Dr. Amir Husin, S.T., M.T M. Faisal, S.T., M.T Dosen ...

65
STUDI PEMANFAATAN BIJI ASAM JAWA (Tamarindus indica L) SEBAGAI KOAGULAN DALAM PENGOLAHAN AIR PERMUKAAN MENGGUNAKAN KOLOM SEDIMENTASI TUGAS AKHIR Oleh AMBAR RITA 15 0407 002 Dr. Amir Husin, S.T., M.T M. Faisal, S.T., M.T Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2019 Universitas Sumatera Utara

Transcript of Dr. Amir Husin, S.T., M.T M. Faisal, S.T., M.T Dosen ...

Page 1: Dr. Amir Husin, S.T., M.T M. Faisal, S.T., M.T Dosen ...

STUDI PEMANFAATAN BIJI ASAM JAWA (Tamarindus indica L)

SEBAGAI KOAGULAN DALAM PENGOLAHAN

AIR PERMUKAAN MENGGUNAKAN

KOLOM SEDIMENTASI

TUGAS AKHIR

Oleh

AMBAR RITA

15 0407 002

Dr. Amir Husin, S.T., M.T M. Faisal, S.T., M.T

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2019

Universitas Sumatera Utara

Page 2: Dr. Amir Husin, S.T., M.T M. Faisal, S.T., M.T Dosen ...

STUDI PEMANFAATAN BIJI ASAM JAWA (Tamarindus indica L)

SEBAGAI KOAGULAN DALAM PENGOLAHAN

AIR PERMUKAAN MENGGUNAKAN

KOLOM SEDIMENTASI

TUGAS AKHIR

Oleh

AMBAR RITA

15 0407 002

Dr. Amir Husin, S.T., M.T M. Faisal, S.T., M.T

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

TUGAS AKHIR INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN

PERSYARATAN MENJADI SARJANA TEKNIK

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2019

Universitas Sumatera Utara

Page 3: Dr. Amir Husin, S.T., M.T M. Faisal, S.T., M.T Dosen ...

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir dengan judul:

STUDI PEMANFAATAN BIJI ASAM JAWA (Tamarindus indica L)

SEBAGAI KOAGULAN DALAM PENGOLAHAN

AIR PERMUKAAN MENGGUNAKAN

KOLOM SEDIMENTASI

Dibuat untuk melengkapi sebagian persyaratan menjadi Sarjana Teknik pada Program Studi Teknik

Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Tugas akhir ini adalah hasil karya saya

kecuali kutipan-kutipan yang telah saya sebutkan sumbernya.

Demikian pernyataan ini dibuat, apabila dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya saya

atau merupakan hasil jiplakan maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan aturan yang

berlaku.

Medan, November 2019

Ambar Rita

NIM. 150407002

Universitas Sumatera Utara

Page 4: Dr. Amir Husin, S.T., M.T M. Faisal, S.T., M.T Dosen ...

Universitas Sumatera Utara

Page 5: Dr. Amir Husin, S.T., M.T M. Faisal, S.T., M.T Dosen ...

PRAKATA

Bismillahirrohmanirohim, Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir

penulis yang berjudul “Studi Pemanfaatan Biji Asam Jawa (Tamarindus indica L) sebagai

koagulan dalam pengolahan air permukaan menggunakan kolom sedimentasi”. Tugas akhir ini

dibuat sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar Sarjana Teknik (ST) di Program

Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Ir. Netti Herlina Siregar, M.T., selaku Ketua Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas

Teknik, Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Amir Husin, S.T., M.T., selaku dosen pembimbing I dan Bapak M. Faisal, S.T.,

M.T., selaku dosen pembimbing II yang telah membimbing, membantu, dan mendukung

penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini;

3. Bapak Dr. Ir. Munir Tanjung, M.M. selaku dosen penguji I dan Bapak Ivan Indrawan, S.T.

M.T., selaku dosen penguji II yang telah memberikan saran dan masukan untuk tugas akhir

ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tugas akhir ini masih jauh dari kata sempurna.

Oleh karena itu kritik, saran dan masukan yang bersifat membangun sangat penulis butuhkan

untuk menyempurnakan tugas akhir ini.

Medan, November 2019

Ambar Rita

Universitas Sumatera Utara

Page 6: Dr. Amir Husin, S.T., M.T M. Faisal, S.T., M.T Dosen ...

ii

DEDIKASI

Terimakasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada :

1. Orang tua tercinta Bapak Suroso dan Ibu Siti Amina atas segala doa, kasih sayang,

perhatian dan dukungan yang selalu penulis terima;

2. Sudara penulis Mentari Cahya dan Isva lanna;

3. Sahabat terdekat penulis yang telah banyak membantu selama mengarungi masa

perkuliahan Adillah Silviani, Yustika Ramadhani, Hartaty Ariany Bako, Siska Maharani,

dan Ardiansyahputra Pransiska;

4. Partner tugas akhir Adillah Silviani, dan Muna Nabila Napitupulu;

5. Seluruh teman-teman seperjuangan Teknik Lingkungan USU 2015 yang telah memberikan

semangat dan bantuan dalam proses penyusunan Tugas Akhir ini.

Universitas Sumatera Utara

Page 7: Dr. Amir Husin, S.T., M.T M. Faisal, S.T., M.T Dosen ...

iii

ABSTRAK

Air adalah unsur yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, yakni demi kelangsungan

hidup manusia. Kurangnya pengolahan pada sumber daya air yang diakibatkan oleh limbah

domestik dan berbagai industri dapat menyebabkan meningkatnya kadar kandungan bahan kimia dan logam berat dalam badan air seperti kekeruhan dan padatan tersuspensi (TSS). Dalam

menurunkan Total Suspended Solid (TSS) dan kekeruhan (Turbidity) dapat dilakukan dengan

berbagai proses pengolahan air seperti proses koagulasi-flokulasi dan sedimentasi. Pada penelitian ini fokus terhadap pengendapan tipe II yaitu Flocculant Settling. Pengendapan tipe ini

adalah tipe pengendapan partikel flokulan di dalam air. Partikel flokulan adalah flok-flok

gabungan partikel tersuspensi dan terlarut akibat adanya pengaruh koagulan. Biji asam jawa (Tamarindus indica l) mampu mengikat kotoran atau memutus rantai pada ikatan senyawa zat

warna sehingga membentuk gumpalan serta dapat memperbesar gumpalan, sehingga relatif

mudah untuk diendapkan. Kemampuan biji asam jawa pada proses Jar Test dalam menurunkan

TSS dan Kekeruhan terbaik pada dosis 15 mg/l yang dimana mampu menyisihkan TSS sebesar 96,9%, sedangkan pada kekeruhan mampu menyisihkan 97.5% dan pada proses sedimentasi

laju pengendapan tertinggi mencapai 95% pada nilai kekeruhan dan pada TSS 92%.

Kata Kunci: Air permukaan, Flocculant settling, Biji Asam Jawa (Tamarindus indica L), Kekeruhan dan TSS.

Universitas Sumatera Utara

Page 8: Dr. Amir Husin, S.T., M.T M. Faisal, S.T., M.T Dosen ...

iv

ABSTRACT

Water is an element that can not be separated from human life, namely for the sake of human

survival. Lack of treatment of water resources caused by domestic waste and various industries

can cause increased levels of chemicals and heavy metals in water bodies such as turbidity and suspended solids (TSS). In reducing Total Suspended Solid (TSS) and turbidity can be done

with various water treatment processes such as the process of coagulation-flocculation and

sedimentation. In this study the focus on deposition of type II is Flocculant Settling. This type of precipitation is a type of precipitation of flocculant particles in water. Flocculant particles are

combined flocks of suspended and dissolved particles due to the influence of coagulants.

Tamarind seeds (Tamarindus indica l) are capable of binding impurities or breaking chains in the bonds of dyestuff compounds to form clots and can enlarge clots, making it relatively easy

to precipitate. The ability of tamarind seeds in the Jar Test process to reduce TSS and turbidity

was best at a dose of 15 mg / l which was able to set aside TSS by 96.9%, while in turbidity was

able to set aside 97.5% and in the sedimentation process the highest deposition rate reached

95% at value turbidity and at TSS 92%.

Keywords: Surface water, Flocculant settling, Tamarind seeds (Tamarindus indica L),

Turbidity and TSS.

Universitas Sumatera Utara

Page 9: Dr. Amir Husin, S.T., M.T M. Faisal, S.T., M.T Dosen ...

v

DAFTAR ISI

PRAKATA i

DEDIKASI ii

ABSTRAK iii

ABSTRACT iv

DAFTAR ISI v

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR TABEL x

DAFTAR RUMUS xi

DAFTAR LAMPIRAN xii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang I-1

1.2 Rumusan Masalah I-8

1.3 Tujuan Penelitian I-8

1.4 Ruang Lingkup I-8

1.5 Manfaat Penelitian I-9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Air II-1

2.2 Kualitas Air Bersih II-2

2.3 Air Sungai dan Indikator Pencemaran Sumber Daya Air Sungai II-3

2.4 Parameter Penelitian II-4

2.4.1 Total Suspended Solid (TSS) II-4

2.4.2 Kekeruhan (Turbidity) II-5

2.5 Jar Test II-6

2.6 Koagulasi dan Flokulasi II-6

2.7 Biji Asam Jawa (Tamarindus indica L) II-6

2.7.1 Peran biji asam jawa sebagai koagulan II-7

2.7.2 Alasan biji asam jawa dimanfaatkan pada penelitian ini II-7

2.8 Sedimentasi II-8

2.8.1 Pengertian Sedimentasi II-8

2.8.2 Klasifikasi sedimentasi II-8

2.8.2.1 Sedimentasi Tipe I II-9

2.8.2.2 Sedimentasi Tipe II II-9

2.8.2.3 Sedimentasi Tipe III dan IV II-10

Universitas Sumatera Utara

Page 10: Dr. Amir Husin, S.T., M.T M. Faisal, S.T., M.T Dosen ...

vi

2.8.3 Gaya Pada Sedimentasi II-11

2.8.4 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kecepatan Sedimentasi II-11

2.8.5 Proses Sedimentasi II-11

2.8.6 Proses Sedimentasi skala kecil II-12

2.8.7 Fokus Penelitian (Sedimentasi Tipe II) II-13

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Diagram Alir Penelitian III-1

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian III-2

3.2.1 Lokasi Penelitian III-2

3.2.2 Waktu Penelitian III-2

3.3 Variabel Penelitian III-2

3.3.1 Variabel berubah III-2

3.3.2 Variabel tetap III-2

3.4 Sampel Air III-2

3.5 Metode Pengumpulan Data III-3

3.5.1 Data Primer III-3

3.6 Pelaksanaan Penelitian III-3

3.6.1 Bahan dan Peralatan III-3

3.6.2 Prosedur Kerja Biji Asam Jawa III-4

3.6.2.1 Tahap Pembuatan Serbuk Biji Asam Jawa III-4

3.6.2.2 Pembuatan Variasi Dosis Biokoagulan III-4

3.6.3 Cara Kerja pada pilot plant kolom sedimentasi III-4

3.5 Analisis Data III-5

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Air Sampel Penelitian IV-1

4.2 Analisa Jar Test IV-2

4.2.1 Pengaruh Variasi Dosis Terhadap Penyisihan Kekeruhan IV-2

4.2.2 Pengaruh Variasi Dosis Terhadap Penyisihan Total Suspended Solid

(TSS) IV-5

4.2.3 Hasil Analisis pH pada proses Jar Test IV-8

4.3 Hasil Analisis Pada Kolom Sedimentasi Sistem Batch IV-9

4.3.1 Hasil Analisis Laju Pengendapan pada Kekeruhan menggunakan Kolom

sedimentasi sistem Batch IV-9

Universitas Sumatera Utara

Page 11: Dr. Amir Husin, S.T., M.T M. Faisal, S.T., M.T Dosen ...

vii

4.3.2 Hasil Analisis Laju Pengendapan pada TSS menggunakan Kolom sedimentasi

sistem Batch IV-14

4.3.3 Hasil Analisis pH IV-19

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan V-1

5.2 Saran V-1

DAFTAR PUSTAKA xiii

LAMPIRAN

BIOGRAFI PENULIS

Universitas Sumatera Utara

Page 12: Dr. Amir Husin, S.T., M.T M. Faisal, S.T., M.T Dosen ...

