Dsc
-
Upload
siti-jari-handayani -
Category
Documents
-
view
90 -
download
13
Transcript of Dsc
DTA (Differential Thermal Analysis) dan DSC (Differential
Scanning Calorimetry)
DTA (Differential Thermal Analysis)
DTA (Differential Thermal Analysis)
Analisa termal diferensial adalah suatu teknik pembandingan suhu dari sampel
dengan material referen inert dimana temperatur tersebut harus terprogram (temperatur
berbanding lurus dengan waktu). Hal ini disebabkan karena perubahan temperatur bisa
mempengaruhi perubahan fisika sampel seperti perubahan fasa dan perubahan kimia yang
terjadi pada material referen tersebut seperti perubahan entalpi dan perubahan suhu dari
material tersebut. Suhu sampel dan referen akan sama apabila tidak terjadi perubahan,
namun pada saat terjadinya beberapa peristiwa termal seperti pelelehan, dekomposisi atau
perubahan struktur kristal pada sampel, suhu dari sampel dapat berada di bawah (apabila
perubahannya bersifat endotermik atau menyerap kalor) ataupun diatas (apabila perubahan
bersifat eksotermik atau melepaskan kalor) suhu referen.
Gambar 1: Alat DTA (Differential Thermal Analysis)
DTA sering digunakan dalam bidang lempung, keramik, mineral, telahan
perubahan lempung, telahan kestabilan termal suatu senyawa, identifikasi senyawa baru
hasil pemanasan, telahan reaksi fase padat, trnsformasi fase, kinetika reaksi, telahan
degradasi padat, transformasi fase, kinetika reaksi, telaha degradasi termal dan oksidatif.
Gambar 2. Metode DTA. Pada Gambar (a) sampel mengalami pemanasan pada
laju konstan dan suhunya. Grafik (b) hasil dari set-up yang diperlihatkan pada (a) dan
grafik (d), jejak DTA yang umum, hasil dari pengaturan yang diperlihatkan pada (c). Pada
Gambar 2 (c) diperlihatkan pengaturan yang dugunakan pada DTA.
Instrumentasi DTA
Instrumen DTA komersial dapat digunakan pada range suhu -190 sampai 16000C.
Ukuran sampel biasanya kecil, beberapa miligram, sehingga mengurangi pemunculan
masalah akibat gradien termal dalam sampel yang dapat mengurangi sensitivitas dan
akurasi. Laju pemanasan dan pendinginan biasanya berada pada range 1 sampai 500C /
menit. Pada penggunaan laju yang lebih lambat, sensitivitas akan berkurang karena ΔT
bagi peristiwa termal tertentu akan menurun dengan menurunnya laju pemanasan. Sel
DTA biasanya didisain untuk memaksimumkan sensitivitasnya terhadap perubahan termal,
namun hal ini sering berakibat pada kehilangan respon kalorimetrik; sehingga tinggi
puncak hanya berhubungan dengan besar perubahan entalpi secara kualitatif saja.
Dimungkinkan untuk mengkalibrasi peralatan DTA sehingga harga entalpi yang
kuantitatif dapat diperoleh, namun kalibrasi ini cukup rumit.
Gambar 3: Rangkaian Instrumen DTA (Differential Thermal Analysis)
Komponen peralatan utama DTA terdiri atas pemegang sampel, tungku yang
dilengkapi dengan termokopel, sistem pengendali aliran, sistem penguat sinyal, pengendali
program tenaga tungku dan perekam. Untuk memperoleh data DTA (Differential Thermal
Analysis), mula-mula kedalam tabung yang berisi sampel (diameter 2mm, kapasitas 0,1-10
mg sampel) dimasukan termokopel yang sangat tipis. Hal yang sama juga dilakukan
terhadap tabung yang berisi pembanding seperti alumina, pasir kuarsa ataupun dibiarkan
kosong. Pada metode dinamik, kedua tabung diletakkan bersisian pada blok tempat
sampel, kemudia dipanaskan atau didinginkan dengan laju yang seragam. Agar
mmeperoleh hasil yang reprodusibel semua langkahnya sebaiknya mengikuti tata cara
standar. Pertama materi sampel harus (100 mesh). Hasil pengaluran antara ∆T sebagai
fungsi T merupakan indikasi perolehan ataupun kehilangan energy dari sampel yang
diteliti.
