Dr. Ninik
-
Upload
muhammad-ridhwan -
Category
Documents
-
view
216 -
download
1
description
Transcript of Dr. Ninik
iiBAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Sejarah
HIV/AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan salah satu masalah
kesehatan yang sedang dihadapi masyarakat dunia akhir-akhir ini. Saat ini tidak ada negara
yang terbebas dari HIV (Human Immunodeficiency Virus) maupun AIDS. HIV/AIDS
menyebabkan krisis multidimensi yaitu krisis kesehatan, pembangunan negara, ekonomi,
pendidikan maupun kemanusiaan (Djoerban, Djauzi. 2006).
Kasus pertama AIDS di dunia dilaporkan pada tahun 1981. Meskipun demikian, dari
beberapa literatur sebelumnya ditemukan kasus yang cocok dengan definisi surveilans AIDS
pada tahun 1950 dan 1960-an di Amerika Serikat. Sampel jaringan potong beku dan serum dari
seorang pria berusia 15 tahun di St. Louis, AS, yang dirawat dengan dan meninggal akibat
Sarkoma Kaposi diseminata dan agresif pada 1968, menunjukkan antibodi HIV positif dengan
Western Blot dan antigen HIV positif dengan ELISA. Pasien ini tidak pernah pergi ke luar negeri
sebelumnya, sehingga diduga penularanya berasal dari orang lain yang juga tinggal di AS pada
tahun 1960-an atau lebih awal (Ditjen PPM, 2003).
Indonesia merupakan salah satu negara yang mengalami peningkatan kasus tertinggi. Pada
akhir tahun 1996, kasus HIV/AIDS yang tercatat di Depkes RI pusat (Departemen Kesehatan
Republik Indonesia) berjumlah 501 orang, terdiri dari 119 kasus AIDS dan 382 HIV yang
dilaporkan dari 19 propinsi (Ditjen PPM & PL Depkes RI. 2010).
Kasus pertama AIDS di Indonesia dilaporkan sesara resmi oleh Departemen Kesehatan
tahun 1987 yaitu pada seorang warga negara Belanda di Bali. Sebenarnya sebelum itu telah
ditemukan kasus pada bulan Desember 1985 yang secara klinis sangat sesuai dengan
diagnosis AIDS dan hasil tes Elisa tiga kali diulang menyatakan hasil positif.Hanya, hasil tes
Western Blot, yang saat itu dilakukan di Amerika Serikat, hasilnya negative sehingga tidak
dilaporkan sebagai kasus AIDS. Kasus kedua infeksi HIV ditemukan pada bulan Maret 1986 di
RS Cipto Mangunkusumo, pada pasien hemophilia dan termasuk jenis non – progesor, artinya
kondisi kesehatan dan kekebalanya cukup baik selama 17 tahun tanpa pengobatan, dan sudah
dikonfirmasi dengan Western Blot, serta masih berobat jalan di RSUPN Cipto Mangunkusumo
pada tahun 2002 (Ditjen PPM, 2003).
1
Pada penderita HIV AIDS sering terdapat infeksi jamur oportunistik akibat gangguan
sistem kekebalan tubuh. Spesies jamur yang paling sering dijumpai pada penderita
immunocompromise yaitu infeksi candida. Jamur candida merupakan flora mikrobial normal
rongga mulut, saluran pencernaan dan vagina, bersifat invasif/patogen bila daya tahan host
menurun. Infeksi jamur ini umumnya terjadi di daerah mukokutaneus, tetapi dapat pula terjadi
pada organ lain di dalam tubuh seperti esofagus, ginjal, hati, jantung, mata, otak dan paru.
Salah satu yang terjadi pada penderita HIV yaitu Candidiasis esophageal yang merupakan
infeksi jamur candidiasis pada esofagus. Candidiasis esophageal dapat menyebabkan
penderita mengalami nyeri menelan dan tenggorokan terasa menyempit sehingga
mempengaruhi nafsu makan penderita. Infeksi jamur tersebut harus segera diatasi karena
dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada orang dengan gangguan sistem kekebalan
tubuh (Laila, 2010).
Dari uraian di atas, maka penting bagi kita untuk mengenali gejala HIV / AIDS secara
dini terutama bagi para klinisi, oleh karena itu pada responsi kasus kali ini, kami akan
membahas diagnosis dan penatalaksanaan HIV / AIDS yang disertai Candidiasis esophageal.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana cara untuk menegakkan diagnosa dan penatalaksanaan HIV / AIDS dengan
Candidiasis esophageal ?
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui cara menegakkan diagnosa dan dan penatalaksanaan HIV / AIDS
dengan Candidiasis esophageal.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) dapat diartikan sebagai kumpulan gejala
atau penyakit yang disebabkan oleh menurunya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh virus HIV
(Human Immunodeficiency Virus) yang termasuk family retroviridae. AIDS merupakan tahap
akhir dari infeksi HIV (Djoerban, Djauzi, 2006)
2.2 Epidemiologi
Penularan HIV / AIDS terjadi akibat melalui cairan tubuh yang mengandung virus HIV
yaitu melalui hubungan seksual, baik homoseksual maupun heteroseksual, jarum suntik pada
penggunaan narkotika, transfuse komponen darah dan dari ibu yang terinfeksi HIV ke bayi yang
dilahirkanya. Oleh karena itu kelompok risiko tinggi terhadap HIV / AIDS misalnya pengguna
narkotika, pekerja seks komersil dan pelangganya serta narapidana (Djoerban, Djauzi, 2006).
2.3 Patogenesis
Gambar 2.3.1 Proses terjadinya infeksi HIV (Siregar, 2004)
3
Limfosit CD4+ merupakan target utama infeksi HIV karena virus mempunyai afinitas terhadap
molekul permukaan CD4. Limfosit CD4+ berfungsi mengkoordinasikan sejumlah fungsi
imunologis yang penting.Hilangnya fungsi tersebut menyebabkan gangguan respons imun yang
progresif.(Djoerban, 1999).
Kejadian infeksi HIV primer dapat dipelajari pada molekul infeksi akut Simian
Imunodeficiency Virus (SIV).SIV dapat menginfeksi limfosit CD4+ dan monosit pada mukosa
vagina.Virus dibawa oleh antigen presenting cells ke kelenjar getah bening regional.Pada model
ini, virus dideteksi pada kelenjar getah bening dalam 5 hari setelah inokulasi.Sel individual di
kelenjar getah bening yang mengekspresikan SIV dapat dideteksi dengan hibridisasi in situ
dalam 7 sampai 14 hari setelah inokulasi. Viremia SIV dideteksi 7 – 21 hari setelah
infeksi.Puncak jumlah sel yang mengekspresikan SIV di kelenjar getah bening beerhubungan
dengan puncak antigenemia p26 SIV.Jumlah sel yang megekpresikan virus di jaringan limfoid
kemudian menurun secara cepat dan dihubungkan sementara dengan pembentukan respons
imun spesifik.Koinsiden dengan menghilangya viremia adalah peningkatan sel limfosit
CD8.Walaupun demikian tidak dapat dikatakan bahwa respons sel limfosit CD8+ menyebabkan
kontrol optimal terhadap replikasi HIV.Replikasi HIV berada pada keadaan ‘steady – state’
beberapa bulan setelah infeksi.Kondisi ini bertahan relative stabil selama beberapa tahun,
namun lamanya sangat bervariasi.Faktor yang mempengaruhi tingkat replikasi HIV tersebut,
dengan demikian juga perjalanan kekebalan tubuh pejamu, adalah heterogenitas kapasitas
replikatif virus dan heterogenitas intrinsik pejamu (Djoerban, 1999).
