. Mempunyai anak yang baru pertama kali dirawat di rumah sakit.
5. Dapat membaca dan menulis.
6. Sehat jasmani dan rohani.
C. Validitas dan Reabilitas Kuesioner
Validitas dan reabilitas kuesioner yang digunakan untuk penelitian ini
dilakukan pada 30 orang tua yang memiliki anak usia prasekolah, yang terdiri dari: 18
anak laki-laki dan 12 anak perempuan. Responden tersebut bukan subjek dari sampel
-
penelitian. Kuesioner ini termasuk sudah reliabel karena kuesioner ini pada tanggal 29
September 16 Oktober 2009 dilakukan uji validitas dan reabilitasnya di RSAB
Harapan Kita Jakarta.
Hasil uji coba terhadap masing-masing pertanyaan tentang faktor-faktor yang
berhubungan dengan regresi anak prasekolah saat hospitalisasi didapatkan nilai alpha
cronbachs < 0,700, sehingga penulis memodifikasi pertanyaan hingga akhirnya
mencapai nilai alpha cronbachs 0,715. Dengan demikian kuesioner ini reliabel.
D. Analisis Data
Pada bab ini peneliti akan menyajikan data hasil penelitian jenis kelamin, status
penyakit, support system, dan regresi pasien anak prasekolah saat hospitalisasi di RSAB
Harapan Kita tahun 2009, yang berjumlah 50 orang. Penelitian ini dilakukan dengan
menyebarkan kuesioner kepada responden. Hasil dari pegumpulan data ini disajikan
dalam bentuk tabel yang terdiri dari hasil univariat dan bivariat, analisa univariat akan
dilakukan untuk mendeskripsikan masing-masing variabel dengan menggunakan
distribusi frekuensi dengan ukuran prosentase sedangkan analisa bivariat akan dilakukan
untuk melihat adanya hubungan antara variabel bebas dengan variabel terkait.
1. Analisis Univariat
-
Bagian ini akan dijelaskan deskripsi data hasil penelitian dari masing-masing
variabel dari 50 responden yaitu variabel jenis kelamin, status penyakit, support system
dan variable reaksi regresi.
a. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Status Penyakit dan Support
System Pasien
Tabel 5.1
Distribusi frekuensi anak prasekolah berdasarkan jenis kelamin, status penyakit dan
support system yang dirawat di Ruang Larat, Ruang Anggrek, Ruang Gambir dan
Ruang Kantil RSAB Harapan Kita Jakarta tahun 2009.
( n = 50 )
Variabel Karakteristik Frekuensi %
Jenis Kelamin
Laki-laki 28 56
Perempuan 22 44
Status Penyakit
Akut 34 68
Kronik 16 32
-
Support system
Adekuat 32 64
Tidak Adekuat 18 36
Berdasarkan jenis kelamin, anak usia prasekolah, anak laki-laki (56 %) lebih
banyak dibandingkan jenis anak perempuan (44%).
Berdasarkan status penyakit, anak dengan penyakit akut (68%) lebih banyak
dibandingkan penyakit kronik (32%).
Berdasarkan support system, terlihat bahwa responden lebih banyak yang
memiliki support system adekuat (64%) dibandingkan dengan responden yang memiliki
support system tidak adekuat (36 %).
b. Distribusi Frekuensi Manifestasi Reaksi Regresi Pasien
Regresi pada anak prasekolah mempunyai 4 bentuk yaitu gangguan toilet
training, gangguan makan, peningkatan ketergantungan dan tempertantrum.
Tabel 5.2
Distribusi frekuensi manifestasi reaksi regresi pada anak prasekolah yang dirawat di
Ruang Larat, Ruang Anggrek, Ruang Gambir dan Ruang Kantil RSAB Harapan Kita
Jakarta tahun 2009.
( n = 50 )
No. Reaksi Regresi
Ya Tidak
Frekuensi % Frekuensi %
1. Gangguan Toilet Training 5 10 45 90
-
2. Gangguan Makan 37 74 13 26
3. Peningkatan Ketergantungan 11 22 39 78
4. Tempertanrum 29 58 21 42
Tabel diatas terlihat bahwa dari 4 bentuk reaksi regresi, anak yang mengalami
gangguan makan memiliki persentase terbesar sebanyak 74 %, tempertantrum 58 %,
penigkatan ketergantungan 22 % dan gangguan toilet training memiliki persentase
terkecil sebanyak 10 %.
c. Distribusi Frekuensi Reaksi Regresi Pasien
Tabel 5.3
Distribusi frekuensi reaksi regresi pada anak prasekolah yang dirawat di Ruang Larat,
Ruang Anggrek, Ruang Gambir dan Ruang Kantil di RSAB Harapan Kita Jakarta tahun
2009.