Contoh Aplikasi DTA (Differential Thermal Analysis)
1. Hysteresis Pembentukan Gelas
Sekuen skematik DTA yang mengilustrasikan perubahan reversibel dan
irreversibel diperlihatkan pada Gambar 3. Dimulai dengan material terhidrasi,
dehidrasi menjadi proses pertama yang terjadi pada pemanasan dan ditunjukkan oleh
suatu endoterm. Material terdehidrasi mengalami transisi polimorfik, yang juga
endoterm, pada suhu yang lebih tinggi. Akhirnya, sampel meleleh, memberikan
endoterm ketiga. Pada pendinginan, lelehan mengkristal, seperti yang ditunjukkan
pada puncak eksotermik, dan perubahan polimorfik juga berlangsung, secara
eksotermal, namun rehidrasi tidak terjadi. Diagram memperlihatkan dua proses
reversibel dan satu proses irreversibel. Harus menjadi catatan penting bahwa, bagi
proses sejenis ini, bila pada pemanasan adalah endotermik, maka pada proses
kebalikannya, yaitu pendinginan, haruslah eksotermik.
Gambar 4: Skema Perubahan Reversibel dan Irreversibel
Gambar 5: Skema Kurva DTA memperlihatkan pelelehan kristal akibat
pemanasan dan hysteresis yang besar pada pendinginan, yang menghasilkan
pembentukan gelas.
Pada studi proses-proses reversibel, yang diobservasi saat pemanasan dan
pendinginan sampel, sangat umum untuk mengamati hysteresis; misalnya, eksoterm
yang tampak pada pendinginan dapat berbeda posisi sehingga muncul pada suhu lebih
rendah dari endoterm yang berhubungan yang muncul pada pemanasan. Idealnya,
kedua proses ini seharusnya muncul pada suhu yang sama namun hysteresis berkisar
antara beberapa derajat hingga beberapa ratus derajat, umum terjadi. Perubahan
reversibel yang ditunjukkan pada Gambar 4 memperlihatkan hysteresis yang rendah
namun teramati dengan jelas.
Hysteresis tidak saja bergantung pada sifat material dan perubahan struktur
yang terlibat (transisi sulit yang melibatkan pemutusan ikatan kuat berpotensi untuk
menghasilkan banyak hysteresis), tetapi juga bergantung pada kondisi-kondisi
eksperimen, seperti laju pemanasan dan pendinginan. Hysteresis terjadi khususnya
pada pendinginan dengan laju relatif cepat; di beberapa kasus, apabila laju
pendinginan cukup cepat, perubahan dapat tiadakan sepenuhnya. Perubahan ini dapat
secara efektif dikategorikan irreversibel pada kondisi eksperimen tertentu. Sebagai
contohnya, adalah pembentukan gelas, peristiwa yang amat penting pada industri,
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5. Berawal dari senyawa kristalin, silika,
sebuah endoterm muncul saat senyawa meleleh. Pada pendinginan, cairan tidak
mengalami rekristalisasi namun menjadi supercooled; seiring dengan menurunnya
suhu maka viskositas cairan supercooled meningkat sampai akhirnya menjadi gelas.
Artinya, kristalisasi telah sepenuhnya dihilangkan; dengan kata lain, hysteresis yang
terjadi sangat besar sehingga kristalisasi tidak berlangsung. Pada kasus SiO2, cairan
sangat viscous bahkan di atas titik lelehnya ~ 17000C, kristalisasi sangat lambat,
bahkan pada laju pendinginan kecil.