Antibodi muncul di sirkulasi dalam beberapa minggu setelah infeksi, namun secara
umum dapat dideteksi pertama kali setelah replikasi virus telah menurun sampai ke level
‘steady – state’. Walaupun antibodi ini umumnya memiliki aktifitas netralisasi yang kuat
melawan infeksi virus, namun ternyata tidak dapat mematikan virus.Virus dapat menghindar
dari netralisasi oleh antibodi dengan melakukan adaptasi pada amplop-nya, termasuk
kemampuanya mengubah situs glikosilasi-nya, akibatnya konfigurasi 3 dimensinya berubah
sehingga netralisasi yang diperantarai antibodi tidak dapat terjadi (Djoerban, 1999).
4
Gambar 2.3.2 Manifestasi klinik AIDS (WHO, 2010)
2.4 Diagnosis HIV / AIDS
Untuk menegakkan diagnosis pada penderita perlu dilakukan anamnesa, pemeriksaan
fisik dan tes laboratorium. Apabila dengan pemeriksaan laboratorium terbukti terinfeksi HIV,
baik dengan metode pemeriksaan antibody atau pemeriksaan untuk mendeteksi adanya virus
dalam tubuh maka penderita dinyatakan terinfeksi HIV.
Diagnosis AIDS untuk kepentingan surveilans ditegakkan apabila terdapat infeksi
oportunistik atau limfosit CD4+ kurang dari 200 sel / mm3.
Tabel 2.4.1 Cara menentukan diagnosis dini infeksi HIV berdasarkan riwayat dan pemeriksaan
fisik (WHO, 2010)
5
2. 4. 1 Infeksi Oportunistik / Kondisi yang Sesuai dengan Kriteria Diagnosis AIDS
Cytomegalovirus (CMV) (selain hati, limpa, atau kelenjar getah bening)
CMV, retinitis (dengan penurunan fungsi penglihatan)
Ensefalopati HIV (a)
Herpes simpleks, ulkus kronik (lebih dari 1 bulan), bronchitis, pneumonitis, atau esofagitis
Histoplasmosis, diseminata atau ekstraparu
Isosporiasis, dengan diare kronik (lebih dari 1 bulan)
Kandidiasis bronkus, trakea, atau paru
Kandidiasis esophagus
Kanker serviks invasive
Koksidiodomikosis, diseminata atau ekstraparu
Kriptokokosis, ekstraparu
Kriptosporidiosis, dengan diare kronik (lebih dari 1 bulan)
Leukoensefaloapti multifocal progresif
Limfoma, Burkitt
Limfoma, imunoblastik
Limfoma, primer pada otak
Mikrobakterium avium kompleks atau M. kansasii, diseminata atau ekstraparu
Mikobakterium tuberculosis, paru atau ekstraparu
Mikobakterium, spesies lain atau spesies yang tidak dapat teridentifikasi, diseminata atau
ekstrapulmoner
Pneumonia Pneumcystis carinii
6
Pneumonia rekuren (b)
Sarkoma Kaposi
Septikemia Salmonella rekuren
Toksoplasmosis otak
Wasting syndrome (c)
NB :
(a) Terdapat gejala klinis gangguan kognitif atau disfungsi motorik yang menggangu kerja atau
aktivitas sehari – hari, tanpa dapat dijelaskan oleh penyebab lain selain infeksi HIV. Untuk
menyingkirkan penyakit lain dilakukan pemriksaan lumbal punksi dan pemeriksaan pencitraan
otak (CT Scan atau MRI)
(b) Berulang lebih dari satu episode dalam 1 tahun
(c) Terdapat penurunan berat badan lebih dari 10 % ditambah diare kronik (minimal 2 kali
selama > 30 hari, intermitten atau konstan), tanpa dapat dijelaskan oleh penyakit / kondisi lain
(mis : kanker, tuberculosis, enteritis spesifik) selain HIV
Untuk keperluan surveilans epidemiologi seorang dewasa ( < 12 tahun ) dianggap
menderita AIDS apabila menunjukkan tes HIV positif dengan strategi pemeriksaan yang sesuai
dan sekurang – kurangnya didapatkan 2 gejala mayor dan 1 gejala minor dan gejala – gejala ini
bukan disebabkan oleh keadaan – keadaan lain yang tidak berkaitan dengan HIV :
1. Gejala Mayor : Berat badan menurun > 10 % dalam 1 bulan, diare kronis yang berlangsung
lebih dari 1 bulan, demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan, penurunan kesadaran dan
gangguan neurologis, demensia atau HIV ensefalopati.
2. Gejala Minor : Batuk menetap lebih dari 1 bulan, dermatitis generalisata yang gatal, adanya
herpes zoster multisegmental dan atau berulang, kandidiasis oro – faringeal, herpes simpleks
kronis progresif, limfadenopati generalisata, infeksi jamur berulang pada alat kelamin
perempuan
2.5 Tes HIV
Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui secara pasti apakah seseorang terinfeksi
HIV sangatlah penting, karena pada infeksi HIV gejala klinisnya dapat baru terlihat setelah
bertahun – tahun lamanya.Terdapat beberapa jenis pemeriksaan laboratorium untuk
memastikan diagnosis infeksi HIV. Secara garis besar dapat dibagi menjadi :
7
1. Pemeriksaan serologic untuk mendeteksi adanya antibody terhadap HIV
2. Pemeriksaan untuk mendeteksi keberadaan virus HIV.
Deteksi adanya virus HIV dalam tubuh dapat dilakukan dengan isolasi dan biakan virus, deteksi
antigen, dan deteksi materi genetic dalam darah pasien (UNAIDS,1997).
Pemeriksaan yang lebih mudah dilaksanakan adalah pemeriksaan terhadap antibody
HIV. Sebagai penyaring biasanya digunakan teknik :
1. ELISA ( enzyme – linked immunosorbent assay )
2.Aglutinasi atau dot – blot immunobinding assay.
Metode yang biasa digunakan di Indonesia adalah dengan ELISA (UNAIDS,1997)
Seseorang yang ingin menjalani tes HIV untuk keperluan diagnosis harus mendapatkan
konseling pra tes.Hal ini harus dilakukan agar ia mendapatkan informasi yang sejelas –
jelasnya mengenai infeksi HIV / AIDS sehingga dapat mengambil keputusan yang terbaik untuk
dirinya serta lebih siap menerima apapun hasil tesnya nanti. Untuk keperluan survey tidak
diperlukan konseling pra tes karena orang yang dites tidak akan diberitahu hasil tesnya
(UNAIDS,1997).
