Dr. Ninik

51
iiBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Sejarah HIV/AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan salah satu masalah kesehatan yang sedang dihadapi masyarakat dunia akhir-akhir ini. Saat ini tidak ada negara yang terbebas dari HIV ( Human Immunodeficiency Virus) maupun AIDS. HIV/AIDS menyebabkan krisis multidimensi yaitu krisis kesehatan, pembangunan negara, ekonomi, pendidikan maupun kemanusiaan (Djoerban, Djauzi. 2006). Kasus pertama AIDS di dunia dilaporkan pada tahun 1981. Meskipun demikian, dari beberapa literatur sebelumnya ditemukan kasus yang cocok dengan definisi surveilans AIDS pada tahun 1950 dan 1960-an di Amerika Serikat. Sampel jaringan potong beku dan serum dari seorang pria berusia 15 tahun di St. Louis, AS, yang dirawat dengan dan meninggal akibat Sarkoma Kaposi diseminata dan agresif pada 1968, menunjukkan antibodi HIV positif dengan Western Blot dan antigen HIV positif dengan ELISA. Pasien ini tidak pernah pergi ke luar negeri sebelumnya, sehingga diduga penularanya berasal dari orang lain yang juga tinggal di AS pada tahun 1960-an atau lebih awal (Ditjen PPM, 2003). Indonesia merupakan salah satu negara yang mengalami peningkatan kasus tertinggi. Pada akhir tahun 1996, kasus HIV/AIDS yang tercatat di Depkes RI pusat (Departemen Kesehatan Republik Indonesia) berjumlah 501 orang, terdiri dari 119 kasus AIDS dan 382 HIV yang dilaporkan dari 19 propinsi (Ditjen PPM & PL Depkes RI. 2010). 1

description

HIV

Transcript of Dr. Ninik

Page 1: Dr. Ninik

iiBAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Sejarah

HIV/AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan salah satu masalah

kesehatan yang sedang dihadapi masyarakat dunia akhir-akhir ini. Saat ini tidak ada negara

yang terbebas dari HIV (Human Immunodeficiency Virus) maupun AIDS. HIV/AIDS

menyebabkan krisis multidimensi yaitu krisis kesehatan, pembangunan negara, ekonomi,

pendidikan maupun kemanusiaan (Djoerban, Djauzi. 2006).

Kasus pertama AIDS di dunia dilaporkan pada tahun 1981. Meskipun demikian, dari

beberapa literatur sebelumnya ditemukan kasus yang cocok dengan definisi surveilans AIDS

pada tahun 1950 dan 1960-an di Amerika Serikat. Sampel jaringan potong beku dan serum dari

seorang pria berusia 15 tahun di St. Louis, AS, yang dirawat dengan dan meninggal akibat

Sarkoma Kaposi diseminata dan agresif pada 1968, menunjukkan antibodi HIV positif dengan

Western Blot dan antigen HIV positif dengan ELISA. Pasien ini tidak pernah pergi ke luar negeri

sebelumnya, sehingga diduga penularanya berasal dari orang lain yang juga tinggal di AS pada

tahun 1960-an atau lebih awal (Ditjen PPM, 2003).

Indonesia merupakan salah satu negara yang mengalami peningkatan kasus tertinggi. Pada

akhir tahun 1996, kasus HIV/AIDS yang tercatat di Depkes RI pusat (Departemen Kesehatan

Republik Indonesia) berjumlah 501 orang, terdiri dari 119 kasus AIDS dan 382 HIV yang

dilaporkan dari 19 propinsi (Ditjen PPM & PL Depkes RI. 2010).

Kasus pertama AIDS di Indonesia dilaporkan sesara resmi oleh Departemen Kesehatan

tahun 1987 yaitu pada seorang warga negara Belanda di Bali. Sebenarnya sebelum itu telah

ditemukan kasus pada bulan Desember 1985 yang secara klinis sangat sesuai dengan

diagnosis AIDS dan hasil tes Elisa tiga kali diulang menyatakan hasil positif.Hanya, hasil tes

Western Blot, yang saat itu dilakukan di Amerika Serikat, hasilnya negative sehingga tidak

dilaporkan sebagai kasus AIDS. Kasus kedua infeksi HIV ditemukan pada bulan Maret 1986 di

RS Cipto Mangunkusumo, pada pasien hemophilia dan termasuk jenis non – progesor, artinya

kondisi kesehatan dan kekebalanya cukup baik selama 17 tahun tanpa pengobatan, dan sudah

dikonfirmasi dengan Western Blot, serta masih berobat jalan di RSUPN Cipto Mangunkusumo

pada tahun 2002 (Ditjen PPM, 2003).

1

Page 2: Dr. Ninik

Pada penderita HIV AIDS sering terdapat infeksi jamur oportunistik akibat gangguan

sistem kekebalan tubuh. Spesies jamur yang paling sering dijumpai pada penderita

immunocompromise yaitu infeksi candida. Jamur candida merupakan flora mikrobial normal

rongga mulut, saluran pencernaan dan vagina, bersifat invasif/patogen bila daya tahan host

menurun. Infeksi jamur ini umumnya terjadi di daerah mukokutaneus, tetapi dapat pula terjadi

pada organ lain di dalam tubuh seperti esofagus, ginjal, hati, jantung, mata, otak dan paru.

Salah satu yang terjadi pada penderita HIV yaitu Candidiasis esophageal yang merupakan

infeksi jamur candidiasis pada esofagus. Candidiasis esophageal dapat menyebabkan

penderita mengalami nyeri menelan dan tenggorokan terasa menyempit sehingga

mempengaruhi nafsu makan penderita. Infeksi jamur tersebut harus segera diatasi karena

dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada orang dengan gangguan sistem kekebalan

tubuh (Laila, 2010).

Dari uraian di atas, maka penting bagi kita untuk mengenali gejala HIV / AIDS secara

dini terutama bagi para klinisi, oleh karena itu pada responsi kasus kali ini, kami akan

membahas diagnosis dan penatalaksanaan HIV / AIDS yang disertai Candidiasis esophageal.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana cara untuk menegakkan diagnosa dan penatalaksanaan HIV / AIDS dengan

Candidiasis esophageal ?

1.3 Tujuan

Untuk mengetahui cara menegakkan diagnosa dan dan penatalaksanaan HIV / AIDS

dengan Candidiasis esophageal.

2

Page 3: Dr. Ninik

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) dapat diartikan sebagai kumpulan gejala

atau penyakit yang disebabkan oleh menurunya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh virus HIV

(Human Immunodeficiency Virus) yang termasuk family retroviridae. AIDS merupakan tahap

akhir dari infeksi HIV (Djoerban, Djauzi, 2006)

2.2 Epidemiologi

Penularan HIV / AIDS terjadi akibat melalui cairan tubuh yang mengandung virus HIV

yaitu melalui hubungan seksual, baik homoseksual maupun heteroseksual, jarum suntik pada

penggunaan narkotika, transfuse komponen darah dan dari ibu yang terinfeksi HIV ke bayi yang

dilahirkanya. Oleh karena itu kelompok risiko tinggi terhadap HIV / AIDS misalnya pengguna

narkotika, pekerja seks komersil dan pelangganya serta narapidana (Djoerban, Djauzi, 2006).

