Draft I

21
DRAFT I SISTEM PERTANIAN TERPADU Disusun oleh : Dwi Cahyono H0708091 Kelompok 2 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

description

makalah pertanian

Transcript of Draft I

Page 1: Draft I

DRAFT I

SISTEM PERTANIAN TERPADU

Disusun oleh :

Dwi Cahyono

H0708091

Kelompok 2

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011

Page 2: Draft I

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia adalah negara yang memiliki areal pertanian luas dengan

penduduk sebagian besar bermata-pencaharian sebagai petani. Pada umumnya

mereka tinggal di sekitar lahan pertaniannya. Lahan pertanian meliputi 2 jenis

tanah, yaitu tanah sawah dan tanah kering. Tanah sawah meliputi tanah irigasi

tehnis, irigasi setengah teknis, irigasi sederhana dan tadah hujan. Sedangkan

tanah kering meliputi tanah tegal dan pekarangan.

Dalam menjaga ketahanan pangan, maka produksi pangan harus selalu

ditingkatkan. Salah satu dari berbagai usaha yang dilakukan adalah

diversifikasi penanaman. Usaha ini lebih ditingkatkan dengan pengembangan

beberapa jenis komoditi yang perlu mendapatkan perhatian. Adapun yang

dimaksud dengan diversifikasi pertanian adalah usaha menganekaragamkan

usahatani, baik secara vertikal mulai dari prapanen sampai dengan pasca

panen dan pemasaran maupun secara horizontal yang merupakan imbangan

pengembangan antara komoditi dan wilayah. Diversifikasi bertujuan untuk

meningkatkan produktivitas tanah, pendapatan, mengurangi pengangguran,

memperbaiki nilai gizi dan memperbaiki lingkungan hidup. Tujuan

pengembangan pekarangan diarahkan kepada peningkatan produksi, baik

kualitas maupun kuantitas, untuk mencapai swasembada pangan dan

meningkatkan pendapatan petani (Soetomo, 1992).

Pertanian terpadu pada hakekatnya adalah memanfaatkan seluruh

potensi energi sehingga dapat dipanen secara seimbang. Pertanian melibatkan

makhluk hidup dalam satu atau beberapa tahapnya dan memerlukan ruang

untuk kegiatan itu serta jangka waktu tertentu dalam proses produksi. Dengan

pertanian terpadu ada pengikatan bahan organik di dalam tanah dan

penyerapan karbon lebih rendah dibanding pertanian konvensional yang pakai

pupuk nitrogen dan sebagainya. Pertanian terpadu sangat menguntungkan bagi

masyarakat karena output yang dihasilkan lebih tinggi dan sistem pertanian

Page 3: Draft I

terpadu ini tidak merusak lingkungan karena sistem ini ramah terhadap

lingkungan.

Pertanian terpadu berpotensi untuk mengembangkan komoditas yang

dapat memperluas lapangan kerja dan sumber pendapatan seperti usaha tani

yaitu padi, ternak sapi, itik, tanaman perkebunan dan sayurran. Pengelolaan

tanaman dan ternak umumnya masih secara parsial menyebabkan pendapatan

petani rendah. Upaya peningkatan pentane dapat dilakukan dengan

mempercepat alih teknologi secara spesifik dengan mengintroduksi varietas,

inovasi teknologi dan kelembagaan.

B. Rumusan Masalah

Sistem pertanian terpadu didasari atas kenyataan adanya masalah-

masalah :

1. Semakin meningkatnya biaya dan ketergantungan terhadap input internal

eksternal (bahan kimia dan energi),

2. Semakin menurunnya produktivitas tanah akibat erosi tanah dan

kehilangan (pelindian) hara dari tanah,

3. Semakin meningkatnya pencemaran air akibat pupuk dan pestisida, dan

4. Semakin meningkatnya ancaman residu bahan agrokimia terhadap

kualitas dan keamanan pangan.

C. Tujuan Praktikum

Tujuan praktikum ini adalah untuk memberikan ketrampilan kepada

mahasiswa dalam menerapkan konsep Sistem Pertanian Terpadu dan

merupakan bekal penting bagi para mahasiswa setelah terjun di masyarakat.

Disamping itu, melatih mahasiswa untuk dapat menganalisis komponen-

komponen dalam sistem pertanian dan menuangkannya dalam bentuk bahasan

kondisi di setiap sistem pertanian. Secara khusus tujuan praktikum ini adalah

melatih mahasiswa untuk berfikir secara holistic berdasarkan wawasan

mahasiswa terhadap interaksi komponen dalam sistem pertanian dan

menelusuri peran lingkungan di setiap tipe sistem pertanian.

