Dr achmad syamsu makalah fungsi mangrove, permasalahan dan konsep pengelolaannya
-
Upload
wahyuddin-teknik-kimia-unlam -
Category
Government & Nonprofit
-
view
115 -
download
5
Transcript of Dr achmad syamsu makalah fungsi mangrove, permasalahan dan konsep pengelolaannya
FUNGSI MANGROVE, PERMASALAHAN DAN KONSEP
PENGELOLAANNYA
Mata Kuliah : AMDAL Lahan Basah
Dosen : Dr. Ir. Achmad Syamsu Hidayat, MP
Oleh:
Dwi Nurcahyani :E2F215008
PROGRAM STUDI
PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2016
1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Hutan Mangrove ditemukan hampir di seluruh kepulauan di Indonesia,
terbesar terkonsentrasi di Papua, Kalimantan (Timur & Selatan), Riau dan
Sumsel. Banyak ancaman yang menghalangi kelestarian mangrove. Secara umum,
isu yang berkaitan dengan pengelolaan mangrove saat ini adalah mengenai
distribusi wewenang pengelolaan, pesatnya pembangunan pemukiman,
fragmentasi kawasan, pencemaran, dan pertambakan. Data Ditjen RLPS Dep.
Kehutanan 2001, bahwa luas hutan mangrof di Indonesia 8,6 juta ha, terdiri dari
3,8 jutan ha di dalam kawasan hutan dan 4,8 juta ha di luar kawasan hutan.
Berdasarkan perhitungan para ahli, rata-rata nilai tahunan pelayanan
ekonomi oleh alam adalah l.k. 33 trilyun USD, atau nyaris dua kali GNP dunia
(18 trilyun USD) (Constanza R. dkk., 1997). Nilai setinggi itu menunjukkan
bahwa peran yang dijalankan oleh alam tidaklah main-main. Kita dapat
menyatakan bahwa pada dasarnya, semua segi kehidupan manusia, termasuk
masalah ekonomi, sangat bergantung kepada biosfer (alam). Karena itu, apapun
kebijakan yang diambil haruslah sejalan dengan kepentingan dalam menjaga
alam. Sayangnya, di lain pihak, kini pun manusia masih cenderung meremehkan
hal tersebut dan masih banyak membuat kebijakan yang tidak sejalan dengan hal
ini.
Kecenderungan tersebut menunjukkan bahwa mengkaji kembali nilai
ekonomi ekosistem merupakan hal yang penting. Dalam makalah ini sendiri,
pembahasan mengenai nilai ekonomi ekosistem akan difokuskan pada nilai
ekonomi ekosistem mangrove. Ekosistem yang merupakan salah satu jenis
ekosistem lahan basah ini kini luas wilayahnya semakin berkurang. Kerusakan
mangrove terus terjadi akibat tekanan pembangunan pemukiman dan eksploitasi
berlebihan. Penghitungan terakhir menunjukkan bahwa total luas mangrove di
Indonesia adalah sekitar 9,2 juta ha dengan tingkat kerusakan mencapai 57,6%
atau seluas 5,3 juta ha (Dephut, 2002).
2
I.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang diatas maka penulis mencoba membuat
rumusan masalah tentang Fungsi Mangrove, Permasalahan dan Konsep
Pengelolaan sebagai berikut:
1. Definisi Mangrove dan Fungsi ?
2. Apa saja masalah-masalah di hutan Mangrove?
3. Bagaimana konsep pengelolaan hutan Mangrove ?
1.3. Tujuan
Dalam penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui fungsi
mangrove, permasalahan yang ada dan konsep pengelolaannya.
