drh. AMIRULLAH MEDIK VETERINER...

29
KESEJAHTERAAN HEWAN (ANIMAL WELFARE ) DALAM PERSPEKTIF TINDAKAN KARANTINA HEWAN Oleh drh. AMIRULLAH MEDIK VETERINER MUDA BALAI KARANTINA PERTANIAN KELAS I MATARAM BADAN KARANTINA PERTANIAN

Transcript of drh. AMIRULLAH MEDIK VETERINER...

KESEJAHTERAAN HEWAN (ANIMAL WELFARE ) DALAM

PERSPEKTIF TINDAKAN KARANTINA HEWAN

Oleh drh. AMIRULLAH

MEDIK VETERINER MUDA

BALAI KARANTINA PERTANIAN KELAS I MATARAM BADAN KARANTINA PERTANIAN

KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan

kekuatan kepada saya untuk menyelesaikan tulisan tentang “Kesejahteraan Hewan (Animal Welfare ) Dalam Perspektif Tindakan Karantina Hewan”

Kesejahtetaan hewan merupakan perlakuan secara wajar, alami dan terkendali

dalam kerangka perlindungan hewan dari tindak semena-mena manusia. Penerapan

kesejahteraan hewan dalam bidang perkarantinaan telah tertuang dalam peraturan

perundangan perkarantinaan terutama dalam teknis penerapan persyaratan kelayakan

sarana dan prasarana alat angkut serta Instalasi Karantina Hewan (IKH). Sehingga

dengan persyaratan teknis itu dapat dilaksanakan untuk memberikan rasa nyaman

terhadap hewan dan memenuhi asas kesejahteraan hewan serta mencegah sakit dan

penderitaan hewan.

Harapan penulis semoga dengan tulisan ini dapat memberikan tambahan

informasi dan wawasan bagi pembaca. Penulis menyadari masih banyak

ketidaksempurnaan dalam tulisan ini, sehingga penulis berharap kepada pembaca

sekiranya dapat memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk

kesempurnaan tulisan ini, semoga tulisan ini dapat bermanfaat.

Lembar, Penulis,

RINGKASAN

Animal Welfare adalah segala urusan yang berhubungan dengan keadaan fisik dan mental hewan menurut ukuran perilaku alami hewan yang perlu diterapkan dan ditegakkan untuk melindungi hewan dari perlakuan setiap orang yang tidak layak terhadap hewan yang dimanfaatkan manusia. Atau kesejahteraan hewan didefinikan sebagai perlakuan secara wajar, alami dan terkendali dalam kerangka perlindungan hewan dari tindak semena mena manusia Kelalain dalam menerapkan

kesejahteraan hewan dapat menimbulkan gangguan secara fisologis, psikologis, reproduksi, ganguan pertumbuhan, dan daya tahan terhadap penyakit, Aspek kesejahteraan hewan meliputi 5 kebebasannya yaitu : Freedom from hunger and thirst (bebas dari rasa lapar dan haus). Freedom from discomfort (bebas dari rasa panas dan tidak nyaman). Freedom from pain, injury, and disease (bebas dari luka, penyakit dan sakit). Freedom from fear and distress (bebas dari rasa takut dan penderitaan). Freedom to express normal behavior (bebas mengekspresikan perilaku normal dan alami).

Karantina adalah tempat pengasingan dan/atau tindakan sebagai upaya pencegahan masuk dan tersebarnya hama dan penyakit atau organisme pengganggu dari luar negeri dan dari suatu area ke area lain di dalam negeri, atau keluarnya dari dalam wilayah negara Republik Indonesia (UU No 16 Tahun 2009). Pelaksanaan tindak karantina juga mempertimbangkan nilai-nilai kesejahteraan hewan dan telah dituangkan kedalam peraturan perundangan bidang perkarantinaan terutama persyaratan teknis kelayakan alat angkut/transportasi dan Instalasi Karantina Hewan ( IKH).

Kata kunci: Kesejahteraan Hewan, Karantina, Peraturan Perundangan

*) Tulisan ini disusun untuk memenuhi persyaratan kegiatan pengembangan profesi **) Penulis : drh. Amirullah, Medik Veteriner Muda, Balai Karantina Pertanian

Kelas I Mataram

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………i

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………..ii

RINGKASAN……………………………………………………………………………iii

LEMBAR PENGESAHAN

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………….…1

1.1. Latarbelakang…………………………………………………………...1

1.2. Maksud dan Tujuan Penulisan………………………………………..3

BAB II MATERI DAN METODE…………………………………………….………..4

BAB III TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………...……5

3.1. Pengertian Kesejahteraan hewan……………………………………….5

3.2. Sejarah Asal Mula Kepedulian Terhadap

Kesejahteraan Hewan (Animal Welfare)…………………………..…..5

3.3. Lima Konsep Kebebasan/Kesejahteraan Hewan

” (Five of Freedom Animal Welfare)…………………………………....7

3.4. Peraturan Yang Mengatur Kesejahteraan Hewan Dan

Berbagai Lembaga Dunia……………………………………….…...…..8

BAB IV PEMBAHASAN…………………………………………………….…………13

4.1. Kesejahteraan Hewan Dan Karantina ………………………….……..16

4.2.Tindakan Karantina Terhadap Media Pembawa

Hama Penyakit Hewan Karantina (MP HPHK)……………..……...….16

4.3. Persyaratan Instalasi Karantina Hewan (IKH)……………………..….17

4.4. Penilaian Kelayakan Alat angkut dan Kemasan………………………18

4.5. KendalaYang Di Hadapi Secara Umum………………………..……...19

BAB V KESIMPULAN…………………………………………………………..……..21

5.1. Kesimpulan……………………………………………………………..…21

DAFTAR PUSTAKA

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latarbelakang Kesejahteraan hewan saat ini merupakan issue yang cukup menjadi