Untuk memberitahu hasil tes juga diperluakn konseling pasca tes, baik hasil tes positif
maupun negatif. Jika hasilnya positif akan diberikan informasi mengenai pengobatan untuk
memperpanjang masa tanpa gejala serta cara pencegahan penularan. Jika hasilnya negative,
konseling tetap perlu dilakukan untuk memberikan informasi bagaimana mempertahankan
perilaku yang tidak berisiko (UNAIDS,1997).
2.6 Stadium Klinis HIV/AIDS
WHO telah menetapkan Stadium Klinis HIV/AIDS untuk dewasa maupun anak dimana stadium
klinis HIV/AIDS masing-masing terdiri dari 4 stadium. Jika dilihat dari gejala yang terjadi
pembagian stadium klinis HIV/AIDS adalah sebagai berikut (WHO. 2009):
Stadium 1
- Asymptomatic
- Persistent generalized lymphadenopathy
Stadium 2
- Moderate unexplained weight loss (under 10% of presumed or measured body
weight)
- Recurrent respiratory tract infections (sinusitis, tonsillitis, otitis media, pharyngitis)
- Herpes zoster
8
- Angular cheilitis
- Recurrent oral ulcerations
- Papular pruritic eruptions
- Seborrhoeic dermatitis
- Fungal nail infections
Stadium 3
- Unexplained severe weight loss (over 10% of presumed or measured body weight)
- Unexplained chronic diarrhoea for longer than 1 month
- Unexplained persistent fever (intermittent or constant for longer than 1 month)
- Persistent oral candidiasis
- Oral hairy leukoplakia
- Pulmonary tuberculosis
- Severe bacterial infections (e.g. pneumonia, empyema, meningitis, pyomyositis,
bone or joint infection, bacteraemia, severe pelvic inflammatory disease)
- Acute necrotizing ulcerative stomatitis, gingivitis or periodontitis
- Unexplained anaemia (below 8 g/dl ), neutropenia (below 0.5 x 109/l) and/or chronic
thrombocytopeni
- Antiretroviral therapy for HIV infection in adults and adolescents
- Recommendations for a public health approach
Stadium 4
- HIV wasting syndrome
- Pneumocystis jiroveci pneumonia
- Recurrent severe bacterial pneumonia
- Chronic herpes simplex infection (orolabial, genital or anorectal of more than 1
month’s duration or visceral at any site)
- Oesophageal candidiasis (or candidiasis of trachea, bronchi or lungs)
- Extrapulmonary tuberculosis
- Kaposi sarcoma
- Cytomegalovirus disease (retinitis or infection of other organs, excluding liver, spleen
and lymph nodes)
- Central nervous sistem toxoplasmosis
- HIV encephalopathy
- Extrapulmonary cryptococcosis including meningitis
9
- Disseminated nontuberculous mycobacteria infection
- Progressive multifocal leukoencephalopathy
- Chronic cryptosporidiosis
- Chronic isosporiasis
- Disseminated mycosis (histoplasmosis, coccidiomycosis)
- Recurrent septicaemia (including nontyphoidal Salmonella)
- Lymphoma (cerebral or B cell non-Hodgkin)
- Invasive cervical carcinoma
- Atypical disseminated leishmaniasis
- Symptomatic HIV-associated nephropathy or HIV-associated cardiomyopathy
2.8 Penatalaksanaan
HIV / AIDS sampai saat ini memang belum dapat disembuhkan secara total. Namun,
data selama 8 tahun terakhir menunjukkan bukti yang amat meyakinkan bahwa pengobatan
denagn kombinasi beberapa obat anti HIV ( obat anti retroviral, disingkat obat ARV )
bermanfaat menurunkan morbiditas dan mortalitas dini akibat infeksi HIV. Orang dengan HIV /
AIDS menjadi lebih sehat, dapat bekerja normal dan produktif.Manfaat ARV dicapai melalui
pulihnya sistem kekebalan akibat HIV dan pulihnya kerentanan odha terhadap infeksi
oportunistik.
Secara umum, penatalaksanaan odha terdiri atas beberapa jenis yaitu :
a) Pengobatan untuk menekan replikasi virus HIV dengan obat antiretroviral (ARV)
b) Pengobatan untuk mengatasi berbagai penyakit infeksi dan kanker yang menyertai infeksi
HIV / AIDS, seperti jamur, tuberculosis, hepatitis, toksoplasma, sarcoma Kaposi, limfoma,
kanker serviks.
c) Pengobatan suportif, yaitu makanan yang mempunyai nilai gizi yang lebih baik dan
pengobatan pendukung lain seperti dukungan psikososial dan dukungan agama serta juga tidur
yang cukup dan perlu menjaga kebersihan. Dengan pengobatan yang lengkap tersebut, angka
kematian dapat ditekan, harapan hidup lebih baik dan kejadian infeksi oportunistik amat
berkurang.
10
2.9 Terapi Antiretroviral (ARV)
Gambar 2.9.1 Langkah-langkah dalam pengobatan infeksi HIV (WHO, 2010)
Pemberian ARV telah menyebabkan kondisi kesehatan odha menjadi jauh lebih
baik.Infeksi kriptosporidiasis yang sebelumnya sukar diobati, menjadi lebih mudah ditangani.
Infeksi penyakit oportunistik lain yang berat, seperti infeksi virus sitomegalo dan infeksi
mikobakterium atipikal, dapat disembuhkan. Pneumonia Pneumocystis carinii pada odha yang
hilang timbul, biasanya mengharuskan odha minum obat infeksi agar tidak kambuh.Namun
sekakrang dengan minum obat ARV teratur, banyak odha yang tidak memerlukan minum obat
profilaksis terhadap pneumonia.
Terdapat penurunan kasus kanker yang terkait dengan HIV seperti Sarkoma Kaposi dan
limfoma dikarenakan pemberian obat – obat antiretroviral tersebut.Sarcoma Kaposi dapat
spontan membaik tanpa pengobatan khusus.Penekanan terhadap replikasi virus menyebabkan
penurunan produksi sitokin dan protein virus yang dapat menstimulasi pertumbuhan Sarkoma
Kaposi.Selain itu pulihnya kekebalan tubuh menyebabkan tubuh dapat membentuk respons
imun yang efektif terhadap human herpesvirus 8 (HHV – 8) yang dihubungkan dengan kejadian
Sarcoma Kaposi.
Obat ARV terdiri dari beberapa golongan seperti nucleoside reverse transcriptase
inhibitor, nucleotide reverse transcriptase inhibitor, non nucleoside reverse transcriptase
inhibitor, dan inhibitor protease.Tidak semua ARV tersedia di Indonesia (Tabel 2.9.2).