1.4. Manfaat
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan
mahasiswa/i tentang manfaat hutan mangrove dalam kehidupan.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hutan Mangrove
Mangrove merupakan salah satu jenis lahan basah pesisir yang tersebar
sepanjang pantai tropis-subtropis di seluruh dunia, biasanya terdapat di antara 25o
LU s.d. 25o LS. Secara kasar, terdapat setidaknya 240.000 km2 hutan mangrove
yang ½ diantaranya terdapat di sekitar lintang 0o-10o (Mitsch dan Gosselink,
2000). Dari luas itu, luas hutan mangrove di Indonesia pada awalnya adalah
9.248.038 ha dan tersisa 5.326.870 ha dengan 3.720.187 ha diantaranya
merupakan wilayah yang dilindungi.
Gambar 1. Peta distribusi hutan mangrove di dunia (Jochem, 2007).
Secara etimologis, mangrove berasal dai kata Portugis “mangue” yang
berarti pohon dan “grove” yang berarti tegakan. Dari istilahnya, mangrove
merupakan suatu bentuk ekosistem pantai tropis dan subtropis yang didominasi
oleh pohon, perdu, semak dan tumbuhan lain yang semua bersifat halofilik yang
tumbuh di wilayah air payau hingga air asin di zona pasang-surut (Mitsch dan
Gosselink, 2000). Dalam hal ini, mangrove mengacu pada ekosistem. Meskipun
begitu, kata “mangrove” juga mengacu pada beragam pohon dan perdu yang
mendominasi tipe lahan basah ini (Mitsch dan Gosselink, 2000).
Cintron dkk. (1985) mengelompokkan hutan mangrove kedalam 4 (empat)
jenis berdasarkan kondisi hidrodinamikanya, yaitu fringe, riverine, basin dan
dwarf mangrove. Fringe mangrove dapat ditemukan di sepanjang garis pantai
terlindung, kanal, sungai dan laguna. Riverine mangrove dapat ditemukan di
sepanjang sungai sekitar pesisir hingga beberapa mil dari pantai. Basine mangrove
4
terdapat di daerah depresi daratan, basin, biasanya di belakang barisan fringe
mangrove, di lokasi dimana air menggenang atau mengalir lambat. Dwarf
mangrove didominasi oleh mangrove semak (tinggi < 2 m) yang terpencar-pencar,
biasa tumbuh di tempat miskin nutrisi, kurang asupan air tawar, memiliki
produtivitas rendah.
Data Ditjen RLPS Dep. Kehutanan 2001, bahwa luas hutan mangrof di
Indonesia 8,6 juta ha, terdiri dari 3,8 jutan ha di dalam kawasan hutan dan 4,8 juta
ha di luar kawasan hutan
Dilihat dari keragaman jenisnya, mangrove terdiri atas 12 genus dan 60
spesies. Ciri utama kelompok mangrove adalah merupakan pohon atau semak
tersetrial, halofilik, memiliki modifikasi akar dan batang untuk membantu
respirasi dalam sedimen anoksik, biji mengalami pertumbuhan vivivar. Di
antaranya, terdapat genus-genus terkenal seperti Rhizophora, Avicennia,
Bruguiera.
Gambar 2. Vegetasi dan struktur ekosistem hutan mangrove (Jochem, 2007)
2.2. Fungsi Hutan Mangrove
Hutan mangrove adalah salah satu jenis hutan yang banyak ditemukan
pada kawasan muara dengan struktur tanah rawa dan atau padat. Mangrove
menjadi salah satu solusi yang sangat penting untuk mengatasi berbagai jenis
masalah lingkungan terutama untuk mengatasi kerusakan lingkungan yang
disebabkan oleh rusaknya habitat untuk hewan. Kerusakan ini tidak hanya
berdampak untuk hewan tapi juga untuk manusia. Mangrove telah menjadi
pelindung lingkungan yang sangat besar.
5
Hutan mangrove menjadi salah satu subjek utama bagi pengembangkan
lingkungan di Indonesia. Banyak lembaga sosial yang bergerak dalam bidang
lingkungan terus mensosialisasikan manfaat mangrove. Hal ini mendukung
kesadaran masyarakat bahwa mangrove memang penting untuk melindungi
lingkungan. Melestarikan kawasan mangrove adalah usaha yang sangat baik untuk
menstabilkan kondisi lingkungan dan menyelamatkan semua habitat di hutan
mangrove.