2. Transisi Fasa Polimorfik
Studi mengenai transisi studi mengenai transisi fasa polimorfik dapat
dilakukan dengan mudah dan akurat menggunakan DTA; karena banyak sifat-sifat
fisik dan kimia dari sampel tertentu yang dapat dimodifikasi dan berubah sama sekali
sebagai konsekuensi dari suatu transisi fasa. Apabila dibandingkan dengan pencarian
dan preparasi material baru, maka akan lebih baik untuk memodifikasi sifat-sifat dari
material yang telah ada melalui pembentukan larutan-larutan padat dengan
penambahan aditif tertentu. Suhu transisi fasa sering sangat bervariasi pada komposisi
larutan padat sehingga DTA dapat menjadi monitor yang sensitif bagi sifat dan
komposisi material. Contohnya adalah:
a. Feroelektrik BaTiO3 memiliki suhu Curie ~120 0C diperoleh melalui DTA;
substitusi ion-ion lain sebagi pengganti Ba2+ atau Ti4+ menghasilkan suhu
Curie yang bervariasi.
b. Pada refraktori, transisi kristobalit kuarsa α ↔ βatau kuarsa β ↔ α memiliki
efek yang besar pada refraktori silika karena perubahan volume yang
diakibatkan oleh transisi ini akan menurunkan kekuatan mekaniknya. Transisi
ini, yang diupayakan untuk dihindari, dapat dimonitor menggunakan DTA.
3. Penentuan Diagram Fasa
DTA merupakan metode yang memadai pada penentuan diagram fasa,
terutama apabila digabungkan dengan teknik lain, seperti XRD untuk identifikasi fasa
kristalin yang muncul. Kegunaannya diilustrasikan pada Gambar 5(b) bagi dua
komposisi sistem eutektik biner sederhana pada Gambar 5 (a). Pada komposisi
pemanansan A, pelelehan mulai terjadi pada suhu eutektik, T2, dan menghasilkan
puncak endotermik. Namun, puncak ini disuperposisi oleh puncak endotermik lainnya
yang lebih luas dan berakhir pada suhu sekitar T1, hal ini diakibatkan pelelehan yang
kontinyu yang muncul pada range suhu T2 hingga T1. Pada komposisi ini, penentuan
suhu fasa padat, T2, dan fasa cair, T1 dapat dilakukan. Komposisi B menunjukkan
komposisi eutektik. Pada pemanasan, komposisi ini bertransformasi seluruhnya ke
fasa cair pada suhu eutektik, T2, dan pada kurva DTA dihasilkan puncak endoterm
yang tunggal, dan besar pada T2.
Gambar 6: Penggunaan DTA pada penentuan diagram fasa (a) sistem eutektik
biner sederhana; (b) Skema jejak DTA untuk dua komposisi, A dan B, pada
pemanasan.
Apabila digunakan berbagai komposisi campuran antara X dan Y pada analisis
DTA, maka keseluruhannya akan memberikan puncak endoterm pada T2, dengan
intensitas puncak tergantung dari tingkat pelelehan yang terjadi pada T2, dan
kedekatan komposisi sampel ke komposisi eutektik, B. Selain itu, semua komposisi,
yang jauh dari komposisi B, akan memberikan puncak endoterm lain yang luas pada
suhu tertentu di atas T2; hal ini disebabkan pelelehan panjang yang terjadi pada
daerah campuran fasa cair ( X + liq. dan Y+liq.). suhu terjadinya puncak ini akan
bervariasi dengan variasi dari komposisi.
Kualitas dari baseline yang diperoleh dari trace DTA merupakan faktor yang
cukup penting. Idealnya, baseline adalah garis horizontal, seperti yang diperlihatkan
pada Gambar 2, namun keadaan ini sulit dicapai pada sistem yang sesungguhnya.
Baseline yang diperoleh seringkali memiliki kemiringan, dapat ke atas maupun ke
bawah, dan dapat pula berubah seiring dengan perubahan suhu; selain itu baseline
juga dapat berbeda di tiap-tiap sisi dari puncak, terlebih lagi bila pucak tersebut
merepresentasikan suatu peristiwa penting seperti pelelehan. Seringkali puncak
didahului dengan pergeseran kecil baseline (premonitory) sehingga sulit untuk
menentukan suhu awal mulai terbentuknya puncak. Fenomena ini dapat disebabkan
oleh konsentrasi dari defek kristal, misalnya pada peningkatan ketidakteraturan dan
dimulainya transisi, pemisahan sulit untuk terjadi, sehingga pada kurva DTA
fenomena premonitory ini akan muncul.