Page 4: Draft I

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Budidaya Kangkung

Kangkung (Ipomoea sp.) dapat ditanam di dataran rendah dan dataran

tinggi. Kangkung merupakan jenis tanaman sayuran daun, termasuk kedalam

famili Convolvulaceae. Daun kangkung panjang, berwarna hijau keputih-

putihan merupakan sumber vitamin pro vitamin A. Berdasarkan tempat

tumbuh, kangkung dibedakan menjadi dua macam yaitu: 1) Kangkung darat,

hidup di tempat yang kering atau tegalan, dan  2) Kangkung air, hidup

ditempat yang berair dan basah (Edy S., 2010).

Kangkung termasuk suku Convolvulaceae (keluarga kangkung-

kangkungan). Kedudukan tanaman kangkung dalam sistematika tumbuh-

tumbuhan diklasifikasikan ke dalam:

a) Divisio : Spermatophyta

b) Sub-divisio : Angiospermae

c) Kelas : Dicotyledonae

d) Famili : Convolvulaceae

e) Genus : Ipomoea

f) Species : Ipomoea reptans

Kangkung merupakan tanaman yang tumbuh cepat yang memberikan

hasil dalam waktu 4-6 minggu sejak dari benih. Kangkung yang dikenal

dengan nama Latin Ipomoea reptans terdiri dari 2 (dua) varietas, yaitu

Kangkung Darat yang disebut Kangkung Cina dan Kangkung Air yang

tumbuh secara alami di sawah, rawa atau parit-parit.Kangkung (Ipomoea sp.)

dapat ditanam di dataran rendah dan dataran tinggi (Dimas, 2009).

Bibit kangkung sebaiknya berasal dari kangkung muda, berukuran 20 -

30 cm. Pemilihan bibit harus memperhatikan hal-hal seperti berikut, batang

besar, tua, daun besar dan bagus. Penanamannya dengan cara stek batang,

kemudian ditancapkan di tanah. Sedangkan biji untuk bibit harus diambil dari

tanaman tua dan dipilih yang kering serta berkualitas baik (Dimasaditya,

2009).

Page 5: Draft I

B. Integrated Crop Management

Alternatif komponen teknologi dalam PTT adalah: (1) Varietas Unggul

Baru, (2) Penggunaan benih bermutu, (3) Pengaturan jarak tanam, (4),

Penanaman bibit muda tunggal, (5) Penggunaan bahan organik, (6)

Pengelolaan air, (7) Pemupukan sesuai kebutuhan tanaman, (8) Pengendalian

OPT (Organisme Pengganggu Tanaman) sesuai dengan konsep PHT, serta (9)

Panen dan pasca panen (Iskandar, 2008).

Optimasi produktivitas padi di lahan sawah merupakan salah satu

peluang peningkatan produksi gabah nasional. Hal ini sangat dimungkinkan

bila dikaitkan dengan hasil padi pada agroekosistem ini masih beragam antar

lokasi dan belum optimal. Rata-rata hasil 4,7 t/ha, sedangkan potensinya dapat

mencapai 6 – 7 t/ha. Belum optimalnya produktivitas padi di lahan sawah,

antara lain disebabkan oleh; a) rendahnya efisiensi pemupukan; b) belum

efektifnya pengendalian hama penyakit; c) penggunaan benih kurang bermutu

dan varietas yang dipilih kurang adaptif; d) kahat hara K dan unsur mikro; e)

sifat fisik tanah tidak optimal; f) pengendalian gulma kurang optimal

(Makarim et al. 2000).

Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) atau Integrated Corp

Management (ICM) adalah upaya untuk mempertahankan atau bahkan

meningkatkan produksi padi secara berkelanjutan dengan memperhatikan

sumber daya yang tersedia serta kemauan dan kemampuan petani. Jadi PTT

menekankan parsipatori yang menempatkan pengalaman, keinginan, dan

kemampuan petani sebagai subjek dalam menyikapi kemajuan teknologi

(bahasa gaulnya, petani tidak gaptek gitu loh) dengan memperhatikan

keanekaragaman lingkungan pertanaman dan kondisi petani sehingga

teknologi menjadi mudah diterima petani. Namun demikian penerapan umum

yang harus dilakukan adalah penggunaan benih bermutu dan pemberantasan

hama terpadu (PHT) (Irawan D, 2008).