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Empat tipe Sedimentasi II-9

Gambar 2.2 Sketsa kolom sedimentasi tipe II II-9

Gambar 2.3 Grafik isoremoval II-10

Gambar 2.4 Pengendapan pada final clarifier untuk proses lumpur aktif II-10

Gambar 2.5 Mekanisme Sedimentasi Batch (Budi, 2011) II-12

Gambar 2.6 Mekanisme Sedimentasi Semi-Batch (Budi, 2011) II-13

Gambar 2.7 Sketsa kolom sedimentasi tipe II II-14

Gambar 2.8 Grafik isoremoval II-14

Gambar 2.9 Penentuan kedalaman H1, H2 dan seterusnya II-15

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian III-1

Gambar 3.2 Pengolahan Air Permukaan dengan biokoagulan biji asam jawa Menggunakan

Kolom Sedimentasi III-5

Gambar 4.1 Grafik Persentase Penyisihan Kekeruhan Air pada Dosis yang Berbeda-beda

dengan Kadar Kekeruhan awal 50 NTU IV-3

Gambar 4.2 Grafik Persentase Penyisihan Kekeruhan Air pada Dosis yang Berbeda-beda

dengan Kadar Kekeruhan awal 250 NTU IV-4

Gambar 4.3 Grafik Persentase Penyisihan Kekeruhan Air pada Dosis yang Berbeda-beda

dengan Kadar Kekeruhan awal 500 NTU IV-4

Gambar 4.4 Grafik Persentase Penyisihan TSS Air pada Dosis yang Berbeda-beda dengan

Kadar TSS 66 mg/l IV-6

Gambar 4.5 Grafik Persentase Penyisihan TSS Air pada Dosis yang Berbeda-beda dengan

Kadar TSS 250 mg/l IV-6

Gambar 4.6 Grafik Persentase Penyisihan TSS Air pada Dosis yang Berbeda-beda dengan

Kadar TSS 452 mg/l IV-7

Gambar 4.7 Grafik Nilai pH setelah proses Jar Test pada masing-masing kekeruhan

IV-8

Gambar 4.8 Grafik Isoremoval pada Kekeruhan awal 50 NTU (Dosis 5 mg/l) pada air setelah

Proses Sedimentasi IV-10

Gambar 4.9 Grafik Isoremoval pada Kekeruhan awal 250 NTU (Dosis 10 mg/l) pada air setelah

Proses Sedimentasi IV-11

Gambar 4.10 Grafik Isoremoval pada Kekeruhan awal 500 NTU (Dosis 15 mg/l) pada air

setelah Proses Sedimentasi IV-11

Gambar 4.11 Grafik Isoremoval pada Kekeruhan awal 500 NTU (Dosis 10 mg/l) pada air

setelah Proses Sedimentasi IV-12

Universitas Sumatera Utara

Page 13: Dr. Amir Husin, S.T., M.T M. Faisal, S.T., M.T Dosen ...

ix

Gambar 4.12 Grafik Isoremoval pada Kekeruhan awal 500 NTU (Dosis 5 mg/l) pada air setelah

Proses Sedimentasi IV-13

Gambar 4.13 Grafik Isoremoval pada Kekeruhan awal 50 NTU dengan nilai TSS 69 mg/l (Dosis

5 mg/l) pada air setelah Proses Sedimentasi IV-15

Gambar 4.14 Grafik Isoremoval pada Kekeruhan awal 250 NTU dengan nilai TSS 351 mg/l

(Dosis 10 mg/l) pada air setelah Proses Sedimentasi IV-15

Gambar 4.15 Grafik Isoremoval pada Kekeruhan awal 500 NTU dengan nilai TSS 403 mg/l

(Dosis 15 mg/l) pada air setelah Proses Sedimentasi IV-16

Gambar 4.16 Grafik Isoremoval pada Kekeruhan awal 500 NTU dengan nilai TSS 504 mg/l

(Dosis 10 mg/l) pada air setelah Proses Sedimentasi IV-17

Gambar 4.17 Grafik Isoremoval pada Kekeruhan awal 500 NTU dengan nilai TSS 511 mg/l

(Dosis 5 mg/l) pada air setelah Proses Sedimentasi IV-17

Gambar 4.18 Grafik Nilai pH setelah proses Sedimentasi Menggunakan Kolom Sedimentasi

pada masing-masing Kekeruhan IV-19

Universitas Sumatera Utara

Page 14: Dr. Amir Husin, S.T., M.T M. Faisal, S.T., M.T Dosen ...

x

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Studi Penelitian Terdahulu I-4

Tabel 2.1 Kriteria Mutu Air Berdasarkan Kelas II-2

Tabel 4.1 Karakteristik Awal Sampel Sungai Deli IV-1

Universitas Sumatera Utara

Page 15: Dr. Amir Husin, S.T., M.T M. Faisal, S.T., M.T Dosen ...

xi

DAFTAR RUMUS

Rumus %100(%) xB

ABE

III-5

Universitas Sumatera Utara

Page 16: Dr. Amir Husin, S.T., M.T M. Faisal, S.T., M.T Dosen ...

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Bahan Penelitian

Lampiran II Metode Uji Kekeruhan, TSS dan pH

Lampiran III Proses pengujian Jar test

Lampiran IV Data Kolom Sedimentasi Sistem Batch

Lampiran V Data Nilai Removal %

Lampiran VI Data Hasil Laboratorium Pada penelitian di PDAM Tirtanadi IPA Delitua

Lampiran VII Data Hasil Uji Kandungan Pada Biji Asam Jawa (Tamarindus indica L)

Lampiran VIII Desain Air bersih untuk Skala kecil (Komunal)

Universitas Sumatera Utara

Page 17: Dr. Amir Husin, S.T., M.T M. Faisal, S.T., M.T Dosen ...

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Air adalah unsur yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, yakni demi kelangsungan

hidup manusia. Bahkan dapat dipastikan, tanpa pengembangan sumber daya air secara konsisten

kehidupan manusia tidak akan mencapai tingkat yang dapat dinikmati sampai saat ini. Oleh

karena itu, pengembangan dan pengelolaan sumber daya air merupakan dasar kelangsungan

hidup manusia.

Air termasuk salah satu sumber daya alam yang memiliki fungsi sangat vital bagi kehidupan

makhluk hidup yang ada di muka bumi. Kebutuhan terhadap penyediaan dan pelayanan air

bersih dari waktu ke waktu semakin meningkat yang terkadang tidak diimbangi oleh

kemampuan pelayanan. Peningkatan kebutuhan ini disebabkan oleh adanya peningkatan jumlah

penduduk, peningkatan derajat kehidupan warga serta perkembangan kota/kawasan pelayanan

ataupun hal-hal yang berhubungan dengan peningkatan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang

diikuti dengan peningkatan jumlah kebutuhan air per kapita (Putri, 2014).

Pada umumnya masyarakat yang tidak terlayani air bersih oleh perusahaan air minum

memanfaatkan sumber air bersih yang berasal dari air permukaan seperti air sungai. Air

permukaan merupakan air yang berasal dari air hujan namun tidak mengalami infiltrasi

(peresapan). Air sungai termasuk ke dalam air permukaan yang banyak digunakan oleh

masyarakat. Menurut Soemarwoto (2001), Air Sungai merupakan ekosistem perairan yang

sangat besar manfaatnya bagi kehidupan manusia. Pada umumnya sungai dimanfaatkan untuk

keperluan aktivitas rumah tangga (mandi, cuci, kakus), bahan baku air minum dan sebagainya.

Kegiatan industri, domestik, dan kegiatan lainnya berdampak negatif terhadap sumber daya air,

termasuk penurunan kualitas air, gangguan, kerusakan, dan bahaya bagi makhluk hidup yang

bergantung pada sumber daya air (Effendi, 2003). Dan Menurut Sudaryoto (2000), Kurangnya

pengolahan pada sumber daya air yang diakibatkan oleh limbah domestik dan berbagai industri

dapat menyebabkan meningkatnya kadar kandungan bahan kimia dan logam berat dalam badan

air seperti kekeruhan dan padatan tersuspensi (TSS).

Total Suspended Solid (TSS) adalah semua zat padat (pasir, lumpur, dan tanah liat) atau

partikel-partikel yang tersuspensi dalam air. Menurut Sunu (2001), Keberadaan residu

tersuspensi dalam air tidak diinginkan karena alasan menurunnya estetika air disamping residu

tersuspensi dapat menjadi tempat penyerapan bahan kimia atau biologi seperti mikroorganisme

Universitas Sumatera Utara

Page 18: Dr. Amir Husin, S.T., M.T M. Faisal, S.T., M.T Dosen ...

I-2

penyebab penyakit. Menurut Suripin (2002), Kekeruhan air sungai sangat dipengaruhi oleh erosi

yang meliputi proses pelepasan, penghanyutan serta pengendapan. Tingkat kekeruhan yang

tinggi pada air sungai akan merugikan pada sektor penyediaan air bersih yang bersumber dari

air permukaan sehingga akan meningkatkan biaya pengolahan.

Dalam menurunkan Total Suspended Solid (TSS) dan kekeruhan (Turbidity) dapat dilakukan

dengan berbagai proses pengolahan air seperti proses koagulasi-flokulasi (siska, 2016), proses

pengolahan sedimentasi (Allen dan yanuar, 2014), proses pengolahan filtrasi (Ganjar dan abadi,

2011), dan proses pengolahan menggunakan membran (Kardo dkk, 2017).

Pada proses sedimentasi, Jenis pengendapan terbagi menjadi empat tipe, yang dimana pada jenis

pengendapan tipe II (flocculent) ditujukan pada partikel ukuran flok ketika partikel ukuran besar

akan menyusul partikel-partikel ukuran lebih kecil untuk membentuk suatu ikatan pengendapan

lanjutan dengan kecepatan pengendapan terus bertambah dari kecepatan awal masing-masing

partikel, dan dimana pada flocculent dibutuhkan bantuan koagulan untuk dapat mengendap.

Pengolahan air dengan koagulasi/flokulasi dapat dilakukan menggunakan berbagai macam

koagulan baik sintetik maupun alamiah. Jenis koagulan sintetik telah banyak diterapkan.

Menurut Kawamura (1991), Koagulan sintetik yang sering digunakan ialah koagulan seperti

alum sulfat, poly aluminium chloride, ferri sulfat (FeSO4), dan ferri khlorida (FeCl3).

Penelitian Riza Yuni Kartika (2015), menggunakan Poly Aluminium Chloride (PAC) untuk

menurunkan Kadar Total Suspended Solid (TSS). Dan Pada penelitian Pasca (2016),

menggunakan Al2(So4)3 dan Aluminium Chloride (PAC) untuk Pengolahan Air Bersih.

Adapun beberapa jenis koagulan alamiah yang telah diteliti. Seperti penelitian Hestiningsih

(2014), menggunakan biji kelor mampu menurunkan kekeruhan sebesar 99,22%. Cecilia dan

Alfan (2016), menggunakan Kitosan dari limbah udang mampu menurunkan kekeruhan sebesar

78,75%. Dan penelitian Tri dkk (2016), menggunakan Biji kacang babi mampu menurunkan

kekeruhan sebesar 99,70% dan Total suspended solid sebesar 99,27%.

Koagulan jenis sintetik memiliki sejumlah kelebihan dibandingkan jenis koagulan alamiah,

antara lain yaitu efisiensi pengolahan lebih tinggi, tidak menurunkan ph, kecepatan

pengendapan lebih tinggi dan lain-lain. Namun demikian, koagulan sintetik juga memiliki

kelemahan seperti pengolahan yang lebih sulit, ketersediaan lebih terbatas khususnya di daerah

desa-desa terpencil.

Universitas Sumatera Utara

Page 19: Dr. Amir Husin, S.T., M.T M. Faisal, S.T., M.T Dosen ...

I-3

Menurut Ozacar (2003), bahwa koagulan kimia dapat memicu timbulnya penyakit Alzheimer.

Oleh karena itu, saat ini sedang dikembangkan pemanfaatan bahan alami sebagai koagulan

karena memiliki beberapa keuntungan antara lain bersifat biodegradable, lebih aman terhadap

kesehatan manusia. Koagulan alami dapat dijumpai dengan mudah karena dapat diambil atau

diekstrak dari bahan lokal berupa tumbuhan dan hewan (Prihatinningtyas dan Efendi, 2013).

Dan penggunaan koagulan alamiah diharapkan dapat mengurangi permasalahan yang timbul

akibat penggunaan koagulan sintetik. Ada banyak sejumlah bahan-bahan dipedesaan yang dapat

dimanfaatkan sebagai koagulan alamiah.

Beberapa penelitian melakukan penelitian menggunakan koagulan alamiah seperti Biji Asam

Jawa (Tamarindus indica L), yang dimana Biji Asam Jawa (Tamarindus indica L) memiliki

kandungan protein yang cukup tinggi sehingga mampu berperan sebagai polielektrolit alami,

Protein yang terkandung dalam Biji Asam Jawa (Tamarindus indica L) dapat mengikat partikel-

partikel koloid, sehingga partikel koloid terdestabilisasi membentuk ukuran yang lebih besar

dan pada akhirnya akan terendapkan.

Pada penelitian Riska dkk (2017) menggunakan biji asam jawa (Tamarindus indica L) dalam

proses perbaikan kualitas air yang dimana mampu menurunkan Total suspended solid sebesar

99,27% dan kekeruhan sebesar 99,60%. Namun, studi yang dilaporkan hanya sebatas

pengolahan skala laboratorium saja. Maka, dalam studi ini penulis bertujuan untuk

menginvestigasi proses sedimentasi dengan studi kolom sedimentasi sistem batch, yang dimana

untuk mengetahui pengaruh koagulan Biji Asam Jawa (Tamarindus indica L) terhadap laju

pengendapan dalam pengolahan air permukaan secara sedimentasi sistem batch serta penyisihan

Total suspended solid (TSS) dan Kekeruhan. Dan diharapkan biji asam jawa dapat membantu

masyarakat dalam pengolahan air bersih, yang dimana biokoagulan Biji Asam Jawa

(Tamarindus indica L) dimanfaatkan oleh masyarakat yang tidak terlayani air bersih oleh

perusahaan air minum. Adapun penelitian terdahulu dapat dilihat pada Tabel 1.1

Universitas Sumatera Utara

Page 20: Dr. Amir Husin, S.T., M.T M. Faisal, S.T., M.T Dosen ...

I-4

Tabel 1.1 Studi Penelitian Terdahulu

No. Nama

Peneliti Tahun Judul Peneltian Tujuan Metode Hasil

1

Allen

Kurniawan

dan Yanuar Chandral

Wirasembada

2016

Penyisihan Fraksi Total

Suspended Solid Air

Limbah Industri Pada Unit Sedimentasi

Berdasarkan Tipe

Flocculent Settling

menentukan persentase

penyisihan TSS skala

laboratorium berdasarkan

tipe flocculent settling

sehingga persentase penyisihan TSS, nilai waktu

detensi, dan overflow rate

dapat diprediksi berdasarkan

kondisi karakterisitik air

limbah terkini.

Metode penelitian

dilakukan berdasarkan

pengujian konsentrasi TSS

air limbah hasil proses

koagulasi flokulasi pada

beberapa titik sampling

per satuan waktu. Variasi

persentase penyisihan

adalah 10, 20, 30, 40,

50,60, dan 70%.

Hasil perhitungan total

penyisihan fraksi 155 dengan

variasi penyisihan 10, 20, 30,

40, 50, 60 dan 70% berturut-

turut yaitu 42,49%; 56,79%;

63,74%; 70,43%, 75,57%,

78,21% dan 82,86%. Nilai

tersebut kemudian dijadikan

sebagai dasar atau acuan

terhadap penentuan overflow

rate dan waktu detensi unit

sedimentasi.