2.3 Patogenesis

Gambar 2.3.1 Proses terjadinya infeksi HIV (Siregar, 2004)

3

Page 4: Dr. Ninik

Limfosit CD4+ merupakan target utama infeksi HIV karena virus mempunyai afinitas terhadap

molekul permukaan CD4. Limfosit CD4+ berfungsi mengkoordinasikan sejumlah fungsi

imunologis yang penting.Hilangnya fungsi tersebut menyebabkan gangguan respons imun yang

progresif.(Djoerban, 1999).

Kejadian infeksi HIV primer dapat dipelajari pada molekul infeksi akut Simian

Imunodeficiency Virus (SIV).SIV dapat menginfeksi limfosit CD4+ dan monosit pada mukosa

vagina.Virus dibawa oleh antigen presenting cells ke kelenjar getah bening regional.Pada model

ini, virus dideteksi pada kelenjar getah bening dalam 5 hari setelah inokulasi.Sel individual di

kelenjar getah bening yang mengekspresikan SIV dapat dideteksi dengan hibridisasi in situ

dalam 7 sampai 14 hari setelah inokulasi. Viremia SIV dideteksi 7 – 21 hari setelah

infeksi.Puncak jumlah sel yang mengekspresikan SIV di kelenjar getah bening beerhubungan

dengan puncak antigenemia p26 SIV.Jumlah sel yang megekpresikan virus di jaringan limfoid

kemudian menurun secara cepat dan dihubungkan sementara dengan pembentukan respons

imun spesifik.Koinsiden dengan menghilangya viremia adalah peningkatan sel limfosit

CD8.Walaupun demikian tidak dapat dikatakan bahwa respons sel limfosit CD8+ menyebabkan

kontrol optimal terhadap replikasi HIV.Replikasi HIV berada pada keadaan ‘steady – state’

beberapa bulan setelah infeksi.Kondisi ini bertahan relative stabil selama beberapa tahun,

namun lamanya sangat bervariasi.Faktor yang mempengaruhi tingkat replikasi HIV tersebut,

dengan demikian juga perjalanan kekebalan tubuh pejamu, adalah heterogenitas kapasitas

replikatif virus dan heterogenitas intrinsik pejamu (Djoerban, 1999).

Antibodi muncul di sirkulasi dalam beberapa minggu setelah infeksi, namun secara

umum dapat dideteksi pertama kali setelah replikasi virus telah menurun sampai ke level

‘steady – state’. Walaupun antibodi ini umumnya memiliki aktifitas netralisasi yang kuat

melawan infeksi virus, namun ternyata tidak dapat mematikan virus.Virus dapat menghindar

dari netralisasi oleh antibodi dengan melakukan adaptasi pada amplop-nya, termasuk

kemampuanya mengubah situs glikosilasi-nya, akibatnya konfigurasi 3 dimensinya berubah

sehingga netralisasi yang diperantarai antibodi tidak dapat terjadi (Djoerban, 1999).

4

Page 5: Dr. Ninik

Gambar 2.3.2 Manifestasi klinik AIDS (WHO, 2010)

2.4 Diagnosis HIV / AIDS

Untuk menegakkan diagnosis pada penderita perlu dilakukan anamnesa, pemeriksaan

fisik dan tes laboratorium. Apabila dengan pemeriksaan laboratorium terbukti terinfeksi HIV,

baik dengan metode pemeriksaan antibody atau pemeriksaan untuk mendeteksi adanya virus

dalam tubuh maka penderita dinyatakan terinfeksi HIV.

Diagnosis AIDS untuk kepentingan surveilans ditegakkan apabila terdapat infeksi

oportunistik atau limfosit CD4+ kurang dari 200 sel / mm3.

Tabel 2.4.1 Cara menentukan diagnosis dini infeksi HIV berdasarkan riwayat dan pemeriksaan

fisik (WHO, 2010)

5

Page 6: Dr. Ninik

2. 4. 1 Infeksi Oportunistik / Kondisi yang Sesuai dengan Kriteria Diagnosis AIDS

Cytomegalovirus (CMV) (selain hati, limpa, atau kelenjar getah bening)

CMV, retinitis (dengan penurunan fungsi penglihatan)

Ensefalopati HIV (a)

Herpes simpleks, ulkus kronik (lebih dari 1 bulan), bronchitis, pneumonitis, atau esofagitis

Histoplasmosis, diseminata atau ekstraparu

Isosporiasis, dengan diare kronik (lebih dari 1 bulan)

Kandidiasis bronkus, trakea, atau paru

Kandidiasis esophagus

Kanker serviks invasive

Koksidiodomikosis, diseminata atau ekstraparu

Kriptokokosis, ekstraparu

Kriptosporidiosis, dengan diare kronik (lebih dari 1 bulan)

Leukoensefaloapti multifocal progresif

Limfoma, Burkitt

Limfoma, imunoblastik

Limfoma, primer pada otak

Mikrobakterium avium kompleks atau M. kansasii, diseminata atau ekstraparu

Mikobakterium tuberculosis, paru atau ekstraparu

Mikobakterium, spesies lain atau spesies yang tidak dapat teridentifikasi, diseminata atau

ekstrapulmoner

Pneumonia Pneumcystis carinii

6

Page 7: Dr. Ninik

Pneumonia rekuren (b)

Sarkoma Kaposi

Septikemia Salmonella rekuren

Toksoplasmosis otak

Wasting syndrome (c)

NB :

(a) Terdapat gejala klinis gangguan kognitif atau disfungsi motorik yang menggangu kerja atau

aktivitas sehari – hari, tanpa dapat dijelaskan oleh penyebab lain selain infeksi HIV. Untuk

menyingkirkan penyakit lain dilakukan pemriksaan lumbal punksi dan pemeriksaan pencitraan

otak (CT Scan atau MRI)

(b) Berulang lebih dari satu episode dalam 1 tahun

(c) Terdapat penurunan berat badan lebih dari 10 % ditambah diare kronik (minimal 2 kali

selama > 30 hari, intermitten atau konstan), tanpa dapat dijelaskan oleh penyakit / kondisi lain

(mis : kanker, tuberculosis, enteritis spesifik) selain HIV

Untuk keperluan surveilans epidemiologi seorang dewasa ( < 12 tahun ) dianggap

menderita AIDS apabila menunjukkan tes HIV positif dengan strategi pemeriksaan yang sesuai

dan sekurang – kurangnya didapatkan 2 gejala mayor dan 1 gejala minor dan gejala – gejala ini

bukan disebabkan oleh keadaan – keadaan lain yang tidak berkaitan dengan HIV :

1. Gejala Mayor : Berat badan menurun > 10 % dalam 1 bulan, diare kronis yang berlangsung

lebih dari 1 bulan, demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan, penurunan kesadaran dan

gangguan neurologis, demensia atau HIV ensefalopati.

2. Gejala Minor : Batuk menetap lebih dari 1 bulan, dermatitis generalisata yang gatal, adanya

herpes zoster multisegmental dan atau berulang, kandidiasis oro – faringeal, herpes simpleks

kronis progresif, limfadenopati generalisata, infeksi jamur berulang pada alat kelamin

perempuan

2.5 Tes HIV

Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui secara pasti apakah seseorang terinfeksi

HIV sangatlah penting, karena pada infeksi HIV gejala klinisnya dapat baru terlihat setelah

bertahun – tahun lamanya.Terdapat beberapa jenis pemeriksaan laboratorium untuk

memastikan diagnosis infeksi HIV. Secara garis besar dapat dibagi menjadi :

7

Page 8: Dr. Ninik

1. Pemeriksaan serologic untuk mendeteksi adanya antibody terhadap HIV

2. Pemeriksaan untuk mendeteksi keberadaan virus HIV.

Deteksi adanya virus HIV dalam tubuh dapat dilakukan dengan isolasi dan biakan virus, deteksi

antigen, dan deteksi materi genetic dalam darah pasien (UNAIDS,1997).

