document2

4
Kera dan Kura-Kura Seekor kera dan seekor kura-kura hidup di sebuah hutan dekat sungai. Namun, kera yang satu ini mempunyai sifat yang tidak terpuji. Ia licik, suka memperalat temannya untuk kepentingan dirinya. Kera bersahabat dengan kura-kura karena ada yang diharapkan dari kura-kura. Bila bepergian ke suatu tempat, kera sealu naik di atas punggung kura-kura dengan berbagai alasan. Capai, kakinya sakit dan alasan-alasan yang lain. Kura-kura tak pernah sakit hati. Kura-kura menurut saja. Kemampuan kera mengambil hati membuat hati kura-kura luluh dan selalu dekat dengan kura- kura. “Tanpa bantuan makhluk lain, tak mungkin kita bisa hidup,” bisik hatinya. Jika di tengah perjalanan ditemukan pohon yang sedang berbuah , kera dengan gesit memanjat pohon itu, sementara kura-kura disuruhnya menunggu di bawah. Setelah perutnya kenyang, barulah kera ingat temannya yang sedang menunggu di bawah. Hanya buah- buah yang jelek dan kulit-kulitnya yang di lempar ke bawah sambil mengatakan “Wah kura-kura, buahnya jelek-jelek dan sudah banyak yang dimakan kelelawar sehingga tinggal kulitnya saja. Terima saja ini untukmu.” Hidup mengembara dari hari ke hari telah membuat mereka bosan. Pada suatu hari datanglah musim kemarau penjang. Hujan tidak kunjung datang. Pohon- pohon di hutan banyak yang layu dan tidak berbuah. Kera dan kura-kura sedang berteduh di bawah pohon di

Transcript of document2

Page 1: document2

Kera dan Kura-Kura

Seekor kera dan seekor kura-kura hidup di sebuah hutan dekat sungai. Namun, kera yang satu ini mempunyai sifat yang tidak terpuji. Ia licik, suka memperalat temannya untuk kepentingan dirinya. Kera bersahabat dengan kura-kura karena ada yang diharapkan dari kura-kura. Bila bepergian ke suatu tempat, kera sealu naik di atas punggung kura-kura dengan berbagai alasan. Capai, kakinya sakit dan alasan-alasan yang lain.

Kura-kura tak pernah sakit hati. Kura-kura menurut saja. Kemampuan kera mengambil hati membuat hati kura-kura luluh dan selalu dekat dengan kura-kura. “Tanpa bantuan makhluk lain, tak mungkin kita bisa hidup,” bisik hatinya.

Jika di tengah perjalanan ditemukan pohon yang sedang berbuah , kera dengan gesit memanjat pohon itu, sementara kura-kura disuruhnya menunggu di bawah. Setelah perutnya kenyang, barulah kera ingat temannya yang sedang menunggu di bawah. Hanya buah-buah yang jelek dan kulit-kulitnya yang di lempar ke bawah sambil mengatakan “Wah kura-kura, buahnya jelek-jelek dan sudah banyak yang dimakan kelelawar sehingga tinggal kulitnya saja. Terima saja ini untukmu.”

Hidup mengembara dari hari ke hari telah membuat mereka bosan. Pada suatu hari datanglah musim kemarau penjang. Hujan tidak kunjung datang. Pohon-pohon di hutan banyak yang layu dan tidak berbuah. Kera dan kura-kura sedang berteduh di bawah pohon di pinggir sungai sambil berpikir tentang apa yang harus dilakukan menghadapi situasi seperti ini.

Kera membuka percakapan. “Kura-kura, apa yang harus kita lakukan menghadapi musim kemarau ini?” tanyanya kepada si kura-kura. Kura-kura tidak menjawab karena memang kura-kura tidak mampu berpikir yang berat-berat. Akhirnya, kera melanjutkan pembicaraannya, “sebaiknya kita menanam pisang, sebentar lagi musim hujan akan datang.”

“Saya setuju,” jawab kura-kura. “Dari mana bibitnya?” tanyanya kepada kera.

“Begini saja kita menunggu di tepi sungai ini. Pada musim hujan banyak manusia membuang anak pisang ke sungai. Nanti kalau ada yang hanyut kita ambil.”

Page 2: document2

Mereka berdua setuju. Mula-mula mereka bekerja keras membuka hutan untuk ditanami pisang. Setelah tanahnya siap, datanglah musim hujan. Sepanjang hari mereka di tepi sungai menunggu pohon pisang yang hanyut. Tidak seberapa lama, dari jauh tampak pohon pisang hanyut. Kera berteriak, “Kura-kura cepat berenang! Kamu ambil batang pisang itu! Saya takut air dan tak bisa berenang.”

“Kalau berenang saya jagonya,” kata kura-kura menyombongkan diri.

“Kamulah yang beruntung bisa berenang, sedang aku tidak pandai berenang. Kalau aku pandai berenang, tidaklah engkau perlu bersusah-susah mengambil batang pisang itu. Aku akan tentu membantumu,” ujar kera dengan licik.

Mendengar ucapan kera itu, hati kura-kura menjadi terharu. Oleh karena itu, ia segera berenang menarik batang pisang itu ke tepi sungai. Batang pisang itu dikumpulkan satu per satu. Setelah cukup banyak barulah ditanam. Mereka membagi dua setiap batang pisang sama panjang agar adil. Bagian atas diambil si kera dan bagian bawahdiberikan kepada kura-kura. Kera rupanya tahu bahwa buah pisang selalu ada di bagian atas. Oleh karena itu, ia mengambil bagian atas.

Beberapa waktu mereka bekerja menanam pohon pisang. Kura-kura rajin sekali memelihara tanamannya, sedangkan tanamannya si kera tentu saja membusuk dan mati semua.

Setelah kebun pisang milik kura-kura berbuah dan buahnya mulai masak, datanglah kera bertandang. “Hai kura-kura, tidaklah kau lihat pisangmu telah masak di pohon,” tanya kera bersemangat.

“Ya, saya lihat, hanya saya tak mampu memanjat untuk memetiknya,” jawab kura-kura.

“Apakah artinya kita bersahabat kalau saya tidak dapat membantumu,” kata kera.

Dalam hati kera muncul akal liciknya, lebih-lebih perutnya sudah mulai terasa lapar. Kera menawarkan diri untuk membantu kura-kura memanen pisangnya. Kura-kura setuju. Dengan gesit kura-kura memanjat pohon pisang yang telah ranum buahnya. Di atas pohon ia makan sepuas-puasnya,

Page 3: document2

sedangkan kura-kura (si pemilik kebun) dilupakannya. Ia menunggu dengan hati yang mendongkol. Kadang-kadang kera melemparkan kulit kepada kura-kura. Hal itu dilakukannya setiap hari sampai kebun itu habis buahnya. Sejak itu kura-kura merasa sakit hati. Namun, apa yang bisa dilakukannya? Sebagai makhluk Tuhan yang lemah, ia hanya bisa berdoa semoga yang curang dan khianat mendapat murka Tuhan. Mereka pun berpisah untuk waktu yang agak lama. Kura-kura selalu menghindar jika mendegar suara kera.