3 Mustafa 2010

Evaluasi Laju Sedimentasi Pada

Kolom Sedimentasi

Sistem Batch Dengan

Penambahan Flokulan

Pengaruh penambahan

flokulan terhadap kecepatan

sedimentasi

Kolom sedimentasi

dirancang dari bahan mika

dengan diameter 8 cm dan

tinggi 80 cm. Slurry kapur

dibuat dengan variasi

konsentrasi

50,100,150,200dan250g/3,

5Lair.Slurry dimasukkan

ke kolom sedimentasi dan

ditambahkan flokulan

sebanyak 1 g dan 2 g.

Sampel diambil setiap 5

menit untuk mengetahui

kecepatan sedimentasinya.

Analisiskecepatansedimen

tasi dilakukan dengan

metode gafis.

Hasil penelitian menunjukkan

bahwa pada konsentrasi slurry

50 g/3,2 L terlihat kecepatan

sedimentasinya paling kecil,

sebaliknya pada konsentrasi

slurry 250 g/3,2 L, kecepatan

sedimentasinya paling besar.

Semakin banyak flokulan yang

ditambahkan semakin cepat

waktu sedimentasi.

Universitas Sumatera Utara

Page 21: Dr. Amir Husin, S.T., M.T M. Faisal, S.T., M.T Dosen ...

I-5

No. Nama

Peneliti Tahun Judul Peneltian Tujuan Metode Hasil

3

Ahmad Iman

Tauhid;

Wiharyanto

Oktiawan;

Ganjar

Samudro

2018

Penentuan Surface

Loading Rate (Vo) Dan

Waktu Detensi (Td) Air

Baku Air Minum

Sungai Kreo Dalam

Perencanaan

Prasedimentasi Dan

Sedimentasi Hr-Wtp

Jatibarang

Tujuan penelitian ini adalah

mengetahui perubahan air

berdasarkan parameter pH,

TDS dan kadar logam setelah

melewati proses penjernihan.

Melakukan jar test untuk

mengetahui dosis

koagulan yang optimum

dan selanjutnya analisa

pengendapan dalam

perencanaan bak

prasedimentasi dan

sedimentasi.

Didapatkan dosis yang optimum

sebesar 20 mg/l. Untuk

mencapai efisiensi 70% dalam

pengolahan sedimentasi maka

dibutuhkan overflow rate

sebesar 1,3 m/h.

4 Dina Asrifah 2015

Pengolah Air Backwash Tangki

Filtrasi Menggunakan

Proses Koagulasi

Flokulasi Dan

Sedimestasi (Studi

Kasus Unit Pengolahan

Air Bersih Rsup Dr.

Sarjito)

Tujuan penulisan ini adalah

mengetahui dosis koagulan

dan waktu pengendapan

optimum pengolahan air

bekas backwash.

Pengolahan secara

koagulasi dilakukan

variasi terhadap dosis

koagulan (0 mg/L, 0,1

mg/L, 0,5 mg/L, 0,7 mg/L,

0,9 mg/L) dan dilakukan

dengan metode jar test.

Hasil penelitian ini diperoleh

dosis optimum 0,1 g/L dan

waktu optimum pengendapan

adalah 30 menit.

5

DM

Moyakhe, QP

Campbell and

E Fosso-

Kankeu

2017

The Effect of

Flocculant Type on

Settling Properties of

Fine Coal Tailings

Menyelidiki pengaruh jenis

flokulan dan dosis pada

pengendapan tailing

batubara.

Eksperimen flokulasi

dilakukan menggunakan

uji toples batch. Untuk

setiap pengujian, 1 liter

bubur asli - dengan

konsentrasi padat 4,71% -

ditransfer dalam tabung

gelas. Solusi flokulan

yang diinginkan

ditambahkan ke tabung

pengujian. Tutup

ditempatkan pada tabung

dan pencampuran

Antarmuka antara air dan

tinggi bubur bubur sebagai

fungsi waktu dicatat. Dari

Karakterisasi tailing dari pabrik

pengolahan batubara

menunjukkan bahwa lempung

kaolinit dan kuarsa menjadi

unsur utama tailing. Dalam

hubungannya dengan pH bubur

rendah, ditunjukkan bahwa

memilih polimer yang tepat

untuk pemisahan padat-cair

adalah prosedur yang kompleks

Universitas Sumatera Utara

Page 22: Dr. Amir Husin, S.T., M.T M. Faisal, S.T., M.T Dosen ...

I-6

No. Nama

Peneliti Tahun Judul Peneltian Tujuan Metode Hasil

grafik tinggi dan waktu

yang direkam, laju

pengendapan dari suspensi

yang mengalami flokulasi

dihitung. Pada waktu 15

menit, air supernatan

disampel untuk mengukur

kekeruhan air yang

diklarifikasi.

6

Waqas

Aleema, dan

Nurhayati

Mellon

2016

Experimental Study on

the Effect of

Parameters on

Sedimentation and

Coalescing Profiles in

Liquid-Liquid Batch

Settler

untuk pemisahan sistem

dispersi cair-cair digunakan

untuk memverifikasi data

eksperimen.

Eksperimen dilakukan

dengan minyak dalam

dispersi jenis air.

percobaan dilakukan pada

pemisah / pemukim batch

cair-cair menjaga rasio

kecil dalam kisaran yang

dapat diterima. Pengaruh

empat parameter seperti

waktu pencampuran,

tinggi dispersi, intensitas

pencampuran dan rasio

fasa minyak pada waktu

pemisahan dipelajari

dengan cermat. Sistem

diesel-air digunakan untuk

menentukan variasi

antarmuka penggabungan

dan pengendapan.

Hasil menunjukkan bahwa

dalam sebagian besar kasus

koalesensi mengontrol waktu

pemisahan.

7

M.R.

Garmsiri, dan

H. Haji Amin

Shirazi

2012

A new approach to

define batch settling

curves for analyzing the

sedimentation

characteristics

untuk menyelidiki perilaku

pengendapan dari suspensi

padatan, yang berkontribusi

pada pengental ukuran.

Metode konvensional

dalam menganalisis BST

berdasarkan prosedur

visual dan grafis

mengarah pada pengental

Hasil menunjukkan bahwa

dalam waktu yang sangat

singkat setelah dimulainya tes

settling, kecepatan settling

dalam kebanyakan kasus

Universitas Sumatera Utara

Page 23: Dr. Amir Husin, S.T., M.T M. Faisal, S.T., M.T Dosen ...

I-7

No. Nama

Peneliti Tahun Judul Peneltian Tujuan Metode Hasil

yang berukuran optimal

dan terpilih

mencapai nilai maksimum.

8

Yoshihiro

Nagasawa, Zenji Kato,

and Satoshi

Tanaka

2016 Particle sedimentation

monitoring in high-

concentration slurries

mengamati partikel individu

dan flokulasi dalam bubur selama sedimentasi dengan

pemindaian laser confocal,

mikroskop fluoresens.

Dalam penelitian ini,

kondisi sedimentasi

partikel dalam lumpur

konsentrasi tinggi

dijelaskan dengan

memantau keadaan

internal

Partikel-partikel itu ditemukan

mengendap dengan sangat

lambat sambil menunjukkan

gerakan yang berfluktuasi. Laju

partikel dalam bubur

konsentrasi tinggi dengan

larutan gliserol berair (η = 0,068

Pa · s) dan fraksi volume

partikel pada urutan 0,3

ditentukan menjadi 1,58 ±

0,66μm · min − 1 atas dasar dari

urutan gambar yang diperoleh

selama 24,9 jam.

9

Yi Zhanga,

Paul

Grassiaa,

Alastair

Marti, Shane

P. Usher,

Peter J.

Scales

2015

Mathematical

modelling of batch

sedimentation subject

to slow aggregate

densification

menyelidiki bagaimana volume padatan awal yang

mengalami pengurangan dan

pada saat awal tekanan pada

tingkat perlindungan dari

ketinggian suspensi dan

tempat tidur yang

dikonsolidasikan, serta

penentuan fraksi volume

padatan yang diperoleh di

bagian bawah pengumpul

batch. bagian bawah

pemukim.

Perilaku padatan dan

evolusi ketinggian

suspensi dan tinggi

unggun terkonsolidasi

dalam pemukim batch

telah diprediksi dengan

menggunakan teori

pseudo-steady state yang

diperluas.

Meningkatkan Vs menyebabkan

perubahan yang lebih sedikit

(atau bahkan tidak ada

perubahan sama sekali) di as

menjadi ketika agregat padat.

Universitas Sumatera Utara

Page 24: Dr. Amir Husin, S.T., M.T M. Faisal, S.T., M.T Dosen ...

I-8

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari tugas akhir berupa penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pengaruh variasi dosis koagulan terhadap laju pengendapan menggunakan grafik

isoremoval pada pengolahan air permukaan dengan kolom sedimentasi sistem batch?

2. Bagaimana efisiensi penyisihan Total Suspended Solid (TSS)?

3. Bagaimana efisiensi penyisihan kekeruhan?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mempelajari pengaruh variasi dosis koagulan terhadap laju pengendapan menggunakan grafik

isoremoval pada pengolahan air menggunakan kolom sedimentasi sistem batch.

2. Menentukan efisiensi penyisihan Total Suspended Solid (TSS).

3. Menentukan efisiensi penyisihan kekeruhan.

1.4 Ruang Lingkup

Penelitian ini dilakukan dalam skala laboratorium. Adapun ruang lingkup penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Variabel tetap pada penelitian ini:

a. Air yang digunakan pada penelitian ini yaitu air sungai sintetik dengan membuat

kekeruhan buatan menggunakan sedimen sungai.

b. Pengambilan sampel dilakukan pada setiap menit ke 0, 10, 20, 30, 40, 50, 60 dan 120

menit.

c. Dosis terbaik hasil jartest.

d. Alat Kolom sedimentasi sistem batch.

2. Variabel berubah pada penelitian ini:

a. Variasi dosis koagulan : 5 mg/l, 10 mg/l, 15 mg/l, 20 mg/l, 25 mg/l.

b. Variasi jarak kran (pengambilan sampel air pada kolom sedimentasi) : berjarak 30 cm pada

masing-masing keran air.

c. Variasi Kekeruhan air : 50 NTU, 250 NTU, dan 500 NTU.

3. Dalam penelitian ini dilakukan pengujian terhadap dua parameter, yaitu :

a. Kekeruhan

b. TSS

Universitas Sumatera Utara

Page 25: Dr. Amir Husin, S.T., M.T M. Faisal, S.T., M.T Dosen ...

I-9

1.5 Manfaat penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini, diantaranya:

1. Bagi penulis

Sebagai syarat untuk memenuhi penyusunan Tugas Akhir guna mendapatkan gelar Sarjana

dari Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Menambah pengalaman dalam hal pengolahan air bersih

2. Bagi Universitas Sumatera Utara

Menghasilkan produk yang mengharumkan nama Universitas Sumatera Utara dan sebagai

bahan pengembangan penelitian

3. Bagi Masyarakat

Memberikan rekomendasi pengolahan air bersih untuk kebutuhan masyarakat khususnya

masyarakat yang tidak terlayani air bersih oleh perusahaan air minum.

Universitas Sumatera Utara

Page 26: Dr. Amir Husin, S.T., M.T M. Faisal, S.T., M.T Dosen ...

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Air

Air merupakan salah satu zat yang paling penting dalam kehidupan. Air dimanfaatkan oleh

semua makhluk hidup untuk dapat bertahan hidup, dan khususnya terhadap manusia, selain

diminum untuk bertahan hidup, air juga digunakan pada berbagai kegiatan lainnya seperti

mencuci, mandi, memasak, dan lain-lain. Dalam penggunaannya, apabila air yang digunakan

terkontaminasi oleh bakteri ataupun zat kimia lainnya, maka dapat menimbulkan penyakit bagi

manusia. Berdasarkan isu yang ada terkait tentang air bersih, apabila air yang dikonsumsi oleh

masyarakat tidak higiene dan aman merupakan salah satu faktor utama dari penyebab 88 persen

kematian anak akibat diare di seluruh dunia (Rismawati et al, 2016).

Air yang dimanfaatkan manusia untuk keperluan hidup sehari-hari adalah air yang berkualitas,

sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh instansi/lembaga. Standar tersebut ialah hasil

riset mutakhir sesuai dengan ilmu dan teknologi kesehatan yang berkembang saat ini, sehingga

dapat memberikan jaminan kesehatan namun air yang melimpah itu kualitasnya banyak yang

tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan itu sehingga diperlukan usaha untuk

memperbaikinya (Saparuddin, 2010).

Secara kualitas, air harus tersedia pada kondisi yang memenuhi syarat kesehatan. Kualitas air

dapat ditinjau dari segi fisika, kimia dan biologi (Kusnaedi, 2010). Peningkatan kuantitas air

merupakan syarat kedua setelah kualitas air, karena semakin maju tingkat hidup seseorang,

maka akan semakin tinggi pula tingkat kebutuhan air dari masyarakat tersebut. Untuk keperluan

minum dibutuhkan air rata-rata sebanyak 5 liter/hari, sedangkan secara keseluruhan kebutuhan

akan air suatu rumah tangga untuk masyarakat indonesia diperkirakan sebesar 120 liter/hari

(Asmadi, dkk. 2011).

Baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang

ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air. Mutu

air adalah kondisi kualitas air yang diukur dan atau diuji berdasarkan parameter-parameter

tertentu dan metoda tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kriteria

mutu air adalah tolok ukur mutu air untuk setiap kelas air. Baku mutu air ditetapkan

berdasarkan hasil pengkajian kelas air dan kriteria mutu air (PP No. 82, 2001) yang dapat dilihat

pada Tabel 2.1

Universitas Sumatera Utara

Page 27: Dr. Amir Husin, S.T., M.T M. Faisal, S.T., M.T Dosen ...