Pemeriksaan yang lebih mudah dilaksanakan adalah pemeriksaan terhadap antibody

HIV. Sebagai penyaring biasanya digunakan teknik :

1. ELISA ( enzyme – linked immunosorbent assay )

2.Aglutinasi atau dot – blot immunobinding assay.

Metode yang biasa digunakan di Indonesia adalah dengan ELISA (UNAIDS,1997)

Seseorang yang ingin menjalani tes HIV untuk keperluan diagnosis harus mendapatkan

konseling pra tes.Hal ini harus dilakukan agar ia mendapatkan informasi yang sejelas –

jelasnya mengenai infeksi HIV / AIDS sehingga dapat mengambil keputusan yang terbaik untuk

dirinya serta lebih siap menerima apapun hasil tesnya nanti. Untuk keperluan survey tidak

diperlukan konseling pra tes karena orang yang dites tidak akan diberitahu hasil tesnya

(UNAIDS,1997).

Untuk memberitahu hasil tes juga diperluakn konseling pasca tes, baik hasil tes positif

maupun negatif. Jika hasilnya positif akan diberikan informasi mengenai pengobatan untuk

memperpanjang masa tanpa gejala serta cara pencegahan penularan. Jika hasilnya negative,

konseling tetap perlu dilakukan untuk memberikan informasi bagaimana mempertahankan

perilaku yang tidak berisiko (UNAIDS,1997).

2.6 Stadium Klinis HIV/AIDS

WHO telah menetapkan Stadium Klinis HIV/AIDS untuk dewasa maupun anak dimana stadium

klinis HIV/AIDS masing-masing terdiri dari 4 stadium. Jika dilihat dari gejala yang terjadi

pembagian stadium klinis HIV/AIDS adalah sebagai berikut (WHO. 2009):

Stadium 1

- Asymptomatic

- Persistent generalized lymphadenopathy

Stadium 2

- Moderate unexplained weight loss (under 10% of presumed or measured body

weight)

- Recurrent respiratory tract infections (sinusitis, tonsillitis, otitis media, pharyngitis)

- Herpes zoster

8

Page 9: Dr. Ninik

- Angular cheilitis

- Recurrent oral ulcerations

- Papular pruritic eruptions

- Seborrhoeic dermatitis

- Fungal nail infections

Stadium 3

- Unexplained severe weight loss (over 10% of presumed or measured body weight)

- Unexplained chronic diarrhoea for longer than 1 month

- Unexplained persistent fever (intermittent or constant for longer than 1 month)

- Persistent oral candidiasis

- Oral hairy leukoplakia

- Pulmonary tuberculosis

- Severe bacterial infections (e.g. pneumonia, empyema, meningitis, pyomyositis,

bone or joint infection, bacteraemia, severe pelvic inflammatory disease)

- Acute necrotizing ulcerative stomatitis, gingivitis or periodontitis

- Unexplained anaemia (below 8 g/dl ), neutropenia (below 0.5 x 109/l) and/or chronic

thrombocytopeni

- Antiretroviral therapy for HIV infection in adults and adolescents

- Recommendations for a public health approach

Stadium 4

- HIV wasting syndrome

- Pneumocystis jiroveci pneumonia

- Recurrent severe bacterial pneumonia

- Chronic herpes simplex infection (orolabial, genital or anorectal of more than 1

month’s duration or visceral at any site)

- Oesophageal candidiasis (or candidiasis of trachea, bronchi or lungs)

- Extrapulmonary tuberculosis

- Kaposi sarcoma

- Cytomegalovirus disease (retinitis or infection of other organs, excluding liver, spleen

and lymph nodes)

- Central nervous sistem toxoplasmosis

- HIV encephalopathy

- Extrapulmonary cryptococcosis including meningitis

9

Page 10: Dr. Ninik

- Disseminated nontuberculous mycobacteria infection

- Progressive multifocal leukoencephalopathy

- Chronic cryptosporidiosis

- Chronic isosporiasis

- Disseminated mycosis (histoplasmosis, coccidiomycosis)

- Recurrent septicaemia (including nontyphoidal Salmonella)

- Lymphoma (cerebral or B cell non-Hodgkin)

- Invasive cervical carcinoma

- Atypical disseminated leishmaniasis

- Symptomatic HIV-associated nephropathy or HIV-associated cardiomyopathy

2.8 Penatalaksanaan

HIV / AIDS sampai saat ini memang belum dapat disembuhkan secara total. Namun,

data selama 8 tahun terakhir menunjukkan bukti yang amat meyakinkan bahwa pengobatan

denagn kombinasi beberapa obat anti HIV ( obat anti retroviral, disingkat obat ARV )

bermanfaat menurunkan morbiditas dan mortalitas dini akibat infeksi HIV. Orang dengan HIV /

AIDS menjadi lebih sehat, dapat bekerja normal dan produktif.Manfaat ARV dicapai melalui

pulihnya sistem kekebalan akibat HIV dan pulihnya kerentanan odha terhadap infeksi

oportunistik.

Secara umum, penatalaksanaan odha terdiri atas beberapa jenis yaitu :

a) Pengobatan untuk menekan replikasi virus HIV dengan obat antiretroviral (ARV)

b) Pengobatan untuk mengatasi berbagai penyakit infeksi dan kanker yang menyertai infeksi

HIV / AIDS, seperti jamur, tuberculosis, hepatitis, toksoplasma, sarcoma Kaposi, limfoma,

kanker serviks.

c) Pengobatan suportif, yaitu makanan yang mempunyai nilai gizi yang lebih baik dan

pengobatan pendukung lain seperti dukungan psikososial dan dukungan agama serta juga tidur

yang cukup dan perlu menjaga kebersihan. Dengan pengobatan yang lengkap tersebut, angka

kematian dapat ditekan, harapan hidup lebih baik dan kejadian infeksi oportunistik amat

berkurang.

10

Page 11: Dr. Ninik

2.9 Terapi Antiretroviral (ARV)

Gambar 2.9.1 Langkah-langkah dalam pengobatan infeksi HIV (WHO, 2010)

Pemberian ARV telah menyebabkan kondisi kesehatan odha menjadi jauh lebih

baik.Infeksi kriptosporidiasis yang sebelumnya sukar diobati, menjadi lebih mudah ditangani.

Infeksi penyakit oportunistik lain yang berat, seperti infeksi virus sitomegalo dan infeksi

mikobakterium atipikal, dapat disembuhkan. Pneumonia Pneumocystis carinii pada odha yang

hilang timbul, biasanya mengharuskan odha minum obat infeksi agar tidak kambuh.Namun

sekakrang dengan minum obat ARV teratur, banyak odha yang tidak memerlukan minum obat

profilaksis terhadap pneumonia.