perhatian banyak kalangan, Berbagai macam elemen dan unsur yang berkaitan

dengan bidang kehewanan seperti pemerintah, yayasan dan aktivis/LSM serta

kelompok pemerhati hewan di berbagai negara sangat memperhatikan masalah

kesejahteraan terhadap hewan. Sebagai contoh seperti yang telah terjadi di

Indonesia pada tahun 2011 bahwa adanya perlakuan yang tidak manusiawi

terhadap hewan di beberapa Rumah Potong Hewan (RPH) Indonesia. Kejadian itu

menjadikan pemerintah Asutralia menghentikan ekspor sapinya ke Negara

Indonesia. Pencabutan larangan ekspor tadi sebagai bentuk protes dari Negara

Australia terhadap Negara Indonesia akibat perilaku sejumlah oknum yang

mengabaikan kesejahteraan hewan. Indonesia "diwajibkan" membenahi sistem

penanganan sapi-sapi hidup asal Australia, dan semuanya wajib menjaga prinsip-

prinsip kesejahteraan ternak (Animal Welfare) mulai dari saat dalam proses

pengiriman, massa penggemukan, hingga proses pemotongan di RPH.

Pemerintah Australia juga telah melakukan sikap yang sama terhadap Negara

Mesir pada tahun 2006 silam (Hidayat 2011).

Pemerhati dan pecinta hewan kecil juga menyoroti proses perlakuan

eliminasi anjing dan manajemen hewan lainnya yang terjadi di bali dan daerah

lainnya, karena diangap mengabaikan kesejahteraan hewan, Bagaimanpun hewan

adalah mahluk hidup ciptaan Tuhan yang bernyawa yang mempunyai

perasaan/indera dan dibuktikan mampu merasa dan peka serta berhak untuk

hidup dengan layak dan memperoleh perlakuan layaknya sebagai mahluk hidup.

2

Disamping itu pula bahwa hewan merupakan mahluk hidup sebagai unsur penting

dari pada rantai kehidupan manusia.

Perlakuan terhadap hewan dengan mengabaikan unsur kesejahteraan

hewan, akan berpengaruh kepada hewan dan produknya. Ketidaknyamanan

hewan yang diartikan dalam bentuk kesejahteraannya akan mempengaruhi

seluruh unsur proses biokimia dan metabolisme, hormonal fisiologis dalam tubuh

hewan yang berdampak pada produk hewan yang akan dihasilkan. Perlakuan

terhadap hewan selama pengangkutan, transportasi, selama masa karantina dan

berada di dalam Instalasi Karantina Hewan juga menjadi penting untuk

memperhatikan prinsip atau konsep kesejahteraan hewan dengan 5

kebebasannya. Ketentuan dan persyaratan untuk menerapkan segala komponen

untuk mewujudkan kesejahteran hewan telah banyak diatur dalam regulasi

peraturan perundangan namun kurang disosialisasikan dan diedukasikan

sehingga menyebabkan kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap rasa

tanggungjawab untuk merawat, memberikan rasa nyaman dan melindungi hewan.

Aspek kesejahteraan hewan sangat beragam dan berbeda, serta sudah

diatur dengan dasar ketentuan-ketentuan etika dan kesehatan hewan agar dapat

dipertanggungjawabkan secara moral dan ilmiah. Dalam meminimalisir dan

membebaskan hewan dari unsur kelalaian manusia terhadap berbagai jenis

hewan dengan segala aspeknya harus tetap memegang konsep/azas-azas

kesejahteraan hewan dengan 5 kebebasannya. American Veterinary Medical

Association (AVMA) memberikan gambaran bahwa seluruh aspek kenyamanan

hewan termasuk mempersiapkan lingkungan yang nyaman, kandang yang layak,

manajemen nutrisi, pencegahan penyakit, perawatan, pemeliharaan, penanganan

yang baik, perlakuan yang tidak kasar dan menyiksa adalah tanggungjawab

manusia.

3

Karantina Pertanian secara umum dan Karantina Hewan secara khusus

belum banyak dikenal secara luas oleh masyarakat. Karantina hewan masih perlu

terus melakukan sosialisasi dan memperkenalkan kepada masyarakat umum

tentang kegiatan dan aktivitas perkarantinaan yang sedang berjalan, sehingga

masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya bisa memahami apa dan

bagaimana karantina hewan itu terutama dalam penerapan konsep kesejahteraan

hewan. Karantina hewan dalam pelaksanaan tindakannya telah

mempertimbangkan hal-hal yang terkait dengan sisi kesejahteraan hewan, seperti

dalam tindakan karantina 8 P, alat angkut dan perlakuannya, Instalasi Karantina

Hewan (IKH) dengan sarana dan prasarannya. Hal tersebut diatas telah diatur

dalam peraturan perundangan perkarantinaan serta petunjuk teknisnya sehingga

dalam pelaksanaannya dapat memenuhi pesyaratan yang dipersyaratkan untuk

memenuhi dan mempertimbangkan prinsip atau lima konsep kebebasan hewan

untuk mendapatkan kesejahteraannya (five of Freedom Animal Welfare).

1.2. Maksud dan Tujuan Penulisan Penulisan ini bertujuan untuk memberikan gambaran dan pengetahuan

kepada pembaca tentang penerapan konsep kesejahteraan hewan (animal

welfare) pada tindakan Karantina Hewan.

4

BAB II

MATERI DAN METODE Tulisan tentang Kesejahteraan Hewan (Animal Welfare) dalam perspektif

tindakan karantina hewan ini disusun berdasarkan studi literature , jurnal,

artikel, peraturan perundangan dan berbagai sumber yang terkait.