II-2

Tabel 2.1 Kriteria Mutu Air Berdasarkan Kelas

PARAMETER SATUAN KELAS

I II III IV

Temperatur oC deviasi 3 deviasi 3 deviasi 3 deviasi 5

pH 6-9 6-9 6-9 5-9

TSS mg/L 50 50 400 400

Sumber: Lampiran Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82, 2001.

Klasifikasi mutu air ditetapkan menjadi 4 (empat) kelas, yaitu (PP No. 82, 2001):

a. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau

peruntukan lain yang memper-syaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

b. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air,

pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau

peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

c. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar,

peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang

mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

d. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau

peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

2.2 Kualitas Air Bersih

Berdasarkan Permenkes RI No. 416/MENKES/PER/IX/1990, tentang syarat-syarat pengawasan

kualitas air, air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya

memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak. Sedangkan air minum

adalah air yang kualitasnya memenuhi syarat dan dapat diminum langsung. Menurut Waluyo

(2009), persyaratan kesehatan untuk air bersih dan air minum meliputi persyaratan

bakteriologis, kimiawi, radioaktif, dan fisik

a. Persyaratan Fisik

Persyaratan fisika air bersih terdiri dari kondisi fisik air pada umumnya, yakni derajat

keasaman (pH), suhu, kejernihan, warna, dan bau. Aspek fisik ini sesungguhnya selain

penting untuk aspek kesehatan juga langsung dapat terkait dengan kualitas fisik air seperti

suhu dan keasaman. Selain itu sifat fisik air juga penting untuk menjadi indikator tidak

langsung pada persyaratan biologis dan kimia, seperti warna air dan bau.

b. Persyaratan Bakteriologis

Persyaratan biologis berarti air bersih tersebut tidak mengandung mikroorganisme yang

nantinya menjadi infiltran dalam tubuh manusia. Mikroorganisme itu dapat dibagi dalam

empat group, yaitu parasit, bakteri, virus dan kuman. Dari keempat jenis mikroorganisme

Universitas Sumatera Utara

Page 28: Dr. Amir Husin, S.T., M.T M. Faisal, S.T., M.T Dosen ...

II-3

tersebut, umumnya yang menjadi parameter kualitas air adalah bakteri, seperti Eschericia

coli.

c. Persyaratan Radioaktif

Apapun bentuk radioaktifitas efeknya sama, yakni menimbulkan kerusakan pada sel yang

terpapar. Kerusakan dapat berupa kematian sel, perubahan komposisi genetik dan lain-lain.

Kematian sel dapat diganti kembali apabila sel bergenerasi dari sel tidak mati sepenuhnya.

Perubahan genetis dapat menimbulkan penyakit seperti kanker dan mutasi. Sinar alpha,

beta, dan gamma mempunyai kemampuan menembus jaringan tubuh manusia. Persyaratan

radioaktif sering juga dimasukkan sebagai bagian dari persyaratan fisik, namun sering

dipisahkan karena jenis pemeriksaannya sangat berbeda. Pada wilayah tertentu seperti

wilayah di sekitar reaktor nuklir, isu radioktif menjadi penting untuk kualitas air.

d. Persyaratan Kimia

Persyaratan kimia menjadi sangat penting karena banyak sekali kandungan kimiawi air

yang memberi akibat buruk pada kesehatan, karena tidak sesuai dengan proses biokimia

tubuh. Bahan kimia seperti nitrat (NO3), arsenic (As), dan berbagai macam logam berat

khususnya mangan (Mn) dan besi (Fe) yang berlebihan dapat menyebabkan gangguan

pada tubuh manusia karena dapat berubah menjadi racun dalam tubuh.

2.3 Air Sungai dan Indikator Pencemaran Sumber Daya Air Sungai

Menurut Suriawiria dan Agustiningsih (2011), Pertambahan jumlah penduduk yang semakin

meningkat dari tahun ke tahun dengan luas lahan yang tetap akan menyebabkan tekanan

terhadap lingkungan semakin besar. Berbagai aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan

hidupnya yang berasal dari kegiatan industri, rumah tangga dan pertanian akan menghasilkan

limbah yang memberi sumbangan pada penurunan kualitas air sungai.

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 38 Tahun 2011 tentang Sungai, Sungai

merupakan alur atau wadah air alami dan/atau buatan berupa jaringan pengaliran air beserta air

di dalamnya, mulai dari hulu sampai muara, dengan dibatasi kanan dan kiri oleh garis

sempadan.Wilayah sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam satu

atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama

dengan 2.000 km2 (dua ribu kilo meter persegi). Sungai merupakan tempat berkumpulnya air

dari lingkungan sekitarnya yang mengalir menuju tempat yang lebih rendah. Daerah sekitar

sungai yang mensuplai air ke sungai dikenal dengan daerah tangkapan air atau daerah

penyangga sungai (Wiwoho, 2005).

Pencemaran air adalah masuknya bahan yang tidak di inginkan ke dalam air (oleh kegiatan

manusia dan atau secara alami) yang mengakibatkan turunnya kualitas air tersebut sehingga

Universitas Sumatera Utara

Page 29: Dr. Amir Husin, S.T., M.T M. Faisal, S.T., M.T Dosen ...

II-4

tidak dapat digunakan sesuai dengan peruntukannya. Kegiatan industri dan teknologi tidak

dapat terlepas dari kebutuhan akan air. Dalam hal ini air sangat diperlukan agar industri dan

teknologi dapat berjalan dengan baik. Indikator atau tanda bahwa air telah tercemar adalah

adanya perubahan atau tanda yang dapat diamati melalui (Wardhana, 2001):

1. Adanya perubahan suhu air,

2. Adanya perubahan pH atau konsentrasi hidrogen,

3. Adanya perubahan warna, bau dan rasa air,

4. Timbulnya endapan, koloidal, bahan terlarut,

5. Adanya mikroorganisme,

6. Meningkatnya radioaktivitas air lingkungan.

2.4 Parameter Penelitian

Parameter yang diuji dalam penelitian ini, yaitu Total Suspended Solid (TSS) dan Kekeruhan

(Turbidity). Penjelasan dari kedua parameter tersebut dapat dilihat sebagai berikut:

2.4.1 Total suspended Solid (TSS)

Total Suspended Solid (TSS) atau zat padat tersuspensi adalah semua zat padat (pasir, lumpur,

dan tanah liat) atau partikel-partikel yang tersuspensi dalam air dan dapat berupa komponen

hidup (biotik) seperti fitoplankton, zooplankton, bakteri, fungi, ataupun komponen mati

(abiotik) seperti detritus dan partikel-partikel anorganik. (Mulyadi, 2015).

TSS merupakan bahan pembentuk endapan yang paling awal dan dapat menghalangi

kemampuan produksi zat organik di suatu perairan. Penetrasi cahaya matahari ke permukaan

dan bagian yang lebih dalam tidak berlangsung efektif akibat terhalang oleh zat padat

tersuspensi, sehingga fotosintesa tidak berlangsung sempurna. Menurut Tarigan dan Edward

(2003), bahwa sebaran zat padat tersuspensi di laut antara lain dipengaruhi oleh masukan yang

berasal dari darat melalui aliran sungai dan erosi (pengikisan) (Tarumingkeng dan Wilhelmina,

2010).

Senyawa residu tersuspensi lainnya berasal dari aktivitas penduduk yang menggunakan air.

Limbah penduduk dan limbah industri biasanya banyak mengandung residu tersuspensi.

Keberadaan residu tersuspensi dalam air tidak diinginkan karena alasan menurunnya estetika air

disamping residu tersuspensi dapat menjadi tempat penyerapan bahan kimia atau biologi seperti

mikroorganisme penyebab penyakit (Sunu, 2001)

Universitas Sumatera Utara

Page 30: Dr. Amir Husin, S.T., M.T M. Faisal, S.T., M.T Dosen ...

II-5

2.4.2 Kekeruhan

Kekeruhan air sungai sangat dipengaruhi oleh erosi yang meliputi proses pelepasan,

penghanyutan serta pengendapan. Hal ini akan menyebabkan turunnya produktivitas lahan

pertanian dan kualitas air serta mengurangi kapasitas sungai. Tingkat kekeruhan yang tinggi

pada air sungai akan merugikan pada sektor penyediaan air bersih yang bersumber dari air

permukaan sehingga akan meningkatkan biaya pengolahan (Suripin, 2002).

Kekeruhan adalah ukuran yang menggunakan efek cahaya sebagai dasar untuk mengukur

keadaan air baku dengan skala NTU (Nephelometrix Turbidity Unit) atau JTU (Jackson

Turbidity Unit) atau FTU (Formazin Turbidity Unit). Kekeruhan dinyatakan dalam satuan unit

turbiditas, yang setara dengan 1 mg/liter. Kekeruhan ini disebabkan oleh adanya benda

tercampur atau benda koloid di dalam air. Hal ini membuat perbedaan nyata dari segi estetika

maupun dari segi kualitas air itu sendiri (Effendi, 2003). Berdasarkan Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia No.492/ MENKES/PER/IV/2010 Tahun 2010, kadar maksimum

kekeruhan yang diperbolehkan dalam air adalah 5 NTU.

Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang

diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat di dalam air (Furqoni dkk, 2016).

Kekeruhan disebabkan oleh adanya bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut

(misalnya lumpur dan pasir halus), maupun bahan anorganik dan organik yang berupa plankton

dan mikroorganisme lainnya (Davis dan Coenwell, 1991 dalam Effendi, 2003).

Kekeruhan erat sekali hubungannya dengan kadar zat tersuspensi karena zat-zat tersuspensi

terdapat dalam kolom air. Semakin keruh suatu perairan berarti semakin banyak bahan

tersuspensi dan terlarut yang ada di perairan. kekeruhan yang tinggi dapat mengakibatkan

terganggunya sistem osmoregulasi, misalnya pernafasan dan daya lihat organisme akuatik, serta

menghambat penetrasi cahaya ke dalam air. Tingginya nilai kekeruhan dapat mempersulit usaha

penyaringan dan mengurangi efektivitas desinfeksi pada proses penjernihan air (Effendi, 2003).

Peningkatan konsentrasi padatan tersuspensi sebanding dengan peningkatan konsentrasi

kekeruhan dan berbanding terbalik dengan kecerahan. Keberadaan total padatan tersuspensi di

perairan mempengaruhi intensitas cahaya matahari yang masuk ke dalam badan air. Dan

dampaknya bagi budidaya perairan adalah adanya absorsi cahaya oleh air dan bahan-bahan

terlarut, pembiasan cahaya yang di sebabkan oleh bahan-bahan yang melayang. Nilai kecerahan

suatu perairan berhubungan erat dengan penetrasi cahaya matahari ke dalam badan air (Tantowi,

2002).

Universitas Sumatera Utara

Page 31: Dr. Amir Husin, S.T., M.T M. Faisal, S.T., M.T Dosen ...

II-6

2.5 Jar Test

Jar test adalah suatu percobaan skala laboratorium yang berfungsi untuk menentukan dosis

optimum dari koagulan yang digunakan pada proses pengolahan air bersih. Apabila percobaan

dilakukan secara tepat, informasi dari hasil jar test berguna untuk membantu operator instalasi

dalam mengoptimalkan proses koagulasi-flokulasi dan penjernihan (Oktaviasari, dkk, 2016).

Proses laboratorium dari jar test biasanya digunakan untuk menentukan kegunaan dari koagulan

dan pembantu koagulan jika dibutuhkan serta dosis kimiawi juga dibutuhkan untuk proses

koagulasi pada air tertentu. Pada tahap ini, sampel air dituangkan dalam serangkaian beaker

glass, kemudian dosis kimia yang telah ditentukan ditambahkan ke wadah tersebut. Setelah itu

diaduk dengan kecepatan tinggi untuk mensimulasikan pencampuran dari zat tersebut, lalu

diaduk dengan kecepatan rendah untuk melihat proses flokulasi. Setelah didiamkan beberapa

saat, campuran tersebut akan memperlihatkan pembentukan flok. Aspek yang paling penting

untuk diperhatikan adalah waktu pembentukan flok, ukuran flok, karakteristik pembentukannya,

persentasi penyisihan kekeruhan (Reynolds and Richard, 1996).

2.6 Koagulasi dan Flokulasi

Salah satu proses kimiawi untuk meningkatkan efisiensi unit sedimentasi dalam pengolahan air

adalah proses koagulasi dan flokulasi. Koagulasi adalah proses mendestabilisasi partikel-

partikel koloid sehingga tubrukan partikel yang terjadi dapat menyebabkan pertumbuhan

partikel.

Koagulasi – flokulasi adalah sarana untuk pemisahan suspended solid (SS) dan partikel koloid.

suspended solid merupakan produk mineral-mineral alam seperti tanah liat, lumpur dan

sebagainya atau berasal dari organik (penguraian tanaman atau hewan). Adapun koloid

merupakan suspended solid dengan ukuran lebih kecil, partikel ini tidak dapat mengendap

secara alami, mempunyai diameter kurang dari 1 μm dan penyebab terjadinya warna dan

kekeruhan. Koagulasi didefinisikan sebagai proses destabilisasi partikel koloid dan partikel

tersuspensi termasuk bakteri dan virus melalui penetralan muatan elektrinya untuk mengurangi

gaya tolak menolak antar partikel, dan bahan yang digunakan untuk penetralan disebut koagulan

(Kawamura, 1992).

Sedangkan flokulasi didefinisikan sebagai proses penggabungan partikel-partikel yang tidak

stabil setelah proses koagulasi melalui proses pengadukan (stirring) lambat sehingga terbentuk

gumpalan atau flok yang dapat diendapkan atau disaring pada proses pengolahan selanjutnya (

Hadi, 1997). Koagulan yang digunakan untuk penelitian ini adalah Biokoagulan Biji Asam Jawa

(Tamarindus Indica L) untuk menurunkan kekeruhan dan Total suspended solid pada air sungai.

Universitas Sumatera Utara

Page 32: Dr. Amir Husin, S.T., M.T M. Faisal, S.T., M.T Dosen ...