Berikut ini adalah beberapa manfaat hutan mangrove secara umum :
1. Mencegah Erosi Pantai
Hutan mangrove menjadi salah satu tempat yang bisa menjaga perbatasan
antara kawasan darah dan laut. Erosi pantai akan terus menggerus permukaan
bumi sehingga mengancam lingkungan manusia. Bahkan kondisi serius bisa
menjadi bencana alam yang besar. Hutan mangrove menjadi salah satu sarana
yang sangat penting untuk menyematkan garis pantai dari perairan laut.
2. Menjadi Katalis Tanah dari Air Laut
Tanah bisa masuk ke dalam air laut secara terus menerus karena bagian
tanah yang bersentuhan secara langsung dengan air laut. Untuk mencegah hal ini
maka manfaat hutan mangrove secara ekologis menjadi sumber yang sangat jelas
untuk melindungi tanah disekitar laut. Tanah akan menjadi lapisan yang lebih
padat dan langkah ini menyelamatkan tanah agar tidak terus tergerus oleh air laut.
3. Habitat Perikanan
Kawasan hutan mangrove adalah salah satu tempat yang paling nyaman
untuk beberapa jenis mahluk hidup dan organisme. Beberapa spesies seperti
udang, ikan dan kepiting banyak berkembang di kawasan hutan mangrove.
Sementara manusia membutuhkan beberapa mahluk hidup tersebut sebagai
sumber nutrisi dan bahan makanan yang penting untuk kesehatan.
4. Memberikan Dampak Ekonomi yang Luas
Pohon mangrove yang banyak ditanam pada hutan mangrove bisa dipanen
seperti jenis tumbuhan lain. Manfaat hutang mangrove bagi manusia berguna
6
untuk diolah menjadi berbagai benda hiasan atau kerajinan. Upaya ini sangat
penting untuk meningkatkan ekonomi masyarakat dan meningkatkan standar
ekonomi pada daerah tertentu.
5. Sumber Pakan Ternak
Pohon mangrove juga bisa dijadikan sebagai alternatif pengganti makanan
ternak. Pohon mangrove yang telah dihancurkan dan digiling menjadi bubuk
pakan ternak mengandung nutrisi yang sangat baik untuk pertumbuhan ternak
seperti sapi, kambing atau unggas.
Nutris seperti mineral, protein dan kalori akan meningkatkan perkembangan
ternak. Selain itu pohon mangrove juga mengandung tanin dan bahan alami lain.
6. Mencegah Pemanasan Global
Pemanasan global memang menjadi ancaman yang sangat serius untuk
alam dan manusia. Salah satu cara untuk mencegah atau mengurangi dampak
pemanasan global adalah dengan mengembangkan kawasan hutan mangrove.
Tanaman mangrove menjadi salah satu penopang pemanasan dari perairan laut.
Selain itu mangrove juga berperan untuk mengatasi masalah banjir pada kawasan
pesisir.
7. Sumber Pendapatan Bagi Nelayan Pantai
Masyarakat yang tinggal dikawasan pantai biasanya banyak bekerja
menjadi nelayan. Mereka mencari ikan dan berbagai sumber daya untuk
menopang ekonomi keluarga. Manfaat kawasan hutan mangrove menjadi tempat
yang paling sesuai untuk pembibitan ikan, udang dan berbagai potensi habitat laut
lainnya. Kawasan hutan mangrove telah membantu menjaga ketersediaan sumber
daya ikan di laut yang tidak akan habis.
8. Menjaga Kualitas Air dan Udara
Kawasan hutan mangrove juga membantu manusia dalam mendapatkan air
bersih dan udara yang segar. Kawasan hutan mangrove memiliki fungsi untuk
menyerap semua kotoran yang berasal dari sampah manusia maupun kapal yang
7
berlayar di laut. Manfaat hutan mangrove bagi kehidupan akan menyerap semua
jenis logam berbahaya dan membuat kualitas air menjadi lebih bersih. Selain itu
mangrove juga membantu alam dalam mendapatkan kualitas udara yang lebih
baik dan bersih.