Gambar 7: Skema dekomposisi bertahap dari kalsium oksalat hidrat pada TGA
4. Entalpi dan Pengukuran Panas
Telah disebutkan sebelumnya bahwa DTA dapat digunakan untuk menentukan
harga entalpi reaksi atau transisi fasa secara semikuantitaif, asalkan telah dilakukan
kalibrasi instrumen terlebih dahulu. Untuk set instrumen dan kondisi eksperimen
tertentu, dimungkinkan untuk mendapatkan harga entalpi berdasarkan area puncak-
puncak yang muncul pada DTA. Untuk sel DSC maupun DTA yang didisain untuk
memberikan respon kalorimetrik, pengukuran ini dapat menjadi lebih akurat dan
kapasitas panas dari senyawa atau fasa-fasa telah secara otomatis diukur sebagai
fungsi dari suhu. Untuk teknik ini, diperlukan perbandingan antara kurva baseline
untuk sel kosong dengan sel yang berisi sampel, sebagaimana yang ditunjukkan pada
Gambar 8. Informasi detil mengenai perhitungan tidak dibahas di sini karena
perhitungan akan sangat bergantung pada desain dari instrumen dan disain-disain
tertentu yang ada secara komersil.
Gambar 8. Skema pengukuran kapasitas panas pada temperatur T1 di atas
termperatur awal T0
DSC (Differential Scanning Calorimetry) DSC (Differential Scanning Calorimetry)
DSC adalah suatu teknik analisa termal yang mengukur energi yang diserap atau
diemisikan oleh sampel sebagai fungsi waktu atau suhu. Ketika transisi termal terjadi
pada sampel, DSC memberikan pengukuran kalorimetri dari energi transisi dari
temperatur tertentu.
Differential Scanning Calorimetri (DSC) mengukur suhu dan aliran panas yang
berhubungan dengan transisi dalam bahan sebagai fungsi waktu dan suhu dalam suasana
yang terkendali.
Pengukuran ini memberikan informasi kuantitatif dan kualitatif tentang perubahan
fisik dan kimia yang melibatkan proses endotermik atau eksotermik, atau perubahan
kapasitas panas. Teknik ini memberikan keuntungan dari perubahan energi yang terlibat
dalam transisi fase berbagai molekul polimer tertentu yang memungkinkan suatu
material diketahui sifat fisika dan kimianya.
Hal- hal yang dapat diketahui dari penggunaaan differential scanning calorimetry
adalah transisi gas, titik leleh dan titik didih, waktu kristalisasi dan suhu, seberapa besar
kristal yang ada, energi fusi dan reaksi, suhu degradasi, stabilitas termal, energi kinetik
dan kemurnian suatu bahan.
Instrument DSC
gambar proses dalam DSC
Dua jenis sistem DSC yang umum digunakan:
Power-kompensasi DSC: spesimen (TS) dan (TR) referensi suhu yang dikontrol
secara independen menggunakan oven terpisah (identik). Perbedaan suhu antara
sampel dan referensi dipertahankan ke nol dengan memvariasikan input daya ke dua
tungku. Energi ini kemudian ukuran entalpi atau perubahan kapasitas panas dalam S
spesimen uji (relatif terhadap R referensi).
heath- flux DSC: benda uji S dan bahan referensi R (biasanya pan sampel
kosong + tutup) diapit dalam tungku yang sama bersama-sama dengan blok logam
dengan konduktivitas panas yang tinggi yang menjamin jalur panas-aliran yang baik
antara S dan R. perubahan entalpi atau kapasitas panas dalam memimpin spesimen S
untuk perbedaan suhu relatif terhadap R. Hal ini menghasilkan panas tertentu yang
mengalir antara S dan R, namun kecil dibandingkan dengan yang ada di DTA, karena
kontak termal yang baik antara S dan R. perbedaan suhu antara AT S dan R dicatat
dan selanjutnya terkait dengan perubahan entalpi dalam spesimen menggunakan
eksperimen kalibrasi.
Sistem heath fluks DSC adalah sistem DTA yang sedikit-dimodifikasi. Satu-
satunya perbedaan penting adalah jalur aliran panas baik antara spesimen dan cawan
lebur referensi.