Terdapat penurunan kasus kanker yang terkait dengan HIV seperti Sarkoma Kaposi dan

limfoma dikarenakan pemberian obat – obat antiretroviral tersebut.Sarcoma Kaposi dapat

spontan membaik tanpa pengobatan khusus.Penekanan terhadap replikasi virus menyebabkan

penurunan produksi sitokin dan protein virus yang dapat menstimulasi pertumbuhan Sarkoma

Kaposi.Selain itu pulihnya kekebalan tubuh menyebabkan tubuh dapat membentuk respons

imun yang efektif terhadap human herpesvirus 8 (HHV – 8) yang dihubungkan dengan kejadian

Sarcoma Kaposi.

Obat ARV terdiri dari beberapa golongan seperti nucleoside reverse transcriptase

inhibitor, nucleotide reverse transcriptase inhibitor, non nucleoside reverse transcriptase

inhibitor, dan inhibitor protease.Tidak semua ARV tersedia di Indonesia (Tabel 2.9.2).

11

Page 12: Dr. Ninik

Tabel 2.9.2 Obat ARV yang Beredar di Indonesia

Nama Dagang Nama Generik Golongan Sediaan Dosis (per hari)

Duviral Tablet. Kandungan :

zidovudin 300 mg +

lamivudin 150 mg

2 x 1 tablet

Stavir, Zerit Stavudin (d4T) NsRTI Kapsul : 30 mg, 40 mg > 60 kg : 2 x 40 mg

< 60 kg : 2 x 30 mg

Hiviral, 3TC Lamivudin (3TC) NsRTI Tablet 150 mg Lar.

Oral 10 mg / ml

2 x 150 mg.

< 50 kg : 2mg/kg, 2x/hr

Viramune, Neviral Nevirapin (NVP) NNRTI Tablet 200 mg 1 x 200 mg selama 14

hari, dilanjutkan 2 x

200 mg

Retrovir, Adovi, Avirzid Zidovudin (ZDV, AZT) NsRTI Kapsul 100 mg 2 x 300 mg, atau 2 x

250 mg

Videx Didanosin (ddI) NsRTI Tablet kunyah

100 mg

> 60 kg : 2 x 200 mg,

atau 1 x 400 mg

< 60 kg : 2 x 125 mg,

atau 1 x 250 mg

Stocrin Efavirenz (EFV, EFZ) NNRTI Kapsul 200 mg 1 x 600 mg, malam

Nelvex, Viracept Nelfinavir (NFV) PI Tablet 250 mg 2 x 1250 mg

Waktu memulai terapi ARV harus dipertimbangkan dengan seksama karena obat ARV

akan diberikan dalam jangka panjang. Berikut ketentuanya:

1. ARV dimulai pada semua pasien yang telah menunjukkan gejala yang termasuk dalam

kriteria diagnosis AIDS, atau menunjukkan gejala yang sangat berat, tanpa melihat jumlah

limfosit CD4+.

2. ARV dimulai pada pasien asimptomatik dengan limfosit CD4+ kurang dari 350 sel / mm3.

3. ARV dimuali pada pasien asimptomatik dengan limfosit CD4+ 200 – 350 sel / mm3.

4. ARV dapat dimulai atau ditunda pada pasien asimptomatik dengan limfosit CD4+ lebih dari

350 sel / mm3 dan viral load lebih dari 100.000 kopi/ml.

5. ARV tidak dianjurkan dimulai pada pasien dengan limfosit CD4+ lebih dari 350 sel/mm3 dan

viral load kurang dari 100.000 kopi/ml.

Tabel 2.9.3 Keadaan klinik dalam penentuan pemberian terapi ARV (WHO, 2010)

12

Page 13: Dr. Ninik

Saat ini regimen pengobatan ARV yang dianjurkan WHO adalah kombinasi dari 3 obat

ARV.Terdapat beberaoa regimen yang dapat dipergunakan (Tabel 4), dengan keunggulan dan

kerugianya masing – masing.Kombinasi obat antiretroviral lini pertama yang umumnya

digunakan di Indonesia adalah kombinasi zidovudin (ZDV) / lamivudin (3TC), dengan nevirapin

(NVP).

Tabel 2.9.4 Kombinasi Obat ARV untuk Terapi Inisial

Kolom A Kolom B

Lamivudin + zidovudin

Lamivudin + didanosin

Lamivudin + stavudin

Evafirenz *

Lamivudin + zidovudin

Lamivudin + stavudin

Lamivudin + didanosin

Nevirapin

Lamivudin + zidovudin

Lamivudin + stavudin

Lamivudin + didanosin

Nelvinafir

* Tidak dianjurkan pada wanita hamil trimester pertama atau wanita yang berpotensi tinggi

untuk hamil.

Catatan : kombinasi yang sama sekali tidak boleh adalah : zidovudin + stavudin.

13

Page 14: Dr. Ninik

Obat ARV juga diberikan pada beberapa kondisi khusus seperti pengobatan profilaksis

pada orang yang terpapar dengan cairan tubuh yang mengandung virus HIV (post – exposure

prophylaxis) dan pencegahan penularan dari ibu ke bayi.

Program pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak dengan pemberian obat ARV

penting untuk mendapat perhatian lebih besar mengingat sudah ada beberapa bayi di Indonesia

yang tertular HIV dari ibunya.Efektivitas penularan HIV dari ibu ke bayi adalah sebesar 10 – 30

%. Artinya dari 100 ibu hamil yang terinfeksi HIV, ada 10 sampai 30 bayi yang akan tertular.

Sebagian besar penularan terjadi sewaktu proses melahirkan, dan sebagian kecil melalui

plasenta selama kehamilan dan sebagian lagi melaui air susu ibu.

Kendala yang dikhawatirkan adalah biaya untuk membeli obat ARV.Obat ARV yang

dianjurkan untuk PTMCT adalah zidovudin (AZT) atau nevirapin.Pemberian nevirapin dosis

tunggal untuk ibu dan anak dinilai sangat mudah untuk diterapkan dan ekonomis.Sebetulnya

pilihan yang terbaik adalah pemberian ARV yang dikombinasikan dengan operasi Caesar,

karena dapat menekan penularan sampai 1 %.Namun sayangnya di negara berkembang

seperti Indonesia tidak mudah untuk melakukan operasi section caesaria yang murah dan

aman.

Apabila terjadi penurunan jumlah CD4+ dalam masa pengobatan terapi lini pertama dan

didapat tanda terjadinya toksisitas dapat dipertimbangkan untuk mengganti terapi. Hal ini dapat

dilihat pada tabel 2.9.5 di bawah ini :

Tabel 2.9.5 Langkah pertimbangan untuk mengganti terapi ARV (WHO, 2010)

14

Page 15: Dr. Ninik

Tabel 2.9.6 Terapi lini kedua pengobatan ARV (WHO, 2010)

2.10 Candidiasis Esophageal pada HIV/AIDS

Candidiasis esophageal adalah infeksi oportunistik yang disebabakan oleh jamur

candida terutama spesies Candida albican pada esofagus. Pada infeksi ini terjadi pertumbuhan

yang berlebih dari candida. Candida merupakan normal flora yang terdapat pada mulut, traktus

gastrointestinal, dan vagina namun dapat bersifat invasif/patogen bila daya tahan host menurun

seperrti yang terjadi pada penderita HIV/AIDS (Maclean, 2001).