II-7

Unit proses koagulasi-flokulasi biasanya terdiri dari tiga langkah pengolahan yang terpisah yaitu

(Metcalf and Eddy, Inc. 1991 dalam Ebeling dan Ogden 2004):

1. Pada proses pengadukan cepat, bahan-bahan kimia yang sesuai ditambahkan ke dalam aliran

air limbah yang kemudian diaduk pada kecepatan tinggi secara intensif,

2. Pada proses pengadukan lambat, air limbah diaduk pada kecepatan sedang supaya

membentuk flok-flok besar sehingga mudah diendapkan,

3. Pada proses sedimentasi, flok yang terbentuk selama flokulasi dibiarkan mengendap

kemudian dipisahkan dari aliran effluent.

2.7 Biji Asam Jawa (Tamarindus indica L)

Biji asam jawa mengandung protein yang cukup tinggi . Protein yang terkandung dalam

biji asam jawa inilah yang diharapkan dapat berperan sebagai polielektrolit alami yang

kegunaannya mirip dengan koagulan sintetik. Biji asam jawa juga mengandung polisakarida

alami yang tersusun atas Dgalactose, D-glucose dan D-xylose yang merupakan flokulan

alami. Flokulan alami terutama polisakarida, dan lebih ramah lingkungan. Selain itu, biji

asam jawa juga mudah untuk diperoleh di pasar tradisional dan penjual bibit buah dengan

harga yang terjangkau (Kartika, dkk, 2016).

2.7.1 Peran biji asam jawa sebagai koagulan

Pada penelitian Riska, dkk (2017), telah melakukan penelitian menggunakan biji asam jawa

yang sudah matang terhadap perbaikan kualitas air sungai, yang dimana biji asam jawa

memiliki kandungan protein yaitu berkisar 20-25% dan beragam jenis amino dengan kadar

yang cukup tinggi. Pada penelitian ini biji asam jawa mampu menyisihkan TSS sebesar 99,27%

dan Kekeruhan sebesar 99,60%.

2.7.2 Alasan biji asam jawa dimanfaatkan pada penelitian ini

Pemanfaatan biji asam jawa (Tamarindus indica l) yang selama ini hanya sebagai limbah yang

jarang digunakan perlu dikembangkan lebih lanjut untuk pengolahan air sungai, yang lebih

ekonomis dan ramah lingkungan. Penggunaan biji asam jawa sebagai koagulan alami dalam

pengolahan air sungai telah dilakukan. Penelitian dilakukan untuk mengetahui pengaruh biji

asam jawa sebagai koagulan alami terhadap parameter kualitas air yang meliputi : pH,

kekeruhan dan Total Suspended Solid (TSS) air sungai dengan menggunakan metode

sedimentasi.

Menurut Hendrawati (2013), Kemampuan biji asam jawa sebagai biokoagulan diakibatkan

kandungan proteinnya yang cukup tinggi yang dapat berperan sebagai polielektrolit alami.

Secara umum semua partikel koloid memiliki muatan sejenis. Diakibatkan muatan yang sejenis,

Universitas Sumatera Utara

Page 33: Dr. Amir Husin, S.T., M.T M. Faisal, S.T., M.T Dosen ...

II-8

maka terdapat gaya tolak menolak antar partikel koloid sehingga partikel-partikel koloid tidak

dapat bergabung. Protein yang terkandung dalam biji asam dapat mengikat partikel-partikel

tersebut sehingga partikel koloid terdestabilisasi membentuk ukuran yang lebih besar dan pada

akhirnya akan terendapkan.

2.8 Sedimentasi

2.8.1 Pengertian sedimentasi

Sedimentasi adalah pemisahan solid dari liquid menggunakan pengendapan secara gravitasi

untuk menyisihkan suspended solid. Umumnya proses sedimentasi dilakukan setelah proses

koagulasi dan flokulasi yang berfungsi untuk destabilisasi dan memperbesar gumpalan/ukuran

partikel, sehingga mudah untuk diendapkan (Asdak, 1995 : 33). Proses koagulasi menggunakan

Tawas Al2(SO4)3 untuk mengikat kotoran atau memutus rantai pada ikatan senyawa zat warna

sehingga membentuk gumpalan. Sedangkan proses flokulasi dengan cara menambah larutan

polimer untuk memperbesar gumpalan, sehingga relatif mudah untuk diendapkan (Anonim1,

2008).

Pengendapan dapat dilakukan dengan memanfaatkan gaya gravitasi. Cara yang sederhana

adalah dengan membiarkan padatan mengendap dengan sendirinya. Setelah partikel partikel

mengendap maka air yang jernih dapat dipisahkan dari padatan yang semula tersuspensi di

dalamnya. Cara lain yang lebih cepat dengan melewatkan air pada sebuah bak dengan kecepatan

tertentu sehingga padatan terpisah dari aliran air tersebut dan jatuh ke dalam bak pengendap.

Kecepatan pengendapan partikel yang terdapat di air tergantung pada berat jenis, bentuk dan

ukuran partikel, viskositas air dan kecepatan aliran dalam bak pengendap (Geankoplis,1993).

2.8.2 Klasifikasi sedimentasi

Klasifikasi sedimentasi didasarkan pada konsentrasi partikel dan kemampuan partikel untuk

berinteraksi. Klasifikasi ini dapat dibagi ke dalam empat tipe (lihat juga Gambar 2.1), yaitu:

- Settling tipe I: pengendapan partikel diskrit, partikel mengendap secara individual dan tidak

ada interaksi antar-partikel

- Settling tipe II: pengendapan partikel flokulen, terjadi interaksi antar-partikel sehingga ukuran

meningkat dan kecepatan pengendapan bertambah

- Settling tipe III: pengendapan pada lumpur biologis, dimana gaya antarpartikel saling menahan

partikel lainnya untuk mengendap

- Settling tipe IV: terjadi pemampatan partikel yang telah mengendap yang terjadi karena berat

partikel

Universitas Sumatera Utara

Page 34: Dr. Amir Husin, S.T., M.T M. Faisal, S.T., M.T Dosen ...

II-9

Gambar 2.1 Empat tipe sedimentasi

2.8.2.1 Sedimentasi Tipe I

Sedimentasi tipe I merupakan pengendapan partikel diskret, yaitu partikel yang dapat

mengendap bebas secara individual tanpa membutuhkan adanya interaksi antar partikel. Sebagai

contoh sedimentasi tipe I antara lain pengendapan lumpur kasar pada bak prasedimentasi untuk

pengolahan air permukaan dan pengendapan pasir pada grit chamber.

Sesuai dengan definisi di atas, maka pengendapan terjadi karena adanya interaksi gaya-gaya di

sekitar partikel, yaitu gaya drag dan gaya impelling. Massa partikel menyebabkan adanya gaya

drag dan diimbangi oleh gaya impelling, sehingga kecepatan pengendapan partikel konstan.

2.8.2.2 Sedimentasi Tipe II

Sedimentasi tipe II adalah pengendapan partikel flokulen dalam suspensi encer, di mana selama

pengendapan terjadi saling interaksi antar partikel. Selama dalam operasi pengendapan, ukuran

partikel flokulen bertambah besar, sehingga kecepatannya juga meningkat. Sebagai contoh

sedimentasi tipe II antara lain pengendapan pertama pada pengolahan air limbah atau

pengendapan partikel hasil proses koagulasi-flokulasi pada pengolahan air minum maupun air

limbah.

Kecepatan pengendapan partikel tidak bisa ditentukan dengan persamaan Stoke's karena ukuran

dan kecepatan pengendapan tidak tetap. Besarnya partikel yang mengendap diuji dengan

column settling test dengan multiple withdrawal ports (Gambar 2.2).

Gambar 2.2 Sketsa kolom sedimentasi tipe II

Universitas Sumatera Utara

Page 35: Dr. Amir Husin, S.T., M.T M. Faisal, S.T., M.T Dosen ...

II-10

Dengan menggunakan kolom pengendapan tersebut, sampling dilakukan pada setiap port pada

interval waktu tertentu, dan data Removal partikel diplot pada grafik seperti pada Gambar 2.3

Gambar 2.3 Grafik isoremoval

2.8.2.3 Sedimentasi Tipe III dan IV

Sedimentasi tipe III adalah pengendapan partikel dengan konsentrasi yang lebih pekat, di mana

antar partikel secara bersama-sama saling menahan pengendapan partikel lain di sekitarnya.

Karena itu pengendapan terjadi secara bersama-sama sebagai sebuah zona dengan kecepatan

yang konstan. Pada bagian atas zona terdapat interface yang memisahkan antara massa partikel

yang mengendap dengan air jernih. Sedimentasi tipe IV merupakan kelanjutan dari sedimentasi

tipe III, di mana terjadi pemampatan (kompresi) massa partikel hingga diperoleh konsentrasi

lumpur yang tinggi. Sebagai contoh sedimentasi tipe III dan IV ini adalah pengendapan lumpur

biomassa pada final clarifier setelah proses lumpur aktif (Gambar 2.4). Tujuan pemampatan

pada final clarifier adalah untuk mendapatkan konsentrasi lumpur biomassa yang tinggi untuk

keperluan resirkulasi lumpur ke dalam reaktor lumpur aktif.

Gambar 2.4 Pengendapan pada final clarifier untuk proses lumpur aktif

Universitas Sumatera Utara

Page 36: Dr. Amir Husin, S.T., M.T M. Faisal, S.T., M.T Dosen ...

II-11

2.8.3 Gaya Pada sedimentasi

Rancangan peralatan sedimentasi selalu didasarkan pada percobaan sedimentasi pada skala yang

lebih kecil (Mc Cabe, 1985 : 429). Selama proses berlangsung terdapat tiga buah gaya, yaitu :

1. Gaya gravitasi

Gaya ini terjadi apabila berat jenis larutan lebih kecil dari berat jenis partikel, sehingga partikel

lain lebih cepat mengendap. Gaya ini biasa dilihat pada saat terjadi endapan atau mulai

turunnya partikel padatan menuju ke dasar tabung untuk membentuk endapan.

2. Gaya apung atau melayang

Gaya ini terjadi jika massa jenis partikel lebih kecil dari pada massa jenis fluida yang sehingga

padatan berapa pada permukaan cairan.

3. Gaya Dorong

Gaya dorong terjadi pada saat larutan dipompakan kedalam tabung klarifier. Gaya dorong dapat

juga dilihat pada saat mulai turunnya partikel padatan karena adanya gaya gravitasi, maka fluida

akan memberikan gaya yang besarnya sama dengan berat padatan itu sendiri.

2.8.4 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kecepatan Sedimentasi

Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan sedimentasi, yaitu:

1. Ukuran partikel, bentuk partikel, dan konsentrasi partikel Semakin besar semakin cepat

mengendap dan semakin banyak yang terendapkan.

2. Viskositas cairan Pengaruh viskositas cairan terhadap kecepatan sedimentasi yaitu dapat

mempercepat proses sedimentasi dengan cara memperlambat cairan supaya partikel tidak lagi

tersuspensi.

3. Temperatur Bila temperatur turun, laju pengendapan berkurang. Akibatnya waktu tinggal di

dalam kolom sedimentasi menjadi bertambah.

4. Berat jenis partikel

2.8.5 Proses Sedimentasi

Proses sedimentasi secara umum diartikan sebagai proses pengendapan dimana akibat gaya

gravitasi, partikel yang mempunyai berat jenis lebih berat dari berat jenis air akan mengendap

ke bawah dan yang lebih kecil berat jenisnya akan mengapung, kecepatan pengendapan partikel

akan bertambah sesuai dengan pertambahan ukuran partikel dan berat jenisnya. Pengendapan

kandungan zat padat di dalam air dapat digolongkan menjadi pengendapan diskrit (kelas 1),

pengendapan flokulen (kelas 2), pengendapan zone, pengendapan kompresi/tertekan (Martin D,

2001; Peavy, 1985; Reynolds, 1977) dan pada pengolahan air minum yang digunakan adalah

dengan pengendapan diskrit dan pengendapan flokulen.

Universitas Sumatera Utara

Page 37: Dr. Amir Husin, S.T., M.T M. Faisal, S.T., M.T Dosen ...

II-12

Air tidak jernih umumnya mengandung residu. Residu tersebut dapat dihilangkan dengan proses

penyaringan (filtrasi) dan pengendapan (sedimentasi). Untuk mempercepat proses penghilangan

residu tersebut perlu ditambahkan koagulan. Bahan koagulan yang sering dipakai adalah tawas

(alum). Untuk memaksimalkan proses penghilangan residu, koagulan sebaiknya dilarutkan

dalam air sebelum dimasukkan ke dalam tangki pengendapan.

Mekanisme atau proses sedimentasi secara umum adalah sebagai berikut:

a. Pengendapan partikel flokulen berlangsung secara gravitasi.

b. Flok yang dihasilkan pada proses koagulasi-flokulasi mempunyai ukuran yang makin besar,

sehingga kecepatan pengendapannya makin besar.

c. Untuk menghindari pecahnya flok selama proses pengendapan, maka aliran air dalam bak

harus laminer. Untuk tujuan ini, digunakan indikator bilangan Reynold (NRe) dan bilangan

Froud (NFr).

d. Aliran air yang masuk pada inlet diatur sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu

pengendapan. Biasanya dipasang diffuser wall atau perforated baffle untuk meratakan aliran ke

bak pengendap dengan kecepatan yang rendah. Diusahakan agar inlet bak langsung menerima

air dari outlet bak flokulator.

e. Air yang keluar melalui outlet diatur sedemikian, sehingga tidak mengganggu flok yang telah

mengendap. Biasanya dibuat pelimpah (weir) dengan tinggi air di atas weir yang cukup tipis

(1,5cm).

2.8.6 Proses Sedimentasi skala kecil

Dalam Proses Sedimentasi dalam skala kecil ini terdapat 3 cara yang dapat dilakukan, yaitu :

1. Cara Batch Cara ini cocok dilakukan untuk skala laboratorium, karena sedimentasi batch

paling mudah dilakukan, pengamatan penurunan ketinggian mudah. Mekanisme sedimentasi

batch pada suatu silinder / tabung bisa dilihat pada gambar berikut :

Gambar 2.5 Mekanisme Sedimentasi Batch (Budi, 2011)

Universitas Sumatera Utara

Page 38: Dr. Amir Husin, S.T., M.T M. Faisal, S.T., M.T Dosen ...