Heat-Flux DSC Systems.
Perakitan utama dari sel-panas fluks khas DSC ditutupi dalam blok pemanas
(misalnya Ag), yang membuang panas ke spesimen (S dan R) melalui disk constantan
melekat pada blok Ag. Disk constantan memiliki dua platform di mana S (spesimen)
dan R (referensi) panci ditempatkan. Sebuah disk Chromel dan kawat
menghubungkan melekat pada bagian bawah latform. Chromel-konstanta yang
dihasilkan termokopel digunakan untuk menentukan temperatur diferensial bahan.
Kabel Alumel juga melekat pada cakram Chromel untuk menyediakan Chromel-
alumel persimpangan yang mengukur sampel dan suhu referensi secara terpisah.
Termokopel lain tertanam dalam blok Ag dan berfungsi sebagai pengontrol suhu
untuk siklus pemanasan / pendinginan diprogram.
Dalam panas-fluks DSC instrumen, perbedaan energi yang dibutuhkan untuk
mempertahankan kedua S dan R pada suhu yang sama adalah ukuran dari perubahan
energi dalam benda uji S (relatif terhadap R referensi lembam). Para termokopel
biasanya tidak tertanam dalam baik S atau R bahan. Perbedaan temperatur AT yang
berkembang antara S dan R adalah sebanding dengan aliran panas-antara keduanya.
Dalam rangka untuk mendeteksi perbedaan suhu yang kecil tersebut, adalah penting
untuk memastikan bahwa kedua S dan R yang terkena program suhu yang sama.
DSC Thermogram
Aplikasi DSC:
1. DSC APLIKASI DALAM BIOLOGI
Analisis Protein
DSC menawarkan berbagai aplikasi dalam mencari faktor berperan dalam stabilitas protein. Oleh karena itu, adalah mungkin untuk menentukan kondisi yang paling ideal untuk menstabilkan formulasi cair protein. Dalam DSC studi, suhu pada titik maksimum C p kurva (T m) mewakili stabilitas makromolekul. Ada beberapa laporan tentang penggunaan sampel protein, yang dipanaskan untuk evaluasi reversibilitas termal degradasi protein.
DS asam nukleat
Lipid
Karbohidrat
Analisis mAB
2. Aplikasi DS dalam nanosains
Kuantifikasi Nanosolids Farmasi
Aspek peraturan dari nanosolids farmasi dan peningkatan jumlah
molekul larut dalam pipa perkembangan telah mendorong para ilmuwan
untuk melakukan penelitian lebih lanjut farmasi dan penggunaan nanosolids.
Di antara berbagai teknik analisis, DSC telah digunakan untuk mengukur
fase amorf atau kristal di nanosolids. metodologi Beberapa berdasarkan jenis
kalorimeter (DSC konvensional atau MTDSC), parameter yang diukur, dan
kondisi eksperimental yang digunakan untuk memantau perilaku farmasi
nanosolids.
DSC kurva dari NLCs. ( A ) NLC dibuat dengan metode difusi pelarut
konvensional setelah mencuci dengan 0,2 persen berat larutan SDS, (B )
NLC dibuat dengan metode difusi pelarut konvensional sebelum dicuci
dengan larutan 0,2 persen berat SDS.
Thermoanalysis Nanopartikel koloida Karakterisasi Ion-Chelating Nanocarriers Self-Majelis studi struktur nano supramolekul
DAFTAR PUSTAKA
http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._KIMIA/196808031992031-
AGUS_SETIABUDI/Bahan_Kuliah_Karakterisasi_Material/Bab_7_Analisa_Termal.pdf
http://www.colby.edu/chemistry/PChem/lab/DiffScanningCal.pdf
http://www.dur.ac.uk/n.r.cameron/Assets/Group%20talks/DSC%20presentation.ppt
http://www1.chm.colostate.edu/Files/CIFDSC/dsc2000.pdf
http://www.nitk.ac.in/static/assets/files/MetMat/Dr.AS/DTA.pdf
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2977967/
http://www.maths.tcd.ie/~floodea/DSC2.doc