Pengelolaan Tanaman Terpadu (Integrated Crop Management) atau

lebih dikenal PTT pada padi sawah, merupakan salah satu model atau

pendekatan pengelolaan usahatani padi, dengan mengimplementasikan

Page 6: Draft I

berbagai komponen teknologi budidaya yang memberikan efek sinergis. PTT

mengabungkan semua komponen usahatani terpilih yang serasi dan saling

komplementer, untuk mendapatkan hasil panen optimal dan kelestarian

lingkungan (Sumarno, dkk. 2000).

C. Integrated Pest Management

Pengelolaan Hama Terpadu (PHT) atau di dunia internasional dikenal

sebagai The Intergrated Pest Management (IPM) merupakan suatu konsep

pengelolaan ekosistem pertanian yang berkelanjutan dan berwawasan

lingkungan. Di Indonesia PHT umum dikenal sebagai perpanjangan istilah

Pengendalian Hama Terpadu. Sebenarnya dilihat dari sejarah pengembangan

konsep, Intergrated Pest Management (IPM) atau Pengelolaan Hama Terpadu

merupakan peningkatan konsep Intergrated Pest Control (IPC) atau

Pengendalian Hama Terpadu (Kasumbogo, 2006).

Pengendalian OPT bertujuan untuk mempertahankan produksi

pertanian agar produksi tetap optimal, pengendalian hama adalah usaha –

usaha manusia untuk menekan populasi hama sampai dibawah ambang batas

yang merugikan secara ekonomi. Pengendalian dapat dilakukan dengan

pendekatan Pengendalian Hama Terpadu (PHT), yaitu memilih suatu cara atau

menggabungkan beberapa cara pengendalian, sehingga tidak merugikan secara

ekonomis, biologi dan ekologi. Dengan tingkat kesadaran yang tinggi tentang

lingkungan yang sehat dan pertnian yang berkelanjutan diperlikan cara

pengendalian yang tepat ( Suharno,2005).

Dilihat dari segi operasional pengendalian hama dengan PHT dapat

kita artikan sebagai pengendalian hama yang memadukan semua teknik atau

metode pengendalian hama sedemikian rupa, sehingga populasi hama dapat

tetap berada di bawah aras kerusakan (Girsang, 2009).

D. Integrated Soil Management

Pengelolaan tanah secara vegetatif dapat menjamin keberlangsungan

keberadaan tanah dan air karena memiliki sifat : (1) memelihara kestabilan

struktur tanah melalui system perakaran dengan memperbesar granulasi tanah,

(2) penutupan lahan oleh seresah dan tajuk mengurangi evaporasi, (3)

Page 7: Draft I

disamping itu dapat meningkatkan aktifitas mikroorganisme yang

mengakibatkan peningkatan porositas tanah, sehingga memperbesar jumlah

infiltrasi dan mencegah terjadinya erosi (Rahim, 2006).

Pengolahan Lahan (Tanah), tahap ini merupakan tahap awal dalam

berkebun. Lahan perlu dibersihkan dari tanaman liar. Upayakan pembersihan

lahan tidak menggunakan bahan kimia karena residunya dalam tanah akan

mengurangi produktivitas tanah. Bila tanah berwarna gelap dan gembur, kita

hanya perlu memberikan pupuk tambahan pada saat penanaman. Sedangkan

bila tanah berwarna agak terang, pucat, dan padat maka kita perlu

mengolahnya secara intensif dengan mencangkul untuk mengemburkan tanah

dilanjutkan dengan memberikan pupuk organik (pupuk kandang atau kompos)

dan pupuk kimia (TSP, KCl, dan Urea) secara berimbang (Anonim, 2010).

Pengelolaan tanah bertujuan mempertahankan atau meningkatkan

manfaatnya sebagai sumber daya dalam batas kemampuannya. Asas

pengelolaan ini dapat dijabarkan menjadi kegiatan pemeliharaan,

perlindungan, perbaikan, pemulihan, dan reklamasi kemampuan, serta

pengefisienan penggunaan. Pengelolaan tanah pada dasarnya bermaksud

memelihara kesuburan tanah, namun berguna pula melindungi tanaman

terhadap erosi karena memperbesar serapan air sehingga mengurangi aliran

limpas dan memperbaiki kesuburan tanah karenamemacu pelapukan mineral

(Notohadiprawiro, 2006).