Candidiasis esophageal didiagnosa dengan melihat gejala-gejala yang dialami

penderita. Candidiasis pada esofagus dapat menyebabkan penderita mengalami nyeri telan dan

tenggorokan terasa menyempit. Hal ini membuat nafsu makan penderita menurun. Pada

candidiasis esophageal yang lama penderita bisa mengalami penurunan berat badan (Maclean,

2001).

2.10.1 Gambar candidiasis Esophageal

15

Page 16: Dr. Ninik

Ada tiga faktor umum yang bisa mengarah pada candidiasis oral yang dapat meluas ke

esofagus. Ketiga faktor tersebut adalah: (1) status imun host, (2) lingkungan mukosa mulut, (3)

turunan C. albicans tertentu (bentuk hifa biasanya terkait dengan infeksi patogenik). Kondisi-

kondisi spesifik yang bisa menyebabkan seorang pasien rentan untuk mengalami candidiasis

yaitu:

1.Faktor-faktor yang merubah status imun host:

- Diskrasia darah atau tumor ganas lanjut

- Usia tua/masa kanak-kanak

- Terapi radiasi/Kemoterapi

- Infeksi HIV atau gangguan imunodefisiensi lainnya

- Kelainan-kelainan endokrin

- Diabetes mellitus

- Hipotiroidisme atau hipoparatiroidisme

- Kehamilan

- Terapi kortikosteroid/Hipoadrenalisme

2.Faktor-faktor yang mengubah lingkungan mukosa mulut

- Xerostomia

- Terapi antibiotik

- Kesehatan gigi atau mulut yang buruk

- Kurang gizi/malabsorpsi gastrointestinal

- Kekurangan zat besi, asam folat, atau vitamin

- Saliva asam/Diet kaya karbohidrat

- Merokok berat

- Displasia epitelium oral

2.10.1 Terapi Candidiasis Esophageal

Karena jamur Candida normalnya hidup pada tubuh manusia, maka sulit untuk

menghindarinya. Namun ada beberapa cara agar pertumbuhannya dapat terkontrol yaitu

(Maclean, 2001).:

a. Menjaga respon imun tubuh tetap kuat atau tidak mengalami penurunan. Pemberian

antiretroviral yang efektif dapat mngontrol HIV sehingga dapat mencegah

penghancuran sel CD4+

16

Page 17: Dr. Ninik

b. Mengurangi makanan dengan kandungan karbohidrat dan glukosa yang tinggi

c. Memakan yogurt yang terbuat dari Lactobacillus acidophilus setiap hari dipercaya

dapat mengontrol pertumbuhan Candida

Terapi farmakologis diberikan berdasarkan tingkat keparahan Candidiasis esophageal

yang berbeda-beda pada tiap penderita. Berikut ini beberapa pilihan terapi untuk Candidiasis

esophageal (Maclean, 2001). :

- Nystatin oral

- Fluconazole tablet 100 – 200 mg/hari

- Itraconazole cair 100-200 mg/hari

- Iv Fluconazole atau Amphotericin B untuk 5-7 hari

17

Page 18: Dr. Ninik

BAB III

DATA MEDIS PASIEN

3.1 Identitas Pasien

Nama Lengkap : Ny. Darmawati

Tanggal Lahir : 5 Agustus 1985

Umur : 26 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Ds. Gunung Petung Rt 2 Rw 1, Tutur, Pasuruan

Telp : --

Pekerjaan :Wiraswasta (Usaha salon)

Status : Janda

Pendidikan : SD

Etnis/Suku : Jawa

Agama : Islam

MRS : 11 – 05 - 2011

Rekam Medis : 10973486

18

Page 19: Dr. Ninik

3.2 Anamnesis (autoanamnesis dan heteroanamnesis)

Keluhan Utama : Diare

Pasien mengalami diare sejak 20 hari yang lalu. Dalam sehari pasien BAB sebanyak

>3x dengan konsistensi BAB cair tanpa ampas, tidak ada lendir dan tidak ada darah. Setiap

kali BAB kira-kira sebanyak 1 gelas aqua.Pasien juga mengeluh demam bersamaan dengan

munculnya diare.

Beberapa hari sebelum muncul diare pasien mengeluh sulit menelan, tenggorokan gatal.

Oleh karena itu nafsu makan pasien menurun. Pasien hanya minum teh dan air putih, makan

sayur dan buah-buahan. Selama 2 bulan ini pasien juga mengalami penurunan berat badan dari

49 kg menjadi 40 kg.

Pasien juga mengeluhkan sariawan (oral trush) sejak 3 bulan SMRS. Sariawan tidak

nyeri namun tidak sembuh-sembuh. Pasien sempat berobat ke dokter lalu didiagnosa sebagai

infeksi jamur dan radang. Pasien sudah diberi obat tapi tidak ada perubahan.

Pasien mengeluh mudah lelah sejak 2 bulan yang lalu.Badan terasa semakin lemas

sejak 2 minggu SMRS. Pasien menjadi lebih sering berbaring di tempat tidur sehingga tidak

bias melakukan aktivitas harian.

Pasien memiliki riwayat minum alkohol tetapi sudah berhenti sejak 2 tahun yang lalu.

Selain itu pasien pernah mengkonsumsi sabu-sabu. Pasien memiliki riwayat berganti-ganti

pasangan (multiple sex partners). Pasien sempat menikah 2 kali tapi bercerai. Pasien juga

sudah pernah berhubungan intim dengan pacarnya yang sekarang. 3 tahun yang lalu pasien di

cek HIV dan hasilnya (-).

19

Page 20: Dr. Ninik

REVIEW OF SYSTEMS

Umum Lelah + Abdomen Nafsu makan Turun

Penurunan BB +(9kg) Anoreksia -

Demam - Mual -

Menggigil - Muntah -

Berkeringat - Perdarahan -

Kulit Rash - Melena -

Gatal + pada

tungkai

Nyeri +

Luka - Diare + sejak 20

hari yang lalu

Tumor - Konstipasi -

Kepala leher

Mata

Sakit kepala +(2mgg) BAB + (cair)

Nyeri - Hemoroid -

Kaku leher - Hernia -

Trauma - Hepatitis -

Diplopia - Ginekologi Nyeri -

Visus - Gatal -

Nyeri - Sekret + keputihan

sejak 4 bulan

Siklus haid Teratur,

20

Page 21: Dr. Ninik

1x/bulan

Mulut &

tenggorokan

Nyeri + Ginjal dan

saluran

kencing

Disuria -

Kering - Hematuria -

Suara sesak - Inkontinensia -

Sulit Menelan + Nokturia -

Sakit gigi + Frekuensi -

Batu -

Gusi - Infeksi -

Infeksi +

candidia

sis

Hematologi Anemia +

Pernafasan Batuk + (2mg) Perdarahan -

Riak - Endokrin Diabetes -

Nyeri - Perubahan BB Turun 9 kg

Mengi - Goiter -

Sesak nafas - Toleransi suhu -

Hemoptisis - Asupan cairan cukup

Pneumonia - Muskuloskele-

tal

Trauma -

Nyeri pleuritik - Nyeri -

Tuberkulosis - Kaku -

Payudara Sekret - Bengkak -

Nyeri - Lemah +

21

Page 22: Dr. Ninik

Benjolan - Nyeri punggung -

Perdarahan - Kram -

Infeksi - Sistem syaraf Sinkop -

Jantung Angina - Kejang -

Sesak nafas - Tremor -

Orthopnea - Nyeri -

PND - Sensorik -

Edema - Tenaga -

Murmur - Daya ingat -

Palpitasi - Emosi Kecemasan -

Infark - Tidur -

Hipertensi - Depresi +

Vaskuler Klaudikasio - Halusinasi -

Flebitis -

Ulkus -

Arteritis -

Vena varikose -

22

Page 23: Dr. Ninik

3.3 Pemeriksaan Fisik

Kesan sakit : Sedang

Gizi : Kurang

Tinggi Badan : + 160 cm

Berat Badan : +40 kg (sebelumnya +49kg)