11
Tabel 2.9.2 Obat ARV yang Beredar di Indonesia
Nama Dagang Nama Generik Golongan Sediaan Dosis (per hari)
Duviral Tablet. Kandungan :
zidovudin 300 mg +
lamivudin 150 mg
2 x 1 tablet
Stavir, Zerit Stavudin (d4T) NsRTI Kapsul : 30 mg, 40 mg > 60 kg : 2 x 40 mg
< 60 kg : 2 x 30 mg
Hiviral, 3TC Lamivudin (3TC) NsRTI Tablet 150 mg Lar.
Oral 10 mg / ml
2 x 150 mg.
< 50 kg : 2mg/kg, 2x/hr
Viramune, Neviral Nevirapin (NVP) NNRTI Tablet 200 mg 1 x 200 mg selama 14
hari, dilanjutkan 2 x
200 mg
Retrovir, Adovi, Avirzid Zidovudin (ZDV, AZT) NsRTI Kapsul 100 mg 2 x 300 mg, atau 2 x
250 mg
Videx Didanosin (ddI) NsRTI Tablet kunyah
100 mg
> 60 kg : 2 x 200 mg,
atau 1 x 400 mg
< 60 kg : 2 x 125 mg,
atau 1 x 250 mg
Stocrin Efavirenz (EFV, EFZ) NNRTI Kapsul 200 mg 1 x 600 mg, malam
Nelvex, Viracept Nelfinavir (NFV) PI Tablet 250 mg 2 x 1250 mg
Waktu memulai terapi ARV harus dipertimbangkan dengan seksama karena obat ARV
akan diberikan dalam jangka panjang. Berikut ketentuanya:
1. ARV dimulai pada semua pasien yang telah menunjukkan gejala yang termasuk dalam
kriteria diagnosis AIDS, atau menunjukkan gejala yang sangat berat, tanpa melihat jumlah
limfosit CD4+.
2. ARV dimulai pada pasien asimptomatik dengan limfosit CD4+ kurang dari 350 sel / mm3.
3. ARV dimuali pada pasien asimptomatik dengan limfosit CD4+ 200 – 350 sel / mm3.
4. ARV dapat dimulai atau ditunda pada pasien asimptomatik dengan limfosit CD4+ lebih dari
350 sel / mm3 dan viral load lebih dari 100.000 kopi/ml.
5. ARV tidak dianjurkan dimulai pada pasien dengan limfosit CD4+ lebih dari 350 sel/mm3 dan
viral load kurang dari 100.000 kopi/ml.
Tabel 2.9.3 Keadaan klinik dalam penentuan pemberian terapi ARV (WHO, 2010)
12
Saat ini regimen pengobatan ARV yang dianjurkan WHO adalah kombinasi dari 3 obat
ARV.Terdapat beberaoa regimen yang dapat dipergunakan (Tabel 4), dengan keunggulan dan
kerugianya masing – masing.Kombinasi obat antiretroviral lini pertama yang umumnya
digunakan di Indonesia adalah kombinasi zidovudin (ZDV) / lamivudin (3TC), dengan nevirapin
(NVP).
Tabel 2.9.4 Kombinasi Obat ARV untuk Terapi Inisial
Kolom A Kolom B
Lamivudin + zidovudin
Lamivudin + didanosin
Lamivudin + stavudin
Evafirenz *
Lamivudin + zidovudin
Lamivudin + stavudin
Lamivudin + didanosin
Nevirapin
Lamivudin + zidovudin
Lamivudin + stavudin
Lamivudin + didanosin
Nelvinafir
* Tidak dianjurkan pada wanita hamil trimester pertama atau wanita yang berpotensi tinggi
untuk hamil.
Catatan : kombinasi yang sama sekali tidak boleh adalah : zidovudin + stavudin.
13
Obat ARV juga diberikan pada beberapa kondisi khusus seperti pengobatan profilaksis
pada orang yang terpapar dengan cairan tubuh yang mengandung virus HIV (post – exposure
prophylaxis) dan pencegahan penularan dari ibu ke bayi.
Program pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak dengan pemberian obat ARV
penting untuk mendapat perhatian lebih besar mengingat sudah ada beberapa bayi di Indonesia
yang tertular HIV dari ibunya.Efektivitas penularan HIV dari ibu ke bayi adalah sebesar 10 – 30
%. Artinya dari 100 ibu hamil yang terinfeksi HIV, ada 10 sampai 30 bayi yang akan tertular.
Sebagian besar penularan terjadi sewaktu proses melahirkan, dan sebagian kecil melalui
plasenta selama kehamilan dan sebagian lagi melaui air susu ibu.
Kendala yang dikhawatirkan adalah biaya untuk membeli obat ARV.Obat ARV yang
dianjurkan untuk PTMCT adalah zidovudin (AZT) atau nevirapin.Pemberian nevirapin dosis
tunggal untuk ibu dan anak dinilai sangat mudah untuk diterapkan dan ekonomis.Sebetulnya
pilihan yang terbaik adalah pemberian ARV yang dikombinasikan dengan operasi Caesar,
karena dapat menekan penularan sampai 1 %.Namun sayangnya di negara berkembang
seperti Indonesia tidak mudah untuk melakukan operasi section caesaria yang murah dan
aman.
Apabila terjadi penurunan jumlah CD4+ dalam masa pengobatan terapi lini pertama dan
didapat tanda terjadinya toksisitas dapat dipertimbangkan untuk mengganti terapi. Hal ini dapat
dilihat pada tabel 2.9.5 di bawah ini :
Tabel 2.9.5 Langkah pertimbangan untuk mengganti terapi ARV (WHO, 2010)
14
Tabel 2.9.6 Terapi lini kedua pengobatan ARV (WHO, 2010)
2.10 Candidiasis Esophageal pada HIV/AIDS
Candidiasis esophageal adalah infeksi oportunistik yang disebabakan oleh jamur
candida terutama spesies Candida albican pada esofagus. Pada infeksi ini terjadi pertumbuhan
yang berlebih dari candida. Candida merupakan normal flora yang terdapat pada mulut, traktus
gastrointestinal, dan vagina namun dapat bersifat invasif/patogen bila daya tahan host menurun
seperrti yang terjadi pada penderita HIV/AIDS (Maclean, 2001).
Candidiasis esophageal didiagnosa dengan melihat gejala-gejala yang dialami
penderita. Candidiasis pada esofagus dapat menyebabkan penderita mengalami nyeri telan dan
tenggorokan terasa menyempit. Hal ini membuat nafsu makan penderita menurun. Pada
candidiasis esophageal yang lama penderita bisa mengalami penurunan berat badan (Maclean,
2001).