5

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Pengertian Kesejahteraan hewan Animal Welfare adalah segala urusan yang berhubungan dengan keadaan

fisik dan mental hewan menurut ukuran perilaku alami hewan yang perlu

diterapkan dan ditegakkan untuk melindungi hewan dari perlakuan setiap orang

yang tidak layak terhadap hewan yang dimanfaatkan manusia. Adapun Defenisi

lain Animal Walfare atau kesejahteraan hewan adalah perlakuan secara wajar,

alami dan terkendali dalam kerangka perlindungan hewan dari tindak semena

mena manusia, (UU No 14 Tahun 2014).

Sudut pandang kesejahteraan hewan, baik hewan yang sering berinteraksi

dengan manusia secara konsumtif (hewan ternak dan hewan potong ternak

besar/kecil), maupun hewan liar dalam kurungan (lembaga konservasi,

entertainment, laboratorium), hewan kerja dan hewan kesayangan. secara umum

dapat dilihat dari 3 aspek yaitu aspek kesejahteraan hewan dari sudut pandang

keilmuan (Welfare Science), dari sudut pandang etika (Welfare Ethics), dan sudut

pandang hukum (Welfare law).

3.2. Sejarah Asal Mula Kepedulian Terhadap Kesejahteraan Hewan (Animal Welfare)

Berawal dari pemikiran tentang hak-hak dasar bagi hewan untuk hidup layak/bebas dari intervensi manusia juga sebagai hak mendapatkan perlindungan dan perlakuan oleh manusia terutama dalam hal hak untuk mendapatkan perawatan, tempat tinggal, pengangkutan, pemanfaatan, cara pemotongan, juga cara euthanasi yang baik (Anonim 2009). Beberapa penelitian sejarah di beberapa masyarakat di dunia, dibuktikan adanya hubungan antara

6

perkembangan budaya dan etika, yang dikuti penolakan terhadap adanya eksploitasi, ketidakadilan, kedzoliman, penyiksaan hewan yang diperjuangkan untuk diluruskan. Dengan adanya perjuangan untuk kesejahteraan manusia juga terjadi kepedulian dan perjuangan terhadap kesrawan, sehingga muncullah berbagai pemikiran dan gerakan memperjuangkan kesrawan dan untuk memberikan perlakuan yang manusiawi terhadap hewan.

Inggris memiliki sejarah yang mencatat paling lama mengenai perlindungan

hewan (animal protection) semenjak tahun 1500-an, tidak berbeda jauh dengan

perkembangan di Benua Eropa dan Amerika Utara. Jeremy Bentham adalah

pelopor diabad 18-an, yang mempertanyakan tentang hewan ‘apakah mereka bisa

menderita?’, yang merupakan konsep dasar dari perkembangan kesejahteraan

hewan (European Communities, 2007). Pada tahun 1824 telah berdiri organisasi

asal Inggris yang bernama Society for the Prevention of Cruelty to Animals

(SPCA), yang melindungi dan mencegah kekerasan pada kuda sebagai

transportasi, (Compassion in World Farming, 2012).

Pada tahun 1965, komisi Bramble yang berbasis di Inggris meninjau

kembali kesejahteraan satwa dan peternakan yang digunakan dalam

pemanfaatan pertanian secara intensif. Mereka memformulasikan seperangkat

standart minimum kesejahteraan yang akhirnya dikenal sebagai ‘Prinsip Lima

Kebebasan’. Selama bertahun-tahun standart ini direvisi oleh Dr. John Webster

dkk. Revisi yang paling baru oleh Komite Kesejahteraan Hewan Peternakan

Inggris terjadi pada tahun 1993.

Tahun 1967, Peter Robert merupakan petani asal Inggris mendirikan

Compassion in World Farming untuk memprotes dan melawan kekerasan pada

hewan ternak (European Communities 2007). Compassion in World Farming

berkembang menjadi organisasi yang kantornya tersebar sampai ke negara

7

Irlandia, Perancis, Belanda, dan perwakilan di 7 negara lainnya termasuk di Afrika

Selatan dan Oseania (Compassion in World Farming 2012). Semenjak tahun

1970-an, perlindungan hewan terbagi menjadi 2, yaitu kesejahteraan hewan

(animal welfare) dan hak asasi hewan (animal right). Tahun 2002, Jerman menjadi

negara Eropa pertama yang mempunyai undang-undang tentang perlindungan

hewan yang berbunyi “Negara bertanggung jawab terhadap perlindungan dasar

alam dalam kehidupan hewan untuk generasi yang akan datang”.

3.3. Lima Konsep Kebebasan/Kesejahteraan Hewan ” (Five of Freedom Animal Welfare)

Negara Swiss diketahui juga memasukan perlindungan hewan ke dalam

amandemen undang-undang. Sehingga sejak tahun 1992 Inggris mencetuskan

cara untuk menilai kesejahteraan hewan dikenal dengan konsep “Lima

Kebebasan” (Five of Freedom) diantaranya:

1. Freedom from hunger and thirst (bebas dari rasa lapar dan haus). Senantiasa

dapat menyediakan secara terus menerus akses untuk mendapatkan makanan

dan minuman untuk kesehatan dan keberlangsungan hidup hewan.

2. Freedom from discomfort (bebas dari rasa panas dan tidak nyaman).

Senantiasa memberikan kesempatan untuk dapat beristirahat berteduh untuk

melindungi hewan dari cekaman lingkungan/cuaca buruk yang panas ataupun

dingin sehingga hewan merasa nyaman dan mampu berproduksi secara

optimum.

3. Freedom from pain, injury, and disease (bebas dari luka, penyakit dan

sakit). Senantiasa mencegah hewan dari hal-hal yang menyebabkan sakit luka

dan penyakit dengan melakukan tindakan preventif, kuratif dan promotif.