E. Integrated Nutrient Management

Hara yang tidak termanfaatkan tanaman juga dapat berubah menjadi

bahan pencemar. menganjurkan pentingnya penggunaan pupuk yang

berimbang dan perlunya pemantauan status hara tanah secara berkala

(Azizturindra, 2009.)

Larutan nutrisi sebagai sumber pasokan air dan mineral nutrisi

merupakan faktor penting untuk pertumbuhan dan kualitas hasil tanaman,

sehingga harus tepat dari segi jumlah, komposisi ion nutrisi dan suhu. Unsur

hara makro adalah unsur hara yang diperlukan tanaman dalam jumlah yang

banyak, terdiri atas C, H, O, N, P, K, Ca, Mg dan S. Apabila tanaman

Page 8: Draft I

kekurangan unsur hara makro akan berpengaruh langsung terhadap

pertumbuhan dan produksi tanaman. Unsur hara mikro adalah unsur hara yang

diperlukan oleh tanaman tetapi dalam jumlah sedikit. Unsur hara mikro ini

mutlak dibutuhkan oleh tanaman. Jika kekurangan unsur hara mikro ini maka

tanaman tidak akan tumbuh dengan optimal. Jenis unsur hara mikro ini adalah

Mn, Cu, Fe, Mo, Zn, B (Wijayani et. al. 1998).

Tantangan yang dihadapi dalam pengelolaan hara tanaman adalah

mempertahankan (apabila memungkinkan meningkatkan) produktivitas secara

berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan pangan dan bahan dasar lainnya,

dan untuk meningkatkan kualitas sumber daya lahan dan air. Tidak ada hal

yang bersifat kontradiksi antara usaha mempertahankan produktivitas tanaman

dan usaha meningkatkan sumber daya. Dengan demikian, kerusakan

lingkungan dapat ditekan denagn cara mensinkronkan antara hara tanaman dan

kebutuhan tanaman, serta melaksanakan prinsip-prinsip konservasi tanah dan

air (Sahiti, 2007).

F. Integrated Water Management

Air untuk pertanian dapat diperoleh dari air hujan, air permukaan

yaitu: sungai, danau, embung, dan mata air serta air tanah: berasal dari sumur

baik sumur dangkal atau pun sumur dalam. Jika air hujan sudah mencukupi

kebutuhan tanaman, biasanya air permukaan dan air tanah tidak dimanfaatkan

untuk irigasi. Sebaliknya jika air hujan tidak mencukupi, pilihan terbaik

adalah memanfaatkan air tanah atau air permukaan untuk mengairi

pertanaman yang dibudidayakan (Sutono, 2007).

Air tanah merupakan salah satu sifat fisika tanah yang berpengaruh

langsung terhadap pertumbuhan tanaman dan aspek-aspek kehidupan manusia

lainnya. Selain sebagai komponen penyusun jaringan tanaman, air tanah juga

berfungsi dalam pelarutan dan transportasi unsur hara ke akar-akar tanaman.

Secara tidak langsung air tanah mempengaruhi pertumbuhan tanaman dengan

cara mengontrol suhu tanah. Kehilangan air bagi tanaman dapat menyebabkan

tanaman mati. Kekurangan air juga dapat dan defisiensi air yang terus

menerus menyebabkan tanman mati. Kekurangan air juga dapat

Page 9: Draft I

mengakibatkan pertumbuhan dan produksi tanman itu sendiri (Suprihatin,

2008).

Pengelolaan sumberdaya air secara terpadu adalah suatu proses yang

mengedepankan pembangunan dan pengelolaan sumberdaya terkait lainnya

secara terkoordinasi dalam rangka memaksimalkan resultan ekonomi dan

kesejahteraan sisial secara adil tanpa mengorbankan keberlanjutan

(sustainability) ekosistem yang vital. Prinsip-prinsip pengelolaan air secara

terpadu ini dikembangkan sebagai respon terhadap pola pengelolaan

sumberdaya air yang diterapkan selama ini yang cenderung terpisah-pisah

(fragmented) sehingga menimbulkan berbagai persoalan seperti banjir, intrusi

air laut karena pengambilan air tanah yang berlebihan, pencemaran, dan

sebagainya. Keterpaduan ini mencakup dua komponen besar, yaitu

keterpaduan pada sistem alam (natural system); dan keterpaduan pada sistem

manusia (human system) (Helmi, 2003).