2.10.1 Gambar candidiasis Esophageal
15
Ada tiga faktor umum yang bisa mengarah pada candidiasis oral yang dapat meluas ke
esofagus. Ketiga faktor tersebut adalah: (1) status imun host, (2) lingkungan mukosa mulut, (3)
turunan C. albicans tertentu (bentuk hifa biasanya terkait dengan infeksi patogenik). Kondisi-
kondisi spesifik yang bisa menyebabkan seorang pasien rentan untuk mengalami candidiasis
yaitu:
1.Faktor-faktor yang merubah status imun host:
- Diskrasia darah atau tumor ganas lanjut
- Usia tua/masa kanak-kanak
- Terapi radiasi/Kemoterapi
- Infeksi HIV atau gangguan imunodefisiensi lainnya
- Kelainan-kelainan endokrin
- Diabetes mellitus
- Hipotiroidisme atau hipoparatiroidisme
- Kehamilan
- Terapi kortikosteroid/Hipoadrenalisme
2.Faktor-faktor yang mengubah lingkungan mukosa mulut
- Xerostomia
- Terapi antibiotik
- Kesehatan gigi atau mulut yang buruk
- Kurang gizi/malabsorpsi gastrointestinal
- Kekurangan zat besi, asam folat, atau vitamin
- Saliva asam/Diet kaya karbohidrat
- Merokok berat
- Displasia epitelium oral
2.10.1 Terapi Candidiasis Esophageal
Karena jamur Candida normalnya hidup pada tubuh manusia, maka sulit untuk
menghindarinya. Namun ada beberapa cara agar pertumbuhannya dapat terkontrol yaitu
(Maclean, 2001).:
a. Menjaga respon imun tubuh tetap kuat atau tidak mengalami penurunan. Pemberian
antiretroviral yang efektif dapat mngontrol HIV sehingga dapat mencegah
penghancuran sel CD4+
16
b. Mengurangi makanan dengan kandungan karbohidrat dan glukosa yang tinggi
c. Memakan yogurt yang terbuat dari Lactobacillus acidophilus setiap hari dipercaya
dapat mengontrol pertumbuhan Candida
Terapi farmakologis diberikan berdasarkan tingkat keparahan Candidiasis esophageal
yang berbeda-beda pada tiap penderita. Berikut ini beberapa pilihan terapi untuk Candidiasis
esophageal (Maclean, 2001). :
- Nystatin oral
- Fluconazole tablet 100 – 200 mg/hari
- Itraconazole cair 100-200 mg/hari
- Iv Fluconazole atau Amphotericin B untuk 5-7 hari
17
BAB III
DATA MEDIS PASIEN
3.1 Identitas Pasien
Nama Lengkap : Ny. Darmawati
Tanggal Lahir : 5 Agustus 1985
Umur : 26 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Ds. Gunung Petung Rt 2 Rw 1, Tutur, Pasuruan
Telp : --
Pekerjaan :Wiraswasta (Usaha salon)
Status : Janda
Pendidikan : SD
Etnis/Suku : Jawa
Agama : Islam
MRS : 11 – 05 - 2011
Rekam Medis : 10973486
18
3.2 Anamnesis (autoanamnesis dan heteroanamnesis)
Keluhan Utama : Diare
Pasien mengalami diare sejak 20 hari yang lalu. Dalam sehari pasien BAB sebanyak
>3x dengan konsistensi BAB cair tanpa ampas, tidak ada lendir dan tidak ada darah. Setiap
kali BAB kira-kira sebanyak 1 gelas aqua.Pasien juga mengeluh demam bersamaan dengan
munculnya diare.
Beberapa hari sebelum muncul diare pasien mengeluh sulit menelan, tenggorokan gatal.
Oleh karena itu nafsu makan pasien menurun. Pasien hanya minum teh dan air putih, makan
sayur dan buah-buahan. Selama 2 bulan ini pasien juga mengalami penurunan berat badan dari
49 kg menjadi 40 kg.
Pasien juga mengeluhkan sariawan (oral trush) sejak 3 bulan SMRS. Sariawan tidak
nyeri namun tidak sembuh-sembuh. Pasien sempat berobat ke dokter lalu didiagnosa sebagai
infeksi jamur dan radang. Pasien sudah diberi obat tapi tidak ada perubahan.
Pasien mengeluh mudah lelah sejak 2 bulan yang lalu.Badan terasa semakin lemas
sejak 2 minggu SMRS. Pasien menjadi lebih sering berbaring di tempat tidur sehingga tidak
bias melakukan aktivitas harian.
Pasien memiliki riwayat minum alkohol tetapi sudah berhenti sejak 2 tahun yang lalu.
Selain itu pasien pernah mengkonsumsi sabu-sabu. Pasien memiliki riwayat berganti-ganti
pasangan (multiple sex partners). Pasien sempat menikah 2 kali tapi bercerai. Pasien juga
sudah pernah berhubungan intim dengan pacarnya yang sekarang. 3 tahun yang lalu pasien di
cek HIV dan hasilnya (-).
19
REVIEW OF SYSTEMS
Umum Lelah + Abdomen Nafsu makan Turun
Penurunan BB +(9kg) Anoreksia -
Demam - Mual -
Menggigil - Muntah -
Berkeringat - Perdarahan -
Kulit Rash - Melena -
Gatal + pada
tungkai
Nyeri +
Luka - Diare + sejak 20
hari yang lalu
Tumor - Konstipasi -
Kepala leher
Mata
Sakit kepala +(2mgg) BAB + (cair)
Nyeri - Hemoroid -
Kaku leher - Hernia -
Trauma - Hepatitis -
Diplopia - Ginekologi Nyeri -
Visus - Gatal -
Nyeri - Sekret + keputihan
sejak 4 bulan
Siklus haid Teratur,
20
1x/bulan
Mulut &
tenggorokan
Nyeri + Ginjal dan
saluran
kencing
Disuria -
Kering - Hematuria -
Suara sesak - Inkontinensia -
Sulit Menelan + Nokturia -
Sakit gigi + Frekuensi -
Batu -
Gusi - Infeksi -
Infeksi +
candidia
sis
Hematologi Anemia +
Pernafasan Batuk + (2mg) Perdarahan -
Riak - Endokrin Diabetes -
Nyeri - Perubahan BB Turun 9 kg
Mengi - Goiter -
Sesak nafas - Toleransi suhu -
Hemoptisis - Asupan cairan cukup
Pneumonia - Muskuloskele-
tal
Trauma -
Nyeri pleuritik - Nyeri -
Tuberkulosis - Kaku -
Payudara Sekret - Bengkak -
Nyeri - Lemah +
21
Benjolan - Nyeri punggung -
Perdarahan - Kram -
Infeksi - Sistem syaraf Sinkop -
Jantung Angina - Kejang -
Sesak nafas - Tremor -
Orthopnea - Nyeri -
PND - Sensorik -
Edema - Tenaga -
Murmur - Daya ingat -
Palpitasi - Emosi Kecemasan -
Infark - Tidur -
Hipertensi - Depresi +
Vaskuler Klaudikasio - Halusinasi -
Flebitis -
Ulkus -
Arteritis -
Vena varikose -
22
3.3 Pemeriksaan Fisik
Kesan sakit : Sedang
Gizi : Kurang
Tinggi Badan : + 160 cm
Berat Badan : +40 kg (sebelumnya +49kg)
BMI : 15,625 kg/m2
GCS : 456
Tanda vital : Tensi 110/70 mmHg, nadi 60x/menit, kecepatan pernafasan 20x/menit, Tax
36,3oC
Kepala – Leher : Anemis+/+, ikterik -/-,JVP R + 0 cm H20,
Oral trush (+) tidak nyeri
Thoraks : Pengembangan dada simetris, nafas spontan adekuat
P/ s/s A v/v Rh -/- Wh -/-
s/s v/v -/- -/-
s/s v/v -/- -/-
Jantung : Iktus invisible palpable pada MCL ICS IV sinistra
RHM SL dextra
LHM iktus
S1S2 single, murmur (-).