BMI : 15,625 kg/m2

GCS : 456

Tanda vital : Tensi 110/70 mmHg, nadi 60x/menit, kecepatan pernafasan 20x/menit, Tax

36,3oC

Kepala – Leher : Anemis+/+, ikterik -/-,JVP R + 0 cm H20,

Oral trush (+) tidak nyeri

Thoraks : Pengembangan dada simetris, nafas spontan adekuat

P/ s/s A v/v Rh -/- Wh -/-

s/s v/v -/- -/-

s/s v/v -/- -/-

Jantung : Iktus invisible palpable pada MCL ICS IV sinistra

RHM SL dextra

LHM iktus

S1S2 single, murmur (-).

Abdomen :Flat, soefl, BS (+) N, Liver span 10 cm, troube space timpani.

Extremitas : Edema -/-, Anemis ++/++

3.4 Pemeriksaan Penunjang

Tanggal 10 Mei 2011

Lab Value Lab Value

Leukocyte 5.700 3500-10000/µL GDA 114 80-140

Hemoglobin 6,4 11,0-16,5g/dl Ureum 60,4 10 – 50

PCV 19,4 % 35-50% Creatinin 1,18 0,7 – 1,5

23

Page 24: Dr. Ninik

MCV 82 MCH 27

Thrombocyte 236.000 150000-390000 Albumin 2,93 3,5 – 5,5

SGOT 28 11-41U/L CRP

kuantitatif

--

SGPT 13 10-41U/L Na 144 136-145

Bilirubin total -- <1 Kalium 4,4 3,5-5

Bilirubin

direk

-- <0,25 Chlorida 98 98-106

Bilirubin

indirek

-- <0,75 Kolesterol

total

--

HDL -- LDL --

TG -- Protein total --

Leukocyte count

Leukocyte cell Jumlah (103) Prosentase (%)

Lymphocyte 0.4 7.8

Monocyte 0.1 2.8

Granulocyte 5.2 89.4

Urinalisis :

Warna Jernih

SG/BJ 1,015 Glukosa --

pH 6 Keton --

Lekosit 2 + Urobilinogen --

24

Page 25: Dr. Ninik

Nitrit -- Bilirubin --

Protein/Alb + Eritrosit +

10 X : 40 X :

Epithel + Erytrocyte 8 – 10

Erytrocyte + Leucocyte 2 -4

ECG

Rhytm Sinus Rhytm

Heart Rate 73 bpm

Frontal Axis Normal

Horizontal Axis Normal

PR Interval 0,08 ‘’

QRS complex 0,08 ‘’

QT interval 0,36 ‘’

Conclusion : Sinus Rhythm, HR 73 bpm

Chest X Ray

AP position, symmetric, KV enough, trachea in the middle, soft tissue and bone

normal.Hemidiaphragma : D & S dome shaped, costophrenicus angle D & S sharp. Pulmo D &

S = normal. Cor site : N, CTR : <50 %. Conclusion : Normal Chest X-Ray.

25

Page 26: Dr. Ninik

3.5 POMR

CUEAND CLUE PL I Dx P Dx P Tx P Mo

Wanita, 26 tahun

- chronic waterry

diarrhea

- chronic fever

- sariawan 2 bulan

- weakness

-nyeri tenggorokan

dan nyeri telan + 2

minggu

-penurunan BB +9

kg dalam 2 bulan.

- multiple sex

partner (+)

-candidiasis

esophageal

- limfocyte 400

1. Immuno

compro

missed

state

1.1 HIV

stadium IV

-CD 4 count

-ELISA

-Determinan

test

- konsul VCT

-HBs Ag

-Anti HCV

-Toxoplasma

IgG, IgM

-endoskopi

-IVFD NS 0.9%: D5%

= 1 : 1

-Cotrimoxazole 1 x

960 mg, p.o

-Fluconazole 1x200

mg, p.o

-Candistatin drop 4 dd

gtt 1 cc

-Attalpulgite (k/p), p.o

Keluhan

Vital Sign

Wanita, 26 tahun

-anemis +/+

2. Anemia

Normokr

2.1 chronic

disease

-blood smear -Transfusi PRC 2

labu/hari sampai

Keluhan

Laboratoriu

26

Page 27: Dr. Ninik

-Hb 6,4

-MCV 82

-MCH 27

-PCV 19,4 %

om-

Normosit

er

dengan Hb >10 gr/dL m (darah

lengkap)

Wanita, 26 tahun

Lab

-albumin 2,93

3. Hipoalbu

minemia

3.1 low

intake

Re-check

albumin

-Diet bebas TKTP

extra CPT + kutuk.

Kadar

albumin

27

Page 28: Dr. Ninik

3.6 Follow Up

11 Mei 2011

VCT (+), determinan (+)

PDx : tunggu hasil UL, Ur/Cr, DL post transfusi

PTx : - Diet bebas TKTP2.100 kkal/hari extra CPT

- IVFDNS 0,9% : D 5% = 1:1

-Transfusi PRC 2 labu/hari s.d Hb >10 gr/dL

- asam folat 1x 3 tab p.o

- B6/B12 3x 1 tab p.o

- Cotrimoxazole 1x960 mg, p.o

- Nystatin drop 6 gtt 1 cc

- paracetamol 500mg k/p

Lab Value Normal

Hemoglobin 6,1 11,0-16,5g/dl

Lekosit 5800 3500-10000/µL

Trombosit 242.000 150000-390000

PCV 18 35-50%

12 Mei 2011

Hb 6,1 gr/dL

PDx : FL, kultur feces

PTx : - Diet bebas TKTP2.100 kkal/hari extra CPT

-IVFDNS 0,9% : D 5% = 1:1

-Transfusi PRC 2 labu/hari s.d Hb >10 gr/dL

- asam folat 1x 3 tab p.o

- B6/B12 3x 1 tab p.o

-Cotrimoxazole 1x960 mg, p.o

-Nystatin drop 6 gtt 1 cc

- paracetamol 500mg k/p

- attapulgite 2 tab/diare

Lab Value Normal

Ureum 24,2 20-40

Creatinin 0,64 <1,2

28

Page 29: Dr. Ninik

Albumin 2,88 3,5-5,5

Hasil pemeriksaan Seroimunologi

HbsAG negatif (-)

Anti HBS negatif (-)

Anti HCV negatif (-)

Toxoplasma IgG negatif (-)

Toxoplasma IgM negatif (-)

VDRL negatif (-)

TPHA negatif (-)

TB ICT negatif (-)

13 Mei 2011

Luka di kulit nyeri, vaginal ulcer (+)