8

4. Freedom from fear and distress (bebas dari rasa takut dan penderitaan).

Senantiasa memperlakukan hewan dengan baik secara etika dengan

menghindari perlakuan yang menyebabkan ketakutan dan penderitaannya

sehingga hewan dapat memenuhi hak –hak kehewanannya.

5. Freedom to express normal behavior (bebas mengekspresikan perilaku normal

dan alami). Senantiasa memberikan kebebasan kepada hewan untuk dapat

mengekspresikan perilaku alamiahnya dengan menyiapkan ruang lingkungan

serta fasilitas yang sesuai dengan kelompok-kelompoknya, (Abrianto 2009).

Letak pentingnya kesejateraan hewan adalah karena pengaruhnya

terhadap pertumbuhan, reproduksi, daya tahan hidup hewan dan secara otomatis

terhadap produksi dan produknya mengusahakan hewan hidup sealami mungkin

atau membiarkan hewan hidup dengan perjalanan fungsi biologisnya. Dan kelima

faktor kebebasan diatas sangat berkaitan dan berpengaruh satu sama lain,

apabila salah satu faktor tidak terpenuhi atau diabaikan maka akan berpengaruh

pada faktor yang lain, sehingga semakin tinggi tingkat kesejahteraannya dan

semakin nyaman dirasakan oleh hewan maka akan semakin meningkat

produksinya diluar masalah genetiknya.

3.4. Peraturan Yang Mengatur Kesejahteraan Hewan Dan Berbagai Lembaga Dunia

Ada beberapa Lembaga Dunia Internasional yang mengatur tentang

Animal Welfare seperti:

1. OIE (Office Internationl des Epizooticae)

2. RSPCA (Royal Society for the Prevention of Cruelty to Animals)

3. UDAW (Universal Declaration of Animal Welfare)

4. WSPA (World Society for the Protection of Animals)

9

5. CIWF (Compassion in World Farming)

6. HSI (Humane Society International) ( Abrianto , 2009).

Organisasi kesejahteraan hewan pertama di dunia (Society for the

Prevention of Cruelty to Animals) atau disingkat sebagai SPCA pada tahun 1824.

Pada tahun 1840, Ratu Victoria memberikan restunya, dan SPCA berubah

menjadi RSPCA (Royal Society for the Prevention of Cruelty to Animals).

Beberapa organisasi Animal Welfare juga menyuarakan Animal Welfare dengan

memberikan satu pandangan kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk

mengenali hewan sebagai makhluk hidup, yang mampu mengalami rasa sakit dan

penderitaan, dan untuk mengakui bahwa kesejahteraan binatang adalah suatu

masalah penting sebagai bagian dari pembangunan sosial bangsa-bangsa di

seluruh dunia. Universal Deklarasi Universal Kesejahteraan Hewan (Declaration of

Animal Welfare) (UDAW) di Perserikatan Bangsa-Bangsa, melakukan kampanye

berkoordinasi bersama WSPA(World Society for the Protection of

Animals), dengan “Core Working Group” termasuk Compassion in World

Farming (CIWF), the Royal Society for the Prevention of Cruelty to

Animals (RSPCA), dan the Humane Society International (HSI) dengan

mempromosikan salah satu konsep “Five (5) Freedom“ untuk animal welfare

yang banyak dipakai oleh para penyayang binatang.

Begitu pula di Indonesai telah banyak regulasi yang mengatur tentang

kesejahteraan hewan Seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 41 Tahun 2014 Tentang Perubahan Undang-Undang 18 Tahun

2009 Peternakan Dan Kesehatan Hewan Pasal 66A bahwa Setiap Orang

dilarang menganiaya dan/ atau menyalahgunakan Hewan yang mengakibatkan

cacat dan/atau tidak produktif. Dan Setiap Orang yang mengetahui adanya

perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (I) wajib melaporkan kepada pihak

10

yang berwenang, sementara pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 95 Tahun 2012 Tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner Dan

Kesejahteraan Hewan Pasal 83 berbunyi (1) Kesejahteraan Hewan diterapkan terhadap setiap jenis Hewan yang

kelangsungan hidupnya tergantung pada manusia yang meliputi Hewan

bertulang belakang dan Hewan yang tidak bertulang belakang yang dapat

merasa sakit.

(2) Kesejahteraan Hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan

cara menerapkan prinsip kebebasan Hewan yang meliputi bebas: a. dari rasa

lapar dan haus;

b. dari rasa sakit, cidera, dan penyakit; c. dari ketidaknyamanan,

penganiayaan, dan penyalahgunaan; d. dari rasa takut dan tertekan; dan e.

untuk mengekspresikan perilaku alaminya.

(3) Prinsip kebebasan Hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterapkan

pada kegiatan:

a. penangkapan dan penanganan; b. penempatan dan pengandangan; c.

pemeliharaan dan perawatan; d. pengangkutan; e. penggunaan dan

pemanfaatan; f. perlakuan dan pengayoman yang wajar terhadap Hewan; g.

pemotongan dan pembunuhan; dan h. praktik kedokteran perbandingan.

(4) Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib dilakukan oleh orang

yang memiliki kompetensi di bidang Kesejahteraan Hewan.

Pasal 84 (1) Penerapan prinsip kebebasan Hewan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83

wajib dilakukan oleh:

a. pemilik Hewan;

11

b. orang yang menangani Hewan sebagai bagian dari pekerjaannya; dan

c. pemilik fasilitas pemeliharaan Hewan.

Sedangkan KUHP Pasal 302

(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda

paling banyak empat ribu lima ratus rupiah karena melakukan penganiayaan

ringan terhadap hewan:

a) barang siapa tanpa tujuan yang patut atau secara melampaui batas,

dengan sengaja menyakiti atau melukai hewan atau merugikan

kesehatannya;

b) barang siapa tanpa tujuan yang patut atau dengan melampaui batas yang

diperlukan untuk mencapai tujuan itu, dengan sengaja tidak memberi

makanan yang diperlukan untuk hidup kepada hewan, yang seluruhnya

atau sebagian menjadi kepunyaannya dan ada di bawah pengawasannya,

atau kepada hewan yang wajib dipeliharanya.