Abdomen :Flat, soefl, BS (+) N, Liver span 10 cm, troube space timpani.
Extremitas : Edema -/-, Anemis ++/++
3.4 Pemeriksaan Penunjang
Tanggal 10 Mei 2011
Lab Value Lab Value
Leukocyte 5.700 3500-10000/µL GDA 114 80-140
Hemoglobin 6,4 11,0-16,5g/dl Ureum 60,4 10 – 50
PCV 19,4 % 35-50% Creatinin 1,18 0,7 – 1,5
23
MCV 82 MCH 27
Thrombocyte 236.000 150000-390000 Albumin 2,93 3,5 – 5,5
SGOT 28 11-41U/L CRP
kuantitatif
--
SGPT 13 10-41U/L Na 144 136-145
Bilirubin total -- <1 Kalium 4,4 3,5-5
Bilirubin
direk
-- <0,25 Chlorida 98 98-106
Bilirubin
indirek
-- <0,75 Kolesterol
total
--
HDL -- LDL --
TG -- Protein total --
Leukocyte count
Leukocyte cell Jumlah (103) Prosentase (%)
Lymphocyte 0.4 7.8
Monocyte 0.1 2.8
Granulocyte 5.2 89.4
Urinalisis :
Warna Jernih
SG/BJ 1,015 Glukosa --
pH 6 Keton --
Lekosit 2 + Urobilinogen --
24
Nitrit -- Bilirubin --
Protein/Alb + Eritrosit +
10 X : 40 X :
Epithel + Erytrocyte 8 – 10
Erytrocyte + Leucocyte 2 -4
ECG
Rhytm Sinus Rhytm
Heart Rate 73 bpm
Frontal Axis Normal
Horizontal Axis Normal
PR Interval 0,08 ‘’
QRS complex 0,08 ‘’
QT interval 0,36 ‘’
Conclusion : Sinus Rhythm, HR 73 bpm
Chest X Ray
AP position, symmetric, KV enough, trachea in the middle, soft tissue and bone
normal.Hemidiaphragma : D & S dome shaped, costophrenicus angle D & S sharp. Pulmo D &
S = normal. Cor site : N, CTR : <50 %. Conclusion : Normal Chest X-Ray.
25
3.5 POMR
CUEAND CLUE PL I Dx P Dx P Tx P Mo
Wanita, 26 tahun
- chronic waterry
diarrhea
- chronic fever
- sariawan 2 bulan
- weakness
-nyeri tenggorokan
dan nyeri telan + 2
minggu
-penurunan BB +9
kg dalam 2 bulan.
- multiple sex
partner (+)
-candidiasis
esophageal
- limfocyte 400
1. Immuno
compro
missed
state
1.1 HIV
stadium IV
-CD 4 count
-ELISA
-Determinan
test
- konsul VCT
-HBs Ag
-Anti HCV
-Toxoplasma
IgG, IgM
-endoskopi
-IVFD NS 0.9%: D5%
= 1 : 1
-Cotrimoxazole 1 x
960 mg, p.o
-Fluconazole 1x200
mg, p.o
-Candistatin drop 4 dd
gtt 1 cc
-Attalpulgite (k/p), p.o
Keluhan
Vital Sign
Wanita, 26 tahun
-anemis +/+
2. Anemia
Normokr
2.1 chronic
disease
-blood smear -Transfusi PRC 2
labu/hari sampai
Keluhan
Laboratoriu
26
-Hb 6,4
-MCV 82
-MCH 27
-PCV 19,4 %
om-
Normosit
er
dengan Hb >10 gr/dL m (darah
lengkap)
Wanita, 26 tahun
Lab
-albumin 2,93
3. Hipoalbu
minemia
3.1 low
intake
Re-check
albumin
-Diet bebas TKTP
extra CPT + kutuk.
Kadar
albumin
27
3.6 Follow Up
11 Mei 2011
VCT (+), determinan (+)
PDx : tunggu hasil UL, Ur/Cr, DL post transfusi
PTx : - Diet bebas TKTP2.100 kkal/hari extra CPT
- IVFDNS 0,9% : D 5% = 1:1
-Transfusi PRC 2 labu/hari s.d Hb >10 gr/dL
- asam folat 1x 3 tab p.o
- B6/B12 3x 1 tab p.o
- Cotrimoxazole 1x960 mg, p.o
- Nystatin drop 6 gtt 1 cc
- paracetamol 500mg k/p
Lab Value Normal
Hemoglobin 6,1 11,0-16,5g/dl
Lekosit 5800 3500-10000/µL
Trombosit 242.000 150000-390000
PCV 18 35-50%
12 Mei 2011
Hb 6,1 gr/dL
PDx : FL, kultur feces
PTx : - Diet bebas TKTP2.100 kkal/hari extra CPT
-IVFDNS 0,9% : D 5% = 1:1
-Transfusi PRC 2 labu/hari s.d Hb >10 gr/dL
- asam folat 1x 3 tab p.o
- B6/B12 3x 1 tab p.o
-Cotrimoxazole 1x960 mg, p.o
-Nystatin drop 6 gtt 1 cc
- paracetamol 500mg k/p
- attapulgite 2 tab/diare
Lab Value Normal
Ureum 24,2 20-40
Creatinin 0,64 <1,2
28
Albumin 2,88 3,5-5,5
Hasil pemeriksaan Seroimunologi
HbsAG negatif (-)
Anti HBS negatif (-)
Anti HCV negatif (-)
Toxoplasma IgG negatif (-)
Toxoplasma IgM negatif (-)
VDRL negatif (-)
TPHA negatif (-)
TB ICT negatif (-)
13 Mei 2011
Luka di kulit nyeri, vaginal ulcer (+)
PDx : FL, kultur fecal dan sensitivity test, kosul kulit kelamin
PTx : - Diet bebas TKTP2.100 kkal/hari extra CPT
-IVFD NS 0,9% : D 5% = 1:1
-Transfusi PRC 2 labu/hari s.d Hb >10 gr/dL
- asam folat 1x 3 tab p.o
- B6/B12 3x 1 tab p.o
-Cotrimoxazole 1x960 mg, p.o
-Nystatin drop 4 gtt 1 cc
- paracetamol 500mg k/p
- attapulgite 2 tab/diare
Lab Value Normal
Hemoglobin 10,2 11,0-16,5g/dl
Lekosit 3800 3500-10000/µL
29
Trombosit 133.000 150000-390000
PCV 31,8 35-50%
Leukocyte cell Jumlah (103) Prosentase (%)