PDx : FL, kultur fecal dan sensitivity test, kosul kulit kelamin

PTx : - Diet bebas TKTP2.100 kkal/hari extra CPT

-IVFD NS 0,9% : D 5% = 1:1

-Transfusi PRC 2 labu/hari s.d Hb >10 gr/dL

- asam folat 1x 3 tab p.o

- B6/B12 3x 1 tab p.o

-Cotrimoxazole 1x960 mg, p.o

-Nystatin drop 4 gtt 1 cc

- paracetamol 500mg k/p

- attapulgite 2 tab/diare

Lab Value Normal

Hemoglobin 10,2 11,0-16,5g/dl

Lekosit 3800 3500-10000/µL

29

Page 30: Dr. Ninik

Trombosit 133.000 150000-390000

PCV 31,8 35-50%

Leukocyte cell Jumlah (103) Prosentase (%)

Lymphocyte 0.20 7.5

Monocyte 0.00 1.3

Granulocyte 3.60 91.2

14 Mei 2011

PDx : FL, fecal culture, vaginal smear, pemeriksaan gram

PTx : - Diet bebas TKTP2.100 kkal/hari extra CPT

-IVFDNS 0,9% : D 5% = 1:1

-Transfusi PRC 2 labu/hari s.d Hb >10 gr/dL

- asam folat 1x 3 tab p.o

- B6/B12 3x 1 tab p.o

-Cotrimoxazole 1x960 mg, p.o

-Nystatin drop 6 gtt 1 cc

- paracetamol 500mg k/p

- attapulgite 2 tab/diare

- Acyclovir 3 x 400 mg

1 6 Mei 2011

Lesi kulit (+)

PDx : fecal culture, gram, vaginal smear, cek DL cito

PTx : Diet bebas TKTP2.100 kkal/hari extra CPT

-IVFDNS 0,9% : D 5% = 1:1

-Transfusi PRC 2 labu/hari s.d Hb >10 gr/dL

- asam folat 1x 3 tab p.o

- B6/B12 3x 1 tab p.o

-Cotrimoxazole 1x960 mg, p.o

-Nystatin drop 6 gtt 1 cc

30

Page 31: Dr. Ninik

- paracetamol 500mg k/p

- attapulgite 2 tab/diare

- Acyclovir 3 x 400 mg

18 Mei 2011

PDx : smear vaginal lesi kulit gram, hasil kultur negatif

PTx : - Diet bebas TKTP2.100 kkal/hari extra CPT

-IVFDNS 0,9% : D 5% = 1:1

-Transfusi PRC 2 labu/hari s.d Hb >10 gr/dL

- asam folat 1x 3 tab p.o

- B6/B12 3x 1 tab p.o

-Cotrimoxazole 2x960 mg, p.o

-Nystatin drop 6 gtt 1 cc

- paracetamol 500mg k/p

- attapulgite 2 tab/diare

- Acyclovir 3 x 400 mg

- KSR 1x1 tab

Lab Value Normal

Hemoglobin 10,5 11,0-16,5g/dl

Lekosit 3700 3500-10000/µL

Trombosit 187.000 150000-390000

PCV 31,9 35-50%

Natrium 138 136-145

Kalium 2.9 3.5-5.0

Chlorida 110 98-106

Leukocyte cell Jumlah (103) Prosentase (%)

Lymphocyte 0.30 10.6

Monocyte 0.10 3.5

Granulocyte 3.00 85.9

31

Page 32: Dr. Ninik

Analisa Feces

Warna Cokelat

Keadaan/bentuk Lembek

Epitel +

Leukosit + (1-2)

Bakteri +

19 Mei 2011

PDx : -

PTx : - Diet bebas TKTP2.100 kkal/hari extra CPT

-IVFDNS 0,9% : D 5% = 1:1

-Transfusi PRC 2 labu/hari s.d Hb >10 gr/dL

- B6/B12 3x 1 tab p.o

-Cotrimoxazole 2x960 mg, p.o

-Nystatin drop 6 gtt 1 cc

- paracetamol 500mg k/p

- attapulgite 2 tab/diare

- Acyclovir 3 x 400 mg- KSR 1x1 tab

20 Mei 2011

PDx : -

PTx : - Diet bebas TKTP2.100 kkal/hari extra CPT

-IVFDNS 0,9% : D 5% = 1:1

-Transfusi PRC 2 labu/hari s.d Hb >10 gr/dL

- B6/B12 3x 1 tab p.o

-Cotrimoxazole 2x960 mg, p.o

-Nystatin drop 6 gtt 1 cc

- paracetamol 500mg k/p

- attapulgite 2 tab/diare

- Acyclovir 3 x 400 mg

32

Page 33: Dr. Ninik

- KSR 1x1 tab

21 Mei 2011

PDx : SE, DL, GDA

PTx : - Diet bebas TKTP2.100 kkal/hari extra CPT

-IVFDNS 0,9% : D 5% = 1:1

-Transfusi PRC 2 labu/hari s.d Hb >10 gr/dL

- B6/B12 3x 1 tab p.o

-Cotrimoxazole 2x960 mg, p.o

-Nystatin drop 6 gtt 1 cc

- paracetamol 500mg k/p

- attapulgite 2 tab/diare

- Acyclovir 3 x 400 mg

- KSR 1x1 tab

23 Mei 2011

PDx : -

PTx : - Diet bebas TKTP2.100 kkal/hari extra CPT

-IVFDNS 0,9% : D 5% = 1:1

-Transfusi PRC 2 labu/hari s.d Hb >10 gr/dL

- B6/B12 3x 1 tab p.o

-Cotrimoxazole 2x960 mg, p.o

-Nystatin drop 6 gtt 1 cc

- paracetamol 500mg k/p

- attapulgite 2 tab/diare

- Acyclovir 3 x 400 mg

- KSR 1x1 tab

Hasil penghitungan CD4

Diagnostik Molekuler Hasil Normal Range Satuan Keterangan

CD4 Absolut 29 410 – 1590 Sel / ul Lymphocyte T Helper

sangat kurang

CD4 % 7 31 – 60 %

33

Page 34: Dr. Ninik

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Diagnosa HIV

4.1.1 Anamnesa

Dari anamnesa pasien mengeluh diare sejak 20 hari yang lalu. Dalam sehari pasien

BAB sebanyak >3x dengan konsistensi BAB cair tanpa ampas, tidak ada lendir dan tidak

ada darah. Pasien juga mengeluh sulit menelan, tenggorokan gatal. Oleh karena itu nafsu

makan pasien menurun. Selama 2 bulan ini pasien juga mengalami penurunan berat badan

dari 49 kg menjadi 40 kg. Pasien juga mengeluhkan sariawan sejak 3 bulan SMRS.

Pasien memiliki riwayat minum alkohol, mengkonsumsi shabu-shabu. Selain itu

pasien suka berganti-ganti pasangan (multiple sex partners). Pasien pernah 2 kali menikah

dan bercerai. Pasien juga sudah pernah berhubungan intim dengan pacarnya yang

sekarang.

34

Page 35: Dr. Ninik

4.1.2 Pemeriksaan Fisik

Dari pemeriksaan fisik didapatkan pasien Underweight dengan BMI 15,625 kg/m2.

Terdapat conjunctiva yang anemis juga oral thrush di rongga mulut dan lidah. Tidak ada

kelainan pada pemeriksaan fisik yang lain.