9. Pengembangan Kawasan Pariwisata
Kawasan hutan mangrove bisa dikembangkan menjadi salah satu objek
wisata. Dengan cara ini maka hutan mangrove akan menjadi tujuan wisata dari
berbagai daerah maupun mancanegara. Pariwisata akan memberikan dampak
ekonomi yang sangat baik untuk masyarakat di sekitarnya dan negara secara
khusus.
10. Menyediakan Sumber Kayu Bakar
Hutan mangrove sangat bermanfaat untuk penduduk yang tinggal di
kawasan sekitar hutan mangrove. Pohon dan kayu mangrove yang sudah kering
dan membusuk bisa dimanfaatkan sebagai kayu bakar. Dengan cara ini maka
secara tidak langsung sudah mengurangi kebutuhan gas atau bahan bakar bagi
sebuah negara. Selain itu, bagi masyarakat di sekitar hutan mangrove juga bisa
memakai kayu mangrove untuk bahan bangunan atau kontruksi rumah.
11. Pengembangan Ilmu Pengetahuan
Hutan mangrove menjadi salah satu tempat untuk mengembangkan
berbagai jenis ilmu pengetahuan dalam bidang kelautan, perikanan dan kimia.
Banyak peneliti yang membutuhkan hutan mangrove dan dijadikan berbagai
sumber penelitian. Hutan mangrove akan meningkatkan berbagai jenis penemuan
yang bisa disebarkan ke seluruh dunia. Bahkan banyak peneliti asing yang di
negaranya tidak memiliki hutan mangrove dan harus datang ke Indonesia.
12. Menjaga Iklim dan Cuaca
Perubahan iklim dan cuaca bisa terjadi karena berbagai macam faktor,
salah satunya adalah kerusakan sistem dalam alam. Hutan mangrove menjadi
sumber yang sangat jelas untuk menjaga ekosistem perairan antara laut, pantai dan
8
darat. Selain itu, manfaat hutan mangrove juga akan membantu manusia dalam
mendapatkan iklim dan cuaca yang paling nyaman yang menghindarkan diri dari
bencana alam.
Adapun fungsi ekologis dan ekonomis hutan mangrove adalah (Santoso
dan H.W Arifin,1998) adalah sebagai berikut:
1. Fungsi ekologis :
Pelindung garis pantai dari abrasi,
Mempercepat perluasan pantai melalui pengendapan,
Mencegah intrusi air laut ke daratan,
Tempat berpijah aneka biota laut,
Tempat berlindung dan berkembangbiak berbagai jenis burung, mamalia,
reptil, dan
serangga,
Sebagai pengatur iklim mikro.
2. Fungsi ekonomis :
Penghasil keperluan rumah tangga (kayu bakar, arang, bahan bangunan,
bahan
makanan, obat-obatan),
Penghasil keperluan industri (bahan baku kertas, tekstil, kosmetik,
penyamak kulit,
pewarna),
Penghasil bibit ikan, nener udang, kepiting, kerang, madu, dan telur
burung,
Pariwisata, penelitian, dan pendidikan.
Selain manfaat-manfaat yang telah disebutkan di atas, menurut Irwanto
(2006) hutan mangrove juga memiliki manfaat biologis seperti :
Menghasilkan bahan pelapukan yang menjadi sumber makanan penting
bagi plankton, sehingga penting pula bagi keberlanjutan rantai makanan.
9
Tempat memijah dan berkembang biaknya ikan-ikan, kerang, kepiting dan
udang.
Tempat berlindung, bersarang dan berkembang.biak dari burung dan satwa
lain.
Sumber plasma nutfah & sumber genetik.
Merupakan habitat alami bagi berbagai jenis biota.