Lymphocyte 0.20 7.5
Monocyte 0.00 1.3
Granulocyte 3.60 91.2
14 Mei 2011
PDx : FL, fecal culture, vaginal smear, pemeriksaan gram
PTx : - Diet bebas TKTP2.100 kkal/hari extra CPT
-IVFDNS 0,9% : D 5% = 1:1
-Transfusi PRC 2 labu/hari s.d Hb >10 gr/dL
- asam folat 1x 3 tab p.o
- B6/B12 3x 1 tab p.o
-Cotrimoxazole 1x960 mg, p.o
-Nystatin drop 6 gtt 1 cc
- paracetamol 500mg k/p
- attapulgite 2 tab/diare
- Acyclovir 3 x 400 mg
1 6 Mei 2011
Lesi kulit (+)
PDx : fecal culture, gram, vaginal smear, cek DL cito
PTx : Diet bebas TKTP2.100 kkal/hari extra CPT
-IVFDNS 0,9% : D 5% = 1:1
-Transfusi PRC 2 labu/hari s.d Hb >10 gr/dL
- asam folat 1x 3 tab p.o
- B6/B12 3x 1 tab p.o
-Cotrimoxazole 1x960 mg, p.o
-Nystatin drop 6 gtt 1 cc
30
- paracetamol 500mg k/p
- attapulgite 2 tab/diare
- Acyclovir 3 x 400 mg
18 Mei 2011
PDx : smear vaginal lesi kulit gram, hasil kultur negatif
PTx : - Diet bebas TKTP2.100 kkal/hari extra CPT
-IVFDNS 0,9% : D 5% = 1:1
-Transfusi PRC 2 labu/hari s.d Hb >10 gr/dL
- asam folat 1x 3 tab p.o
- B6/B12 3x 1 tab p.o
-Cotrimoxazole 2x960 mg, p.o
-Nystatin drop 6 gtt 1 cc
- paracetamol 500mg k/p
- attapulgite 2 tab/diare
- Acyclovir 3 x 400 mg
- KSR 1x1 tab
Lab Value Normal
Hemoglobin 10,5 11,0-16,5g/dl
Lekosit 3700 3500-10000/µL
Trombosit 187.000 150000-390000
PCV 31,9 35-50%
Natrium 138 136-145
Kalium 2.9 3.5-5.0
Chlorida 110 98-106
Leukocyte cell Jumlah (103) Prosentase (%)
Lymphocyte 0.30 10.6
Monocyte 0.10 3.5
Granulocyte 3.00 85.9
31
Analisa Feces
Warna Cokelat
Keadaan/bentuk Lembek
Epitel +
Leukosit + (1-2)
Bakteri +
19 Mei 2011
PDx : -
PTx : - Diet bebas TKTP2.100 kkal/hari extra CPT
-IVFDNS 0,9% : D 5% = 1:1
-Transfusi PRC 2 labu/hari s.d Hb >10 gr/dL
- B6/B12 3x 1 tab p.o
-Cotrimoxazole 2x960 mg, p.o
-Nystatin drop 6 gtt 1 cc
- paracetamol 500mg k/p
- attapulgite 2 tab/diare
- Acyclovir 3 x 400 mg- KSR 1x1 tab
20 Mei 2011
PDx : -
PTx : - Diet bebas TKTP2.100 kkal/hari extra CPT
-IVFDNS 0,9% : D 5% = 1:1
-Transfusi PRC 2 labu/hari s.d Hb >10 gr/dL
- B6/B12 3x 1 tab p.o
-Cotrimoxazole 2x960 mg, p.o
-Nystatin drop 6 gtt 1 cc
- paracetamol 500mg k/p
- attapulgite 2 tab/diare
- Acyclovir 3 x 400 mg
32
- KSR 1x1 tab
21 Mei 2011
PDx : SE, DL, GDA
PTx : - Diet bebas TKTP2.100 kkal/hari extra CPT
-IVFDNS 0,9% : D 5% = 1:1
-Transfusi PRC 2 labu/hari s.d Hb >10 gr/dL
- B6/B12 3x 1 tab p.o
-Cotrimoxazole 2x960 mg, p.o
-Nystatin drop 6 gtt 1 cc
- paracetamol 500mg k/p
- attapulgite 2 tab/diare
- Acyclovir 3 x 400 mg
- KSR 1x1 tab
23 Mei 2011
PDx : -
PTx : - Diet bebas TKTP2.100 kkal/hari extra CPT
-IVFDNS 0,9% : D 5% = 1:1
-Transfusi PRC 2 labu/hari s.d Hb >10 gr/dL
- B6/B12 3x 1 tab p.o
-Cotrimoxazole 2x960 mg, p.o
-Nystatin drop 6 gtt 1 cc
- paracetamol 500mg k/p
- attapulgite 2 tab/diare
- Acyclovir 3 x 400 mg
- KSR 1x1 tab
Hasil penghitungan CD4
Diagnostik Molekuler Hasil Normal Range Satuan Keterangan
CD4 Absolut 29 410 – 1590 Sel / ul Lymphocyte T Helper
sangat kurang
CD4 % 7 31 – 60 %
33
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Diagnosa HIV
4.1.1 Anamnesa
Dari anamnesa pasien mengeluh diare sejak 20 hari yang lalu. Dalam sehari pasien
BAB sebanyak >3x dengan konsistensi BAB cair tanpa ampas, tidak ada lendir dan tidak
ada darah. Pasien juga mengeluh sulit menelan, tenggorokan gatal. Oleh karena itu nafsu
makan pasien menurun. Selama 2 bulan ini pasien juga mengalami penurunan berat badan
dari 49 kg menjadi 40 kg. Pasien juga mengeluhkan sariawan sejak 3 bulan SMRS.
Pasien memiliki riwayat minum alkohol, mengkonsumsi shabu-shabu. Selain itu
pasien suka berganti-ganti pasangan (multiple sex partners). Pasien pernah 2 kali menikah
dan bercerai. Pasien juga sudah pernah berhubungan intim dengan pacarnya yang
sekarang.
34
4.1.2 Pemeriksaan Fisik
Dari pemeriksaan fisik didapatkan pasien Underweight dengan BMI 15,625 kg/m2.
Terdapat conjunctiva yang anemis juga oral thrush di rongga mulut dan lidah. Tidak ada
kelainan pada pemeriksaan fisik yang lain.