(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan sakit lebih dari seminggu, atau cacat

atau menderita luka-luka berat lainnya, atau mati, yang bersalah diancam

dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan, atau pidana denda

paling banyak tiga ratus rupiah, karena penganiayaan hewan.

(3) Jika hewan itu milik yang bersalah, maka hewan itu dapat dirampas.

(4) Percobaan melakukan kejahatan tersebut tidak dipidana, (Soesilo. R,

1991), dan (Moeljanto, 2008).

Hingga saat ini OIE masih terus membahas dan menyempurnakan

berbagai Standard dalam hal kesejahteraan hewan. Pada OIE Code atau

Terrestrial Animal Health Code 2015 telah mengatur transportasi hewan dan akan

mengeluarkan berbagai standard lagi berasaskan kesrawan termasuk dalam

pemotongan/penyembelihan (slaughter).

12

OIE mengelompokkan cakupan isu kesrawan sebagai berikut :

a. Kategori kelompok hewan

1. pada hewan yang digunakan dalam pertanian dan

aquakultur untuk produksi,breeding dan hewan kerja

2. hewan kesayangan termasuk hewan kesayangan eksotik

(tangkapan liar maupun spesies non tradisional)

3. hewan yang dipergunakan untuk research/penelitian,pengujian (testing)

dan pengajaran (teaching purposes)

4. hewan liar di alam termasuk isu perburuannya,jenis jebakan hewan

yang digunakan serta penggunaan jenis pestisida untuk vertebrata

5. hewan yang digunakan untuk olah raga,rekreasi dan hiburan termasuk

pula hewan dalam sirkus dan kebun binatang

b. Perkandangan (housing)

c. Manajemen

d. Transportasi

e. penyembelihan

f. Cara mematikan hewan untuk kontrol penyakit (penyembelihan yang manusiawi,

eutanasia individu hewan, eliminasi/ pembunuhan massal untuk kontrol penyakit).

Pengaturan lainnya adalah dalam hal : a. Modifikasi genetik dan cloning; b.

Seleksi genetik untuk hewan produksi dan hewan hobby; c. Penanganan dengan

prinsip-prinsip veteriner.

13

BAB IV PEMBAHASAN

Kualitas kelangsungan hidup dari seekor hewan saat ini terus berkembang

dan menjadi issue penting yang terkait kesejahteraannya, dan hal tersebut sangat

dipengaruhi oleh bebrapa hal, yang sebagian besar merupakan intervensi

manusia dan sebagianya juga oleh alam. Perkembangan ilmu dan teknologi saat

ini menjadikan hewan bukan hanya sebagai sentra kebutuhan pokok manusia

secara konsumtif, akan tetapi juga diarahkan untuk kepentingan nasional seperti

sebagai sarana untuk penelitian, hiburan, pendidikan, konservasi dan keperluan

khusus oleh instansi/lembaga tertentu. Untuk keberlangsungan hal itu, dengan

seksama pemerintah mengaturnya sedemikian rupa sehingga terjaga

kelestariannya untuk tetap menjaga kesejahteraannya selama kehidupannya.

Gangguan kesejahteraan hewan secara umum akan mempengaruhi kondisi

hewan tersebut dalam parameter fisiologis, psikologis dan ketahanan terhadap

penyakit. Dengan adanya perubahan parameter tersebut diatas akan dapat

merubah status kesejahteraan hewan dan memicu timbulnya faktor sekunder yang

mempercepat proses timbunya penyakit tertentu.

Gangguan kesejahteraan hewan tersebut dapat terjadi selama transportasi,

selama berada dalam kandang, didalam Rumah Potong Hewan, perlakuan dan

metode-metode yang digunakan selama perlakuan dan lain-lain. Salah satu

contoh sederhana gangguan kesejahteraan hewan itu adalah perilaku kasar

manusia selama tindakan pengambilan sampel darah, penyuntikan, perpindahan

hewan, pada saat bongkar dan muat hewan, bahkan selama pada transportasi

dengan jarak tempuh yang cukup lama, tanpa makan dan minum, masa istirahat

yang terbatas, kepadatan, suhu, kelembaban, alat angkut yang tidak strandar

14

bahkan cara pengemudi mengatur jalu kendaraannya seperti berhenti tiba-tiba dan

lain-lain akan dapat menyebabkan stress pada hewan sehingga mengacaukan

status hormonal yang ditandai dengan peningkatan hormone kortisol, maupun

hormone adrenalin, bahkan dapat menyebabkan kematian selama transportasi

akibat sarana dan prasarana transportasi (alat angkut ) yang tidak memadai

(Gradin, 1996).

Pengabaian kesejahteraan hewan tidak hanya mempengaruhi

kelangsungan hidup ternak, akan tetapi juga dapat berujung pada kualitas produk

yang dihasilkan, dalam arti bahwa, hewan yang sejahtera akibat perlakuan yang

manusiawi akan diperoleh produk dari hewan tersebut dengan baik, demikian

sebaliknya. Sebagai contoh ketika hewan medapat perlakuan kasar selama

sebelum dipotong makan kualitas daging/karkas yang diperoleh menjadi kurang

baik atau yang disebut Dark Firm Dry (DFD), dimana daging menjadi lebih gelap,

kaku dan kering akibat peningkatan pH dalam otot yang melebihi normal dan

penurunanan kadar Asam laktat akibat berkurangnya persediaan glycogen pada

otot akibat stress, rasa takut dan sakit selama sebelum pemotongan terjadi.