4.1.3 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan awal sederhana yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan darah

lengkap dan hitung jenis.Pada penderita dengan immunocompromissed state, dapat

ditemukan penurunan jumlah limfosit < 2000/ul. Pada kasus ini, jumlah limfosit pasien

tanggal 10 Mei 2011 adalah : 7,8 % x 5.700 = 444,6. Selanjutnya, pada kasus yang telah

dicurigai infeksi HIV maka pasien dapat dikonsulkan ke bagian VCT (Voluntary counceling

and Testing) untuk dilakukan dua tahap pemeriksaan khusus, yaitu skrining awal berupa

Rapid Test dan Enzime Linked Sorbent Assay (ELISA), dan yang kedua adalah Uji

konfirmasi berupa Western Blot test untuk mendeteksi antibody spesifik pada pasien. Sesuai

dengan pedoman nasional, diagnosis HIV dapat ditegakkan dengan 3 jenis pemeriksaan

Rapid Test yang berbeda atau 2 jenis pemeriksaan Rapid Test yang berbeda dan 1

pemeriksaan ELISA (WHO, 2010).

Pemeriksaan Western Bolt merupakan penentu diagnosis AIDS setelah test ELISA

dinyatakan positif. Bila terjadi serokonversi HIV pada test ELISA dalam keadaan infeksi HIV

primer, harus segera dikonfirmasikan dengan test WB ini. Hasil test yang positif akan

menggambarkan garis presipitasi pada proses elektroforesis antigen-antibodi HIV di sebuah

kertas nitroselulosa yang terdiri atas protein struktur utama virus. Setiap protein terletak

pada posisi yang berbeda pada garis, dan terlihatnya satu pita menandakan reaktivitas

antibodi terhadap komponen tertentu virus (WHO, 2010)

Pada kasus ini, pasien dilakukan pemeriksaan VCT yang terdiri dari pemeriksaan

DETERMINAN dan ELISA.Hasil dari kedua pemeriksaan tersebut adalah positif. Dari kriteria

mayor dan kriteria minor, pada pasien ini didapatkan gejala mayor : berat badan menurun >

10 % dalam 1 bulan, diare berkepanjangan lebih dari 1 bulan. Dan pada gejala minor

didapatkan : kandidiasis oral. Dari hasil anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang, dapat disimpulkan pasien menderita HIV stage IV.

4.3 Penatalaksanaan HIV Stadium IV

Pada pasien ini belum diberikan terapi ARV hingga hari ke-13 MRS. Hal ini tidak

sesuai dengan teori karena seharusnya pada HIV stadium IV terapi ARV diberikan tanpa

menunggu hasil hitung jumlah limfosit CD 4. Pemilihan ARV yang sesuai yaitu diberikan lini

35

Page 36: Dr. Ninik

pertama adalah kombinasi dua obat golongan NRTI dengan satu obat golongan NNRTI.

Pada pasien ini, bisa diberikan kombinasi duviral dan neviral. Duviral merupakan kombinasi

dua jenis ARV NRTI yaitu lamivudin dan zidovudin. Neviral mengandung ARV NNRTI yaitu

nevirapin. Pemberian kombinasi ARV ini sesuai dengan rekomendasi WHO

4.2 Penatalaksanaan Infeksi Oportunistik

Pada pasien ini, ditemukan infeksi oportunistik dengan gejala nyeri tenggorokan,

nyeri telan, sariawan selama + 3 bulan SMRS, watery diare + 20 hari SMRS, dan pada

pemeriksaan fisik ditemukan oral candidiasis. Adanya nyeri telan dan nyeri tenggorok

mengarah pada diagnosa candidiasis esophageal. Untuk menegakkan diagnosa tersebut

direncakan pemeriksaan endoskopi pada pasien ini.

Penanganan untuk infeksi oportunistik ini sudah langsung dimulai sejak pasien MRS

yaitu berupa cotrimoxazole, nystatin drop, dan attalpulgite. Pemberiannya dimulai walaupun

ARV belum dimulai. Tindakan ini dilakukan untuk melihat apakah ada respon terhadap obat-

obat tersebut.

4.3 Prognosis Penyakit

Keadaan pasien selama MRS mengalami peningkatan. Dari pemeriksaan fisik

terdapat perbaikan nafsu makan, pasien sudah tidak merasa lemah pada tubuh. Berat

badan pasien meningkat 4 kg. Frekuensi diare pasien juga sudah berkurang. Dari hasil

laboratorium dapat dilihat bahwa kadar haemoglobin pasien mengalami peningkatan.

BAB V

KESIMPULAN

1. Diagnosis HIV pada kasus ini didasarkan atas anamnesis, pemeriksaan fisis dan

pemeriksaan penunjang. Berdasarkan clinical staging pasien ini masuk pada kriteria

HIV stadium IV.

2. Penatalaksanaan HIV stadium IV pada pasien ini belum sesuai dengan teori karena

seharusnya pada HIV stadium IV terapi ARV diberikan tanpa menunggu hasil hitung

jumlah limfosit CD4+. Pemilihan ARV yang sesuai yaitu diberikan lini pertama adalah

kombinasi dua obat golongan NRTI dengan satu obat golongan NNRTI.

36

Page 37: Dr. Ninik

3. Penatalaksanaan infeksi oportunistik dimulai sejak pasien MRS, pada kasus ini kita

temukan watery diarrhea, oral candidosis, dan candidiasis esophageal. Pada pasien

ini sudah diberikan Cotrimoxazole, Nystatin oral, dan attapulgite.

DAFTAR PUSTAKA

CDC. 2007.CDC HIV/AIDS Fact Sheet :A Glance at the HIV/AIDS Epidemic. Diakses dari

http://www.cdc.gov/hiv

Djoerban Z. membidik AIDS : Ikhtiar memahami HIV dan odha. Ed 1. Yogyakarta:Penerbit

Galang;1999

Ditjen PPM & PL Depkes RI. Pedoman nasional – perawatan, dukungan dan pengobatan

bagi odha.Jakarta:Deoartemen Kesehatan RI,2003.

Djauzi S, Djoerban Z, Eka B, Djoko P, Sulaiman A, Rifayani A,dkk. Profile of drug abusers in

Jakarta’s urban poor community. Med J Ind 2003;Kustin, Djauzi,dkk. Hasil survey

pada wanita hamil di Jakarta 1999-2000. Yayasan Pelita Ilmu, 2000.

Maclean, 2001. Candidiasis esophageal. Diakses dari h ttp://

www.catie.ca/pdf/facts/ esophageal %20 candidiasis .pdf

37

Page 38: Dr. Ninik

Missiouri Department Division of Environmental Health and Communicable Disease

Prevention. 2003. HIV/AIDS. Diakses dari http://911medicalcare.com/virus-

diseases/hiv-aids-diseases-and-conditions/

UNAIDS-WHO. Revised recommendation for the selection and use of HIV antibody test.

Weekly Epidemiological Report 1997;72:81-8.

WHO. 2010. Antiretroviral Therapy for HIV Infection in Adults and Adolescence. World

Health Organization; Austria

Responsi KasusTropik Infeksi

HIV / AIDS

DENGAN CANDIDIASIS ESOPHAGEAL

38

Page 39: Dr. Ninik

Oleh:

Iim Karimah 0610710061

Rizza Ichtiara F. 0610710119

Tenta Hartian 0610710129

Pembimbing :

dr. Ninik Burhan, SpPD-KPTI

LABORATORIUM ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

RUMAH SAKIT UMUM Dr. SAIFUL ANWAR

MALANG

2011

39