G. Integrated Livestock Managemen

Pengelolaan limbah yang kurang baik akan menjadi masalah serius

pada usaha peternakan sapi perah. Sebaliknya bila limbah ini dikelola dengan

baik dapat memberikan nilai tambah. Salah satu upaya untuk mengurangi

limbah adalah mengintegrasikan usaha tersebut dengan beberapa usaha

lainnya, seperti penggunaan suplemen pada pakan, usaha pembuatan kompos,

budidaya ikan, budidaya padi sawah, sehingga menjadi suatu sistem yang

saling sinergis. Upaya memadukan tanaman, ternak dan ikan di lahan

pertanian memiliki manfaat ekologis dan ekonomis. Laju pertumbuhan

produktivitas usaha pertanian merupakan interaksi di antara berbagai faktor

yang ada dalam sistem usahatani. Sebagai upaya bagi peningkatan sistem

usahatani diperlukan teknologi alternatif untuk memperbaiki produktivitas

lahan dan meningkatkan pendapatan petani, antara lain melalui teknologi

sistem usaha peternakan yang menerapkan konsep produksi bersih

(Hidayatullah, dkk., 2005)

Pengembangan sistem integrasi tanaman ternak (sapi) bertujuan untuk:

1) mendukung upaya peningkatan kandungan bahan organik lahan pertanian

Page 10: Draft I

melalui penyediaan pupuk organik yang memadai, 2) mendukung upaya

peningkatan produktivitas tanaman, 3) mendukung upaya peningkatan

produksi daging dan populasi ternak sapi, dan 4) meningkatkan pendapatan

petani atau pelaku pertanian. Melalui kegiatan ini, produktivitas tanaman

maupun ternak menjadi lebih baik sehingga akan meningkatkan pendapatan

petani-peternak (Kariyasa, 2005).

Sistem pertanian terpadu diarahkan pada upaya memperpanjang siklus

biologis dengan mengoptimalkan pemanfaatan hasil samping pertanian dan

peternakan. Setiap mata rantai siklus menghasilkan produk baru yang

memiliki nilai ekonomis tinggi, sehingga dengan sistem ini diharapkan

pemberdayaan dan pemanfaatan lahan marginal di seluruh daerah dapat lebih

dioptimalkan. Hal tersebut dimaksudkan untuk mendukung kebijakan

pemerintah dalam kecukupan pangan dengan cara mengembangkan sistem

pertanian yang terintegrasi misalnya tanaman pangan, pakan, dan ternak, juga

dapat memanfaatkan hasil samping peternakan seperti kompos (manure), yang

dapat digunakan sebagai bahan baku pupuk organik dan limbah pertanian

dipakai sebagai pakan ternak yang dikelola secara terpadu dalam satu kawasan

(Rustan M, dkk., 2009).

H. Integrated Market Link Management

Pemasaran didefinisikan sebagai suatu rangkaian kegiatan atau jasa

yang dilakukan untuk memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik

konsumen. Pemasaran merupakan kegiatan produktif karena menciptakan

kegunaan (utility) baik kegunaan bentuk, tempat, waktu maupun milik

(Landell-Mills, 2002)

Sistem pemasaran hasil pertanian adalah suatu kompleks sistem dalam

berbagai subsistem yang berinteraksi satu sama lain dan dengan berbagai

lingkungan pemasaran. Dengan demikian lima subsistem yaitu sektor

produksi, saluran pemasaran, sektor konsumsi, aliran (flow), dan fungsional

berinteraksi satu sama lain dalam subsistem keenam, yaitu lingkungan.

Pemasaran hasil pertanian dihadapkan pada permasalahan spesifik, antara lain

Page 11: Draft I

berkaitan dengan karakteristik hasil pertanian, jumlah produsen, karakteristik

konsumen, perbedaan tempat, dan efisiensi pemasaran (Michon, 2005).

Terdapat enam macam pendekatan yang biasa digunakan untuk

menganalisis permasalahan yang dihadapi dalam pemasaran hasil-hasil

pertanian, yaitu pendekatan komoditi (commodity approach), pendekatan

kelembagaan (institutional approach), pendekatan analitis atau efisiensi

pemasaran (analytical approach), pendekatan struktur tingkah laku dan

penampilan pasar (SCP approach), dan pendekatan manajemen pemasaran

(marketing management approach). Masing-masing pendekatan tersebut tidak

dapat berdiri sendiri sehingga memerlukan pendekatan lainnya agar dapat

memberikan manfaat yang lebih menyeluruh (Sofa, 2008).