Memang tidak mudah untuk menentukan standar perilaku dan intervensi

manusia terhadap hewan sehingga dapat memenuhi sebagai syarat standar

kesejahteraannya. Sangat banyak cakupan dimensi yang harus dipandang agar

dapat menentukan atau megeksekusi bahwa sesuatu hal itu termasuk bagian dari

kesejahteraannya. Namun yang paling penting adalah bagaimana memperlakukan

setiap hewan dengan baik tanpa mengurangi hak hidup dan kekebasannya. Perlu

disadari juga bahwa hewan adalah tidak sama dengan manusia yang bisa diajak

berkomunikasi/berdialog sehingga dapat memenuhi keinginan manusia. Dan

sebagian besar keinginan manusia tidak sejalan dengan keinginan dan yang

dirasakan oleh hewan, sehingga dengan keadaan yang demikian itu bisa saja

15

memungkinkan terjadinya sikap-sikap manusia yang dianggap berlebihan

terhadap hewan. Namun tidak hanya sampai disitu, ketika banyak pemerhati

kesejahteraan hewan melakukan penelusuran dan penelitian, pengamatan, maka

semakin dalam dan banyak dimensi yang harus diperhatikan dari hulu sampai hilir,

bahkan bisa terjadi pelarangan yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya oleh

masyarakat awam pada umumnya.

Sampai saat ini semakin banyak bermunculan protes terhadap perlakuan

tidak manusiawi pada hewan, konsep kesejahteraan hewan mulai diberlakukan

secara ketat dengan asas regulasi animal right. Pemerhati kesejahteraan hewan

diberbagai negara berbeda-beda memahami dimensi kesejahteraan hewan tetapi

tanpa mengabaikan konsep dan prinsipnya, dan tidak jarang dimensi yang

dilibatkan juga adalah dimensi yang terbawa berdasarkan emosional dan

perasaan sebagian pemerhati kesejahteraan sehingga sampai produk yang

dihasilkanpun harus diperlakukan dengan baik. Hal tersebut memang tidak

salah/keliru dan itu merupakan bentuk kepedulian terhadap apa yang telah

memberi manfaat untuk manusia, akan tetapi bagai mana perilaku antara hewan

yang satu dengan hewan yang lain yang kanibal (sebagai contoh), bagaimana

kejadian pada buaya yang menerkam dan membunuh seekor kambing atau rusa?

Siapa yang bisa melarang? Dan siapa yang menilai?

Manusia hendaknya mampu bertanggungjawab terhadap kelayakan hidup

dan kehidupan hewan (baik yang dipelihara maupun yang hidup liar), karena

kehidupan hewan merupakan bagian dari kehidupan manusia seperti dalam mata

rantai kehidupan dan pada hakikatnya hewan juga mempunyai perasaan

kebosanan, kenyamanan, kesenangan, atau penderitaan selayaknya manusia

(Eccleston, 2009). Partisipasi dan kepedulian manusia terhadap hewan akan

memberikan rasa nyaman pada hewan terhadap segala perlakuan manusia baik

16

pemenuhan kebutuhan hidup pokok dan menciptakan lingkungan yang nyaman

dan sehat bagi hewan. Hewan yang telah terpenuhi segala bentuk

kesejahteraannya secara otomatis akan memberikan dampak dan manfaatnya

untuk manusia yang pada akhirnya dengan kesejahteraan dan kesehatan hewan

juga memberikan kesejehteraan secara ekonomis dan kesehatan bagi manusia. 4.1. Kesejahteraan Hewan Di Karantina

Karantina adalah tempat pengasingan dan/atau tindakan sebagai upaya

pencegahan masuk dan tersebarnya hama dan penyakit atau organisme

pengganggu dari luar negeri dan dari suatu area ke area lain di dalam negeri, atau

keluarnya dari dalam wilayah negara Republik Indonesia (UU No 16 Tahun 2009).

Yang dimaksud Kesejahteraan Hewan adalah bagaimana hewan menghadapi

kondisi dimana dia hidup. Hewan dalam keadaan kesejahteraan hewan yang baik

jika (di indikasikan dengan bukti ilmiah) sehat, nyaman, cukup gizi, aman, dapat

mengekspresikan perilaku bawaannya dan jika tidak menderita dari keadaan tidak

menyenangkan seperti sakit, takut dan tertekan ( OIE, 2015). Penting untuk

diperhatikan dan di anjurkan kepada pemilik hewan agar petugas (dari pihak

pemilik hewan) yang mengangkut hewan keatas alat transportasi untuk tidak

memberi perlakuan yang kasar yang menyebabkan hewan menjadi stress, yang

terus berlanjut selama perjalanan dan penurunan /pembongkaran di tempat

tujuan.

4.2. Tindakan Karantina Terhadap Media Pembawa Hama Penyakit Hewan Karantina (MP HPHK)

Dalam peraturan perundangan perkarantinaan telah mempertimbangkan

masalah kesejahteraan hewan, seperti yang tertuang didalam UU No 16 Tahun

17

2009 Tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan dan Peraturan Pemerintah

No 82 tahun 2000 Tentang Karantina Hewan. Bahwa petugas karantina

melakukan tindakan berupa Pemeriksaan, Pengasingan, Pengamatan, Perlakuan,

Penahanan, penolakan, Pemusnahan dan Pembebasan (Pasal 10 UU No 16

Tahun 2009). Dalam setiap tindakan tersebut petugas tentunya berhubungan

secara fisik/kontak dengan Media Pembawa (MPHPHK) terutama pada saat

perlakuan terhadap MPHPHK (hewan besar maupun kecil). Perlakuan yang

bersifat Preventif ( tindakan pencegahan penyakit dengan vaksinasi), bersifat

Kuratif ( tindakan pengobatan dengan anitibotik), bersifat promotif ( tindakan

pemulihan kondisi dengan vitamin) ( Penjelasan Pasal 12 PP No 82 Tahun 2000)

perlu juga mempertimbangkan nilai-nilai/prinsip kesejahteraan hewan dengan

menghindari rasa sakit yang berlebihan dari hewan, mengurangi tingkat stres

hewan. Grandin.T (1996) menyatakan bahwa hewan yang diperlakukan dengan

kasar dapat menyebabkan dua kali lebih banyak cedera (memar) dari hewan yang

diperlakukan dengan lembut. Tingkat kesejahteraan hewan akan banyak

berpengaruh terhadap pertumbuhan, daya tahan terhadap penyakit, reproduksi,

dan patologi hewan (European Communities, 2007).