( n = 50 )
No. Reaksi Regresi Frekuensi Persentase ( % )
1. Ringan 20 40
2. Sedang 24 48
3. Berat 6 12
-
Tabel diatas terlihat bahwa anak yang mengalami reaksi regresi sedang (48%) lebih
banyak dibandingkan anak yang mengalami reaksi regresi ringan (40%) dan reaksi
regresi berat (12 %).
2. Analisis Bivariat
Analisa bivariat dalam penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara faktor-
faktor yang berhubungan dengan regresi yaitu jenis kelamin, status penyakit dan support
sistem dengan regresi anak prasekolah saat hospitalisasi di RSAB Harapan Kita Jakarta
tahun 2009. Analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah chi square dan korelasi
Spearman.
Dari hasil penelitian, dapat dijelaskan pada tiap variabel sebagai berikut:
Tabel 5.4
Hasil analisis hubungan antara jenis kelamin dan reaksi regresi anak usia prasekolah saat
hospitalisasi di Ruang Larat, Ruang Anggrek, Ruang Gambir dan Ruang Kantil RSAB
Harapan Kita Jakarta tahun 2009.
( n = 50 )
Jenis Kelamin
Reaksi Regresi
P value Ringan Sedang Berat Total
n % n % n % n %
Laki-laki 10 20 15 30 3 6 28 56
0,656
Perempuan 10 20 9 18 3 6 22 44
Tabel 5.4 memperlihatkan dari 50 responden didapatkan 20 % anak dengan
jenis kelamin laki-laki mengalami regresi ringan, 30 % mengalami regresi sedang, dan 6
-
% mengalami regresi berat. 20 % anak dengan jenis kelamin perempuan mengalami
regresi ringan, 18 % mengalami regresi sedang dan 6 % mengalami regresi berat.
Hasil uji statitik didapatkan p value = 0,656 ( = 0,05), dengan demikian p
value lebih besar dari alpha sehingga Ho diterima. Dapat disimpulkan bahwa tidak ada
hubungan antara jenis kelamin dengan regresi anak prasekolah saat hospitalisasi di RSAB
Harapan Kita Jakarta tahun 2009.
Tabel 5.5
Hasil analisis hubungan antara status penyakit dan reaksi regrsi anak usia prasekolah saat
hospitalisasi di Ruang Larat, Ruang Anggrek, Ruang Gambir dan Ruang Kantil RSAB
Harapan Kita Jakarta tahun 2009.
( n = 50 )
Status Penyakit
Reaksi Regresi
P value Ringan Sedang Berat Total
n % n % n % n %
Akut 13 26 17 34 5 10 35 70
0,433
Kronik 7 14 7 14 1 2 15 30
Tabel 5.5 memperlihatkan dari 50 responden didapatkan 26 % anak dengan
status penyakit akut mengalami regresi ringan, 34 % dengan status penyakit akut
mengalami regresi sedang dan 10 % dengan status penyakit akut mengalami regresi berat.
14 % anak dengan status penyakit kronik mengalami regresi ringan, 14 % dengan status
penyakit kronik mengalami regresi sedang dan 2 % dengan status penyakit kronik
mengalami regresi berat.
-
Hasil uji statitik didapatkan p value = 0,433 ( = 0,05), dengan demikian p
value lebih besar dari alpha sehingga Ho diterima. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak
ada hubungan antara status penyakit dengan regresi anak prasekolah saat hospitalisasi di
RSAB Harapan Kita Jakarta tahun 2009.
Tabel 5.6
Hasil analisis hubungan antara support system dan reaksi regrsi anak usia prasekolah saat
hospitalisasi di Ruang Larat, Ruang Anggrek, Ruang Gambir dan Ruang Kantil RSAB
Harapan Kita Jakarta tahun 2009.