2.3. Konsep Pengelolaan Hutan Magrove
Pengelolaan hutan mangrove berkelanjutan mengacu kepada konsep
pembangunan berkelanjutan seperti termuat dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup , yaitu upaya sadar dan terencana
yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam strategi
pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan,
kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa
depan. Terlihat bahwa intinya berada pada integrasi tiga pilar konsep pembangunan
berkelanjutan yaitu dimensi ekonomi, ekologi dan sosial sehingga memberikan
jaminan akan keberadaan mangrove untuk dinikmati bagi semua generasi di bumi.
Sebagai bagian dari wilayah pesisir, pengelolaan mangrove secara terpadu
dapat mengacu kepada pengertian dalam Pasal 6 Undang-undang Nomor 27 Tahun
2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil, yaitu pengelolaan
yang mengintegrasikan kegiatan: (a) antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah; (b).
antar-Pemerintah Daerah; (c). antarsektor; (d). antara Pemerintah, dunia usaha, dan
Masyarakat; ( e ). antara Ekosistem darat dan Ekosistem laut; dan (f). antara ilmu
pengetahuan dan prinsip-prinsip manajemen.
10
BAB III
PERMASALAHAN
Kerusakan mangrove di Indonesia umumnya disebabkan reklamasi,
penebangan kayu, penambangan dan pencemaran. Hal ini memerlukan langkah
rehabilitasi agar mangrove kembali memberikan jasa lingkungan kepada
masyarakat di sekitarnya. Rehabilitasi adalah suatu langkah strategi manajemen
untuk mencegah degradasi suatu lanskap sehingga menjadi bermanfaat bagi
lingkungannya.
Kementrian Kehutanan RI (2013) mengungkap bahwa lebih 50% hutan
mangrove Indonesia dalam keadaan rusak dan ini menyebabkan merosotnya
biodiversitas dan jasa lingkungan ekosistem mangrove akibat perubahan fungsi
lahan sehingga meningkatkan risiko bencana. Dari segi sosial ekonomi
pengelolaan mangrove berkelanjutan menjadi sulit karena: (a) Perbedaan
pemahaman tentang nilai dan fungsi ekosistem mangrove dan pentingnya upaya
rehabilitasi; (b). Partisipasi masyarakat lokal belum optimal; (c) Sebagian besar
masyarakat di sekitar ekosistem mangrove tergolong miskin; (d). Kegiatan
pemanfaatan ekosistem mangrove ramah lingkungan belum berkembang dan (e ).
Pertumbuhan penduduk tinggi dan aktivitas ekonomi memicu alih fungsi lahan.
Sedangkan menyangkut kelembagaan pengelolaan mangrove terdapat
permasalahan : (a). belum efektifnya koordinasi diantara lembaga terkait dalam
pengelolaan ekosistem mangrove ; (b). Kebijakan antar sektor dalam pengelolaan
ekosistem mangrove masih belum sinergis; (c). Kelembagaan pemerintah dan
masyarakat belum berkembang dan berfungsi secara optimal; (d). Kurangnya
kapasitas pemerintah pusat dan daerah serta stakeholder terkait dalam
menginterpretasikan dan mengimplementasikan kebijakan pengelolaan ekosistem
mangrove; dan (e). data ekosistem mangrove belum terintegrasi secara nasional.
Pada bidang perundundang-undangan Indonesia masih menghadapi masalah
lemahnya penegakan hukum serta kurang terintegrasi dan terimplementasikannya
regulasi tentang pengelolaan mangrove.
11
BAB IV
ALTERNATIF/SOLUSI
Pengelolaan hutan mangrove di Indonesia saat ini diarahkan kepada
rehabilitasi karena banyaknya kawasan yang rusak sehingga jika kegiatan tersebut
berhasil, diharapkan dapat mengembalikan fungsi ekologisnya untuk
menyediakan jasa lingkungan bagi masyarakat sekitarnya dan bagi masyarakat
yang berada di luar kawasan tersebut. Namun kegiatan rehabilitasi tersebut tidak
bisa mengabaikan isu-isu ekonomi dan soaial terkait kehadiran masyarakat di
sekitarnya.