II-13

Keterangan :

A = cairan bening B = zona konsentrasi seragam

C = zona ukuran butir tidak seragam D=zona partikel padat terendapkan

2. Cara Semi-Batch Pada sedimentasi semi-batch , hanya ada cairan keluar saja, atau cairan

masuk saja. Jadi, kemungkinan yang ada bisa berupa slurry yang masuk atau beningan yang

keluar. Mekanisme sedimentasi semi-batch bisa dilihat pada gambar berikut :

Gambar 2.6 Mekanisme Sedimentasi Semi-Batch (Budi, 2011)

Keterangan :

A = cairan bening B = zona konsentrasi seragam

C = zona ukuran butir tidak seragam D=zona partikel padat terendapkan

2.8.7 Fokus Penelitian (Sedimentasi Tipe II)

Modul bab ini fokus pada Sedimentasi Tipe II. Pengendapan tipe ini adalah tipe pengendapan

partikel flokulan di dalam air. Partikel flokulan adalah flok-flok gabungan partikel tersuspensi

dan terlarut akibat adanya pengaruh koagulan. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa koagulan

mendestabilisasikan partikel-partikel tersebut, sehingga akhirnya mereka bergabung menjadi

satu membentuk partikel flok dan akhirnya menjadi berat, sehingga dapat mengendap di bak

sedimentasi. Partikel flokulan selama proses flokulasi dan pengendapan ukuran partikelnya

bertambah dan mengendap lebih cepat.

Bacth Settling test yang biasanya digunakan untuk mengevaluasi karakteristik dari pengendapan

flokulan tersuspensi. Kolom ini biasanya berdiameter antara 5 inch hingga 8 inch untuk

meminimalisir efek dari dinding Kolom, dan tingginya harus sebanding atau sama dengan

kedalaman bak yang direncanakan. Pintu masuk (port) dari sampling diletakkan pada interval

ketinggian Kolom dengan jarak tertentu.

Universitas Sumatera Utara

Page 39: Dr. Amir Husin, S.T., M.T M. Faisal, S.T., M.T Dosen ...

II-14

Kecepatan pengendapan partikel tidak bisa ditentukan dengan persamaan Stoke's karena ukuran

dan kecepatan pengendapan tidak tetap. Besarnya partikel yang mengendap diuji dengan

column settling test dengan multiple withdrawal ports. (Gambar 2.7)

Gambar 2.7 Sketsa kolom sedimentasi tipe II

Dengan menggunakan kolom pengendapan tersebut, sampling dilakukan pada setiap port pada

interval waktu tertentu, dan data removal partikel diplot pada grafik seperti pada Gambar 2.8.

Gambar 2.8 Grafik isoremoval

Grafik isoremoval dapat digunakan untuk mencari besarnya penyisihan total pada waktu

tertentu. Tarik garis vertikal dari waktu yang ditentukan tersebut. Tentukan kedalaman H1, H2,

H3 dan seterusnya (lihat Gambar 2.9).

Universitas Sumatera Utara

Page 40: Dr. Amir Husin, S.T., M.T M. Faisal, S.T., M.T Dosen ...

II-15

Gambar 2.9 Penentuan kedalaman H1, H2 dan seterusnya

Grafik isoremoval juga dapat digunakan untuk menentukan lamanya waktu pengendapan dan

surface loading atau overflow rate bila diinginkan efisiensi pengendapan tertentu. Langkah yang

dilakukan adalah:

a. Hitung penyisihan total pada waktu tertentu (seperti langkah di atas), minimal sebanyak tiga

variasi waktu. (Ulangi langkah di atas minimal dua kali)

b. Buat grafik hubungan persen penyisihan total (sebagai sumbu y) dengan waktu pengendapan

(sebagai sumbu x)

c. Buat grafik hubungan persen penyisihan total (sebagai sumbu y) dengan overflow rate

(sebagai sumbu x)

Kedua grafik ini dapat digunakan untuk menentukan waktu pengendapan atau waktu detensi

(td) dan overflow rate (Vo) yang menghasilkan efisiensi pengendapan tertentu. Hasil yang

diperoleh dari kedua grafik ini adalah nilai berdasarkan eksperimen di laboratorium (secara

batch). Nilai ini dapat digunakan dalam mendisain bak pengendap (aliran kontinyu) setelah

dilakukan penyesuaian, yaitu dikalikan dengan faktor scale up. Untuk waktu detensi, faktor

scale up yang digunakan pada umumnya adalah 1,75, untuk overflow rate, faktor scale up yang

digunakan pada umumnya adalah 0,65 (Reynold dan Richards, 1996).

Universitas Sumatera Utara

Page 41: Dr. Amir Husin, S.T., M.T M. Faisal, S.T., M.T Dosen ...

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Diagram Alir Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian yang bersifat eksperimen. Eksperimen ini

untuk mengetahui penurunan nilai kekeruhan dan TSS serta laju pengendapan menggunakan

alat pengolahan air bersih Kolom Sedimentasi Sistem Batch. Diagram alir penelitian dapat

dilihat pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian

Mulai

Studi Literatur

Pengumpulan Data

Data Primer

a. Nilai kekeruhan

b. TSS

c. pH

Perakitan alat kolom sedimentasi

Analisa dan evaluasi

Selesai

Melakukan studi uji jar test biji asam jawa

Pengujian nilai kekeruhan dan TSS

Melakukan Proses studi Kolom sedimentasi Sistem Batch

menggunakan penambahan biokoagulan Biji asam jawa

Universitas Sumatera Utara

Page 42: Dr. Amir Husin, S.T., M.T M. Faisal, S.T., M.T Dosen ...

III-2

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian akan dilakukan di Laboratorium PDAM Tirtanadi IPA Delitua jalan Delitua

Pamah.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai Juli 2019 dan dilanjutkan dengan pengolahan

data, penyusunan data serta penyusunan laporan.

3.3 Variabel Penelitian

Pada penelitian terdapat dua variabel yaitu variabel berubah dan variabel tetap.

3.3.1 Variabel berubah

Pada penelitian ini variabel berubah yaitu:

1. Variasi dosis koagulan : 5 mg/l, 10 mg/l, 15 mg/l, 20 mg/l, 25 mg/l.

2. Variasi jarak kran (pengambilan sampel air pada kolom sedimentasi) : berjarak 30 cm pada

masing-masing keran air.

3. Variasi Kekeruhan air : 50 NTU, 250 NTU, dan 500 NTU.

3.3.2 Variabel tetap

Pada penelitian ini variabel tetap yaitu:

1. Air yang digunakan pada penelitian ini yaitu air sungai dengan membuat kekeruhan sintetik

menggunakan lumpur sungai.

2. Pengambilan sampel dilakukan pada setiap menit ke 0, 10, 20, 30, 40, 50, 60 dan 120 menit.

3. Dosis terbaik hasil jartest.

4. Kolom sedimentasi dengan panjang 2 meter dan diameter 6 inc;

V= (1/4 x µ x (15,24)2 x 200

= (182,322) x 200 cm

= 36,46 cm3

= 36,46 dm3

=36,46 liter air yang dibutuhkan

Namun, pada eksperimen hanya dibutuhkan 34 liter, dikarenakan 15 cm dikosongkan.

3.4 Sampel Air

Sampel dalam penelitian ini yaitu air sungai Sintetik. Cara pembuatannya yaitu dengan

melarutkan lumpur dalam air sungai dan diaduk secara manual. Setelah larut air yang berada

Universitas Sumatera Utara

Page 43: Dr. Amir Husin, S.T., M.T M. Faisal, S.T., M.T Dosen ...

III-3

diatas yang digunakan agar endapan yang jatuh dibawah tidak terikut dalam proses pengolahan.

Adapun lumpur yang digunakan merupakan lumpur yang berada di pinggiran Sungai.

3.5 Metode Pengumpulan Data

3.5.1 Data Primer

Nilai kekeruhan dan TSS diperoleh dari hasil pengukuran air setelah melewati proses jar test

dan sedimentasi. Sampel air pada kolom sedimentasi diambil sebanyak ±100 ml dari effluent

masing-masing kran, kemudian dibawa ke laboratorium untuk di analisa kekeruhan, TSS dan

pH.

3.6 Pelaksanaan Penelitian

Urutan dalam melaksanakan penelitian ini ialah dimulai dari persiapan bahan dan peralatan,

perakitan alat, Proses Jar Test, menjalankan alat, pengambilan sampel, kemudian menganalisa

dan membahas hasil uji sampel.

3.6.1 Bahan dan Peralatan

Adapun bahan dan peralatan yang diperlukan untuk pengadaan pembuatan alat

1. Biji Asam jawa (Tamarindus indcica L)

2. Ayakan 100 mesh

3. Timbangan Analitik

4. Beaker glass 1 L

5. Oven

6. Speed

7. Ember 50 liter

8. Wadah sampel plastik sebagai wadah hasil effluent

9. pH meter

10. Turbiditimeter

11. Colorimeter

12. Alat jartest

13. Comvrator Lovibon

14. Pilot plant (kolom sedimentasi) yang terbuat dari pipa PVC, terdiri dari 5 keran air dengan

jarak masing-masing 30 cm, dan alat tersebut dengan ukuran :

- Panjang : 2 meter

- Diameter : 6 inc

Universitas Sumatera Utara

Page 44: Dr. Amir Husin, S.T., M.T M. Faisal, S.T., M.T Dosen ...

III-4

3.6.2 Prosedur Kerja Biji Asam Jawa

3.6.2.1 Tahap Pembuatan Serbuk Biji Asam Jawa (Tamarindus indica L)

Tahap-tahap pembuatan serbuk biji asam jawa (Tamarindus indica L) adalah sebagai berikut :

1. Buah asam jawa yang digunakan untuk penelitian ini adalah buah sudah masak dipohon

kering dan berwarna cokelat.

2. Buah asam jawa diambil bijinya berwarna cokelat kehitaman.

3. Biji asam jawa yang digunakan untuk penelitian dijemur selama satu hari.

4. Biji asam jawa di kuliti cangkangnya dan dihaluskan (ditumbuk).

5. Biji asam jawa yang sudah dihaluskan lalu disaring dengan ayakan 100 mesh agar

mendapatkan serbuk yang halus.

6. Serbuk biji asam jawa disimpan di toples yang steril.

3.6.2.2 Pembuatan Variasi Dosis Biokoagulan

Tahap-tahap pembuatan variasi dosis biokoagulan adalah sebagai berikut :

1. Siapkan serbuk biji asam jawa (Tamarindus indica l) masing-masing sebanyak tanpa dosis

(sebagai kontrol), 5 mg/l, 10 mg/l, 15 mg/l, 20 mg/l, dan 25 mg/l.

2. Siapkan beker glass 1 liter sebanyak 6 buah

3. Masukkan serbuk biji asam jawa yang telah ditimbang ke dalam masing-masing beker

glass yang telah berisi air rekayasa 50, 250, dan 500 NTU pada beaker glass 1 L.

4. Nyalakan alat jartest dan aduk pada pengadukan cepat 140 rpm selama 5 menit, dan

pengadukan lambat selama 15 menit, dan diendapkan selama 20 menit.

5. Dengan demikian variasi dosis yang digunakan adalah tanpa dosis (sebagai kontrol), 5

mg/l, 10 mg/l, 15 mg/l, 20 mg/l, dan 25 mg/l.

3.6.3 Cara Kerja pada pilot plant kolom sedimentasi

1. Masukkan air yang tekah direkayasa (50, 250, 500 NTU) kedalam pilot plant kolom

sedimentasi sebanyak ±34 liter dan campurkan dosis koagulan biji asam jawa terbaik hasil

jar test sesuai Kekeruhan yang digunakan dengan dikalikan 34 liter air lalu masukkan pilot

plant juga, aduk air dan biokoagulan menggunakan agitator dan diaduk menggunakan

pengadukan cepat 140 rpm selama 5 menit dan pengadukan lambat 40 rpm selama 15 menit

dan langsung ambil sampel pada menit ke 0 selesai pengadukan.

2. Kemudian endapkan selama 10, 20, 30, 40, 50, 60 dan 120 menit lalu ambil sampel air pada

masing-masing menit tersebut disetiap keran air sebanyak ±100 ml dan ditampung pada

wadah sampel.

3. Dilakukan perlakuan yang sama dengan variasi Kekeruhan yang berbeda serta pada

Kekeruhan 500 NTU di variasikan menggunakan tiga variasi dosis koagulan.

Universitas Sumatera Utara

Page 45: Dr. Amir Husin, S.T., M.T M. Faisal, S.T., M.T Dosen ...

III-5

4. Amati hingga selesai, Kemudian di hitung laju pengendapan menggunakan grafik isoremoval

dan analisa parameter kekeruhan, Total Suspended Solid (TSS) dan pH pada masing-masing

keran air.

Gambar 3.2 Pengolahan Air Permukaan dengan biokoagulan biji asam jawa

Menggunakan Kolom Sedimentasi

3.7 Analisis Data

Data yang sudah diperoleh dari hasil analisis seperti kekeruhan dan TSS diolah menggunakan

Microsoft excel yang disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Untuk mengetahui efisiensi

(dinyatakan dalam %) penyisihan yang dihasilkan, dapat dihitung menggunakan persamaan

sebagai berikut:

%100(%) xB

ABE

(3.1)

Dimana:

E = Efisiensi (%)

A = Hasil sesudah pengolahan

B = Hasil sebelum pengolahan

2 m

6 inc

50 cm

30 cm

30 cm

30 cm

30 cm

30 cm

Air sintetik +

biokoagulan

Universitas Sumatera Utara

Page 46: Dr. Amir Husin, S.T., M.T M. Faisal, S.T., M.T Dosen ...

III-6

Dari hasil perhitungan yang telah didapat, kemudian dibuat grafik efisiensi penyisihan terhadap

penurunan kekeruhan dan Total Suspended Solid (TSS).