( n = 50 )
Support System
Reaksi Regresi
P value OR Ringan Sedang Berat Total
n % n % n % n %
Adekuat 16 32 16 32 0 0 32 64
0,003 0,500
Tidak Adekuat 4 8 8 16 6 12 18 36
Tabel 5.6 memperlihatkan dari 50 responden didapatkan 32 % responden
dengan support system adekuat mengalami regresi ringan, 32 % dengan support system
adekuat mengalami regresi sedang dan 0 % dengan support system adekuat mengalami
regresi berat. 8 % responden dengan support system tidak adekuat mengalami regresi
ringan, 16 % dengan support system tidak adekuat mengalami regresi sedang dan 12 %
dengan support system tidak adekuat mengalami regresi berat.
-
Hasil uji statitik didapatkan p value = 0,003 ( = 0,05), dengan demikian p
value lebih kecil dari alpha sehingga Ho ditolak. Dapat disimpulkan bahwa ada hubungan
antara support system dengan regresi anak prasekolah saat hospitalisasi di RSAB
Harapan Kita Jakarta tahun 2009 dan diketahui nilai OR= 0,500 hal ini berarti bahwa
responden yang memiliki support system adekuat beresiko mengalami regresi sedang
0,500 kali dari respoden yang tidak memiliki support system tidak adekuat.
-
BAB VI
PEMBAHASAN
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif korelatif dengan pendekatan cross
sectional. Deskriptif yang dimaksud adalah untuk mendapatkan gambaran tentang jenis
kelamin, status penyakit dan support system responden di RSAB Harapan Kita Jakarta tahun
2009 secara objektif. Adapun korelatif yang dimaksud adalah untuk melihat kaitan antara
beberapa variabel independen (jenis kelamin, status penyakit, support system) berhubungan
atau tidak dengan variabel dependen (regresi).
Pada pembahasan ini akan dibandingkan antara konsep dan hasil penelitian dari
jawaban responden. Selain itu akan diuraikan pula keterbatasan penelitian yang dikaitkan
dengan besar sampel, jenis desain, bentuk instrument. Demikian halnya dengan kesimpulan
yang dikaitkan dengan konsep keperawatan terutama pada area yang spesifik dan manfaat
bagi keperawatan sendiri.
A. Keterbatasan Penelitian
1. Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional, penelitian hanya dilakukan satu kali
pada satu waktu bersamaan. Berarti bahwa pengukuran semua variabel yang diteliti
dilakukan pada saat bersamaan. Teknik penelitian dilakukan dengan memberikan kuesioner
yang berisikan pernyataan dan pertanyaan tentang veriabel yang diteliti dan kuesioner
-
tersebut dibacakan oleh peneliti yang diisi juga oleh peneliti atau respoden sendiri yang
mengisinya sesuai dengan jawaban responden.
2. Jumlah sampel pada penelitian ini sebesar 50 responden. Kerena berbagai keterbatasan peneliti
serta banyaknya pasien RSAB Harapan Kita yang tidak memenuhi kriteria intrinsik
responden, maka pada penelitian ini peneliti hanya dapat mengumpulkan sebanyak 50
responden.
3. Adanya kemungkinan terjadi bias karena faktor kesalahan interpretasi responden dalam
menangkap maksud dari pernyataan dan pertanyaan yang sebenarnya. Sehingga dampak yang
didapat adalah ketidaksesuaian antara jawaban yang diharapkan dari beberapa pernyataan dan
pertanyaan pada kuesioner.
Setiap orang tua yang mempunyai anak usia 3-5 tahun dari hasil penelitian menurut
jawaban responden pada umumnya mempunyai support system adekuat dan mengalami regresi
sedang akibat hospitalisasi. Hal ini karena dilihat dari data tabel 5.6 responden mempunyai
support system adekuat karena mengetahui pentingnya dukungan keluarga dalam proses
penyembuhan anaknya. Namun tidak semua responden mempunyai support system adekuat dan
mengalami regresi sedang , oleh karenanya peneliti ingin membahas faktor-faktor apa saja yang
berhubungan dan tidak berhubungan dengan regresi anak prasekolah saat hospitalisasi.
-
B. Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Regresi Anak Prasekolah
Saat Hospitalisasi di RSAB Harapan Kita Jakarta
1. Analisis Univariat
Hasil penelitian tentang jenis kelamin anak didapatkan proporsi sebesar 56 % yang
berjenis kelamin laki-laki dan merupakan proporsi terbesar dibanding anak yang berjenis
kelamin perempuan sebesar 44 %.