Menurut Kementrian Kehutanan (2013) menyebutkan pengelolaan
ekosistem mangrove berbasis masyarakat merupakan bagian dari kebijakan
Strategi Nasional Pengelolaan Ekosistem Mangrove guna meningkatkan
pendapatan masyarakat dan mendukung pembangunan yang berkelanjutan.
Pengelolaan mangrove harus mengikuti azas: (1). Transparansi, yaitu bisa diakses
oleh semua pihak untuk ditinjau ulang; (2). Partisipatif, yaitu mengakomodasi
semua komitmen stakeholders dan dapat diterapkan secara partisipatif ; (3).
Akuntabilitas, yaitu disosialisasikan kepada publik dan dikaji secara menyeluruh,
ilmiah serta dapat dipertanggungjawabkan; (4). Responsif, yaitu mampu
mengantisipasi perubahan komitmen lokal, nasional dan global terhadap
ekosistem mangrove; (5). Efisiens, yaitu mempunyai kemampuan untuk
menserasikan kebijakan (Pusat dan Daerah) secara harmonis; (6). Efektif, yaitu
dapat dilaksanakan tepat sasaran oleh para pihak baik pemangku kepentingan
maupun masyarakat ; dan (7) Berkeadilan, yaitu mampu memberikan manfaat
sesuai dengan tanggung jawab masing-masing pihak yang terlibat.
Faktor lain yang penting diperhatikan dalam pengelolaan mangrove
berkelanjutan adalah pengakuan terhadap masyarakat adat dan kearifan lokal yang
dimilikinya. Menurut UU Nomor 32/2009, nilai-nilai luhur yang berlaku dalam
tata kehidupan masyarakat perlu dihidupkan kembali guna melindungi dan
mengelola lingkungan hidup secara lestari. Sedangkan mengacu kepada
Kementrian Kehutanan (2013) keterpaduan dalam pengelolaan mangrove
direalisasikan dengan cara :
12
1. Pengelolaan ekosistem mangrove sebagai bagian integral dari pengelolaan
wilayah pesisir terpadu dan pengelolaan DAS (Daerah Aliran Sungai).
2. Memperkuat komitmen politik dan dukungan kuat pemerintah, pemerintah
daerah, dan para pihak.
3. Koordinasi dan kerjasama antar instansi dan para pihak terkait secara vertical
dan horizontal.
4. Peningkatan kapasitas Pemerintah Daerah dalam melaksanakan kewenangan
dan kewajiban pengelolaan ekosistem mangrove sesuai dengan kondisi dan
aspirasi lokal.
5. Pengembangan riset, iptek dan sistem informasi yang diperlukan untuk
memperkuat pengelolaan ekosistem mangrove yang berkelanjutan
6. Pengelolaan ekosistem mangrove melalui pola kemitraan antara pemerintah,
pemerintah daerah, dunia usaha dan masyarakat dengan dukungan lembaga
dan masyarakat Internasional, sebagai bagian dari upaya mewujudkan
komitmen lingkungan global.
Keterpaduan pengelolaan mangrove dalam konteks wilayah dikenal dengan
istilah ekoregion, yang dalam UU nomor 32/2009 diterjemahkan sebagai wilayah
geografis yang memiliki kesamaan ciri iklim, tanah, air, flora, dan fauna asli, serta
pola interaksi manusia dengan alam yang menggambarkan integritas sistem alam
dan lingkungan hidup. Konsep ini sulit diterapkan di Indonesia karena pembagian
wilayah admnistrasi yang tidak memperhatikan kesamaan karakteristik kawasan.
Akibatnya pembangunan di suatu wilayah administrasi berpotensi merusak
kawasan di wilayah administrasi lainnya karena perencanaan dan pelaksanakan
pembangunan yang tidak terintegrasi dengan baik.
Selanjutnya Kusmana (2010) menjelaskan pengelolaan mangrove harus dapat
dipanen secara berkelanjutan dan dipertahankan secara alami seperti semula.