Universitas Sumatera Utara

Page 47: Dr. Amir Husin, S.T., M.T M. Faisal, S.T., M.T Dosen ...

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Air Sampel Penelitian

Air sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan air baku sungai deli. Adapun

karakterististik awal sampel sungai deli dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Karakteristik Awal Sampel Sungai Deli

No Parameter Satuan Hasil Pemeriksaan Metode

1 Kekeruhan NTU 11 Turbidimetri

2 TSS mg/L 8 Colorimetri

3 pH - 6,9-7,1 Comprator lovibon

Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa nilai konsentrasi kekeruhan awal 11 NTU, TSS 8 mg/l, dan

pH bekisar antara 6,9-7,1. Namun pada penelitian ini, Kekeruhan yang dibutuhkan tidak

mencukukupi, Pada penelitian ini membutuhkan kekeruhan sebesar 50 NTU, 250 NTU dan 500

NTU, sehingga perlu adanya dilakukan simulasi air agar kekeruhan sesuai nilai yang dibutuhkan.

Adapun cara pembuatan air simulasi adalah dengan cara mencampurkan tanah liat kedalam bak

berisikan air 20 Liter, dibantu kain kecil untuk membantu proses pelarutan agar partikel-partikel

kecil keluar, tambahkan sedikit demi sedikit. Endapkan sebentar, hingga endapan yang jatuh

dibawah tidak terikut, ambil air yang bagian atas, cek hasil kekeruhan

Selanjutnya akan diolah dengan proses jar test terlebih dulu untuk mengetahui dosis terbaik dan

dilanjutkan dengan proses Kolom sedimentasi untuk mengetahui penyisihan kekeruhan dan TSS

nya serta laju pengendapannya pada masing-masing variasi kekeruhan dan dimana pada kekeruhan

500 NTU divariasikan dosis Biokoagulan Biji Asam Jawa (Tamarindus indica l).

4.2 Analisa Jar Test

Jar test adalah suatu percobaan skala laboratorium yang berfungsi untuk menentukan dosis

optimum dari koagulan yang digunakan pada proses pengolahan air bersih. Salah satu proses

kimiawi untuk meningkatkan efisiensi unit sedimentasi dalam pengolahan air adalah proses

koagulasi dan flokulasi. Koagulasi adalah proses mendestabilisasi partikel-partikel koloid sehingga

tubrukan partikel yang terjadi dapat menyebabkan pertumbuhan partikel.

Universitas Sumatera Utara

Page 48: Dr. Amir Husin, S.T., M.T M. Faisal, S.T., M.T Dosen ...

IV-2

Serbuk biji asam jawa mengandung polimer alami (protein) seperti pati, getah, dan albuminoid.

Senyawa yang terkandung di dalam biji asam jawa dapat dimanfaatan sebagai bahan alternatif

dalam penjernihan air yaitu menggantikan bahan kimia seperti tawas. (Cicik, 2008).

4.2.1 Pengaruh Variasi Dosis Terhadap Penyisihan Kekeruhan

Adapun grafik efisisensi penyisihan kekeruhan pada masing-masing kekeruhan awal dari

Biokoagulan Biji Asam Jawa dapat dilihat pada Gambar 4.1 – 4.3

Gambar 4.1 Grafik Persentase Penyisihan Kekeruhan Air pada Dosis yang Berbeda-

beda dengan Kadar Kekeruhan awal 50 NTU

Dari grafik persentase penyisihan kekeruhan 50 NTU diatas dapat dilihat bahwa pada setiap

masing-masing dosis memiliki penyisihan yang berbeda-beda, dan penyisihan terbesar ialah pada

dosis 5 mg/l dengan persentase penyisihan 55.6%.

0

10

20

30

40

50

60

1 2 3 4 5 6

Perse

nta

se P

en

yis

ihan

Kek

eru

ha

n (

%)

Dosis Koagulan (mg/l)

0 5 10 15 20 25

Universitas Sumatera Utara

Page 49: Dr. Amir Husin, S.T., M.T M. Faisal, S.T., M.T Dosen ...

IV-3

Gambar 4.2 Grafik Persentase Penyisihan Kekeruhan Air pada Dosis yang Berbeda-

beda dengan Kadar Kekeruhan awal 250 NTU

Dari grafik persentase penyisihan kekeruhan 250 NTU diatas dapat dilihat bahwa pada setiap

masing-masing dosis memiliki penyisihan yang berbeda-beda, dan penyisihan terbesar ialah pada

dosis 10 mg/l dengan persentase penyisihan 88%.

Gambar 4.3 Grafik Persentase Penyisihan Kekeruhan Air pada Dosis yang Berbeda-beda

dengan Kadar Kekeruhan awal 500 NTU

Dari grafik persentase penyisihan kekeruhan 500 NTU diatas dapat dilihat bahwa pada setiap

masing-masing dosis memiliki penyisihan yang berbeda-beda, dan penyisihan terbesar ialah pada

dosis 15 mg/l dengan persentase penyisihan 97.5%.

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

1 2 3 4 5 6

Perse

nta

se P

en

yis

ihan

Kek

eru

han

(%

)

Dosis Koagulan (mg/l)

0 5 10 15 20 25

0

20

40

60

80

100

120

1 2 3 4 5 6

Perse

nta

se P

en

yis

iha

n

Kek

eru

ha

n (

%)

Dosis Koagulan (mg/l)

0 5 10 15 20 25

Universitas Sumatera Utara

Page 50: Dr. Amir Husin, S.T., M.T M. Faisal, S.T., M.T Dosen ...

IV-4

Maka, dapat dilihat pada masing-masing grafik diatas, bahwa dari setiap masing-masing kekeruhan

memiliki efisiensi penyisihan yang berbeda-beda pada setiap dosis yang berbeda-beda pula, dan

dapat diketahui semakin besar kekeruhan yang diolah pada proses jar test ini semakin besar pula

dosis yang dibutuhkan. Namun jika dosis yang digunakan juga terlalu besar dapat membuat air

semakin berkurang nilai dalam penyisihannya bahkan air tampak lebih keruh. Proses jar test ini

dibantu dengan adanya Kemampuan biji asam jawa sebagai biokoagulan yang dimana diakibatkan

oleh kandungan proteinnya yang cukup tinggi, yang dapat berperan sebagai polielektrolit alami.

Secara umum semua partikel koloid memiliki muatan sejenis. Diakibatkan muatan yang sejenis,

maka terdapat gaya tolak menolak antar partikel koloid sehingga partikel-partikel koloid tidak dapat

bergabung. Protein yang terkandung dalam biji asam dapat mengikat partikel-partikel tersebut

sehingga partikel koloid terdestabilisasi membentuk ukuran yang lebih besar dan pada akhirnya

akan terendapkan (Hendrawati, 2013).

Jika dibandingkan pada penelitian Riska, dkk (2017) dengan dosis hasil terbaik 0,04% yang mampu

menyisihkan Kekeruhan (Turbidity) sebesar 99,60% dengan dilakukan pengenceran sedangkan pada

penelitian ini tidak dilakukan pengenceran ataupun aktifasi hanya menggunakan serbuk biji asam

jawa mampu menyisihkan Total Suspended Solid paling tinggi yaitu sebesar 97.5 % pada dosis 15

mg/l.

4.3 Hasil Analisis Pada Kolom Sedimentasi Sistem Batch

Pada penelitian ini fokus terhadap pengendapan tipe II yaitu Flocculant Settling. Pengendapan tipe

ini adalah tipe pengendapan partikel flokulan di dalam air. Partikel flokulan adalah flok-flok

gabungan partikel tersuspensi dan terlarut akibat adanya pengaruh koagulan. Dimana koagulan

mampu mendestabilisasikan partikel-partikel tersebut, sehingga akhirnya mereka bergabung

menjadi satu membentuk partikel flok dan akhirnya menjadi berat, sehingga dapat mengendap di

bak sedimentasi. Partikel flokulan selama proses flokulasi dan pengendapan ukuran partikelnya

bertambah dan mengendap lebih cepat.

4.3.1 Hasil Analisis Laju Pengendapan pada Kekeruhan menggunakan Kolom sedimentasi

sistem Batch

Adapun data removal dapat dilihat pada lampiran V, dan nilai laju pengendapan kekeruhan pada

kolom sedimentasi menggunakan grafik isoremoval dapat dilihat pada Gambar 4.8-4.12

Universitas Sumatera Utara

Page 51: Dr. Amir Husin, S.T., M.T M. Faisal, S.T., M.T Dosen ...

IV-5

Gambar 4.8 Grafik Isoremoval pada Kekeruhan awal 50 NTU (Dosis 5 mg/l) pada air setelah

Proses Sedimentasi

Gambar 4.9 Grafik Isoremoval pada Kekeruhan awal 250 NTU (Dosis 10 mg/l) pada air

setelah Proses Sedimentasi

0 17 36 49 64 70 72 73

0 19 42 56 64 71 72 73

0 15 30 45 62 70 72 73

0 9 28 45 61 69 72 73

0 7 21 43 58 65 72 73

0

50

100

150

200

0 20 40 60 80 100 120 140

Ked

ala

man

(cm

)

Waktu Pengendapan (menit)

20%

30%

40%

50%

60%70%

0 47 60 67 74 82 88 91

0 43 60 64 71 79 88 91

0 48 61 64 72 78 86 90

0 43 61 62 70 78 85 90

0 9 60 62 69 77 83 89

0

50

100

150

200

0 20 40 60 80 100 120 140

Ked

ala

ma

n (

cm

)

Waktu Pengendapan (menit)

20%

30%

40%

50%

60%70%

80%

Universitas Sumatera Utara

Page 52: Dr. Amir Husin, S.T., M.T M. Faisal, S.T., M.T Dosen ...

IV-6

Gambar 4.10 Grafik Isoremoval pada Kekeruhan awal 500 NTU (Dosis 15 mg/l) pada air

setelah Proses Sedimentasi

Gambar 4.11 Grafik Isoremoval pada Kekeruhan awal 500 NTU (Dosis 10 mg/l) pada air

setelah Proses Sedimentasi

0 43 80 83 86 89 92 95

0 34 77 83 86 89 91 94

0 33 77 83 85 89 91 94

0 33 74 82 85 88 91 94

0 23 65 82 84 86 90 92

0

50

100

150

200

0 20 40 60 80 100 120 140

Ked

ala

man

(cm

)

Waktu Pengendapan (menit)

20%

30%

40%

50%

60%70%

80%

90%

0 49 80 84 86 89 92 93

0 49 79 83 86 89 91 93

0 47 75 82 86 89 91 93

0 34 73 82 84 88 90 92

0 18 55 80 84 87 90 92

0

50

100

150

200

0 20 40 60 80 100 120 140

Ked

ala

ma

n (

cm

)

Waktu Pengendapan (menit)

20%

30%

40%

50%

60%70%

80%

90%

Universitas Sumatera Utara

Page 53: Dr. Amir Husin, S.T., M.T M. Faisal, S.T., M.T Dosen ...

IV-7

Gambar 4.12 Grafik Isoremoval pada Kekeruhan awal 500 NTU (Dosis 5 mg/l) pada air

setelah Proses Sedimentasi

Dari grafik isoremoval diatas, dapat dilihat nilai kekeruhan terhadap kedalaman tertentu, terhadap

waktu Partikel di masing-masing kran air terus-menerus berubah karena partikel saling menyatu

satu sama lain sehingga grafik ini dapat mempersentasikan nilai dari efektifitas penyisihan

Kekeruhan. Warna dari masing-masing kurva menggambarkan persentase removal hasil

perhitungan. Dan dapat dilihat laju pengendapan tertinggi pada menit ke 120 mencapai 92% pada

kedalaman 50cm.

Namun, jika dibandingkan pada variasi dosis koagulan yang digunakan pada kekeruhan 500 NTU

dengan dosis yang berbeda-beda memiliki laju pengendapan yang berbeda-beda pula, yang dimana

pada dosis 15 mg/l memiliki kemampuan paling baik dalam penyisihan kekeruhan hingga mencapai

95%, selanjutnya dosis 10 mg/l mencapai 93% dan yang terakhir dosis 5 mg/l mencapai 92%.

Sehingga dapat diketahui semakin besar nilai kekeruhan semakin besar pula dosis yang diperlukan

agar nilai penyisihan maksimal, dan dapat disimpulkan bahwa Proses flokulasi dapat meningkatkan

efisiensi penyisihan.

0 39 59 80 85 87 91 92

0 35 58 78 86 87 91 92

0 31 50 75 85 87 90 91

0 25 47 74 83 86 89 91

0 6 47 74 81 86 88 91

0

50

100

150

200

0 20 40 60 80 100 120 140

Ked

ala

man

(cm

)

Waktu Pengendapan (menit)

20%

30%

40%

50%

60%70%

80%

90%

Universitas Sumatera Utara

Page 54: Dr. Amir Husin, S.T., M.T M. Faisal, S.T., M.T Dosen ...

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang berjudul Studi Pemanfaatan Biji Asam Jawa (Tamarindus

Indica L) sebagai Koagulan dalam Pengolahan Air Bersih Menggunakan Kolom Sedimentasi

Sistem Batch, maka dapat disimpulkan antara lain :

1. Pada Variasi dosis menggunakan kekeruhan 500 NTU dengan dosis yang berbeda-beda

memiliki nilai laju pengendapan yang berbeda-beda pula. Dimana pada kekeruhan 500

NTU dosis 15 mg/l merupakan dosis terbaik dalam proses pengendapan menggunakan

kolom sedimentasi. Dan dengan variasi dosis tersebut diketahu bahwa dengan dosis

lebih besar proses laju pengendapan lebih cepat serta dapat diketahui bahwa Semakin

keruh air yang diolah semakin membutuhkan dosis lebih besar.