Proporsi diatas menggambarkan bahwa sebagian besar anak berjenis kelamin laki-laki,
hal ini sesuai dengan beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa distress emosional pada
anak-anak sering muncul selama menjalani hospitalisasi dan akan menyebabkan stressor
(Luthfi, 2009). Anak perempuan pada umumnya lebih adaptif terhadap stressor dibanding
anak laki-laki (Wong,2007) sehingga anak laki-laki lebih banyak yang dirawat di rumah sakit
dibandingkan dengan anak perempuan.
Hasil penelitian tentang status penyakit anak didapatkan proporsi sebesar 68 %
dengan status penyakit akut dan merupakan proporsi terbesar dibanding anak dengan status
penyakit kronik sebesar 32 %.
Proporsi diatas menunjukan bahwa sebagian besar anak dirawat dengan status
penyakit akut karena penyakit akut merupakan penyakit yang timbul secara tiba-tiba,tidak
menetap,dapat disembuhkan dan anak hanya mengalami perawatan di rumah sakit selama 1-2
minggu (Jackson & Saunders, 1993).
Penyakit kronik adalah penyakit yang berulang, menetap dan sulit disembuhkan,anak
dirawat di rumah sakit selama 1 bulan dalam setahun atau sejak ditetapkannya diagnosa
(Jackson & Saunders, 1993). Anak prasekolah yang dirawat di RSAB Harapan Kita dengan
penyakit kronik sebagian besar menderita thalasemia dan leukemia yang memerlukan transfusi
-
darah dan kemoterapi berulang selama 1 minggu sekali atau jika kondisi kesehatannya
menurun. Peneliti melakukan penelitian setiap hari selama 1 bulan sehingga anak yang dirawat
lebih banyak dengan status penyakit akut yang lama rawatnya tidak terlalu lama.
Hasil penelitian tentang support system responden didapatkan proporsi sebesar 64%
yang mempunyai support system adekuat dan merupakan proporsi terbesar dibanding
responden yang mempunyai support system tidak adekuat sebesar 36%.
Proporsi diatas menunjukan bahwa sebagian besar responden mempunyai support
system adekuat. Hal ini berarti pada umumnya responden mempunyai dukungan yang positif
untuk merawat anak mereka selama perawatan dengan memenuhi kebutuhan anak sekaligus
memelihara perasaan anak sepanjang proses perawatan. Sesuai pendapat Jackson & Saunders
(1993), keluarga sebagai support system utama anak mempunyai peranan yang besar dalam
mengatasi regresi pada anak prasekolah saat hospitalisasi.. Adapun masih ada responden
yang mempunyai support system tidak adekuat.
2. Analisis Bivariat
Dari hasil penelitian hubungan jenis kelamin dengan regresi tampak presentase
responden pada masing-masing kategori. Jenis kelamin laki-laki yang mengalami regresi
ringan sebesar 20 %, regresi sedang sebesar 30 % sementara regresi berat sebesar 6 %. Jenis
kelamin perempuan yang mengalami regresi ringan sebesar 20 %, regresi sedang sebesar 18 %
dan regresi berat sebesar 6 %.
Setelah dilakukan uji korelasi didapatkan hasil dengan P value = 0,656 (Pvalue >
0,05). Hasil uji diatas diketahui bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan
regresi pada anak prasekolah saat hospitalisasi di RSAB Harapan Kita Jakarta.
-
Hasil penelitian tidak sesuai dengan pendapat Wong (2007) yang menyatakan Anak
perempuan pada umumnya lebih adaptif terhadap stressor dibanding anak laki-laki. Stimuli
yang mengawali atau mencetuskan perubahan disebut stressor. Stressor menunjukkan suatu
kebutuhan yang tidak terpenuhi dan kebutuhan tersebut bisa saja kebutuhan fisiologis,
psikologis, sosial, lingkungan, perkembangan, spiritual, atau kebutuhan kultural (Potter &
Perry, 2005). Selama hospitalisasi anak-anak mengalami stress akan kebutuhan psikologis
seperti perhatian dari orang tua dan keluarga, kebutuhan sosial seperti bertemu dengan teman-
temannya, kebutuhan lingkungan seperti anak ingin berada di lingkungan rumahnya dan
kebutuhan perkembangan seperti bermain dengan teman sebaya. Anak laki-laki merupakan
salah satu faktor risiko yang membuat anak-anak tertentu lebih mudah tersinggung
d