4.3. Persyaratan Instalasi Karantina Hewan (IKH)

Demikian juga dalam hal sarana dan prasana perkarantinaan seperti

Insatalasi Karantina Hewan (IKH), bahwa dalam pembangunan IKH

dipertimbangkan persyaratan kelayakan secara teknis dengan memperhatikan

salah satu atau beberapa resiko yang menyebabkan gangguan terhadap

kesejahteraan hewan pada (Pasal 80 PP No 82 Tahun 2000). Pada kandang

penampungan/isolasi/instalasi harus dapat menampung hewan dengan kapasitas

optimum sehingga hewan dapat bergerak dengan nyaman (Hidayat, 2011).

18

Instalasi karantina digunakan untuk keperluan pemeriksaan, pengasingan,

pengamatan, perlakuan, penahanan, pemusnahan, harus memenuhi prinsip

kesejahteraan hewan seperti pemenuhan kebutuhan dasar fisik, psikologis hewan

dan lingkungannya memberikan rasa aman, nyaman, bebas dari rasa sakit,

ketakutan, dan tertekan (Permentan No. 34 Tahun 2006). Selama berada

didalam IKH, hewan harus terjaga kesehatannya secara umum, karena jika tidak

sehat atau masih sakit maka pihak karantina akan melakukan tindakan

pengobatan hingga sembuh, dan jika tidak sembuh juga maka hewan tersebut

tidak diijinkan untuk di lalulintaskan karena dianggap tidak layak untuk dibebaskan

atau ditolak keberangkatannya, bahkan dapat dimusnahkan jika terjangkit penyakit

golongan 1 karena dikhawatirkan akan mengganggu kesehatan hewan yang

lainnya dan berpotensi menyebarkan penyakit. Lagipula jika membebaskan hewan

yang sakit merupakan bentuk kelalaian dan pelanggaran dalam hal menambah

penderitaan hewan selama transportasi dan hal tersebut sudah termasuk

mengabaikan prinsip kesejahteraan hewan.

4.4. Penilaian Kelayakan Alat angkut dan Kemasan

Tidak hanya itu, karantina juga menekankan agar tidak terjadi kemungkinan

gangguan kesejahteraan hewan dengan memperhatikan dan menilai serta

mempersyaratkan secara teknis terhadap kelayakan alat angkut dan kemasan

yang merupakan sarana transportasi hewan (Pasal 52-55 PP No 82 Tahun 2000).

Alat angkut yang digunakan sebagai alat tansportasi MP HPHK harus memenuhi

persyaratan untuk kesehatan hewan juga kesejahteraan hewan, karena alat

angkut selain berpotensi menularkan penyakit, juga dapat mengganggu

kenyamanan hewan selama perjalanan menuju tujuan jika tidak memenuhi syarat

kepadatan/kapasitas, kelembaban, suhu, kebersihan. Transportasi memiliki peran

19

penting untuk mempengaruhi tingkat stress hewan, faktor yang mempengaruhi

stress selama transportasi adalah iklim, lama perjalanan, kapasitas dalam truk,

dan getaran pada truk (Swanson and Tesch, 2001). Dan setelah tiba di IKH

hewan harus diturunkan dalam waktu 30 menit setelah sampai untuk mengurangi

tingkat stres pada hewan selama perjalanan (Menurut Meat and Livestock

Australia (2012). Penanganan hewan selama berada ditransportasi sampai di

Instalasi maupun di RPH di harapkan dapat memberikan perlakuan dengan

memperhatikan prinsip animal welfare karena perlakuan kasar pada hewan akan

dapat mempengaruhi tingkat stress dan kualitas daging (Gradin, T.1996).

Demikian juga dengan kemasannya, harus memenuhi persyaratan yang telah

ditentukan sehingga tidak menyebabkan kerusakan atau kebocoran pada MP

HPHK, menjaga produk tetap utuh dan senantiasa terjaga higienitasny, sehingga

memberikan kesehatan bagi konsumen. Dalam Undang-Undang No. 7 Tahun

1996 tentang Pangan dengan penjelasan keamanan pangan didefinisikan sebagai

kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah terjadinya pencemaran

pangan dari cemaran biologis, kimia dan benda lain yang akan mengganggu,

merugikan dan membahayakan bagi kesehatan manusia. 4.5. KendalaYang Di Hadapi Secara Umum

Karakter dan pola pikir masyarakat yang bermacam-macam menjadikan

sosialisasi yang diberikan dan pendekatan yang dilakukan kurang optimal, dan

penegakan ketentuan-ketentuan hukum tentang kesejahteraan hewan menjadi

lemah akibat partisipasi dan kesadaran masyarakat yang kurang sehingga untuk

mewujudkan prinsip kesejahteraan hewan seutuhnya masih jauh dari harapan.

Disamping itu pendampingan pemerintah yang terbatas akibat sumberdaya yang

terbatas juga merupakan kendala yang sering dihadapi dan menjadi dilema

20

apabila berhadapan dengan perilaku yang mengutamakan kebiasaan adat istiadat

dan kepentingan-kepentingan golongan tertentu sehingga secara umum dapat

saja mengabaikan prinsip kesejahteraan hewan.