Selain kepemilikan atau lahan garapan yang sempit, biaya usaha tani

sayuran juga relatif mahal. Akibatnya, usaha tani sayuran secara individu

petani selalu dalam posisi tawar yang lemah. Petani menjadi penerima harga

yang selalu ditetapkan oleh tengkulak, menanggung segala risiko kegagalan

usaha tani, dan modal mereka sangat terbatas dengan skala usaha tani sangat

kecil (Adyana 2008).

Page 12: Draft I

DAFTAR PUSTAKA

Adnyana, M.O. 2008. Development of sustainable indicators of intensive rice 144 Suwandi production system in Indonesia. Research Collaboration between International Rice Research Institute and Indonesian Center for Food Crops Research and Development (mimeograph).

Anonim.2010. Pemanfaatan Lahan Pekarangan Secara Optimal. Http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2009/12/29/43123/. Diakses pada tanggal 24 Mei 2011.

Azizturindra. 2009. Budidaya Padi Sawah. Diakses pada tanggal 24 Mei 2011.Dimas. 2009. Kangkung. http://dimasadityaperdana.blogspot.com/2009/06/

budidaya-kangkung.html. Diakses tanggal 24 April 2011.Dimasaditya. 2009. Budidaya Kangkung. http://warintek.progressio.or.id/.

Diakses pada 22 April 2011.Edy S., 2010. Budidaya Kangkung Darat Semi Organik.

http://jambi.litbang.deptan.go.id/ind/index.php. Diakses pada tanggal 24 April 2011.

Girsang, W. 2009. Pengembangan Pengendalian Hama Terpadu. http://usitani.wordpress.com/2009/02/26/pht/. Diakses pada tanggal 24 April 2011.

Hidayatullah, dkk. 2005. Pengelolaan Limbah Cair Usaha Peternakan Sapi Perah melalui Penerapan Konsep Poduksi Bersih. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Vol.8(1)

Irawan D. 2008. Pengelolaan Tanaman Terpadu. http://donyirawan.wordpress.com. Diakses 21 April 2011

Iskansar, P. 2008. Pengelolaan Tanaman Terpadu. http://mygreennature. blogspot.com/2008/03/pengelolaan-tanaman-terpadu.html. Diakses pada tanggal 24 April 2011.

Kariyasa, K. 2005. Sistem Integrasi Tanaman Ternak dalam Perspektif Reorientasi Kebijakan Subsidi Pupuk dan Peningkatan Pendapatan Petani. Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian. 3(1)

Landell-Mills N. 2002. Marketing forest environmental services: who benefits? Gatekeeper Series 104, IIED, London.

Makarim et al. (Eds). Prosiding Simposium Penelitian Tanaman Pangan IV. Tonggak Kemajuan Teknologi Produksi Tanaman Pangan. Konsep dan Strategis Peningkatan Paroduksi Pangan. Simposium Penelitian Tanaman Pangan IV. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor.

Michon G. 2005. Domesticating forests: how farmers manage forest resources. CIFOR and World Agroforestry Centre: Nairobi.

Notohadiprawiro. 1998. Tanah dan Lingkungan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departeman Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.

Rahim, ES. 2006. Pengendalian Erosi Tanah. Bumi Aksara Jakarta.pp 91-106.Rustan M, dkk. 2009. Sistem Pengambilan Keputusan untuk Pengembangan

Usahatani Terpadu di Lahan Pasang Surut. Agritech. Vol 29 (3)

Page 13: Draft I

Sahiti, N. 2007. Pertanian Organik: Prinsip Daur Ulang Hara, Konservasi Air dan Interaksi Pada tanaman dan Interaksi pada tanaman. Diakses pada tanggal 22 April 2011

Sofa. 2008. Pendekatan dalam Pemasaran Hasil Pertanian. http://massofa.wordpress.com. Diakses pada tanggal 24 April 2011.

Suharno, 2005. Perlindungan Tanaman. Diktat STPP, jurluhtan, YogyakartaSumarno, I.G. Ismail, dan S. Partohardjono. 2000.Konsep usahatani ramah

lingkungan. Dalam.Suprihatin. 2008. Kadar Lengas Tanah.

http://AryaFarabi/FapertaWeb-2/akta/aktaindex.htm. Diakses pada tanggal 19 Juni 2010

Sutono, S. et al. 2007. Penerapan Teknologi Pengelolaan Air dan Hara Terpadu Untuk Bawang Merah di Donggala. Balai Penelitian Tanah Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. Bogor.

Wijayani. 1998. Kebutuhan Nutrisi Hidroponik. Penebar Swadaya. Jakarta.