Preservasi sebagian areal mangrove yang betul-betul tidak terganggu (pristine
mangrove forest) seharusnya diperjuangkan atau dialokasikan sehingga jika suatu
pengelolaan mengalami kegagalan yang menyebabkan kerusakan bahkan
hilangnya mangrove tersebut, bagian pristine mangrove forest dapat menjadi
penyelamat kondisi tersebut. Ekosistem mangrove harus dikelola berdasarkan
pada paradigma ekologi yang meliputi prinsip-prinsip interdependensi antar unsur
13
ekosistem, sifat siklus dari proses ekologis, fleksibilitas, diversitas dan koevolusi
dari organisme beserta lingkungannya dalam suatu unit fisik DAS.
14
BAB V
REKOMENDASI
1. Pengelolaan mangrove saat ini yang masih terpisah antara satu wilayah
administrasi dengan wilayah administrasi lainnya harus dipadukan agar
tercapai efisiensi pengelolaan dan menghindari dampak negative proses
pembangunan yang tidak menghiraukan konsep ekoregion.
2. Pengeloaan mangrove bertujuan konservasi harus dipadukan dengan
tujuan untuk kesejahteraan masyarakat sehingga masyarakat memiliki
insentif untuk melindungi kawasan mangrove dari kerusakan.
3. Pemahaman masyarakat tentang manfaat hutan mangrove sebagai
penghasil kayu harus dikembangkan kepada hal-hal yang lebih luas
dengan menggali manfaat ekonomi lainnya (non kayu). Hal ini harus
dimulai dari penelitian dan pengembangan manfaat mangrove yang
bersifat aplikasi dan tepat guna sehingga dapat dikerjakan oleh
masyarakat. Mengembangkan perhatian kepada manfaat non kayu juga
akan mencegah/mengurangi kegiatan illegal logging di hutan mangrove.
4. Pencemaran pada kawasan mangrove tidak hanya diakibatkan oleh
kegiatan di laut, tapi sangat dipengaruhi oleh aktivitas di daratan sehingga
perencanaan pembangunan yang memperhatikan integrasi hulu dan hilir
sangat penting untuk mencegah meningkatnya pencemaran yang berakibat
pada kematian tanaman dan biodiversitas kawasan mangrove.
15
DAFTAR PUSTAKA
Constanza R. dkk.. 1997. The Value of The World’s Ecosystem Services and Natural Capital. Nature. Vol 387 pp 253-260.
Departemen Kehutanan. 2002. Statistik Kehutanan Indonesia 2000/2001. Biro Perencanaan Departemen Kehutanan. Jakarta.\
Irawanti S dan Kuncoro A. tanpa tahun. Rehabilitasi Mangrove Secara Swadaya: Belajar Dari Masyarakat Sinjai, diunduh tanggal 15 Mei 2016, tersedia pada http:// puslitsosekhut.web.id.
Irwanto (2006). Keanekaragaman Fauna Pada habitat Mangrove
Kementrian Kehutanan RI. 2013. Strategi Nasional Pengelolaan Ekosistem Mangrove Indonesia. Jakarta: Kementrian Kehutanan RI.
Kusmana C dan Samsuri. 2009. Rehabilitas Mangrove Pada Tapak-Tapak Yang Khusus, diunduh tanggal 14 Mei 2016, tersedia pada http://cecep_kusmana.staff.ipb.ac.id/files/2011/01/2009-Mangrove-Rehabilitasi-Mangrove-Tapak-Khusus.pdf
Mitsch, W.J. and J.G. Gosselink, 1994, Wet Land, In Water Quality Prevention, Identiication and Management of Diffuse Pollution. Van Nostrand Reinhold, New York.
Santoso, N., H.W. Arifin. 1998. Rehabilitas Hutan Mangrove Pada Jalur Hijau Di Indonesia. Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Mangrove (LPP Mangrove). Jakarta, Indonesia.
Setyawan AD, Winarno K dan Purin CP. 2003a.Ekosistem Mangrove di Jawa: Kondisi Terkini. Jurnal Biodiversitas Vol.4 (2)
16