2. Pada Kolom Sedimentasi semakin lama proses pengendapan semakin baik hasil dari

nilai yang didapatkan pada parameter kekeruhan dan TSS. Konsentrasi kekeruhan

meningkat saat kedalaman reaktor bertambah dan menurun pada titik sampling yang

sama terhadap perubahan waktu pengamatan. Hal tersebut disebabkan partikel

flocculant mengalami perubahan bentuk, ukuran maupun berat selama menjalani proses

pengendapan, sehingga proses pengendapan partikel flocculant tergantung pada

kedalaman tangki sedimentasi.

3. Penggunaan Dosis Biji Asam Jawa mempengaruh proses Koagulasi flokulasi sehingga

dapat menurunkan nilai Kekeruhan dan TSS, namun perbedaan penyisihan biji pada

masing-masing dosis tidak terlalu signifikan.

5.2 Saran

Berdasarkan proses pelaksanaan selama penelitian, maka dari penulis memiliki saran sebagai

berikut :

1. Untuk penelitian selanjutnya lebih baik dilakukan proses pengolahan lanjutan untuk

mendapatkan hasil yang lebih maksimal dalam menurunkan nilai kekeruhan dan TSS.

2. Untuk penelitian selanjutnya perlu dilakukan variasi jenis koagulan dalam kolom

sedimentasi untuk mengetahui perbedaan pada laju pengendapan menggunakan kolom

sedimentasi sistem batch.

3. Untuk penelitian selanjutnya perlu ditambahkan variasi dosis koagulan dalam kolom

sedimentasi untuk mengetahui mendapatkan data lebih spesifik pada laju pengendapan

menggunakan kolom sedimentasi sistem batch.

Universitas Sumatera Utara

Page 55: Dr. Amir Husin, S.T., M.T M. Faisal, S.T., M.T Dosen ...

xiii

DAFTAR PUSTAKA

A Prima Kristijarti, S.Si., MT Prof. Dr. Ign Suharto, APU Marieanna, ST. 2013. Penentuan

Jenis Koagulan dan Dosis Optimum untuk Meningkatkan Efisiensi Sedimentasi dalam

Instalasi Pengolahan Air Limbah Pabrik Jamu X. Lembaga Penelitian dan Pengabdian

kepada Masyarakat Universitas Katolik Parahyangan.

Ahmad Iman Tauhid; Wiharyanto Oktiawan; Ganjar Samudro. 2018. Penentuan Surface

Loading Rate (Vo) Dan Waktu Detensi (Td) Air Baku Air Minum Sungai Kreo Dalam

Perencanaan Prasedimentasi Dan Sedimentasi Hr-Wtp Jatibarang. Departemen

Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, Semarang.

Alien Kurniawan. 2014. Penentuan Kapasitas Unit Sedimentasi Berdasarkan Tipe Hindered

Zone Settling. Institut Pertanian Bogor, Bogor, Indonesia.

Alien Kurniawan dan Yanuar Chandral Wirasembada. 2014. Penvisihan Fraksi Total

Suspended Solid Air Limbah Industri Pada Unit Sedimentasi Berdasarkan Tipe

Flocculent Settling. Institut Pertanian Bogor, Bogor, Indonesia.

Dian Wijaya, Joni Hermana Dan I.D.A.A.Wawmadewanthi. 2014. Peningkatan Pengadukan

Dan Stabilitas Pengendapan Dengan Penambahan Serabut Kelapa Pada Sequencing

Batch Reaktor Pada Limbah Rumah Sakit. Jurusan Teknik Lingkungan, Ftsp Its.

DM Moyakhe, QP Campbell and E Fosso-Kankeu. 2017. The Effect of Flocculant Type on

Settling Properties of Fine Coal Tailings. South Africa.

Edvarda latifany. 2017. Model Persamaan Kecepatan Sedimentasi Pada Kondisi Hindered

Settling. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Katolik Widya Mandala.

Surabaya.

Eka Prihatinningtyas dan Agus Jatnika Effendi . 2013. Aplikasi Koagulan Alami Dari Tepung

Jagung Dalam Pengolahan Air Bersih. Jurusan Teknik Lingkungan Institut Teknologi

Bandung.

Fitri Ayu Wardani dan Tuhu Agung. R. 2017. Pemanfaatan Biji Asam Jawa (Tamarindus

Indica) Sebagai Koagulan Alternatif Dalam Proses Pengolahan Air Sungai.

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Universitas Sumatera Utara

Page 56: Dr. Amir Husin, S.T., M.T M. Faisal, S.T., M.T Dosen ...

xiiii

Firra Rosariawari dan M.Mirwan. 2012. Effektifitas Pac Dan Tawas Untuk Menurunkan

Kekeruhan Pada Air Permukaan. Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa

Timur.

M.R. Garmsiri1 , H. Haji Amin Shiraz. 2012. A New Approach To Define Batch Settling Curves

For Analyzing The Sedimentation Characteristics. Shahid Bahonar University Of

Kerman, Kerman, Iran.

Nustafa. 2010. Evaluasi Laju Sedimentasi Pada Kolom Sedimentasi Sistem Batch Dengan

Penambahan Flokulan. Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda.

Pasca Eka Prasetya. 2016. Perbandingan Kebutuhan Koagulan Al2(So4)3 Dan Pac Untuk

Pengolahan Air Bersih Di Wtp Sungai Ciapus Kampus Ipb Dramaga. Departemen

Teknik Sipil Dan Lingkungan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 tentang Pengendalian Pencemaran Air.

Permenkes RI No. 416/MENKES/PER/IX/1990.

Reynolds, 1982. Unit Operation and Processes in Environmental Engineering, Texas A&M

University, Brook/Cole Engineering Divisssion, California.

Riska Devi Purnamasari1, Ani Iryani2, Tri Aminingsih. 2017. Pemanfaatan Kacang Babi

(Vicia faba) dan Biji Asam Jawa (Tamarindus indica L) Sebagai Koagulan Alami

Pada Proses Perbaikan Kualitas Air. Universitas Pakuan.

Roessiana D L; Setiyadi dan Sandy BH. 2014. Model Persamaan Faktor Koreksi pada Proses

Sedimentasi dalam Keadaan Free Settling. Jurusan Teknik Kimia. Universitas Katolik

Widya Mandala Surabaya.

Roby Hambali dan Yayuk Apriyanti. 2016. Studi Karakteristik Sedimen Dan Laju Sedimentasi

Sungai Daeng – Kabupaten Bangka Bara. Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Bangka Belitung.

Setiyadi, Suratno Lourentius, Ezra Ariella W.*, Gede Prema M.S. 2014. Menentukan

Persamaan Kecepatan Pengendapan Pada Sedimentasi. Jurusan Teknik Kimia,

Fakultas Teknik, Universitas Katolik Widya Mandala, Surabaya, Indonesia.

Universitas Sumatera Utara

Page 57: Dr. Amir Husin, S.T., M.T M. Faisal, S.T., M.T Dosen ...

xiiiii

Soemarwoto, O,. 2003. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press.

Waqas Aleema dan Nurhayati Mellona. 2016. Experimental Study on the Effect of Parameters

on Sedimentation and Coalescing Profiles in Liquid-Liquid Batch Settler. Department

of Chemical Engineering, Universiti Teknologi petronas. Malaysia.

Yi Zhanga, Paul Grassia, Alastair Martin, Shane P. Usher, Peter J. Scalesc. 2015. Mathematical

modelling of batch sedimentation subject to slow aggregate densification. Australia.

Yoshihiro Nagasawa, Zenji Kato, and Satoshi Tanaka. 2016. Particle sedimentation monitoring

in highconcentration slurries. Nagaoka University of Technology. Japan.

Zakiatul Fitri. 2014. Sedimentasi. Laporan Khusus Laboratorium Opersi Teknik Kimia I.

Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala Darussalam, Banda

Aceh.

Universitas Sumatera Utara

Page 58: Dr. Amir Husin, S.T., M.T M. Faisal, S.T., M.T Dosen ...

LAMPIRAN

Universitas Sumatera Utara

Page 59: Dr. Amir Husin, S.T., M.T M. Faisal, S.T., M.T Dosen ...

Lampiran I

Bahan Penelitian

Lampiran II

Pro

Biji Asam Jawa yang sudah Tua Biji Asam Jawa yang sudah dikupas

dari Kulitnya

Biji asam Jawa yang telah dipisahkan dari

dagingnya

Biji Asam jawa yang telah dipisahkan dari

cangkangnya

Biji Asam Jawa yang telah dihaluskan Pengayakan Biji asam jawa dengan ayakan

100 mesh

Universitas Sumatera Utara

Page 60: Dr. Amir Husin, S.T., M.T M. Faisal, S.T., M.T Dosen ...

Lampiran II

Analisa Kekeruhan (Turbidity)

Metode

Turbidity

Peralatan

Turbiditimeter

Kuvet

Spuit

Tisu

Bahan

Air sampel 25 ml

Prosedur Uji

1. Siapkan air sampel untuk diuji kekeruhannya.

2. Masukkan air sampel ke dalam botol kuvet yang sudah disiapkan.

3. Lalu masukkan botol yang telah berisi air sampel ke dalam alat turbidimeter.

4. Kemudian tekan tombol ON dan tekan tombol READ lalu lihat hasil kekeruhan pada air

sampel tersebut.

Universitas Sumatera Utara

Page 61: Dr. Amir Husin, S.T., M.T M. Faisal, S.T., M.T Dosen ...

Analisa TSS (Total Suspended Solid)

Metode

Colorimeter

Peralatan

Alat Colorimeter

Kuvet

Spuit

Tisu

Beaker glass 500 ml

Magnetic stirrer

Bahan

Air sampel 25 ml

Akuades

Prosedur Uji

1. Siapkan air sampel untuk diuji kekeruhannya dan siapkan akuades sebagai blanko.

2. Siapkan dua botol kuvet.

3. Masukkan akuades ke dalam botol kuvet yang sudah disiapkan.

4. Lalu masukkan botol kuvet yang telah berisi akuades ke dalam alat colorimeter.

5. Kemudian tekan tombol EXIT, lalu tekan PRGM, tekan tombol 94 untuk kode TSS, lalu tekan

tombol ZERO. Akuades sebagai blanko.

6. Masukkan air sampel ke dalam beaker glass 500 ml.

7. Lalu letakkan air sampel diatas alat magnetic stirrer, kemudian masukkan stirrer kedalam beker

glass dan tekan tombol untuk mengaduk air sampel hingga angka 9 dan biarkan selama 2

menit.

8. Setelah 2 menit, matikan tombol untuk mengaduk, lalu masukkan air sembel ke dalam botol

kuvet hingga batas 25 ml.

9. Kemudian masukkan botol kuvet ke dalam alat colorimeter dan tekan tombol READ, lihat

hasil TSS yang didapat.

Universitas Sumatera Utara

Page 62: Dr. Amir Husin, S.T., M.T M. Faisal, S.T., M.T Dosen ...

Analisa pH

Metode

pH dengan indicator BTB

Peralatan

Comvrator Lovibon

Kuvet

Bahan

Larutan BTB

Air sampel 25 ml

Tisu

Prosedur Uji

a. Siapkan air untuk diuji pHnya.

b. Ambil alat Comvrator lovibon lalu masukkan air sampel ke dalam botol kuvet dan teteskan 3

kali laurtan BTB. Lalu shake dengan tangan hingga air sampel dan larutan BTB tercampur.

c. Masukkan botol kuvet ke dalam alat pH meter

d. Lalu lihat berapa pH pada air sampel.

Universitas Sumatera Utara

Page 63: Dr. Amir Husin, S.T., M.T M. Faisal, S.T., M.T Dosen ...

Lampiran III

Dokumentasi proses jar test

Proses Sesudah dan sebelum Jar Test pada kekeruhan 50 NTU

Proses Sesudah dan sebelum Jar Test pada kekeruhan 250 NTU

Proses Sesudah dan sebelum Jar Test pada kekeruhan 500 NTU

Universitas Sumatera Utara

Page 64: Dr. Amir Husin, S.T., M.T M. Faisal, S.T., M.T Dosen ...

Lampiran IV

Kolom Sedimentasi Sistem Batch

Pengadukan cepat 140 rpm 5 menit (23%)

Pengadukan lambat 40 rpm 15 menit (7%)

Pengendapan 0, 10, 20, 30, 40, 50, 60, 120 menit

Spesifikasi alat kolom sedimentasi :

1. Terbuat dari piva PVC ukuran 6 inc dengan panjang 2 meter

2. Terdapat 5 kran air dengan ukuran ½ inc dengan jarak masing-masing 30 cm

3. Terdapat agitator didalam proses kerja alat yang terbuat dari stainles steel

4. Pengaturan rpm menggunakan motor dc 12v 3 ampere dengan maksimum rpm 600

5. Terdapat kran drain pada bagian bawah alat untuk pembuangan air.

Universitas Sumatera Utara

Page 65: Dr. Amir Husin, S.T., M.T M. Faisal, S.T., M.T Dosen ...

BIOGRAFI PENULIS

Nama: Ambar Rita

NIM: 150407002

Tempat/Tgl. Lahir: Lingga Tiga/06 Desember 1996

Alamat email: [email protected]

No. Hp: 082213055424

Nama orang tua: Ayah : Suroso Ibu : Siti Amina

Alamat orang tua: Lingga Tiga, Dsn Janji Lobi/Rantauprapat

Asal Sekolah

1. SD Negeri 115534 Janji Lobi, tahun 2003-2009 2. SMP Negeri 2 Rantau Selatan, tahun 2009-2012 3. SMA Negeri 2 Rantau Selatan, tahun 2012-2015

Pengalaman Organisasi/Kerja:

1. Anggota Muda Himpunan Mahasiswa Teknik Lingkungan (HMTL) periode 2016-2017

2. Anggota Biasa Himpunan Mahasiswa Teknik Lingkungan (HMTL) periode 2017-2018

3. Pengurus Himpunan Mahasiswa Teknik Lingkungan (HMTL) periode 2018-2019

4. Kerja Praktik di PDAM Tirtanadi IPA Delitua, Sumatera Utara Juli 2018 - Agustus 2018

Artikel yang sudah dipublikasi dalam Jurnal/Pertemuan Ilmiah -

Beasiswa yang diperoleh:

-

Universitas Sumatera Utara