4.1.3 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan awal sederhana yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan darah
lengkap dan hitung jenis.Pada penderita dengan immunocompromissed state, dapat
ditemukan penurunan jumlah limfosit < 2000/ul. Pada kasus ini, jumlah limfosit pasien
tanggal 10 Mei 2011 adalah : 7,8 % x 5.700 = 444,6. Selanjutnya, pada kasus yang telah
dicurigai infeksi HIV maka pasien dapat dikonsulkan ke bagian VCT (Voluntary counceling
and Testing) untuk dilakukan dua tahap pemeriksaan khusus, yaitu skrining awal berupa
Rapid Test dan Enzime Linked Sorbent Assay (ELISA), dan yang kedua adalah Uji
konfirmasi berupa Western Blot test untuk mendeteksi antibody spesifik pada pasien. Sesuai
dengan pedoman nasional, diagnosis HIV dapat ditegakkan dengan 3 jenis pemeriksaan
Rapid Test yang berbeda atau 2 jenis pemeriksaan Rapid Test yang berbeda dan 1
pemeriksaan ELISA (WHO, 2010).
Pemeriksaan Western Bolt merupakan penentu diagnosis AIDS setelah test ELISA
dinyatakan positif. Bila terjadi serokonversi HIV pada test ELISA dalam keadaan infeksi HIV
primer, harus segera dikonfirmasikan dengan test WB ini. Hasil test yang positif akan
menggambarkan garis presipitasi pada proses elektroforesis antigen-antibodi HIV di sebuah
kertas nitroselulosa yang terdiri atas protein struktur utama virus. Setiap protein terletak
pada posisi yang berbeda pada garis, dan terlihatnya satu pita menandakan reaktivitas
antibodi terhadap komponen tertentu virus (WHO, 2010)
Pada kasus ini, pasien dilakukan pemeriksaan VCT yang terdiri dari pemeriksaan
DETERMINAN dan ELISA.Hasil dari kedua pemeriksaan tersebut adalah positif. Dari kriteria
mayor dan kriteria minor, pada pasien ini didapatkan gejala mayor : berat badan menurun >
10 % dalam 1 bulan, diare berkepanjangan lebih dari 1 bulan. Dan pada gejala minor
didapatkan : kandidiasis oral. Dari hasil anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang, dapat disimpulkan pasien menderita HIV stage IV.
4.3 Penatalaksanaan HIV Stadium IV
Pada pasien ini belum diberikan terapi ARV hingga hari ke-13 MRS. Hal ini tidak
sesuai dengan teori karena seharusnya pada HIV stadium IV terapi ARV diberikan tanpa
menunggu hasil hitung jumlah limfosit CD 4. Pemilihan ARV yang sesuai yaitu diberikan lini
35
pertama adalah kombinasi dua obat golongan NRTI dengan satu obat golongan NNRTI.
Pada pasien ini, bisa diberikan kombinasi duviral dan neviral. Duviral merupakan kombinasi
dua jenis ARV NRTI yaitu lamivudin dan zidovudin. Neviral mengandung ARV NNRTI yaitu
nevirapin. Pemberian kombinasi ARV ini sesuai dengan rekomendasi WHO
4.2 Penatalaksanaan Infeksi Oportunistik
Pada pasien ini, ditemukan infeksi oportunistik dengan gejala nyeri tenggorokan,
nyeri telan, sariawan selama + 3 bulan SMRS, watery diare + 20 hari SMRS, dan pada
pemeriksaan fisik ditemukan oral candidiasis. Adanya nyeri telan dan nyeri tenggorok
mengarah pada diagnosa candidiasis esophageal. Untuk menegakkan diagnosa tersebut
direncakan pemeriksaan endoskopi pada pasien ini.
Penanganan untuk infeksi oportunistik ini sudah langsung dimulai sejak pasien MRS
yaitu berupa cotrimoxazole, nystatin drop, dan attalpulgite. Pemberiannya dimulai walaupun
ARV belum dimulai. Tindakan ini dilakukan untuk melihat apakah ada respon terhadap obat-
obat tersebut.
4.3 Prognosis Penyakit
Keadaan pasien selama MRS mengalami peningkatan. Dari pemeriksaan fisik
terdapat perbaikan nafsu makan, pasien sudah tidak merasa lemah pada tubuh. Berat
badan pasien meningkat 4 kg. Frekuensi diare pasien juga sudah berkurang. Dari hasil
laboratorium dapat dilihat bahwa kadar haemoglobin pasien mengalami peningkatan.
BAB V
KESIMPULAN
1. Diagnosis HIV pada kasus ini didasarkan atas anamnesis, pemeriksaan fisis dan
pemeriksaan penunjang. Berdasarkan clinical staging pasien ini masuk pada kriteria
HIV stadium IV.
2. Penatalaksanaan HIV stadium IV pada pasien ini belum sesuai dengan teori karena
seharusnya pada HIV stadium IV terapi ARV diberikan tanpa menunggu hasil hitung
jumlah limfosit CD4+. Pemilihan ARV yang sesuai yaitu diberikan lini pertama adalah
kombinasi dua obat golongan NRTI dengan satu obat golongan NNRTI.
36
3. Penatalaksanaan infeksi oportunistik dimulai sejak pasien MRS, pada kasus ini kita
temukan watery diarrhea, oral candidosis, dan candidiasis esophageal. Pada pasien
ini sudah diberikan Cotrimoxazole, Nystatin oral, dan attapulgite.
DAFTAR PUSTAKA
CDC. 2007.CDC HIV/AIDS Fact Sheet :A Glance at the HIV/AIDS Epidemic. Diakses dari
http://www.cdc.gov/hiv
Djoerban Z. membidik AIDS : Ikhtiar memahami HIV dan odha. Ed 1. Yogyakarta:Penerbit
Galang;1999
Ditjen PPM & PL Depkes RI. Pedoman nasional – perawatan, dukungan dan pengobatan
bagi odha.Jakarta:Deoartemen Kesehatan RI,2003.
Djauzi S, Djoerban Z, Eka B, Djoko P, Sulaiman A, Rifayani A,dkk. Profile of drug abusers in
Jakarta’s urban poor community. Med J Ind 2003;Kustin, Djauzi,dkk. Hasil survey
pada wanita hamil di Jakarta 1999-2000. Yayasan Pelita Ilmu, 2000.
Maclean, 2001. Candidiasis esophageal. Diakses dari h ttp://
www.catie.ca/pdf/facts/ esophageal %20 candidiasis .pdf
37
Missiouri Department Division of Environmental Health and Communicable Disease
Prevention. 2003. HIV/AIDS. Diakses dari http://911medicalcare.com/virus-
diseases/hiv-aids-diseases-and-conditions/
UNAIDS-WHO. Revised recommendation for the selection and use of HIV antibody test.
Weekly Epidemiological Report 1997;72:81-8.
WHO. 2010. Antiretroviral Therapy for HIV Infection in Adults and Adolescence. World
Health Organization; Austria
Responsi KasusTropik Infeksi
HIV / AIDS
DENGAN CANDIDIASIS ESOPHAGEAL
38
Oleh:
Iim Karimah 0610710061
Rizza Ichtiara F. 0610710119
Tenta Hartian 0610710129
Pembimbing :
dr. Ninik Burhan, SpPD-KPTI
LABORATORIUM ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
RUMAH SAKIT UMUM Dr. SAIFUL ANWAR
MALANG
2011
39