Titik kritis terjadinya gangguan kesejahteraan hewan adalah biasanya

karena pengetahuan dan penerapan keterampilan petugas yang masih kurang,

sarana dan prasarana alat angkut dan IKH, serta lingkungan yang kurang

mendukung. Pada saat perlakuan seperti pemberian obat atau pengambilan

darah yang biasanya sering mendapat perlawanan dari hewan, pada saat itu

tanpa disadari petugas harus mengandling dan memasukkan sejumlah dan

berbagai jenis obat. Proses menaikan atau menurunkan dari alat angkut oleh anak

kandang atau petugas dari pihak pemilik hewan juga biasanya sering

mendapatkan perlawanan dari hewan, pada saat itu juga bisa saja terjadi

perlakuan yang tidak nyaman untuk hewan.

Pada alat angkut juga bisa terjadi benturan-benturan hewan yang dapat

melukai hewan, biasanya kelayakan alat angkut belum seluruhnya sempurna dan

belum seluruh unsure desain yang dipersyaratkan bisa terpenuhi, karena desain

alat angkut yang digunakan saat ini belum banyak didesain khusus untuk hewan,

yang pada akhirnya digunakan alat angkut yang umum digunakan dan hanya

dimodifikasi seperlunya saja. Ketidaknyamanan hewan juga dapat diperoleh

selama transportasi dari daerah asal ke daerah tujuan, keadaan dan situasi

selama perjalanan yang kadang tidak bisa diprediksi optimalisasinya bisa

menyebabkan gangguan kesejahteraan hewan.

Didalam IKH pun bisa terjadi gangguan kesejahteraan hewan jika jumlah

atau frekwensi hewan yang sedang keluar/masuk sedang tinggi/banyak.

Kepadatan populasi ternak dalam kandang instalasi akan mengurangi kebebasan

gerak menggangu kesejahteraan hewan, ditambah lagi lingkungan IKH yang

21

terlalu kotor, minim penerangan, minim persediaan air minum, kebisingan yang

tinggi, dan lain sebagainya.

22

BAB V KESIMPULAN

Kesimpulan

1. Penerapan konsep Kesejahteraan hewan (animal welfare) dalam

perspektif karantina hewan baik dalam tindakan karantina hewan, Alat

angkut, sarana prasana Instalasi Karantina Hewan (IKH) telah

mempertimbangkan prinsip kesejahteraan hewan (Animal wefare)

sesuai dengan peraturan perudangan perkarantinaan yang berlaku

((Pasal 10 UU No 16 Tahun 2009), Pasal 52-55, 80 PP No 82 Tahun

2000), Penjelasan Pasal 12 PP No 82 Tahun 2000) dan (Permentan

No. 34 Tahun 2006).

2. 5 Aspek kesejahteraan hewan yang perlu diperhatikan, bahwa hewan

harus mendapatkan kebebasan dari rasa lapar dan haus, kebebasan

dari rasa panas dan tidak nyaman, kebebasan dari luka, penyakit dan

sakit, kebebasan dari rasa takut dan penderitaan, kebebasan untuk

mengekspresikan perilaku normal dan alami.

23

DAFTAR PUSTAKA

Anonim,2009. Kesejahteraan Hewan Sapi. http://duniasapi.com/kesejahteraan-hewan-sapi. Diakses pada 16 November 2011

Abrianto, 2009. Kesejahteraan Hewan. http://duniasapi.com/kesejahteraan-hewan. Diakses pada 16 November 2011

Compassion in World Farming. 2012. History and Achievement. http://www.ciwf.org.uk/about_us/history_achievements/default.aspx (Diunduh pada 12 Maret 2012).

European Communities. 2007. Factsheet: Animal Welfare March 2007. Directorate-General for Health and Consumer Protection. European Commission. Brussels.

Eccleston KJ. (2009). Animal Welfare di Jawa Timur: Model Pendidikan Kesejahteraan Binatang di Jawa Timur. Australian Consortium For In-Country Indonesian Studies Angkatan Ke-28.

Grandin T. (1996). Factors that impede animal movement at slaughter plants. Journal of the American Veterinary Medical Association 129: 757.

Hidayat MM. (2011). Kedatangan Ternak ke RPH “Unloading dan Lairaging”. Bogor.

Moeljatno, 2008, Kitab Undang Undang Hukum Pidana, cetakan 27, Bumi Aksara, Jakarta.

Meat and Livestock Australia. (2012). Prosedur Standar Operasional untuk Kesejahteraan Ternak. Australia.

OIE, 2015. “Introduction To Recommendation For Animal Welfare” cahpter 7.1 terrestrial animal health code dan “transport of animals by sea” (Tata cara transportasi hewan melalui laut terjemahan Oleh Putu Ayu Riski)

Peraturan Pemerintah No 82 Tahun 2000 Tentang Karantina Hewan

24

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 95 Tahun 2012 Tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner Dan Kesejahteraan Hewan

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 95 Tahun 2012 Tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kesejahteraan Hewan.

Peraturan Menteri Pertanian Nomor 34/permentan/ot.140/7/2006 Tentang Persyaratan Dan Tata Cara Penetapan Instalasi Karantina Hewan

R. Soesilo. 1991. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Politeia: Bogor.

Main D. 2003. Pengamatan Kesrawan dan Lima Kebebasan Hewan. University of Bristol and WSPA. Indonesia Medicus Veterinus Juni 2015 4(3) : 238-248 pISSN : 2301-7848;eISSN : 2477-6637 248

Undang-Undang No 16 Tahun 2009 Tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan

Undang-Undang No 14 Tahun 2014. Perubahan Atas Undang-Undang No 18 tahun 2009 Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Swanson JC and Tesch JM. (2001). Cattle transport: Historical, research, and future perspectives. American Society of Animal Science. J. Anim. Sci. 79 (E. Suppl.): E102–E109.